G
IV E UN
N RA
S NEGERI SE MA ITA RS
UNNES
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU (PLPG) SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN TAHUN 2008
PENDIDIKAN JASMANI (SD)
PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON XII UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2008
REKTOR NEGERISEMARANG UNIVERSITAS SAMBUTAN REKTOR
As s alamu' alailstm Warahmatutlahi Wab arakatuh Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur tidak putus selalu kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dzat yang maha tinggi, atas rakhmat dan ilmuNya yang diturunkan kepada umat manusia. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan
peningkatan
kesejahteraan
guru,
diharapkan
dapat
meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan
Menteri
pelaksanaan uji
Pendidikan
Nasional
No.
18
sertifikasi bagi guru dalam jabatan
Tahun
2OO7,
dilaksanakan
melalui portofolio. Berdasarkan prosedur pelaksanaan portofolio, bagi peserta yang belum dinyatakan lulus, LP|K Rayon merekomendasikan alternatif : (1) melakukan kegiatan mandiri untuk melengkapi kekurangan dokumen portofolio atau (2) mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru ( PLPG ) yang diakhiri dengan ujian. Penyelenggaraan PLPG telah distandardisasikan oleh Konsorsium Sertilikasi Guru ( KSG ) Jakarta dalam bentuk pedoman PLPG secara Nasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Panitia Sertifikasi Guru ( PSG ) Rayon 12 dalam rangka standardisasi penyelenggaraan PLPG mulai penyediaan tempat, ruang kelas, jumlah jam, sistem penilaian, kualitas instruktur dan ketersediaan bahan ajar. Bahan ajar yang ada di tangan Saudara ini salah satu upaya PSG Rayon 12 dalam memenuhi
standard pelaksanaan PLPG secara nasional untuk itu saya menyambut dengan baik atas terbitnya Bahan Ajar PLPG ini. Sukses PLPG tidak hanya tergantung ketersediaan buku, kualitas instruktur,
sarana prasarana yang disediakan namun lebih daripada itu
adalah kesiapan peserta baik mental maupun fisik, untuk itu harapan saya para peserta PLPG telah menyiapkannya
dengan baik
sejak
keberangkatannya dari rumah masing-masing. Pada kesempatan ini ijinkan saya, memberikan penghargaan yang tinggi kepada Dosen/lnstruktur
yang telah berkontribusi dan berusaha
men)rusun buku ini, agar dapat membantu guru menempuh program PLPG dalam rangka sertihkasi guru. Buku ini menggunakan pilihan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga pembaca dapat menikmatinya dengan seksama. Akhirnya
kepada
khalayak
pembaca
saya
ucapkan
selamat
menikmati buku ini, semoga dapat memperoleh manfaat yang sebanyakbanyaknya.
Rektor Universitas Negeri Semarang
Sudijono Sastroatmodjo
BUKU AJAR
PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU
PENDAHULUAN Fakta tentang kualitas guru menunjukkan bahwa sedikitnya 50 persen guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai standardisasi pendidikan nasional (SPN). Berdasarkan catatan Human Development Index (HDI), fakta ini menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia belum memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar pada pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dari data statistik HDI terdapat 60% guru SD, 40% SMP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan pada bidang studinya. Dengan demikian, kualitas SDM guru kita adalah urutan 109 dari 179 negara di dunia. Untuk itu, perlu dibangun landasan kuat untuk meningkatkan kualitas guru dengan standardisasi rata-rata bukan standardisasi minimal (Toharudin 2006:1). Pernyataan ini juga diperkuat oleh Rektor UNJ sebagai berikut. "Saat ini baru 50 persen dari guru se-Indonesia yang memiliki standardisasi dan kompetensi. Kondisi seperti ini masih dirasa kurang. Sehingga kualitas pendidikan kita belum menunjukkan peningkatan yang signifikan," (Sutjipto dalam Jurnalnet, 16/10/2005). Fakta lain yang diungkap oleh Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Dr. Fasli Djalal, bahwa sejumlah guru mendapatkan nilai nol untuk materi mata pelajaran yang sesungguhnya mereka ajarkan kepada murid-muridnya. Fakta itu terungkap berdasarkan ujian kompetensi yang dilakukan terhadap tenaga kependidikan tahun 2004 lalu. Secara nasional, penguasaan materi pelajaran oleh guru ternyata tidak mencapai 50 persen dari seluruh materi keilmuan yang harus menjadi kompetensi guru. Beliau juga mengatakan skor mentah yang diperoleh guru untuk semua jenis pelajaran juga memprihatinkan. Guru PPKN, sejarah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, fisika, biologi, kimia, ekonomi, sosiologi, geografi, dan pendidikan seni
1-2
Pengembangan Profesionalitas Guru
hanya mendapatkan skor sekitar 20-an dengan rentang antara 13 hingga 23 dari 40 soal. "Artinya, rata-rata nilai yang diperoleh adalah 30 hingga 46 untuk skor nilai tertinggi 100," (Tempo Interaktif, 5 Januari 2006). Mengacu pada data kasar kondisi guru saat ini tentulah kita sangat prihatin dengan buruknya kompetensi guru itu. Padahal, memasuki tahun 2006 tuntutan minimal kepada siswa untuk memenuhi syarat kelulusan harus menguasai 42,5 persen. Untuk itu, layak kiranya pada tulisan ini dicari format bagaimanakah seharusnya mengembangkan guru yang profesional?
A. Guru sebagai Profesi Djojonegoro (1998:350) menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting, yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan
keahlian
atau
spesilaisasi,
(2)
kemampuan
untuk
memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang dimiliki, (3) penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu. Menurut Vollmer & Mills (1991:4) profesi adalah sebuah pekerjaan/jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Usman (1990:4) mengatakan bahwa guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Suatu profesi memiliki persyaratan tertentu, yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang mendasarkan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya, (3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4) menuntut adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari
Pengembangan Profesionalitas Guru
pekerjaan yang dilaksanakan, (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (7) memiliki obyek tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan siswanya, dan (8) diakui
di
masyarakat
karena
memang
diperlukan
jasanya
di
masyarakat. Pengertian di atas menunjukkan bahwa unsur-unsur terpenting dalam sebuah profesi adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai keahlian khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan khusus, untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme adalah guru yang kompeten (memiliki kemampuan) di bidangnya. Karena itu kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan memiliki keahlian dan kewenangan dalam menjalankan profesi keguruan.
B. Kompetensi Guru Sejalan dengan uraian pengertian kompetensi guru di atas, Sahertian
(1990:4)
mengatakan
kompetensi
adalah
pemilikan,
penguasaan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut jabatan seseorang. Oleh sebab itu seorang calon guru agar menguasai kompetensi
guru
dengan
mengikuti
pendidikan
khusus
yang
diselenggarakan oleh LPTK. Kompetensi guru untuk melaksanakan kewenangan profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai berikut: (1) kemampuan kognitif, yakni kemampuan guru menguasai pengetahuan
serta
keterampilan/keahlian
kependidikan
dan
pengatahuan materi bidang studi yang diajarkan, (2) kemampuan afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
1-3
1-4
Pengembangan Profesionalitas Guru
pelaksanaannya
berhubungan
dengan
tugas-tugasnya
sebagai
pengajar. Dalam UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru setelah program sarjana atau D4. Kompetensi pribadi meliputi: (1) pengembangan kepribadian, (2) berinteraksi dan berkomunikasi, (3) melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, (4) melaksanakan administrasi sekolah, (5) melaksanakan tulisan sederhana untuk keperluan pengajaran.
1. Kompetensi Profesional Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2) penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya (seperti misalnya dokter). Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa teacher performance diartikan kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspekaspek; (1) kemampuan profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuan personal. Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa standar umum itu sering dijabarkan sebagai berikut; (1) kemampuan profesional
mencakup,
(a)
penguasaan
materi
pelajaran,
(b)
penguasaan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses pendidikan. (2) kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan
kerja
dan
lingkungan
sekitar
pada
waktu
Pengembangan Profesionalitas Guru
membawakan tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal (pribadi) yang beraspek afektif mencakup, (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan tugas sebagai guru, (b)
pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, dan (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan keteladanan bagi peserta didik.
2. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi. Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral, justru ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya dipecat dari sekolah.
1-5
1-6
Pengembangan Profesionalitas Guru
Yang kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan tanggungjawab
yang
besar.
Pendidikan
yang
menyangkut
perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan seksual
guru
terhadap
anak
didik,
guru
meninggalkan
kelas
seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru tidak berani mengarahkan anak didik, dll. Kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain sangat
penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri harus
hidup
dalam
kedisiplinan
sehingga
anak
didik
dapat
meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan
Pengembangan Profesionalitas Guru
rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar. Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah lulus sarjana.
3. Kompetensi Paedagogik Selanjutnya
kemampuan
paedagogik
menurut
Suparno
(2002:52) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan siswa. Pertama, sangat jelas bahwa guru perlu mengenal anak didik yang mau dibantunya. Guru diharapkan memahami sifat-sifat, karakter, tingkat pemikiran, perkembangan fisik dan psikis anak didik. Dengan mengerti hal-hal itu guru akan
mudah mengerti kesulitan dan
kemudahan anak didik dalam belajar dan mengembangkan diri. Dengan
demikian
guru
akan
lebih
mudah
membantu
siswa
berkembang. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik, tahu ilmu
1-7
1-8
Pengembangan Profesionalitas Guru
psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu
bagaimana
perkembangan pengetahuan anak. Biasanya selama kuliah di FKIP guru mendalami teori-teori psikologi tersebut. Namun yang sangat penting adalah memahami anak secara tepat di sekolah yang nyata. Kedua, guru perlu juga menguasai beberapa teori tentang pendidikan terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena sistem pendidikan di Indonesia lebih dikembangkan kearah pendidikan yang demokratis, maka teori dan filsafat pendidikan yang lebih bersifat demokratis perlu didalami dan dikuasai. Dengan mengerti bermacammacam teori pendidikan, diharapkan guru dapat memilih mana yang paling baik untuk membantu perkembangan anak didik. Oleh karena guru kelaslah yang sungguh mengerti situasi kongrit siswa mereka, diharapkan guru dapat meramu teori-teori itu sehingga cocok dengan situasi anak didik yang diasuhnya. Untuk itu guru diharapkan memiliki kreatifititas untuk selalu menyesuaikan teori yang digunakan dengan situasi belajar siswa secara nyata. Ketiga, guru juga diharapkan memahami bermacam-macam model pembelajaran. Dengan semakin mengerti banyak model pembelajaran, maka dia akan lebih mudah mengajar pada anak sesuai dengan situasi anak didiknya. Dan yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah guru dapat membuat evaluasi yang tepat sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah siswa sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah proses pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik dan membantu anak berkembang secara efisien dan efektif. Kompetensi profesional meliputi: (1) menguasai landasan pendidikan, (2) menguasai bahan pembelajaran, (3) menyusun program pembelajaran, (4) melaksanakan program pembelajaran, dan (5) menilai proses serta hasil pembelajaran.
Pengembangan Profesionalitas Guru
4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain, (2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain. Menurut Gadner (1983) dalam
Sumardi (Kompas, 18 Maret
2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner. Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994). Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan
sosial,
kita
tidak
boleh
melepaskannya
dengan
kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa
dewasa
ini
banyak
muncul
berbagai
masalah
sosial
kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan multidisiplin. Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan (Kiyosaki,
1998). Banyak
orang
yang
terkerdilkan
kecerdasan
sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi. Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti
1-9
1-10 Pengembangan Profesionalitas Guru
karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol. Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan bahwa
kompetensi
sosial
adalah
kemampuan
seseorang
berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya. Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang pendidik, kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills (www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan dalam bekreasi, (8) berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15) komunikasi. Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Dari uraian tentang profesi dan kompetensi guru, menjadi jelas bahwa pekerjaan/jabatan guru adalah sebagai profesi yang layak mendapatkan penghargaan, baik finansial maupun non finansial.
Pengembangan Profesionalitas Guru
C. Memimpikan Guru yang Profesional Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, pemerintah telah memberikan perhatian khusus dengan merumuskan sebuah UndangUndang yang mengatur profesi guru dan dosen. Dalam pembahasan rancangan Undang-Undang ini (hingga disahkan pada 6 Desember 2005) tersirat keinginan Pemerintah untuk memperbaiki wajah suram nasib guru dari sisi kesejahteraan dan profesionalisme. Jumlah guru di Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya sebagian kecil guru dari sekolah
negeri
dan
sekolah
elit
yang
hidup
berkecukupan.
Mengandalkan penghasilan dan profesi guru, jauh dari cukup sehingga tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sertifikasi kompetensi guru sebagai tindak lanjut dari UndangUndang
ini
menyisakan
persoalan
sebagaimana
disampaikan
Mendiknas pada media masa pada saat pengesahan Undang-Undang ini, antara lain kesepahaman akan ukuran uji kompetensi guru. Sejak awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi oleh komitmen
bersama
untuk
mengangkat
martabat
guru
dalam
memajukan pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi pilihan utama bagi generasi guru berikutnya (Situmorang dan Budyanto 2005:1). Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama pendidikan. Ketiga komponen ini saling terkait dan saling mempengaruhi, serta tidak dapat dipisahkan antara satu komponen dengan komponen yang lainnya. Dari ketiga komponen tersebut, faktor gurulah yang dinilai sebagai satu faktor yang paling penting dan strategis, karena di tangan para gurulah proses belajar dan mengajar dilaksanakan, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menggunakan bahan ajar, baik yang terdapat di dalam kurikulum nasional maupun kurikulum lokal.
1-11
1-12 Pengembangan Profesionalitas Guru
Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara efektif, guru harus memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat dihandalkan. Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk, dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan dan program yang tepat. Proses, strategi, kebijakan, dan program pembinaan guru di masa lalu perlu dirumuskan kembali (Suparlan 2006:1). James M. Cooper, dalam tulisannya bertajuk “The teachers as a Decision Maker”, mengawali dengan satu pertanyaan menggelitik “what is teacher?”. Cooper menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan tetang guru dari aspek pelaksanaan tugasnya sebagai tenaga profesional. Demikian pula, Dedi Supriadi dalam bukunya yang bertajuk “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” telah menjelaskan (secara
amat
jelas)
tentang
makna
profesi,
profesional,
profesionalisme, dan profesionalitas sebagai berikut ini Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Misalnya, guru sebagai profesi yang amat mulia. Profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan kinerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Sebagai contoh, seorang profesional muda, atau dia bekerja secara profesional. Profesionalisme menunjuk kepada derajat atau tingkat kinerja seseorang sebagai seorang profesional dalam melaksanakan profesi yang mulia itu. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan tulisan dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Pengembangan Profesionalitas Guru
Sebagai tenaga profesional, guru memang dikenal sebagai salah satu jenis dari sekian banyak pekerjaan (occupation) yang memerlukan bidang keahlian khusus, seperti dokter, insinyur, dan bidang pekerjaan lain yang memerlukan bidang keahlian yang lebih spesifik. Dalam dunia yang sedemikian maju, semua bidang pekerjaan memerlukan adanya spesialisasi, yang ditandai dengan adanya standar kompetensi tertentu, termasuk guru. Guru merupakan tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan
pengajaran.
Westby-Gybson
(1965),
Soerjadi
(2001:1-2)
menyebutkan beberapa persyaratan suatu pekerjaan disebut sebagai profesi. Pertama, adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah mengenai bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan karena keahlian tertentu dengan kualifikasi tertentu yang berbeda dengan profesi lain. Kedua, bidang ilmu yang menjadi landasan teknik dan prosedur kerja yang unik. Ketiga, memerlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang mengerjakan pekerjaan profesional tersebut. Keempat, memiliki mekanisme yang diperlukan untuk melakukan kompetitiflah
seleksi yang
secara
efektif,
diperbolehkan
sehingga
dalam
yang
dianggap
melaksanakan
bidang
pekerjaan tersebut. Kelima, memiliki organisasi profesi yang, di samping melindungi kepentingan anggotanya, juga berfungsi untuk meyakinkan agar para anggotannya menyelenggarakan layanan keahlian yang terbaik yang dapat diberikan (Suparlan, 2004:2). Profesionalisme guru didukung oleh tiga hal, yakni (1) keahlian, (2) komitmen, dan (3) keterampilan (Supriadi 1998:96). Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, pemerintah sejak lama telah berupaya untuk merumuskan perangkat standar komptensi guru. Dapat dianalogikan dengan pentingnya hakim dan UndangUndang, yang menyatakan bahwa, ‘berilah aku hakim dan jaksa yang baik, yang dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun akan dapat dihasilkan keputusan yang baik’, maka kaidah itu dapat
1-13
1-14 Pengembangan Profesionalitas Guru
dianalogikan dengan pentingnya guru, yakni dengan ungkapan bijak ‘berilah aku guru yang baik, dan dengan kurikulum yang kurang baik sekali pun aku akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik’. Artinya, bahwa aspek kualitas hakim dan jaksa masih jauh lebih penting dibandingkan dengan aspek undang-undangnya. Hal yang sama, aspek guru masih lebih penting dibandingkan aspek kurikulum. Sama dengan manusia dengan senjatanya, yang terpenting adalah manusianya, ‘man behind the gun’. Untuk menggambarkan guru profesional, Supriadi mengutip laporan dari Jurnal Educational Leadership edisi Maret 1993, bahwa guru profesional dituntut memiliki lima hal. Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya di PGRI dan organisasi profesi lainnya. Apabila kelima hal tersebut dapat dimiliki oleh guru, maka guru tersebut dapat disebut sebagai tenaga dan pendidik yang benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya (Supriadi 2003:14).
D. Standar Pengembangan Karir Guru Mutu pendidikan amat ditentukan oleh kualitas gurunya. Mendiknas memberikan penegasan bahwa “guru yang utama” (Republika 10 Februari 2003). Belajar dapat dilakukan di mana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh siapa atau alat apa
Pengembangan Profesionalitas Guru
pun juga. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarananya, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses pengajaran
dan
pembelajaran
pembalajaran yang
yang
berkualitas,
menyenangkan,
yakni
mengasyikkan,
proses dan
mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu. Sebagai salah satu komponen utama pendidikan, guru harus memiliki tiga kualifikasi dasar: (1) menguasai materi atau bahan ajar, (2) antusiasme, dan (3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik (Mas’ud 2003:194). Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks, karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari proses yang menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang dikenal dengan LPTK. Ternyata, LPTK mengalami kesulitan besar ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas dua yang akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata memang di luar tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu calon guru itu lebih disebabkan oleh rendahnya penghargaan terhadap profesi guru. Pada akhirnya orang mudah menebak, karena pada akhirnya menyangkut duit atau gaji dan penghargaan. Gaji dan penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain, karena indikasi adanya mutu profesionalisme guru masih rendah. Terjadilah lingkaran setan yang sudah diketahui sebab akibatnya. Banyak orang menganggap bahwa gaji dan penghargaan terhadap guru menjadi penyebab atau causa prima-nya. Namun, ada orang yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Di samping itu, gaji dan dedikasi terkait erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi profesional. Jadi, selain memang harus dipikirkan dengan sungguhsungguh upaya untuk meningkatkan gaji dan penghargaan kepada
1-15
1-16 Pengembangan Profesionalitas Guru
guru, namun masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan, yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru. Apakah
yang
dimaksud
kompetensi?
Istilah
kompetensi
memang bukan barang baru. Pada tahun 70-an, terkenal wacana akademis tentang apa yang disebut sebagai Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi atau Competency-based Training and Education (CBTE). Pada saat itu Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis (Dikgutentis) Dikdasmen pernah mengeluarkan “buku saku berwarna biru” tentang “sepuluh kompetensi guru”. Dua dekade kemudian, Direktorat Tenaga Kependidikan (Dit Tendik), nama baru Dikgutentis telah membentuk satu tim Penyusun Kompetensi Guru yang beranggotakan
para
pakar
pendidikan
yang
tergabung
dalam
Konsorsium Pendidikan untuk menghasilkan produk kompetensi guru. Setelah sekitar dua tahun berjalan, tim itu telah dapat menghasilkan rendahnya kompetensi guru. Sementara itu, para penyelenggra pendidikan di kabupaten/kota telah menunggu kelahiran kompetensi guru itu. Bahkan mereka mendambakan adanya satu instrumen atau alat ukur yang akan mereka gunakan dalam melaksanakan skill audit dengan tujuan untuk menentukan tingkat kompetensi guru di daerah masing-masing. Untuk menjelaskan pengertian tentang kompetensi itulah maka Gronzi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan bahwa “An integrated view sees competence as a complex combination of knowledge, attitudes, skill, and values displayed in the context of task performance”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kompetensi guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan definisi tersebut, Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK, menjelaskan bahwa “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”.
Pengembangan Profesionalitas Guru
Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru diartikan sebagai ‘satu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan’ (Direktorat Profesi Pendidik, Diten PMPTK, 2005). Standar kompetensi guru terdiri atas tiga komponen yang saling mengait, yakni (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan profesi, dan (3) penguasaan akademik. Ketiga standar kompetensi tersebut dijiwai oleh sikap dan kepribadian yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru sebagai tenaga profesi. Ketiga komponen masing-masing terdiri atas dua kemampuan. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi, yaitu: (1) penyusunan rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3) penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) pengembangan profesi, (6) pemahaman wawasan kependidikan, (7) penguasaan bahan kajian akademik. Standar kompetensi guru SKS memiliki tujuan dan manfaat ganda. Standar kompetensi guru bertujuan ‘untuk memperoleh acuan baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas proses pembelajaran’ (SKG, Direktorat Tendik 2003:5). Di samping itu, Standar Kompetensi Guru bermanfaat untuk: (1) menjadi tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan karir guru, (2) meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreativitas, inovasi, keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan profesinya (Direktorat Profesi Pendidik, PMPTK, 2005).
1-17
1-18 Pengembangan Profesionalitas Guru
E. Pengembangan Karir Guru Pada era sentralisasi pendidikan, pembinaan guru diatur secara terpusat oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional melalui PGPS (Peraturan Gaji Pegawai Sipil) dan ketentuan lain
tentang
kenaikan
pangkat
dengan
sistem
kredit.
Dalam
pelaksanaan di lapangan ketentuan tersebut berjalan dengan berbagai penyimpangan. PGPS sering diplesetkan menjadi ‘pinter goblok penghasilan
sama’
atau
‘pandai
pandir
penghasilan
sama’.
Pelaksanaan kenaikan pangkat guru dengan sistem kredit pun sama. Kepala sekolah sering terpaksa menandatangani usul kenaikan pangkat guru hanya karena faktor ‘kasihan’. Dengan kondisi seperti itu, ada sebagaian kecil guru yang karena kapasitas pribadinya atau karena faktor lainnya dapat berubah atau meningkat karirnya menjadi kepala desa, anggota legeslatif, dan bahkan menjadi tenaga struktural di dinas pendidikan. Sedang sebagian besar lainnya mengalami nasib yang tidak menentu, antara lain karena belum ada kejelasan tentang standar pengembangan karir mereka. Mengingat kondisi itulah maka pada tahun 1970-an dan 1980an telah didirikan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan yang bernama Balai Penataran Guru (BPG), yang sekarang menjadi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi, dan Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) yang sekarang menjadi
Pusat
Pengembangan
Profesi
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan (P4TK) untuk pelbagai mata pelajaran dan bidang keahlian di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 1970-an kegiatan ‘up-grading’ guru mulai gencar dilaksanakan di BPG dan PPPG. Kegiatan itu pada umumnya dirancang oleh direktorat-direktorat di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah sekarang LPMP dan P4TK berada di bawah Ditjen PMPTK. Region-region penataran telah dibentuk di berbagai kawasan di Indonesia, dengan melibatkan antara direktorat terkait dengan
Pengembangan Profesionalitas Guru
lembaga diklat (preservice training) dan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) sebagai lembaga preservice training, serta melibatkan juga peranan lembaga pendidikan sekolah sebagai on the job training yang dibina langsung oleh Kantor Wilayah Departemen pendidikan dan Kebudayaan yang ada di regionnya masing-masing. Salah satu pola pembinaan guru melalui diklat ini adalah mengikuti pola Pembinaan kegiatan Guru (PKG), yang sistem penyelenggaraan diklatnya dinilai melibatkan elemen pendidikan yang lebih luas. Melalui pola PKG ini, para guru dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) guru biasa, yakni guru baru atau guru yang belum pernah mengikuti penataran, atau baru sebatas ditatar di tingkat kecamatan atau sekolah, (2) guru Inti, guru yang telah ditatar di tingkat provinsi atau nasional dan memperoleh predikat yang sebagai penatar di tingkat kabupaten, kecamatan, dan sekolah, (3) instruktur, guru yang telah mengikuti klegiatan diklat TOT (training of trainer) di tingkat pusat atau nasional dan memperoleh predikat sebagai penatar di tingkat provinsi. Sebagian besar instruktur ini juga telah memperoleh pengalaman dalam mengikuti penataran di luar negeri, (4) pengelola sanggar, guru instruktur yang diberi tugas untuk mengelola Sanggar PKG, yakni tempat bertemunya para guru berdiskusi atau mengikuti penataran tingkat kabupaten atau sekolah, (5) kepala sekolah, yakni instruktur yang telah diangkat untuk menduduki jabatan sebagai kepala sekolah, (6) Pengawas sekolah, satu jenjang fungsional bagi guru yang telah menjabat sebagai kepala sekolah. Selain itu, para guru memiliki wadah pembinaan profesional melalui orgabnisasi yang dikenal dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), sementara para kepala sekolah aktif dalam kegiatan Latihan Kerja Kepala Sekolah (LKKS), dan Latihan Kerja Pengawas Sekolah (LKPS) untuk pengawas sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagaian besar dilaksanakan di satu sanggar yang disebut sanggar PKG.
1-19
1-20 Pengembangan Profesionalitas Guru
F. PENUTUP Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, oleh Depdiknas sekarang dikelola oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan.
Berbagai
program
peningkatan kompetensi dan profesionalisme tersebut dilaksanakan dengan melibatkan P4TK (PPPG), LPMP, Dinas Pendidikan, dan LPTK sebagai mitra kerja.
DAFTAR PUSTAKA Chamidi, Safrudin Ismi. 2004. “Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah”, dalam Isu-isu Pendidikan di Indonesia: Lima Isu Pendidikan Triwulan Kedua. Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas. Direktorat Ketenagaan. 2006. Rambu-rambu Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti Dirjen Dikti Dir PPTK Depdiknas. 2002. Standar Kompetensi Guru Kelas SD-MI Program D-II PGSD. Jakarta: Depdiknas. Gunawan, Ary H,1995. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Hamijoyo, Santoso S. 2002. “Status dan Peran Guru, Akibatnya pada Mutu Pendidikan”, dalam Syarif Ikhwanudin dan Dodo Murtadhlo. 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: Grasindo. Indra Djati Sidi. 2002. Menuju Masyarakat Pembelajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:Paramadina dan Logos Wacana Ilmu. Rich, John Martin. 1992. Inovation in Education: Reformers and Their Critics. New York: Cross Cultural Approach. Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovation. New York: The Free Press. Rokhman, Fathur dkk. 2005. Studi Kebijakan Pengelolaan Guru Di Era Otonomi Daerah dalam Rangka Peningkatan mutu pendidikan. Penelitian Balitbang dan Lemlit UNNES. Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Masa Depan. Jakarta: Genesindo. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
BUKU AJAR
KESEHATAN
BAB I. KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENTINGNYA UKS DI SEKOLAH
Usaha Kesehatan Sekolah atau UKS adalah upaya pendidikan dan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, sadar, berencana, terarah, dan
bertanggung
jawab
dalam
menanamkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan membimbing untuk menghayati, menyenangi dan melaksakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan peserta didim seharihari. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka berbagai program pelaksanaan UKS di setiap daerah pada dasarnya diserahkan sepenuhnya kepada Tim Pembina UKS di daerahnya masing-masing untuk menentukan prioritas programnya. Namun, berdasarkan pengamatan Tim Pembina UKS Pusat ternyata pelaksaan UKS sampai dengan saat ini dirasakan masih sangat kurang sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya pemberdayaan
tatanan
UKS
pada
setiap
jenjang
dalam
rangka
memantapkan pelasanaan program-program UKS seperti yang kita ketahui, UKS merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan mewujudkan tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Selain itu, pada Bab V Pasal 45 disebutkan bahwa Kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik
2-2 Kesehatan
dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan. Diantara tujuan tersebut terdapat tujuan yang menyangkut kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan mental dan sosial, dimana ketiganya
sangat
mempengaruhi
terwujudnya
manusia
Indonesia
seutuhnya. Salah satu modal pembangunan nasional adalah sumber daya manusia yang berkualitas yaitu sumber daya manusia yang sehat fisik, mental dan sosial serta mempunyai produktivitas yang optimal. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang disebutkan di atas diperlukan upaya-upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan secara terus menerus yang dimulai sejak dalam kandungan, balita, usia sekolah sampai dengan usia lanjut. Dalam pelaksanaan UKS dengan skala prioritas tetap cenderung mengacu
pada
tuntunan
kebutuhan
yang
mendesak
dengan
memperhatikan aspek kesehatan fisik, mental sosial dan lingkungan dalam kerangka paradigma sehat pada peserta didik, baik pada jalur pendidikan formal, informal maupun non-formal.
B. PERKEMBANGAN UKS DI INDONESIA
UKS dirintis sejak tahun 1956 melalui kerja sama antara Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Departemen Dalam Negeri
Kesehatan 2-3
dalam bentuk proyek UKS perkotaan di Jakarta dan UKS pedesaan di Bekasi. Kemudian pada tahun 1970 dibentuk Panitian Bersama Usaha Kesehatan
Sekolah,
antara
Departemen
Kesehatan,
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 1980 ditingkatkan menjadi Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta Menteri Kesehatan, tentang pembentukan Kelompok Kerja Usaha Kesehatan Sekolah. Selanjutnya pada tahun 1982 ditandatangani Piagam Kerjasama antara
Direktur
Jenderal
Pembinaan
Kelembagaan
Agama
Islam
Departemen Agama, tentang Pembinaan Kesehatan Anak dan Perguruan Agama Islam. Untuk lebih memantapkan pembinaan Usaha Kesehatan Sekolah secara terpadu, maka pada tahun 1984 diterbitkanlan Surat Keputusan Bersama (SKB 4 Menteri) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia : a) Nomor
0408a/U/1984;
Nomor
319/Menkes/SKB/VI/1984;
Nomor
74/Th/1984; Nomor 60 Tahun 1984 tanggal 3 September 1984, tentang Pokok Kebijaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah. b) Nomor 0372a/P/1989; Nomor 390a/Menkes/SKB/VI/1989; Nomor 140A/Tahun 1989; Nomor 30A/Tahun 1989 tanggal 12 Juni 1989 tentang Tim Pembina UKS.
Tahun 2003 seiring dengan perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan perkembangan di bidang Pendidikan dan Kesehatan, maka dilakukan penyempurnaan SKB 4 Menteri Tahun 1984 menjadi :
2-4 Kesehatan
a. Nomor 1/U/SKB; Nomor 1067/ Menkes/ SKB/VII/2003; Nomor MA/230A/2003; Nomor 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. b. Nomor 2/P/SKB/2003; nomor 1068/Menkes/SKB/VII/2003; Nomor MA/230B/2003:Nomor 4415 – 404 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Tim Pembina UKS Pusat.
C. TUJUAN UKS Tujuan
Usaha
Kesehatan
Sekolah
(UKS)
adalah
untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar dan menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR 2
A. BERBAGAI ISTILAH DALAM UKS BESERTA PENGERTIANNYA 1. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Usaha Kesehatan Sekolah adalah wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin. UKS merupakan perpaduan dua upaya dasar yaitu upaya pendidikan dan upaya kesehatan, yang pada gilirannya nanti diharapkan Usaha Kesehatan Sekolah dijadikan sebagai usaha meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA.
2. Pengertian Kesehatan Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 dijelaskan bahwa poengertian Kesehatan adalah “keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
3. Sekolah Yang dimaksud dengan sekolah adalah Taman Kanak-Kanak, TKLB, Raudhatul Atfal, SD, SDLB, MI, SMP, SMPLB, MTs, SMA, SMK, SLTA Luar Biasa, MA, MAK serta satuan Pendidikan Keagamaan yang sederajat dan setara termasuk Pondok Pesantren, baik pada jalur pendidik formal maupun non-formal.
4. Peserta Didik Yang dimaksud dengan peserta didik ialah semua anak yang mengikuti pendidikan di sekolah sesuai butir 3 di atas.
2-6 Kesehatan
5. Warga Sekolah Yang dimaksud dengan warga sekolah ialah setiap orang yang berperan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
6. Masyarakat Lingkungan Sekolah Adalah seluruh masyarakat yang berada di lingkungan sekolah selain warga sekolah.
7. Pedoman Pembinaan Acuan
bagi
Tim
Pembina
UKS
untuk
melaksakan
dan
mengembangkan UKS di wilayahnya.
B. SASARAN UKS
1. Sasaran UKS adalah pendidikan formal dan non-formal pada setiap jalur dan jenis pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah sampai Sekolah Menengah Atas termasuk Perguruan Agama beserta lingkungannya.
2. Sasaran Pembinaan UKS a. Peserta didik b. Pembina Uks : 1. Pembina teknis (Guru dan Petugas Kesehatan); dan 2. Pebina non teknis (pengelola pendidikan dan karyawan sekolah). c. Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan d. Lingkungan 1. Lingkungan sekolah; 2. Lingkungan keluarga; dan
Kesehatan 2-7
3. Lingkungan masyarakat
C. RUANG LINGKUP PEMBINAAN UKS
1. Ruang Lingkup UKS Adalah ruang lingkup program yang tercermin dalam Tri Program UKS (Trias UKS) yaitu sebagai berikut. a. Penyelenggaraan pendidikan kesehatan yang meliputi: 1) Pengetahuan tentang dasar-dasar pola hidup bersih dan sehat; 2) Sikap tanggap terhadap persoalan kesehatan; dan 3) Latihan atau praktik kebiasaan hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam bentuk: 1) Pelayanan kesehatan; 2) Pemeriksaan Murid; 3) Pengobatan ringan dan P3K serta P3P; 4) Pengawasan warung sekolah; dan 5) Penetapan pelaporan tentang keadan penyakit dan sebagainya. c. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat berupa: 1) Penghijauan; 2) Air bersih; 3) Kebun atau apotek hidup; 4) Halaman bersih; dan 5) Pemberantasan sarang nyamuk.
2. Ruang Lingkup Pembinaan UKS Meliputi: a. Penyusunan rencana dan program UKS b. Pelaksana dan pengendalian program c. Penelitian dan pengembangan d. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
2-8 Kesehatan
e. Pemanfaatan dan pengembangan teknologi f. Organisasi, ketenagaan, sarana dan pra sarana serta pembiayaan.
BAB III. KEGIATAN BELAJAR 3
A. ORGANISASI UKS
1. Pembina UKS Organisasi UKS pada tingkatan pemerintahan secara berjenjang diatur sebagai berikut : a. Tim Pembina UKS Pusat, dibentuk di tingkat Pusat dan ditetapkan oleh Mendiknas, Menkes, Menag, dan Mendagri (SKB 4 Menteri); b. Tim Pembina UKS Provinsi, dibentuk di tingkat Provinsi dan ditetapkan oleh Gubernur; c. Tim
Pemnina
UKS
Kabupaten/Kota,
dibentuk
di
tingkat
Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota; d. Tim Pembina UKS Kecamatan, dibentuk di tingkat Kecamatan dan ditetapkan oleh camat.
2. Tim Pelaksana UKS Tim Pelaksana UKS pada tingkat Sekolah atau Madrasah diharapkan dapat lebih memfokuskan dalam pelaksanaan pada tiga program pokok UKS di sekolah. Tembusan Surat Keputusan Tim Pembina dan Tim Pelaksana UKS disampaikan pada pihak-pihak di bawah ini. a. Tim Pembina UKS Provinsi disampaikan kepada Tim Pembina UKS Pusat. b. Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota disampaikan kepada Tim Pembina UKS Provinsi. c. Tim Pembina UKS Kecamatan disampaikan kepada Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota.
2-10 Kesehatan
d. Tim Pelaksana UKS disampaikan kepada Tim Pembina UKS Kecamatan untuk TK/RA dan SD/MI dan Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota untuk SMP/MTs/SMA/SMK/MA/MAK.
B. TUGAS DAN FUNGSI TIM PEMBINA SERTA TIM PELAKSANA UKS
1. Tim Pembina UKS Pusat a. Fungsi Tim Pembina Uks Pusat Tim Pembina UKS Pusat berfungsi sebagai pembantu Menteri dalam melaksanakan
pembinaan
dan
pengembangan
UKS
berdasarkan
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan UKS SKB 4 Menteri. b. Tugas Tim Pembina UKS Pusat 1) Merumuskan
kebijakan
teknis
mengenai
pembinaan
dan
pengembangan UKS. 2) Mengoordinasikan kegiatan perencanaan dan program serta pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKS di tingkat pusat. 3) Menbina dan mengembangkan UKS serta melakukan supervisi di seluruh provinsi dan atau kabupaten/kota. 4) Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKS. 5) Menyelenggarakan pertemuan, baik di tingkat nasional maupun regional. 6) Membina Sekretariat Tim Pembina UKS Pusat.
2. Tim Pembina UKS Provinsi a. Fungsi Tim Pembina UKS Provinsi Tim Pembina UKS Provinsi berfungsi melaksanakan pembinaan dan pengembangan UKS di tingkat Provinsi serta berfungsi sebagai pembina dan koordinator program UKS seluruh Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya.
Kesehatan 2-11
b. Tugas Tim Pembina UKS di Provinsi 1) Menyusun bahan rancangan untuk pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKS Provinsi sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Tim Pembina UKS Pusat dan TP UKS Provinsi/Gubernur. 2) Meningkatkan dan mengembangka kegiatan UKS di daerahnya. 3) Mengoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan Tim Pembina UKS pusat, provinsi dengan instansi lain di daerahnya. 4) Memberikan
bimbingan
dan
petunjuk
serta
supervisi
serta
pelaksanaan UKS di Kapaten/Kota. 5) Mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota. 6) Melaksanakan tugas-tugas tertentu dibidang UKS yang diberikan oleh Tim Pembina UKS Pusat. 7) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas dibidang UKS oleh instansi terkait di daerah, yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja dengan departemen masing-masing di tingkat pusat. 8) Mengadakan penelitian dan pengembangan UKS di daerahnya. 9) Menyusun dan menyampaikan laporan tahunan secara teratur dan laporan insidentil sesuai kebutuhan ke TP UKS Pusat. 10) Mengadakan Rakerda yang diikuti oleh seluruh TPO UKS Kabupaten/Kota sekali setiap tahun. 11) Menghadiri
Rakernas
UKS
dan
pertemuan
nasional
atau
internasional lainnya yang diselenggarakan oleh TP UKS Pusat.
3. Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota a. Fungsi Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota berfungsi sebagai pembina, koordinator dan pelaksana program UKS di daerahnya, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
2-12 Kesehatan
b. Tugas Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota 1) Mengoordinasikan penyusunan rencana kerja, rencana kebutuhan sarana/prasarana, tenaga, dan dana sesuai kebutuhan daerah dengan mengacu pada kebjaksanaan atau pedoman yang ditetapkan tim pembina UKS Pusat dan Tim Pembina UKS Provinsi. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan UKS di daerahnya. 3) Melakukan pembinaan dan pengembangan kepada Tim Pembina UKS Kecamatan dan Tim Pelaksana UKS di sekolah dan perguruan agama. 4) Memberikan bimbingan dan petunjuk serta supervisi dalam rangka menggerakkan pelaksanaan UKS di Kecamataan. 5) Pembinaan
dan
Pengembangan
Tim
Pembinaa
UKS
di
Kecaamatan, dan Tim Pelaksana Tim UKS di sekolah atau madrasah dan perguruan agama. 6) Mengevaluasi,
mengendalikan,
membimbing
dan
mencatat
pelaksanaan UKS oleh TP UKS Kecamatan dan Tim Pelsana UKS. 7) Melaksanakan tugas-tugas tertentu di bidang yang diberikan Tim Pembina UKS Pusat dan Provinsi. 8) Mengoordinasikan pelaksanan tugas-tugas di bidang UKS oleh instansi-instansi di daerah yang secara fungsisonal mempunyai hubungan kerja dengan departemen atau instansi masing-masing. 9) Mengadakan penelitian dan penilaian serta pengembangan UKS di daerahnya. 10) Mengadakan hubungan kerja dan pendekatan dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah Kabupaten/Kota dalam rangka pembinaan dan pengembangan UKS. 11) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan secara teratur dan laporan insidental sesuai kebutuhan. 12) Mengadakan Rapat Kerja UKS Kabupaten/Kota yang dihadiri seluruh TP UKS Kecamatan sekali setiap tahun.
Kesehatan 2-13
4. Tim Pembina UKS Kecamatan a. Fungsi Tim Pembina UKS Kecamatan Tim
Pembina
UKS
Kecamatan
berfungsi
sebagai
pembina,
penanggungjawab dan pelaksana program UKS di daerah kerjanya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan TP UKS Kabupaten/Kota. b. Tugas Tim Pembina UKS Kecamatan 1) Membina dan mengembangkan kegiatan UKS disekolah atau madrasah dan perguruan agama. 2) Mengoordinasikan pelaksanaan program UKS di wilayahnya sesuai dengan pedoman dan petunjuk Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota. 3) Mengoordinasikan rencana pengadaan sarana dan prasarana serta tenaga dari instansi pemerintah, atau dari masyarakat untuk menunjang kegiatan UKS. 4) Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan program UKS. 5) Mengoordinasikan
perencanaan
ekstrakurikuler
peserta
bagi
dan didik,
pelaksanaan dengan
kegiatan
menggerakkan
partisipasi orang tua dan masyarakat. 6) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan dan tahunan secara teratur kepada Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota dan laporan insindentil sesuai kebutuhan. 7) Memberikan saran atau pertimbangan yang perlu kepada Bupati atau Walikota dalam rangka pengembangan kegiatan UKS.
5. Tim Pelaksana UKS di Sekolah/Madrasah dan Perguruan Agama a. Fungsi Tim Pelaksana UKS Tim Pelaksana UKS di sekolah atau madrasah dan perguruan agama berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana program UKS di sekolah atau madrasah dan perguruan agama berdasarkan prioritas kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Kabupaten/Kota.
2-14 Kesehatan
b. Tugas Tim Pelaksana UKS 1) Merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
pendidikan
dan
pelayanan kesehatan serta pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat sesuai ketentuan dan petunjuk yang telah ditetapkan dan atau diberikan oleh Pembina UKS. 2) Menjalin kerjasama yang serasi dengan orangtua murid, instansi lain dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah atau madrasah dan perguruan agama. 3) Mengadakan menyampaikan
penilaian
atau
evaluasi,
laporan
tengah
tahunan
menyusun kepada
TP
dan UKS
Kecamatan sesuai ketentuan dengan tembusan kepada instansi terkait.
Struktur Organisasi Tim Pelaksana UKS di Sekolah Dasar dan yang Sederajat : a. Pembina
: Camat
b. Ketua
: Kepala Sekolah/Madrasah/Pimpinan Ponpes
c. Sekretaris I
: Guru Pembina UKS/Pembina UKS
d. Sekretaris II
: Ketua Komite Sekolah/Majelis Madrasah
e. Anggota
: 1) Unsur Komite Sekolah 2) Petugas UKS Puskesmas/BidanDesa 3) Ketua OSIS 4) Unsur Sekolah
Catatan : Anggota Tim dapat ditambah sesuai kebutuhan.
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR 4
A. PENDIDIKAN KESEHATAN Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang dan sehat baik fisik, mental, sosial dan lingkungan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang diperlukan bagi peranannya saat ini maupun dimasa yang akan datang. Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Pendidikan kesehatan ditekankan pada sikap dan perilaku hidup sehat. Hal ini sesuai dengan definisinya, bahwa KBK merupakan pernyataan tentang apa yang harus dicapai oleh siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Untuk itu, kompetensi yang dituntut pada Pendidikan Kesehatan diharapkan dapat terefleksi dalam cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. UKS dalam kurikulum 1994 merupakan bagian dari Pendidikan Jasmani dan Kesehatan serta ada beberapa pokok bahasan Pendidikan Kesehatan yang dalam pembelajarannya dapat disampaikan secara terpadu dengan pengetahuan alam. Sebagai contoh, pokok bahasan makanan sehat dan penyakit menular dapat digabung dengan mater IPA. Sedang pada kurikulum KBK, UKS merupakan bagian dari Sains di SD.
1. Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan Pendidikan Kesehatan ialah agar peserta didik : a.
Memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan teratur.
b.
Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat.
c.
Memiliki ketrampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan.
2-16 Kesehatan
d.
Memiliki kebiasaan dalam hidup sehari-hari yang sesuai dengan syarat kesehatan.
e.
Memiliki kemampuan untuk menalarkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
f.
Memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan yang seimbang.
g.
Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
h.
Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar.
i.
Memiliki tingkat kesegaran jasmani dan derajat kesehatan yang optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.
2. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan diberikan melalui : a.
Kegiatan kurikuler, dan
b.
Kegiatan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan
pendidikan
melalui
kegiatan
kurikuler
adalah
pelaksanaan pendidikan kesehatan pada jam pelajaran sesuai dengan Garis-garis Besar Program Pengajaran mata pelajaran sains dan ilmu pengetahuan sosial. Pelaksanaannya
dilakukan
melalui
peningkatan
pengetahuan,
penanaman nilai dan sikap positif terhadap prinsip hidup sehat dan peningkatan ketrampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan. Materi Pendidikan Kesehatan di SD yang masuk dalam SAINS pada KBK adalah sebagai berikut : a. Kebersihan dan kesehatan pribadi. b. Makanan bergizi. c. Pendidikan kesehatan reproduksi.
Kesehatan 2-17
d. Pengukuran tingkat kesegaran jasmani.
a. Kebersihan dan Kesehatan Pribadi Memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi adalah salah satu upaya pendidikan kesehatan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah/madrasah dan di rumah. Melalui peningkatan kebersihan dan kesehatan pribadi diharapkan peserta didik dapat meningkatkan derajat kesehatannya menjadi lebih baik. 1) Tujuan Pendidikan Kebersihan Pribadi a) Meningkatkan pengetahuan peserta didik mengenai masalah kebersihan dan hubungannya dengan kesehatan perseorangan, kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat. b) Mengubah sikap mental peserta didik kearah positif yang akan mendorong mereka agar secara sadar mencintai kebersihan, berbuat dan berperilaku sesuai dengan prinsip hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. c) Meningkatkan
keterampilan
peserta
didik
yang
akan
memungkinkan mereka memiliki kemampuan untuk hidup bersih, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan keluarga dan lingkungannya. Dalam usaha peningkatan kesehatan, masalah kebiasaan hidup bersih, menyenangi kebersihan dan keserasian harus ditanamkan sejak dini, yaitu dari kelas satu sekolah dasar, bahkan sejak ditaman kanakkanak (pra sekolah). Upaya pertama dan yang paling utama agar seseorang dapat tetap dalam keadaan sehat adalah dengan menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri, bahkan agama sangat memperhatikan kesehatan pribadi antara lain dengan adanya aturan bersuci, makan dan minum serta adanya pengaturan dispensasi pelaksanaan ibadah bagi orang sakit. Upaya menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri sebenarnya
2-18 Kesehatan
bukanlah hal yang mudah namun bukan pula hal yang terlalu sulit untuk dilaksanakan. 2) Memelihara Kebersihan Pribadi Upaya memelihara kebersihan pribadi peserta didik tidak terlepas dari upaya pendidikan secara keseluruhan dan pendidikan kesehatan pada khususnya, karena menjaga kebersihan pribadi secara optimal, tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya penanaman sikap hidup bersih dan contoh teladan dari orangtua dan masyarakat sekitarnya. Pendidikan kebersihan adalah salah satu upaya pendidikan yang diberikan di sekolah dan di lingkungan rumah tinggal. Adapun yang diharapkan dari kebersihan pribadi adalah agar peserta didik mengetahui akan manfaat dan pentingnya kebersihan pribadi an mampu membersihkan bagian-bagian tubuh, serta mampu menerapkan perawatan kebersihan pribadi dalam upaya peningkatan kesehatan pribadi. “Kebersihan pangkal kesehatan”. Slogan tersebut tidak dapat lagi kita pungkiri kebenarannya, oleh sebab itu hendaknya setiap orang selalu berupaya memelihara dan meningkatkan taraf kebersihan pribadinya, antara lain dengan cara-cara berikut. a) Membiasakan Hidup Bersih dan Sehat Kebiasaan yang baik maupun buruk, biasanya terjadi tanpa disadari oleh yang memiliki kebiasaan itu. Hal ini disebabkan karena kebiasaan adalah merupakan hal yang terbentuk dalam jangka waktu yang cukup lama, sehiangga kebiasaan tersebut seolah-olah telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari orang yang memilikinya. Contoh kebiasaan negatif (buruk) misalnya, meludah atau membuang sampah disembarang tempat, menggigit-gigit jari atau benda dan mengedip-ngedipkan mata. Sedangkan contoh kebiasaan positif (baik) misalnya, teliti dalam memilih sesuatu, selalu tepat pada waktunya (tidur, bangun pagi, berangkat ke sekolah, atau berolahraga) dan melakukan aktifitas jasmani secara teratur. Kebiasaan yang telah terbentuk dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sangat sukar diubah.
Kesehatan 2-19
Mengingat peranan kebiasaan dalam kehidupan itu sangat besar, maka upaya menanamkan sikap hidup bersih dan sehat sedini mungkin merupakan salah satu upaya pendidikan yang harus dilaksanakan, baik di sekolah maupun di luar sekolah termasuk di rumah tangga.
b) Upaya mencegah Penyakit Sebagian
besar
pencegahan,
penyakit
penularan,
telah
diketahui
perawatan
pengobatannya.
Pengetahuan
memperpanjang
hidup
tersebut
berjuta-juta
penyebabnya,
cara
bagi
penderitanya,
dan
telah
menyelamatkan
dan
manusia
di
dunia.
Namun,
keberhasilan itu tidak selalu dapat dicapai dengan mudah. Menderita atau mengidap suatu penyakit selalu identik dengan penderitaan dan sumber kerugian baik berupa waktu, uang, maupun harta benda. Bahkan untuk orang yang lalai, penyakit yang sebenarnya dapat dihindari itu ternyata tanpa disadari sudah terlanjur menjangkitinya. Akibat dari kelalaiannya itu, ia harus membayar mahal, bahkan mungkin dengan nyawanya sendiri. Mencegah selalu lebih baik dan murah daripada mengobati. Oleh karena itu, penting sekali mengusahakan agar setiap orang dapat berbuat dan melakukan usaha pencegahan, antara lain seperti dibawah ini. (1)
Memelihara dan meningkatkan kebersihan, serta menjauhkan diri dari sumber penyakit sehingga terhindar dari penularan.
(2)
Memeriksakan kesehatan diri pribadi secara teratur dalam jangka waktu tertentu,sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
(3)
Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, misalnya dengan jalan pengebalan (vaksinasi) dan selalu makan makanan yang bergizi sesuai dengan kebutuhan.
(4)
Meningkatkan dan memelihara tingkat kesegaran jasmani dengan cara olahraga atau latihan fisik, berekreasi dan beristirahat secukupnya.
Langkah-langkah pencegahan di atas, di samping jauh lebih baik daripada mengobati, juga lebih jauh murah, bahkan ada yang dilakukan
2-20 Kesehatan
tanpa memerlukan biaya sama sekali, misalnya, jogging atau lari pagi, dalam rangka meningkatkan dan memelihara tingkat kesegaran jasmani.
