SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
KESEHATAN HEWAN
BAB IV MENDIAGNOSIS, MENCEGAH DAN MENGOBATI PENYAKIT MENULAR PADA TERNAK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB IV MENDIAGNOSIS, MENCEGAH DAN MENGOBATI PENYAKIT MENULAR PADA TERNAK Kompetensi Utama
: Profesional
Kompetensi Inti Guru : Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran kesehatan hewan Kompetensi Dasar
: Mendiagnosis, Mencegah Dan Mengobati Penyakit Menular
Penyebaran penyakit pada hewan baik hewan besar maupun unggas dianggap lebih membahayakan dikarenakan penyakit ini dapat dengan mudah menyebar. Macam-macam penyebab, nama penyakit dan pengobatan antara lain: 4.1.1 Penyakit Jembrana Merupakan penyakit viral pada sapi, biasa ditemukan pada sapi bali, ditandai dengan berbagai gejala seperti depresi, anoreksia, demam, perdarahan ekstensif di bawah kulit, dan kebengkakan kelenjar limfe. terutama limfoglandula prefemoralis dan preskapularis serta adanya diare berdarah. ditemukan juga pada banyak kasus penyakit yang disertai perdarahan kulit, sehingga penyakit ini juga disebut sebagai penyakit keringat darah. Ternak yang terserang penyakit jembrana menunjukkan kenaikan suhu badan yang tinggi, berkisar antara 40-42 derajat C, disertai dengan kelesuan dan kehilangan nafsu makan. Tanda tersebut disusul dengan pengeluaran ingus yang berlebihan, lakrimasi dan hipersalivasi. Pada awalnya ingus bersifat encer dan bening, akan tetapi lambat laun ingus tersebut berubah menjadi kental seperti cairan mukosa. Gejala selanjutnya adalah pembengkakan dan pembesaran kelenjar limfe superfisial. salah satu gejala yang mencolok pada hewan yang menderita penyakit ini adalah berkeringat darah. Keadaan ini biasanya terlihat sewaktu dan setelah demam, dan berlangsung 2-3 hari lamanya. kira kira 7% hewan yang bersuhu badan 41 derajat Celcius menunjukkan gejala tersebut. Gejala ini terutama ditemukan di daerah panggul, punngung, perut dan skrotum. Keringat yang encer, seperti air dan berwarna merah seperti darah bilamana masih segar, dan menetes dari permukaan kulit
1
melalui sepanjang bulu rambut.bila keringat menempel pada batang rambut sebagai kerak berbintil bintil dan tidak lepas bila diusap dengan tangan. Terapi dan Pengendalian Penyakit Jembrana Sampai saat ini belum diketahui adanya kemoterapetika yang dapat membunuh virus jembrana. karena biasanya infeksi ikutan oleh kuman selalu terjadi, pengobatan ditujukan terhadap infeksi sekunder tersebut dengan menggunakan antibiotika berspektrum luas. selain
pemberian
robonsia
dan
cairan
elektrolit
peru
dipertimbangkan.
untuk pengendalian saat ini dugunakan vaksin jembrana, yang dipersiapkan dari plasma hewan yang diinfeksi secara buatan. Vaksin yang sekarang beredar di pasaran adalah vaksin yang diproduksi oleh BCDIU Denpasar
4.1.2 Penyakit Ingusan Penyakit ingusan pada ternak adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus, nama lainnya Malignant Catrrahal Feve(MCF), Nama lainnya adalah Bovine Malignant Catarrhal, Coryza Gangraenosa Bovum penyakit ingusan pada ternak, penyakit ini menular yang bersifat akut dan fatal pada sapi dan kerbau. Gejala yang muncul dan sangat menyolok yaitu keluarnya ingus yang hebat dari hidung disertai demam yang tinggi, radang mukopurelen padab selaput epitel pernapasan maupun selaput mata dan encephalitis. Penyakit ini telah menyebar tersebar luas diberbagai belahan benua, negara di dunia. Untuk di Negara Indonesia, penyakit ingusan banyak terjangkit pada sapi Bali dan kerbau.
Penyakit ingusan pada ternak ini bisa menyerang dan menjangkiti hewan ternak segala usia, tetapi kebanyakan yang terserang beusia antara 4 sampai 6 tahun. Jenis kelamin dan musim tidak mempengaruhi kejadian penyakit. Angka kematian akibat penyakit ingusan sangat tinggi yaitu mencapai 95 % . Pencegahan Penyakit Ingusan Pada Ternak
2
Menghindari memelihara atau menggembalakan secara bersamaan antara sapi atau kerbau dengan domba pada satu lokasi.
Menghindari pemasukan domba dari daerah lain, karena domba adalah sebagai pembawa penyakit virus ini.
Meningkatkan
sanitasi
lingkungan(kebesrsihan
kandang)
dan
tata
laksana
pemeliharaan ternak. Pengobatan Pada Penyakit Pada Ternak Untuk sekarang ini belum ada obat yang efektif, oleh karena itu dianjurkan ternak yang terjangkit menderita penyakit ingusan agar dipotong. 4.1.3 Penyakit Mulut dan Kuku /PMK (Aphthae epizooticae/AE) PMK atau dikenal juga sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan virus. Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat mengikuti arus transportasi daging dan ternak terinfeksi. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yg sangat besar (penurunan berat badan permanen). Pengendaliannya sulit dan kompleks karena membutuhkan biaya vaksinasi yang sangat besar serta pengawasan lalu lintas hewan yang ketat.Negara Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau dan ratusan pelabuhan besar dan kecil, sehingga rawan penyelundupan ternak dan bahan asal hewan (daging, kulit, dll.) dari negara Endemis PMK seperti India, Brasil, Malaysia, Thailand, Filipina dan sekitarnya. PENGOBATAN DAN PENGENDALIAN 1.
Pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.2. Kaki yang terinfeksi di terapi dengan chloramphenicol atau bisa juga diberikan larutan
2.
cuprisulfat.
3.
Injeksi intravena preparat sulfadimidine juga disinyalir efektif terhadap PMK.
4.
Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang sehat (dikandang karantina terpisah dari kandang hewan sehat).
3
5.
Hewan tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas jalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
6.
Pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.
4.1.4 Penyakit Bovine Viral Diarrhea (BVD) Diare merupakan sebuah kata umum yang digunakan untuk menggambarkan keadaan sapi yang mengalami sakit mencret. Mencret atau diare pada sapi merupakan istilah yang menunjukan atau menggambarkan kondisi sapi yang mengeluarkan kotoran/ feses dengan dengan frekuensi yang sering dan berbentuk agak lembek bahkan cenderung cair. Gejala yang bisa kita perhatikan dari mencret meliputi perubahan konsistensi (keras atau tidaknya) feses, warna feses, bau feses, dan keberadaan benda atau bahan yang terbawa di dalam feses pada waktu feses keluar. Mencret/ Diare pada sapi adalah tanda bahwa telah terjadi perubahan fisologis normal pada tubuh sapi atau tanda bahwa sapi telah terinfeksi penyakit. Untuk itu harus dibedakan gejala yang terjadi karena pengobatannya pun akan berbeda. Penyakit Bovine Viral Diarrhea (BVD) merupakan penyakit yang mempunyai dampak sosial dan ekonomi cukup besar. Penyakit ini mulai dari subklinis sampai Kondisi fatal yang disebut mucosal disease. Kondisi akut menimbulkan gejala diare, pneumonia dan mortalitas tinggi. Infeksi secara transplasenta menyebabkan aborsi, stillbirths, efek teratogenik atau infeksi persisten pada pedet baru lahir.
Gejala ternak yang sakit adalah :
Penyakit BVD bentuk akut berlangsung 1–30 hari (rata-rata 2-3 minggu). Ditandai dengan gejala–gejala sebagai berikut:
demam tinggi, mencapai 42° C
tampak lesu dan hilang nafsu makan
gerakan rumen menurun dan cenderung terjadi penimbunan gas di dalamnya
penderita mengalami diare yang sangat cair, bercampur lendir dan titik–titik darah
frekuensi pernapasan meningkat
bau napas dan mulut tidak enak
bisa terjadi batuk yang berlangsung sekitar 10 hari 4
pada sapi perah dapat menyebabkan penurunan produksi susu, bahkan dapat berhenti
Dapat terjadi kematian pada waktu 1–2 minggu
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pengobatan penyakt ini ditujukan untuk mengobati infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik berspektrum luas. Tindakan pencegahan yang efektif dilakukan dengan vaksinasi menggunakan MLV, yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter hewan.
4.1.5 Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)/Rhinotracheatistis infectiosa Bovine/
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh Bovine herpesvirus type 1 (BHV-1) yang termasuk ke dalam genus Varicellovirus, subfamili Alphaherpesvirinae dan famili Herpesviridae (6). Infectious Bovine Rinotracheitis biasanya menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang subklinis sampai parah dengan morbiditas mencapai 100% dan mortalitas 10% . Gejala sakit : Gejala yang timbul tergantung pada organ yang paling berat menderita. Oleh karena itu dikenal beberapa bentuk penyakit, diantaranya bentuk respiratorik (organ yang menderita adalah saluran pernapasan bagian atas seperti hidung, sinus, dan tenggorokan). Pada bentuk respiratorik, ditandai dengan:
Lesu dan suhu tubuh mencapai 420C atau lebih
Terjadi radang pada hidung, sinus, dan tenggorokan
Ingus yang tertimbun di dalam saluran pernapasn menyebabkan kesulitan bernapas
Pada penderita yang sedang bunting dapat menyebabkan keguguran
Pada ternak yang sedang laktasi, produksi susu turun drastis bahkan berhenti
Masa inkubasi 3–7 hari
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pengobatan pada umumnya dilakukan untuk melawan infeksi sekunder. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik berspektrum luas.
5
Pencegahan dilakukan dengan cara mengisolasi ternak yang sakit, melakukan karantina pada ternak–ternak yang masuk, sampai diketahui bahwa ternak yang bersangkutan terkena penyakit IBD atau tidak, dan melakukan vaksinasi.
