PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM DEWASA INI DJUNAIDI Abstrak Pemikiran Islam dewasa ini bisa dikatakan kurang berkembang. Setidaknya, perkembangannya tidak sepesat pada abad ke-7 hingga ke10 Hijriah, ketika Islam menjadi mercusuar peradaban dunia. Artikel ini mengamati perkembangan pemikiran Islam belakangan dan mengidentifikasi peluang serta tantangan yang dihadapi. Tujuan akhirnya adalah menera jalan bagi pengembangan pemikiran agar lebih efektif dan sesuai perkembangan. Kata Kunci: pemikiran Islam, globalisasi, revitalisasi.
Pendahuluan Seiring dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, kehidupan umat manusia mengalami fenomena baru. Hal ini ditandai dengan terjadinya proses perubahan sosial dan kultural dalam pola hidup masyarakat umat manusia. Istilah dewasa ini, identik dengan “globalisasi”, yaitu suatu rangkaian proses perubahan sosial, ekonomi, dan budaya dalam pola kehidupan manusia. Melalui proses globalisasi, di satu sisi manusia telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi di sisi lain kemajuan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif, terutama yang berkaitan dengan sistem nilai norma-norma kehidupan yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Kebangkitan Islam yang sedang terjadi adalah satu fenomena yang erat hubungannya dengan perkembangan umat manusia. Dalam tiga abad pertama 650–1000 M., bagian-bagian dunia yang dikuasai oleh
376
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
Islam adalah bagian-bagian yang paling maju dan memiliki peradaban tinggi. Kerajaan penuh dengan kota-kota indah, di mana-mana terdapat universitas-universitas, di dalamnya tersimpan peradabanperadaban dan hikmah-hikmah yang bernilai tinggi. Kecemerlangan Islam Timur merupakan hal yang kontras dengan dunia Nasrani Barat, yang tenggelam dalam kegelapan.1 Peradaban yang dihasilkan oleh kaum Muslimin pada tiga abad pertama mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan umat manusia, termasuk tumbuhnya dunia Barat sebagai kekuatan yang menguasai dunia sejak abad ke-17 hingga sekarang. Pengaruh itu antara lain terlihat dalam Renaisans yang merupakan kebangkitan Eropa Barat dari masa kegelapan dan menjadi permulaan dari pertumbuhan peradaban Barat. Peradaban Barat telah menghasilkan kemajuan besar dan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu berakibat terjadinya globalisasi yang ditandai dengan terjadinya suatu yang proses yang makin mendekatkan bagian umat manusia yang satu dengan yang lain, sehingga seakan-akan dunia makin kecil, dan tidak ada sesuatu terjadi yang tidak berdampak pada seluruh dunia dan umat manusia. Revitalisasi Islam berada dalam dunia dan umat manusia yang sedang dalam proses globalisasi itu. Karena itu, mau tidak mau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari proses itu. Dalam perkembangan setiap peradaban, kegiatan pendidikan mempunyai peran yang amat besar. Lebih-lebih dalam era globalisasi, peran pendidikan sangat menentukan bagi umat manusia. Suatu bangsa yang tidak menjalankan pendidikan yang memadai akan tertinggal. Oleh sebab itu, arah dan perkembangan Islam sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang dilakukan umat Islam.
Persoalan yang Dihadapi Umat Islam Dewasa Ini Isu globalisasi merupakan isu yang sangat stragis untuk dibicarakan. 1
Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, ( Jakarta: 1996), hlm. 13.
