PEMANFAATAN GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MENGGAMBAR ILUSTRASI BAGI SISWA SEKOLAH DASAR Kamsidjo B.U. * Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa SD dalam menggambar ilustrasi dengan menggunakan gambar sebagai media pengajaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dengan desain penelitian action research tiga siklus. Lokasi penelitian adalah SD Bojong Salaman 04 Semarang dengan menggunakan 44 siswa kelas IV sebagai sasaran penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik pengamatan, wawancara, serta menggunakan teknik tes. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan hasil belajar menggambar siswa SD mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rerata hasil belajar menggambar siswa dalam setiap siklusnya. Dari segi motivasi, melalui penggunaan media gambar, siswa tampak lebih lancar, berani, dinamis, serta bebas dalam aktivitas proses menggambar. Siswa dapat lebih menikmati aktivitas menggambarnya dengan maksimal, tanpa diselimuti perasaan takut untuk berkreasi yang juga berarti menunjukkan adanya peningkatan motivasi. Berdasarkan simpulan tersebut saran yang diajukan adalah perlunya pemahaman berkait dengan perkembangan menggambar siswa pada saat mengalami krisis sebab mereka sangat membutuhkan bimbingan dan pertolongan guru sesuai dengan tuntutan perkembangan jiwanya. Kata kunci: gambar ilustrasi, media pengajaran, motivasi, hasil belajar.
Pendahuluan Menurut kurikulum 2004, keberadaan pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar (SD) masih bergabung dalam materi Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertakes). Demikian pula dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan materi pendidikan seni rupa merupakan bagian dari pendidikan seni. Materi ini diberikan di SD atau sederajat bertujuan untuk menumbuhkan kepekaan rasa keindahan (estetika) dan artistik sehingga membentuk sikap kreatif, apresiatif, dan kritis guna memperoleh pengalaman berapresiasi dan berkreasi serta menghasilkan suatu produk berupa benda yang bermanfaat langsung (Depdiknas 2004:48). Namun di lapangan situasi pengajarannya masih mengalami situasi dilematis, terutama di bidang pendidikan seni rupa secara umum belum sesuai dengan harapan. Pendidikan seni rupa di sekolah-sekolah umum masih merupakan suatu hal yang asing. Hal ini disebabkan oleh tradisi cara mengajar yang monoton. Para pelaksana
*
Penulis adalah dosen Seni Rupa FBS UNNES, seorang Magister Pendidikan Seni
pendidikan seni rupa masih enggan untuk melakukan pembaruan-pembaruan, praktik pengajaran seperti itu berlangsung hingga sekarang. Ismiyanto dkk (1998) mengatakan bahwa kondisi pengajaran pendidikan seni rupa di SD belum menggambarkan kondisi sebagaimana yang diharapkan, meski telah mengalami perubahan kurikulum 1984 menjadi 1994. Senada dengan hasil penelitian tersebut dinyatakan pula oleh Syafii (2005) bahwa walaupun menurut struktur kurikulum dan jadwal pelajaran, pendidikan seni rupa harus diajarkan dalam setiap minggu oleh guru, tetapi amat sedikit
(nyaris
tidak
ada) guru yang melaksanakannya. Alasan guru tidak
melaksanakan pengajaran seni rupa di kelas adalah (1) aktivitas seni rupa, dalam hal ini menggambar, sangat memerlukan bakat, (2) keterbatasan kemampuan guru dalam memberikan contoh kepada siswa di depan kelas, dan (3) adanya anggapan bahwa pelajaran menggambar dianggap tidak penting. Di samping itu, ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengajaran seni rupa yakni kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dan kondisi kemampuan siswa. Umumnya guru seni rupa di SD hanya berlatar belakang pendidikan SLTA, SPG, dan sejenisnya, sehingga secara akademis mereka belum memiliki bekal yang cukup tentang wawasan pendidikan seni rupa. Fenomena ini tampaknya menjadi awal permasalahan yang sangat serius dalam pengajaran seni rupa sehingga dalam pelaksanaannya menjadi rawan penyimpangan. Pendidikan seni rupa bagi siswa SD tidak lagi berfungsi sebagai sarana pengembangan potensi siswa, tetapi sebaliknya menjadi beban berat bagi siswa. Karena itu, perkembangan potensi siswa, baik cipta, rasa, dan karsanya menjadi terganggu. