PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG Bayu Murti1, J.P. Gentur Sutapa2 1
. Alumni Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, UGM . Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, UGM
2
Abstrak Arang dapat dibuat dari bahan baku yang berupa bahan organik antara lain kayu, tulang, tanduk binatang, limbah pertanian dan limbah organik lainnya. Peningkatan kebutuhan kayu perlu dicari bahan pengganti kayu. Limbah serbuk gergaji dan sebetan sisa pengolahan ini merupakan salah satu sumber bahan baku yang potensial sebagai sumber energi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kualitas arang yang dihasilkan dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L.), (2) mengetahui pengaruh interaksi bentuk bahan dan metode pengarangan limbah batang kelapa terhadap kualitas arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L.), (3) mengetahui bahan dan metode yang terbaik dalam pembuatan arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L.). Bahan baku yang digunakan adalah limbah serbuk dan sebetan gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L.). Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu bentuk bahan serbuk dan sebetan dengan metode pengarangan retort dan brick kiln. Pengamatan dilakukan terhadap kualitas rendemen, kadar air, berat jenis, nilai kalor, kadar abu, kadar zat mudah menguap dan kadar karbon terikat yang kemudian dianalisis anova dan HSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara bentuk bahan dan metode pengarangan berpengaruh sangat nyata terhadap zat mudah menguap dengan hasil rata-rata tertinggi pada arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort yaitu 53,743% dan terendah pada arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort yaitu 36,214 %. Interaksi antara bentuk bahan dan metode pengarangan juga berpengaruh sangat nyata terhadap kadar karbon terikat arang dengan hasil tertinggi pada arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort yaitu 57,337 % dan terendah pada arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort yaitu 38,721 %. Interaksi antara bentuk bahan dan metode pengarangan berpengaruh nyata terhadap kadar air arang, dengan kadar air tertinggi pada arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln yaitu 3,319 % dan kadar air terendah pada arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort yaitu 1,514 %. Kata kunci : arang, kelapa, bentuk bahan, metode PENDAHULUAN Di Indonesia energi biomassa yang telah mempunyai nilai komersial serta banyak dimanfaatkan adalah arang kayu. Saat ini penggunaan arang kayu tidak hanya sebagai sumber energi atau bahan bakar alternatif. Arang dapat diaplikasikan diberbagai bidang antara lain pertanian, peternakan, maupun pada kehidupan seharihari. Indonesia merupakan negara penyedia arang. Produksi arang di Indonesia cukup besar, pada tahun 2003 diproduksi arang sebanyak 3.261 ton. Arang dapat dibuat dari bahan baku yang berupa bahan organik antara lain kayu, tulang, tanduk binatang, limbah pertanian dan limbah organik lainnya. Arang di Indonesia sebagian besar dibuat dari kayu menggunakan metode tradisional. Arang sering dibuat oleh masyarakat pedesaan yang dekat hutan menggunakan kayu yang diambil dari hutan. 407
Penggunaan kayu tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan kayu dari hutan yang mulai menurun, sedangkan kebutuhan kayu untuk konstruksi dan mebel meningkat. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dapat digunakan sebagai pengganti kayu. Tanaman kelapa memiliki peran setrategis bagi masyarakat Indonesia. Tanaman kelapa termasuk komoditas sosial kedua setelah padi. Selama ini batang kelapa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi pengganti kayu. Pengolahan tersebut ternyata dihasilkan banyak serbuk maupun sebetan yang tidak terpakai yaitu sekitar 40 % dari rendemen, jika rendemen penggergajian 40-60 %. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah limbah penggergajian batang kelapa, aquades, larutan Na2CO3, asam benzoat (C6H5COOH) dan indikator methyl orange, kawat nikel, parafin, oksigen murni. Peralatan utama yang digunakan antara lain : retort listrik, furnace, tungku pengarang, alat bor, bom kalorimeter, gelas ukur, crusible, ayakan, desikator, elenmeyer, labu ukur, buret, gelas beker, cawan arloji, timbangan analitik, oven. Prosedur 1. Tahap Pirolisis : menggunakan 2 metode yaitu pemanasan pada retort listrik pada suhu 400oC selama 3 jam dan menggunakan tungku sederhana. 3. Tahap Pengujian meliputi: rendemen, berat jenis, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor Analisis data Data yang diperoleh diuji dengan analisis keragaman untuk mengetahui pengaruh faktor yang berbeda nyata pada taraf uji 1%. Apabila diketahui ada faktor yang menyebabkan pengaruh berbeda nyata pada taraf uji tersebut (1%), maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan metode Tukey HSD (Honestly Significant Difference) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Kualitas Arang Limbah Penggergajian Batang Kelapa Parameter Bahan
