JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6
Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang
Yasinta Fajar Saputri, Teguh Yuwono, Syariffuddin Mahmudsyah Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah akan berbanding lurus dengan kebutuhan akan energi listrik di daerah tersebut. Namun hal itu berbanding terbalik dengan penyediaan energi listrik, semakin hari cadangan sumber energi tidak terbarukan yang selama ini menjadi bahan bakar utama pembangkit di Indonesia semakin menipis, sehingga penyediaan energi listrik juga tersendat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan suatu energi alternatif terbarukan untuk mengtasi krisis tersebut. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai potensi biogas sebagai pembangkit PT. Greenfields Indonesia di desa Babadan kecamatan Ngajum Malang. Berdasarkan hasil analisis, biogas dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif terbarukan yang sesuai jika diterapkan di sana. PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang sendiri memiliki 4.000 ekor sapi di peternakan mereka, sehingga potensi kotoran yang dihasilkan adalah 100.000 kg/hari. Jumlah tersebut dapat dikonversikan menjadi energi listrik sebesar 3.760 kWh per hari melalui sebuah instalasi biogas yang dilengkapi dengan sebuah generator biogas. Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem pengolahan ini juga tergolong sangat ramah terhadap lingkungan. Kata kunci : Biogas, Kotoran Sapi, Energi Alternatif Terbarukan, PT Greenfields Inonesia, Babadan-Ngajum Malang. I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan penggunaan energi semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi oleh masyarakat akibat penggunaan berbagai macam peralatan untuk menunjang kenyamanan dalam kehidupan. Suber energi yang selama ini digunakan sebagaian besar berasal dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, gas alam dan lain-lain. Bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang tidak terbarukan, yang semakin hari semakin menipis ketersediaannya. Oleh karena itu, untuk mengganti penggunaan energi tidak terbarukan diperlukan sumber energi alternatif yang mampu mengurangi laju pemakaian energi fosil. Indonesia sebagai negara tropis memiliki sumber energi baru terbarukan yang melimpah sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. Salah satu energi alternatif tersebut adalah pemanfaatan energi biogas. Biogas adalah gas produk akhir pencernaan/degradasi anaerobik (dalam lingkungan tanpa oksigen) oleh bakteri-bakteri menthanogen. Salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia adalah limbah dari usaha
peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin, gas dan sisa makanan ternak. Potensi limbah peternakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan biogas dapat ditemukan di sentra-sentra peternakan, terutama di peternakan dengan skala besar yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan rutin. Kotoran sapi merupakan kotoran yang paling efisien digunakan sebagai penghasil biogas karena setiap 1025 kg kotoran sapi per hari dapat mengasilkan 2 m3 biogas. Dimana energi yang terkandung dalam 1 m3 biogas sebesar 4,7 kWh atau dapat digunakan sebagai penerangan 60 – 100 watt selama 6 jam. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimana potensi energi terbarukan di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang. 2. Bagaimana analisis teknis, ekonomi, lingkungan dan sosial pembangunan PLT Biogas Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang. 3. Apakah teknologi biogas dapat diterapkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang dengan menggunakan analisis keputusan. II. TEORI PENUNJANG Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut anaerobic digestion gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50%) berupa metana, material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material organik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa yang sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana seperti mathanococus, methanosarcina, methano bacterium. Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfide (H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan a.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 metana (CH4) semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan parameter yaitu : menghilangkan hydrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). b.
Sistem Kerja Sebuah Instalasi Biogas (Aspek Teknis) Pada sebuah instalasi biogas, selalu terdapat reaktor atau digester. Reaktor adalah sebuah ruang tertutup yang digunakan sebagai media penyimpanan kotoran selama beberapa hari untuk menghasilkan gas yang tersimpan bersama kotoran yang kemudian disebut biogas. Dari beberapa jenis digester biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap (Fixed-dome) dan jenis Drum mengambang (Floating drum). Sistem produksi biogas dibedakan menurut cara pengisian bahan bakunya, yaitu pengisian curah dan bahan bakunya, yaitu pengisian curah dan pengisian kontinyu. Yang dimaksud dengan system pengisian curah (SPC) adalah cara penggantian bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti, dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku yang baru. Sedangkan yang dimaksud dengan pengisian kontinyu (SPK) adalah pengisian bahan baku ke dalam tangki pencerna dilakukan secara kontinyu (setiap hari) tiga hingga empat minggu sejak pengisian awal, tanpa harus mengeluarkan bahan yang sudah dicerna.
