1
PEMANFAATAN BAKTERI Streptococcus mutans SEBAGAI PERAPUH GIGI SERI PADA TIKUS PUTIH
ESI ADLIYAH
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
ABSTRAK ESI ADLIYAH. Pemanfaatan Bakteri Streptococcus mutans sebagai Perapuh Gigi Seri pada Tikus Putih. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO. Tikus memiliki gigi seri yang terus tumbuh sepanjang siklus hidupnya. Pertumbuhan gigi seri tersebut dapat dikendalikan dengan mengerat, namun perilaku tersebut dapat megakibatkan kerugian terhadap manusia, salah satunya kerusakan pada tanaman budidaya dan alat-alat rumah tangga. Gigi tikus memiliki kekuatan yang tinggi sehingga mampu mengonsumsi pakan dengan nilai kekerasan yang tinggi. Pemanfaatan Bakteri Streptococcus mutans sebagai perapuh gigi seri pada tikus merupakan salah satu pengendalian terhadap masalah ini. Bakteri S. mutans diuji dengan 4 tingkat konsentrasi, yaitu 3x104, 3x106, dan 3x108 cfu/ml dan 2 lama pemberian, yaitu 4 dan 8 hari. Peubah yang diamati adalah kekerasan gigi seri tikus dan tingkat konsumsinya terhadap gabah dan pelet. Bakteri mampu mengurangi kekerasan gigi seri tikus dan konsumsi untuk padi pada semua konsentrasi. Konsumsi untuk pelet meningkat setelah aplikasi, namun tidak sesuai pada selama aplikasi. Interaksi dari kedua faktor, semakin lama pemberian bakteri S. mutans semakin menurun kekerasan gigi seri dan konsumsi gabah, kecuali kontrol dan 3x108 cfu/ml. Penurunan konsumsi gabah sebesar 46.8% sampai 59.4%. Kata kunci: gigi seri tikus, bakteri perapuh gigi, kekerasan gigi, tingkat konsumsi.
ABSTRACT ESI ADLIYAH. Usage of Streptococcus mutans as White Rat Incisor Fragility Agent. Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO. Rat incisor keeps growing along with rat’s life. Rat incisor can be controlled by gnawing, however it may bring disadvantages to human such as plant cultivation damage and household tool. The strenght of rat’s teeth is high, so they can consume something hard. Usage of Streptococcus mutans as rat incisor fragility agent is one of the ways to solve this matter. S. mutans can be examined 4 treatment, i.e. control, 3x104, 3x106, and 3x108 cfu/ml and different period of time, i.e. 4 and 8 days. The variable which observed are hardness of the rat incisor and preference of consumption to paddy and pellets. In this experiment, the bacteria decreases the hardness of rat incisor and consumption to paddy in all consentration. Consumption to pellets increased after the application but it’s not appropriate during application. Interaction of those factors is the longer S. mutans given to the rat, the more fragility will happen to rat incisor and will impact to the paddy consumption, except control and 3x108cfu/ml. Decreasing of paddy consumption could be taken place between 46.8% to 59.4%. Keywords: incisor hardness, bactery teeth fragility, consumpsion.
4
5
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
6
7
PEMANFAATAN BAKTERI Streptococcus mutans SEBAGAI PERAPUH GIGI SERI PADA TIKUS PUTIH
ESI ADLIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
8
9
Judul Skripsi : Pemanfaatan Bakteri Streptococcus mutans sebagai Perapuh Gigi Seri pada Tikus Putih Nama : Esi Adliyah NIM : A34100092
Disetujui oleh
Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen
Tanggal lulus :
10
11
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pemanfaatan Bakteri Streptococcus mutans sebagai Perapuh Gigi Seri pada Tikus Putih. Tugas Akhir sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman. Tugas Akhir tersebut dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertania; Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Hewan; dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana pribadi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi selaku pembimbing dan Bapak drh Usamah Affif, MSc yang telah banyak memberi saran, Bapak Soban, Bapak Syarif, dan Ibu Esih yang telah membantu di Laboratorium sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga pada Ibu, Bapak, Teteh, Echa, Mahib, dan seluruh keluarga, serta Nurisna, Shiddiq, Jodi, Kiki, Hana, Bunga, Dwi, Dhita, Uput, Ka Iza, Aslia, Aan, Eka, Retno, dan teman-teman lainnya atas bantuan, doa, dan kasih sayangnya.