3) Memelihara Kesehatan Pribadi Peliharalah selalu kesehatan pribadi sebaik-baiknya agar tubuh tetap sehat, mulai dari pemeliharaan kesehatan kulit, kuku, rambut, mata, hidung, telinga, mulut dan gigi serta pakaian. a) Menjaga Kebersihan Kulit Kulit memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan tubuh agar tetap sehat. Oleh sebab itu, kesehatan kulit harus selalu terjaga dengan baik. Kulit yang sehat akan dapat menjalankan fungsinya denagn baik. Untuk itu, kulit harus selalu dipelihara kebersihannya. Cara membersihkan kulit secara keseluruhan umumnya dilakukan dengan mandi, karena mandi berguna untuk menghilangkan
kotoran
yang
melekat
pada
permukaan
kulit;
menghilangkan bau keringat merangsang peredaran darah dan syaraf serta mengembalikan kesegaran tubuh. Cara mandi yang baik dan benar : (1) Seluruh permukaan kulit disiram dengan air yang dipakai untuk mandi. (2) Seluruh permukaan tubuh/kulit digosok dengan sabun untuk menghilangkan kotoran yang menempel di kulit terutama pada bagian yang lembab dan bagian yang berlemak (lipatan telinga, mata kaki, ketiak, lipatan paha, jari kaki/tangan dan muka) sampai kotoran hilang. (3) Setelah digosok dengan sabun seluruh permukaan kulit/tubuh kemudian disiram dengan air bersih sampai semua sisa sabun yang menempel di kulit terbuang/hilang. (4) Keringkan seluruh permukaan tubuh/kulit dengan handuk pribadi yang bersih dan kering.
Kesehatan 2-21
b) Memelihara Kebersihan Kuku Kuku yang kotor dapat menjadi sanrang penyakit yang selanjutnya dapat ditularkan kepada begian tubuh yang lain. Oleh karena itu, baik kuku jari tangan maupun jari kaki harus selalu dipelihara kebersihannya. Ciri-ciri kuku yang sehat adalah: (1) Kuku tumbuh dengan baik, (2) Kuat, (3) Bersih, dan (4) Halus. Merawat kuku dapat dilakukan dengan memotong ujung kuku sampai beberapa milimeter dari tempat perlekatan antara kuku dan kulit, potongannya disesuaikan dengan bentuk ujung jari. Kemudian kikirlah tepi kuku yang telah dipotong agar menjadi rapi dan tidak tajam. Setelah kuku dipotong rapih, sebaiknya dilanjutkan dengan pencucian. Untuk mencuci kuku sebaiknya digunakan air hangat, kemudian kotoran yang ada dibawah kuku dibersihkan dengan sikat sampai bersih seluruhnya setelah itu dikeringkan dengan lap atau handuk kecil yang kering dan bersih.
c) Memelihara Kebersihan Rambut Menjaga kebersihan atau pemeliharaan rambut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. (1) Pencucian Rambut Frekuensi pencucian rambut sangat tergantung kepada hal-hal berikut. (a) Tebal atau tipisnya rambut, semakin tebal harus pula semakin sering dicuci. (b) Lingkungan atau tempat berada seseorang, misalnya pada lingkungan yang berdebu orang tersebut harus sering mencuci rambutnya. (c) Seseorang yang sering memakai minyak rambut harus pula sering mencuci rambutnya.
2-22 Kesehatan
Adapun cara-cara mencuci rambut adalah seperti berikut. (a) Rambut dicuci dengan menggunakan bahan pembersih seperti shampo, paling sedikit dua kali seminggu secara teratur. (b) Rambut disiram dengan air yang bersih kemudian digosok dengan menggunakan bahan pembersih tersebut (shampo). (c) Seluruh bagian rambut dan permukaan kulit kepala digosok dan dipijat-pijat agar kotoran yang melekat dapat terlepas dan selanjutnya dibilas dengan air bersih. (d) Bila rambut masih dirasa kotor, gosok kembali dengan bahan pembersih, kemudian dibilas berkali-kali dengan air bersih sampai rambut terasa bersih (cirinya rambut terasa kesat). (e) Selanjutnya rambut dikeringkan dengan handuk yang bersih.
(2) Pemangkasan dan Penyisiran Rambut (a)
Untuk anak perempuan Pada waktu-waktu tertentu (misalnya 3 bulan atau 6 bulan sekali)
rambut sebaiknya dipotong atau dipangkas sesuai dengan bentuk kepala dan selera atau model yang diinginkan. (b)
Untuk anak laki-laki Pada anak laki-laki memangkas rambutnya bisa 1-2 bulan sekali
atau menurut keadaan. Selanjutnya rambut disisir dengan rapi supaya tidak kusut dan mudah dirawat.
d) Memelihara Kebersihan dan Kesehatan Mata (1)
Mata sebaiknya dibersihkan setiap hari.
(2)
Sewaktu-waktu sebaiknya dibersihkan menggunakan kapas yang dibasahi boorwater 3% atau air yang sudah dimasak. Caranya ialah dengan menyapukan kapas mulai dari pinggir mata terus kearah tengah (menuju hidung). Lakukan hal ini berulang-ulang sampai mata terasa bersih.
Kesehatan 2-23
(3)
Jangan menggosok mata dengan tangan yang kotor, kain atau sapu tangan yang kotor atau saputangan orang lain.
(4)
Periksakan mata setahun sekali ke dokter spesialis mata atau ke petugas kesehatan.
(5)
Biasakan membaca pada tempat yang cukup terang dengan jarak antara mata dan obyek yang dibaca tidak kurang dari 30 cm.
(6)
Biasakan makan makanan yang banyak mengandung vitamin A.
(7)
Berikan istirahat secukupnya bila telah melakukan pekerjaan yang melelahkan mata.
e) Memelihara Kebersihan Mulut dan Gigi Mulut, termasuk lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat pencernaan makanan. Mulut berupa suatu rongga yang dibatasi oleh jaringan lemak. Di bagian belakang mulut terhubung dengan tenggorokan dan di bagian depan ditutup oleh bibir. Gigi, terdiri dari jaringan tulang keras, terdapat pada rahang atas dan rahang bawah. Mulut dan gigi merupakan satu kesatuan karena gigi terdapat di rongga mulut. Dengan membersihkan gigi berarti kita selalu membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan yang tertinggal diantara gigi atau pada gusi gigi. Antara gigi serta gusi ini harus lebih diperhatikan kebersihannya. Untuk membersihkan celah-celah antara gigi yang terbaik adalah dengan menggunakan benang gigi, setelah itu baru dengan sikat gigi. Pada waktu menyikat atau menggosok gigi harus diingat bahwa arah penyikatan yang baik adalah dari gusi ke permukaan gigi, sehingga selain membersihkan gigi juga dapat melakukan pengurutan terhadap gusi. Disamping itu, dalam menggosok gigi dapat pula dikombinasikan dengan gerakan maju mundur dan penggosokan dilakukan sampai dirasakan bahwa semua bagian gigi telah bersih atau sudah tersikat. Setelah selesai disikat kemudian berkumur-kumur dengan air bersih. Lebih baik lagi bila menggunakan air yang sudah dimasak pada saat
2-24 Kesehatan
berkumur. Menggosok gigi sebaiknya dilakukan pada saat setelah selesai makan (makan pagi) dan pada waktu malam ketika akan tidur dengan menggunakan sikat pribadi dan jangan menggunakan sikat gigi orang lain. Karakteristik sikat gigi yang baik adalah yang bulu sikatnya tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak; permukaan bulu sikat gigi rata, kepala sikat gigi kecil, dan tangkai sikat gigi lurus.
f) Memakai Pakaian yang Bersih dan Serasi Pakaian
yang
dimaksud
disini
mengikuti
pakaian
yang
erat
hubungannya dengan kesehatan seperti kemeja, baju, celana, rok termasuk pakaian dalam, kaos kaki, sepatu, sandal dan lain-lain. Kegunaan pakaian adalah untuk melindungi kulit dari kotoran yang berasal dari luar dan juga untuk membantu mengatur suhu tubuh, misalnya pakaian yang tebal dapat menahan, menghalangi atau mengurangi tubuh dari udara dingin, sehingga orang yang bersangkutan tetap merasa hangat meskipun udara di sekitarnya dingin. Disamping itu, dapat pula mencegah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh, misalnya cacing tambang yang berada ditanah lembab akan dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit telapak kaki. Hal ini dapat dicegah apabila kita memakai alas kaki (sepatu atau sandal). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pakaian ini antara lain sebagai berikut. (2) Pakaian hendaknya diganti (a) setiap selesai mandi, dan (b) bila kotor atau basah karena keringat atau kena air hujan. (3) Kenakan pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuh. (4) Pakaian hendaknya dibedakan sesuai dengan keperluan antara lain; a. pakaian rumah, b. pakaian sekolah, c. pakaian untuk keluar rumah, d. pakaian olah raga,
Kesehatan 2-25
e. pakaian untuk rekreasi, resepsi atau pesta, dan f. pakaian tidur. (5) Pakaian yang telah dipakai keluar rumah hendaknya jangan dipakai untuk tidur karena kemungkinan telah terkena debu atau kotoran. (6) Jangan dibiasakan memakai pakaian orang lain untuk mencegah tertularnya penyakit (terutama penyakit kulit).
b. Makanan Bergizi Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan. Istilah pertumbuhan dan perkembangan sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan. Adapun definisi pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang biasanya diukur dengan ukuran berat (kilogram), ukuran panjang ( cm, meter), umur tulang dan keseimbangan. Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik. Perkembangan adalah berkembangnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Pertumbuhan
pada
masa
anak-anak
secara
langsung
dapat
dipengaruhi antara lain oleh faktor makanan yang cukup dan keadaan kesehatan, sedangkan penyebab tak langsung adalah kecukupan makanan dalam keluarga, asuhan orangtua, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sistem sanitasi lingkungan. Faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan anak adalah gizi seimbang, yaitu makanan yang banyak mengandung zat gizi. Adapun zat gizi dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu sebagai berikut:
2-26 Kesehatan
1. Zat Tenaga (hidrat arang/zat tepung, lemak) Zat tenaga disebut juga zat kalori karena zat ini diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan tenaga atau energi dalam bentuk kalori. Tenaga sangat dibutuhkan tubuh untuk menggerakkan alat atau organ-organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, otot dan lain-lain. Sumber zat tenaga adalah makanan yang mengandung hidrat arang atau zat tepung, zat pati atau karbohidrat. Adapun jenis makanan zat ini misalnya: tepung, biji-bijian, beras, ubi, umbi-umbian, ketela, roti, sagu, jagung dan gula.
2. Zat Pembangun (protein, mineral, air) Zat pembangun adalah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk membangun atau untuk melakukan pertumbuhan. Tubuh manusia terdiri dari
bagian-bagian
yang
kecil-kecil
berupa
sel-sel
yang
hidup
berkelompok membentuk organ-organ tubuh dan bekerja melakukan fungsinya. Oleh karenanya, sel-sel tersebut tumbuh dan sebagian akan menjadi aus, rusak atau mati, misalnya sewaktu terkena luka pada kulit, terkena panas yang menyengat atau karena infeksi kuman penyakit. Selsel yang mati dapat berupa kulit kering mengelupas atau bernanah. Sel yang rusak perlu diganti dengan yang baru, agar fungsi tubuh tetap berjalan normal. Sumber zat pembangun yang utama dikenal dengan protein atau zat putih telur. Sumber makanan zat pembangun dibagi dua yaitu, dari sumber nabati seperti kacang-kacangan (tempe, tahu dan lainlain), dan sumber hewan seperti daging sapi, ayam, kambing dan ikan.
3. Zat Pengatur (vitamin, mineral, air Zat pengatur adalah zat gizi yang berfungsi mengatur metabolisme (proses kerja tubuh). Metabolisme bisa diibaratkan ramainya lalu lintas di jalan raya, yang jika tidak ada polisi atau rambu-rambu lalu lintas tentu akan menimbulkan kemacetan, karena semua ingin mendahului. Demikian pula dengan organ-organ tubuh, dengan adanya zat pengatur, maka akan terjadi sinkronisasi tugas-tugas dalam proses metabolisme tubuh. Kalau
Kesehatan 2-27
tubuh kekurangan air, akan terasa haus dan otak akan menyuruh tangan mencari air. Kelompok zat pengatur adalah air, vitamin dan mineral. Sumber gizi ini banyak diperoleh dari makanan berupa sayuran dan buahbuahan. Zat-zat gizi tersebut sangat dibutuhkan tubuh, khususnya untuk anakanak. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mengonsumsi gizi seimbang atau yang sering kita kenal dengan empat sehat lima sempurna dengan contoh menu untuk sekali makan sebagai berikut. 1. Sepiring nasi sebagai sumber zat tenaga; 2. Sepotong daging atau ikan; 3. Sepotong tempe,sebagai sumber zat pembangun; 4. Semangkuk sayur; 5. Sepotong buah sebagai sumber zat pengatur. Contoh diatas merupakan menu makanan seimbang yang terdiri dari : makanan pokok, lauk pauk, dan sayur dan buah. Dengan jumlah kalori atau tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh; dan 6. Segelas susu setiap hari.
Pengukuran pertumbuhan Pengukuran pertumbuhan perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang seseorang berjalan normal atau tidak. Anak yang sehat akan menunjukan pertumbuhan yang optimal. Manfaat pengukuran pertumbuhan adalah sebagai berikut. a)
Sebagai bahan informasi untuk menilai keadaan kekurangan gizi baik yang akut maupun yang kronis.
b)
Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengabatan penyakit.
c)
Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. Untuk
mengikuti
pertumbuhan
anak-anak
sekolah
dasar
dan
madrasah ibtidaiyah dapat digunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) anak sekolah SD/MI berdasarkan jenis kelamin, dimana pengukuran dilakukan secara rutin sekali dalam empat bulan, adapun petugas yang melakukan
2-28 Kesehatan
pengukuran adalah murid (dokter kecil) dan guru pembina UKS sebagai pengawas kesehatan.
c. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bereproduksi artinya berkembang biak, yaitu proses terbentuknya makhluk baru yang sejenis dengan induknya. Makhluk hidup berkembang biak atau memiliki keturunan agar dapat mempertahankan jenisnya. Penyampaian pendidikan kesehatan reproduksi pada murid sekolah dasar lebih difokuskan pada pengenalan tubuh, organ reproduksi dan proses tumbuh kembang atau perkembangan manusia secara umum. Selain pada manusia, dilakukan juga pengenalan proses perkembang biakan pada hewan dan tumbuhan. Misalnya, mengenai perkembang biakan tumbuhan secara generatif atau perkawinan yang dikenal juga dengan penyerbukan sehingga membentuk biji dan buah, sedangkan pada hewan ada yang berkembang secara generatif dan ada yang dengan cara beranak atau melahirkan. Dengan
demikian,
para
murid
dapat
membedakan
proses
perkembangbiakan pada hewan, tumbuhan, dan manusia. 1) Arti Reproduksi pada Manusia Kesehatan Reproduksi berkaitan dengan masalah biologis yang menyangkut manusia dan hubungan antar manusia itu sendiri serta hubungan manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya. Bereproduksi berarti
menghasilkan
generasi
berikutnya,
yaitu
anak.
Proses
menghasilkan keturunan/reproduksi di antara manusia diatur oleh berbagai rambu hukum, agama, etika dan moral.
2) Haid dan Mimpi Basah Haid merupakan proses luruhnya lapisan dinding bagian dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah, sehingga haid ditandai oleh keluarnya darah dari vagina/kemaluan perempuan. Haid terjadi apabila sel telur yang dilepaskan oleh indung telur tidak dibuahi oleh sperma laki-laki,
Kesehatan 2-29
maka sel telur tersebut bersama-sama lapisan dinding rahim yang banyak mengandung pembuluh darah tersebut akan luruh atau gugur dan keluar melalui vagina. Haid tidak akan terjdi apabila kehamilan berlangsung. Masa akil baliq pada anak perempuan yang umumnya terjadi pada usia 11 atau 12 tahun ditandai dengan haid atau menstruasi yang pertama. Selain itu, haid juga menandakan bahwa telah terjadi kematangan organ reproduksi pada perempuan, namun hal ini bukan berarti
mereka
sudah
dapat
melakukan
hubungan
seks
untuk
bereproduksi di usia muda (hamil) karena hubungan seks dan kehamilan bukan hanya ditentukan oleh kematangan organ reproduksi semata tetapi juga harus mempertimbangkan kematangan psikologis, sosial, ekonomi, hukum, agama dan etika. Mimpi basah adalah pengeluaran air mani atau sperma (ejakulasi) yang terjadi pada saat tidur karena testis dan salurannya sudah penuh berisi sperma. Mimpi basah ini merupakan cara alamiah tubuh laki-laki untuk mengeluarkan timbunan sperma yang dibentuk terus menerus. Terjadinya mimpi basah menandakan organ reproduksi laki-laki telah matang.
d. Pengukuran Tingkat Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan dalam menjalankan fungsinya secara optimal dan efisien. Untuk mengetahui dan menilai tingkat kesehatan jasmani seseorang dapat
dilakukan
dengan
melaksanakan
pengukuran.
Pengukuran
kesegaran jasmani dilakukan dengan tes kesegaran jasmani. Untuk melaksanakan tes diperlukan adanya alat /instrumen. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) merupakan salah satu instrumen untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani.
2-30 Kesehatan
TKJI untu kelompok umur 6 – 9
TKJI untuk kelompok umur
tahun
10 – 12 tahun
1. Lari
30
meter
(mengukur 1. Lari
40
meter
(mengukur
kecepatan)
kecepatan)
2. Gantung siku tekuk (mengukur 2. Gantung siku tekuk (mengukur kekuatan dan ketahanan otot
kekuatan dan ketahanan otot
lengan dan bahu)
lengan dan bahu)
3. Baring
duduk,
(mengukur
30
kekuatan
detik 3. Baring dan
tegak
(mengukur 4. Loncat
600
meter
kekuatan
detik dan
tegak
(mengukur
tenaga explosif)
tenaga explosif) 5. Lari
(mengukur
30
ketahanan otot perut)
ketahanan otot perut) 4. Loncat
duduk,
(mengukur 5. Lari
600
meter
(mengukur
daya tahan jantung dan paru-
daya tahan jantung dan paru-
paru)
paru)
Cara Melaksanakan Pendidikan Kesehatan Cara melaksanakan Pendidikan Kesehatan di tingkat sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah pada prinsipnya adalah penanaman kebiasaan hidup bersih dan sehat, yang dititik beratkan pada kebersihan pribadi dan lingkungan. Adapun cara untuk melaksanakan Pendidikan kesehatan adalah melalui;
e. Penyajian/ceramah Penyajian materi menggunakan metode ceramah, diskusi, demonstrasi, pembimbingan,
permainan
dan
penugasan
mengikutsertakan peran aktif pesertaa pelatihan.
oleh
guru
dengan
Kesehatan 2-31
f. Penanaman Kebiasaan Penanaman kebiasaan dilakukan dengan penugasan untuk melakukan cara hidup sehari-hari dan diadakan pemeriksan serta pengamatan yang terus menerus dan berkelanjutan oleh guru dan kepala sekolah.
4. Faktor yang Menentukan Keberhasilan Pendidikan Kesehatan a. Keteladanan dan Dorongan Faktor keteladanan dan dorongan dari tenaga kependidikan (kepala sekolah, guru dan pegawai sekolah) di sekolah, orang tua di rumah maupun masyarakat mempunyai dampak positif terhadap keberhasilan pendidikan kesehatan. Contoh keteladanan dari guru dengan berpakaian rapi, tingkah laku yang baik, di lingkungan sekolah tidak merokok, dengan demikian diharapkan peserta didik akan mencontohnya.
b. Hubungan guru dan orang tua peserta didik Kesinambungan hubungan antara guru dan orang tua peserta didik hendaknya harus tetap terjaga dengan baik dalam pengertian apa yang diberikan oleh guru di sekolah, hendaknya juga ditunjang oleh orang tua di rumah.
5. Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan di sekolah ataupun di
luar
sekolah
denbgan
tujuan
antara
lain
untuk
memperluas
pengetahuan dan ketrampilan siswa serta serta melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya. Kegiatan ekstra kurikuler mencakup kegiatan yang berkaitan dengan pendidikana
kesehatan,
pelayanan
kesehatan
dan
poembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat (UKS). a. Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan antara lain sebagai berikut :
2-32 Kesehatan
1. Kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan isi buku paket yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan. 2. Wisata siswa. 3. Kemah (Persami). 4. Ceramah dan diskusi. 5. Lomba-lomba antarkelas maupun antarsekolah. 6. Bimbingan hidup sehat 7. Warung sehat sekolah. 8. Apotek hidup. 9. Kebun sekolah. b. Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (sekaligus merupakan upaya pendidikan) dapat dilakukan dengan diadakannya bimbingan hidup sehat yang berupa penyuluhan kesehatan, latihan keterampilah hidup sehat, dan aplikasi dari keterampilan tersebut. Penyuluhan kesehatan dan latihan ketrampilan hidup sehat antara lain berupa : 1) Dokter Kecil. 2) Palang Merah Remaja. 3) Saka Bakti Husada/Pramuka/Santri Husada. c.
Kegiatan
ekstrakurikuler
yang
berkaitan
dengan
pembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat. 1. Kerja Bakti Kebersihan. 2. Lomba Sekolah Sehat. 3. Lomba yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan. 4. Pembinaan kebersihan lingkungan mencakup pemberantasan sumber penularan penyakit. 5. Piket sekolah seperti dalam pelaksanaan 7 K.
Catatan :
Kesehatan 2-33
OSIS mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan program UKS yang dilakukan secara ekstrakurikuler di SLTP dan SLTA. Dalam pelaksanaan program UKS, OSIS dapat mengamati adanya masalah yang berkaitan dengan kesehatan melaporkannya kepada guru pembina OSIS, agar sama-sama mencari cara penanggulangannya antara lain berupa kegiatan yang berdasarkan konsep 7K.
6. Pendekatan dan Metode a. Pendekatan Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka melaksanakan pendidikan kesehatan antara lain ialah : 1. pendekatan individual; 2. pendekatan kelompok; 3. kelompok kelas; 4. kelompok bebas, dan 5. lingkungan keluarga Agar tujuan pendidikan kesehatan bagi para peserta didik dapat tercapai
secara
optimal,
dalam
pelaksanaannya
hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perbedaan individual peserta didik. 2) Diupayakan sebanyak-banyaknya melibatkan peran aktif peserta didik. 3) Sesuai dengan situasi dan kondisi ditempat. 4) Selalu mengacu pada tujuan pendidikan kesehatan termasuk upaya alih teknologi. 5) Memperhatikan kebutuhan pembangunan nasional. 6) Mengikuti/memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2-34 Kesehatan
b. Metode Dalam
proses
belajar
mengajar,
guru
dan
pembina
dapat
menggunakan metode : 1. belajar kelompok; 2. kerja kelompok/penugasan; 3. diskusi; 4. belajar perorangan; 5. pemberian tugas; 6. pemeriksaan langsung; 7. karyawisata; 8. bermain peran; 9. ceramah; 10. demonstrasi; 11. tanya jawab; 12. simulasi; 13. dramatisasi, dan 14. bimbingan (konseling)
B. PELAYANAN KESEHATAN
Penekanan utama pada, pelayanan kesehatan di Sekolah/Madrasah adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan secara serasi dan terpadu terhadap peserta didik pada khususnya dan warga sekolah pada umumnya. Di bawah koordinasi guru pembina UKS dengan bimbingan teknis dan pengawasan puskesmas setempat. Pelayanan
kesehatan
di
sekolah/madrasah
pada
dasarnya
dilaksanakan dengan kegiatan komprehensif yaitu kegiatan peningkatan kesehatan
(promotiof)
berupa
penyuluhan
kesehatan
dan
latihan
keterampilan memberikan pelayanan kesehatan, kemudian kegiatan
Kesehatan 2-35
pencegahan (preventif) berupa kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan pemberhentian proses penyakit sedini mungkin; serta melanjutkannya adalah kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitasi) berupa kegiatan mencegah cedera/kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi optimal. Namun demikian, upaya pelayanan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit terutama dilaksanakan melalui kegiatan : penjaringan kesehatan siswa kelas I atau baru masuk sekolah, pemeriksaan berkala seluruh siswa, PENYULUHAN KESEHATAN DAN IMUNISASI (bias ATAU Bulan Imunisasi Anak Sekolah pada setiap bulan November).
1. Tujuan Pelayanan Kesehatan a. Tujuan Umum Meningkatkan derajat kesehatan peserta didik dan seluruh warga masyarakat sekolah secara optimal. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku hidup sehat. 2) Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit dan mencegah terjadinya penyakit; kelainan dan cacat. 3) Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplokasi akibat penyakit/kelainan,
pengembalian
fungsi
dan
peningkatan
kemampuan peserta didik yang cedera agar dapat berfungsi optimal. 4) Meningkatkan pembinaan kesehatan, baik fisik, mental sosial maupun lingkungan.
2. Tempat Melaksanakan Pelayanan Kesehatan a. Di sekolah/madrasah dilakukan melaui kegiatan ekstrakurikuler.
2-36 Kesehatan
b. Di Puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan (misal dokter praktik) yang ada di sekitar sekolah/madrasah sesuai kebutuhan.
a. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pelaksanaan pelayanan kesehatan dilakukan melalui : 1. kegiatan peningkatan (promotif); 2. kegiatan pencegahan (preventif); dan 3. kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitasi)
1) Kegiatan Peningkatan (Promotif) Kegiatan peningkatan adalah kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan secara ekstrakurikuler. a. Latihan ketrampilan teknis dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pembentukan peran serta aktif peserta didik dalam pelajaran kesehatan, anatara lain sebagai berikut : (1)
Dokter Kecil.
(2)
Kader Kesehatan Remaja.
(3)
Palang Merah Remaja
(4)
Saka Bakti Husada/Pramuka.
b. Pembinaan sarana keteladanan yang ada di lingkungan sekolah antara lain seperti di bawah ini: (1)
Pembinaan warung sekolah sekolah.
(2)
Lingkungan sekolah yang terpelihara dan bebas dari faktor pembawa penyakit.
c. Pembinaan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2) Kegiatan Pencegahan (Preventif) a) Pemeliharaan kesehatan yang bersifat umum maupun yang khusus untuk penyakit-penyakit tertentu, antara lain demam berdarah, cacingan, muntaber.
Kesehatan 2-37
b) Penjaringan (screening) kesehatan bagi anak yang baru masuk sekolah. c) Mengikuti (monitoring/memantau) peretumbuhan peserta didik. d) Immunisasi peserta didik kelas I dan kelas VI di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. e) Untuk pencegahan penularan penyalit dengan jalan memberantas sumber
infeksi
dan
pengawasan
kebersihan
lingkungan
sekolah/madrasah dan perguruan agama. f) Konseling kesehatan remaja di sekolah/madrasah dan perguruan agama oleh guru BP dan guru agama dan Puskesmas oleh Dokter Puskesmas.
3) Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (Kuratif dan Rehabilitasi) a) diagnosa dini; b) pengobatan ringan; c) pertolongan pertama pada kecelakaan dan pertolongan pertama pada penyakit; serta d) rujukan medik. Pelaksanaan pelayanan kesehatan dilakukan secara terpadu, baik secara antarkegiatan pokok dari Puskesmas, maupun secara terpadu bersama para tenaga pendidik, dengan peran peserta didik dan orang tua mereka. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan unit organisasi kesehatan yang langsung memberi pelayanan kepada masyarakat secara menyeluruh dan integrasi di wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pembinaan kesehatan dalam mengupayakan kesehatan sekolah merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas. Tugas
dan
fungsi
Puskesmas
adalah
melaksanakan
kegiatan
pembinaan kesehatan dalam rangka meningkatkan usaha kesehatan di sekolah/madrasah dan perguruan agama yang mencakup :
2-38 Kesehatan
1) Memberikan pencegahan terhadap suatu penyakit dengan imunisasi dan lainnya yang dianggap perlu; 2) Merencanakan pelaksanaan kegiatan dengan pihak yang berhubungan dengan peseerta didik (kepala sekolah, guru, orang tua peserta didik dan lain-lain); 3) Memberikan bimbingan teknis medis kepada kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah; 4) Memberikan penyuluhan tentang kesehatan pada umumnya dan UKS pada khusunya kepada kepala sekolah, guru, pihak lain dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pelaksanaan UKS; 5) Memberikan pelatihan/penataran kepada guru UKS dan kader UKS (Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja); 6) Melakukan penjaringan dan memberikan rujukan terhadap kasuskasus tertentu yang diperlukan; 7) Memberikan pembinaan dan pelaksanaan konseling; 8) Menginformasikan kepada kepala sekolah tentang derajat kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani peserta didik dan cara peningkatannya; dan 9) Menginformasikan secara teratur kepada Tim Pembina UKS setempat, meliputi : a) segala kegiatan pembinaan kesehatan yang telah, sedang, dan akan dilakukan. b) Permasalahan
yang
dialami
pembinaan
kesehatan
di
dan
lain-lain
sekolah
dan
penyelenggaraan saran
untuk
menaggulanginya.
b. Pendekatan dan Metode Pendekatan pelayanan kesehatan dikelompokkan sebagai berikut : 1) Intervrensi yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah perorangan, antara lain pencarian, pemeriksaan, dan pengobatan penderita.
Kesehatan 2-39
2) Intervensi yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah lingkungan di sekolah, khususnya masalah lingkungan yang tidak mendukung tercapainya derajat kesehatan optimal. 3) Intervensi yang ditujukan untuk membentuk perilaku hidup sehat masyarakat sekolah. a) pelajaran dan pelatihan; b) bimbingan kesehatan dan bimbingan khusus (konseling); c) penyuluhan kesehatan; d) pemeriksaan langsung; dan e) pengamatan (observasi).
3. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pelaksanaan kesehatan kesehatan dalam UKS adalah mereka yang langsung melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu sebagai berikut : a. Guru yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk kegiatan pelayanan kesehatan di sekolah. b. Petugas kesehatan dari Puskesmas. c. Juga diikut sertakan orang tua dari peserta didik terutama ibu dari peserta didik itu sendiri. Pada guru dan ibu peserta didik diberi bimbingan secara khusus agar mampu melakukan tindakan sederhana tetapi bermanfaat sesuai prioritas dan kondisi serta kebutuhan peserta didik. Sementara bagi peserta didik dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler berupa penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan hidup sehat.
4. Cara Melakukan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan di sekolah/madrasah dilakukan sebagai berikut : a. Sebagian
kegiatan
pelayanan
kesehatan
di
sekolah
perlu
didelegasikan kepada guru, setelah guru ditatar atau dibimbing oleh petugasa Puskesmas.
2-40 Kesehatan
Kegiatan tersebut adalah kegiatan peningkatan (promotif), pencegahan (Preventif) dan dilakukan pengobatan sederhana pada waktu terjadi kecelakaan atau penyakit sehingga selain menjadi kegiatan pelayanan, juga menjadi kegiatan pendidikan. b. Sebagaian lagi kegiatan pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh petugas Puskesmas dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan secara terpadu (antar Kepala Sekolah/Madrasah dan Petugas Puskesmas). Sebagian pegangan dalam pendelegasian wewenang kepada guru dalam pelayanan kesehatan sesuai strata minimal pelayanan kesehatan di SD adalah sebagai berikut : No
Uraian Kegiatan
Tenaga
Guru
Puskesmas 1.
Membina sarana keteladanan gizi a. Pengorganisasian dan Pemeliharaan
⎯
√
√
⎯
⎯
√
⎯
√
√
⎯
kantin/warung sekolah. b. Pembinaan teknis dan pemantauan
2..
Membina sarana keteladanan kebersihan lingkungan a. Menggerakkan
pemeliharaan
dan
mengawasi kebersihan lingkungan di sekolah/madrasah. 1. Pengelolaan sampah 2.
Saluran
air
limbah
dan
sebagainya. b. Mencegah
terbentuknya
pembiakan penyakit,
di
tempat
binatang
penyebar
antaranya
pembasmi
sarang nyamuk (PSN). c. Pembinaan teknis dan pemantauan. 3.
Kesehatan 2-41
Membina kebersihan perorangan peserta didik. 1) Melakukan
pemeriksaan
rutin
⎯
√
⎯
√
Tenaga
Guru
kebersihan kuku, rambut, telinga, gigi, kulit dan sebagainya. 2) Mengadakan kegiatan menggosok gigi rutin di sekolah, sekali setiap bulan.
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas 4.
Mengembangkan
kemampuan
peserta
didik berperan aktif dalam pelayanan kesehatan
(kader
kesehatan
sekolah/dokter kecil). ⎯
√
√
⎯
√
√
√
√
1. Mengukur tinggi dan berat badan,
⎯
√
2. Mengukur
√
√
a. Koordinasi dan membantu latihan keterampilan b. Membimbing latihan teknis pelayanan kesehatan dan pengawasan materi teknis pelayanan kesehatan yang dilatihkan. c.
Memantau peran peserta didik yang sudah dilatih
5.
Penjaringan kesehatan pada peserta didik baru kelas I
6.
Pemeriksaan kesehatan periodik a. Untuk kesehatan periodik, berupa :
ketajaman
penglihatan
2-42 Kesehatan
dan pendengaran, 3. Pemeriksaan Hb.
√
⎯
⎯
√
Tenaga
Guru
b. Untuk guru
7.
Imunisasia a. Identifikasi peserta didik yang perlu diimunisasi
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas √
⎯
A. Menjaga kebersihan sumber air
⎯
√
b. Memeriksa keadaan/kondisi fisik air
√
⎯
⎯
√
√
⎯
b. Memberi imunisasi sesuai ketentuan Depkes
8.
9.
Pengawasan terhadap keadaan air
Pengobatan
ringan
dan
pertolongan
pertama di sekolah
10.
Rujukan medis untuk mengurangi derita sakit, kasus kecelakaan, keracunan atau masalah
kesehatan
lainnya
yang
membahayakan nyawa dan untuk penyakit khusus
yang
juga
memerlukan
penanganan khusus : a. Pengenalan dini kondisi yang perlu dirujuk b. Pengobatan kasus dan rujukan spesifik bila diperlukan.
Kesehatan 2-43
11.
Penanganan kasus anemi a.
Pengenalan
dini
dan
rujukan
ke
⎯
√
√
⎯
√
⎯
Tenaga
Guru
puskesmas B.
12.
Tindakan medis
Forum komunikasi terpadu a. Antar kegiatan pokok Puskesmas
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas b. Antar
Puskesmas
dan
sekolah/madrasah
13.
1. Koordinasi dan pelaksanaan.
⎯
√
2. Bimbingan dan pembinaan teknis
√
⎯
⎯
√
√
⎯
Pencatatan dan Pelaporan a. Pencatatan sederhana data kesehatan dan pelayanan kesehatan b. Pemantauan dan pelaporan sesuai sistem yang berlaku.
c.
Pelayanan Kesehatan di Pukesmas adalah bagi peserta didik yang dirujuk dari sekolah/madrasah (khusus untuk kasus yang tidak dapat diatasi di sekolah/madrasah). Untuk itu, perlu diadakan kesepakatan dalam rapat perencanaan tentang pembiayaan peserta didik yang dirujuk ke Puskesmas. Sekolah/madrasah sebaiknya mengupayakan dana
UKS
untuk
pembiayaan
yang
diperlukan
agar
masalah
pembiayaan tidak menghambat pelayanan kesehatan atau pengobatan yang diberikan.
2-44 Kesehatan
Untuk ini, setiap peserta didik sejak kelas I harus memiliki buku atau kartu rujukan yang dapat dipakai sampai kelas VI dan minimal pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai strata minimal yang ada di SD/MI
5. Kegiatan Utama Pelayanan Kesehatan di Sekolah Dasar Pelayanan kesehatan di sekolah diutamakan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan upaya pencegahan penyakit (preventif), serta upaya penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) yang dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut : a. Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler
dan
penyuluhan
kesehatan
serta
latihan
keterampilan oleh tenaga kesehatan di sekolah. Misalnya : kegiatan penyuluhan gizi, cara menggosok gigi yang benar, cara mengukur tinggi badan dan berat badan, serta cara memeriksa ketajaman penglihatan. b. Pencegahan
(preventif)
dilaksanakan
melalui
kegiatan
peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan pemberhentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul penyakit. Misalnya : Iunisasi yang dilakukan oleh petugas Puskesmas, pemberantasan sarangsarang nyamuk, pengobatan sederhana oleh dokter kecil, kegiatan penjaringan kesehatan (skrining kesehatan) bagi siswa SD kelas I yang baru masuk dan pemeriksaan berkala setiap 6 bulan bagi seluruh siswa. c. Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan melalui kegiatan mencegah komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi normal kembali. Kegiatan dapat berupa pengobatan ringan dan pertolongan pertama di sekolah seta rujukan medis ke puskesmas untuk
Kesehatan 2-45
mengurangi derita sakit, kasus kecelakaan, keracunan atau lain kondisi yang membahayakan nyawa dan kasus penyakit khusus. Kegiatan pokok pelayanan kesehatan di SD atau MI pada dasarnya mengacu pada standar pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan terdahulu. Adapun garis-garis besar kegiatan pelayanan kesehatan di SD dan MI adalah sebagai berikut : a. Penyuluhan Kesehatan Penyelenggaraan penyuluhan kesehatan adalah secara intergrasi baik lintas program maupun lintas sektor, yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dlam rangka pemutusan mata rantai penularan penyakit, upaya pemeliharaan kesehatan pribadi siswa dan guru yang ditekankan pada upaya pembentukan perilaku hidup bersih dan sehat, maupun lingkungan fisik sekolah untuk mendukung terciptanya suasana yang sehat dalam proses pembelajaran. Contoh:
Pemberantasan
Sarang
Nyamuk
(PSN),
pemberantasan
cacingan, pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif).
b. Imunisasi Setiap tahun Imunisasi dilakukan pada bulan November yang dikenal dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit Difteri dan Tetanus melalui imunisasi Difteri Tetanus Toxoid I menerima imunisasi DT, sedangkan siwa kelas VI menerima imunisasi TT.
c. Dokter Kecil Adalah peserta didik yang ikut melaksanakan sebagian usaha pelayanan kesehatan serta berperan aktif dalam kegiatan kesehatan yang diselenggarakan di sekolah.
2-46 Kesehatan
Peserta didik yang dapat menjadi Dokter Kecil harus menduduki kelas IV dan atau kelas V, berprestasi di kelas, berwatak pemimpin, bertanggung jawab, bersih, berperilaku sehat serta telah mendapatkan pelatihan dari petugas puskesmas/Tim Pembina UKS. Kegiatan yang dilakukan oleh Dokter Kecil di antaranya sebagi berikut. 1. Mengamati kebersihan dan kesehatan pribadi, 2. Mengenali penyakit secara awal, 3. Melakukan pengobatan sederhana, 4. Menimbang dana mengukur tinggi badan, 5. Memeriksa ketajaman penglihatan, 6. Memeriksa kebersihan gigi.
d. P3K dan P3P Kegiatan yang dilakukan pada P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) dan P3P (Pertolongan Pertama Pada Penyakit) adalah melakukan pengobatan sederhana dan pertolongan pertama pada penyakit dan kecelakaan di sekolah khususnya pada penanganan diare.
e. Penjaringan Kesehatan Kegiatan penjaringan kesehatan dilakukan bagi siswa kelas I yang baru masuk dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan UKS. Inti dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah, antara lain status gizi anak, kesehatan indera penglihatan dan pendengaran yang merupakan faktor penting bagi anak dalam proses pembelajaran. Penjaringan kesehatan dilakukan secara bertahap pada siswa sekolah yang baru masuk yaitu : 1) Pada tahap awal penjaringan kesehatan akan dilakukan di sekolah oleh guru dan dibantu oleh Dokter Kecil, meliputi pengenalan gejala sederhana penyakit, baik melaui pengamatan maupun dengan cara wawancara dengan peserta didik dan orang tua mereka.
Kesehatan 2-47
2) Pada tahap selanjutnya penjaringan kesehatan dilakukan oleh tenaga paramedis dengan prosedur cara pengamatan. 3) Pada tahap ketiga, penjaringan kesehatan dilakukan oleh dokter dan akan jelas memisahkan kasus yang telah dideteksi pada tahap pertama dan kedua, untuk kemudian menetapkan tindak lanjut penanganan kasus tersebut.
f. Pemeriksaan Berkala Pemeriksaan berkala dilakukan oleh petugas kesehatan guru UKS dan Dokter Kecil kepada seluruh siswa dan guru setiap 6 bulan, untuk memantau, memelihara serta meningkatkan status kesehatan mereka. Kegiatan yang dilakukan berupa penimbangan BB dan pengukuran TB, pemeriksaan ketajaman penglihatan dan pendengaran oleh guru UKS dibantu oleh Dokter Kecil, serta pemeriksaan kesehatan oleh petugas kesehatan.
g. Pengawasaan Warung Sekolah Untuk dapat menyelenggarakan warung sekolah/kantin yang sehat tentunya harus didukung oleh pengetahuan dan keterampilan mengenai gizi, kebersihan dan lain-lain dan pembinaan ini dilakukan baik oleh tenaga kesehatan, guru maupun dokter kecil.
h. Dana Sehat Dana Sehat atau Dana UKS pada dasarnya adalah dana yang diperuntukkan
untuk
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan UKS di Sekolah atau Madrasah. Ada 2 (dua) komponen pokok dari dana UKS, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan dana itu sendiri dan pengelolaannya. 1) Dana Yang dimaksud dana di sini adalah uang atau barang yang diterima atau dikumpulkan oleh Tim Pelaksana UKS baik dari peserta didik,
2-48 Kesehatan
Komite
Sekolah,
pemerintah
maupun
dari
masyarakat
untuk
pelaksanaan program UKS di Sekolah/Madrasah. 2) Pengelola Pada organisasi Tim Pelaksana UKS harus ada bendahara yang bertugas melakukan pembukuan atau pengelolaan dana UKS yang dicatat dalam buku khusus untuk pendanaan UKS dengan format seperti terlampir. 3) Pengelolaan Dana UKS Dana yang diperoleh dan digunakan oleh Tim Pelaksanaan UKS harus dikelola dengan baik. Untuk keperluan tersebut maka harus ditetapkan bendahara (guru atau anggota Komite sekolah) untuk menyiapkan pembukuan yang meliputi pencatatan alihan dana dan barang, bagaimana cara pertanggungjawabannya dan bagaimana pelaporannya.
i. UKGS UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) adalah pelayanan kesehatan gigi yanga dikerjakan oleh petugas kesehatan (petugas Puskesmas) yang terdiri dari 3 macam pelayanan yaitu : 1) UKGS tahap I berupa pendidikana dan penyuluhan kesehatan gigi mengadakan kegiatan menggosok gigi massal untuk kelas I, II, III dibimbing oleh guru dan memakai pasta gigi mengandung fluoride minimal 1 kali sebulan. 2) UKGS tahap II berupa UKGS tahap I ditambah penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit (oleh guru), pelayanan medis gigi dasar atas permintaan dan rujukan bagi yang memerlukan. 3) UKGS tahap III berupa UKGS tahap II ditambah dengan pelayanan medik dasar pada kelas terpilih sesuai kebutuhan tiap kelas.
Kesehatan 2-49
C. PEMBINAAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEHAT
Program pembinaan lingkungan sekolah sehat mencakup hal-hal berikut : 1. Program Pembinaan Lingkungan Sekolah a. Lingkungan Fisik Sekolah a. penyediaan air bersih; b. pemeliharaan tempat penampungan air bersih; c. pengadaan dan pemeliharaan tempat pembuangan sampah; d. pengadaan dan pemeliharaan air limbah; e. pemeliharahan WC/kakus/urinoir; f. pemeliharaan kamar mandi; g. pemeliharaan kebersihan dan kerapihan ruangan kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, dan tempat ibadah; h. pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah (termasuk penghijauan sekolah); i.
pengadaan dan pemeliharaan warung/kantin sekolah;dan
j.
pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah.
b. Lingkungan Mental dan Sosial Program pembinaan lingkungan mental dan sosial yang sehat dilakukan melalui usaha pemantapan sekolah sebagai lingkungan pendidikan (Wiyatamandala) dengan meningkatkankan pelaksanaan konsep ketahanan sekolah (5K), sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah. Selain peningkatan pelaksanaan konsep 5K, program pembinaan dilakukan dalam bentuk kegiatan antara lain : 1) konseling kesehatan; 2) bakti sosial masyarakat sekolah di lingkungan dan sekitarnya; 3) perkemahan; 4) penjelajahan/hiking/darmawisata;
2-50 Kesehatan
5) teater, musik, olahraga; 6) kepramukaan, PMR, Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja; dan 7) karnaval, bazar, lomba.
2. Pembinaan Lingkungan Keluarga Pembinaan lingkungan keluarga bertujuan untuk : a. Meningkatkan pengetahuan orang tua peserta didik tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan; dan b. Meningkatkan kemampuan dan partisipasi orang tua peserta didik dalam pelaksanaan hidup sehat.
Pembinaan lingkungan keluarga dapat dilakukan antara lain dengan : a. Kunjungan rumah yang dilakukan pelaksana UKS; b. Ceramah kesehatan yang dapat diselenggarakan di sekolah dengan bekerja sama dengan dewan sekolah, atau dipadukan dengan kegiatan di masyarakat dengan koordinasi LKMD.
3. Pembinaan Masyarakat Sekitar a. Pembinaan dilakukan dengan cara pendekatan kemasyarakatan dapat dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah dan pondok pesantren, guru, ataupun pembina UKS. Misalnya dengan jalan membina hubungan baik atau kertjasama dengan masyarakat/LKMD/dewan kelurahan, ketua RT/RW, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. b. Penyelenggaraan penyuluhan tentang kesehatan dan pentingnya arti pembinaan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang sehat. Untuk ini, masyarakat bisa diundang ke sekolah. Pembicaraan dapat dimintakan dari Puskesmas, pemerintah daerah setempat, dan narasumber lainnya misalnya dari LSM. c. Penyuluhan massa baik secara tatap muka maupoun melaui media cetak dan audio visual.
Kesehatan 2-51
d. Menyelenggarakan proyek panduan di sekolah/madrasah dan pondok pesantren.
4. Program Pembinaan Unsur Penunjang Untuk mencapai 2 (tiga) tujuan pokok UKS di atas, perlu pula dilakukan upaya pembinaan terhadap unsur penunjang yang terdiri dari hal-hal berikut : a. Pembinaan Ketenagaan Pengertian ketenagaan meliputi : 1. pembinaan teknis (guru petugas kesehatan) 2. pembinaan non-teknis (pengelola pendidikan, pengawas sekolah, anggota Tim Pembina UKS, karyawan sekolah dan sebagainya). Pembinaan ketenagaan untuk pembina teknis dan non teknis meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Peningkatan jumlah (kualitas) meliputi kegiatan : a. pendidikan formal untuk tenaga kependidikan; b. pendidikan formal untuk tenaga kesehatan; c. menambah tenaga guru dan pendidikan jasmani dan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan, tenaga Puskesmas (medis dan paramedis); d. menambah tenaga di sekolah seperti penjaga sekolah, petugas kebersihan dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan, dimana penambahan tenaga ini dapat diusahakan secara bersama-sama dengan dewan sekolah; e. menatar guru yang sudah ada dalam bidang kesehatan sehingga mereka dapat ditugaskan mengajar pendidikan kesehatan; 2) Peningkatan mutu (kualitas) melalui kegiatan : a) pendidikan formal; b) penataran/kursus singkat; c) forum diskusi; d) ceramah;
2-52 Kesehatan
e) rapat kerja; f) lokakarya; g) seminar; h) supervisi dan bimbingan teknis; dan i) studi banding.
b. Pembinaan Sarana dan Prasarana Pembinaan sarana dan prasarana; baik untuk pendidikan kesehatan maupun untuk pelayanan kesehatan, mencakup perangkat lunak (antara lain alat peraga pendidikan kesehatan, alat peraga pelayanan kesehatan), untuk ini perlu dilakukan pembakuan. Pembinaan
sarana
dan
prasarana
pendidikan
kesehatan
dan
pelayanan kesehatan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Pengadaan : a) pengadaan buku; b) pengadaan alat peraga; c) pengadaan ruang khusu untuk UKS, beserta perabotannya, alat kesehatan, bahan dan obat; dan d) alat adminstrasi. 2) Pemeliharaan, termasuk pengadaan dana untuk pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan, baik melaui anggaran rutin, anggaran pembangunan, maupun bantuan lain yang tidak mengikat. 3) Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan pelayanan kesehatan melalui teknologi tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2003. Materi Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Untuk Tenaga Kesehatan, Usaha Kesehatan Sekolah Di Tingkat Sekolah Dasar, Jakarta Departemen Kesehatan RI Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. 2003. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kulaitas Jasmani. 2003. Pedoman Penyelenggaraan dan Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. 2003. pedoman dan Modul Pelatihan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) bagi guru Sekolah Dasar (SD). Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. 2003. pedoman dan Modul Pendidikan Keterampilan Hidup Untuk Kesehatan Reproduksi Remaja bagi Pendidik Sebaya di SMP, SMA dan yang sederajat. Jakarta. Djayadiningrat s, 5KM. 1989. makanan Kesehatan dan Catering. Jakarta: CV. Miswar. Silberg J. 2002. The Value Book For Children 500 Permainan 5 Menit Permainan yang mudah dan cepat untuk anak usia 3 – 6 tahun. Jakarta: PT Alex Media Komputer di Kelompok Gramedia. Soetjiningsih, Ranuh IGN. Gde. 1995. tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Tim Pembina UKS Pusat. 1996. Pedoman Pembinaan Pengembangan UKS. Jakarta.
2-54 Kesehatan
Tim Pembina UKS Pusat. 1992. Cara melaksanakan UKS di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta. Tim Pembina UKS Pusat. 1992. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dana UKS bagi Tim Pembina UKS. Jakarta. Tim Pembina UKS Pusat. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan bagi Tim Pembina dan Tim Pelaksana UKS. Jakarta. United Nation Children’s Fund. 2002. Pedoman Hidup Sehat diadaptasi dari fach for life third edition. New York
BUKU AJAR
Paradigma Penjas
BAB I PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI Buku ajar ini memaparkan mengenai Asas dan landasan Pendidikan Jasmani,
Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani, dan
Pendidikan Jasmani berbasis masalah gerak. Setelah mempelajari buku ajar ini diharapkan peserta pelatihan akan menguasai mengenai Pengertian pendidikan jasmani, Filsafat pendidikan jasmani, Sikap dan Motivasi dalam Pendidikan Jasmani, Dampak Psikologis dari Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Pendidikan jasmani berbasis masalah gerak, modifikasi permainan
B. PRASYARAT Tidak ada
C. PETUNJUK BELAJAR Untuk mempelajari materi ini peserta pelatihan harus membaca materi pendidikan jasmani secara keseluruhan. Menyelesaikan semua tugas-tugas yang diberikan oleh instruktur dan aktif dalam diskusi kelas.
D. KOMPETENSI DAN INDIKATOR Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta pelatihan setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar dalam buku ajar adalah
peserta
pelatihan
dapat
menguasai
mengenai
Pengertian
pendidikan jasmani, Filsafat pendidikan jasmani, Sikap dan Motivasi dalam Pendidikan Jasmani, Dampak Psikologis dari Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Pendidikan jasmani berbasis masalah gerak, modifikasi permainan
BAB II KEGIATAN BELAJAR I A. Kompetensi dan indikator Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai peserta pelatihaan setelah menyelesaikan kegiatan belajar adalah: 1. Peserta pelatihan dapat Memahami pengertian pendidikan jasmani 2. Peserta pelatihan dapat Menyusun bahan ajar pendidikan jasmani 3. Peserta pelatihan dapat memahami tujuan pendidikan jasmani 4. Peserta pelatihan memahami filsafat pendidikan jasmani
B. Uraian Materi
1. PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan aktivitas otot-otot besar hingga proses pendidikan yang berlangsung
tidak
terhambat
oleh
gangguan
kesehatan
dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendiidkan keseluruhan, pendidikan jasmani merupakan usaha yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan organik, neuromuskuler, intelektual dan sosial.
2. BAHAN AJAR PENDIDIKAN JASMANI Guru pendidikan jasmani merealisasikan tujuannya dengan mengajarkan dan meningkatkan aktivitas jasmani, dengan bimbingan tujuan
pendidikan.
