PEMANFAATAN DARAH DARI LIMBAH RPH SEBAGAI PAKAN TINGGI PROTEIN DALAM PENINGKATAN BIOMASSA CACING Lumbricus rubellus
ROSENO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH sebagai Pakan Tinggi Protein dalam Peningkatan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Roseno NIM D14100071
ABSTRAK ROSENO. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH sebagai Pakan Tinggi Protein dalam Peningkatan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus. Dibimbing oleh SALUNDIK dan HOTNIDA C.H SIREGAR. Pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) menghasilkan limbah organik cair berupa darah. Darah yang terbuang ke lingkungan tanpa proses pengolahan dapat mencemari lingkungan. Darah dapat dimanfaatkan sebagai pakan tinggi protein dalam budidaya Lumbricus rubellus. L.rubellus adalah cacing tanah subtropis yang memiliki kemampuan menguraikan limbah organik. Penelitian ini bertujuan menganalisa penggunaan taraf darah terbaik dalam meningkatkan biomassa dan produksi kokon L.rubellus. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Taraf darah yang digunakan adalah 0%, 2.5%, 5% dan 7.5% dari jumlah pakan. Pakan yang digunakan terdiri dari feses sapi perah dan cacahan batang pisang. Data yang diperoleh dianalisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan taraf darah berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan biomassa dan jumlah kokon (P<0.05). Taraf darah 2.5% memberikan pertumbuhan biomassa dan jumlah kokon tertinggi sedangkan taraf darah 7.5% memberikan pengaruh terendah. Kata kunci: batang pisang, biomassa, darah, feses sapi, Lumbricus rubellus.
ABSTRACT ROSENO. The utilization of blood from slaughterhouse waste as a high protein feed in increasing the biomass of worm Lumbricus rubellus. Supervised by SALUNDIK and HOTNIDA C.H SIREGAR. Beef slaughterhouse produces liquid organic wastes such as blood. Blood which discharged into the environment without treatment process can pollute the environment. Blood can be used as high-protein feed in the Lumbricus rubellus culture. Lumbricus rubellus is subtopis earthworms that have the ability to decompose organic waste. This study aimed to analyze the best blood level that support biomass and L.rubellus cocoon production. This study used Completely Randomized Design and blood levels used were 0%, 2.5%, 5% and 7.5% of the feed total. The feed consisted of dairy cattle feces and shredded banana stem. The collected data were analyzed by ANOVA and Duncant’s Multiple Range Test at (p<0.05). The results showed that the addition of different blood level had a significant effect on increasing biomass and number of cocoons (p<0.05). Blood level of 2.5% gave the highest biomass growth and number of cocoons while the blood level of 7.5% gave the lowest effect. Key words: banana stem, biomass, blood, cow feces, Lumbricus rubellus
PEMANFAATAN DARAH DARI LIMBAH RPH SEBAGAI PAKAN TINGGI PROTEIN DALAM PENINGKATAN BIOMASSA CACING Lumbricus rubellus
ROSENO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH sebagai Pakan Tinggi Protein dalam Peningkatan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus. Nama : Roseno NIM : D14100071
Disetujui oleh
Dr Ir Salundik, MSi Pembimbing I
Ir Hotnida C.H Siregar, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus: kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini ialah limbah, dengan judul Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH sebagai Pakan Tinggi Protein dalam Peningkatan Biomassa Cacing Lumbricus rubellus. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Salundik MSi dan Ir Hotnida CH Siregar MSi selaku pembimbing skripsi, Dr Ir Afton Atabany MSi selaku dosen penguji sidang dan Ibu Yuni Cahya Endrawati SPt, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh mahasiswa/i Fakultas Peternakan IPTP angkatan 47, Civitas GMKI Cabang Bogor dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mama, abang, adik-adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014 Roseno
DATAR PUSTAKA DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Persiapan L. rubellus Persiapan Darah Persiapan Media Hidup Pembuatan Pakan Suhu dan Kelembaban Kandang Peubah Biomassa L.rubellus Jumlah Kokon Protein Kasar Susut Media Rancangan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penelitian Keasaman Pakan Protein Kasar Biomassa L.rubellus Produksi Kokon Susut Media SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii xii 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 6 8 9 10 12 12 13 14
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Komposisi pakan L.rubellus Kelembaban dan suhu lingkungan kandang Rataan suhu media L.rubellus pH pakan Kandungan protein kasar pakan dan vermikompos Pertambahan biomassa L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah Pertambahan jumlah kokon L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah Susut media L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah
3 5 6 7 8 9 10 12
DAFTAR GAMBAR 1 Prosedur pembuatan media dan pakan 2 Pertambahan biomasa L.rubellus (g minggu-1) 3 Grafik hubungan antara rataan produksi kokon dengan biomassa pada perlakuan 4 taraf darah 4 Pertambahan jumlah kokon L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah
4 10 11 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
ANOVA pertambahan biomasa L.rubellus ANOVA produksi kokon ANOVA susut media ANOVA suhu media Kruskal Wallis pH pakan
14 14 14 14 14
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Darah merupakan salah satu limbah peternakan yang dihasilkan dari pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH). Limbah terbesar berasal dari darah dan isi perut (Tjiptadi 1990). Jumlah sapi yang dipotong di RPH dan di luar RPH pada tahun 2012 sekitar 943 794 ekor tahun-1 (Badan Pusat Statistik 2014). Volume darah sapi 7.7% dari berat badan (Frandson 1992). Jika pemotongan sapi pertahun sekitar 943 794 ekor maka total darah yang dihasilkan RPH adalah 27 165 ton. Akumulasi darah yang dihasilkan pertahun tersebut memberikan ancaman terhadap pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Darah merupakan limbah yang mengandung bahan organik yang cukup tinggi dan cepat membusuk. Darah yang terbuang ke lingkungan tanpa proses pengolahan dapat menimbulkan bau dan sumber penyakit karena sangat sesuai untuk tumbuh kembang bakteri. Darah juga berdampak terhadap peningkatan nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan padatan tersuspensi terhadap air yang dicemari. BOD adalah kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan organik di dalam air oleh mikroorganisme. Darah mengandung protein tinggi sekitar 80%-85% dalam bentuk tepung. Darah dapat menjadi keuntungan maupun kerugian tergantung penanganannya. Pengolahan darah yang banyak digunakan RPH di Indonesia adalah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Proses IPAL membutuhkan banyak biaya instalasi, pembelian bahan kimia, dan energi listrik untuk menjalankan mesin sehingga penerapannya kurang ekonomis. Pemanfaatan darah sebagi pakan ternak ruminansia dan monogastrik telah diaplikasikan namun penggunaanya masih terbatas karena mengakibatkan diare pada ternak. Ketidakseimbangan asam amino yang mengakibatkan daya cerna tepung darah rendah juga menjadi penghambat penggunaan darah sebagai pakan. Pemanfaatan darah menjadi pakan cacing tanah dapat menjadi alternatif baru yang lebih efisien dan efektif. Feses sapi perah merupakan limbah peternakan dengan kandungan bahan organik sekitar 30% (Gaddie dan Douglas 1977). Batang pisang mengandung 83% bahan organik (Kalia 1999); 93% air dan 1.5%-3% serat kasar (Purseglove 1972). Kandungan air yang tinggi dalam batang pohon pisang sangat baik dalam menjaga kelembaban media hidup cacing dan tempat meletakkan kokon cacing tanah. Kombinasi darah, batang pohon pisang dan feses sapi sebagai media dan pakan cacing tanah dapat dijadikan pilihan alternatif sebagai teknologi pengolahan limbah. Perpaduan darah dan limbah feses sapi perah dapat mempercepat perombakan protein darah karena feses memiliki rantai karbon yang dibutuhkan sebagai sumber energi mikroba sehingga proses dekomposisi lebih cepat (Gunawan dan Surdiyanto 2001) Penerapan teknologi ini selain menekan resiko pencemaran lingkungan oleh darah dan feses, hasil ternak cacing dan vermikompos dapat dijual sebagai sumber pendapatan.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis rasio penambahan darah sapi dalam pakan cacing tanah yang memberikan respon terbaik pada peningkatan bobot biomassa dan jumlah kokon cacing tanah Lumbricus rubellus. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup pengamatan terhadap pertumbuhan biomassa dan jumlah kokon L.rubellus yang dihasilkan dari pemberian pakan dengan 4 taraf darah sapi potong yang dipelihara selama 5 minggu. Data yang diperoleh diuji statistik menggunakan rancangan acak lengkap. Peubah yang menunjukkan pengaruh nyata dibandingkan nilai tengahnya dengan Uji Nyata Terkecil (BNT).
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan Juni – Agustus 2014. Pengamatan dan pemeliharaan L.rubellus dilaksanakan di Unit Pengolahan Limbah Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Bahan Bahan yang digunakan adalah 1.6 kg cacing tanah jenis Lumbricus rubellus yang diperoleh dari Rumah Cacing di daerah Bogor, darah sapi Brahman Cross dari RPH Elders, feses sapi Friesian Holstein (FH) dara, dan batang pisang. Alat Alat yang digunakan adalah drum plastik berkapasitas 30 L, sarung tangan, timbangan digital kapasitas 200 g, timbangan kapasitas 15 kg, termometer bola basah dan kering, pH soil tester, masker, pisau, dan sekop kecil. Prosedur Persiapan Lumbricus rubellus Lumbricus rubellus yang digunakan adalah L.rubellus dewasa yang ditandai oleh adanya klitelum. Proses pemilihan L.rubellus menggunakan metode handshorting. Metode ini terdiri dari tiga tahapan yaitu seleksi, pembersihan, dan penimbangan.