4.1.6 Penyakit Demam Tiga Hari pada Sapi Penyakit Demam Tiga Hari banyak ditemui pada ternak sapi dan secara umum resiko ekonomi yang ditimbulkan tidaklah besar apabila penanganan medis secara cepat telah dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan penyakit lain. Penyakit Demam Tiga Hari (Three Day Sickness) atau Bovine Ephemeral Fever (BEF) adalah suatu penyakit viral pada sapi dan kerbau ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan kepincangan. Sapi yang menderita sakit ini cepat sembuh bila tanpa komplikasi. Penyakit ini biasa menyerang pada musim pancaroba atau peralihan dari kemarau ke hujan. Masa inkubasi penyakit berlangsung 2–10 hari. Virus yang masuk akan berkembang baik dalam organ tubuh seperti paru–paru, limpa dan kelenjar limpa. Selanjutnya penderita akan memperlihatkan gejala penyakit yang kebanyakan terjadi dalam waktu 2–4 hari. Gejala Penyakit : Penderita sakit BEF, biasanya memperlihatkan gejala–gejala sebagai berikut :
demam berkisar 2–4° C diatas suhu normal, dan berlangsung selama 1–4 hari.
kehilangan nafsu makan dan minum
badan gemetar dan frekuensi pernapasan meningkat
sering kali terjadi konstipasi dan diare
adanya leleran hidung, mata dan kadang–kadang saliva yang berlebihan
terjadi kepincangan, sehingga penderita akan tiduran 2–3 hari, kadang–kadang 1 minggu dan berlanjut dengan kelumpuhan
Pada sapi yang sedang laktasi produksi susu menurun tajam
Pada ternak yang sakit untuk menentukan diagnosis penyakit diperlukan riwayat penyakit dan pengamatan terhadap gejala penyakit yang timbul. Untuk memperkuat
6
diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium. Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pengobatan secara khusus terhadap penyaikt BEF belum ada. Pengobatan dilakukan hanya untuk mengobati infeksi sekunder. Walaupun penyakit BEF jarang dijumpai, namun tindakan pencegahan perlu dilakukan. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. . 4.1.7 Penyakit Parainfluenza Penyebab penyakit parainfluenza adalah virus parainfluenza-3 (PI-3), yang termasuk dalam genus paramyxovirus. Virus dapat diisolasi dari saluran pernapasan, usus anak sapi, air susu, darah dan janin yang gugur. Penularan parainfluenza terjadi secara kontak langsung atau secara tidak langsung melalui kontaminasi lingkungan. Masa inkubasi berlangsung selama 30 hari. Virus juga dapat menyerang manusia, kerbau dan kuda. Secara serologis virus yang berasal dari manusia berbeda dengan yang berasal dari sapi. Gejala Sakit : Gejala-gejala yang terlihat pada penderita, yaitu :
demam ringan
tampak lesu
terjadi konjungtivitis
selalu keluar air mata (lakrimasi)
keluar ingus cair
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Penyakit parainfluinza dapat dicegah melalui program vaksinasi. Kolostrum juga merupakan antibodi yang baik sampai pedet berumur 6 bulan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk menanggulangi infeksi sekunder
4.1.8 Penyakit Cacar Sapi Satu sejumlah sapi pada hewan lain diketahui sebagai “cacar” disebabkan oleh satu grup pox sapi biasanya menyebar selama pemerahan sapi perah. Vaksin yang dipergunakan melawan smallpox (sekarang telah diberantas diseluruh dunia)b dibuat satu galur pox sapi.
7
Gejala Cacar sapi menyerang bagian tubuh yang kurang rambut, terutama putting, dan bagian ambing. Lepuh, berisikan cairan kekuning-kuningan dibentuk disisi ini yang segera pecah, meninggalkan lubang yang akan terisi oleh nanah. Akhirnya meninggalkan suatu tanda “cacar” yang sangat menciri. Lesi pada putting menghalangi pedet sewaktu menyusui, dan dalam memerah sapinya mengalami kesukaran. Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pada kejadian penyakit yang masih ringan, cacar sapi dapat diobati dengan campuran antara tinctura yodium dengan gliserin dengan perbandingan 50% : 50%. Dapat juga menggunakan salep sulfa. Untuk menghindari/mengurangi terjadinya penularan, ternak yang sakit dipisahkan dari kelompok ternak yang sehat, menjaga kesehatan dan kebersihan pemerah serta menjaga kebersihan peralatan pemerahan.
4.1.9 Penyakit Kutil Penyakit kutil (Papilomatosis) ialah salah satu penyakit yang terbilang sangat mematikan bagi hewan ternak, bukan hanya ternak sapi saja melainkan ternak lainnya akan juga busa terserang penyakit kutil. Penyakit ini terbilang hampir sama seperti penyakit antrak atau SE akan tetapi akan lebih merusak kepada gangguan fisik dan keindahan dari ternak. Gejala sakit : Kutil tampak seperti tumor yang ukurannya bervariasi, dengan warna hitam keabu– abuan serta mengabndung zat tanduk (keratis). Pada awalnya tumbuh sebesar ujung jari, kemudian bisa membesar seperti buah anggur. Jika dibiarkan kutil dapat menjalar ke seluruh badan sapi dan dapat menular ke sapi lainnya. Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan pemeriksaan dengan cara inspeksi dan jika perlu disertai pemeriksaan laboratorium.
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pada umumnya kutil kurang diperhatikan oleh peternak sehingga upaya pengobatan baru dilakukan setelah kutil menyebar keseluruh badan ternak dan bahkan menular ke ternak lainnya. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan kutil menggunakan gunting atau pisau, kemudian bekas lukanya diolesi dengan tinctura yodium dan tumor hasil 8
guntingan dibakar, agar tidak menyebar ke ternak lainnya. Kutil tergolong jenis penyakit menular, oleh karena itu tindakan pencegahan lebih baik untuk dilakukan dengan cara penderita harus diisolasi, seluruh kandang harus didesinfeksi dan melakukan vaksinasi.
4.2 Penyakit Menular yang Disebabkan oleh Bakteri 4.2.1 Penyakit Antrax (Radang Limpa) Penyakit anthrax adalah jenis penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menular pada manusia. Biasanya kategori penyakit seperti ini disebut zoonosis. Nama lain dari anthrax adalah radang limpa. biasanya disebabkan oleh bakteri yang masuk dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang mengandung bakteri basillus anthracis. selain melaui makanan ynag tidak bersih tersebut bakteri anthrax bisa masuk dalam tubuh melalui tanah yang tercemar bakteri yang masuk melalui pernafasan dan luka pada sapi.
Bakteri anthrax adalah bakteri yang daya tahannya luar biasa, disinfektan dan panas terkadang tidak mampu untuk melawan bakteri ini. Penyebarannya juga sangat cepat apabila sapi tersebut kurang makan dan kelelahan. apabila saat musim panas, bila sapi sudah terkena anthrax sebaiknya kita tidak mendekat dan sangat berhati-hati dalam penanganannya.bakteri dapat menular pada manusia melalui luka, pernafasan jika menghirup bulu sapi yang terserang.
Ciri-ciri dan gejala anthrax pada sapi umumnya adalah. 1. Sapi demam, lemah dan mudah jatuh / ambruk. 2. Banyak pendarahan dibeberapa bagian tubuh, biasanya berwarna hitam ( pada lubang hidung dan mulut, pori-pori dan pada lubang anus sapi) 3. Radang bagian pada bagian limpa dan akhirnya sapi menjadi diare. 4. Nafas Tersengah-sengah 5. Pembengkakan pada bagian bawah perut 6. Bila suadh akut, sapi akan mati mendadak 9
Diagnosis penyakit ditentukan berdasarkan riwayat penyakit antrax di suatu kandang yang pernah terjangkit penyakit antrax. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan membuat biakan kuman. Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Indakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
dilarang memotong dan mengkonsumsi daging ternak yang menderita penyakit antrax
ternak yang sakit segera diisolasi, dan dibuatkan lubang 2–2,5 meter untuk mengubur kotorannya
bangkai ternak harus dibakar dan dikubur sedalam 2 m
mensucihamakan semua peralatan, kandang dan pakaian orang–orang yang merawat ternak sakit.
Pada sapi-sapi yang masih sehat dilakukan vaksinasi
Pada sapi-sapi yang sudah tertular diobati dengan antibiotik, diantaranya penisilin, streptomisin, dan tetrasiklin. Pengobatan dengan antibiotik diketahu efektif, namun untuk melakukan pengobatan perlu konsultasi dengan dokter hewan atau dinas peternakan setempat.
4.2.2 Penyakit Ngorok (Septichaemia epizooticae / SE) Septicaemia Epizootica (SE) atau lebih lazim dikenal Penyakit Ngorok dilaporkan menyerang ternak kerbau di Aceh. Penyakit SE sering menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak, terutama apabila tidak ditanggulangi secara seksama. Penyakit SE biasanya berjalan cepat dan menimbulkan angka kematian yang tinggi terutama ternak yang telah menunjukkan gejala klinis jelas. Gejala klinis yang timbul pada ternak yang menderita penyakit ngorok antara lain :
demam yang mencapai 40oC -410C.
dari mulut menganga keluar buih (salivasi)
penderita terlihat berbaring, malas bergerak, nafsu makan berkurang
mengalami kesukaran bernafas, dan nafasnya terdengar seperti ngorok
busung yang meluas ke daerah leher bagian ventral sampai ke gelambir dan kadang– 10
kadang sampai ke salah satu atau kedua kaki depannya
Gejala klinis yang tampak khususnya adanya pembengkakan di daerah farink dan leher, dapat dijadikan dasar untuk menentukan diagnosis. Jika tidak disertai pembengkakan di daerah tersebut diagnosis dapat mengalami kesulitan karena dikacaukan dengan gejala penyakit antrax. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap kuman pasteurella yang berasal dari cairan radang, cairan busung atau preparat ulas darah. Cara pencegahan dan pengobatan penyakit :
Pencegahan penyakit SE dilakukan dengan cara :
Untuk daerah bebas SE, tindakan pencegahan didasarkan pada peraturan yang ketat terhadap pemasukan ternak ke daerah tersebut.
Untuk-daerah-daerah tertular, ternak-ternak sehat divaksin dengan vaksin oil adjuvant
Ternak yang tersangka sakit dapat dipilih salah satu perlakuan sebagai berikut :
Penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan
Penyuntikan antibiotik
Penyuntikan kemoterapika
Penyuntuikan antiserum dan antibiotik atai anti serum dan kemoterapika
Untuk daerah-daerah tertular, ternak-ternak sehat divaksin dengan vaksin oil adjuvant, sedikitnya setahun sekali dengan dosis 3 ml secara intra muskuler. Vaksinasi dilakukan pada saat tidak ada kejadian penyakit. Pada ternak tersangka sakit dapat dipilih salah satu dari perlakuan penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan, penyuntikan antibiotika, penyuntikan kemoterapetika, kombinasi penyuntikan
antiserum
dengan
antibiotika
atau
kombinasi
antiserum
dengan
kemoterapetika. Dosis pencegahan antiserum untuk ternak besar adalah 20–30 ml dan untuk ternak kecil adalah 10–20 ml. Antiserum heterolog disuntikkan secara subkutan (SC) dan antiserum homolog disuntikkan secara intravena (IV) atau SC. Dua minggu kemudian bila tidak timbul penyakit disusul dengan vaksinasi.
