PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PUSARAN PEMBANGUNAN DAERAH (Telaah Kritis Atas Kendala Dan Solusi) Shinta Dewi Rismawati Dosen Jurusan Syariah STAIN Pekalongan
[email protected] Abstract: Women's participation in any development process is very important and strategic in the context of policy decisions that is favored of women. The assumption is, that women as members of society is basically have the same chances and opportunities to participate in every stage of development, since women are also the subject of development. However, there are many obstacles and barriers to encourage women to participate actively, for instances: internal or external constraints. Internal herein is relating to personal / individual of the women themselves (aspect of psychologicalpersonality). Whereas external here is associated with things that are outside of the women themselves (structural and cultural). Thus, the solution is also varies from internal and external as well, such as increasing the capacity building for women and the socialization and education concerning the true concept of gender to the public. Keywords: Regional of Development, Participation, Women Abstrak: Partisipasi perempuan dalam proses pembangunan sangat penting dan strategis dalam konteks keputusan kebijakan yang disukai wanita. Asumsinya adalah, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat pada dasarnya memiliki kesempatan yang sama dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam setiap tahap perkembangan, karena perempuan juga subyek pembangunan. Namun, ada banyak kendala dan hambatan untuk mendorong perempuan untuk berpartisipasi secara aktif, untuk contoh: kendala internal maupun eksternal. Disini internal yang berkaitan dengan pribadi / individu perempuan itu sendiri (aspek psikologis-kepribadian). Sedangkan eksternal sini dikaitkan dengan hal-hal yang di luar dari perempuan itu sendiri (struktural dan kultural). Dengan demikian, solusi ini juga bervariasi dari internal dan eksternal juga, seperti meningkatkan pembangunan kapasitas bagi perempuan dan sosialisasi dan edukasi mengenai konsep gender benar kepada publik.
Kata Kunci: Pembangunan Daerah, Partisipasi, Perempuan 104 |
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
Pilihan
Pendahuluan
ideologi
yang
terkait
dengan nilai-nilai yang diusung dalam
Pembangunan (developmentalisme) selama ini senantiasa
konsep
diasumsikan sebagai sesuatu yang bebas
membawa konsekuensi yang tidak bebas
nilai dan netral gender. Namun dalam
nilai pula, misalnya apakah paradigma
realitasnya tidaklah demikian, karena
pembangunan berbasis tersebut state-led
pembangunan
development
tidak
pembangunan
ini
ataukah
tentu
saja
market-driven
bebas
nilai.
dipercaya
oleh
development ataukah community based
juga
development. Setiap model pembangunan
pengambil kebijakan sebagai salah satu
tersebut memiliki paradigma yang terkait
alat ampuh untuk mewujudkan keadilan
dengan epistimologi, axiology, ontology
serta kesejahteraan sosial yang netral
serta
gender (blind gender), ternyata dalam
Penentuan
realitasnya baik dari sisi perencanaan,
berimbas pada siapa sajakah aktor-aktor
pelaksanaan maupun evaluasinya tidaklah
yang dipilih untuk melakukan setiap
bebas nilai (Ratna, 2005 : 23). Sebagai
proses pembangunan termasuk metode
sebuah
pendekatannya
Pembangunan sebagian
yang
pakar
konsep,
ekonomi
maka
dan
pembangunan
metodologi
yang
tidak
sama.
ini
akan
sangat
ideologi
untuk
mewujudkan
senantiasa memuat/mengusung nilai-nilai
kesejahteraan sosial. Di era modern
ideologi tertentu yang hendak diwujudkan
seperti saat ini, maka actor yang dapat
(Faqih,
konsep
berperan dalam pembangunan tidak lagi
pembangunan pada dasarnya menjadi
didominasi oleh negara, melainkan sudah
sangat subjektif dan tidak bebas nilai,
mulai melebar pada stakeholder lainnya
karena sangat tergantung dari perspektif
yakni swasta dan masyarakat.
2003:
35).
Jadi
merancangnya.
Munculnya isu gender, sebenarnya
Dengan perkataan lain untuk siapa dan
tidak terlepas dari kegagalan ideology
siapa saja yang yang dilibatkan dalam
developmentalisme dalam memecahkan
pembangunan itu, apa saja yang akan
persoalan masyarakat, termasuk persoalan
dibangun, dimana pembangunan tersebut
perempuan yang diusung dengan konsep
dilaksanakan,
pembangunan
WID (women in development). Agenda
bagaimana
utama program WID adalah bagaimana
para
“arsitek”
tersebut
yang
mengapa
diadakan,
dan
pembangunan tersebut dilaksanakan, tentu
melibatkan
sebanyak-banyaknya kaum
saja tergantung pada mainstream “arsitek”
perempuan dalam kegiatan pembangunan.
yang meracangnya.
