PEDOMAN PELAKSANAAN LANDREFORM TAHAP PERTAMA I. Panitia-panitia Landreform. a. Pembentukan dan Susunan Panitia-panitia Landreform. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 15 April 1961 No. 131 tahun 1961, telah ditetapkan pembentukan Organisasi Penyelenggara Landreform. Organisasi Penyelenggara Landreform tersebut tersusun sebagai berikut: 1.
Di pusat
: Disebut Panitia Landreform Pusat dengan Badan Pekerja serta Panitia Pertimbangan dan Pengawas. Panitia mana telah diresmikan realisasinya pada tanggal 18 September 1961.
2.
Di Daerah Tingkat I
: Disebut Panitia Landreform Daerah Tingkat I dan realisasi pembentukannya ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Pertama tanggal 8 Juli 1961 No. 311/MP/1961.
3.
Di Daerah Tingkat II
: Disebut Panitia Landreform Daerah Tingkat II dan realisasi pembentukannya ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Pertama tanggal 20 Juli 1961 No. 328/MP/1961.
4.
Di Kecamatan-kecamatan : Disebut Panitia Landreform Kecamatan dan dan Desa-desa. Panitia (Petugas) Landreform Desa, yang pembentukannya dilakukan dengan keputusan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atas nama Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dari Daerah yang bersangkutan.
Panitia-panitia Landreform tersebut adalah merupakan Badan Koordinasi, badan kerja sama antara instansi baik militer maupun sipil dan Organisasi-organisasi Massa Tani. Kami tegaskan Panitia-panitia tersebut merupakan Badan Koordinasi antara instansi, karena Koordinasi dalam pelaksanaan Landreform adalah suatu keharusan. Di dalam badan Koordinasi itu diharapkan Petugas/Pejabat-pejabat Agraria menjadi peranannya, menjadi sipil dalam melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari. Diharapkan Petugas/Pejabat Agraria dapat mengkoordinir dan mensinkronisir berbagai usaha dalam rangka Pelaksanaan Landreform. b. Pembagian tugas pekerjaan Panitia. Karena keanggotaan Panitia landreform Daerah Tingkat I dan II tersusun dari Wakilwakil Instansi dan Organisasi Massa Tani yang jumlahnya tidak sedikit, maka untuk tugas pekerjaannya perlu dibentuk Seksi-seksi dan Badan Pekerja. Agar ada keseragaman (uniformitas) dalam pembentukan seksi-seksi tersebut maka oleh M.P. dengan keputusannya tanggal ………… No ……… telah ditetapkan susunan seksiseksi itu sebagai berikut: Seksi I
: adalah seksi Pengawasan, Penertiban dan Perencanaan;
Seksi II
: adalah seksi Penerangan;
Seksi III
: adalah seksi Pengurusan persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan bekas pemilik dan perkembangan industri.
Kecuali seksi-seksi, untuk memperlancar pelaksanaan tugas pekerjaan sehari-hari atas dasar Keputusan Menteri Pertama di atas, dibentuk pula Badan Pekerja yang susunannya sebagai berikut: 1. Kepala Inspeksi Agraria/Kepala Agraria Daerah/Kepala Agraria Kotapraja ditetapkan sebagai Ketua merangkap anggota.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 1
SJDI HUKUM
2. Kepala-kepala Seksi dari Panitia-panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II ditetapkan selaku anggauta dan 3. Wakil-wakil Organisasi Tani yang duduk sebagai Anggauta Panitia selaku anggauta. Baik Badan Pekerja maupun Seksi-Seksi bertanggung jawab kepada Panitia lengkap (i-e- Panitia Landreform Daerh yang bersangkutan). c. Pembentukan dan Susunan Panitia Landreform Desa/Kecamatan. Panitia Landreform Kecamatan dan Desa pembentukan diserahkan kepada kebijaksanaan Bupati/Kepala Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini sudah barang tentu tidak perlu tiap Kecamatan dibentuk Panitia. Pembentukan Panitia Landreform Kecamatan/Desa untuk tahap pertama pelaksanaan Landreform sekarang ini, yang diutamakan ialah di daerah yang terdapat tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. Apabila di sebuah Desa/Kecamatan hanya terdapat satu atau dua bidang tanah yang terkena Undang-undang No. 56/Prp/60, dapat dibentuk Panitia Desa/Kecamatan Gabungan atau cukup hanya dibentuk Petugas Landreform saja (3 orang). Hal ini perlu untuk menghemat tenaga dan keuangan. Kecuali itu walaupun di Desa/Kecamatan tidak ada tanah kelebihan dari batas maksimum tetapi banyak masalah-masalah Landreform yang perlu dipecahkan, misalnya banyak bagi hasil, tanah absentee (guntai tanah yang pemiliknya di luar Kecamatan), gadai dan banyak sengketa-sengketa tanah di Desa/Kecamatan tersebut perlu dibentuk Panitia Landreform. d. Ketetapan Berkerjanya Panitia-panitia. Dengan surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 23 Agustus 1961 No. Sk. 508/Ka, tanggal 1 September 1961 ditetapkan sebagai saat mulai bekerjanya Panitia-panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II di seluruh Jawa, Madura, Bali, Lombok dan semua Kotapraja serta semua Daerah-daerah Percontohan. Dengan demikian