Serbuk Sebetan
Metode pengarangan Retort Sederhana (brick kiln) Retort Sederhana (brick kiln)
Kadar Rendemen Berat Kadar air abu (%) (%) Jenis (%) 27,749 2,101 4,349
Kadar zat menguap (%) 36,214
Kadar karbon terikat (%) 57,336
Nilai kalor (kal/g) 6987,289
23,982 35,036
0,213
1,977 1,514
5,998 6,021
51,296 53,743
40,729 38,722
6363,535 6857,031
25,291
0,42
3,319
5,43
49,104
42,147
6450,073
408
Tabel 2. Analisis Varians Kualitas Arang Dari Limbah Penggergajian Batang Kelapa Signifikansi Metode pengarangan Bahan* Metode pengarangan
Parameter
Bahan
Rendemen Kadar Air Kadar Abu Kadar Volatil Kadar Karbon Terikat Berat Jenis Nilai Kalor
0,492ns 0,752 ns 0,729 ns 5,462 *
2,826 ns 3,721 ns 0,669 ns 2,532 ns
1,420 ns 4,901* 3,002 ns 9,031**
8,174 * 0,3 ns
4,832* 5,834* 4,142 ns
11,147** 1,268 ns
Keterangan : * = berbeda nyata (taraf uji 5%) ; ** = berbeda sangat nyata (taraf uji 1%) ; ns = tidak signifikan Tabel 3. Uji Tuckey Interaksi Antara Bentuk Bahan Dan Metode Pengarangan Trehadap Arang Limbah Penggergajian Batang Kelapa Parameter Kadar karbon Metode Bahan terikat Kadar zat Kadar pengarangan (%) menguap air (%) (%) Retort 36.214 a 57.337b Sederhana 51.296 a 40.729a Retort 53.743 a 38.721a sebetan Sederhana 49.104 a 42.147a Keterangan : nilai yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata serbuk
2,101 a 1,977 a 1,514 a 3,319 a
A. Rendemen Arang Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata rendemen untuk arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 27,749%, rata-rata rendemen arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 23,982%, rata-rata rendemen arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 35,036%, rata-rata rendemen arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 25,291%. Rendemen rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 28,014%. Hasil rendemen rata-rata pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo dan Nurhajati (1976) yang menyebutkan bahwa rendemen arang dari kayu di Indonesia cukup besar yaitu antara 21,1 % - 40,8%. Hal ini disebabkan oleh heterogenitas jenis kayu di Indonesia yang cukup besar. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian dari Hendra dan Winarni (2003) bahwa rendemen arang serbuk gergajian kayu adalah sebesar 24,57% - 29,16 % dan limbah sebetan kayu sebesar 25,25 % - 39,20 %. Hasil uji anova dari nilai rendemen arang limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukkan bahwa faktor bentuk bahan, metode pengarangan dan interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rendemen arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Hal ini diduga disebabkan kandungan lignin pada bahan yang tidak jauh berbeda dan diduga suhu karbonisasi yang relatif sama. Komarayati (1995) dalam Marsoem et al. (2003) menyebutkan bahwa tinggi rendahnya rendemen arang dipengaruhi oleh kecepatan proses pengarangan, berat 409
jenis kayu, umur tanaman dan komposisi kimia didalam kayu. Rendemen arang yang terlalu rendah dan terlalu tinggi tidak baik, rendemen tinggi menunjukan adanya proses yang tidak sempurna sehingga sebagian besar fraksi masih dalam wujud semula. Rendemen yang terlalu rendah juga tidak baik untuk arang karena menghasilkan struktur yang rapuh. B. Kadar air Berdasarkan hasil penelitian, Rata-rata kadar air arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 2,101%, rata-rata kadar air arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 1,977 %, rata-rata kadar air arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 1,514 %, rata-rata kadar air arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 3,319 %. Kadar air rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 2,228 %. Kadar air arang yang diperoleh tidak memenuhi standar Jepang 6 % dan Inggris 3,5 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Hendra dan Winarni (2003) tentang arang dari campuran limbah serbuk dan sebetan kayu jati, damar, rasamala, dan puspa, hasil penelitian ini memiliki kadar air yang lebih rendah. Pada penelitian Hendra dan Winarni (2003), arang serbuk memiliki kadar air 14,89 % dan arang sebetan memiliki kadar air 39,35%. Hasil uji anova dari nilai kadar air arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukkan bahwa faktor bentuk bahan dan metode pengarangan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air arang. Interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Nilai