11
Penyakit ngorok merupakan jenis penyakit yang termasuk berlangsung sangat cepat dengan masa inkubasi 1–2 hari. Sehingga upaya pengobatan kadang-kadang tidak dimungkinkan. Oleh karena itu pengobatan dapat memberikan hasil apabila dilakukan sedini mungkin. Pemberian obat sulfadimidine dan antibiotika berspektrum luas merupakan suatu tindakan kuratif yang bisa dilakukan. Tindakan terbaik adalah pencegahan dengan cara vaksinasi secara teratur setiap tahun.
4.2.3 Penyakit Tuberkulosis Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri yang nama ilmiahnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Ia pertama kali diisolasikan pada tahun 1882 oleh dokter Jerman yang bernama Robert Koch yang menerima hadiah Nobel untuk penemuan ini. TB paling umum mempengaruhi paru-paru namun juga dapat melibatkan hampir semua organ apa saja dari tubuh. Bertahun-tahun yang lalu, penyakit ini dirujuk sebagai konsumsi karena tanpa perawatan yang efektif, pasien-pasien ini seringkali akan meninggal. Sekarang, tentu saja, tuberculosis biasanya dapat dirawat dengan berhasil dengan antibiotik-antibiotik. Ada juga kelompok dari organisme-organisme yang dirujuk sebagai atypical tuberculosis. Ini melibatkan tipe-tipe lain dari bakteri yang ada dalam keluarga Mycobacterium. Seringkali, organisme-organisme ini tidak menyebabkan penyakit dan dirujuk sebagai colonizers karena mereka hanya hidup bersama dengan bakteri-bakteri lain dalam tubuh kita tanpa menyebabkan kerusakan. Pada saat-saatnya, bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan infkesi yang adakalanya secara klinik seperti khas tuberculosis. Ketika atypical mycobacteria ini menyebabkan infeksi, mereka seringkali sangat sulit disembuhkan. Sering, terapi obat untuk organisme-organisme ini harus diberikan untuk satu setengah sampai dua tahun dan memerlukan banyak obat-obat Gejala sakit : Ternak yang terserang penyakit ini akan memperlihatkan gejala-gejala klinis yang bervariasi seperti:
tubuh tampak kurus, lesu dan lemah
batuk-batuk, pernafasan terganggu 12
bulu kering dan suram (tidak mengkilat)
kurang nafsu makan
bila yang terkena infeksi adalah bagian usus maka akan terjadi kolik, dan apabila yang terkena infeksi bagian ginjal maka urinenya berwarna merah karena mengandung darah. Penentuan diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan cara memperhatikan gejala
klinis yang tampak, disertai dengan uji tuberkulinasi, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan biakan, suntikan pada hewan pecobaan, dan pemeriksaan serologis. Uji tuberkulinasi adalah uji ketebalan kulit sebelum dan sesudah penyuntikan tuberkulin.
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pengobatan bagi ternak yang sakit tidak dilakukan karena tidak ekonomis, memerlukan perawatan yang lama, padahal penyakit ini dapat menular atau membahayakan baik untuk sesama ternak maupun manusia (zoonosis). Sehingga jika melalui uji tuberkulinasi, ternak diketahui sakit tuberkulosis harus segera disingkirkan dan dipotong. Pencegahan dilakukan dengan dilakukan uji tuberkulinasi secara berkala yaitu satu tahun sekali terutama didaerah-daerah yang sering wabah tuberculosis. Demikian juga terhadap orang–orang yang mengelola peternakan perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala agar orang yang mengidap penyakit tuberkulosis tidak menularkan penyakitnya pada ternak (khususnya sapi perah). Susu dari ternak yang sakit tidak boleh diminum, karena susu dari ternak yang sakit merupakan sumber penularan penyakit bagi manusia. Sementara daging ternak yang sakit boleh di konsumsi dengan catatan memperhatikan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh petugas pemeriksa daging.
4.2.4 Penyakit Mastitis Mastitis adalah Penyakit yang sangat sering kita temui pada saat kita beternak kambing. Mastitis adalah yang menyebabkan kerugian karena hasil produksi susu akan menurun antara 10-25%. Anak kambing yang mati karena tidak mendapatkan susu kolostrum(susu awal kambing), biaya pengobatan kambing yang mahal, susu kambing yang ditolak dipasaran karena mengandung jumlah sel somatic yang bangak, karena kambing yang menderita penyakit mastitis apabila dipakai untuk membuat keju akan menjadi cepat asam 13
dan mutu keju menjadi tidak bagus. Mastitis adalah penyebab kematian sekitar 18% dari kambing jika terjangkiti. Terjangkitnya penyakit mastitis berkaitan dengan faktor resiko misalnya saat pemerahan susu yang kurang bersih dan hiegenis, pemerahan susu yang tidak selesai, kebersihan yang kurang baik. Mastitis juga dapat terjadi karena jumlah produksi susu yang sangat banyak, pada ternak domba biasanya terjadi 1 minggu sebelum dan 8 minggu sesudah domba melahirkan. Gejala penyakit mastitis adalah sbb:
Meningkatnya suhu badan dan frekuensi pernafasan ternak
Nafsu makan ternak akan menurun secara drastis
Adanya perubahan air susu kambing seperti perubahan warna seperti kekuningkuningan dan mengandung nanah, peradangan dan dan perubahan bentuk ambing,
Otot ternak menjadi lemas
Ternak sapi atau kambing mengalami dehidrasi, depresi, bisa menyebabkan kematian
Penyebab mastitis adalah: Mastitis hanya menjangkiti ternak ruminansia betina kambing, sapi atau domba yg tengah menyusui atau lepas sapih. Penyebab mastitis adalah bakteri, bahan kimia, temperature atau suhu, trauma peralatan mekanik. Tetapi yang menjadi penyebab utama pada mastitis adalah bakteri Staphylococcus sp. Bakteri ini bisa menginfeksi karena kandang ternak kita yang tidak bersih., saat ternak kita tidur, ambing langsung bersentuhan langsung dengan lantai kandang. Bisa juga disebabkan lubangnya ambing yg terbuka lebar disebabkan ternak kita sedang masa laktasi. Pencegahan dan pengendalian Untuk mencegah dan mengendalikan mastitis adalah dengan kita menerapkan beberapa strategi atau cara. Sistem pemeliharaan yang baik bisa kita praktekkan misalnya dengan memakai antiseptik guna penceluppan putting susu saat sebelum dan setelah pemerahan. Dibeberapa Negara maju telah banyak menerapkan vaksinasi meskipun meskipun hanya 14
untuk mengurangi gejala dari mastitis. Disamping vaksinasi, kita juga menjaga kadang agar tetap bersih. Orang yang memerah susu juga perlu diperhatikan. Air yang kita pakai untuk mencuci ambing sangat bermafaat untuk mencegah mastits. Hal lain yang bisa kita lakukan adalah dengan pencelupan dan putting sebelum dan setelah pemerahan. Dan jangan lupa juga untuk membersihkan ambing secara rutin. Kita lakukan ini untuk mencegah bakteri dan mengurangi bakteri yang masuk ke ambing ternak. Banyak sekali anti bakteri yang bisa kita pakai untuk penceluppan putting yaitu cairan iodium dan klorin. Cara pengobatan mastitis Umumnya mastitis bisa diobati dengan memberikan antibiotic long intra muscular. Tetapi guna mempercepat prosese kesembuhan ternak, bisa juga dengan menambahkan dengan memberikan antiobiotik lagsung langsung ke ambing. Antibioti yang umumnya dipakai yaitu antibiotic berspectrum misalnya peniciline-streptomicine. Tetapi sekarang ini
tersedia
antibiotic yg khusus untk mengobati mastitis yakni Suanovil (spiramycine). Tahap awal yg bisa kita lakukan untuk mengobati penyakit mastitis ini adalah dengan menyuntikkan penstrep intera mamae dgn takaran 0,8cc. Setelah disuntikkan beberapa hari, tetapi tedak menampakkan dan menunjukan kondisi yg baik. Kita bisa putuskan untk menggantikan obat antibiotic yg diberikan dgn suanovil. Suanovil yang dierikan intera muscular tetapi disuntikkan dekat
dengan ambingnya, dengan takaran 1cc.
sesudah
diberikan dua hari, ambing yg busuk telah mengelupas mamea. Untuk permukaan ternak yg mengalami peradangan dan mengalami kondisi luka, kita mesti semprotkan antiseptic seperti Gusanex. Ini kita lukakan untuk mencegah infeksi yg lebih parah lagi dari kontaminasi bakteri yg berasal dari lingkungan luar.
4.2.5 Penyakit Radang Paha (Blackleg) Blackleg disebut juga Radang paha merupakan penyakit infeksi, tidak menular secara kontak, menyerang hewan ruminansia yang ditandai dengan gangrene otot dan miositis emphysematosa terbatas,penyebabnya adalah clostridium Chauvoei.Penyakit Randang paha ditemukan di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Clostridium Chauvoei bisa
15
membentuk sporan sehingga tahan terhadap pengaruh fisisk maupun kimiawi (Walker, P.D. 1990). Menurut Subronto 1995, Penyakit Blackleg sering menyerang domba, sapi dan kadang -kadang kambing, babi dan rusa bersifat akut dengan tanda khas terjadinya kebengkakan serohaemorhagik disertai kripitasi dari otot – otot tebal terutama otot paha.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Clostridium chauvoei dengan nama lainnya adalah Clostridium faseri. Selain clostridium chauvoei, radang paha juga disebabkan oleh clostridium septicum miskipun kejadiannya langka. Kejadian penyakit kebanyakan terjadi dalam waktu yang pendek secara spontan dan penderita jarang yang mengalami kesembuhan. Radang paha atau blackleg pada sapi berakibat kepincangan dan radang yang hebat pada bagian paha,Kejadian penyakit radang paha di Indonesia pertama sekali dilaporkan di Subang pada tahun 1907, pada waktu itu dilaporkan 30 ekor sapi menunjukan gejala pincang dan mati secara tiba-tiba. Berdasarkan kejadianpenyakit radang paha bersifat endemik antara lain di Yogjakarta, Surakarta,Madiun, dan beberapa daerah di jawa Timur.Penularan penyakit terjadi melalui spora yang termakan oleh hewan dan biasanya menyerang sapi muda umur 8-18 bulan (Anonimous, 2007
GEJALA KLINIS Seringkali pada awalnya hewan tidak menunjukan gejala - gejala yang nampak untukdiamati, dan menyebabkan kematian terutama pada hewan di padang pengembalaan. Ada juga yang menunjukan gejala-gejala seperti demam tinggi, kurang nafsu makan,depresi, kepincangan dan diikuti oleh pembengkakan yang muncul dari dalam otot seperti pinggul, panggul, dada atau bahu.Bagian yang mengalami pembengkakan menyebar dan mempunyai konsistensi yang lembek, menghasilkan karakteristik yang berderak apabila ditekan dengan tangan hal ini desebabkan oleh adanya gas dibawah kulit
PENGENDALIAN Usaha pengobatan untuk penyakit ini kurang menguntungkan. Maka hanya dapat dilakukan pengendalian seperti: 1.Memindahkan hewan dari padan rumput ke kandang yang lebih kecil dan aman sehingga mereka dapat diamati secara teliti. 2.Vaksinasi, kebanyakan sapi divaksin pada saat berusia beberapa bulan sampai 8 bulan. Vaksinasi bersifat unik karena vaksin yang tersedia memiliki sistem imunitas yang tinggi sedangkan harga sangat murah. 3.Semua hewan secara serentak diberi suntikan pencegahan dengan menggunakan penisilin dan benzatin penisilin. Suntikan pencegahan dapat mencegah timbulnya penderita baru meskipun bahaya penularan tetap mengancam menjelang akhir minggu pertama
16
saatantibiotik sudah menghilang, sementara kekebalan yang ditimbulkan belum cukup kuat.