maka Pelaksanaan Landreform ini belum berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan demikian dalam tahapan pertama Pelaksanaan Landreform akan dijalankan/dikerjakan oleh: 1. Panitia Landreform Pusat; 22. Panitia Landreform Daerah Tingkat I; 140. Panitia Landreform Daerah Tingkat II; 1000. Panitia Landreform Kecamatan; dan 1500. Panitia Landreform Desa. II. Pelaksanaan penguasaan Tanah-tanah Kelebihan dari Batas Maksimum. a. Penguasaan tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. Setelah terbentuk dan tersusun keanggautaan Panitia Landreform di daerah tersebut maka sebagai tindakan pertama sesudah pembentukan Seksi-seksi dan Badan Pekerjanya, adalah melaksanakan penguasaan atas tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari luas maksimum (U.U. No. 56/Prp/60). Wewenang untuk melaksanakan penguasaan ini didasarkan kepada Surat Keputus an Menteri Agraria tanggal 22 April 1961 No. Sk. 508/Ka yang berlaku mulai tanggal 24 September 1961. Selanjutnya Pelaksanaan penguasaan tanah pada distribusi dan pemberian ganti ruginya (Compensacie) di atas lebih lanjut dalam P.P. No. 224.1961; dan P.P. ini yang merupakan dasar bagi pelaksanaan Landreform yang akan kita jalankan tahap pertama ini. Perlu diberitahukan bahwa sampai dewasa ini sudah diterima laporan ada l.k. 190.000 Ha. tanah kelebihan dan tanah seluas itupula yang pada pelaksanaan Landreform tahap pertama ini akan segera langsung dan nyata-nyata dikuasai pemerintah.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 2
SJDI HUKUM
Maka masalahnya yang penting yang harus dikerjakan oleh Panitia Landreform di Daerah-daerah yaitu, bagaimana cara untuk melaksanakan penguasaan itu dan bagaimana penyelesaian selanjutnya. Dasar hukum yang dipakai dalam pelaksanaan penguasaan tersebut adalah peraturanperaturan dan surat keputusan yang sudah disebutkan di atas. Hanya pelaksanaannya harus disesuaikan dengan keadaan Daerah masing-masing dan perlu adanya kebijaksanaan sehingga segala persoalan dan perkerjaan dapat dikerjakan secara seksama, tegas dan tertib. b. Tindakan Ke I = Tindakan penelitian. Tindakan pertaman-tama yang harus dijalankan oleh Panitia, adalah meneliti kebenaran atas hasil-hasil laporan U.U. No 56/Prp/60. Caranya: 1. Laporan-laporan yagn sudah masuk di Kantor Agraria Daerah disusun secara teratur untuk seluruh Daerah Tingkat II, sehingga dengan mudah dapat diketahui jumlah pelapor, luas tanah yang dilaporkan untuk masing-masing Desa, Kecamatan. 2. Atas dasar bahan-bahan tersebut (Jumlah pelapor dan letak tanah yang dilaporkan) oleh Kepala Agraria Daerah selaku Wakil Ketua Panitia menyerahkan kepada sidang Panitia Lengkap atas Badan Pekerja tentang pemufakatan penetapan waktu (time schedule) dan tempat serta pelapor yang diperiksa diberitahukan kepada Kecamatan yang bersangkutan, Pemeriksaan ini dan dilaksanakan oleh Badan Pekerja. 3. Orang-orang yang berkepentingan (pelapor) dipanggil dan dikumpulkan di Kecamatan masing-masing untuk dimintai keterangan-keterangannya mengenai tanah pertanian yang dikuasainya. yang harus dibawa: a. keterangan penduduk; b. surat-surat bukti tanah (kekitir), petuk, akte jual beli, hibah, warisan, wasiat dan lain-lain. 4. Kepala Desa yang bersangkutan harus datang juga pada waktu yang telah ditetapkan itu dengan membawa: a. Register penduduk; b. Register letter C; c. Register jual-beli tanah; d. Register warisan hibah tanah; e. Register gadai/bagi hasil/sewa tanah. 5. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh anggauta-anggauta Badan Pekerja dengan disaksikan oleh Assisten Wedana (Ketua Panitia Landreform Kecamatan) serta Kepala-kepala Desa yang bersangkutan. Pemeriksaan/Penelitian setempat dipandang perlu sekali sebab tidak jarang atau kemungkinan ada pemilik yang tidak mengenal tanahnya. Apabila terjadi demikian hendaknya diusahakan supaya mendapat bantuan dari Pamong Desa di mana tanahnya itu terletak. 6. Dalam pelaksanaan pemeriksaan/penelitian harus diperhatikan: a. Nama dan alamat/tempat tinggal pelapor; b. Jumlah anggauta keluarga pelapor yang menjadi tanggungan sepenuhnya dan jumlah pekerja tetap (pembantu rewang) pada keluarga pelapor; c. Letak dan luas tanah, nomor petuk, kitir, atas nama siapa terdaftarnya dalam buku letter C Desa tersebut; d. Diteliti bidang-bidang tanah yang belum dilaporkan: e. Bagian-bagian tanah (luas dan letak) tanah yang dilepaskan dan yang akan diserahkan kepada Pemerintah. Pelaksanaan pemeriksaan/penelitian tersebut adalah penyempurnaan terhadap tindakan pertama atas pedoman pelaksanaan yagn dilampirkan dalam surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka/61. Dasar pemikiran pedoman ini masih berlandaskan U.U. No. 56/Prp/60 belum meningkat sepenuhnya
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 3