Gambar 1. Skema Pemanfaatan Biogas dari Kotoran Sapi Pada gambar di atas dapat dilihat skema pemanfaatan biogas dari kotoran sapi. Baik penggunaan untuk keperluan rumah tangga, pertanian maupun sebagai sumber energi listrik. III.
KONDISI KABUPATEN MALANG KECAMATAN NGAJUM a. Sekilas Kabupaten Malang Luas wilayah Kabupaten Malang adalah 3.534,86 km2 atau 353.486 ha. Terdiri dari 33 Kecamatan 12 Kelurahan, 378 Desa, 3.217 Rukun Warga (RW) dan 14.718 Rukun Tetangga (RT), yang tersebar pada wilayah perkotaan da pedesaan dan terletak antara 0 - 2000 m dari permukaan laut. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Malang bekerja sebagai pertanian. Pertanian di Kabupaten Malang berkembang sangat pesat karena daerahnya berupa pegunungandan perbukitan yang berhawa sejuk dan subur. b.
Sekilas PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang PT. Greenfields Indonesia merupakan industri penghasil susu sapi perah. Berlokasi di desa Babadan, Kecamatan Ngajum, Gunung Kawi, Kabupaten Malang, Jawa Timur
dengan lahan seluas ± 26 Ha dan berada pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut dengan suhu ± 16 0C dan curah hujan sekitar 2.750-3200 mm/tahun dengan kelembaban sebesar 45%. Perusahaan ini dikelilingi pemandangan yang masih alami sehingga hawanya sangat sejuk. c.
Potensi Energi Terbarukan Biogas Peternakan PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang Peternakan merupakan komponen utama dalam analisis pemanfaatan biogas sebagai pembangkit listrik. Karena biogas yang akan digunakan sebagai bahan bakar berasal dari olahan limbah peternakan. PT. Greenfields Indonesia desa Babadan kabupaten Ngajum Malang sangat potensial untuk penerapan pemanfaatan biogas sebagai sumber energi, dimana memiliki 4.000 ekor sapi Holstein dan apabila diansumsikan tiap ekor sapi yang dikelolah PT. Greenfields Indonesia ini menghasilkan fases/ kotoran sapi sebesar 25 kg per hari, maka sapi-sapi yang dikelolah oleh PT. Greenfields Indonesia ini dapat menghasilkan 100.000 kg kotoran sapi per hari. IV.
ANALISIS PEMBANGUNAN PEMBANGKITAN LISTRIK TENAGA BIOGAS KOTORAN SAPI a. Kondisi Terakhir Potensi Biogas dan Ketenagalistrikan PT. Greenfields Indonesia Pada awal berdirinya PT. Greenfields Indonesia ini hanya memiliki sekitar 100 ekor sapi saja. Namun sekarang PT. Greenfields Indonesia ini telah memiliki 4000 ekor sapi. Diketahui bahwa seekor sapi dengan bobot 450 kg dapat menghasilkan limbah berupa feses dan urine lebih kurang 25 kg/hr. Dan apabila tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta menyebaran penyakit menular. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan mengolah limbah tersebut menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar generator biogas untuk menghasilkan energi listrik. Banyaknya industri dan tingginya energi terjual ratarata (kWh) untuk industri di Kabupaten Malang membuat semakin banyaknya energi listrik yang harus diproduksi oleh PLN, dan tidak sebanding dengan jumlah pembangkit yang ada di Kabupaten Malang. Serta pemerintah telah menentukan dalam kebijakan energi nasional tahun 2025, bahwa minyak bumi maksimal 20%, batu bara 33%, gas bumi minimal 30% dan energi terbarukan 17%. Oleh karena itu perlu adanya energi alternatif sebagai penghasil energi listrik. Dengan potensi peternakan yang relatif besar ditambah adanya sebuah peternakan besar di PT. Greenfield Indonesia desa Babadan kecamatan Ngajum Malang yang bisa memudahkan proses pengolahan kotoran, maka PT. Greenfield Indonesia berpotensi menjadi industri mandiri energi dengan mengembangkan energi alternatif berupa biogas. Dengan potensi biogas yang dimiliki di peternakan PT. Greenfields Indonesia sebesar 2040,82 kWh per hari, maka diharapkan dapat membantu mengurangi biaya pengeluaran pada PT. Greenfields Indonesia. b.