Kegiatan
pekerjaan
sehari-hari
berwujud
mengajarkan aktivitas jasmani, meskipun tugas yang sesungguhnya adalah usaha bantuan mengembangkan keselluruhan pribadi anak.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-3
Hal itu berarti bahwa murid-muridnya harus belajar sesuatu dari padanya. Mereka harus memperoleh kemajuan dalam aktivitas fisiknya dengan nyata. Tidak dapat hanya asal merka senang dalam kesibukannya. Mengajar berarti membuat kemajuan. Guru pendidikan jasmani gagal dalam tugasnya bila murid-muridnya tidak mendapat kemajuan dalam penguasaan aktivitas jasmani yang diajarkan: kemajuan dalam memperhalus gerakan atau kemajuan dalam prestasi. Bahan ajar yang dipergunakan dalam pengajarannya adalah aktivitas jasmani. Itu dapat berupa permainan, tari-tarian dan latihanlatihan. Bagaimana dia mendapatkan aktivitas jasmani tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam tiap lingkungan budaya. Bagaimana guru pendidikan jasmnai memilih aktivitas yang cocok untuk melaksanakan tugasnya dari sekian banyak aktivitas tersebut?
Jelas
dia
tidak
dapat
mempergunakan
semuanya.
Penggunaan yang terlalu banyak akan membawa kedangkalan pengajarannya. Terlalu sedikit akan merugikan kebutuhan yang menyeluruh. Mengikuti mode menyebabkan dia terbawa arus, sedangkan sebenarnya dia hahrus menjadi petunjuk jalan. Berpegang teguh kepada yang sudah ada, dengan tidak memperdulikan kepada pandangan-pandangan baru, akan menyebabkan kekauan. Kriteria untuk mengadakan seleksi bahan ajar adalah sebagai berikut: a. Dimulai dengan pertanyaan. Apakah tujuan anda dengan pendidikan jasmani? Khususnya apakah tujuan pendidikan anda? b. Apakah aktivitas-aktivitas yang anda pilih itu berguna bagi tujuan itu? c. Aktivitas harus sesuai dengan keadaan lingkungan geografik, iklim dan keadaan lingkungan, dan seharusnya harus sesuai dengnan adat istiadat masyarakat
3-4 Paradigma Pendidikan Jasmani
d. Guru pendidikan jasmani harus memeriksa apakah aktivitasaktivitas yang dipilih sesuai dengan penghayatan gerak dan pengalaman jsmnai anak. e. Harus
dipertimbangkan
aktivitas
yang
dilakukan
harus
membangkitkan motivasi siswa f. Guru harus menguasai betul metodik dan katiivtas yang akan diajarkan.
3. TUJUAN PENDIDIKAN JASMANI Tujan pendidikan jasmani adalah: a. Memberikan bantuan kepada siswa untuk mengenal dunianya dengan kualitas-kualitasnya serta tempat dirina di dalamnya b. Meningktkan kesenangan gerak, kepastian gerak dan kekayaan gerak c. Meningkatkan kesehatan jasmnai, rohani dan sosial serta kegairahan hidup d. Mensiagakan menghadapi tugas dan waktu senggang e. Membimbing ke arah penguasaan kewajiban dengan matang sebagai pribadi yang kreatif Tidak
ada
pendidikan
jasmani
yang
tidak
bertujuan
pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, sebab gerak adalah dasar untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri.
4. FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI Aplikasi filsafat dalam pendidikan jasmani merupakan suatu hal yang sangat fital. Dengan filsafat yang diyakini, fakta-fakta yang akan dosoroti, terutama fakta-fakta dari llmu pengetahuan yang teruji dan kemudian mencoba melahirkan asas-asas yang akan dipakai sebagai dasar program pendidikan jasmani. Asas-asas
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-5
adalah ketentuan dasar atau sumber yang menjadi pedoman dalam proses langkah-langkah selanjutnya serta arah yang menunjukkan tujuan yang akan dicapai. Asas-asas dipandang pula sebagai hukum-hukum dasar yang menentukan potensi pengembangnan seterusnya. Karena fakta-fakta yang membentuk asas-asas dapat berubah maka asas-asaspun tidak luput dari perubahan. C. Latihan Carilah pada pagi hari, pada hari libur, orang-orang yang sedang giat melakukan kegiatan fisik, biasanya di tempat terbuka. Menurut penglihatan nanda, apakah yang sedang mereka kerjakan: berolahraga, pendidikan jsmnai atau bermain? Berikan alasannya!
D. Lembar Kegiatan 1. Alat dan Bahan a. Bahan ajar pendidikan jasmani b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk penyajian materi c. Buku sumber azas dan landasan pendidikan jasmani 2. Keselamatan dan kesehatan kerja Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang dibuat bersama agar terhindar dari kecelakaan 3. Prasyarat Tidak ada 4. Langkah Kegiatan a. Peserta pelatihan melakukan analisis berbagai pengertian pendidikan jasmani
3-6 Paradigma Pendidikan Jasmani
b. Peserta pelatihan memahami pengertian pendidikan jasmani c. Peserta pelatihan melakukan analisis terhadap penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani d. Peserta pelatihan mampu menyusun bahan ajar pendidikan jasmani e. Peserta pelatihan memahami tujuan pendidikan jasmani f. Tanya jawab tentang pengembangan bahan ajar pendidikan jasmani. g. Peserta pelatihan melakukan analisis mengenai bahan ajar pendidikan jasmani h. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
mengenai
filsafat
pendidikan jasmani i.
Instruktur meminta peserta pelatihan mendiskusikan hasil penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani.
j. Diskusi kelas
5. Hasil Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan aktivitas otot-otot besar hingga proses pendidikan yang berlangsung
tidak
terhambat
oleh
gangguan
kesehatan
dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendiidkan keseluruhan, pendidikan jasmani merupakan usaha yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan organik, neuromuskuler, intelektual dan sosial. Bahan ajar yang dipergunakan dalam pengajarannya adalah aktivitas jasmani. Itu dapat berupa permainan, tari-tarian dan latihan-
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-7
latihan. Bagaimana dia mendapatkan aktivitas jasmani tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam tiap lingkungan budaya. Tidak
ada
pendidikan
jasmani
yang
tidak
bertujuan
pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, sebab gerak adalah dasar untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri. Asas-asas adalah ketentuan dasar atau sumber yang menjadi pedoman dalam proses langkah-langkah selanjutnya serta arah yang menunjukkan tujuan yang akan dicapai. Asas-asas dipandang pula sebagai hukum-hukum dasar yang menentukan potensi
pengembangnan
seterusnya.
Karena
fakta-fakta
yang
membentuk asas-asas dapat berubah maka asas-asaspun tidak luput dari perubahan.
F. Tes Formatif 1 1. Jelaskan bahwa pendidikan jasmani bukan pendidikan untuk jasmani melainkan pendidikan melalui jasmani 2. Mengapa tarian sebagai kesenian dapat dipakai sebagai aktivitas pendidikan jasmani? 3. Apa yang dimaksud dengan kawasan-kawasan: a. Organik b. Motorik
BAB III KEGIATAN BELAJAR 2
A. Kompetensi dan Indikator Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta pelatihan adalah: 1. Sikap dan Motivasi dalam Pendidikan Jasmani 2. Dampak Psikologis dari Pembelajaran Pendidikan Jasmani
B. Uraian Materi 1. SIKAP DAN MOTIVASI DALAM PENDIDIKAN JASMANI Sikap merupakan kesiapan mental untuk berbuat, dan karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Sikap mencerminkan kecenderungan senang dan tidak senang berkenaan dengan suatu obyek. Sikap berkaitan erat dengan pikiran dan perasaan, sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku selanjutnya meskipun tidak selalu sempurna. Sikap hanya merupakan suatu rumusan yang bersifat jawaban sementara, yang masih memerlukan pembuktian, sikap tidak dapat diamati secara langsung, kendatipun kesimpulan mengenai sikap itu dapat ditarik melalui pengamatan. Sikap
berkembang
melalui
pengalaman
langsung
dan
komunikasi antar perseorangan. Melalui proses demikian keyakinan berkembang atau berubah, dan disimpan dalam memori. Anak mengembangkan dan mengubah kerangka keyakinan mereka, disamping mengembangkan penilaian tentang hal yang dicapai. Anak merasa senang atau tidak senang, gembira atau tidak gembira, berkesan
bermanfaat
atau
tidak
bermanfaat.
Pikiran
tersebut
tersimpan dalam ingatan yang tersusun dalam urutan tertentu. Ada
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-9
yang terkesan kuat ada yang hanya sekilas. Kesan dan keyakinan yang kuat akan lebih berpengaruh daripada kesan dan keyakinan yang lemah terhadap perilaku. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dan keyakinan terhadap pendidikan jasmani adalah: a. Pengetahuan
tenang
manfaat
kegiatan untuk meningkatkan
kesehatan b. Kegunaan kegiatan untuk mengisi waktu luang c. Pengaruh kegiatan terhadap kelelahan d. Pengaruh kegiataan untuk meningkatkan perasaan sejahtera e. Kegiatan yang menimbulkan kegembiraan f. Kegiatan untuk peningkatan kebugaran jasmani g. Penampilan fisik yang dianggap bagus.
Maksud dan tujuan positif bagi anak terhadap pendidikan jasmani merupakan faktor penentu yang penting dalam pengambilan keputusan, apakah anak anak-anak tersebut akan terlibat aktif secara aktif dalam aktivitas jasmani. Tujuan dan maksud tersebut dipengaruhi oleh sikap dan norma-norma sosial masyarakat. Sikap yang positif dapat berkembang melalui keyakinan dan nilai-nilai positif terhadap kegiatan jasmani tersebut. Norma-norma sosial juga mempengaruhi keinginan anak untuk mematuhi keyakinan, dan meniru perbuatan tokoh-tokoh kunci atau idola yang ada di sekitar mereka.
2. DAMPAK PSIKOLOGIS DARI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Ada beberapa dampak yang diperkirakan muncul pda diri siswa sebagai akibat dari pendidikan jasmani antara lain adalah: a. Adanya perubahan sikap dari negatif menjadi positif terhadap aktivitas jasmani
3-10 Paradigma Pendidikan Jasmani
b. Adanya perbaikan dalam hal efisiensi keterampilan hubungan sosial c. Adanya perbaikan dalam daya tanggap panca indera dan responrespon yang diberikan d. Adanya perkembangan positif dalam hal perasaan sehat sejahtera dan kesehatan psikologis atau kesehatan mental e. Adanya peningkatan dalam hal relaksasi f. Memberikan kelegaan dan mengurangi gejala dalam aspek gangguan psikosomatis g. Adanya penguasaan keterampilan gerak
Guru memainkan peran dalam menciptakan lingkungan dan iklim belajar mengajar yang kondusif, atau suasana yang dapat mempengaruhi kesadaran siswa secara positif terhadap kegiatan pendidikan jasmani. Seperti menegakkan aturan permainan yang memuaskan semua pihak, menggunakan peralatan dan perlengkapan yang memadai, dan menggugah semangat juang siswa. Dengan demikian perubahan dapat memberikan pengalaman yang berharga, dan pada akhirnya dapat menimbulkan dampak psikologis yang berarti pada diri siswa. Dampak psikologis dari pembelajaran pendidikan jasmanid alam spek motivasi dan sikap sebagai berikut: a. Perubahan dalam aspek perilaku bermotivasi, meiputi strategi penyesuaian diri untuk mencapai prestasi, sepetrti usaha keras, ketekunan, tanggung jawab setiap saat dan melaksanakan tugas secaraa optimal sesuai dengan tantangan yang dipilih b. Perubahan
dalamaspek
kesadaran
meliputi
kesadaran
dan
keyakinan tentang sebab-sebab keberhsilan dan kegagalan c. Perubahan dalam aspek yang berkaitan dengan sikap atau sifat optimis seperti kepuasan pribadi, kesenangan dan kegembiraan, pemulihan tenaga kerja, ketenangan dan ketentraman batin.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-11
Termasuk juga perubahan sikaap dari negatif menjadi lebih positif terhadap aktivitas pendidikan jsmani, dan kian meyakini dan manfaat yang ditimbulkannya.
C. Latihan Amati perilaku siswa pada saat proses pembelajaran pendidikan jasmani berlangsung. Analisis perilaku siswa yang responnya positif maupun negatif pada saat pembelajaran berlangsung!
D. Lembar kegiatan 1. Alat dan Bahan a. Bahan ajar b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk penyajian materi c. Buku sumber Landasan psikologis pendidikan jsmani di Sekolah Dasar
2. Keselamatan dan kesehatan kerja Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang dibuat bersama agar terhindar dari kecelakaan 3. Prasyarat Tidak ada 4. Langkah Kegiatan a. Peserta pelatihan mempelajari sikap dan motivasi dalam pendidikan jasmani b. melakukan analisis mengenai sikap dan motivasi dalam pendidikan jasmani c. Peserta
pelatihan
mempelajari
pembelajaran pendidikan jasmani
dampak
psikologis
dari
3-12 Paradigma Pendidikan Jasmani
d. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
terhadap
dampak
psikologis dari pembelajaran pendidikan jamani e. Instruktur meminta peserta pelatihan mendiskusikan dampak psikologis dari pembelajaran pendidikan jasmani f. Diskusi kelas
5. Hasil Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman Maksud dan tujuan positif bagi anak terhadap pendidikan jasmani merupakan faktor penentu yang penting dalam pengambilan keputusan, apakah anak anak-anak tersebut akan terlibat aktif secara aktif dalam aktivitas jasmani. Tujuan dan maksud tersebut dipengaruhi oleh sikap dan norma-norma sosial masyarakat. Sikap yang positif dapat berkembang melalui keyakinan dan nilai-nilai positif terhadap kegiatan jasmani tersebut. Norma-norma sosial juga mempengaruhi keinginan anak untuk mematuhi keyakinan, dan meniru perbuatan tokoh-tokoh kunci atau idola yang ada di sekitar mereka. Ada beberapa dampak yang diperkirakan muncul pda diri siswa sebagai akibat dari pendidikan jasmani antara lain adalah: a. Adanya perubahan sikap dari negatif menjadi positif terhadap aktivitas jasmani b. Adanya perbaikan dalam hal efisiensi keterampilan hubungan sosial c. Adanya perbaikan dalam daya tanggap panca indera dan responrespon yang diberikan d. Adanya perkembangan positif dalam hal perasaan sehat sejahtera dan kesehatan psikologis atau kesehatan mental e. Adanya peningkatan dalam hal relaksasi
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-13
f. Memberikan kelegaan dan mengurangi gejala dalam aspek gangguan psikosomatis g. Adanya penguasaan keterampilan gerak
F. Tes Formatif 2 1. Jelaskan pengaruh sikap dalam pembelajaran pendidikan jasmani 2. Jelaskan faktor yang mempengaruhi tingkat aktivitas anak dalam pendidikan jasmani 3. Jelaskan dampak positif dari pembelajaran pendidikan jasmani
BAB IV KEGIATAN BELAJAR 3
A. Kompetensi dan Indikator 1. Konsep teoritis pendidikan jasmani berbasih masalah gerak 2. Perubahan paradigma pendidikan jasmani 3. Konsep praktis permainan
B. Uraian Materi Pendidikan
nasional
harus
mampu
menjamin
pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Dalam menghadapi tantangan global perlu disiapkan sumber daya manusia yang handal dengan memiliki kemampuan profesional dalam bidangnya. Untuk menciptakan sumber daya tersebut diperlukan sistem pendidikan nasional yang mantap dan konsisten dengan mengikuti perkembangan IPTEK terkini. Pengembangan kurikulum merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi perubahan IPTEK yang terus melaju dengan cepat, sehingga kualitas lulusan dari semua jenjang pendidikan yang ada diharapkan akan mampu bersaing sesuai tuntutan perkembangan yang ada. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-15
jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk medorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap mental emosional-sportivitas-spiritual-sosial) serta pembiasaan pola hidup sehat
yang
bermuara
untuk
merangsang
pertumbuhan
dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di setiap
tingkat
satuan
pendidikan
yang
juga
telah
mengalami
penyempurnaan dan perubahan pada beberapa bagian tertentu. Jurusan Pendidikan Jasmani sebagai lembaga kependidikan yang memproduk calon guru pendidikan jasmani mempunyai relevansi dan tanggung jawab secara moral untuk menyiapkan lulusan yang handal dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan kurikulum. Agar produk Jurusan Pendidikan Jasmani memiliki akuntabilitas yang memadai, perlu untuk senantiasa menyegarkan pengetahuan dan pemahaman para dosen terhadap berbagai perubahan termasuk di antaranya adalah mengakomodasi paradigma baru dalam pendidikan jasmani KOMITMEN PENGAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Dalam pandangan DR. Bart Crum esensi masalah dalam pendidikan jasmani bukanlah pada pengajaran yang buruk (diindikasikan dengan rendahnya jumlah waktu akktif mengajar, pengajaran yang tidak tepat, umpan balik tidak tepat, akuntabilitas dsb). Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah pada keadaan yang tidak stabil, bergantung pada kesempatan adn peluang, dan tidak konsisten. Guru pendidikan
3-16 Paradigma Pendidikan Jasmani
jasmani tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk memfungsikan diri sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Banyak guru pendidikan jasmani yang tidak sungguh-sungguh berupaya dan memahami bahwa pendidikan jasmani adalah merupakan pendidikan yang penting untuk siswa. Istilah pengajaran sering tidak nampak atau hilang dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Banyak guru pendidikan jasmani yang berbicara mengenai ”pengajaran” dalam pendidikan
jasmani
tanpa
ada
bukti
konkrit
telah
terjadi
suatu
”pembelajaran” pada diri siswa. Sebagai akibat ketiadaan komitmen mengajar di kalangan guru pendidikan jasmani menyebabkan lemahnya proses ajar dalam pendidikan jasmani. Sebagai akibatnya pendidikan jasmani di sekolah tidak mencapai profil aktivitas belajar mengajar, dan bahkan
akibat
selanjutnya
pendidikan
jasmani
tidak
memberikan
keuntungan penting bagi siswa dan pendidikan. Keadaan tersebut menurut Bart Crum merupakan akibat dari kekuatan ideologikal yang sangat dominan dalam pelaksanaan profesi pendidikan jasmani. Kedua ideologi tersebut sangat berpengaruh pada pandangan dan pemikiran para guru pendidikan jasmani di sekolah. Ideologi pertama, mengambil dasar pada paham ”biologikal” reduksionisme yang kemudian dikualifikasikan pada ”ideologi biologitik”. Ideologi ini berawal dari sistem senam ”swedia”. Tokohnya adalah Per Henrik Ling, terutama putranya yang memandang tubuh sebagai alat gerak yang baik sebagai sistem tujuan. Sistem swedia ini berkembang di daerah Eropa Barat dan Amerika Utara. Wawasan ini didorong oelh berkembangnya beragam penyakit dari waktu ke waktu. Ide dasar ideologi ini adalah bahwa tubuh manusia diibaratkan sebagi mesin. Pendidikan jasmani dipandang sebagai ”pelatihan fisik” , sebagai alat, dan pelatihan gerak dan dapat meningkatkan status tubuh sebagai sebuah mesin.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-17
Pendidikan jasmani dipandang sebagai pelatihan jasmani dan dipandang penting untuk mencegah penyakit. Pendidikan jasmani dalam konsep tersebut memiliki karakteristik: •
Tujuan dirumuskan dalam bentuk efek pelatihan (mis: peningkatan daya tahan jantung dan paru-paru, kelentukan, power otot, dsb)
•
Deskripsi isi diterjemahkan dalam bentuk ”training exercise” (sering diklasifikasikan sesuai bagian-bagian tubuh).
•
Tujuan prinsisp metodelogikal: memelihara tubuh sesuasi dengan bagian tubuh
•
Deskripsi isi diterjemahkan pada tema-tema pelatihan (sering dikelompokkan kepada bagian-bagian tubuh)
•
Prinsip utama metodologis adalah memelihara siswa bergerak (sibuk) dengan intensitas tinggi dan pengulangan latihan yang rapat
•
Tugas siswa dirumuskan dalam tugas-tugas pelatihan (yaitu: tugas yang diarahkan pada adaptasi biologis tubuh sebagai mesin) daripada tugas belajar (yaitu: tugas gerak diarahkan pada peningkatan kompetensi)
Ideologi kedua, diambil dari pandangan idealisme pedagogikal yang dapat dikatagorikan kepada ”ideologi pedagogistik”. Di Amerika Utara ideologi ini disebut sebagi ”pendidikan melalui jasmani” yang diajukan oleh Thomas Wood dan Clark Hetherington. Ide dasar ideologi ini adal;ah
gerak
sebagai
suatu
media
ekslporasi,
komunikasi,
perkembangan umum pribadi, dan secara khusus pada perkembangan kognitif, aestetik, sosial dan perkembangan utuh generasi muda. Dalam pandangan ini pendidikan jasmani bukan dalam upaya ”bergerak dalam upaya belajar” tetapi ”belajar untuk bergerak”. Sebagai dampaknya, tujuan pendidikan jasmani yang dirumuskan menjadi semakin abstrak, seperti sebuah konsep yang tidak realistis.
3-18 Paradigma Pendidikan Jasmani
Sering ide tersebut disebut sebagai ”pndidikan fungsional”. Ide dasarnya diambil dari dampak kependidikan secara automatis dengan cara mengambil bagian ari segala aktivitas kependidikan yang ada. Ide seperti ini terjadi dan berkembang menjadikan guru pendidikan jasmani hanya mengorganisasikan kegiatan gerak dengan dukungan motivasi instrinsik siswa . Kedua ideologi tersebut menurut pandangan Bart Crum mengarah pada praktik tidak ada ”proses ajar”. Kedua ideologi memandang asumsi yang berbeda antara tubuh, gerak, siswa dan pendidikan. Namun keduanya memiliki kesamaan yaitu kedua konsepsinya didasarkan pada dualisme tubuh-pikiran. Kedua konsepsi memandang gerak bukan suatu tujuan tetapi alat mengintervensi tindakan. Pada ideologi pertama, gerak digunakan sebagai alat untuk membangun dan membentuk tubuh. Pada ideologi kedua, memandang gerak digunakan sebagai alat pengembangan karakter dan pembentukan kepribadian. Pada kedua konsepsi, terdapat predominansi ”kompensasi”. Pada ideologi pertama memandang pada kompensasi kurangnya gerak di lingkungan sekolah sehari-hari. Pada ideologi kedua, kompensasi mengarah pada lemahnya ”realita pendidikan” dalam proses belajar mengajar mata opelajaran pendidikan jasmani. Kedua
konsepsi
memicu
praktik
pendidikan
jasmani
tidak
mencirikan ”proses ajar”. Ideologi biologistik mengarah pada pendidikan jasmani sebagai pelatihan kebugaran. Ideologi pedagogistik mengarah pada pendidikan jasmani sebagai upaya mengembangkan karakter dari suatu penyajian yang terkendali.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-19
PARADIGMA BARU PENDIDIKAN JASMANI Pandangan bahwa pendidikan jasmani dapat berkontribusi pada pembentukan karakter, berpikir logis, mengembangakan interaksi sosial dan sebagainya, akan selalu lemah dan bahkan mungkin tidak terjadi sama sekali. Pendidikan
jasmani perlu dipandang memiliki dua kutub
yang saling berlawanan. Hal terpenting menurut Bart adalah meyakinkan pada setiap diri individu dan masyarakat bahwa berpertisipasi dalam ”budaya gerak” atau pendidikan jasmani dan olahraga merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera baik fisik maupun psikis. Bart mengajukan tiga pendapat sehubungan dengan budaya gerak: •
Pada masyarakat kontemporer (modern) partisipasi dalam budaya gerak berkontribusi kepada kualitas hidup seseorang
•
Keberlangsungan dan kepuasan berpartisipasi dalam budaya gerak bergantung
pada
sejumlah
kompensasi,
pemerolehannya
membutuhkan proses belajar mengajar •
Fakta menunjukkan bahwa setiap generasi muda pergi ke sekolah selama 12 tahun dan sekolah dapat menyelenggarakan spektrum pendidikan jasmani sebagai suatu syarat untuk memenuhi budaya gerak di sekolah. Konsep
budaya
gerak
mengacu
pada
bentuk
kehidupan,
konfigurasi nilai-nilai, keyakinan, konvensi, aturan perilaku, pemahaman, pengetahuan dan keterampilan. Sebagai contoh: sekelompok orang yang sedang merancang sebuah bangunan rumah, maka sangat mungkin disebut memiliki ”budaya rumah”. Di Indonesia terkenal dengan kain batik, maka sangat mungkin dikenal ”budaya batik”. Demikian pula dengan gerak sebagai suautu fenomena di masyarakat akan dikenal dengan ”budaya gerak”.
3-20 Paradigma Pendidikan Jasmani
Budaya gerak mengacu pada cara kelompok masyarakat berkaitan dengan isu dan pengenalan tubuh dan kebutuhan atau keinginan gerak sebagai bagian perilaku manusia dalam konteks kerangka kerja dan istirahat. Dengan demikian budaya gerak terdiri dari seperangkat aksi dan interaksi gerakan (mis: olahraga, permainan dan aktivitas kebugaran) yang lebih dikenal sebagai kegiatan di waktu luang. Partisipasi dalam budaya gerak merupakan faktor penting untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Partisipasi dalam budaya gerak perlu menunjukkan diri-sendiri”. Kompetensi tidak datang dengan sendirinya, perlu ada upaya sengaja melalui pembelajaran.
Kompetensi menurut Brat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: •
Techno-motor
competence
(kemampuan
untuk
memecahkan
keragaman masalah gerak) seperti: keterampilan untuk menangkap bola, mengoper bola, berenang menyeberangi sungai, atau menirukan gerakan tarian •
Socio-motor competence (kemampuan yang berkaitan dengan hubungan personal dan interpersonal, dan konflik yang terjadi dalam situasi masalah gerak). Contoh: menerima kemenangan atau
kekalahan,
mengenali
kemampuan
dirinya,
mengenali
bakatnya, berempati dengan sesama temannya, dan mengawali kemampuan lawannya •
Cognitve-reflective
competence
(kemampuan
untuk
mengembangkan pengetahuan dan wawasan untuk memahami aturan budaya gerak dan mampu mengubahnya sesuai dengan kebutuhan) seperti: mengetahui kaitan antara latihan dengan kebgaran,
memahami
aturan
bermain,
memiliki
wawasan
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-21
kemungkinan adaptasi aturan untuk mengubah keperluan dan situasi •
Affective competence (kemampuan untuk mengembangkan sikap posiiitif dalam permainan, olahraga atau situasi gerak)
PENDIDIKAN JASMANI: SEBUAH KONSEP BARU Pendidikan jasmani di sekolah bukanlah hanya sekedar mendidik jasmani atau mendidik melalui aktivitas jasmani, atau mengibaratkan tubuh sebagaimesin bagi sebuah jasmani. Tetapi, tentang gerak siswa dan mengajar siswa untuk bergerak, untuk memecahkan masalah. Misi pendidikan jasmani adalah memperkenalkan para generasi muda pada cakrawala dunia makna gerak, mengantarkan siswa menjadi terbiasa dalam situasi gerak. Manakala guru pendidikan jasmani mengajar dengan baik, maka cirinya adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mendapatkan identitas gerak personalnya dan menjadi suatu kebiasaan di rumah dan masyarakat. Dengan demikian, guru memberikan kepada siswa untuk memiliki kompetensi dan berpartisipasi dalam budaya gerak. Tubuh dalam hubungan dengan pendidikan jasmani adalah subjek. Tubuh diundang untuk berpartisipasi dalam pendidikan jasmani, dan sekaligus pula diundang untuk berpartisipasi dalam cakrawala dunia. Gerak insani merupakan bentuk dialogis antara manusia yang bergerak dengan lingkungan. Tubuh diundang untuk berkomuniasi dengan alam semesta dalam bentuk gerak. Dalam kaitan ini bentuk keber-upaya-an siswa untuk berdialog dengan lingkungan. Pendidikan jasmani merupakan pengantar siswa kedalam cakrawala dunia gerak. Ini berarti membuat situasi gerak menjadi terbiasa tertanam dalam diri siswa. Dengan demikian, pendidikan jsmani merupakan media kedalam budaya gerak.
3-22 Paradigma Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah bentuk pendidikan gerak untuk kualitas kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan gerak perlu menjadi referensi dalam penyelenggaraan pendidikan jasmani. Dalam penyelenggaraan itu, budaya gerak adalah bentuk reaksi masyarakat untuk dapat memahami dan mengenali serta sekaligus ber-satu-tubuh dalam kegiatan hidup sehari-hari. Dan karena itu pula, partisipasi dalam buday gerak berkontribusi pada kualitas hidup. Pengajaran pendidikan jasmani di sekolah sangat bergantung pada kriteria keputusan guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya. Terjadi atau tidaknya proses ajar sangat bergantung pada keputusan guru itu sendiri. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa budaya gerak perlu menjadi titik akhir dari semua referensi penyelenggaraan pendidikan jasmani di sekolah. Dan perlu diingat bahwa dari semua paparan diatas pendidikan jasmani perlu mendapatkan pengaturan yang cermat. Pengaturan itu perlu dilakukan mulai dari tataran kurikulum, isi kegiatan, sarana prasarana dan peralatan, kualifikasi guru, keterkaitan diantara kegiatan, dan makna utuh dari pendidikan jasmani itu sendiri. Beberapa
alasan
penting
perlunya
paradigma
baru
dalam
penyelenggaraan pendidikan jasmani adalah: adanya bukti keterkaitan tubuh sebagai subjek, jendela masuk ke dalam lingkungan dunia. Manusia hadir di dunia ketika tubuh juga diakui keberadaanya di dunia, dan bahkan tubuhlah sebagai pemicu pengenalan terhadap dunia. Gerak sebagai bentuk dialogis dengan dunia dan lingkungan yang mengundang manusia untuk bergerak. Gerak diinterpretasikan sebagai bentuk perilaku yang bermakna. Contohnya belajar menangkap bola bukanlah belajar untuk memisahkan diri manusia dari lingkungan dunia, tetapi belajar untuk memecahkan masalah lingkungan yang dihadapi manusia.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-23
MENCIPTAKAN SITUASI BELAJAR Gerak insani adalah upaya sengaja, gerak insani terjadi pada dimensi temporal, spasial dan sosial. Secara teoritis, gerak insani pada sistuasi belajar terjadi pada seperangkat lingkungan yang sengaja diciptakan. Oleh karena itu peran tugas belajar menjadi turut menentukan. Tidak adanya hubungan tugas belajar dengan konteks yang diberikan akan selalu menimbulkan masalah, artinya tidak akan memunculkan terjadinya proses ajar. Belajar melibatkan keterlibatan aktif siswa dengan lingkungannya. Para siswa tidak selalu harus mendapatkan informasi dari gurunya tetapi para siswa secara aktif mengumpulkan informai
dari
berbagai sumber yang terlibat didalamnyha. Upaya penciptaan lingkungan belajar ini selanjutnya disebut sebagai konstruktivis pedagogi. Prinsip-prinsip konstruktivis pedagogi adalah: •
Unit analisis sebagai pokok kajiannya menfokuskan diri pada hubungan individu dengan lingkungan
•
Asumsi dasar yang diyakini menekankan pada keaktifan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dari pada siswa yang pasif menerima informasi dari gurunya
•
Para siswa memiliki pemahaman dan pengalaman
•
Secara
sosial
dan
kultural,
para
siswa
mengkontruksi
pengetahuannya sendiri •
Belajar adalah sesuatu yang terus berkembang, termasuk cara siswa belajar, tumbuh matang dan berpengalaman
•
Belajar adalah bentuk kompilasi dari aspek kompetensi teknomotor, sosiomotor, kognitif-reflektif, dan afektif
•
Dan belajar adalah bentuk konseptual dari hubungan individu dengan lingkungannya
3-24 Paradigma Pendidikan Jasmani
PRINSIP-PRINSIP DIDAKTIK Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengarahkan keterjadian proses ajar secara didaktikal, yaitu: pertama adanya orientasi masalah. Dan kedua, adanya orientasi pada siswa. Beberapa panduan didaktik yang terkait orientasi masalah adalah: •
Mengorganisasikan proses belajar mengajar pada landasan kejelasan masalah gerak yang jelas
•
Menciptakan tugas belajar dalam konteks untuk memecahkan suatu masalah gerak
•
Menstrukturisasi lingkungan belajar sedemikian rupa sehinga masalah gerak dapat dilihat, dipahami, dan dialami oleh siswa
•
Mensyaratkan
siswa
mendapatkan
informasi
dengan
mengubah/memodifikasi konteks belajar
Panduan didaktik terkait orientasi siswa adalah: •
Kenali dan pahami perbedaan setiap individu siswa (termasuk identitas gerak, identitas belajar siswa)
•
Beri siswa tanggung jawab untuk belajar dengan caranya sendiri
•
Libatkan siswa dalam perencanaan, pengorganisasian
C. Latihan Buatlah satu bentuk modifikasi permainan untuk pembelajaran pendidikan jasmani
D. Lembar Kegiatan 1. Alat dan Bahan Ujian a. Bahan ajar b. Diktat pendidikan jasmani berbasis masalah gerak 2. Keselamatan dan kesehatan kerja
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-25
Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang dibuat bersama agar terhindar dari kecelakaan. 3. Prasyarat Tidak ada 4. langkah-langkah kegiatan a. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
berbagai
pengertian
pendidikan jasmani berbasis masalah gerak b. Peserta pelatihan memahami pengertian pendidikan jasmani berbasis masalah gerak c. Peserta pelatihan melakukan analisis terhadap penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak d. Peserta pelatihan mampu menyusun bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak e. Peserta pelatihan memahami tujuan pendidikan jasmani berbasis masalah gerak f.
Tanya jawab tentang pengembangan bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak
g. Peserta pelatihan melakukan analisis mengenai bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak h. Instruktur
meminta
peserta
pelatihan
mendiskusikan
hasil
penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak i.
Diskusi kelas
5. Hasil Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman
3-26 Paradigma Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani di sekolah bukanlah hanya sekedar mendidik jasmani atau mendidik melalui aktivitas jasmani, atau mengibaratkan tubuh sebagai mesin bagi sebuah jasmani. Tetapi, tentang gerak siswa dan mengajar siswa untuk bergerak, untuk memecahkan masalah. Misi pendidikan jasmani adalah memperkenalkan para generasi muda pada cakrawala dunia makna gerak, mengantarkan siswa menjadi terbiasa dalam situasi gerak. Guru pendidikan jasmani mengajar dengan baik, maka cirinya adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mendapatkan identitas gerak personalnya dan menjadi suatu kebiasaan di rumah dan masyarakat. Dengan demikian, guru memberikan kepada siswa untuk memiliki kompetensi dan berpartisipasi dalam budaya gerak. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengarahkan keterjadian proses ajar secara didaktikal, yaitu: pertama adanya orientasi masalah. Dan kedua, adanya orientasi pada siswa. Beberapa panduan didaktik yang terkait orientasi masalah adalah: •
Mengorganisasikan proses belajar mengajar pada landasan kejelasan masalah gerak yang jelas
•
Menciptakan tugas belajar dalam konteks untuk memecahkan suatu masalah gerak
•
Menstrukturisasi lingkungan belajar sedemikian rupa sehinga masalah gerak dapat dilihat, dipahami, dan dialami oleh siswa
•
Mensyaratkan
siswa
mendapatkan
informasi
dengan
mengubah/memodifikasi konteks belajar
F. Tes Formatif 3 1. Jelaskan proses pembelajaran pendidikan jasmani yang berbasis masalah gerak! 2. Jelaskan konsep pendidikan jasmani menurut Bart Crum!
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-27
3. Jelaskan maksud dari pendidikan jsmani adalah sistem hubungan individu dengan lingkungan!
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Ateng. 1992. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdikbud Agus Mahendra. 2006. Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak (disampaiakan dalam lokakarya Pembelajaran Penjas Berbasis Masalah Gerak). Bandung Rusli Lutan. 2001. Asas-asas Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas --------------. 2001. Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas --------------. 2004. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia. Jakarta: Depdiknas
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-29
KUNCI JAWABAN: Tes Formatif 1 1.
Teknik penskoran: Soal nomor 1, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilainya 20, sedang bila tidak benar diberi nilai 10. Soal nomor 2, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilaianya 50, sedang bila jawabannya salah diberi nilai 50. Soal nomor 3, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilainya 30, sedang bila jawabannya tidak benar diberi nilai 15.
BUKU AJAR
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
BAB I PENDAHULUAN Lingkungan alam terbuka yang terbentang luas di bumi nusantara, sebenarnya dapat didayagunakan secara kreatif sebagai media yang esensial bagi pengembangan diri siswa. Alam menyediakan peluang yang besar bagi siswa untuk belajar tentang berbagai hal, seperti nilai kejujuran, kepercayaan diri,kemampuan dan keterbatasan diri, serta aspek-aspek psikososial. Melalui lingkungan alam pula, siswa dapat berinteraksi dengan berbagai masalah yang tertata dialam bebas itu sendiri dalam suasana yang menyenangkan. Kegiatan “Jelajah Alam” merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berekspresi secara fisik mental dan emosional di alam bebas. Kegiatan ini memanfaatkan lingkungan alam bagi pengembangan pribadi anak secara utuh, melalui kegiatan jasmani yang memadukan rasa senang dalam bertualang, keinginan untuk mengatasi tantangan, dan kepuasan dalam memecahkan masalah bersama orang lain. Pada intinya model kegiatan “Jelajah Alam” dirancang agar peserta bisa merasakan kesenangan dan kepuasan dalam melakukan sesuatu kegiatan
yang
baru
pertama
kali
dilakukannya,
dimana
saat
melakukannya mendapat semangat dari orang-orang lain. Situasi ini dapat menumbuh kembangkan aspek-aspek psikososial seperti : kerjasama, menghargai orang lain, tangung jawab, dan empati. Semua kegiatan yang ada dalam model kegiatan “Jelajah Alam” merupakan hal baru bagi peserta yang sarat dengan situasi-siatuasi yang belum diprediksi sebelumnya, dan memerlukan adanya pemecahan masalah. Karena itu dalam melakukan kegiatan akan melibatkan resiko secara fisik dan emosional (phusical & emotional risks) dari para pesertanya.
Peserta
akan
merasakan
baik
keberhasilan
maupun
kegagalan dalam melakukan kegiatan-kegiatan didalam atmosfir kelompok yang menunjang (a supportive group atmoshpere). Situasi yang demikian
4-2 Pendidikan Luar Sekolah
sangat baik bagi pembinaan dan pengembangan harga diri (self esteem) yang utuh. Dengan
kata lain
peserta dapat mengembangkan rasa
menghargai diri sendiri, yakin akan kemampuan yang ada pada dirinya maupun keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, serta rasa percaya diri yang semakin baik/tinggi. Kesemuanya ini merupakan langkah awal menuju kedewasaan seseorang.
A. Tujuan Model Kegiatan Jelajah Alam Memanfaatkan
lingkungan alam bagi pengembangan pribadi anak
secara utuh, melalui kegiatan jasmani yang memadukan rasa senang dalam
bertualang,
keinginan
untuk
mengatasi
tantangan,
dan
kepuasan dalam memecahkan masalah bersama orang lain.
B. Sasaran Pembelajaran Melalui beberapa aktivitasnya, model kegiatan jelajah alam ini mempunyai sasaran pembelajaran : 1. Meningkatkan rasa percaraya diri 2. mengembangkan rasa saling mendukung didalam kelompok (“mutual support”) 3. mengembangkan agilitas dan koordinasi gerak 4. menumbuhkan rasa kepuasan terhadap diri sendiri dan keberadaan hidup bersama orang lain. 5. menumbuhkan rasa kebersamaan/menyatu dengan lingkungan alam bebas.
BAB II PENYELENGGARAAN Bagian penyelenggaraan ini perlu diutarakan agar hasil aktif darii kegiatan “Jelajah Alam mendekati tujuan kegiatan. Pada bab ini empat tahapan penyelenggaraan yang harus atau biasanya dilalui oleh suatu kegiatan, termasuk dalam kegiatan “Jelajah Alam”. Empat tahapan tersebut adalah persiapan, pelaksanaan, administrasi dan evaluasi. Hal ini penting, karena jangan sampai suatu kegiatan yang sudah menghabiskan banyak tenaga, dana dan waktu menjadi tidak bermakna karena penyelenggaraannya tidak diatur atau direncanakan secara matang. Jadi bukan hanya materi kegiatan yang penting, namun lebih dari itu bagaimana penyelenggaraan keseluruhan kegiatan juga memerlukan suatu perencanaan.
A. Tahap Persiapan Pada tahapan ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Waktu yang tersedia Rentang waktu yang tersedia, Ini penting bagi Pembina untuk menentukan dan memilih jenis kegiatan yang aan dilaksanakan. Hitung waktu efektif kegiatan, waktu perjalanan, persiapan setelah tiba di lokasi serta ketika hendak kembali ke sekolah. Dari perhitungan waktu ini Pembina dapat menyusun jadwal mulai berangkat ke lokasi sampai tiba kembali ke sekolah. 2. Karakteristik Peserta Yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, dan jumlah serta asal sekolah peserta, peserta berasal dari satu sekolah yang sama atau dari sekolah yang berbeda. Karakteristik peserta ini akan mempengaruhi dalam pemilihan jenis kegiatan.
4-4 Pendidikan Luar Sekolah
3. Pemilihan Lokasi Dalam pemilihan lokasi, harus diadakan survai terlebih dahulu. Dalam pemilihan lokasi ini, harus diperhatikan : a. Faktor keamanan dan keselamatan lokasi perkemahan (base camp) b. Berat ringgannya medan yang akan dijadikan route kegiatan penjelajahan. c. Tersedianya air bersih. d. Tempat mandi, cuci, kakus (MCK) e. Jarak dari rumah penduduk f. Puskesmas terdekat. 4. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan Data
tentang sarana dan rasarana yang dibutuhkan ini dapat
disusun setelah Pembina menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Usahakan data ini lengkap dan terinci, agar proses pelaksanaan berjalan lancar.
B. Tahap Pelaksanaan Hal yang paling penting dalam pelaksanaan kegiatan adalah terjalinnya kerjasama yang baik dan koordinasi. Para Pembina harus dapat menunjukkan bagaimana menyelenggarakan kegiatan dengan baik, paling tidak Pembina harus dapat menunjukkan kemampuan kerjasama, dan keterampilan psikososial lainnya kepada peserta. Dalam pelaksanaan ini para Pembina dan peserta harus menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari kerjasama tim (Team Work), sehingga diantara mereka harus saling memiliki keterkaitan dalam sebuah sinergi. Masing-masing individu harus menyadari tanggung jawab dan tugasnya secara proposional.
Pendidikan Luar Sekolah 4-5
C. Administrasi Fungsi administrasi dalam penyelesaian ini adalah hal-hal yang berkaitan dalam kepanitiaan. Beberapa yang harus diperhatikan pada fungsi administrasi ini adalah sebagai berikut : 1. Membentuk kesekretariatan Tim
kesekretariatan
merupakan
cikal
bakal
dari
kegiatan
keseluruhan. Tim ini bertugas untuk : a. Menyusun proposal b. Mencatat tiap tahap kegiatan, termasuk evaluasi pelaksanaan tiap jenis kegiatan. c. Membuat laporan penyelenggaraan secara keseluruhan. 2. Pembentukan
Panitia
Penyelenggara,
dengan
struktur
kepengurusan kurang lebih sebagai berikut : a. Penanggung jawab b. Ketua c. Wakil Ketua d. Sekretaris e. Bendahara f. Seksi Acara (tiap jenis kegiatan ada satu penanggungjawab) g. Seksi Perlengkapan h. Seksi-seksi lainnya yang dibutuhkan seperti : Konsumsi, Transportasi, Survei, P3K. 3. Pengurusan surat-surat ijin, antara lain : a. Surat ijin orang tua b. Surat ijin pemakaian lokasi c. Surat ijin kepolisian, dll
D. Kontrol Fungsi kontrol dalam penyelenggaraan “Jelajah Alam” ini adalah agar keseluruhan penyelenggaraan dapat berjalan sesuai rencana / perencanaan. Bila dimungkinkan, ada /tunjuk seseorang
4-6 Pendidikan Luar Sekolah
guru yang bertugas sebagai pengontrol jalannya kegiatan, sehingga bila kegiatan mulai keluar dari rencana dapat secara langsung dikembalikan ke jalur perencanaannya yang telah ditentukan
BAB III MODEL JELAJAH ALAM Model Jelajah Alam ini disusun sebagai pengisi waktu luang siswa yang berisikan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan psikososial siswa. Pada tiap kegiatan termuat
nilai-nilai
yang
dapat
dipergunakan
untuk
membangun
keterampilan psikososial seperti bersaing dengan sehat, percaya diri, kerjasama, tanggung jawab, demokrasi, asetif dan empati. Dengan ketrampilan psikososial tersebut siswa diharapkan dapat menemukan jati dirinya, mengetahui kelemahan dan kelebihannya dan terjadi perubahan sikap dan perilakunya untuk menjadi manusia yang lebih baik setelah mengikuti kegiatan ini. Untuk mencapainya model Arung Alam bukanlah suatu kegiatan yang dapat dilakukan hanya sepotong-potong, tetapi tiap siswa harus mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir untuk mendapatkan nilai-nilai yang diinginkan. Untuk itu maka ruang lingkup model disusun dengan skenario/tahapan sebagai berikut : A. Bina Suasana (Orientasi) Tahapan ini dimaksudkan sebagai tahao pengenalan antar satu peserta dengan peserta yang lain. Kekakuan atau keasingan yang diragukan dalam perjalanan menuju lokasi dicairkan dalam tahapan ini. Diharapkan siswa dapat mengenal sesama peserta, terjalin keakraban, dan juga mengenal lingkungan dimana nantinya peserta akan melaksanakan kegiatan. Dalam tahapan ini, termuat kegiatan : 1. Pencairan suasana 2. Perkenalan 3. Penjelasan pelaksanaan kegiatan
B. Inti kegiatan Sesuai dengan namanya, maka tahapan ini adalah tahapan dimana peserta sedikit demi sedikit, dari kegiatan yang paling mudah
4-8 Pendidikan Luar Sekolah
sampai kegiatan yang paling berat ditempa dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk : 1. Motivasi
keberanian, tantangan berprestasi.
2. Percaya diri
kemandirian
3. Sikap demokrasi
memimpin dan dipimpin
4. Kerjasama dan toleransi 5. Tanggung jawab
diri sendiri, orang lain/lingkungan
6. Rasa harga diri 7. Sportivitas/fair play 8. Komunikasi 9. Esertivitas 10. Empathi 11. Pengambilan keputusan 12. Pemecahan masalah
C. Evaluasi Tahapan ini adalah tahap pendinginan, dimana siswa setelah melewati beberapa pengalaman dan petualangan, mereka diajak untuk berkonsentrasi pada dirinya. Pada tahapan ini siswa diajak untuk : 1. Relaksasi 2. Refleksi diri Untuk mencapai tujuan/nilai-nilai yang akan dibangun, model ini memberikan alternatif kegiatan yang dapat dipilih dalam menu kegiatan. Menu kegiatan telah disusun menjadi beberapa pilihan kegiatan yang dapat dilaksanakan seperti skenario yang dapat dilalui oleh setiap siswa. Dalam menu kegiatan terdapat rangkaian kegiatan dari base camp (orientasi/bina suasana), route A (inti), Pos I (inti), route B (inti), Pos II (inti), route C (inti)i dan kembali ke base camp (evaluasi).
Pendidikan Luar Sekolah 4-9
Jenis kegiatan yang harus dipilih, disesuaikan dengan jumlah dan keadaan peserta, dan kondisi sarana dan prasarana yang tersedia. Untuk selanjutnya, setelah menu kegiatan dipilih/ditentukan, maka petunjuk pelaksanaan termuat dibagian lampiran jenis-jenis kegiatan.
D. Keselamatan Kegiatan ini mempunyai resiko yang relatif kecil Tolak ukur Keberhasilan Kegiatan ini dapat dikatakan berhasil apabila peserta dapat berdiri tegak bersama-sama dengan saling terkait dan menunjang.
E. Penugasan Sampaikan pada peserta bahwa apabila suatu masalah diselesaikan secara bersama-sama dengan penuh tanggung jawab, maka akan didapat suatu keberhasilan.
1. Tembok Runtuh Permainan tembok runtuh dimaksudkan untuk menumbuhkan keakraban diantara peserta. Melalui permainan ini peserta akan menampilkan sikap-sikap tertentu seperti keberanian, kepercayaan pada orang lain, tanggung jawab terhadap orang lain, serta kerjasama. a. Alat/perlengkapan : Dalam permainan ini tidak diperlukan peralatan khusus b. Pelaksanaan : 1). Peserta diminta untuk membuat dua barisan. 2). Dua barisan tersebut diminta untuk saling berhadapan dan berusaha
mengenali pasangan
yang
ada dihadapannya.
Usahakan setiap pasangan adalah pasangan yang berjenis kelamin sama.
4-10 Pendidikan Luar Sekolah
3). Setelah setiap pasangan saling mengenal satu sama lain, selanjutnya barisan yang satu diminta untuk membelakangi barisan yang lainnya. 4). Tugas yang harus dilakukan peserta pada barisan depan adalah memejamkan mata, kemudian menjatuhkan badan ke belakang dengan posisi badan tegap, kedua tangan rapat disamping badan. 5). Tugas peserta pada barisan belajang adalah menolong peserta/pasangan
dibarisan
depan,
agar
tidak
jatuh
ke
belakang. 6). Pembinaan memberi aba-aba agar barisan depan mulai memejamkan mata, kemudian barisan belakang agar mundur “dua langkah ..... tambah satu langkah ..... 7). Pembina memberi aba-aba kepada peserta agar bersiap-siap pada hitungan ketiga, peserta barisan depan mulai menjatuhkan badan ke belakang dan barisan belakang segera menolong pasangannya. 8). Lakukan kegiatan ini secara bergantian antara peserta yang menjatuhkan badan dan peserta yang akan menolong.
Pendidikan Luar Sekolah 4-11
c. Keselamatan : Permainan ini relatif aman apabila ada saling kerjasama, kepercayaan dan tanggung jawab pada tiap pasangan. d. Tolak ukur keberhasilan Keberhasilan memahami
permaina maksud
ini adalah
dari
permainan,
apabila
peserta dapat
yaitu
menumbuhkan
kepercayaan dan tanggung jawab pada orang lain. e. Penegasan : Tanyakan kepada peserta apa yang dirasakan ketika teman didepannya menjatuhkan badan. Jika masih ragu-ragu dan belum percaya pada temannya, maka pada saat menjatuhkan badan ke belakang ia akan tidak seimbang dan terjatuh. Tekankan bahwa melalui permainan ini akan menumbuhkan adanya kepercayaan kepada orang lain, kerjasama dan tanggung jawab.
2. MENITI TALI Meniti tali merupakan salah satu variasi kegiatan penjelajahan, apabila siswa sedang melaksanakan kegiatan tersebut dan ditengah perjalanan menemui sungai atau rawa yang tidak mungkin dilalui tanpa penggunaan alat tertentu, maka tali inilah yang kita fungsikan atau pergunakan sebagai jembatan penyeberangan. Kegiatan ini melatih para siswa dalam mengatasi segala hambatan atau rintangan yang dijumpai, disamping melatih keterampilan, keberanian, dan keuletan. Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat dikembangkan antara lain, kepercayaan diri, kepercayaan pada orang lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi tantangan, komunikasi dan pengambilan keputusan.
4-12 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/Perlengkapan •
2 buah tali / tambang besar dengan panjang + 20 m.
•
2 batang balok atau pohon hidup yang cukup besar.
•
Perlengkapan P3K
2. Pelaksanaan •
Tali/tambang direntangkan diatas parit/sungai yang tidak terlalu lebar
•
Tinggi rentangan I + 1 m dari pemukaan sungai dan rentangan II 1 m di atas rentangan I
•
Panjang titian tali + 8 m
•
Seluruh peserta harus melintasi rentangan tali tersebut (rentangan I diinjak, rentangan II sebagai pegangan)
•
Untuk peserta perseorangan, penyeberangan dilakukan satu per satu.
