Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
PEMAKNAAN REALITAS SERTA BENTUK KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU SLANK Ridwan Sugiwardana Slank is a group band which established since 1983 until nowadays still exists and has consistency producing songs about social critics issues. These social critics can not be separeted from the historical context and social condition that happened on the society. The writer assumed social critics which told by Slank in their songs as an interesting phenomenon which apropriate to examine it to the depth analysis, thus, five controversial song has chosen by the writer which are “Gosip Jalanan”, “Seperti Para Koruptor”, “Lapindo”, “Cekal”, and “Bang-bang Tut” as the object of lyrics analysis. Qualitative descriptive and satire poem has used as the method colided with the theory of literary sociology by Djoko Damono Sapardi, how is the form and the meaning of the social critics which represented in the five Slank’s song lyrics becomes the statement of the problem that held by the writer in this research. Finally, the aim of this the research is to looking for the meaning beyond the lyrics as the part of social critics from Slank’s signature songs. Keywords: Slank, literary sociology, social critics, song lyrics, satire poem Pendahuluan Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem sosial. Kritik sosial terdiri dari dua istilah yakni dari kata kritik dan sosial. Dalam pengertian kamus besar Bahasa Indonesia di jelaskan bahwa kritik ialah suatu kecaman atau tanggapan serta uraian dan pertimbangan baik buruk suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya (1996:359). Pengertian sosial memiliki arti berteman, bersama, berserikat, yang bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama. Seiring perkembangan zaman, kritik sosial politik bisa dilayangkan dengan cara dan bentuk pusparagam, salah satunya adalah dengan menggunakan media seni dan sastra. Media seni dan sastra sendiri sejatinya sudah lama dijadikan media untuk melayangkan kritik perlawanan atas kemapanan dan penindasan yang dilakukan oleh elit penguasa. Pada umumnya, kritik dan perlawanan yang muncul dalam media musik, seni rupa dan sastra sulit untuk dipahami makna kritiknya. Di dalam ranah penelitian sastra, kritik sosial sangat berperan penting dalam mempertimbangkan baik buruk hasil karya sastra tersebut. Menurut Sawardi (Sawardi, 1974:2), kritik berarti menyodorkan kenyataan secara penuh tanggung jawab dengan tujuan agar orang yang bersangkutan mengadakan perbaikan diri. Sastra pada umumnya menampilkan gambaran kehidupan sosial tertentu. Kenyataan sosial yang ditampilkan oleh pengarang dalam karyanya dapat merubah nilai-nilai kehidupan pembaca atau dalam fungsi ini Sawardi (1974:2) menyatakan bahwa sastra dapat dijadikan sebagai sarana kritik sosial. Sastra berada di tengah masyarakat yang muncul karena desakan-desakan emosional atau rasional dari masyarakat. Sastra mencerminkan persoalan sosial yang ada dalam masyrakat dan pengarang memiliki taraf kepekaan yang tinggi dalam menerjemahkan sosial 86 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
dilingkungan tersebut. Karya sastra juga mencerminkan kritik sosial yang barangkali tersembunyi (Damono, 1983:22) Slank merupakan salah satu kelompok musik yang menerjemahkan realitas sosial, politik, budaya, alam, dan dunia pendidikan yang kerab melanda bangsa Indonesia dengan bahasa anak muda yang dituangkan ke dalam musik ala Slank. Perpaduan musik Pop, Blues, Reggae, dan Rock n’ Roll menjadi ciri musik Slank dan tidak cengeng. Selanjutnya, Slank lebih menawarkan musik yang sederhana, tidak cengeng, dan kritis terhadap suatu hal, mulai dari pesan kritik, sindiran, dan pesan