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
377
Umat Islam harus dapat berperan dan mewarnai zaman ini, sebagai khalifah fil ardhi, memberi pencerahan dan mengayomi umat agar tidak menyimpang dari jalan yang benar, yaitu jalan yang mendapat rida Allah, sehingga manusia selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam pernah jaya dan menjadi mercusuarnya dunia pada masa kekhalifahab Abbasiah pada abad ke7 dan ke-10. Di zaman itu daerah Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Di masa itu berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun sains serta kebudayaan Islam. Pada zaman itu juga lahir para ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum, serta Imam al-Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Muktalizah seperti Wasil ibn Atha’, Abu Huzail, al-Nazzam, dan AlJubbai dalam bidang teologi. Dalam bidang tasawuf, terdapat Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, dan al-Hallaj. Sedangkan dalam bidang filsafat, terkenal al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawaih. Dalam bidang ilmu pengetahuan, terdapat Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Masudi, dan al-Razi.2 Pada akhir abad ke-11, umat Islam terpecah menjadi negara-negara kecil hingga negara Islam dapat dikuasai oleh bangsa Barat sampai saat ini. Perubahan semakin niscaya dilakukan umat Islam untuk mewujudkan kehidupan yang maju dan sejahtera setingkat dengan peradaban dunia lainnya. Satu peradaban menunjukkan kehidupan spiritual dan material yang menjadikan ukuran bagi tinggi-rendahnya peradaban itu. Karena itu, Islam membangun kehidupan spiritual dan moral sesuai dengan ajaran Islam untuk menjadi pemicu bagi seluruh kehidupan umat Islam yang bermakna. Di pihak lain, diwujudkan pula perubahan 2
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: UI Press, 1975), hlm. 13.
378
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
dalam kondisi material umat Islam untuk menciptakan kesejahteraan yang makin meningkat.Semakin tinggi hasil pembangunan moral, spiritual, dan material, semakin tercipta peradaban Islam masa kini yang tinggi tingkatnya dan itu menjadi ukuran keberhasilan kebangkitan dunia Islam. Usaha demikian bukannya tanpa tantangan dan kendala yang sering kali amat berat. Karena itu, harus dilihat sebagai suatu perjuangan tantangan dan kendala yang datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri dan ada pula yang datang dari luar. Kebangkitan moral spiritual akan menjadi satu kekuatan pendorong yang amat penting. Tetapi harus dapat mengatasi kondisi mental di banyak bagian umat Islam masih merupakan rintangan bagi terwujudnya kebangkitan moral spiritual itu. Kondisi mental mempunyai banyak segi, seperti lemahnya pelaksanaan ajaran Islam, yang disebabkan banyak hal, antara lain kuatnya kebiasaan tertentu dan kurangnya kekuatan kehendak. Kondisi mental lain yang merupakan kendala adalah kurangnya keseimbangan antara daya nalar dan daya rasa atau emosi. Hal itu dapat menimbulkan cara berpikir yang kurang cekatan dan mampu untuk melakukan penyesuaian dengan perkembangan umat manusia sekelilingnya. Juga kenyataan bahwa sukar sekali mencapai kesatuan pandangan di kalangan umat Islam merupakan tantangan berat bagi kebangkitan moral spiritual yang sangat kuat. Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah dan bahkan bermanfaat untuk memeroleh pandangan yang luas tentang suatu persoalan. Akan tetapi perbedaan pendapat harus diimbangi dengan kemampuan mencapai keputusan yang menguntungkan semua pihak. Dengan begitu, akan lebih terjamin kekompakan dan kemantapan perjuangan. Dalam hal ini, kebangkitan material menghadapi kendala berupa tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang pada umumnya masih rendah. Hal ini sangat berbeda dengan masa lampau, ketika umat Islam memegang peran penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kurang memadai, umat
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