•
Untuk peserta beregu, penyeberangan dilakukan oleh setiap anggota regu secara serentak.
Pendidikan Luar Sekolah 4-13
a. Waktu Î Waktu yang dicatat bagi peserta perseorangan dimulai dari saat peserta berdiri di atas tali sampai turun kembali ke tanah. Î Pencatatan waktu bagi peserta beregu dimulai dari saat seluruh anggota regu berdiri diatas tali sampai anggota terakhir turun kembali ke tanah. 3. Penilaian •
Wasit / juri kegiatan ini terdiri atas satu orang juri pengawas dan satu orang juri pencatat hasil.
•
Pelanggaran -
Peserta terjatuh sebelum sampai di seberang
-
Mengganggu peserta lain.
-
Tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.
-
Melanggar peraturan dikenakan sanksi nilai.
3. Aspek penilaian meliputi : •
Kecepatan
•
Keutuhan regu / kerjasama regu
•
disiplin
4. Keselamatan Ikatan tali harus kuat (tidak mengedur) untuk diinjak/dititi oleh beberapa orang sekaligus.
3. MEMBERI BENDA Kegiatan
ini menarik untuk dilakukan dalam rangka perkenalan
diantara peserta kegiatan Jelajah Alam. Kegiatan ini ditunjuk untuk mengingat nama dan peserta dalam satu kelompok, juga kecepatan berkomunikasi dan kecepatan menyelesaikan tugas dengan baik.
4-14 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/perlengkapan •
Satu buah benda apa saja (contohnya bola tenis)
•
Stop watch
2. Pelaksanaan : Peserta diberikan pengarahan oleh panitia tentang aturan main ini dengan cara : ¾ Pembinaan memberikan bola kepada peserta pertama (Adi) ¾ Adi berkata “Terimakasih” Pembina, bola akan saya berikan kepada : (Fuji). ¾ Fuji berkata “Terimakasih Adi”. Bola akan saya berikan kepada Udin dan seterusnya. ¾ Dilakukan sampai kepada peserta terakhir dan peserta yang sudah diberikan tidak boleh diberikan lagi. ¾ Apabila ada kesalahan atau salah sebut, maka diberikan sanksi dalam bentuk ang disepakati bersama. 3. Keselamatan : Kegiatan ini dapat dilakukan diruangan atau diluar ruangan, tidak membahayakan peserta.
Pendidikan Luar Sekolah 4-15
4. Tolak ukur keberhasilan. Setiap regu dapat menyelesaikan kegiatan ini dengan waktu yang tercepat tanpa adanya kesalahan (komunikasi yang jelas dan tegas). 5. Penegasan : • Komunikasi dengan cepat dan tegas • Mengenal teman dalam grupnya. • Mengenal cara bicara. 6. Penilaian •
Penyelesaian
tugas
diambil
waktunya
untuk
mengetahui
produktivitas kerja kelompok. •
Berapa kali faktor kesalahan dalam melaksanakan tugas.
4. MASUK LINGKARAN Permainan ini bertujuan untuk menambah keakraban diantara peserta dan dapat menimbulkan rasa kebersamaan dan kehangatan suasana. 1. Alat/Perlengkapan Alat yang dibutuhkan hanya sebuah alat tulis untuk membuat lingkaran-lingkaran yang dibuat sesuai jumlah kelompok yang ada. Besarnya lingkaran disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok, tetapi diusahakan lebih kecil dari jumlah anggota apabila mereka berdiri bergabung bersama. f.
Pelaksanaan •
Pembina menyampaikan bahwa peserta diminta masuk ke dalam lingkaran.
•
Sebagai tanda, pembina akan membunyikan peluit dan segera semua anggota masuk ke dalam lingkaran.
•
Kegiatan dapat diulang-ulang dan dilombakan antar kelompok.
5. EVERYBODY UP Kegiatan ini sebenarnya sangat sederhana, tapi nilai-nilai yang dapat dipetik sangat besar. Dari kegiatan ini peserta jadi tahu, apa itu tanggung jawab, kebersamaan, kerjasama, dan demokrasi.
4-16 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat /Perlengkapan. Tanpa peralatan 2. Pelaksanaan ) Dua orang yang mempunyai bangun dan tinggi tubuh yang kira-kira sama duduk berhadapan di tanah, ) Telapak kaki berhadapan, lutut ditekuk, tangan saling berpegangan dengan kuat. ) Dari posisi duduk ini minta keduanya untuk berdiri tegak dengan saling menunjang. ) Jika usaha ini berhasil, minta mereka mencari pasangan lain dan mencobanya kembali. ) Besarkan kelompok menjadi 3 – 4 orang, dan akhirnya seluruh peserta menjadi satu lingkaran besar yang mencoba berdiri bersamaan dari posisi duduk awal. ) Cobalah dengan cara lain, yaitu saling membelakangi dan tangan saling mengkait disiku tangan. Untuk cara ini posisi awal adalah jongkok kemudian secara bersamaan berdiri. ) Kegiatan
ini
tidak
banyak
mengandung
resiko
cedera.
Kemungkinan yang terjadi adalah luka lecet akibat merayap.
Pendidikan Luar Sekolah 4-17
) Mengingat beban cukup berat sebaiknya sudah melakukan aktifitas fisik lainnya (pemanasan) sebelum melakukan kegiatan ini. 3. Tolak ukur keberhasilan : Suksesnya permainan ini dapat dilihat dari kompaknya suatu regu dalam membuat keputusan dan meakukan praktik, yang ditandai dengan
cepatnya
waktu
menyelesaikan
tugas
dan
sedikitnya
melakukan kesalahan. 4. Penegasan : •
Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan kunci sukses dari suatu kerja tim.
•
Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu menghargai pendapat orang lain.
•
Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung keputusan itu.
•
Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan keputusan yang telah disepakati.
6. Merayap Dengan Beban
4-18 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/Perlengkapan : 1. Pancang / patok dari bambu / kayu 2. Tali rafia 3. Karung berisi pasir seberat + 25 kg sebanyak plus satu dari jumlah anggpota kelompok. 2. Pelaksanaan : 1. Dengan menggunakan tali rafia dibuat lorong sepanjang + 10 m, lebar lorong + 1 m, dan tinggi atapnya hanya cukup untuk dimasuki dalam posisi merayap. Seluruh karung dan peserta berada di depan lorong. 2. Peserta bertugas memindahkan seluruh karung keseberang lorong melalui dalam lorong. 3. Setiap peserta hanya dibolehkan memasuki lorong satu kali, tetapi seluruh karung harus bisa diseberangkan. 4. Setiap
peserta
bebas
memilih
teknik
dan
strategi
sesuai
kesepakatan kelompoknya. 5. Jika akan dilombakan, maka penilaian didasarkan kepada waktu tempuh dan ketelitian. Waktu yang tercepat adalah yang terbaik, dan setiap kali menyentuh tali rafia (dinding dan atap lorong) nilai dikurangi satu. 7. PENYEBERANGAN BASAH Kegiatan penyeberangan basah merupakan salah satu variasi penjelajahan. Kegiatan ini banyak memberikan manfaat untuk pembinaan siswa, terutama siswa tingka pemula atau dasar sebagai fondasi semangat juang yang tinggi untuk mencapai cita-cita di masa yang akan datang. Aspek yang terkandung dalam kegiatan penyeberangan basah ini, diantaranya ialah
melatih sikap keberanian, keuletan, kedisiplinan,
berjiwa tegar, dan teliti dalam persiapan serta pelaksanaanya. Penyeberangan basah ini merupakan salah satu bentuk kegiatan yang membutuhkan keterampilan khusus yang perlu dimiliki oleh seseorang
Pendidikan Luar Sekolah 4-19
dalam kegiatan di alam terbuka dan sebagai pengisi waktu luang diliburan sekolah. Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat dikembangkan antara lain : kepercayaan diri, kepercayaan pada orang lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi tantangan, komunikasi dan pengambilan keputusan.
1. Alat / Perlengkapan. ♣ Tali tambang berukuran panjang 15 dan 20 m ♣ Patok dari bambu atau kayu ♣ Tali tambang 3 m untuk mengikat pinggang ♣ Carabiner ♣ Palu ♣ Perlengkapan P3K ♣ Perlengkapan lain yang dibutuhkan 2. Pelaksanaan ♣ Pilihlah sungai yang tidak berbahaya (arus tidak deras), yang lebar antara 5 dan 7 m, serta kedalaman tidak boleh dari 0,75 m. ♣ Siswa diberi penjelasan mengenai tata cata pelaksanaan kegiatan penyeberangan. ♣ Setiap peserta yang akan melaksanakan penyeberangan harus memakai perlengkapan (Carabiner) ♣ Setelah siap dengan perlengkapan masing-masing, kemudian tali pengikat pinggang ditautkan pada tambang yang melintasi sungai
4-20 Pendidikan Luar Sekolah
dengan alat carabiner. Hal ini sangat berguna bagi keselamatan. Apabila tangan yang memegang tali tambang terlepas, pelaku tidak hanyut. ♣ Posisi badan pada saat penyeberangan menghada ke arah hilir. ♣ Pada
saat
pelaksanaan
penyeberangan,
disarankan
untuk
membentuk tim penyelamat, yang terdiri atas guru / pembina, yang berada kurang lebih 10 m dari lokasi penyeberangan ke arah hilir. 3. Keselamatan. ¾ Benar-benar harus diperhatikan akan datangnya arus deras yang tiba-tiba. ¾ Peralatan penyelamat / carabiner baru dilepas setelah berada di daratan. 4. Penilaian 1. Juri pada kegiatan ini terdiri atas 3 orang 2. Aspek penilaian meliputi : Î Kesempurnaan teknik penyeberangan Î Kesempurnaan penggunaan /pemakaian perlengkapan. Î Kecepatan 8. NAIK TURUN TEBING Kegiatan ini dilakukan pada daerah-daerah bertebing yang tidak terlalu tinggi ( + 7 meter). Permainan ini banyak mengandung unsur tantangan untuk mendaki tebing yang dilakukan secara beregu. Setelah berhasil menaiki tebing maka setiap peserta harus dapat menuruni tebing dengan ketinggian + 7 meter. Kegiatan ini menggali teknik dan strategi pemanjatan dan penurunan tebing. Tujuan kegiatan ini : membangun percaya
diri,
membangun
demokrasi,
membangun
kerjasama,
membangun tanggung jawab, membangun tantangan, membangun sportifitas, mengembangan komunikasi, mengembangkan problem solving (pemecahan masalah) dan mengembangkan pengambilan keputusan. 1. Alat dan perlengkapan : 1. Tambang dengan panjang + 10 meter. 2. Stop watch
Pendidikan Luar Sekolah 4-21
3. Lokasi tebing dengan kemiringan + 700. 2. Pelaksanaan : 1. Setiap regu diberikan pengarahan kepada panitia tentang rintangan yang akan dihadapi. 2. Setelah regu siap maka acara dimulai dimana sikap peserta harus sanggup menaiki tebing tersebut sampai semuana dapat menaiki tebing. 3. Setelah semua dapat menaiki tebing maka regu tersebut harus menuruni tebing yang sama. 3. Keselamatan : 1. Kegiatan ini cukup berbahaya, dan dapat diantisipasi dengan mencari daerah yang tidak berbahaya tetapi menantang. 2. Menggunakan peralatan yang cukup 3. Diberikan pengarahan yang cukup.
4. Tolak ukur keberhasilan * Mengukur kemampuan memanjat tebing * Kerjasama tim
4-22 Pendidikan Luar Sekolah
9. MELUNCUR DUDUK Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat dikembangkan antara lain kepercayaan diri, kepercayaan pada orang lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi tantangan, dan pengambilan keputusan. 1. Alat / Perlengkapan : ♣ Tambang berdiameter 5 cm sepanjang 30 m ♣ 5 utas tambang berdiameter 5 cm panjang 5 m ♣ 10 bh carabiner ♣ Tambang plastik diameter 1 s/d 2 cm panjang 30 m dan 50 m ♣ 5 stel sarung tangan kulit (gloves) ♣ Megaphone . 2.
Pelaksanaan ♣ Carilah lokasi bukit dengan ketinggian + 10 m yang diatasnya terdapat pohon agak besar untuk mengikat salah satu ujung tambang. Ikatlah ujung tambang lainnya dibawah pada pangkal pohon yang sedang atau pada pasak. ♣
Ikatan tambang plastik panjang 5 m pada tambang peluncur bagian bawah (berfungsi sebagai rem)
♣ Buatlah ikatan pada pinggang yang melalui selangkangan peserta dengan tambang pendek. ♣ Pakailah sarung tangan kulit untuk berpegangan pada tambang. ♣ Sangkutlah carabiner pada tambang luncur dan tambang pengikat tubuh peserta didepan perut. ♣ Sangkutkan tambang plastik pada carabiner untuk menarik jika terlalu deras meluncur. ♣ Meluncurkan dengan menghadap tambang dan berpegangan pada tambang dalam sikap duduk / jongkok. ♣ Setelah sampai dibawah, berdirilah dan lepaskan carabiner dari tambang peluncur. 3. Tolak ukur keberhasilan Bila peserta dapat meluncur dengan terampil, percaya diri serta keberanian.
Pendidikan Luar Sekolah 4-23
4. Keselamatan : Perlu adanya kehati-hatian dalam melaksanakan serta kesempurnaan peralatan keselamatan, agar tidak terjadi kecelakaan. Kemungkinan resiko cedera yang dapat terjadi adalah terkilir dan luka lecet saat mendarat. 5. Penegasan : Melalui kegiatan ini dapat dikembangkan potensi diri antara lain keberanian percaya diri dan pengendalian emosi dalam melaksanakan tindakan. 10. LOMPAT TARZAN Kegiatan ini bertujuan meningkatkan dan mengembangkan sikap semangat
berkompetisi,
kerjasama,
tanggungjawab,
menghadapi
tantangan, sportivitas dan kemampuan berkomunikasi. 1. Alat dan perlengkapan : ♣ Tambang yang bergaris tengah 3 s.d. 5 cm, sepanjang + 10 m ♣ Pohon yang memiliki cabang yang kuat. ♣ Cangkul untuk membuat kubangan / lumpur. ♣ Air untuk membasahi tanah ♣ Dibuat rintangan berupa tanah berlumpur yang panjangnya 2 – 4 m ♣ Rintangan berada dibawah tali yang menggantung. 2. Pelaksanaan : ♣ Tali menggantung pada cabang / ranting pohon di atas rintangan (misalnya tanah berlumpur). ♣ Peserta berdiri diatas titik tumpu (dipangka rintangan) ♣ Dengan tongkat atau ranting seadanya peserta berusaha meraih tali ♣ Peserta berusaha melompat (dengan caa menggantung pada tali) menuju ke sasaran melewati rintangan. ♣ Untuk lebih cepat setiap kali lompat boleh lebih dari satu orang ♣ Jika ingin dilombakan, maka dicatat waktu yang diperlukan oleh seluruh anggota (bila terkena lumpur maka nilai dikurangi satu).
4-24 Pendidikan Luar Sekolah
3. Keselamatan ¾ Gunakan sarung tangan (glove) untuk mencegah lecet pada telapak tangan. ¾ Pastikan bahwa cabang pohon dan tali cukup kuat untuk menggantung. 4. Tolak ukur Keberanian : Keberhasilan permainan ini dapat dilihat dari cepatnya regu melewati pantangan. 5. Penegasan ¾ Pengambilan keputusan yang tepat merupakan kunci sukses dari satu kerja tim. ¾ Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu menghargai pendapat orang lain. ¾ Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung keputusan itu. ¾ Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan keputusan yang telah disepakati.
Pendidikan Luar Sekolah 4-25
11. PANJAT TALI Kegiatan ini bertujuan untuk membangun : keberanian, konsentrasi, pengendalian emosi, rasa percaya diri dan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
1. Alat / Perlengkapan ¾ Tiga utas tali kapal yang panjangnya masing-masing + 5 m ¾ Dua buah tiang yang tingginya masing-masing + 4 meter (dua pohon) ¾ Satu buah bambu yang panjangnya + 6 m ¾ Carabiner dan satu utas tali untuk pengaman. ¾ Bambu dipasang melintang dari tiang / pohon satu ke pohon ke tiang / pohon lainnya membentuk jembatan tinggi jembatan + 4 m di atas permukaan tanah. ¾ Dua utas tali kapal diikat menggantung masing-masing pada ujung bambu / jembatan ¾ Satu utas tali dipasang melintang atas jembatan dari tiang satu ke tiang lainnya. ¾ Cacabiner dipasang pada tali kapal yang melintang diatas jembatan. 2. Pelaksanaan ¾ Tali pengaman dipasang pada tubuh peserta yang akan memanjat ¾ Satu orang peserta memegang tali pengaman
4-26 Pendidikan Luar Sekolah
¾ Satu orang yang telah mengenakan tali pengaman memanjat tali yang menggantung pada salah satu sisi ¾ Setelah sampai diatas ujung atas tali, dilanjutkan menyeberangi jembatan bambu, kemudian menuruni tali yang tergantung pada sisi lain. ¾ Seluruh peserta melakukan hal serupa. 3. Keselamatan ¾ Tali pengamanan harus selalu dikenakan pada saat memanjat ¾ Bambu harus kuat untuk diseberangi 4. Tolak Ukur : Bila seluruh peserta dapat melakukan kegiatan ini dengan rasa senang mulai dari memanjat tambang / tali, meniti bambu dan turun dengan tali. 5. Penegasan : Makna yang diperoleh dari kegiatan ini perlu disampaikan kepada peserta. Bahwa mereka telah meakukan suatu kegiatan yang dapat membangun keberanian, melatih konsentrasi, pengendalian emosi, percaya diri, kemampuan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan.
Pendidikan Luar Sekolah 4-27
12. Berkemah
13. Naik Gunung
4-28 Pendidikan Luar Sekolah
14. Arung Jeram
15. Out Bond
Pendidikan Luar Sekolah 4-29
BAB IV. PPPK Kegiatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, merupakan usaha perawatan darurat yang pertama diberikan kepada korban kecelakaan atau cedera sebelum dokter datang atau dibawa ke rumah sakit terdekat. Kegiatan ini merupakan kegiatan kasus kecelakaan dialam terbuka, yang membutuhkan pengetahuan tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan dan (PPPK) teknik tntang membuat tandu darurat. Tujuan kegiatan ini meliputi : kompetisi, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab,
komuniksi, asertif, empati, problem solving dan pengambilan
keputusan. 1. Alat dan Perlengkapan : ¾ 2 buah bambu tandu ¾ 2 buah tali tandu ¾ 2 buah kain segi tiga ¾ Pembalut cepat ¾ 1 set spalek, Bidai 2. Pelaksanaan : ¾ Setiap regu diberikan pengarahan tentang kegiatan ini, dengan membahas kasus PPPK tentang adanya 1 orang yang mengalami patah tulang tertutup pada paha kaki kanan. ¾ Peserta regu berdiskusi untuk membahas kasus ini. Setelah regu siap maka kegiatan dimulai. ¾ Pembina mengawasi kegiatan dan mengambil waktu untuk pembuatan tandu darurat dan penangan pasien dengan patah tulang tertutup paha kaki kanan. 3. Keselamatan : Kegiatan ini dilakukan dialam terbuka dengan lokasi yang datar, aman dari binatang buas, dan memilih jalur yang tidak terlalu berbahaya. 4. Tolak ukur : Peserta
dapat menyelesaikan
tugas
dengan
baik
dan
benar
berdasarkan prosedur yang standar pertolongan pertama pada kecelakaan.
4-30 Pendidikan Luar Sekolah
5. Penegasan : •
Dengan melakukan permainan ini peserta digugah untuk dapat melakukan P3K terhadap diri sendiri.
•
Menanamkan empati terhadap korban kecelakaan.
6. Penilaian •
Setelah selesai maka petugas menanyakan tentang Prosedur penanganan luka patah tulang terbuka.
•
Kelayakan, kerapihan membuat tandu darurat.
•
Kekompakan menangani kasus patah tulang tertutup.
MENOLONG KORBAN
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun : kepercayaan diri, demokrasi, kerjasama, tanggung jawab, kesunggupan menghadapi tantangan, asertivitas,
kemampuan
memecahkan
masalah
dan
mengambil
keputusan. 1. Alat/Perlengkapan ¾ Tali panjang untuk menuruni tebing bagi korban (tidak untuk menolong) ¾ Dilaksanakan ditebing yang curam dengan ketinggian 3 – 5 m ¾ Jika tidak ada tebing maka dibuat tebing buatan dari bambu yang diikat pada kedua pohon membentuk dinding.
Pendidikan Luar Sekolah 4-31
2. Pelaksanaan : ¾ Satu orang peserta berada di dasar jurang / tebing berperan sebagaii korban, untuk sampai dasar bisa menggunakan tali. ¾ Peserta yang lainnya berada diatas tebing berperan sebagai regu penolong. ¾ Regu penolong menuruni tebing tanpa alat. ¾ Setelah
sampai didasar tebing, regu penolong berusaha
mengangkat / membawa korban ke atas tebing. ¾ Setelah korban berada diatas tebing dibawa ke Posko dengan tandu ¾ Jika ingin dilombakan, maka dicatat waktu yang diperlukan untuk mengangkat korban hingga diatas tebing. 3. Keselamatan : ¾ Peserta harus bertanggungjawab terhadap dirinya dan korban agar tidak terjerembab ke dasar jurang. ¾ Penolong yang dibawah tidak melepas korban sebelum benarbenar aman. 4. Tolak ukur keberhasilan Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari kekompakan, kecepatan dan kehati-hatian tim dalam mengangkat korban. 5. Penegasan : ¾ Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan kunci sukses dari satu kerja tim. ¾ Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu menghargai pendapat orang lain. ¾ Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung keputusan itu. ¾ Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan keputusan yang telah disepakati.
4-32 Pendidikan Luar Sekolah
LAMPIRAN SANDI DALAM JELAJAH ALAM
DAFTAR PUSTAKA Direktur Bina Perjalanan Wisata, Direktorat Jenderal Pariwisata, Pedoman Wisata Alam, Jakarta, 1984. Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Buku Pedoman Berolahraga Panjat Tebing, Jakarta. Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kegiatan Wisata Alam untuk siswa SLTA, Jakarta. 1999. Markas Besar Palang Merah Indonesia (PMI). Pedoman Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) - I Jakarta, 1990. Rohn ke Karl, Cowstails & Cobras, A. Quide to repes courses, initiative games, and other adventure activities. Project adventure inc. Hamilton, 1977.
BUKU AJAR
PEMBELAJARAN INOVATIF
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar menjelaskan materi tentang teori pendidikan jasmani, model pembelajaran pendidikan jasmani model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani, bagaimana menyusun model pembelajaran inovatif di SD kelas I dan II, kelas III dan IV, dan kelas V dan VI
B. Prasyarat Model Pembelajaran inovatif di Sekolah dasar mensyaratkan penguasaan materi tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, strategi belajar mengajar dan evaluasi dalam pendidikan jasmani
C. Petunjuk Belajar Langkah-langkah dalam mempelajari atau mengunakan buku ajar ini adalah sebagai berikut. 1. baca dan pahami standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai 2. baca dan pahami indikator keberhasilan dari kompetensi yang harus dicapai 3. baca dan pahami standar kompetensi dan kompetensi dasar dari tiap-tiap pokok bahasan 4. baca dan pahami materi tiap-tiap pokok bahasan 5. kerjakan latihan yang ada pada tiap pokok bahasan 6. kerjakan tes formatif untuk mengukur ketercapaian kompetensi yang diharapkan
5-2 Pembelajaran Inovatif
D. Kompetensi dan Indikator Standart Kompetensi Peseta pendidkan dan pelatihan profesi guru mampu mengembangkan dan
mengimplementasikan
model
pembelajaran
inovatif
dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah dasar
Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru, peserta mampu: 1. mendeskripsikan tentang pendidikan jasmani 2. menjelaskan model pembelajaran pendidikan jasmani 3. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas 1 dan 2 Sekolah dasar 4. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas 3 dan 4 Sekolah dasar 5. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas 5 dan 6 Sekolah dasar
E. Evaluasi Assesmen kinerja dalam bentuk: 1. Individual performance assessment Assesmen terhadap kinerja individu peserta pendidikan dan pelatihan dalam penelusuran informasi, pemecahan masalah yang dihadapi dan kinerja dalam diskusi 2. Group performance assessment Assesmen terhadap kinerja peseta pendidikan dan latihan dalam kegiatan diskusi, pemecahan masalah dan penyajian hasil diskusi, baik dalam bentuk lisan, tulisan dan kinerja mahasiswa selama diskusi
Pembelajaran Inovatif 5-3
3. Paper and pencil test Dalam bentuk tugas tertulis, pre dan post test untuk menguji kesiapan dan keterserapan materi yang dipelajari oleh peserta pelatihan dalam bentuk test uraian
BAB II PEMBELAJARAN INOVATIF
A. KOMPETENSI Standart Kompetensi Memahami pengertian pembelajaran dan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani Komptensi Dasar Setelah mengikuti pendidikan latihan peserta dapat: 1. Menjelaskan pengertian pembelajaran 2. Menyebutkan ciri-ciri proses interaksi edukatif 3. Menjelaskan pengertian model pembelajaran inovatif
B. URAIAN MATERI Pembelajaran Aktivitas
proses
pembelajaran
merupakan
inti
dari
proses
pendidikan. Dalam proses pendidikan tersebut guru mempunyai peran yang sangat besar dalam menggerakkan kemajuan dan perkembangan untuk
mencapai
tujuan
pendidikan.
Tugas
utama
guru
adalah
membimbing, mengajar, mendidik dan melatih. Oleh sebab itu guru mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kebehasilan pendidikan. Pembelajaran adalah bagaimana guru mengajarkan sesuatu kepada peserta didik dan juga bagaimana peserta didik mempelajarinya. Jadi dalam peristiwa pembelajaran terjadi dua kejadian secara bersamaan yaitu satu pihak memberi dan pihak kedua menerima. Oleh sebab itu dapat dikatakan terjadi proses interaksi edukatif. Proses interaksi edukatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Ada tujuan yang jelas yang harus dicapai 2. Ada bahan yang menjadi isi proses 3. Ada peserta didik yang aktif mengikuti 4. Ada guru yang melaksanakan
Pembelajaran Inovatif 5-5
5. Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan 6. Proses
interaksi
tersebut
berlangsung
dalam
ikatan
situasional 7. Ada penilaian hasil interaksi Agar
proses
pembelajaran
berhasil
dan
mutu
pendidikan
meningkat, diperlukan ketrampilan untuk mengolah dan mengembangkan komponen-komponen dalam proses pembelajaran sehingga menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan namun berhasil mencapai tujuan pendidikan. Guru sebagai juru mudi dalam proses pembelajaran dituntut untuk memiliki wawasan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengolah dan mengembangkan proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif. Guru dalam proses pembelajaran bertindak sebagai fasilitator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan peserta didik ssebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru dihadapkan pada berbagai tantangan seperti bagaimana cara bertindak atau bersikap yang tepat, apa bahan belajar yang paling sesuai, apa metode penyajian yang paling efektif, alat bantu apa yang bisa dipakai, apa langkah-langkah yang paling efisien, sumber belajar mana yang bisa diakses dan bagaimana sistem evaluasi yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Guru sebagai pelaksana tugas otonom memiliki keleluasaan untuk mengelola pembelajaran. Guru harus tahu apa yang akan dikerjakan, guru harus dapat menentukan pilihan dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Guru sebagai pihak yang berkepentigan secara operasional dan mental harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalitasnya sehingga mampu mencapai kinerja yang efektif. Kinerja guru yang efektif merupakan kunci utama keberhasilan mencapai tujuan pendidikan.
5-6 Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran Inovatif Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak
dipengaruhi
oleh
aliran
psikologi
kognitif
menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
holistic
yang
Istilah ini banyak
dipengaruhi oleh perkembangan tehnologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagi macam media seperti bahan-bahan cetak , internet televisi, gambar audio, dan sebagainya. Perkembangan ini mendorong terjadinya perubahan peran guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti diungkapkan oleh Gagne (1992:3) bahwa “instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Oleh karena itu mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dengan konsekuensi peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagi sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Kata inovatif berasal kata innovative, merupakan kata sifat dari to innovate, yang mempunyai arti menemukan (sesuatu yang baru). Oleh karena itu, pembelajaran inovatif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dirancang oleh guru, yang sifatnya baru, tidak seperti yang biasa dilakukan, dan bertujuan untuk memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan sendiri dalam rangka proses perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Dalam konteks belajar mengajar, program pembelajaran inovatif dapat berarti program yang dibuat sebagai upaya mencari pemecahan suatu masalah. Hal ini dapat terjadi karena program tersebut belum pernah dilakukan atau program pembelajaran yang sejenis yang sedang dijalankan
memerlukan
perbaikan.
Secara
garis
besar
program
pembelajaran inovatif adalah program pembelajaran yang langsung memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Pembelajaran Inovatif 5-7
C. LATIHAN Buatlah contoh model pembelajaran inovatif dengan membuat suatu paparan
yang
dimulai
dengan
kondisi
pembelajaran
di
sekolah,
permasalahan yang dihadapi, serta bagaimana pemecahan masalah melalui pembelajaran inovatif.
D. TES FORMATIF 1. Jelaskan apa cirri-ciri suatu interaksi edukatif! 2. Jelaskan peran guru dalam pembelajaran ! 3. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran inovatif?
BAB III MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DALAM PENDIDIKAN JASMANI
A. KOMPETENSI Standar Kompetensi Peserta pendidikan dan latihan profesi guru memahami model pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
pengembangan
model
pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pendidikan dan latihan peserta mampu: 1. Menjelaskan komponen-komponen dalam pembelajaran pendidikan jasmani 2. Menjelaskan model pembelajaran dalam pendidikan jasmani 3. Menjelaskan model pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani
B. URAIAN MATERI Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani Pada awalnya pendidikan jasmani dianggap tidak memenuhi syarat sebagai ilmu yang berdiri sendiri oleh karena isi dan proses pendidikan yang belum dirumuskan secara jelas. Hal ini bisa dimengerti bila hanya dilihat dari waktu guru pendidikan jasmani mengajar. Mereka hanya mengajar olahraga seperti senam, sepakbola, bola voli atau permainan lainya. Dengan demikian pendidikan jasmani dianggap tidak memiliki obyek ilmu pengetahuan dan tidak mempunyai dasar tujuan yang jelas. Pemahaman tentang pendidikan jasmani mengalami perubahan sehingga pendidikan jasmani bukan lagi dianggap sebagai pendidikan yang tidak memiliki obyek, melainkan suatu pendidikan dengan obyek, tujuan dan rumusan yang jelas. Di Amerika Serikat, pendidikan jasmani terdiri dari kondisi fisik dan merupakan bagian dari profesi kedokteran dan
Pembelajaran Inovatif 5-9
kesehatan.
Selanjutnya
pendidikan
jasmani
memasukkan
unsure
pembelajaran olahraga, permainan, unsure social dan emosional. Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani, maka harus melihat pada model pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Dalam pendidikan jasmani model pembelajaran digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
JASMANI • Kekuatan otot • Daya tahan otot • Daya tahan kardiovaskuler • Kelentukan
GERAK
ANAK
PENJAS
SIKAP
PERILAKU
BAHAN METODE
GURU
PSIKOMOTORIK • Persepsi gerak • Gerak dasar • Ketrampilan • Olahraga dan tari
PEMBANGUNAN MANUSIA SEUTUHNYA
KOGNITIF • Pengetahuan • Ketrampilan intelektual • Kemampuan intelektual AFEKTIF • Sehat, respek gerak • Aktualisasi diri • Menghargai diri • Konsep diri
INPUT
Gambar 1. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani
5-10 Pembelajaran Inovatif
Dalam
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
input
dari
pembelajaran adalah anak didik. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran sehingga terjadi perubahan dalam gerak, sikap dan perilaku
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Melihat
model
pembelajaran di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan jasmani terdiri dari empat ranah yaitu 1) jasmani, 2)psikomotorik, 3) kognitif dan 4) afektif. Keempat ranah tersebut bukan merupakan tujuan akhir melainkan hanya tujuan sementara. Tujuan akhir dari pendidikan jasmani sendiri adalah pembangunan manusia seutuhnya. Jadi, tujuan pendidikan jasmani merupakan pelengkap atau penguat tujuan pendidikan. Komponen-komponen dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani tidaklah berbeda dengan komponen pada pembelajaran lain. Dalam
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan,
komponen dari proses pembelajaran berupa: 1. Bahan atau materi pembelajaran 2. Metode pembelajaran 3. Media pembelajaran 4. Evaluasi pembelajaran
Bagaimana
mengembangkan
pembelajaran
inovatif
dalam
pendidikan jasmani ? Pada prinsipnya pengembangan pembelajaran berusaha untuk mengatasi
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pembelajaran.
Permasalahan dapat berasal dari potensi siswa, sarana belajar yang kurang memadai atau keterbatasan wawasan guru dalam melakukan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Pembelajaran inovatif dapat dikembangkan dari komponen-komponen proses pembelajaran. Misalnya pengembangan pada materi pembelajaran, pengembangan pada metode pembelajaran,
penggunaan media pembelajaran yang sesuai atau
pengembangan dalam evaluasi pembelajaran. Kreativitas guru sebagai
Pembelajaran Inovatif 5-11
perencana dalam pembelajaran sangat diperlukan dalam pengembangan ini. Bagaimana materi atau bahan pembelajaran dikembangkan? Bukankan materi pembelajaran sudah ditentukan dalam kurikulum? Tentu saja bisa. Misalnya mengembangkan gerakan senam sesuai dengan tren yang sedang popular untuk siswa saat itu sehingga siswa merasa senang dengan pembelajaran yang berlangsung. Atau menggunakan musik pengiring
yang
menimbulkan
minat
siswa
untuk
bergerak,
dan
sebagainya. Inovasi dalam pengembangan metode pembelajaran bukan hal yang asing lagi. Banyak cara
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran paling banyak dikembangkan pada mata ajar yang relatif sulit atau mata ajar dianggap membosankan seperti matematika, fisika, bahasa dan lain-lain. Namun bukan berarti metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif tidak bisa dikembangkan dalam pendidikan jasmani. Untuk sekolah dasar kelas rendah inovasi pembelajaran dapat dikembangkan melalui penyajiannya. Bentuk penyajian dapat berupa: 1. Bentuk cerita. Misalnya senam si buyung untuk siswa TK dan SD, dimana tahap ini merupakan tahap fantasi kuat 2. Bentuk bermain untuk semua tahap perkembangan dan pertumbuhan 3. Bentuk tugas, mengembangkan tanggung jawab dan berpikir sendiri akan lebih baik bila anak sudah mampu membaca dengan baik mulai kelas IV SD 4. Bentuk pelajaran dan latihan 5. Bentuk lomba, setelah anak mengenal ‘aku’nya dan mampu membedakan ‘aku’ orang lain, anak menghendaki untuk menampilkan identitasnya 6. Bentuk komando, sangat baik untuk pembiasaan dan kerapian, namun akan mematikan kreativitas dan aktivitas
5-12 Pembelajaran Inovatif
Keterbatasan
sarana
dan
prasarana
yang
dimiliki
sekolah
merupakan permasalahan yang banyak dialami oleh sekolah, dan sangat membutuhkan pemecahan dengan metode pembelajaran yang kreatif. Bukankan berkembangnya permainan bola basket three on three dan permainan futsal adalah hasil inovasi dalam mengatasi keterbatasan lahan/lapangan?
C. LATIHAN .Buatlah contoh penyajian (gerak, permainan, lomba atau lainya) yang merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran.
D. TES FORMATIF 1. Jelaskan tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan jasmani! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model pembelajaran dan model pembelajaran inovatif! 3. Jelaskan beberapa bentuk penyajian materi pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pengembangan model pembelajaran inovatif
BAB IV PENYUSUNAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
A. KOMPETENSI Standar kompetensi Peserta mampu menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan kesehatan Kompetensi Dasar Peserta pendidikan dan latihan profesi guru mampu: 1. Menjelaskan
langkah-langkah
dalam
pengembangan
model
pembelajaran inovatif 2. Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani
B. URAIAN MATERI Pengembangan model pembelajaran inovatif sebenarnya bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Di sini hanya dibutuhkan kreativitas dan kemauan untuk berkembang. Membuka sedikit wawasan, pengetahuan dan meningkatkan kepekaan terhadap permasalahan akan mendukung dalam pengembangan model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Bagaimana langkah-langkah mengembangkan pembelajaran inovatif? 1. Lakukan analisa untuk menentukan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran pendidikan jasmani, apakah potensi siswa yang kurang, apakah sarana dan prasarana yang tidak memadai ataukah minat belajar siswa yang rendah, dan lain-lain. 2. Apabila permasalahan lebih dari satu, maka tentukan prioritas masalah 3. Lihat potensi yang dimiliki, baik dari segi siswa maupun sarana dan pasarana 4. Barulah disusun dan dikembangkan suatu model pembelajaran yang kreatif dan inovatif berdasar pada masalah yang dihadapi dan
5-14 Pembelajaran Inovatif
potensi yang dimiliki, serta tidak lupa kesesuaian dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan siswa. 5. Susunlan model pembelajaran inovatif tersebut dalam suatu Rencana Pembelajaran dan Pengajaran (RPP) Apabila model pembelajaran inovatif telah tersusun dalam suatu rencana pembelajaran dan pengajaran, maka model pembelajarn tersebut telah siap untuk dilaksanakan dalam pembelajaran.
C. LATIHAN 1. Bentuklah
kelompok kecil dengan masing-masing anggota 3-5
orang peserta 2. Masing-masing kelompok mendapat tugas untuk menyusun model pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam tugas sebagai guru penjaskes 3. Tips:
Mulailah
menyampaikan
dengan
masing-masing
permasalahannya
melalui
anggota
kelompok
curah
pendapat,
kemudian tentukan salah satu masalah sebagai prioritas masalah!
D. TES FORMATIF 1. Jelaskan permasalahan yang mungkin timbul dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah dasar 2. Jelaskan bagaimana cara menentukan prioritas masalah! 3. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam mengembangkan suatu model pembelajaran
BAB V PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK
A. KOMPETENSI Standar kompetensi Memahami tahapan kerja motorik pada anak usia SD dan macammacam gerak yang harus dikembangkan sebagai dasar dalam pengembangan
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan Kompetensi dasar Setelah mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru peserta dapat : 1. Menjelaskan tahapan kerja motorik untuk berbagai tahapan umur 2. Menjelaskan macam-macam gerak yang dapat dilatih untuk berbagai tahapan umur 3. Menjelaskan tentang pengertian menyadar gerak dan gerak dasar 4. Memberikan contoh berbagai macam gerak dasar
B. URAIAN MATERI Pengembangan model pembelajaran yang inovatif harus selalu mengingat dan menyesuaikan dengan tahapan perkembangan motorik anak. Anak bukanlah makhluk dewasa kecil, namun anak memiliki kemampuan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Anak yang melakukan aktivitas fisik atau bermain dalam kegiatan sehari-hari, akan memperoleh manfaat terhadap kekuatan, kelentukan, daya tahan otot dan daya tahan kardiovaskuler. Namun manfaat tersebut tidak maksimal apabila dilakukan tanpa perencanaan yang baik. Aktivitas anak yang direncanakan dan disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak akan memberikan hasil yang lebih optimal. Untuk menyusun suatu perencanaan harus diketahui tentang perbedaan anak perempuan dengan laki-laki dalam kekuatan dan kemampuan fisik yang
5-16 Pembelajaran Inovatif
lain, pertumbuhan dan perkembangannya, kecepatan tumbuh dalam tinggi badan dan berat badan, perkembangan sikap maupun perkembangan kognitif. Gabbard, LaBlanc dan Lowy (1987) menyusun tabel mengenai tahapan untuk kerja motorik (motor behavior) sebagai berikut.
Tabel 1. Tahap Untuk Kerja Motorik (Motor behavior) Tahapan usia
Tahapan gerak
Aktivitas karakteristik
0-2 tahun
Gerak tak
Berguling, duduk, merayap,
Masa kanak-kanak
sempurna
merangkak, berdiri, berjalan dan memegang
Kesadaran gerak lokomotor,
2-7 tahun Masa anak-anak
Gerak dasar dan
awal
Pemahaman efisien
Penghalusan ketrampilan dan penyadaran gerak,
8-12 tahun Masa anak-anak
nirlokomotor dan manipulasi
Khusus/khas
mengguna-kan gerak dasar,dalam tari, permainan/olahraga, senam dan kegiatan olahraga air
Bersifat kompetisi dan
12-dewasa Masa remaja dan
spesialisasi
rekreasi
masa dewasa
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat kemampuan motorik yang dimiliki oleh anak Sekolah Dasar dan kemampuan motorik apakah yang harus dikembangkan oleh guru pendidikan jasmani. Anak sekolah dasar berusia antara 6-12 tahun merupakan tahap untuk pengembangan gerak dasar dan gerak khusus dimana pada tahap ini anak memasuki tahap penghalusan ketrampilan gerak dari gerak dasar yang sudah dikuasai,
Pembelajaran Inovatif 5-17
selanjutnya menggunakan penyadaran dan ketrampilan gerak tersebut untuk gerakan tari, olahraga, senam dan kegiatan olahraga air. MENYADARI GERAK • Dengan dasar: dilihat, didengar dan dirasakan • Bersifat kinestetik, bidang, ruang, lurus, berkesinambungan dan temporer
Gerak dasar
Lokomotor
Jalan kombinasi Lari Bercongklang Loncat Meluncur Jengket Meloncat-loncat Memanjat Mengguling
Nirlokomotor
Mengukur Berputar Menekuk Melilit Mengayun Mendorong Bergoyang Mengangkat Berbelok Mendarat berputar Meliuk
Ketiga jenis gerak ini saling berkaitan atau saling menunjang. Juga ketiga jenis gerak ini akan diilakukan baik secara gabungan dalam tari (rythm), permainan atau sport dan senam. Semua gerak ini mulai dari yang sederhana. Gambar 2. Menyadari gerak dan gerak dasar
Manipulasi
Mendorong Menerima Lurus Menangkap Memantul Menyepak
5-18 Pembelajaran Inovatif
Penyadaran gerak yang mulai berkembang pada masa anak-anak awal diperoleh dari dasar melihat, mendengar dan merasakan gerak. Termasuk
di
dalam
menyadari
gerak
adalah
kemampuan
untuk
mengkonsep dan mengadakan reaksi yang efektif terhadap informasi saraf yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas gerak yang diinginkan. Ketrampilan lokomotor merupakan aktivitas jasmani dengan melakukan perpindahan kaki berpijak dari satu tempat ke tempat lain atau aktivitas fifik dengan meninggalkan tempat berpijaknya. Sebagian besar ketrampilan berkembang sebagai hasil dari beberapa tahap kematangan, namun berlatih dan memperoleh pengalaman merupakan sesuatu yang penting untuk mencapai kematangan. Ketrampilan nirlokomotor merupakan gerak yang sedikit sekali atau bahkan terlihat tidak bergerak sebab sama sekali tidak meninggalkan tempat berpijaknya kaki. Contoh gerak nirlokomotor antara lain meliuk, menekuk badan, mengayukan lengan atau tungkai. Ketrampilan manipulasi melibatkan kontrol obyek yang berkait terutama dengan lengan dan tungkai. Ada dua klasifikasi dalam ketrampilan manipulasi yaitu: 1) menerima (receptive) dan 2) memberi kuat (propolsive). Menerima merupakan ketrampilan menerima obyek misalnya
gerakan
menangkap
atau menghentikan.
Memberi
kuat
merupakan ketrampilan karakteristik untuk memberi kuat kepada obyek, misalnya melempar, memukul dan menyepak.
C. LATIHAN 1. Buat kelompok kecil dengan masing-masing kelompok terdiri 3-5 orang, dengan jumlah kelompok kecil kelipatan tiga 2. Kemudian bagi kelompok-kelompok tersebut menjadi tiga kelompok besar yaitu kelompok lokomotor, nirlokomotor dan manipulasi 3. Masing-masing kelompok kecil mencontohkan satu macam gerakan sesuai nama kelompok besarnya
Pembelajaran Inovatif 5-19
4. Masing-masing kelompok tersebut kemudian diminta membuat kreasi penyajian gerakan tersebut sehingga menjadi gerakan yang menarik.
D. TES FORMATIF 1.
Jelaskan mengapa pengetahuan tentang tahapan perkembangan anak penting dalam menyusun suatu model pembelajaran
2.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan gerak dasar lokomotor!
3.
Jelaskan perbedaan gerak lokomotor dan gerak nirlokomotor!
BAB VI. MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS I DAN II
A. KOMPETENSI Standar kompetensi Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan kesehatan kelas I dan II sekolah dasar Kompetensi Dasar Peserta pendindikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas I dan II sekolah dasar
B. URAIAN MATERI Tahapan Perkembangan Kemampuan Anak kelas I dan II (umur 6-8 tahun) Untuk menyusun pembelajaran inovatif anak didik kelas I dan II sekolah
dasar,
maka
harus
diperhatikan
tahapan
perkembangan
kemampuan anak pada usia tersebut. Perkembangan tersebut meliputi aktivitas rekreasi, kemampuan aquatik, kemampuan permainan, aktivitas ritmik, kemampuan pengembangan, dan tes terhadap diri sendiri. Aktivitas rekreasi 1. Perkembangan kemampuan dalam menggunakan ketrampilan yang telah dipelajari sebelum dan sesudah bersekolah 2. Mempunyai sumber tenaga pribadi dan juga ketrampilan dalam menyibukkan diri dan membahagiakan diri 3. Terdapat keseimbangan daya tahan untuk dikembangkan Aquatics 1. Belajar dasar-dasar gaya renang secara cermat 2. Pengembangan cara bernapas 3. Mampu menempatkan irama atau ritme gerak dalam renang 4. Ada kemajuan dalam daya tahan
Pembelajaran Inovatif 5-21
5. Perkembangan dalam mengapung
Permainan 1. Belajar koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan tungkai 2. Mengetahui penambahan aktivitas otot yang terdapat pada kecepatan dan kelincahan 3. Perkembangan ketrampilan dalam penentuan gerak dasar 4. Perkembangan persepsi terhadap kemampuan motorik Aktivitas Ritmik 1. Memperoleh dasar penambahan tentang irama 2. Memperoleh kemampuan langsung tentang gerak jasmani sesuai dengan petunjuk guru 3. Belajar menampilkan gerak seperti temannya 4. Belajar merespon perubahan petunjuk atau dinamika seperti terhadap suara lembut atau tinggi, dan cahaya kuat atau lemah 5. Belajar menentukan waktu dalam lari, berjalan, lompat, lempar dan skiping 6. Membuat pola irama sederhana Aktivitas pengembangan 1. Belajar ketrampilan dalam penampilan mekanika tubuh dalam berbaring,duduk, berdiri dan berjalan 2. Ketrampilan untuk rileks 3. Ada perkembangan antara tendo otot dengan kekuatan otot untuk mengatur kelayakan keselarasan tubuh 4. Pengembangan tingkat kekuatan,kecepatan, kelincahan dan daya tahan untuk berpartisipasi secara aktif Tes Terhadap Diri Sendiri 1. Mempunyai kemampuan membuat sikap untuk menarik perhatian (stunt) 2. Menggunakan alat dengan membayangkan sesuatu sebagai pohon, sepotong kayu atau air mengalir (fantasi)
5-22 Pembelajaran Inovatif
3. Mempunyai kemampuan menentukan irama lari untuk pendekatan irama awalan untuk lompat 4. Pengembangan kekuatan otot, kelincahan, daya lenting dan daya tahan Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan Beberapa cabag olahraga sudah bisa diperkenalkan kepada anak sejak
usia
sekolah
dasar.
Cabang
renang
bahkan
sudah
bisa
diperkenalkan kepada anak sejak usia 3 tahun. Memasuki usia 6 tahun loncat indah bisa mulai diajarkan. Hal ini karena perkembangan aquatik anak sudah memasuki pada tahap yang cukup baik dimana anak mulai bisa mengembangkan dasar-dasar gerakan berenang, cara bernapas dan cara mengapung. Selain renang, senam mulai bisa diajarkan pada anak kelas I SD atau sekitar usia 6 tahun. Baik putra maupun putri dapat memulai pada usia yang sama. Meskipun prestasi puncak untuk cabang olahraga senam baru tercapai pada usia 14-18 tahun untuk putrid dan 22-24 tahun untuk putra, namun latihan kelentukan pada senam sangat penting untuk dimulai pada usia dini. Selain renang dan senam, cabang olahraga yang dapat mulai diajarkan
adalah
permainan
tennis
meja.
Permainan
ini
belum
memerlukan kekuatan otot yang tinggi sehingga anak usia 7 tahun dapat mulai dikenalkan. Memasuki usia 8 tahun beberapa cabang lagi dapat dikenalkan kepada siswa, antara lain: anggar, bola basket, bulu tangkis dan tennis.
C. LATIHAN Mari bermain menjala ikan! 1.
Bentuk dua kelompok penjala ikan yang masing-masing terdiri dari 5 peserta
2.
Peserta sisa lainnya berperan sebagai ikan yang harus dijala
Pembelajaran Inovatif 5-23
3.
Tentukan kotak/kolam sebagai tempat penyimpanan ikan yang telah dijala
4.
Masing-masing kelompok penjala ikan saling berpegangan tangan dan menjaga agar pegangan tidak lepas.
5.
Permainan dimulai dengan memberi aba-aba mulai atau dengan meniup peluit
6.
Setiap kelompok penjala ikan berusaha bergerak secara serempak untuk
memerangkap
ikan
dan
kemudian
membawanya
ke
kotak/kolam penyimpanan. Masing-masing anggota kelompok harus berusaha secara sungguh-sungguh untuk menjaga untuk bermain dan bergerak dalam satu kesatuan. Bila salah satu anggota dinilai lemah, maka anggota yang lain harus memberi motivasi dan berusaha membantu sehingga kekompakan dalam kelompok tetap terjaga
XX X X X X X X X
X X
X X
X X X X XXX X
K O L A M P E N Y I M P A N A N
Gambar 3. Permainan menjala ikan
Setelah melakukan praktek permainan menjala ikan, jelaskan ranah apa saja yang dicapai dalam kegiatan/permainan tersebut
5-24 Pembelajaran Inovatif
E. TES FORMATIF 1. Mengapa pengetahuan tentang perkembangan motorik anak diperlukan dalam menyusun model pembelajaran inovatif? 2. Ranah apa saja yang terkandung dalam permainan menjala ikan di atas? 3. Apakah permainan tersebut di atas dapat menjadi model pembelajaran inovatif? Jelaskan !
