Struktur
PEMANFAATAN BETON SERAT ANYAMAN KAWAT SEBAGAI PERKUATAN METODE PREPACKED CONCRETE PADA BALOK BETON BERTULANG (161S) Nanang Gunawan Wariyatno1, Yanuar Haryanto2 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman, Jl.Mayjen Sungkono KM 5 Blater Purbalingga Email:
[email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman, Jl.Mayjen Sungkono KM 5 Blater Purbalingga Email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu penyebab keruntuhan struktur adalah akibat adanya kesalahan pemakaian dimana bebanbeban yang harus dipikul tidak sesuai dengan rencana fungsi awal bangunan. Usaha perkuatan perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas struktur sehingga mampu menahan beban yang bertambah dan mencegah keruntuhan struktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kapasitas lentur balok beton bertulang dengan pemanfaatan beton serat anyaman kawat sebagai perkuatan metode prepacked concrete. Penelitian dirancang dengan menguji 9 (sembilan) buah balok beton bertulang berukuran 12 cm x 25 cm x 100 cm masing-masing tanpa perkuatan 3 (tiga) buah, dengan perkuatan beton normal 3 (tiga) buah dan dengan perkuatan beton serat 3 (tiga) buah. Perkuatan dilakukan dengan pengecoran kembali balok beton bertulang setebal 4 cm pada sisi samping dan bawah disertai penambahan tulangan. Berdasarkan analisis statistik, hanya 2 data untuk masing-masing perlakuan balok beton bertulang yang akan diperhitungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkuatan beton normal dan beton serat anyaman kawat masing-masing mampu meningkatkan kapasitas lentur sebesar 72,646% dan 75,785% dibandingkan dengan balok tanpa perkuatan. Kapasitas lentur perkuatan beton serat anyaman kawat juga meningkat sebesar 1,82% dibandingkan perkuatan beton normal. Kata kunci: beton, serat anyaman kawat, perkuatan balok beton, kapasitas lentur
1. PENDAHULUAN Salah satu penyebab keruntuhan struktur menurut Feld dan Carper (1997), adalah akibat adanya kesalahan pemakaian dimana beban-beban yang harus dipikul tidak sesuai dengan rencana fungsi awal bangunan, misalnya bangunan yang diperuntukkan sebagai hunian beralih fungsi menjadi gedung perkantoran sehingga beban hidupnya berlebihan. Contoh lain adalah adanya peningkatan volume bangunan secara keseluruhan, misalnya bangunan dua lantai ditingkatkan menjadi empat lantai, yang mengakibatkan beban mati dari berat sendiri struktur akan bertambah. Usaha perkuatan perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas struktur sehingga beban yang bertambah atau kelebihan beban yang ada mampu ditahan, dalam upayanya untuk mencegah keruntuhan struktur yang dimungkinan dapat terjadi.
2. TINJAUAN PUSTAKA Wang dan Salmon (1993) menyebutkan bahwa beton bertulang merupakan gabungan dua jenis bahan, yaitu beton yang memiliki kuat tekan tinggi tetapi kuat tariknya rendah, dan baja tulangan yang ditanam di dalam beton yang dapat memberikan kuat tarik yang diperlukan. Sedangkan Dipohusodo (1996) menerangkan definisi beton bertulang sebagai beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa penegangan, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Tulangan adalah batang baja berbentuk polos atau deform atau pipa yang berfungsi untuk menahan gaya tarik pada komponen struktur. Beton serat (fiber reinforced concrete) menurut ACI Committee 554 IR-96 (1996) didefinisikan sebagai sruktur beton dengan bahan susun semen, agregat halus dan agregat kasar serta sejumlah kecil serat (fiber). Ide dasar penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton dengan serat, yang disebarkan secara merata untuk mencegah retakan-retakan yang terjadi akibat pembebanan. Dengan tercegahnya retakan-retakan yang terlalu dini, kemampuan bahan untuk mendukung tegangan-tegangan dalam (aksial, lentur, dan geser) yang terjadi akan jauh lebih besar. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 157
Struktur
