IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KOMPOSISI KIMIA PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU D A N PRODUK TERMODIFTKASI Pada penelitian ini telah diisolasi protein susu dari susu sapi substandar dalam bentuk 6 macam isolat yaitu : 1). Kasein laktat substandar berat jenis
(KLB)
2). Kasein laktat substandar pH
(KLp)
3). Kopresipitat substandar berat jenis
(KRB)
4). Kopresipitat substandar pH
(m)
5). Natrium kaseinat substandar berat jenis
(NKB)
6). Natrium kaseinat substandar pH
(NKP)
Pengeringan presipitat yang &peroleh dilakukan dengan pengeringan semprot
(spray drying), sehiigga terbentuk produk isolat protein susu berbentuk tepung, yang pada umumnya berwarna putih agak kekuning-kuningan (warna setiap produk isolat protein susu dan produk termodifikasinya secara spesifik ditentukan dengan chro-
mameter disajikan pada Tabel 12). Sehubungan penggunaan pengering semprot pada penelitian ini dengan kondisi operasi sangat terbatas, maka rendemen produk isolat protein tidak diamati, namun demikian Muller (1982) mengemukalcan bahwa dengan sistem produksi kasein laktat yang serbaterus (conrilu~ous)dan telah dikembangkan s e a m ekstensif di SeIandia Baru, maka dari rata-rata 20 000
- 50 000 kg susu skim
per jam diperoleh produk isolat kasein laktat sebesar 0.6 hingga 1.5 ton per jam (yang berarti kira-kira 3.0% dari jumlah susu skim yang digunakan). Kalau diasurnsi-
kan kandungan protein susu segar yang digunakan tersebut adalah 3.5% (Mulvihill.
199I), maka rendemen sebesar 3.01, berarti 85.7 % dari total protein dapat
diisolasi. Untuk memperkirakan rendemen isolat protein susu substandar pada penelitian ini, maka digunakan data kandungan protein susu substandar yang digunakan yaitu rata-rata 2.9 % (kandungan air rata-rata 88.2 % , total bahan kering 11.8 %
.
lemak 2.8 2,abu 0.7 96, dan kalsium 0.2%). maka berdasarkan asumsi tersebut di atas maka rendemen diperoleh mendekati kandungan protein susu substandar (berat jenis 1.0245) yaitu kira-kira 2.9% (berarti dari 100 kg susu substandar yang digunakan, akan diperoleh kira-kira 2.9 kg produk isolat protein susu). Narnun demikian diasumsikan bahwa 80% protein susu yang dapat diisolasi, sehingga rendemen kasar sebesar 80% dari 2.9 kg, yaitu 2.3 kg protein dari 100 kg
susu substandar.
Selanjutnya keenam produk isolat protein tersebut dimodifikasi secara enzimatis maupun kimia dengan cara fosforilasi. Modifikasi enzimatis menggunakan enzim pankreatin ( =E) dan papain (=I) yang pada tahap pendahuluan dilakukan percobaan hidrolisis dengan berbagai kondisi reaksi untuk memperoleh derajat hidrolisis (D,)
sebesar 6.1 persen, seperti hasil penelitian Chobert et al.. (1988)
tentang hidrolisis kasein oleh protease bakteri yang pada D, = 6.7 persen, kelarutan protein meningkat hingga 50 persen pada tit& isoelektriknya. Modifikasi secara k i i i a atau fosforilasi (=F)dilakukan berdasarkan hasil penelitian Medina et al., (1992) yaitu dengan penambahan fosforus oksiklorida (POCl,) dengan perbandingan molar antara fosforus oksiklorida dengan protein sebesar seribu berbandimg satu (1000 : 1). Diharapkan dengan kondisi tertentu maka
akan terjadi pengikatan molekul fosfor pada molelcul protein sehingga mempengaruhi sifat fungsionalnya. Hasil anafiis kandungan fosfor yang terikat pada kasein laktat rata-rata sebesar 0.7 % (fosfor awal0.6%), pada natrium kaseinat terfosforilasi 0.6 % (fosfor awal 0.5 %), sedangkan pada kopresipitat terfosforiiasi sebesar 0.8 % (fosfor awal0.796). yang berarti tej a d i peningkatan molekul fosfor yang terikat sebesar rata-rata 0.196.
Setelah proses pengeringan berikutnya, diperoleh produk isolat protein susu terrnodifikasi enzim, maupun termodifikasi k i i i a atau terfosforilasi yang berbentuk tepung dengan warna putih agak lebih kekuningan dibandiigkan produk isolat tanpa modifikasi. Komposisi k i i i a produk-produk isolat protein susu dan produk termodifikasi kirnia atau enzim disajikan pada 'Ifibel 7. Befdasarkan Tabel 7 dijelaskan bahwa rata-rata kandungan protein produk kasein laktat dan modifikasinya yaitu dengan kisaran 82.396-90.396. natrium kaseinat dan modifikasinya yaitu dengan kisaran 83.2%-88.8%. dan kopresipitat dengan kisaran 84.1 %-91.0%. Hasil analisis statistik (lampiran 15b) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan protein isolat dari susu substandar berat jenis dengan susu substandar pH, demikian pula terdapat perbedaan kadar lemak maupun kadar abu. Kandungan protein tertinggi yaitu pada isolat kopresipitat substandar BJ (KRBTP) sebesar 87.6% (kopresipitat substandar pH = KRP-TP sebesar 84.1 96. berikutny a dalam bentuk kasein laktat (KLB-TP) sebesar 86.6% (KLP-TP = 82.3 %), dan natrium kaseinat (NKB-TP) sebesar 82.3 % (NKP-TP = 84.7 %). Antar produk isolat protein susu tanpa modifikasi, maka rata-rata kandungan
lemak isolat kasein laktat substandar pH (KLP-TP), kopresipitat substandar pH yaitu masing-masing (KRP-TP), dan natrium kaseinat substandar pH (NKP-TP) 2.8 $6, 1.9% dan 1.7 96, yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak produk isolat protein susu (KLB-TP, KRB-TP clan NKB-TP) yang diilasi dari susu sapi substandar BJ, yaitu masing-masing 2.9%. 2.8% dan 2.1% (lampiran 15b). Kadar abu produk isolat protein tanpa modifikasi susu substandar pH lebih tinggi (rata-rata 5.6%)dibandiigkan kadar abu produk isolat protein tanpa moditikasi susu substandar Bl (rata-rata 3.8%), yang dibabkan penggunaan NaOH untuk menetralisasi susu substandar pH sebelum proses pemisahan lemak dengan krim separator dalam rangka menstabilisasi protein susu (lampiran 15c). Dengan demikian
penggunaan NaOH untuk meningkatkan pH atau menetralisasi susu substandar pH mengakibatkan pemisahan lemak susu lebih baik, sehingga kadar lemak produk isoIat susu asal susu substandar pH lebih rendah dibandingkan dengan susu substandar FH.
n b e l 7 . Komposisi Kimia Produk Isolat Protein Susu dan Produk Termodifikasl Jenis I s o l a t
Perlakuan
Air
proteinf)
~nnak*)
~bu*'
C%Nx 6 . 3 8 )
........................ Substandar
%>.*.........
-*-.-----.
BJ
1 . Kasein L a k t a t (KLB)
Pankreatin Fosfori l a s i Papain Tanpa n m d i f i k a s i
2. Kopresipitat
(KRB)
Pankreatin Fosfori l a s l Papain lanpa d i f i k a s i
3 . Ma-kaseinat
CUKE)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa d if ik a s i
4.6 3.1 4.0 3.7
89.0 87.3 90.3 86.6
2.6 2.4 2.5 2.9
8.6 3.7 5.2 3.4
3.7 2.7 3.5 4.6
87.8 86.4 91 -0 87.6
2.2 2.3 2.2 2.8
7.5 3.9 5.5 3.5
3.2 2.1 3.9 2.0
85.9 85.8 88.7 83.2
1.5 1.6 1.7 2.1
6.8 3.3 7.6 4.5
4.5 2.7 3.8 3.6
87.4 85.1 88.7 83.4
2.3 2.3 1.8 2.7
9.2 4.6 5.5 5.0
3.4 2.8 4-9 3.1
87.1 86.1 90.7 84.1
1.6 1.4 1.5 1.9
9.0 5.3 9.2 5-9
2.7 2.8 3.7 4.7
85.8 85.0 87.8 84.7
1.3 1.3 1.5 1.7
8.2 5.0 9.4 5 -9
Substandar &4
1. Kasein l a k t a t (KLP)
Pankreatin Fosfori l a s i Papain Tanpa nmdif i k a s i
2. Kopresipitat
(1(RP)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa m o d i f i k a s i
3. Ma-kaceinat
CMKP)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa d if ik a s i
Keterangan : *) = berdasarkan berat kering
Sehubungan dengan komposisi kimia berbagai produk isolat protein susu, Morr (1982) menyajikan komposisi kimia produk produk isolat protein susu komersil, misalnya kandungan protein pada kasein laktat sebesar 95 %, natrium kaseinat (94%). dan kopresipitat (89-9496). dengan kandungan lemak maksimal masing-masing sebesar 1.5 56, sedangkan abu sebesar 4.0% (untuk natrium kaseinat),
2.2% (kasein laktat) dan 4.5 56 (kopresipitat). Seperti yang dikemukakan oleh Mom (1982) bahwa perbedaan komposisi kimii sangat dipengaruhi oleh perbedaan proses isolasi produk produk isolat protein maupun modifikasinya, disarnping penggunaan HC1 dan NaOH untuk netralisasi. Kandungan lemak produk produk isolat protein termodifikasi enzim lebih rendah dibandingkan produk produk isolat tanpa modifikasi, dilain pihak terjadi peoingkatan pada kandungan abu, ha1 ini disebabkan penggunaan jumlah dan konsentrasi NaOH yang tinggi pada saat hidrolisis berlangsung untuk mempertahankan kondisi pH reaksi. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian Ponnampalam et al.. (1987) terhadap Oat flour yang rnengemukakan bahwa modifikasi enzimatis oleh enzim alkalase menyebabkan peningkatan kandungan abu tetapi tidak mengubah komposisi kirnia produk modif*
lainnya. Sedangkan kandungan abu produk isolat
protein terfosforilasi lebii rendah dibandiikan pada produk isolat protein tennodifikasi enzim yang disebabkan akibat proses pencucian pada tahap isolasi protein termodifikasi kimia atau terfosforilasi.
B.
SUSUNAN ASAM ASAM AMINO PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU Hasil pengamatan terhadap komposisi asam asam amino isolat protein susu
kasein laktat, natrium W i t clan kopresipitat disajikan pada lhbel8.
Tabel 8. Komposisi Asam Amino Isolat Protein Susu : Kasein Laktat, Natrium Kaseinat, dan Kopresipitat dibandingkan dengan pola referensi FAOIWHOIUNU a) Asam amino
Kasein laktat
Natrium kaseinat
......--.....-mg/g 1. 2. 3. 4
.
5 .
6. 7. 8.
9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Isoleusin Leusin Lisin Met ionin Phenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Hietidin Aspartat Serin Glutamat Prolin Glisin Alanin Sistin Tirosin
27 55 44 15 29 25 -b) 33 39 16 43 36 122
-b) 12 15 -b) 21
Kopre- FAO/WHO/UNU eipitat re*) protein
.............
25 48 41 14 27 22 -b) 31 32
29 68
15
17
35 31 111 -b) 15 15 -b) 19
52 18 34 31 -b) 36 48 52 42 147 -b) 16 18 -b) 24
28 66 58 2sc' 63d) 34 11 35
-
-
-
Keterangan : a). FA0 (1990). b). tidak dianalisis c). metionin clan sistin (AAS = asam amino mengandung sulfur) d). fenilalanin dan tirosin (AAA = asarn amino aromatik)
Berdasarkan Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan produk produk isolat protein susu dalam bentuk kasein laktat, natrium kaseinat, maupun kopresipitat mengandung asam-asam amino yang lengkap (kecuali triptofan, prolin
dan sistin yang tidak d i i i s i s ) . Selanjutnya dihitung skor asam amino dari masingmasing p r o d u k i s o l a t p r o t e i n susu d e n g a n rnenggunakan p o l a r e f e r e n s i FAOIWHOIUNU (1985) sebagai standar, seperti yang tercantum pada Tabel 9.