moral yang kerap mereka lontarkan. Lagu Slank memang banyak berkisar pada lagu yang mengedepankan pesan kritik sosial. Tidak heran ketika Slank mendapat predikat sebagai salah satu band yang konsisten terhadap permasalahan sosial. Mereka membiarkan kebebasan berekspresinya, karena apa yang mereka tuangkan dalam lirik lagu adalah pemberontakan terhadap realitas keseharian yang mereka alami. Dalam lirik lagu Slank memang sarat dengan pesan kritik sosial yang mengarah pada suatu aktivitas kehidupan dengan mengusung suatu tema. Seperti halnya dalam tema ‘korupsi’ yang terdapat dalam lirik lagu “Seperti Para Koruptor” (album The Big Hip, 2008) Hidup sederhana Gak punya apa-apa tapi banyak cinta Hidup bermewah-mewahan Punya segalanya tapi sengsara Seperti para koruptor Suatu lirik ‘sindiran’ yang mengkritik para ‘koruptor’ di dalam kalangan hidup menengah ke atas. Selain lirik lagu diatas, adapula jenis lirik lagu lainnya yang mengusung dengan bentuk ‘sindiran’ seperti, “Gosip Jalanan, Cekal, Bang-bang Tut, dan Lapindo”. Lagu-lagu inilah yang menjadi objek pembahasan dalam penelitian ini. Kelima lirik lagu diatas merupakan hasil pemilihan dari masing-masing album Slank yang sebagian mengusung tema kritik sosial. Ada pun juga tema lirik lagu lain yang berbicara tentang cinta, seperti lagu “Mawar Merah, Terlalu Manis, Ku Tak Bisa, Yang Manis dan sebagainya”. Lirik lagu merupakan suatu hasil interpretasi seorang pengarang dalam memandang sebuah fenomena yang terjadi pada saat itu. Fenomena tersebut tidak hanya dipahami sebagai pemahaman atas sosiologi masyarakatnya, tetapi hal lain yang lebih abstrak; misalnya dalam segi aspek psikologisnya dan ide pemikirannya, bahkan kedinamisan makna definitif musik dari masa ke masa dapat digunakan sebagai referensi untuk karya sastra selanjutnya. Karya lirik lagu yang dapat dikatakan baik selalu bersifat relatif; kohesif antara objek observasi pengarang dan selera pembaca dalam memaknai karya tersebut (Ricoeur 2006:14). Unsur kelima lirik lagu Slank disini menyertakan adanya bentuk kritik sosial yang diungkap secara bahasa ala Slank, yang dalam tiap penggalan lirik mengandung unsur ‘sindiran’. Keistimewaan lirik lagu “Gosip Jalanan, Cekal, Bang-bang Tut, Seperti Para Koruptor dan Lapindo adalah bentuk lirik yang bersifat berani dalam mengutarakan sebuah opini kepada pemimpin besar bangsa. Selain itu kelima lirik lagu tersebut sempat menjadi kontroversial pada zamannya. Jika dalam dunia sastra, kelima lirik lagu ini termasuk bentuk puisi satir. Puisi satir adalah bentuk puisi yang mengandung unsur ejekan atau sindiran. 87 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Peneliti membatasi masalah supaya tidak berkembang lebih jauh dalam menganalisis. Dari info yang telah diketahui (www.slank.com), Slank memiliki album sekitar 36 album yang telah diproduksi. Berkaitan dengan permasalahan ini, peneliti memilih lima lagu dari beberapa album tersebut yang dianggap menarik untuk dikaji ke dalam ranah sastra. Peneliti menggunakan kelima lirik lagu Slank yang di antaranya ialah “Bang-bang tut”, “Cekal”, “Gosip Jalanan”, “Seperti Para Koruptor” dan “Lapindo” yang membahas hubungan bentuk dan makna kritik sosial dalam lirik lagu Slank. Serta menanggapi makna lirik lagu terhadap realitas sosial yang terkait dalam kelima lirik tersebut. Peneliti menitikberatkan kajian penelitian ini pada karya dan teks itu ke dalam ranah sastra dan menghubungkan ke dalam bentuk serta makna kritik sosial yang ada pada kelima lirik lagu. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka masalah yang akan dibahas disini berkaitan dengan adanya bentuk dan makna kritik sosial yang berhubungan dengan lirik lagu Slank “Bang-bang tut, Cekal, Gosip Jalanan, Seperti Para Koruptor dan Lapindo”. Penulis akan memaparkan rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: (1) Bagaimanakah bentuk dan makna kritik sosial dalam lirik lagu Slank? Sosiologi karya sastra menitikberatkan penelitian kepada karya atau teks itu sendiri. Pokok penelaahannya adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya (Damono, 2002:3) sehingga penelitian ini menganalisis beberapa buah karya sastra kedalam kelima lirik lagu Slank yang secara mendalam dan melihat isi dari karya tersebut. Kemudian, dapat diajukan pertanyaan mengenai tujuan penulisan atau penciptaanya di dalam karya tersebut dalam kaitannya dengan lingkungan sosial budaya yang telah menghasilkannya. Sastra bukanlah sesuatu yang otonom yang dapat berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terkait erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan (Damono 2002:167). Seorang pengarang senantiasa dan niscaya hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ia senantiasa akan telibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. Pernyataan di atas senada dengan apa yang diungkapkan Teeuw (2003:83) bahwa renungan atas kehidupan merupakan suatu ciri khas yang senantiasa terdapat dalam karya sastra. Dengan demikian keadaan masyarakat di sekitar pengarang akan berpengaruh terhadap kreativitas pengarang dalam menghasilkan karya sastra. Pengarang dalam menciptakan karya sastra mempunyai hak penuh untuk mengharapkan kebebasan dari masyarakat, namun masyarakat juga mempunyai alasan untuk mengharapkan rasa tanggung jawab sosial dari pengarang (Damono 2002:54). Rasa tanggung jawab ini berupa rasa kritik atau protes, tidak untuk membuat ilusi tetapi untuk menghancurkannya. Meminjam pengertian sastra menurut Wellek dan Warren (1990:111), sastra mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya sebagai suatu reaksi, tanggapan, kritik, atau gambaran mengenai situasi tertentu. Melalui karya sastra, sastrawan berupaya menyampaikan kebenaran yang sekaligus juga kebenaran sejarah. Fungsi sastra ini dapat dilihat pada karya yang merupakan dokumentasi sosial. Pengertian teori Sapardi tentang konteks sosial pengarang ialah hubungan dengan posisi atau letak sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat 88 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
pembaca. Di dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perorangan dan disamping itu dapat mempengaruhi karya sastranya. Hal-hal ini meliputi: Bagaimana seorang pengarang mendapatkan mata pencahariannya, sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi serta masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Hasil dan Pembahasan Menurut Hasan Shadliy dalam buku Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, kritik sosial adalah salah satu bentuk komununikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem atau proses bermasyarakat (Shadliy 54). Sedangkan menurut peneliti lagu mampu menyampaikan sebuah pesan sosial secara menarik, dengan kemasan menghibur dan mampu diterima secara lebih general membuat lagu mampu bergerak dalam proses pemberian pesan penyadaran sosial. Kekuatan ini semakin lengkap ketika isu-isu sensitif terutama yang berkaitan dengan kekuasaan dikemas dalam bentuk satir. Maka dari itu penulis dalam bab ini akan menganalis adanya makna kritik sosial dalam lirik-lirik lagu Slank terpilih sebagaimana yang telah disebutkan diawal bab. Dalam membatasi analisis pada penelitian ini penulis menggunakan temuan tema kritik sosial yang terdapat dalam kelima lirik lagu Slank sebagai paramaeter analisis dari objeki penelitian ini, tema kritik sosial tersebut adalah: ketidakadilan, korupsi, dan kondisi lingkungan. 