Asumsinya
penyebab
keterbelakangan
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
| 105
perempuan adalah karena mereka tidak
pembangunan adalah ada hubungannya
berpartisipasi dalam pembangunan. Akan
dengan persoalan gender yang tidak adil
tetapi dalam kenyataannya WID yang
sehingga
merupakan
utama
pembangunan dan partisipasi yang penuh
developmentalisme lebih menghasilkan
pada perempuan. Pada decade 90-an GAD
penjinakan dan pengekangan perempuan
disempurnakan
(dunia
Mainstreaming (Pengarustamaan Gender)
strategi
arus
ketiga)
ketimbang
menghalangi
perataan
menjadi
Gender
membebaskannya (Faqih, 2005 : 60), baik
dengan
melalui upaya penjinakan (cooptation)
kesetaraan dan keadilan gender dalam
maupun pengekangan (regulation) (Jane,
berbagai bidang pembangunan melalui
2005: 65).
penyusunan
Agenda utama dari WID adalah bagaimana
melibatkan
sebanyak-banyaknya
dalam
pembangunan. keterbelakangan
perempuan
serta
tujuan
utama
mewujudkan
kebijakan/atau
program
pembangunan yang responsive gender (Astuti, 2011: 3)
kegiatan
Memang benar secara normative
Asumsinya,
kedudukan pria dan
adalah sejajar
kemiskinan
(meskipun
ini
masih
perlu
akan
tetapi
dalam
hal
perempuan adalah karena mereka tidak
dipertanyakan),
berpartispasi
pembangunan.
kehidupan nyata seringkali terendap apa
“Virus” WID ini diperkenalkan pada
yang lazim disebut dengan istilah gender
tahun 1970-an oleh pemerintah US ketika
stratification yang menempatkan status
mengumumkan The Percy Amandement
perempuan dalam tatanan struktur sosial
atau Undang-Undang Tentang Bantuan
pada posisi subordinasi atau tidak sejajar
Luar Negeri tersebut kemudian menjalar
dengan
dan diadopsi oleh negara-negara dunia
hierakhis sosial yang demikian antara lain
ketiga
dengan
ditandai dengan kesenjangan ekonomi
(departemen)
(perbedaan akses pada sumber-sumber
dalam
termasuk
Indonesia
membentuk kelembagaan
posisi
kaum
pria.
Tatanan
urusan peranan wanita. Namun sayang,
ekonomi)
WID ternyata juga gagal membawa
politik (perbedaan akses pada peran
kesejahteraan
politik).
bagi
perempuan.
WID
dan
sekaligus
Adapun
akar
kesenjangan penyebab
akhirnya diganti dengan pembangunan
ketidakadilan gender bisa bermuara pada
dengan model Gender and Development
tafsir agama yang bias gender, kultur yang
(GAD) yang mendasarkan asumsinya
patriakhis serta struktur negara yang
bahwa persoalan mendasar kegagalan
dihegomoni
106 |
oleh
budaya
patriakhis,
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
misalnya adalah hukum yang bersifat
menikmati serta mengevaluasi program
seksis.
pembanguan.
Rakyat
merupakan
Dibandingkan perempuan, maka
sumber kekuasaan negara sebagaimana
sesungguhnya pria memperoleh akses
kekuasaan rakyat adalah esensi dari
yang lebih besar kepada sumber-sumber
negara demokratis (Fadjar, 2005: 23).
ekonomi dan politik. Secara ekonomis,
Essensi
pria lebih banyak mempunyai kesempatan
adalah partisipasi rakyat (Najih, 2007 :
untuk
daripada
27). Partisipasi berasal dari bahasa
perempuan. Sedangkan secara politis pria
Inggris yaitu participation, take a part
lebih banyak menempati posisi strategis
yang artinya peran serta atau ambil
dalam proses pengambilan putusan, hal ini
bagian atau kegiatan bersama-sama
terbukti yang duduk di kursi wakil rakyat,
dengan orang lain. Davis mengartikan
maupun
masih
partisipasi “as a mental and emotional
dominan kaum adam. Oleh karena itu,
involvement of a earson in a group
perjuangan seorang perempuan untuk
situation which encourages him a
mencapai puncak strata sosial jauh lebih
contribute to group goals and share
berat dibandingkan pria.
responsibility
mengumpulkan
pejabat
asset
pemerintah
Berkaitan
dengan
persoalan
demokrasi
mengartikan
hendak
ketersediaan
tentang
berbagai
them
dasarnya
(Patotinggi,
2001, 27). Sementara itu Mubyarto
partisipasi perempuan, maka tulisan ini mengupas
in
pada
partisipasi untuk
sebagai membantu
kendala yang menyebabkan partisipasi
berhasilnya
program sesuai dengan
perempuan dalam pembangunan daerah
kemampuan setiap orang tanpa berarti
relatif rendah dan bagaimanakah solusi
harus mengorbankan kepentingan diri
yang bisa dijadikan jalan keluar untuk
sendiri (Mubyarto, 1996: 32). Sedangkan Eugen C. Ericson
menangani persoalan tersebut.