3 Persiapan Darah Darah hasil pemotongan sapi Brahman Cross di RPH Elders ditampung menggunakan ember plastik segera setelah proses penyembelihan. Darah yang ditampung tidak tercampur oleh air atau bahan-bahan lainnya. Selanjutnya darah dicampurkan ke dalam media dan pakan sesuai dengan dengan taraf yang digunakan.
Persiapan Media Hidup Media hidup yang digunakan terdiri dari darah sapi, feses sapi FH dara dan cacahan batang pohon pisang, ketiga bahan tersebut digunakan dalam bentuk segar. Feses yang digunakan adalah feses segar yang langsung diambil dari kandang. Batang pohon pisang yang digunakan adalah pohon pisang yang telah dipanen buahnya. Batang tersebut dicacah sampai ukurannya sekitar 1 cm. Feses dan cacahan batang pohon pisang dicampurkan hingga homogen dengan perbandingan 60%:40% untuk menghasilkan 128 kg media. Media tersebut dibagi ke dalam 4 drum plastik sehingga setiap drum berisi 32 kg media. Drum pertama tidak ditambah darah, sedangkan drum kedua sampai keempat berturut-turut ditambahkan darah 80 g (2.5% dari 32 kg), 160 g (5%), dan 240 g (7.5%). Seluruh media difermentasi aerob selama 14 hari dan dilakukan pengadukan setiap 7 hari. Setelah 14 hari media dari tiap drum dipindahkan ke dalam kotak pemeliharaan. Prosedur pembuatan media disajikan pada Gambar 1. Pembuatan Pakan Pakan yang digunakan terdiri atas darah sapi, feses sapi FH dara dan cacahan batang pisang. Feses yang digunakan adalah feses segar yang langsung diambil dari kandang. Batang pisang berasal dari pohon pisang yang telah dipanen buahnya. Batang tersebut dicacah sekitar 1 cm. Feses dan cacahan batang pisang kemudian dicampur dengan rasio 60%:40%, kemudian ditambahkan darah dengan komposisi: Tabel 1 Komposisi pakan L.rubellus Darah 0% (0 g) 2.5% (50 g) 5% (100 g) 7.5% (150 g)
Feses (g)
Cacahan Batang Pisang (g)
1 200 1 200 1 200 1 200
800 800 800 800
Pakan diaduk kembali sampai homogen. Setelah homogen pakan langsung diberikan pada L.rubellus. Pakan dibuat dan diberikan seminggu sekali. Prosedur pembuatan pakan disajikan pada Gambar 1.
4
Feses
Batang
pisang
F e r m e n t a s i
Darah
a
Feses
Batang
pisang
L. r u b l l u s
Darah
b
Gambar 1 Prosedur pembuatan media (a) dan pakan (b) Penanaman dan Pemeliharaan Penanaman L.rubellus dilakukan dengan cara menebarnya di permukaan media. Setiap media ditanami 100 g L.rubellus. Setelah penebaran, L.rubellus diamati beberapa saat sampai semua L.rubellus masuk ke dalam media. L.rubellus dipelihara selama 5 minggu dan diberi makan seminggu sekali sebanyak 70 g pakan. Suhu dan Kelembaban Kandang Selama pemeliharaan setiap media diukur suhunya satu kali setiap hari (pukul 07.00-08.00). Penyiraman media dilakukan sesaat setelah pengukuran suhu. Suhu dan kelembaban lingkungan juga diukur tiga kali sehari pada pukul 07.00; 12.00; dan 16.00. Peubah Biomassa L.rubellus Biomassa adalah satuan terhadap jumlah dan bobot organisme biologis. Penimbangan biomassa L.rubellus dilakukan dengan cara semua L. rubellus diambil lalu ditimbang dari setiap kotak, dibersihkan dari media yang melekat. Penimbangan dilakukan setiap minggu selama masa pemeliharaan. Jumlah Kokon Kokon adalah telur yang dihasilkan dari perkawinan L.rubellus. Jumlah kokon dihitung dengan cara handsorting yakni semua kokon dari setiap media dikeluarkan dan dihitung jumlahnya. Setelah dihitung kokon dikembalikan ke dalam media. Perhitungan kokon dilakukan bersamaan waktunya dengan pengukuran biomassa L.rubellus.
