PARAMETER METABOLISME RUMEN IN VITRO LIMBAH KUBIS TERENSILASE PADALAMA PEMERAMAN BERBEDA (In Vitro Rumen Metabolism Parameter of Ensiled Cabbage By-product at Different Duration of Aging)
D. Rahmadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji kecernaan bahan kering dan bahan organik (KcBK/KcBO) serta produksi “volatile fatty acids” (VFA) dan amonia (NH3-) limbah kubis (Brassica oleracea ) yang diensilasi pada lama pemeraman berbeda. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata perlakuan dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan. Perlakuan yang diterapkan adalah : M0 = 70% limbah kubis + 6% KMC, tanpa pemeraman; M1 = 70% limbah kubis + 6% KMC, pemeraman 1 minggu; M2 = 70% limbah kubis + 6% KMC, pemeraman 2 minggu; M3 = 70% limbah kubis + 6% KMC, pemeraman 3 minggu. Parameter metabolisme rumen meliputi KcBK/KcBO, VFA dan NH3 in vitro. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama pemeraman menurunkan KcBK dan KcBO in vitro limbah kubis terensilase, namun tidak berpengaruh terhadap produksi VFA dan NH3. Ensilase limbah kubis sampai lama pemeraman 2 minggu tidak mengurangi kualitas bahan. Kata kunci : metabolisme rumen, limbah kubis terensilase, lama pemeraman ABSTRACT Research was aimed to examine dry matter and organic mater digestibility (IVDMD/IVOMD), volatile fatty acids (VFA) and ammonia’s (NH3) production of ensiled cabbage (Brassica oleracea) by-product. Research was arranged in completely randomize design (CRD), 4 treatments with 3 replications. Collected data were analized by analysis of variance at 5% differences degree and were continued with Duncan’s multiple range test. Treatments were separated into 4 groups, M0 = 70% cabbage by-product + 6% KMC, without aging;; M1 = 70% cabbage by-product + 6% KMC, aging in 1 week; M2 = 70% cabbage by-product + 6% KMC, aging in 2 weeks; M3 = 70% cabbage by-product + 6% KMC, aging in 3 weeks. Rumen metabolism parameter consisted IVDMD/IVOMD, VFA and NH3 in vitro. It was concluded that duration of ageing decreased IVDMD and IVOMD of ensiled cabbage byproduct. However, duration of aging didn’t affect VFA and NH3 statistically. Ensiled cabbage by-product untill 2 weeks duration of ageing didn’t decreased material quality. Keywords : rumen metabolism, ensiled cabbage by-product, duration of aging
218
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
PENDAHULUAN Produksi peternakan dapat mencapai optimal apabila didukung oleh pakan yang mencukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Penyediaan pakan yang kontinyu juga merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan usaha peternakan. Limbah sayuran merupakan pakan alternatif yang dapat digunakan untuk pakan ternak ruminansia. Limbah sayuran terutama kubis tersedia melimpah pada waktu panen dan belum dimanfaatkan secara optimal, hanya sebagian kecil yang sudah dimanfaatkan. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2000) menyatakan bahwa produksi limbah kubis segar di Jawa Tengah adalah 113.852,75 ton/tahun. Kendala pemanfaatan limbah limbah kubis sebagai alternatif pakan adalah tingginya kandungan air yang menyebabkan tidak tahan disimpan lama, akibatnya menimbulkan bau busuk dan menimbulkan polusi. Pengolahan dan pengawetan merupakan solusi untuk memanfaatkan limbah kubis. Salah satu upaya pengawetan dapat dilakukan melalui teknologi fermentasi, yaitu ensilase. Bekatul dapat digunakan untuk menurunkan kandungan air hingga 60 – 70%. Kualitas hasil ensilase dapat dilihat dari parameter metabolisme rumen (kecernaan dan fermentabilitas pakan dalam rumen) dengan melihat kecernaan bahan kering dan bahan organik (KcBK/KcBO) serta produksi “volatile fatty acids” (VFA) dan amonia (NH3) secara in vitro. Penelitian bertujuan untuk mengkaji KcBK/ KcBO serta produksi VFA dan NH3- in vitro limbah kubis terensilase pada lama pemeraman berbeda. Manfaat dari penelitian adalah agar limbah kubis dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia secara optimal tanpa mengalami penurunan kualitas. Hipotesis penelitian yaitu lama pemeraman limbah kubis yang berbeda tidak berpengaruh terhadap penurunan KcBK/KcBO serta produksi VFA dan produksi NH3 in vitro. Kubis termasuk spesies Brassica oleracea, famili Cruciferae (Pracaya, 1999). Asal usul budidaya tanaman kubis diduga dari kubis liar yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark dan sebelah Utara Perancis Barat. Tanaman kubis liar tumbuh menahun dan dua musim (Rukmana, 1994).
