PELUANG PEMBENTUKAN VARIETAS UNGGUL KEDELAI UMUR GENJAH, BIJI BESAR, DAN HASIL TINGGI Suyamto Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl Raya Kendalpayak, km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101
[email protected]
ABSTRAK Varietas unggul kedelai berumur genjah, berbiji besar, dan berpotensi hasil tinggi menjadi prioritas pengguna. Sebanyak 336 galur kedelai F4 termasuk 6 tetua persilangan (Grobogan, Malabar, Rajabasa, Wilis, Kaba, dan galur MLG. 0706) dievaluasi keragamannya di KP. Ngale pada MK II Agustus hingga November 2010. Setiap galur ditanam tiga baris (1,2 m) sepanjang 4,5 m, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pupuk rekomendasi 50 kg Urea, 100 kg, SP36 dan KCl 75 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pengendalian gulma, hama, dan penyakit dilakukan secara intensif. Parameter yang diamati adalah umur masak fisiologis, hasil biji, dan ukuran biji. Keragaman 336 galur F4 yang dievaluasi cukup tinggi untuk karakter umur masak, ukuran biji, dan hasil biji. Rentang umur masak 67–85 hari (rata-rata 74 hari), bobot 100 biji 8,5–26,6 g/100 biji (rata-rata 14,6 g), dan hasil biji 0,28–2,92 t/ha (rata-rata 1,45 t/ha). Hasil ke enam varietas pembanding masing-masing adalah Grobogan 2,46 t/ha, Malabar 1,99 t/ha, Rajabasa 1,71 t/ha, Wilis 1,91 t/ha, Kaba 1,85 t/ha, dan galur MLG. 0706 1,78 t/ha. Terdapat 111 galur yang berumur genjah (<74 hari) dan berukuran biji besar (>14 g/100 biji). Namun hanya 10 galur yang selain berumur genjah dan berukuran biji besar, juga memiliki daya hasil >2,50 t/ha. Keberhasilan rakitan varietas kedelai berumur genjah dan berbiji besar berpeluang lebih besar dibandingkan dengan varietas berumur genjah, berbiji besar, dan berdaya hasil tinggi. Galur-galur harapan terpilih prospektif dan perlu diuji lebih lanjut di berbagai lokasi. Kata kunci: umur genjah, biji besar, hasil tinggi, kedelai
ABSTRACT Superior variety of soybean assembling formation early maturing, large seed size, and high yield potential. Superior variety of soybean early maturing, large seed size, and high potential still become priority of consumer. There were 336 soybean lines of F4 belong parent of cross come from six varieties (Grobogan, Malabar, Rajabasa, Wilis, Kaba, and lines MLG. 0706) evaluated by variation at Ngale–Ngawi research station at August–November 2010. Each soybean line was planted in three rows (1,2 m) with 4,5 m length. Plant spacing was 40 cm x 15 cm, two plant per hill. Fertilize recommendation 50 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP36 + 75 kg/ha KCl was applied at planting time. Herb-plant, pest and disease controls were intensively done. The parameters observed consisted of age of physiological maturing (80%), seed yield, and seed size (g/100 seed). There are variation for character in age of physiological maturity, seed size and seed yield of among 336 lines F4 evaluated. Physiological maturity were varied 67–85 days (averaged 74 days), seed size 8.5–26.6 g/100 seed (averaged 14.6 g), and yield seed 0.28–2.92 t/ha (averaged 1.45 t/ha). The result to six varieties compared of each that is Grobogan 2.46 t/ha, Malabar 1.99 t/ha, Rajabasa 1.71 t/ha, Wilis 1.91 t/ha, Kaba 1.85 t/ha, and line MLG. 0706 1.78 t/ha. Identified was 111 soybean lines which early maturing (<74 days) and large seed size (>14 g/100 seeds), but only there were 10 soybean lines expectation which is besides early maturing, and large seed size, also own hight yield (>2,50 t/ha). Efficacy in raft soybean variety early maturing and large seed size have the compared to soybean variety Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
37
early maturing, large seed size and high yield. The soybean lines expectation very prospectif and require to be tested furthermore in various location. Keywords: early maturing, large seed size, high yield, soybean.