5 Protein Kasar Protein kasar adalah jumlah unsur nitrogen yang terkandung dalam bahan. Protein kasar yang diukur adalah protein kasar pakan dan vermikompos. Protein diukur dengan metode Kjeldhal. Susut Media Susut media adalah jumlah media yang hilang selama proses pemeliharaan yang disebabkan oleh penguapan dan pengomposan. Susut media diukur dengan menghitung selisih bobot media awal pemeliharaan dengan bobot media akhir pemeliharaan dengan rumus: susut media = (bobot media awal - bobot media akhir) x 100%. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan taraf darah yang ditambahkan 0%, 2.5%, 5%, dan 7.5% dari bobot pakan. Tiap taraf terdiri atas 4 ulangan. Model matematikanya menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum αi : pengaruh perlakuan ke-i εij : galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i : perlakuan taraf penggunaan darah dalam pakan; 0; 2.5; 5 dan 7.5% j : ulangan perlakuan taraf darah dalam pakan; 1; 2; 3 dan 4
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji keragaman atau analysis of variance (ANOVA). Peubah yang menunjukkan pengaruh nyata dibandingkan nilai tengahnya dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penelitian Kelembaban dan Suhu Lingkungan Kelembaban dan suhu lingkungan di kandang berkisar antara 58%-93% dan 22-34 oC. Rataan kelembaban dan suhu sepanjang hari disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kelembaban dan suhu lingkungan kandang Perlakuan Kelembaban (%)
Pagi (07.00) 90.00±1.79
Siang(12.00) 67.39±7.68
Sore (16.00) 76.69±6.55
Suhu (oC)
22.60±0.50
32.99±0.49
28.39±0.49
6 Kelembaban menjadi peranan penting dalam prasyarat hidup L.rubellus karena kelembaban dibutuhkan agar kulit dapat berfungsi normal. Kelembaban terendah terjadi pada siang hari dengan rataan 67.39±7.68%. Kondisi tersebut menyebabkan media menjadi cepat kering. Media yang kering merusak struktur kulit L.rubellus sehingga dilakukan penyiraman menggunakan air tanah dua hari sekali. Sihombing (2002) menyatakan kelembaban ruangan optimal bagi L.rubellus berkisar antara 50%-80%. Rataan kelembaban penelitian berkisar antara 67%-93%. Berdasarkan pernyataan Sihombing (2002) disimpulkan bahwa kelembaban pada penelitian ini masih cocok untuk pertumbuhan L.rubellus. Suhu lingkungan tertinggi tercapai pada pukul 12.00 yaitu 32.99 oC. Berdasarkan Tabel 2, kisaran suhu dan kelembaban lingkungan sangat besar, karena pada tengah hari cahaya matahari langsung mengenai kandang penelitian, di sekitar kandang tidak ada naungan berupa pohon yang menutupi kandang. Panas matahari terakumulasi di dalam kandang karena tidak ada penggerak udara yang membawa panas keluar dari kandang. Suhu lingkungan yang terlalu tinggi dapat meningkatkan suhu media dan menjadikan media tidak nyaman bagi L.rubellus. Tabel 3 menyatakan bahwa suhu media tidak terlalu berbeda meskipun kisaran suhu kandang sangat besar. Suhu lingkungan tertinggi dicapai pada 32.99 oC sedangan suhu media pada 25.48 oC. Kemampuan media mampu menjaga suhunya lebih rendah dari suhu lingkungan disebabkan oleh penyiraman pada media dan bahan penyusun media yang mengandung kadar air dalam jumlah tinggi seperti feses dan cacahan batang pisang. Tabel 3 Rataan suhu media L.rubellus Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5 Rataan
Suhu media (oC) 25.52±0.34 25.54±0.05 25.41±0.05 25.46±0.09 25.48
Koefisien keragaman (%) 0.13 0.21 0.18 0.33
Rataan suhu media 25.48 oC masih sesuai dengan prasyarat hidup L.rubellus. Sihombing (2002) menyatakan suhu yang baik bagi pertumbuhan cacing tanah berkisar antara 21-29 oC. Suhu media akan mempengaruhi tingkat penetasan kokon. Palungkun (1999) menyatakan suhu penetasan kokon berkisar antara 15-25 oC. Suhu media yang tinggi dapat menyebabkan media cepat mengering karena peningkatan penguapan. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi proses metabolisme, pernafasan dan perkembangbiakan (Sihombing 2002). Kondisi tersebut dapat membunuh L.rubellus karena kulit menjadi kering. L.rubellus memanfaatkan kulit yang basah dan lembab untuk mengikat oksigen dari udara. pH Pakan Pengukuran pH pakan menunjukkan hasil yang cukup stabil yaitu berkisar 8.99.4. Rataan pH pakan disajikan pada Tabel 4. Nilai pH bagi cacing tanah adalah 6.5-8.5 (Hou et al. 2005), sehingga pH pakan yang bersifat basa akan menurunkan laju konsumsi L.rubellus.