Bogor, Januari 2014 Esi Adliyah
12
13
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Tujuan 2 Manfaat 2 BAHAN DAN METODE 3 Waktu dan Tempat Penelitian 3 Bahan dan Alat 3 Metode 3 Persiapan bahan bakteri 3 Pengujian pada tikus 4 Pengukuran kekerasan gigi seri dan pakan tikus 5 Pengolahan data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kekerasan gigi seri tikus dan proses kerapuhan oleh bakteri S. mutans 6 Pengaruh kerapuhan gigi terhadap konsumsi pakan tikus 7 Hubungan kekerasan gigi, konsumsi, dan kemampiuan mengerat 10 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 18
14
15
DAFTAR TABEL Tabel 1 Pengaruh konsentasi dan lama pemberian bakteri terhadap nilai kekerasan gigi seri Tabel 2 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi Tabel 3 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi
6 7 9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Prosedur pembiakan bakteri S. mutans (A) Isolat murni bakteri Prosedur pengenceran berseri (A) McFarland 1, (B) Shaker, Kandang pengujian Prosedur pengujian pada tikus (A) Penetesan pada tikus, (B) tikus Gambar 5 Kiya Hardness Tester Gambar 6 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah selama aplikasi Gambar 7 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah setelah aplikasi
3 4 4 5 5 8 9
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap kekerasan gigi seri Lampiran 2 Analisis ragam preferensi pakan tikus terhadap konsumsi gabah dan pelet Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah sebelum, selama, dan setelah aplikasi Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh interaksi konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah sebelum, selama, dan setelah aplikasi Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi pelet sebelum, selama, dan setelah aplikasi Lampiran 7 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi
14 14 14
15
15
16 17
16
1
PENDAHULUAN Rodentia berasal dari bahasa latin “rodere” artinya hewan pengerat. Tikus merupakan salah satu jenis hewan pengerat yang menjadi hama, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Hewan pengerat dicirikan dengan adanya 2 pasang gigi seri pada rahang atas dan bawah yang tumbuh terus sepanjang hidupnya (Marbawati & Ismanto 2011). Apabila dibiarkan, pertumbuhan ini akan mengganggu aktivitas tikus, untuk mengendalikannya tikus mengerat bendabenda keras. Perilaku mengerat ini mengakibatkan berbagai kerugian pada manusia, diantaranya kerusakan pada bangunan, alat-alat rumah tangga, tanaman budidaya, dan berkurangnya simpanan bahan makanan di penggudangan, selanjutnya dapat mengakibatkan kontaminasi pada bahan makanan, dan terbawanya beberapa patogen dari tikus ke manusia atau hewan peliharaan lain pada habitat rumah (Priyambodo 2003). Meskipun hewan Rodentia identik dengan perilaku mengerat, terdapat satu spesies, Paucidentomys vermidax, yang ditemukan di Sulawesi oleh peneliti biologi dari Kanada yang tidak dapat mengerat. Spesies ini adalah satu-satunya Rodentia di dunia yang tidak memiliki gigi geraham dan hanya memiliki gigi seri yang sangat kecil. Gigi seri tersebut berfungsi sebagai pemotong pakan yang lunak (Esselstyn et al. 2012). Hal ini disebabkan gigi tersebut tidak tumbuh terus menerus seperti hewan Rodentia lainnya. Hal lain yang dapat mempengaruhi perilaku mengerat tikus adalah penurunan kekerasan gigi seri melalui perapuhan. Gigi yang rapuh mengakibatkan tikus mengurangi perilakunya dalam mengerat sehingga tikus tidak mampu mengendalikan pertumbuhan gigi serinya dan mengganggu aktivitasnya. Menurut Priyambodo (2003), tikus mampu mengerat bahan-bahan keras sampai nilai 5.5 pada skala kekerasan geologi. Bahan-bahan yang dikerat tersebut termasuk kayu pada bangunan, lembaran alumunium, beton berkualitas buruk, dan aspal. Gigi seri tikus erupsi saat berumur 10 hari sampai 11 hari (Priyambodo 2003). Menurut Murdoch (1999), panjang dan kecepatan rata-rata erupsi gigi seri atas (2.4 mm dan 0.16 mm/hari) sedangkan gigi seri bawah (2.6 mm dan 0.1 mm/hari). Selain untuk mengerat, gigi seri digunakan untuk memotong pakan. Tikus biasanya mengonsumsi serelia, yang memiliki nilai kekerasan relatif tinggi. Berdasarkan penelitian Argasasmita (2008), rata-rata kekerasan dari sepuluh varietas beras di Indonesia adalah 6.31 kgf. Nilai kekerasan untuk beberapa kacang-kacangan, yaitu kedelai 12.81 kgf (Ratnaningtyas 2003) dan kacang hijau 12.95 kgf (Sirojudin 1996). Penurunan konsumsi pada tikus terhadap pakan keras menjadi salah satu indikator penurunan kekerasan gigi seri. Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri utama dalam pembentukan plak gigi dan karies pada manusia. Plak merupakan dekstran yang melekatkan bakteri-bakteri yang berkoloni di sekitar gigi dan membentuk massa berwarna krem dan lengket. Karies gigi adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email dan terus berkembang ke bagian dalam menghancurkan struktur internal gigi. Keduanya adalah penyebab demineralisasi yang memicu kerapuhan gigi (Houwink 1993). Mineral yang terkandung dalam gigi dapat terurai dengan adanya proses demineralisasi. Proses demineralisasi terjadi akibat larutnya email gigi karena kondisi asam (Veld et al. 1993). Interaksi antara bakteri S. mutans dan gula yang
2 dikatalisator oleh enzim glikosiltransferase (GTFs) dan fruktosiltransferase (FTFs) mengakibatkan fermentasi di dalam mulut. S. mutans memproduksi 3 jenis GTFs, yaitu GTF B, GTF C, dan GTF D. GTF B merupakan enzim yang berperan dalam sintesis insoluble glucans, yaitu proses akumulasi dan pelekatan antara bakteri dengan polimer glukosa pada permukaan gigi membentuk plak yang tidak larut dalam saliva. Penempelan plak yang berkembang ini, memicu larutnya email gigi yang mengakibatkan kerapuhan (Gronroos 2000). Bakteri S. mutans termasuk dalam kelompok mutans streptococci. Kelompok ini berperan sebagai penghasil senyawa asam, yang juga mampu mengakibatkan proses demineralisasi. Namun, yang memiliki enzim GTF B hanya S. mutans sehingga pengurangan mineral akibat aktivitas kelompok mutans streptococci lainnya dapat segera digantikan oleh ion-ion yang terkadung dalam saliva. Kelompok mutans streptococci yang terdapat pada tikus terdiri dari S. cricetus, S. rattus, dan S. ferus (Houwink 1993). Bakteri S. mutans dapat dikaji untuk merapuhkan gigi seri tikus dan menurunkan konsumsinya terhadap pakan yang keras. Menurut Hendrik et al . (2013), komposisi gigi tikus serupa dengan gigi manusia, yaitu 93% sampai 95% tersusun oleh material anorganik seperti mineral, sehingga perapuhan gigi menggunakan bakteri S. mutans dapat berpengaruh sama terhadap gigi seri tikus. Tujuan Mengkaji pengaruh bakteri S. mutans terhadap kekerasan gigi seri tikus dengan konsentrasi dan lama pemberian berbeda serta mengukur konsumsi tikus terhadap pakan yang keras dan lunak. Manfaat Bakteri S. mutans dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian hama tikus dengan cara merapuhkan gigi serinya yang berfungsi untuk mengerat atau mengkonsumsi pakan yang keras. Potensi perapuhan gigi ini dapat dikembangkan melalui penelitian lebih lanjut.
