Bidang Unggulan* : Pengembangan Jamu menjadi OHT dan Fitofarmaka Kode/Nama Rumpun Ilmu** : 403./Biologi Farmasi
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
JUDUL PENELITIAN
PEMANFAATAN KULIT DAN BIJI BUAH BEBERAPA TUMBUHAN ASLI INDONESIA UNTUK BAHAN OBAT HERBAL
TIM PENGUSUL Dr. Muhtadi, M.Si NIDN 0609096902 Dr. Haryoto, M.Sc NIDN 0006066201 Tanti Azizah Sujono, M.Sc., Apt NIDN 0605087601
dibiayai oleh: Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kemendikbud RI, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 008/K6/KL/SP/2013, Tanggal 16 Mei 2013
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DESEMBER 2013
RINGKASAN Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang diusulkan ini, merupakan salah satu usaha untuk memanfaatkan bahan limbah yang berasal dari kulit dan biji buah beberapa tumbuhan asli Indonesia, yang meliputi rambutan, kelengkeng, jeruk dan durian. Penelitian yang direncanakan meliputi tahapan uji praklinis in vitro & in vivo, standarisasi ekstrak, identifikasi chemical marker, uji toksisitas akut dan subkronis. Sehingga pengembangan beberapa agen fitoterapi yang berasal dari ’limbah’ buahbuahan ini, diharapkan dapat ditingkatkan kapasitasnya dan dipromosikan sebagai produk obat herbal terstandar (OHT). Penelitian ini didasarkan atas penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh tim peneliti, yaitu uji pendahuluan dari beberapa kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia, terhadap efek antioksidan, antibakteri, dan sitotoksik. Hasil keseluruhan dari penelitian ini diharapkan akan memberikan landasan ilmiah yang kuat serta untuk peningkatan kapasitas bahan limbah dari tumbuhan asli Indonesia menjadi produk obat herbal terstandar yang layak dipasarkan. Pada tahun pertama, telah dilakukan uji praklinik secara in vitro dan uji in vivo sebagai antihiperurisemia, dan antikolesterol, serta identifikasi chemical markernya. Hasil tahun pertama, diperoleh bahwa ekstrak kulit & biji yang diuji memiliki aktivitas antioksidan yang moderat hingga tinggi, sitotoksik yang rendah, potens (sangat aktif) pada uji antihiperurisemia dan antihiperkolesterol secara in vivo. Pada tahun kedua, ekstrak dari limbah buah-buahan yang memberikan aktivitas yang potensial akan dilanjutkan langkah standarisasi ekstrak untuk pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik, serta uji toksisitas akut & subkronis untuk mengetahui efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian ekstraknya. Pada tahun ketiga, dilakukan uji formulasi sediaan obat herbal, untuk memperoleh data ilmiah tentang formulasi sediaan yang paling stabil dan memberikan efek yang optimal dalam pemakaiannya. Uji pengembangan kemasan, untuk mendapatkan proses pengemasan yang baik dan stabil, sehingga produk yang dihasilkan dapat dipromosikan sebagai obat herbal terstandar yang berkualitas serta uji klinik fase I melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi subjek (manusia) terhadap obat herbal yang diujikan, menilai hubungan dosis dan efek obat, dan melihat sifat kinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.
Kata kunci : kulit dan biji buah-buahan, uji in vitro & in vivo, standarisasi ekstrak, identifikasi chemical marker, toksisitas akut-subkronis, OHT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversity dalam hal kekayaan hayati di dunia. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 di dunia setelah Brasil. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turuntemurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Depkes, 2010). Namun, kerusakan hutan (deforestasi) menjadi ancaman bagi keberadaan kekayaan hayati di Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi periode 2003-2006 mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar hutan telah dijarah dan ‘musnah’. Kerusakan hutan tentu disertai dengan punahnya beberapa spesies tumbuhan obat Indonesia, yang sangat bermanfaat dalam pengobatan dan perawatan kesehatan masyarakat. Padahal perkembangan penyakit pada kehidupan manusia, baik penyakit menular maupun tidak menular (degeneratif) semakin beragam dan berjalan relatif cepat. Pada beberapa tahun terakhir muncul adanya fenomena, berbagai penyakit yang “baru”, seperti SARS, Chikungunya, Lupus, Flu burung, penyakit kanker yang semakin beragam dll. Oleh karena itu, dituntut pemikiran dan usaha untuk mendapatkan cara pengobatan dan penemuan obat yang dapat membantu penyembuhan penyakit-penyakit “baru” tersebut, dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang bersumber dari lingkungan sendiri. Salah satu usaha dan pemikiran untuk memanfaatkan bahan alami yang banyak diperoleh dari lingkungan sekitar sebagai bahan obat herbal, adalah dengan memanfaatkan kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia. Selama ini, sebagian besar masyarakat masih menganggap kulit dan biji buah sebagai sampah atau limbah, yang tidak bermanfaat dan bernilai guna lagi. Padahal secara kimiawi, diketahui bahwa biodiversity adalah chemical diversity. 1
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Tim peneliti terhadap beberapa sampah atau limbah yang berasal dari kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia, yaitu rambutan, kelengkeng, jeruk manis dan durian memiliki aktivitas farmakologi yang potensial pada uji pendahuluan. Hasil penelitian terhadap kulit dan biji buah kelengkeng, terbukti bahwa fraksi etil asetat dari kulit dan biji kelengkeng memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi pada uji DPPH dengan nilai IC 5 0 = 9,23 µg/ml, dengan vitamin E sebagai pembanding (IC50 = 8,88 µg/ml) (Annida, 2011). Fraksi etil asetat kulit buah rambutan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E dengan nilai IC50 = 4,29 µg/mL, sedangkan vitamin E sebesar 8,48 µg/mL (Khasanah, 2011). Ekstrak etanol 50% kulit jeruk manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli multiresisten dengan nilai Kadar Bunuh Minimal (KBM) masing-masing 6% dan 8%, dan memiliki efek toksik terhadap Artemia salina Leach dengan nilai LC50 77,19 µg/mL (Wijiastuti, 2011). Ekstrak etanol, fraksi kloroform dan etil asetat dari kulit buah durian memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi dengan nilai IC50 secara berturut-turut adalah 61,57; 32,49 dan 17,13 µg/mL, kadar fenoliknya (GAE) 71,75; 113,93 dan 150,03 mg/g sampel dan kadar flavonoidnya (RE) 64,82; 211,15 dan 212,67 mg/g sampel (Batubara, 2011). Penelitian yang diusulkan ini merupakan penelitian lanjutan untuk memanfaatkan kulit dan biji buah dari beberapa tumbuhan asli Indonesia sebagai bahan obat herbal, melalui serangkaian uji praklinik (antitumor secara in vitro, in vivo sebagai penurun kolesterol, asam urat dan kadar gula dalam darah), standarisasi ekstrak, isolasi chemical marker-nya, uji toksisitas akut-subkronis, formulasi sediaan obat herbal terstandar. Hasil penelitian diharapkan akan memberikan landasan ilmiah yang kuat untuk mendapatkan sediaan obat herbal terstandar yang layak dipasarkan dan scientific based.
1.2 Tujuan Khusus a. Mengembangkan potensi pemanfaatan ”limbah buah” dari beberapa tumbuhan asli Indonesia, yaitu kulit buah rambutan, kulit dan biji buah kelengkeng, kulit buah jeruk manis, dan kulit buah durian menjadi bahan obat herbal terstandar, yang nantinya dapat dipromosikan & dimanfaatkan dalam membantu pengobatan di 2
masyarakat. b. Mendapatkan data ilmiah yang kuat tentang potensi bahan OHT dari limbah bahan alam, hak patent/HKI dan produk OHT dari bahan alam limbah buah tumbuhan asli Indonesia, yang selama ini dibuang dan belum bernilai ekonomis, nantinya diharapkan dapat diproduksi oleh mitra industri jamu/farmasi & dipasarkan kepada masyarakat. c. Memberikan acuan kepada anggota grup riset tentang model & sistematika penelitian obat herbal terstandar, untuk lebih menggali & memanfaatkan potensi kekayaan hayati (tumbuhan obat) asli Indonesia menjadi produk-produk herbal yang berkualitas & bermanfaat bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat. d. Hasil-hasil riset yang diperoleh dapat dijadikan sarana peningkatan & penguatan kerjasama lembaga, baik Fakultas Farmasi, LPPM maupun UMS dengan mitra-mitra industri, lembaga riset lain, maupun stakeholder yang lain.