kadar air arang serbuk dengan metode retort lebih tinggi dibanding arang sebetan dengan metode retort, hal ini diduga disebabkan retort memiliki suhu yang lebih tinggi serta lebih mudah dikontrol dan dengan suhu yang lebih tinggi diduga partikel serbuk yang kecil menjadi lebih porus dari pada sebetan. Nilai rata-rata kadar air arang serbuk menggunakan metode brick kiln lebih rendah daripada arang sebetan dengan metode brick kiln. Hal ini diduga disebabkan metode brick kiln memiliki suhu yang lebih rendah dari metode retort, sedangkan sebetan memiliki dimensi yang lebih besar dari serbuk sehingga dengan suhu yang lebih rendah air lebih sulit keluar. Tinggi rendahnya kadar air dapat disebabkan oleh suhu dan lama karbonisasi yang kurang (Hartoyo dan Nurhayati, 1976). C. Berat Jenis Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis arang dari limbah gergajian batang kelapa dengan metode pengarangan retort sebesar 0,213. Rata-rata berat jenis arang dari limbah gergajian batang kelapa dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 0,420. Kadar air rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 0,317. Hasil penelitian ini memiliki berat jenis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Marsoem et al. (2003) tentang arang dengan tiga metode pembuatan, yaitu memiliki berat jenis 0,36-0,56. Hasil uji anova dari nilai berat jenis arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukan bahwa metode pengarangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai berat jenis arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Bentuk bahan tidak memberikan pengaruh nyata diduga karena serbuk merupakan penyusun dari sebetan. Metode pengarangan retort memberikan hasil berat jenis yang lebih rendah dibanding metode brick kiln hal ini diduga disebabkan pemasakan yang kurang sempurna pada metode sederhana karena panas yang kurang dan tidak merata, sehingga sebagaian fraksi masih dalam wujud semula. Arang yang dihasilkan dari metode sederhana dipengaruhi bentuk dan kontrol dari sirkulasi gas panas yang melewati cerobong asap, kontrol terhadap kebocoran udara yang masuk, tempat yang benar dari titik inlet udara sehingga gelombang api merata, penyekatan yang baik mengurangi kehilangan panas. 410
D. Nilai Kalor Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kalor arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 6987,289 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 6363,535 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 6857,031 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 6450,073 kal/g. Nilai kalor rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 6664,482 kal/g. Nilai kalor ini memenuhi standar Jepang. Hasil penelitian ini memiliki nilai kalor yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Marsoem et al. (2003) tentang arang dengan tiga metode pembuatan, yaitu memiliki nilai kalor 7618,83-8112,72 kal/g. Hasil uji anova dari nilai nilai kalor arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukan bahwa faktor bentuk bahan, metode pengarangan dan interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kalor arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Diduga hal ini disebabkan bentuk bahan sebetan dan memiliki sifat fisika dan kandungan kimia yang relatif sama.. Tingginya nilai kalor yang dimiliki oleh arang disebabkan karena tingginya nilai panas dari minyak bakar (fuel oil) yang terdapat dalam arang, besarnya sekitar 70% (Soeparno, 1993). Haygreen dan Bowyer (1989) mengemukakan besarnya nilai kalor kayu bervariasi untuk masing-masing spesies karena bervariasinya proporsi zat arang, oksigen, dan hidrogen yang ada pada spesies tersebut. Adanya resin pada kayu juga mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan. Kayu beresin memiliki nilai kalor lebih tinggi dari kayu tak beresin karena resin memiliki nilai kalor hampir dua kali kalor kayu. Nilai kalor arang berhubungan dengan kadar karbon terikat dimana semakin tinggi kadar karbon terikat maka semakin tinggi nilai kalornya karena setiap ada reaksi oksidasi akan menghasilkan kalori (Soeparno, 1993). E. Kadar Abu Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 4,349 %, rata-rata kadar abu arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 5,998 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 6,021 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 5,430 %. Kadar abu rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 5,449 %. Nilai kadar abu ini memenuhi standar Jepang 3% - 6% dan Inggris 8,26% . Hasil penelitian ini memiliki kadar abu yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Marsoem et al. (2003) tentang arang dengan tiga metode pembuatan, yaitu