1. Kritik Ketidakadilan Tema kritik sosial dalam lirik lagu Slank yang berjudul “Gosip Jalanan” adalah kritik sosial dalam permasalahan ketidakadilan. Disini Slank menyampaikan kritik sosial yang menceritakan tentang ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat khususnya mengambil contoh kasus yang terjadi dalam ranah hukum di Indonesia. Gosip Jalanan Pernahkah lo denger mafia judi ? Katanya banyak uang suap polisi Tentara jadi... pengawal pribadi Apa lo tau mafia Narkoba ? Keluar masuk jadi Bandar di penjara Terhukum mati .. tapi bisa di tunda Siapa yg tau mafia selangkangan Tempatnya lendir-lendir berceceran Uang jutaan... bisa dpt perawan.. Kacau balau ..kacau balau Negaraku ini Ada yg tau mafia peradilan? Tangan kanan hukum di kiri pidana Di kasih uang... habis perkara.. Apa bener ada mafia Pemilu ? Entah gaptek apa manipulasi data Jual beli... su.. suara rakyat 89 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Mau tau ‘gak mafia di Senayan Kerjaannya tukang buat peraturan Bikin UUD... ujung-ujungnya duit Pernah denger ‘gak triakan Allahu Akbar..? Pake peci... tp kelakuan bar-bar.. Ngerusakin bar.. orang di tampar-tampar (Gosip Jalanan , album PLUR , 2004) Dalam penggalan lirik lagu “Gosip Jalanan” diatas terdapat banyak unsur sindiran yang tersirat. Pada bait awal tertulis bahwa pernahkah lo denger mafia judi... katanya banyak uang suap polisi... tentara jadi pengawal pribadi... Disini bisa disimpulkan bahwa judi adalah suatu hal yang dilarang untuk siapapun khususnya pada hukum di suatu negara. Akan tetapi seorang yang dimana bisa dijadikan panutan yang seharusnya dapat menegakkan hukum itu dengan baik dan adil, disini tidak dapat menegakkan hukum itu dengan baik serta adil. Penggunaan pada kata mafia sendiri ialah istilah preman dalam tingkat tinggi yang biasa disebut mafia. Bukti hubungan kritik terhadap realita sosial dapat kita lihat kasus Dewan kehormatan DPR. Lalu penggalan lirik berikutnya yang menjelaskan bahwa Mau tau gak mafia disenayan.... kerjaannya tukang buat peraturan.... bikin UUD ujung-ujungnya duit.... Hal ini cukup jelas bahwa makna lirik yang tersirat mengandung makna sindiran kepada kepemimpinan bangsa yang mana prioritas sebuah aturan atau sanksi tersebut dapat dibeli dengan uang tanpa harus dijalankan. Dari kedua penggalan lirik lagu Slank “Gosip Jalanan” ini menunjukkan bahwa bentuk keadilan yang ditegakkan oleh para kaum pembesar bangasa tidak lah adil. Hal ini akan dikhawatirkan melemahnya nilai keadilan suatu bangsa dalam penegakkan hukum. Penggunaan pada kata Mau tau gak mafia disenayan.... kerjaannya tukang buat peraturan.... bikin UUD ujung-ujungnya duit.... Juga menghadirkan unsur kritik yang mengistilahkan mafia sendiri bertujuan untuk suatu perlindungan dan penegakan hukum sendiri atau main hakim (http://id.wikipedia.com). Dalam penggalan lirik tersebut Slank mencoba menggambarkan anggota DPR yang pekerjaannya membuat peraturan atau UUD yang diplesetkan menjadi ujung-ujungnya duit. Karena lagu tersebut sempat membuat telinga beberapa anggota DPR ‘merah’, akibat mendengar lirik lagu “Gosip Jalanan” yang dinyanyikan Slank. Salah satu alasannya karena bahasa digunakan tidak etis (http://muda.kompasiana.com.html). Cekal Cekal dicekal Kritik beda pendapat Cekal dicekal Dianggap biang rusuh Kami juga punya ide Kalian juga punya ide Musyawarah mufakat Musyawarah untuk mufakat (bener nggak ?) Cekal dicekal 90 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Kebebasannya enggak bebas Cekal dicekal Soalnya nggak jelas Kami juga punya tanggung jawab Kalian nggak pelu curiga (Cekal, 1998, album PISS) Dalam penggalan lirik lagu “Cekal” menunjukkan adanya bentuk kritik yang dimana kebebasan tidak harus dicekal. Semua berhak menyuarakan pendapat tanpa harus dicekal serta bebas. Slank menciptakan