Pembahasan
mengatakan bahwa partisipasi pada
A. Konsep
dasarnya mencakup dua hal yakni yang
Dan Bentuk Partisipasi
Perempuan
Dalam
Proses
bersifat internal maupun eksternal. Partisipasi
Pembangunan Rakyat pada hakekatnya adalah
adanya
secara rasa
internal
memiliki
berarti terhadap
aktor pembangunan sebab rakyatlah
komunitas (the sense of belonging to
yang
the lives people). Hal ini menyebabkan
pada
kenyataannya
dapat
terfargmentasi
daam
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
| 107
merencanakan,
melaksanakan,
komunitas
pelabelan pada identitas diri mereka.
demokrasi
Sedangkan
arti
2008: 295). Sementara itu Biantoro
bagimana
Tjokoromidjojo mengungkapkan kaitan
partisipasi
ekstenal
terkait
individu
melibatkan
dalam
dengan diri
dengan
deliberative
partisipasi
dengan
(Teroriero,
pembangunan
komunitas luar (Lukman Soetrisno,
sebagai berikut : (Tjokoromidjojo,
1995: 42). Dari pemikiran tersebut
2007: 107)
dapat ditarik benang merah bahwa
1. Keterlibatan aktif atau partisipasi
partisipasi
merupakan
manifestasi
masyarakat tersebut dapat berarti
tanggung jawab sosial dari individu
proses
terhadap komunitasnya sendiri maupun
strategi dan kebijakan pembangunan
dengan komunitas luar (pemerintah dan
yang dilakukan oleh pemerintah.
kelompok masyarakat lainnya).
Hal ini terutama berlangsung dalam
Saat ini peran serta masyarakat
dalam
penentuan
proses politik tetapi juga dalam
merupakan bagian penting dari civil
proses
society (Ubaedillah dkk, 2008 : 92).
kelompok-kelompok
Subtansi dari civil society adalah
dalam masyarakat;
persoalan eksistensi hak, peluang dan kemampuan
masyarakat
untuk
arah,
sosial
hubungan
antara
kepentingan
2. Keterlibatan dalam memikul beban dan
bertanggung
jawab
dalam
berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pelaksanaan pembangunan. Hal ini
negara, utamanya adalah persoalan
dapat berupa sumbangan dalam
pengambilan keputusan atas policy atau
memobilisasi
kebijakan negara. Pembahasan masalah
pembiayaan dalam pembangunan,
civil society terkait dengan upaya
kegiatan
menegakkan kembali the civil right.
pengawasan sosial atas jalannya
Partisipasi sebagai suatu konsep dalam
pembangunan dan lain-lain; dan
sumber-sumber
produktif
yang
serasi,
pembangunan merupakan isu sentral
3. Keterlibatan dalam memetik hasil
dan prinsip dasar dari pengembangan
dan manfaat pembangunan secara
masyarakat karena di antara banyak
berkeadilan. Bagian-bagian daerah
hal, partisipasi adalah suatu tujuan
ataupun
golongan-golongan
dalam
masyarakat
tertentu
dirinya
sendiri,
artinya
dapat
partisipasi mengefektifkan ide HAM,
ditingkatkan keterlibatannya dalam
hak
kegiatan produktif mereka melalui
untuk
demokrasi
108 |
dan
berpartispasi untuk
dalam
memperkuat
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
4. perluasan
kesempatan-kesempatan
dan pembinaan tertentu.
banyaknya partisipasi
Masih terkait dengan kegagalan ideology
digarisbawahi disini adalah bahwa
developmentalisme
yang
masyarakat
disini janganlah selalu dijadikan tolok ukur
keberhasilan sebuah program.
cenderung bersifat top down, yakni
Sebab bukan kuantitas yang utama
masyarakat tanpa melihat jenis kelamin
tetapi kualitas dari partisipasi itulah
diperlakukan sebagai objek semata.
yang penting. Kesalahpahaman bahwa
Paradigma pembangunan semacam ini
partisipasi identik dengan banyaknya
pada akhirnya mendorong kelahiran
jumlah masyarakat yang hadir dalam
ideologi
pembangunan
suatu kegiatan tidak terlepas dari
banyak
mengakomodir
yang
lebih
pendekatan
ideologi
yang
developmentalisme
pembangunan yang mengedepankan
mengharuskan
aspek bottom up yakni masyarakat
masyarakat
sebagai subjek. Paradigma bottom up
otoritas pejabat, dan konsep ini di
ini sesungguhnya memberikan peluang
dalam
bagi kaum perempuan untuk unjuk
masyarakat
gigi,
serta
dijadikan ukuran. Padahal partisipasi
dirinya
dalam
semu tidaklah membawa hasil yang
pembangunan
untuk
diharapkan
untuk
mengekpesrikan
mengakutualisasikan setiap
proses
membangun
peradapan
yang
mengedepankan humanity (nilai-nilai kemanusian)
dan
prulalisme
(keberagaman) (Susiana, 2007: 75). . Pemberdayaan
perempuan
menjadi penting sebagai salah satu
adanya
yang
mobilisasi
digerakkan
kenyataannya masih
di
perempuan dalam pembangunan dapat diwujudkan
dalam
tiap
1. Identifikasi permasalahan dimana
partisipasi
perencana
ataupun
anggota
dasarnya
masyarakat
kebijakan
pemegang tersebut
mengidentifikasi persoalan dalam
untuk
diskusi kelompok, brain stroming,
berpartisipasi dalam setiap tahapan
identifikasi peluang, potensi dan
pembangunan, sebab perempuan juga
hambatan;
yang
peluang
otoritas
bersama
dan
kesempatan
memiliki
pada
proses
pembangunan sebagai berikut : perempuan
sebagai
dengan
Jika diuraikan maka partisipasi
sekelompok
Perempuan
atau
partisipasi aktif.