1.3 Urgensi (Keutamaan) Penelitian Penemuan obat baru dengan maksud mendapatkan obat atau bakal obat yang lebih berkhasiat dan memiliki efek samping yang sekecil-kecilnya, baik dengan cara sintesis maupun isolasi dari bahan alam sangat perlu dilakukan dengan intens dan dukungan yang penuh. Hal ini sejalan dengan adanya kecenderungan sebagian besar masyarakat untuk “kembali ke alam” atau back to nature karena merasa lebih aman dalam pemakaiannya. Akan tetapi, kondisi yang sangat berbeda juga terjadi, yaitu kerusakan lingkungan dan hutan dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan peningkatan kebutuhan lahan untuk lahan industri, pertambangan, pertanian, perumahan, dan pembukaan lahan kelapa sawit. Kecepatan kerusakan hutan di Indonesia dilaporkan menurut data Departemen Kehutanan RI periode 2003-2006, sudah mencapai 1,17 juta hektar pertahun dan diperkirakan hutan yang rusak atau musnah telah mencapai luas 26 juta hektar. Kerusakan hutan tentu disertai dengan punahnya beberapa spesies tumbuhan obat Indonesia, yang sangat bermanfaat dalam pengobatan dan perawatan kesehatan masyarakat. Padahal baru ± 200 spesies dari 30.000 spesies tumbuhan di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bahan jamu dan obat herbal dalam industri farmasi dan industri kecil obat tradisional. Sehingga kecepatan kerusakan hutan akan seiring dengan 3
kecepatan punahnya ratusan bahkan ribuan spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan obat herbal atau jamu. Fakta ini akan menyebabkan semakin sulit diperolehnya bahan obat herbal, semakin mahal bahan obat herbal atau jamu serta semakin punah tumbuhan obat asli Indonesia. Oleh karena itu, perlu dipikirkan pemikiran dan langkah ilmiah untuk mendapatkan sumber bahan alam lain yang mudah diperoleh, cukup melimpah keberadaannya di sekitar kita dan belum dimanfaatkan dengan baik. Tim peneliti sangat tertarik untuk meneliti “sampah atau limbah” yang berasal dari kulit dan biji buah dari tumbuhan asli Indonesia. Masalah sampah atau limbah, juga masih menjadi persoalan besar bagi bangsa dan masyarakat di Indonesia, padahal secara kimiawi “limbah buah” baik kulit dan biji buahnya memiliki kandungan kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal. Hal ini terbukti dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan peneliti terhadap beberapa kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia, ternyata memiliki aktivitas farmakologi yang sangat potensial. Hasil penelitian pendahuluan (screening) terhadap kulit dan biji buah kelengkeng, menunjukkan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi pada uji DPPH. Fraksi etil asetat kulit kelengkeng, dengan nilai IC 5 0 = 9,23 µg/ml (Annida, 2011). Fraksi etil asetat kulit buah rambutan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E dengan nilai IC50 = 4,29 µg/mL, (vitamin E = 8,48 µg/mL) (Khasanah, 2011). Ekstrak etanol 50% kulit jeruk manis memiliki efek sitotoksik terhadap Artemia salina Leach dengan nilai LC50 77,19 µg/mL (Wijiastuti, 2011). Fraksi etil asetat dari kulit buah durian memiliki aktivitas antioksidan tinggi dengan nilai IC50 = 17,13 µg/mL (Batubara, 2011). Penelitian bahan obat herbal dengan memanfaatkan “limbah buah” sebagai bahan ramuannya, akan memberikan dua keuntungan yaitu memberikan solusi alternatif terhadap melimpahnya sampah di lingkungan kita, dan membantu memberikan solusi penyediaan bahan obat herbal yang bersumber bahan alam yang cukup melimpah dari tumbuhan asli Indonesia. Penelitian terhadap bahan tumbuhan yang terbuang, seperti kulit dan biji buah selama ini baru dilaporkan cukup terbatas, khususnya sebagai penelitian pendahuluan. Belum ada hasil penelitian atau publikasi yang melaporkan pemanfaatan kulit dan biji buah menjadi bahan obat herbal terstandar ataupun fitofarmaka. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman hayati Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, mempunyai kurang lebih 35.000 pulau yang besar dan kecil dengan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang sangat tinggi. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 sampai dengan 150 famili tumbuh-tumbuhan, dan dari jumlah tersebut sebagian besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri, tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah dan tanaman obat-obatan (Nasution, 1992). Keanekaragaman hayati menurut World Wildlife Fund dalam Indrawan dkk. (2007) adalah jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga tingkat, yaitu : 1. Keanekaragaman spesies. Hal ini mencakup semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau multiseluler) 2. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu spesies baik diantara populasipopulasi yang terpisah secara geografis, maupun diantara individu-individu dalam satu populasi. 3. Keanekaragaman komunitas. Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing. Ketiga tingkatan keanekaragaman hayati itu diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di bumi dan penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies menggambarkan seluruh cakupan adaptasi ekologi, serta menggambarkan evolusi spesies terhadap lingkungan tertentu. Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya hayati dan sumberdaya alternatif bagi
kehidupan
manusia.
Sebagai
negara
mega-biodiversity,
berdasarkan
keanekaragaman jenis menurut Supriatna (2008) Indonesia menempati urutan papan atas, yakni : • Urutan kedua setelah Brazil untuk keanekaragaman mamalia, dengan 515 jenis, yang 39% diantaranya merupakan endemik • Urutan keempat untuk keanekaragaman reptil (511 jenis, 150 endemik). 5
• Urutan kelima untuk keanekaragaman burung (1531 jenis, 397 endemik) bahkan khusus untuk keanekaragaman burung paruh bengkok, Indonesia menempati urutan pertama (75 jenis, 38 endemik) • Urutan keenam untuk keanekaragaman amfibi (270 jenis, 100 endemik) • Urutan keempat dunia untuk keanekaragaman dunia tumbuhan (38000 jenis) • Urutan pertama untuk tumbuhan palmae (477 jenis, 225 endemik) • Urutan ketiga untuk keanekaragaman ikan tawar (1400 jenis) setelah Brazil dan Colombia.
2.2 Obat Herbal dan Fitofarmaka Hingga akhir tahun 2010, Indonesia dilaporkan dihuni oleh lebih dari 200 juta jiwa, memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya. Obat herbal telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara maju (Sampurno, 2002). Menurut WHO (Badan Kesehatan Dunia) hingga 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Pada tahun 2000 diperkirakan penjualan obat herbal di dunia mencapai US$ 60 milyar. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukkan dukungan WHO untuk back to nature yang dalam hal tertentu lebih menguntungkan. Untuk 6
meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta lebih memudahkan dalam standardisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dibuat sediaan fitofarmaka atau bahkan dimurnikan sampai diperoleh zat murni Di Indonesia, dari tahun ke tahun terjadi peningkatan industri obat tradisional, menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sampai tahun 2002 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil. Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan maka Badan POM mengelompokkan dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus distandardisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental sedangkan sediaan fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandardisasi dan harus melalui uji klinik (Sampurno, 2002). Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180 tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi farmasis agar obat herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas (Sukandar, 2006).
2.3 Saintifikasi jamu Saintifikasi Jamu adalah upaya dan proses pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Tujuan adalah untuk memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan karena para dokter dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah amat kuat keinginannya bersama ilmuan/ akademisi mengangkat jamu sebagai icon Sehat, Bersama Rakyat. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif dan paliatif melalui penggunaan jamu. Juga untuk meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. Selain itu untuk meningkatkan penyediaan 7
jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Ruang lingkup saintifikasi jamu meliputi upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif (Depkes, 2010). Menurut Menkes, Jawa Tengah, adalah tempatnya banyak pabrik jamu besar dan gudangnya sekaligus simbol dari eksisnya penjual jamu tradisional yang ribuan jumlahnya. Hal ini harus diapresiasi, dilindungi dan ditingkatkan mutu jamunya. “Jawa Tengah, juga lokasi satu-satunya Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Depkes di Tawangmangu yang mengkoleksi ribuan tanaman obat tradisional yang berpontensi untuk dikembangkan menjadi devisa Negara. Jawa Tengah juga dikenal sebagai sumber budaya nasional yang merupakan puncak kearifan lokal (local genius) bangsa hingga saat ini, ujar Menkes (Kompas, 2010).
2.4 Hasil-hasil penelitian pengusul yang relevan & telah dipublikasikan Peneliti mulai tahun 2003 telah melakukan penelitian tentang penemuan bahan obat dari alam yang merupakan tumbuhan endemik Indonesia. Pada tahun 2003 s.d 2007, peneliti telah melakukan penelitian tentang isolasi dan karakterisasi senyawasenyawa oligomer resveratrol dari empat tumbuhan Dipterocarpus Indonesia. Dari empat spesies Dipterocarpus, yaitu D. intricatus, D. retusus, D. hasseltii dan D. elongatus,
berhasil diisolasi 31 senyawa oligomer resveratrol dan salah satu
diantaranya, yaitu hopeafenol sangat kuat efek sitotoksiknya terhadap sel murin leukemia P388. Sebagian besar hasil penelitian telah dipublikasikan dalam jurnal nasional terakreditasi dan internasional (Muhtadi, 2007; Muhtadi, dkk., 2006; Muhtadi, dkk., 2006a, Muhtadi, dkk., 2006b; Muhtadi, dkk., 2005). Pada tahun 2008 dan 2009, peneliti melanjutkan penelitian tentang penemuan senyawa yang bersifat sitotoksik terhadap kulit kayu Keruing Pungguh (Dipterocarpus confertus Sloot). Telah dipisahkan 5 (lima) senyawa murni hasil isolasi dari ekstrak metanol kulit batang Dipterocarpus confertus Sloot, yaitu senyawa β-sitosterol, asam betulinat, asam 5-hidroksi-2-metoksi benzoat, asam sinamat, dan α-viniferin. Hasil pengujian sitotoksisitas terhadap sel murin leukemia P388, menunjukkan bahwa senyawa asam sinamat dan asam betulinat sangat aktif dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 2,25 dan 5,1 µg/mL (Muhtadi, dkk., 2009a; Muhtadi, dkk., 2009). 8
Dari penelitian terakhir yang dibantu oleh beberapa mahasiswa terhadap kulit dan biji buah beberapa tumbuhan asli Indonesia; kelengkeng, rambutan, jeruk manis dan durian diperoleh hasil bahwa fraksi etil asetat dari kulit dan biji kelengkeng memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi pada uji DPPH dengan nilai IC50 = 9,23 µg/ml, dengan vitamin E sebagai pembanding (IC50 = 8,88 µg/ml) (Annida, 2011). Fraksi etil asetat kulit buah rambutan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E dengan nilai IC50 = 4,29 µg/mL, sedangkan vitamin E sebesar 8,48 µg/mL (Khasanah, 2011). Ekstrak etanol 50% kulit jeruk manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli multiresisten dengan nilai Kadar Bunuh Minimal (KBM) masing-masing 6% dan 8%, dan memiliki efek toksik terhadap Artemia salina Leach dengan nilai LC50 77,19 µg/mL (Wijiastuti, 2011). Ekstrak etanol, fraksi kloroform dan etil asetat dari kulit buah durian memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi dengan nilai IC50 secara berturut-turut adalah 61,57; 32,49 dan 17,13 µg/mL, kadar fenoliknya (GAE) 71,75; 113,93 dan 150,03 mg/g sampel dan kadar flavonoidnya (RE) 64,82; 211,15 dan 212,67 mg/g sampel (Batubara, 2011). Sebagian besar dari ekstrak dan fraksi-fraksi yang diperoleh dari “limbah” kulit dan biji buah kelengkeng, rambutan, jeruk dan durian, menunjukkan aktivitas farmakalogi yang potensial sebagai antioksidan, antibakteri dan sitotoksik. Informasi ini memberikan petunjuk adanya peluang penelitian dan pemanfaatan lebih lanjut dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak dan fraksi-fraksinya untuk bahan obat herbal, khususnya untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif (kanker, diabetes, asam urat, kolesterol, dll).