3
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian; Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Hewan; dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari Bulan April sampai dengan Juni 2013. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah isolat murni bakteri S. mutans, tikus putih, gabah, pelet, Blood Agar (BA), alkohol 70%, NaCl fisioligis 0.9%, lilin, plastik, dan kloroform. Alat yang digunakan adalah kandang tikus, wadah kecil untuk pakan tikus, gelas, sendok, pinset, ice pack, tabung reaksi, wadah tertutup, Kiya Hardness Tester, timbangan, cawan petri, pipet, jarum suntik 1 ml, bunsen, shaker, anaerobic jar, autoklaf, jarum inokulasi, lemari pendingin, dan inkubator. Metode Persiapan bahan bakteri Isolat murni bakteri S. mutans didapat dari Laboratorium Mikrobiologi, Universitas Indonesia. Isolat murni tersebut kemudian dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi Klinis menggunakan teknik cawan gores pada media Blood agar (BA). BA dibuat dari 40 g blood agar base/1 l air destilasi, dimasukkan pada cawan petri dan distrerilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, lalu didinginkan hingga 45 sampai 50°C, ditambahkan darah steril sebanyak 7%. Cawan petri dimasukkan pada anaerobic jar beserta lilin yang dinyalakan sehingga tercipta lingkungan anaerobik (tersalurkan gas N2, CO2, dan H2) kemudian anaerobic jar ditutup dan disimpan di inkubator selama 2x24 jam (Volk & Wheeler 1993).
(A)
(B)
(C)
Gambar 1 Prosedur pembiakan bakteri S. mutans (A) Isolat murni bakteri S. mutans, (B) Anareobic jar, (C) Hasil biakan bakteri S. mutans Menurut Gronroos (2000), kelompok mutans streptococci pada saliva ratarata 107 cfu/ml sehingga dipilih konsentrasi yang lebih tinggi (3x108 cfu/ml) dan konsentrasi yang lebih rendah (3x106 dan 3x104 cfu/ml). Konsentrasi larutan 3x108 cfu/ml mengacu pada Larutan McFarland 1 dengan penyelarasan menggunakan shaker (Sutton 2011). Tahapan selanjutnya, dibuat konsentrasi larutan bakteri 3x104 dan 3x106 cfu/ml menggunakan teknik pengenceran berseri, untuk mendapatkan konsentrasi 3x107 cfu/ml, diambil 1 ml konsentrasi 3x108 cfu/ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis 0.9%, diteruskan hingga konsentrasi 3x104 cfu/ml. Larutan yang diujikan, yaitu kontrol (NaCl fisiologis 0.9%), konsentrasi 3x104, 3x106, dan 3x108 cfu/ml. Larutan bakteri yang telah
4 siap dimasukkan pada wadah tertutup disertai ice pack terlebih dahulu, hingga dipindahkan ke lemari pendingin di Laboratorium Vertebrata Hama untuk diujikan pada tikus putih.
(A)
(B)
(C)
Gambar 2 Prosedur pengenceran berseri (A) McFarland 1, (B) Shaker, (C) Hasil pengenceran Pengujian pada tikus Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus albinous) yang didapat dari peternak tikus di Jakarta. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama. Pada pengujian tikus, tahapan pertama yang disiapkan adalah kandang uji yang berisi 2 wadah kecil (diisi pakan, yaitu gabah dan pelet sebanyak 20% dari bobot tubuh) dan gelas (diisi air minum). Pemilihan gabah dan pelet sebagai indikator kekerasan pakan yang berbeda. Bobot tikus yang digunakan saat aplikasi adalah 95 sampai 195 g atau berumur 40 sampai 60 hari. Gigi seri tikus tumbuh sempurna saat berumur lebih dari 40 hari (Smith & Mangkoewidjojo 1988; Hendrik et al. 2013). Tikus putih ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot tubuh awal.
Gambar 3 Kandang pengujian Pengujian pada tikus dilakukan dengan tiga tahap, yaitu sebelum, selama, dan setelah aplikasi. Pada semua tahapan, tikus diberi pakan, yaitu gabah dan pelet serta air minum. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan dengan cara menimbang pakan setiap 24 jam. Tahapan sebelum aplikasi dimaksudkan untuk mengetahui preferensi makan tikus terhadap gabah dan pelet, dilakukan selama 2 sampai 10 hari bergantung bobot awal tikus. Perlakuan berbeda hanya terdapat pada tahap selama aplikasi, yaitu tikus diberi perlakuan berupa pemberian larutan yang mengandung bakteri. Larutan bakteri diambil dari lemari pendingin, dimasukkan ke dalam jarum suntik berukuran 1 ml. Selanjutnya, larutan bakteri yang telah siap, diaplikasikan pada tikus dengan cara meneteskan ke bagian gigi serinya. Menurut Priyambodo (2003), email gigi seri tikus hanya terdapat pada bagian satu sisi saja, yaitu sisi yang menghadap ke luar. Penetesan pada gigi seri dimaksudkan agar larutan bakteri tepat mengenai email gigi tikus. Aplikasi dilakukan selama 4 dan 8 hari. Pengujian rodentisida umumnya dilakukan dengan lama pemberian maksimum selama 4 hari berturut-turut. Hal ini dilakukan
5 karena saat ini rodentisida mampu mengendalikan tikus dalam jangka waktu yang singkat (Priyambodo 2012). Tahap setelah aplikasi, dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada tahap selama aplikasi terhadap preferensi pakan dan kekerasan gigi seri tikus. Tikus dimatikan menggunakan kloroform kemudian ditimbang bobot akhir, gigi serinya dicabut dengan pinset dan dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam plastik.