7 Tabel 4 pH pakan Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5
pH 8.996±0.017b 9.342±0.027a 9.393±0.019a 8.993±0.032b
Kadar air(%) 13.76 14.87 21.66 13.13
Koefisien keragaman (%) 0.07 0.11 0.08 0.14
Keterangan: angka yang diberi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf uji P<0.05. Kadar air diukur setelah pakan kering matahari selama 3 hari.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan masih tersisa sekitar 50% pada saat pemberian pakan minggu berikutnya. Penurunan laju konsumsi disebabkan bakteri dalam tubuh L.rubellus tidak bekerja maksimal. pH 6.8-7.2 adalah kondisi optimal bakteri dalam tubuh cacing untuk proses penguraian (Gaddie dan Douglas 1977). Penambahan darah taraf berbeda dalam pakan dan media berpengaruh terhadap nilai pH. Nilai pH menurun seiring peningkatan taraf darah karena perombakan protein darah menghasilkan amoniak (NH3) yang bersifat basa. Amoniak memiliki kesetimbangan pH 9.26 (Jenie dan Rahayu 2004). Amoniak pada tekanan atmosfer berwujud gas yang tidak berwarna dan sangat mudah larut dalam air membentuk basa lemah amonium hidroksida (NH4OH). Amonium hidroksida (NH4OH) tersebut yang mengakibatkan nilai pH pakan berkisar 8.9939.393. Perlakuan D0 tanpa darah memiliki pH 8.9, artinya feses sapi yang digunakan sudah memiliki pH basa. Peningkatan pH pada D0, D2.5 dan D5 berturut-turut meningkat seiring pertambahan taraf darah. Berbeda dengan D7.5 yang seharusnya memiliki nilai pH tertinggi dari semua perlakuan. Penyimpangan tersebut disebabkan kadar air D7.5 menurun drastis dari semua perlakuan karena bahan yang digunakan dalam kondisi segar. Kadar air pada pakan memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan amonium hidroksda (NH4OH). Semakin tinggi kadar air pakan semakin tinggi pH pakan. NH3(g) + H2O(l)
NH4OH(l)
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data tidak lolos uji asumsi kenormalan. Uji Kruskal-Wallis memperlihatkan bahwa pH D0 tidak berbeda nyata dengan D7.5 tetapi nyata lebih rendah dari D2.5 dan D5 (P<0.05). Kondisi yang lebih basa pada pakan D2.5 dan D5 menyebabkan penguraian bahan organiknya menjadi bahan yang dapat difermentasikan oleh mikroba yang hidup di saluran pencernaan L.rubellus berjalan lebih lambat. Singh et al. (2005) menyatakan bahwa pH substrat awal yang mendekati netral mengoptimalkan penguraian bahan organik dalam waktu yang singkat. Peningkatan pH pada pakan maupun media dapat dicegah dengan penambahan aktivator pada media maupun pakan sebelum diberikan pada L.rubellus sehingga pengembangan penelitian ini kedepannya dapat memberikan kondisi pada pakan dan media yang lebih sesuai dengan L.rubellus.
8 Protein Kasar Protein dalam pakan diperlukan bagi pertumbuhan L.rubellus. Protein yang diukur adalah protein kasar (PK) pakan sebagai PK awal dan vermikompos sebagai PK akhir. Rataan kandungan PK pakan dan vermikompos terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan protein kasar pakan dan vermikompos Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5 Rata-rata
Pakan 6.10 6.67 6.80 8.20 6.94
Protein Kasar (%) Vermikompos 3.46 4.18 3.78 3.42 3.71
Selisih 2.64 2.49 3.02 4.78 3.23
Keterangan: analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, 15 Agustus 2014
Kandungan PK dalam pakan berkisar 6.10%-8.20%. Kandungan PK pakan tidak jauh berbeda karena pengukuran dilakukan berdasarkan berat segar. Kandungan protein pakan berada pada batas yang dapat ditoleransi oleh L.rubellus. Menurut Swindle (1971), makanan yang paling baik untuk cacing tanah adalah makanan yang mengandung protein 9%-15%, sehingga protein pada akan masih dapat ditingkatkan mencapai 15% untuk produktivitas maksimum. Beberapa masalah timbul apabila taraf darah dinaikkan untuk meningkatkan kadar protein pakan. Salah satu masalah tersebut adalah media menjadi lebih bau dan mengundang lalat untuk datang dan bertelur pada pakan sehingga pakan penuh dengan larva lalat. Larva lalat akan bersaing dengan cacing dalam mengkonsumsi pakan, terbukti bahwa selisih kehilangan protein kasar pakan dengan vermikompos pada D7.5 lebih tinggi yaitu sebesar 4.78%. Bau pada pakan disebabkan terakumulasinya kandungan amoniak hasil peruraian protein pada pakan maupun media. Pencegahan akumulasi amoniak dalam pakan dapat dilakukan melalui intetegrasi penelitian ini (dekomposisi feses darah dan cacing) dengan budidaya