Dijelaskan pula bahwa tanaman kubis yang sudah dibudidayakan cukup banyak jenisnya. Lima jenis kubis yang sudah dibudidayakan di dunia yaitu kubis krop atau kol, kubis daun, kubis umbi, kubis tunas dan kubis bunga. Kubis krop atau kol juga disebut kubis telur, mempunyai ciri-ciri daun-daunnya dapat saling menutup satu sama lain sehingga membentuk krop atau telur. Kubis mempunyai batang pendek, berakar serabut dan tunggang, berdaun tunggal berbentuk bulat sampai lonjong, bertangkai daun panjang sampai tak bertangkai (Setiawan, 1994). Kubis merupakan sayuran yang mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Komposisi kimiawi kubis berdasarkan 100% bahan kering (BK) adalah air 91 – 93%; protein kasar (PK) 21,25%; lemak 2,5%; serat kasar (SK) 11,25%; bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 55%; abu 8,75% serta vitamin 1,25% (Rukmana, 1994). Kultur mikroorganisme campuran (KMC) merupakan produk rekayasa bioteknologi yang telah dikembangkan dan merupakan suatu kultur campuran dari berbagai mikroorganisme yang mennguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagian besar KMC mengandung mikroorganisme Lactobacillus sp. yang merupakan bakteri penghasil asam laktat (90%), Rhizobium sp. yang merupakan bakteri penambat nitrogen udara, Streptomycetes dan Actinomycetes serta mikroorganisme lain yang bersifat menguntungkan terutama bagi tanaman (Wididana dan Wibisono, 1995). Siregar dan Sabrani (1976) menyatakan bahwa dedak padi tersusun dari tiga bahan asal yaitu kulit gabah, selaput putih dan bahan pati. Dedak padi dibagi menjadi tiga kelas apabila dilihat dari kualitasnya yaitu dedak kasar, dedak lunteh dan bekatul (Anggorodi, 1985). Bekatul merupakan hasil ikutan dari penggilingan padi untuk mendapatkan beras asah. Bekatul juga tercampur dengan pecahanpecahan halus dari menir. Kandungan zat pakan bekatul 17,06% PK; 57,29% BETN; 8,71% SK; 8,71% lemak; dan 8,24% abu (Lubis, 1992). Bekatul digunakan sebagai bahan aditif dalam proses fermentasi berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Silase adalah produk dari awetan hijauan yang berkadar air tinggi dengan menggunakan mikroorganisme aerob dan disimpan dalam kondisi
In Vitro Rumen Metabolism Parameter of Ensiled Cabbage by Product (Rahmadi)
219
anaerob (Woolford, 1984). Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses pembuatan silase disebut ensilase dan tempatnya disebut silo. McDonald (1981) menyatakan bahwa hal terpenting dalam pembuatan silase adalah pencapaian kondisi anaerob dan mempercepat terbentuknya suasana asam. Air sangat berpengaruh dalam proliferasi bakteri yang diinginkan (Woolford, 1984), namun bila kandungan air berlebihan akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri Clostridia yang tidak diinginkan. Laju produksi asam laktat merupakan faktor penting dalam menghambat pertumbuhan Clostridia (McDonald, 1981). Kecernaan suatu bahan pakan penting diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai suatu bahan pakan (Tillman et al., 1998). Kecernaan bahan pakan dapat diketahui dengan menggunakan teknik in vitro. Teknik pencernaan in vitro adalah suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob menggunakan larutan penyangga yang merupakan saliva buatan (Sutardi, 1978), kondisi fermentasi diusahakan menyerupai kondisi di dalam rumen. Pengukuran kecernaan in vitro yang sering digunakan adalah mengikuti prosedur Tilley dan Terry yang prinsip pengukurannya sama dengan in vivo, tetapi dilakukan di laboratorium (Harris, 1970). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keuntungan menggunakan teknik in vitro adalah dapat mengurangi pengaruh yang disebabkan oleh induk semang. Parameter yang dapat diukur dengan teknik in vitro antara lain KcBK/KcBO, produksi VFA, NH3 dan protein total (Sutardi, 1978). MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Materi penelitian adalah limbah kubis, bekatul dan KMC berupa EM4 (“Effective Microorganism-4”) produksi Indonesian Kyusei Nature Farming Societies, Jakarta. Limbah kubis yang diperoleh segar dipotong-potong + 5 cm tanpa dilayukan. Ensilase dilakukan dengan menambahkan bekatul dan KMC. Perbandingan limbah kubis dan bekatul adalah 70 % : 30%, dan aras KMC sebesar 6% dari total limbah kubis dan