SJDI HUKUM
kepada P.P. No. 224/1961 pasal 3, artinya pemilikan tanah pertanian oleh seseorang keluarga di Daerah di mana saja, masih diperbolehkan asal tidak melebihi dari batas maksimum yang dimaksud oleh U.U. tersebut di atas. Tindakan ke 2. Tindakan ke 2 adalah penetapan Bagian tanah-tanah untuk bekas pemilik. Dasar hukum dari tindakan tersebut adalah: a. Surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka; b. Pasal 2 dari P.P. No. 224/1961. 1. Untuk menetapkan bagian-bagian tersebut, pertama-tama adalah memberi kesempatan kepada pelapor untuk mengajukan usul bagian tanah yang akan dimiliki dari bagian-bagian tanah yang harus diserahkan kepada Pemerintah. 2. Dengan memperhatikan usul-usul tersebut disertai pertimbangan Ketua Panitia Landreform Kecamatan/Desa, Panitia Landreform Daerah Tingkat II baru memberi keputusan menetapkan bagian tanah-tanah mana untuk bekas pemilik. Dalam hal ini perlu diperhatikan soal-soal sebagai berikut: a. letak tanah hendaknya tidak jauh (masih memungkinkan penggarapan yang efficien) dari tempat pemilik. Maksudnya ialah di dalam Kecamatan yang letaknya berbatasan dengan daerah Kecamatan di mana bekas pemilik itu bertempat tinggal, masih dimungkinkan. b. Kesatuan tanah (yang tetap dimiliki pemilik sedapat mungkin merupakan satu kompleks). c. Kesuburan tanah (memungkinkan terbentuknya keadaan bahwa tanah yang tetap dimiliki dan diserahkan mempunyai kesuburan yang seimbang; artinya tidak yang dipilih hanya yang subur-subur saja, sedang yang kurus/tandus semua diserahkan kepada Pemerintah). 3. Keputusan tersebut dikirim kepada yang bersangkutan, dan untuk mengetahui keadaan senjatanya dari letak tanah harus disaksikan oleh Assisten Wedana/Kepala Desa yang bersangkutan masing. Dan untuk persiapan atau mempermudah pengukuran, maka para penggarap tanah yang bersangkutan dapat ikut menyaksikan pelaksanaan dari pada Keputusan tersebut. Tindakan ke 3. Pemberian tanda Batas dan Pengukuran. Setelah diketahui keputusan yang menetapkan bagian-bagian tanah yang tetap dimiliki oleh pemilik dan untuk Pemerintah, maka untuk mengetahui secara kongkrit letak batas dna luas tanah yang diserahkan kepada Pemerintah, perlu tanah dimaksud diberi batas dan diukur. a. Pemberian tanda batas, diserahkan kepada Panitia Landreform Desa dengan disaksikan oleh bekas pemilik dan para penggarap tanah yang bersangkutan. b. Pengukuran dilakukan oleh Panitia Landreform Desa dan Petugas ukur dari Panitia Landreform Daerah Tingkat II dan kalau perlu ditambah petugas-petugas Desa yang sudah biasa melakukan pengukuran. c. Hasil-hasil pengukuran (kalau perlu) dibuat dalam bentuk gambar (sket) dengan diterangkan batas-batas luasnya, nomer persil/letter C, Desa, bekas pemiliknya, para penggarapnya jenis dan penggunaan tanahnya, dan sebagainya. d. Hasil-hasil pengukuran yang sudah dibuat dalam bentuk gambar dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II, untuk penyelesaian distribusi dan pemberian ganti kerugian. III. Bahan keterangan untuk pemberian Ganti-Kerugian. Setelah tanah-tanah yang dikuasai oleh Pemerintah sudah diukur dan dibuat dalam bentuk gambar, sebagai tindakan selanjutnya adalah menyiapkan bahan-bahan keterangan untuk menetapkan pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 4
SJDI HUKUM
Bahan-bahan keterangan ini dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan atau Panitia (Petugas) Landreform Desa, sebagai bahan bantuan Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam menetapkan pemberian ganti kerugian. Dasar Hukum yang harus dipegang dalam menetapkan ganti rugi ini adalah: a. Surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus 1961 No. Sk. 509/Ka; b. Pasal 6 dan 7 dari P.P. 224/1961. Bahan-bahan yang perlu disediakan untuk keperluan pemberian ganti kerugian adalah: a. Jenis tanah, b. Keadaan tanah (Nomor, blok, klas dan peruntukan), c. Luas tanah, d. Hasil panen selama 5 tahun tanah yang bersangkutan, e. Hasil bersihnya, yaitu seperdua hasil kotor bagi tanaman padi dan sepertiga hasil kotor bagi polowijo. f. Hasil rata-rata satu tahun tiap hektare, g. Harga tanaman dan h. Perhitungan ganti rugi yang didasarkan atas pasal 6 dari P.P. 224/1961 yaitu: 10 x hasil bersih setahun untuk 5 hektare pertama, 9 x hasil bersih setahun untuk 15 hektare berikutnya, 7 x hasil bersih setahun untuk yang selebihnya. Panitia Landreform Kecamatan/Panitia (Petugas) Landreform Desa dalam menyediakan bahan-bahan tersebut disediakan blangko isian yang memuat hal-hal yang diperlukan seperti tersebut a sampai h, setelah diisi kemudian dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II untuk diselesaikan. Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam menetapkan ganti rugi menggunakan (sambil meneliti) bahan-bahan: a. Hasil pemeriksaan dan Badan Pekerja, b. Hasil-hasil pengukuran dan gambar (sket) dari petugas-petugas yang diserahi pengukuran, c. Bahan-bahan keterangan mengenai hasil tanah dari Panitia Landreform Kecamatan/Desa dan d. Pasal 6 dan 7 dari P.P. 224/1961. Setelah ditetapkan besarnya ganti rugi, kemudian dicantumkan dalam “surat tanda penerimaan hak dan pemberian ganti rugi”. Surat tersebut berisi penyerahan hak atas tanah-tanah kelebihan batas maksimum kepada Pemerintah, serta penetapan ganti ruginya. Surat tersebut ditanda-tangani oleh bekas pemilik sebagai pihak yang menyerahkan tanah, dan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II/Kotapraja sebagai pihak yang atas nama Pemerintah menerima penyerahan hak atas tanah. Dengan pemberian surat tersebut kepada bekas pemilik berarti tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum secara rieel atau secara langsung telah dikuasai oleh Pemerintah. Ganti rugi yang akan dibayarkan kepada bekas pemilik sejumlah 10% dalam bentuk uang simpanan di BKTN setempat, yang dapat diambil sewaktu-waktu setelah satu tahun sejak tanah yang bersangkutan dibagikan kepada rakyat. Sedang sisa dari jumlah ganti rugi sebesar 90% berupa Surat Hutang Landreform dengan bunga 3% tiap tahun dan dapat diambil berdasarkan pasal 7 dari P.P. 224/1961. IV. Pendaftaran para Penggarap dan Calon Pemilik. Sementara Panitia Landreform Daerah Tingkat II sedang menyelesaikan ganti rugi, Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia (Petugas) Landreform Desa mengadakan pendaftaran para penggarap tanah-tanah yang sudah dikuasai oleh Pemerintah dalam Desa atau Kecamatan masing-masing.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 5
SJDI HUKUM
Termasuk didaftar sebagai penggarap adalah bekas pemilik yang mengerjakan tanah kelebihan yang telah dikuasai oleh Pemerintah. Hal ini dapat terjadi yaitu apabila pada waktu tanah kelebihan itu dikuasai oleh Pemerintah tanah tersebut digarap sendiri oleh pemiliknya. Dalam daftar tersebut hendaknya disebutkan: a. Nama penggarap. b. Letak tanah yang digarapnya. c. Blok/nomor persil. d. Luas tanah. e. Jenis tanah. f. Hasil panen dalam satu tahun. Daftar tersebut dimaksudkan untuk bahan bagi Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam memberi izin mengerjakan tanah kepada para penggarap tanah yang bersangkutan dan untuk menetapkan besarnya uang sewa. Kecuali daftar tersebut, Panitia/Petugas Landreform Desa dan Panita Landreform Kecamatan masih perlu membuat daftar lagi untuk keperluan Panitia Landreform Desa Tingkat II guna menetapkan pemberian hak milik kepada petani. Daftar tersebut kecuali memuat nama-nama para penggarap juga harus membuat namanama orang-orang petani yang mungkin mendapat pembagian tanahnya itu petani-petani yang tergolong dalam prioriteit sebagai dimaksud dalam pasal 8 ayat 1 P.P. 224/1961. Untuk keperluan praktis, daftar yang dibuat tidak perlu mengenai semua petani yang tergolong dalam semua prioriteit yaitu disesuaikan dengan banyaknya tanah yang dapat dibagikan itu hanya sedikit, maka cukup yang didaftar hanyalah petani-petani yang tergolong dalam prioriteit a, b dan c saja, dna tidak perlu petani dalam semua golongan prioriteit didaftar semua. Daftar tersebut setelah selesai dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II. V. Pemberian Idzin Untuk Mengerjakan Tanah-tanah Kelebihan. a. Untuk mengadakan distribusi tanah kelebihan kepada petani yang memenuhi syaratsyarat membutuhkan waktu untuk penelitian dan pengujian, oleh karena itu tanahtanah tersebut oleh Pemerintah diidzinkan untuk dikerjakan kepada para penggarap sekarang. Dalam pelaksanaannya yang memberikan idzin adalah Panitia Landreform Daerah Tingkat II atas dasar bantuan bahan-bahan dari Panitia Landreform Kecamatan dan Desa, Para petani yang memperoleh idzin mengerjakan tanah tersebut mendapat idzin mengerjakan tanah. Idzin tersebut berlaku untuk selama-lamanya 2 tahun. Dan perlu mendapat perhatian bahwa yang mendapat idzin tersebut belum tentu secara otomatis akan dapat hakmilik. Penggarap yang mendapat idzin mengerjakan tanah diwajibkan tiap-tiap tahunnya membayar uang sewa yang senilai dengan sepertiga hasil panenan (kotor). b. Penetapan besarnya uang sewa dilakukan pada saat idzin mengerjakan tanah itu diberikan, jadi tidak ditetapkan sesudah panen. Pembayaran sewa dilakukan: 1. satu bulan setelah tiap-tiap panenan dan disetor kepada BKTN yang pada waktu tersebut akan datang ke Kecamatan-Kecamatan. 2. di daerah-daerah tertentu mungkin care ke I tidak praktis dapat dilakukan cara menyetor ke Panitia Kecamatan (dikumpulkan lebih dulu) dan Panitia ini kemudian menyetor kepada BKTN pada waktu petugas BKTN datang. 3. di daerah-daerah yang tidak mungkin dijalankan cara-cara tersebut, uang sewa dapat disetorkan kepada Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia Landreform Kecamatan menyetorkan ke Panitia Landreform Daerah Tingkat II untuk kemudian disetorkan ke BKTN setempat. Untuk keperluan tersebut Panitia Landreform Kecamatan wajib memberikan kepada yang bersangkutan tanda terima setoran sewa sementara (tts-3). Keadaan yang digambarkan di atas disebabkan karena:
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 6
SJDI HUKUM
a. BKTN belum mempunyai Kantor-kantor Cabang sampai tingkat Kecamatan, b. tidak jarang untuk melayani kebutuhan 2 atau 3 Daerah Tingkat II hanya ada satu Cabang BKTN saja, c. masalah jarak dan alat pengangkutan yang masih sulit. Semua penyetor uang sewa ke BKTN adalah A.n. Dana Landreform. Panitia Landreform Kecamatan dan Panitia Landreform Daerah Tingkat II dalam dua minggu harus sudah menyetorkan uang sewa tersebut kepada BKTN. Idzin mengerjakan tanah dapat dicabut jika: 1. tidak membayar uang sewa yang telah ditentukan. 2. mengalihkan tanah garapnya tidak dengan idzin Panitia Landreform Daerah Tingkat II. 3. membiarkan tanahnya terlantar. VI. Redistribusi. 1. Redistribusi atu pembagian tanah kepada para petani akan dilakukan setelah masa persewaan untuk tiap-tiap tanah yang bersangkutan diakhiri, yaitu apabila penelitian tentang syarat-syarat pemberian milik, serta testing kepada para penggarap talah selesai. 2. Penetapan pemberian hak milik dilakukan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, dengan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan/Desa, yaitu tentang daftar orang-orang/petani-petani di tiap-tiap Kecamatan yang dapat/ada kemungkinan untuk memperoleh pembagian tanah sebagai disebutkan dalam pasal 8 ayat 1 dari P.P. 224/1961. 3. Dalam menetapkan pembagian tanah kepada para petani harus diperhatikan: a. Prioritas. b. Pengutamaan, bagi petani-petani golongan prioritas yang sama. c. Syarat-syarat, baik syarat-syarat umum maupun khusus bagi tiap-tiap golongan prioritas. d. Kewajiban-kewajiban penggarap dalam masa persewaan. e. Luasnya bagian-bagian tanah yagn dibagi-bagikan para petani dan kesatuankesatuan yagn ekonomis, adalah milik 1 hektar. 4. Luasnya bagian-bagian tanah yang dibagiakan kepada para petani pada daftar pertama ini, di daerah padat adalah untuk mencapai minimum milik tanah sebesar 1 (satu) hektar tiap keluarga. Oleh kerena itu pembagian yang paling luas untuk satu keluarga ada 1 (satu) ha, yaitu keluarga yang menggarap tanah 1 (satu) ha atau lebih tetapi belum memiliki tanah. Sedang di Daerah tidak padat, dapat lebih dari 1 (satu) ha. 5. Setelah pembagian tanah para petani ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, maka penyelesaian hak milik diserahkan kepada Instansi Agraria dan Pendaftaran Tanah untuk diselesaikan menurut prosedur biasa. 6. Harga tanah ditetapkan oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, dengan ditambah ongkos 10% administrasi dan 3% bungan dari harga tanah yang belum dibayar. Harga tanah diangsur selama 15 tahun, Pembayarannya disetor kepada BKTN. Jadi dalam hubungannya dengan redistribusi tersebut maka pekerjaan Panitia yaitu meneliti dan memeriksa kebenaran dan tertibnya pembayaran angsuran-angsuran oleh para petani kepada Pemerintah yang akan makan waktu 15 tahun; juga pembayaran compensasi kepada bekas pemilik yang memerlukan waktu 12 tahun. Dalam rangka pelaksanaan Landreform pekerjaan yang penting yang harus kita hadapi adalah follow-upnya. Sebab tujuan Landreform bukan sekedar mendistribusikan tanah tuan-tuan tanah saja, tetapi justru tercapainya Landreform secara sempurna tergantung kepada followupnya, yaitu misalnya perkreditan, perkoperasiannya, transmigrasi dan perkembangan industri. VII. Administrasi Landreform.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 7
SJDI HUKUM
Administrasi Landreform dapat dibagi dalam 3 segi pokok yaitu: 1. Tata kerja. 2. Tata Usaha. 3. Administrasi keuangan. 1. Tata kerja dalam pelaksanaan Landreform. a. Bagian Landreform pada Kantor-kantor Agraria. Untuk memperlancar pelaksanaan Landreform maka pada Kantor-kantor Agraria di Daerah, baik di Kantor Inspeksi Agraria, Kantor-kantor Agraria Daerah/Kotapraja supaya dibentuk bagian tersendiri yang mengurus segala persoalan yang bersangkutan dengan pelaksanaan Landreform untuk Daerahnya masing-masing. Bagian ini merupakan Staf Sekretariat dari Panitia-panitia Landreform untuk Daerahnya masing-masing. Selain diserahi tugas tata usaha juga membuat laporan dan statistik hasil-hasil pelaksanaan Landreform. Bagian ini merupakan bagian yang tidak kecil perannya karena ia menampung segala persoalan yang berkenaan dengan pelaksanaan Landreform kemudian mengajukan kepada Panitia Landreform Daerahnya masing-masing untuk disidangkan. b. Kode/tanda 1. Tiap-tiap Panitia Landreform Daerah Tingkat I dan II, hendaknya memakai kode nomer menurut perpu 56. Misalnya: Panitia Landreform Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan nomer VIII. Panitia Landreform Daerah Tingkat II Bogor dengan nomer 54. Panitia Landreform Kotapraja Bogor dengan nomer K.21. Demikian pula tiap Panitia Landreform harus diberi nomer kode seperti tersebut. Dengan menggunakan kode-kode tersebut maka penyimpanan, pencarian dan pengiriman surat-surat dapat lebih sempurna baik bagi Pusat maupun bagi Daerah-daerah yang bersangkutan. 