379
Islam tidak dapat membangun kemampuan ekonomi yang dapat menciptakan aneka ragam produksi dan jasa. Akibatnya tidak saja pada terbatasnya produktivitas, akumulasi modal, dan rendahnya penghasilan, tetapi juga berpengaruh terhadap kemajuan berkreasi dalam segala aspek kebudayaan. Juga kemampuan berpolitik akan berkembang. Kemampuan membela dan mengamankan diri juga menjadi terbatas kalau penghasilan dan produksi rendah. Agar supaya kebangkitan Islam membawa ke masa depan yang lebih cerah bagi umat Islam, diperlukan revitalisasi Islam, yaitu umat Islam yang penuh vitalitas atau daya hidup untuk melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan perubahan ke arah kemajuan. Di pihak lain, perkembangan tersebut pasti menyentuh kehidupan umat manusia lainnya, termasuk dunia Barat. Merupakan sifat manusia untuk sukar meninggalkan satu kondisi ketika ia berkuasa atau mendominasi pihak lain. Lebih-lebih lagi kalau yang dikuasai mencapai kondisi baru yang menyamai posisi dan status pihak yang menguasai. Oleh sebab itu, masuk akal kalau dunia Barat yang sejak abad ke-16 mendominasi dunia dan umat manusia sangat berat untuk menerima perubahan yang menjadikan pihak-pihak yang dikuasainya setingkat dengan Barat. Dunia Barat tampak sangat berat untuk menerima kemajuan Jepang dan bangsa Asia lainnya. Demikian pula dunia Barat enggan melihat terjadinya kebangkitan Islam yang akan menjadi umat Islam setingkat dengan manusia Barat. Hal ini makin terasa sejak berakhirnya Perang Dingin anatara dunia Barat dan dunia komunis yang dimenangkan Barat. Kondisi psikologis yang timbul mengakibatkan berbagai persoalan yang harus diantisipasi oleh umat Islam yang tentu ingin mencapai sukses dalam kebangkitan Islam. Baik tantangan dan kendala yang ada dalam tubuh umat Islam sendiri maupun yang timbul dari luar harus dapat diatasi secara memuaskan agar kebangkitan Islam dapat mencapai hasil yang diinginkan. Karena itu, sangat diperlukan kepemimpinan dan kependidikan yang mampu mengajak umat Islam membuat berbagai perubahan yang diperlukan. Perlu ada juga perubahan sikap dan
380
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
perilaku yang sekarang ada. Ini semua juga berlaku bagi umat Islam di Indonesia yang merupakan bagian umat Islam tersebar di dunia. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan kebangkitan Islam di Indonesia dan menjadi ujung tombak bagi kebangkitan Islam di wilayah Timur Tengah yang di masa lalu merupakan pusat peradaban Islam di dunia. Karena itu, tantangan dan kendala yang datang dari luar umat Islam juga akan lebih kuat tertuju kepada umat Islam di Indonesia. Hal itu sudah tampak sejak dekade terakhir abad ke-20.
Peluang dan Tantangan Peluang dan Tantangan dalam Dunia Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana strategi bagi kemajuan suatu bangsa, terutama umat Islam. Melalui pendidikan, dibentuk kondisi mental yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral spiritual yang dikehendaki. Demikian pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diusahakan melalui pelaksanaan pendidikan yang tepat. Namun harus pula disadari bahwa hasil dari proses pendidikan Baru terasa secara sungguh-sungguh setelah berlalunya suatu generasi. Karena itu, ketika kebangkitan Islam sekarang sedang berjalan, pendidikan harus dibarengi dengan terbentuknya kepemimpinan yang dapat menjalankan proses perubahan tersebut. Bahkan kepemimpinan itu sangat penting untuk menimbulkan proses pendidikan yang diperlukan. Dengan demikian, pendidikan Islam di samping mengurus keimanan atau keyakinan kepada Tuhan, juga harus memerhatikan bidang sains dan teknologi sebagai komponen terpenting dari peradaban modern. Mempelajari sains dan teknologi itu merupakan suatu kemestian mendesak bagi dunia Islam jika dia tidak mau ketinggalan.3 Proses pendidikan meliputi banyak sekali segi dan sebenarnya 3
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, ( Jakarta: Alhusna, 1988), hlm. 144.