2.5 Radikal bebas, Antioksidan dan Potensinya sebagai Kemopreventif Kanker a) Radikal Bebas Istilah radikal bebas merujuk ke atom atau gugus atom apa saja yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan sehingga bersifat sangat reaktif. Suatu radikal bebas biasanya dijumpai sebagai zat antara yang tidak dapat diisolasi, berusia pendek dan berenergi tinggi (Fessenden dan Fessenden, 1986). Beberapa contoh radikal bebas antara lain: anion superoksida (O2•-), radikal hidroksil (OH•), nitril oksida (NO•), singlet oksigen (1O2), radikal alkoksil (RO•), radikal peroksil (ROO•) dan radikal semikuinon (Q•-) (Larson, 1997 cit Windono et al., 2001; Caballero, 2006) 9
Timbulnya radikal bebas di dalam tubuh dapat terjadi karena adanya proses metabolisme, terutama reaksi dengan oksigen (reaksi oksidasi). Proses oksidasi merupakan suatu reaksi yang normal dan kontinyu dan dapat meningkat karena adanya stress, merokok, alkohol, sinar matahari dan polusi (Tjay dan Rahardja, 2002; Anonim, 2008). Radikal bebas yang terbentuk dari reaksi tersebut dibutuhkan untuk oksidasi lipida, membantu perombakan obat dan zat beracun serta memiliki arti penting pada ketahanan terhadap jasad renik (Tjay dan Rahardja, 2002). Meskipun dibutuhkan tubuh, paparan dan pembentukan radikal bebas yang berlebih juga tidak baik. Radikal bebas dapat mengambil elektron-elektron molekul lain dan berakibat pada kerusakan membran sel, protein, lemak dan DNA. Hal ini dapat mengakibatkan penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, liver dan kanker (Anonim, 2008). b) Antioksidan Suatu senyawa yang digunakan untuk menghambat autoksidasi disebut antioksidan. Senyawa ini bekerja menghambat suatu reaksi radikal bebas dan kadangkadang dirujuk sebagai suatu penangkap radikal bebas. Kerja yang lazim dari suatu inhibitor radikal-bebas ialah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil (Fessenden dan Fessenden, 1986). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Antioksidan primer (antioksidan endogen atau antioksidan enzimatis). Contohnya enzim peroksidase dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant. 2. Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E (Gambar 2), vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas (scavenger free radical), kemudian mencegah amplifikasi radikal. 3. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair, metionin sulfoksida reduktase, yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas (Hernani dan Rahardjo, 2005). 10
Antioksidan juga biasa dipakai untuk mengawetkan produk makanan, minuman, farmasi dan kosmetik (Hernani dan Rahardjo, 2005). Antioksidan harus sesegera mungkin ditambahkan pada lemak, minyak dan produk makanan untuk menghasilkan manfaat yang maksimal sebab penambahan antioksidan ke dalam lemak dan minyak yang telah mengandung substansi peroksida akan mengurangi kinerja antioksidan itu sendiri. Antioksidan tidak dapat memperbaiki lemak atau minyak yang telah teroksidasi (Nollet, 2000). Contoh antioksidan yang sering digunakan adalah BHT (butylated hydroxytoluene) dan BHA (butylated hydroxyanisole), keduanya merupakan antioksidan sintetik (Ege, 1994).
c) Antioksidan berpotensi sebagai kemopreventif kanker Sebuah hipotesis untuk pengaruh radikal bebas terhadap kanker diuraikan oleh Harman pada tahun 1962 yang menyarankan bahwa untuk mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas melalui tiga perubahan pola makan: (i) pengurangan kalori, yaitu, menurunkan tingkat reaksi radikal bebas yang timbul dalam perjalanan dari metabolisme normal, (ii) mengurangi komponen makanan yang cenderung untuk meningkatkan tingkat reaksi radikal bebas (misalnya, lemak tak jenuh ganda), dan (iii) suplemen diet dengan satu atau lebih reaksi radikal bebas inhibitor (antioksidan). Antioksidan bertindak sebagai pemulung radikal bebas dan mampu menghentikan reaksi radikal. Senyawa fenolik antioksidan butylated hydroxytoluene (BHT), dan karotenoid beta-karoten, memiliki aktivitas mempengaruhi photocarcinogenesis. Tingkat reaksi bimolekular antara radikal dengan BHT rendah, sedangkan beta-karoten sangat reaktif. Namun, keduanya mampu menghambat reaksi efisien peroksidasi lipid di membran biologis. Data klinis dan eksperimental terakhir menunjukkan bahwa suplementasi dari sistem pertahanan yang kompleks dan rumit seimbang dengan antioksidan alami dengan satu atau lebih antioksidan sebagai strategi pencegahan kanker (Black, 2002). Menurut Valko et.al. (2006) oksigen radikal bebas, lebih umum dikenal sebagai spesies oksigen reaktif (ROS) bersama dengan spesies nitrogen reaktif (RNS) diketahui memainkan peran ganda sebagai bahan yang dapat merusak dan bermanfaat. Karakter "bermuka dua" dari ROS diperkuat oleh semakin banyak bukti bahwa ROS di dalam sel bertindak sebagai utusan sekunder pada kaskade sinyal intraselular, yang mendorong dan memelihara fenotip onkogenik sel kanker, pada sisi lain ROS juga dapat menginduksi 11
penuaan selular dan apoptosis dan karenanya dapat berfungsi sebagai anti-tumourigenik. Produksi kumulatif ROS / RNS baik yang berasal dari endogen atau eksogen disebut stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan ketidakseimbangan redoks seluler yang diketahui menyebabkan berbagai sel kanker, ketidakseimbangan redoks demikian dapat berhubungan dengan rangsangan onkogenik. Mutasi DNA merupakan langkah penting dari karsinogenesis dan tingkat peningkatan lesi DNA oksidatif (8-OH-G) telah dicatat dalam berbagai tumor, merupakan faktor utama kerusakan DNA dan menjadi penyebab kanker. Antioksidan juga berhubungan dengan beberapa penyakit degeneratif lainnya. Berikut beberapa artikel yang menjelaskan bahwa antioksidan sangat bermanfaat dalam mengobati dan mengurangi resiko penyakit-penyakit degenerative, diantaranya senyawa antioksidan dilaporkan mampu meningkatkan produksi insulin (Tiedge et.al., 1997); senyawa antioksidan dapat meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan oksidatif dan resiko komplikasi diabetes (Maxwell et.al., 1997), antioksidan alami dapat mengurangi resiko penyakit jantuk koroner (kardiovaskular), terutama dari golongan senyawa flavonoid (Tandon et.al., 2005). Sehubungan dengan hasil uji pendahuluan terhadap limbah yang berasal dari kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia sangat poten dalam uji antioksidan dengan metode DPPH, maka peluang pemanfaatan ekstrak dan fraksi dari beberapa ‘limbah’ buah tersebut untuk digunakan sebagai bahan obat herbal sangat terbuka. Hasil penelitian secara keseluruhan akan diperoleh landasan ilmiah yang kuat, data uji praklinik, standarisasi ekstrak, penentuan chemical marker (senyawa aktifnya), uji toksisitas, formulasi sediaan dan produk obat herbal terstandar dapat dihasilkan.
12
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas bahan obat dari tumbuhan asli Indonesia, menjadi produk obat herbal terstandar ataupun fitofarmaka. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk pengembangan biofarmasi baru. Penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk : a. Mengembangkan potensi pemanfaatan ”limbah buah” dari beberapa tumbuhan asli Indonesia, yaitu kulit buah rambutan, kulit dan biji buah kelengkeng, kulit buah jeruk manis, dan kulit buah durian menjadi bahan obat herbal terstandar, yang nantinya dapat dipromosikan & dimanfaatkan dalam membantu pengobatan di masyarakat. b. Mendapatkan data ilmiah yang kuat tentang potensi bahan OHT dari limbah bahan alam, hak patent/HKI dan produk OHT dari bahan alam limbah buah tumbuhan asli Indonesia, yang selama ini dibuang dan belum bernilai ekonomis, nantinya diharapkan dapat diproduksi oleh mitra industri jamu/farmasi & dipasarkan kepada masyarakat. c. Memberikan acuan kepada anggota grup riset tentang model & sistematika penelitian obat herbal terstandar, untuk lebih menggali & memanfaatkan potensi kekayaan hayati (tumbuhan obat) asli Indonesia menjadi produk-produk herbal yang berkualitas & bermanfaat bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat. d. Hasil-hasil riset yang diperoleh dapat dijadikan sarana peningkatan & penguatan kerjasama lembaga, baik Fakultas Farmasi, LPPM maupun UMS dengan mitra-mitra industri, lembaga riset lain, maupun stakeholder yang lain. 3.2 MANFAAT PENELITIAN Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
diterapkan
untuk
memecahkan
masalah strategis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu masalah rendahnya kualitas kesehatan masyarakat dan masalah menurunnya kualitas lingkungan hidup karena persoalan sampah. Manfaat yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan penelitian ini, adalah : 13
1. Tahun pertama, diperoleh landasan ilmiah yang kuat tentang pengkajian hasil uji in vitro, in vivo dan isolasi chemical markernya dari beberapa ”limbah buah ” tumbuhan asli Indonesia yang berpotensi sebagai bahan obat herbal antitumor atau penyakit degeneratif lainnya. 2. Pada tahun kedua, akan diperoleh data standarisasi ekstrak dari masing-masing bahan yang digunakan dalam formula tunggal atau kombinasi sebagai bahan obat herbal terstandar. Pada tahun kedua ini juga dilakukan uji toksisitas akut dan subkronik untuk melengkapi data tingkat keamanan dari formula obat herbal yang diujikan. Formulasi yang paling poten dapat dipatenkan, formula yang lain akan dipublikasikan dalam jurnal internasional/nasional terakreditasi. 3. Sedangkan untuk tahun ketiga, akan dilakukan uji formulasi, pendalaman mekanisme aksi dan uji kliniknya jika memungkinkan untuk dipromosikan sebagai bahan obat fitofarmaka. 4. Secara keseluruhan, dari hasil penelitian ini dapat diperoleh hasil berupa produk obat herbal terstandar atau fitofarmaka, yang siap diproduksi dan dipasarkan oleh mitra industri farmasi maupun industri kecil obat tradisional yang sangat banyak beroperasi di propinsi Jawa Tengah.