upaya strategis untuk meningkatkan perempuan.
dalam
dipakai
dibanding
oleh
sama
subjek pembangunan. Hal yang harus
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
| 109
2. Proses
perencanaan,
dimana
sekelompok perempuan dilibatkan
B. Kerikil
Sandungan
Partisipasi
Perempuan
dalam penyusunan rencana dan
Harus diakui bahwa bukanlah
strategi dengan berdasar pada hasil
hal yang mudah untuk mendorong
indentifikasi;
perempuan ikut berpartisipasi secara
3. Pelaksanaan proyek pembangunan;
aktif dalam pembangunan daerahnya.
4. Evaluasi, yaitu dimana sekelompok
Ada banyak kendala dan hambatan
perempuan dilibatkan untuk menilai
untuk
hasil
berpartisipasi
pembangunan
yang
telah
mendorong
perempuan
secara
aktif.
Jika
dilakukan apakah program tersebut
diidentifikasi maka ada dua batu
bermanfaat
sandungan, yaitu kendala yang bersifat
ataukah
tidak
bagi
masyarakat; 5. Mitigasi,
internal maupun bersifat eksternal. yakni
kelompok
Internal
disini
terkait
dengan
perempuan dapat terlibat dalam
pribadi/individu dari perempuan itu
mengukur
sendiri (aspek yang bersifat psikologis-
sekaligus
mengurangi
dampak negatif pembangunan; dan
personality). Ekstenal disini terkait
6. Monitoring, tahap yang dilakukan
dengan hal-hal yang berada diluar dari
agra proses pembangunan yang
diri pribadi/individu perempuan itu
dilakukan
sendiri (bersifat struktural maupun
tahap
berkelanjutan.
ini
juga
Dalam
dimungkinkan
kultural).
penyesuaian-penyesuaian berkaitan dengan
situasi
dan
Sisi internal yang menghambat
informasi
seorang perempuan terlibat aktif dalam
terakhir dari program pembangunan
setiap proses kegiatan pembangunan di
yang telah dilaksanakan.
daerahnya (baik di tingkat ormas, RT,
Dari paparan tersebut diatas, dapat
disimpulkan
kelurahan
dan
seterusnya),
wujud
terutama adalah rasa tidak percaya diri
ataupun forma partisipasi perempuan
atas kemampuan dan potensi yang
dalam pembangunan seyogyanya tidak
dimilikinya. Hal ini sering dialami oleh
saja
kaum
pada
pelaksanaan
proses
bahwa
RW,
perencanaan,
pembangunan,
perempuan
dalam
setiap
evalusi
kesempatan untuk tampil di ranah
serta pengawasan tetapi juga manfaat
publik (misalnya forum rapat, rembug
dari program pembangunan.
desa dll). Perempuan cenderung jadi partisipan
110 |
pasif,
hanya
menjadi
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
pendengar, diam, pasrah dan tidak
pada saat konsep seks (jenis kelamin
punya inisiatif untuk mengeluarkan
yang bersifat kodrati) dengan konsep
idenya. Kondisi ini kian menguatkan
gender (jenis kelamin berdasarkan
pelabelan negatif bahwa perempuan
konstuksi sosial masyarakat yang tidak
mahluk yang lemah, selalu patuh,
bersifat kodrati) dicampuraduk. Artinya
pasrah, tidak kreatif, tidak punya
seks yang notabene jenis kelamin
insiatif dalam proses pembangunan.
berdasarkan pembagian fungsi biologis
Bentuk rasa tidak percaya diri ini tercermin
dari
pikiran
yang
yang bersifat kekal (kodrati) disamakan dengan konsep gender yang tidak lain
dikonstruksi oleh dia sendiri, yakni
adalah
belum apa-apa biasanya perempuan
konstruksi sosial.
jenis
kelamin
berdasarkan
takut dicap sok tahu, cerewet, takut
Pemahaman atas konsep ini
pertanyaannya tidak mutu ataupun
masuk dalam alam pikiran (dikukuhi
jawabannya salah dan lain-lain. Jadi
serta diyakini) kemudian diekspresikan
sebenarnya yang menjadi musuhnya
dalam kehidupannya nyata, sehingga
adalah bayangan ketakutan dia sendiri.