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
381
setiap kegiatan manusia mengandung unsur pendidikan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan meliputi sistem sekolah. Dua hal itu harus saling mendukung untuk mencapai hasil yang optimal. Dalam pendidikan luar sekolah yang amat besar perannya adalah pendidikan di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga tempat manusia lahir dan tumbuh merupakan masa yang paling menentukan bagi pembentukan kepribadian. Pendidikan luar sekolah yang akan membentuk perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga menjadi alat pengembangan diri yang baik. Dalam era globalisasi dewasa ini, setiap unsur masyarakat makin dituntut intensif berhubungan dengan unsur masyarakat lain. Demikian pula dengan unsur masyarakat antarbangsa. Hubungan itu dapat berupa kerja sama atau persaingan yang dalam era globalisasi makin intensif kondisinya. Akibatnya adalah tidak cukup sebagian kecil masyarakat bermutu tinggi untuk mencapai kemajuan suatu bangsa atau satu umat. Harus sebanyak mungkin warga masyarakat yang mempunyai mutu tinggi untuk dapat melakukan kerja sama dan persaingan bangsa dan umat. Hal itu menimbulkan tantangan yang amat berat, yaitu harus ada pendidikan yang besar kuantitasnya sehingga meliputi sebanyak mungkin warga masyarakat, maupun setinggi mungkin kualitasnya untuk seluruh pendidikan yang diselenggarakan. Hal tersebut merupakan tantangan besar untuk pengadaan dan penyediaan sumber daya, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya material. Karena sumber daya pada dasarnya langka, timbul tantangan kuat terhadap kemampuan manajemen pendidikan di satu pihak dan pihak lain adanya komitmen yang kuat pada diri pemimpin bangsa terkait pengadaan sumber daya itu. Isu Sosial dan Politik Acap disebut, konflik terjadi antara Islam sebagai wakil peradaban
382
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
Timur dan Kristen sebagai peradaban Barat. Perbenturan antara Islam dan Kristen disebabkan oleh adanya perbedaan konsep pandangan hidup dan juga konsep ketuhanan, meskipun keduanya sama-sama monoteistik. Perbedaan fundamental seperti ini juga diwarnai semangat dari kedua peradaban untuk menjadi umat terbaik yang menjadi pemimpin peradaban dunia. Salah satu momentum besar yang sangat penting dalam konteks isu benturan peradaban (clash of civilization) terjadi pada 11 September 1999. Terlepas dari siapa yang merekayasa, hal itu telah dimanfaatkan Amerika untuk menekan negara-negara Muslim. Amerika melakukan serangkaian tindakan yang mengatasnamakan perang melawan teroris. Menurut Amerika, hal ini dilakukan dalam rangka memperjuangkan pilar-pilar demokrasi, hukum, dan hak asasi hukum maupun hak asasi manusia. Bahkan tak jarang pemerintahan Bush dikecam dan didemo oleh para warganya sendiri yang justru menyebut pemerintahan Bush tersebut sebagai teroris. Tragedi 11 September 1999 meninggalkan dampak yang sangat krusial bagi umat Islam. Kejadian kritis itu meletakkan umat Islam sebagai pusat dari opini publik internasional. Dampak yang terjadi sangat meluas, mulai dari yang mendukung maupun yang melemahkan keniscayaan bangkitnya peradaban Islam. Dampak yang melemahkan atau yang negatif berkaitan dengan opini “teroris” yang menjadi stereotipe yang kental ditempelkan pada wajah setiap Muslim. Sedangkan dampak pendukung dan positifnya adalah semakin banyak dan meluasnya minat dunia internasional, khususnya Barat, untuk mengenal Islam lebih jauh. Dari peristiwa di atas, secara politis, umat Islam telah diletakkan sejajar oleh Amerika dan sekutunya untuk menjadi lawan tanding. Jika Amerika dan sekutu menggunakan strategi Perang Dingin dalam menaklukkan Uni Soviet (komunisme dan sosialisme), mereka saat ini memiliki strategi agresif dalam memerangi beberapa negara Muslim. Namun dalam tata karma internasional, pola agresif yang dilancarkan oleh Amerika ternyata tidak populer pada kebanyakan dari