lirik lagu ini bukan tanpa alasan karena apabila kita perhatikan kembali pada saat pemerintahan masa Orde Baru banyak tokoh-tokoh, pers, bahkan lagu-lagu yang mengalami pencekalan. Khususnya pada bidang karya sastra termasuk seniman-seniman lokal yang menyuarakan protes melalui karya-karya mereka apabila pemerintah mengganggap hal tersebut tidak sesuai bukan tidak mungkin seniman atau dalam hal ini pencipta karya akan mengalami pencekalan seperti contohnya Koes Plus, Iwan Fals, dan sebagainya. Dalam lirik lagu “Cekal” Slank mencoba mengkritik pemerintah yang mencekal kebebasan. Seperti pada contoh kasus pencekalan tahun 2008, album Slank sempat digugat DPR yang tersinggung dengan lagu Slank. DPR menuduh bahwa ini adalah suatu penghinaan terhadap negara. Hal ini dapat kita kaitkan dengan teori Sapardi yang menjelaskan bahwa, sejauh mana lirk lagu dapat menjadi perombak masyarakatnya serta masyarakat yang apa yang dituju. Kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa lirik lagu Slank terdapat unsur kritik sosial yang dimana dapat merombak masyarakat tinggi yaitu DPR. Bang-bang Tut Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu Ada yang ngoceh kosong aku terus melaju Ada udang di balik-balik batu Bikin hati senang padahal dia ada mau Bang-bang tut akar gulang-galing Siapa yang kentut ditembak raja maling Musuh dalam selimut, sama juga maling Mulut bau kentut, di belakang ngomong miring Lempar-lempar batu lalu sembunyi tangan Bikin orang bingung langsung buang badan Sepandai tupai melompat akhirnya jatuh juga Belagak sahabat pasti ketahuan belangnya (Bang-bang Tut, 1996) Khusus untuk lagu “Bang-Bang Tut” peneliti menemukan fakta bahwa “Bang-bang Tut” sendiri adalah lagu dolanan anak yang sebelumnya telah dipopulerkan oleh Ki Hadi Sukatno. Sedangkan Slank dalam penciptaan lagu ini merubah lirik asli lagu “Bang-Bang 91 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Tut” menjadi sebuah parodi yang berisikan kritik sosial terhadap keadaan politik pada saat itu. Dalam lirik lagu ini terdapat bentuk kritik sosial yang bertransformasi dalam bentuk satir. Pesan satir politik melalui lagu mampu memberi teguran sarat kritik dengan sisipan kemasan humor lebih mengena. Menurut Freud dalam Faruk (2005:15), tampilan jenaka dimaksudkan untuk mengungkap tekanan terhadap musuh, mengajak orang lain untuk menertawakan musuh kita. Satir sendiri merupakan gaya bahasa yang dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran atau ejekan terhadap suatu keadaan atau seseorang. Politik satir adalah bagian dari satir yang khusus mengambil sisi hiburan darisebuah fenomena politik. Digunakan pula dalam pidato politik untuk mengungkapkan pesansecara implisit, seperti pada saat ‘menyerang’ lawan politik dengan menggunakan katakatasindiran. Pesan satir bisa diwujudkan dalam beragam bentuk, karikatur, tulisan, karya sastra,maupun karya seni termasuk di dalamnya adalah lagu. 2. Kritik Korupsi Seperti Para Koruptor Aku gak butuh uangmu Aku gak butuh hartamu Yang kubutuh hanya cintamu Setulus cintaku padamu Aku gak mau warisanmu Aku gak mau kekayaanmu Yang ku mau rasa sayangmu Sesayang aku padamu Hidup sederhana Gak punya apa-apa tapi banyak cinta Hidup bermewah-mewahan Punya segalanya tapi sengsara Seperti para koruptor Aku gak perlu make-up mu Aku gak perlu bajumu Yang kuperlu isi dadamu Sepenuh kasihku padamu Aku gak penting warna lipstickmu Aku gak penting perhiasanmu Yang penting jujur hatimu Sejujurnya aku falling in love padamu ( Seperti Para Koruptor, album The Big Hip, 2008 ) 92 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Istilah “korupsi” juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karenaadanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatanadministrasinya. Secara