14
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium. Tahap isolasi, pemurnian dan pengukuran spektrum UV dilakukan di laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi UMS, tahap pengujian aktivitas sitotoksik terhadap beberapa sel kanker uji secara in vitro dilakukan bekerjasama dengan Lab. Kimia Organik Bahan Alam – ITB, pengukuran spektrum IR dilakukan bekerjasama dengan Lab. Kimia Organik UNY, pengukuran H-NMR, C-NMR dan NMR 2D dilakukan dengan dengan rekan-rekan peneliti di UiTM dan UKM Malaysia,
sedangkan
pengujian
farmakologi
antidiabetes,
antihiperurisemia
dan
antihiperkolesterol secara in vivo dilakukan di Lab. Farmakologi dan Toksikologi Bagian Biologi Farmasi Fak. Farmasi UMS. 4.2 Peralatan dan Bahan A. Alat Penelitian Titik leleh ditentukan dengan menggunakan alat penetapan titik leleh mikro Fisher John. Putaran optik ditentukan menggunakan alat Polarimeter Perkin Elmer 341 dalam pelarut MeOH. Spektrum ultraviolet (UV) dan inframerah (IR) masing-masing diukur dengan spektrofotometer Varian Cary 100 Conc. dan Spectrum One Perkin Elmer. Spektrum 1H dan 13
C NMR diukur menggunakan spektrometer JEOL JNM 5000 spectrometer, yang bekerja
pada 400 MHz (1H) dan 100 MHz (13C) (UiTM dan UKM Malaysia), dengan menggunakan sinyal residu (1H) dan pelarut terdeuterasi (13C) sebagai standar. Kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom gravitasi (KKG), kromatografi kolom tekan (KKT), dan kromatografi radial (KR), berturut-turut menggunakan silika gel Merck 60 GF254 (230 - 400 mesh), silika gel 60 (35 - 70 mesh), silika gel 60 (200 mesh), dan silika gel 60 PF254 (dengan ketebalan plat 0,5, 1, dan 2 mm). Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan pada pelat alumunium berlapis Si gel Merck Kieselgel 60 GF254 0,25 mm. Pengujian farmakologi dan toksisitas menggunakan peralatan standar yang lazim digunakan dalam prosedur pengujian farmakologi dan toksisitas. B. Bahan Penelitian Bahan tumbuhan yang digunakan adalah kulit dan biji buah dari rambutan, kelengkeng, jeruk manis dan durian, diperoleh dari wilayah Solo dan sekitarnya. Setiap sampel tumbuhan yang akan diuji, akan diidentifikasi dan dideterminasi di jurusan Biologi 15
FKIP UMS dan laboratorium Morfistum Biologi Farmasi Fak. Farmasi UMS. Sedangkan pelarut yang digunakan semuanya berkualitas teknis yang telah didestilasi. 4.3 Jalannya Penelitian Pada Tahun Pertama, dilakukan langkah-langkah penelitian : 1. Pengujian sitotoksik terhadap beberapa sel uji kanker Aktivitas sitotoksik dari ekstrak, fraksi atau senyawa murni hasil isolasi dinyatakan sebagai IC50, yaitu konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk menginhibisi 50% beberapa sel uji kanker melalui pewarnaan pereaksi MTT. Uji dilakukan dengan cara menambahkan berbagai konsentrasi ekstrak, fraksi atau senyawa murni hasil isolasi tersebut ke dalam biakan sel uji kanker. Setelah diinkubasi selama 48 jam, ke dalam sampel ditambahkan pereaksi warna MTT dan diinkubasikan kembali selama 4 jam. Jumlah sel uji kanker yang terinhibisi oleh sampel diukur dari serapannya dengan menggunakan alat pembaca pelat mikro pada λ 540 nm setelah penambahan larutan penghenti pertumbuhan. Nilai IC50 dapat dihitung melalui ekstrapolasi garis 50% serapan kontrol positif pada kurva serapan terhadap berbagai konsentrasi sampel menggunakan grafik semilogaritma.
2. Uji praklinik in vivo Antidiabetes a. Persiapan hewan uji Sebelum diberi perlakuan, tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu. b. Uji pendahuluan 10 ekor tikus dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif dan kelompok kedua sebagai kontrol positif. Masing-masing tikus pada kedua kelompok perlakuan diinjeksi aloksan monohidrat dosis 150 mg/kg BB dan diberi makanan standar. Diukur kadar glukosa darah tikus pada kedua kelompok perlakuan dan dibandingkan hasilnya. Bila kadar glukosa darah kontrol positif > 200 mg/dL percobaan dilanjutkan untuk mengetahui waktu pemulihan kembali kadar glukosa darah normal tikus. c. Pembuatan hiperglikemia Sebelum diberi perlakuan hewan uji diukur kadar glukosa darah awalnya sebagai base line. Kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) dibuat dengan cara menginjeksikan aloksan (Wardhana, 2010) dengan dosis 150 mg/kgBB secara intraperitoneal (Sujono dan Munawaroh, 2009). Larutan aloksan dibuat dengan melarutkan aloksan monohidrat dalam 16
water for injection. Dosis aloksan untuk tikus standar (200 g) adalah 200 g/1000 g x 150 mg/kgBB = 30 mg/200 g BB. Sedangkan untuk volume pemberian injeksi intra peritoneal pada tikus (200 g) adalah 2,0-5,0 mL. Sehingga konsentrasi aloksan untuk tikus standar adalah 30 mg/2 mL. Kemudian tikus diinjeksi aloksan secara intraperitoneal, lalu empat hari berikutnya diukur kadar glukosa darah tikus untuk dibandingkan dengan kadar glukosa tikus sebelum diinjeksi aloksan. Apabila terjadi peningkatan kadar glukosa darah tikus menjadi > 200 mg/dL, tikus dianggap sudah mengalami hiperglikemi. d. Dosis ekstrak etanol kulit buah durian dan kulit buah rambutan Dosis masing-masing ekstrak etanol kulit buah durian dan kulit buah rambutan berturut-turut adalah 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB dengan cara pemberian per oral menggunakan sonde lambung. e. Uji penuruan kadar glukosa darah Uji ini dilakukan pada masing-masing kelompok ekstrak etanol kulit buah durian dan kulit buah rambutan. Hewan uji dikelompokkan menjadi 8 kelompok perlakuan. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor. Sebelum dilakukan pengujian hewan uji dipuasakan 6-8 jam dan tetap diberi minum ad libitum. Pengambilan darah dilakukan melalui vena lateralis pada ekor tikus sebanyak 0,5 mL yang ditampung dalam tabung ependorf dan kemudian disentrifuge menggunakan minispin selama 20 menit dengan kecepatan 12.000 rpm untuk mendapatkan serum. Selanjutnya, supernatan diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 10 µL lalu dimasukkan ke dalam kuvet dan ditambahkan 1000 µL reagen glukosa DiaSys yang kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37oC. Kemudian blanko, standard dan sampel dibaca serapannya menggunakan spektrofotometer uv visibel pada λ 500 nm. Prinsip metode ini adalah enzimatik, yakni reaksi oksidasi d-glukosa oleh glukosa oksidase yang menghasilkan asam glukonat dan hidrogen peroksida. Kemudian hidrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan adanya peroksidase dengan fenol dan 4aminophenazone menjadi warna quinoneimine yang berwarna merah violet (Yuriska, 2009). Selanjutnya, tikus diinjeksi aloksan monohidrat secara intraperitoneal. Setelah 3 hari, diukur kadar glukosa darahnya (glukosa darah post aloksan), lalu dibandingkan dengan kadar glukosa darah pada hari pertama sebelum diberi aloksan. Apabila terjadi peningkatan kadar glukosa darah menjadi > 200 mg/dL maka tikus dianggap sudah 17
mengalami hiperglikemia. Kemudian tikus dibagi menjadi 8 kelompok perlakuan. Setelah 4 hari dari pemberian perlakuan, kadar glukosa darah tikus diukur kembali untuk dibandingkan dengan kadar glukosa darah tikus setelah diberi aloksan. f. Metode analisis data Analisis data dilakukan dengan membandingkan 3 titik pengambilan glukosa darah awal, glukosa post aloksan dan glukosa akhir. Data hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus kemudian dianalisa menggunakan uji statistik dengan software program SPSS versi 15 windows. 3. Uji praklinik in vivo Antihiperurisemia a. Pembuatan Hiperurisemia Kadar asam urat tinggi (hiperurisemia) dibuat dengan cara menginjeksikan secara intraperitonial potasium oksonat 300 mg/kg BB atau 6 mg/20 g BB pada mencit (Zhao et al., 2005) b. Uji Pendahuluan Praklinis Uji pendahuluan ini dilakukan untuk tujuan mendapatkan data tentang dosis ekstrak, waktu pengambilan darah, dan ekstrak tunggal yang aktif dalam menurunkan kadar asam urat. c. Perlakuan pada Hewan Uji Hewan uji dibagi menjadi beberapa kelompok perlakuan, yaitu meliputi: Kelompok I s.d XII: kontrol negatif hiperurisemia (normal), kontrol hiperurisemia, kontrol positif (allopurinol), ekstrak dosis tunggal (5 peringkat dosis: I s.d V), kombinasi 2 ekstrak (5 peringkat dosis) dan kombinasi 3 ekstrak (5 peringkat dosis). d. Pengambilan Darah Satu jam setelah induksi hiperurisemia, darah diambil lewat mata mencit dengan cara menusuk cabang vena opthalmicus yang terletak pada saccus medianus orbitales dengan pipa kapiler. Darah yang mengalir lewat pipa kapiler ditampung dalam tabung ependorf, setelah darah menggumpal disentrifus untuk mendapatkan serum. e. Penetapan Kadar Asam Urat Kadar asam urat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik menggunakan reagen uric acid FS* TBHBA. Serum darah yang telah dicampur homogen dengan pereaksi uric acid FS* TBHBA diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37º C. Selanjutnya larutan sampel,
18
standart dan blangko dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer StartDust FC*15 pada panjang gelombang 546 nm.