4.2.6 Penyakit Paratuberkulosis Paratuberculosis atau Johne disease disebabkan karena infeksi Mycobacterium avium subsp. paratuberculosis (MAP) yang umumnya menyerang ruminansia besar seperti sapi. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini, pertama kali ditemukan pada sapi perah oleh Dr. Heinrich A. Johne pada tahun 1895, di Jerman. Selanjutnya penyakit tersebut juga dinamakan Johne’s disease (JD). Meskipun tidak berkembang biak pada lingkungan, namun MAP dapat hidup dalam tanah dan air selama lebih dari satu tahun, dalam keadaan dingin atau kering. Pada sapi penyakit ini dapat mengakibatkan enteritis, peradangan usus kecil yang mengakibatkan penebalan dan pelipatan usus hewan yang terinfeksi. Pada ternak sapi gejala klinis diketahui setelah berumur 2–6 tahun, dengan gejala sebagai berikut :
Penurunan kondisi tubuh yang terjadi sedikit demi sedikit (berlangsung lama)
Rambut dan kulit berwarna pucat dan kasar
Produksi susu menurun
Diare terus menerus sehingga penderita menjadi lemas dan kurus
Masalah dan pengendalian Masalah pada industri peternakan meliputi: a) pengafkiran sapi secara dini (premature culling), b) penurunan produksi daging dan susu dilaporkan dapat mencapai (5 – 25%), c) kehilangan nilai jual hewan dan produknya serta potensi genetiknya pada usaha pembibitan, dan d) penambahan biaya eksploitasi pemeliharaan kesehatan hewan dan tidak dapat diekspor ke negara bebas paratuberkulosis. Paratuberkulosis dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat, yaitu penyakit Crohn (Crohn’s disease/CD) pada manusia. Crohn’s disease adalah penyakit peradangan kronik pada usus (ileum dan kolon), biasanya terjadi pada orang yang berusia 10 – 20 tahun. Tindakan pengendalian meliputi : memisahkan sapi yang terinfeksi, proteksi pada anak sapi dan sapi muda dengan vaksinasi, dan mencegah pakan dan minuman sapi dari kontaminasi feses.
17
4.2.7 Penyakit Leptospirosis Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp.dan dapat menyerang hewan dan manusia. Bakteri ini memiliki banyak sekali jenis sehingga sulit mendapatkan kekebalan melalui vaksinasi. Untuk menghindari tertularnya penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi, tapi hanya efektif untuk beberapa jenis (strain) saja. Leptospirosis menular antar hewan terjadi melalui kontak dengan urin hewan yang terinfeksi, melalui kontak kelamin pada saat pacak (venereal) dan penularan induk ke janin (placental) dan atau luka gigitan. Peningkatan infeksi paling sering terjadi di kennel. Penularan secara tidak langsung terjadi karena terkontaminasinya sumber air, tempat makanan, tempat minuman dan bahkan kandang. Habitat Leptospira yaitu pada air yang tergenang dan air yang mengalir lambat. Biasanya penyakit akan meningkat pada musim banjir. Pada daerah kering, infeksi terjadi di daerah sumber air. Tikus adalah salah satu hewan yang biasa disebut sebagai hewan carrier yang dapat menyebarkan bakteri ini.Harapan hidup Leptospira akan berkurang apabila di bekukan. Hal ini menjelaskan kenapa infeksi lebih sering terjadi pada daerah tropis dan dapat terjadi setiap saat. Infeksi Leptospira penetrasi dan memperbanyak diri pada membran mukosa atau kulit lalu akan masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya akan menginfeksi organ ginjal, hati, limpa, sistem saraf, mata dan saluran pencernaan. Bakteri ini lebih tahan lama dalam organ ginjal dan dapat bertahan selama beberapa minggu atau sampai sebulan dalam urin. Setelah 7-8 hari post infeksi, hewan akan dapat bertahan, kerusakan pada hati dan ginjal tidak terlalu kelihatan. Gejala Pada kejadian akut hewan akan mengalami panas tinggi, menggigil, dan otot menjadi lemah. Muntah dan dehidrasi. Beberapa kasus anjing akan mengalami Suhu badan rendah (hipotermia) dan dapat terjadi kematian sebelum kerusakan pada hati dan ginjal terlihat.
Pada infeksi subakut, gejala yang terlihat antara lain, demam, muntah, nafsu makan menurun, dehidrasi, dan rasa haus yang meningkat. Anjing akan menjadi pendiam/malas karena rasa sakit pada otot dan ginjal. Gangguan pada organ hati akan menimbulkan warna kuning pada 18
kulit dan selaput lendir (ikterus). Gangguan pada hati dan ginjal akan terlihat setelah infeksi berjalan selama 2-3 minggu. Pada anjing yang mengalami infeksi kronik atau tanpa gejala (subklinik) tidak memperlihatkan gejala yang signifikan. Bakteri akan berada dalam urin selama berbulan-bulan bahkan sampai tahunan.
Terapi Pemberian antibiotik seperti penisillin dan derivatnya, infus untuk mengatasi dehidrasi, dan kontrol muntahnya merupakan realisasi dari gangguan hati dan ginjal. Perawatan yang intensif dibutuhkan pada saat hewan menunjukkan gejala penyakit dan kemungkinan harus diberikan pengobatan setelahnya untuk mencegah hewan tersebut menjadi hewan carrier. Pencegahan dan vaksinasi Karena manusia dapat tertular maka jagalah kebersihan hewan, tempat makanan, tempat minuman, kandang dan hal-hal yang berpotensial yang dapat terkontaminasi oleh bakteri Leptospira. Vaksinasi adalah salah satu cara untuk memproteksi hewan dari infeksi Leptospira. Saat ini vaksin yang ada belum dapat memproteksi hewan dari semua strains Leptospira. Pada kucing tidak tersedia vaksin Leptospira karena infeksi pada kucing sangat jarang terjadi. Vaksin Leptospira dapat memproteksi anjing selama 6-8 bulan. Anjing dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat dilakukan vaksinasi dua kali dalam setahun. Vaksinasi pada anjing di bawah 8 minggu sebaiknya tidak menggunakan vaksin yang mengandung Leptospira. Biasanya dokter hewan memberikan vaksinasi pertama pada anjing umur 12-16 minggu. Di karenakan infeksi Leptospira yang dapat berakibat fatal maka disarankan bagi anda yang memiliki anjing untuk berkonsultasi dengan dokter hewan anda. 4.2.8 Penyakit Vibriosis Vibriosis pada sapi disebabkan oleh kuman Campylobacter fetus veneralis yang mengakibatkan gangguan proses reproduksi. Sapi yang terserang penyakit ini umumnya memperlihatkan rata-rata kawin berulang sebanyak 5 kali kawin alam (antara 5-25 kali), siklus birahi menjadi lama dan tidak teratur (25-55 hari), lendir pada saat birahi terlihat keruh 19
karena pernanahan. Abortus terjadi pada umur 2-3 bulan kebuntingan. Penyakit ini menular hanya melalui semen, yaitu melalui perkawinan alam atau inseminasi buatan (IB) dengan semen tercemar. Pencegahan penyakit dilakukan dengan menggunakan IB, atau pejantan yang bebas Vibriosis. Vaksinasi dapat mencegah infeksi penyakit. Ternak jantan yang sakit dapat diobati dan sembuh dengan menggunakan antibiotik seperti streptomisin dosis tinggi secara subkutan disertai pemberian secara lokal pada sarung dan glands penis (pejantan), atau 1 gram streptomisin secara intrauterin setelah inseminasi untuk mencegah infeksi pada hewan betina .
i) Penyakit Brucellosis Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit. Spesies Brucella abortus yang menyerang pada sapi. Pada ternak kerugian dapat berupa: 1. kluron, anak ternak yang dilahirkan lemah, kemudian mati, terjadi gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan kemajiran temporee atau permanen. 2. Kerugian pada sapi perah berupa turunnya produksi air susu. Penyakit ini dapat menular dari ternak ke manusia dan sulit diobati, sehingga brucellosis merupakan zoonosis yang penting. Tetapi manusia dapat mengkonsumsi daging dari ternakternak yang tertular sebab tidak berbahaya apabila tindakan sanitasi minimum dipatuhi dan dagingnya dimasak. Demikian pula dengan air susu dapat pula dikonsumsi tetapi harus dimasak atau dipasteurisasi terlebih dahulu. Pada sapi gejala penyakit brucellosis yang dapat diamati adalah keguguran, biasanya terjadi pada kebuntingan 5 – 8 bulan, kadang diikuti dengan kemajiran, Cairan janin berwarna keruh pada waktu terjadi keguguran, kelenjar air susu tidak menunjukkan gejala-gejala klinik, walaupun di dalam air susu terdapat bakteri Brucella, tetapi hal ini merupakan sumber penularan terhadap manusia. Pada ternak jantan terjadi kebengkakan pada testes dan persendian lutut. 20
Usaha-usaha pencegahan terutama ditujukan kepada vaksinasi dan tindakan sanitasi dan tata laksana. Tindakan sanitasi yang bisa dilakukan yaitu 1. sisa-sisa abortusan yang bersifat infeksius dihapushamakan. Fetus dan plasenta harus dibakar dan vagina apabila mengeluarkan cairan harus diirigasi selama 1 minggu 2. bahanbahan yang biasa dipakai didesinfeksi dengan desinfektan, yaitu : phenol, kresol, 3. amonium kwarterner, biocid dan lisol 4. hindarkan perkawinan antara pejantan dengan betina yang mengalami kluron. Apabila seekor ternak pejantan mengawini ternak betina tersebut, maka penis dan preputium dicuci dengan cairan pencuci hama 5. anak-anak ternak yang lahir dari induk yang menderita brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas brucellosis 6. kandang-kandang
ternak
penderita
dan
peralatannya
harus
dicuci
dan
dihapushamakan serta ternak pengganti jangan segera dimasukkan. Pengobatan : Belum ada pengobatan yang efektif terhadap brucellosis. 4.2.9 Penyakit Salmonellosis (Paratyphoid) Salmonellosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri Salmonella pada hewan atau manusia. Salmonella adalah bakteri yang banyak tersebar di saluran pencernaan unggas, reptil dan mamalia. Salmonellosis bersifat zoonosis artinya penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Salmonella menular ke manusia melalui berbagai makanan asal ternak yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Salmonella adalah bakteri dari famili Enterobacteriaceae, bersifat Gram negatif, berbentuk batang dan tidak berspora, motil dengan
flagella.