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
383
negara-negara seluruh dunia. Dalam kondisi kritis dan krusial seperti ini, justru umat Islam memiliki peran strategis. Meskipun pada saat ini opini media yang sebagian besar dikuasai Amerika sering menjatuhkan umat Islam, hal inilah yang kemudian harus di-follow-up dalam rangka penyiaran syiar Islam. Pengobjekan yang dilakukan oleh media Barat justru akan menjadi senjata ampuh umat Islam untuk menyuarakan kebenaran melalui rasa keingintahuan dunia internasional. Dalam era globalisasi seperti ini, perlu dikaji begitu besarnya peluang Islam menjadi pemimpin peradaban. Pengkajian ini merupakan penelurusan potensi besar umat Islam pada saat ini yang menjadi doktrin internasional. Globalisasi saat ini ternyata selain menimbulkan dehumanisasi dalam perkembangan sejarah manusia, juga merupakan peluang umat Islam untuk berkarya mengatasi keadaan. Ajaran-ajaran Islam yang humanis merupakan sebuah muatan dahsyat yang dapat menyentuh sisi kemanusiaan. Mulai saat ini umat Islam harus bergerak dan tidak terpaku pada kegagalan masa lalu. Peran strategis negara-negara Muslim dalam penguasaan berbagai bidang telah menjadi modal yang besar dalam menyambut kebangkitan Islam. Untuk itu penelaah keilmuan yang berbasis kauniyah harus terus digali dalam rangka mengedepankan ikhtiar menjadi kompetitor bagi Barat yang saat ini masih menjadi pusat pengembangan keilmuan. Basis pengokohan kultural juga menjadi agenda yang penting untuk membentuk karakter masyarakat. Pada akhirnya, mobilitas umat Islam baik secara vertikal maupun horizontal dapat menjadi sinergi dalam membangun peradaban yang rahmatan lil alamin. Peluang dan Tantangan dalam Bidang Hukum Ciri-ciri pokok dari sistem hukum Islam adalah landasan gandanya baik di dalam kitab suci maupun di segala kebutuhan serta problem geofisik dan sosial yang senantiasa berubah-ubah. Allah sebagai sumber hukum memberikan perintah-perintah susila, memberikan
384
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
nilai-nilai permanen untuk membedakan kebajikan dan kejahatan, atau untuk membedakan perbuatan yang benar dari perbuatan yang salah. Allah memberikan beberapa peraturan hukum yang singkat di dalam Alquran. Alquran bersama-sama dengan “sunnah” merupakan hukum wajib atau merupakan sumber syariah, hukum Islam yang diwahyukan.4 Syariah merupakan salah satu bidang studi yang penting dalam tradisi keilmuan umat Islam. Syariah merupakan rujukan utama umat Islam dalam bertingkah laku. Ketika wacana pembaharuan dan gerakan kebangkitan kembali umat Islam bergema, hukum Islam dan para eksponennya tidak dianggap sebagai pelopor, malah disudutkan sebagai penganjur pemapanan dan penghalang kemajuan. Kata hukum berasal dari bahasa Arab yang juga banyak ditemukan dalam ayat-ayat Alquran. Kata “hukm” berjamak “ahkam”, secara lughawi berarti menetapkan dan menafikan suatu perkara berdasarkan suatu perkara lain. Dalam tradisi keilmuan Muslim, kata ini biasanya didefinisikan sebagai penetapan dan ketentuan yang terkait dengan perbuatan subjek hukum (mukallaf) yang berdasarkan atas panduan ilahi. Perbuatan mukallaf dalam wacana hukum Islam dibedakan atas lima kategori, yakni wajib, sunat, mubah, dan haram. Khalisifikasi ini disebut ahkam al-taklifi. Di samping itu, dikenal kategori lain, yakni ahkam al-wadh’i yang lebih terkait dengan kondisi eksternal, tetapi masih terkait dengan perbuatan hukum, yaitu sebab, syarat, dan pencegah (mani’).5 Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya studi hukum Islam dalam sejarah pendidikan Islam. Itu juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang cukup penting antara syariah, fiqh, dan hukum dalam wacana keilmuan umat Islam, meskipun juga harus diakui telah terjadi
4
5
Waqar Ahmad Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, (Bandung: Pustaka, 1983), hlm. 45. ’Abdu al-Majid Mathlub, Ushul Fiqh al-Islami, (Kairo: 1991), hlm. 7.