Analisa Human Development Indeks (Analisis Aspek Sosial)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 Human Development Indeks atau sering disebut Indeks Pembangunana Manusia (IPM) di Kabupaten Malang terus mengalami peningkatan yang relatif signifikan dari tahun ke tahun, hal ini mengidentifikasi adanya peningkatan kesejahteraan penduduk. Tabel 1. IPM Kabupaten Malang 2006-2011 Indeks Indeks Indeks Tahun Daya Kesehatan Pendidikan Beli 2006 71,50 74,03 59,65 2007 72,03 74,25 60,92 2008 72,38 74,25 62,02 2009 72,83 74,80 62,54 2010 73,24 75,09 63,31 2011 73,72 75,32 64,47
IPM 68,39 69,07 69,55 70,09 70,54 71,17
c.
Analisis Aspek Teknis Pembangkit Listrik Biogas di PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang Berikut ini dijelaskan proses pembangkitan energi listrik dari sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Biogas mulai dari proses pengolahan kotoran sapi menjadi biogas yang disebut sebagai Anaerobic Digestion, hingga proses perubahan biogas menjadi energi listrik yang siap digunakan. Berikut diagram alir (flowchart) proses-proses tersebut
Gambar 2. Biogas Power Generator Flow Chart Dari diagram alir di atas, dapat dijelaskan bahwa bahanbahan organik dalam hal ini kotoran sapi yang ditambahkan dengan air akan menjadi bahan baku utama proses Anaerobik. Proses tersebut dapat akan menghasilkan Gas Methan (CH4) dan zat sisa. Zat sisa proses Anaerobik dapat digunakan sebagai pupuk urea, sedangkan Gas Methan itulah yang disebut sebagai biogas. Biogas tersebut kemudian digunakan sebagai bahan bakar sebuah Generator Set (Genset) biogas yang terdiri dari sebuah Mesin Gas sebagai motor penggerak sebuah Generator. Mesin Gas tersebut menggunakan Oksigen (dari udara bebas) dan biogas sebagai bahan bakar proses pembakaran, dan menghasilkan karbon dioksida dan uap air sebagai zat hasil pembakaran. Energi listrik yang dihasilkan oleh generator dapat segera digunakan oleh penduduk/industri. d.
Kapasitas Biogas Sebagai Bahan Bakar Generator Listrik di PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang
Di PT. Greenfields Indonesia pada tahun 2013 terdapat tidak kurang dari 4000 ekor sapi. Sehingga penanganan limbahnya baik itu limbah padat maupun cair dalam bentuk feses dan urine yang dibuang, walaupun sebagian kotoran sapi (fases) terkadang digunakan penduduk sebagai pupuk, namun masih berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Diketahui bahwa seekor sapi dengan bobot 450 kg dapat menghasilkan limbah berupa fases dan urine lebih kurang 25 kg per hari. Untuk mengetahui proses konversi kotoran sapi menjadi biogas dapat dilihat dari tabel berikut yang didapatkan dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Tabel 2. Kandungan Bahan Kering dan Volume Gas yang Dihasilkan Tiap Jenis Kotoran
Jenis Gajah Sapi / Kerbau Kambing/ Domba Ayam Itik Babi Manusia
30 25 – 30
Kandungan Bahan Kering – BK (%) 18 20
1,13
26
0,040 – 0,059
0,18 0,34 7 0,25 – 0,4
28 38 9 23
0,065 – 0,116 0,065 – 0,116 0,040 – 0,059 0,020 – 0,028
Banyak Tinja (Kg/hari)
Biogas yang Dihasilkan (m3 / kg.BK) 0,018 – 0,025 0,023 – 0,040
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah potensi biogas yang dapat dihasilkan oleh limbah kotoran sapi yang berada di PT. Greenfields Indonesia melalui perhitungan sebagai berikut : Jumlah sapi di PT. Greenfields Indonesia berjumlah 4.000 ekor. 1 ekor sapi mampu menghasilkan 25 kg kotoran per hari. Maka, produksi kotoran sapi perhari di PT. Greenfields Indonesia adalah sebesar : 4000 x 25 = 100.000 kg / hari Kandungan bahan kering untuk kotoran sapi adalah 20 %, maka kandungan bahan kering total adalah : 100.000 x 0,20 = 20.000 kg.BK Sehingga, potensi biogas dari kotoran sapi di PT. Greenfields Indonesia adalah sebesar : 20.000 X 0,04 = 800 m3 / hari Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, untuk konversi biogas menjadi energi listrik : 1m3 biogas = 4,7 kWh energi listrik. Dengan demikian potensi energi listrik yang dihasilkan dari limbah kotoran sapi yang ada di PT. Greenfields Indonesia adalah : 800 m3 x 4,7 kWh = 3.760 kWh / hari dengan daya keluaran = 3.760 / 24 = 156,6 Kw Dengan kapasitansi 3.760 kWh / hari maka biogas dari kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan di PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang untuk pembangkit listrik isolated.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 e.
