Isman MT., dkk.
69
ISSN 0216 - 3128
PEMADATAN ENDAPAN CaCO3 LEMPUNG UNTUK MENJAMIN LINGKUNGAN
MENGGUNAKAN KESELAMATAN
Isman MT., Sukosrono Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
ABSTRAK PEMADATAN ENDAPAN CaCO3 MENGGUNAKAN LEMPUNG UNTUKMENJAMIN KESELAMATAN LINGKUNGAN. Telah dilakukan penelitian pemadatan endapan CaCO 3 hasil pengolahan secara kimia limbah radioaktif cair menggunakan bahan lempung. Tujuan penelitian adalah untuk menyiapkan monolit keramik yang bisa berfungsi sebagai isolator/bahan pengkondisi radionuklida sehingga mobilitas radionuklida ke lingkungan bisa dihambat. Peneltian dilakukan dengan cara mencampur endapan CaCO3 dengan lempung dan air, kemudian dipanaskan sampai terbentuk monolit keramik. Variabel yang diteliti adalah jumlah endapan CaCO 3, suhu pemanasan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah endapan yang dapat ditambahkan dalam monolit keramik sebesar 20 % pada suhu pemanasan 1000 oC. Pada kondisi ini diperoleh berat jenis monolit keramik sebesar 1,833 gram/cm3, kemampuan serap monolit keramik terhadap air sebesar 1,231`%, kekuatan tekan monolit sebesar 30,576 N/mm2. Karakteristik monolit ini adalah cukup baik sebagai media pengungkung limbah radioaktif sehingga diharapkan bisa menjamin keselamatan lingkungan.
ABSTRACT THE IMMOBILIZATION SLUDGE CaCO3 USED CERAMIC TO GUARANTING ENVIRONMENTAL SAFETY. The investigation of the immobilization sludge CaCO3 which was resulted from the cemical treatment radioactive wastes used ceramic to guaranting the environmental safety has been done. The aim of this research is to prepare monolith ceramic as the conditioning of the radionuclides so the its mobilization to environmental can be retarded. The process was done by mixing sludge CaCO3 with clay and water, then heated it up to form the ceramic monolith. The investigated variables were concentration of the sludge and heating temperature. The result showed that the amount of sludge that can be added into the ceramic monolith is 20 % at the heating temperature of 1200 oC. At this condition the specific weight of ceramic monolith is 1,833 gram/cm3, its compressive strenght is 30,576 N/mm 2 , and its sorption to water is 1,231 %. These monolith characteristic are good as the immobilized radioactive wastes so the the environmental safety can be guaranted.
PENDAHULUAN
P
engolahan limbah radioaktif pada dasarnya adalah usaha untuk memisahkan zat radioaktif dari dalam limbah dan kemudian mengungkungnya agar tidak tersebar dan membahayakan manusia serta lingkungannya. Pengungkungan/pemadatan limbah dilakukan dengan mengkonversi limbah menjadi bentuk padatan yang monolit dengan menggunakan bahan pemadat tertentu. Di dalam blok monolit ini, adanya zat radioaktif menjadi sulit terlepas/tersebar baik selama penyimpanan sementara, pengangkutan ataupun penyimpanan akhir.(1,2) Limbah radioaktif cair dapat diolah dengan cara proses pengolahan kimia, pertukaran ion, dan proses evaporasi. Ketiga proses ini diterapkan
secara terpisah atau gabungan diantaranya. Air limbah yang mengandung kontamianan radionuklida dengan konsentrasi yang rendah tidak dapat diendapkan langsung dengan pengolahan kimia, sehingga memerlukan bahan pengemban untuk proses pengendapannya.(3,4) Proses soda kapur banyak diterapkan dalam proses pelunakan air untuk menghilangkan kesadahan air (baik untuk kesadahan permanen maupun kesadahan sementara), dapat juga diterapkan untuk pengolahan limbah radioaktif tingkat rendah yang mengandung nuklida Sr. Metoda yang digunakan adalah dengan penambahan Ca(OH)2 dan Na2CO3 untuk mengendapkan karbonat kemudian diikuti dengan pengaturan pH. Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses soda kapur adalah sebagai berikut :
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
70
Isman MT., dkk.