(A)
(B)
(C)
Gambar 4 Prosedur pengujian pada tikus (A) Penetesan pada tikus, (B) tikus yang telah dimatikan, (C) gigi seri tikus Pengukuran kekerasan gigi seri dan pakan tikus Pengukuran kekerasan gigi seri dan pakan tikus dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan menggunakan alat Kiya Hardness Tester (Webb et al. 1986). Perhitungan konversi konsumsi pakan tikus menurut Priyambodo (2012) digunakan rumus: x̅ C x m C: konsumsi pakan tikus (g), x̅ : rata-rata konsumsi pakan tikus (g), m: rata-rata bobot tubuh tikus (g). Menurut penelitian Argasasmita (2008), satuan kekerasan alat kiya hardness tester adalah kgf, satuan ini menunjukkan gaya. Pengukuran kekerasan gigi untuk setiap tikus sebanyak 4 gigi seri, terdiri dari satu pasang gigi seri atas dan satu pasang gigi seri bawah. Pengukuran kekerasan lainnya adalah pakan tikus, yaitu gabah dan pelet sebanyak 20 butir untuk mengetahui rata-rata kekerasannya.
Gambar 5 Kiya Hardness Tester Pengolahan data Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan acak lengkap untuk preferensi pakan dan kombinasi pengaruh tahapan aplikasi dan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) untuk tahap pengaruh faktor konsentrasi dan lama pemberian bakteri sebanyak 4 ulangan. Perhitungan konversi konsumsi pakan tikus diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Data hasil konversi dianalisis ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows versi 9.1 dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kekerasan gigi seri tikus dan proses kerapuhan oleh bakteri S. mutans Kekerasan gigi menunjukkan kekuatan gigi dalam menerima beban hingga gigi patah atau hancur. Kekerasan gigi seri tikus menurun dengan pemberian bakteri dengan konsentrasi yang berbeda (Tabel 1 dan Lampiran 1). Kekerasan gigi seri tikus tanpa perlakuan bakteri (kontrol) menunjukkan nilai kekerasan lebih dari 20 kgf. Nilai ini tidak terukur secara akurat karena alat yang digunakan memiliki nilai maksimal sebesar 20 kgf. Menurut Hendrik et al. (2013) rata-rata kekerasan email gigi seri tikus adalah 315.80 VHN sampai 326.89 VHN atau 32 kgf sampai 33 kgf. Kekerasan gigi seri tikus menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Kekerasan untuk konsentrasi 3x106 dan 3x108 cfu/ml lebih kecil dari konsentrasi 3X104 cfu/ml. Lama pemberian bakteri tidak berpengaruh, hal ini karena selang waktu saat pengujian singkat. Namun, penurunan kekerasan gigi seri pada tikus ini berlangsung lebih cepat dibandingkan pada manusia. Menurut Houwink (1993), karies pada gigi manusia memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk berkembang. Hal ini terjadi karena pada manusia terdapat proses penghambatan, yaitu pembersihan mulut secara teratur. Kesamaan antara manusia dan tikus dalam proses penghambatan adalah pergantian mineral dari ion-ion yang terdapat pada saliva saja. Namun, apabila bakteri S. mutans sudah berkoloni dan membentuk plak, serta berlanjut pada tahap berikutnya, yaitu karies, pergantian mineral ini akan sulit dilakukan. Perapuhan pun terjadi seiring dengan menurunnya nilai kekerasan gigi seri tikus. Hal lain yang mendukung proses perapuhan gigi seri lebih cepat adalah jumlah bakteri yang tinggi diteteskan pada gigi seri tikus dengan pemberian satu kali selama 4 dan 8 hari berturut-turut. Menurut Houwink (1993), plak mulai menyatu dengan gigi sekitar 20 menit setelah makan. Proses demineralisasi terjadi sejak plak gigi terbentuk. Karies inilah yang memicu keropos pada gigi, meskipun pengaruhnya kecil, namun kekerasan gigi seri tetap menurun. Hasil pengujian ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi dan lama pemberian bakteri S. mutans semakin menurun kekerasan gigi seri tikus. Tabel 1 Pengaruh konsentasi dan lama pemberian bakteri terhadap nilai kekerasan gigi seri Perlakuan Kekerasan (kgf)a Konsentrasi larutan bakteri (cfu/ml) Kontrol >20 4 3x10 17.85 ± 1.30 a 3X106 14.03 ± 2.60 b 3X108 13.14 ± 2.50 b Lama pemberian (hari) 4 hari 15.49 ± 2.84 a 8 hari 14.71 ± 3.17 a a
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