220
bekatul yang digunakan. Ensilase dilakukan dalam stoples dalam suasana anaerob dengan lama pemeraman yang berbeda, yaitu 0, 1, 2 dan 3 minggu. Setelah pemeraman selesai, limbah kubis terensilase dikeringudarakan, kemudian dihaluskan sebagai sampel yang digunakan untuk analisis KcBK/KcBO, produksi VFA dan NH3 secara in vitro (Harris, 1970). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut : M0
=
M1
=
M2
=
M3
=
70% limbah kubis + 30% bekatul + 6% KMC, tanpa pemeraman 70% limbah kubis + 30% bekatul + 6% KMC, diperam 1 minggu 70% limbah kubis + 30% bekatul + 6% KMC, diperam 2 minggu 70% limbah kubis + 30% bekatul + 6% KMC, diperam 3 minggu
Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata perlakuan dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rangkuman hasil penelitian terhadap parameter metabolisme rumen dapat dilihat pada Tabel 1. Kecernaan Bahan Kering Analisis ragam menunjukkan bahwa lama pemeraman berpengaruh nyata (p< 0,05) terhadap KcBK limbah kubis terensilase. Rata-rata KcBK limbah kubis terensilase pada lama fermentasi 0, 1, 2 dan 3 minggu masing-masing adalah 53,61; 45,16; 46,73 dan 43,38%. Kecernaan BK pakan dipengaruhi oleh kandungan air, bahan organik (BO) dan bahan anorganik dalam bahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan air dengan bertambahnya lamanya pemeraman. Kandungan BO dalam bahan rata-rata mengalami peningkatan, namun kandungan bahan anorganiknya mengalami penurunan. Hal tersebut
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
dapat menyebabkan KcBK mengalami fluktuasi berhubungan dengan kondisi nutrien tersebut. Lidya dan Djenar (2000) menyatakan bahwa semua mikroorganisme membutuhkan nutrien sebagai sumber energi dan pembentuk komponen sel, baik protein dan asam-asam nukleat. Selain itu, mikroorganisme juga membutuhkan vitamin sebagai koenzim, hormon untuk pengatur metabolisme serta membutuhkan asam-asam amino. Dijelaskan pula bahwa nutrien yang digunakan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme diperoleh dari substrat, terutama
jumlah zat pakan yang mudah dicerna dalam rumen mengalami penurunan. Lama pemeraman 2 minggu menghasilkan KcBO yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan lama pemeraman 1 minggu.. Peningkatan tersebut disebabkan mulai adanya aktivitas KMC yang mendegradasi bahan. Peningkatan KcBO pada lama pemeraman yang berbeda disebabkan adanya pemecahan komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein dan lemak. Lama pemeraman 3 minggu terjadi penurunan (p<0,05) KcBO dibandingkan lama pemeraman 2 minggu. Kondisi tersebut disebabkan
Tabel 1.
Parameter Metabolisme Rumen Limbah Kubis Terensilase Akibat Lama Pemeraman yang Berbeda Parameter Lama Pemeraman (minggu) 0 1 2 3 43,68b 46,73b 45,16b 53,61a KcBK (%) 60,63b 63,11a 59,61b 66,34a KcBO (%) 88,17 107,33 117,00 127,50 Produksi VFA (mM) 5,45 6,39 6,04 5,51 Produksi NH3 (mM) Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).
glukosa. Bekatul yang ditambahkan selain dapat menyerap air juga dapat berperan sebagai substrat karena mengandung karbohidrat yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan KMC.
aktivitas KMC dalam substrat sudah mengalami penurunan karena pada pemeraman 2 minggu terjadi aktivitas KMC yang tinggi, sedangkan substrat yang tersedia sudah tidak mencukupi lagi sehingga proses degradasi substrat menurun.