BAB VII. MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS III DAN IV
A. KOMPETENSI Standar kompetensi Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan kesehatan kelas III dan IV sekolah dasar Kompetensi Dasar Peserta pendindikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas III dan IV sekolah dasar
B. URAIAN MATERI Tahapan Kemampuan Anak Kelas III dan IV ( umur 8-10 tahun) Selain mengacu pada kurikulum, menyusun rencana pembelajaran juga harus memperhatikan tahapan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Tahapan kemampuan anak usia 8 sampai 10 tahun merupakan
dasar
dalam
penyusunan
dan
pengembangan
model
pembelajaran pada siswa kelas 3 dan 4 sekolah dasar. Berikut adalah perkembangan kemampuan pada anak usia 8-10 tahun. Aktivitas Rekreasi 1. Menggunakan situasi hidup sehari-hari 2. Rasa dalam rumah seperti suasana bermain 3. Mengembangkan secara cukup ketrampilan agar layak bergabung dalam sebuah kelompok 4. Menilai ketrampilan diri dengan cara membandingkan dengan anggota lainnya 5. Memperbaiki ketrampilan berekreasi 6. Berkeinginan mempelajari ketrampilan sosial yang baru dan meningkatkannya
5-26 Pembelajaran Inovatif
Aquatics 1. Pengembangan kemampuan yang berkaitan dengan air 2. Mengkoordinasi pernapasandengan gerak yang layak 3. Perkembangan daya tahan 4. Mampu menyelam ke dalam air 5. Mengembangkan bentuk gerak yang layak 6. Mengetahui secara layak masuk ke dalam air 7. Perkembangan kemampuan berenang dalam garis lurus dan dapat mengetahui bahwa ia tidak berubah arah Permainan 1. Mengembangkan daya tahan melalui aktivitas yang intensif 2. Bahwa aktivitas itu menolong individu dalam meningkatkan kemampuan ketrampilan motorik 3. Belajar bila tulang dan otot berkembang, maka aktivitas dapat dibentuk lebih siap dengan ketrampilan yang lebih baik karena kematangan syaraf dan berlatih 4. Mengetahui bahwa penambahan ketrampilan biasanya akan menambah kesenangan 5. Belajar menuruti kelelahan badan untuk istirahat dan rileks Aktivitas ritmik 1. Mempunyai ketrampilan penampilan langkah lari secara sederhana 2. Mengembangkan koordinasi badan 3. Belajar kehalusan gerak dan kesenangan 4. Mengembangkan kemampuan dalam mengatur irama 5. Mengembangkan keseimbangan dan ketepatan waktu/timing dalam setiap kesempatan 6. Mengembangkan kekuatan dan daya tahan, khususnya pada otot perut dan tungkai 7. Mengembangkan koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan tungkai Aktivitas Pengembangan
Pembelajaran Inovatif 5-27
1. Belajar rileks kalau merasa lelah 2. Mengembangkan pembiasaan mengkonsumsi nutrisi yang baik 3. Mampu menggunakan mekanika tubuh secara baik 4. Mengatasi perbedaan sebanyak mungkin 5. Pembiasaan hidup sehat 6. Menentukan ketrampilan sebanyak mungkin 7. Aktif berlatih latihan dasar bagi tubuh 8. Mengembangkan kekuatan, daya tahan dan kelentukan Tes Terhadap Diri Sendiri 1. Belajar melatih otot-otot 2. Mempelajari bahwa latihan sehari-hari akan menolong memperbaiki dan mengembangkan ketrampilan 3. Mengetahui bahwa ketrampilan yang memuaskan dalam suatu gerak dapat di tes dengan suatu tes pencapaian 4. belajar bahwa ketertiban, ketenangan dan koordinasi
Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan Anak usia 8-10 tahun dapat mulai dikenalkan dengan olah raga anggar, bola basket, bulu tangkis, tennis lapangan, pencak silat, atletik dan sepak bola. Cabang-cabang olahraga tersebut merupakan cabang olahraga yang menggunakan kekuatan otot tertentu. Untuk itu pengenalan cabang-cabang
olahraga
tersebut
harus
selalu
mengingat
pada
perkembangan kemampuan motorik dan otot. Pada umumnya cabang-cabang olahraga permainan belum diberikan secara penuh dengan menggunakan peralatan yang standar seperti yang dipergunakan untuk pertandingan resmi/internasional. Demikian juga dalam peraturan permainannya. Modifikasi beberapa peralatan sangat penting untuk menghindari cedera. Misalnya ukuran dan berat bola sepak, ukuran dan berat raket tennis dan lain-lain. Penyesuaian peralatan dan peraturan permainan dengan tahapan perkembangan anak
5-28 Pembelajaran Inovatif
merangsang timbulnya kreativitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
C. LATIHAN Buatlah
sebuah
rencana
pembelajaran
dan
pengajaran
yang
mencerminkan suatu model pembelajaran inovatif untuk siswa kelas III dan IV SD. Susunlah lengkap dengan alokasi waktu untuk tiap kegiatan. Tekankan bagian yang merupakan inovasi pembelajaran. Jangan lupa untuk selalu berpedoman pada kurikulum dan perkembangan kemampuan peserta didik
D. TES FORMATIF 1.
Jelaskan bagaimana perkembangan otot pada anak usia 8 –10 tahun!
2.
Apa saja yang harus diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran inovatif suatu permainan?
3.
Bagaimana anda membuat suatu pembelajaran inovatif untuk materi permainan sepabola ?
BAB VIII MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS V DAN VI
A. KOMPETENSI Standar Kompetensi Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan kesehatan kelas V dan VI sekolah dasar Kompetensi Dasar Peserta pendidikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas V dan VI sekolah dasar
B. URAIAN MATERI Tahapan Perkembangan Anak Usia 10-12 tahun Anak usia 10-12 tahun sudah mulai mengenal permainan Tahapan kemampuan anak usia 10 sampai 12 tahun merupakan dasar dalam penyusunan dan pengembangan model pembelajaran pada siswa kelas V dan VI sekolah dasar. Berikut adalah perkembangan kemampuan pada anak usia 10-12 tahun.
Aktivitas Rekreasi 1.
Mengembangkan pengetahuan ketrampilan dalam permainan masyarakat dan aktivitasnya
2.
Mengembangkan ketrampilan social yang berguna bagi hidup di kemudian hari
3.
Menunjukkan aktivitas kepemimpinan social agar menjadi contoh yang baik, baik dalam pergaulan sehari-hari, saat pesta, rapat-rapat dan permainan
5-30 Pembelajaran Inovatif
Aquatics 1.
Bertambahnya ketrampilan menyelam dan berenang dalam macam-macam gaya
2.
Daya tahan bertambah
3.
Ada penambahan koordinasi antara lengan dan tungkai
4.
Mampu mengambang dan menguasai air
5.
Ada perbaikan dalam pernapasan
Permainan dan Olahraga 4.
Mengembangkan dasar bermain dan ketrampilan gerak
5.
Bertambahnya daya tahan otot, kekuatan otot dan koordinasi
6.
Ada perbaikan pada kecepatan dan ketepatan
7.
Berkembangnya
pengertian
tentang
cedera
yang
dapat
ditanggulangi dengan penambahan latihan yang intensif 8.
Mengetahui bagaimana rileks dan penggunaan saat istirahat
Aktivitas ritmik 1.
Pengembangan ketenangan dan keseimbangan
2.
Mampu menampilka langkah dasar
3.
berkembangnya ketrampilan , sopan santu dan kemampuan jasmani
4.
Berkembangnya koordinasi tungkai, lengan, mata dan telinga
Aktivitas Pengembangan 1.
Perbaikan kekuatan lengan, bahu, punggung dan tungkai
2.
Mengoreksi kekurangan kekuatan otot bilaman mungkin dengan frekuensi latihan yang banyak
3.
Koreksi yang kuat pada bentuk tubuh melalui kebiasaan seharihari
4.
Perbaikan parameter kebugaran fisik
Tes Terhadap Diri Sendiri 1.
Bentuk dan kekuatan tubuh menjadi lebih baik
2.
Koordinasi otot berkembang
3.
Mengerjakan senam awal dengan baik
Pembelajaran Inovatif 5-31
4.
Perlindungan waktu reaksi dan refleks menjadi baik
5.
Kemampuan, keberanian dan jaminan diri menjadi baik
Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan Usia 10 –12 tahun merupakan usia yang sangat tepat untuk mulai bermain beberapa cabang olahraga. Hal ini disebabkan karena pada usia ini perkembangan otot, daya tahan dan ketrampilan gerak sudah cukup bagus untuk memulai suatu permainan. Kekuatan otot dan kecepatan gerak juga berkembang dengan baik. Dalam tahap ini juga sudah timbul kesadaran untuk menghindari cedera dalam olahraga secara intensif. Berikut adalah acuan mulai berolahraga anak usia 10-12 tahun untuk beberapa cabang olahraga.
Tabel 2. Acuan umur anak mulai berolahraga, spesialisasi dan prestasi puncak No Cabang Olahraga
Permulaan olahraga
Spesialisasi
Prestasi
(th)
(th)
(th) 1
Tenis lapangan
8-10
12-14
16-18
2
Pencak silat
10-11
15-16
18-22
3
Atletik
10-12
13-14
18-23
4
Sepak bola
10-12
14-15
18-24
5
Bola voli
11-12
14-15
20-25
6
Kano
11-12
16-18
23-24
7
Panahan
11-12
16-18
18-22
8
Ski air
12
15-16
18-24
9
Softball
11-12
16-18
18-22
10 Bola tangan
12-13
15-16
18-24
11 Judo
12-13
15-16
18-25
12 Karate
12-13
15-16
18-25
5-32 Pembelajaran Inovatif
13 Layar
12-13
15-16
18-24
14 Polo air
12-13
15-16
18-24
15 Dayung
12-14
16-18
22-24
16 Hoki
12-14
16-18
22-25
C. LATIHAN Dengan diberlakukannya sistem ujian nasional sebagai standart kelulusan siswa, banyak siswa, orang tua dan bahkan guru menganggap bahwa pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
bukan pelajaran yang
penting karena tidak masuk dalam mata pelajaran yang diujkan dalam ujian
nasional.
Beberapa
sekolah
bahkan
mengurangi
atau
menghilangkan pelajaran ini untuk kelas VI, dan mengalokasikan waktu untuk mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Sistem ini juga berdampak pada menurunnya minat siswa kelas VI dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani
dan kesehatan.
Beberapa anak
bahkan takut mengikuti pembelajaran karena khawatir akan mendapat cedera saat berolahrag. Anda sebagai guru pendidikan jasmani, bagaimana anda mengatasi permasalan ini? ` D. TES FORMATIF 1. Buatlah model pembelajaran yang inovatif untuk mengenalkan anak pada cabang olahraga bola voli! 2. Model pembelajaran apa yang sesuai untuk anak kelas VI SD? Jelaskan jawaban anda! 3. Menurut
anda
apakah
unsur
rekreasi
penting
mengembangkan pembelajaran inovatif? Jelaskan !
untuk
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini Buku 1. Jakarta: KONI Anonim. 2000. Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini Buku 3. Jakarta: KONI Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani, Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Nuansa Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: RajaGrafindo Persada
BUKU AJAR
EVALUASI PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN Evaluasi pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat penting bagi para pelaku pendidikan, khususnya guru harus memiliki pemahaman tentang konsep evaluasi pembelajaran dan memiliki kemampuan untuk memilih instrumen atau alat-alat tes, mampu membuat alat-alat
tes
tersebut,
kemudian
juga
mampu
merancang
serta
melaksanakan tes sesuai dengan fungsi dari evaluasi itu sendiri, sebab dengan evaluasi pembelajaran dapat dijadikan alat untuk melihat prestasi siswa maupun secara tidak langsung dapat juga digunakan sebagai alat untuk melihat prestasi guru maupun lembaga sekolah itu sendiri. Hal yang menjadi sebuah pertanyaan adalah apakah setiap guru sudah tepat dalam menentukan alat, cara / metode yang akan dipergunakan, maupun sarana evaluasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Evaluasi
pembelajaran
pedidikan
jasmani
merupakan
suatu
rangkaian yang penting dalam proses pembelajaran, sebab sesederhana tugas yang telah dilakukan, tanpa adanya proses evaluasi hasilnya tidak akan dapat untuk dikategorikan, baik, buruk, berhasil ataupun tidaknya. Namun apabila dilakukan proses pembelajaran, akan sangat banyak manfaaat atau keuntungan yang dapat kita peroleh, misalnya, untuk prestasi peserta didik, guru maupun lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri.
6-2 Evaluasi Pembelajaran
2. Penyajian 2.1. Konsep Dasar Pengukuran dan Evaluasi 2.1.1. Keputusan Pendidikan
Masyarakat memandang pendidikan sedemikian penting untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap. Dan bahkan lebih konkret lagi, pendidikan dianggap semacam investasi sehingga kelak seseorang dapat memetik hasilnya, terutama berupa peningkatan hidup yang layak. Pendidikan itu sendiri berlangsung melalui proses yang cukup panjang yang diorganisasi sedemikian rupa dalam lingkungan sekolah atau luar sekolah menurut pola-pola tertentu yang dianggap terbaik, paling tidak menurut mereka yang membuat keputusan tentang pendidikan. Kebanyakan pendidik berpendapat, tugas lembaga pendidikan ialah mendorong pertumbuhan seseorang ke arah tujuan yang diharapkan oleh individu dan masyarakat sekitarnya. Tak mengherankan, jika seluruh upaya dipusatkan untuk memacu siswa atau peserta didik untuk dapat mencapai
tujuan
yang
diharapkan.
Berkaitan
dengan
itu,
dapat
dikemukakan beberapa pertanyaan, sudah berapa jauh tujuan pendidikan
Evaluasi Pembelajaran
berhasil
dicapai?
mencapai
Bagaimanakah
tingkat
kemampuan
kemajuan yang
lebih
siswa, baik
apakh mereka daripada
waktu
sebelumnya? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka pengukuran dan evaluasi perlu diselenggarakan. Yang menjadi masalah ialah, apakah guru-guru telah memiliki sikap positif
terhadap
evaluasi
dan
apakah
mereka
dibekali
dengan
keterampilan yang memadai untuk melaksanakan tugas itu. Faktor yang sangat penting ialah, guru-guru itu sendiri harus memiliki sikap dasar yakni
memahami
dilaksanakan
evaluasi
sebagai
sebaik-baiknya,
tahap
sehingga
kegiatan
yang
pelaksanaan
perlu
evaluasi
berlangsung menurut prosedur yang dapat dipertanggung jawabkan dan hasilnya relatif objektif dan fair. Hanya sayangnya, guru-guru kebanyakan kurang siap dan terampil dala melaksanakan evaluasi yang baik. Bahkan ada
kesan
umum
yaitu
kurangnya
kepedulian
tentang
perlunya
pelaksanaan evaluasi terutama karena jumlah siswa terlampau banyak dan bahkan ada pula yang mengatakan, evaluasi hanya dilakukan oleh guru-guru yang memahami statistik (Rusli, 1989).
2.1.2. Konsep-konsep Dasar
Sebelum kita maju ke pembahasan lebih lanjut, terdapat tiga macam istilah pokok yang perlu dijelaskan. Ketiga istilah itu –tes, pengukuran, dan evaluasi- sering dipakai dengan pengertian yang kurang tepat atau rancu satu sama lain. Ketiga istilah itu memang saling berkaitan, tapi masingmasing memiliki pengertian yang khas. 1. Tes Sebuah tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk memperoleh informasi tentang seseorang atau objek. Yang ingin kita peroleh biasanya tentan atribut atau sifat-sifat yang terdapat pada individu atau objek yang bersangkutan. Informasi yang akan dihimpun itu bisa dijaring dengan observasi, wawancara, angket atau bentuk lain yang sesuai.
6-3
6-4 Evaluasi Pembelajaran
2. Pengukuran Pengukuran
ialah
proses
pengumpulan
informasi.
Biasanya
kita
menganggap, pengukuran merupakan penentuan skor secara objektif berdasarkan performa. Memang, melalui pengukuran kita menentukan kemampuan atau prestasi seseorang pada saat sekarang. Pemanfaatan tes merupakan bagian dari proses pengukuran. Selain itu, hasil pengukuran itu perlu dijabarkan dalam istilah waktu, jarak, jumlah atau banyaknya tugas yang dikerjakan dengan sempurna. Sebagai contoh, hasil pengukuran lari 100m kita nyatakan dalam detik (misalnya 11 detik) atau bagaimana kemampuan seseorang melakukan gerakan sits-ups yang dianggap mencerminkan daya tahan otot perutnya dinyatakan dalam beberapa kali yang bersangkutan melakukan gerakan duduk-berbaring secara berkelanjutan (misalnya si A 30x, si B 25x).
3. Evaluasi Evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang terhimpun. Karena itu, evaluasi mencakup pemanfaatan tes dan pengukuran. Pengertian
evaluasi juga
dapat dikemukakan
dalam
ungkapan lainnya yakni sebagai proses penilaian secara kualitatif data yang telah diperoleh melalui pengukuran. Sebagai conto, seorang guru memperoleh gambaran dari hasil pengetesan, bahwa si Ahmad memperoleh skor 50 dalam pelajaran matematik. Yang menjadi persoalan ialah, apalah artinya skor 50 itu? Dengan membandingkan skor 50 dengan skor rata-rata kelas. Misalnya 60, maka prestasi belajar si Ahmad dalam matematik dapat ditafsirkan. Yakni masih berada di bawah prestasi belajar rata-rata kelasnya. Proses pemberian makna skor 50 tersebut tadi disebut evaluasi. Berdasarkan definisi yang telah diutarakan di atas, maka jelaslah bagi kita kaitan antara ketiga istilah itu tadi. Evaluasi mencakup kesemua pengertian
dalam
tes
dan
pengukuran.
mencerminkan falsafah dan tujuan si penilai.
Evaluasi
juga
malah
Evaluasi Pembelajaran
Dalam situasi lainnya, guru yang bersangkutan dapat memanfaatkan patokan berupa perbandingan kemampuan individu dengan individu lainnya dalam satu kelompok. Sebagai contoh, seorang pelatih olahraga yang bertujuan untuk memilih anggota tim bola voli dapat menentukan pilihannya berdasarkan pada performan seorang calon yang dibandingkan dengan calon-calon pemain lainnya. Penilaian semacam itu disebut penilaian acuan norma. Tentu saja, mana kriteria yang akan diterapkan akan mempengaruhi keputusan seseorang, dan tipe evaluasi itu juga berkaitan dengan tes yang akan dipakai atau yang dengan sengaja harus disusun oleh guru atau pelatih yang bersangkutan.
2.1.3. Pengetahuan dan Keterampilan yang Penting bagi Penilai
Apa yang harus diketahui oleh para guru, pendidik, atau petugas di lembaga pendidikan tentang pengukuran dan evaluasi merupakan seperangkat kompetisi yang harus dimiliki oleh para calon guru. Bagaimana kaitan antara tujuan pendidikan, pengalaman belajar, proses belajar dan prosedur evaluasi, terungkap melalui skema di bawah ini :
6-5
6-6 Evaluasi Pembelajaran
Keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan, tergantung pada posisi guru yang melakuakannya. Keterampilan untuk guru Taman Kanakkanak atau guru SD tentu berbeda dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh guru pendidikan jasmani di SLTP atau SMU. Para penilik, penyuluh dan psikolog di sekolah, juga membutuhkan kompetensi tertentu, disamping kompetensi yang penting bagi guru-guru. Persamaan umum bagi semua profesi ialah konsep dasar evaluasi, prinsip dan keterampilan tertentu (misalnya, bagaimana cara mengolah data dengan statistik deskriptif) bermanfaat bagi setiap tingkat. Bahkan orang tua atau kalangan awam sekalipun mempunyai kepentingan dengan pengukuran. Penjelasan Ebel (1961) mungkin bermanfaat untuk diperhitungkan, bahkan dapat diterapkan di Indonesia; dia mengemukakan faktor penting bagi semua guru dalam melaksanakan evaluasi seperti pada tabel berikut :
Evaluasi Pembelajaran
Selain memiliki sifat positif terhadap tes dan pengukuran, guru harus mengetahui bagaimana melaksanakan beberapa aspek dari pengukuran dan evaluasi itu sendiri, termasuk menyusun tes, dan menafsirkan hasilnya. Barangkali masih agak sulit bagi para guru untuk menyelenggarakan tes yang bertujuan untuk mengukur potensi para siswa, termasuk aspek lainnya seperti kondisi emosional. Namun yang paling dituntut ialah mereka harus mampu mengukur dan mengevaluasi tingkat perkembangan prestasi belajar para siswanya. Selain itu, meraka harus tahu bagaimana memilih tes yang telah tersedia, menerapkan inventori, skala rating atau daftar cek sebagai instrumen pengumpulan data. Mereka juga harus mampu memahami petunjuk pelaksanaan tes, penentuan skor, dan menafsirkan hasil tes.
6-7
6-8 Evaluasi Pembelajaran
Tentu saja kesemua kompetisi itu menentukan pembinaan yang diantaranya ialah melalui kegiatan membaca sumber-sumber bacaan tentang tes dan pengukuran. Sumber informasi dapat diperolah dari buku ajar, review, dan laporan penelitian tentang suatu tes.
2.1.4. Tujuan dan Fungsi Suatu Tes Findley (1936) mengemukakan tiga fungsi utama dari tes, yaitu untuk kebutuhan pengajaran, administrasi, dan bimbingan. Ketiga fungsi ini nampaknya masih relevan untuk diterapkan dalam kondisi pendidikan dewasa ini di Indonesia. Pengukuran yang baku bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan administrasi dan bimbingan, sedangkan pelaksanaan pengukuran dengan tes yang dibuat oleh guru itu sendiri sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan pengajaran.
Dari sudut fungsi pengajaran, tes bermanfaat : a. merangsang guru untuk memahami makna tujuan pengajaran; b. merupakan umpan balik bagi guru dan siswa; c. membangkitkan motivasi belajar; d. merangkum atau menata kembali bahan-bahan yang telah diajarkan atau yang telah dikuasai oleh siswa, hal mana sejalan dengan konsep relearning.
Dari sudut administrasi, tes bermanfaat untuk : a. dimanfaatkan sebagai mekanisme mengontrol kualitas suatu sekolah atau sistem sekolah; b. memenuhi kebutuhan program evaluasi dan penelitian;
Evaluasi Pembelajaran
c.
membuat
keputusan
yang
lebih
baik
tentang
klasifikasi
dan
pengelompokan siswa; d. meningkatkan kualitas pemilihan dalam membuat keputusan; e. dipakai sebagai alat guna menentukan apakah seseorang kualifai atau telah menguasai suatu pengetahuan (misal lulus masuk ke PT, mendapat izin mengendarai kendaraan dan sebagainya).
Dari fungsi bimbingan, tes yang baik bermanfaat untuk melakukan diagnosis terhadap bakat dan kemampuan khusus seseorang. Sebagai contoh,
hasil
pengukuran
terhadap
prestasi
belajar,
minat
dan
kepribadian, sering dipergunakan sebagai informasi yang penting bagi pelaksanaan bimbingan. Pemanfaatan informasi dan hasil tes baku misalny jua berguna untuk memberikan bimbingan bagi seseorang ketika dia harus menentukan pilihan mengenai program studi atau perguruan tinggi. Tes memerankan peranan yang vital dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam pembinaan olahraga dan penyelenggaraan pendidikan, baik di sekolah maupun luar sekolah. Karena itu para pembina, guru, atau apapun
namanya
harus
mengetahui
bagaimana
melaksanakan
pengetesan dan menafsirkan hasilnya secara tepat. Dengan mempergunakan tes maka memungkinkan kita untuk memperoleh pengukuran yang objektif (mendekati objektif). Berkaitan dengan masalah pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini – peningkatan mutu pendidikan- tes berguna untuk memperlancar kontrol mutu, program evaluasi dan penelitian, pengelompokan siswa, pemilihan, akreditasi tingkat penguasaan keterampilan dan pemberian sertifikat. Dari sudut pengajaran, tes memberikan umpan balik, membangkitkan motivasi dan sebagai relearning. Dari sudut bimbingan, tes berguna sebagai diagnosis terhadap bakat dan kemampuan khusus.
6-9
6-10 Evaluasi Pembelajaran
2.2. Kriteria untuk Memilih dan Menyusun Tes
2.2.1. Kriteria Teknis-Validitas, Reliabilitas, Objekvitas
Terdapat tiga karakteristik utama dari sebuah tes, yakni validitas, reliabilitas dan objekvitas. Ketiga kriteria ini sering disebutkan sebagai persyaratan bagi setiap tes yang akan dipilih atau yang akan disusun. Coba kita bahas satu persatu konsep tersebut.
1. Validitas
Validitas didefinisikan dalam pengertian, seberapa baik sebuah tes mengukur apa yang ingin diukur ( Kirkendal, 1987 ).Dengan perkataan lain, validitas sebuah tes menunjukkan seberapa baik tes tersebutdapat memenuhi fungsi sesuai dengan penggunaannya.Jika suatu tes kurang valid, informasi yang diperoleh juga kurang berguna.Sebagai contoh, orang awam sekalipun mengetahui jika kita ingin mengukur kecepatan lari seseorang, yang tepat untuk dipakai adalah jam tangan atau yang lebih teliti lagi menggunakan stop watch.Hanya orang ‘ bego ‘ yang mengatakan gunakanlah timbangan.Menga pa ? Karena yang paling sesuai untuk
Evaluasi Pembelajaran
memenuhi fungsinya adalah stop watch.Jika kita ingin mengetahui berapa berat anak-anak balita dari sebuah Posyandu di desa “ Gunung Halu “ setelah memperoleh tambahan menu berupa susu bubuk “ Cap Nona “, maka kita menggunakan timbangan atau dacing. Akan lebih rumit persoalannya, jika yang ingin kita ukur yaitu sifatsifat psikologis yang lebih abstrak, seperti IQ, prestasi belajar dan sifatsifat lainnya.Kita akan bertanya, apakah tes yang akan kita pergunakan benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur. Karena itu, terkandung dalam istilah validitas ialah istilah relevansi. Seperti contoh di atas, timbangan adalah relevan untuk hanya pengukuran sikap seseorang terhadap objek tertentu (misalnya, sikap terhadap agama, politik, dan sebagainya). Jadi, konsep validitas ini adalah kesesuaian fungsi dan kemampuan instrumen untuk memperoleh informasi atau mengukur atribut yang ingin diukur. Berkenaan dengan konsep validitas, ada beberapa tipe :
6-11
6-12 Evaluasi Pembelajaran
1.1. Validitas Isi atau Validitas Logis
Salah satu cara untuk menilai validitas sebuah tes yaitu dengan pertimbangan logis atau profesional. Prosedur ini biasanya digunakan sebagai langkah awal menilai sebuah tes. Bila sebuah tes mengandung butir yang dinilai logis untuk mengukur atribut yang ingin diukur (misalnya, untuk mengukur keterampilan), maka tes itu disebut memiliki validitas logis atau validitas isi. Untuk
keterampilan
memukul
bola,
adalah
logis
bila
kita
menggunakan tes memukul bola. Demikian bola untuk mengukur keterampilan memasukkan bola ke dalam keranjang dalam permainan bola basket, maka yang digunakan adalah tes melempar bola ke dalam keranjang itu. Bila seorang guru ingin mengetes pengetahuan siswa dalam penguasaan peraturan permainan misalnya, maka ia dapat menyusun tes pengetahuan. Persoalan pertama adalah bahwa ia perlu memeriksa kembali cakupan bahan yang menjadi sumber, misalnya dari GBPP atau buku-buku ajar. Rancangan soal merupakan cuplikan yang dapat mewakili cakupan seluruh bahan. Bila hal itu terpenuhi, maka tes pengetahuan itu disebut memiliki validitas isi. Maksudnya, tes itu benar-benar dimaksudkan dan berfungsi untuk mengukur materi pelajaran yang mesti dikuasai oleh para siswa. Bila tidak terpenuhi syarat itu, maka kualitas tes adalah sebaliknya yakni tidak sahih ditinjau dari cakupan dan keterwakilan isinya. Meskipun prasyarat ini sangat penting, namun penilaian terhadap mutu tes tidak hanya cukup sampai di situ. Sebab, masih dapat dianalisis lebih lanjut dengan pendekatan yang lebih lengkap. Andaikan dalam soal itu muncul topik yang relevan, misalnya tentang sejarah permainan (bukan perkembangan peraturan), maka soal ujian itu tidak valid. Demikian pula, jika yang ingin dicapai ialah kemampuan siswa dalam menerapkan peraturan, maka manakala yang diukur hanya sampai taraf mengetahu (misalnya hanya sampai mampu menyebutkan isi
Evaluasi Pembelajaran
peraturan sesuai dengan pasalnya), soal itu juga disebut tidak valid. Dalam hal penyusunan tes kemampuan kognitif (tes kemampuan prestasi akademis), maka relevansi topik dan jenjang kemampuan kognitif merupakan unsur utama dari validitas isi. Penentuan validitas isi dilakukan berdasarkan proses analisis yang logis. Dengan menentukan butir tes secara secara cermat dalam kaitannya dengan tujuan pengajaran, kita dapat membuat pertimbangan sebagai berikut : •
Apakah isi tes paralel dengan tujuan kurikulum, baik dalam hal isi maupun proses?
•
Apakah terdapat kesinambungan antara tes dan tekanan dari kurikulum?
•
Apakah tes bebas dari suatu keharusan yang tidak relevan?
Ketiga pertanyaan itu perlu dikemukakan untuk menilai suatu tes, apakah memenuhi syarat validitas atau tidak. Persoalan lainnya yang penting diperhatikan ialah, validitas isi jangan dikacaukan dengan face validity yang kurang sistematik dalam hal analisis secara logika. Suatu tes disebut mempunyai kualitas face validity jika dalam kesan pertama tes itu nampak mengukur isi atau sifat-sifat yang diharapkan. Padahal, jika ditelaah secara mendalam, yang ingin diukur tidak terwakili dalam isi tes yang bersangkutan.
1.2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk (construct validity), seperti terlukis dalam bagan di atas merupakan satu bentuk pengujian validitas dengan menggunakan statistika. Sebuah konstruk adalah sebuah sifat psikologis atau atribut kemampuan yang melekat pada seseorang, misalnya sikap ilmiah, prestasi belajar atau stabilitas emosi. Dan banyak lagi contoh lainnya.
6-13
6-14 Evaluasi Pembelajaran
Semakin mampu sebuah tes mengukur sifat-sifat psikologis yang ingin diukur, maka semakin tinggi kualitas validitas konstruk tes itu. Hal ini sehubungan dengan kemampuan suatu tes yakni ia tidak dapat mengukur sifat psikologis yang bersifat abstrak. Yang diukur adalah indikator yang teramati yang dijabarkan dari konsep yang abstrak itu. Misalnya, apakah yang disebut stabilitas emosi? Definisi operasional yang menunjukkan perilaku teramati yang disimpulkan sebagai pertandat kestabilan emosi, merupakan rujukan untuk merancang butir dan cakupannya. Dari sudut analisis statistika, tiga prosedur yang lazim dipakai untuk menguji validitas konstruk yakni analisis faktor, analisis regresi majemuk, dan pengujian makna perbedaan skor rata-rata dua kelompok yang ekstrim.
Dalam
buku
ini
akan
disinggung,
hanya
tentang
cara
menganalisis dua kelompok ekstrim, apakah berbeda secara nyata dalam hal atribut tertentu. Prosedur
yang
lazim
ditempuh,
pertama-tama
dengan
cara
menentukan 27% kelompok atas dengan skor tinggi-tinggi dan kelompok bawah dengan skor rendah-rendah. Dari masing-masing kelompok dihitung rata-rata dan simpangan baku. Dengan mempergunakan analisis distribusi t maka kita dapat mengetahui apakah kedua skor rata-rata memang berbeda secara nyata atau tidak (biasanya kita pergunakan tingkat kepercayaan tertentu, 0,05 atau 0,01 sesuai dengan kebutuhan; tingkat kepercayaan tersebut merupakan konsensus dalam statistika).
1.3. Validitas Konkuren
Pendekatan lainnya dibuat berdasarkan fakta empirik, yakni pengujian validitas konkuren. Disebut demikian, karena akan menjadi kriteria bagi tes yang akan disusun ialah tes yang telah ada. Beberapa kriteria yang sering dipakai, seperti misalnya dalam penyusunan tes kemampuan atau keterampilan olahraga ialah sebagai berikut.
Evaluasi Pembelajaran
(1) Pendapat para ahli; sekelompok ahli menilai secara subjektif kemampuan siswa yang bersangkutan, dan kemudian hasilnya dikorelasikan dengan kor yang diperoleh dari pengikuran dengan mempergunakan tes yang baru disusun; koefisien korelasinya menunjukkan seberapa besar koefisien validitas konkuren;
(2) Hasil pertandingan dalam cabang atau nomor yang bersangkutan; skor yang diperoleh dari tes baru dalam bulutangkis misalnya, kemudian korelasinya dengan point atau urutan kedudukannya hasil turnamen setengah kompetisi; dan
(3) Tes lama yang telah dianggap valid. Contoh ketiga ini misalnya tentang tes lari 12menit, apakh valid untuk meramalkan VO2 mx seseorang. Dari hasil pengukuran diperoleh persamaan : VO2 = -11,2878 + 35,9712 (jarak dalam mil yang ditempuh seseorang selama lari-jalan kaki 12 menit)
1.3. Validitas Prediktif
Suatu tes memiliki kualitas validitas prediktif jika tes itu mampu menggambarkan seberapa cocok prediksi dengan hasil nyata. Misalnya, tes saringan masuk ke suatu perusahaan mempersoalkan seberapa mampu tes itu merupakan tes atau alat menunjukkan indikator dari sifatsifat psikologis atau kemampuan yang diharapkan bagi suatu pekerjaan (misalnya sebagai sekretaris, penjual yang sukses atau penjaga keamanan). Soal-soal ujian masuk perguruan tinggi akan disebut memiliki
6-15
6-16 Evaluasi Pembelajaran
validitas prediktif yang baik jika hasil ujian mahasiswa yang bersangkutan memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil-hasil perkuliahan. Dengan perkatan lain, hingga mana skor tes itu berkaitan dengan keberhasilan seseorang di perguruan tinggi menggambarkan seberapa jauh kemampuan tes itu untuk memenuhi fungsinya guna meramalkan prestasi belajar seseorang. Kecermatan prediksi itu biasanya tergambar dari besarnya koefisien korelasi antara skor tes dengan kriteria. Validitas prediktif selalu berhubungan dengan kriteri tertentu. Bagi para pemakai tes, yang menjadi persoalan adalah apakah kriteri yang tepat
untuk
dipakai.
Seperti
halnya
contoh
tadi,
apakah
yang
dipergunakan keseluruhan hasil kuliah mahasiswa yang bersangkutan sejak tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya? Bukti-bukti empirik (silahkan teliti lebih lanjut) menunjukkan tak begitu erat kaitan antara hasil ujian ke perguruan tinggi dengan prestasi akademis mahasiswa. Yang menjadi masalah ialah, bahwa ada faktor penyela lainnya yang ikut mencampuri proses perkuliahan (misalnya motivasi belajar, keteraturan kuliah, dan sebagainya).
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan syarat penting bagi suatu tes, tapi tidak menjamin tercapainya validitas. Yang perlu kita tekankan ialah, konsep validitas dan reliabilitas merupakan konsep sentral dalam tes pendidikan dan tes aspek psikologis. Reliabilitas suatu
tes
menggambarkan
konsistensi
dari hasil
pengukuran terhadap orang yang sama dengan alat ukur atau tes yang sama. Reliabilitas suatu tes dinyatakan dakam koefisien reliabilitas yang diperoleh berdasarkan perhitungan korelasi. Dalam
konsep
reliabilitas
terkandung
kesalahan
pengukuran,
sehingga skor yang diperoleh adalah skor yang sebenarnya plus kesalahan atau galat (error).
Evaluasi Pembelajaran
Kesalahan sistematik (systematic error) ialah perubahan dalam performa atau perilaku seseorang disebabkan karena faktor biologis. Seseorang akan menampilkan kemempuan yang berbeda dari hari ke hari atau antara usaha yang pertama dan seterusnya, karena kemampuan seseorang dalam suatu bidang bukan sebagai perilaku alamiah. Sebagai contoh, tinggi badan si Ani memiliki variasi yaitu 160 cm, 160,5 cm dan 161 cm. Variasi tersebut mungkin karena alat yang dipakai berbeda-beda kecermatannya, dan si pengukur itu sendiri melakukan kesalahan dalam membaca skala. Yang pertama disebut kesalahan pengukuran dan yang kedua disebut kesalahan sistematik. Dalam tes kemampuan atau keterampilan misalnya, justru kesalahan sistematik inilah yang lebih sulit untuk dikontrol. Sebaliknya dalam tes tertulis (misalnya tes pengetahuan dalam olahraga, kesehatan) kesalahan sistematik ini kurang begitu kuat dibandingkan dengan tes kemampuan fisik atau keterampilan dalam suatu cabang olahraga. Bagaimana
menentukan
Bagaimana
menentukan
kesalahan,
membutuhkan penerapan statistika seperti teknik analisis variasi yang tidak akan dibahas dalam buku ini. Yang akan dibahas ialah pendekatan dalam pengujian reliabilitas suatu tes adalah :
2.1. Reliabilitas Tes-Retes Istilah koefisien tes-retes dapat pula disebut koefisien stabilitas. Istilah stabilitas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal itu bukan karena perubahan dalam tes, tapi fluktasi dalam beberapa aspek dan karakteristik yang diukur. Variasi yang terjadi di dalam individu itu sendiri dan variasi antar individu yang diukur. Realibilitas
tes-retes
diperoleh
dengan
cara
melaksanakan
pengetesan dua kali terhadap sekelompok subjek dengan memakai tes yang sama. Koefisien reliabilitas tes-retes lebih tinggi daripada koefisien
6-17
6-18 Evaluasi Pembelajaran
tes berbentuk paralel, karena dalam bentuk paralel mungkin saja isinya berbeda. Yang menjadi persoalan dalam pengujian reliabilitas tes-retes ini ialah berapa lama selang waktu antara tes pertama dan kedua? Keberatan dari pendekatan tersebut ialah, skor subjek pada pengetesan kedua mungkin meningkat karena dia masih ingat atau hafal akan tugastugas/soal-soal yang harus dikerjakan. Dan mungkin saja selama selang waktu antara tes pertama dan tes kedua subjek yang bersangkutan melakukan latihan. Kirkendall, dkk (1987) mengemukakan, selang waktunya sebaiknya cukup lama agar subjek yang bersangkutan tidak mengulang
kesalahan,
atau
jangan
terlalu
lama
sehingga
yang
bersangkutan dan kesempatan untuk berlatih selama selang waktu tes pertama dan kedua, termasuk lupa bagaimana cara melaksanakan atau menyelesaikan
tes.
Baumgartner
(1969)
melaporkan,
perhitungan
reliabilitas tes-retes yang dilaksanakan pada hari pertama cenderung menghasilkan koefisien reliabilitas yang terlampau tinggi. Karena itu disarankan, pengetesan sebaiknya dilaksanakan pada hari yang berbeda.
2.2. Reliabilitas Tes Bentuk Paralel (Bentuk Kembar) Sejak tahun 1910, pendekatan tes berbentuk paralel (tes kembar) disukai sebagai metode untuk menafsirkan koefisien reliabilitas suatu tes. Koefisien tersebut diperoleh dengan cara memberikan tes yang isinya dianggap serupa. Bentuknya dianggap atau disebut paralel jika skor seseorang sama untuk kedua bentuk tes itu. Jika kesalahan standar dari pengukuran bentuk pertama sama dengan bentuk tes kedua. Kerugiannya, bagi beberapa tes pendekatan tersebut kurang praktis, umpamanya jika si pemakai hanya membutuhkan satu bentuk atau tidak untuk mengembangkan bentuk lain. Selain itu, betapa sulit untuk menyusun tes yang isinya sama tapi bentuknya (butir-butirnya) nampak berbeda. Karena tes kembar juga memerlukan waktu pelaksanaan tes sebanyak dua kali (seperti halnya tes-retes), maka skor tes kedua dapat
Evaluasi Pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor tertentu seperti motivasi siswa, kelelahan, kebiasaan, dan kebosanan. Faktor-faktor tersebut merupakan hambatan bagi pengguna tes semacam itu.
2.3. Reliabilitas Belah Dua (Split-Half) Untuk
menghindari
kelemahan
pelaksanaan
tes-tes
atau
penggunaan bentuk paralel, maka tes dapat dibagi menjadi dua bagian yang sama. Total skor dari butir-butir testesnomor gasal dikorelasikan dengan total skor tes bernomor genap. Hasil korelasi tes yang dipecah menjadi dua ini, selanjutnya diramalkan dengan rumus Spearman-Brown, guna memperoleh reliabilitas keseluruhan tes :
Reliabilitas = 2 (reliabilitas ½ tes) seluruh tes 1+ (reliabilitas dari ½ tes)
3. Objektivitas Objektivitas suatu tes didefinisikan sebagai derajat kesepakatan di antara beberapa orang pengetes. Suatu tes dikatakan objektif, manakala terdapat kesamaan skor yang diberikan oleh beberapa orang penilaian. Sebagai contoh, tes pilihan berganda dikatakan objektif, karena skor yang diberikan oleh dua orang penilai atau lebih akan serupa satu dengan lainnya. Namun pemberian nilai terhadap penampilan siswa dalam loncat indah, senam atau tes esai misalnya, tentu akan lebih rendah objektivitasnya ketimbang skor tes objektif tersebut tadi. Istilah lain bagi objektivitasnya ialah reliabilitas penilai, yakni konsistensi skor yang diberikan oleh beberapa penilai terhadap suatu performa. Sebagai contoh, kita dapat menghitung seberapa besar objektivitas 2 orang penilai (misalnya, penilaian terhadap keterampilan dalam melakukan loncatan dalam loncat indah) dengan cara menghitung korelasi pasangan skor yang diberikan oleh masing-masing penilai terhadap beberapa peloncat.
6-19
6-20 Evaluasi Pembelajaran
2.2.2. Kriteria Pelengkap
Validitas, reliabilitas dan objektivitas merupakan persyaratan utama dalam memilih atau menyusun tes baru. Syarat-syarat lainnya seperti pada halaman berikut.
Apa Kriteria Pelengkap Lainnya ? 1. Ekonomis : Bagi kepentingan pengajaran (relatif mengalami kelangkaan sumber daya) sebaiknya tes dipakai tergolong murah (misalnya dalam biaya perlengkapan atau pengadaannya).
2. Mudah diselenggarakan : Tes sebaiknya mudah dilaksanakan dan petunjuk pelaksanaanya dapat dengan mudah dipahami, termasuk kriteria penafsiran hasilnya.
3. Pengembangan proses belajar : Tes juga harus dapat membangkitkan motivasi belajar dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sehubungan dengan hal ini, tes sebainya menarik minat siswa.
4. Pengembangan norma : Hasil tes baru akan bermakna jika ditafsirkan Karena
itu,
norma
perlu
ditetapkan,
apakah
memakai nama kelompok atau nama absolut.
2.3. Pengetesan Keterampilan Olahraga Persoalan
berikutnya
yang
sering
diperbincangkan
adalah
bagaimana mengevaluasi keterampilan berolahraga. Sudah banyak dikembangkan tes objektif untik keterampilan. Pengujian validitas dan reliabilitasnya juga dilakukan. Namun yang menjadi persoalan adalah penerapan tes itu memakan waktu dan tenaga sehingga akhirnya sukar
Evaluasi Pembelajaran
untuk diterapkan. Bab ini membahas alternatif lainnya dalam pelaksanaan tes keterampilan dengan lebih menekankan aspek kependidikannya. Alternatif yang dikembangkan adalah evaluasi deskriptif, tidak dalam bentuk tes objektif yang sebenarnya kehilangan konteks, sebab suasana penampilan keterampilan tidak seperti keadaan yang sesunggunhnya.
2.3.1. Pengembangan Instrumen
Ada kemungkinan bahwa instrumen yang dibutuhkan tidak tersedia, dan karena itu guru perlu menyusun sendiri instrumen yang dimaksud. Beberapa rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tes keterampilan adalah sebagai berikut : •
Identifikasi kemampuan atau keterampilan yang ingin diukur.
•
Pilihlah atau kembangkan butir keterampilan yang dapat mengetes kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kriteria.
•
Berikan jaminan bahwa alat-alat yang digunakan aman, bebas dari potensi mencelakakan siswa
•
Buatlah percobaan dalam skala kecil untuk mengkaji keterpakaian tes.
•
Buat revisi dan petunjuk penggunaan
•
Kembangkan norma
•
Susun pedoman pelaksanaan tes
•
Secara periodik tes itu disempurnakan
Penentuan Tujuan Tes Berkenaan dengan tujuan tes, ada beberapa pertimbangan yang harus diputuskan secara masak. Perimbangan itu berkenaan dengan hal sebagai berikut. •
Apakah tes itu untuk tujuan menilai keberhasilan setelah program selesai (sumatif) atau untuk memantau kemajuan belajar (formatif)?
6-21
6-22 Evaluasi Pembelajaran
Tes
keterampilan
dapat
diterapkan
untuk
membentuk
kedua
kebutuhan tersebut. Bila tujuannya ditekankan pada tes normatif, maka keterampilan yang diukur adalah keterampilan yang fundamental yang sering dilakukan sehari-hari. Sehubungan dengan kebutuhan itu, maka rumuskan secara jelas definisi operasional keterampilan yang ingin diukur. •
Apakah kriteria yang diterapkan. Acuan Patokan atau Norma Bila yang diinginkan adalah penguasaan tuntas, maka yang diterapkan adalah acuan patokan, dan persoalannya, berapa persen penguasaan yang
dimaksud?
80%
atau
70%
tentu
bergantung
pada
keterampilannya. Acuan patokan membutuhkan
skors batas
penentuan
sukses,
sementara acuan norma lebih mengutamakan gambaran kemajuan belajar dan status siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
Pencapaian hasil berupa penguasaan keterampilan hingga sekitar 80% saudara cukup baik dan cocok untuk siswa SLTP. Dalam kasus tertentu, misalnya berenang keterampilan itu harus tuntas
•
Apakah yang diutamakan proses atau hasil? Pendidikan jasmani memang lebih mengutamakan proses, sebab hasil
itu merupakan tujuan kedua, yang akan dicapai bila proses berjalan dengan baik. Lagipula, dalam pendidikan jasmani ada keterampilan yang memang baru bisa dicapai setelah ditempuh waktu yang cukup lama.
Evaluasi Pembelajaran
Identifikasi Keterampilan Apa keterampilan yang akan diukur harus diidentifikasi secara cermat. Hal ini ada kaitannya dengan cara mengukurnya. Sehubungan dengan hal ini kita dapat membagi dua macam tipe keterampilan : diskrit dan kontinus, yang variasinya adalah keterampilan serial. Tipe lainnya yaitu berdasarkan pada pelaksanaannya, apakah keterampilan itu sepenuhnya dikendalikan oleh si pelaku (self paced) seperti penahan, bowling, golf. Atau keterampilan yang dikendalikan oleh faktor luar seperti sepakbola, bola basket, bola voli, dll. Sesuai dengan kaidah pengajaran yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa, penentuan keterampilan itu juga mempertimbangkan kemampuan siswa dalam memproses informasi. Pada tahap awal, fungsi kemampuan kognitif dalam memproses informasi ini sangat penting dan kian berkurang setelah keterampilan itu semakin otomatis. Jadi, keterampilan diskrit lebih cocok untuk pemula, sedangkan keterampilan serial (kontinous) cocok untuk pelajar yang sudah lebih maju kemampuannya. Faktor usia dapat menjadi bahan pertimbangan. Anak-anak usia muda seperti SD lebih cocok untuk memperoleh tes penguasaan keterampilan dasar, sedangkan siswa SLTP yang makin matang, sudah dapat memperoleh tugas yang lebih kompleks. Karena itu, corak tes keterampilan untuk anak usia muda adalah keterampilan diskrit, seperti melompat, melempar, menangkap, berputar, berguling, yang kemudian dapat meningkat kesulitannya terutama bagi anak yang sudah lebih maju kecakapannya.
Memilih dan Mengembangkan Butir Kriteria pertama adalah analisis keseluruhan keterampilan yang terkait dengan suatu cabang olahraga, bila yang dites keterampilan. Selanjutnya, tugas penting adalah memilih keterampilan yang dianggap paling esensial.
6-23
6-24 Evaluasi Pembelajaran
Yang dianalisis adalah tugas gerak yang dikaitkan dengan kriteria penguasaan bila diutamakan pengausaan tuntas. Pertanyaannya, sejauh mana tes itu dapat menggambarkan taraf penguasaan tugas dengan kriteria tuntas? Demikian pula jika dikaitkan dengan acuan norma, maka tes keterampilan itu dapat membedakan kemampuan satu siswa dengan siswa lainnya.Maksudnya, daya pembedanya harus dapat diandalkan. Bila sudah disusun butir tes dan orientasi penguasaannya, maka perlu disusun pedoman ppelaksanaannya.
Penyediaan Fasilitas yang Aman Ketersediaan alat yang menjamin keselamatan dalam pelaksanaan tes harus dipertimbangkan dan disiapkan.Lapangan tidak licin dan becek, atau permukaannya tidak kasar ( banyak batu, dll ).Kondisi terbaik yang ada di sekolah, itulah yang dimanfaatkan.Gunakan semaksimal mungkin potensi lingkungan untuk melaksanakan tes.
Pengkajian Uji Coba dan Revisi Uji coba lapangan, dimakssudkan untuk memperoleh informasi tentang
kekurangan
tes,
termasuk
keunggulannya.Berdasarkan
kekurangan itu maka kita dapat membuat perbaikan yang diperlukan, misalnya tentang prosedur pelaksanaan yang memungkinkan siswa menampilkan kemampuan terbaik.Tata cara perekaman performa siswa juga menjadi bahan pengamatan, apakah praktis atau terlampau rumit ?
Penentuan Validitas Internal dan Eksternal Seperti halnya penentuan tata cara pelaksanaan tes, persoalan penting adalah, apakah ada prosedur yang memadai untuk menjamin validitas internal ? Para ahli atau teman sejawat dapat membantu untuk mengumpulkan data hingga kemudian dapat diperhitungkan korelasi
Evaluasi Pembelajaran
antara skors butir dengan skors keseluruhan.Hasilnya menunjukkan validitas internal.Makin tinggi koefisien korelasinya ( mendekati 1, 00 ) maka makin bagus validitas internal itu.Maksudnya tes itu makin memperkirakan kemampuan siswa. Namun harus diingat, korelasi antara sesama butir itu sebaiknya rendah, dan tinggi korelasi butir dengan skors dengan skors keseluruhan yang yang telah diubah berdasarkan skors T ( pelajari kembali cara menghitung skors T ).Pada umumnya korelasi majemuk antara butir dan kriteria internal itu adalah 0, 80 atau lebih dan hal itu dipandang memuaskan. Dalam konteks evaluasi acuan patokan, maka validitas konstruk diartikan sebagai seberapa mampu tes itu dapat menempatkan siswa dalam kategori atau taraf penguasaan keterampilan.
Penentuan Norma Data yang diperoleh tidak akan bermakna jika tidak ditafsirkan terlebih dahulu dan untuk itu diperlukan norma kelompok atau acuan patokan.Pengumpulan data yang diperoleh dari beberapa kelompok siswa dapat
dipakai
untuk
menetapkan
norma.Sekurangnya
200
orang
digunakan untuk memperoleh data untuk menyusun norma.
Menulis Manual Bagaimana tes dilaksanakan ? Bagaimana mengadministrasinya ? Untuk itu perlu disusun manual atau buku pegangan petunjuk pelasksanaan tes.Dengan demikian, siapa saja, bila mengikuti prosedur yang telah disusun akan dapat menghasilkan data dengan mutu yang setara.
6-25
6-26 Evaluasi Pembelajaran
Mengevaluasi Tes Tidak ada satupun tes yang mampu memenuhi kebutuhan dengan mutu terjamin, apalagi jika tes tersebut baru disusun.Untuk meningkatkan mutu pengetesan, tes tersebut perlu dikaji ulang.
2.3.2 Penilaian Berskala ( Rating Scale ) Penilaian berskala merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk merekam performa siswa.Tes objektif mengukur penguasaan kecakapan siswa melakukan butir-butir tes di luar konteks kegiatan yang sesungguhnya.Dengan memakai penilaian berskala, pengukuran
berlangsung
dalam
situasi
yang
sebenarnya.Misalnya
pengukuran keterampilan bermain bola voli ( bisa dimodifikasi ) dilaksanakan dalam permainan bola voli, begitu pula dalam renang, sepakbola, bola basket, dan cabang-cabang olahraga lainnya. Setelah diidentifikasi komponen keteranpilan essensial untuk satu cabang, kita tetapkan rentang penilaian.Biasanya digunakan skala 15.Penampilan terbaik diberi skors 5 dan yang terendah ( belum menguasai ) diberi skors 1.Contoh pada cabang olahraga renang.Dalam contoh itu tertuang beberapa komponen gerak yang kemudian dirinci, sesuai dengan struktur gerak.Acuan yang digunakan adalah penguasaan gerak tuntas, maksudnya,
keterampilan
yang
diperagakan
mendekati
standart
penampilan yang dapat diterima. Dari setiap komponen tersebut kemudian dipecah menjadi beberapa sub komponen.Misalnya, dari struktur gerak, gerakan badan meluncur dan koordinasi ayunan lengan, dirinci pelaksanaan tugas gerak dengan kriteria penilaian, dari keadaan belum mengusai sampai akhirnya dapat menguasainya.