7 Pengaruh kerapuhan gigi terhadap konsumsi pakan tikus Penurunan kekerasan pada gigi seri tikus dapat mengurangi kemampuan tikus dalam mengerat dan memotong pakan yang keras. Menurut Priyambodo (2003), pertumbuhan gigi seri yang tidak diimbangi dengan mengerat akan terganggu aktivitasnya, terutama dalam mengonsumsi pakan. Saat tikus tidak dapat menstabilkan pertumbuhan gigi serinya karena kerapuhan yang terjadi pada gigi seri, tikus akan mengurangi konsumsinya terhadap gabah (indikator pakan yang keras), kemudian memilih pelet (indikator pakan yang lunak). Tikus sebagai hewan omnivora (pemakan segala) mengonsumsi semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia. Meskipun demikian, tikus cenderung memilih biji-bijian (serelia) seperti padi, jagung, dan gandum serta kacang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, telur, buah-buahan, dan sayursayuran (Priyambodo 2003). Pada pengujian, pakan yang digunakan adalah gabah dan pelet. Rata-rata konsumsi gabah 6.71 ± 1.83 g lebih tinggi dibandingkan dengan pelet 3.77 ± 2.16 g (P<0.05). Hal ini menunjukkan tikus lebih menyukai gabah dibandingkan pelet (Lampiran 2). Kandungan yang terdapat pada gabah adalah 75% karbohidrat dan 8% protein. Penyusun lainnya adalah lemak, serat, dan abu (Haryadi 2008). Kandungan yang terdapat pada pelet diantaranya 40% sampai 50% jagung, 7% sampai 8% dedak padi, dan 30% sampai 35% biji-bijian. Penyusun lainnya adalah minyak kelapa, garam, campuran mineral, campuran vitamin, dan lain-lain (Lusiana 2008). Tikus memerlukan kandungan dasar pada makanannya, yaitu 45% sampai 50% karbohidrat, 20% sampai 25% protein, 5% lemak, 5% serat kasar, 4% sampai 5% abu, serta vitamin (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Komponen utama tersebut memenuhi kebutuhan dasar tikus. Pada tahap sebelum, selama, dan setelah aplikasi, semakin tinggi konsentrasi bakteri mengakibatkan konsumsi gabah semakin menurun (Tabel 2 dan Lampiran 3). Penurunan tertinggi terjadi pada konsentrasi bakteri 3x10 8 cfu/ml. Lama pemberian bakteri tidak berpengaruh terhadap konsumsi gabah, meskipun pemberian bakteri telah dihentikan. Tabel 2 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi Konsumsi pakan tikus (g) Perlakuan Sebelum Selama Setelah Konsentrasi larutan bakteri (cfu/ml) Kontrol 7.34 ± 2.26 a 6.55 ± 1.42 a 6.37 ± 2.22 a 3x104 6.82 ± 1.89 a 5.94 ± 2.29 a 5.38 ± 2.14 a 3X106 6.95 ± 2.26 a 5.45 ± 2.26 ab 4.46 ± 2.78 b 3X108 6.90 ± 1.37 a 3.67 ± 0.70 b 2.80 ± 0.83 c Lama pemberian (hari) 4 hari 7.04 ± 1.16 a 6.03 ± 2.28 ab 5.40 ± 2.56 b 8 hari 6.97 ± 1.26 a 4.88 ± 1.60 b 4.23 ± 2.19 b a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Ketersediaan gabah sebagai karbohidrat yang mengandung gula mendukung proses fermentasi dari aktivitas bakteri S. mutans. Penurunan terbesar terjadi pada konsentrasi 3x108 cfu/ml. Pada tahap selama aplikasi, pengaruh konsentrasi terhadap konsumsi untuk konsentrasi bakteri 3x108 cfu/ml
8 lebih rendah (3.67 ± 0.70 g) dibandingkan dengan kontrol, 3x104, dan 3x106 cfu/ml (6.55 ± 1.42, 5.94 ± 2.29, dan 5.45 ± 2.26 g). Sementara itu, pengaruh lama pemberian terhadap konsumsi gabah adalah semakin lama pemberian larutan bakteri semakin rendah konsumsi gabahnya (6.03 ± 2.28 g untuk 4 hari dan 4.88± 1.60 g untuk 8 hari). Setelah aplikasi, konsumsi gabah untuk konsentrasi 3x106 dan 3x108 cfu/ml (4.46 ± 2.78 dan 2.80 ± 0.83 g) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (6.37 ± 2.22), begitu juga konsentrasi 3x108 cfu/ml (2.80 ± 0.83 g) lebih rendah dibandingkan dengan 3x104 cfu/ml (5.38 ± 2.14 g). Lama pemberian bakteri tidak berpengaruh (5.40 ± 2.56 g untuk 4 hari dan 4.23 ± 2.19 g untuk 8 hari) pada P<0.05 (Lampiran 4). Hal tersebut menunjukkan pengaruh bakteri terhadap konsumsi gabah tidak berhenti pada saat aplikasi selesai. Penghentian pemberian bakteri membuat jumlah bakteri dalam mulut tidak bertambah dalam jumlah tinggi sehingga lama pemberian setelah aplikasi tidak berpengaruh terhadap konsumsi. Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah selama dan setelah aplikasi dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7, dan Lampiran 5. Berdasarkan Gambar 6, konsumsi gabah pada konsentrasi 3x104 cfu/ml untuk 8 hari lebih rendah dibandingkan dengan 4 hari, sedangkan untuk konsentrasi lainnya tidak dipengaruhi lama pemberian bakteri. 10 9 8
ab
a abc
a
Konsumsi (g)
7 6
cd
bcd
5
d
d
4
4 8
3 2 1 0
Kontrol kontrol
6
4 3x10 3x10 3x104 3x106 Konsentrasi (cfu/ml)
8
3x10 3x108
Gambar 6 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah selama aplikasi Pada Gambar 7, perlakuan kontrol dan 3x108 cfu/ml tidak dipengaruhi oleh lama pemberian sebaliknya untuk 3x104 dan 3x106 cfu/ml pada tahap setelah aplikasi. Lama pemberian 4 hari, tidak berpengaruh antar konsentrasi sedangkan untuk 8 hari, konsumsi gabah untuk konsentrasi 3x104, 3x106, dan 3x108 cfu/ml lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Konsumsi gabah paling rendah terjadi pada konsentrasi 3x108 cfu/ml untuk 4 dan 8 hari. Hal ini disebabkan kebutuhan tikus akan gabah membuat tikus tetap mengonsumsi gabah. Rata-rata konsumsi gabah untuk konsentrasi 3x108 cfu/ml sebelum aplikasi 6.90 g sedangkan selama aplikasi hanya 3.62 dan 3.72 g, dan setelah aplikasi 3.84 dan 2.57 g atau sekitar setengah dari kebutuhan pakan dasarnya.