Penelitian beton serat kasa kasar dari baja menunjukkan bahwa pada penambahan prosentase kasa 0,8% dari volume beton menghasilkan peningkatan kekuatan tarik belah rata-rata sebesar 31,48% dan pada beton dengan penambahan serat kasa halus (alumunium) sebesar 0,2% terhadap volume beton menghasilkan kuat tarik belah yang lebih besar lagi, yaitu sebesar 55,56% terhadap beton normal (Purnomo, 2003). Penelitian lanjutan dari Arsyad (2003) yang mengkaji kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan penambahan serat anyaman kasa halus sebesar 0,2% memperlihatkan peningkatan sebesar 37,24% untuk kapasitas lentur dan peningkatan sebesar 30,60% untuk kapasitas geser. Wariyatno dan Haryanto (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan adanya penambahan serat anyaman kawat kasa sebesar 0,2%, nilai sisa kuat tekan pada suhu 400 oC dan 800 oC dibandingkan suhu ruang berturut-turut adalah sebesar 78,31% dan 54,19%. Sedangkan untuk beton normal nilai sisa kuat tekan pada suhu yang sama berturut-turut adalah sebesar 77,98% dan 60,78%. Spesifikasi serat anyaman kasa halus disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Spesifikasi serat kasa halus Keterangan NAMA BAHAN
Spesifikasi Kasa Alumunium TB
Material
Alumunium 3
Berat Jenis (ton/m )
2,2989
Titik cair (º C)
660,2
Kuat Tarik (kg/mm2)
11,6
2
11,0
Kuat Mulur (kg/mm ) (sumber: Surdia dan Saito, 2000)
3. METODE PENELITIAN Metode prepaced concrete diadopsi sebagai perkuatan untuk meningkatkan kapasitas lentur balok beton bertulang sebagaimana telah diteliti sebelumnya oleh Mediyanto (2000), yang menyimpulkan bahwa perkuatan metodel prepacked concrete pada balok beton bertulang menggunakan bahan beton serat polyester dengan kandungan serat 0,75% dapat meningkatkan kapasitas momen ultimit sebesar 127,32%. Pada penelitian ini kondisi perlakuan yang akan dikenakan yang merupakan variabel bebas adalah bahan perkuatan pada balok beton bertulang, yaitu bahan beton normal dan bahan beton serat anyaman kawat (kasa) dengan kandungan 0,2%. Sebagai kontrol adalah balok beton normal bertulang tanpa perkuatan, sedangkan variabel tetap yang akan dikaji adalah beban maksimum dan kapasitas lentur. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: timbangan, ayakan, gelas ukur, alat pengaduk beton (mixer), cetakan benda uji silinder, cetakan benda uji balok, alat uji workability, Compression Testing Machine, Split Cylinder Testing Machine, Flexural Testing Machine, dial gauge, alat uji tarik baja tulangan. Sedangkan bahanbahan yang digunakan antara lain: semen, agregat halus, agregat kasar baja tulangan, serat anyaman kawat (kasa), air, papan bekisting. Spesifikasi benda uji disajikan pada Tabel 2 sedangkan penampang benda uji dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 2. Spesifikasi benda uji No. 3. 4. 5.
Benda Uji Balok beton bertulang sebelum diperkuat Balok beton bertulang setelah diperkuat menggunakan beton normal Balok beton bertulang setelah diperkuat menggunakan beton serat TOTAL
Kode
Keterangan Jenis Uji
BNL
Uji Lentur
3
BPN
Uji Lentur
3
BPF
Uji Lentur
3
Jumlah
21
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 158
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
2 ø 10 mm
ø 6 – 70 mm
2 ø 10 mm
I
250 mm
I 1000 mm 120 mm
120 mm
ø 6 – 70 mm 250 mm
250 mm
290 mm
2 ø 10 mm
ø 10 mm 200 mm
a. Penampang sebelum diperkuat
b. Penampang setelah diperkuat
Gambar 1. Benda uji balok beton bertulang untuk uji lentur
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian slump beton Pengujian slump bertujuan untuk mengetahui workability adukan beton. Nilai slump merupakan sifat dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan, semakin besar nilai slump berarti adukan beton semakin encer dan mudah dikerjakan. Perbandingan bahan-bahan bahan maupun sifat bahan-bahan itu secara bersama bersamasama mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan beton segar (Tjokrodimuljo, 1996). Hasil pengujian slump dapat dilihat pada Gambar 2.