Kecernaan Bahan Organik Analisis ragam menunjukkan bahwa lama pemeraman berpengaruh nyata (p< 0,05) terhadap KcBO limbah kubis terensilase. Rata-rata kecernaan BO pada lama pemeraman 0, 1, 2 dan 3 minggu masing-masing adalah 66,34; 59,61; 63,11 dan 60,63%. Perlakuan lama pemeraman yang berbeda terhadap limbah kubis terensilase menghasilkan KcBO yang tidak berbeda secara statistik antara lama pemeraman 0 dan 2 minggu. Kecernaan BO pada lama pemeraman 0 minggu masih tinggi karena KMC yang diinokulasikan belum bekerja dan masih dalam tahap penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Setelah dilakukan pemeraman, terjadi penurunan KcBO pada lama pemeraman 1 minggu. Kondisi tersebut disebabkan KMC sudah mulai aktif terutama bakteri yang bersifat amilolitik karbohidrat yang mudah dicerna, dan pada gilirannya menyebabkan
Produksi VFA Analisis ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh lama pemeraman terhadap produksi VFA. Rata-rata produksi VFA rumen pada lama pemeraman 0, 1, 2 dan 3 minggu masing-masing adalah 137,50; 117; 107,33 dan 88,17 mM. Produksi VFA dalam rumen dipengaruhi oleh sifat karbohidrat bahan pakan (Van Soest, 1982). Karbohidrat yang terdapat dalam limbah kubis dan bekatul didegradasi oleh mikroorganisme rumen menjadi VFA (asetat, butirat, propionat), gas karbondioksida serta methan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama pemeraman cenderung menurunkan produksi VFA. Hal ini menunjukkan bahwa sumber karbohidrat dalam limbah kubis terensilase mengalami dekomposisi pada saat ensilase, walaupun secara statistik tidak menurunkan produksi VFA. “Volatile fatty acids” dalam rumen diperoleh dari karbohidrat
In Vitro Rumen Metabolism Parameter of Ensiled Cabbage by Product (Rahmadi)
221
yang ada di dalam pakan. Karbohidrat dalam pakan terdiri dari SK dan BETN (Tillman et al., 1998). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan SK pada lama pemeraman 0, 1, 2, dan 3 minggu masing-masing adalah 15,88; 15,62; 15,60 dan 15,48%; sedangkan hasil analisis BETN masing-masing adalah 49,76; 47,74; 48,65 dan 48,80%. Sesuai hasil tersebut dapat diketahui bahwa kandungan SK dan BETN dalam limbah kubis terensilase mengalami penurunan meskipun dalam persentase yang kecil. Hal tersebut berarti tidak sesuai dengan pendapat Church (1988) yang menyatakan bahwa konsentrasi VFA rumen akan meningkat apabila pakan yang diberikan ke ternak mudah difermentasi, sehingga meningkatkan aktivitas mikroorganisme rumen. Limbah kubis terensilase termasuk bahan pakan yang rendah serat kasar dan tinggi kandungan BETN-nya. Serat kasar yang rendah dalam pakan ruminansia cenderung untuk diubah menjadi asam propionat daripada asetat (Sutardi, 1978). Meskipun mengalami penurunan tetapi produksi VFA hasil penelitian berkisar antara 88,17 – 137,5 mM masih dalam taraf optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen, yaitu 80 –160 mM (Sutardi et al., 1983). Produksi NH-3 Analisis ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh lama pemeraman terhadap produksi NH3. Rata-rata produksi NH3 pada lama pemeraman 0, 1, 2 dan 3 minggu masing-masing adalah 5,51; 6,04; 6,39 dan 5,45 mM. Meskipun secara statistik produksi NH3 tidak berbeda nyata, namun data menunjukkan terdapat kecenderungan peningkatan produksi NH3 pada lama pemeraman sampai 2 minggu. Produksi NH3 dipengaruhi oleh kandungan protein, sifat-sifat protein dan kelarutan protein dalam rumen. Protein dalam pakan akan dirombak oleh mikroorganisme rumen menjadi peptida, asam amino dan NH3. Mikroorganisme rumen sebagian besar tidak dapat menggunakan asam amino secara langsung dan lebih suka merombak asam amino menjadi amonia (Sutardi, 1978). Semakin mudah protein pakan didegradasi oleh mikroorganisme rumen akan semakin tinggi pula produksi NH3 yang dihasilkan. Peningkatan produksi NH3 sampai 2 minggu
222