Perancangan Instalasi Pembangkitan Listrik Tenaga Biogas PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang Pada gambar di bawah ini, dapat dilihat layout rancangan sederhana dari instalasi pembangkit listrik biogas yang akan digunakan di PT. Greenfields Indonesia.
Gambar 3. Rencana Instalasi Pembangkit Biogas Penjelasan singkat dari rancangan instalasi di atas adalah : 1. Sebelum masuk digester, kotoran ternak dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1. 2. Kotoran ternak dialirkan menuju Reaktor (Digester) melalui saluran masuk (inlet) dan diaduk dengan menggunakan pengaduk mekanis. 3. Kemudian gas yang dihasilkan dari campuran kotoran dan air dialirkan menuju penampang gas, dengan diatur oleh valve pengatur tekanan. 4. Biogas dari penampung gas bisa digunakan pada generator biogas untuk kemudian menyalakan peralatan listrik. 5. Zat sisa proses Digesterisasi dapat digunakna langsung sebagai pupuk kandang atau diolah menjadi pupuk urea kemasan yang siap dijual atau dapat digunakan sebagai pakan ternak lele. Dan komponen-komponen pembangkit listrik biogas yang akan digunakan di PT. Greenfields Indonesia antara lain : Saluran Masuk Slurry ( Kotoran Segar dan Air ) Saluran ini digunakan untuk memasukan slurry sebagai bahan utama ke dalam reaktor (digester). Sistem Pengaduk Di PT. Greenfields Indonesia sistem pengadukan yang paling mungkin dilakukan agar kotoran segar dan air tercampur secara sempurna adalah dengan pengadukan mekanis. Reaktor ( Digester ) Reaktor yang digunakan untuk membangkitkan biogas di PT. Greenfields Indonesia menggunakan Tipe Kubah (fixed dome) dikarenakan model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia, dimana seluruh instalasi digester dibuat di dalam tanah dengan konstruksi permanen. Selain dapat menghemat tempat lahan, pembuatan digester di dalam tanah juga berguna mempertahankan suhu digester stabil dan mendukung pertumbuhan bakteri menthanogen, tekanan yang dihasilkan lebih stabil, dan mempunyai harga yang relatif lebih murah dan umurnya cukup panjang.. Volume total digester = (lama proses x aliran bahan) / 80 % 4000 ekor sapi @kotoran 25 kg/hari = 100.000 kg
Perbandingan air dan kotoran 1:1 (𝜌 𝑎𝑖𝑟 = 1 𝑘𝑔/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟) Maka aliran perhari adalah 100.000 kg kotoran + 100.000 liter air = 200.000 liter slurry Lama proses 10-40 hari Sehingga : Volume basah = 200.000 liter x 10 = 2.000.000 liter Volume total = (2.000.000) / 80% = 2.500.000 liter = 2.500 m3 Dengan proses pengisian yang digunakan adalah proses pengisian kontinyu Pembangunan digester yang ada di PT Greenfields Indonesia dengan volume total sebesar 2.500 m3 atau 12,8297 mega Btu dengan ukuran 40 x 31,25 x 2 atau dapat menggunakan 4 buah digester yang masing-masing digester memiliki volume total sebesar 625 m3 (20 x 15,62 x 2). Saluran Keluaran Residu Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi. Sesuai penjelasan sebelumnya, sisa pengolahan kotoran ini masih bisa digunakan sebagai pupuk kompos yang baik bagi tanaman karena terjadi penurunan COD sehingga kotoran mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran atau buah, terutama untuk konsumsi segar. Katup Pengaman Tekanan (Control Valve) Katup pengaman ini digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T, bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi dari kolam air, makagas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun. Saluran Gas Saluran gas ini disarankan terbuat dari polimer untuk menghindari korosi. Penampung Gas Penampung gas adalah sebuah ruang kedap udara yang digunakan sebagai tempat penyimpanan biogas yang telah dihasilkan dari proses biodigester sebelum disalurkan ke genset biogas. Besar volume total dari penampung-penampung gas, kurang lebih sama dengan perhitungan potensi biogas di PT. Greenfields Indonesia per-harinya yaitu 800 m3. Penampung gas yang akan digunakan di PLT Biogas PT. Greenfields Indonesia dibuat hanya satu yaitu digunakan untuk disalurkan ke genset biogas. Generator (Genset) Biogas Generator biogas yang akan digunakan di PT Greenfields Indonesia adalah generator dengan daya keluaran 200 kW sesuai dengan potensi biogas disana yang bisa mencapai 3.760 kWh/hari atau 156,6 kiloWatt perjamnya. Harga dari sebuah Generator Set 200 kW adalah rata-rata USD 13.000.