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan seni yang dikemukakan oleh Sudarso (1972:19) bahwa esensi tujuan pendidikan seni ialah (1) mengembangkan sensitivitas dan kreativitas, (2) memberikan fasilitas kepada siswa untuk berekspresi lewat seni rupa, dan (3) melengkapi siswa dalam membentuk pribadinya yang sempurna dalam kehidupan masyarakat. Pengajaran seni rupa (menggambar) di SD juga belum didesain dengan konsep pengajaran pendidikan seni rupa yang ideal. Hal ini berdampak pada kurang berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pendidikan seni rupa. Di sisi lain, hasil menggambar siswa juga masih memiliki banyak keterbatasan. Siswa yang memiliki keterampilan dasar menggambar masih sangat terbatas, padahal aspek keterampilan dasar menggambar memiliki peran penting dalam menunjang kelancaran aktivitas menggambar. Menggambar dengan motivasi yang tinggi dapat berfungsi sebagai sarana yang kondusif bagi perkembangan potensi jiwa siswa secara optimal. Dengan
demikian, pengajaran siswa dalam bidang seni rupa (menggambar) memerlukan penguasaan metode yang memiliki sifat khas, berbeda dengan metode pengajaran mata pelajaran lain. Dalam hubungan ini Salam (2001a:109) menyatakan, bahwa metode khusus pengajaran seni rupa (menggambar) di sekolah menyangkut tiga hal pokok, yakni: (1) pemberian motivasi, (2) pembimbingan dalam berkarya, dan (3) pembimbingan dalam mengamati gejala keindahan. Perlu ditekankan pula bahwa keefektifan kegiatan belajar mengajar seni rupa tidak semata-mata ditentukan oleh derajat kepemilikan potensi siswa melainkan lingkungan, terutama guru yang profesional juga mempengaruhi keberhasilan kegiatan pengajaran seni rupa (Anni 2004:1). Ditekankan pula oleh Soeparwoto (2004:19) bahwa peran guru dapat menentukan dalam memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan dan cara yang sesuai dengan minat berkaryanya. Sementara itu menggambar ilustrasi bagi siswa SD khususnya di kelas IV sebagaimana yang diharapkan pada kurikulum, merupakan bentuk kegiatan menggambar yang relatif baru, terutama dalam merangkai suasana peristiwa yang menceritakan suatu kejadian secara runtut. Untuk itu, dalam memicu aktivitas menggambar ilustrasi, terlebih dulu siswa perlu diberikan pengetahuan dan persepsi tentang gambar ilustrasi dengan jelas. Dalam hal ini peran media menjadi sangat penting. Misalnya, penyedian media dua dimensi berupa gambar ilustrasi yang sudah jadi sebagai media pengajaran menggambar ilustrasi siswa SD. Penyajian media pengajaran yang tepat membuat siswa dapat mengamati dan mencermati bentuk gambar ilustrasi secara seksama. Adanya informasi yang intensif dan lengkap, memuat siswa menjadi lebih tertarik dan dapat mendorong semangat mereka dalam menggambar. Dari fenomena tersebut, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah berapa besar peningkatan motivasi dan hasil belajar menggambar siswa SD dengan menggunakan gambar sebagai media pengajaran pada pengajaran menggambar ilustrasi? Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa SD dalam menggambar ilustrasi dengan menggunakan gambar sebagai media pengajaran. Manfaat yang diharapkan adalah memberikan solusi dalam pengajaran seni rupa di SD. Harapannya, agar prestasi menggambar siswa SD yang sedang mengalami perkembangan menggambar ke arah awal realisme dapat meningkat.