2. Macam tanah-tanah yagn akan dibagikan harus diberi kode huruf seperti tersebut dalam pasal 1 P.P. 224/1961, misalnya; Tanah kelebihan dengan huruf A. Tanah-tanah Swapraja, dengan huruf C. Dengan demikian tiap-tiap persoalan dapat dengan mudah digolongkan menurut daerahnya dan memuat objeknya. 3. Tata Usaha. Yang kami maksudkan dengan tata usaha disini adalah hal-hal yagn menyangkut surat menyurat, buku-buku dan daftar yang bersangkutan dengan pelaksanaan Landreform. 1. Buku Induk. Tiap-tiap Panitia Landreform harus mempunyai buku induk tentang tanahtanah yang terkena Landreform untuk Daerahnya masing-masing dengan menggunakan kode-kode seperti kami uraikan di atas. Buku induk tersebut supaya dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui dalam waktu singkat hal-hal yang menyangkut tiap-tiap bidang tanah yang terkena Landreform. Untuk memenuhi maksud tersebut. Buku Induk itu dapat dibuat demikian: a. Tanah-tanah kelebihan yagn sudah dikuasai oleh Pemerintah, oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II, disusun dengan nomer kode bagi Kabupaten yang bersangkutan. b. Turunan yang berujud daftar dari buku itu 1 eksemplar dikirim ke Panitia Landreform Daerah Tingkat I, untuk disusun dan diberi nomor urut untuk
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 8
SJDI HUKUM
seluruh Propinsi, juga dengan ditambah nomer kode bagi Propinsi yang bersangkutan. Satu atau dua eksemplar dari turunan buku itu dikirim ke Pusat untuk persiapan pembuatan buku induk di Pusat. c. Di Pusat berdasar bahan-bahan dari Daerah-daerah Tingkat II dan membuat buku induk yang dapat digunakan secara mudah untuk mengetahui bidang-bidang tanah yang terkena Landreform di seluruh Indonesia. 2. Pembuatan daftar-daftar/Blangko-blangko. Daftar-daftar/blangko yang perlu disediakan untuk keperluan pelaksanaan Landreform adalah: a. Blangko surat tanda penerimaan penyerahan Hak atas Tanah kelebihan dan Pemberian Ganti Rugi. Blangko ini diisi oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Untuk mengisi ini diperlukan bahan-bahan keterangan dari Panitia Landreform Kecamatan dan Desa yang berujud Daftar tanah-tanah yagn diserahkan kepada Pemerintah dan daftar isian tentang bahan-bahan keterangan untuk pemberian ganti rugi. b. Blangko surat-surat tanda-tanda Penerimaan Penyerahan hak tersebut setelah diisi oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II dibuat dalam bentuk daftar. c. Untuk keperluan pemberian idzin mengerjakan tanah (sawah) perlu disediakan, blangko isian tentang idzin mengerjakan tanah, ini dapat berbentuk surat Keputusan. Surat Keputusan ini dibuat oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Untuk membuat ini perlu bahan-bahan yang dibuat oleh Panitia Landreform Kecamatan/Daerah yang berupa daftar para penggarap. Dalam surat keputusan tersebut dapat disediakan kolom untuk diisi jika ada pembayaran sewa, atau untuk pembayaran sewa, diberi Surat tersendiri semacam kwitansi. d. Panitia Landreform Daerah Tingkat II membuat daftar persewaan (idzin mengerjakan) atas dasar surat keputusan tersebut. e. Untuk keperluan pemberian hak milik, Panitia Landreform Kecamatan/Desa perlu disediakan Daftar isian, untuk mendapat yang tergolong dalam prioritas. Panitia Landreform Daerah Tingkat II membuat daftar petani-petani yang mendapat pembagian tnah. Sedang Blangko Surat Keputusan pemberian hak milik disediakan oleh Instansi Agraria. 3. Surat menyurat. Misalnya: A/VIII/54/....../...... Ini berarti surat yang datang dari Panitia Landreform Daerah Tingkat II Bogor mengenai tnah kelebihan dari batas maksimum. 4. Administrasi Keuangan dalam Pelaksanaan Landreform. Yang mengatur administrasi keuangan dari para Pelaksanaan Landreform adalah Dana Landreform. Yaitu sebagai alat Pemerintah yang akan mengurus “pembiayaan Landreform”. Sedang sebagai kasir Dana Landreform adalah BKTN, yang melaksanakan pengeluaran dan pemasukan uang yang berhubungan dengan pelaksanaan Landreform. Kecuali itu tiap-tiap Panitia Landreform Daerah Tingkat II juga harus ada yang diserahi urusan keuangan selaku Bendaharawan uang Dana Landreform (Inspeksi Agraria/Kagda) untuk mengurus uang dari BKTN guna keperluan pembayaran Panitia Landreform. Hal ini dapat sebagai penyalur uang dari para petani ke BKTN atau sebaliknya. Dengan uraian tersebut secara singkat dapat disebutkan bahwa administrasi keuangan Landreform akan diurus oleh Dana Landreform dengan BKTN dengan kasirnya. Mengenai pemakaian Landreform yagn digunakan untuk pelaksanaan Landreform sebelum tata-tertib/administrasi tentang penggunaan uang