Berdasarkan skor asam amino dapat ditentukan mutu gizi suatu protein, d a I m ha1 ini produk isolat protein susu, yaitu kasein laktat, natrium kaseinat dan kopresipitat. Tabel 9. Skor Asam Amino Produk Isolat Protein Susu Kasein Laktat, Natrium Kaseinat, clan Kopresipitat skor Asarn Amino Asam Amino Esensial
Kasein laktat
Natriurn kaseinat
Kopresipitat
1. ILE 2.
LEU
3. LYS 4 . AAS*' 5 . A=**)
6. 7 . 8.
rnR***) TRP VAL
Keterangan : a) asam amino pembatas *) asam amino sulfur (metionin dan sistin, hanya sistin tidak dianalisis) **) asam amino aromatik (fenilalanin dan tirosin) ***) triptofan tidak dianalisis
Dari Tabel 9 dapat diterangkan bahwa skor asam amino paling rendah pada produk isolat protein kasein laktat (60). natrium kaseinat (56). dan kopresipitat (72) adalah sama yaitu terletak pada asam amino esensial AAS (asam asarn amino yang mengandung sulfur, yang terdiri dari metionin dan sistin), ha1 ini menunjukkan bahwa asam asam amino belerang adalah asam amino pembatas pada semua produk isolat protein susu. Sebetulnya perhitungan ini belum lengkap karena asam amino sistin tidak dianalisis. Namun demikian Pomeranz (1985) mengemukakan bahwa pada kasein atau produk-produk susu maka asam amino metionin dan sistin merupa-
kan asam amino pembatas. Antar produk isolat protein susu, maka isolat kopresipitat menunjukkan kandungan asam asam amino yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan asam asam amino pada isolat kasein laktat atau natrium kaseinat. Modler (1985) menngemukakan bahwa kopresipitat mengandung 2 komponen protein utama dalam susu sapi, yaitu kasein (80% dari total protein susu) dan sisanya adalah protein whey yang banyak mengandung asam amino mengandung sulfur (misal, metionin clan sistin), dibandingkan pada kasein yang hanya merupakan komponen utama isolat kasein laktat atau natrium kaseinat. Asam amino lisin pada semua produk isolat protain susu juga lebih rendah dibandingkan pola referensi, hanya pa& isolat protein kopresipitat kandungan lisin lebih tinggi dibandingkan kedua isolat protein susu lainnya. Dijelaskan oleh Hurrel dan Finot (1983) seperti yang dikutip oleh Muchtadi (1993) bahwa cara pengeringan semprot pada produk-produk susu sapi dapat mengakibatkan kehilangan asam amino lisin sebesar 5-10%. dan bila kandungan laktosa cukup tinggi maka kehilangan lisin (dalam ha1 ini lisin terikat sebagai senyawa Amadori) dapat mencapai 1570% akibat reaksi Maillard. Akibat reaksi lanjut Maillard maka destruksi &pat terjadi pula pada triptofan dan metionin, karena berinteraksi dengan produk antara, misal dikarbonil dan aldehid. Ketersediaan semua asam amino esensial menurun termasuk leusin, disamping terbentuk ikatan silang antar asam asam amino yang menghambat difusi enzim pencernaan (Hurrel dan Finot. 1985). Komposisi asam-asam amino merupakan d a h satu faktor yang berpengaruh terhadap sifat fungsional suatu protein, disamping faktor-faktor yang lainnya, misalnya konformasi protein, struktur primer, berat molekul, distribusi muatan, atau
ikatan intra/intermolekoler. Bila residu grup non-polar molekul protein lebih tinggi. yang berarti kandungan asam amino non polar tinggi (misal, leusin, isoleusin, glisin, alanin, atau valin) maka sangat berpengaruh terhadap sifat sifat hidrasi protein, interaksi antar peptida, kelarutan dan aktivitas permukaan molehl protein. Sifat hidrofobik molekut protein tersebut memberikan kontribusi positif terhadap sifat
emulsifikasi, kapasitas buih atau pengikatan terhadap lemak, akan tetapi berpengaruh negatif terhadap kelarutan. Di lain f i k grup polar yang reaktif berperanan penting dalarn ikatan hidrogen, yang berpengaruh terhadap konformasi or-heliks dan struktur lipatan-0. Asam asam amino bennuatan berarti meningkatkan interaksi elektrostatik yang berpengaruh menstabilisasi struktur globular protein atau keterikatannnya dengan air, yang pada gilirannya memberikan kontribusi positif terhadap sifat hidrasi, kelarutan, pembentukan gel, dan aktivitas pennukaan (Pomeranz. 1985).
C. KARAKTERISTIK FUNGSIONAL PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU DAN PRODUK TERMODIFIKASI 1. Kelarutan dan Dispersibilitas
Pola umum kelamtan (Nitrogen Solubility Index atau NSI) maupun dispersibilitas (Protein Dispersibility Index atau PDI) pengaruh modifikasi kimia atau enzimatik pada produk produk isolat protein susu disajikan seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Nilai indeks kelarutan atau dispersibilitas menunjukkan prosentase protein yang tetap terlarut atau terdispersi sempurna dalam berbagai kondisi pH larutan, yaitu dimulai dari pH 3.0 sampai dengan 8.0. Dari Gambar 4 dan 5 dikemukakan bahwa Icelarutan maupun dispersibilitas produk produk isolat protein tanpa modifikasi atau modifikasinya paling rendah pada daerah antara pH 4.0 h i g g a pH 5.0, yang selanjutnya meningkat pada pH di atas atau di bawah pH tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Fox dan Mufvihlll (1982); Modler (1985) bahwa pH 4.5 mempakan titik isoelektrik kasein sebagai protein utama dalam produk-produk isolat protein susu dengan kelarutan yang minimum. Dalam ha1 ini kelarutan atau dispersibiitas produk protein termodifikasi
secara kimia maupun enzim meningkat pada pH 4.0 atau pH 5.0 (daerah sekitar pH isoelektrii) dibandingkan produk isolat tanpa modifikasi.
Gambar 4. Grafik Indeks Kelarutan Protein Kasein Laktat Substandar BJ dan Produk Termodifikasinya pada Berbagai pH
Gambar 5. Grafii Indeks Dispersibilitas Protein Kasein Laktat Substandar BJ dan Produk Termodifikasinya pada Berbagai pH
Hasil analisis statistik terhadap indeks kelarutan (Lampiran 1) dan indeks dispersibilitas (Lampiran 2) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kelarutan atau dispersibilitas antar produk isolat termodifikasi kimia maupun enzimatik dibandingkan dengan tanpa modifikasi. Setanjutnya diterangkan bahwa terdapat perbedaan kelarutan atau dispersibilitas berbagai produk isolat protein susu pada berbagai kondisi pH larutan. Dalarn ha1 ini terdapat pengaruh interaksi antara berbagai jenis produk isolat protein susu dengan pH larutan terhadap kelarutan atau dispersibilitas protein. Modifikasi enzimatis dengan enzim pankreatin ternyata meningkatkan kelarutan protein (hingga 47.6% - 70.4%) maupun dispersibilitas (hingga 45.2% -
68.7 46); modifikasi dengan enzim papain meningkatkan kelarutan (hingga 54.5 % 60.5 2)maupun dispersibilitas (hingga 51.5% produk isolat tanpa modifikasi (5.2 %
- 69.3 %)
-
pada pH 5.0. dibandingkan
- 6.7 %).
Antar jenis isolat termodifikasi enzim pankreatin (pada pH 5.0) maka isoiat kasein laktat substandar BJ (KLBE) atau substandar pH (KLPE) menunjukkan kelarutan lebii tinggi, masing-masing 70.4% clan 65.4% dibandingkan dengan isolat natrium kaseinat substandar BJ (NKBE) atau substandar pH (NKPE) yaitu sebesar
60.5 % dan 48.5 8 ,atau isolat kopresipitat substandar BJ (KRBE) atau substandar pH (KRPE) yaitu sebesar 5 1.9% dan 47.6%. Sedangkan pada dispersibilitas berturuttumt, yaitu KLBE = 68.7% dan KLPE = 63.9%; NKBE = 55.5% dan NKPE =
45.2%; KRBE = 50.2% d m KRPE = 49.7%. Antar produk temodifikasi enzim papain Uuga pada pH 5.0) maka produk isolat natrium kaseinat substandar BJ (NKBI) atau substandar pH (NKPI) menunjuk-
kan kelarutan paling tinggi, masing-masing 60.5% dan 58.7%. dibandingkan isolat kasein laktat substandar BJ (KLBI) atau pH (KLPI), yaitu sebesar 55.9% dan
54.5 46. atau dibandingkan dengan isoiat kopresipitat substandar BJ (KRBr) atau p H
(KRPI), yaitu sebesar 55.8% dan 55.1% (Lampiran lc). Pada dispersibilitas (pH 5.0), maka terjadi kecenderungan yang sama, yaitu produk isolat natrium kaseinat substandar BJ (NKBI) atau pH (NKPI) rnenunjukkan persentase paling tinggi, masing-masing 69.3 % dan 64.9 % , dibandingkan isolat kasein laktat subsiandar BJ (KLBI) atau pH (KLPI). yaitu sebesar 59.7 96 dan 58.5 %, atau dibandingkan dengan isolat kopresipitat substandar BJ (KRBI) atau pH (KRPI), yaitu sebesar 54.1% dan 5 1.5% (Lampiran 2c). Peningkatan kelarutan atau dispersibilitas pada isolat protein termodifikasi enzirn disebabkan oleh enzim pankreatin dan papain yang mereduksi berat molekul protein menjadi polipeptida dengan berat molekul lebih rendah, sehiigga meningkatkan keterikatan protein dengan air (Lahl dan Braun. 1994; Kim et al.. 1992; Chobert et al., 1988; Ponnampalam et al., 1987). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan kelarutan tersebut tergantung dari ukuran berat molekul komponenkomponen terhidrolisis dan tereksposnya gugus-gugus amino yang terionisasi dan gugus karboksil yang menyebabkan molekul protein semakin bersifat hidrofilik (Phillips d m Beuchat, 1981). Enzim pankreatin merupakan caampuran utama dari enzim tripsin dan khimotripsin, yang sekaligus mempunyai aktivitas ekso dan endopeptidase (Mahmoud, 1994) telah umum digunakan pada produksi protein terhidrolisis @rotein hydrolysates) untuk formulasi produk pangan d i b d m g k a n penggunaan enzirn yang hanya mempunyai aktivitas spesifik, misalnya papain, bromelin atau fisin, karena menghasilkan peptida, tripeptida, atau asam-asam amino yang dikehendaki. Hasil peIitian terhadap kasein (Frokjaer. 1994) dengan derajat hidrolisis 55% ternyata meningkat-
kan kelarutan protein mendekati 95% pada pH 4.0, sehiigga penggunaannya sangat luas untuk meningkatkan d a i gizi minuman (bevemges).
Modifikasi secara kimia dengan fosforilasi meningkatkan kelarutan (dari kisaran 19.0% hingga 32.6 %) maupun dispersibilitas protein (dari 18.O% hingga 32.4%) pada pH 5.0 namun peningkatannya lebih rendah dibandingkan dengan modifikasi enzimatis (Lampiran lc). Antar isolat protein termodifikasi fosfor (pada p H 5.0). maka isolat natrium kaseinat substandar BJ (NKBF)atau substandar pH (NKPF)menunjukkan kelarutan paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 32.6% dan 3 1.9% dibandingkan dengan isolat kopresipitat terfosforilasi (KRBF atau KRPF), masing-masing 22.5 % dan 20.9%. atau dengan isolat kasein laktat terfosforilasi (KLBF dan KLPF), yaitu masing-masing 21.8 56 dan 19.0% (Lampiran lc). Pada dispersibilitas, maka terjadi kecenderungan yang sama, yaitu isolat natrium kaseinat terfosforilasi substandar
BJ (NKBF) atau pH (NKPF) menunjukkan persentase paling tinggi, yaitu masingmasing 32.4 % dan 29.9 %, dibandingkan KRBF = 24.3 8 atau KRPF = 20.2%, atau dibandingkan KLBF = 20.3 5% atau KLPF = 18.1% (Lampiran 2c). Fosforilasi menyebabkan terikatnya sejumlah gugus fosfat yang bermuatan negatif pada molekul kasein sehiigga meningkatkan muatan negatif protein, yang berarti kelarutan lebih tinggi (Medina er al., 1992; Matheis ef al., 1983). Hasil penelitian pada kasein, dan serum globulin
menunjukkan bahwa fosfor dapat beri-
katan pada grup hidroksil dari residu serin, treonin atau tirosin, sedangkan pada Blaktoglobulin, serum albumin dan hemoglobin, fosfor dapat terikat pula pada grup amino pada liiin (Matheis dan Whitaker, 1984). Hasil penelitian Huang dan Kinsella (1986)
pada
protein
khamir
terfosforilasi menunjukkan peningkatan sifat
kelarutan dan viskositas, yang diduga akibat terikatnya gugus fosfor pada molekul protein. Woo et al.. (1982) menjelaskan bahwa semakin tinggi rasio POCl, dengan rnolekul protein yang ditarnbahkan, maka akan semakin tinggi kandungan fosfor
yang terikat secara kovalen dalam molekul protein. Waktu penambahan dan pH larutan protein sangat berpengaruh terhadap tingkat fosforilasi pada protein. Fosfor yang terikat pada grup c-amino dari residu lisin bersifat labil pada pH asam; demi-
kian pula pa& pH netrd, fosfor yang telah terikat pada molekul protein dapat terlepas pada suhu lamtan aqueous 2-37OC. Bila jumlah fosfor yang terikat hanya satu mol/mol protein, maka ha1 ini tidak berpengaruh terhadap sifat fungsional protein. Sedangkan bila jumlah fosfor terikat hanya sedikit (light), rnaka akan meningkatkan kelarutan protein pada daerah pH isoelektriya (Matheis dan Whitaker, 1984). Pada penelitian ini fosforilasi atau m o d i f i i i kimia pada produk isolat protein susu yaitu kasein laktat, kopresipitat dan natrium kaseinat hanya meningkatkan kandungan fosfor terikat ram-ram 0.196, yang ternyata berpengaruh terhadap kelmtan maupun dispersibilitasnya, khususnya pada daerah pH isoelektrik. Bila fosfor yang terikat secara kovalen pada molekul protein rnencapai lebih dari 50 mollmol protein. maka pada gilirannya akan terjadi ikatan silang dalam molekul protein. sehingga terjadi peningkatan sifat pembentukan gel yang berarti. Matheis dan Whitaker (1984) menjelaskan proses pengikatan gugus fosfor pada molekul protein (melalui gugus €-amino pada residu lisin) yang pada reaksi lebih lanjut dapat membentuk ikatan silang, yaitu sebagai berikut :
Protein -
protein-
b
---POCl,
+ FOCI,
-
Protein-
+ HOOC-Protein-Protein-N
hl
4OC1,
I -C
+ HCI
-Protein +HOPOCl,
II
0
2. Aktivitas dan Stabilitas Emulsi
Hasil pengamatan aktivitas dan stabilitas emulsi pada berbagai konsentrasi protein, diikuti pengaruh pemanasan pada suhu 80°C setiap produk isolat protein susu dan modifikasinya disajikan pada Gambar 6 sampai dengan Gambar 11. Dari data tersebut diterangkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas ernulsi antar berbagai jenis isolat protein susu yang digunakan, dan secara umum tingkat konsentrasi protein berpengaruh positif terhadap aktivitas emulsi, yaitu aktivitas emulsi cenderung meningkat dengan semakin tinggi konsentrasi protein yang digunakan (dari 0.4 % hingga 2.0%) pada kondisi pH 7 .O. Pemanasan pada suhu 80°C cenderung menyebabkan penurunan stabilitas emulsi produk isolat protein susu dan modifikasinya. Hasil analisis ragam pengaruh berbagai jenis isolat, tingkat konsentrasi protein dan pemanasan terhadap aktivitas dan stabilitas emulsi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara berbagai jenis isolat protein dengan tingkat konsentrasi protein, maupun dengan pernanasan. Interaksi jenis isolat protein susu dengan tingkat konsentrasi protein (Lampiran 3d), menunjukkan bahwa pada tingkat konsentrasi paling rendah (0.4%) maka produk isolat kopresipitat tanpa modifikasi (KRB-TP dan KRP-TP) menunjukkan aktivitas emulsi paling tinggi (60.7% dan 59.1%)dibandingkan dengan produk isolat kasein laktat tanpa modifikasi (KLB-TP dan KLP-TP) yaitu sebesar (48.4 % dan 47.6 %) maupun produk natrium k a s e i i t tanpa m o d i f h i (NK3-TP dan NKP-TP)yaitu sebesar (47.4% dan
46.6%). yang pada tingkat konsentrasi protein lebih tinggi (hingga 2.0%) maka aktivitas emulsi cenderung meningkat. Beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya emulsi, yaitu aniara lain jenis dan konsentrasi protein, jenis dan volume minyak/lemak, kondisi pH, volume dispersi, tipe homogenizer, dan tingkat homogenisasi (Pearce dan Kinsella, 1981).