ISSN 0216 - 3128
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2
→
2 CaCO3
↓
+
2 H2O
Mg(HCO3)2 + 2 Ca(OH)2
→
2 CaCO3
↓
+
Mg(OH)2
MgSO4
+ Ca(OH)2
→
Mg(OH)2 ↓
+
CaSO4
(3)
CaSO4
+ Na2CO3
→
CaCO3
+
Na2SO4
(4)
↓
Dengan proses ini, hidroksida dan bikarbonat dari logam berat akan mengendap, sedangkan strontium karbonat mengendap bersama-sama dengan kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal campuran. Untuk radionuklida 241Am dalam limbah cair yang diolah dengan cara ini, akan diperoleh efesiensi sebesar (99.2 ± 0,63) % yang dikerjakan pada pH = 10. (3,5) Endapan CaCO3 yang terjadi selanjutnya dipisahkan dari beningan untuk dilakukan proses pemadatan. Proses pemadatan ini dimaksudkan untuk merubah bentuk fisik limbah radioaktif menjadi bentuk padatan yang monolit (satu kesatuan), untuk mengurangi kemampuan pindah atau dispersi radionuklida keluar dari limbah karena proses alamiah selama penyimpanan, pengangkutan dan penyimpanan akhir. Tujuan dari proses ini agar radionuklida yang ada dalam limbah tidak larut atau terekstrak kembali oleh air dan tidak menyebar ke lingkungan. Untuk memadatkan endapan dibutuhkan media yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Mudah digunakan 2. Tidak korosif terhadap kontainer 3. Tidak ada cairan bebas 4. Mempunyai sifat fisis yang stabil 5. Harganya murah 6. Tahan terhadap radiasi 7. Mempunyai kecepatan pelindian yang kecil Keramik yang dibuat menggunakan bahan dasar dari campuran mineral lokal lempung, feldspar dan pasir, akan memiliki sifat-sifat sebagai media pengungkung limbah radioaktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyiapkan suatu monolit keramik yang bisa berfungsi sebagai isolator/bahan pengkondisi radionuklida yang ada dalam endapan kimia sehingga mobilitas radionuklida ke lingkungan bisa dihambat dan potensi bahayanya bagi lingkungan bisa diminimalisasi/ditanggulangi sampai batas aman bagi lingkungan yang mengacu pada besarnya harga konsentrasi tertinggi yang diijinkan (KTD). (6, 7, 8)
(1) +
2 H2O
(2)
TATA KERJA Bahan Endapan CaCO3 (hasil proses pengendapan/ presipitasi) berasal dari bahan kimia Na2CO3 dan CaCl2..Selanjutnya endapan dicampur dengan lempung dan air untuk membentuk monolit keramik.
Alat Endapan hasil proses koagulasi & flokulasi dicampur dengan lempung dan air dicetak menjadi bahan monolit keramik kemudian dipanaskan pada tungku bakar (furnace) Monolit keramik yang terjadi diuji kualitasnya memakai alat uji tekan Paul Weber.
Cara Kerja Untuk melakukan pemadatan endapan hasil pengolahan kimia, mula-mula lempung dihancurkan sampai didapatkan ukuran 100 sampai dengan 200 mesh. Lempung yang sudah dikarakterisasi di Laboratorium Balai Keramik Bandung, dihaluskan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian ditambahkan endapan hasil pengolahan kimia, air dan diaduk sampai terbentuk adonan yang homogen. Adonan yang terjadi kemudian dicetak dalam bentuk silender dengan ukuran tinggi 2,5 cm, diameter 2,46 cm dengan diberi tekanan sebesar 20 N/mm2. Hasil cetakan yang terjadi kemudian dikeringkan pada suhu kamar sampai beratnya stabil. Hasil cetakan yang telah kering kemudian dipanaskan. Blok monolit yang terjadi setelah dingin diamati bentuknya secara visual, kemudian dilakukan uji kuat tekan dan uji kemampuan serap terhadap air. Uji kuat tekan dilakukan menggunakan Alat Uji Tekan Paul Weber dan besarnya kuat tekan dihitung sesuai persamaan 5.