4. Uji praklinik in vivo Antihiperkolesterol a. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui atau memverifikaasi dosis ekstrak yang akan digunakan untuk pengujian inti sebagai anti kolesterol. Pengujian ini dimulai dengan membuat tikus yang digunakan hiperkolesterol kemudian dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol positif,kontrol negatif, dan kelompok perlakuan verifikasi uji dosis ekstrak. Untuk membuat tikus mengalami hiperkolesterol, tikus diberi pakan diet tinggi lemak dan dan pakan tinggi lemak dengan dosis 2mL/200 gram BB/hari dan 30 gram / hari/box. Sisa Pakan tinggi lemak akan ditimbang tiap harinya untuk mengetahui seberapa banyak tikus makan dalam sehari.
B. Prosedur Pembuatan Pakan Diet Tinggi Lemak Campurkan semua bahan pada beaker glass kemudian aduk hingga homogen dan aduk tiap kali akan mengambil larutan untuk di berikan per oral pada tikus. FORMULA PAKAN TINGGI LEMAK R/
Pakan standar
150 gram
Minyak goreng bekas
50 mL
Blue band
50 gram
Kuning telur bebek
12 gram
Kuning telur puyuh
13 gram
C. Prosedur Pembuatan Pakan Tinggi Lemak Campurkan semua bahan kemudian ditimbang sebanyak 30 gram untuk masingmasing box tikus. Pakan diet tinggi lemak dan pakan tinggi lemak diberi selama beberapa hari hingga kadar kolesterol total tikus naik atau > 150 mg/dL. Pengukuran kadar kolesterol dilakukan setiap kurang lebih 7 hari. Selain itu ditimbang berat badan tikus setiap kurang 19
lebih 7 hari untuk mengetahui perubahan berat badan tikus seiring dengan kenaikan kadar kolesterol total. D. Prosedur Pengukuran Kadar Kolesterol Total Tikus Prosedur Pengukuran : Blanko
Sampel/Standar
Sampel/Standar
-
10µl
Aquadest
10µl
-
Reagen
1000µl
1000µl
Diinkubaasi selama 20 menit pada 20-25oc atau selama 10 menit pada 37oc dibaca absorbansinya pada 500 nm terhadap blanko reagen tidak lebih dari 60 menit. Setelah dilakukan pengukuran ada beberapa tikus yang sudah mengalami hiperkolesterol kemudian dijadikan kelompok kontrol positif yang diberikan peroral dengan dosis 0,8 gram/Kg BB badan dan kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 2,5 mL/200 gram BB.
5. Tahap Isolasi dan Pemisahan Chemical Marker Isolasi senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik, seperti metanol atau aseton, dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya, diikuti oleh pemisahan secara kromatografi seperti kromatografi cair vakum (kcv), kromatografi kolom tekan (kkt), dan kromatografi kolom gravitasi (kkg). Sedangkan kemurnian senyawa yang diperoleh dimonitor menggunakan titik leleh dan kromatografi lapis tipis (klt) dengan menggunakan beberapa sistem eluen yang berbeda. Semua kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi – Universitas Muhammadiyah Surakarta.
20
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
Dari rencana tahapan tahun pertama pelaksanaan penelitian ini, telah diperoleh hasil sebagai berikut : 5.1 Hasil pengujian in vitro A. Pengujian in vitro sebagai antioksidan Tabel 1. Hasil pengujian antioksidan terhadap beberapa ekstrak limbah kulit buah No.
Ekstrak
IC50 (µg/mL)
Keterangan
1.
Kulit durian
59,78
Lemah
2.
Kulit rambutan
5,56
Sangat kuat
3.
Kulit jeruk
7,98
Sangat kuat
4.
Kulit buah kelengkeng
13,41
Moderat
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode DPPH, diperoleh hasil bahwa ekstrak kulit buah rambutan paling aktif/kuat dengan nilai IC50 sebesar 5,56 mg/mL. Aktivitas antioksidan paling rendah ditunjukkan oleh ekstrak kulit durian, dengan nilai IC50 sebesar 59,78 mg/mL (moderat).
B. Pengujian efek sitotoksik terhadap beberapa sel uji kanker. Tabel 2. Hasil pengujian terhadap beberapa sel uji kanker (HeLa, T47D, WiDR)
No.
Ekstrak
HeLa
T47D
IC50 (µg/mL)
IC50 (µg/mL)
IC50 (µg/mL)
WiDR Keterangan
1.
Kulit durian
871.70
649.87
291,80
Lemah
2.
Kulit buah kelengkeng
557.41
354.00
268,22
Lemah
3.
Biji buah kelengkeng
358.35
597.55
298,71
Lemah
Secara keseluruhan berdasarkan uji sitotoksik terhadap beberapa sel kanker, ekstrak-ekstrak kulit buah menunjukkan aktivitas yang lemah – sangat lemah.
21
5.2 Hasil pengujian in vivo A. Antidiabetes Pada uji antidiabetes secara in vivo baru memperoleh data untuk control negative dan positif, sedangkan untuk data ekstrak baru ekstrak durian. Ada beberapa kendala dalam pengujian in vivo untuk antidiabetes; yaitu kondisi kadar gula darah yang tinggi cukup susah terjadi, seringkali terjadi fluktuatif nilai kadar gula darah. Dan jika terjadi kondisi hiperglikemid tikus mengalami kematian. Tabel 3. Kontrol Negatif CMC-Na 0,5% No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
268
247
227
201
183
H0 - Baseline (mg/dL)
103
104
63
68
60
H4 - Aloksan (mg/dL)
208
238
210
203
230
H8 - Ekstrak (mg/dL)
233
250
234
273
274
H11 - Ekstrak (mg/dL)
186
209
201
244
243
H14 - Ekstrak (mg/dL)
198
212
239
247
235
Gambar 1. Kontrol Negatif CMC-Na 0,5%
22
Tabel 4. Kontrol Positif Glibenklamid 5 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
193
175
214
257
250
H0 - Baseline (mg/dL)
75
60
63
73
62
H4 - Aloksan (mg/dL)
222
213
230
193
210
H8 - Ekstrak (mg/dL)
227
215
150
130
200
H11 - Ekstrak (mg/dL)
187
180
169
126
178
H14 - Ekstrak (mg/dL)
140
156
133
81
148
Gambar 2. Kontrol Positif Glibenklamid 5 mg/kgBB
23
Tabel 5. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 500 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
250
194
186
210
198
H0 - Baseline (mg/dL)
65
97
65
99
67
H4 - Aloksan (mg/dL)
248
225
219
248
246
H8 - Ekstrak (mg/dL)
224
207
193
207
203
H11 - Ekstrak (mg/dL)
107
110
123
104
120
Gambar 3. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 500 mg/kgBB
Tabel 6. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 250 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
190
178
166
207
248
H0 - Baseline (mg/dL)
117
93
109
99
104
H4 - Aloksan (mg/dL)
228
212
231
202
227
H8 - Ekstrak (mg/dL)
160
183
190
153
194
H11 - Ekstrak (mg/dL)
142
151
158
134
150
24
Gambar 4. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 250 mg/kgBB
Tabel 7. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 125 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
163
170
167
176
159
H0 - Baseline (mg/dL)
60
62
106
71
81
H4 - Aloksan (mg/dL)
230
243
232
200
211
H8 - Ekstrak (mg/dL)
198
213
212
195
198
H11 - Ekstrak (mg/dL)
187
190
198
184
182
Gambar 5. Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian 125 mg/kgBB 25
Tabel 8. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 500 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
220
254
164
164
238
H0 - Baseline (mg/dL)
107
115
104
126
117
H4 - Aloksan (mg/dL)
192
208
196
208
199
H8 - Ekstrak (mg/dL)
146
94
100
153
167
H11 - Ekstrak (mg/dL)
78
74
98
87
94
Gambar 6. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 500 mg/kgBB
Tabel 9. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 250 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
181
189
262
172
180
H0 - Baseline (mg/dL)
111
74
114
89
67
H4 - Aloksan (mg/dL)
244
268
288
231
223
H8 - Ekstrak (mg/dL)
187
259
241
196
181
H11 - Ekstrak (mg/dL)
124
115
121
107
111
26
Gambar 7. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 250 mg/kgBB
Tabel 10. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 125 mg/kgBB No. HU Hari 1
2
3
4
5
Bobot (gram)
159
162
150
167
151
H0 - Baseline (mg/dL)
68
79
67
70
88
H4 - Aloksan (mg/dL)
230
225
229
236
220
H8 - Ekstrak (mg/dL)