Garnbar 6.
Gambar 7.
Grafik Aktivitas dan Stabilitas Ernuisi Isolat Protein Kasein Laktat Substandar BJ dan Produk Temodifikasinya pada pH 7.0
Grafik Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Isolat Protein Kasein Laktat Substandar pH clan Produk Termodifikasiya pada pH 7.0
Gambar8.
Gambar9.
Graflk Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Isolat Protein Kopresipitat Substandar B J dan Produk Termodifikasinyapada pH 7.0
Grafik Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Isolat Protein Kopresipitat Substandar pH dan Produk Termodifikasinya pada pH 7.0
Garnbar 10. Grafik Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Isolat Protein Natrium Kaseinat Substandar BJ clan Produk Termodifikasinya pada pH 7.0
Gambar 11. Gdk Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Isolat Protein Natrium Kaseinat Substandar pH dan Produk Tennodifikasinya pada pH 7.0
Hasil akhir formasi emulsi juga ditentukan oleh volume emulsi, peralatan pembentukan emulsi, seperti tipe blender. kecepatan dan lama operasi alat, tipe dan jumlah minyak/lemak, berikut cara penambahannya. Konsentrasi protein sangat berperanan dalam menentukan luas area hidrofobik maupun hidrofilik protein yang menstabilisasi globula 1emaWrninyak (Shimizu ef al.. 1983). Kondisi pH erat hubungannya dengan jumlah protein terlarut, yang akan langsung diadsorpsi pada permukaan antar minyak dan air, dan pada gilirannya menurunkcin tegangan permu-
kaan pada saat pembentukan ernulsi yang stabil. Seperti diketahui bahwa isolat kopresipitat mengandung 2 komponen utama protein susu, yaitu kasein dan protein whey (Modler, 1985). dengan demikian diduga kopresipitat mengandung jumlah gugus hidrofilik maupun hidrofobik yang lebih tinggi dari pada isolat kasein laktat atau natrium kaseinat yang hanya mengandung protein utarna kasein, yang akhirnya menghasilkan aktivitas emulsi yang tinggi. Franzen dan Kinsella (1976)mengemukakan bahwa pembentukan aktivitas emulsi optimum bila terdapat keseimbangan antara gugus hidrofobik yang berinteraksi dengan lemaklminyak, dan gugus hidroftlik yang berinteraksi dengan air. Hal
ini ditunjang pula oleh hasiil analisis asam amino (TabeI 8 ) pada isolat kopresipitat yang ternyata rnengandung asam asam amino hidrofobii (misal, leusin, isoleusin, valin, gIisin dan alanin) yang lebih tinggi dibandingkan pada produk isolat kasein laktat atau natrium kaseinat. Namun demikian natrium kaseinat juga merupakan suatu bahan pengemulsi protein terbaik diantara produk isolat kasein lainnya, karena
kemampuannya teradsorpsi dengan cepat pada interfaces, yang ha1 ini dipengaruhi oleh sifat hidrofobiknya. disamping merupakan strulrhu yang fleksibel, dan sifatnya yang amphifilik yaitu mengandung sisi hidrofilik dan hidrofobik secara bemmtan pada rantai molekulnya (Voutsinas et al.. 1983).
Pengaruh Modifknsi Kimia
Modifikasi kimia dengan fosforilasi menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas emulsi berbagai produk isolat protein susu (Lampiran 3g). Pada konsentrasi protein paling rendah (0.4 %) pengaruh fosforilasi cenderung meningkatkan aktivitas emulsi isolat lcasein laktat, (KLB-TP = 48.9% menjadi KLB-F
=
52.5 56, KLP-TP = 48.3 % menjadi KLP-F = 51.5 %), namun demikian peningkatan tersebut tidak berbeda nyata. Pada isolat natrium kaseinat fosforilasi nyata mening-
katkan aktivitas emulsi (NKB-TP = 48.5% menjadi NKB-F = 55.1%; NKP-TP = 47.6 % menjadi NKP-F = 54.0%). akan tetapi fosforilasi berpengaruh menurunkan aktivitas emulsi pada isolat kopresipitat (KRB-TP = 64.6% menjadi KRB-F = 57.8%; KRP-TP = 62.5 96 menjadi KRP-F = 56.0%). Hal ini diduga bahwa fosforilasi menyebabkan sifat hidrofilik molekul isolat protein susu meningkat, yang pada gilirannya berbeda pengaruhnya terhadap aktivitas emulsi antar setiap jenis isolat protein. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa formasi emuIsi sangat dipengaruhi oleh keseimbangan gugus hidrofilik dengan gugus-gugus hidrofobik yang terekpos kepermukaan molelcul protein yang akan berinteraksi dengan lernak/minyak. Matheis dan Whitaker (1984) melaporkan berbagai hasil penelitian tentang m o d i f h i kimia dengan fosforilasi (POCl,) terhadap laktalbumin, ovalbumin, liso-
zim, serum albumin, hemoglobulm yang ternyata memberikan pengaruh yang berbeda terhadap sifat fungsional masing-masing protein. Pada kasein terfosforilasi ternyata menunjukkan penurunan aktivitas emulsi, akan tetapi pada protein kacang kedelai atau B-laktoglobuli terfosforilasi terjadi peningkatan aktivitas emulsi.
Modifikasi produk isolat protein dengan enzim pankreatin maupun dengan papain ternyata menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas emulsi semua produk isolat protein susu (Lampiran 3g). Pada konsentrasi protein paling rendah (0.4%) ternyata modifikasi enzimatis dengan pankreatin pada isolat natrium kaseinat aktivitas emulsi cenderung meningkat, narnun hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan tersebut tidak berbeda nyata (NKB-TP = 48.5 % menjadi NKB-
E = 52.9%; NKP-TP
=
47.6% menjadi NKP-E = 50.0%). Sebaliknya pada isolat
kasein laktat, terjadi penurunan aktivitas emulsi (KLB-TP = 48.9% menjadi KLB-E = 41.7%; KLP-TP =
48.3 % menjadi KLP-E = 40.0%). dan ha1 yang sama juga
terjadi pada isolat kopresipitat terjadi penurunan aktivitas emulsi (KRB-TP = 64.6% menjadi KRB-E = 52.1%; KRP-TP = 62.5 % menjadi KRP-E = 46.0%). ModiNcasi enzimatis dengan papain ternyata mengakibatkan tidak terbentuk aktivitas emulsi sama sekali pada produk isolat kasein laktat maupun natrium kaseinat (pada konsentrasi protein paling rendah sebesar 0.4%), sedangkan pada isolat protein kopresipitat maka aktivitas emulsi sangat menurun (KRB-TP = 64.6 % menjadi KRB-I = 10.O%, KRP-TP = 62.5% menjadi KRP-I = 10.0%). Hal ini diduga bahwa hidrolisis isolat protein susu dengan enzim pankreatin atau papain mengakibatkan terbentuknya komponen-komponen terhidrolisis dengan berat mole-
kul terlalu rendah, sehiugga tidak dapat berfungsi sebagai e d g a t o r , dan kemungkin-
an lain adalah struktur hidrofobik menjadi rusak, sehingga tidak mampu berinteraksi dengan lemak/minyak. Mahmoud (1994) mengemukakan bahwa dengan derajat hidroiisis (D,) 5 % oleh enzirn protease asal fungi pada isolat protein kedelai, maka diiasilkan peningkatan kapasitas emulsi, akan tetapi dengan DH = 9 % . maka terjadi penunrnan kapasitas
emulsi yang sangat berarti. Demikian pula hasil penelitian pada kasein termodifikasi enzim pankreatin menunjukkan penurunan aktivitas emulsi dengan semakin tinggi derajat hidrolisis yang dilakukan. Peranan enzim protease yaitu menghidrolisis ikatan peptida tertentu atau spesifik (tergantung dari jenis enzim yang digunakan), dan pada gilirannya menghasilkan terekposnya struktur hidrofobik kepermukaan molekui protein dan langsung berinteraksi dengan lemaklminyak. Contoh, enzim tripsin merupakan suatu endopeptidase yang menghidrolisis ikatan peptida antara grup karboksil pada asam amino lisin dengan arginin, sehingga dapat meningkatkan sifat emulsifikasinya; dilain fihak khimotripsin akan menghidrolisis ikatan peptida pada triptofan, tirosin clan fenilalanin, yang berarti merusak struktur hidrofobik sehingga protein termodifikasi khimotripsin menunjukkan kapasitas emulsi yang rendah (lhrgeon et al., 1992a. dalam Mahmoud, f 994).
Ukuran berat molekul komponen terhidrolisis juga berperanan penting dalam menghasilkan aktivitas emulsi yang baik, dalam ha1 ini diharapkan jumlah residu asam amino dalam peptida-peptida terhidrolisis adalah lebih dari 20. Meskipun peptida-peptida kecil hasil hidrolisis akan berdifusi dan teradsorbsi dengan cepat pada interfaces (permukaan antara 1em;iklminyak dengan air). akan tetapi peptida tersebut tidak efmien menurunkan tegangan permukaan, sehingga tidak terjadi unfoM dan reorient seperti halnya protein (Turgeon et al.. 1991. dalarn Mahrnoud. 1994).
Pengatuli Penuurasan Pada Suhu 80DC Secara umum pengaruh interaksi antar jenis isolat protein susu dengan pemanasan, maka pernanasan hingga
selama 30 menit ternyata menyebabkan
emulsi tidak stabil, atau dengan perkataan lain bahwa stabilitas emulsi cenderung menurun, namun demikian stabilitasnya tergantung dari jenis isolat protein susu (Lampiran 3e). Sedangkan pengamh interaksi antara konsenuasi protein yang
digunakan dengan suhu
pemanasan (Lampiran 3f), maka stabilitas emulsi akibat
pemanasan hingga 80°C selama 30 menit tidak tergantung dari tinggi atau rendah konsentrasi protein, yang berarti secara keselumhan aktivitas emulsi cendemng menurun walaupun dengan penggunaan konsentrasi protein yang tinggi (hingga 2.0%). Hasil analisis ragam pengamh pemanasan 80°C terhadap stabilitas emulsi setiap produk isoiat protein dan produk modifikasinya (Lampiran 3g), ternyata pada produk isolat protein susu kasein laktat atau natrium kaseinat tanpa modifikasi (KLBTP, KLP-TP, NKB-TP dan NKP-TP) pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi, akan tetapi pemanasan sangat berpengaruh menurunkan stabilitas emulsi produk isolat protein kopresipitat tanpa modifikasi (KRB-TP dan KRP-TP). Hal ini ditunjang oleh pendapat Voutsinas, et al.. (1983) yang mengemukakan bahwa pemanasan berlebih pada emulsi whey protein atau B-laktoglobulin (jenis protein ini terdapat dalam KRB-TP dan KRP-TP) menyebabkan kemsakan sifat hidrofobik yang sangat berperanan dalam stabilitas ernulsi, namun demikian p e m a s a n sama sekali tidak berpengaruh terhadap stabilitas emulsi kasein, karena k i n merupakan konformasi random coil. Lebih lanjut &jelaskan bahwa sifat e m u l s i f i i protein sangat dipengaruhi oleh sifat hidrofobisitas dan kelarutannya secara bersamaan. Pada isolat protein kasein laktat dan kopresipitat termodifikasi enzim pankreatin (KLB-E, KLP-E. KRB-E dan KRP-E) atau papain (KLB-I. KLP-I, KRB-I dan KRP-I)
ternyata menunjukkan stabilitas emulsi yang rendah akibat pemanasan
pada suhu 80°C seIama 30 menit; dilain fihak stabilitas emulsi natrium kaseinat tennodifikasi pankreatin (NKB-E dan NKP-E)tetap tinggi. Pada produk isolat protein natrium kaseinat terfosforilasi (NKB-F clan NKP-
J?) juga menunjukkan stabilitas emulsi yang rendah, kecuali kasein Iaktat (KLB-F dan KLP-F) dan kopresipitat terfosforilasi (KRB-F dan KLP-F)menunjukkan aktivitas emulsi yang stabil akibat pemanasan. Dengan demikian terikatnya molekul fosfat
atau fosforilasi pada isolat
protein
kasein laktat clan kopresipitat menyebabkan
struktur protein lebih stabil akibat pengaruh pemanasan, sebaliknya modifikasi protein dengan enzim pankreatin pa& isolat protein kasein laktat (KLB-E dan KLP-E) dan kopresipitat (KRB-E dan KRP-E) menyebabkan tidak stabilnya formasi film protein pada interfaces (Mahmoud, 1994). Hal yang sama diterangkan pula oleh Volkert dan Klein (1979). bahwa pemanasan hingga suhu di atas merusak membran protein yang berfungsi sebagai stabilisasi emulsi.
3. Vikositas dan Pembentukan Gel
Sifat viskositas berperanan penting dalam suatu sistem pangan yang menghendaki kekentalan tertentu misalnya sup dan sebagainya. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan modifikasi kimia atau enzimatis, dan suhu terhadap viskositas (dengan kecepatan konstan dan pH 7.0) produk produk isolat protein susu disajikan pa& Tabel 10, sedangkan hasil analisis statistik pada Lampiran 4.
Dari Tabel 10 dikemukabn bahwa perlakuan modifikasi secara kimia dengan fosforilasi ternyata menyebabkan peningkatan viskositas pada semua produk isolat protein, sedangkan modifikasi enzimatis menurunkan viskositas secara umum. Peningkatan suhu hiigga 600C ternyata menurunkan viskositas produk isolat protein susu, kecuali pada isolat protein tennodifikasi papain terjadi kecenderungan peningkatan viskositas. Hasil analisis statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi sangat nyata antara berbagai jenis isolat berilcut modifikasinya dengan suhu terhadap viskositas produk isolat protein susu.