Evaluasi Pembelajaran
Contoh Penilaian untuk senam :
Modifikasi penilaian resmi yang ditetapkan oleh Persatuan Senam Seluruh Indonesia ( Persani ), dapat diterapkan untuk setiap nomor : senam lantai, kuda lompat, palang tunggal, palang sejajar dan kuda berpelana.Penilaiannya, maksimum 10 untuk gerakan terbaik ( dapat dipakai acuan patokan, dan acuan norma ). Komponen penilaian meliputi : - Kesan umum
: 0,5
- Pelaksanaan
: 4,0
- Kesukaran
: 3,0
6-27
6-28 Evaluasi Pembelajaran
- Kombinasi
: 2,0
- Komponen gerak
: 0,5
Jumlah
: 10
Dapat juga dikembangkan penilaian untuk setiap komponen gerak atau teknik, seperti dalam senam lantai.Misalnya, penilaian guling ke depan, guling ke belakang, hand stand, dan lain-lain.
Pengukuran teknik cabang olahraga melibatkan teknik-teknik dasar yang essensial sesuai dengan kecabangannya.Penilaian keterampilan dasar
juga
dapat
dilaksanakan
terlebih
dahulu
mengidentifikasi
keterampilan dasar yang pokok dan perlu dikuasai oleh siswa.Asas pengajaran sesuai pertumbuhan dan perkembangan tetap sebagai pegangan utama dalam pengukuran. Hal ini ada kaitannya dengan penggunaan acuan patokan.Kriteria yang terlampau tinggi dan berat, memungkinkan akan banyak siswa yang dinilai gagal menguasai kecakapan yang telah diajarkan. Tidak
ada
teknik
pengukuran
yang
benar-benar
mampu
menggambarkan kemampuan yang sesungguhnya.Pemakaian tes objektif cenderung tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya.Penilaian berskala dapat disusun untuk mengukur penguasaan keterampilan, baik yang tertuju pada komponen keterampilan maupun penguasaannya secara
menyeluruh
dan
diterapkan
dalam
permainan
yang
sesungguhnya.Hal ini misalnya untuk cabang permainan seperti sepak bola, bola basket dan lain-lain.
2.4 Penentuan Nilai Kita membedakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.Dalam evaluasi formatif, hasil tes disampaikan kembali kepada peserta sebagai umpan balik bagi penyempurnaan penampilan mereka.Evaluasi sumatif merupakan pengukuran data tentang prestasi atau kemampuan siswa dan penyempurnaan program, formatif sangat bernilai.Namun, demikian hasil
Evaluasi Pembelajaran
evaluasi sumatif juga sangat penting, terutama untuk menentukan nilai seseorang.Dalam bab ini penentuan nilai akan kita bicarakan secara lebih terinci. Penentuan nilai pada setiap akhir caturwulan atau semester sangat penting artinya dalam pengajaran dengan beberapa alasan, yakni : 1. Nilai memberikan gambaran tentang kemampuan siswa yang bersangkutan baik bagi dirinya maupun bagi orng tuanya. 2.
Nilai
dapat
digunakan
untuk
membangkitkan
motivasi
untuk
menyempurna kan penampilan 3. Nilai merupakan dasar untuk penentuan kenaikan kelas atau kenaikan ting kat. Dengan kata lain, skor yang diperoleh para siswa tak akan ada artinya apabila tidak diubah ke dalam bentuk nilai.Pemaparan kemajuan belajar siswa itu juga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.Gambaran kemajuan itu juga dapat diubah ke dalam bentuk nilai, bila lembaga pendidikan atau sekolah menginginkannya.
2.4.1 Kritik Terhadap Penilaian Beberapa masalah dilontarkan sehubungan dengan penentuan nilai, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Penentuan nilai tidak cermat Pada sebagian besar perguruan tinggi, kebanyakan siswa atau mahasiswa memperoleh nilai C.Pemberian nilai tidak lepas dari faktor subjektif.Atau di sekolah dasar dan jenjang yang lebih lanjut,pemberian nilai tengah-tengah,seperti 6 dianggap lazim dan pantas, sementara guru pendidikan jasmani bersikap kikir untuk berani memberikan nilai 8 atau 9.
6-29
6-30 Evaluasi Pembelajaran
2. Para siswa yang memperoleh nilai rendah cenderung kurang termotivasi dalam kegiatan belajar. 3. Penentuan nilai cenderung membeda-bedakan seseorang suatu hal yang dianggap bertentangan dengan asas demokrasi, dan jika tidak cermat pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah sosial psikologis seperti persepsi diri yang rendah atau siswa merasa sebagai orang yang berstatus rendah dan hilang percaya diri. 4. Dengan segala kebenarannya, penilaian perlu kita lakukan, dan hal ini biasanya kita nyatakan dalam nilai A, B, C, D dan G untuk jenjang perguruan tinggi, atau dinyatakan dalam skala 1-10
untuk jenjang
pendidikan SD, SLTP, dan SMU.Untuk meningkatkan kecermatan penilaian, kita perlu memahami beberapa prinsip sebagai pegangan.
2.4.2 Patokan Bagi Penilaian Seperti yang telah disinggung pada awal bab ini, penilaian ditentukan dengan memperhatikan kriteria tertentu : penilaian acuan norma
atau
penilaian
acuan
patokan.Pendekatan
acuan
norma
dipergunakan untuk membedakan kemampuan seseorang dengan lainnya dalam suatu kelompok.Dengan kata lain, penampilan seseorang apabila dibandingkan dengan yang lain untuk mengetahui seberapa baik yang bersangkutan dalam kelompok.Sebaliknya, pendekatan acuan patokan akan
membandingkan
kemampuan
seseorang
dengan
tingkat
penguasaan tertentu.Karena itu, teka nan dari penerapan acuan patokan adalah penetapan tingkat penguasaan ( misalnya, pengetahuan atau keterampilan ) pada diri seseorang : acuan norma
kelompok
menitikberatkan
seseorang dari rata-rata kelompoknya.
seberapa
jauh
penyimpangan
Evaluasi Pembelajaran
2.4.3 Tipe Penilaian
Penilaian atau pemberian angka dapat dilakukan dalam berbagai cara.Beberapa cara secara umum dikemukakan sebagai berikut : - Skor sebenarnya yang diperoleh dari tes Hasil tes kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, dan aspek pengukuran
lainnya
dilaporankan
sesuai
dengan
hasil
yang
sebenarnya.Namun cara ini tidak lazim diterapkan di Indonesia - Persentase ( misalnya 65 persen, dan 90 persen ) Cara ini kurang lazim untuk dipergunakan di Indonesia.Meskipun bisa dipakai, tapi kritik terhadap penilaian ini adalah penilaian tersebut tidak realistik - Skor standart ( misalnya skor T dan urutan-urutan persentil ) Skor standart bisa dipakai jika diterapkan penilaian acuan norma.Jika diterapkan penilaian acuan patokan, skor standart tak dapat dipakai - Nilai dengan huruf ( yakni, A, B, C, D, dan G ) Cara ini paling lazim dipakai seperti yang diterapkan di perguruan tinggi di Indonesia dewasa ini.Huruf itu dapat diartikan : A
: baik sekali
B
: baik atau di atas rata-rata
C
: rata-rata
D
: di bawah rata-rata atau buruk
G
: gagal ( biasanya diberi kesempatan untuk mengulang )
Di jenjang pendidikan yang lebih rendah lazimnya kita menggunakan skala 1 – 10 - Dikhotomi ( misalnya berhasil / gagal ) Dengan cara ini hanya ada dua kategori penilaian.Cara ini jarang dipakai, terutama untuk menyatakan nilai atau prestasi akademis, seperti berhasil atau kurang berhasil; menguasai / belum menguasai dan lainlain.
6-31
6-32 Evaluasi Pembelajaran
2.4.4 Sistem Penilaian Kecenderungan yang lazim kita pakai dalam penilaian adalah mempergunakan huruf untuk perguruan tinggi atau skala 1 -10 untuk jenjang pendidikan yang lebih rendah, seperti di SD, SLTP, atau di SMU.Bagaimana menerapkannya dapat dilakukan dalam beberapa cara, seperti berikut ini : 1. Metode Kesenjangan dalam Distrubusi Sebuah distribusi skor tes biasanya memiliki kesenjangan skor; maksudnya tak ada skor.Beberapa guru memanfaatkannya untuk menentukan nilai siswa mereka.Sebagai contoh perhatikan tabel berikut ini : Penentuan nilai berdasarkan kesenjangan skor dapat berbedabeda bagi setiap kelas yang berbeda penyebaran skornya.Karena itu, cara tersebut kurang disukai, karena nilai tergantung pada kesenjangan skor yang terjadi.Dengan demikian, cara pertama ini sebaiknya jangan dipakai.Sebagai contoh, perhatikan tabel berikut :
2. Metode Persentase Cara kedua dapat juga diterapkan di lingkungan perguruan tinggi, atau di SMU dalam kaitannya dengan penguasaan materi secara tuntas.Sebagai contoh, seorang mahasiswa memperoleh A jika mampu
Evaluasi Pembelajaran
menjawab butir tes sebanyak 90 % yang benar, akan mendapat B jika menjawab benar 80 %, akan mendapat C jika benar 70 – 79 %, akan mendapat D jika benar 60 - 69 %, dan akan memperoleh G jika jawaban benar kurang dari 60 %.Penggunaan metode persentase seperti tersebut merupakan acuan patokan.Dengan kata lain, berapa persen materi yang terkuasai oleh para mahasiswa. Guru atau dosen yang tertarik untuk menerapkan metode itu, tentu dihadapkan dengan tugas terutama menentukan batas lulus atau batas penguasaan materi.Misalnya, untuk penilaian A, atau nilai 10 apakah disyarat kan penguasaan bahan sekurangnya 80 – 85 % atau lebih rendah lagi.Penetapannya dapat dilakukan berdasarkan pengalaman yang sudahsudah.Karena tak ada patokan yang tegas, maka batas yang persentase penguasaan bahan harus dipertimbangkan dengan cermat.
3. Metode Himpunan Angka atau Nilai Cara ketiga yang dapat diterapkan adalah dengan menjumlahkan beberapa angka atau nilai itu diperoleh berdasarkan komponen penilaian yang telah direncanakan dan bahkan telah dikomunikasikan kepada siswa.Komponen itu misalnya, penguasaan pengetahuan, penguasaan keterampilan, kerajinan mengikuti program dan lain-lain sesuai dengan pertimbangan guru yang bersangkutan mengenai unsur penilaian yang dianggap
amat
penting
untuk
menggambarkan
kemajuan
siswanya.Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut ini :
belajar
6-33
6-34 Evaluasi Pembelajaran
Pendekatan seperti itu tidak begitu sukar untuk diubah ke dalam skala 1 – 10.Guru dapat menetapkan batas-batas skors untuk setiap nilai dengan memperhitungkan interval dan tingkat penguasaan tuntas.Sebagai contoh, bila diperoleh skor maksimal 200 dari 4 macam hasil tes, maka skor tersebut dapat dikonversi menjadi nilai dalam skala 1 -10 seperti contoh di bawah ini :
Evaluasi Pembelajaran
4. Metode Kurva Normal Pendekatan yang paling lazim dalam penentuan nilai adalah metode kurva normal.Dalam metode ini, sebuah distribusi normal dijadikan landasan penentuan nilai.Untuk lebih jelasnya lagi, bacalah kembali ciri dari kurva normal, cara menghitung rata-rata dan simpangan baku, dan luas kurva normal.Agar lebih jelas, perhatikan contoh tabel berikut ini :
Apabila sudah diperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku, maka tak begitu sukar bagi kita untuk mengetahui batas skor bagi masing-
6-35
6-36 Evaluasi Pembelajaran
masing kategori nilai sesuai dengan luas kurva normal seperti tertera dalam tabel di atas.Sehubungan dengan skor z, dapat pula dilakukan modifikasi tentang luas kurva ( misalnya, nilai A, 1, 28 simpangan baku ke atas )
5. Penilaian berdasarkan Kontrak Penerapan penilaian acuan patokan lainnya yang sering dilakukan oleh guru atau dosen adalah penilaian berdasarkan kontrak.Maksudnya, guru dan siswa yang bersangkutan mengikat kesepakatan tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa untuk memperoleh nilai tertentu.Sebagai contoh, dalam pelajaran atletik di SMA misalnya, seorang siswa akan memperoleh nilai A jika dia mampu menempuh jarak 100 m selama 12 detik ( untuk putera ), lompat jauh 5 m, tolak peluru 7 m, membaca tiga artikel tentang atletik, dan menyusun makalah singkat ( 3 – 4 halaman ) tentang atletik.Untuk memperoleh nilai
B, tentu beban tugasnya lebih
rendah dari beban tugas untuk memperoleh nilai A.Penentuan tugas semacam itu sering diterapkan di lingkungan perguruan tinggi di AS dan mungkin belum pernah diterapkan di Indonesia.
6. Pendekatan Portofolio Pendekatan portofolio, akhir-akhir ini mulai dikembangkan, dan bahkan
di
AS
telah
berkembang
sekitar
10
tahun
yang
lalu.Perkembangannya didorong oleh kenyataan bahwa pendekatan tes objektif kehilangan konteks.Pengalaman dan kegiatan siswa di luar situasi persekolahan, tidak terekam dan tidak memperoleh penghargaan.Yang diandalkan hanya himpunan prestasi belajar yang terukur pada saat tes dan pengukuran di sekolah. Pendekatan portofolio pada dasarnya menekankan penghargaan kepada seluruh pengalaman dan kemajuan siswa baik yang diperagakan di sekolah maupun di luar sekolah.Pendekatan ini tampaknya cocok dengan ide pendidikan jasmani yang bertujuan untuk membentuk
Evaluasi Pembelajaran
kebiasaan melaksanakan budaya atau gaya hidup aktif.Dengan demikian seluruh aktifitas siswa memperoleh penghargaan, seperti misalnya, kegiatannya di klub, latihan mandiri secara teratur untuk membina kebugaran jasmani, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, mengikuti pertandingan resmi, dan pengalaman lainnya. Pengalaman itu dapat diklasifikasi sesuai dengan lingkup dan tujuannya, diselaraskan dengan komponen tujuan pendidikan jasmani, meliputi : - kegiatan untuk pengembangan pengetahuan, seperti mengikuti seminar, diskusi, studi klub - kegiatan untuk pengembangan keterampilan motorik, seperti latihan mandiri mengikuti kompetisi resmi, latihan kebugaran pada setiap hari Minggu, camping, kepramukaan, dll - rekaman kegiatan yang mengandung nilai bagi pembinaan aspek afektif
Informasi itu semuanya dilaporkan oleh siswa itu sendiri untuk kemudian
dinilai
oleh
gurunya.Ada
dua
pendekatan
yang
dapat
diterapkan, tentunya disesuaikan dengan kematangan siswa, yaitu : Pertama : Berbentuk laporan essai tertulis untuk setiap kegiatan yang kemudian disimpan dalam sebuah file untuk setiap siswa.Pekerjaan ini cu kup banyak dan guru juga akan memperoleh pekerjaan tambahan
Kedua : Laporan dalam bentuk pengisian formulir yang disediakan.Bentuk ini memang tidak lazim untuk laporan portofolio, karena sudah di batasi lingkup
dan
kepanjangan
isinya.Namun
seperti
dapat
juga
dipergunakan sebagai alternatif, meskipun bukan laporan portofo lio yang sebenarnya. Rangkuman masukan informasi pengalaman siswa itu selanjutnya dinilai oleh gurunya.Untuk itu, perlu disusun kerangka penilaian.Hasilnya digunakan untuk melengkapi prestasi belajar yang direkam secara formal pada waktu pelaksanaan tes dan pengukuran.
6-37
6-38 Evaluasi Pembelajaran
2.4.5 Penentuan Komponen Nilai Yang sering menjadi masalah bagi guru atau dosen adalah bagaimana menentukan nilai dari suatu mata pelajaran atau kuliah yang terdiri dari beberapa unsur ( misalnya, ada teori, praktek, dan lain-lain yang terkait ).Untuk memecahkan masalah itu, pertama-tama harus ditentukan bobot bagi setiap unsur yaitu : 50 % : kehadiran 20 % : hasil-hasil tes kebugaran 20 % : hasil tes keterampilan olahraga 10 % : peningkatan sikap terhadap pendidikan jasmani
Penentuan bobot membutuhkan pertimbangan dari guru atau dosen yang bersangkutan.Penetapannya dapat dibuat berdasarkan pengalaman
atau
rujukan
tertentu
berupa
acuan
patokan
bagi
penguasaan suatu materi dihubungkan dengan pencapaian tujuan instruksional.Agar lebih jelas bagaimana menentukan penilaian akhir, perhatikan contoh di bawah ini :
Evaluasi Pembelajaran
Penilaian
harus
dilakukan
karena
jika
skor
mentah
yang
ditampilkan sama sekali tidak mempunyai makna.Meskipun banyak kelemahan dalam penilaian ( misalnya, subjektif, tidak ajeg / tidak tetap, dan lain-lain ), tapi penilaian dapat ditingkatkan mutunya dengan memperhatikan beberapa cara yang lazim sehingga diperoleh nilai yang dianggap cukup adil dan mencerminkan kemampuan siswa.Sehubungan dengan hal itu, perlu dipertimbangkan masak-masak acuan yang dipakai ( misalnya, acuan norma atau acuan kepatokan ).Penggabungan beberapa nilai dapat dilakukan dengan memakai bobot bagi setiap komponen.
3. Penutup
Tes : Soal Pilihan Ganda 1. Prinsip evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut ini kecuali : a. objektivitas b. kontinuitas c. integritas d. keefektifan 2. Ciri-ciri evaluasi yang baik adalah : a. keefektifan dan efisiensi b. objektifitas dan integritas c. keshahihan dan keandalan d. komprehensif dan kooperatif 3. Pernyataan yang benar adalah : a. kedua pernyataan di bawah salah b. evaluasi acuan patokan unggul dalam pemaparan penguasaan tuntas c. kekurangannya yakni pada patokan yang digunakan dan hal itu tergantung pada pertimbangan guru yang bersangkutan d. pernyataan di atas semuanya benar
6-39
6-40 Evaluasi Pembelajaran
4. Pernyataan yang salah di bawah ini adalah : a. antara PAP dan PAN, masing-masing memiliki kelebihan b. antara PAP dan PAN, masing-masing memiliki kelemahan c. pernyataan keduanya benar d. pernyataan keduanya salah 5. Berikut ini pernyataan yang benar adalah : a. mutu evaluasi bergantung pada mutu asesmen, termasuk tes dan pengukuran b. mutu evaluasi bergantung pada mutu asesmen c. mutu evaluasi bergantung pada tes dan pengukuran d. pernyataan a, b dan c salah 6. Berikut ini pernyataan yang benar adalah : a. tes adalah awal dari evaluasi b. tes adalah bagian dari pengukuran c. tes adalah sebuah instrumen d. ketiga pernyataan benar 7. Diantara bentuk soal berikut, mana yang paling menguntungkan untuk mengukur sasaran yang meminta siswa mengingat informasi, tidak hanya mengenalinya : a. jawaban pendek b. menjodohkan c. benar salah d. pilihan ganda 8. Diantara jenis soal ini, mana yang paling cocok untuk mengukur perilaku kreatif : a. penilaian produk b. benar salah c. pilihan ganda d. menjodohkan
Evaluasi Pembelajaran
9. Dari jenis soal ini, mana yang paling dihindari sebagai tes satu soal : a. penilaian produk b. benar salah c. pilihan ganda d. menjodohkan 10. Kalau tes sudah dibakukan, maka tes itu : a. sudah diuji lapangan b. absah c. mahal d. merupakan ukuran bakat
Kunci Jawaban : 1. b
6. d
2. d
7. c
3. d
8. d
4. d
9. b
5. d
10. d
Soal Essai : 1. Apa fungsi evaluasi secara psikologis ? 2. Apa alasannya statistika merupakan alat penting dalam proses pengukuran dan evaluasi ? 3. Pelaksanaan evaluasi bertitik tolak dari kooperatif, jelaskan maksudnya !
6-41
6-42 Evaluasi Pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
AAHPERD. 1999. Physical Education for Lifelong Fitness. Champaign, III. : Human Kinetics Anastasi, Anne. 1978. Phsycological Testing. New York : Macmillan Publishing Co. Bloom, Benyamin S. et. al. 1956. Taxonomy of Educational Objective : Handbook I. Cognitive Domain. Toronto : David McMay Company, Inc. Kirkendal, Don R. et. al. 1987. Measurement and Evaluation for Physical Educator. Champaign, III.: Human Kinetics. Isaac, Stephen & Michael, Wiliam E. 1978. Handbook of Research & Evaluation. San Diego : Edits Publishing.
BUKU AJAR
MEDIA PEMBELAJARAN
BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
baik
perubahan
yang
bersifat
pengetahuan
(Kognitif),
Keterampilan (Psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif). Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan,agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan-perubahan tingkah laku yang bersifat Kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam mencapai tujuan siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru melalui proses pembelajaran. Lingkungan
belajar
yang
diatur
oleh
guru
mencakup
tujuan
pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan penilaian pembelajaran. Unsur-unsur tersebut biasa dikenal dengan komponenkomponen pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah rumusan kemampuan yang
diharapkan
dimiliki
para
siswa
setelah
menempuh
berbagai
pengalaman belajarnya. Bahan pembelajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip generalisasi suatu ilmu pengetahuan, yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Metodologi pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan
7-2 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
pembelajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuang pembelajaran. Aspek yang paling menonjol dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini merupakan perangkat penting dalam menentukan keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Bermacam-macam metode pembelajaran dapat digunakan guru dalam membelajarkan siswa. Agar pembelajaran lebih bervariasi, lebih kreatif, dan lebih menyenangkan diperlukan media pembelajaran yang tepat. Guru dapat mempergunakan berbagai peralatan untuk menyampaikan pesan
kepada
siswa
melalui
penglihatan
dan
pendengaran
untuk
menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi bila hanya digunakan alat bantu visual saja. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
B. DISKRIPSI MATERI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN PENJASKES Buku ajar ini disusun dalam bentuk sederhana dan diusahakan sesingkat dan sepraktis mungkin. Hal-hal yang lebih luas, misalnya hasil-hasil penelitian tentang media, tidak dibahas secara khsus dalam buku ajar ini. Pembahasan diarahkan khusus ke masalah-masalah pembelajaran dengan harapan dapat memberi inspisrasi yang langsung dapat dihubungkan dengan keperluan praktis di lapangan (khususnya pendidikan jasmani). Pada garis besarnya buku ajar ini berisi macam-macam media dan prinsip pemakaiannya. Materi ini dipersiapkan sebagai bahan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang merupakan bagian dari Program sertifikasi guru. Media pembelajaran pada buku ajar ini diberikan kepada para
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-3
guru Sekolah menangah Pertama dan Sekolah menengah Atas peserta PLPG dari mata pelajaran Pendidikan Jasmani kesehatan dan Olahraga. Secara rinci buku ajar ini mencakup penjelasan tentang Pengertian dan
mannfaat media
pembelajaran,
khususnya
media
pembelajaran
Pendidikan Jasmani dan kesehatan, Macam-macam media, Prinsip pemilihan media dan Pengembangan dan Media dalam Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Sesuai dengan profil buku ajar ini media pembelajaran Pendidikan jaskani dan Kesehatan ini dipersiapkan dalam lima topic inti. Topik pertama berkenaan dengan Latar belakang dan Pengertian media pembelajaran, Topik kedua menyangkut peran dan manfaat media pembelajaran, Topik ketiga jenis dan karakteristik media pembelajaran, Topik keempat berkenaan dengan prinsip pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran dan topic kelima berisi Media dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Topik-topik diatas dinilai mempunyai relevansi yang cukup besar dengan kepentingan pembelajaran karena paling tidak guru dapat memahami makna dan manfaat media dalam peruses pembelajaran khususnya pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan.
Kemudian
dapat
mengembangkan, memilih dan membuat seniri jenis media sederhana dengan memanfaatkan bahan seadanya yang tersedia. Dengan demikian proses pembelajara menjadi hidup, menarik dan diharapkan dapat lebih efektif dan efisien dalam emncapai tujuan. Settelah selesai mempelajari buku ajar ini peserta Pendidikan dan Latihan Profesi guru memahami dan memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang media pembelajaran dan diharapkan dapat :
C. KOMPETENSI DAN INDIKATOR YANG INGIN DICAPAI 1. Menjalaskan pengertian media dan makna media dalam proses pembelajaran
7-4 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Menjelaskan peran dan manfaat media dalam proses pembelajaran 3. Menyebutkan macam-macam dan karakteristik media dalam proses pembelajaran 4. Menyebutkan
pertimbangan
memilih
media
yang
tepat
guna
membantu mencapai tujuan pembelajaran 5. Mengembangkan sendiri mdia pembelajaran pendidikan jasmani dengan bahan sederhana yang ada di sekolah.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR I LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN Standar Kompetensi 1. Mengenal latar belakang dan pengertian media pembelajaran
Indikator dasar 1. Mengenal dan mampu menguraikan latar belakang pentingnya media pembelajaran 2. Mengenal dan mampu menjelaskan pengertian media pembelajaran 3. Mengetahui dan mampu menjelaskan pengertian media pembelajaran penjaskes
Dalam buku ajar ini peserta pelatihan latihan profesi guru diarahkan untuk membahas masalah-masalah pembelajaran, dengan harapan dapat memberi inspirasi yang langsung dapat dihubungkan dengan keperluan praktis di lapangan, khususnya pada bidang pendidikan jasmani dan kesehatan. Masalah-masalah tentang hasil peneliaitan, dan paradigmaparadigma baru tidak dibahas pada buku ajar ini.
A. LATAR BELAKANG PERLUNYA MEDIA PEMBELAJARAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat melahirkan
teknologi
di
bidang
pendidikan
pula.
Perkembangan
berdampak pada penemuan-penemuan baru pada media pendidikan.
ini
7-6 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Penyampaian pelajaran secara lisan (verbal) dianggap sudah tidak dianggap tidak efektif lagi. Agar penyampaian pelajaran lebih efektif dan efisien diperlukan alat Bantu pengajaran. Alat Bantu pembelajaran dapat berupa alat bantu dengar (audio), alat bantu pandang (visual) dan gabungan dari keduanya yaitu alat Bantu pandang dan dengar (audio visual aid). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pula terhadap penemuan-penemuan di bidang teknologi pendidikan. Pesatnya perkembangan iptek melahirkan penemuan-penemuan di bidang media pendidikan. Banyak penemuan-penemuan yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa agar lebih efektif dan efisien. Proses belajar mengajar adalah istilah yang tidak asing begi orangorang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Istilah lain yang dipakai adalah Kegiatan Belajar Mengajar dan Proses Pembelajaran. Kedua istilah tersebut dapat kita simpulkan adanya dua proses atau kegiatan, yaitu proses/kegiatan belajar dan proses/kegiatan mengajar. Kedua proses tersebut seolah-olah dua istilah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Kebanyakan orang menganggap ada prose belajar tentu ada proses mengajar. Pada hakekatnya proses belajar pada diri seseorang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses
belajar
terjadi
karena
adanya
interaksi
individu
dengan
lingkungannya.
B. PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN Guru dalam mengajar pada prinsipnya adalah menyampaikan informasi kepada anak didiknya. Agar informasi dapat tersampaikan dengan tepat diperlukan alat bantu penyampaian informasi tersebut. Ada empat pola pengajaran yang dipakai type pengajaran.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-7
Media secara harafiah merupakan kata jamak, dari kata medium. Medium berasal dari bahasa latin yang beranti perantara atau pengantar. Beberapa pihak mendefinisikan media dari sudut pandang yang berbeda. AECT (Association for Education and communication) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran informasi. Sedangkan NEA (National Education Association) mendefinisikan media adalah segala hal yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta pirantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut sebagai perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Dengan demikian media harus digunakan secara kreatif dalam arti dosen harus menyiapkan dan merancang dengan teapat agar memungkinkan mahasiswa belajar lebih banyak, mencamkan lebih baik apa yang dipelajari dan meningkatkan performa mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Disinilah guru dituntut lebih hati-hati dalam memilih dan menetapkan media yang tepat.
BAB III. KEGIATAN BELAJAR 2 PERAN DAN MANFAATNYA MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Standar Kompetensi 1. Peran dan Manfaat media dalam proses pembelajaran
Indikator 1. Mengenal peran media Pembelajaran 2. Menyebutkan manfaat media pembelajaran
A. PERAN MEDIA PEMBELAJARAN Peran media dalam proses pembelajaran sangat penting dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Media
pembelajaran dapat mempertinggi proses pembelajaran yang pada giliranya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada tiga alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Manfaat media dalam proses pembelajaran siswa yaitu : 1. Pengajaran
akan
lebih
menarik
perhatian
siswa
sehingga
menumbuhkan motivasi belajar siswa 2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih mudah
dipahami
oleh
para
siswa
dan
memungkinkan
siswa
menguasai tujuan pengajaran lebih baik 3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi bila guru mengajar untuk setiap mata pelajaran.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-9
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan
uraian
guru,
tetapi
juga
aktivitas
lain
seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dll. 5. Media pengajaran dapat membuat hal-hal yang abstrak menjadi kongkrit. B. MANFAAT MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Penyebab penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran antara lain adalah adanya kecenderungan verbalisme dalam proses pembelajaran, ketidak siapan siswa, kurangnya minat, kegairahan siswa dll. Salah satu upaya untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas adalah penggunaan media dalam proses pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus dan untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga dalam hal-hal tertentu media mempunyai nilai-nilai praktis yang sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru. Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan digambar dengan warna-warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk berkonsentrasi pada materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan keinginan dan minat baru untuk belajar. Dengan media guru dapat mengatur kelas sehingga waktu belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat lain ialah media dapat dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru. Saat ini banyak tersedia contoh-contoh media pendidikan yang memungkinkan mahasiswa belajar secara mandiri. Manfaat media pembelajaran bagi guru banyak sekali, Media dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran maupun terhadap
7-10 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
proses pembelajarannya. Media dapat mereduksi penafsiran yang beraneka ragam terhadap sesuatu. Melalui media materi dapat disampaikan dan diterima oleh mahasiswa secara beragam. Peranan guru meningkat lebih positif karena dengan menggunakan media guru tidak perlu mengulang-ulang penjelasannya sehingga dapat memberi perhatian lebih kepada aspek pembelajaran yang lain. Sesungguhnya manfaat media bagi guru dan manfaat bagi siswa terjadi secara timbale balik. Manfaat media bagi guru sama juga manfaat bagi siswa. Oleh karena itu keduanya tidak dibahas secara terpisah. Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal. Lebih khusus manfaat media adalah sebagai berikut : a. Penyampaian materi perkuliahan dapat diseragamkan b. Proses instruksional menjadi lebih menarik c. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif d. Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi e. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan f. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. g. Sikap positif siswa terhadap materi belajar maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan h. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dan lebih produktif.
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR 3 MACAM-MACAM DAN KARAKTERISTIK MEDIA PEMBELAJARAN Kompetensi Dasar 1. Mengenal macam-macam media pembelajaran dan karakteristik media
Indikator 1. Mengenal macam-macam Media pembelajaran 2. Mengenal karakteristik masing-masing media pembelajaran 3. Mengenal media Grafis dalam proses pembelajaran 4. Mengenal media Audio dalam proses pembelajaran 5. Mengenal media proyeksi dalam proses pembelajaran
Pengertian dalam teknologi pendidikan, media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari system instruksional di samping pesan, orang teknik dan peralatan. Pengertian media ini masih sering dikacaukan dengan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan
mempergunakan
peralatan.
Peralatan
atau
perangkat
keras
(hardware) merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut (AECT, 1977). Dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam khazanah pendidikan seperti ilmu cetak-mencetak, tingkah laku (behviorisme), komunikasi dan laju perkembangan teknologi elektronik, media dalam perkembangan teknologi elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis dan format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, filem rangkai program radio,
7-12 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
computer,
dan
seterusnya).
Masing-masing
dengan
ciri-ciri
dan
kemampuannya sendiri. Media sangat penting untuk memperlancar proses pembelajaran dari guru kepada siswa. Berkat berkembangnya teknologi komunikasi maka berkembang pula teknologi di bidang pendidikan.Jenis dan macam media dalam pembelajaran makin banyak macamnya. Contoh-contoh media pembelajaran yang sering dipakai dalam proses belajar-mengajar adalah Untuk tujuan-tujuan praktis di bawah ini dibahas beberapa jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia.
A. MEDIA GRAFIS Media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam symbol-simbol komunikasi visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut secara grafis berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Selain sederhana dan mudah pembuatannya media grafis termasuk media yang relative murah ditinjau dari segi biayanya. Banyaknya jenis media grafis, beberapa diantaranya akan dibicarakan di bawah ini :
1. Gambar/foto Diantara media pendidikan yang lain, gambar/foto adalah media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dpat
dimengerti
dan
dinikmati
dimana-mana.
Pepatah
China
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-13
mengatakan sebuah gambar dapat berbicara lebih banyak daripada seribu kata. Beberapa kelebihan gambar /foto dapat diuraikan di bawah ini : 1). Sifatnya kongkrit : yaitu lebih menunjukkan pokok masalah yang sebenarnya dibandingkan dengan media verbal semata 2). Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Benda-benda atau obyek tertentu tidak semua dapat dibawah ke dalam ruang kelas, sebaliknya tidak selalu siswa dapat dibawa dibawa ke obyek atau peristiwa tersebut. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau atau yang terjadi beberapa saat yang lalu tidak dapat kita lihat seperti apa adanya. 3) dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau foto. 4). Memeperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usai berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalah pahaman 5). Harganya muhar dan dampang didapat serta digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Disamping
kelebihan-kelebihan
seperti
diuraikan
di
atas
gambar/foto mempunyai beberapa kelemahan yaitu : 1). Hanya menekankan persepsi indera mata 2). Gambar/foto yang terlalu komplek kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran 3). Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok siswa dalam jumlah yang besar
7-14 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Sketsa Sketsa adalah gambar sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokoknya tanpa detail. Karena setiap orang yang normal dapat belajar menggambar, setiap guru yang baik haruslah dapat menuangkan ide-ide ke dalam bentuk sketsa. Sketsa selain dapat menarik perhatian murid, menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan, harganya pun tak perlu dipersoalkan sebab media ini dibuat langsung oleh guru. Seorang guru dapat menerangkan cara-cara menendang bola yang benar secara lisan. Kalau mau jelas harus dilapangan yang sebenarnya dengan mempergunakan bola dan lapangan yang sebenarnya. Namun ketika ini adalah pelajaran teori di dalam ruangan maka sketsa dapat dipergunakan untuk membantu memperjelas uruturutan cara menendang bola dalam permainan sepakbola. Sketsa
dapat
dibuat
secara
cepat
sementara
guru
menerangkan sambil membuat sketsa untuk tujuan tersebut.
3. Diagram Sebagai suatu gambar sederhana yang menggunakan garisgaris dan symbol-simbol, diagram atau skema menggambarkan struktur dari obyek secara garis besar. Diagram menunjukkan hubungan yang ada antar komponen atau sifat proses yang ada di dalamnya. Diagram pada umumnya berisi petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan pesan yang akan disampaikan. Diagram menyederhanakan hal yang komplek sehingga dapat memperjelas penyajian pesan. Di bawah ini adalah cirri-ciri diagram yang perlu diketahui :
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-15
1). Diagram bersifat simbolis dan abstrak sehingga kadang-kadang sulit dimengerti. 2). Untuk dapat membaca diagram seseorang harus mempunyai latar belakang tentang apa yang didiagramkan 3). Walaupun sulit dimengerti karena sifatnya yang padat, diagram dapat memperjelas arti. Contoh diagram adalah dokumen yang menyertai pesawat televise yang menjelaskan cara kerja atau cara menggunakan pesawat tersebut. Contoh lain adalah denah sebuat rumah. Pada denah tersebut dapat kita lihat berapa ukuran rumah, jumlah kamar, susunan kamar-kamarnya, letak pintu, jendela, perabot rumah tersebut.
4. Bagan / Chart Seperti halnya media grafis yang lain, bagan atau chart termasuk media visual. Fungsinya yang pokok adalah menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga
mampu
memberikan ringkasan butir-butir dari suatu presentasi. Pesan yang akan disampaikan biasanya berupa ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan penting. Di dalam bagan sering kita jumpai media grafis lainya seperti gambar, diagram, kartun dan lambing-lambang verbal. Bagan hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan agar dapat dianggap sebagai media pendidikan yang baik : 1). Dapat dimengerti anak 2). Sederhana dan lugas, tidak rumit atau berbelit-belit 3). Diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain tetap sesuai perkembangan juga tidak kehilangan daya tarik.
7-16 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Bagan/chart yang dapat menyajikan pesan sekaligus ada beberapa macam, yaitu : Bagan pohon (tree chart) bagan arus (flow chart), bagan garis waktu (time line chart). Bagan pohon ibarat sebuah pohon yang terdiri dari batang, cabang-cabang dan ranting-ranting. Biasanya bagan pohon dipakai untuk menunjukkan sifat, komposisi atau hubungan antar kelas/keturunan. Silsilah termasuk bagan pohon. Bagan arus (flow chart) menggambarkan arus suatu proses atau dapat pula menelusuri tanggungjawab atau hubungan kerja antar berbagai bagian atau seksi suatu organisasi. Tanda panah sering kali untuk menggambarkan arah arus tersebut. Bagan garis waktu (time line chart) bermanfaat untuk menggambarkan hubungan antara peristiwa dan waktu. Pesan-pesan tersebut disajikan dalam bagan secara kronologis.
5. Grafik (graphs) Sebagai
suatu
media
visual,
grafik
adalah
gambar
sederhana yang menggunakan titik, garis atau gambar. Untuk melengkapinya seringkali simbo-simbol verbal digunakan pula disini. Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan sesuatu obyek atau peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Berbeda dengan bagan, grafik disusun berdasarkan prinsip matetamik dan menggunakan data-data komparatif. Beberapa kelebihan grafik sebagai media pembelajaran adalah : 1) Grafik bermanfaat sekali mempelajari dan mengingat data-data kuantitatif dan hubungan-hubungannya.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-17
2) Grafik dengan cepat memungkinkan kita mengadakan analisis inteprestasi dan perbandingan antara data-data yang disajikan baik dalam hal ukuran, jumlah, pertumbuhan dan arah. 3). Penyajian data grafik dapat lebih jelas, cepat, menarik, ringkas, dan logis. Semakin ruwet data yang akan disajikan semaik baik grafik menampilkannya dalam bentuk statistic yang cepat dan sederhana. Ada beberapa macam grafik yang dapat kita gunakan diantaranya adalah grafik garis (line graphs) grafik batang (bargraphs) penjelasan macam grafik tersebut diuraikan di bawah ini. Grafik Garis atau line graphs termasuk dalam kelompok grafik dua skala atau dua proses yang dinyatakan dalam garis vertical dan garis horizontal yang saling bertemu. Baik pada garis horizontal maupun vertical dicantumkan angka-angka yang akan menyampaikan informasi tertentu dan pesan yang akan disajikan. Selain membandingkan dua data grafik garis dapat menunjukkan perkembangan dengan jelas penggambarannya bias dengan menggunakan garis lurus, garis patah, dimulai dari kiri ke kanan, naik, turun atau mendatar. Grafik batang adalah grafik yang juga menggunakan proses vertical dan horizontal. Grafik jenis ini bermanfaat untuk membandingkan sesuatu obyek, atau peristiwa yang sama dalam waktu yang berbeda, atau menggambarkan berbagai hal/topik yang berbeda tentang sesuatu yang sama. Grafik lingkaran adalah grafik yang dimaksudkan untuk menggambarkan bagian-bagian dari suatu keseluruhan serta perbandingan bagian-bagian tersebut. Penggambaran bagianbagian tersebut dialkukan dengan pecahan atau prosentase.
7-18 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Grafik gambar (pictorial graphs) adalah grafik yang menggunakan symbol-simbol gambar sederhana. Jumlah symbol gambar tersebut menggambarkan dara kuantitatif. Selain dapat menunjukkan perbandingan dalam bentuk yang jelas dan singkat grafik gambar mudah dibaca karena menggunakan gambargambar yang mudah dimengerti.
6. Kartun Kartun sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis adalah sautu gambar interpretative yang menggunakan symbolsimbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi atau kejadian-kejadian tertentu. Kemampuannya besar sekali untuk menarik perhatian, mempengaruhi sikap maupun tingkah laku. Kartun biasanya hanya menangkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana. Kartun tanpa digambar detail dengan menggunakan symbol-simbol serta karakter yang mudah dikenali dan dimengerti dengan cepat. Kalau makna kartun mengena, pesan yang besar bisa disajikan secara ringkas dan kesannya akan tahan lama di ingatan.
7. Poster Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesankesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Poster berfungsi untuk mempengaruhi orang-orang untuk membeli produk baru dari suatu perusahaan, untuk mengikuti program keluarga Berencana atau untuk menyayangi benatang dapat dituangkan lewat poster.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-19
Poster dapat dibuat di atas kertas, kain, batang kayu, seng dan semacamnya. Pemasangannya bisa di kelas, diluar kelas, di pohon ditepi jalan, dan di majalah. Ukurannya bermacammacam, tergantung kebutuhan. Namun secara umum poster yang baik hendaklah : 1). Sederhana, 2). Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok, 3). Berwarna 4). Slogannya ringkas dan jitu, tulisannya jelas 5). Motif dan desainya jelas
8. Peta dan Globe Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan data-data lokasi. Secara khusus peta dan globe tersebut memberikan informasi tentang. Keadaan bumi, daratan, sungai, gunung, dan bentuk daratan serta perairan lainya. Tempat-tempat serta arah dan jarak dengan tempat yang lain, data-data budaya dan kemasyarakatan, ekonomi, industri atau perdagangan. Kelebihan dari peta atau globe untuk dipakai sebagai media pembelajaran adalah : 1). Memungkinkan siswa mengerti posisi dari kesatuan politik daerah kepulauan. 2). Merangsang minat siswa terhadap penduduk dan pengaruh-pengaruh geografis. 3). Memungkinkan siswa memperoleh gambaran tentang imigrasi dan distribusi penduduk, tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan, serta bentuk bumi yang sebenarnya. Sehingga dapat disimpulkan peta dan globe dapat mengkongkritkan hal-hal yang bersifat abstrak.
7-20 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
9. Papan Buletin (Bulletin Board) Papan bulletin yang terbuat dari white board dan ada yang permukaanya terbuat dari karpet yang mudah untuk ditempeli gambar
atau
menerangkan
tulisan.
Fungsi
sesuatu,
papan
papan
bulletin bulletin
adalah
untuk
dimaksudkan
memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu. Berbagai jenis media grafis lainya seperti poster, sketsa, diagram, chart dapat dipakai sebagai bahan pembuatan papan bulletin. Selain papan bulletin dapat dibuat dari pesan-pesan verbal tertulis seperti karangan-karangan, berita dan sebagainya.
B. MEDIA AUDIO Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambinglambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokkan dalam media audio, antara lain radio, alat perekam pita magnetic, piringan hitam dan laboratorium bahasa.
1. Radio Sebagai suatu media, radio mempunyai beberapa kelebiha jika dibandingkan dengan media yang lain, yaitu : 1). Harganya relative murah dan variasi programnya lebih banyak daripada TV. 2). Sifatnya mudah dipindahkan dari satu ruangan ke ruangan lain/satu tempat ke tempat lain 3). Jika digunakan bersama dengan alat perekam radio bisa mengatasi
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-21
problem jadwal karena program dapat direkam dan diputar lagi sesuka kita. 4). Radio dapat mengembangkan daya imajinasi anak, 5). Dapat merangsang partisipasi aktif pendengar siswa dapat menggambar atau menulis, melihat peta dll 6). Radio dapat memusatkan perhatian siswa pada kata-kata yang digunakan. 7). Siaran lewat suara terbukti amat tepat untuk mengajarkan musik dan bahasa 8. Radio dapat mengerjakan hal-hal yang lebih baik bila dibandingkan dengan dikerjakan oleh guru. 9).
Radio
dapat
mengatasi
batasan
ruang
dan
waktu
serta
jangkauannya luas. Namun selain kelebihan-kelebihan media radio sebagai medi pembelajaran ada beberapa kekurangan media radio yaitu : 1). Sifat komunikasi hanya satu arah 2).
Siarannya
bersifat
sentralisasi
sehingga
guru
tidak
dapat
mengontrolnya. 3). Penjadwalan pelajaran dan siaran sering menimbulkan masalah integrasi
siaran
radio
ke
dalam
kegiatan
belajar
seringkali
menyulitkan.
2. Alat Perekam Pita Magnetik Alat perekam pita magnetic (magnetic tape Recording) atau lazimnya orang menyebut tape recording adalah salah satu media pendidikan yang tak dapat
diabaikan
untuk
menyampaikan
informasi,
karena
mudah
7-22 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
menggunakannya. Kelebihan alat perekam sebagai media pembelajaran adalah : 1). Mempunyai fungsi ganda, merekam, menampilkan rekaman dan menghapusnya. 2) pita rekaman dapat diputar berulang-ulang, dapat diputar sesuai jadwal dan dapat dikontrol oleh guru. 3). Dapat menampilkan hal-hal diluar kelas, menimbulkan berbagai kegiatan dan memberikan efisiensi dalam pengajaran bahasa. Kelemahan dari pita rekaman ini adalah jangkauanya terbatas dan biaya pengadaan jika dalam jumlah besar akan sangat mahal.
3. Laboratorium Bahasa Laboratorium bahasa adalah alat untuk melatih siswa mendengar dan berbicara dalam bahasa asing dengan cara menyajikan materi pelajaran yang disiapkan sebelumnya. Media yang dipakai termasuk alat perekam. Dalam raboratorium bahasa, murid duduk sendiri-sendiri di dalam kotak bilik akustik dan kotak suara. Siswa mendengar suara guru yang duduk di ruang control lewat headphone. Pada saat dia menirukan ucapan guru dia juga mendengar lewat suara sendiri lewat headphone. Sehingga bisa membandingkan ucapanya dengan ucapan guru. Dengan demikian dia bisa segera memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuatnya.
C. MEDIA PROYEKSI Media proyeksi mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu bahan-bahan grafis banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan jelas diantara kedua media tersebut adalah media grafis dapat berinteraksi secara langsung dengan pesan media yang bersangkutan pada media proyeksi pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-23
sasaran. Adakalannya media jenis ini disertai rekaman audio tapi ada pula yang hanya visual saja. Beberapa jenis media proyeksi antara lain film bingkai, film rangkai, overhead proyektor, proyektor Opaque, tathiocope, microproyektion dengan micro film.
A. Film Bingkai Film bingkai adalah suatu film berukuran 35 mm yang biasanya dibungkus bingkai berukuran 2 x 2 inci dari karton atau plastic. Selain ukuran tersebut masih ada lagi ukuran yang lebih besar, oversized slides (21/4x21/2 Inc) dan lantern slide (31/4X4 Inc), namun demikian film bingkai yang lazim dikenal adalah yang berukuran 2X2 inci. Sebagai suatu program film bingkai sangat bervariasi. Panjang pendek film bingkai tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Ada program yang selesai dalam satu menit tetapi ada juga yang sampai satu jam atau lebih. Namun yang lazim film bingkai bersuara lamanya berkisar antara 10 – 30 menit. Jumlah gambar dalam satu programpun bervariasi ada yang hanya 10 buah dan ada yang sampai 1600 buah atau lebih. Lamanya tiap gambar yang disorotkan ke layer tergantung pada kebutuhan, mulai dari satu detik hingga selama waktu yang diperlukan untuk mengkomuni-kasikan pesan yang bersangkutan. Bila program tersebut disertai suara yang direkam, biasanya waktu waktu proyeksinya tertentu. Bila tidak lama proyeksi tergantung berapa gambar tersebut perlu dilihat. Dilihat dariada tidaknya rekaman suara yang menyertai, program film bersuara termasuk media audio visual, sedangkan program tanpa suara termasuk dalam kelompok media visual. Keuntungan menggunakan film bingkai sebagai media pembelajaran adalah : 1). Materi yang sama dapat disebarkan ke seluruh siswa secara serentak
7-24 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2). Perhatian anak-anak dapat dipusatkan pada satu butir tertentu sehingga dapat dihasilkan keseragaman pengamatan 3). Fungsi berpikir penonton dirangsang dan dikembangkan secara bebas 4). Film bingkai berada di bawah control guru 5). Film bingkai baik untuk menyajikan berbagai bidang studi tertentu 6). Penyimpanan film bingkai sangat mudah 7). Dapat mengatasi keterbatasan ruang waktu dan indera Disamping
kelebihan-kelebihan
tersebut
di
atas
film
bingkai
mempunyai kekurangan yaitu : 1). Karena gambar satu dengan lainya lepas maka gambar tersebut mudah hilang atau tertukar dengan yang lain. 2). Hanya mampu menyajikan obyek secar diam 3). Pembuatannya jauh lebih mahal disbanding, gambar, foto dan papan flannel
2. Film Rangkai Berbeda dengan film bingkai, gambar pada film rangkai berurutan merupakan satu kesatuan. Ukuran filmnya sama dengan film bingkai yaitu 35 mm. Jumlah gambar satu rol film rangkai antara 50 sampai dengan 75 gambar dengan panjang antara 100 sampai dengan 130 cm, tergantung isi film tersebut. Sebagaimana halnya film bingkai film rangkai bisa tanpa suara bisa pula dengan suara.Suara yang menyertai film rangkai tersebut dimaksudkan untuk menjelaskan isi. Selain dengan suara yang direkam penjelasan dapat disampaikan dalam bentuk buku pedoman atau narasi tulis di bawah gambar yang dibacakan oleh guru atau dibaca sendiri oleh siswa
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-25
Sebagai media pendidikan film rangkai mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : (1)
Film rangkai kecepatannya bisa diatur, dapat ditambah narasi dengan kontrol oleh guru.
(2)
Dapat mempersatukan berbagai media pendidikan yang berbeda dalam satu rangkai
(3)
Cocok untuk mengajarkan keterampilan, urutan gambar sudah pasti, penyimpanan mudah
(4)
Dapat dijadikan untuk belajar individual dan belajar kelompok. Kelemahan pokok film bingkai adalah sulit diedit atau direvisi
dibandingkan film bingkai karena sudah merupakan satu kesatuan, sukar untuk dibuat sendiri secara lokal.
3. Media Trasnparansi Media
transparansi
atau
overhead
Transparansi
(OHT)
seringkali disebut dengan perangkat kerasnya yaitu OHP (Overhead Proyector). Media transparansi adalah media visual proyeksi yang dibuat di atas bahan transparan, biasanya film acetate atau plastic berukuran 8,5 Inci X 11 Inci. Sebagai perangkat lunak bahan transparansi yang berisi pesan-pesan tersebut memerlukan alat khusus untuk memproyeksikannya, yaitu OHP. OHP adalah alat yang dirancang sedemikian rupa sehingga memproyeksikan transparansi ke layer lewat atas atau samping kepala orang yang menggunakannya. Berbagai obyek atau pesan yang dituliskan atau digambarkan pada transparansi bisa diproyeksikan lewat OHP, misalnya diagram, peta, grafik, batasan dsb. Sebagai media Pembelajaran media trasnparansi memiliki beberapa kelebihan yaitu : 1) Gambar yang diproyeksikan lebih jelas daripada gambar di papan.