mencerminkan peningkatan degradasi protein limbah kubis terensilase oleh mikroorganisme rumen Penurunan produksi NH3 pada lama pemeraman 3 minggu terjadi karena protein limbah kubis terensilase mengalami kerusakan, baik yang disebabkan oleh “browning reaction” maupun digunakan oleh bakteri asam laktat. Meskipun kandungan protein limbah kubis terensilase cenderung terus meningkat pada lama pemeraman 0, 1, 2 dan 3 minggu masing-masing sebesar 14,19; 15,25; 15,39 dan 16,26%, tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi NH3. Peningkatan protein ternyata tidak diiringi peningkatan produksi NH 3 , hal ini disebabkan protein dalam limbah kubis terensilase mengalami kerusakan selama ensilase. Protein hasil analisis selain berasal dari protein murni juga berasal dari sumber nitrogen lain, misalnya NH3. Produksi NH3 tertinggi pada lama pemeraman 2 minggu sebesar 6,39 mM, tetapi turun pada lama pemeraman 3 minggu menjadi 5,45 mM. Hal tersebut disebabkan oleh fase pertumbuhan mikroorganisme pada saat pemeraman sudah mulai terhambat atau sudah mencapai fase stasioner. Konsentrasi NH3 antara 5,45 – 6,39 mM sudah dapat mencukupi kebutuhan mikroorganisme rumen karena konsentrasi NH3 optimum untuk mencukupi kebutuhan mikroorganisme rumen menurut Sutardi (2001) berkisar 4 – 12 mM.
KESIMPULAN Lama pemeraman menurunkan KcBK dan KcBO in vitro limbah kubis terensilase, namun tidak berpengaruh terhadap produksi VFA dan NH3. Ensilase limbah kubis sampai lama pemeraman 2 minggu tidak mengurangi kualitas bahan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada A.C. Artanti, D. Irawati, E. Hidayati dan S. Purwanto. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. A. Muktiani, Msi; Ir. M. Christiyanto, MP; Ir. Surono, MP; dan L.K. Nuswantara, SPt, MP.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(4) Dec 2003
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutahir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2000. Jawa Tengah dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Semarang. Church, D.C. 1988. The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. 3rd Ed. Prentice-Hall Division of Simon and Schuster, Englewood Cliffs. Harris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol 1. Animal Department Utah State University, Logan. Lidya, B. dan N.S. Djenar. 2000. Dasar Bioproses. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta. McDonald, P. 1981. Biochemistry of Silage. John Willey and Sons, Chichester, New York. Pracaya. 1999. Kol alias Kubis. Edisi 4. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Rukmana, R. 1994. Bertanam Kubis. Edisi 1. Kanisius, Yogyakarta. Setiawan, A.I. 1994. Sayuran Dataran Tinggi, Budidaya dan Pengaturan Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, A.P. dan M. Sabrani. 1976. Teknik Modern Beternak Ayam. CV Yasa Guna, Jakarta. Sutardi, T. 1978. Ikhtisar Ruminologi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor (Tidak diterbitkan). Sutardi, T; N.A. Sigit dan T. Toharmat. 1983. Standardisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolisme oleh Mikrobia Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. Sutardi, T. 2001. Revitalisasi Pertumbuhan Sapi Perah Melalui Penggunaan Ransum Berbasis Limbah Perkebunan dan Suplemen Mineral Organik. Laporan Penelitian RUT VIII, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor (Tidak diterbitkan). Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Van Soest, P.J. 1982. Nutrition Ecology of The Ruminant : Ruminant Metabolism, Nutrition Strategies, The Cellulolitic Fermentation and Chemistry of Forege and Plant Fibers. Cornel University, Corvalis. Wididana dan A. Wibisono. 1995. Penerapan Teknologi “Effective Microorganism” dalam Bidang Pertanian di Indonesia. Buletin Kyusei Nature Farming, Jakarta. Woolford, M.K. 1984. Biochemistry of Silage. John Willey and Sons, Chichester, New York.
In Vitro Rumen Metabolism Parameter of Ensiled Cabbage by Product (Rahmadi)
223