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Viskositas Produk Isolat Protein Susu (pada pH 7.0 dan kecepatan konstan) Jenie isolat
Perlakuan
Viskoeitas
suhatandar .
I. Kasein laktat (KLBI
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
2. Kopreeipitat
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modif ikaei
(KRB)
Pankreatin Foeforilasi Papain Tanpa modifikasi Substandar 1. Kasein laktat
2.
Kopresipitat
(KLP)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifiasi
(KRP) Pankreatin Fosforilaai Papain Tanpa modif ikaei Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa rnodif ikasi
Fosforilasi pada semua isolat protein susu yaitu kasein laktat (KLB dan
KLP), kopresipitat ( K R 3 clan KRP) dan natrium kaseinat (NKB dan NKP) ternyata meningkatkan viskositas dibandinglcan isolat lainnya, namun dernikian penbgkatan suhu hingga 60°C sangat nyata menurunkan viskositasnya. Namun dernikian antar
produk isolat protein terfosforilasi maka viskositas isolat kopresipitat terfosforilasi lebih tinggi (KFU3-F = 4002.2 cp dan KRP-F = 3815.9 cp) dibandingkan dengan isotat natrium kaseinat terfosforitasi atau kasein laktat terfosforilasi, yaitu berturutturut NKB-F = 2274.2 cp. NKP-F = 2262.2 cp. KLB-F = 1214.0 cp dan KLP-F = 1191.0 cp. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Matheis dan Whitaker (1984)
pada kasein, ovalbumin, dan serum albumin terfosforilasi yang menunjukkan peningkatan viskositas dibanding kan protein tanpa fosforilasi. Dalam ha1 ini Medina et al.. (1992) mengemukakan bahwa fosforilasi menyebabkan pengikatan gugus
fosfat secara kovalen pada molekul protein sehingga meningkatkan muatan negatif yang mengakibatkan terjadi peningkatan viskositas. Lebih lanjut diterangkan bahwa tergantung jumlah gugus fosfat yang terikat kovalen pada molelcul protein sehingga dapat menimbutkan intermolecular cross-lingking of proteins. Produk produk isolat protein termodifikasi baik oleh enzim pankreatin maupun papain menunjukkan viskositas lebih rendah dibandingkan produk isolat protein tanpa modifikasi, karena enzim protease yang digunakan menghidrolisis ikatan
peptida tertentu (hingga derajat hidrolisis = 6.1 %), sehingga mengubah
konformasi protein atau mereduksi berat molekul protein menjadi lebih sederhana. mengakibatkan viskositas lebih rendah dibandingkan isolat protein terfosforilasi atau tanpa modifikasi. Seperti yang dijelaskan oleh Chobert et al.. (1988) bahwa proteolisis menghasilkan peptida-peptida dengan berat molekul clan struktur sekunder lebih rendah, yang pada gilirannya menurunkan viskositas secara nyata. Pemanasan produk produk isolat protein susu berikut modifikasinya hingga
m0Cternyata menurunkan viskositas, kecuali pada kasein laktat dan natrium kaseinat termodifikasi enzim papain (Lampiran 4c) terjadi peningkatan viskositas. Mahmoud (1994) mengemukakan penurunan viskositas khususnya pada produk isolat protein termodifikasi enzim pankreatin atau protein hidrolisat mempakan s u m
karakterisasi spesifik, sehingga pemanfaatannya sangat berarti dalam pengkayaan gizi suatu sistem pangan, disamping dapat dilakukan peningkatan konsentrasi bahan kering atau protein pada suatu formufasi dalarn bentuk tepung. Peningkatan viskositas akibat pemanasan pada suhu 60°C pada protein termodifikasi enzim papain, khususnya pada kasein laktat (KLB-I, KLP-I), dan natrium kaseinat (NKB-I, dan NKP-I), sangat erat hubungannya dengan peningkatan gaya tolak menolak antar peptida, disamping msaknya sifat hidrofobik protein yang bertanggungjawab atas terjadinya thermal aggregation pada isolat protein termodifikasi enzim papain (Kohnhorst dan Mangino. 1985; Mangino et al.. 1987 dalam Mahmoud, 1994). Hal ini dengan jelas dapat dilihat pada pola elektroforesis (Garnbar 15), bahwa ternyata proses thermal agregation pada produk isolat kasein laktat termodifikasi papain (KLB-Idan KLP-I) dan natrium kaseinat termodifikasi papain (NKB-I dan NKP-I)menghasilkan suatu pita protein baru dengan berat molekul yang lebih besar dibandingkan kasein rnurni.
Pengamatan pembentukan gel produk produk isolat protein susu dan produk termodifikasinya dilakukan pada 6 tingkat konsentrasi
protein, yaitu 2.5, 5.0, 7.5.
10.0, 12.5, dan 15.0 persen. dalam rangka menentukan tingkat konsentrasi protein
paling rendah untuk pembentukan gel. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hingga konsentrasi protein mencapai 15 persen, semua produk-produk isolat protein susu maupun produk-produk modi-
fikasinya tidak membentuk gel, meskipun viskositas larutan semakin pekat, khususnya pada isolat protein susu yang terfoforilasi. Seperti yang diteranglcan oleh Schmidt (198 1) bahwa gel akan terbentuk akibat interaksi antara polimer-polimer dan polimer-pelarut dimana gaya tarik menarik dan tolak menolak yang terjadi
seimbang sehingga terbentuk suatu matrik yang dapat menahan air dalam jumlah besar. Selanjutnya dikemukakan bahwa dibutuhkan konsentrasi protein cukup tinggi oleh protein globular untuk membentuk gel, disamping tersedianya ion kalsium. Strange et al., (1993) mengemukakan bahwa pembentukan gel dan stabilitas buih pada kasein sangat erat hubungannya dengan ikatan disulfida yang akan membentuk formasi extended protein structures. Komponen kasein yaitu k-kasein dan as2-kasein hanya mengandung dua residu sistin, sedangkan kornponenp-kasein
(75 persen dari total kasein) sama sekali tidak mengandung residu sistin. Hasil penelitian Hiddink (1986) melaporkan bahwa isolat natrium kaseinat tidak menunjukkan pernbentukan gel (konsentrasi protein 10 %) dengan kondisi pH 5.8, 6.3 atau 6.7),rneskipun dengan penambahan kalsium hingga 0.6 % ; akan tetapi
isolat kopresipitat dapat membentuk gel pada pH 5.8 dengan penambahan kalsium yang sama, sedangkan pada pH 6.3 dan 6.7 maka penambahan kalsium hams lebih tinggi yaitu sebesar 1.2%. Dengan demikian pada penelitian ini, hingga konsentrasi protein 15 persen ternyata produk-produk isolat protein susu dan modifikasinya tidak dapat mernbentuk gel. 4. Kapasitas dan Stabilitas Buih
Hasil pengamatan kapasitas clan stablitas buih produk isolat protein susu dan produk termodifikasi nya disajikan pada Tabel 11. Dari data tersebut dikemukakan bahwa isolat kasein laktat tanpa modifikasi dan natrium kaseinat termodifikasi enzim papain ternyata tidak menunjukkan pernbentukan buih.
%be1 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Kapasitas dan Stabilitas Buih Produk Isolat Protein Susu dan Produk Termodifikasi Perlakuan
Kapasitas dan Stabilitas auih
Jenis Ieolat Awal Substandar
15 menit 30 menit
. .. . . . . .. .. ..
a
1. Kasein laktat (KLB)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
100 - 0 50 - 0 20.0 0.0
2. Kopresipitat
(KRB)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
3. Na-kaseinat
(NKB)
(%)
... .. ...
80.0 20.0 0.0 0.0
80.0 15.0 0.0 0.0
150.0 60.0 30.0 65.0
100.0 10.0 10.0 25.0
80.0 10.0 10.0 10.0
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpamodifikasi
150.0 42.5 0.0 80.0
100.0 30.0 0.0 30.0
70.0 10.0 0.0 10.0
1. Kasein laktat (KLP)
Pankreatin Posforilasi Papain Tanpa modifikasi
100.0 50.0 20.0 0.0
70.0 15.0 0.0 0.0
2. Kopresipitat
(KRP)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modif ikasi
100.0 45.0 20.0 67.5
100.0 10.0 10.0 25.0
100.0 10.0 10.0 10.0
3. Na-kaseinat
(NICP)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
150.0 47.5 0.0 70.0
80.0 25.0 0.0 25.0
65.0 10.0 0.0 10.0
Substandar Ey 70 - 0 10 - 0 0.0 0.0
Beberapa faktor yang m e m p e n g d i pernbentukan kapasitas buih antara lain yaitu kelarutan protein, kernampuan untuk terdifusi dan teradsorpsi pada permukaan. sifat hidrofobik, orientasi d m asosiasi antar polipeptida, viskositas dan hi-i
pro-
tein (Pomeranz, 1985). Hasil penelitian Townsend dan Nakai (1983) menunjukkan bahwa untuk penbentukan buih yang optimal rnaka dibutuhkan sifat hidrofobik dan viskositas yang baik, disamping sifat dispersibiiitas protein yang memadai.
Kapasitas buih rendah sangat erat hubungannya dengan persentase protein terlarut atau terdispersi yang juga rendah, sehingga tidak terbentuk formasi lapisan protein yang dapat berinteraksi dengan udara menghasilkan buih (Cherry dan McWatters 1981). Seperti diketahui bahwa buih merupakan sistem 2 fase yang terdiri atas gelembung-gelembung udara yang dipisahkan dengan lapisan film protein tipis yang stabil, sehingga kemampuan protein untuk membentuk suatu matriks yang multimolekuler sangat menentukan kapasitas dsan stabilitas buih yang d i i i l k a n (Britten dan Lavoie, 1992). Kapasitas buih produk isolat natrium kaseinat tanpa modifikasi mencapai 70.0 - 80.096, sedangkan modifikasi dengan enzim pankreatin ternyata meningkatkan
kapasitas buih mencapai rata-rata 150.0 96, dan bila termodifikasi enzim papain sama sekali tidak membentuk buih.
Perlakuan modifikasi dengan fosforilasi terhadap
natrium kaseinat menurunkan kapasitas buih hingga 40.0 persen. Modifikasi enzimatis dengan pankreatin meningkatkan kapasitas buih, disebabkan akibat hidrolisis terbatas (D, = 6.1%) maka molekul protein menjadi lebih terbuka sehingga jumlah udara yaag dapat berintegrasi juga meningkat. Seperti yang dikemukakan oleh Kinsella (1979). Cherry dan McWatters (1981) bahwa jumlah udara yang dapat berintegrasi dengan protein membentuk buih sangat bergantung pada jumlah gugus hidrofobik yang terbuka. Sedangkan bila modifikasi enzimatis menggunakan enzim papain maka khllsusnya isolat protein natrium k b i t (NKB-I dan NKP-I) tidak menunjukkan pembentukan buih. sedangkan pada isolat kassein laktat (KLB-I dan KLP-I) dan kopresipitat (--I
dan KRP-I) ternyata kapasitas
buih lebih rendah dbandingkan dengan produk isolat protein tanpa modifikasi. Hal ini diduga akibat kelarutan atau dispersibilitas yang juga rendah, viskositas yang tidak memadai, disamping terbentdmya formasi protein baru dengan berat molekd
yang lebih tinggi dari kasein murni (lihat pola elektroforesis pada Garnbar 15) yang pada gilirannya menghambat pembentukan buih. Sebaliknya modifikasi kimia menghasilkan kapasitas buih lebih rendah dibandingkan kaseinat tanpa modifikasi maupun modifikasi enzimatis oleh pankreatin, ha1 ini diduga adanya pengikatan gugus fosfat berarti terjadi peningkatan jumlah total muatan molekul protein, seperti yang dijelaskan oleh Huang dan Kinsella (1987) bahwa adanya peningkatan jumlah muatan total protein ternyata menghambat interaksi antara protein-udara sehingga pembuatan buih menurun dan menjadi tidak stabig. Dari hasil pengamatan stabilitas buih selama 30 menit, ternyata produk isolat protein termodifikasi enzim pankreatin menunjukkan stabilitas buih yang baik, khususnya pada isolat kopresipitat (awal KRB-E = 150% dan KRP-E = 100%. stelah 30 menit KRB-E = 80% dan KRP-E = 100%).Modler (1985) mengemukakan kopresipitat terdiri dari kasein dan protein whey, sehingga mengandung gugus hidrofobik yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat kasein laktat maupun natri-
urn kaseinat. Hal ini erat hubungannya dengan stabilitas rnatriks protein multimulekuler yang terbentuk, dan gugus hidrofobi yang terbulca (Britten dan Lavoie, 1992).
Untuk mempelajari penampalcan warm isolat berbagai produk isolat protein susu dan produk teamodifikasiiya secara objektif, maka dilalrukan pengukuran intensitas warna dengan menggunakan instrumen khromameter, berdasarkan sistem Hunter (Mackinney dm Litle.
1962) ( l i t Tabel 12).