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
385
pergeseran makna dari suatu peiode ke periode yang lain. Konteks di atas juga menunjukkan bahwa dari sisi skala kedekatan kepada ilahi dan sakralitasnya, syariah merupakan yang tertinggi dan malah dianggap permanen serta dinisbatkan kepada Rasulullah. Kemudian disusul oleh fiqh yang merupakan upaya manusia untuk memahami agama (din) dan merumuskan panduan tingkah laku, yang akhirnya dijabarkan dalam bentuk hukum bagi kasus-kasus tertentu. Pernah seorang nonMuslim dengan jujur mengatakan bahwa pemecahan terhadap krisis modern terletak pada syariah (hukum ilahi). Hukum insani memiliki sanksi insani, sedangkan hukum ilahi memiliki sanksi Allah tanpa memedulikan apakah hukum tersebut diterima atau tidak oleh kepala suku atau parlemen. Di sana ada unsur takwa, pertanggungjawaban, pahala, dan siksa.6 Peluang dan Tantangan dalam Bidang Ekonomi Islam adalah agama yang universal, berlaku untuk semua umat. Di semua waktu dan zaman universalitas itu menuntut Muslim mampu menempatkan diri di alam ini. Itu sesuai dengan sunnatullah, dalam arti manusia harus memerhatikan keseimbangan kehidupan antara dunia dan kehidupan akhirat. Dengan demikian umat Islam di samping memenuhi kehidupan batiniyah, juga jangan lupa kepentingan duniawi, terutama dalam bidang ekonomi. Sistem ekonomi Islam, sering pula disebut ekonomi syariah, saat ini telah melalui perkembangan yang kian pesat dan cukup menarik, terutama sangat dirasakan pada sektor keuangan dan perbankan. Berbagai forum untuk merespons perkembangan baik pemikiran maupun praktiknya telah dilaksankan di berbagai penjuru dunia. Perilaku ekonomi setiap Muslim harus mencerkimkan sikap dan ajaran yang penuh dengan keluhuran nilai-nilai moral dan etika. Perbaikan etika atau yang dalam bahasa Alquran disebut sebagai akhlak, merupakan wasiat utama Rasulullah saw. Maka amat relevan 6
Mathlub, Ushul Fiqh, hlm. 215.
386
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
saat ini, utamanya dalam kasus pemberantasan KKN di negeri ini, upaya penegakan ekonomi berdasarkan moral atau ahklak yang menjadi prioritasnya. Dalam tataran keilmuan, sekalipun prinsip-prinsip metodologi ekonomi Islam yang bermuara pada ushul fiqh dapat dikatakan tidak memerlukan perubahan yang fundamental, kaidah-kaidah derivatifnya berupa fiqh muamalat harus senantiasa berubah seirama dengan pengembangan gagasan saintifik dan pembuktian empirik di lapangan. Ini demi menjaga kesegaran dan dinamika fiqh itu sendiri, sehingga sebagai ajaran syariah, ekonomi Islam tidak kaku dan tidak ketinggalan zaman. Seminar internasional ekonomi Islam secara menumental dilaksanakan pertama kali di Jeddah pada 1976. Seminar itu merekomendasikan dibentuknya Center for Reseach in Islamic Economics (CREI) yang menginduk di Universitas King Abdul Aziz Jeddah. Fase berikutnya, ekonomi Islam bukan saja menjadi bahan diskursus lepas di negara tersebut, melainkan telah menjadi bagian kurikulum pendidikan ekonomi dan keuangan atau perbankan. Keuangan dan perbankan merupakan faktor paling pesat kemajuannnya berikut dengan pendirian bank-bank syariah sejak beberapa tahun belakangan. Di antara momentum bersejarah paling bermanfaat bagi pengembangan ekonomi Islam adalah pendirian Bank Pembangunan Islam (IDB) yang disepakati oleh dana moneter internasional (IMF) pada pertengahan tahu 1980-an. Dalam prespektif ilmiah, timbul pertanyaan mengapa ekonomi Islam selama beberapa dekade mendatang masih berada di bawah pengaruh ekonomi konvensional. Dalam hal ini terdapat tiga jawaban. Pertama, sebagai kajian ekonomi yang berbicara tentang Islam, ia akan selalu menjadi “subordinat” atau bagian dari ilmu ekonomi konvensional. Timur Kuran, seorang pemikir ekonomi Islam dari Turki, berpendapat bahwa ekonomi Islam merupakan subdivisi dari ilmu kajian ekonomi, sehingga akan tetap di bawah bayang-bayang perkembangan ilmu dan juga sistem ekonomi konvensional.