secara
Berpijak dari realitas yang demikian,
pemahaman
seorang
dalam
konsep seks sama dengan konsep
sudah
gender.
perempuan
kehidupannya,
sukses
biasanya
dia
struktural
maupun
yang
Akibat
muncul
dari
kultural adalah
pencampuran
mampu membebaskan dirinya dari
kedua konsep tersebut telah melahirkan
struktur
yang
ketidakadilan gender. Ketidakadilan
membelenggunya karena dia mampu
gender yang dialami kaum perempuan
mewujudkan apa yang merubah azanya
yang
menjadi kenyataan (Rismawati, 2009:
struktural
10). Persoalan partisipasi perempuan
marginalisasi
dalam
diskriminasi (pembedaan berdasarkan
dan
kultur
pembangunan
daerah
yang
bersumber maupun
pada
dimensi
klutural
(proses
adalah
peminggiran),
dinilai masih rendah ternyata juga tidak
jenis
terlepas
masih
(menomorduakan perempuan-inferior),
terbelenggu perempuan baik secara
kekerasaan (baik fisik, psikis, seksual
kultural maupun struktural Sedangkan
maupun penelataran ekonomi) serta
batu sandungan yang bersifat eksternal,
beban ganda (double burden) (Faqih,
biasanya bersifat struktural maupun
2005: 67).
dari
persoalan
kelamin),
subordinasi
kultural. Keduanya menjadi masalah
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
| 111
Dalam
perkembangan
Tragisnya sikap ini diadopsi
selanjutnya dimensi struktural maupun
oleh
kultural ini saling mempengaruhi satu
dalam
penjelasan UU No. 7 Tahun
dengan yang lain, artinya struktural
1984
yang
bisa
pelaksanaannya ketentuan konvensi ini
mendesain
dimensi
kultural
negara
sebagaimana berbunyi
:
terdapat "Dalam
demikian pula sebaliknya. Dimensi
wajib
struktural disini merujuk pada sejumlah
kehidupan masyarakat yang meliputi
aturan
kebijakan
nilai-nilai budaya, adat-istiadat dan
negara yang terkait dengan pengaturan
norma-norma keagamaan yang masih
kehidupan perempuan dan pria sebagai
berlaku dan diikuti secara luas oleh
individu,
masyarakat
warga
hukum
maupun
anggota negara
masyarakat
yang
dan
dikonstruksi
sedemikian
rupa
sehingga
menempatakan
perempuan
disesuaikan
penjelasan
dengan
Indonesia".
tata
Bunyi
tersebut mengindikasikan
ketidakkonsistenan
dalam
sebagai
melaksanakan konvensi ini. Akibatnya
warga kelas kedua. Dengan demikian
di tingkat peraturan pelaksanaan, yang
negara juga ikut andil dalam mendesain
terjadi justru penguatan asumsi-asumsi
konstruksi sosial yang bias gender
gender dan nilai-nilai stereotype yang
melalui sejumlah peraturan hukum
menghasilkan
yang
diproduksinya.
Ketidakadilan
(Luhulima, 2006: 142). Hukum yang
serta
ketidaksetaraan
gender
seksis
bisa
hukum
adalah
hukum
yang yang
seksis tidak
bersumber dari regulasi negara yang
memihak kaum perempuan karena
buta gender. Padahal
tidak berkeadilan gender,
Konstitusi
karena
Indonesia (UUD 1945) secara normatif
dipengaruhi oleh konstruksi sosial yang
memang mengakui bahwa kedudukan
bias gender. Manifestasi ketidakadilan
pria dan perempuan dihadapan hukum
gender di tingkat negara, terdapat
dan
dalam hukum negara dan kebijakan
pemerintah
adalah
sama
berdasarkan Pasal 27 ayat 1 UUD
yang
1945. Hal ini juga kian ditegaskan
Misalnya, UU Ketenagakerjaan, UU
dengan ratifikasi Konvensi CEDAW
Perkawinan,
melalui UU No 7 tahun 1984 tentang
UU Parpol dan lain-lain. Keberadaan
Penghapusan
Bentuk
hukum yang seksis ini dalam beberapa
Diskriminasi Perempuan, dan beberapa
hal justru menghambat perempuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
untuk berpartisipasi dalam ranah publik
112 |
Segala
diambil UU
oleh
pemerintah.
Kewarganegaraan,
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
untuk
mensukseskan
proses
pembangunan.
ini maka kesejahteraan sosial yang pro perempuan menjadi hanya impian saja.
Sedangkan dari aspek kultural, yang
menghambat
partisipasi
perempuan adalah kuatnya budaya
C. Mencari Solusi Dengan Berbekal Strategi
patriarkhi dalam kehidupan masyarakat
Batu sandungan diatas yang
yang bersumber dari tradisi (adat
menjadi
istiadat, kebiasaan) dan juga tafsir
untuk
agama
pembangunan
yang
misoginis.