188
185
198
186
198
H11 - Ekstrak (mg/dL)
173
169
172
162
176
Gambar 8. Ekstrak Etanol Kulit Buah Rambutan 125 mg/kgBB 27
Tabel 11. Data pengujian gula darah dari ekstrak kulit kelengkeng dan jeruk Perlakuan
Kontrol Positif (Glibenklamid)
Kontrol Negatif (CMC-Na 0,5%)
Ekstrak Etanol Kulit Buah Kelengkeng 500 mg/kgBB
Ekstrak Etanol Kulit Buah Kelengkeng 250 mg/kgBB
Ekstrak Etanol Kulit Buah Kelengkeng 125 mg/kgBB
Gula Darah Awal
Gula darah Post Aloksan
Gula Darah Akhir
(mg/dL)
(mg/dL)
(mg/dL)
1
75
222
140
2
60
213
156
3
62
210
148
4
63
230
133
5
73
193
81
1
103
208
198
2
104
238
212
3
63
210
239
4
60
230
243
5
68
203
247
1
105
191
77
2
60
245
108
3
74
248
99
4
62
203
73
5
100
191
124
1
87
228
2
79
233
3
67
266
4
99
196
5
94
258
1
79
218
2
83
210
3
80
221
No HU
28
(belum selesai)
(belum selesai)
Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Manis 500 mg/kgBB
Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Manis 250 mg/kgBB
Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Manis 125 mg/kgBB
4
77
216
5
68
204
1
72
213
101
2
106
192
67
3
100
238
89
4
90
231
99
5
75
222
84
1
78
222
136
2
112
219
123
3
84
217
97
4
100
207
129
5
86
228
128
1
65
201
127
2
75
222
133
3
70
234
149
4
98
202
152
5
100
211
131
Ekstrak etanol kulit buah rambutan dan jeruk (dosis 500 mg/kgBB) memiliki aktivitas antidiabetes yang sangat potensial, karena dapat menurunkan kadar gula dalam darah hingga menjadi kondisi normal kembali. B. Antihiperurisemia Hasil yang telah diperoleh untuk pengujian antihiperurisemia secara in vivo, seperti berikut : Tabel 12. Data pengujian ekstrak kulit rambutan dan kulit jeruk manis KELOMPOK
NO. HU
BERAT BADAN (g)
Kontrol negative (CMCNa 0,5%)
1 2 3 4
27 22 33,5 32
29
KADAR ASAM URAT (mg/dL) 3,6 3,5 3,5 3,3
Rata‐rata kadar ± SD 3,42 ± 0,16
5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kontrol positif (Allopurinol 10 mg/kgBB)
Ekstrak kulit rambutan dosis 125 mg/kgBB
Ekstrak kulit rambutan dosis 250 mg/kgBB
Ekstrak kulit rambutan dosis 500 mg/kgBB
Ekstrak kulit jeruk manis dosis 125 mg/kgBB
Ekstrak kulit jeruk manis dosis 250 mg/kgBB
Ekstrak kulit jeruk manis dosis 500 mg/kgBB
33,3 27,9 30,05 33 24 26,2 35,2 25,6 24,5 28 30,1 35,2 25,6 24,5 28 30,1 29,8 29,0 31,2 33,4 28,7 29,7 25,6 24,5 28 27,8 25,4 23,7 26,5 28 22 34,8 28,9 32,6 23,8 28,0
3,2 1,0 1,6 1,6 0,7 1,8 2,0 1,5 1,6 1,1 1,1 0,5 0,2 1,0 1,0 0,7 0,2 0,4 0,3 0,1 0,4 2,0 2,0 2,2 1,5 2,2 1,2 1,6 1,3 1,9 1,6 0,5 1,0 0,7 1,5 1,0
1,34 ± 0,47
1,46 ± 0,38
0,68 ± 0,34
0,28 ± 0,13
1,98 ± 0,29
1,52 ± 0,28
0,94 ± 0,38
Tabel 13. Data pengujian ekstrak biji kelengkeng dan kulit durian KELOMPOK
NO. HU
Kontrol negative (CMCNa 0,5%)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Rata‐rata ± SD Kontrol positif (Allopurinol 10 mg/kgBB)
Rata‐rata ± SD
BERAT BADAN (g) 27 22 33,5 32 33,3 27,9 30,05 33 24 26,2
KADAR AWAL (mg/dL) 3,6 3,5 3,5 3,3 3,2 3,42 ± 0,16 1,0 1,6 1,6 0,7 1,8 1,34 ± 0,47
30
KADAR SETELAH PERLAKUAN (mg/dL) ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Ekstrak biji kelengkeng dosis 200 mg/kgBB
Rata‐rata ± SD Ekstrak kulit durian dosis 100 mg/kgBB
Rata‐rata ± SD Ekstrak kulit durian dosis 200 mg/kgBB
Rata‐rata ± SD Ekstrak kulit durian dosis 300 mg/kgBB
Rata‐rata ± SD
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
31,2 26,8 26,4 29,2 27,6 25,3 25,5 33,7 26,4 27 27,2 26,7 22 29,5 28,8 21,2 23,2 31,2 25,6 26,8
0,9 2,5 2,4 1,2 2,8 1,96 ± 0,85 1,2 1,3 1,7 1,7 1,9 1,56 ± 0,30 2,1 1,4 2,1 1,5 2,5 1,92 ± 0,46 2,8 1,5 2,7 1,2 0,3 1,82 ± 0,87
1,8 1,3 1,7 0,1 2,5 1,48 ± 0,88 1,5 1,6 1,6 1,9 1,8 1,68 ± 0,16 0,8 0,4 0,3 0,1 0,7 0,46 ± 0,29 1,3 1,9 1,2 0,9 2,8 1,62 ± 0,75
Secara umum, ekstrak-ekstrak kulit buah yang diujikan memiliki aktivitas menurunkan kadar asam urat dalam serum darah (antihiperurisemia) yang sangat potensial. Aktivitas antihiperurisemia tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak kulit rambutan dosis 500 mg/kgBB, dengan persentase penurunannya sebesar 92,98%. Aktivitas terendah ditunjukkan oleh ekstrak kulit jeruk manis dosis 125 mg/kgBB dengan nilai persentase penurunannya sebesar 42,10% C. Antihiperkolesterol Tabel 14. Hasil penelitian uji aktivitas antikolesterol ektrak kulit jaruk,rambutan, kelengkeng, durian KADAR KOLESTEROL (mg/dl) kenaikan kadar EKSTRAK NOMOR PENURUNAN KADAR sebelum setelah kolesterol (%) TIKUS KOLESTEROL (%) induksi induksi KONTROL 1 58 124 113.79% 24.19% POSITIF 2 52 131 151.92% 32.06% KOLESTITRAMIN 3 63 110 74.60% 25.45% 0,8 g/kG BB 4 61 107 75.41% 40.19% 5 59 112 89.83% 49.11% RATA‐ RATA 101.11% 34.20% Kontrol negatif 1 53 150 183.02% 5.33% 31
CMC‐Na 0.5%
Jeruk 500 mg/Kg BB
Jeruk 250 mg/Kg BB
Jeruk 125mg/Kg BB
Rambutan 500 mg/Kg BB
Rambutan 250 mg/Kg BB
Rambutan 125 mg/Kg BB
2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4
58 50 64 80
135 112 159 173
132.76% 124.00% 148.44% 116.25%
40.74% 3.57% 10.06% 7.51%
86 87 83 127 81
187 164 168 256 168
140.89% 117.44% 88.51% 102.41% 101.57% 107.41%
13.44% 62.57% 55.49% 47.62% 66.41% 55.95%
61 58 52 86 66
217 168 250 190 158
103.47% 255.74% 189.66% 380.77% 120.93% 139.39%
57.61% 59.45% 49.40% 65.60% 58.95% 51.90%
96 84 94 61 65
162 151 179 154 158
217.30% 68.75% 79.76% 90.43% 152.46% 143.08%
57.06% 53.70% 52.98% 53.07% 57.14% 56.96%
105 83 54 70 82
251 168 250 168 179
106.89% 139.05% 102.41% 362.96% 140.00% 118.29%
54.77% 55.78% 49.40% 62.40% 70.24% 65.92%
62 55 61 70 63
102 130 146 112 178
172.54% 64.52% 136.36% 139.34% 60.00% 182.54%
60.75% 12.75% 33.85% 22.60% 25.89% 60.67%
66 65 59 65
195 176 184 161
116.55% 195.45% 170.77% 211.86% 147.69%
31.15% 28.72% 20.45% 21.20% 11.18%
32
Kelengkeng 500mg/Kg BB
Kelengkeng 250mg/Kg BB
Kelengkeng 125mg/Kg BB
Durian 500 mg/Kg BB
Durian 250 mg/Kg BB
Durian 125 mg/Kg BB
5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA 1 2 3 4 5 RATA‐ RATA
51
185
262.75%
25.41%
52 93 100 109 96
165 156 169 151 165
197.71% 217.31% 67.74% 69.00% 38.53% 71.88%
21.39% 28.48% 34.62% 44.97% 21.19% 40.61%
49 64 53 90 72
174 172 262 178 170
92.89% 255.10% 168.75% 394.34% 97.78% 136.11%
33.97% 34.48% 26.74% 39.69% 29.21% 37.65%
75 63 76 57 88
180 155 154 170 181
210.42% 140.00% 146.03% 102.63% 198.25% 105.68%
33.56% 32.22% 12.26% 28.57% 32.94% 32.04%
86 63 63 49 61
193 180 153 160 165
138.52% 124.42% 185.71% 142.86% 226.53% 170.49%
27.61% 29.53% 39.44% 30.72% 40.63% 38.79%
58 60 54 52 62
131 143 121 118 146
170.00% 125.86% 138.33% 124.07% 126.92% 135.48%
35.82% 38.93% 34.27% 37.19% 25.42% 43.15%
55 49 46 53 57
92 90 89 96 170
130.14% 67.27% 83.67% 93.48% 81.13% 198.25%
35.79% 6.52% 7.78% 14.61% 9.38% 23.53%
104.76%
12.36%
33
Berdasarkan tabel 14, aktivitas antihiperkolesterol paling tinggi ditunjukkan oleh ekstrak kulit rambutan dosis 500 mg/kgBB, dengan persentase penurunan kadar kolesterol sebesar 60,75% lebih besar dari kolestritamin dosis 0,8 g/kgBB sebesar 34,20%. Namun, yang lebih menarik adalah ekstrak kulit jeruk secara umum memiliki aktivitas antihiperkolesterol yang sangat potensial karena baik dosis 125, 250 dan 500 mg/kgBB masing-masing mampu menurunkan kadar kolesterol lebih dari 50%, melebihi kemampuan dari kontrol positif yang digunakan. 5.3 Identifitikasi Chemical Marker Telah berhasil diisolasi dan ditentukan struktur kimianya senyawa-senyawa dari ekstrak kulit buah yang diteliti : Tabel 15. Senyawa-senyawa murni yang telah berhasil diisolasi No.