7-26 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2) Guru sambil mengajar dapat berhadapan dengan siswa 3) Memungkinkan penyajian diskriminasi warna yang menarik, tak memerlukan tenaga operator, dan lebih sehat daripada papan tulis 4) Praktis, dapat dipergunakan di semua ukuran ruangan, mempunyai variasi teknik penyajian yang menarik dan tidak membosankan. 5) Menghemat tenaga, waktu dan dapat dipakai berulang-ulang, serta sepenuhnya dibawah control guru. 6) Dapat dipakai sebgaai petunjuk sistematika guru, dan apabila menggunakan bingkai catatan tambahan dapat dibuat di atasnya. Sekalipun banyak kelebihan media transparansi memiliki beberapa keterbatasan/kelemahan antara lain : 1) Transaparansi memerlukan alat khusus yaitu OHP sedangkan OHP seringkali sulit dicari suku cadangnya. 2) Trasnparansi memerlukan waktu, usaha dan persiapan yang baik, kalau lepas trasnparansi menuntut cara kerja yang sistematis dalam penyajiannya 3) Jika teknik pemanfaatan serta potensinya kurang dikuasai ada kecenderungan OHP diapakai sebagai pengganti papan tulis dan siswa cenderung pasif.
4. Proyektor Tak Tembus Pandang Proyektor tak tembus pandang adalah alat untuk memproyeksikan bahan bukan trasnparan, tetapi bahan-bahan tidak tembus pandang. Benda-benda tersebut adalah datar tiga dimensi seperti mata uang, model serta warna dan anyaman dapat diproyeksikan. Kelebihan
proyektor
tak
tembus
pandang
sebagai
media
pembelajaran adalah bahan-bahan cetak seperti buku, majalah, foto grafis, bagan diagram dan peta dapat diproyeksikan secara langsung tanpa dipindahkan ke dalam trasnparan terlebih dahulu. Jadi benda
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-27
tersebut sangat memudahkan kita. Namun kelemahannya adalah ruangan harus gelap dan biaya membeli alat tersebut sangat mahal. Selain kelebihan tersebut kelebihan proeyktor tak tembus pandang adalah : 1) dapat digunakan untuk hamper semua bidang studi yang ada di kurikulum 2) dapat memperbesar benda kecil menjadi sebesar papan, sehingga bahn yang semula hanya untuk individu jadi untuk seluruh kelas.
5. Film Film merupakan media kemampuanya dalam membantu prose belajar mengajar. Ada tiga macam ukuran film, yaitu 8 mm, 16 mm, dan 35 mm. Film 8 mm biasanya untuk keluarga, 16 mm tepat untuk diapakai di sekolah, sedang yang terakhir bisa dipakai untuk komersial. Bentuk yang lama biasanya bisu, rekaman disiapkan tersendiri dalam rekaman yang terpisah. Sebagai media pembelajaran film memiliki keunggulan-keunggulan antara lain : 1) Film merupakan media belajar yang umum, artinya baik yang cerdas maupun yang lamban akan memperoleh sesuatu dari film yang sama. 2) Akan sangat bagus untuk menerangkan suatu proses gerakan yang lambat dan gerakan pengulangan akan memperjelas uraian dan ilustrasi. 3) Dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali kejadian-kejadian sejarah yang lampau. 4) Film dapat mengajak penonton mengembara dari satu Negara ke Negara lain dan duni luar dapat dibawa masuk ke dalam kelas. 5) Film dapat menjadikan baik teori maupun praktik dari yang bersifat umum
ke
khusus,
dapat
mendatangkan
memperdengarkan suaranya di kelas.
seorang
ahli
dan
7-28 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
6) Film dapat memikat perhatian anak, menggunakan teknik teknik warna, gerak lambat, animasi, lebih realistic sesuai kebutuhan dan hal yang abstrak menjadi kongkrit. Sedangkan kekurangan film adalah biaya pembuatan yang mahal,
tidak
dapat
mencapai
semua
tujuan
pembelajaran,
dan
penggunaanya harus di tempat gelap.
6. Televisi Selain film televise adalah media yang menyampaikan pesanpesan pembelajaran secara audio visual dengan disertai unsure gerak. Dilihat dari sudut jumlah penerima pesannya televise tergolong ke dalam media massa. Sebagai media pendidikan televise memiliki kelebihan-kelebihan : 1) Televisi
dapat
menerima,
menggunakan
dan
mengubah
atau
membatasi semua bentuk media yang lain, menyesuaikan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. 2) Merupakan medium yang menarik, modern dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena mereka mengenalnya sebagai bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. 3) Dapat memilkat perhatian dari penonton, karena menyajikan informasi visual dan lisan secara simultan. 4) Sifatnya langsung dan nyata, sehingga siswa dapat melihat kejadiankejadian terakhir, mengadakan kontak dengan orang-orang terkenal di bidangnya. 5) Televisi dapat mengatasi batasan waktu dan ruang, semua mata pelajaran dapat ditelevisikan serta dapat meningkatkan pengetahuan, dan kemampun dalam hal belajar. Selian kelebihan kekurangan televisi adalah :
sebagai media pendidikan
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-29
1) Sifat komunikasinya hanya satu arah 2) Jika dimanfaatkan di kelas jadwal siaran dan jadwal pelajaran sulit disesuaikan 3) Program dilur control guru 4) Besanya gambar tidak memungkinkan untuk satu ruang kelas yang besar.
7. Video Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak semakin lama semakin populer di masyarakat. Pesan yang disampaikan bisa bersifat fakta, maupun fiktif, bisa bersifat informasi edukatif maupun instruksional. Sebagian tugas film dapat digantikan video. Video sebagai media pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut : 1) Menarik perhatian penanton untuk periode yang singkat. 2) Dengan alat perekamnya sejumlah penonton dapat memperoleh informasi dari para ahli 3) Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan sebelumnya sehingga waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian pada penyajian. 4) Dapat mengamati obyek yang bergerak dan obyek yang berbahaya, dan menghemat waktu karena rekaman dapat diputar berulang-ulang. 5) Keras dan lemah suara dapat diatur, dan ruangan tak perlu digelapkan. Sedangkan kelemahan video sebagai media pendidikan adalah : 1) Perhatian
penonton
sulit
dikuasai,
partisipasi
mereka
jarang
dipraktekkan, komunikasinya hanya satu arah 2) Kurang mampu menampilkan detail dari obyek yang disajikan secara sempurna dan memerlukan peralatan yang mahal dan komplek.
7-30 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
8. Permainan Simulasi Yang disebut permainan adalah setiap kontes antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan tertentu untuk mencapai tujuantertentu pula. Setiap permainan harus memiliki 4 komponen utama yaitu : 1) adanya pemain 2) adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi 3) adanya aturan main 4) adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai Simulasi adalah suatu model hasil penyederhanaan suatu realitas. Selain harus mencerminkan situasi yang sebenarnya simulasi harus bersifat operasional. Artinya simulasi menggambarkan proses yang sedang berlangsung. Simulasi dapat bersifat fisik, verbal, ataupun matematis. Sebagai media pembelajaran permainan peran mempunyai kelebihan antara lain : 1) Permainan merupakan sesuatu yang menyenangkan dan menghibur. 2) Memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar 3) Dapat memberikan umpan balik langsung 4) Memungkinkan menerapkan konsep-konsep ataupun peran-peran ke dalam situasi dan peranan yang sebenarnya di masyarakat. 5) Permainan dapat dengan mudah dibuat dan dperbanyak serta bersifat luwes. Selanjutnya seperti media lain media permainan peran mempunyai kelemahan dan keterbatasan sebagai berikut : 1) Sulit dilaksanakan tanpa kesungguhan siswa
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-31
2) Permainan cenderung menyederhanakan kontek socialnya sehingga siswa terkadang memperoleh kesan yang salah 3) Kebanyakan permainan hanya melibatkan beberapa orang siswa saja padahal keterlibatan seluruh siswa sangat penting.
BAB V. KEGIATAN BELAJAR IV PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN Kompetensi dasar 1. Mengenal cara memanfaatkan media pembelajaran
Indikator 1. Mengenal pola pemanfaatan Media Pembelajaran 2. Menjelaskan Strategi Pemanfaatan Media Pembelajaran
Media pembelajaran betapapun bagusnya jika tidak dimanfaatkan untuk pembelajaran maka tidak ada manfaatnya bagi dunia pendidikan. Oleh karena itu, yang perlu dirancang dengan baik bukan hanya pembuatan media itu sendiri. Pemanfaatan media itupun juga perlu diatur dan dirancang sebaikbaiknya. Supaya media pembelajaran itu efektif pemanfaatan media harus direncanakan dan dirancang secara sistematis.
A. POLA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran. Berikut ini polapola pemanfaatan media pembelajaran yang dapat dilakukan.
1. Pemanfaatan Media dalam Situasi Kelas (Classroom setting) Di dalam ruang kelas, media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan tertentu. Pemanfaatannyapun dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas. Dalam merencanakan pemanfaatan media itu guru harus melihat tujuan yang akan dicapai, meteri pembelajaran yang mendukung tercapainya tujuan itu, serta strategi belajar mengajar yang sesuai untuk
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-33
mencapai tujuan itu. Media pembelajaran yang dipilih haruslah sesuai dengan ketiga hal tersebut, yang meliputi tujuan, materi, dan strategi pembelajarannya. 2. Pemanfaatan Media di Luar Situasi Kelas Pembelajaran media pembelajaran di luar situasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu : a. Pemanfaatan secara bebas Pemanfaatan secara bebas adalah bahwa media itu digunakan tanpa control atau diawasi. Pembuat program media mendistribusikan program media, itu dimasyarakat pemakai media, baik dengan cara diperjualbelikan
maupun
didistribusikan
secara
bebas.
Hal
itu
dilakukan dengan harapan media itu akan digunakan orang dan cukup efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Pemakai media menurut kebutuhan masing-masing. Biasanya pemakai
media
menggunakan
secara
perorarang.
Dalam
menggunakan media ini pemakai tidak dituntut untuk mencapai tingkat pemahaman tertentu. Mereka juga tidak diharapkan untuk memberikan umpan balik kepada siapapun dan juga tidak perlu mengikuti tes atau ujian. Contoh pemanfaatan media secara bebas adalah sebagai berikut : 1) Pemakaian kaset pelajaran bahasa Inggris Di toko banyak dijual kaset pelajaran bahasa Inggris untuk melengkapi pelajaran bahasa inggris tertentu. Orang-orang yang memerlukan
dapat
membeli
secara
bebas
dan
dapat
menggunakanya secara bebas pula.Artinya kaset tersebut dapat dipakai kapan saja, dimana saja, dan untuk keperluan apa saja tergantung pemilik kaset tersebut. Hasil yang dicapai pun tergantung pada orang itu sendiri.
7-34 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2). Pemanfaatan program Siaran radio Pendidikan Siaran radio pendidikan dimaksudkan untuk menyampaikan pesan yang bersifat pendidikan. Misalnya pelajaran bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia dan lain-lain. Pemanfaatan program ini kebanyakan tidak dikontrol oleh penyelenggara siaran. Program tersebut disiarkan dengan harapan didengarkan dan dimanfaatkan oleh orang. Dalam hal ini penyelenggara siaran tidak mengatur bagaimana
program
itu
di
dengarkan
dan
dimanfaatkan.
Penyelenggara siaran juga tidak mengevaluasi hasil pemanfaatan program. Artinya penyelenggara siaran tidak menilai sampai seberapa jauh pesan yang telah disampaikan kepada pendengar itu dapat diterima oleh pendengar dan apa pengaruhnya terhadap kemampuan keterampilan dan sikap pendengar.
b. Pemanfaatan Media secara Terkontrol Pemanfaatan media secara terkontrol ialah bahwa media itu digunakan dalam sautu rangkaian kegiatan mengevaluasi hasil pemanfaatan program. Artinya penyelenggara siaran tidak menilai sampai seberapa jauh pesan yang telah disampaikan kepada pendengar itu dapat diterima oleh pendengar dan apa pengaruhnya terhadap kemampuan keterampilan dan sikap pendengar. Media digunakan dalam sautu rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila media itu berupa media pembalajaran, sasaran didik diorganisasikan dengan baik. Dengan begitu mereka dapat menggunakan media itu secara teratur, berkesinambungan dan mengikuti tujuh pola belajar mengajar tertentu. Biasanya sasaran didik diatur dalam kelompok-kelompok belajar. Setiap kelompok diketuai oleh seorang tutor. Sebelum
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-35
memanfaatkan media, tujuan pembelajaran yang akan dicapai dibahas atau ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya, mereka dapat belajar dari media itu secara berkelompok atau secara perorangan. Anggota kelompok diharapkan dapat berinteraksi baik dalam diskusi maupun dalam bekerja sama untuk memecahkan masalah, memperdalam pemahaman, atau menyelesaikan tugas-tugas terttentu. Hasil belajar mereka dievaluasi secara teratur. Untuk keperluan evaluasi ini pembuat program media perlu menyediakan alat evaluasi tersebut. Pelaksanaan evaluasi dapat diatur oleh para tutor. Penilaian juga dapat dilakukan oleh tutor menggunakan kunci jawaban yang telah disediakan oleh pembuat program.
3. Pemanfaatan media secara perorangan, kelompok atau masal 1). Media dapat digunakan secara perorangan. Artinya media itu digunakan oleh orang saja. Banyak media yang memang dirancang untuk digunakan secara perseorangan. Media seperti ini biasanya dilangkapi dengan petunjuk pemanfaatan yang jelas sehingga orang dapat menggunakannya dengan mandiri. Artinya orang itu tidak perlu bertandya
kepada
menggunakannya,
orang
alat
apa
lain yang
tentang diperlukan,
bagaimana dan
cara
bagaimana
mengetahui bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Buku petunjuk itu biasanya mengandung keterangan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai, garis besar isi urutan pelajarannya, komponenkomponen media itu, alat yang diperlukan untuk menggunakannya dan alat evaluasi yang biasanya terdiri dari soal tes. 2) Media dapat digunakan secara berkelompok. Kelompok itu dapat berupa kelompok kecil dengan anggota 2 s/d 8 orang. Atau berupa kelompok besar yang beranggotakan 9 s/d 40 orang. Media yang dirancang untuk digunakan secara berkelompok juga memerlukan
7-36 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
buku petunjuk. Buku petunjuk ini biasanya ditujukan kepada pimpinan kelompok, tutor atau guru. Keuntungan belajar dengan menggunakan media secara berkelompok ialah bahwa kelompok itu dapat melakukan diskusi tentang bahan yang sedang dipelajari. Diskusi dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah baik sebelum maupun sesudah mereka menggunakan media itu. Media yang disajikan secara berkelompok harus memenuhi beberapa persyaratan : a) Suara yang disajikan oleh media itu harus cukup keras sehingga semua anggota kelompok dapat mendengarnya. b) Gambar atau tulisan dalam media itu harus cukup besar sehingga dapat dilihat oleh semua anggota kelompok itu. c). Perlu ada alat penyaji yang dapat memperkeras suatu dan membesarkan gambar. 3). Media dapat juga digunakan secara massal. Orang yang jumlahnya puluhan, ratusan, bahkan ribuan dapat menggunakan media itu bersama-sama. Media yang dirancang seperti ini biasanya disiarkan melalui pemancar, seperti radio, televise atau digunakan dalam ruang yang besar seperti film 35 mm. Untuk memudahkan orang yang belajar dengan menggunakan media seperti ini sebaiknya kepada para peserta diberikan bahan tercetak sebelumnya. Bahan cetakan itu setidak-tidaknya harus memuat tujuan pembelajaran yang akan dicapai, garis besar isi, petunjuk tindak lanjut dan bahan sumber lain yang dapat dipelajar untuk memperdalam pemahaman. Bahan cetakan ini diberikan jauh sebelum saat penggunaan media dilakukan. Dengan demikian para peserta dapat menyiapkan diri dalam mengikuti program media itu.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-37
B. STRATEGI PEMANFAATAN Pada bahasan sebelumnya telah dibicarakan bahwa media ini seharusnya digunakan dengan perencanaan yang sistematis. Media digunakan jeka media itu mendukung tercapainya tujuan isntruksional yang telah dirumuskan serta sesuai dengan sifat materi instruksionalnya yang telah dirumuskan.
1. Persiapan Sebelum Menggunakan Media Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, kita perlu membuat persiapan yang baik pula. Pertama tama pelajari buku petunjuk yang telah disediakan. Kemudian kita ikuti petunjuk-petunjuk itu. Apabila pada petunjuk kita disarangkan untuk membaca buku atau bahan ajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan capai, seyogyanya hal tersebut dilakukan. Hal tersebut akan memudahkan dalam belajar dengan media itu. Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga perlu
disiapkan
sebelumnya.
Dengan
demikian,
pada
saat
menggunakan nanti kita tidak akan diganggu dengan hal-hal yang mengurangi kelancaran penggunaan media itu. Jika media itu digunakan secara berkelompok, sebaiknya tujuan yang akan dicapai dibicarakan terlebih dahulu dengan semua anggota kelompok. Hal ini penting supaya perhatian dan pikiran terarah ke hal yang sama. Peralatan media itu ditempatkan dengan baik sehingga kita dapat melihat atau mendengar programnya dengan enak. Lebih-lebih aabila media itu digunakan secara berkelompok. Sedapat mungkin semua anggota kelompok dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam mendengarkan dan atau melihat program media itu. Layar dan atau pesawat radio atau tape recorder harus ditempatkan begitu rupa sehingga semua dapat melihat dan mendengarkan dengan jelas.
7-38 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Kegiatan Selama Menggunakan Media Selama penggunaan media yang perlu dijaga adalah suasana ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian dan konsentrasi siswa harus dihindarkan. Kalau mungkin ruangan jangan digelapkan sama sekali. Hal itu supaya kita masih dapat menulis jika menjumpai hal-hal penting yang perlu diingat. Kita pu dapat menulis pertanyaan jika ada bagian yang tidak jelas atau sulit dipahami. Jika menulis atau membuat gambar atau membuat catatan singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan sampai perhatian kita terlalu banyak tercurah pada apa yang ditulis sehingga kita tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang berjalan. Media yang digunakan secara berkelompok harus kita jaga benar-benar supaya kita tidak berbicara. Kalau kita berbicara, tentu hal tersebut akan mengganggu teman bicara kita. Ada kemungkinan selama sajian media berjalan, kita diminta melakukan sesuatu, misalnya menunjuk gambar, membuat garis, menyusun sesuatu, menjawab pertanyaan dan sebagainya. Perintahperintah itu sebaiknya dijalankan dengan tenang jangan sampai mengganggu teman lain.
3. Kegiatan Tindak Lanjut Maksud kegiatan tindak lanjut ini ialah untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai. Selain itu, untuk memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media bersangkutan. Untuk itu soal tes yang disediakan perlu kita kerjakan dengan segera sebelum kita lupa isi program media itu. Kemudian kita cocokkan jawaban itu dengan kunci yang disediakan . Bila kita masih
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-39
banyak
berbuat
kesalahan,
sebaiknya
sajian
program
media
bersangkutan diulangi lagi. Apabila kita belajar secara berkelompok, perlu diadakan diskusi kelompok. Hal itu dilakukan untuk membicarakan jawaban soal tes atau untuk membicarakan hal-hal yang kurang jelas atau sulit dipahami. Ada kemungkinan kita dianjurkan melakukan tindak lanjut lain,
misalnya
melakukan
percobaan,
melakukan
observasi,
menyususn sesuatu dan sebagainya. Bila hal ini dapat dilakukan sebaiknya petunjuk itu diikuti dengan baik.
BAB VI. KEGIATAN BELAJAR V MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Kompetensi Dasar 1. Mengenal Media Pembelajaran Penjaskes
Indikator 1. Mengenal macam-macam media pembelajaran penjaskes 2. Dapat mempergunakan media pembelajaran penjaskes 3. Dapat membuat media pembelajaran penjaskes sederhana
Media pembelajaran untuk teori di dalam kelas telah disampaikan di depan. Yang dimaksud dengan media pembelajaran pendididkan jasmani dalam bagian yang sedang dibicarakan ini adalah media untuk pembelajaran praktek di lapangan. Tentang media ini masih belum banyak ditulis para ahli. Oleh karena itu masih terasa sulit untuk mendapatkan buku-buku sumbernya. Sebenarnya banyak ditulis oleh para ahli dalam kontek melatih olahraga pada cabang masing-masing. Media ini dapat dimanfaatkan guru Penjaskes dalam proses pembelajaran penjaskes. Sebagai contoh tes ball. Yang digunakan untuk latihan memukul softball. Hal ini wajar saja karena alat ini serta alat lainya diciptakan dalam kaitannya dengan melatih olahraga tertentu. Berikut ini media untuk pendidikan jasmani yang akan digolongkan menjadi tiga kelompok dan akan dibahas satu persatu. Ketia media tersebut adalah media mekanik, media kinestetik dan media sederhana yang dibuat dari bahan-bahan yang ada disekitar kita.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-41
A. MEDIA MEKANIK Media mekanik adalah alat-alat diluar ketentuan dalam peraturan pertandingan cabang olahraga tertentu yang diciptakan untuk membantu membelajarkan gerak si pemakainya. Tidak ada ketentuan tentang model dan ukuran untuk alat ini. Macam-macam media mekanik dapat disebutkan di bawah ini :
1. Mesin pelontar bola Mesin ini digunakan dalam berbagai cabang olahraga yang menggunakan bola contohnya : tenis, soft ball, bola voli dan bulu tangkis. Alat ini dapat menembakkan bola dan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Mesin pelontar bola dapat digunakan untuk pengumpan berbagai macam gerakan memukul bola. Pemain tenis dan cabang lain dapat berulang-ulang melakukan gerakan smash dengan umpan yang sama dari mesin bola sampai akhirnya ditentukan gerakan yang paling sesuai untuk dirinya. Dengan cara yang sama dapat pula dilakukan untuk gerakan backhand, forehand dan lain-lain teknis gerak.
2. Tiang Pukulan Tiang pukulan digunakan terutama untuk olahraga yang menggunakan tongkat pemukul seperti soft ball dan bisboll. Namun kadang-kadang juga digunakan untuk melatih gerakan memukul dengan bad. Media seupa untuk latihan memukul dengan dua tangan maupun memukul dengan satu tangan, dapat tidak menggunakan tiang. Tetapi menggunakan turbin bola dengan prinsip turbin air yang dapat menyalurkan bola berturut-turut sehingga dapat dipukul secara berturutturut pula.
7-42 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
3. Dinding atau Tembok Dinding atau tembok digunakan untuk latihan olahraga tenis, soft ball dan olahraga lain. Media tembok juga media yang bagus untuk berlatih bola basket, volley ball dan olahraga lain yang menggunakan bola. Sifatnya yang dapat memantulkan bola sesuai dengan keras tidaknya tenaga yang kita berikan membuat dinding efektif untuk latihanlatihan olahraga menggnuakan bola.
B. MEDIA KINSETETIK Media
kinestetik
berkaitan
dengan
informasi
tentang
kedudukan/posisi badan dalam ruang dari hbungan dengan bagianbagiannya. Hal ini menyangkut upaya peningkatan kesadaran dan persepsi kinestetik seseorang. Persepsi kinestetik adalah perasaan yang memberikan kesadaran akan posisi tubuh atau bagaian-bagian tubuh pada waktu bergerak (di dalam ruang gerak) sehingga akan dapat mengontrol gerakan-gerakan yang lebih akurat. Upaya untuk meningkatkan kemampuan kinestetik ini dapat dibantu degan menggunakan media antara lain :
1. Alat Penutup Mata Apapun jenisnya alat penutup mata dapat digunakan untuk menghelangkan rangsangan mata dan lebih memutuskan diri pada perasaan geraknya. Dalam hal ini perasaan gerak sebagai suatu proses lebih penting dari pada hasilnya.
2. Tali Penolong. Media ini sering digunakan pada saat melakukan gerakan-gerakan tidak stabil atau berakan berbahaya. Gerakan demikian ini banyak dijumpai pada cabang olahraga senam. Tali digunakan untuk membantu
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-43
siswa belajar latihan salto. Meski fungsi tali sebenarnya bukan sebagai penolong namun lebih berfungsi menambah konsentrasi siswa pada perasaan gerak tanpa takut jatuh.
3. Alat-alat pemberat Yang dimaksud alat pemberat adalah alat-alat pada semua cabang olahraga namun ukuran dan beratnya ditambah dari berat yagn sebenarnya. Raket, glove untuk petinju, rompi pemberat adalah beberapa contoh pemberat untuk latihan daya kinstetik.
C. MEDIA PEMBELAJARA PENJASKES SEDERHANA Media berarti pengantar atu apa saja yang digunakan untuk proses penyaluran informasi. Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui gerak. Jadi media untuk pendidikan jasmani adalah apa saja yang dapat merangsang siswa untuk bergerak, bukan hanya alat-alat olahraga yang standard tetapi apa saja di sekitar kita dapat dimanfaatkan sebagai media dalam pendidikan jasmani. Contoh : rintangan alam dan parit dapat merangsang siswa untuk melompat, bola bekas, batu, tongkat, benda-benda bulat, semuanya merangsang sisw auntuk melempar, bahkan tongkat dan tali dapat merangsang siswa untuk alat menyeberang parit. Di sekolah guru sering mengeluh kekurangan alat untuk mengajar pendididkan jasmani. Padahal didalam gudangnya tersimpan banyak bola tenis bekas, bola-bola plastic berbagai ukuran, simpai dan disekitar sekolah banyak dibuang kardus-kardus bekas. Benda-benda tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang efektif. Materi pendidikan jasmani belum mengutamakan teknik standard yang menunjang peningkatan prestasi cabang olahraga tertentu. Materi pendidikan jasmani, sebaiknya berupa tugas-tugas gerak yang bersifat koordinatif yang menunjang proses belajar motorik. Keberhasilan pendidikan jasmani
7-44 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
tergantung kepada bagaimana guru merancangnya. Materi harus konkrit dalam arti mengandung unsure-unsur kemampuan dasar koordinatif seperti ; daya reaksi ritme, keseimbangan, orientasi ruang kemampuan kinestetik dan tidak boleh ada anggota kelas yang tidak mampu melaksanakannya. Mempersiapkan materi yang demikian ternyata menggunakan media alat-alat seadanya disekitar kita lebih fleksibel dan hasilnya lebih efektif. Berikut disebutkan beberapa alat-alat sederhana dan barang bekas yang dapat dimanfaatkan atau dapat dibuat sendiri oleh guru untuk media dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Guru dapat membuat sendiri berbagai model permainan menggunakan setiap jenis alat di atas atau dengan mengkombinasikan beberapa alat tersebut. 1. Bangku Swedia : alat ini untuk duduk, juga dapat diinjak, dilompati dan sebagai pembatas dalam pembelajaran 2. Bola bekas dan bola plastik : banyak sekali model-model permaianan yang dapat disusun menggunakan bola bekas atau bola plastic, baik yang menyangkut keterampilan dasar lari, lompat atau lempar. 3. Simpai dan ban sepeda bekas
: jika tidak ada simpai dapat
digunakan ban bekas, atau dibuat sendiri dari slang air diisi tali plastic atau dari bahan lain. 4. Gawang kecil-kecil : alat ini dapat dibuat sendiri oleh guru dari kayu bekas 5. Kardus : kardus merupakan barang bekas yang mudah diperoleh dimana-mana, padahal kardus merupakan media pembelajaran jasmani yang efektif karena mudah dipindah-pindah dan banyak sekali varian permainan yang dapat disusun menggunakan kardus. 6. Bukan hanya alat-alat sederhana seperti yang disebutkan di atas itu saja yang bisa dipakai media pembelajaran pendidikan jasmani. Kondisi lingkungan/alam juga bisa dimanfaatkan. Bukit-bukit yang mempunyai hutan perdu, sungai kecil dan parit-parit yang melintasi
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-45
juga
baik
untuk
bermain-maian.
Demikian
merupakan daerah yang bagus untuk bermain.
pula
perkebunan
DAFTAR PUSTAKA AECT “ The Definition of Educational Technomogy” 1977. Jakarta. CV Rajawali. Arief s. Sadiman Dkk. 2008. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan pemanfaatannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Heinich, et. Al 1989. Instructional Media. New York : Mac-Melalan Publishing Company Nana Sudjana. Dan ahmad rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Program Akta Mengajar V.B. 1983. Komponen Dasar kependidikan. Jakarta : Proyek pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi. Prasetya Irawan. 1977. Media Instruksional Program Applied Approach. Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka. Soepartono. 2000. Media Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas Supandi. 1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta : Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Dirjen Dikti. Supandi, Hamit Tjatjo, A. 1991. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. Bahan Penataran Dosen Program D-II PGSD.
BUKU AJAR
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BAB I PENDAHULUAN DESKRIPSI Buku ajar ini memaparkan mengenai langkah-langkah penelitian tindakan kelas. Setelah mempelajari buku ajar ini diharapkan peserta pelatihan akan memahami mengenai prinsip dasar penelitian tindakan kelas, memahami konsep dasar dan karakteristik penelitian tindakan kelas, bisa mengidentifikasi dan membuat perumusan masalah yang aktual dalam penelitian tindakan kelas, mampu menyusun proposal penelitian tindakan kelas, memahami monitoring dalam penelitian tindakan kelas.
PRASYARAT Tidak ada
PETUNJUK BELAJAR Untuk mempelajari materi ini peserta pelatihan harus membaca materi pendidikan jasmani secara keseluruhan. Menyelesaikan semua tugastugas yang diberikan oleh instruktur dan aktif dalam diskusi kelas.
KOMPETENSI DAN INDIKATOR Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta pelatihan setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar dalam buku ajar adalah peserta pelatihan dapat memahami mengenai prinsip dasar penelitian tindakan kelas, memahami konsep dasar dan karakteristik penelitian tindakan kelas, bisa mengidentifikasi dan membuat perumusan masalah yang aktual dalam penelitian tindakan kelas, mampu menyusun proposal
penelitian
tindakan
penelitian tindakan kelas.
kelas,
memahami
monitoring
dalam
BAB II KEGIATAN BELAJAR I
A. Kompetensi dan indikator 1. Peserta pelatihan memahami prinsip dasar penelitian tindakan kelas 2. Peserta pelatihan memahami konsep dasar penelitian tindakan kelas 3. Peserta pelatihan memahami karakteristik penelitian tindakan kelas 4. Peserta pelatihan melakukan identifikasi penelitian tindakan kelas 5. Peserta pelatihan dapat membuat rumusan masalah yang aktual dalam penelitian tindakan kelas 6. Peserta pelatihan mampu menyusun proposal penelitian tindakan kelas 7. Peserta pelatihan memahami monitoring dalam penelitian tindakan kelas.
B. Uraian Materi
Apa Penelitian Tindakan Kelas? Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Hasil dari PTK ini dapat ditulis
sebagai
karya
tulis
ilmiah.
Apa Tujuan PTK? Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata Guru dalam pengembangan profesionalnya.
Penelitian Tindakan Kelas 8-3
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
PTK memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Masalah berawal dari guru 2. Tujuannya memperbaiki pembelajaran 3. Metode utama adalah refleksi diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian 4. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran 5. Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti.
Mengapa guru dianggap paling tepat untuk melakukan PTK ? 1. Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya 2.Temuan
penelitian
tradisional
sering
sukar
diterapkan
untuk
memperbaiki pembelajaran 3. Guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya 4. Interaksi guru-siswa berlangsung secara unik 5. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru untuk mampu melakukan PTK di kelasnya. Bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas? z Mulai dari permasalahan kecil dan nyata z Identifikasi permasalahan yang signifikan z Permasalahan tersebut benar-benar eksis z Sering ditemui dilingkup sekolah z Koordinasikan dengan rekan guru z Sepengetahuan kepala sekolah
8-4 Penelitian Tindakan Kelas
z Dokumentasi semua data sejak proposal penelitian hasil penelitian secara sistematis.
Permasalahan bisa diidentifikasi dengan merumuskan pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: z Apakah kompetensi awal siswa untuk mengikuti pembelajaran cukup memadai? z Apakah pembelajaran yang dilakukan cukup efektif? z Apakah siswa cukup aktif dalam mengikuti pembelajaran? z Apakah sarana/prasarana pembelajaran cukup memadai? z Apakah pemerolehan hasil pembelajaran cukup tinggi? z Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas? z Apakah ada unsur inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran? z Bagaimana
melaksanakan
pembelajaran
dengan
strategi
pembelajaran inovatif tertentu?
Langkah Mengidentifikasi masalah: z Menulis semua hal terkait dengan pembelajaran yang dirasakan perlu memperoleh perhatian untuk menghindari dampak yang tidak diharapkan z Memilah dan mengklasifikasikan masalah sesuai dengan jenisnya, mencatat jumlah siswa yang mengalaminya, dan mengidentifikasi frekuensi timbulnya masalah z Mengurutkan masalah sesuai dengan tingkat urgensinya untuk ditindaklanjuti (kemudahannya, keseringannya, dan jumlah siswa yang mengalaminya) z Memilih permasalahan yang urgen untuk dipecahkan z Mengkaji kelayakan, signifikansi, dan kontribusinya terhadap perbaikan pembelajaran apabila berhasil dipecahkan
Penelitian Tindakan Kelas 8-5
Menganalisis masalah: | Bagaimana konteks, kondisi, situasi atau iklim dimana masalah terjadi? | Apa kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah? | Bagaimana keterlibatan masing-masing komponen pembelajaran dalam terjadinya masalah? | Bagaimana alternatif pemecahan yang dapat diajukan? | Bagaimana perkiraan waktu yang diperlukan untuk pemecahan masalah?
Memilih masalah: Merupakan masalah pembelajaran yang aktual, yang benar-benar ada di dalam pembelajaran di sekolah Dapat dicari dan diidentifikasi faktor penyebabnya, sebagai dasar untuk menentukan alternatif tindakanyang akan diberikan Ada alternatif tindakan yang dipilih untuk dilakukan peneliti Memiliki nilai strategis bagi peningkatan atau perbaikan proses dan hasil pembelajaran
Apa manfaat PTK bagi guru? 1. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran 2. Meningkatkan profesionalitas guru 3. Meningkatkan rasa percaya diri guru 4.Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan Keterampilannya
8-6 Penelitian Tindakan Kelas
PTK sebagai salah satu metode penelitian terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Validitasnya yang masih sering disangsikan 2. Tidak mungkin melakukan generalisasi karena sampel sangat terbatas 3. Peran guru yang bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti sering membuat sangat repot.
Empat langkah dalam Siklus PTK: z Plan: perencanaan tentang elemen, tindakan, observasi, refleksi dan laporan penelitian, dibuat secara tertulis z Action: tindakan
nyata (usaha perbaikan/praktis) terhadap
responden z Observation: pengamatan terhadap implikasi treatment yang telah dilakukan pada responden z Reflection, merupakan kajian kembali ( evaluasi, mendokumentasi, dan mencatat) fenomena yang muncul sebagai akibat diberikannya tritmen
PTK dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh guru dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan guru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan perilaku belajar siswa. Langkah menemukan masalah dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian merencanakan PTK dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan melakukan refleksi. Empat langkah utama dalam PTK yaitu merencanakan, melakukan tindakan perbaikan, mengamati, dan refleksi merupakan satu siklus dan dalam PTK siklus selalu berulang. Setelah satu siklus selesai, barangkali guru akan menemukan masalah baru atau masalah lama yang belum tuntas dipecahkan, dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang
Penelitian Tindakan Kelas 8-7
sama seperti pada siklus pertama. Dengan demikian, berdasarkan hasil tindakan atau pengalaman pada siklus pertama guru akan kembali mengikuti langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi pada siklus kedua. Tahap perencanaan PTK terdiri atas mengidentifikasi masalah, menganalisis dan merumuskan masalah, serta merencanakan perbaikan.
a. Mengidentifikasi dan menetapkan masalah Selama
mengajar
kemungkinan
guru
menemukan
berbagai
masalah, baik masalah yang bersifat pengelolaan kelas, maupun yang bersifat instruksional. Meskipun banyak masalah, ada kalanya guru tidak sadar kalau dia mempunyai masalah. Atau masalah yang dirasakan guru kemungkinan masih kabur sehingga guru perlu merenung atau melakukan refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Oleh karena itu, supervisor perlu mendorong guru menemukan masalah atau dapat juga guru memulai dengan suatu gagasan untuk melakukan perbaikan kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut. Untuk melakukan hal ini, guru dapat merenungkan kembali apa yang telah dilakukan. Jika guru rajin membuat catatan pada akhir setiap pembelajaran yang dikelolanya, maka ia akan dengan mudah menemukan masalah yang dicarinya. Atau agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah, maka seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari dunianya. Setelah mengetahui permasalahan, selanjutnya melakukan analisis dan merumuskan masalah agar dapat dilakukan tindakan. Contoh permasalahan yang dihadapi oleh Pak Anton, yaitu rendahnya motivasi sebagian besar siswa untuk menjawab pertanyaan atau siswa sering tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
8-8 Penelitian Tindakan Kelas
b. Menganalisis dan merumuskan masalah Sebenarnya secara tidak sadar guru telah melakukan PTK, yakni ketika guru melakukan evaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan tindak lanjutnya. Jika masalah sudah ditetapkan, maka masalah ini perlu dianalisis dan dirumuskan. Tujuannya adalah agar paham akan hakikat masalah yang dihadapi, terutama apa yang menyebabkan terjadinya masalah tersebut. Untuk mengetahui penyebabnya, masalah ini harus dianalisis, dengan mengacu kepada teori dan pengalaman yang relevan. Misalnya, untuk menganalisis penyebab permasalahan yang dihadapi oleh Pak Anton, guru dapat mengacu kepada teori keterampilan bertanya, dan mencari penyebabnya dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut. 1) Apakah rumusan pertanyaan yang dibuat guru cukup jelas dan singkat? 2) Apakah guru memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab ? Jika setelah dianalisis, kedua pertanyaan di atas dijawab dengan ya, tentu harus dicari penyebab lainnya, misal : apakah penjelasan guru cukup jelas bagi siswa, apakah bahasa yang digunakan guru mudah dipahami, dan apakah ketika menjelaskan guru memberikan contoh-contoh. Jika umpamanya kedua pertanyaan di atas dijawab tidak, maka kita sudah dapat jawaban sementara, yaitu penyebab siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru adalah karena pertanyaan yang diajukan guru tidak jelas dan sering panjang dan berbelit-belit, serta guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Jika ini yang dianggap sebagai penyebab, maka guru dapat merencanakan tindakan perbaikan, yaitu dengan menyusun pertanyaan tersebut secara cermat, serta berusaha memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab pertanyaan.
c. Merencanakan tindakan perbaikan Berdasarkan rumusan masalah (juga mencakup penyebab timbulnya masalah), guru mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau mengatasi
Penelitian Tindakan Kelas 8-9
masalah tersebut. Dengan perkataan lain, dalam langkah ini, guru merancang tindakan perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk merancang suatu tindakan perbaikan, guru dapat : (1) mengacu kepada teori yang relevan, (2) bertanya kepada ahli terkait, dan (3) berkonsultasi dengan supervisor. Ahli terkait mungkin ahli pembelajaran, mungkin pula ahli bidang studi atau pembelajaran bidang studi.
Rencana
tindakan
perbaikan
dituangkan
dalam
rencana
pembelajaran. Mari kita ambil kasus Pak Anton, yaitu masalah pertanyan guru yang tidak terjawab oleh siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertanyaan yang disusun guru terlampau panjang dan kurang jelas. Di samping itu, guru sering langsung meminta jawaban setelah mengajukan pertanyaan, dan kadang-kadang langsung mengarahkan pertanyaan ini pada siswa tertentu, sehigga siswa yang lain tidak memperhatikan pertanyaan tersebut. Akibatnya, hampir selalu pertanyaan tidak terjawab dan Pak Anton sering harus menjawab pertanyaannya sendiri atau melupakan pertanyaan tersebut. Dari hasil analisis tersebut, penyebab pertanyaan Pak Anton yang tidak terjawab adalah: a. Pertanyaan Pak Anton terlampau panjang dan tidak jelas b. Pak Anton tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan c. Pak Anton sering mengajukan pertanyaan dengan menunjuk kepada siswa tertentu. Apabila dikaji secara cermat ternyata ketiga penyebab tersebut berkaitan dengan pembelajaran, dalam hal ini keterampilan dasar mengajar, yaitu keterampilan bertanya. Oleh karena itu, tindakan perbaikan yang harus dilakukan guru adalah meningkatkan keterampilan bertanya. Tindakan perbaikan ini kita cantumkan dalam rencana pembelajaran yang kita gunakan dalam mengajar. Satu hal yang sangat perlu kita perhatikan adalah bahwa PTK dilakukan dalam pembelajaran biasa, tidak ada kelas khusus untuk melakukan PTK karena pada hakikatnya PTK dilakukan oleh guru sendiri di kelasnya sendiri. siswa tidak dapat menjawab pertanyaan
8-10 Penelitian Tindakan Kelas
guru adalah karena pertanyaan yang diajukan guru tidak jelas dan sering panjang dan berbelit-belit, serta guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Jika ini yang dianggap sebagai penyebab, maka guru dapat merencanakan tindakan perbaikan, yaitu dengan menyusun pertanyaan tersebut secara cermat, serta berusaha memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab pertanyaan.
Bagaimana melaksanakan PTK? a. Siklus I 1) Perencanaan I Seperti uraian di atas 2) Tindakan I Dengan melihat kasus Pak Anton, tindakan I adalah implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan untuk mengatasi masalah. Karena penyebab pertanyaan Pak Anton yang sering tidak terjawab sudah diketahui, maka tindakan yang harus dilakukannya adalah : 1. Membuat pertanyaan secara jelas dan tidak terlampau panjang. 2. Pertanyaan ditujukan kepada seluruh siswa 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dulu sebelum menjawab. 3) Pengamatan I Dalam tahap pelaksanaan tindakan, guru berperan sebagai pengajar dan pengumpul data, baik melalui pengamatan langsung, maupun melalui telaah dokumen, bahkan juga melalui wawancara dengan siswa setelah pembelajaran selesai. Guru juga dapat meminta bantuan kolega guru lainnya untuk melakukan pengamatan selama guru melakukan tindakan perbaikan. Selama proses belajar akan dilakukan observasi menyangkut aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Antara lain, bagaimana kualitas jawaban siswa dan apakah motivasi siswa menjawab pertanyaan guru meningkat?. Apakah hasil belajar siswa meningkat?
Penelitian Tindakan Kelas 8-11
4) Refleksi I Data
yang
dikumpulkan
selama
tindakan
berlangsung
kemudian
dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini guru melakukan refleksi, yaitu guru
mencoba
merenungkan
atau
mengingat
dan
menghubung-
hubungkan kejadian dalam interaksi kelas, mengapa itu terjadi, dan bagaimana hasilnya. Hasil refleksi akan membuat guru menyadari tingkat keberhasilan dan kegagalan yang dicapainya dalam tindakan perbaikan. iHasil refleksi ini merupakan masukan bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan perbaikan berikutnya. Refleksi I dapat dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan
yang
telah
diperoleh
maupun
kekurangan-
kekurangan atau hambatan hambatan yang masih dihadapi. Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus II.
b. Siklus II 1) Perencanaan II Refleksi
yang
dilakukan
pada
akhir
siklus
I
bertujuan
untuk
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangankekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Hasil refleksi ini kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus II.
2) Tindakan II Tindakan II berupa implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran yang telah direvisi untuk mengatasi masalah pada siklus I yang belum tuntas.
8-12 Penelitian Tindakan Kelas
3) pengamatan II Selama proses belajar pada siklus kedua ini juga akan dilakukan observasi
menyangkut
aktivitas
siswa
dalam
mengikuti
kegiatan
pembelajaran.
4) Refleksi II Refleksi II juga dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan berhasil tidaknya keseluruhan tindakan implementasi pembelajaran di dalam kelas terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Apabila pada siklus II tujuan PTK sudah dapat tercapai, maka tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Tetapi apabila tujuan belum tercapai, maka perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus III. Guru dapat membuat jurnal atau catatan seluruh kegiatan PTK yang telah dilakukannya. Catatan tersebut dapat digunakan untuk menyusun suatu karya ilmiah yang dapat disebarluaskan menjadi suatu inovasi, dan dapat dimanfaat-kan oleh guru-guru lainnya dalam melaksanakan PTK
C. Latihan Identifikasi pembelajaran
permasalahan-permasalahan
yang
terjadi
dalam
Penelitian Tindakan Kelas 8-13
D. Lembar Kegiatan 1. Alat dan Bahan a. Bahan ajar penelitian tindakan kelas b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk penyajian materi 2. Buku sumber penelitian tindakan kelas 3. Prasyarat Tidak ada 4. Langkah Kegiatan a. Peserta memahami pengertian penelitian tindakan kelas b. Peserta pelatihan memahami tujuan penelitian tindakan kelas c. Peserta mempelajari langkah-langkah penelitian tindakan kelas d. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
berbagai
identifikasi
mengenai
permasalahan dalam pembelajaran e. Peserta
pelatihan
melakukan
permasalahan dalam proses pembelajaran f. Peserta pelatihan merumuskan masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran g. Tanya
jawab
mengenai
langkah-langkah
tindakan kelas
5. Hasil Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
penelitian
8-14 Penelitian Tindakan Kelas
E. Rangkuman Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Hasil dari PTK ini dapat ditulis sebagai karya tulis ilmiah. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi
di
kelas
dan
meningkatkan
kegiatan
nyata
Guru
dalam
pengembangan profesionalnya. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Empat langkah dalam Siklus PTK: z Plan: perencanaan tentang elemen, tindakan, observasi, refleksi dan laporan penelitian, dibuat secara tertulis z Action: tindakan
nyata (usaha perbaikan/praktis) terhadap
responden z Observation: pengamatan terhadap implikasi treatment yang telah dilakukan pada responden z Reflection, merupakan kajian kembali ( evaluasi, mendokumentasi, dan mencatat) fenomena yang muncul sebagai akibat diberikannya tritmen
F. Tes Formatif 1 1. Bagaimana langkah-langkah dalam mengidentifikasi masalah 2. Jelaskan empat langkah dalam siklus PTK
DAFTAR PUSTAKA Suharsimi Arikunto, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara
BUKU AJAR
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Penulisan Karya Ilmiah
BAB I. PENDAHULUAN A. Deskripsi Buku Ajar mengenai “Penulisan Karya Tulis Ilmiah” ini meliputi materi pembelajaran tentang penulisan artikel ilmiah, jenis dan struktur artikel ilmiah, artikel hasil pemikiran, artikel hasil penelitian, format tulisan, serta praktik penulisan artikel ilmiah. Secara garis besar, buku ajar ini mengantarkan peserta PLPG untuk memahami materi-materi tersebut di atas, namun demikian peserta juga diminta untuk menyusun draft penulisan artikel ilmiah di bidang kompetensi masingmasing. Hal ini mempunyai tujuan agar setelah pelaksanaan matapelajaran ini peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menyusun artikel ilmiah yang siap dimasukkan ke dalam jurnal ilmiah yang tidak maupun terakreditasi. Buku ajar “Penulisan Karya Tulis Ilmiah” ini mempunyai standar kompetensi dasar (1) mengenal penulisan artikel ilmiah; (2) mengenal perbedaan penulisan artikel ilmiah yang konseptual dan yang non konseptual; (3) mengenal format penulisan artikel ilmiah; dan (4) menyusun draft artikel ilmiah. Buku ajar ini mempunyai hubungan dengan buku ajar yang terutama adalah penelitian tindakan kelas. Karena standar kompetensi penelitian tindakan kelas adalah (1) mengenal metode penelitian tindakan kelas; (2) mengenal format laporan penelitian tindakan kelas, (3) menyusun draft proposal penelitian tindakan kelas. Jelas bahwa kompetensi dasar kedua mata pelajaran ini akan bersngkut paut, pada saat peserta PLPG berkeinginan untuk menuliskan hasil penelitian tindakan kelas ke dalam jurnal penelitian pendidikan.
9-3
9-4 Penulisan Karya Ilmiah
B. Petunjuk Pembelajaran Peserta
PLPG
harus
selalu
aktif
mengikuti
proses
pembelajaran di kelas. Peserta PLPG aktif berdiskusi dengan pelatih, menanyakan hal-hal yang belum dipahami, selanjutnya mendiskusikan dengan teman lainnya. Di samping itu, peserta pelatihan mencermati contoh-contoh yang telah disajikan oleh pelatih dan yang tersaji di dalam buku ajar ini. Kemudian peserta PLPG harus belajar menyusun suatu draft artikel ilmiah yang selaras dengan format yang tersaji di dalam buku ajar ini. Hasil draft itu selanjutnya digunakan untuk memenuhi tugas mata pelajaran ini, serta dimintakan pendapat dari pelatih.
Saran-saran
dari
pelatih
yang
belum
dipahami
perlu
ditanyakan kembali kepada pelatih jika perlu meminta perbandingan dengan artikel yang telah termuat di dalam jurnal.
C. Kompetensi dan Indikator 1. Peserta
mempunyai
kemampuan
dalam
memahami
kriteria
penulisan artikel ilmiah; 2. Peserta mempunyai kemampuan dalam memahami jenis dan struktur artikel ilmiah; 3. Peserta
mempunyai
kemampuan
dalam
memahami
artikel
dalam
memahami
artikel
kemampuan
dalam
memahami
format
kemampuan
dalam
memahami
format
kemampuan
dan
keterampilan
dalam
penulisan hasil pemikiran konseptual; 4. .Peserta
mempunyai
kemampuan
penulisan hasil penelitian; 5. Peserta
mempunyai
penulisan enumeratif; 6. Peserta
mempunyai
penulisan esai; 7. Peserta
mempunyai
menyusun draft artikel ilmiah.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR I JENIS DAN STRUKTUR ARTIKEL ILMIAH A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR Karya ilmiah tentu sudah merupakan bacaan yang sangat akrab dengan peserta PLPG. Sebagai guru, bapak dan ibu sudah sering membaca berbagai artikel, baik yang bersifat populer, ilmiah populer maupun yang memang benar-benar merupakan karya ilmiah. Berbekal pengalaman bapak dan ibu dalam memahami artikel ilmiah, bapak dan ibu akan mengkaji bentuk, sifat dan struktur karya tulis ilmiah. Berkaitan uraian di atas, maka setelah menyelesaikan kegiatan berlajar
pertama
ini,
bapak
dan
ibu
diharapkan
mempunyai
kemampuan dalam: 1. Menjelaskan sifat artikel ilmiah; 2. Menjelaskan sikap ilmiah; 3. Menjelaskan bentuk, struktur dan sifat-sifat artikel ilmiah 4. Menjelaskan perbedaan artikel hasil pemikian konseptual dengan hasil penelitian
B. URAIAN MATERI Sesuai dengan namanya, artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal diharapkan memenuhi kriteria sebagai sebuah karya ilmiah. Kriteria ini adalah cerminan sifat karya ilmiah yang berupa norma dan nilai yang berakar pada tradisi ilmiah yang diterima secara luas dan diikuti secara sungguh-sungguh oleh para ilmuwan. Oleh karena itu, penerbitan ilmiah secara inherent harus menampilkan sifat-sifat dan ciri-ciri khas karya ilmiah tersebut yang mungkin tidak selalu harus dipenuhi di dalam jenis penerbitan yang lain. Pertama, penerbitan ilmiah bersifat objektif, artinya isi penerbitan ilmiah hanya dapat dikembangkan dari fenomena yang memang exist, walaupun kriteria
9-2 Penulisan Karya Ilmiah
eksistensi fenomena yang menjadi fokus bahasannya dapat berbeda antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu yang lain. Selain objektif, sifat lain karya ilmiah adalah rasional. Rasional menurut Karl Popper adalah tradisi berpikir kritis para ilmuwan. Oleh karena itu, penerbitan ilmiah juga membawa ciri khas ini yang sekaligus berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik yang berkaitan dengan masalah yang dipersoalkan. Lain daripada itu, karena jurnal merupakan sarana komunikasi yang berada di garis depan dalam pengembangan IPTEKS, ia juga mengemban sifat pembaharu dan up-to-date atau tidak ketinggalan jaman. Selanjutnya, dalam menulis artikel ilmiah penulis hendaknya juga tidak mengabaikan komponen sikap ilmiah yang lain seperti menahan diri (reserved), hati-hati dan tidak over-claiming, jujur, lugas, dan
tidak
menyertakan
motif-motif
pribadi
atau
kepentingan-
kepantingan tertentu dalam menyampaikan pendapatnya. Semua sikap di atas, dilengkapi dengan keterbukaan dalam menyebutkan sumber bahan yang menjadi rujukannya, juga dipandang sebagai upaya penulis untuk memenuhi etika penulisan ilmiah. Artikel ilmiah mempunyai bentuk, struktur, dan sifat-sifat tertentu. Oleh karena itu, penulisannya harus mengikuti pola, teknik, dan kaidah-kaidah tertentu juga. Pola dan teknik penulisan artikel ilmiah ini relatif konsisten diikuti oleh penerbitan ilmiah pada umumnya yang biasa dikenal sebagai jurnal atau majalah ilmiah. Walaupun demikian, setiap majalah ilmiah biasanya memiliki gaya selingkung yang berusaha dipertahankan konsistensinya sebagai penciri dan kriteria kualitas teknik dan penampilan majalah yang bersangkutan. Gaya selingkung itu secara rinci mungkin berbeda antara satu majalah ilmiah dan majalah ilmiah yang lain, tetapi biasanya semuanya masih mengikuti semua pedoman yang berlaku secara umum. Sementara itu kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah diharapkan diikuti oleh para penulis artikel sebagaimana sikap ilmiah diharapkan diikuti oleh para
Penulisan Karya Ilmiah
ilmuwan atau kode etik profesi oleh para profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam perspektif tertentu pemenuhan kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah ini dapat dipandang sebagai etika yang harus dipenuhi oleh para penulis artikel. Sesuai dengan tujuan penerbitannya, majalah ilmiah pada umumnya memuat salah satu dari hal-hal berikut: (1) kumpulan atau akumulasi pengetahuan baru, (2) pengamatan empirik, dan (3) gagasan atau usulan baru (Pringgoadisurjo, 1993). Dalam praktik halhal tersebut akan diwujudkan atau dimuat di dalam salah satu dari dua bentuk artikel, yaitu artikel hasil pemikiran atau artikel non penelitian dan artikel hasil penelitian. Ada beberapa jurnal yang hanya memuat artikel hasil penelitian, misalnya Journal of Research in Science Teaching yang terbit di Amerika Serikat dan Jurnal Penelitian Kependidikan terbitan Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Malang. Akan tetapi sebagian jurnal biasanya memuat kedua jenis artikel: hasil pemikiran dan hasil penelitian. Selain itu, seringkali majalah ilmiah juga memuat resensi buku dan obituari. Pemuatan artikel hasil penelitian, artikel hasi pemikiran, resensi dan obituari ini sejalan dengan rekomendasi
Direktorat
Pembinaan
Penelitian
dan
Pengabdian
Kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (2000). Di dalam tulisan ini pembahasan akan dibatasi pada struktur dan anatomi dua jenis artikel saja yaitu artikel hasil pemikiran dan artikel hasil penelitian.