P=
F A
P = besarnya kuat tekan F = besarnya gaya tekan (Newton) A = luas permukaan benda uji (mm2)
Prosiding PPI - PDIPTN 2005 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
(5)
Isman MT., dkk.
Uji kemampuan serap air dilakukan dengan cara merendam monolit ke dalam aquades selama 24 jam, selanjutnya kemampuan serap monolit terhadap air dihitung sesuai dengan persamaan 6.
W=
W1 − W0 x100% W0
(6)
fisika dalam keramik. Dari Gambar 1 tampak bahwa suhu pemanasan dan kandungan endapan berpengaruh terhadap berat jenis monolit keramik. Perubahan ini akibat dari adanya reaksi dehidrasi air higroskopis ataupun air terhidrat, yang diikuti terjadinya reaksi dekomposisi sesuai dengan reaksi 6, 7, 8, 9.
W = kemampuan serap (%)
2
W0 = berat monolit sebelum menyerap air (gram)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas monolit keramik yang telah digunakan untuk mengikat endapan CaCO3 dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3. Perubahan berat jenis monolit keramik sebagai akibat adanya kandungan endapan CaCO3 dapat dilihat pada Gambar 1. Adanya perubahan berat jenis ini, dapat dipakai sebagai salah satu indikator terjadinya reaksi kimia-
2 (Al2O3.2SiO2) 2Al2O3.3SiO2 3 (Al2O3.SiO2))
0
o
t:450 C- 600C → o t:925C → o t:1100C → o
t:1400C →
Titik lebur karbonat 590 0C, sehingga adanya karbonat dalam monolit keramik yang telah dipanaskan pada suhu 950 0C akan melebur dan selanjutnya akan mengalami dekomposisi mengahasilkan CO2. Dengan terjadinya dekomposisi senyawa karbonat maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat monolit. Setelah terjadi endapan CaCO3, pada pemanasan yang selanjutnya maka akan terjadi juga peleburan penyusun keramik. Dengan terjadinya proses peleburan ini, maka ruangruang kosong/pori-pori sudah mulai merapat, sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan ukuran pori-pori. Komponen yang melebur ini akan menutup dan mengisi pori-pori yang ada, akibatnya monolit yang terjadi menjadi mampat dan berat jenis yang dihasilkan menjadi besar. Dari hasil uji regresikorelasi menunjukkan bahwa berat jenis monolit yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah endapan yang diimobilisasi dan suhu proses pemanasan. Besarnya berat jenis monolit berbanding lurus terhadap suhu pemanasan dan berbanding terbalik terhadap jumlah endapan yang dipadatkan. Hasil uji difraksi sinar X pada monolit dengan suhu pemanasan 1000 oC (yang dilakukan di Balai Keramik Bandung) menunjukkan bahwa mineral
3 Berat Jenis Monolit (gram/cm )
o 950 C 950 oC
W1= berat monolit setelah menyerap air (gram)
Al2O3.2SiO2.2H2O
71
ISSN 0216 - 3128
o 1000 C 1000 oC
1,9
o 1100 C 1100 oC
1,8
1150 ooC C 1200 oOC C
1,7
1,6 0
5
10 Jumlah Endapan CaCO3, (%)
15
20
Gambar 1. Pengaruh jumlah endapan CaCO3terhadap berat jenis monolit keramik yang dihasilkan pada berbagai macam suhu emanasan Al2O3.2SiO2
+
2 H2O
(6)
2Al2O3.3SiO2
+
SiO2
(7)
2 (Al2O3.SiO2) silikon spinel 3Al2O3.2SiO2 (mulit)
+
SiO2 tridimit SiO2 (kristobalit)
(8)
+
(9)