Tinjauan Pustaka Mengkaji dunia seni rupa siswa berarti mengkaji ihwal menggambar bagi anak-anak. Pernyataan ini tidak berlebihan karena dalam kehidupan ekspresinya yang dinamis, siswa senantiasa ingin mengungkapkan ide/gagasannya dengan cara menggambar, di mana dan kapan pun tetap mereka lakukan. Kegiatan menggambar bagi anak-anak merupakan jenis kegiatan seni rupa yang paling populer (Garha 1975 : 24). Gambar ilustrasi merupakan gabungan kata dari kata gambar dan kata ilustrasi. Kata ilustrasi berasal dari bahasa Belanda yakni ilustratie ‘hiasan dengan gambar atau perbuatan sesuatu yang jelas’. Dilihat pada karya cetak, ilustrasi memiliki fungsi untuk menambah kejelasan pada bagian bacaan atau menghiasinya. Misalnya, bermacam-macam jenis gambar seperti : karikatur, gambar manusia, binatang, diagram, foto, dan bagan yang terdapat dalam sebuah buku ataupun majalah dapat dikategorikan juga sebagai ilustrasi. Dengan kata lain, gambar ilustrasi merupakan alat bantu untuk memberikan penjelasan atau kejelasan isi suatu naskah (Kamaril 1999:426). Atas dasar definisi tersebut gambar ilustrasi dapat dikatakan sebagai gambar yang memiliki ciri-ciri antara lain : sifat gambarnya sederhana, coretannya jelas, serta memberi daya tarik yang dapat mempengaruhi perasaan pembaca. Menurut Salam (1993:1), gambar ilustrasi berfungsi untuk membuat terang dan jelas dengan menunjukkan contoh-contoh khususnya dengan menggunakan bentuk-bentuk gambar, diagram atau memberi hiasan dengan gambar-gambar. Misalnya, gambar ilustrasi pada sebuah pelajaran biologi digunakan dalam menjelaskan bentuk metamorfosa pada seekor kodok. Gambar ilustrasi seekor kodok ini dimulai dari telur hingga menetas menjadi seekor berudu. Secara kronologis, gambar menunjukkan perubahan bentuk fisik berudu dari umur 1 hari, berumur 3 hari, berumur 10 hari, berumur 5 minggu, berumur 7 minggu dan terakhir berumur 10 minggu. Sementara itu, menggambar ilustrasi untuk tingkat anak-anak berfungsi sebagai media pengertian dan pengetahuan sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Dengan gambar ilustrasi anak-anak dapat menceritakan pengetahuan dan pengalaman yang terjadi di sekitar kehidupan anak. Gambar ilustrasi juga sering disebut gambar penjelasan, gambar pendamping cerita, atau gambar adegan. Dalam menggambar ilustrasi siswa diharapkan mampu menceritakan sesuatu ide atau cerita melalui gambar. Hal ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan anak dalam berkomunikasi (Salam 2001b:48).
Fungsi ilustrasi juga diuraikan oleh Kusmiyati (dalam Muharar 2003:3) yang mengatakan bahwa ilustrasi merupakan suatu cara untuk menciptakan efek atau memperlihatkan suatu subjek atau tujuan, yakni: (1) untuk menggambarkan suatu produk atau suatu ilusi yang belum pernah ada; (2) menggambarkan kejadian atau peristiwa yang agak mustahil, misal gambar sebuah pohon yang memakai sepatu; (3) memperjelas komentar, biasanya komentar editorial berbentuk
kartun
atau
karikatur; dan (4)
menggambarkan suatu secara rinci, misalnya ilustrasi bagian tumbuhan. Berdasarkan paparan tentang gambar ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi ilustrasi adalah untuk menyajikan gambaran secara grafis dari suatu subjek. Selain itu, gambar ilustrasi juga dapat dipahami sebagai sebuah cerita ataupun peristiwa suatu maksud (ide) sehingga untuk lebih menarik penampilan kadang ide atau subjek digambar secara berlebihan. Tokoh pendidikan seni dari ISI Yogyakarta, Soedarso (1972:29) menyatakan bahwa ekspresi menggambar bagi anak-anak sekolah memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan pribadinya, misalnya mengembangkan sensitivitas dan kreativitas. Secara umum dampak tersebut dapat dirasakan siswa begitu penting karena berguna dalam (1) kelancaran di dalam menanggapi sesuatu masalah ide atau materi, setiap persoalan yang dihadapi dapat ditanggapi dengan cepat dan tepat, (2) mudah menyesuaikan diri terhadap setiap situasi, (3) berpikir secara integral, dapat menghubung-hubungkan satu sama lain dan membuat analisis yang tepat. Namun demikian, secara alami ada momentum yang bersifat krusial, dalam perkembangan ekspresi menggambar siswa. Hal ini merupakan saat yang rawan bagi kelangsungan kehidupan ekspresi menggambarnya dan berdampak pada terjadinya hambatan perkembangan pribadi siswa. Selanjutnya, masa ini disebut masa kritis. Utomo (1981:79) menyatakan bahwa masa kritis itu terjadi pada siswa usia sekitar 9 – 10 tahun atau + kelas III dan IV Sekolah Dasar. Pada saat itu kehidupan ekspresi menggambar
siswa
mengalami
hambatan
karena
antara
harapan
dan
hasil
menggambarnya tidak sama. Bahkan, gairah ekspresi menggambarnya menurun. Feld (dalam Utomo 1981:71) menegaskan bahwa masa kritis ini terjadi berkat meningkatnya kemampuan intelektual mereka. Rasio mulai digunakan di samping emosi subjektifnya. Pada masa ini mereka sudah meninggalkan cara-cara menggambar yang tidak realistis, gambar yang dilebih-lebihkan dan bersifat subjektif. Pada saat kritis ini kesadaran siswa sudah mulai gelisah dan secara kritis mampu mengontrol antara pengamatan dan hasil-hasil gambar masa lalu.