f.
Analisis Pembangunan Pembangkit Ditinjau dari Aspek Ekonomi Pada pembangunan Pembangkit tenaga Biogas, maka diambil asumsi secara umum bahwa akan dibangun
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 Pembangkit tenaga Biogas dengan kapasitas total 2x80 KW dengan faktor kapasitas 30% dan memiliki umur pembangkit 25 tahun. Tabel 3. Biaya Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Jenis Data Nilai Kapasitas Terpasang 2 x 80 Kw Umur Pembangkit 25 tahun Bahan Bakar Biogas Harga Investasi 128.000 USD Dari data Tabel 3 dapat kita lihat bahwa Capital Investment Cost atau biaya pembangunan adalah sebesar : Biaya Pembangunan =
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡
𝐼𝑛𝑠𝑡𝑎𝑙𝑙𝑒𝑑 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦
=
128.000 𝑈𝑆𝐷 2 𝑥 80 𝑘𝑊
= 800 USD / kW Dan berikut ini hasil perhitungan ekonomi investasi dari PLT Biogas di PT. Greenfields Indonesia Tabel 4. Perhitungan Biaya dengan Suku Bunga 6%, 9% dan 12% Suku Bunga Perhitungan 6% 9% 12 % Biaya Pembangunan 800 800 800 (USD/kW) Umur Operasi (Tahun) 25 25 25 Kapasitas (kW) 160 160 160 Biaya O&M 0,0041 0,0041 0,0041 (USD/kWh) Biaya Modal 0,023 0,031 0,039 (USD/kWh) Total Cost (USD/kWh) 0,0271 0,0341 0,0431 Harga Jual 0,028726 0,037169 0,048272 (USD/kWh) Kemampuan Daya Beli Energi Listrik Data kelistrikan dan kependudukan yang menjadi acuan adalah daya terpasang dan pendapatan per kapita Kecamatan Ngajum untuk mengetahui seberapa besar daya beli energi listrik masyarakat Kecamatan Ngajum. Dengan input data sebagai berikut : Pendapatan per kapita setiap bulan = Rp 1.215.000 Dengan mengasumsikan dalam 1 rumah tangga terdapat 4 anggota keluarga sehingga didapat : Pendapatan rumah tangga = Rp 1.215.000 x 4 = Rp 4.860.000 Dengan diasumsikan pengeluaran rumah tangga untuk energi listrik rata-rata adalah 8%, maka pengeluarannya sebesar Rp 388.800. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai daya beli masyarakat :
𝑅𝑝 388.800 𝑅𝑝 191.651
x Rp 605/kWh = Rp 1.227,35 / kWh
Dimana Rp 191.651 adalah rata-rata biaya total pemakaian listrik, dan Rp 605 adalah harga rata-rata energi listrik per kWh Dengan daya beli listrik rumah tangga sebesar Rp 1.227,35 maka harga jual energi listrik dari energi terbarukan biogas mampu dibayar oleh masyarakat karena rata-rata harga jual energi listrik yang berasal dari energi terbarukan biogas masih dibawah daya beli untuk listrik rumah tangga.