9
10 9 8
ab abc a
a
Konsumsi (g)
7 6
bc
bc
5 4
c
4 c
3
8
2 1 0 Kontrol kontrol
4
3x10 3x104
6
3x10 3x106
8
3x10 3x108
Kosentrasi (cfu/ml)
Gambar 7 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah setelah aplikasi Konsumsi pelet selama aplikasi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi namun oleh lama pemberian (Lampiran 6). Kosumsi pelet setelah aplikasi dipengaruhi oleh konsentrasi bakteri dan lama pemberian, semakin tinggi konsentrasi dan lama pemberian semakin meningkat konsumsi terhadap pelet, namun tidak terdapat interaksi antara keduanya. Konsumsi untuk 3x106 (5.44 ± 1.44 g) dan 3x108 cfu/ml (5.48 ± 1.32 g) konsumsi lebih besar dibandingkan dengan 3x104 cfu/ml (3.84 ± 1.64 g) dan kontrol (2.90 ± 1.17 g) pada P<0.05. Berdasarkan tahapan aplikasi, pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi pelet adalah penurunan pada tahap selama aplikasi. hal ini, disebabkan tikus mengalami cekaman selama aplikasi dan mulai beradaptasi untuk mengosumsi pelet (Tabel 3 dan Lampiran 7). Tabel 3 Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi pelet berdasarkan tahapan aplikasi Konsumsi pakan tikus (g) Perlakuan Sebelum Selama Setelah Konsentrasi larutan bakteri (cfu/ml) Kontrol 3.96 ± 3.44 a 3.41 ± 2.01 a 2.90 ± 1.17 a 4 3x10 4.26 ± 1.77 a 3.20 ± 1.23 b 3.84 ± 1.64 ab 3X106 4.84 ± 3.13 a 3.27 ± 1.61 b 5.44 ± 1.44 ab 3X108 4.19 ± 1.92 a 3.29 ± 1.83 b 5.48 ± 1.32 ab Lama pemberian (hari) 4 hari 4.14 ± 1.75 a 2.35 ± 2.28 b 3.65 ± 1.31 a 8 hari 4.49 ± 2.93 ab 3.27 ± 0.40 b 4.77 ± 1.60 a a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Ketidaksesuaian konsumsi pelet selama aplikasi karena kandungan utama pada pelet adalah jagung (palawija), menurut (Priyambodo 2003), palawija tidak
10 sesuai untuk metabolisme tikus. Pada tahapan ini, tikus masih beradaptasi untuk mengonsumsi pelet dan mengalami cekaman akibat perlakuan. Hubungan kekerasan gigi, konsumsi, dan kemampuan mengerat Tikus dapat mengerat benda dengan kekerasan kurang dari 5.5 skala geologi (Priyambodo 2003). Nlai kekerasan menurut geologi ini didasarkan pada skala kekerasan mineral Mohs. Skala kekerasan Mohs menunjukkan kemampuan suatu sampel dari materi alami menggores materi lainnya. Sampel materi yang digunakan adalah mineral (Gerrard 1987). Kekerasan 1 sampai 2 skala Mohs setara dengan kuku jari, 2 sampai 5 besi-besi kecil pisau, 5 sampai 6.5 baja, dan 6.5 sampai 10 intan. Kekerasan 5.5 skala Mohs setara dengan 60 kgf (Railsback 2006). Penurunan konsumsi gabah dan peningkatan konsumsi pelet sebanding dengan penurunan nilai kekerasan gigi seri tikus. Gigi yang semakin rapuh mengakibatkan tikus lebih memilih pakan dengan kekerasan yang rendah, yaitu pelet dibandingkan gabah. Rata-rata kekerasan gabah 9.93 kgf sedangkan pelet 1.55 kgf. Rata-rata kekerasan gigi seri untuk konsentrasi tertinggi adalah 13.14 kgf dan lama pemberian bakteri 8 hari 14.71 kgf. Hal ini, mampu menurunkan konsumsi tikus terhadap gabah dari 6.90 g menjadi 3.67 g selama aplikasi dan 2.80 g setelah aplikasi serta 4.88 dan 4.37 g untuk selama dan setelah aplikasi 8 hari. Penurunan konsumsi tersebut sekitar 46.8% sampai 59.4%. Sementara itu, peningkatan konsumsi pelet setelah aplikasi dari 4.19 g menjadi 5.48 g (3x108 cfu/ml) dan 5.06 g (8 hari), yaitu sebesar 20.76% sampai 30.79%. Kemampuan memotong pakan sebagai salah satu fungsi gigi seri menjadi menurun. Hal ini, berpotensi pada penurunan kemampuan tikus dalam mengerat benda-benda keras yang mengakibatkan berbagai kerugian pada manusia.
11
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kekerasan gigi seri tikus menunjukkan penurunan sebanding dengan kenaikan konsentrasi bakteri S. mutans yang diberikan. Konsentrasi bakteri berpengaruh terhadap penurunan kekerasan gigi seri tikus, sedangkan lama pemberian tidak tidak berpengaruh. Konsumsi gabah menurun antar perlakuan dengan nilai konsumsi terendah pada konsentrasi 3x108 cfu/ml. Konsumsi pelet tidak menunjukkan perubahan besar pada tahap selama aplikasi, sedangkan setelah aplikasi semakin tinggi konsentrasi dan lama pemberian semakin meningkat konsumsi tikus terhadap pelet. Interaksi kedua faktor tersebut adalah lama pemberian bakteri tidak menunjukkan pengaruh untuk konsentrasi tertinggi dan kontrol, namun sebaliknya untuk konsentrasi lainnya. Bakteri S. mutans dapat menurunkan kekerasan gigi seri dan konsumsi gabah serta meningkatkan konsumsi pelet. Konsentrasi 3x108 cfu/ml adalah konsentrasi yang paling efektif untuk menurunkan kekerasan gigi seri dan konsumsi tikus terhadap gabah. Saran Perlu adanya penelitian lanjut, yaitu pengujian terhadap tikus hama, hubungan kerapuhan gigi seri tikus dengan perilaku mengerat, uji keamanan bakteri S. mutans terhadap bagian kulit manusia, dan keterpaduan aplikasinya dengan pengendalian yang lain.