C. LEMBAR KEGIATAN 1. Alat dan Bahan a. Alat tulis; b. Laptop c. LCD proyektor; d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah.
9-3
9-4 Penulisan Karya Ilmiah
2. Langkah Kegiatan No. 1.
Kegiatan
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan yaitu mempersiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan 2.1 Berdoa bersama untuk
5 menit
Curah pendapat,
mengawali pembelajaran;
ceramah
2.2 Presensi peserta pelatihan, jika ada yang tidak masuk
pemecahan
karena sakit misalnya, maka
masalah
peserta diajak berdoa kembali agar teman yang sakit dapat segera sembuh dan berkumpul untuk bersekolah kembali; 2.3 Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dikembangkan; 2.4 Selanjutnya fasilitator menyajikan bentuk, struktur dan sifat karya tulis ilmiah. 3.
Kegiatan Inti 3.1 Fasilitator memberikan ceramah tentang pengertian sifat artikel ilmiah;
35
Metode
menit
pemberian tugas dan
Penulisan Karya Ilmiah
pendampingan
3.2 Fasilitator memberikan ceramah tentang sikap ilmiah; 3.3 Fasilitator memberikan ceramah tentang bentuk dan struktur artikel ilmiah 3.4 Fasilitator berdiskusi dengan peserta pelatihan; 3.5 Sharing dalam kelas mengenai sikap ilmiah, sifat, bentuk, dan struktur artikel ilmiah; 3.6 Fasilitator menekankan kembali kesimpulan yang tepat. 4.
Kegiatan Akhir 4.1 Fasilitator bersama-sama dengan peserta mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran hari itu, tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari sikap ilmiah, sifat, bentuk, dan struktur artikel ilmiah; 4.2 Fasilitator memberi kesempatan peserta untuk mengungkapkan pengalaman setelah dilakukan sharing; 4.3 Berdoa bersama-sama sebagai menutup pelatihan
10 menit
Refleksi
9-5
9-6 Penulisan Karya Ilmiah
3. Hasil a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kembali secara terurai mengenai sifat artikel ilmiah; b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kembali secara terurai mengenai karakter sikap ilmiah; yang selanjutnya mempunyai kecenderungan positif jika dihadapkan pada kasus plagiariasme misalnya; c. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kembali secara terurai mengenai bentuk, dan struktur karya tulis ilmiah.
D. RANGKUMAN Artikel ilmiah mempunyai bentuk, struktur, dan sifat-sifat tertentu. Oleh karena itu, penulisannya harus mengikuti pola, teknik, dan kaidah-kaidah tertentu juga. Pola dan teknik penulisan artikel ilmiah ini relatif konsisten diikuti oleh penerbitan ilmiah pada umumnya yang biasa dikenal sebagai jurnal atau majalah ilmiah. Walaupun demikian, setiap majalah ilmiah biasanya memiliki gaya selingkung yang berusaha dipertahankan konsistensinya sebagai penciri dan kriteria kualitas teknik dan penampilan majalah yang bersangkutan. Gaya selingkung itu secara rinci mungkin berbeda antara satu majalah ilmiah dan majalah ilmiah yang lain, tetapi biasanya semuanya masih mengikuti semua pedoman yang berlaku secara umum. Sementara itu kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah diharapkan diikuti oleh para penulis artikel sebagaimana sikap ilmiah diharapkan diikuti oleh para ilmuwan atau kode etik profesi oleh para profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam perspektif tertentu pemenuhan kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah ini dapat dipandang sebagai etika yang harus dipenuhi oleh para penulis artikel.
Penulisan Karya Ilmiah
F. TES FORMATIF 1. Tes Obyektif Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat 1.
Aspek-aspek yang menentukan karakteristik karya tulis, kecuali a. sikap penulis b. panjang tulisan c. struktur sajian d. penggunaan bahasa
2.
Struktur sajian suatu karya tulis ilmiah pada umumnya terdiri dari a. pendahuluan, inti (pokok pembahasan), dan penutup b. pendahuluan, abstrak, bagian inti, simpulan c. abstrak, pendahuluan, bagian inti, simpulan d. abstrak, bagian inti, penutup
3.
Bagian penutup suatu karya tulis ilmia, pada umumnya menyajikan tentang a. rangkuman dan tindak lanjut b. simpulan umum c. rekomendasi penulis d. simpulan dan saran
4.
Substansi suatu karya tulis ilmiah dapat mencakup berbagai hal, dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Berikut ini adalah contoh-contoh subatansi karya tulis ilmiah, kecuali a. pendidikan b. kebudayaan c. pemulung d. informatika
5.
Dalam karya tulis ilmiah, penulis bersikap netral, obyektif, dan tidak memihak. Sikap ini sesuai dengan hakikat karya tulis ilmiah yang merupakan kajian berdasarkan pada, kecuali a. fakta atau kenyataan b. argumentasi
9-7
9-8 Penulisan Karya Ilmiah
c. teori yang diakui kebenarannya d. data empirik/hasil penelitian 6.
Keobyektifan penulis karya tulis ilmiahdicerminkan dalam gaya bahasa yang bersifat a. resmi b. baku c. impersonal d. personal
7.
Komponen suatu karya tulis ilmiah bervariasi sesuai dengan jenis karya tulis ilmiah dan tujuan penulisannya, namun pada umumnya semua karya tulis ilmiah mempunayi komponen a. daftar pustaka b. abstrak c. daftar tabel d. lampiran
8.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu karya tulis ilmiah, kecuali a. memaparkan bidang ilmu tertentu b. merupakan deskripsi suatu kejadian c. menggunakan gaya bahasa resmi d. disajikan secara sistematis
9.
Di antara judul berikut, yang manakah yang paling sesuai untuk judul karya tulis ilmiah? a. senjata makan tuan b. kumbang cantik pengisap madu c. pengaruh gizi pada pertumbuhan anak d. pengaruh obat bius yang menghebohkan
10
Untuk membedakan karya tulis ilmiah dan karya tulis bukan ilmiah,
.
seseorang dapat mengkaji berbagai aspek tulisan. Salah satu aspek yang dapat digunakan sebagai pembeda adalah a. sistematika tulisan b. panjang tulisan
Penulisan Karya Ilmiah
c. ragam bahasa yang digunakan d. pengarang
2. Tes Uraian 1.
Setelah membaca uraian di atas, coba bapak dan ibu simpulkan bagaimana caranya mengenal karakteristik karya tulis ilmiah. Jelaskan mengapa bapak dan ibu menyimpulkan seperti itu?
2.
Sebutkan aspek-aspek yang dapat menggambarkan karakteristik suatu karya tulis ilmiahdan berikan penjelasan singkat untuk setiap aspek. Berdasarkan uraian itu, coba simpulkan karakteristik karya tulis ilmiah!
3.
Secara umum, struktur sajian suatu karya tulis ilmiah terdiri dari bagian awal, inti, dan bagian penutup. Coba jelaskan deskripsi masing-masing bagian dan apa bedanya dengan struktur sajian karya non ilmiah?
9-9
BAB III. KEGIATAN BELAJAR II ARTIKEL HASIL PEMIKIRAN DAN HASIL PENELITIAN A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR Pada kegiatan belajar yang kedua ini akan dibahas bagaimana menentukan kelayakan ide untuk dituangkan ke dalam tulisan serta struktur tulisan konseptual. Pembahasan mengenai materi ini akan bermanfaat pada saat bapak dan ibu menulis artikel konseptual. Di samping itu akan dibahas juga teknik menulis karya tulis ilmiah atas dasar hasil penelitian. Berkaitan uraian di atas, maka setelah menyelesaikan kegiatan berlajar kedua ini, bapak dan ibu diharapkan mempunyai kemampuan dalam: 1. Menjelaskan pembuatan judul karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian; 2. Menjelaskan abstrak dan kata kunci karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian; 3. Menjelaskan penulisan pendahuluan karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian 4. Menjelaskan penulisan metode karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian; 5. Menjelaskan penulisan hasil penelitian karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian; 6. Menjelaskan penulisan pembahasan karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian 7. Menjelaskan penulisan simpulan dan saran karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian; 8. Menjelaskan penulisan daftar pustaka karya tulis yang bersifat konseptual maupun atas dasar hasil penelitian
Penulisan Karya Ilmiah
B. URAIAN MATERI 1. Atikel Hasil Pemikiran Artikel hasil pemikiran adalah hasil pemikiran penulis atas suatu permasalahan, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam upaya untuk menghasilkan artikel jenis ini penulis terlebih dahulu mengkaji sumber-sumber yang relevan dengan permasalahannya, baik yang sejalan maupun yang bertentangan dengan apa yang dipikirkannya. Sumber-sumber
yang
dianjurkan
untuk
dirujuk
dalam
rangka
menghasilkan artikel hasil pemikiran adalah juga artikel-artikel hasil pemikiran yang relevan, hasil-hasil penelitian terdahulu, di samping teori-teori yang dapat digali dari buku-buku teks. Bagian paling vital dari artikel hasil pemikiran adalah pendapat atau pendirian penulis tentang hal yang dibahas, yang dikembangkan dari analisis terhadap pikiran-pikiran mengenai masalah yang sama yang telah dipublikasikan sebelumnya, dan pikiran baru penulis tentang hal yang dikaji, jika memang ada. Jadi, artikel hasil pemikiran bukanlah sekadar kolase atu tempelan cuplikan dari sejumlah artikel, apalagi pemindahan tulisan dari sejumlah sumber, tetapi adalah hasil pemikiran analitis dan kritis penulisnya. Artikel hasil pemikiran biasanya terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti atau pembahasan, penutup, dan daftar rujukan. Uraian singkat tentang unsur-unsur tersebut disampaikan di bawah ini.
a. Judul Judul artikel hasil pemikiran hendaknya mencerminkan dengan tepat
masalah
yang
dibahas.
Pilihan
kata-kata
harus
tepat,
mengandung unsur-unsur utama masalah, jelas, dan setelah disusun dalam bentuk judul harus memiliki daya tarik yang kuat bagi calon pembaca. Judul dapat ditulis dalam bentuk kalimat berita atau kalimat tanya. Salah satu ciri penting judul artikel hasil pemikiran adalah
9-11
9-12 Penulisan Karya Ilmiah
bersifat ”provokatif”, dalam arti merangsang pembaca untuk membaca artikel yang bersangkutan. Hal ini penting karena artikel hasil pemkiran pada
dasarnya
bertujuan
untuk
membuka
wacana
diskusi,
argumentasi, analisis, dan sintesis pendapat-pendapat para ahli atau pemerhati bidang tertentu. Perhatikan judul-judul artikel di bawah ini, dan lakukan evaluasi terhadap judul-judul tersebut untuk melihat apakah kriteria yang disebutkan di atas terpenuhi. ¾ Membangun Teori melalui Pendekatan Kualitatif (Forum Penelitian Kependidikan Tahun 7, No. 1) ¾ Repelita IV: A Cautious Development Plan for Steady Growth (Kaleidoscope International Vol. IX No.1) ¾ Interpreting Student’s and Teacher’s Discourse in Science Classes: An Underestimated Problem? (Journal of Research in Science Teaching Vol. 33, No.2.)
Di dalam contoh-contoh judul di atas seharusnya tercermin ciriciri yang diharapkan ditunjukan oleh artikel hasil pemikiran seperti provokatif, argumentative, dan analitik.
b. Nama Penulis Untuk menghindari bias terhadap senioritas dan wibawa atau inferioritas penulis, nama penulis artikel ditulis tanpa disertai gelar akademik atau gelar profesional yang lain. Jika dikehendaki gelar kebangsawanan atau keagamaan boleh disertakan. Nama lembaga tempat penulis bekerja sebagai catatan kaki di halaman pertama. Jika penulis lebih dari dua orang, hanya nama penulis utama saja yang dicantumkan disertai tambahan dkk. (dan kawan-kawan). Nama penulis lain ditulis dalam catatan kaki atau dalam catatan akhir jika tempat pada catatan kaki atau di dalam catatan akhir jika tempat pada catatan kaki tidak mencukupi.
Penulisan Karya Ilmiah
c. Abstrak dan Kata Kunci Abstrak artikel hasil pemikiran adalah ringkasan dari artikel yang dituangkan secara padat; bukan komentar atau pengantar penulis. Panjang abstrak biasanya sekitar 50-75 kata yang disusun dalam satu paragraf, diketik dengan spasi tunggal. Format lebih sempit dari teks utama (margin kanan dan margin kiri menjorok masuk beberapa ketukan). Dengan membaca abstrak diharapkan (calon) pembaca segera memperoleh gambaran umum dari masalah yang dibahas di dalam artikel. Ciri-ciri umum artikel hasil pemikiran seperti kritis dan provokatif hendaknya juga sudah terlihat di dalam abstrak ini, sehingga (calon) pembaca tertarik untuk meneruskan pembacaannya. Abstrak hendaknya juga disertai dengan 3-5 kata kunci, yaitu istilah-istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasar yang terkait dengan ranah permasalahan yang dibahas dalam artikel. Jika dapat diperoleh, kata-kata kunci hendaknya diambil dari tresaurus bidang ilmu terkait. Perlu diperhatikan bahwa kata-kata kunci tidak hanya dapat dipetik dari judul artikel, tetapi juga dari tubuh artikel walaupun ide-ide atau konsep-konsep yang diwakili tidak secara eksplisit dinyatakan atau dipaparkan di dalam judul atau tubuh artikel. Perhatikan contoh abstrak dan kata-kata kunci berikut ini.
Abstract: Theory Generation through Qualitative Study. A qualitative study is often contrasted with its quantitative counterpart. These two approaches are more often inappropriately considered as two different schools of thought than as two different tools. In fact these two approaches serve different purposes. A qualitative study takes several stage in generating theories. Business transaction pattern and market characteristic, for example, can be investigated through qualitative study, while their tendencies, frequencies, and other related quantitative values can be more appropriately investigated through quantitative study. Key words: qualitative study, quantitative study, theory development
9-13
9-14 Penulisan Karya Ilmiah
d. Pendahuluan Bagian ini menguraikan hal-hal yang dapat menarik perhatian pembaca dan memberikan acuan (konteks) bagi permasalahan yang akan
dibahas,
misalnya
dengan
menonjolkan
hal-hal
yang
kontroversial atau belum tuntas dalam pembahasan permasalahan yang terkait dengan artikel-artikel atau naskah-naskah lain yang telah dipublikasikan terdahulu. Bagian pendahuluan ini hendaknya diakhiri dengan rumusan singkat (1-2 kalimat) tentang hal-hal pokok yang akan dibahas dan tujuan pembahasan. Perhatikan tiga segmen bagian pendahuluan dalam contoh di bawah ini.
Partisipasi masyarakat merupakan unsur yang paling penting sekali bagi keberhasilan program pendidikan. Catatan sejarah pendidikan di negara-negara maju dan dikelompokkelompok masyarakat yang telah berkembang kegiatan pendidikan menunjukan bahwa keadaan dunia pendidikan mereka sekarang ini telah dicapai dengan partisipasi masyarakat yang sangat signifikan di dalam berbagai bentuk. Di Amerika Serikat dalam tingkat pendidikan tinggi dikenal apa yang disebut “Land-Grant Universities...”dst. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli yang berkaitan dengan menurunnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Sebagian ahli berpendapat bahwa sistem politik yang kurang demokratis dan budaya masyarakat paternalistik telah menyebabkan rendahnya partisipasi. Sementara itu penulis-penulis lain lebih memfokus pada faktor-faktor ekonomi... Dari kajian terhadap berbagai tulisan dan hasil penelitian disebutkan di muka terlihat masih terdapat beberapa hal yang belum jelas benar atau setidak-tidaknya masih menimbulkan keraguan mengenai sebab-sebab menurunnya mutu partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Dalam artikel-artikel ini akan dibahas kemungkinankemungkinan menurunnya partisipasi masyarakat tersebut berdasarkan analisis ekonomi pendidikan. Diharapkan, dengan analisis ini kekurangan analisis terdahulu dapat dikurangi dan dapat disusun penjelasan baru yang lebih komprehensif.
Penulisan Karya Ilmiah
Di dalam petikan bagian pendahuluan di atas dapat dilihat alur argumentasi yang diikuti penulis untuk menunjukan masih adanya perbedaan pandangan tentang menurunnya partisipasi masyarakat di dalam pengembangan pendidikan. Tinjauan dari berbagai sudut pandang telah menghasilkan kesimpulan yang beragam, yang membuka kesempatan bagi penulis untuk menampilkan wacana penurunan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan dari sudut pandang yang lan.
e. Bagian Inti Isi bagian ini sangat bervariasi, lazimnya berisi kupasan, analisis, argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis mengenai masalah yang dibicarakan. Banyaknya subbagian juga tidak ditentukan, tergantung kepada kecukupan kebutuhan penulis untuk menyampaikan pikiran-pikirannya. Di antara sifat-sifat artikel terpenting yang seharusnya ditampilkan di dalam bagian ini adalah kupasan yang argumentatif, analitik, dan kritis dengan sistematika yang runtut dan logis, sejauh mungkin juga berciri komparatif dan menjauhi sikap tertutup dan instruktif. Walaupun demikian, perlu dijaga agar tampilan bagian ini tidak terlalu panjang dan menjadi bersifat enumeratif seperti diktat. Penggunaan subbagian dan sub-subbagian yang terlalu banyak juga akan menyebabkan artikel tampil seperti diktat. Perhatikan contoh-contoh petikan bagian inti artikel berikut ini. Science earns its place on the curriculum because there is cultural commitment to the value of the knowledge and the practices by which this body of ideas has been derived. Hence, any consideration of the theoretical implementation must start by attempting to resolve the aims and intentions of this cultural practice…(Dari Osborne, 1996:54).
9-15
9-16 Penulisan Karya Ilmiah
Dalam situasi yang dicontohkan di atas perubahan atau penyesuaian paradigma dan praktik-praktik pendidikan adalah suatu keharusan jika dunia pendidikan Indonesia tidak ingin tertinggal dan kehilangan perannya sebagai wahana untuk menyiapkan generasi masa datang ironisnya, kalangan pendidikan sendiri tidak dengan cepat mengantisipasi, mengembangkan dan mengambil inisiatif inovasi yang diperlukan, walaupun kesadaran akan perlunya perubahanperubahan tertentu sudah secara luas dirasakan. Hesrh dan McKibbin (1983:3) menyatakan bahwa sebenarnya banyak pihak telah menyadari perlunya inovasi…(Dari Ibnu, 1996:2) John Hassard (1993) suggested that, ‘Unlike modern industrial society, where production was the cornerstone, in the post modern society simulation structure and control social affairs. We, at witnesses, are producing simulation whitin discorses. We are fabricating words, not because we are “falsyfaying” data, or “lying” about what we have learned, but because we are constructing truth within a shifting, but always limited discourse.’ (Dari Ropers-Huilman, 1997:5) Di dalam contoh-contoh bagian inti artikel hasil pemikiran di atas dapat dilihat dengan jelas bagian yang paling vital dari jenis artikel ini yaitu posisi atau pendirian penulis, seperti terlihat di dalam kalimatkalimat: (1) Hence, any consideration of the theoretical base of science and its practical implementation must start by…, (2) Dalam situasi yang dicontohkan di atas perubahan atau penyesuaian paradigma dan praktek-praktek pendidikan, adalah suatu keharusan jika…, (3)…We are fabricating words not because …, or ‘lying’ about…, but…dan seterusnya.
f. Penutup atau Simpulan Penutup biasanya diisi dengan simpulan atau penegasan pendirian
penulis
atas
masalah
yang
dibahas
pada
bagian
sebelumnya. Banyak juga penulis yang berusaha menampilkan segala apa yang telah dibahas di bagian terdahulu, secara ringkas. Sebagian penulis menyertakan saran-saran atau pendirian alternatif. Jika memang dianggap tepat bagian terakhir ini dapat dilihat pada berbagai
Penulisan Karya Ilmiah
artikel jurnal. Walaupun mungkin terdapat beberapa perbedaan gaya penyampaian, misi bagian akhir ini pada dasarnya sama: mengakhir diskusi dengan suatu pendirian atau menyodorkan beberapa alternatif penyelesaian. Perhatiakan contoh-contoh berikut.
Konsep pemikiran tentang Demokrasi Ekonomi pada prinsipnya adalah khas Indonesia. menurut Dr. M. Hatta dalam konsep Demokrasi Ekonomi berlandaskan pada tiga hal, yaitu: (a) etika sosial yang tersimpul dalam nilai-nilai Pancasila; (b) rasionalitas ekonomi yang diwujudkan dengan perencanaan ekonomi oleh negara; dan (c) organisasi ekonomi yang mendasarkan azas bersama/koperasi. Isu tentang pelaksanaan Demokrasi Ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia menjadi menarik dan ramai pada era tahun 90-an. Hal tersebut terjadi sebagai reaksi atas permasalahan konglomerasi di Indonesia. Perlu diupayakan hubungan kemitraan yang baik antara pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia. Pada saat ini nampak sudah ada political will dari pemerintah kita terhadap kegiatan ekonomi berskala menengah dan kecil. Namun demikian kemampuan politik saja tidak cukup tanpa disertai keberanian politik. Semangat untuk berpihak pada pengembangan usaha berskala menengah dan kecil perlu terus digalakkan, sehingga tingkat kesejahteraan seluruh msyarakat dapat ditingkatkan. (Dari Supriyanto, 1994:330-331) if, as has been discussed in this article, argumentation has a central role play in science and learning about science, then its current omission is a problem that needs to be seriously addressed. For in the light of our emerging understanding of science as social practice, with rhetoric and argument as a central feature, to continue with current approaches to the teaching of science would be to misrepresent science and its nature. If his pattern is to change, then it seems crucial that any intervention should pay attention not only to ways of enhancing the argument skills of young people, but also improving teachers’ knowledge, awareness, and competence in managing student participation in discussion and argument. Given that, for good or for ill, science and technology have ascended to ascended to a position of cultural dominance, studying the role of
9-17
9-18 Penulisan Karya Ilmiah
argument in science offers a means of prying open the black box that is science. Such an effort would seem well advisedboth for science and its relationship with the public, and the public and its relationship with science. (Dari Driver, Newton & Osborne, 2000:309) g. Daftar Rujukan Bahan rujukan yang dimasukan dalam daftar rujukan hanya yang benar-benar dirujuk di dalam tubuh artikel. Sebaliknya, semua rujukan yang telah disebutkan dalam tubuh artikel harus tercatat di dalam daftar rujukan. Tata aturan penulisan daftar rujukan bervariasi, tergantung gaya selingkung yang dianut. Walaupun demikian, harus senantiasa diperhatikan bahwa tata aturan ini secara konsisten diikuti dalam setiap nomor penelitian.
2. Artikel Hasil Penelitian Artikel hasil penelitian sering merupakan bagian yang paling dominan dari sebuah jurnal. Berbagai jurnal bahkan 100% berisi artikel jenis ini. Jurnal Penelitian Kependidikan yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, misalnya, dan Journal of Research in Science Teaching; termasuk kategori jurnal yang semata-mata memuat hasil penelitian. Sebelum ditampilkan sebagai artikel dalam jurnal, laporan penelitian harus disusun kembali agar memenuhi tata tampilan karangan sebagaimana yang dianjurkan oleh dewan penyunting jurnal yang bersangkutan dan tidak melampaui batas panjang karangan. Jadi, artikel hasil penelitian bukan sekadar bentuk ringkas atau ”pengkerdilan” dari laporan teknis, tetapi merupakan hasil kerja penulisan baru, yang dipersiapkan dan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap menampilkan secara lengkap semua aspek penting penelitian, tetapi dalam format artikel yang jauh lebih kompak dan ringkas daripada laporan teknis aslinya.
Penulisan Karya Ilmiah
Bagian-bagian artikel hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal adalah judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, bagian pendahuluan, metode, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan dan saran, dan daftar rujukan.
a. Judul Judul artikel hasil penelitian diharapkan dapat dengan tepat memberikan gambaran mengenai penelitian yang telah dilakukan. Variabel-variabel penelitian dan hubungan antar variabel serta informasi lain yang dianggap penting hendaknya terlihat dalam judul artikel. Walaupun demikian, harus dijaga agar judul artikel tidak menjadi terlalu panjang. Sebagaimana judul penelitian, judul artikel umumnya terdiri dari 5-15 kata. Berikut adalah beberapa contoh. ¾ Pengaruh Metode Demonstrasi Ber-OHP terhadap Hasil Belajar Membuat Pakaian Siswa SMKK Negeri Malang (Forum Penelitian Kependidikan Tahun 7, No.1). ¾ Undergraduate Science Students’ Images of the Nature of Science (Research presented at the American Educational Research Association Annual Conference, Chicago, 24-28 March 1997). ¾ Effect of Knowledge and Persuasion on High-School Students’ Attitudes towards Nuclear Power Plants (Journal of Research in Science Teaching Vol.32, Issue 1).
Jika dibandingkan judul-judul di atas, akan sgera tampak perbedaannya dengan judul artikel hasil pemikiran, terutama dengan terlihatnya
variabel-variabel
utama
yang
diteliti
diperlihatkan pada judul yang pertama dan ketiga.
seperti
yang
9-19
9-20 Penulisan Karya Ilmiah
b. Nama Penulis Pedoman penulisan nama penulis untuk artikel hasil pemikiran juga berlaku untuk penulisan artikel hasil penelitian.
c. Abstrak dan Kata Kunci Dalam artikel hasil penelitian abstrak secara ringkas memuat uraian mengenai masalah dan tujuan penelitian, metode yang digunakan, dan hasil penelitian. Tekanan terutama diberikan kepada hasil penelitian. Panjang abstrak lebih kurang sama dengan panjang artikel hasil pemikiran dan juga dilengkapi dengan kata-kata kunci (3-5 buah). Kata-kata kunci menggambarkan ranah masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti ini sering tercermin dalam variable-variabel penelitian dan hubungan antara variable-variabel tersebut. Walaupun demikian, tidak ada keharusan kata-kata kunci diambil dari variabelvariabel penelitian atau dari kata-kata yang tercantum di dalam judul artikel.
Contoh abstrak: Abstract: The aim of this study was to asses the readiness of elementary school teachers in mathematic teaching, from the point of view of the teacher mastery of the subject. Forty two elementary school teachers from Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang were given a test in mathematic which was devided in to two part, arithmatics and geometry. A minimum mastery score of 65 was set for those who would be classified as in adequate readiness as mathematics teachers. Those who obtained scores of less than 65 were classified as not in adequate readiness in teaching. The result of the study indicated that 78,8% of the teachers obtained scores of more than 65 in geometry. Sixty nine point five percent of the teachers got more than 65 arithmetic, and 69,5% gained scores of more than 65 scores in both geometry and arithmetics. Key words: mathematic teaching, teaching readiness, subject mastery.
Penulisan Karya Ilmiah
d. Pendahuluan Banyak
jurnal
tidak
mencantumkan
subjudul
untuk
pendahuluan. Bagian ini terutama berisi paparan tentang permasalaha penelitian, wawasan, dan rencana penulis dalam kaitan dengan upaya pemecahan masalah, tujuan penelitian, dan rangkuman kajian teoretik yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kadang-kadang juga dimuat harapan akan hasil dan manfaat penelitian. Penyajian bagian pendahuluan dilakukan secara naratif, dan tidak perlu pemecahan (fisik) dari satu subbagin ke subbagian lain. Pemisahan dilakukan dengan penggantian paragraf.
e. Metode Bagian ini menguraikan bagaimana penelitian dilakukan. Materi pokok bagian ini adalah rancangan atau desain penelitian, sasaran atau target penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data dan pengembangan instrumen, dan teknik analisis data. Subsubbagian di atas umumnya (atau sebaiknya) disampaikan dalam format esei dan sesedikit mungkin menggunakan format enumeratif, misalnya:
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan observasi partisipatori. Peneliti terjun langsung ke dalam keidupan masyarakat desa, ikut serta melakukan berbagai aktivitas sosial sambil mengumpulkan data yang dapat diamati langsung di lapangan atau yang diperoleh dari informan kunci. Pencatatan dilakukan tidak langsung tetapi ditunda sampai peneliti dapat ”mengasingkan diri” dari anggota masyarakat sasaran. Informasi yang diberikan dari informan kunci diuji dengan membandingkannya dengan pendapat nara sumber yang lain. Analisis dengan menggunakan pendekatan... Rancangan eksperimen pretest-posttest control group design digunakan dalam penelitian ini. Subjek penelitian dipilih secara random dari seluruh siswa kelas 3 kemudian
9-21
9-22 Penulisan Karya Ilmiah
secara random pula ditempatkan ke dalam kelompok percobaan dan kelompok control. Data diambil dengan menggunakan tes yang telah dikembangkan dan divalidasi oleh Lembaga Pengembangan Tes Nasional. Analisis data dilakukan dengan... f. Hasil Penelitian Bagian ini memuat hasil penelitian, tepatnya hasil analisis data. Hasil yang disajikan adalah hasil bersih. Pengujian hipotesis dan penggunaan statistik tidak termasuk yang disajikan. Penyampaian
hasil
penelitian
dapat
dibantu
dengan
penggunaan tabel dan grafik (atau bentuk/format komunikasi yang lain). Grafik dan tabel harus dibahas dalam tubuh artikel tetapi tidak dengan cara pembahasan yang rinci satu per satu. Penyajian hasil yang cukup panjang dapat dibagi dalam beberapa subbagian
Contoh: Jumlah tulisan dari tiga suku ranah utama yang dimuat di dalam berbagai jurnal, dalam kurun waktu satu sampai empat tahun dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Jumlah Tulisan dari Tiga Suku Ranah Pendidikan Sains yang Dimuat dalam Berbagai Jurnal antara Januari 1994-Juli 1997
Suku ranah
1994
1995
1996
1997
Jumlah
Konsep
7
7
13
6
32
Sci. Literacy
5
3
14
6
28
Teori & Pengaj.
2
12
1
5
20
Jumlah
3
suku
80
ranah Lain-lain
46
Penulisan Karya Ilmiah
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa frekuensi pemunculan artikel dari tiga suku ranah tersebut di atas jauh melebihi suku-suku ranah yang lain, yaitu 80:46. hal ini menunjukan bahwa...dst.
g. Pembahasan Bagian ini merupakan bagian terpenting dari artikel hasil penelitian. Penulis artikel dalam bagian ini menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian dan menunjukan bagaimana temuan-temuan tersebut diperoleh, mengintepretasikan temuan, mengaitkan temuan penelitian dengan struktur pengetahuan yang telah mapan, dan memunculkan ”teori-teori” baru atau modifikasi teori yang telah ada.
Contoh: Dari temuan penelitian yang diuraikan dalam artikel ini dapat dilihat bahwa berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kenakalan remaja yang selama ini diyakini kebenarannya menjadi goyah. Kebenaran dari berbagai hal tersebut ternyata tidak berlaku secara universal tetapi kondisional. Gejala-gejala kenakalan remaja tertentu hanya muncul apabila kondisi lingkungan sosial setempat mendukung akan terjadinya bentuk-bentuk kenalan terkait. Hal ini sesuai dengan teori selektive cases dari Lincoln (1987:13) yang menyatakan bahwa... h. Simpulan dan Saran Simpulan menyajikan ringkasan dari uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Dari kedua hal ini dikembangkan pokokpokok pikiran (baru) yang merupakan esensi dari temuan penelitian. Saran hendaknya dikembangkan berdasarkan temuan penelitian. Saran dapat mengacu kepada tindakan praktis, pengembangan teori baru, dan penelitian lanjutan.
9-23
9-24 Penulisan Karya Ilmiah
i. Daftar Rujukan Daftar rujukan ditulis dengan menggunakan pedoman umum yang juga berlaku bagi penulis artikel nonpenelitian.
3. Penutup Perbedaan dasar antara artilkel hasil pemikiran dan artikel hasil penelitian terletak pada bahan dasar yang kemudian dikembangkan dan dituangkan ke dalam artikel. Bahan dasar artikel hasil pemikiran adalah hasil kajian atau analisis penulis atas suatu masalah. Bagian terpenting dari artikel jenis ini adalah pendirian penulis tentang masalah yang dibahas dan diharapkan memicu wahana baru mengenai masalah tersebut. Artikel hasil penelitian, dilain pihak, dikembangkan dari laporan teknis penelitian dengan tujuan utama untuk memperluas penyebarannya dan secara akumulatif dengan hasil penelitian
peneliti-peneliti
lain
dalam
memperkaya
khasanah
pengetahuan tentang masalah yang diteliti. Perbedaan isi kedua jenis artikel memerlukan struktur dan sistematika penulisan yang berbeda untuk menjamin kelancaran dan keparipurnaan komunikasi. Walaupun demikian, dipandang tidak perlu dikembangkan sehingga
aturan-aturan
gaya
yang
selingkung
terlalu mengikat
masing-masing
dan
jurnal
baku, dapat
terakomodasikan dengan baik di dalam struktur dan sistematika penulisan yang disepakati. Satu hal yang harus diupayakan oleh penulis, baik untuk artikel hasil pemikiran ataupun artikel hasil penelitian, adalah tercapainya maksud penulisan artikel tersebut, yaitu komunikasi yang efektif dan efisien tetapi tetap mempunyai daya tarik yang cukup tinggi. Selain itu, kaidah-kaidah komunikasi ilmiah yang lain seperti objektif, jujur, rasional, kritis, up to date, dan tidak arogan hendaknya juga diusahakan sekuat tenaga untuk dapat dipenuhi oleh penulis.
Penulisan Karya Ilmiah
C. LEMBAR KEGIATAN 1. Alat dan Bahan a. Alat tulis; b. Laptop c. LCD proyektor; d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah.
2. Langkah Kegiatan No. Kegiatan 1.
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan yaitu mempersiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan 2.1 Berdoa bersama untuk mengawali pembelajaran; 2.2 Presensi peserta pelatihan,
5 menit
Curah pendapat, ceramah
jika ada yang tidak masuk
pemecahan
karena sakit misalnya, maka
masalah
peserta diajak berdoa kembali agar teman yang sakit dapat segera sembuh dan berkumpul untuk bersekolah kembali; 2.3 Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dikembangkan;
9-25
9-26 Penulisan Karya Ilmiah
2.4 Selanjutnya fasilitator menyajikan artikel ilmiah dalam bentuk hasil pemikiran konseptual dan hasil penelitian. 3.
Kegiatan Inti 3.1 Fasilitator memberikan ceramah tentang pengertian penulisan
35
Metode
menit
pemberian
karya tulis ilmiah hasil pemikiran
tugas dan
konseptual
pendampingan
3.2 Fasilitator memberikan ceramah tentang penulisan karya tulis ilmiah hasil penelitian; 3.3 Fasilitator berdiskusi dengan peserta pelatihan; 3.4 Sharing dalam kelas mengenai karya tulis ilmiah hasil pemikiran konseptual; 3.5 Sharing dalam kelas mengenai karya tulis ilmiah hasil penelitian 3.6 Fasilitator menekankan kembali kesimpulan yang tepat. 4.
Kegiatan Akhir Fasilitator bersama-sama dengan peserta mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran hari itu, tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian; Fasilitator memberi kesempatan peserta untuk mengungkapkan
10 menit
Refleksi
Penulisan Karya Ilmiah
pengalaman setelah dilakukan sharing; Berdoa bersama-sama sebagai menutup pelatihan
3. Hasil a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kembali secara terurai mengenai penulisan karya tulis ilmiah hasil pemikiran; b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan kembali secara terurai mengenai penulisan karya tulis ilmiah hasil penelitian;
D. RANGKUMAN Perbedaan dasar antara artilkel hasil pemikiran dan artikel hasil penelitian terletak pada bahan dasar yang kemudian dikembangkan dan dituangkan ke dalam artikel. Bahan dasar artikel hasil pemikiran adalah hasil kajian atau analisis penulis atas suatu masalah. Bagian terpenting dari artikel jenis ini adalah pendirian penulis tentang masalah yang dibahas dan diharapkan memicu wahana baru mengenai masalah tersebut. Artikel hasil penelitian, dilain pihak, dikembangkan dari laporan teknis penelitian dengan tujuan utama untuk memperluas penyebarannya dan secara akumulatif dengan hasil penelitian
peneliti-peneliti
lain
dalam
memperkaya
khasanah
pengetahuan tentang masalah yang diteliti. Perbedaan isi kedua jenis artikel memerlukan struktur dan sistematika penulisan yang berbeda untuk menjamin kelancaran dan keparipurnaan komunikasi. Walaupun demikian, dipandang tidak perlu dikembangkan sehingga
aturan-aturan
gaya
yang
selingkung
terlalu mengikat dan
masing-masing
jurnal
baku, dapat
9-27
9-28 Penulisan Karya Ilmiah
terakomodasikan dengan baik di dalam struktur dan sistematika penulisan yang disepakati. Satu hal yang harus diupayakan oleh penulis, baik untuk artikel hasil pemikiran ataupun artikel hasil penelitian, adalah tercapainya maksud penulisan artikel tersebut, yaitu komunikasi yang efektif dan efisien tetapi tetap mempunyai daya tarik yang cukup tinggi. Selain itu, kaidah-kaidah komunikasi ilmiah yang lain seperti objektif, jujur, rasional, kritis, up to date, dan tidak arogan hendaknya juga diusahakan sekuat tenaga untuk dapat dipenuhi oleh penulis.
F. TES FORMATIF 1. Tes Obyektif Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1.
Artikel dapat dikelompokkan menjadi a. artikel laporan dan artikel rujukan b. artikel konseptual dan artikel teoritis c. artikel hasil telaahan dan artikel teoritis d. artikel hasil laporan dan artikel hasil telaahan
2.
Dari sudut ide, salah satu dari empat faktor yang harus diperhatikan untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang berkualitas tinggi adalah a. kelayakan ide untuk dipublikasikan b. wacana tentang ide yang sedang berkembang c. kesiapan ide untuk didiskusikan d. persamaan persepsi para ahli di bidang yang sama
3.
Tulisan analisis konseptual terdiri dari a. judul, abstrak, data, pembahasan, dan referensi b. judul, abstrak, pendahuluan, diskusi, referensi c. judul pendahuluan, diskusi, kesimpulan referensi
Penulisan Karya Ilmiah
d. judul, pendahuluan, temuan, pembahasan, referensi 4.
Dalam suatu artikel konseptual, bagaimana teori/konsep yang ditawarkan dapat berkontribusi dalam peta pengetahuan dimuat pada bagian a. abstrak b. pendahuluan c. diskusi d. referensi
5.
Referensi memuat semua rujukan yang a. pernah dibaca penulis b. perlu dibaca pembaca c. dimuat dalam badan tulisan d. diperlukan dalam pengembangan tulisan
6.
Salah satu dari tiga pertanyaan yang harus dijawab di bagian pendahuluan adalah berikut ini a. apa inti teori/konsep yang dibahas? b. mengapa konsep itu dibahas? c. Apa kesimpulan yang dapat ditarik? d. Apa tindak lanjut yang perlu dilakukan?
7.
Salah satu hal yang harus dihindari pada saat menulis hasil penelitian adalah a. menjelaskan partisipan b. menulis masalah yang sudah pernah dibahas c. memecah satu penelitian menjadi beberapa artikel d. melaporkan korelasi yang dibahas dalam penelitian
8.
Pemilihan penggunaan kata dan kalimat yang tidak provokatif dalam laporan atau artikel merupakan salah satu contoh upaya untuk menjaga kualitasdari aspek a. panjang tulisan b. nada tulisan c. gaya tulisan
9-29
9-30 Penulisan Karya Ilmiah
d. bahasa tulisan 9.
Rekomendasi untuk judul adalah a. 8-10 kata b. 10-12 kata c. 12-15 kata d. 15-30 kata
10.
Dalam suatu laporan atau artikel hasil penelitian, kontribusi penelitian dapat dilihat di bagian a. pendahuluan b. metode c. hasil d. diskusi
2. Tes Uraian 1.
Jelaskan mengapa abstrak merupakan bagian terpenting dalam laporan dan artikel penelitian
2.
Sebut dan jelaskan perbedaan karya tulis ilmiah hasil pemikian dan hasil penelitian!
3.
Carilah salah satu artikel hasil penelitian, telaah unsur-unsur yang terdapat pada artikel itu!
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR III PRAKTIK PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR Pada kegiatan belajar kedua telah disajikan bagaimana teknik menulis karya tulis ilmiah yang bersifat hasil pemikiran dan hasil penelitian. Pada kegiatan belajar yang ketiga ini berisi mengenai latihan peserta PLPG dalam menulis karya tulis ilmiah baik yang bersifat hasil pemikiran maupun hasil penelitian. Dengan demikian peserta PLPG diharapkan mempunyai keterampilan dalam menyusun karya tulis ilmiah yang dapat dikirimkan kepada pengelola jurnal penelitian pendidikan (JIP). Pada kesempatan ini akan dicontohkan beberapa petunjuk bagi penulis ilmu pendidikan. Oleh karena itu, indikator kegiatan belajar ketiga ini adalah: 1. mengenal format penulisan enumeratif; 2. mengenal format penulisan esay; 3. membuat karya tulis ilmiah baik yang bersifat hasil pemikiran maupun hasil penelitian.
B. URAIAN MATERI 1. Mengenai Format Tulisan Semua bagian artikel yang dibicarakan di atas ditulis dalam format esai. Penggunaan format esai dalam penulisan artikel jurnal bertujuan untuk menjaga kelancaran pembacaan dan menjamin keutuhan ide yang ingin disampaikan. Dengan digunakannya format esai
diharapkan
pembaca
memperoleh
kesan
seolah-olah
berkomunikasi langsung, dan secara aktif berdialog dengan penulis. Bandingkan dua format petikan berikut:
9-32 Penulisan Karya Ilmiah
Format Enumeratif Sesuai dengan lingkup penyebaran jurnal yang bersangkutan maka record ISSN dilaporkan kepada pihak-pihak berikut: (a) International Serials Data System di Paris untuk jurnal internasional (b) Regional Center for South East Asia bagi wilayah Asia Tenggara, dan (c) PDII-LIPI untuk wilayah Indonesia. Format Esei Setiap record ISSN dilaporkan kepada internasional Serial Data System yang berkedudukan di Paris. Untuk kawasan Asia Tenggara dilaporkan melalui Regional Center for South East Asia dan untuk wilayah Indonesia dilaporkan kepada PDII-LIPI. Di dalam hal-hal tertentu format enumeratif boleh digunakan, terutama apabila penggunaan format enumeratif tersebut benar-benar fungsional dan tidak tepat apabila diganti dengan format esei seperti dalam menyatakan urutan dan jadwal. Jika format esai masih dapat digunakan “penandaan” sejumlah elemen dapat dilakukan dengan format esei bernomor, seperti (1)…, (2)…, (3)…., dan seterusnya.
2. Petunjuk bagi Penulis Ilmu Pendidikan
a.
Naskah diketik spasi ganda pada kertas kuarto sepanjang maksimal 20 halaman, dan diserahkan dalam bentuk cetakan (print out) komputer sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya. Berkas (file) pada naskah pada disket dibuat dengan program olah kata WordStar, WordPerfect atau MicroSoft Word.
b.
Artikel yang dimuat meliputi hasil penelitian dan kajian analitiskritis setara dengan hasil penelitian di bidang filsafat kependidikan, teori kependidikan, dan praktik kependidikan.
c.
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format
Penulisan Karya Ilmiah
esai, disertai judul (heading), masing-masing bagian, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dicetak tebal atau tebal miring), dan tidak menggunakan angka/nomor bagian. PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, RATA DENGAN TEPI KIRI) Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Rata dengan Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Miring, Rata dengan tepi Kiri) d.
Sistematika artikel setara hasil penelitian: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata); kata-kata kunci; pendahuluan (tanpa sub judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dibagi ke dalam subjudul-subjudul); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan (berisi pustaka yang dirujuk saja).
e.
Sistematika artikel hasil penelitian: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata-kata kunci; pendahuluan (tanpa sub judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (berisi pustaka yang dirujuk saja).
f.
Daftar Rujukan disusun dengan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
Anderson, D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1993. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co. Hanurawan, F. 1997. Pandangan Aliran Humanistik tentang Filsafat Pendidikan Orang Dewasa. Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan, Tahun 24, Nomor 2, Juli 1997, hlm. 127-137.
9-33
9-34 Penulisan Karya Ilmiah
Huda, N. 1991. Penulisan Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah disajikan dalam Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di malang Angkataan XIV, Pusat Penelitian IKIP MALANG, Malang, 12 Juli.
g.
Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah, Artikel dan Laporan Penelitian (Universitas Negeri Malang, 200). Artikel berbahasa Indonesia mengikuti aturan tentang penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat dalam
Pedoman
Umum
Ejaan
bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris menggunakan ragam baku. h.
Pemeriksaan
dan
penyuntingan
cetak-coba
dilakukan
oleh
penyunting dan/atau melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba tidak dapat ditarik kembali oleh penulis. i.
Penulis yang artikelnya dimuat wajib memberi kontribusi biaya cetak minimal sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) perjudul. Sebagai imbalannya, penulis menerima nomor bukti pemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 5 (lima) eksemplar yang akan diberikan jika kontribusi biaya cetak telah dibayar lunas.
C. LEMBAR KEGIATAN 1. Alat dan Bahan a. Alat tulis; b. Laptop c. LCD proyektor; d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah e. Kamera digital
Penulisan Karya Ilmiah
2. Langkah Kegiatan No. Kegiatan 1.
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan yaitu mempersiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan 2.1 Berdoa bersama untuk mengawali 5 menit
Curah pendapat,
pembelajaran;
ceramah
2.2 Presensi peserta pelatihan, jika ada yang tidak masuk karena
pemecahan
sakit misalnya, maka peserta
masalah
diajak berdoa kembali agar teman yang sakit dapat segera sembuh dan berkumpul untuk bersekolah kembali; 2.3 Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dikembangkan; 2.4 Selanjutnya fasilitator menyajikan petunjuk bagi penulis ilmu pendidikan 3.
Kegiatan Inti Fasilitator memberikan ceramah tentang format penulisan karya tulis ilmiah; Fasilitator memberikan
130
Metode
menit
pemberian tugas dan pendampingan
9-35
9-36 Penulisan Karya Ilmiah
ceramah tentang salah satu contoh petunjuk bagi penulis ilmu pendidikan ; Fasilitator berdiskusi dengan peserta pelatihan; Sharing dalam kelas mengenai karya tulis ilmiah hasil pemikiran konseptual; Sharing dalam kelas mengenai karya tulis ilmiah hasil penelitian; Fasilitator memberikan tugas menyusun karya tulis ilmiah baik dalam bentu pemikiran maupun hasil penelitian. 4.
Kegiatan Akhir 4.1 Fasilitator bersama-sama dengan peserta mengadakan refleksi
10
Refleksi
menit
terhadap proses pembelajaran hari itu, tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian; 4.2 Fasilitator memberi kesempatan peserta untuk mengungkapkan pengalaman setelah dilakukan sharing; 4.3 Berdoa bersama-sama sebagai menutup pelatihan
3. Hasil a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam dalam menyusun karya tulis ilmiah dalam bentuk hasil pemikiran;
Penulisan Karya Ilmiah
b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam dalam menyusun karya tulis ilmiah dalam bentuk hasil penelitian.
D. RANGKUMAN 1.
Artikel (hasil penelitian) memuat: Judul Nama Penulis Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Kata-kata kunci Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan penelitian) Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uaraian saja)
2.
Artikel (setara hasil penelitian) memuat: Judul Nama Penulis Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Kata-kata kunci Pendahuluan (tanpa subjudul) Subjudul Subjudul
sesuai dengan kebutuhan
Subjudul Penutup (atau Kesimpulan dan Saran) Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja)
9-37
9-38 Penulisan Karya Ilmiah
E. TES FORMATIF Peserta PLPG ditugasi menyusun karya tulis ilmiah dengan cara memilih salah satunya yaitu hasil pemikiran konseptual atau hasil penelitian. Tugas ini sifatnya individual. Fasilitator memberikan bimbingan dan pendampingan pada saat peserta PLPG menyusun karya tulis ilmiah. Tugas dapat ditulis menggunakan komputer atau tulis tangan. Ruangan bebas, tidak harus terkekang di dalam kelas.
Penulisan Karya Ilmiah
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF Kegiatan Belajar 1
Kegiatan Belajar 2
1. b
1. c
2. a
2. a
3. d
3. b
4. c
4. c
5. b
5. c
6. b
6. a
7. a
7. c
8. b
8. b
9. c
9. b
10. a
10. d
9-39
DAFTAR PUSTAKA Ditbinlitabmas Ditjen Dikti Depdikbud. 2000. Instrumen Evaluasi untuk Akreditasi Berkala Ilmiah. Ditbinlitabmas Dikti, LIPI, Ikapindo, dan Kantor Menristek: Jakarta. Direktorat Profesi Pendidik, 2008. Sistematika Penulisan Laporan KTI Online. Depdiknas: Jakarta. Saukah, A. dan Waseso, G.M. 2001. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press): Malang. Wardani, I.G.A.K. 2007. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Penerbit Universitas Terbuka: Jakarta.