Belenggu
kendala
bagi
berpartisipasi
perempuan
aktif
dalam
daerah,
sudah
budaya patriakhi ini dalam beberapa
seharusnya perlu dicarikan solusi agar
hal
tingkat partisipasi perempuan dalam
mengecilkan
perempuan
dalam
keberadaan setiap
proses
proses
pembangunan
kian
nyata.
pengambilan keputusan baik di tingkat
Partisipasi
keluarga, masyarakat maupun negara.
pembangunan akan memberikan point
Dalam
positif bagi kehidupan masyarakat itu
sekup
nasional
partisipasi
perempuan dalam parlemen dengan
sendiri.
kuoto
30%
menunjukkan untuk
perempuan
Adapun
dalam
solusi
yang
belum
mampu
ditawarkan ini tentu saja berpijak pada
perubahan
signifikan
kendala-kendalanya. Oleh karena itu
mewujudkan
keadilan
dan
kesetaraan gender. Politisi perempuan
solusinya juga ada
yang bersifat
internal maupun bersifat eksternal.
tidak ada yang menduduki posisi
Solusi yang bersifat internal
strategis dalam setiap komisi, bahkan
yang dapat dilakukan, antara lain
cenderung kehadirannya hanya untuk
adalah peningkatan capacity building
”pemanis”
parlemen
untuk
mengakomodir
amanat
peraturan
perundangan
semata
Selama
dengan cara banyak bergaul dengan
perempuan
belum
mampu
anggota masyarakat lain. Kuncinya
dan
perempuan.
meningkatkan
rasa
Misalnya percaya
diri
membebaskan dirinya dari belenggu
adalah
yang bersifat internal serta eksternal
kemudian diikuti proses take and give.
sebagaimana
Proses
diilustrasikan
dalam
mau ini
mendengarkan perlu
dan
dilakukan
agar
bersangkutan
bisa
paparan sebelumnya, maka partisipasi
individu
perempuan dalam pembangunan daerah
bergaul
akan tetap rendah. Ekses dari kondisi
lingkungan sekitar. Proses ini dapat
yang serta
beradaptasi
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
dengan
| 113
dimulai dari lingkungan keluarga, baru
salah tentang gender. Pemahaman
kemudia
yang benar tentang gender akan
melebar
ke
lingkungan
sekitarnya. Salah satu upaya untuk
berimbas
meningkatkan rasa percaya diri adalah
kecurigaan serta kesalahpahaman yang
dengan jalur pendidikan (education)
berdampak pada ketidakadilan gender
dan pengetahuan (knowledge) bagi
oleh masyarakat. Pemahaman gender
perempuan. Dengan pendidikan dan
hendaknya juga mengusung
pengetahuan ini maka
sumber daya
isu pelanggaran HAM yang bertautan
manusianya menjadi lebih berkualitas
dengan masalah ketidakadila sebagai
dalam memperjuangkan kepentingan
persoalan kemanusiaan bersama. Isu
yang pro perempuan (Sulistiowati,
tersebut menjadi agenda penting serta
200:,
bisa
strategis, sebab ketidakadilan gender
memperjuangkan program yang pro
justru akan menjerumuskan manusia
perempuan maka orang tersebut harus
pada kondisi dehumanisasi. Langkah
memahami konsep tentang anggaran
berikutnya
responsif gender, selain itu dia juga
serta
memiliki
kebijakan
54).
Misalnya
untuk
kemampuan
untuk
pada
minimalisasi
adalah
tentang
mensosilasisasi
mengalakkan
implementasi
pengarusutamaan
gender
melakukan analisis sosial dan lain
(PUG) baik di institusi pemerintah
sebagainya.
maupun
Sedangkan
solusi
terhadap
swasta
berkesinambungan. PUG menjadi isu
kendala yang bersifat eksternal antara
nasional
lain adalah pertama sosialisasi serta
diimplementasikan
edukasi tentang konsep gender yang
kebijakan negara.
benar
kepada
masyarakat
secara
(baik
yang
harus
dalam
setiap
Strategi yang dapat dilakukan
perempuan maupun laki-laki) secara
untuk
luas, komprehensif dan berkelanjutan.
perempuan
Sosialisasi
daerah setidaknya ada 3 (tiga) model
serta
edukasi
dengan
mendorong dalam
partisipasi pembangunan
pendekatan struktural, kultural dan
pendekatan
keagamaan dapat dilakukan untuk
struktural, pendekatan kultural dan
memberikan
pendekatan keagamaan. Pendekatan
pemahaman
tentang
yakni
pendekatan
keadilan dan kesetaraan gender kepada
struktural
masyarakat. Upaya ini perlu dilakukan
regulasi negara sedikit banyak dapat
untuk
memaksa komponen masyarakat untuk
114 |
membongkar
mindset
yang
melalui
jalur
kebijakan
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
mentaati
amanat
PUG
tersebut.