Ekstrak
Kode
1. 4,4-dimethyl-poriferasta-18(19)-en-3-ol
KD1719
2. 3α-E-ferulyloxy-lup-20(29)-en-28-oic acid
KR710
Kulit rambutan
Etil galat
KR1419
Kulit jeruk
KJ 718
KJ718
1.
Kulit durian
2. 3. 4.
Senyawa yang telah diisolasi
Kulit buah kelengkeng
Tidak dapat diisolasi
(4,4-dimethyl-poriferasta-18(19)-en-3-ol)
(3α-E-ferulyloxy-lup-20(29)-en-28-oic acid)
34
(Etil galat)
35
BAB 6. RENCANA TAHAPAN (TAHUN) BERIKUTNYA
Pada Tahun Kedua, akan dilakukan tahapan penelitian seperti berikut : 1.
Standarisasi (identifikasi) ekstrak & fraksi aktif Standarisasi ekstrak (bahan) mengikuti prosedur baku yang telah direkomendasikan
oleh BPOM RI, yaitu analisis non-spesifik yang meliputi analisis susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, kandungan sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba, dan analisis spesifik yang meliputi identitas ekstrak, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, juga uji kandungan kimia ekstrak. Masing-masing analisis parameter tersebut, mengikuti prosedur yang telah disarankan oleh BPOM RI. 2. Uji ketoksikan akut Dilakukan uji pendahuluan dengan membagi tikus dalam 5 kelompok dengan masingmasing 5 ekor tikus jantan dan betina untuk mendapatkan kisaran LD50-nya. Setelah didapatkan hasil kisaran LD50, dilakukan uji definitif untuk menentukan LD50. Caranya sebagai berikut: tikus dikelompokkan menjadi 5 dengan masing-masing kelompok 10 ekor. Kemudian ditimbang. Berdasar hasil uji pendahuluan ditentukan 5 peringkat dosis pada masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok diberi ekstrak yang potensial pada uji praklinis, dengan konsentrasi sesuai peringkat dosisnya secara intraperitonial. Sesaat setelah diberi pajanan obat, maka dilakukan pengamatan hewan uji tersebut selama 3 hari yang meliputi: a. Gejala klinis (perilaku, gerakan, kepekaan terhadap rangsang, ukuran pupil, pernafasan, vulva, kelenjar mama, konjungtiva, kelopak mata, bola mata, diare, dan keadaan umum) b. Perubahan berat badan. c. Jumlah hewan yang mati masing masing kelompok. d. Histopatologi organ hati, ginjal, lambung, jantung, paru, uterus & ovarium (Loomis, 1978).
2.
Uji ketoksikan subkronis Hewan uji dikelompokkan dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
10 ekor tikus. Semua tikus ditimbang. Kemudian masing-masing kelompok diberikan ekstrak yang aktif dalam pengujian praklinis. Konsentrasi sesuai kelompok peringkat dosis secara oral selama 3 bulan (90 hari). Pengamatan hewan uji dilakukan pada hari ke-nol (sebelum 36
pemberian ekstrak uji) dan pada akhir pemberian obat. Perubahan yang diamati pada tikus tersebut yang meliputi: a. Berat badan, b. Gejala klinis umum melalui pengamatan fisik, c. Pemeriksaan hematologi (jumlah eritrosit, lekosit, hemoglobin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, gula darah, protein total, albumin, globulin), d. Pada akhir masa uji beberapa hewan uji pada masing masing kelompok dikorbankan lalu diambil organnya (hati, lambung, jantung, ginjal, uterus dan ovarium) untuk diuji histopatologisnya (Loomis, 1978).
Pada Tahun Ketiga, tahapan penelitian yang direncanakan meliputi : 1. Uji formulasi sediaan obat herbal; yaitu uji dosis formulasi sediaan tablet dan kapsul serta uji kestabilan produk, untuk memperoleh data ilmiah tentang formulasi sediaan yang paling stabil dan memberikan efek yang optimal dalam pemakaiannya. Diamati juga variasi komposisi bahan pengisi, pengikat, pelicin, dan penghancur. 2. Pengembangan kemasan, untuk mendapatkan proses pengemasan yang baik dan stabil, sehingga produk yang dihasilkan dapat dipromosikan sebagai obat herbal terstandar yang berkualitas untuk pengobatan tumor/kanker payudara. 3. Uji klinik Uji klinik pada dasar terdiri dari fase I s.d. IV. Pada penelitian ini yang mungkin untuk dilakukan pada tahun ketiga ini adalah fase I, untuk melihat efek farmakologi maupun efek sampingnya. Secara keseluruhan uji klinik yang harus dilaukan sebelum suatu obat dapat digunakan secara luas bagi pengobatan manusia, harus meliputi tahapan-tahapan uji klinik seperti berikut: a) Uji klinik fase I Pada uji klinik fase I ini untuk pertama kalinya obat yang diujikan diberikan pada manusia (sukarelawan sehat), baik untuk melihat efek farmakologik maupun efek samping. Secara singkat tujuan uji klinik pada fase ini adalah: - melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi subjek terhadap obat yang diujikan, - menilai hubungan dosis dan efek obat, dan 37
- melihat sifat kinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi. Dengan melakukan uji klinik fase I ini kita akan memperoleh informasi mengenai dosis, frekuensi, cara dan berapa lama suatu obat harus diberikan pada pasien agar diperoleh efek terapetik yang optimal dengan risiko efek samping yang sekecil-kecilnya. Informasi yang diperoleh dari uji klinik fase I ini diperlukan sebagai dasar untuk melakukan uji klinik berikutnya (fase II). b) Uji klinik fase II Bertujuan untuk melihat kemungkinan efek terapetik dari obat yang diujikan. Pada tahap ini uji klinik dilakukan secara terbuka tanpa kontrol (uncontrolled trial). Mengingat subjek yang digunakan terbatas, hasil dan kesimpulan yang diperoleh belum dapat digunakan sebagai bukti adanya kemanfaatan klinik obat. c) Uji klinik fase III Dalam tahap ini obat diuji atas dasar prinsip-prinsip metodologi ilmiah yang ketat. Mengingat hasil yang diperoleh dari uji klinik fase III ini harus memberi kesimpulan definitif mengenai ada/tidaknya kemanfaatan klinik obat, maka diperlukan metode pembandingan yang terkontrol (controlled clinical trial). Di sini obat yang diuji dibandingkan dengan obat standard yang sudah terbukti kemanfaatannya (kontrol positif) dan/atau plasebo (kontrol negatif). 4. Uji klinik fase IV (post marketing surveillance). Uji tahap ini dilakukan beberapa saat setelah obat dipasarkan/digunakan secara luas di masyarakat. Uji ini bertujuan untuk mendeteksi adanya efek samping yang jarang dan serius (rare and serious adverse effects) pada populasi, serta efek samping lain yang tidak terdeteksi pada uji klinik fase I, II dan III. Perlakuan uji klinik fase II s.d. IV, jika memungkinkan akan dilanjutkan jika hasil pada uji klinik fase I menunjukkan efek farmakologis yang kuat dan efek samping yang rendah.
38
Gambar 1. Rencana penelitian yang akan dilakukan selama 2012 s.d 2014
6.2 Hasil yang Diharapkan dan Luaran Penelitian pada setiap Tahunnya 1) Pada tahun pertama, diharapkan akan diperoleh data ilmiah tentang uji praklinik antitumor baik secara in vitro maupun in vivo, serta isolasi chemical marker dari ‘limbah’ kulit dan biji buah (rambutan, kelengkeng, jeruk dan durian) yang berperan dalam aktivitas farmakologinya. Luaran yang ingin dicapai adalah hasil penelitian dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional/nasional terakreditasi, dan presentasi dalam seminar ilmiah internasional atau nasional. 2) Pada tahun kedua, diperoleh landasan ilmiah yang kuat tentang standarisasi ekstrak dan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan ekstrak atau formulasinya sebagai bahan obat herbal. Hasil penelitian tahun pertama dan kedua, dapat digunakan untuk mendapatkan formula obat herbal terstandar yang akan didaftarkan patennya pada akhir tahun kedua. 3) Pada tahun ketiga, akan diperoleh prototype atau produk obat herbal terstandar hasil pemanfaatan limbah kulit dan biji buah dari beberapa tumbuhan asli Indonesia yang diteliti. Peningkatan kualitas obat herbal terstandar akan diusahakan menjadi fitofarmaka, dengan melengkapi data berdasarkan uji kliniknya.
39
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1.
Ekstrak kulit buah durian, kelengkeng, jeruk dan rambutan tidak aktif (poten) dalam pengujian sitotoksik secara in vitro. Potensinya sebagai antitumor lemah.
2.
Ekstrak kulit buah durian, kelengkeng, jeruk dan rambutan sangat aktif (poten) dalam pengujian antioksidan secara in vitro. Aktifitas antioksidan paling kuat ditunjukkan oleh ekstrak kulit rambutan dengan nilai IC50 sebesar 5,56 µg/mL.
3.
Hasil uji aktifitas antihiperurisemia secara in vivo menunjukkan sangat tinggi. Ekstrak kulit rambutan dosis 500 mg/kgBB memiliki aktifitas antihiperurisemia paling tinggi, dengan persentase penurunannya sebesar 92,98%.
4.
Hasil uji aktifitas antidiabetes secara in vivo menunjukkan aktifitas yang sangat potenial. Ekstrak kulit rambután dan jeruk dosis 500 mg/kgBB memiliki kemampuan menurunkan kadar gula dalam darah paling tinggi.
5.
Aktifitas antihiperkolesterol sangat potensial ditunjukkan oleh ekstrak kulit rambutan dan jeruk. Ekstrak kulit rambutan dosis 500 mg/kgBB, dengan persentase penurunan kadar kolesterol sebesar 60,75% lebih besar dari kolestritamin (sebagai kontrol positif) dosis 0,8 g/kgBB sebesar 34,20%.
4.
Telah berhasil diisolasi 3 (tiga) senyawa murni dan ditentukan struktur kimia senyawa hasil isolasi dari ekstrak kulit buah durian (KD710 & KD1719), masing-masing diketahui sebagai 4,4-dimethyl-poriferasta-18(19)-en-3-ol dan
3α-E-ferulyloxy-lup-20(29)-en-28-oic
acid, sedangkan dari ekstrak kulit rambutan telah diperoleh etil galat.