hukum pengertian korupsi adalah tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undanganyang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Di dalam penggalan lirik diatas menjelaskan bahwa aku gak butuh uangmu... aku gak butuh hartamu... yang kubutuh hanya cintamu... setulus cintaku padamu. Ungkapan lirik tersebut ialah merupakan bentuk kritik terhadap para koruptor yang dimana terdapat suatu esensi yang menegaskan bahwa percuma banyak uang tetapi sedikit kebahagiaan tentang suatu rasa yang tulus didalam cinta kasih. Pada penggalan lirik refrain tertulis bahwa hidup sederhana... nggak punya apa-apa tapi banyak cinta... hidup bermewahmewah... punya segalanya tapi sengsara... seperti para koruptor... Di dalam penggalan lirik berikutnya juga merupakan esensi bentuk kritik sosial yang dimana penggalan makna lirik menjelaskan bahwa kesederhanaan adalah suatu hadiah yang cukup untuk lebih merasakan cinta kasih dalam suatu hubungan apapun yang melibatkan itu dibandingkan mempunyai gaya hidup yang bermewah-mewah tetapi banyak musuh akibat korupsi. Pada akhirnya korupsi yang merupakan sebuah kondisi sosial yang ternyata hingga kini belum hilang walaupun pemerintah mencanangkan untuk memberantas perilaku negatif. Hal ini dapat menjadi realita sosial yang dimana lirik lagu Slank mampu memberikan suatu pesan kritik sosial terhadap peristiwa tersebut. Dengan diangkatnya wacana ini ke permukaan, menjadi sebuah bukti akan pertanyaan besar korupsi masih menjadi mitos negeri ini. Semakin marak ketika ketidakadilan akan perlakuan hukum bagi kelompok marginal. Dalam hal ini sesuai dengan pernyatan Sapardi (2009:1) bahwa sastra adalah gambaran kehidupan dan kehidupan merupakan realitas sosial, hal ini disampaikan pula oleh Abrams bahwa karya sastra merupakan tiruan atau pembayangan dunia kehidupan nyata (Abrams dalam Yudiono 1990:31). 3. Kritik Kondisi Lingkungan Lapindo Hanya orang bodoh yang membuang sampah ke dalam sungai Hanya orang bego yang membuang kotoran ke dalam kali Hanya orang gak berpendidikan Membuang limbah ke dalam laut Hanya orang stupid yang membuang buang comberan ke selokan Lapindo...
93 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Anak kecil pun tau Jangan buang sampah sembarangan Lapindo (Recycle dong)... Lapindo Lapindo (Lapindo)... Lapindo (Lapindo, Slow But Sure, 2007) Sedangkan pada lirik lagu “Lapindo” penggalan lirik yang digaris bawah menunjukkan bentuk kritik yang mana bahwa orang yang berpendidikan seharusnya dapat memberikan contoh baik pada masyarakakat agar dapat dijadikan sebagai panutan. Realita kritik tersebut terjadi pada peristiwa lumpur lapindo di Sidoarjo pada tanggal 29 Mei 2006 (id.wikipedia.com). Dalam lirik lagu “Lapindo” Slank menggunakan kritik sekaligus sindiran. Seperti dalam bait berikut: Hanya orang bodoh yang membuang Sampah ke dalam sungai Hanya orang bego yang Membuang kotoran ke dalam kali Hanya orang yang ga berpendidikan Yang membuang limbah ke dalam laut Hanya orang stupid yang membuang comberan ke selokan Perumpaan ‘membuang sampah ke dalam kali’ , ‘membuang limbah ke dalam laut’ mempunyai makna bahwa upaya pihak terkait untuk membuang lumpur ke dalam laut atau sungai adalah suatu kesalahan dan bukan merupakan solusi. Sampah disini mempunyai makna lumpur Lapindo itu sendiri. Secara garis besar kalimat kontroversial, lank cenderung menggunakan kalimat atau istilah-istilah kontroversial yang menggelitik atau menciptakan pola pikir dan opini bagi para pendengarnya. Kalimat kontroversial juga sering digunakan band ini dalam lirik-lirik `lagunya. Seperti contohnya, Slank cenderung menggunakan kalimat atau istilah-istilah kontroversial yang menggelitik atau menciptakan pola pikir dan opini bagi para