memiliki kadar abu antara 2,38-3,83%. Hasil uji anova dari nilai kadar abu arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukan bahwa faktor bentuk bahan, metode pengarangan dan interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar abu arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Diduga hal ini disebabkan bentuk bahan sebetan dan memiliki sifat kandungan kimia yang relatif sama serta diduga suhu tidak mempengaruhi kadar abu arang. Kadar abu diharapkan serendah mungkin karena kadar abu tinggi dapat memperlambat proses pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan lebih rendah (Hendra dan Winarni, 2003). F. Kadar Zat Mudah Menguap Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 36,214 %, rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 51,296 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 53,743%, rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari 411
sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 49,104%. Kadar zat mudah menguap rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 47,589 %. Nilai rata – rata kadar zat mudah menguap hasil penelitian ini tidak memenuhi standar Jepang, Inggris. Hasil penelitian ini memiliki kadar zat mudah menguap yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Marsoem et al. (2003) tentang arang dengan tiga metode pembuatan, yaitu memiliki kadar zat mudah menguap 10,16-31,65%. Hasil uji anova dari nilai kadar zat mudah menguap arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukan bahwa faktor bentuk bahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar zat mudah menguap arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Metode pengarangan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar zat mudah menguap arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kadar zat mudah menguap arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Bentuk bahan serbuk diduga memiliki ukuran yang lebih kecil dan luas permukaan yang lebih kecil dibanding sebetan sehingga proses karbonisasi berjalan lebih mudah. Serbuk memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga dinding sel lebih terbuka.. Interaksi bentuk bahan serbuk dengan metode retort menghasilkan kadar zat mudah menguap yang lebih rendah dibanding interaksi bentuk bahan serbuk dengan metode brick kiln, hal ini diduga disebabkan retort memiliki suhu yang tinggi sehingga mampu menguapkan zat-zat yang terkandung didalam kayu. Interaksi bentuk bahan sebetan dengan metode brick kiln menghasilkan kadar zat mudah menguap yang lebih tinggi dari interaksi bentuk bahan sebetan dengan metode brick kiln, hal ini diduga disebabkan metode brick kiln tidak dapat dilakukan pengontrolan suhu dan dipengaruhi cuaca sekitarnya. G. Karbon Terikat Karbon terikat adalah fraksi karbon dalam arang selain fraksi abu, air dan zat mudah menguap (Djatmiko et al. 1981).Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ratarata kadar karbon terikat arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 57,337 %, rata-rata kadar karbon terikat arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 40,729 %, rata-rata kadar karbon terikat arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 38,721 %, rata-rata kadar karbon terikat arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 42,147 %. Kadar karbon terikat rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 44,734 %. Nilai kadar karbon terikat pada penelitian ini tidak masuk dalam standar Jepang dan Inggris. Hasil penelitian ini memiliki kadar karbon terikat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Marsoem et al. (2003) tentang arang dengan tiga metode pembuatan, yaitu memiliki kadar karbon terikat antara 54,96-82,55%. Hasil uji anova dari nilai kadar karbon terikat arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) menunjukan bahwa faktor bentuk bahan dan metode pengarangan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Interaksi antara faktor bentuk bahan dengan metode pengarangan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kadar karbon terikat arang dari limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L). Interaksi arang serbuk dengan metode retort memiliki nilai kadar karbon terikat yang lebih tinggi dibanding arang dari sebetan dengan metode retort. Interaksi yang pada arang serbuk dengan metode sederhana menghasilkan kadar zat mudah menguap yang lebih rendah dari interaksi arang sebetan dengan metode sederhana. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pemanfaatan limbah gergajian batang kelapa (Cocos nucifera L) sebagai bahan baku pembuatan arang maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 412