Menurut San (dalam Utomo 1981:15), ekspresi menggambar bagi siswa merupakan kebutuhan yang mendesak. Jika tangannya sedang memegang pensil, mereka dengan senang hati menggambar sambil berkata-kata, bernyanyi-nyanyi, membuat gambar di sembarang tempat, seperti di meja, kursi, tembok, jendela dan seterusnya. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa dalam keadaan yang wajar, ekspresi itu dapat dilukiskan sebagai perasaan batin seseorang dan sifat ekspresi itu selalu bertambah karena dorongan akan menjelmakan perasaan dan buah pikiran. Dipaparkan pula bahwa kehidupan ekspresi menggambar siswa sebelum usia masa kritis tampak sangat lancar. Siswa melakukan kegiatan menggambar di sembarang tempat dengan senang hati, tanpa dihinggapi perasaan takut salah. Namun, ketika masa kritis tidak demikian halnya. Jika masa kritis itu dapat terlampaui dengan selamat, kehidupan ekspresi menggambar siswa dapat berjalan lancar kembali. Pada usia 2 sampai dengan 8 tahun kegiatan berekspresi siswa dapat berjalan lancar, tetapi pada usia 9 – 10 tahun yakni pada masa kritis terjadi gangguan kegiatan berekspresi. Pada usia 11 tahun ke atas kehidupan ekspresi menggambar siswa dimungkinkan dapat berjalan lancar atau bahkan dimungkinkan tidak lancar. Hal ini sangat bergantung pada cara-cara pembinaan yang diberikan guru kepada siswa terutama pada masa-masa kritis.. Memperhatikan secara kritis tentang pengajaran menggambar bagi siswa sekolah dasar bersifat sangat urgen, maka sangat bijak bila dilakukan upaya-upaya terbaik dalam menyiasati pengajaran mereka guna memperoleh cara-cara pengajaran menggambar yang bersifat efektif dan efisien. Untuk itu, diperlukan formula-formula yang tepat bagi perkembangan pribadi siswa secara optimal. Salah satu formula tersebut dapat berupa penggunaan gambar sebagai media pengajaran. Berangkat dari keinginan siswa untuk menggambar secara realistis tetapi kemampuannya belum berkembang, menyebabkan motivasi menggambar anak menurun. Bagi yang memahami sebenarnya hal itu merupakan peristiwa yang wajar, sebab pada masa itu terjadi masa transisi pada anak, dari cara menggambar yang bersifat subyektif berubah ke arah menggambar secara obyektif. Melalui pemanfaatan gambar yang sesuai sebagai media konkret untuk membangkitkan motivasi menggambar bagi anak serta secara rinci menunjukkan teknik-teknik penyajian gambar agar lebih obyektif representatif melalui gambar yang sesuai dengan bimbingan yang tepat, sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran kegiatan menggambar bagi anak. Demikian pula adanya peningkatan motivasi menggambar pada anak akan dapat pula meningkatkan hasil belajarnya.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan atau action research. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah SD Bojong Salaman 04 Semarang dengan menggunakan 44 siswa sebagai sasaran penelitian yang merupakan jumlah keseluruhan siswa kelas IV SD Bojong Salaman 04 Semarang. Pemilihan siswa kelas IV SD ini didasarkan atas pertimbangan bahwa mereka itu telah memasuki masa kritis. Pada anak seusia inilah kemampuan menggambar pada fase berikutnya sangat ditentukan. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik tes dan nontes. Teknik tes ini berupa tes menggambar ilustrasi yang dikenankan pada tiap siklusnya. Teknik nontes berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi dari proses (kinerja) siswa dalam menggambar ilustrasi. Prosedur penelitian diawali dengan mengadakan pretes, yakni siswa diberi tes menggambar ilustrasi bertema ceritera rakyat “Timun Emas” untuk mengetahui kondisi awal siswa berkaitan dengan motivasi dan kemampuan menggambarnya. Kondisi tersebut dijadikan tolok ukur untuk merancang tindakan pada siklus I, demikian seterusnya sampai pada siklus III. Pada siklus I dirancang dan dilaksanakan pengajaran menggambar ilustrasi yang bertujuan agar siswa dapat menggambar ilustrasi ceritera Timun Emas berdasarkan pemahaman yang telah dimilikinya setelah guru menjelaskan pengertian gambar ilustrasi dan menunjukkan media gambar yang telah disiapkan (berdasarkan aspek kognitif). Berdasarkan refleksi siklus I pada siklus II dirancang dan dilaksanakan pengajaran menggambar berdasarkan kadar intensitas penghayatan terhadap gambar ilustrasi ceritera Timun Emas melalui pemberian apresiasi atau penghayatan terhadap isi ceritera gambar peraga yang telah disiapkan (aspek afektif). Selanjutnya pada siklus III dengan berdasar pada aspek psikomotorik dan refleksi siklus II, dirancang dan dilaksanakan pengajaran menggambar ilustrasi dengan penekanan teknik-teknik menggunakan media gambar melalui contoh gambar dan mendemonstrasikan penggunaan bahan dan alat.