pendengarnya. Bentuk dan makna kritik yang disampaikan melalui lirik lagu biasanya memiliki keterkaitan dengan konteks historis. Muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan moral atau idealisme dan sekaligus memiliki kekuatan ekonomis. Dalam kelima lirik lagu Slank diatas merupakan bentuk suara dan apresiasi dalam berbagai macam kondisi yang melibatkan beberapa kasus yang terjadi khususnya dalam negeri. Selain bentuk lirik lagu, pesan gaya bahasa musik kelima lagu diatas juga sesuai dengan maksud penyampaiannya. Karena menurut peneliti efek harmoni nada juga sangat diperlukan sebagai penghubung lirik lagu agar lirik tersebut nampak nyata untuk disampaikan
94 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Simpulan Lirik lagu merupakan suatu hasil interpretasi seorang pengarang dalam memandang sebuah fenomena-fenomena yang terjadi pada saat ini. Fenomena tersebut tidak hanya dipahami sebagai pemahaman atas sosiologi masyarakatnya, tetapi hal lain yang lebih abstrak; misalnya dalam segi aspek psikologisnya dan ide pemikirannya, bahkan kedinamisan makna definitif musik dari masa ke masa dapat digunakan sebagai referensi untuk karya sastra selanjutnya. Karya lirik lagu yang dapat dikatakan baik selalu bersifat relatif; kohesif antara objek observasi pengarang dan selera pembaca dalam memaknai karya tersebut Seperti di dalam lagu Slank yang berjudul “Seperti Para Koruptor” yang menggambarkan bahwa budaya korupsi semakin marak terjadi di dalam suatu kepemimpinan negara. Bentuk sindiran di dalam lirik “Seperti Para Koruptor” juga termasuk salah satu bentuk esensi suatu kritik. Oleh sebab itu, teori kritik sosial disini sangat diperlukan untuk menjembatani esensi kritik tersebut di dalam kritik sosial agar hubungan kritik yang ada menjadi lebih teratur dan jelas apabila mengkaitkannya dengan teori kritik sosial yang ada. Sehingga proses yang saling menjembatani ini akan dapat lebih menghadirkan poin-poin penting di dalam makna lirik, kritik, serta hubungan realita pada saat itu. Referensi Abdulsyani, 1987. Sosiologi Kelompok Dan Masalah Sosial. Jakarta: Fajar Agung. Akbar, Akhmad Zaini, 1997. Kritik Sosial, Pers, Politik Indonesia dalam Kritik Sosial dan Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press. Anwar, Khaidir. 1984. Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ariel Heryanto, 1984. “Sastra, Sejarah, dan Sejarah Sastra” dalam Andy Zoeltom ( ed ). Budaya Saastra. Jakarta: CV. Rajawali Press. _____________
.1998. “Masihkah politik Jadi Panglima: Politik Kesusteraan Indonesia Mutakhir”. Prisma, Nomor 8, Tahun XVII, Jakarta: LP3ES.
Bahari, Nooryan. Kritik Seni: Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fananie, Zainuddin. 2001. Telaah Sastra. Muhammadiyah University Press, Surakarta. Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadi, Sofyan. 2000. Kamus Ilmiah Kontemporer. Bandung: Pustaka Setia.
95 Skriptorium, Vol. 2, No. 2
Pemaknaan Realitas serta Bentuk Kritik Sosial
Pusat Bahasa Departemen Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Culture Studies. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Revolta, Raka. 2008. Slank dan Mafia Senayan. Yogyakarta: Bio Pustaka. Ricoeur, Paul. 2006. Yogyakarta.
Hermeneutika
Ilmu
Sosial.
Kreasi
Wacana,
Sapardi Djoko Damono, 2002. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Shadliy, Hassan. 1983. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: Bina Aksara. Sztompka. 2005. Sosiologi Perubahaan Sosial. Penerbit: Prenada Media, RawamangunJakarta. Teeuw, A. 2003. Sastera Dan Ilmu Sastera. Penerbit: Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Wellek, Rene & Austin Warren. 1968. Theory of Literature. New York: Harcourt & World.
96 Skriptorium, Vol. 2, No. 2