Tabel 12. Warna Produk Isolat Protein Susu dan Produk Termodifikasi
berdasarkan Chromameter
sistem Hunter Jenis Isolat
Perlakuan -
L Substandar
b
a
BJ Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
89.0 88.9 89.3 89.6
-0.1 +l.1 +0.5 -2.5
+
Pankreatin Posforilasi Papain Tanpa modifikasi
89.8 90.2 91.3 90.4
-1.3 -0.5 -0.2 -2.5
+
6.6
+
6.4 4.8 8.2
(NICE)
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpamodifikasi
92.7 92.4 88.9 92.8
-0.5 +0.8 -0.2 -4.2
+ + +
1. Kaeein laktat (KLP}
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modifikasi
1. Kasein laktat
2. Kopresipitat
3. Na-kaseinat
(KLB)
(KRB)
0.5
+ 9.1
+
8.2 +12 - 8
+ +
5.2 2.7 4.1 + 5.6
Substandar
2. Kopresipitat
3. Na-kaseinat
(KRP)
(NKP)
91.4 90.1
87.8 81.7
Pankreatin Fosforilasi Papain Tanpa modif ikasi
91.1 90.6 91.1 92.3
Pankreatin Foeforilaai Papain Tanpa modifikasi
92.9 90.6 89.6 92.2
Sistem ini berdasarkan parameter L, a dan b. Parameter L (ligthness/&zrkness), dengan kisaran skala dari 0 hingga 100, yang berarti tingkat kecerahan suatu produk, dalam ha1 ini bila nilai mendekati 100 maka produk berwarna putih (tingkat kecerahan tinggi). Parameter a dengan kisaran skala dari - 80 hingga 100. yang menunjukkan besaran warna hijau sampai me*,
bila nilai a negatif, berarti warna
semakin hijau (greenish) dan bita semakin positif berarti produk berwarna semakin merah. Sedangkan b dengan kisaran -80 hingga 70, menunjukkan besaran warna biru hingga kuning; bila nilai b negatif berarti semakin bm,dan bila positif berarti semakii kuning. Sebagai warm standar digunakan warna putih dengan nilai L, a
dan b bermrut-turut yaitu 97.7, -0.5, dan +2.6. Berdasarkan Tabel 12 dengan mengacu pada warna putih standar (L = 97.7), maka diterangkan bahwa secara keseluruhan produk produk isoIat protein susu berikut modifikasinya berwarna putih dengan k o m b i i i warna kuning dengan tingkat yang berbeda-beda. Hasil analisis statistik (lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi k i i a atau enzimatis dan jenis isolat protein susu berpengmh sangat nyata terhadap warna, dalam ha1 ini derajat putih (L) produk isolat protein susu. Secara keseluruhan derajajat putih produk isolat protein termodifbsi enzim pankreatin (rata-rata L =9 1.1), dan produk isolat protein termodifikasi kimia (ratarata L = 90.5) nyata lebih tinggi dibandingkan produk isolat protein tanpa modifikasi (rata-rata L = 89.7) ataupun produk isolat protein termodifikasi enzim papain (rata-rata L = 89.6). Selanjutnya terdapat interaksi antara perlakuan modifikasi dengan berbagai jenis produk isolat protein susu. Dalarn hal ini warm produk isolat protein asal susu substandar berat jenis berbeda dengan susu substandar pH. Antar isolat tanpa modifikasi,
maka isolat protein kopresipitat (KRB-TP dan
KRP-TP) dan natrium kaseinat (NKB-TP dan NKP-TP) menunjukkan warna putih dengan tingkat kecerahan (L) yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat protein kasein laktat (KLB-TP clan KLP-TP). Pada penelitian ini isolat protein b i n laktat (KLB-TP dan KLP-TP) diproduksi menggunakan mikroba pembentuk asam laktat yang pada gilirannya mikroba tersebut akan m e n g h a s i i emzim laktase yang akan menghidrolisis laktosa Warn susu, sehingga membentuk viskositas menyerupai yoghurt, yaitu lebih tinggi
dibandingkan kopresipitat atau natrium kaseinat yang pada gilirannya sulit memperoleh presipitat yang terpisah baik. Pada pengeringan semprot, ha1 tersebut sangat menunjang terjadinya reaksi pencoklatan Maillard. seperti yang dikemukakan oleh Whistler dan Daniel (1985) bahwa laju reaksi pencoklatan akibat laktosa yang terhidrolisis akan lebih tinggi, apalagi diikuti konsentrasi asam amino lisin yang memadai dalam protein susu, sangat erat hubungannya untuk menimbulkan warna coklat. Dengan demikian isolat protein kasein laktat tanpa modifikasi (nilai b pada KLB-TP dan KLP-TP masing-masing sebesar
+ 12.8dan + 16.4. standar putih
dengan nilai b = +2.6) menunjukkan warna putih yang lebih kekuning-kuningan dibandingkan kopresipitat (nilai b pada KRB-TP dan KRP-TP, masing-masing sebesar
+8.2 dan +7 . 9 ) , atau natrium kaseinat (nilai b pada NKB-TP dan NKP-TP
masing-masing sebesar f5.6 dan +6.2). Kemungkinan terjadi reaksi pencoklatan tersebut ternyata mengakibatkan hasil penelitian ini menmjukkan bahwa kandungan asam amino lisin rendah (lihat TabeI 8) pada produk isolat protein susu yaitu kaseim laktat (44 mg/g protein), natrium kaseinat (41 mglg protein) dan kopresipitat (52 mglg protein).
D. POLA GEL ELEKTROFORESIS PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU DAN PRODUK TERMODWIKASI Hasil pengamatan pola gel elektroforesis berbagai isolat protein susu tanpa modifikasi dan isolat protein susu termodifikasi kimia atau terfosforilasi disajikan pada Gambar I2 dan 13; produk isolat protein susu termodifikasi
enzim parbeatin
pada Gambar 14. sedangkan produk isolat protein susu termodifikasi enzim papain pada Garnbar 15.
Morr (1979) mengemukakan bahwa banyak faktor yang berpengaruh terhadap sifat fungsional suatu protein, yaitu antara lain berat molekul, ukuran. konformasi, muatan total, sifat hidrofobik dan interaksi protein-protein. Kasein merupa-
kan 80 persen dari total protein susu, telah dilaporkan sebagai protein dengan struktur terbuka, karena kombinasi ikatan hidrofobik dan ikatan hidrofilik yang beraman p a d struktur primernya (struktur amphifilik), sehingga kasein dalam bentuk kaseinat (natrium atau kalium kaseinat) menunjukkan sifat emulsifikasi atau pembentukan buih terbaik dibandingkan dengan protein whey (Modler, 1985). Sebaliknya komponen protein whey rnemiliki sifat amphifilik yang terbatas dengan struktur globular yang peka terhadap denaturasi oleh panas, ha1 ini sangat erat hubungamya dengan sifat kelarutannya yang lebih rendah, misalnya pada produk isolat kopresipitat yang mengandung protein whey (Garnbar 12f dan Gambar 13c), narnun demikian karena mengandung komponen kasein dan protein whey maka sifat fungsional lainnya juga berbeda yaitu, misalnya viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan isolat kasein laktat (Gambar 12a atau Gambar 12b), atau isolat natrium kaseinat (Gambar 1% atau Gambar 13a). Pengaruh m o d i f h i kimia dengan fosforilasi pada semua isolat protein susu, meskipun tidak mengubah pola gel slab elekrroforesis d i b a n d i i isolat protein tanpa modifikasi, akan tetapi karena terjadi pengikatan fosfor pada molelcul protein, maka ha1 ini terutama berpengaruh meningkatkan viskositas produk isolat protein terfosforilasi (Gambar 12c dan Gambar 12d ; Gambar 13b, Gambar 13d. Gambar 13e dan Gambar 130. Dari Gambar 14 diterangkan bahwa hidrolisis terbatas oleh enzim panheatin terhadap semua isolat protein susu mengakibatkan hilangnya pita-pita pada kasein murni (K) pada gel elektroforesis dan membentuk beberapa pita dengan berat molekul yang lebih rendah dari pada kasein. Pada umumnya semua produk isolat protein susu, yaitu kasein laktat (a,, a2, b, dan b,), natrium kaseit (c,, c,
d, dan
protein termodifikasi enzirn juga berubah, yang secara langsung berpengaruh terhadap konformasi, stmktur dan berat molekul protein, yang pada gilirannya meningkatkan kelanrtan atau dispersibilitas protein khususnya pada pH isoelektrik. Hasil penelitian pola elektroforesis hasil hidrolisis berbagai produk isolat protein susu oleh enzim papain disajikan pada Gambar 15, yang ternyata sangat berbeda dengan hasil hidrolisis oleh enzim pankreatin. Dari Gambar 15 diterangkan bahwa khususnya produk isolat protein susu kasein Iaktat dan natrium kaseinat (a, b, c dan d) yang terhidrolisis oIeh papain selain menghasillcan peptida-peptida yang
lebih rendah dari 20 100, ternyata juga membentuk pita protein bum dengan berat molekul kira-kira 45 000, yang lebii besar dari berat molekul kasein murni (antara 24 092 dan 25 230). yang pada isolat kopresipitat (Garnbar 15e dan Gambar 150 pita
protein baru tersebut tidak jelas. Hal ini diduga terbentuk akibat interaksi antar peptida-peptida hasil hidrolisis sehigga membentuk suatu fonnasi protein bum. Kim (Lee) et al.. (1991) mengemukakan bahwa pemanasan protein terhidrolisis dapat menginduksi terjadinya interaksi antar peptida-peptida atau komponen protein yang disebut sebagai thermal agregation. Bila pemanasan pada suhu tertentn terhadap tingkat konsentrasi protein yang memadai untuk membentuk matriks tiga dimensi yang dapat menahan air, maka ha1 ini merupakan proses awal pembentukan gel protein. Dalam ha1 ini jenis enzim protease yang digunakan protein tertentu dapat mempengaruhi kelarutan, aktivitas emulsi atau thenad agregm.on. Dalgleish (1982) mengemukakan bahwa beberapa enzirn protease yang dapat menggumpalkan protein susu, antara lain yaitu renin, jenis enzim pro-
sulfhidrii.
yaitu papain, fisin dan bromelin, disamping tripsin. khimoaipsin dan icarboksipeptidase A dengan spesifikasinya masing-masing. Namun demikian pada prinsipnya enzim protease akan menghidrolisis salah satu komponen protein dari kasein, yang disebut sebagai k-kasein pada ikatan peptida tertentu, sehingga melepaskan suatu glikomakropeptida (caseinomucropeptide) yang bersifat hidrofilik dan larut, dan
E. PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP DAYA CERNA in vitro PRODUK
ISOLAT PROTEIN SUSU DAN PROTEIN TERMODIFIKASI Pengamatan pengaruh perlakuan terhadap daya cerna produk isolat protein susu dan produk termodifikasinya dilakukan secara in vitro dengan kasein murni sebagai pembanding, sehigga yang diperoleh adalah daya cerna relatif. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 6) dijelaskan bahwa daya cerna relatif berbagai produk isolat protein susu yang berasal dari susu substandar berat jenis (rata-rata 85.5%) lebih tinggi dibandingkan produk isolat protein asal susu substandar pH (rata-rata 83.9 2). Perlakuan modifikasi kirnia atau enzimatis, dan berbagai jenis produk isolat protein susu berpengamh sangat nyata terhadap daya cerna, selanjutnya terdapat interaksi antara berbagai jenis isolat protein susu dengan perlakuan modifikasi terhadap daya cerna relatif secara in vitro. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan modifikasi kimia atau enzimatis dengan enzim pankreatin dan papain terhadap rata-rata daya cerna berbagai produk isolat protein susu disajikan pada Gambar 16, maka ternyata perlakuan modifikasi enzimatis dengan papain menurunkan daya cerna produk isolat protein susu (68.2%), &bandingkan daya cerna produk isolat protein susu termodifrkasi enzim pankreatin (90.6%) atau kimia (85.3 96). atau daya cerna produk isolat protein tanpa modifikasi (84.8%). Hal ini diduga akibat terjadi interaksi antar komponen dari produk isolat protein terhidrolisis enzim papain yang membentuk suatu substansi yang tidak dapat diurai oleh enzim-enzim pencernaan, atau substansi tersebut menghambat penetrasi enzimemim pencemaan atau dengan cara menutupi sisi aktif enzim, yang pada gilirannya mengurangi kecepatan pencernaan protein termodifikasi oleh enzim papain.