PENDAHULUAN Kebutuhan kedelai berbiji besar terus meningkat seiring dengan meningkatnya impor kedelai berbiji besar. Hal ini mempengaruhi image petani dan industri berbahan baku kedelai terhadap ukuran biji. Pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan kedelai berbiji besar, di antaranya melepas sebanyak 10 varietas kedelai berbiji besar, antara lain Argomulyo dan Anjasmoro yang diminati oleh petani dan produsen tempe. Lahan pertanaman kedelai yang sekaligus penyedia terbesar kedelai nasional adalah lahan sawah, kedelai ditanam pada musim kemarau kedua, dengan pola tanam padi– padi–kedelai. Pada kondisi ini tanaman kedelai berpotensi mengalami kekurangan air pada fase reproduktif, terutama yang berumur sedang hingga dalam. Hasil penelitian Suhartina dan Suyamto (2005) serta Suhartina dan Nur (2005) mengungkapkan bahwa kekeringan pada fase reproduktif akan menurunkan hasil biji kedelai 25–46%. Penurunan hasil tersebut juga bergantung pada kepekaan varietas dan tingkat lengas tanah (Palmer dan Norsworthy 2000; Suhartina et al. 2002; Hufstetler et al. 2007; Conley dan Gaska 2007). Penggunaan varietas genjah (<80 hari) merupakan salah satu cara mengatasi tanaman dari kekurangan air, terutama pada fase reproduksi melalui mekanisme penghindaran (escape). Kedelai berumur sedang hingga dalam memiliki risiko kegagalan panen lebih tinggi karena kekeringan dibandingkan dengan kedelai berumur genjah. Umur genjah dan biji besar merupakan sifat penting kedelai yang diperlukan (Susan et al. 2001). Pembentukan varietas unggul kedelai berumur genjah, berbiji besar, dan berdaya hasil tinggi diharapkan dapat berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan kedelai dewasa ini. Tujuan penelitian ini adalah menilai keragaan umur masak, ukuran biji, dan potensi hasil kedelai generasi F4 yang memberikan peluang dalam pembentukan varietas unggul baru berumur genjah, berbiji besar, dan hasil tinggi.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di KP Ngale pada MK II, dari bulan Agustus hingga November 2010. Bahan penelitian adalah 336 galur F4 termasuk enam tetua persilangan Grobogan, Malabar, Rajabasa, Wilis, Kaba, dan MLG 0706 sebagai pembanding. Setiap galur ditanam tiga baris (1,2 m) sepanjang 4,5 m, dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pemupukan sesuai rekomendasi, yakni 50 kg Urea, 100 kg SP36, dan KCl 75 kg/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pemeliharaan dan pengendalian gulma, hama, dan penyakit tanaman dilakukan secara intensif. Insektisida imidakloprid (Confidor) dan profenofos (Decis) diaplikasikan pada setiap 7–10 hari sekali atau sesuai kebutuhan. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak fisiologis (80%) yakni 60% polong telah matang (coklat), hasil biji dan bobot biji. Analisis statistik deskriptif menggunakan program Frequensi dan Stat versi MSTAT untuk menilai sebaran fenotipe populasi F4, yang meliputi sifat kecondongan (skewness) dan frekuensinya.
38
Suyamto: Peluang pembentukan varietas unggul kedelai
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif optimal dengan populasi penuh, namun pada fase generatif (pengisian polong) hampir 25% dari 336 galur yang ditanam mengalami roboh akibat masih tingginya curah hujan dan angin. Pada kondisi demikian terdapat keragaman umur masak, berkisar antara 67–85 hari (rata-rata 74 hari), bobot 100 biji 8,5– 26,6 g/100 biji (rata-rata 14,6 g), dan hasil biji 0,28–2,92 t/ha (rata-rata 1,45 t/ha). Keragaman yang cukup besar untuk karakter umur masak, bobot 100 biji, dan hasil biji memberikan peluang dalam memilih galur-galur kedelai dalam pembentukan varietas unggul baru sesuai dengan target pemuliaan sekaligus sebagai bahan evaluasi lebih lanjut (Tabel 1). Tabel 1. Umur masak, bobot 100 biji, dan hasil 336 galur kedelai generasi F4. Ngale, MK II Agustus 2010.