Adapun prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Pretes
P
R
SIKLUS I
O
P
T
R
SIKLUS II
P
T
R
SIKLUS III
O
T
O
Keterangan: P = Persiapan T = Tindakan Pelaksanaan O = Observasi R = Refleksi
Setelah data diperoleh, data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Melalui analisis statistik deskriptif diharapkan dapat menunjukkan ada tidaknya peningkatan motivasi dan hasil belajar menggambar ilustrasai siswa SD. Hasil Penelitian Dari jumlah 44 siswa yang dijadikan sasaran penelitian, diperoleh 41 siswa yang mendapatkan nilai motivasi berkisar 41 – 60 atau berpredikat cukup. Sementara pada nilai 61 – 40 atau berpredikat baik jumlah siswanya sebanyak 3 siswa. Dengan demikian, sebagian besar motivasi siswa pada saat pretes masih dikatakan cukup. Untuk aspek hasil belajar menggambar siswa, pada saat pretes masih menunjukkan hasil yang cukup juga. Hal ini ditunjukkan dengan 34 siswa menempati nilai 41 – 60 yakni yang berpredikat cukup. Sementara pada nilai yang berkategori 61 – 80 atau berkategori baik berjumlah 10 siswa. Berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh siswa pada pretes dapat dikatakan bahwa motivasi dan hasil belajar menggambar siswa masih dalam kategori cukup. Pada siklus I nilai motivasi siswa telah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pretes. Siswa yang mendapat nilai motivasi berpredikat cukup (41-60) hanya berjumlah 9 siswa. Jumlah siswa yang mendapat nilai motivasi berpredikat baik (61–80) sebanyak 35 siswa. Dari sini dapat dilihat bahwa motivasi siswa semakin menunjukkan peningkatan bila dibandingkan pada saat pretes. Semula motivasi siswa pada saat pretes ada 41 siswa yang memiliki motivasi cukup pada siklus I ini berkurang, yakni hanya ada 9 siswa yang memperoleh predikat cukup. Dibandingkan dengan motivasi siswa pada saat pretes, jumlah ini menunjukkan bahwa motivasi siswa pada siklus I terdapat perbaikan yang cukup signifikan.
Dilihat dari hasil belajar menggambarnya, nilai yang diperoleh oleh siswa SD ini juga mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya siswa yang mendapatkan nilai berpredikat baik (61-80) sebanyak 22 siswa dan siswa yang mendapatkan nilai berpredikat cukup (41-60) berjumlah 22 siswa. Berlanjut dari kondisi yang terjadi pada pretes dan siklus I, pada siklus II seluruh siswa SD kelas IV yang menjadi sasaran penelitian terus menunjukkan peningkatan dan perubahan. Siswa yang memiliki motivasi menggambar dengan predikat baik (61–80) berjumlah 38 siswa, sedangkan hasil belajar menggambarnya berjumlah 35 siswa. Sementara itu, nilai motivasi dan hasil belajar menggambar siswa yang memperoleh predikat cukup (41-60) sebanyak 6 siswa untuk motivasi cukup dan 8 siswa untuk hasil karya dalam katagori cukup. Bahkan, pada siklus II ini terdapat juga satu siswa yang mampu mencapai hasil belajar menggambar sangat baik (81-100). Dengan demikian, pada siklus II, baik motivasi dan hasil belajar menggambar siswa dapat dikatakan semakin menunjukkan peningkatan. Pada siklus III yang merupakan siklus penyempurnaan dari siklus-siklus sebelumnya menunjukkan peningkatan yang signifikan juga. Pada siklus III ini nilai siswa tidak ada yang memperoleh nilai berkategori cukup. Mereka hanya memperoleh nilai yang berpredikat baik (61-80) dan nilai yang berpredikat sangat baik (81-100). Nilai motivasi dan hasil belajar menggambar yang memperoleh predikat nilai sangat baik berjumlah 7 siswa untuk motivasi dan 11 siswa untuk hasil belajar menggambarnya. Sementara yang memiliki motivasi dan hasil belajar menggambar berpredikat baik masing-masing berjumlah 37 siswa, dan 33 siswa. Dari angka-angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan nilai sangat baik, baik dari segi motivasi maupun hasil belajar menggambar, semakin meningkat (bandingkan dengan siklus sebelumnya). Untuk lebih jelas gambaran jumlah siswa yang mengalami peningkatan motivasi dan hasil belajar menggambar siswa SD kelas IV Bojong Salaman 04 Semarang dapat dilihat tabel berikut ini.