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 9
SJDI HUKUM
Dana Landreform, pada dasarnya diatur menurut Peraturan-peraturan Pemerintah yang berlaku bagi pemakaian uang Negara. VIII. Petunjuk pengisian daftar Administrasi Pelaksanaan Landreform. A. Surat tanda penerimaan penyerahan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah Kelebihan dari batas maksimum (STP3). 1. Untuk pengisian STP3 diperlukan tiga macam lampiran yaitu: a. Tentang keadaan tanah (lampiran 1). b. Tentang harga tanah untuk masing-masing bidang (lampiran 2). c. Tentang perhitungan ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan (lampiran 3). 2. Cara pengisian STP3. a. Nomer Code No. A/....../...... Huruf A berarti tanah kelebihan. Di belakang huruf A hendaknya diisi dengan nomer-nomer Code sebagai berikut: 1. Nomer code Daerah Tingkat I. 2. Nomer code Daerah Tingkat II/Kotapraja. 3. Nomer untuk bekas pemilik (pelapor) sesuai dengan daftar yang ada di Panitia Landreform Daerah Tingkat II (dalam hal ini Kagda/kagko). b. Yang dimaksudkan dengan “bahan-bahan keterangan dari Panitia Landreform Kecamatan” ialah bahan keterangan yang terdapat dalam daftar-daftar lampiran STP3. c. Dalam kolom “hubungan” hendaknya cukup disebutkan: istri, anak kandung/angkat/tiri, kemenakan, saudara sepupu dan lain-lain dengan memperhatikan pasal 2 U.U. No. 56/Prp/60 dan pasal 8 P.P. 224/61. d. Cara pengisian kolom terakhir “anggauta keluarga” cukup diisi dengan membubuhkan tand1 atau 0. e. Penetapan besarnya ganti rugi berdasarkan bahan-bahan dalam lampiran 3. f. Yang dimaksud dengan BKTN Cabang adalah Kantor Cabang BKTN setempat. Apabila di dalam Daerah Tingkat II/Kotapraja tidak terdapat Kantor tersebut, hendaknya diisi dengan Kantor BKTN yang terdekat. 3. Lain-lain. a. Pengiriman STP3 ganda ke 4 ke BKTN Cabang yang bersangkutan supaya disertai dengan surat “Penunjukan orang yang diberi hak untuk menerima uang ganti rugi dari BKTN (model 67 Lr). b. Dalam pembuatan model 67 Lr tersebut hendaknya anggota Panitia Landreform Wakil dari BKTN diikutsertakan. B. Pengisian lampiran 1 (satu) tentang keadaan tanah. 1 a. Lampiran ini tergabung dengan STP3 disudut sebelah kanan atas hendaknya diberi angka 2 (dua) sebagai tanda bahwa lampiran dimaksud adalah lampiran 1 (satu). b. Apabila tanah-tanah yang akan dicatat dalam daftar lampiran 1 (satu) sedemikian banyaknya, maka dapat menambah lampiran 1 (satu) dengan kertas lain, dengan memberi nomor urut belakang 1 (satu) yang terletak di sebelah kanan atas sesuai dengan tambahan lampiran yang diperlukan. 2. Nomor yang tersebut di atas daftar, diisi sesuai dengan Nomor code tersebut dalam 1, 2 di atas. 3. a. Kolom 1 (satu) diisi nomor urut sesuai dengan jumlah bidang tanah yang dimiliki. b. Kolom 3, 4 dan 6 diisi dengan tidak udah mengulangi penyebutan Desa, Kecamatan, Nomor, Blok dan lain-lainnya, tetapi cukup menyebutkan nama desa atau Kecamatan yang diperlukan sesudah huruf a dan b. Misalnya: 1. Pengisian kolom 3 cukup dicatat:
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 10
SJDI HUKUM
b. Kecamatan Wonoyoso, tatapi cukup dicatat: a. Karangsari. b. Wonoyoso. Demikian pula pengisian kolom 4 dan 6. c. Pengisian kolom 7 cukup disebut hurufnya saja yaitu: a, b, c atau d Hanya mengenai huruf d perlu dijelaskan bentunya, jangan hanya dicatat lain-lain saja. C. Pengisian lampiran tentang harga tanah untuk masing bidang/persil atau lampiran 2. 1. Untuk mempermudah penelitian hendaknya di belakang nama bekas pemilik diberi nomor sesuai dengan yang tersebut dalam angka 1, 2 dan 3; 2. Nomor code bidang/persil diisi sesuai dengan tunjuk angka 1, 2, dengan ditambah nomor urut dari pada bidang-bidang tanah yang bersangkutan, sebagai tercantum dalam kolom 1 lampiran 1 (jadi jagnan nomor persil sebagai tercantum dalam kolom 4 lampiran 1). 3. a. Kolom 2 diisi jenis-jenis tanaman-tanaman yagn ditanam di tanah yang bersangkutan selama 5 tahun. b. Kolom 3 dapat diisi dengan kwintal, kilogram, pikul butir atau lain-lain sesuai dengan kesatuan hitungan dari pada jenis-jenis hasil tanaman yang bersangkutan. c. Pengisian kolom 4, 5, 6, 7 dan 8 karena kesautan hitungannya sudah disebut dalam kolom 3 maka pengisiannya cukup dengan angka saja. Apabila pada tahun-tahun tertentu bidang tanah yang bersangkutan tidak menghasilkan jenis tanaman tersebut dalam kolom2, maka kolom-kolom tahun yang bersangkutan cukup diberi tanda 9( - ). d. Kolom 12 diisi dengan perhitungan sebagai berikut: ½ x hasil kotor apabila jenis hasil tanaman itu padi. 1/3 x hasil kotor apabila jenis tanaman itu polowijo. 