Parameter Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Skewness Kurtosis Pembanding Grobogan Kaba Malabar Wilis MLG 0706 Rajabasa
Umur masak (hari) 67 85 74,00 5,34 -8,22 18,07
Bobot 100 biji (g) 8,50 26,60 14,55 3,21 -1,86 8,74
Hasil (t/ha) 0,28 2,92 1,45 0,57 -0,02 -0,71
71 74 71 73 72 76
18,86 13,20 13,26 12,12 13,32 14,15
2,46 1,85 1,99 1,91 1,78 1,71
Hasil ke enam varietas pembanding yang merupakan tetua persilangan dari 330 galur F4 yang dievaluasi tidak optimal (<2,5 t/ha) masing-masing dengan bobot 100 biji dan umur masak 18,9 g dan 71 hari untuk Grobogan, 13,2 g dan 74 hari untuk Kaba, 13,3 g dan 71 hari untuk Malabar, 12,1 g dan 73 hari untuk Wilis, 13,3 g dan 72 hari untuk MLG.0706, dan 14,2 g dan 76 hari untuk Rajabasa (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan frekuensi (sebaran) dari masing-masing galur yang dievaluasi. Terdapat 49 galur berumur sangat genjah (<70 hari), 269 galur berumur genjah (70–79 hari), dan 18 galur berumur sedang (80–85 hari). Adie (2007) menyampaikan bahwa umur masak kedelai di Indonesia dikelompokkan menjadi umur sangat genjah (<70 hari), genjah (70–79 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari) dan sangat dalam (>90 hari).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
39
Tabel 2. Frekuensi umur masak, bobot 100 biji, dan hasil biji 336 galur galur kedelai generasi F4. Ngale, MK II Agustus 2010. Karakter
Kelas <70 70–79 80–85 <12 12–14 14–16 > 16 <2,00 2,01–2,50 2,51–3,00
Umur masak (hr)
Bobot 100 biji (g)
Hasil biji kering (t/ha)
Frekuensi 49 269 18 41 63 150 82 270 49 17
Persentase (%) 14,6 80,0 5,4 12,2 18,8 44,6 24,4 80,2 15,2 4,6
Ukuran biji 150 galur yang dievaluasi tergolong besar (14–16 g), 41 galur berbiji kecil (<12 g), 63 galur berbiji sedang (12–14 g), dan 82 galur berbiji sangat besar (>16 g). Karakter umur masak dan ukuran biji merupakan sifat yang diwariskan. Kedelai berumur dalam dominan (dilambangkan dengan E) terhadap kedelai umur genjah (e) (Bernard dan Weiss (1973). Ukuran biji merupakan karakter penting pada produksi kedelai (Susan et al. 2001), dikendalikan secara genetik dan memiliki derajat pewarisan yang kuat (Tinius et al. 1993; Brian et al. 2002). Keragaman hasil biji sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh tiga kelompok hasil yang berbeda. Sebanyak 270 galur berpotensi hasil rendah (<2,0 t/ha), 49 galur berproduksi sedang (2,0–2,5 t/ha), dan 17 galur termasuk berpotensi hasil tinggi (2,5–3,0 t/ha) (Tabel 2). Jika seleksi galur didasarkan pada hasil tinggi (>2,5 t/ha), terdapat 17 galur F4 yang mampu berproduksi lebih tinggi dari ke enam pembanding. Untuk parameter ukuran biji berdasarkan bobot 100 biji, terdapat 232 galur F4 yang berukuran biji besar (>14 g/100 biji). Apabila dilihat dari umur masak, teridentifikasi 316 galur F4 yang berumur sangat genjah hingga genjah (<79 hari) (Tabel 3). Berdasar pengelompokan tersebut terdapat 24 galur berumur masak sangat genjah, 295 galur berumur genjah, dan 20 galur berumur sedang. Tabel 3. Jumlah galur berdasar kelompok hasil biji, ukuran biji, dan umur masak dari 336 galur kedelai generasi F4. Ngale, MK II Agustus 2010. Hasil (t/ha) <2 2–2,5 2,5–3
40
Jumlah galur <70 24 -
Umur masak (hr) 70–79 80–85 221 54 17
17 3 -
85–90
<12
-
38 3 1
Suyamto: Peluang pembentukan varietas unggul kedelai
Bobot 100 bj (g) 12–14 14–16 54 9 -
110 29 14
> 16 60 16 2
Tabel 3 mengelompokkan 336 galur F4 berdasarkan hasil biji, bobot biji, dan umur masak. Sebaran terbanyak galur yang memiliki hasil rendah (<2 t/ha) adalah 221 galur berumur genjah (70–79 hari) dan 110 galur berbiji besar (14–16 g). Apabila seleksi mengacu pada hasil tinggi (>2,5 t/ha) dan umur genjah (<80 hari), maka terdapat 17 galur (5%) yang potensial. Pada penelitian ini terdapat 10 galur yang dapat dipakai sebagai tolak ukur seleksi berdasarkan hasil tinggi, umur genjah, dan biji besar (Tabel 4). Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa nilai ekonomis kedelai saat ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan berproduksi namun harus dipadukan dengan karakter lain, misalnya ukuran biji dan umur genjah. Beuerlein (1997) menduga kedelai berumur masak sedang hingga dalam memiliki fase vegetatif lebih panjang dibandingkan dengan kedelai berumur genjah, dan berdampak terhadap lebih banyaknya jumlah buku dan polong, sehingga berdampak pula terhadap peningkatan hasil biji. Tabel 4. Galur terpilih berdasar umur masak (<74 hari), bobot 100 biji (14 g), dan hasil biji (2,5 t/ha) dari 336 galur kedelai generasi F4. Ngale MK II Agustus 2010. Galur
Grobogan/Rajabasa-200-311-221 Rajabasa/Grobogan-91-104-98 Grobogan/Wilis-20-23-21 Grobogan/Wilis-38-43-41 Grobogan/Wilis-62-70-68 Rajabasa/Grobogan-80-91-86 Grobogan/Wilis-27-32-30 Grobogan/Wilis-60-65-63 Rajabasa/MLG 0706-160-255-178 Rajabasa/MLG 0706-162-267-183 Grobogan Kaba Malabar Wilis MLG 0706 Rajabasa
Umur masak (hari) 70 71 72 72 72 72 73 73 73 73
100 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
14,60 14,70 14,70 15,00 18,50 14,60 15,80 15,30 15,10 15,80
2,52 2,58 2,56 2,55 2,51 2,54 2,59 2,53 2,56 2,55
70 73 70 73 73 76
19,61 13,04 13,46 12,60 13,88 14,85
2,26 1,84 1,39 2,01 1,63 1,95
KESIMPULAN DAN SARAN 1. 2. 3.