Slump ( cm )
11.625 9.00
Beton Nomal Beton Serat
Gambar 7. Hasil pengujian slump
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
S - 159
Struktur
Pengujian slump menunjukkan bahwa rerata nilai slump untuk beton tanpa serat adalah sebesar 11,625 cm. Penurunan nilai slump terjadi setelah dilakukan penambahan kadar serat anyaman kawat ke dalam adukan beton menjadi 9,0 cm. Penggunaan serat pada adukan beton mengakibatk mengakibatkan an luas permukaan bahan yang harus dilumasi oleh air bertambah, sehingga jumlah air bebas yang sangat berpengaruh pada kelecakan beton menjadi semakin berkurang. Sehingga hal tersebut menyebabkan proses pencampuran adukan semakin sulit dan kelecakan adukan beton semakin menurun (Sudarmoko, 1993). Namun, dengan nilai slump yang masih berkisar antara 88-12 cm menunjukkan bahwa campuran beton tersebut masih dapat dikerjakan dengan mudah.
Pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang
Kapasitas Lentur (kNm)
Pengujian kapasitas lentur ur balok beton bertulang dilakukan setelah umur 28 hari dengan metode load control yaitu dengan meningkatkan beban dimulai dari nol hingga mencapai beban maksimum maksimum,, dan mencatat lendutan yang terjadi untuk setiap interval beban. Pengujian dilakukan terh terhadap 3 benda uji untuk masing-masing -masing perlakuan. Hasil pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang dapat dilihat pada Gambar 3.
32.944 29.4
28.875 22.603 16.725 10.418
BN BPN BPS Mu hasil pengujian Mu analisis teoritis Gambar 3. Hasil pengujian kapasitas lentur Berdasarkan pengujian didapatkan kapasitas lentur balok normal (BN), balok perkuatan tan normal (BPN), balok perkuatan serat (BPS) berturut – turut sebesar 16,725 kNm, 28,875 kNm, dan 29,4 kNm. Hal tersebut menunjukkan kapasitas lentur balok perkuatan normal (BPN) dan balok perkuatan serat (BPS) mengalami peningkatan sebesar 72,65% dan 75,79% 79% dibandingkan dengan balok normal (BN). Hal itu terutama disebabkan luas tulangan tarik balok beton bertulang setelah diperkuat (BPN dan BPS) lebih besar dibandingkan luas tulangan tarik balok beton sebelum diperkuat (BN). Kkapasitas lentur balok perkuatan uatan serat (BPS) juga mengalami peningkatan sebesar 1,82% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur balok perkuatan normal (BPN), yaitu dari 28,875 kNm menjadi 29,40 kNm. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh penambahan serat anyaman kawat dalam campura campurann beton yang menyebabkan terbentuknya aksi fiber bridging yang akan menghambat penyebaran retak. Berdasarkan analisis teoritis penampang diperoleh kapasitas lentur balok normal (BN), balok perkuatan normal (BPN), balok perkuatan serat (BPS) berturut – turut rut adalah sebesar 10,418 kNm, 22,603 kNm, dan 32,944 kNm. Hal tersebut menunjukkan kapasitas lentur balok perkuatan normal (BPN) dan balok perkuatan serat (BPS) mengalami peningkatan sebesar 116,96% dan 216,22% dibandingkan dengan balok normal (BN). Hal iitu terutama disebabkan luas tulangan tarik balok beton bertulang setelah diperkuat (BPN dan BPS) lebih besar dibandingkan luas tulangan tarik balok beton sebelum diperkuat (BN). Kapasitas apasitas lentur balok perkuatan serat (BPS) juga mengalami peningkatan sebesar ar 45,75% jika dibandingkan dengan kapasitas lentur balok perkuatan normal (BPN), yaitu dari 22,603 kNm menjadi 32,944 kNm. Hal tersebut terjadi karena diperhitungkannya luasan blok tarik dari beton serat yang dijadikan perkuatan sehingga mampu meningkatkan tegangan tarik.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 160
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Kapasitas lentur hasil pengujian pada umumnya lebih besar dibandingkan kapasitas lentur hasil analisis teoritis penampang. Menurut Mediyanto (2000) hal tersebut terjadi karena dalam analisis teoritis penampang digunakan rumus yang cukup aman terhadap hasil sesungguhnya serta adanya variasi simpangan kuat tekan di sepanjang bentang. Selain itu juga disebabkan oleh kondisi regangan () tulangan baja pada saat pengujian lentur yang lebih besar dibandingkan regangan yield (y) walaupun tegangan yield (fy) yang terjadi sama. Namun untuk balok perkuatan serat (BPS) kapasitas lentur hasil pengujian lebih kecil dibandingkan kapasitas lentur hasil analisis teoritis penampang. Hal ini diakibatkan proses pemadatan yang dilakukan secara manual kurang efektif sehingga adukan beton segar tidak padat mengisi bagian perkuatan balok (terdapat pori – pori).