yang ada dalam blok monolit adalah feldspar, kuarsa alpha, hematite. Hal ini menandakan bahwa sudah terjadi reaksi peruraian dari lempung dan peleburan yang terjadi adalah akibat dari meleburnya endapan yang ditambahkan. Pada proses pemanasan pada suhu 1200 oC sudah terjadi pelelehan dari monolit keramik yang dipanaskan. Kemampuan serap monolit keramik terhadap air dapat dijadikan indikator terhadap kualitas monolit yang dihasilkan dan dapat juga dipakai sebagai indikator terhadap proses vitrifikasi yang terjadi. Menurut Widad Baraba, jika kemampuan serap monolit keramik terhadap air mulai menurun dengan naiknya suhu pemanasan, maka sudah mulai terjadi perubahan ukuran pori-pori ataupun bentuk pori-pori yang mengecil yang akhirnya akan merapat. Proses vitrifikasi dikatakan sudah terbentuk apabila kemampuan monolit dalam menyerap air kurang dari 3 % dari berat total. Dengan terjadinya perubahan bentuk dan ukuran pori-pori yang semakin mengecil, maka juga akan menyebabkan terjadi perubahan ukuran dimensi dari monolit. Semakin mampat bentuk monolit yang terjadi maka semakin kecil bentuk dimensi yang dihasilkan,
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
72
25
20
o 950oC C
25 20 15 10
5
10
15
20
Jumlah Kandungan Endapan CaCO3 (%)
Gambar 3. Pengaruh penambahan endapan CaCO3 terhadap kuat tekan monolit yang dihasilkan pada berbagai macam suhu pemanasan
5
0 5 10 15 Jumlah Kandungan Endapan CaCO3, (%)
30
0
1200 OoC 1200 C
0
950oC 950 1000o C 1000 1100o C 1100 1150 1150o C o 1200 C 1200oC
35
0
o 1100 oC 1100 C
10
40
5
oC 1000 oC 1000
15
tekan yang dihasilkan juga semakin rendah. Setelah terjadi peleburan yang mengakibatkan monolit yang terjadi menjadi mampat, maka kekuatan tekan monolit menjadi lebih besar. Dari hasil uji rgresi korelasi menunjukkan bahwa harga kuat monolit keramik berbanding lurus dengan berat jenis dan berbanding terbalik kemampuan serapnya terhadap air. Besarnya kuat tekan monolit terjadi pada endapan 20%, suhu pemanasan 1200 oC, yaitu sebesar 30,576 N/mm2. Nilai jauh lebih besar bila dibandingkan dengan batas yang diijinkan. Nilai kekuatan tekan monolit keramik yang diijinkan setelah menerima beban limbah minimal sebesar 0,1 N/mm2.
Kuat Tekan Monolit (N/cm2)
dengan kata lain terjadi penyusutan panjang (penyusutan ukuran). Hasil uji kemampuan serap monolit terhadap air ditunjukkan pada Gambar 2. Monolit keramik setelah mengikat kandungan endapan CaCO3, kemampuan serapnya terhadap air cenderung naik dengan naiknya jumlah kandungan endapan untuk suhu pemanasan antara 950 oC sampai 1100 oC, dan pada suhu pemanasan 1200 oC cenderung turun dengan naiknya jumlah kandungan endapan. Pada monolit dengan kandungan endapan CaCO3 sebanyak 20 %, yang dipanaskan pada suhu 1200 oC mempunyai nilai kemampuan serap sebesar 1,231 %. Pada kondisi ini, monolit sudah dapat dikatakan terjadi proses vitrifikasi (karena nilai kemampuan serap air kurang dari 3 %), sehingga monolit akan mampu menahan pelindian kontaminan yang ada dalam monolit tersebut.
Kemampuan Serap Monolit Terhadap Air (%)
Isman MT., dkk.