Salmonella
terdiri
dari
sekitar
2500
serotipe
yang
hampir
semuanya diketahui bersifat patogen baik pada manusia atau hewan. Sumber penularan dari penyakit ini berasal dari kotoran manusia maupun hewan dan air yang terkontaminasi oleh limbah tersebut. Kuman ini sering ditemukan dalam bahan makanan asal hewan seperti daging termasuk daging sapi, daging unggas dan telur. Salmonellosis merupakan penyakit yang terdapat hampir di seluruh dunia. Salmonella adalah bakteri yang termasuk mikroorganisme yang amat kecil dan tidak terlihat mata. Selain itu bakteri ini tidak meniggalkan bau maupun rasa apapun pada 21
makanan. Kecuali jika bahan makanan (daging ayam) mengandung Salmonella dalam jumlah besar, barulah terjadi perubahan warna dan bau (merah muda pucat sampai kehijauan, berbau busuk). Biasanya bakteri dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Salmonella bisa terdapat di udara, air, tanah, sisa kotoran manusia maupun hewan atau makanan hewan. Sumber bakteri Salmonella biasanya terdapat pada unggas (ayam, bebek, kalkun), daging babi, binatang laut, telur dan susu. Salmonellosis dapat menyebabkan diare akut baikm pada hewan dan manusia, hal inilah yang melatarbelakangi sehingga makalah ini dbuat agar kita dapat mengetahui penyebab, gejala-gejala, penularan, pencegahan dan pengobatan dari salmonellosis yang menyerang hewan ataupun manusia.
Cara pencegahan dan pengobatannya : Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, misalnya khloramphenikol, neomisin, ampisilin, sulfonamida, dan nitrofuran. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan kandang, lingkungan kandang, dan mencegah terjadinya genangan air di padang penggembalaan.
4.2.10 Penyakit Tetanus Tetanus adalah penyakit akut yang mengakibatkan kekakuan dan kekejangan otot tubuh yang disebabkan infeksi bakteri Cl. Tetani. Bakteri ini terdapat di dalam tanah dan alat pencernaan hewan. Tetanus ditemukan dimana-mana di Indonesia terutama kuda, babi, domba, kambing dan kera, sedangkan pada sapi jarang terjadi.
Kejadian penyakit ini biasanya bersifat insidental mengikuti infeksi pada luka yang dalam atau pada lokasi kandang yang banyak penumpukan kotoran ternak atau kotoran ternaknya jarang dibersihkan sehingga menjadi wahana atau tempat berkembangbiaknya berbagai macam kuman atau bakteri yang merugikan.
Cara Penularan Penyakit Tetanus Penularan terjadi karena adanya luka kecil dan dalam, yang memungkinkan adanya kondisi anaerobik yang memudahkan pertumbuhan bakteri.
22
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik penisilin dan othrisin dengan cara injeksi. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian serum antitoksin tetanus (pemberian vaksin toksoid tetanus). Tindakan pencegahan juga perlu dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan kandang, menjaga kebersihan petugas kandang, dan melakukan desinfeksi pada peralatan yang digunakan untuk kastrasi, pemberian tanda pada telinga dan pemotongan kuku.
4.2.11 Penyakit Radang Mata (Pinkeye) Pink eye sering disebut juga penyakit bular mata/ radang mata/ katarak, atau kelabu mata yang sering terjadi pada kambing maupun domba.. Pink eye disebut juga penyakit epidemik, karena ditempat yang telah terinfeksi dapat berjangkit kembali setiap tahunnya. Penyakit ini sering timbul dengan tiba-tiba terutama pada hewan dalam keadaan lelah. (Blood, dkk, 1983). Pink eye dapat menyerang semua jenis ternak dan semua tingkat umur, tetapi hewan muda lebih peka dibandingkan dengan hewan tua. Penyebab utama pink eye pada sapi adalah moraxella bovis sedangkan pada domba dan kambing sering dikenal rickettsia colesiota, namun para ahli masih banyak berbeda pendapat ada yang menyebutkan penyebabnya bakteri, virus, chlamidia dan juga rickettsia. (Anonymous, 1998). Penyebab Pink eye dapat disebabkan oleh mikroorganisme pathogen, benda asing, trauma dan perubahan iklim. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi pink eye yaitu lalat, debu, kelembaban, musim, kepadatan hewan di dalam kandang serta kualitas makanan. (Anonymous, 1998). Infeksi pink eye lebih banyak berjangkit pada peralihan musim kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Tetapi pada kasus yang kronis dapat berlangsung sepanjang tahun Gejala Yang Tampak. Masa inkubasi penyakit ini biasanya 2-3 hari, kadang-kadang lebih panjang, hewan penderita mengalami demam, depresi dan penurunan nafsu makan, mata mengalami konjunctivitis, kreatitis, kekeruhan kornea dan lakrimasi. Pada kasus yang berat dapat 23
menimbulkan ulserasi kornea dan kebutaan. Pada kornea mata hewan yang sembuh dari penyakit ini terdapat jaringan parut. (Made, 1997)
4.3 Penyakit menular yang disebabkan oleh Protozoa 4.3.1 Penyakit Surra Penyakit Surra disebabkan oleh sejenis Protozoa yang disebut Trypanosoma evansi (parasit darah) sebagai vektor yang memindahkan parasit dan seekor ternak yang sakit kepada ternak yang lain adalah sejenis lalat penghisap darah seperti Tabanus, Stomoxys, Chrysop dan Lyperosia. Darah yang dihisap oleh lalat ini bisa menyebabkan turunya berat badan secara cepat, lalat ini lebih sering menghisap darah pada waktu pagi dan sore hari.
Siklus hidup lalat dan Pemindahan Penyakit. Lalat menempatkan telurnya pada daun-daun kayu, rumput - rumputan, pada air yang tergenang dekat semak-semak. Telur tersebut akan menetas pada awal musim panas dan akan berkembang menjadi larva, larva berkembang menjadi bentuk pupa dan selanjutnya menjadi lalat dewasa. Silcius hidup lalat ini sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Pada musim panas lalat memerlukan waktu 4 - 5 bulan atau lebih sedangkan dalam musirn dingin memerlukan waktu relatif lama. Penularan dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi secara mekanis pada Trypanosoma bentuk infektif seperti Trypanosoma evansi oleh tabanus jenis lalat - lalat yang menghisap darah. Pada penularan tidak langsung Trypanosoma harus mengalami sikius perkembangan di dalarn seekor serangga atau lalat penghisap darah.
Cara Penularan. Penyakit Surra menular dan hewan yang sakit kepada hewan yang sehat melalui perantara lalat penghisap darah. Penularan penyakk Surra dapat juga melalui golongan Arthropoda seperti anopheles, musca, kutu dan caplak. Selain itu dapat juga melalui darah dalam daging sembelihan yang mengandung penyakit Surra, apabila bersentuhan dengan ternak lain secara langsung. Penyakit Surra mi akan cepat menular pada musim penghujan
24
karena pada musim ml keadaan disekitar kandang basah yang mengakibatkan rnudahnya lalat - lalat berkembang biak.
Gejala - gejala yang ditimbulkan oleh Penyakit Surra Nafsu makan menurun, Badan lesu dan lemah, Ternak semakin kurus, Bulu meremang Demam secara selang seling, Bengkak dibawah dagu, Temperatur naik / tinggi, Keluar cairan dari hidung dan mata, Khusus pada kerbau suka makan tanah, Pada tingkat dimana sudah terserang syaraf hewan berjalan sempoyongan, kejang kejang, berputar - putar dan lumpuh sebagian atau semuanya.
Usaha Penanggulangan Beberapa cara penanggulangan Penyakit Surra pada sapi dan kerbau antara lain : harus ditujukan kepada usaha kebersihan, pemberantasan terhadap lalat penghisap darah dan pemberian makanan yang bergizi.
Pengendalian -Bila disuatu desa ditemukan penyakit Surra maka ternak yang sakit atau yang tersangka dengan
sakit harus diasingkan sehingga terlindung dari lalat dan tidak berhubungan ternak lain.
-Ternak yang sakit atau tersangka sakit tetapi tidak menunjukkan gejala - gejala sakit
dapat digunakan dalam kegiatan membajak atau menarik gerobak tetapi ternaknya
tetap
dijaga agar terhindar dan lalat.
-Bila dalam beberapa desa dalam suatu daerah terserang penyakit Surra maka daerah itu
tertutup. Artinya ternak dilarang masuk dan keluar dan daerah tersebut.
-Ternak dapat bebas dan pengasingan bila ada surat keterangan bebas dan penyakit Surra dan Dokter Hewan atau petugas Dinas Peternakan setempat
.
-Penyakit dapat dianggap sudah bebas dan suatu daerah apabila sudah berselang tiga bulan matinya atau sembuhnya ternak yang mendenta sakit. -Apabila dijumpai ternak sakit, laporkan ke Dinas Peternakan terdekat, demikian juga untuk hewan yang tersangka sakit. -Semua ternak sapi atau kerbau yang mati karena penyakit Surra harus dibakar atau dikuburkan. 25
Pencegahan - Dalam pencegahan sering digunakan obat - obatan seperti ; Qumapyramme atau Aritrycide prosalt dalam konsentrasi 10 % dengan dosis 7,4 miligram per kilogram berat badan secara
subcutan atau intramuskuler.
- Pemberian Naganol atau suramin pada ternak sapi dan kerbau dengan besarnya dosis 3 gram sesuai dengan berat badan hewan. -Isometamidium untuk pencegahan diberikan 0,5 - 1 miligram per kilogram berat badan secara intrarnuskuler.