Terdapat keragaman umur masak, bobot 100 biji, dan hasil biji. Rentang umur masak berkisar 67–85 hari (rata-rata 74 hari), bobot 100 biji 8,5–26,6 g/100 biji (rata-rata 14,6 g), dan hasil biji 0,28–2,92 t/ha (rata-rata 1,45 t/ha). Teridentifikasi 17 galur yang berpotensi hasil tinggi (>2,5 t/ha) dan berumur genjah (70–79 hari). Namun hanya 10 galur yang selain memiliki potensi hasil tinggi dan berumur genjah, juga berukuran biji besar (> 14 g). Galur-galur terpilih dapat diuji lebih lanjut dan memberi peluang dalam pembentukan varietas kedelai berumur genjah, ukuran biji besar, dan potensi hasil tinggi.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
41
DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M. 2007. Panduan pengujian individual, kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12p. Bernard, R.L. and M.G. Weiss. 1973. Qualitative genetics. p. 117–146. In. Soybean : Improvement, Production and Uses. B.E. Caldwell (Eds). Amer. Soc. of Agron. Wisconsin. Beuerlein, J. 1997. Soybean, yield enhancement of short-season soybeans. Agronomic Crops Team On-Farm Research Projects 1997. Special Circular Bulletin 160–98. The Ohio State University, USA. Brian J. A., W. R. Fehr, and G.A. Welke. 2002. Selection for large seed and high protein in two and three parent soybean population. Crop Sci. 42:1876–1881. Conley, P.S. and J. M. Gaska. 2007. Drought Stress in Soybean. Integrated Pest and Crop Management. Univ. of Wisconsin http://ipcm.wisc.edu/WCMNews/tabid/53/ EntryID/348/ Default.aspx (diakses tanggal 22 Oktober 2007). Hufstetler,E.V., H.R. Boerma, T.E. Carter, and H.J. Earl. 2007. Genotypic variation for three physiologycal traits affecting drought tolerance in soybean. Crop. Sci. 47: 25–35. Palmer, J. and J. Norsworthy. 2000. Drought soybean crop management. Cooperative Extension Service. Clemson Univ.http://virtual.clemson.edu/groups/psapublishing/ disaster/ drought/Drout19.htm (diakses tanggal 22 Oktober 2007). Suhartina, Sri Kuntjiyati H, dan Tohari. 2002. To1eransi beberapa galur F7 kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase generatif. Prosiding Seminar Nasional: Teknologi Inovatif Tanaman kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Puslitbang Tanaman pangan. Hal. 335– 438. Suhartina dan Suyamto. 2005. Evaluasi galur kedelai untuk toleran kekeringan dan berbiji besar. Laporan Akhir Tahun: Hasil Penelitian Komponen Teknologi Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian Tahun 2004. Buku II. Balitkabi, Malang. Suhartina dan Amin Nur. 2005. Evaluasi galur–galur harapan kedelai hitam toleran terhadap kekeringan. Laporan Akhir Tahun: Hasil Penelitian Komponen Teknologi Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Tahun 2005. Susan L. Jonson,W. R. Fehr, G.A. Welke, and S.R. Cianzio. 2001. Genetic variability for seed size of two and three parent soybean population. Crop Sci. 41:1029–1033. Tinius, C.N., J.W. Burton, and T.E. Carter, Jr. 1993. Recurrent selection for seed size in soybean: III. Indirect effects on seed composition. Crop Sci. 33:959–962.
42
Suyamto: Peluang pembentukan varietas unggul kedelai