Gambar 16. Diagram Batang Rata-rata Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Cerna
Relatif Isolat Protein Susu
Terjadinya interaksi antar komponen terhidrolisis pada produk isolat protein termodifikasi enzim papain, dapat dijelaskan lebih lanjut pada hasil pengamatan pola elektroforesis (Gambar IS), yaitu terbentuknya suatu pita protein baru dengan berat molekul yang lebih besar
(kira-kira 45 000) dari pada berat molekul kasein yang
merupakan komponen utama dalam produk isolat protein susu (25 000). sehingga laju kecepatan pencernaan terhadap komponen protein baru dengan berat molekul lebih besar cenderung menurun. Kim (Lee) et al.. (1991) rnengemukakan bahwa
pemanasan protein terhidrolisis dapat menginduksi terjadinya interaksi antar peptidapeptida atau komponen protein yang disebut sebagai thermal a g r e g a t i o n . Lebih lanjut dijelaskan bahwa bila pemanasan pada suhu tertentu terhadap tingkat konsentrasi protein yang memadai untuk membentuk matriks tiga dimensi. Dalgleish (1982) rnengemukakan bahwa beberapa cnzim protease yang dapas menggumpalkan protein susu, antara lain yaitu renin, jenis enzim protease sulfhidril, yaitu papain, fisin dan brornelin. Namun demikian pada prinsipnya enzim protease
tersebut akan menghidrolisis salah satu komponen protein dari kasein, yang disebut sebagai k-kasein pada ikatan peptida tertentu, sehingga melepaskan suatu glikomakropeptida (caseinomacropepfide)yang bersifat hidrofilik dan larut, dan suatu peptida lain yang tidak larut karena bersifat sangat hidrofobik, yaitu para-k-kasein. Pada tahap berikutnya, para-k-kasein ini akan berinteraksi dengan komponen lain dari kasein dengan tersedianya ion kalsium diikuti pemanasan yang mernadai sehingga membentuk suatu matriks tiga dimemi. Sehubungan dengan pemilihan enzim yang digunakan untuk modifikasi enzimatis atau untuk produksi protein hidrolisat, maka Lahl dan Braun (1994) mengemukakan bahwa penggunaan enzim dengan aktivitas yang luas adalah lebih efektif
dibandingkan enzim yang hanya memitiki aktivitas spesifik; misalnya
sekaligus memiliki aktivitas ekso dan endo-enzim sehingga diharapkan dapat diperoleh komposisi asam amino, peptida atau tripeptida yang dibutuhkan untuk suatu sifat fungsional tertentu. Salah satu enzim yang praktis dalarn protein produk pangan terhidrolisis dan banyak digunakan secara komersil adalah enzim pankreatin, yang mengandung campuran utama enzim tripsin dan khimotripsin, selain karboksipeptidase A dan B (Lahl dan Braun, 1994). Adler-Nissen (1986) mengemukakan bahwa
enzim pankreatin m e ~ p a k a nsalah satu protease asal hewan babi, yang menunjukkan spesifitas sangat luas, karena terdii dari campuran enzim tripsin, khi~~l~tripsin. elastase, karboksipeptidase A atau B, dengan kisaran aktivitas pada pH 7-9. Aktivitas tripsin dan khimotripsin terutama memecah protein menjadi polipeptida, yang dilanjutkan oleh karboksipeptidase A dan B, sehingga membentuk peptida-peptida atau tripeptida, atau asam-asam amino. Protease asai tanaman yang juga sering digunakan pada produksi protein terhidrolisis adalah papain kasar yang merupakan campuran dari papain (BM 21 OOO), khimopapain (EM 36 000) dan lisozim (BM 25 000). dengan spesifitas lebih
rendah dibandingkan pankreatin; sedangkan papain murni rnerupakan tipe enzim preotease sistin, dengan kisaran aktivitas masing-masing pada pH 5-9 dan pH 5-7. Diterangkan lebih lanjut bahwa komponen khimopapain yang paling aktif dan cocok untuk menghidrolisis protein daging atau jaringan hewan, karena pH daging adalah optimum untuk aktivitasnya. Modifikasi fosforilasi ternyata menunjukkan daya cerna produk isolat protein susu tidak berbeda nyata dibandingkan dengan daya cema produk isolat protein susu tanpa modifikasi (Lampiran 6b). Hal ini menunjukkan bahwa pengikatan molekul fosfor pada molekul protein akibat fosforilasi tidak menyebabkan terbentuknya ikatan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim yang berperanan datam pencernaan. Matheis dan Whitaker (1984) melaporkan bahwa bila jurnlah fosfor yang terikat hanya sedikit (light), maka akan meningkatkan kelarutan protein pada daerah pH isoelektriknya, akan tetapi bila fosfor yang terikat kovalen mencapai 50 mollmol protein, maka akan terbentuk ikatan silang. Hasil penelitian kandungan fosfor yang terikat pada produk isolat protein susu kasein laktat, kopresipitat dan natrium kaseinat terfosforilasi hanya sebesar rata-rata 0.1 % . Dengan demikian daya cerna produk isolat protein terfosforilasi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan isolat protein tanpa modifikasi, yang ha1 ini ditunjang oleh pendapat Matheis et al., (1983) yang
mengemukakan bahwa daya cerna kasein terfosforilasi tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kasein kontr01. Pada Garnbar 17 disajikan basil pengamatan rata-rata daya cema relatif antar berbagai jenis produk isolat protein susu. Secara umum daya cerna produk isolat protein natrium kaseinat (NKB = 89.7%) atau (NKP = 87.6%) lebih tinggi dibandingkan daya cerna produk isolat protein kasein laktat (KLB = 84.4%) atau
(KLP = 83.6%) atau produk isolat protein kopresipitat (KRB = 82.4%) atau (KRP = 80.6%). Pomeranz (1985) mengemukakan bahwa kelarutan produk isolat protein susu natrium atau kalium kasehat merupakan suatu produk dengan kelarutan yang
104 roo
--
.-
NK%
NKP
ULE J-nlr
KLP
.-
URB
.
-.
KRP
Iron-a
Gambar 17. Diagram Batang Daya Cerna Relatif Berbagai Produk Isolat Protein susu Keterangan : NKB = Natrium kaseinat susbtandar beratjenis NKP = Natrium kaseinat substandar pH KLB = Kasein laktat substandarberatjenis
KR3 = Kopresipitat substandar bexat jenis KLP
= Kasein laktat substandm pH
KRP = Kopresipitat substandar pH
tinggi dibandingkan dengan isolat protein susu lainnya, dengan demikian proses penetrasi enzim akan lebih mudah, yang pada gilirannya mempercepat interaksi enzim-substrat, dan hidrolisis protein meningkat atau dengan perkataan lain daya
cerna secara in virro meningkat. Hasil analsis ragam juga menunjukkan bahwa terdapat interaksi antar becba-
gai jenis produk isolat protein susu dengan perlakuan m o d i f i i terhadap daya cerna relatif produk isolat protein susu (Lampiran 6c). Dalam ha1 ini daya cerna produk isolat protein tennodifikasi
padmeatin yaitu produk natrium kaseinat substadar BJ
(NKB-E) d m natrium k a s e i i t substandar pH (NKP-E) yaitu masing-rnasing %.4% dan 93.9% paling tinggi dibandingkan dengan produk-produk isolat protein susu lainnya. Dalarn ha1 ini &duga bahwa suuktur molekul isolat protein terrnodifikasi enzim pankreatin menjadi lebih terbuka bang becarti struktur a - h e l i clan Bsheets
semakin berkurang, Modler. 1985) akibat hidrolisis enzim pankreatin (D, = 6.1 %), dengan demikian enzim-enzim pencernaan lebih mudah berpenetrasi ke dalam
molekul protein untuk memutuskan ikatan-ikatan peptida. sehingga daya cerna meningkat.
1
E STABILITAS SIFAT FUNGSIONAL PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU DAN PRODUK TERMODIFIKASI SELAMA PEFWXMPANAN 1. Kelarutan dan Diipersibilitas Hasil pengamatan stabilitas sifat kelamtan (pada pH 7.0) berbagai produk isolat protein susu selama penyimpanan 8 minggu pada suhu kamar, disajikan pa& Gambar 18 sampai dengan Gambar 23. Dalam ha1 sifat dispersibilitas (pada pH 7.0) produk isolat protein selama penyimpanan, juga menunjukkan kecenderungan yang sarna (Lampiran 7 dan 8). Berdasarkan data tersebut diterangkan bahwa semakin lama penyimpanan (8 minggu) maka rata-rata kelarutan atau dispersibilitas produkproduk isolat protein susu berikut modifikasinya cenderung menurun. Secara keseluruhan maka lama penyimpanan pada suhu karnar berpengaruh sangat nyata menurunkan
kelarutan (NSI) atau dispersibilitas (PDI) produk produk
isolat protein susu dan modifrkasinya (Lampiran 7b dan Sb), dan terdapat pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dengan berbagai jenis isolat protein susu dan modifikasinya.
IsoCat Kasein Lakrat. Kelarutan atau dispersibiiitas isolat kasein laktat termodifikasi kimia (KLBF atau KLPF) atau termodifikasi enzim pankreatin (KLBE atau
W E ) tetap stabil selama penyimpanan 6 minggu, sedangkan kelarutan atau dispersibilitas produk isolat protein termodifikasi enzim papain (KLBI atau KLPI) tetap stabil selama 8 minggu pada suhu kamar (Lampiran 7c dan 8c). Akan tetapi kelarutan isolat kasein laktat tanpa modifikasi (KLB-TP atau KLP-TP) hanya stabil selama penyimpanan 4 minggu, yang selanjutnya menurun (Lampiran 7c).
Kelamtan kasein laktat terfosforilasi (KLBF dan KLPF) pada awal penyimpanan rata-rata 76.7 % dan 75.6% menurun menjadi 68.4% dan 68.1 % setelah
8 minggu; kelarutan kasein laktat termodifikasi enzim pankreatin (KLBE atau KLPE) 87.7 % dan 84.6 % menurun rnenjadi 71.9% dan 74.0%; sedangkan kelarutan kasein
laktat terrnodifikasi e n z h papain (KLBI dm KLPI) 65.6% dan 63.7% turun menjadi 64.3 % dan 63.2 %. Kelarutan kasein laktat tanpa modifikasi sebesar 78.5 % (KLB-
TP) atau 75.9 % (KLP-TP) pada awal penyimpanan. ternyata menurun hingga 57.9 96 atau 57.8 % sesudah 8 minggu penyimpanan. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa isolat kasein laktat terfosforilasi atau termodifikasi enzim pankreatin ternyata menunjukkan kestabilan sifat kelarutan hingga 6 minggu, dibandingkan isolat tanpa modifikasi (4 minggu). Hal ini dapat diterangkan bahwa diduga selarna penyimpanan pada suhu kamar masih terjadi penyerapan uap air melalui bahan pengemas yang digunakan, yang pada gilirannya menimbulkan interaksi antar komponen dalam isolat protein susu sehingga terbentuk substansi yang tidak lamt (Pomeranz. 1985). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa kadar lemak isolat kasein laktat yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar
2.8% (Tabel 3) yang lebih tinggi dibandingkan produk isolat komersil, yaitu sebesar 1.5% dan ha1 ini sangat menunjang reaksi oksidasi l e d selama penyimpanan dan
tahap berikumya dapat berinteraksi dengan protein (Muchtadi, 1993).
Isold Kopresipitat. Kelarutan produk isolat kopresipitat tanpa mdifikasi (KRB-TP atau KRP-TP) berikut modifikasinya ternyata tetap stabii selama 8 minggu penyimpanan, yaitu secara keseluruhan pada akhir penyimpanan rata-rata kelarutan produk isolat kopresipitat masih mencapai sebesar 75.3 % (KRBF), 73.2 % (KRPF), 73.3% (KRB-TP). 70.7% (KRP-TP). 69.3%
(KRBE) dan 60.4 % (KRPE) (Lampiran7a).
(KRBI), 66.7% (KRPI), 64.0%
I n d r k r K ~ l a r u t r n(%)
eo
,
/
+ KL6-E
W KL6-F
*
KLB-I
KLE-TP
/
Gambar 18. Grafdc Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap lndeks Kelarutan Isolat Protein Susu Kasein Laktat Substandar BJ clan Produk Termodifhinya
,
Indekr K-larutan
a0
(XI
I
Loma Prnylmprnrn
+KLRE
KLPF % KLPI
(me)
* KLC-TP
Gambar 19. Grafik Pengarub Lami Penyimpanan terhadap Indeks Kelmtao lsolat Protein Susu Kasein Laktat Substandar pH dan Produk Termodifikasinya
lndekr K l l a r u t m (%) 77 76
--
73
--
ae
-b< --
67
--
7*
--
-
----.---- -
-
" , ,
A
i
t t
I
A
L
63
2
4
6
Clma Psnylmpman (mg)
Garnbar 20. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Indeks Kelarutan Isolat Protein Susu Kopresipitat Substandar BJ clan Produk Termodifikasinya
Gambar 21. Grafik Pengaruh L a m a Penyimpanan terhadap Indeks Kelarutan Isolat Protein Susu Kopresipitat Substandar pH dan Produk Temodifikasinya
Gambar 22. Grllfik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Indeks Kelarutan Isolat Protein Susu Natrium Kaseinat Substandar BJ dan Produk Tennodifikasinya
NKP-C W NKPP
I
3E NKP-I t N K P T P
Gambar 23. Grafrk Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Indeks Kelarutan Isolat Protein Susu Nabium Kaseinat Substandar pH dan Produk Termodifikasinya
Modler (1985) mengemukakan bahwa isolat kopresipitat mengandung komponen protein whey yang mempunyai struktur globular yang kompak, tetapi sangat mudah terdenaturasi akibat pernanasan; sehingga akibat prosesing diduga terbentuk interaksi protein-protein intermolekuler yang kuat. Dengan demikian meskipun selama penyimpanan mas& terjadi trammisi uap air melalui
kernasan yang diguna-
kan, akan tetapi ha1 ini tidak berpengamh terhadap kelarutan isolat kopresipitat. lsolat Natriurn Kaseinat. Kelarutan isolat natrium kaseinat terfosforilasi (NKBF atau NKPF) hanya stabil hingga penyimpanan 6 minggu, lalu selanjutnya menurun dari rata-rata 88.6% (NKBF) menjadi 83.6 % (8 minggu), dan 85.8 %
(NKPF) menjadi 80.3 % (8 minggu) (Lampiran 712). Pada natrium kaseinat tanpa modifikasi (NKB-TP dan NKP-TP) atau yang termodifikasi enzim pankreatin (NKBE dan NKPE) atau papain (NKBI dan NKPI) menunjukkan sifat kelarutan yang tetap stabil selama penyimpanan 8 minggu pada suhu kamar, yaitu ram-rata masing-masing sebesar 81.9%. 80.3%, 88.896, 88.7%. 62.4% dan 61.9% (Lampiran 7a). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelanatan h l a t natrium kaseinat tanpa modifikasi (NKB-TP atau NKP-TP),berikut protein termodifikasi enzim tetap sWi selama penyimpanan. Seperti yang dikemukakan oleh Pomeranz (1985) bahwa natrium atau kalium kaseinat merupakan produk dengan kelarutan yang tinggi. dibandingkan isoIat protein susu lainnya. Sifat kelarutan yang stabil selama penyimpanan mungkin disebabkan kasein memiliki konformasi random coil yang membentuk interaksi protein-protein yang sangat kuat dan stabil. Sedangkan sifat isolat natrium kaseinat terfosforilasi (NKBF atau NKPF) hanya stabil selama 6 minggu, hal ini diduga bahwa t e r b t n y a fosfor pa&
molekul protein menyebabkan
protein semakin bersifat hidrofiIik, yang akan menuhjang penyerapan uap air pada suhu kamar, sehingga lebih mudah terjadi interaksi antar komponen pada isoIat
protein dan membentuk substansi yang tidak larut. Namun demikian setelah 8 minggu penyimpanan kelarutan natriurn kaseinat terfosforilasi (NKBF = 83.6%; NKPF = 80.3%) tidak berbeda ny ata dengan natrium kaseinat tanpa modifikas (NKB-TP = 8 1.5 % ; NKP-TP = 80.2%) (Lampiran 7c).
2. Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas dan stabilitas emulsi hanya dilakukan terhadap produk isolat protein susu yang terbaik dari hasil karakterisasi sifat fungsional produk-produk isolat protein susu (Lampiran 9). Dalam ha1 ini terpilih 12 jenis isolat yang meliputi 6 isolat protein susu tanpa modifiiasi yaitu kasein laktat, kopresipitat dan natrium kaseinat yang berasal dari susu substandar BJ atau pH (KLBTP, KLPTP. KRBTP, KRPTP, NKBTP, dan NKPTP) berikut yang termodifikasi kimia atau protein terfosforilasi (KLBE KLPF, KRBF, KRPF. NKBF-dan NKPF)
. Aktivitas emulsi berbagai jenis isolat protein susu selama penyimpanan
(diamati pada konsentrasi protein paling rendah yaitu 0.4% dengan pH 7.0). &sajikan pada Gambar 2 4 hingga 26. Berdasarkan gambar tersebut dijelaskan bahwa aktivitas emulsi setelah penyimpanan produk isolat protein susu selama 8 minggu ternyata tidak stabil, atau dengan perkataan laia w a d i penurunan aktivitas emulsi. Analisis statistik (Lampiran 9b) menunjukkan bahwa aktivitas ernulsi produk isolat protein secara keseluruhan menurun sangat nyata selama penyimpanan 8 minggu, demikian pula terdapat per-
aktivitas emulsi antar setiap perlakuan
(Lampiran 9a dan 9b) clan w a d i pengaruh interaksi antara jenis isolat dengan Lama penyirnpanan. Demikian pula pengaruh pemanasan pada suhu 80°C selama 30 menit terhadap berbagai isolat protein susu yang telah mengalami penyimpanan selama 8 minggu mengakibatkan emulsi yang terbentuk menjadi tidak stabil (Lampiran 9f).