ISSN 0216 - 3128
20
Gambar 2. Pengaruh jumlah endapan CaCO3 terhadap kemampuan serap air, untuk monolit keramik yang dihasilkan pada berbagai macam suhu pemanasan Sebagai media pengungkung limbah radioaktif, monolit keramik harus mempunyai kekuatan mekanik. Salah satu indikator kekuatan mekanik dapat dilihat dari besarnya nilai kuat tekan yang dihasilkan, semakin besar kuat tekan yang dimiliki maka semakin besar ketahanan mekaniknya. Kuat tekan mekanik keramik monolit yang dihasilkan dengan berbagai macam berat kandungan endapan dan pada berbagai macam suhu pemanasan dapat dilihat pada Gambar 3. Besarnya nilai kuat tekan sangat tergantung dari jumlah endapan yang ditambahkan dan suhu pemanasan. Hal ini sangat erat hubungannya dengan reaksi-reaksi yang terjadi, seperti telah diuraikan di atas, akibat adanya gas yang dikeluarkan maka akan terbentuk rongga-rongga ataupun pori-pori. Semakin banyak air ataupun gas yang dikeluarkan maka akan semakin besar rongga yang terjadi. Akibatnya kuat
Sebagai perbandingan, hasil penelitian Isman, bahwa monolit keramik dalam mengikat endapan Fe(OH)3 diperoleh kondisi optimum pada suhu pemanasan 1000 oC dengan jumlah endapan sebanyak 20%. Pada kondisi ini diperoleh berat jenis monolit sebesar 2,066 gram/cm3, kemampuan serap terhadap air sebesar 3,34`%, kekuatan tekan monolit sebesar 25,70 N/mm2. Jadi dengan demikian dalam pengolahan kimia limbah radioaktif cair yang mengandung kontaminan pemancar alfa akan lebih baik memakai koagulan Fe(OH)3, apabila endapan yang dihasilkan akan dipadatakan dalam monolit keramik, mengingat suhu pemanasannya akan lebih rendah.
KESIMPULAN Endapan CaCO3, hasil pengolahan kimia dapat dipadatkan dengan matrik keramik yang terbuat dari mineral lokal lempung. Dalam proses pemadatannya, endapan tersebut dapat juga berfungsi sebagai bahan pelebur dalam pembuatan keramik. Kondisi optimum pemadatan endapan CaCO3 terjadi pada suhu pemanasan 1200 oC dengan jumlah endapan sebanyak 20%. Pada kondisi ini diperoleh berat jenis monolit sebesar 1,833
Prosiding PPI - PDIPTN 2005 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
Isman MT., dkk.
ISSN 0216 - 3128
gram/cm3, kemampuan serap terhadap air sebesar 1,231 %, kekuatan tekan monolit sebesar 30,576 N/mm2. Karakteristik monolit ini adalah cukup baik sebagai media pengungkung limbah radioaktif sehingga diharapkan bisa menjamin keselamatan lingkungan.
73
5. ISMAN MT., ENDRO K., SUKOSRONO, “Pengaruh Penambahan Garam Kalsium Karbonat Terhadap Proses Pengendapan Limbah Yang Mengandung Kontaminan Am Fase Air”, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah PPNY-BATAN, Yogyakarta, (1995) 341. 6. AUSTIN, G.T., Shreve’s Chemical Process Industries, 5 ed, Mc Graw Hill International Editions, New York, (1984).
DAFTAR PUSTAKA 1. SK DIRJEN BATAN No. 11/DJ/1986 Tentang KETENTUAN KESELAMATAN UNTUK PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF, Badan Teanaga Atom Nasional, Jakarta, (1986) 2. RONODIRDJO, S., Diktat Kuliah Pengolahan Sampah Radioaktif, Bagian Teknik Nuklir Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. 3. IAEA, TECHNICAL REPORT SERIES NO. 89, Chemical Treatment of Radioactive Waste, International Atomic Energy Agency, Vienna, (1968). 4. KOSTER R., KRAEMER R., ”Treatment and Conditioning of Liquid Low and Intermediate Level Waste”, Proceeding of A Symposium Management of Low and Intermediate Level Radioactive Wastes, IAEA, Vienna, (1989) 3
7. HARTONO, J.,A., Mengenal Keramik Modern, Andi Offset, Yogyakarta, (1993). 8. HARTONO .JMV., “Teori Pembakaran”, Informasi Teknologi Keramik dan Gelas, XIII:49 (1991) 39. 9. BENEDICT, M., PIGFORD, T.H., and LEVIH, W., “Nuclear Chemical Engineering”, Second Edition, Mc Graw Hill Book Company, (1981). 10. ISMAN, “Pemadatan Sludge Fe(OH)3 Hasil Pengolahan Kimia Limbah Radioaktif Cair Menggunakan Tenologi Keramik” PROSIDING TEMU ILMIAH JARINGAN KERJASAMA KIMIA INDONESIA, Seminar Nasional XIV, KIMIA DALAM INDUSTRI DAN LINGKUNGAN, Hotel nOVOTEL Yogyakarta, Desember 2005.
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006