12
DAFTAR PUSTAKA Argasasmita TU. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Esselstyn JA, Achmadi AS, Rowe KC. 2012. Evolutionary novelty in a rat with no molars. Biology Letter 8(6):990-993. doi 10.1098/rsbl .2012.05 74 Biol. Lett.rsbl 20120 574. Gerrard AJ. 1987. Discussion on an observation on Mohs scale of hardness by G. West. Quarterly Journal of Engineering Geology and Hydrogeology 20:99. doi: 10.1144/GSL.QJEG.1987.020.01.10 Gronroos L. 2000. Quantitative and qualitative characterization of mutans Streptococci in saliva and in dentition [disertasi]. Helsinki (FL): University of Helsinki. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): UGM Press. Hendrik YC, Gunawan HA, Puspitawati R. 2013. Pengaruh pemberian substrat ikan teri jengki (Stolephorus insularis) terhadap kekerasan mikro permukaan email gigi tikus Sprague dawley (in vivo) [Internet]: Jakarta (ID) [diunduh 2013 Okt 1]. Tersedia pada: www.lib.ui.ac.id. Houwink B. 1993. Prevalensi penyakit gigi dan mulut. Di dalam: Maulana C, editor. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta (ID): UGM Press. hlm 12-19. Lusiana EA. 2008. Efektivitas penggunaan bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) terdetoksifikasi dalam ransum dan adanya fase recovery terhadap performa ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marbawati D, Ismanto H. 2011. Identifikasi tikus (hasil pelatihan di laboratorium mamalia lembaga ilmu pengetahuan Jakarta). Balaba 7: 46-48. Murdoch RAB. 1999. The length and eruption rates of incisors teeth in rats after one or more of them had been unimpeded. European Journal of Orthodontics 21(1):49-56. Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Priyambodo S. 2012. Buku Praktikum Vertebrata Hama. Bogor (ID): IPB Press. Railsback RB. 2006. Some fundamental of mineralogy and geochemistry [internet] Georgia (GE): University of Georgia [diunduh 2013 Nov 18]. Tersedia pada: http://www.gly.uga.edu/railsback/Fundamentals/ Hardness Trends29IL.pdf Ratnaningtyas A. 2003. Tahu dari kacang non kedelai; studi kasus kacang komak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sirojudin. 1996. Mempelajari karakteristik fisikokimia produk teksturisasi kacang hijau (Vigna radiata L. Wilcjeck) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. Mangkoewidjojo S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: The Care, Breeding and Management of Experimental Animals for Research in the Tropics. Sutton S. 2011. Determination of inoculum for microbiological testing. Journal of GXP Compliance 15(3):49-53.
13 Veld H, Helderman VP, Dirks B. 1993. Plak gigi. Di dalam: Maulana C, editor. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta (ID): UGM Press. hlm 58103. Volk WA, Wheeler MF. 1993. Mikrobiologi Dasar. Ed ke-5. Adisoemarto S, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic Microbiology. Webb BD, Pomeranz Y, Afework S, Lai FS, Bollich CN. 1986. Rice grain hardness and its relationship to some milling, cooking, and processing characteristics. Cereal Chemistry 63(1):27-30.
14 Lampiran 1 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap kekerasan gigi seri Sumber Jumlah Kuadrat db F-hitung Pr > F keragaman Kuadrat Tengah Model 5 117.8638940 23.5727788 4.79 0.0053 Konsentrasi bateri 2 105.1926921 52.5963460 10.70 0.0008 Lama pemberian 1 1.9256834 1.9256834 0.39 0.5389 Konsentrasi bakteri* 2 8.0666813 4.0333407 0.82 0.4553 Lama pemberian Galat 18 93.4303700 4.9173879 Total terkoreksi 23 211.2942640 Lampiran 2 Analisis ragam preferensi pakan tikus terhadap gabah dan pelet Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F-hitung keragaman Model 1 138.4740563 138.4740563 34.52 Galat 62 248.7209187 4.0116277 Total terkoreksi 63 387.1949750
Pr > F <.0001
Lampiran 3 Analisis ragam pengaruh tahapan aplikasi terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi Jumlah Kuadrat Sumber keragaman db F-hitung Pr > F kuadrat tengah Kontrol Model 2 4.27510000 2.13755000 0.63 0.5411 Galat 21 70.97516250 3.37976964 Total terkoreksi 23 75.25026250 4 Konsentrasi 3x10 Model 2 8.44427500 4.22213750 1.24 0.3101 Galat 21 71.57238750 3.40820893 Total terkoreksi 23 80.01666250 6 Konsentrasi 3x10 Model 2 25.2236583 12.6118292 3.45 0.0507 Galat 21 76.7771375 3.6560542 Total terkoreksi 23 102.0007958 8 Konsentrasi 3x10 Model 2 74.43943333 37.219717 78.05 Galat 21 10.01426250 0.4768696 Total terkoreksi 23 84.45369583 L. pemberian 4 hari Model 2 21.9515042 10.9757521 3.27 0.0471 Galat 45 150.8927938 3.3531732 Total terkoreksi 47 172.8442979 L. pemberian 8 hari Model 2 70.8360792 35.4180396 10.65 0.0002 Galat 45 149.6283688 3.3250749 Total terkoreksi 47 220.4644479