Sebagai acuan, harga jual listrik yang direncanakan adalah sebesar Rp 1.000/kWh. Harga jual ini lebih rendah dari kemampuan daya beli energi listrik rumah tangga yaitu Rp 1.227,35, sehingga harga jual Rp 1.000/kWh dapat dijangkau oleh masyarakat Kabupaten Malang. Pendapatan Pertahun (Cash In Flow / CIF) Jumlah pendapatan per tahun / Cash In Flow (CIF) dapat dihitung dari kWhoutput dan selisih harga jual listrik yang ditetapkan dengan harga jual listrik pembangkit. Persamaan pendapatan pertahun dinyatakan sebagai berikut: CIF = kWhoutput x (Rp 1.000 – HJ) 1) Untuk Suku Bunga i = 6% CIF = 420.480 x (Rp 1.000 – Rp 330,35) = Rp 281,5 juta/tahun 2) Untuk Suku Bunga i = 9% CIF = 420.480 x (Rp 1.000 – Rp 427,44) = Rp 240,7 juta/tahun 3)Untuk Suku Bunga i = 12% CIF = 420.480 x (Rp 1.000 – Rp 555,13) = Rp 187,1 juta/tahun
Nilai Awal Proyek (Net Present Value / NPV) Metode Net Present Value (NPV) ini menghitung jumlah nilai sekarang dengan menggunakan Discount Rate tertentu dan kemudian membandingakan dengan investasi awal (Initial Investment). Selisihnya disebut NPV. Apabila NPV tersebut positif, maka usulan investasi diterima, dan apabila negatif ditolak. Dari hasil perhitungan,untuk mencapai nilai positif tampak bahwa pada suku bunga 6% lebih cepat yaitu pada tahun ke-7 dibandingkan dengan suku bunga 9% mencapai nilai positif pada tahun ke-9. Sedangkan suku bunga 12% nilai NPV-nya negatif. Hal ini berarti investasi untuk PLT Biogas Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang tersebut layak dilaksanakan untuk suku bunga 6%.
Laba Investasi (Return of Investment / ROI) Return of Investment adalah kemampuan pembangkit untuk mengembalikan dana investasi dalam menghasilkan tingkat keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa dengan suku bunga 6%, dana investasi dapat dikembalikan pada tahun ke-6 sejak PLT Biogas beroperasi. Sedangkan dengan suku bunga 9% investasi dapat dikembalikan pada tahun ke7 dan untuk suku bunga 12% dan investasi dapat dikembalikan pada tahun ke-8 sejak PLT Biogas beroperasi.
g.
Perbandingan Energi Pembangkitan PLT Biogas Sebagai acuan untuk mengetahui perbandingan energi pembangkit tiap PLT Biogas dengan kotoran hewan berbeda sesuai dengan jumlah hewan di Indonesia, maka dapat disimpulkan apakah pembangkit PLT Biogas dari kotoran sapi di Indonesia lebih berpotensi untuk ketersediaan energinya dibandingkan dengan PLT Biogas dari kotoran hewan yang lain. Kotoran hewan yang digunakan adalah kotoran gajah, babi, dan itik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 Tabel 6. Perbandingan Energi PLT Biogas dari Kotoran Sapi, Gajah, Babi, Itik dan Manusia Berdasarkan Energi yang Dihasilkan Potensi Banyak Uraian Jumlah Energi Listrik tinja(kg/hari) (kWh/hari) Sapi 4.000 ekor 100.000 3.760 Gajah 4.000 ekor 120.000 2.538 Babi 4.000 ekor 28.000 698,79 Itik 4.000 ekor 1.360 281,76 4.000 Manusia 1.600 48,4 manusia Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan jumlah hewan dan manusia yang sama, potensi energi listrik yang dihasilkan oleh kotoran sapi lebih tinggi dari pada kotoran gajah, babi, itik dan manusia. Analisa Pembangunan Pembangkit Ditinjau dari Aspek Lingkungan - Clean Development Mechanism (CDM) Sebuah PLT Biogas dapat berpartisipasi di dalam mekanisme CDM. Dengan nilai carbon tax sebesar 0,045 USD/kWh, maka untuk PLT Biogas PT. Greenfields Indonesia desa Babadan kecamatan Ngajum Malang dengan produksi energi 420.480 kWh/Tahun, maka nilai carbon tax yang dapat diambil adalah sebesar 18.921,6 USD atau sama dengan Rp 217.598.400,h.