1. Rata-rata rendemen untuk arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 27,749%, rata-rata rendemen arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 23,982 %, rata-rata rendemen arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 35,036 %, rata-rata rendemen arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 25,291 %. Rendemen rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 28,014%. 2. Rata-rata kadar air arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 2,101%, rata-rata kadar air arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 1,977 %, rata-rata kadar air arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 1,514 %, rata-rata kadar air arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 3,319 %. Kadar air rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 2,228 %. 3. Rata-rata berat jenis arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 0,213, rata-rata berat jenis arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln 0,329, rata-rata berat jenis sebetan dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 0,271, rata-rata berat jenis sebetan dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 0,420. Berat jenis rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 0,308. 4. Rata-rata nilai kalor arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 6987,289 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 6363,535 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 6857,031 kal/g, rata-rata nilai kalor arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 6450,073 kal/g. Nilai kalor rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 6664,482 kal/g. 5. Rata-rata kadar abu arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 4,349 %, rata-rata kadar abu arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 5,998 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 6,021 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 5,430 %. Kadar abu rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 5,449 %. 6. Rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 36,214 %, rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 51,296 %, rata-rata kadar abu arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 53,743%, rata-rata kadar zat mudah menguap arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 49,104%. Kadar zat mudah menguap rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 47,589 %. 7. Rata-rata kadar karbon terikat arang dari serbuk dengan metode pengarangan retort sebesar 57,337 %, rata-rata kadar karbon terikat arang dari serbuk dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 40,729 %, rata-rata kadar karbon terikat arang dari sebetan dengan metode pengarangan retort sebesar 38,721 %, ratarata kadar karbon terikat arang dari sebetan dengan metode pengarangan brick kiln sebesar 42,147 %. Kadar karbon terikat rata-rata dari kombinasi bahan dan metode sebesar 44,734 %. 8. Bahan dari serbuk gergajian dengan metode retort menunjukkan hasil terbaik yaitu memenuhi standar Jepang pada parameter nilai kalor dengan hasil tertinggi sebesar 6.987,289 kal/g dan kadar abu terendah sebesar 4,349 %. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1978. Standars Test Methods for Specific Gravity of Wood and Wood Based Materials. American Society for Testing and Materials. Philadelpia. USA. Anonim, 1979. Annual Book of ASTM Standards, Part 26, D-5, Coal and Coke. American Society for Testing and Materials. Philadelpia. USA. 413
Anonim, 1985. Annual Book of ASTM Standards, Section 4 (Construction), Volume 04.09, Wood. American Society for Testing and Materials. Philadelpia. USA. Djatmiko, S., Ketaren dan S. Setyahartini, 1981. Arang, pengolahannya, dan penggunaannya. Jurusan Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haygreen, J. G., dan J. L., Bowyer, 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hartoyo, J. Ando, dan T. Nurhayati, 1976. Rendemen dan Sifat Arang Dari Beberapa Jenis Kayu Iindonesia. Laporan Penelitian No. 62 LPHH. Bogor. Hendra, D. dan I. Winarni. 2003. Sifat fisik dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 21 (3) : 211-226. Marsoem, S.N., J. Sulistyo, D. Irawati. 2003. Peningkatan Kualitas Arang Tradisional Melalui Pengembangan Metode Pembuatannya. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soeparno. 1993. Tekanan, Waktu Kempa dan Jenis Serbuk pada Pembuatan Briket Arang Gergajian Terhadap Rendemen dan Nilai Panas. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soeparno. H. Praptoyo dan B. D. Iswandaru. 1999. Pengaruh jenis serbuk dan kerapatan ogalith terhadap rendemen, sifat fisika, kimia, dan mekanika arang briket. Procedings Seminar Nasional II Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Buku I. Yogyakarta.
414