Pengobatan Untuk mengatasi penyakit Surra obat yang paling banyak digunakan adalah Suramin (Naganol, Bayer) dan Isometamidium chiorida (Trypamldium, specia). Dan kedua macam obat ini ternyata Suramin lebih efektif. Hal ini ditunjang dari hasil penelitian BALITVET yang menyimpulkan bahwa Suramin merupakan obat yang terbaik terhadap pengobatan. Pemberian Suramin sebesar 10 miligram perkilogram dalam 10 % larutan yang dibenikan secara intra vena memberiikan hasil yang memuaskan pada hewan penderita Surra. Obat lainnya yaitu Isometamidlum dapat diberikan secara intramuskuler dengan dosis 1- 2 miligram per kilogram. Pada hewan - hewan impor yang dimasukkan ke daerah endemik Surra, sebaiknya diberikan pengobatan terlebih dahulu.
Pemberantasan Vektor Pemberantasan vektor penyakit Surra dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain ; secara mekanis, biologis dan kimiawi. Cara mekanis dapat dilkukan dengan mempergunakan binatang - binatang seperti sebangsa burung yang menjadi musuh dan serangga - serangga (lalat) tersebut. Secara Biologis dapat dilakukan dengan membuat drainase atau saluran air yang tujuannya untuk merusak sarang tempat perkembangbiakan lalat yang biasa hidup diatas permukaàn air yang tergenang dengan menyiram minyak tanah kedalam air sehingga dapat membunuh lalat sewaktu mencelupkan tubuhnya kedalam air. Secara Kimiawi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia (Insektisida) seperti; DDT 0,5 - 1 %, Toxaphene 0,5 %, Pyrehnlne 1 % dan lain-lain. Penyemprotan dilakukan pada kandangkandang hewan, tempat - tempat yang lembab (rawa-rawa) dan semak belukar.
26
4.3.2 Penyakit Piroplasmosis (Babesiosis) Babesiosis atau Piroplasmosis, adalah suatu penyakit hewan yang bisa menular ke manusia (zoonosis) yang disebabkan oleh protozoa parasit genus Babesia yang mirip dengan parasit malaria, yaitu dengan menginfeksi sel darah merah binatang liar dan binatang peliharaan. Gejala yang ditimbulkan mirip demam malaria, yaitu demam dan disertai anemi hemolitik. Piroplasma adalah parasit darah yang umum dijumpai di vertebrata. Memiliki ukuran yang lebih kecil daripada Plasmodiidae dengan bentuk piriform, bulat, ameboid, atau batang, tergantung pada genusnya. Parasit ini hadir di eritrosit, dan pada beberapa genera, parasit ini ada di leukosit atau komponen darah yang lain. Theileriidae mempunyai rhoptris (dan mikronema serta mikrotubul subpelikular pada beberapa tahap), sedangkan Babesiidae mampunyai cincin polar, mikrotubul subpelikular, dan mungkin juga mempunyai mikronema, dan pada beberapa tahap mempunyai mikropore. Pigmen yang dimiliki parasit ini (hemozoin) tidak terbentuk dari hemoglobin inang. Tidak ditemukan spora atau oosit yang digunakan untuk memperbanyak diri, namun parasit ini memperbanyak diri secara aseksual dengan cara binary fission (membelah diri) atau merogony. Reproduksi secara seksual (mungkin) terjadi didalam tubuh vector. Parasit ini bergerak dengan cara body flexion (melekukkan badan) atau gliding (meluncur). Babesiosis sendiri adalah suatu penyakit penting yang paling banyak ditemukan di peternakan sapi, terutama di Amerika Serikat. Penyakit ini hampir sama dengan Texas fever yang diyakini penyebabnya tidak hanya Babesia bigemina, namun kombinasi dari B. bigemina, B. bovis serta rickettsia Anaplasma marginale. Namun, kini Texas fever telah hilang dari amerika Serikat, dan hanya menyisakan B. canis pada anjing dan B. equina pada kuda. Babesiosis sangat pathogen pada banyak host, dan yang menjadi tidak biasa adalah angka kematian karena penyakit ini lebih banyak ditemukan pada hewan yang dewasa dibandingkan dengan hewan yang muda pada beberapa bagian di dunia. Ditandai dengan demam, tidak enak badan (pada manusia) dan lesu/tanpa gairah. Pada tahap yang sudah kronis, maka akan terjadi anemia yang hebat dan kerusakan eritrosit disertai dengan hemoglobinuria. Membran mucous pada penderita akan memiliki warna yang pucat kemudian mengalami ikterus.
27
Apabila karkas hewan yang menderita penyakit ini dilihat, maka akan ditemui limpa yang mengalami pembesaran, dengan tekstur yang empuk dan adanya pulp (tekstur semacam bubur) yang berwarna merah tua serta prominent splenic corpuscles. Hati juga mengalami pembesaran dengan warna kuning kecoklatan, lambung ikut menpis disertai dengan edem. Akan terjadi diare disertai sembelit dan feses yang berwarna kuning, kecuali pada penderita yang perakut (baru diserang). Hewan yang terserang akan kehilangan kondisi terbaik tubuhnya, menjadi kurus dan kemudian mati. Kematian yang terjadi, tidak hanya disebabkan oleh kerusakan eritrosit yang kemudian diikuti oleh anemia, edema dan ikterus, namun penyebab yang paling utama adalah penyumbatan pembuluh darah oleh sel yang terinfeksi parasit dan oleh parasit bebas itu sendiri pada pembuluh kapiler di berbagai organ. Penyumbatan ini akan berakibat degenerasi sel endothelial pada pembuluh darah yang kecil, anoxia, akumulasi produk metabolis yang bersifat toksik, melemahnya dinding kapiler, dan keluarnya eritrosit dari perivaskular serta hemorhagea makroskopik. Ada banyak kesamaan penyakit babesiosis pada ternak dengan penyakit malaria pada manusia. Parasit dipindahkan oleh caplak Ixodes sp. dan Boophilus sp. Parasit masuk kedalam tubuh caplak ketika caplak menghisap darah hewan yang terinfeksi, untuk kemudian berkembang didalam sel epitel saluran cerna tungau dan menyebar ke seluruh bagian tubuh caplak tersebut, terutama ke kelenjar ludah. Parasit yang ada kemudian menginvasi indung telur dan berkembang biak lebuh banyak lagi di dalam larva caplak yang juga memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit ini (transovarial transmission). Pada saat caplak menghisap darah, parasit di dalam tubuh caplak akan berpindah ke tubuh hewan yang dihisap darahnya, dan berkembang biak di dalamnya. Parasit ini akan berada di dalam eritrosit (intra eritrosit) dan ketika sel darah merah yang diinfeksi telah pecah, maka parasit tersebut akan menyebar ke sel darah yang lain untuk menginfeksinya. Apabila parasit berada dalam fase exoeritrosit (diluar darah dan belum menginvasi ke dalam eritrosit), maka tidak akan ditemui gejala klinis yang dapat menyimpulkan bahwa hewan tersebut telah tertular parasit ini. Tindakan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan acridine derifatif acrifalin (trypaflavine, gonacrine, flavin, euflavin; campuran dari 2,8-diamino-10methylacridinium chloride dengan sejumlah kecil 2,8-diaminoacrinidium chloride) dan pemberian quinolinw derifative acaprin. Beberapa senyawa diamidin aromatik memberikan 28
efek yang lebih baik, diantarnya stilbamidine, propamidine, pentamidine, phenamidine dan diminazene. Obat ini disuntikkan secara intramuscular ataupun subkutan tergantung dari campuran obat yang digunakan. Amicarbalide merupakan pilihan obat yang terbaik untuk ternak jenis sapi, juga dapat memberikan treatment pada kuda yang disebabkan oleh B.caballi. Pada penggunaanya diminazene aceturate diberikan secara intramuscular dengan dosis 3-5mg/kg berat badan, amicarbalide diberikan secara intramuscular 5-10mg/kg berat badan, imidocarb diberikan secara intramuscular dengan dosis 1-3mg/kg berat badan. Karena Babesiosis di tularkan oleh caplak, pencegahan dan control bergantung pada eliminasi atau penghilanagan caplak. Hal ini bisa dilakukan dengan regular dipping, yang bisa menghilangkan paling tidak pada satu area dasar untuk peternakan. Back Rubber dengan anti caplak, juga dapat menjadi pilihan yang lain unutk mencegah penyebaran caplak. Anjing dan kuda tunggang bisa di diobati secara individual.
4.3.3 Penyakit Anaplasmosis Anaplasmosis adalah penyakit pada ternak yang menyebabkan anemia, aborsi dan kematian. Ternak dewasa menunjukkan gejala klinis paling parah. Peternak di Virginia harus peduli tentang anaplasmosis, karena bisa menyebabkan kerugian ekonomi yang hebat. Jika anda bergelut di bidang peternrakan, anda harus bekerja secara bersama sama dengan dokter hewan untuk menetapkan sistem managemen terbaik yang disusun berdasarkan jumlah hewan terpapar dan prevalensi kejadian anaplasmosis pada daerah anda. Jikalau anaplasmosis belum menjadi suatu problemnatika di dalamn peternakan anda sistem manajemen dan monitoring akan membantu kawanan ternak anda untuk tetap bebas dari anaplasmosis. Cara pencegahan dan pengobatan : Ternak yang sakit harus segera diisolasi dan diobati. Obat yang digunakan misalnya aricyl, paludrine, sodium cacodilate, mercurochrome, dan sebagainya. Selain itu juga dapat dilakukan penyuntikan dengan antibiotik seperti terramisin, atau chlortetrasiklin. Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya antara lain :
Pemberantasan serangga vektor seperti caplak, lalat kandang
Sanitasi kandang dan peralatan serta lingkungan
Vaksinasi 29
4.3.4 Penyakit Berak Berdarah (Coccidiosis) Penyakit ini sering disebut dengan koksidiosis. Penyebabnya adalah jenis protozoa Eimeria sp. Gejala khas penyakit ini adalah feses (kotoran) dari ayam yang terserang mengandung darah. Darah tersebut berasal dari usus yang luka akibat permukaannya ditembus oleh koksidia (bibit penyakit penyebab koksidiosis). Berak darah menyerang semua tingkatan umur ayam. Namun, ayam dewasa biasanya lebih tahan terhadap serangan penyakit ini. Secara langsung, penyakit ini menimbulkan gangguan pada penyerapan zat-zat gizi oleh usus. Akibatnya penampilan bulu ayam terlihat kusam, kasar, pucat dan pertumbuhan tubuhnya lambat. Berak darah ditularkan melalui mulut. Kotoran ayam yang sakit mengandung bibit penyakit, tetapi belum aktif. Serangan penyakit berak darah dapat dicegah dengan vaksinasi, koksidoostat, atau antibiotika dalam pakan. Sementara itu, ayam yang sudah terinfeksi penyakit ini bisa diobati dengan Tetra Chlorine, Noxal, atau Trisulfa. Ayam yang menderita berak darah kelihatan lemah, megalami depresi, bulu kusut dan mengalami diare (bercampur darah) terus-terusan. Ayam yang telah terinfeksi Eimeria tenella dapat dikenali dari jenggernya yang kelihatan pucat, disamping kotorannya bercampur darah. Vaksinasi terhadap koksidia Salah satu cara untuk menginduksi kekebalan ayam dengan jalan vaksinasi, terutama untuk ayam yang dipelihara dalam jangka waktu lama di kandang postal. Untuk saat ini vaksin koksida dijual dipasaran dalam bentuk ookista non attenuated (tidak dilemahkan) atau yang attenuated (sudah dilemahkan). Macam spesies dalam sediaan vaksin juga bermacam-macam ada yang berisi 3 spesies atau 8 spesies sekaligus. Aplikasi vaksin bisa dengan cara di spray pakan dan diberikan pada awal kehidupan ayam (umur 4-10 hari). Kerugian yang umum terjadi saat serangan NE maupun koksidiosis ialah morbiditas dan mortalitas. Tingkat kematian yang disebabkan karena NE bervariasi dari 5-15% bahkan bisa mencapai 40% sedangkan tingkat kematian karena infeksi Eimeria sp. mencapai 80-90%. Hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur juga menjadi konsekuensi yang harus ditanggung peternak saat ayamnya terinfeksi kedua agen penyakit tersebut.