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
387
Kedua, ekonomi Islam berkembang sebagai sebuah respons atau reaksi dari ketidakadilan penerapan ekonomi konvensional yang telah mapan, namun keandalan ekonomi Islam dalam memberikan solusi alternatif terhadap masalah sosial ekonomi masih dipertanyakan. Ketiga, dalam kenyataan sekarang, para ekonom Muslim memeroleh training dan pendidikan dari Barat. Mereka memeroleh status sosial yang lebih tinggi dibandingkan para ilmuan agama yang mencoba memberikan solusi sosia-ekonomi dalam masyarakat. Ini antara lain disebabkan juga ketiadaan alat analisis matematika, statistika, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemikir agama tersebut. Bila ketiga kecenderungan ini dibiarkan, keberadaan ekonomi Islam bukan saja tidak akan mampu memimpin, bahkan tidak akan dapat mengimbangi laju perkembangan ekonomi konvensional. Namun kita tidak perlu pesimis. Tampaknya penerapan teori Solow yang diperkuat dengan Mankew, Romer, dan Weil tentang konvergensi dalam pertumbuhan dapat berlaku dengan sejumlah catatan. Bila dalam teori pertumbuhan konvergensi dapat berlangsung antara pertumbuhan negara-negara miskin yang mampu mengejar ketinggalannya dari pertumbuhan dari negara maju, teori konvergensi di sini dapat dimengerti sebagai pengejaran ekonomi Islam terhadap ekonomi konvensional. Seperti diketahui, laju perkembangan ekonomi Islam yang masih muda ini tampak relatif lebih baik dari pertumbuhan ekonomi konvensional, terutama bila diukur berdasarkan pencapaianpencapaian teoretiknya. Ini dimungkinkan karena peminjaman berbagai alat analisa konvensional, utamanya neoklasik, sehingga keberadaannya dapat dikatakan sebagai “membonceng perjalanan perkembangan ekonomi konvensional”. Sebagai kesimpulan dari konsep ini, terlepas dari kontroversi teori konvergensi dalam pertumbuhan ekonomi itu sendiri, perkembangan ekonomi Islam kian menunjukkan arah yang memberikan gambaran optimis pada kita. Terutama setelah tampak tanda-tanda bahwa kemampuan dan keandalan ekonomi konvensional mulai dipertanyakan dalam memberi solusi atas barbagai krisis perekonomian
388
| Media Akademika Volume 25, No. 4, Oktober 2010
dunia seperti yang terjadi khususnya di Indonesia dan Argentina. Sementara, upaya perkembangan ekonomi Islam kian mendapat tempat di hati umatnya.
Kesimpulan Revitalisasi Islam sangat perlu diupayakan dalam berbagai perspektif keilmuan, baik bidang agama maupun umum. Kedua bidang keilmuan tersebut harus sejalan dan saling melengkapi. Kemajuan umat Islam pada periode abad ke-7 dan ke-10 karena umat Islam waktu itu menguasai Islamic knowledge dan sains dalam berbagai bidang. Pada era globalisasi ini umat Islam juga harus mampu membangun citranya kembali dan memimpin dunia sesuai dengan hakikat Islam, yaitu membangun kehidupan dunia dan akhirat.
Djunaidi, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Pemikiran Islam Dewasa Ini” |
389
DAFTAR BACAAN Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam, ( Jakarta: 1996). Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta: 1989). Husaini, Waqar Ahmad, Sistem Pembinaan Masyarakat Islam, (Bandung: Pustaka, 1983). Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, ( Jakarta: 1989). Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, ( Jakarta: Alhusna, 1988). Maarif, M. Syafi’i, Peranan Perguruan Tinggi dalam Menbangun Hukum di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1985). Mathlub, ’Abdu al-Majid, Ushul Fiqh al-Islami, (Kairo: 1991). Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, ( Jakarta: 1996). Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan, ( Jakarta: 1986). Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999).