_
_-_
-_
Aktlvltas E m u l r l (X)
46
30 37
--
41
as 33
-
-
--
-
--
----
a .
- _
--
--
e
2
0
Lrrnr P,nylmpmnrn
+ KLB-F
(ma>
ULI-TP W K L P ~
* ULP-TP
Garnbar 24. Grafrk Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Emulsi Isolat Protein Kasein Laktat Substandar BJ dan pH, berikut Produk Terfosforilasi Aktlvltas Ernulrl
ei 68
---
0
e
2
Lmmr Panylmplnrn
+KRB-P +~
~ 6 - l -W pK R W
-
e
(ma)
* KRP-TP
Gambar 25. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan t e m p Aktivitas Emulsi Isolat Protein Susu Kopresipitat Substandar BJ dan pH, berikut Produk Terfosforilasi
Aktlvltar Emulrl (X)
56
,
--
2
--
--
6
4
Lama Penylmpanan (mg)
I
4NKB-F
t NKB-TP
NKP-F
* NKP-TP
I
Garnbar 26. Gratik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Emdsi Isolat Protein Natrium Kaseinat Substandm BJ dan pH, berikut Produk Terfosforilasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar produk isolat protein sum, maka
setelah 8 minggu penyimpanan produk isolat protein susu kopresipitat tanpa modifikasi (KRB-TP clan KRP-TP) atau yang terfosforilasi (KRBFdan KRPF) menunjukkan aktivitas emulsi yang lebih tinggi, yaitu berturut-turut 55.9 5%. 53.5%. 51. % dan
51.3%dibandiigkan isolat kasein laktat tanpa modifikasi (KLB-TP = 31.1% dan KLP-TP = 33.2%) atau natrium kaseinat (NKB-TP = 45.4% dan NKP-TP =
Chobert et al.. (1988) mengemukakan bahwa kelarutan suatu protein berhubungan erat dengan aktivitas dan stabilitas emulsi, karena protein yang terlarut
sempurna akan segera bermigrasi pada minyak/lemak - air interjizce dan menbent& formasi film yang stabil mempertahankan stabilitas emdsi. Voutsinas, er al
., (1983)
berpendapat bahwa sifat hidrofobik protein juga sangat mempengaruhi sifat
emulsifikasi suatu protein, disamping kelarutannya. Pada penelitian ini kelaruian atau dispersibilitas isolat protein menurun selama penyimpanan, yang berakibat terjadi penurunan aktivitas emuisi. Namun demikian rata-rata aktivitas emulsi produk isolat protein hingga 8 minggu penyimpanan masih mencapai 46.4%.
Seperti halnya pada aktivitas emulsi, maka untuk pengamatan stabilitas viskositas selama penyimpanan pada suhu kamar hanya dilakukan pada sampel yang rnenunjukkan viskositas terbaik dari hasil karakterisasi awal, yaitu 12 jenis isolat protein susu yang terdiri dari 6 jenis isolat tanpa modifikasi yaitu kasein laktat substandar BJ tanpa modifikasi (KLB-TP), kasein laktat substandar pH tanpa modifikasi
(KLP-TP), natrium kaseinat substandar BJ tanpa modifikasi (NKB-TP),
natrium kaseinat substandar pH tanpa modifikasi (NKP-TP), kopresipitat substandar BJ tanpa modifikasi (KRB-TP), kopresipitat substandar pH tanpa modifikasi (KRP-TP), dan 6 jenis isolat protein susu terfosforilasi yang meliputi kasein laktat substandar BJ terfosforilasi (KLBF), kasein laktat substandar pH terfosforilasi (KLPF), natrium kaseinat substandar BJ terfosforilasi (NKBF), natrium kaseinat substandar pH (NKPF), kopresipitat substandar BJ terfosforilasi (KRBF), dan kopresipitat substandar pH terfosforilasi (KRPF). Secara keseluruhan dari hasil analisis statistik (Lampiran 10 b) ternyata lama penyimpanan selama 4 minggu tidak berpengaruh terhadap stabilitas viskositas produk isolat protein susu (rata-rata viskosita awal 1463.5 cp dan setelah 4 minggu 1463.1 cp), namun demikian setelah peny impanan 8 minggu pada suhu karnar maka
viskositas rata-rata nyata menurun (menjadi rata-rata 1458.2 cp). Hasil analisis statistik juga menunjukkan terdapat interaksi antara lama penyimpanan pada suhu karnar dengan berbagai jenis isoIat protein susu terhadap
viskositas (Lampiran 10c). Dalam ha1 ini lama penyimpanan selama 8 minggu pada suhu kamar tidak berpengaruh terhadap stabilitas viskositas produk-produk isolat protein susu tanpa modifikasi, baik pada isolat kasein laktat substandar BJ tanpa modifikasi (KLB-TP : viskositas awal 221.5 cp, setelah 8 minggu menjadi 21 1.2 cp), kasein Iaktat substandar pH tanpa modifikasi (KLP-TP : viskositas awal 180.5 cp, setelah 8 minggu menjadi 170.8 cp), natrium kaseinat substandar BJ tanpa modifikasi (NKB-TP : viskositas awal 779.1 cp, setelah 8 minggu menjadi 775.4 cp) ), natrium kaseinat substandar pH (NKP-TP : viskositas awal 718.9 cp, setelah 8 minggu menjadi 712.7 cp), atau kopresipitat substandar BJ tanpa modifikasi (KRBTP : viskositas awal 469.6 cp, setelah 8 minggu menjadi 464.5 cp), kopresipitat substandar pH tanpa modifikasi (KRP-TP: viskositas awal 438.4 cp, setelah 8 minggu menjadi 433.1 cp). Demikian pula lama penyimpanan pada suhu kamar selama 8 minggu tidak berpengaruh terhadap stabilitas viskositas isolat kasein laktat terfosforilasi (KLBF : viskositas awaI 1214.2 cp, setelah 8 minggu 1213.2 cp), kasein laktat substandar pH terfosforilasi (KLPF : viskositas awal 1191.8 cp, setelah 8 minggu menjadi 1188.6 cp), natrium kaseinat substandar BJ terfosforilasi (NKBF:
viskositas awa12274.9 cp, setelah 8 minggu menjadi 2262.2 cp), dan kopresipitat substandar pH terfosforilasi (KRPF: viskositas awal 3816.3 cp, setelah 8 minggu menjadi 3805.8 cp). Sedangkan viskositas produk isolat protein susu natrium kaseinat substandar pH terfosforilasi (NKPF: viskositas awal 2262.6 cp, setelah 8 minggu turun menjadi 2256.9 cp) dan kopresipitat substandar BJ terfosforilasi (KRBF: viskositas awal 4002.2 cp, setelah 8 minggu turun menjadi 3982.2 cp) hanya stabil selama 6 minggu penyimpanan, yang selanjutnya menurun. Kinsella (1976) mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang erat antara hidrasi protein dengan viskositas, yang sangat dipengaruhi oleh konsentrasi protein, kondisi pH pengamatan, kuat ion dan suhu. Selanjutnya dijelaskan bahwa kondisi
penyimpanan merupakan salah satu faktor yang menentukan hidrasi protein, yang pada gilirannya protein membengkak (swelling) dan viskositas meningkat. Dalam ha1 ini kemungkinan pada beberapa isolat protein susu terfosforilasi (NKPF dan
KRBF) hidrasi protein tidak berkangsung baik akibat penyimpanan pada suhu kamar sehingga viskositas menurun sesudah penyimpanan 6 minggu.
4. Kapasitas dan Stabilitas Buih Stabilitas sifat kapasitas buih produk produk isolat protein selama 8 minggu penyimpanan dapat diiihat pada Gambar 27 hingga 32. Berdasarkan data tersebut dikemukakan bahwa secara keseluruhan bahwa kapasitas buih produk-produk isolat protein susu cendemng menurun ~elamapenyimpanan 8 minggu. Hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa fama penyimpanan
dan jenis isolat protein susu berpengaruh terhadap kapasitas buih isoIat protein, dan dalam ha1 ini terdapat pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dengan jenis isolat protein susu terhadap kapasitas buih. Dernikian pula lama penyimpanaan selama 8 minggu pada suhu kamar berpengaruh terhadap stabilitas buih berbagai produk isolat protein susu (Lampiran 1l d dan 11f) . Isolat protein kasein laktat tanpa modifikasi (KLB-TP dan KLP-TP) tidak membentuk buih, karena isolat protein ini diisolasi pada titik isoelektriknya (pH dengan kisaran 4.0 - 5.0). Demikian pula isolat protein natrium kaseinat termo-
difikasi enzim papain
(NKBI dan NKPI) juga tidak membentuk buih; kecuali isolat
kasein laktat termodifikasi papain (KLBI dan KLPI), dan kopresipitat termodif h s i papain (KRBI dan KRPI), yang membentuk buih pada awal penyimpanan yang masing-masing berturut-tumt sebesar 20.0 56, 20 56. 30% dan 20%. akan tetapi sesudah 2 minggu penyirnpanan dan selanjutnya sama sekali tidak menunjukkan sifat pembentukan buih.
Gambar 27. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat Kasein Laktat Substandar BJ dan Produk Protein Susu Termodifikasinya K a p a r l t a r Bulh ( X ) 1 4 0
T--
0
2
-
*
*
4
6
-
L m m r P-nylmpanan
I
+ ULP-E
t K L P F % KLP-I
* e
(ma) KLP-TP
1
Gambar 28. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat dan Produk Protein Susu Kasein Laktat Substandar pH Termodifikasinya
40
--
-
-
2
0
6
4
-
Lama P-nvlmpanan I
4 KRB-E
f
KRE-F
* KRE-I
8
(mg) KRB-TP
(
Gambar 29. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat Protein Susu Kopresipitat Substandar B J dan Produk Termodifikasinya
K ; 0 0
2
4
6
a
Lama Penylmoanan (mg)
Gambar 30. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat Protein Susu Kopresipitat Substandar pH dan Produk Termodifikasinya
3 1. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat Protein Susu Natrium Kaseinat Substandar BJ dan Produk Termodifikasinya
Gambar 32. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kapasitas Buih Isolat Protein Susu Natriurn Kaseinat Substandar pH dan Produk Tennodifikasinya
Sifat pembentukan buih berkaitan erat dengan kelarutan masing-masing isolat protein disamping sifat hidrofobifitas keseluruhan molekul protein (Dickinson, 1992; Townsend & Nakai. 1983). Lebih lanjut diterangkan bahwa stabilitas kapasitas buih sangat dipengaruhi oleh viskositas dan gugus hidrofobik terekspos yang tinggi. Indeks keiarutan protein isolat kasein Iaktat paling rendah pada titik isoeIektriknya (antara pH 4.0 dan 5.01, yang pada pH ini juga isolat diproduksi dan dikeringkan (Lampiran lc.), dengan demiktan tidak terjadi pernnbentukan buih. Hasil penelitian juga
rnenunjukkan bahwa viskositas produk isolat protein termodifikasi oleh enzim
papain nyata lebih rendah dibandingkan dengan isolat protein yang lainnya, yang mengakibatkan pernbentukan buih tidak memadai. Kapasitas buih isolat protein kopresipitat (KRB-TP dan KRP-TP) tetap stabil hingga 8 minggu penyimpanan, sedangkan kapasitas buih isolat natrium kaseinat (NKB-TP dan NKP-TP) masing-masing tetap stabil hingga 4 d m 6 minggu, ha1 ini diduga karena pada isolat protein susu kopresipitat terdapat interaksi protein-protein yang ekstensif antara protein whey dengan kasein, yang tidak ditemui pada produk isolat natrium kaseinat (Phillips et al., 1990). Antar produk isolat protein termodifikasi enzim pankreatin, maka isolat natrium kaseinat termodifikasi pankreatin (NKBE dan NKPE) menunjukkan kapasitas buih yang tetap stabil hingga 8 minggu penyimpanan dan lebih tinggi yaitu s e b e s a r 1 4 5 % d a n 1 4 0 % , dibandingkan d e n g a n isolat kasein l a k t a t (KLBE = 65.0% adan KLPE = 80.0%) yang hanya stabil 2 minggu atau isolat kopresipitat termodifikasi pankreatin (KRBE = 90.0% dan KRPE = 80.0%) yang stabil hingga rata-rata 4 minggu. Produk isolat protein susu terfosforilasi menghasilkan kapasitas buih yang tetap stabil selarna penyirnpanan, akan tetapi secara keseluruhan kapasitas buih lebih rendah dibandingkan dengan isolat protein tanpa modifikasi, yang ha1 ini diduga
karena pengikatan fosfor rnengakibatkan molekul protein semakin hidrofilik atau berkurangnya sifat hidrofobik protein. G. APLIKASI PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU DAN PRODUK TERMO-
DIFIKASI PADA PRODUK PANGAN Dari hasil karakterisasi sifat-sifat fungsional berbagai produk isolat protein susu, maka terpilih 10 isolat protein, yaitu kasein laktat terfosforilasi (KLBF dan KLPF); isolat kopresipitat tanpa modifikasi (KRB-TP dan KRP-TP) dan terfosforilasi (KRBF dan KRPF); dan isolat natrium kaseinat tanpa modifikasi (NKB-TP dan
NKP-TP) maupun yang terfosforilasi (NKBF dan NKPF), karena memiliki kelarutan dan dispersibilitas, dan viskositas yang memadai sebagai bahan penstabil (stabilizer) dalam pembuatan es krim. Dalam ha1 ini diharapkan dengan melarutnya bahan penstabil maka secara bertahap akan mengabsoprsi sejumlah molekul air sehingga menghambat mobilitas air bebas, disarnping membentuk viskositas, body dan tekstur yang halus pada es krim (FAO, 1978). Pada pembuatan bahan dasar minuman ringan @lain bevemges) digunakan 12
macam produk isolat protein susu, yaitu semua produk isolat protein termodifikasi enzim panheatin atau papain, karena memiliki viskositas sangat rendah dibandiigkan isolat protein susu terfosforilasi atau tanpa modifikasi, dengan kelarutan atau dispersibilitas yang memadai (rata-rata 67.8%) pada pH 6.0.