30
4.3.5 Penyakit Kelamin Menular Trichomoniasis pada sapi adalah penyakit veneral yang ditandai dengan sterilitas, abortus muda dan pyometra, yang disebabkan oleh Trichomonas fetus. Abortus terjadi antara mingggu pertama dan minggu ke 16 umur kebuntingan. Penularan dari sapi betina ke betina lainya dapat melalui pejantan yang mengawininya. Pada tingkatan lanjut penyakit ini menyebabkan peradangan pada preputium sapi jantan. Patogenesis Pada vagina, Trichomoniasis pada sapi akan menyebabkan vaginitis kataralis yang menyebabkan mukosa vagina menjadi berwarna merah dan basah. Pada infeksi yang bersifat kronis akan tampak adanya oedema pada vulva. Pada uterus infeksi oleh T. fetus akan menyebabkan endometritis kataralis yang dapat berubah menjadi purulen. Jika infeksi terjadi pada sapi bunting akan menyebabkan keradangan pada kotiledon yang selanjutnya akan diikuti dengan kematian dan maserasi fetus atau abortus, yang selanjutnya akan diikuti dengan pyometra. Pada kasus tersebut corpus luteum gravidatum tetap berkembang dan disebut corpus luteum persisten yang menyebabkan sapi tidak akan mengalami siklus birahi. Plasenta mengalami penebalan yang dilapisi sejumlah kecil gumpalan eksudat berwarna putih kekuningan, dan nampak adanya sedikit nekrosis pada kotiledon.
Pengendalian Pencegahan dan pengobatan Penanggulangan Trichomoniasis pada sapi dapat dilakukan pengobatan menggunakan antibiotik secara lokal pada betina yang terinfeksi. Sedangkan pada pejantan yang terinfeksi dapat dilakukan dengan pencucian atau pembilasan kantong penis (preputium) dengan antiseptik atau antibiotik seperti larutan berenil 1 % sebanyak 100-150 ml. Pengobatan pada pejantan lebih sulit sehingga pengobatan sebaiknya dilakukan hanya pada sapi jantan yang mempunyai mutu genetik yang tinggi. Sapi induk yang menderita pyometra dapat diberikan estrogen atau prostaglandin F2α dengan tujuan terjadi kontraksi uterus sehingga terjadi pengeluaran nanah dari uterus/rahim yang selanjutnya dilakukan spool atau irigasi uterus dengan anti septik ringan.
31
Disamping itu pengolahan semen yang digunakan untuk IB dengan baik merupakan merupakan cara pengendalian dan pencegahan penyakit Trichomoniasis pada sapi . Semen yang beredar secara komersial dapat diberi perlakuan khusus dengan pemberian antibiotik untuk menghindari ancaman infeksi sapi betina yang di IB. Pengobatan Trichomoniasis pada sapi dapat berhasil dengan menggunakan antibiotik spektrum luas baik untuk pejantan maupun sapi betina. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah isolasi dan memberikan waktu istirahat untuk kegiatan seksual selama 3 bulan sampai siklus birahi nampak kembali normal.
4.4 Penyakit menular yang disebabkan oleh Jamur 4.4.1 Penyakit Ringworm Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genusTrichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytesdan T. megninii . Di negara-negara yang beriklim tropis atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama – sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi . Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit, rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena ringworm menggunakan keratin sebagai sumber makanan (keratinophilic/keratinofilik). Ringworm menghasilkan enzim seperti asam proteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak diderita oleh hewan muda daripada yang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada hewan dewasa telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan eritema, kemudian diikuti dengan eksudasi, panas setempat, dan terjadinya alopecia. Karena jamur tidak tahan dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan bagian tengahnya mengalami kesembuhan (Chermette et al, 2008).
32
Pengobatan Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm dapat terjadi akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan. Terdapat beberapa kelompok obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk menghilangkan ringworm, yaitu obat Iritan bekerja untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara langsung merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal(Ahmad, 2005). Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin dengan dosis 7,5 – 10 mg/kg secara PO satu kali sehari. Secara topikal menggunakan mikonazol 2 % (Chermette et al, 2008) atau salep yang mengandung Asam benzoat 6 g, asam salisilat 3 g, sulfur 5 g, iodine 4 g and vaseline 100 g 6. Pencegahan Salah satu cara yang efektif untuk pencegahan adalah meningkatkan kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan membersihkan
secara teratur,
sapi diberikan
konsentrat,
rumput
dan
vitamin
seperlunya (Ahmad, 2005).Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ringworm. Mekanisme kerja vaksin adalah pengaktifan sel Th1 yang merangsang Cellular Mediated Immunity(CMI) yang ditandai dengan pelepasan cytokines interferon-c (IFN-c), interleukin 12 (IL-12), and IL-2 oleh sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama epidermis (Lund and DeBoer, 2008). Vaksinasi adalah pencegahan yang baik pula, namun relatif mahal (Chermette et al, 2008).
4.4.2 Penyakit Aktinomikosis Actinonomycetes adalah kuman filamentous yang bentuknya mirip jamur, tumbuh bercabang-cabang namun sering terputus-putus sehingga bentuknya menyerupai bakteri yang bersifat Gram-positif. Sebagian besar organisme ini hidup bebas di tanah, namun ada yang hidup dengan sedikit udara (mikro aerofilik) atau hidup tanpa udara (anaerob) didalam rongga mulut (misalnya Actinomyces). Spesies Nocardia dan streptomyces yang bersifat 33
anaerob dan hidup di dalam tanah dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun hewan. Actinomyces mempunyai bentuk seperti butiran belerang (sulphur granule) bersifat Gram-positif, terdiri dari koloni filamen miselium yang bercabang mirip huruf V atau Y. Pada proses pengerusan, filamen terputus-putus sehingga bentuknya mirip kokus atau batang. Pada biakan medium tioglikolat, Actinomyces israelii tumbuh seperti bola berburu.
Gejala klinis aktinomikosis Aktinomikosis mula-mula menunjukan adanya pembengkakan jaringan yang keras dan berwarna merah, yang terjadi secara perlahan-lahan. Pembengkakan tidak menimbulkan rasa nyeri. Pembengkakan kemudian menjalar ke arah permukaan jaringan, membentuk saluran-saluran sinus yang mengeluarkan cairan, dan bersifat menahun. Kerusakan terus berlanjut, menyebar luar bersambungan dan biasanya tidak melalui aliran darah. Aktinomikosis umumnya terjadi di wajah, leher, lidah atau mandibula. Aktinomikosis yang terjadi di paru-paru sering terjadi di paru-paru sering di sertai pembentukan abses atau empiema. Aktinomikosis abdominal dapat terjadi di sekum, apendiks, dan organ didaerah pelviks dapat menyebabkan terjadinya fistula multipel yang selalu mengeluarkan cairan.
Pengobatan dan pencegahan aktinomikosis Antibiotika misalnya penisilin dengan dosis 5-10 juta unit perhari yang diberikan dalam jangka perhari yang diberikan dalam jangka panjang dapat menyembuhkan aktinomikosis sebagian besar penderita.Tetrasiklin dan eritromisin juga dapat digunakan mengobati aktinomikosis Pembedahan dilakukan untuk mengeluarkan nanah dan cairan jaringan, namun jaringan yang sudah rusak sukar dipulihkan fungsinya. Perawatan gigi dan rongga mulut, mencegah trauma pada selaput lendir rongga mulut, menghindari makanan keras yang mudah menyebabkan luka dapat mencegah aktinomikosis.
4.5 Penyakit menular yang disebabkan oleh Cacing 4.5.1 Penyakit Cacing Hati (Fasciolasis) Penyakitnya yang ditimbulkan diistilahkan atau disebut juga Fasciolasis atau 34
distomatosis, dikenal juga dengan nama penyakit cacing hati. Penyakit ini disebabkan oleh investasi cacing dari genus Fasciola, yaitu Fasciola gigantic dan Fasciola hepatica. Cacing hati berbentuk pipih seperti daun berwarna terang. Penyakit ini menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba dan babi serta kuda. Pada sapi dan kerbau penyakit ini biasanya bersifat kronis, sedangkan pada ternak lain bersifat akut. Pada ternak muda lebih rentan terhadap cacing hati dibanding ternak dewasa. Infeksi cacing hati juga dapat terjadi pada manusia. Untuk lebih memahami penyakit cacing hati ini perlu menbgetahui siklus hidupnya. Siklus hidup cacing hati dapat dijelaskan sebagai berikut : Dimulai dari telur cacing hati yang dikeluarkan bersama faeses akan menetas menjadi Mirasidium. Mirasidium memerlukan induk semang perantara (hospes intermedier) yaitu siput Limnea javanica yang hidup di sungai atau di sawah . Setelah beberapa waktu akan berubah menjadi sporocyst yang berukuran maksimum 1 cm. Sporocyst akan mengalami partenogenesis menghasilkan Redia yang akan berubah menjadi Cercaria dan akan berubah lagi menjadi Meta Cercaria kemudian Meta cercaria akan menempel pada dedaunan atau rumput .Infeksi akan terjadi jika ternak mengkonsumsi rumput atau dedaunan yang tercemar Meta Cercaria . Di dalam usus meta cercaria akan menembus dinding usus masuk ke hati dan menuju ke saluran empedu Kemudian menjadi cacing dewasa . Kejadian ini disebut masa prepaten, berlangsung selama 2–3 bulan . Cacing hati tinggal di saluran empedu, dapat menyumbat saluran empedu (jika jumlahnya banyak) dan menimbulkan gejala icterus . Gejala anemia, terjadi karena cacing makan jaringan hati dan darah Gejala sakit : Pada bentuk akut, gejala klinis yang tampak adalah :
konstipasi dan kadang–kadang diare
penurunan berat badan berlangsung cepat sehinbgga ternak menjadi lemah yang disertai anemia
Pada domba dan kambing dapat terjadi mati mendadak yang disertai dengan keluarnya daraah dari hidung dan anus
Bentuk kronis pada sapi ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan dan penurunan produksi
Nafsu makan menurun
bulu kering dan rontok
35
ternak menjadi lemah dan kurus
Terjadi odema pada daerah rahang bawah yang disebut bottle jow.