maggot atau larva dari black soldier fly atau Hermetia Illuscens dan penambahan dekomposer protein. Larva black soldier fly dapat memanfaatkan protein hasil penguraian mikroba meskipun di dalam pakan dan medianya terkandung amoniak, namun hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut. Sisa pakan dan media dari pemeliharaan black soldier fly kemudian dapat digunakan sebagai pakan maupun media L.rubellus. Penambahan aktivator (dekomposer) pada media maupun pakan sebelum diberikan kepada cacing dapat diaplikasikan untuk mempercepat perombakan protein darah. Vermikompos memiliki kandungan protein kasar yang lebih rendah (3.42%-4.18%) dari pakan. Penurunan tersebut disebabkan protein feses dikonsumsi oleh L.rubellus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan aktivitas mikroba yang memanfaatkan N untuk pertumbuhan. Tabel 5 memperlihatkan selisih pada D2.5 dan D0 lebih rendah dari D5 dan D7.5, kondisi tersebut disebabkan oleh jumlah larva pada D0 dan D2.5 lebih sedikit dibandingkan D5
9 dan D7.5. Kandungan protein yang semakin tinggi akan memperbanyak jumlah larva yang mengkonsumsi pakan. Biomassa L.rubellus Pertumbuhan bobot biomassa (PBB) L.rubellus yang dicapai selama 5 minggu pemeliharaan berkisar antara 103 g dan 195 g. Hasil analisis keragaman terhadap PBB L.rubellus, menunjukkan bahwa pemberian taraf darah berbeda memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap PBB L.rubellus. Pengaruh perlakuan taraf darah terhadap PBB L.rubellus disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Pertambahan biomassa L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5
PBB (g) 167.66±43,82ab 195.82±56.31a 122.01±25.39ab 103.77±18.18b
Koefisien keragaman ( %) 26.14% 28.76% 20.81% 17.52%
Keterangan: angka yang diberi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf uji P<0.05
Tabel 6 memperlihatkan L.rubellus pada perlakuan D2.5 memiliki PBB tertinggi, diikuti oleh D0 dan D5, sedangkan D7.5 memberikan PBB terendah. Perbedaan PBB disebabkan perbedaan kandungan protein pakan. Palungkun (1999) menyatakan ketersediaan nutrisi dalam media sangat mempengaruhi bobot cacing tanah. Pengaruh pemberian darah terhadap persentasi kenaikan PBB L.rubellus disajikan pada Gambar 2. Kandungan protein dengan taraf tertinggi memberikan respon PBB terendah. Hal tersebut mengindikasikan pertama, amoniak menyebabkan pH pakan menjadi basa (Tabel 4). Amoniak yang terkandung dalam pakan dan media tidak disukai oleh L.rubellus karena dapat mengiritasi kulitnya. Apabila dikondisikan dengan manusia, amoniak yang terkontak dengan mata dan kulit dapat menimbulkan iritasi dan luka bakar. Perlakuan D7.5 memiliki taraf darah terbesar dan secara otomatis memiliki kandungan amoniak tertinggi sehingga berpengaruh terhadap PBB yang dihasilkan adalah PBB terendah. Kedua, L.rubellus kurang sensitif terhadap kandungan N dibadingkan kandungan C yang tersedia dalam pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tiunov and Scheu (2004) bahwa aktivitas dan pertumbuhan cacing tanah dipengaruhi oleh ketersediaan C dalam media. Serat kasar juga menjadi bagian terpenting bagi pertumbuhan L.rubellus (Forgabe dan Bobb 1971) dalam Mulyadini (1991) menyatakan bahwa serat kasar dalam pakan cacing mejadi bagian penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah. Kondisi dalam bentuk tepung, darah memiliki kandungan serat yang sangat rendah dibandingkan feses dan batang pisang yaitu sebesar 1% (Astuti 2001). Semakin tinggi komposisi darah dalam pakan maka semakin rendah unsur C dan serat kasar yang dimilikinya sehingga berakibat rendahnya PBB L.rubellus. Hasil analisis ragam menunjukkan galat penelitian ini mencapai 46.18%. Galat tersebut merupakan faktor yang tidak teramati dalam penelitian ini. Misalnya umur sampel, populasi sampel meskipun bobot awal biomassanya sama
10 dan cahaya matahari yang jatuh di permukaan media. Hasil ini juga didukung dari nilai koefisien determinasi (R) dalam penelitian ini berkisar antara (3%-42%) dengan rataan determinasi 27.5%, artinya hanya 27.25% respon PBB yang dipengaruhi oleh taraf daraf darah dalam pakan. Gambar 2 memperlihatkan kenaikan biomassa tertinggi dari semua perlakuan terjadi pada minggu pertama dengan rataan kenaikan 50% dari bobot awal. Pada minggu pertama pemeliharaan, laju kenaikan biomassa cenderung menurun seiring bertambahnya waktu.