adalah melalui pendidikan baik formal
Misalnya dengan kebijakan affimative
dan non formal. Pendidikan formal
penetapan
action
kuoto
30%
maupun
non
formal
dapat
keterwakilan perempuan di parlemen.
diberdayakan sebagai upaya strategis
Kebijakan
ini
untuk mentransformasikan nilai-nilai
untuk
kepada peserta didik sejak dini tentang
menjadi
affirmative pintu
action
strategis
membuka peluang bagi perempuan
nilai
untuk berpartisipasi di ranah politik di
pendidikan non formal maka langkah
level pusat maupun daerahnya. Rosita
pertama yang bisa dilakukan adalah
Novi
bahwa
melalui institusi keluarga. Institusi
kebijakan affirmative action dengan
keluarga menjadi basis penting untuk
keterwakilan
mentransformasikan
Andrini
mengatakan perempuan
sebanyak
keadilan
gender.
Sedangkan
nilai-nilai
30% sebagai kandidat dalam parlemen
keadilan gender dan kesetaraan gender
sebagai anggota legislatif membawa
dalam
pengaruh yang signifikan terhadap
Apabila
parpol. Budaya politik yang patriakhi
melakukan edukasi sejak dini, maka
seringkali
buka
tidak
ramah
terhadap
lingkup
masyarakat
kecil.
keluarga
telah
setiap
hal
yang
mustahil
apabila
perempuan menyebabkan keterbatasan
kuatnya budaya patriakhi perlahan
perempuan
lahan menjadi luntur berubah menjadi
untuk
terlibat
dalam
pembuatan produk kebijakan negara
budaya egaliter.
yang pro perempuan (Andriani, 2011: 103).
Pendekatan
melalui
jalur
keagamaan juga perlu dilakukan untuk Dibandingkan
dengan
membongkar dan mengintepretasikan
pendekatan struktural yang di-back-up
kembali ayat-ayat misoginis yang
oleh
selama
negara,
pendekatan
maka kultural
sesungguhnya lebih
sulit
ini
masyarakat
dikukuhi untuk
sekelompok melegitimasi
dilakukan, sebab membongkar kultur
ketidakadilan gender. Reintepretasi
patriakhi yang sudah mengakar dalam
kembali terhadap ayat-ayat misoginis
kehidupan juga tradisi masyarakat
hendaknya
tidaklah mudah. Oleh karena itu
komprehensif (utuh) dengan melihat
pendekatan kultural yang humanis
akar sejarah ayat itu diturunkan serta
serta
berkelanjutan.
maksud dan tujuan ayat tersebut
Langkah pertama yang dapat ditempuh
secara fair. Pendekatan keagamaan
dilakukan
dilakukan
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
secara
| 115
untuk membongkar tafsir misoginis
level perencanaan, pelaksanaan serta
perlu dilakukan karena masih banyak
evaluasi juga pengawasannya maka
kelompok masyarakat yang memaknai
pengalaman,
Al Quran secara tekstual semata. Jika
kepentingan yang pro perempuan akan
pendekatan struktural, kultural dan
semakin banyak mewarnai program
keagamaan
sistematis,
maupun kebijaksanaan negara. Hal ini
bersamaan, berkesinambungan serta
selaras dengan amanat dari MDGs
berkaitan santara pendekatan satu
yang dicanangkan oleh PBB dalam
dengan yang lainnya maka tidak
Millenium Summit tahun 2000 yang
musakukan
berisi 8 (delapan) target, salah satunya
secara
secaberhasil
dilakukan
kebutuhan
serta
untuk mendorong perempuan aktif di
targetnya
ranah
meningkatkan kesetaraan gender dan
publik,
maka
tingkat
keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan
akan
3
yakni
Partisipasi perempuan dalam setiap
Apabila identifikasi terhadap
point
memberdayakan perempuan.
mengalami
kemajuan.
di
proses
sesunguhnya
pembangunan
sangat
penting
dan
persoalan yang menjadi hambatan
strategis,
serta
solusinya,
partisipasi perempuan dapat dijadikan
maka diharapkan tingkat partisipasi
sarana sebagai 1). Suatu kebijakan,
perempuan dalam pembangunan juga
sebab kelompok masyarakat yang
meningkat dan berkualitas. Goulet
potensial
mengatakan
terkorbankan
sudah
ditemukan
bahwa
partisipasi
sebab
menurut
menjadi oleh
Carter,
korban suatu
atau proyek
masyarakat sesungguhnya merupakan
pembangunan memiliki hak untuk
suatu cara untuk membahas incentive
dikonsultasikan, 2). Sebagai strategi
yang
material
mereka
butuhkan
untuk mendapatkan dukungan dari
(Goulet, 1998: 75). Dengan berkaca
masyarakat
pada tesis Goulet, maka partisipasi
dalam pengambilan keputusan, 3).
perempuan
Sebagai
untuk
menjadi
terlibat
alat
strategis
dalam
proses
luas
alat
(public
support)
komunikasi
mendapatkan
masukan
untuk berupa
pembangunan. Argumentasinya adalah
informasi dalam proses pengambilan
semakin
keputusan,
banyak
(kuantitas)
serta
4).