Tabel 1. Jumlah Siswa dalam Perolehan Skor Pretes, Siklus I, II, dan III Perolehan Predikat Nilai 81 – 100 SB 61 – 80 B 41 – 60 C 21 – 40 K 1 - 20 SK Jumlah
Pretes M 3 41 44
Siklus I HB 10 34 44
M 35 9 44
HB 22 22 44
Siklus II M HB 1 38 35 6 8 44 44
Siklus III M HB 7 11 37 33 44 44
Keterangan : M : Motivasi HB : Hasil belajar SB : Sangat Baik, B : Baik, C : Cukup, K : Kurang, dan SK : Sangat Kurang
Jika dilihat dari nilai yang diperoleh siswa, rerata nilai siswa dari tiap-tiap kategori penilaian pengajaran menggambar ilustrasi dapat dipaparkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 2. Rerata Nilai Siswa pada Pretes, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Variabel Motivasi Hasil Belajar
Pretes 60.8 62.7
Siklus I 69.5 66.7
Siklus II 73.6 72.5
Siklus III 80.1 77.9
Tabel 2 menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam menggambar ilustrasi mengalami peningkatan, dimulai pada pretes yang memperoleh 60,8, siklus I sebesar 69,5, siklus II sebesar 73,6, dan siklus III menjadi 80,1. Sementara pada hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari setiap tahapnya, dimulai pada pretes yang memperoleh 62,7 meningkat menjadi 66,7 pada siklus I. Pada siklus II juga memperlihatkan peningkatan yang semula 66,7 menjadi 72,5. Peningkatan rata-rata nilai siswa dapat dilihat hingga siklus III yang mencapai rerata nilai siswa sebesar 77,9. Dengan demikian, motivasi dan hasil belajar menggambar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya.
Pembahasan Sebuah karya gambar baru tampak jika diwujudkan melalui media garis, warna, tekstur, bidang, volume, dan ruang. Persolan utama kegiatan menggambar siswa SD kelas IV adalah berkaitan dengan kemampuan menggambar yang masih lemah untuk mengungkapkan perasaan/ide sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualitasnya dan kesadaran untuk menyatakan obyek sesuai dengan yang dilihatnya. Persoalan teknik yang
berkaitan dengan penggunaan alat, bahan, serta prosedur pembuatan sesuai dengan kesadaran obyektifnya juga diperlukan. Seorang siswa yang telah memiliki banyak pengalaman menggunakan bahan dan alat gambar serta mengikuti prosedur akan dapat melewati proses menggambar dengan mudah dan lancar. Sementara siswa yang belum memiliki banyak pengalaman bergulat dengan alat gambar akan menemukan kesulitan dalam proses berkarya. Kelancaran aktivitas menggambar siswa sangat bergantung pada penguasaan teknik menggambarnya. Teknik menggambar yang baik akan berdampak positif pada kegiatan menggambarnya. Dampak positif tersebut dapat berupa kelancaran menyatakan ide, penuh konsentrasi, rasa senang, bahkan siswa dapat menikmati aktivitas menggambarnya. Selain itu, siswa dapat memanfaatkan waktu dalam menyelesaikan tugas menggambarnya dengan tepat waktu. Untuk siswa yang telah memiliki bekal pengalaman menggunakan alat menggambar umumnya mereka telah memiliki sifat-sifat yang terampil dan penuh tanggung jawab. Hal ini secara sadar mereka buktikan dengan kesiapan mereka menyediakan bahan dan alat gambar. Kematangan pengalaman teknik menggambar sangat berpengaruh pada sifat-sifat siswa yang tangkas dan terampil menggunakan peralatan gambar yang digunakan, seperti pastel, cat air, dan sebagainya. Siswa juga terampil mengungkapkan perasaan untuk membentuk garis, bidang, dan warna. Focus bahasan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yang pertama tentang motivasi anak SD kelas IV dalam menggambar ilustrasi, dan yang kedua adalah hasil belajar menggambar ilustrasi yang dibuatnya. Motivasi sebagai dasar kegiatan menggambar bagi siswa
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
terhadap
kelancaran
kegiatan