i. Analisa Keputusan dalam Penggunaan Energi Terbarukan Analisa ini ditinjau dari segi teknis, segi ekonomis, dan segi lingkungan, di mana didalamnya terdapat uraian khusus faktor-faktor yang dipengaruhinya. Dari berbagai uraian-uraian dan analisa yang ditetapkan Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi 2007 maka teknologi pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan sumber energi biogas dari kotoran sapi layak untuk digunakan sebagai sumber energi terbarukan khususnya di PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Semakin menipisnya persediaan energi berbahan bakar fosil di Indonesia dan mahalnya energi fosil alternatif, maka perlu diciptakan energi baru yang tidak akan habis dan harga terjangkau, salah satunya yakni dengan energi biogas. Biogas memiliki prospek yang baik sebagai energi alternatif pengganti energi tidak terbarukan di Indonesia. Energi Biogas jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber energi bahan bakar fosil. 2. Di PT. Greenfield Indonesia desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang, pemanfaatan biogas dengan menggunakan kotoran sapi sangat potensial. Seperti diketahui kotoran sapi perhari dapat mencapai 25 kg, dengan jumlah sapi sebanyak 4.000 ekor berpotensi menghasilkan energi listrik sebesar 3.760 kWh/hari atau 12,8297 mega Btu. Jika dibandingkan dengan sumber biogas lainnya seperti kotoran gajah (2.538 kWh/hari), babi (698,79 kWh/hari), itik (281,76 kWh/hari) dan manusia (48,4 kWh/hari) potensi energi listrik yang
3.
dihasilkan oleh kotoran sapi lebih tinggi dari pada sumber-sumber tersebut. Dengan daya beli listrik rumah tangga sebesar Rp 1.227,35/kWh dibandingkan dengan harga jual energi listrik dari biogas sebesar Rp 1.000/kWh maka masyarakat di desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang mampu membeli energi listrik dengan bahan bakar biogas tersebut. Selain itu, jika dilihat dari parameter-parameter dalam analisa keputusan yaitu dari aspek teknis, aspek ketersediaan energi, ekonomis dan aspek lingkungan yang terdiri dari penanganan limbah dan akibat pencemaran terhadap makhluk hidup didapatkan total perhitungan aspek-aspek tersebut sebesar 23, maka Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan menggunakan kotoran sapi layak untuk dikembangkan di PT. Greenfields Indonesia Desa Babadan Kabupaten Ngajum Malang.
DAFTAR PUSTAKA [1] Kajian Indonesia Energy Outlook, Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012 [2] Mahmudsyah, Syariffuddin., Makalah Global Energy Issue, Surabaya, 2013. [3] Diela, Tabita. “2025-Target Indonesia Menekan Konsumsi Energi Tak Terbarukan”, Harian Kompas, Jakarta, 15 Mei, 2014 [4] Waskito, Didit., Analisa Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan Kotoran Sapi di Kawasan Ternak Sapi, Universitas Indonesia, 2011 [5] BPPT 2013, Outlook Energi Indonesia, 2013 [6] Widodo, Teguh Wikan., Ana, N., Asari, A. dan Elita, R., Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian Untuk Energi Biogas, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, 2009 [7] Handbook of Energy Statistic in Japan , 2009 [8] Hanif,Andi., Studi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Listrik 10KW Kelompok Tani Mekarsari Desa Dander Bojonegoro Menuju Desa Mandiri Energi, ITS, 2010 [9] PT PLN (Persero) Wilayah Malang, Statistik PLN Malang 2012 [10] Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014, Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara, 2014 [11] Biogas Digest, Volume I, Biogas Basics, Information and Advisory Service on Appropriate Technology (ISAT) and GATE in Deutsche Gesellscharft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ), GmbH [12] Chengdu Biogas Research Institute, Chengdu China, 1989 [13] Sorensen, Bent., Renewable Energy Conversion, Transmission and Storage, Juni, 2007 [14] BPS Kabupaten Malang, Statistik Daerah Kabupaten Malang, 2013 [15] Hasil-hasil Pembangunan Kabupaten Malang, Kabupaten Malang, 2010 [16] IPM Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, Jawa Timur, 2013 [17] http://www.greenfieldsmilk.com [18] Dongying Shengdong Dynamoelectric Facility Co., Ltd.