Gambar 2. Pertambahan biomasa L.rubellus (g minggu-1) pada perlakuan 4 taraf darah Penurunan tersebut diakibatkan pada minggu pertama energi L.rubellus sebagian besar hanya digunakan untuk pertumbuhan sedangkan minggu berikutnya energi telah terbagi untuk memproduksi telur (kokon). Hal tersebut mendukung pendapat Gaddie dan Douglas (1977) bahwa ketika mencapai dewasa kelamin laju pertambahan bobot badan berangsur-ansur melambat. Produksi Kokon Pertambahan jumlah kokon selama 5 minggu penelitian dapat terlihat pada Tabel 7. Hasil uji ragam menunjukkan perlakuan D2.5 menghasilkan produksi kokon tertinggi yang diikuti oleh D0, D5, dan D7.5. Tabel 7 Pertambahan jumlah kokon L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5
Jumlah Kokon (butir) 206.50±18.23ab 231.50±35.12a 165.75±26.75bc 119.25±18.01c
Koefisien keragaman (%) 8.83 15.17 16.14 15.10
Keterangan: angka yang diberi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata taraf uji P<0.05
Kokon yang dihasilkan pada perlakuan ini dipengaruhi oleh jumlah biomassanya. Gambar 3 menyajikan hubungan rataan kokon dengan biomassa L.rubellus. Gambar 3 memiliki kurva linier positif yang menjelaskan bahwa kenaikan biomassa L.rubelus berpengaruh positif terhadap kenaikan produksi kokon. Biomassa dan kokon L.rubellus tertinggi sampai terendah berturut-turut D2.5, D0,
11 D5 dan D7.5. Berdasarkan data biomassa dan kokon tersebut terbukti bahwa produksi biomassa dan kokon memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Suhu, kelembaban, keasaman, dan protein kasar pada pakan tidak akan langsung mempengaruhi produksi kokon namun terlebih dahulu mempengaruhi biomassa L.rubellus. Pada saat semua kebutuhan untuk pertambahan biomassa telah tercukupi maka kelebihan energi tersebut akan digunakan untuk memproduksi kokon. 300
Y0 = -233.7 + 1.609 X r = 0.859
Produksi kokon (butir)
250 200
Y2.5 = -186.7 + 1.199 X r = 0.763
Y5 = -223.2 + 1.578X r = 0.780
150 100
K-D0 * K-D2.5 K-D5 * KD-7.5
50 0
Y7.5 = -272 + 1.756X r = 0.817 150
200
250 Biomassa (g)
300
BM-D0 * BM-D2.5 BM-D5 * BM-7.5
350
Gambar 3 Grafik hubungan antara rataan produksi kokon dengan biomassa pada perlakuan 4 taraf darah Hubungan antara produksi kokon dengan waktu pemeliharaan disajikan pada Gambar 4. Percepatan produksi kokon tertinggi dalam minggu pertama sampai minggu kempat pemeliaraan terdapat pada perlakuan D0 namun pada minggu kelima produksi kokon D0 mengalami perlambatan. Perlambatan produksi disebabkan kokon mulai menetas pada minggu ke empat pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan penyataan Soenanto (2000) bahwa kokon akan menetas setelah berumur sekitar 14-21 hari. Kokon yang telah menetas tidak dimasukkan kembali dalam perhitungan di minggu berikutnya. Ketidakseimbangan kokon yang diproduksi dengan yang menetas mengakibatkan kurva D0 pada minggu kelima mengalami perlambatan.
Gambar 4 Pertambahan jumlah kokon L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah
12 Susut Media Susut media berkisar antara 28.25% – 30.12% dengan rataan 29.22% selama 5 minggu pemeliharaan. Aktivitas makan L.rubellus mengakibatkan penurunan bobot media. Tabel 8 menyajikan susut media selama 5 minggu pemeliharaan. Tabel 8. Susut media L.rubellus pada perlakuan 4 taraf darah Perlakuan D0 D2.5 D5 D7.5 Rataan
Susut media (%) 54.77±2.36 52.50±3.51 53.86±4.16 51.36±1.74 53.12
Koefisien keragaman (%) 4.31% 6.69% 7.72% 3.39%
Uji statistik menunjukkan data lolos uji asumsi. Rataan bobot dari susut media berdasarkan uji ANOVA bahwa keempat perlakuan tidak berbeda nyata (P>0.05), dengan rataan susut media 53.12%. Susut media dapat lebih besar dan berbeda nyata apabila waktu pemeliharaan diperpanjang. Waktu pemeliharaan lebih panjang akan memberikan kesempatan L.rubellus, mikroorganisme dan dekomposer untuk menguraikan bahan organik lebih banyak. Penyusutan media berpengaruh terhadap bentuk fisik, kimia dan biologi seperti kadar air, ukuran partikel, kandungan kimia, dan total mikroorganisme. Media dengan susut tertinggi terdapat pada D0 dan terendah D.75. Perbedaan susut media dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan media. Media yang memiliki nilai C/N lebih rendah akan memiliki susut media yang lebih tinggi. Media berfungsi sebagai sarang dan sumber makanan bagi L.rubellus (Astuti 2001). Susut media yang rendah mengindikasikan rendahnya aktivitas makan L.rubellus. Perlakuan D7.5 memiliki susut media terendah yang berakibat lambatnya pertambahan biomassa dan jumlah kokon yang dihasilkan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan darah dengan level 2.5% pada pakan menghasilkan pertambahan biomassa dan produksi kokon yang nyata tertinggi pada L.rubellus dibandingkan taraf D0, D5 dan D7.5 serta untuk meningkatkan susut media diperlukan waktu pemeliharaan yang lebih panjang. Saran Penggunaan taraf darah yang lebih tinggi sebaiknya diintegrasi dengan budidaya black soldier fly atau ditambahkan aktivator untuk mempercepat perombakan protein darah.