menggambarnya. Kelancaran dalam menggambar para siswa di kelas menjadikan proses pengajaran lebih efisien. Selain itu motivasi yang kuat yang berhasil ditumbuhkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan kata lain, motivasi siswa menjamin efektivitas pembelajaran. Pemanfaatan gambar sebagai media pengajaran untuk memperjelas pemahaman, meningkatkan apresiasi dan penghayatan, serta memberikan contoh konkret bermacam teknik dalam menggambar ilustrasi sebagai alat bantu guru dalam proses pembimbingan siswa, yang dilaksanakan melalui penelitian dengan tiga siklus tindakan menunjukkan hasil yang signifikan untuk mengembangkan kualitas pengajaran menggambar ilustrasi bagi anak SD kelas IV sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dari hasil observasi peneliti selama tindakan, mulai pretes hingga siklus I, II, dan III, dapat dikemukakan bahwa aktivitas menggambar pada pretes sebagai proses awal dalam menggambar pada umumnya masih menunjukkan gejala ketidaklancaran. Hal ini ditandai
dengan sikap dan perilaku siswa yang berkali-kali menghapus rencana menggambar yang dibuat. Penggunaan bahan pastel gambar juga masih terlihat sikap ragu-ragu sehingga menghasilkan goresan gambar berwarna yang terlalu tipis. Waktu yang digunakan menggambar pun berakhir dan hasil gambar siswa belum selesai. Pada siklus I proses menggambar sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini disebabkan pada siklus I didahului dengan pemberian penjelasan mengenai gambar ilustrasi dan pengenalan bahan pastel berikut cara menggunakannya melalui penggunaan contoh gambar. Hasil serapan teknik gambar pastel dari guru secara langsung berpengaruh pada keberanian siswa dalam memegang dan menggunakan alat gambar pastel yang lebih mantap sementara pemanfaatan gambar menumbuhkan motivasi siswa. Keberanian dan motivasi siswa ini dapat dilihat pada hasil goresan sudah mulai tampak tegas dengan efekefek warna yang lebih cerah dan bervariasi. Karena itu, proses menggambar pada siklus I tampak berjalan lebih lancar. Penggunaan alat gambar pastel tidak canggung lagi. Proses menggambar pada siklus II berdasarkan hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa proses menggambar yang dilakukan siswa terus mengalami perubahan dan perkembangan ke arah keberanian menggoreskan bahan pastel pada bidang gambar yang digunakan. Peningkatan proses menggambar pada siklus II yang paling menonjol meliputi variasi cara menggoreskan pastel pada bidang gambar. Jika semula penggunaan alat pastel masih masih sebatas satu sampai dua batang, sedikit demi sedikit pada siswa berani menggunakan unsur-unsur warna pastel yang lebih banyak, sehingga terjadi kombinasi warna yang bervariasi. Keberanian menggunakan warna secara variatif berpengaruh besar pada kelancaran proses menggambar, sementara penghayatan dan apresiasi terhadap alat bantu gambar menjadikan aktivitas menggambar siswa berkembang dan menjadi lebih dinamis. Pada siklus III proses menggambar ilustrasi siswa menunjukkan siswa betul-betul telah menunjukkan aktivitas menggambar yang bersifat aktif dan dinamis. Suasana ini tampak pada sebagian besar siswa yang betul-betul terlibat aktif dalam suasana menggambar. Umumnya mereka terlihat menikmati, antusias, penuh kesungguhan dan efektif dalam menggunakan waktu yang tersedia. Sikap siswa pun terasa lebih rileks dan tidak ada suasana tegang. Berdasarkan usraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan pada siklus I, siklus II, dan siklus III ditandai dengan kondisi siswa sudah mengalami perubahan dan peningkatan keberanian menggunakan bahan secara bervariasi. Selain itu, siswa juga lebih bervariasi pada cara menggoreskan pastel pada bidang gambar. Untuk itu, secara klasikal
proses menggambar siswa jauh mengalami perubahan dan peningkatan. Mereka lebih lancar, berani, dan dinamis. Aktivitas proses menggambar telah tampak adanya kebebasan yang memungkinkan setiap siswa dapat lebih menikmati aktivitas menggambarnya dengan maksimal, tanpa diselimuti perasaan takut untuk berkreasi. Aspek kebebasan berkreasi menggambar inilah yang harus selalu mendapatkan perlakukan yang optimal dari segi pengajaran sehingga aktivitas menggambar siswa dapat berguna bagi perkembangan segenap potensi jiwanya ke arah maksimal, baik sensivitas, kreativitas, dan keartistikan hasil gambar.
Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dapat disampaikan simpulan bahwa motivasi dan hasil belajar menggambar siswa SD kelas IV mengalami peningkatan dengan pemanfaatan gambar sebagai alat bantu pengajaran. Alat bantu gambar dimaksud merupakan media pengajaran yang dimanfaatkan untuk memperjelas pemahaman, memperdalam penghayatan dan meningkatkan apresiasi, serta menjadi contoh konkret dalam menunjukkan teknik-teknik menggambar menggunakan bahan tertentu untuk diterapkan dalam pengajaran menggambar ilustrasi pada siswa yang berada pada masa kritis. Dari segi motivasi siswa mengalami perubahan dan peningkatan keberanian menggunakan bahan tertentu dan cara menggunakannya pada bidang gambar secara bervariasi. Mereka lebih lancar, berani, dinamis, serta bebas dalam aktivitas proses menggambar. Siswa dapat lebih menikmati aktivitas menggambarnya dengan maksimal, tanpa diselimuti perasaan takut untuk berkreasi. Sementara dari segi hasil gambar, menunjukkan peningkatan dalam hal mengelaborasi tema, berkembangnya gagasan serta kemampuan menampilkan bentuk dan teknik menggambar. Berdasarkan simpulan tersebut saran yang diajukan adalah diperlukan model pengajaran seni rupa dengan mengoptimalkan media pengajaran, khususnya pengajaran menggambar pada siswa SD ketika mereka ini berada pada masa kritis. Guru perlu membiasakan diri untuk merancang dan menggunakan media yang tepat terutama berkaitan dengan bagaimana menumbuhkan kinerja siswa yang aktif dinamis dalam setiap kegiatan pengajaran seni rupa. Selanjutnya guru perlu memahami arti dan fungsi motivasi bagi kegiatan menggambar siswa dan cara-cara memberi rangsangan motivasi siswa agar mencapai hasil yang optimal. Sementara itu, guru perlu mengumpulkan bermacam gambar
sebagai alat Bantu pengajaran serta belajar tentang berbagai teknik menggambar baik secara langsung maupun tidak langsung dari contoh-contoh gambar yang dikumpulkan. Daftar Pustaka Anni, C.T.. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES. Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang. Garha, O dan S.M.D Bongsoe. 1975. Penuntun Pendidikan Seni Rupa untuk SD. Ismiyanto, PC. 1998. “Ekspresi Gambar Anak-Anak SD Studi Kasus di Daerah Pedesaan Dati II Semarang”. Laporan Penelitian Lemlit IKIP Semarang. Kamaril, C. 1999. Pendidikan Seni Rupa/Kerajinan Tangan. Jakarta: UT. Muharar, S. 2003. “Seni Ilustrasi”. Handout Mata Kuliah Ilustrasi, tidak dipublikasikan. Jurusan Seni Rupa FBS UNNES. Salam, S. 1993. “Apakah Ilustrasi itu”. Buku Teks. Ujung Pandang: FBS IKIP. Salam, S. 2001a. “Kurikulum Pendidikan Seni yang Esensial dan Realistis”. Makalah Semlok Kurikulum Pendidikan di Hotel Indonesia. Jakarta 18-20 April 2001. Salam, S. 2001b. Pendidikan Seni Rupa di SD. Makassar: UNM. Soeparwoto. 2004. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT MKK UNNES. Soedarso, SP. 1972. Pendidikan Seni Rupa. Yogyakarta: STSRI-ASRI. Syafii. 2005. “Profil Pendidikan Seni Rupa Sekolah Dasar: Kajian Tanggapan Guru SD di Jawa Tengah”. Laporan Penelitian. Semarang: FBS UNNES. Utomo, K.B. 1981. “Pembinaan Ekspresi Anak Masa Kritis dalam Pendidikan Seni Rupa dengan Motivasi Alam Sekitar”. Skripsi. Yogyakarta: FKSS IKIP.