Pola Retak Retak pada benda uji diawali dengan retak pada permukaan tarik penampang menjalar ke arah vertikal, melebar, lalu beton mengalami retakan yang cukup dalam di antara 2 beban serta keruntuhan penampang tulangan. Selanjutnya pola retak masing-masing benda uji disajikan pada Gambar 4.
7
8 5
7
6
3 2
2
2 1
2
1
a. Benda uji balok normal
13 12
11
10
10
8
4
11
5 1
6 2 4
9
13
3
3
1
2
b. Benda uji balok perkuatan normal
12
10 5
6
4
11
3
10
11 8
3 10 2 1 1 1
8
2
6
c. Benda balok perkuatan serat Gambar 4. Pola retak masing-masing benda uji
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 161
Struktur
5. KESIMPULAN a.
Perkuatan beton normal menurut hasil pengujian yang dilakukan dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 72,646%, sedangkan menurut hasil analisis penampang secara teoritis dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 116,96% dibandingkan dengan balok beton sebelum diperkuat.
b.
Perkuatan beton serat anyaman kawat menurut hasil pengujian yang dilakukan dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 75,785% , sedangkan menurut hasil analisis penampang secara teoritis dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 216,22% dibandingkan dengan balok beton sebelum diperkuat.
c.
Perkuatan beton serat anyaman kawat menurut hasil pengujian yang dilakukan dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 1,82%, sedangkan menurut hasil analisis penampang secara teoritis dapat meningkatkan kapasitas lentur sebesar 45,75% jika dibandingkan dengan perkuatan beton normal.
DAFTAR PUSTAKA ACI Committee 544 1R-96, 1996, Fibre Reinforced Concrete, ACI International, Michigan. Arsyad, M., 2003, Kuat Lentur Dan Geser Beton Dengan Penambahan Anyaman Kawat (Kasa) Sebagai Bahan Serat, FT UNS, Surakarta. Dipohusodo, I., 1994, Struktur Beton Bertulang, Gramedia, Jakarta. Feld, J. dan Carper K., 1997, Construction Failure 2nd Ed., John Wiley & Sons, Inc., New York, dikutip dari Construction & Equipment Spotlight : Why Do Some Structures Fall Down?, http://www.djc.com/special/const97/10023875.html, diakses tanggal 9 Februari 2008 Mediyanto, A., 2000, Perkuatan Balok Beton Dengan Beton Normal Ddan Beton Serat polyester Dengan Bentuk Sengkang Yang Berbeda-Beda, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Purnomo, D., 2003, Tinjauan Kuat Desak dan Kuat Tarik Belah Beton dengan Berbagai Variasi Penambahan Serat Kasa, FT UNS, Surakarta. Surdia, T. dan Saito, S., 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Kelima, PT. Pradya Paramita, Jakarta. Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, FT UGM, Yogyakarta. Wang, C.K. dan Salmon, C.G., (alih bahasa: Binsar Hariadja), 1993, Desain Beton Bertulang, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. Wariyatno, N. G. dan Haryanto, Y., 2008, Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Sebagai Nilai Estimasi Kekuatan Sisa Pada Beton Serat Anyaman Kawat Akibat Variasi Suhu Tinggi Pasca Kebakaran, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik FTS Unsoed, Purwokerto.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 162
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013