Cara pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan : Infeksi cacing hati dapat diobati dengan preparat obat–obatan yang sudah banyak tersedia di pasaran diantaranya hexachlorethan, bovenix, brotianida, valbazen dan sebagainya. Penyakit cacing hati dapat menimbulkan kerugian yang besar berupa penurunan berat badan, terhambatnya pertumbuhan dan kematian. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah memutus siklus hidup cacing Fasciola hepatica, dengan cara :
Membunuh siput dengan moluskisida
Memberantas siput secara biologis dengan memelihara itik
4.5.2 Penyakit Cacing Lambung (Haemonchosis) Penyakit ini disebabkan oleh cacing dari sepcies Haemonchus sp dan Trichostrongylus yaitu cacing gilik yang ukurannya kecil, ukuran panjang (jantan: 10–20 mm dan betina: 18–30 mm). Cacing lambung tinggal dalam lambung asam (abomasum) ternak domba, kambing ataupun sapi. Cacing lambung sangat berbahaya, karena selain menghisap darah, daya perkembangbiakannya sangat tinggi. Dan cacing ini merupakan penyebab utama kematian pada domba. Siklus hidup cacing lambung adalah sebagai berikut :
Cacing dewasa tinggal di dalam abomasum akan menghasilkan telur
Telur dikeluarkan bersama faeses
Di alam bebas, telur akan menetas membentuk larva
Larva akan menempel pada rumput
Infeksi akan terjadi jika ternak mengkonsumsi rumput yang tercemar larva cacing
Gejala klinis yang tampak pada ternak yang terkena cacing ini adalah :
pada taraf infeksi berat maka ternak akan terserang anemia yang sangat cepat sehingga akan menimbulkan kematian
Pada taraf infeksi yang agak ringan, ternak akan menunjukkan gejala lemah, pucat 36
bagian selaput lendir mata,bulu suram, nafsu makan berkurang, jalan sempoyongan, dan akhirnya tidak mampu berjalan
Gejala diare jarang terjadi, karena cacing tinggal di abomasum. Jika terjadi diare kemungkinan adanya komplikasi dengan penyakit lain
Cara pencegahan dan pengobatan : Pengobatan dapat dilakukan dengan macam-macam obat yang banyak beredar di pasaran. Cacing lambung dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar, oleh karena itu penyakit yang berbahaya ini harus dihindari. Tindakan yang diambil adalah memisahkan hewan yang masih muda dengan yang dewasa, sebab ternak yang muda sangat rentan terhadap infeksi parasit cacing. Menjaga kebersihan kandang, menjaga agar kandang tidak becek.
4.5.3 Penyakit Ascariasis Penyakit ini disebabkan oleh cacing Askarisis sp., yang hidup di usus sapi, kerbau, domba, dan kambing, bahkan kuda serta babi. Cacing askaris disebut juga dengan nama cacing gelang, karena bentuknya bulat memanjang, warnanya kuning pucat, dan pada mulutnya terdapat 3 buah bibir. Jenis ternak berbeda, species cacing yang menyerang juga berbeda-beda seperti Askariasis lumbricoides menyerang ternak domba dan kambing, Askariasis suum menyerang ternak babi, Ascaris equorum menyerang kuda dan Toxacara vitulorum menyerang pada sapi. Cacing betina dapat menghasilkan telur banyak sekali setiap harinya dan dikeluarkan bersama faeses. Telur cacing berdinding tebal dan sangat tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk, misalnya kekeringan. Faeses yang mengandung telur cacing menjadi sumber penularan apabila mencemari rumput, atau pakan yang lain serta air minum. Telur cacing gelang akan menetas setelah termakan ternak. Larva yang menetas akan menembus dinding usus masuk ke dalam peredaran darah, ke hati dan akhirnya masuk ke paru–paru. Dari paru–paru kembali lagi ke saluran pencernaan (usus) dan akhirnya menjadi dewasa. Investasi cacing askaris lebih banyak dijumpai pada ternak muda. Sistem kekebalan pada ternak muda berkembang lebih lambat dibading ternak dewasa, sehingga ternak dewasa relatif lebih tahan, sedangkan ternak muda lebih rentan terhadap investasi cacing ini.
Gejala sakit : 37
Gejala yang tampak akibat infeksi cacing Ascaris adalah diare, kurus, lemah, perut buncit, pertumbuhannya terhambat, kulit kering dan apabila penyakitnya berat, ternak akan mati karena komplikasi. Untuk mengidentifikasi telur cacing, tinja ternak yang bersangkutan harus diperiksa secara mikroskopis. Cara pencegahan dan pengobatan penyakit : Banyak jenis obat cacing yang banyak beredar dipasaran yang dapat digunakan sebagai pemberantas cacing ascaris. Piperazine adalah salah satu jenis obat yang cukup efektif untuk memberantas ascaris. Selain itu masih banyak lagi obat-obat cacing seperti Dichlor vos,Halaxon, Pyrantel, Ven bendazole dan Cambenda zale. Pencegahan penyakit ascaris adalah dengan cara melakukan sanitasi kandang dan kebersihan lingkungan dengan baik dan secara periodik, terutama tempat pembuangan kotoran. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan sebagai usaha pencegahan terhadap penyakit ascaris :
pemberian pakan seimbang, tinggi kualitas dan cukup kuantitasnya
kapasitas kandang perlu diperhatikan, jangan memasukkan ternak terlalu padat baik dalam kandang maupun dalam pangonan.
pisahkan ternak muda dengan tenak dewasa
hindari tempat yang becek
4.5.4 Penyakit Cysticercocis Penakit Cysticercocis ini adalah penyakit yang disebabkan oleh bentuk larva dari cacing pita. Cacing pita dewasa hidup di dalam usus manusia yaitu Taenia saginata dan Taenia solium. Penyakit ini disebut juga penyakit Taeniasis. Cysticercocis termasuk penyakit zoonosis, karena dapat ditularkan dari ternak ke manusia dan sebaliknya. Manusia diperlukan untuk inang cacing pita tersebut. Sedangkan pada ternak, sapi merupakan inang untuk Taenia saginata dan babi merupakan inang dari Taenia solium. Pada stadium larva, Taenia saginata terdapat di dalam daging sapi dan disebut Cysticercus bovis, stadium larva Taenia solium terdapat di dalam daging babi, dan disebut dengan Cisticercus cellulose. Penularan cysticercus pada kedua ternak tersebut dapat terjadi akibat mengkonsumsi rumput (pakan) atau minum air yang tercemar telur cacing yang berasal dari faeses manusia penderia Taeniasis. Adanya Cysticercus di dalam jaringan otot akan
38
menyebabkan kerusakan sel – sel sekitarnya. Pada stadium ini larva cacing berbentuk gelembung bulat atau lonjong. Cysticercus banyak dijumpai pada otot rahang, jantung, lidah dan paha, kadang–kadang hati, paru–paru dan kerongkongan. Gejala sakitnya adalah : Ternak yang terinfeksi pada umumnya tidak menunjukkan gejala sakit. Gangguan pada organ tubuh yang mengandung cacing baru terjadi apabila infeksinya berat. Cara yang paling tepat untuk mendiagnosis penyakit ini adalah dengan cara menemukan Cysticercus pada berbagai jaringan otot. Cara pencegahan dan pengobatan : Pengobatan terhadap penyakit Cysticercocis belum banyak memberikan hasil, oleh karena itu yang lebih penting adalah upaya pencegahan, dengan cara menjaga kebersihan dan kesehatan kandang dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit pada manusia maka dianjurkan mengkonsumsi daging dengan memasak yang sempurna.
4.6 Penyakit menular yang disebabkan oleh Ektoparasit 4.6.1 Penyakit Scabies Penakit Scabies ini disebabkan oleh tungau kudis yang ukurannya sangat kecil. Beberapa spesies tungau yang dapat menyebabkan skabies antara lain :
Sarcoptes scabei, yang dapat menyerang berbagai ternak dan manusia
Psoraptes ovis yaitu yang menimbulkan kudisan pada kambing, domba dan sapi
C.chariopsis yaitu tungu kudis pada ternak kuda
Gejala sakit :
penderita tampak merasa gatal, selalu menggaruk, menggigit-gigit tubuhnya dan menggesek-gesekkan badannya yang kudisan pada dinding kandang atau pepohonan sehingga terjadi luka dan menyebabkann rontok bulunya
tidak ada nafsu makan, disibukkan dengan menggaruk garuk bagian yang gatal sehingga terjadi perdarahan di kulit akibat luka-luka dari luka sering mengeluarkan cairan yang kemudian menggumpal membentuk lepuh-lepuh bernanah
penyakit yang sudah berlangsung lama, kulit menjadi tebal, mengeras, melipat-lipat dan 39
gundul karena bulu di bagian tersebut rontok
Cara pencegahan dan pengobatan penyakit adalah: Skabies dapat diobati dengan benzoas benzillicus 10% yang dioleskan pada luka. Bila digunakan untuk merendam ternak (dipping) maka konsentrasi yang digunakan 0,05%– 0,06%.
Pencegahan scabies dilakukan dengan cara menjaga sanitasi ternak, kandang dan lingkungan kandang. Ternak yang sakit harus diisolasi dan jangan sampai terjadi kontak dengan ternak yang sehat.
b) Penyakit Pediculosis Pediculosis disebabkan oleh dua jenis kutu yaitu kutu yang menghisap darah (ordo Amphora): Haemato pinus eurysternus dan Lino gnathus bovis, dan Kutu yang menggigit (ordo Mallohasa): Bovicola bovis Gejala penyakitnya yang diakibatkan oleh Pediculosis pada hewan yang terkena penyakit ini akan terasa gatal sehingga untuk menghilangkan rasa gatal ternak menggesek-gesekkan badannya pada benda-benda keras. Akibatnya kulitnya mengelupas dan timbul sisik-sisik pada kulit bahkan dapat terjadi luka-luka pada kulit. Cara pencegahan dan pengobatan : Kutu penyebab pediculosis dapat dibasmi dengan insektisida seperti malathion, azuntol, chlordane dan negasunt.
40