7.2 Saran 1. Beberapa ekstrak sangat poten sebagai antioksidan, oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut aktifitasnya dalam mengobati penyakit-penyakit degeneratif. 2. Senyawa-senyawa hasil isolasi perlu juga dilakukan uji antioksidan dan sitotoksik untuk mengetahui seberapa kuat potensinya sebagai active compound dalam obat herbal terstandar. 3. Perlu dilakukan analisis profil metabolit sekunder untuk mengukur berapa kadar chemical marker dalam ekstraknya, sebagai parameter dalam standarisasi ekstraknya. 40
DAFTAR PUSTAKA
Annida, R. 2011. Korelasi Aktivitas Antioksidan dengan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Etanol Kulit dan Biji Kelengkeng Lokal (Euphoria Longan Lour. Steud) beserta Fraksi-Fraksinya. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anonim. 2008. Antioxidants. Fact Sheet Better Health Channel. Deakin University. Victoria. Batubara, R.W. 2011. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian (Durio Zibethinus Murr) Lokal dan Fraksi-Fraksinya dengan Metode DPPH serta Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Totalnya. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Black HS. 2002. Pro-oxidant and anti-oxidant mechanism(s) of BHT and beta-carotene in photocarcinogenesis. Front Biosci. Apr 2002. 7:d1044-55. Caballero, B. 2006. Antioxidant Nutrients. John Hopkins Bloomberg School of Public Health. Baltimore. Depkes. 2010. Pusat Komunikasi Publik. Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI.Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Yankes & Pengembangan Model Registrasi Kematian. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/478-saintifikasi-jamudalam-penelitian-berbasis-yankes-a-pengembangan-model-registrasi-kematian.html diakses pada tanggal 20 September 2011 Ege, S., 1994, Organic Chemistry Structure and Reactivity 3rd edition, Heath and Company, Lexington. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik, edisi ketiga jilid 1. diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hernani dan Rahardjo, M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. cetakan kesatu. Penebar Swadaya. Jakarta. Indrawan, M., Primack, R.B. dan Supriatna, J. 2007. Biologi Konvservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Khasanah, A. N. 2011. Uji Aktivitas Penangkap Radikalekstrak Etanol, Fraksi-Fraksi dari Kulit Buah dan Biji Rambutan (Nephelium Lappaceum L.) serta Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Totalnya. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kompas. 14 Januari 2010. Jalan Panjang ke Saintifikasi. http://kesehatan.kompas.com /read/2010/01/14/06560773/Jalan.Panjang.ke.Saintifikasi diakses 20 September 2011 Larson, R.A. 1997. Naturally Occuring Anti-Oxidants, Boca Raton. New York. Lewis Publisher cit Windono, T. Soediman, S. Yudawati, U. Ermawati, E. Srielita, A. dan Erowati, T.I. 2001, Uji Peredam Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazil (DPPH) dari 41
Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo Biru dan Bali, Artocarpus, Vol.1, No.1. Maxwell S. R. J., H. Thomason D., Sandler C., Leguen M. A., Baxter G. H. Thorpe G., Jones A. F., dan Barnett, A. H. 1997. Antioxidant status in patients with uncomplicated insulindependent and non-insulin-dependent diabetes mellitus. European Journal of Clinical Investigation. June 1997. Volume 27. Issue 6. 484–490. Muhtadi. Hakim. E.H. Syah. Y.M.. Juliawaty. L.D.. Achmad. S.A.. Said. I.M.. Din. L.B. dan Latip. J. 2006-a. Resveratrol Tetramers from Dipterocarpus intricatus and Cytotoxic Activity against Murine Leukemia P-388 Cells. Collective Abstracts of the International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS). ITB-Bandung. 29-30 November 2006. Muhtadi. Hakim. E.H.. Syah. Y.M.. Juliawaty. L.D.. Achmad. S.A. dan Latip. J. 2006b. Pemisahan dan Karakterisasi Senyawa Oligostilbenoid dari Kulit Batang Dipterocarpus hasseltii (Dipterocarpaceae). Alchemy. Vol. 5 (1). Maret 2006. 8-15. Muhtadi. Hakim. E.H.. Syah. Y.M.. Juliawaty. L.D.. Achmad. S.A. Latip. J.. Ghisalberti. E.L. 2006-d. Cytotoxic Resveratrol Oligomers from the Tree Bark of Dipterocarpus hasselti Journal of Fitoterapia. Vol. 77. Issues 7-8. December 2006. 550555. Muhtadi. Indrayudha . P.. dan Ahmat. N.. 2009. Pemisahan Senyawa-Senyawa Yang Bersifat Sitotoksik Terhadap Sel Murin Leukemia P388 Dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Dipterocarpus Confertus Sloot (Dipterocarpaceae). Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XIV. BPPT Jakarta; 11-12 Agustus 2009 Muhtadi. Indrayudha . P.. dan Ahmat. N.. 2009a. Penyelidikan Senyawa-Senyawa yang Bersifat Sitotoksik dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Dipterocarpus Confertus Sloot sebagai Bahan Obat Antitumor. Kumpulan Abstrak Simposium Nasional Kimia Bahan Alam (SimNasKBA) XVII. Universitas Diponegoro Semarang. 27 – 28 Oktober 2009. Muhtadi. Hakim. E.H., Juliawaty. L.D., Din. L.B. dan Latip. J. .2006-c. Lima Senyawa Oligostilbenoid dari Kulit Batang Dipterocarpus hasseltii dan Aktivitas Sitotoksiknya terhadap Sel Murin Leukemia P-388. Bulletin of the Indonesian Society of Natural Products Chemistry. Vol. 6 (1). January-June 2006. 19-26. Muhtadi. Hakim. E.H., Syah. Y.M., Juliawaty. L.D.. Makmur. L.., Achmad. S.A., Din. L.B. dan Latip. J. 2005. Tiga Senyawa Oligostilbenoid dari Kulit Batang Dipterocarpus retusus Blume (Dipterocarpaceae). Jurnal Matematika & Sains. Vol. 10 (4). Desember 2005. 135-141. Muhtadi. 2007. Fitokimia Beberapa Spesies Dipterocarpaceae Indonesia dari Genus Dipterocarpus (Keruing). Disertasi. Dep. Kimia. Program Pasca Sarjana ITB. Bandung
42
Nasution. R.E. 1992. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI-LIPI. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta. Nollet, L.M.L. 2000. Food Analysis by HPLC 2nd edition. Marcel Dekker. New York. Sampurno. 2002. Sambutan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Simposium Standardisasi Jamu dan Fitofarmaka. Bandung. Santi, R.N. 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit dan Biji Kelengkeng (Euphoria longan (Lour.) Steud) terhadap Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus serta Toksisitasnya terhadap Artemia Salina Leach. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sukandar. E. Y. 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan. disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB. dari http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. diakses Januari 2006. Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Susilowati, S. 2004. Efek kemopreventif ekstrak etanol daun Gynura procumbens (Lour) Merr terhadap kanker payudara tikus yang diinduksi 7,12-Dimetilbenz(α)antrasen (DMBA). Tesis. UGM. Yogjakarta. Tandon V.R.. Verma S.. Singh J. B., Mahajan A. 2005. Antioxidants and Cardiovascular Health. Drug Review. April-June 2005. Vol. 7 No. 2. 61-64. Tiedge M., Lortz S., Drinkgern J., and Lenzen, S. 1997. Relation between antioxidant enzyme gene expression and antioxidative defense status of insulin-producing cells. Diabetes. November 1997. Vol. 46 no. 11 1733-1742 Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Elex media Komputindo, Jakarta. Valko M. Rhodes CJ. Moncol J. Izakovic M. Mazur M. 2006. Free radicals. metals and antioxidants in oxidative stress-induced cancer. Chem Biol Interact. Mar 2006. 160(1). 1-40. Wijiastuti, L. 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Manis (Citrus Sinensis (L.) Osbeck) Terhadap Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli Multiresisten Serta Brine Shrimp Lethality Test. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
43
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
1. Bukti presentasi pada International Conference on Nutraceutical and Cosmetic Science 2013 (ICNACS 2013) di Hotel Atlet Century Jakarta 2. Bukti presentasi International Conference on Medicinal Chemistry and Timmerman Award 2013 (ICMCTA 2013) di Universitas Indonesia. 3. Produk Penelitian yang telah dihasilkan pada tahun pertama 4. Draft perjanjian kerjasama pembuatan produk kosmetika CV. Cahaya Multi Mandiri
LAMPIRAN 3. PRODUK PENELITIAN
Data ilmiah dari ekstrak kulit buah durian, rambutan, jeruk manis, kelengkeng dan biji kelengkeng yang siap untuk dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional/nasional terakreditasi dan seminar internasional/nasional : NO.
URAIAN
1.
Data ilmiah tentang aktivitas ekstrak terhadap efek antioksidan
2.
Data ilmiah tentang aktivitas ekstrak terhadap efek sitotoksik terhadap sel HeLa, T47D, WiDR Data ilmiah tentang aktivitas ekstrak terhadap aktivitas antidiabetes secara in vivo Data ilmiah tentang aktivitas ekstrak terhadap aktivitas antihiperurisemia secara in vivo Data ilmiah tentang aktivitas ekstrak terhadap aktivitas antihiperkolesterol secara in vivo Senyawa murni hasil isolasi
3. 4. 5. 6.
HASIL
KETERANGAN
Sebagian besar Kulit durian paling ekstrak sangat poten rendah aktivitas (aktif) antioksidannya Sebagian besar ekstrak kurang poten (lemah) Ekstrak kulit rambutan dan jeruk sangat poten (aktif) Ekstrak kulit rambutan sangat poten (aktif) Ekstrak kulit rambutan dan jeruk sangat poten 1. 4,4-dimethylDari kulit durian dua poriferasta-18(19)-en- senyawa 1&2, dari kulit rambután 3-ol (senyawa 3) 2. 3α-E-ferulyloxy-lup20(29)-en-28-oic acid 3. Etil galat