13
DAFTAR PUSTAKA Astuti ND. 2001. Pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah Lumbricus rubellus dalam media kotoran sapi yang mengandung tepung darah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Srigandono, Koen Praseno, penerjemah. Terjemahan dari: Anatomy and Phyisiology of Animal. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Gaddie RE, Douglas. 1977. Earthworms for Ecology and Profit. Vol1. California (USA): USA Pr. Gunawan A, Surdiyanto Y. 2001. Pembuatan kompos dengan bahan baku kotoran sapi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan. 24 (3): 12-17. Hou J, Qiao Y, Liu G, Renjie D. 2005. The influence of temperature, pH and C/N rasio on the growth and survival of earthworms in municipal solid waste. CIGR E-J. 7:1-6. Jenie BSL, Rahayu WP. 2004. Penanganan Limbah Industri Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kalia VC, Sonakya V, Raizada N. 2000. Anaerobic digestion of banana stem waste. Biores Technol. 73 191-193. Loehr RC. 1977. Polution Control for Agriculture. London (UK). Academic Pr Inc. hlm 727. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr. Mulyadini R. 1991. Pengaruh campuran kotoran rumen sapi terhadap bobot, produksi kokon dan penyusutan sarang pada cacing tanah (E. foetida) [skripsi]. Bogor (ID). Jurusan Biologi. FMIPA IPB. Palungkun R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sihombing DTH. 2002. Satwa Harapan I. Bogor (ID): Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya Pustaka Wirausaha Muda. Singh NB, Khare AK, Bhargava DS, Bhattacharya S. 2005. Effect of initial substrate pH on vermicomposting using Perionyx excavatus. Appl Ecol Environ Res. 4:85-97. Soenanto H. 2000. Budidaya Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Solo (ID): CV. Aneka. Suryahadi. 2000. Dampak pembangunan kegiatan atau usaha peternakan terhadap lingkungan : Kasus Usaha Ternak Besar dan Usaha RPH/RPA. Bogor (ID): Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Departemen Pertanian dan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tiunov AV, Scheu S. 2004. Carbon availability controls the growth of detritivores (Lumbricidae) and their effect on nitrogen mineralization. Oecologia. 138:83–90. Tjiptadi W. 1990. Pengendalian limbah pertanian. Makalah pada Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Bagi Wydiasnara Sespa, Sepadya, Sepala dan Sespa Antar Departemen. Jakarta (ID).
14
LAMPIRAN Lampiran 1 ANOVA pertambahan biomasa L.rubellus Sumber Keragaman
dB
JK
KT
Fhit
P
Perlakuan Galat Total
3 12 15
21 210 18 201 39 411
7 070 1 517
4.66
0.022
S = 38.9453 R-Sq = 53.82% R-Sq(adj) = 42.27% Lampiran 2 ANOVA produksi kokon Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
dB 3 12 15
JK 28 984 7 818 36 801
KT 9 661 651
Fhit 14.83
P 0.000
Fhit 0.94
P 0.451
Fhit 4.23
P 0.030
S = 25.52 R-Sq = 78.76% R-Sq(adj) = 73.45% Lampiran 3 ANOVA susut media Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
dB 3 12 15
JK 81 719 346 875 428 594
KT 27 240 28 906
S = 170.018 R-Sq = 19.07% R-Sq(adj) = 0.00% Lampiran 4 ANOVA suhu media Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
dB 3 12 15
JK 0.044629 0.042249 0.086878
KT 0.014876 0.003521
S = 0.0593359 R-Sq = 51.37% R-Sq(adj) = 39.21% Lampiran 5 Kruskal Wallis pH pakan Perlakuan
N
Median
D0 D2.5 D5 D7.5 Total
3 3 3 3 12
0.9998 1.0147 1.0171 0.9990
Rataan Ranking 4.0 8.0 11.0 3.0 6.5
Nilai z -1.39 0.83 2.50 -1.94
15
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 28 November 1991. Penulis adalah putra kedua dari 5 bersaudara dari perkawinan Bapak Sabar Siahaan, SH dan Ibu Meddelina Sinaga, SPd. Penulis adalah tamatan dari SMAN 62 Jakarta pada tahun 2010 kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Talenta Mandiri (UTM-IPB). Selama mahasiswa penulis aktif sebagai asisten praktikum Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis (2014) dan asisten praktikum Satwa Harapan (2014). Organisasi yang diikuti selama mahasiswa antara lain, DMP-D Fakultas Peternakan IPB sebagai staf Komisi III (2011-2012), MPM KM IPB sebagai staf Komisi I (2011-2012), GMKI Cabang Bogor sebagai ketua Departemen Pendidikan Kader, Kewirausahaan dan Kerohanian (2011) dan Sekretaris GMKI Cabang Bogor (2012-2013). Prestasi nasional dan international yang pernah penulis raih antara lain, publikasi penelitian dalam 105 inovasi Indonesia (2013) dan Publikasi penelitian dalam 20th Tri-U Joint International Seminar and Symposium Bogor (2013).