Sebagai
alat
kualitas perempuan yang berkiprah
penyelesaian sengketa karena akan
dalam proses pembangunan baik di
mengurangi atau meredakan konflik
116 |
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012
melalui usaha pencapaian konsensus
(perempuan), karena pengalaman
dari pendapat-pendapat yang ada.
berperan serta secara psikologis
Asumsinya dengan bertukar pikiran
akan memberikan seseorang rasa
dan pandangan dapat meningkatkan
kepercayaan diri untuk berperan
pengertian, toleransi dan mengurangi
lebih jauh.
rasa ketidakpercayaan (mistrust) dan
3. Mengelimir
perasaan
terasing
kerancuan (biasess), dan 5) sebagai
(alienasi) bagi perempuan, karena
terapi yakni upaya untuk mengobati
dengan berpartisipasi di suatu
masalah-masalah
psikologis
kegiatan, seseorang tidak akan
masyarakat seperti halnya perasaan
merasa terasing melainkan justru
ketidakberdayaan
akan
(sense
of
menumbuhkan
perasaan
powerlessness), tidak percaya diri dan
bahwa dia merupakan bagian dari
perasaan bahwa diri mereka bukan
masyarakat.
komponen penting dalam masyarakat
4. Melahirkan
(Najih, 2006: 96).
penerimaan
Selain perempuan
dukungan
itu dalam
partisipasi
dari
dan rencana
pemerintah
pembangunan
daerah menjadi penting karena alasan
Penutup
sebagai berikut :
Mendorong partisipasi perempuan
1. Menjadikan kelompok masyarakat (perempuan)
aktif
dalam
setiap
proses
lebih
pembangunan bukanlah hal yang mudah
bertanggung jawab atas program
dilakukan karena berbagai kendala, yakni
pembangunan,
baik
kesempatan
menjadi
untuk
karena
yang
dengan
diperolehnya
yang
bersifat
internal
maupun
ekstenal. Akan tetapi perlu diingat bahwa
mau tidak mau akan memaksa
semakin
individu yang bersangkutan untuk
berpartispasi
membuka cakrawala pikirannya
pembangunan, maka kepentingan dan
dan
kebutuhan
mempertimbangkan
banyak
perempuan
aktif perempuan
dalam akan
yang proses semakin
kepentingan
publik
dan
mudah direalisasikan, karena yang tahu
menuntutnya
untuk
lebih
kepentingan dan kebutuhan perempuan
bertanggung jawab.
adalah perempuan itu sendiri.
2. Meningkatkan proses belajar bagi kelompok
masyarakat
Partisipasi Perempuan dalam Pusaran Pembangunan Daerah (Shinta Dewi R.)
| 117
Pabotinggi, Mocthar, 2001, “Membangun
DAFTAR PUSTAKA
Kemitraan
Antara
Pemerintah
Fadjar, Mukthie, 2005, Tipe Negara
Dan Masyarakat
Hukum, Malang :Bayumedia Publishing
Mewujudkan Tata Pemerintahan
Faqih, Mansour, 2002, Analisis Gender
Yang Baik”, Makalah Seminar
dan
Transformasi
Sosial,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
yang
Madani Untuk
diselenggarakan
oleh
Sekretariat Pengembangan Good
Mubyarto, T. , 1996, Membahas
Public
Pembangunan Desa, Yogyakarta : Aditya
Perencanaan
Media
Nasional (BAPPENAS), Jakarta,
Najih, Moch.
dkk, 2007,
Hak Rakyat
Mengontrol Negara Membangun Model
Partisipasi mayarakat
Dalam Penyelenggaraan Otonomi YAPPIKA
Daerah, Masyarakat
Aliansi
Sipil
Untuk
Demokrasi, Malang Najih,
Moch.,
2006,
Governance
Satvitri, Niken, 2006, Hak Azasi Manusia Perempuan, Jakarta : Rineka Cipta Soetrisno, Lukman , 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta : Kanisius Teroriero, Jim Ife Frank, 2008, Alternatif
Hak
Rakyat
Pengembangan Era
Model
Masyarakat
Development,
Mengontrol
Pustaka Pelajar
Dalam Penyelenggaraan
Otonomi
Daerah, Malang : Yappika
Implimentasi
Masyarakat
Globalisasi
Di
Community
Yogyakarta
:
Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2008, Civic Education (Masyarakat Madani), Jakarta :
Nugroho, Riant, 2004, Kebijakan Publik, Formulasi,
Pembangunan
10 Oktober 2001
Mengontrol Negara, Membangun Partisipasi
Badan
UIN Jakarta
dan
Evaluasi, Jakarta : Elex Media Kompusindo Kelompok Gramedia Ollenburger, Jane C., 2003, Sosiologi Wanita, Jakarta : Rineka Cipta
118 |
MUWÂZÂH, Volume. 4, Nomor. 1, Juli 2012