4. Hasil kotor dari bidang tanah yang bersangkutan tersebut dalam kolom 11 dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sewa tanah. 5. Hasil bersih dikalikan 10 sama dengan harga tanah, harga tanah dari bidang yang bersangkutan (lampiran 2) angka II. 6. Setelah harga tanah untuk bidang yang bersangkutan diketahui, kemudian harga itu diperhitungkan dengan harga tanah per hektar (lamp. 2 angka III). Misalnya: Harga tanah yang tersebut dalam II mengenai bidang tanah yang luasnya ½ ha maka harga tanah per ha dikalikan 2. Sebaliknya apabila tanah yang tersebut dalam angka II mengenai bidang tanah yang luasnya 2 ha maka harga tanah per ha sama dengan harga tanah bidang itu dibagi 2. 7. Mengenai harga benda-benda lain adalah benda-benda atau tumbuh-tumbuhan yang ada di atas tanah yang bersangkutan yang perlu diberi ganti rugi. 8. Bekas pemilik belum menanda tangani lampiran ini untuk lebih memberikan kepastian tentang bahan-bahan tersebut dan untuk mengurangi perselisihan dalam setelah adanya penetapan ganti rugi. D. Pengisian Lampiran Tentang Perhitungan Ganti Rugi Atas Tanah-tanah Kelebihan (Lampiran 3). 1. Lampiran ini diisi oleh Panitia Landreform Desa bersama-sama dengan Panitia Landreform Daerah Tingkat II. Hal ini tergantung kepada letak daripada tanah-tanah kelebihan: a. Apabila seluruh tanah kelebihan terletak di satu desa, maka yang mengisi lampiran ini adalah Panitia Landreform Desa bersama Panitia Landreform Kecamatan yang bersangkutan.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 11
SJDI HUKUM
b. Apabila letak tanah kelebihan di berbagai desa tapi masih dalam satu Kecamatan, maka yang mengisi adalah Panitia Landreform Kecamatan yang bersangkutan. c. Jika letak tanah di berbagai Kecamatan tapi masih dalam satu Kabupaten, maka lampiran ini langsung diisi oleh Panitia Landreform Se Daerah Tingkat II yang bersangkutan. d. Jika letak tanah di berbagai Kabupaten, maka yang mengisi lampiran ini adalah Panitia Landreform Tingkat II tempat tiggal pemilik tanah. Sedangkan Panitia Landreform lainnya cukup memberikan bahan-bahan mengenai tanah-tanah yang ada di daerahnya atas dasar permintaan Panitia Landreform Tingkat II tempat tinggal pemilik, dengan ketentuan jawaban tersebut disampaikan sebagai tembusan kepada Panitia Landreform Tingkat I yang bersangkutan dan Pusat. Hal ini berlaku baik Kabupaten-kabupaten yang dimaksud terletak dalam satu wilayah Daerah Tingkat I maupun di berbagai Daerah Tingkat I. 2. Jika lampiran 3 ini diperlukan beberapa lembar maka di belakang angka 3 (sudut kanan atas) dibubuhi 2, 3 dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhannya. 3. Di belakang nama bekas pemilik tanah hendaknya ditulis nomor urut seperti tertulis dalam daftar urut Panitia Landreform Daerah Tingkat II. 4. Keterangan cara mengisi kolom-kolom perhitungan ganti rugi: a. Kolom (nomor urut) ialah nomor urut dari tiap-tiap bidang dari tanah kelebihan tersebut. b. Kolom 2 (nomor code) yaitu nomer code dari laporan atas tanah kelebihan itu masing-masing persil yang didaftar oleh Panitia. c. Kolom 3 (luas) adalah luas untuk tiap persil tersebut kolom 2 dengan ketentuan apabila di bawah satu ha harga tanah diperhitungkan dan dibulatkan untuk satu ha. d. Kolom 5 (luas) diisi dengan mengoper jumlah luas dari kolom 3 dengan ketentuan jumlah seluruhnya tidak boleh lebih dari 5 ha dan diberi ganti rugi sebesar 100% dari harga umum setempat. Contoh Seandainya jumlah luas tersebut dalam kolom 3 ada 6 ha (nomor urut 1 ada 1 ha, nomor urut 2 ada 2 ha, nomor urut 3 ada 3 ha) dalam kolom 5, jumlah luas tidak boleh lebih dari 5 ha, berarti yang 1 (satu) ha dimasukkan dalam kolom 7. Jadi dari 6 ha, 5 ha akan diperoleh ganti rugi 100% dan selebihnya yang 1 ha diperoleh 90%, (masuk golongan 5 ha ke II). e. Kolom 11 (jumlah), yaitu jumlah dari ganti rugi tanah kelebihan. 5. a. Selain ganti rugi tanah kelebihan perlu diperhitungkan juga harga benda-benda selain tanah. b. Besarnya ganti rugi tidak ada pemufakatan (oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II ditetapkan untuk pengisi nomor 2 dari surat tanda penerimaan penyerahan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan daripada maksimum). (STP3). Demikian pokok-pokok penjelasan cara mengisi kolom-kolom dari lampiran-lampiran surat tanda penerimaan hak dan pemberian ganti rugi atas tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum. JAKARTA, 1 DESEMBER 1961 DEPARTEMAN AGRARIA Kepala Biro Landreform, ttd (DRS. SOEBAGIO)
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
Page 12
SJDI HUKUM