15 Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah sebelum, selama, dan setelah aplikasi Sumber db Jumlah Kuadrat F hitung Pr > F keragaman Kuadrat Tengah Sebelum aplikasi 7 24.2036779 3.4576683 0.85 0.5569 Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri *Lama pemberian Galat
3 1 3
10.4191163 2.3867212
24
9.9909163 105.6940750
Total terkoreksi
31
129.8977529
7
71.3479068
3.4730388 2.3867212 3.3303054
0.85 0.59 0.82
0.4770 0.4504
10.1925581
4.13
0.0036
4.90 4.84 2.82
0.0079 0.0368 0.0585
4.0651567
Selama aplikasi Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri *Lama pemberian Galat
3 1 3
36.2786055 11.9526265 20.8940566
12.0928685 11.9526264 6.9646855
24
64.1755050
2.4682887
Total terkoreksi
31
135.5234118
7
110.1270379
15.7324340
4.96
0.0012
5.59 4.34 4.13
0.0043 0.0473 0.0161
Setelah aplikasi Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri *Lama pemberian Galat
3 1 3
53.2417145 13.7566612 39.2890321
17.7472382 13.7566612 13.0963440
24
82.5033650
3.1732063
Total terkoreksi
31
192.6304029
Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh interaksi konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah selama dan setelah aplikasi Sumber db Jumlah Kuadrat F hitung Pr > F keragaman Kuadrat Tengah Selama aplikasi Model 7 71.3479068 10.1925581 4.13 0.0036 Galat 24 64.1755050 2.4682887 Total teroreksi 31 135.5234118 Setelah aplikasi Model 7 110.1270379 Galat 24 82.5033650 Total terkoreksi 31 192.6304029
16 Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi pelet sebelum, selama, dan setelah aplikasi Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-Hitung Pr > F Kuadrat tengah Sebelum aplikasi 7 19.460312 2.780045 0.36 0.9149 Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri* Lama pemberian Galat
3 1 3
3.020279 0.132898 15.876014
1.006759 0.132899 5.292005
0.13 0.02 0.69
0.9403 0.8961 0.5647
24
198.583985
7.637846
Total terkoreksi
31
218.044297
7
31.941452
4.563065
2.19
0.0693
0.00 14.46 0.22
0.9999 0.0008 0.8835
Selama aplikasi Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri* lama pemberian Galat
3 1 3
0.00751 30.180398 1.360916
0.002503 30.180398 0.453639
24
54.27073
2.087336
Total terkoreksi
31
86.21218
7
64.9042450
9.2720350
6.87
0.0001
9.85 13.82 1.45
0.0002 0.0010 0.2500
Setelah aplikasi Model Konsentrasi bakteri Lama pemberian Konsentrasi bakteri* lama pemberian Galat
3 1 3
39.9035798 18.6673580 5.8903745
13.301193 18.667358 1.9634582
24
35.1084050
1.3503233
Total terkoreksi
31
100.012650
17 Lampiran 7 Analisis ragam pengaruh konsentrasi dan lama pemberian bakteri terhadap konsumsi gabah berdasarkan tahapan aplikasi Sumber keragaman db Jumlah Kuadrat F-hitung Pr > F kuadrat tengah Kontrol Model 2 4.538100 2.269050 0.69 0.512 Galat 21 68.961900 3.283900 Total terkoreksi 23 73.500000 4 Konsentrasi 3x10 Model 2 4.641233 2.320617 3.34 0.055 Galat 21 14.592763 0.694894 Total terkoreksi 23 19.233996 6 Konsentrasi 3x10 Model 2 20.064400 10.032200 2.55 0.102 Galat 21 82.709163 3.938534 Total terkoreksi 23 102.773563 8 Konsentrasi 3x10 Model 2 19.50340833 9.751704 5.91 0.009 Galat 21 34.65748750 1.650357 Total terkoreksi 23 54.16089583 Lama pemberian 4 hari Model 2 6.59715000 3.298575 2.15 0.129 Galat 45 69.19698125 1.537711 Total terkoreksi 47 75.79413125 Lama pemberian 8 hari Model 2 20.3444042 10.1722021 2.71 0.077 Galat 45 168.9217875 3.7538175 Total terkoreksi 47 189.2661917
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 September 1991 sebagai anak ketiga dari pasangan Siti Jubaedah dan Aat Sapaat. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 11 Bandung. Pada tahun yang sama penulis lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Uji Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, di tahun pertama, penulis aktif pada organisasi daerah dan mengikuti magang BEM TPB untuk acara bakti sosial dan BEM KM Bina Desa tahun 2010/2011. Penulis aktif mengikuti magang di laboratorium Vertebrata Hama pada alih tahun 2011/2012 dan menjadi asisten pratikum untuk mata kuliah tersebut pada tahun 2012. Pada tahun 2013 bulan Juli sampai Agustus penulis melaksanakan kuliah kerja profesi di Desa Kertawaluya Kabupaten Karawang dengan melaksanakan program yang berjudul pengembangan pertanian mandiri dan kebersihan serta kesehatan di Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang. Selain itu, penulis aktif mengajar privat dalam bimbingan belajar Sony Sugema College (SSC) tahun 2013. Penulis juga aktif dalam kegiatan nonakademik, yaitu membentuk bisnis bersama teman SMA dan asrama TPB dibidang tekstil hingga semester 6, magang dibidang fashion design di salah satu butik, yaitu Adelia etnic wedding di Bandung, dan mengikuti lomba poster karikatur dengan tema korupsi untuk acara peringatan hari antikorupsi tingkat IPB tahun 2011.