Hasil pengamatan over run es h i m , yaitu kenaikan volume adonan setelah menjadi es k r i i (5%)
dari berbagai isolat protein susu dibandingkan dengan penggu-
naan bahan penstabil gum arab disajikan pada Garnbar 33. Secara keseluruhan h a i l
over nm es k r i i , yaitu paling tinggi sebesar 37.6 96. yang ternyata iebih rendah dari
persyaratan mutu yang dikemukakan oleh Kotschevar (1974) bahwa salah satu persyaratan mutu es krim, yaitu memiliki over run sebesar antara 70-80% untuk es krim biasa, sedangkan untuk es k r i i skala besar 80-100%. Salah satu faktor utarna yang mempengaruhi tinggi atau rendah over run yang dihasilkan es krim adalah tipe mesin pembeku (confinuous ice cream freezer) yang digunakan, yaitu dilengkapi alat penyuntiklpernasukan udara (Desrosier dan TressIer, 1977; FAO, 1978). sehingga penyuntikan udara yang terkontrol pada saat proses pembekuan es krim berlangsung, sel-sel udara akan terdispersi dalam fase cair yang mengandung bahan - bahan terlarut hingga terbentuk formasi kristal es yang halus, yang diikuti pengembanganlpeningkatan volume akhir es krim dan menentukan tekstur es krii yang terasa sangat halus pada saat dikonsumsi. Hasil analisis statistik pengaruh jenis isolat protein susu sebagai bahan penstabil pengganti gum arab dalam pembuatan es krim menunjukkan bahwa terdapat perbedaan over run yang dihasilkan antar semua bahan penstabil (Lampiran 12). Penggunaan natrium kaseinat terfosforilasi asal substandar BJ (NKBF) dan kasein laktat terosforilasi asal substandar BJ (KLBF) menunjukkan over run nyata paling tinggi (masing-masing 37.6% dan 35.3 2)dibandingkan dengan penggunaan gum arab (22.2%). Penggunaan produk isolat protein susu terfosforilasi yang lain, yaitu kopresipitat terfosforilasi (KRBF dan KRPF), kasein laktat terfosforilasi asal substandar pH (KLPF), natrium kaseinat terfosforilasi substandar pH (NKPF),
dan
kopresipitat tanpa modifikasi asal substandar pH (KRP-TP) juga menghasilkan over
run yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (gum arab). Penggunaan produk isolat protein susu terfosforilasi sebagai bahan penstabil menghasilkan over run es krirn yang memadai karena ditunjang oleh sifat kelarutan atau dispersibilitas yang baik pada kondisi pH tertentu, disamping viskositas yang tinggi dan juga membentuk emutsi yang stabil, dan pada giiirannya menghasilkan tekstur es krim yang dikehendaki (lihat hasil uji kesukaan es e m ) .
Over Run (%) 40
7
----
Jenis holat
Garnbar 33. Diagram Batang Over-run Es Krim dari Produk fsolat Protein Susu d m Protein Terfosforilasi dibandingkan dengan Gum Arab Keterangan: KLB-F = Kasein Laktat substandar BJ terfoforilasi KLP-F = Kasein Laktat substandar pH terfoforilasi KRB-F = Kopresipitat substandar BJ terfoforilasi KRP-F = Kopresipitat substandar pH terfoforilasi NKB-F = Natrium Kaseinat substandar BJ terfoforilasi NKP-F = Natrium Kaseinat substandar pH terfoforilasi KRB-TP = Kopresitat substandar BJ tanpa mdifikasi KRP-TP = Kopresipitat substandar pH tanpa mdifikasi NKB-TP = Natrium Kaseinat substandar BJ tanpa mdifikasi NKP-TP = Natrium Kaseinat substandar pH tanpa mdifikasi GUAB = Gum Arab
Dengan demikian disimpulkan bahwa produk isolat natrium kaseinat tanpa modifikasi, kopresipitat tanpa rnodifikasi, dan semua produk isolat protein susu terfosforilasi dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada pembuatan es krim. Uji Kesukaan Es fim. Untuk mengetahui rnutu penerimaan konsumen terhadap es krirn dari penggunaan bahan penstabii berbagai produk isolat protein susu, rnaka dilanjutkan dengan uji organoleptik berdasarkan uji kesukaan terhadap tekstur, citarasa, dan warm plain es h i m ; nilai skala numerik yang digunakan dari angka satu (tidak suka) sarnpai dengan angka lima (suka) (Soekarto, 1985).
Tekstur Es Krim. Pengamatan tekstur es krim terutama berdasarkan ukuran kristal es krirn yang dihasilkan, dan ternyata tingkat penerimaan tekstur es krim dengan penggunaan 10 jenis produk isolat protein susu tanpa modifikasi atau terfosforilasi, juga tidak berbeda dengan tekstur es k r i kontrol (Lampiran 13 c), dengan nilai numerik dari 3.7 hingga 4.3 (3 = biasa hingga 4 = agak suka). Citarasa Es Krim. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap citarasa es krim dari sepuluh jenis produk isolat protein sum yang digunakan sebagai bahan penstabil ternyata satu sama lain tidak berbeda bila dibandingkan dengan penggunaan bahan penstabil gum arab (Lampiran 13 a). Ratarata nilai skala numerik yang diperoleh dari sepuluh produk isolat protein susu, yaitu antara 3.5 hingga 4.3 (3 = biasa hingga 4 = agak suka).
Warna Es Krim. Hasil pengamatan terhadap warna es krim yang dihasilkan, juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan warna antar penggunaan berbagai
produk isolat protein susu (Lampiran 13 b), dengan kisaran nilai numerik antara 4.3 hingga 4.7 (4 = agak suka hingga 5 = suka). Berdasarkan hasil pengamatan uji kesukaan es krim secara keseluruhan maka dapat disimpulkan bahwa produk isoIat protein susu natrium kaseinat tanpa modifikasi, kopresipitat tanpa modifikasi, dan semua produk isolat protein terfosforilasi dapat digunakan sebagai penstabil dalarn pernbuatan es k r i i , sebagai pengganti gum arab. 2. Bahan Dasar Miurnan Ringan Untuk mengetahui sampai sejauh mana terjadi penyimpangan citarasa, warna, dan konsistensi berbagai produk isolat protein termodifikasi enzim pankreatin atau papain yang diaplikasikan ke bahan dasar minuman ringan. maka dilakukan uji pembedaan berarah (Soekarto, 1985) terhadap citarasa, warna, dan konsistensi (konsentrasi protein dalam bahan dasar minuman ringan sebesar 2.9 1; Novo. 1990).
Cifarasa Bahan Dasar Minuman Ringan. Hasil pengamatan (Lampiran 14a) ternyata bahwa penggunaan produk isolat protein susu terrnodifikasi enzim papain menghasilkan citarasa minuman dengan skor yang paling rendah yaitu antara 1.2 hingga 1.8 (citarasa pahit sangat kuat), dibandingkan dengan skor citarasa produk isolat protein susu termodifikasi enzim pankreatin, yaitu antara 3.1 hingga 3.9 (3 = netral hingga 4 = agak lemah). Pederson (1994) mengemukakan bahwa timbulnya citarasa pahit pada protein terhidrolisis tebih disebabkan peptida-peptida yang terbentuk mengandung tebih dari satu asam amino yang bersifat hidrofobik, dibandingkan bila terdapat daIam kondisi asam amino bebas. Pada moIekul protein globular maka sebagian besar sisi
hidrofobik terletak di dalam molekul, sehingga tidak dapat berinteraksi dengan taste buds; sedangkan pada protein terhidrolisis maka peptida yang mengandung asamasam amino hidrofobik terekpos kepermukaan, yang pada gilirannya menimbulkan citarasa pahit. Hasil penelitian Matoba et al., (1970) yang dikutip oIeh Pederson (1994) menunjukkan bahwa citarasa pahit pada kasein terhidrosis enzim tripsin ditimbulkan akibat peptida-peptida yang mengandung beberapa asam amino hidrofobik yang berasal dari komponen B-kasein. Sebagai contoh peptida dengan citarasa pahit yang diisolasi dari kasein terhidrolisis tripsin yaitu mempunyai susunan asam amino seperti berikut :Gly-Pro-Phe-Pro-Ile-Val dan Phe-Ala-Leu-Pro-Gln-Tyr-Leu-Lys; peptida dari keju misalnya, Glu-Val-Leu- Asn dan Ala-Pro-Phe-Pro-Glu-Val-Phe. Namun demikian citarasa pahit akan rendah bila asam amino hidrofobik terletak pada posisi terminal C atau N pada peptida yang bersangkutan, dan citarasa pahit akan sangat rendah bila terdapat dalam kondisi asam amino hidrofobik bebas. Dengan demikian produk isolat protein terrnodifikasi pankreatin, yaitu natriurn kaseinat substandar BJ termodifikasi pankreatin (NKB-E) menunjukkan citarasa dengan skor paling tinggi (3.9). diikuti berturut-turut KLB-E. KRB-E, NKP-E.
KRP-E dan KLP-E dengan skor masing-masing 3.7, 3.6, 3.4. 3.4, dan 3,l yang berarti citarasa dengan rasa pahit yang sangat lemah.
Warna Bahan Dasar Minuman. Warna minuman antar penggunaan produk isolat protein susu satu sama lain berbeda (Lampiran 14 b). Penggunaan natrium kaseinat substandar BJ termodifikasi pankreatin (NKBE) menunjukkan skor warna tertinggi yaitu 3.7 (3 = netral hingga 4 = agak putih) atau kasein laktat substandar
EU (KLBE), sebesar 3.2 (3 = netral), sedangkan kopresipitat substandar &T (KRBI)
atau kasein laktat (KLBI) termodifikasi enzim papain menunjukkan
skor warna
masing-masing 3.6 (3 = netral hingga 4 = agak putih). dan 3.3 (3 = netral). Skor warna paling rendah yaitu pada penggunaan kopresipitat substandar BJ (KRBE) atau kasein laktat substandar BJ (KLPE) termodifikasi pankreatin, yaitu sebesar 2.4 (2 = agak kuning).
Konsistensi Bahan Dasar Minuman. Hasil pengamatan (Larnpiran 14c) rnenunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan konsistensi minuman dengan penggunaan produk isolat protein susu kasein laktat, natrium kaseinat atau kopresipitat, baik yang termodifikasi enzim papain atau pankreatin, dengan kisaran skor antara 2 . 9 hingga 4.1 (2
=
agak kental hingga 4 = agak encer). Narnun dernikian produk isolat
kasein laktat substandar BJ termodifikasi pankreatin (KLB-E) menunjukkan konsistensi yang paling tinggi yaitu rata-rata 4.1. yang berarti agak encer).
H, APLIKASI PRODUKSI PRODUK ISOLAT PROTEIN SUSU NATRIUM KASEINAT DAN KOPRESiPITAT Dl MILK TREATMENT PLANT GKSI mernpunyai empat buah Milk treatmant plants yang berlokasi d i Bandung, Boyolali, Pasuruan dan Malang. Keempat unit tersebut didirikan pada tahun 1981 dengan kegiatan utama dalam masalah pre-produksi clan pasca-produksi susu segar, sedangkan masalah produksi dilaksanakan KUDIKOP beserta anggotaanggotanya. Permasaiahan utama yang dihadapi peternak adalah distribusi susu segar ke IPS dan kapasitas pendinginan susu segar di KUDIKOP yang tidak memadai, sehingga tidak seluruh produksi susu para petemak dapat diserap. Sejak tahun 1989
Milk treatment di Bandung dan Pasuruan rnulai dikembangkan untuk memproduksi susu sterilisasi/pasteurisasidan yogurt, dengan merk Alam Murni (BCI, 1996).
Salah satu alternatif pengembangan kegiatan pasca-produksi susu di Milk
treatment, adalah pemanfaatan susu segar yang ditolak berdasarkan uji alkohol 75 % di tingkat perternak, atau KUDIKOP atau IPS (dalam ha1 ini disebut susu substandar pH) atau susu substandar yang ditolak berdasarkan berat jenis (susu segar inimasih ditoleransi di tingkat peternak, atau KUDIKOP, atau IPS), untuk digunakan sebagai bahan baku produk isolat protein susu. Natrium kaseinat, dan kopresipitat adaIah produk y ang dapat dikembangkan. Fasilitas unit pengolahan yang dibutuhkan untuk produk sejenis ini seperti krim separator, pendinginan @late cooler), pemanasan @late heat exchanger), homogenisasi dan deodirizer telah tersedia, termasuk tangki penyimpan (storage
rank), unit pasteurisasi sistem batch
.
dan peralatan pengemasannya (GKSI Wilayah
Jawa Barat, 1996; B C I , 1996), kecuali unit pengeringan semprot yang perlu dilengkapi. Fasilitas pendukung lainnya seperti sarana laboratorium , transportasi dan sarana penanganan bahan baku juga dapat dimanfaatkan. Diagram alir proses produksi produk isolat protein susu natrium kaseinat dan kopresipitat disajikan pada Gambar 34. Penelitian ini belum mencakup masalah kelengkapan data rendemen produk isolat protein susu, namun demikian berdasarkan asumsi dan data bahan baku hasil pengamatan, dapat diperkirakan sebagai berikut : Muller (1982) mengemukakan bahwa dengan sistem produksi kasein laktat yang serbaterus (continuous) daa telah dikembangkan secara ekstensif di Selandia Baru, maka dari rata-rata 20 000 -
50 000 kg susu skim per jam dipexoleh produk isolat kasein laktat sebesar 0.6 hingga
1.5 ton per jam (rata-rata 1.05 ton, yang berarti kira-kira 3.0% dari rata-rata jurnlah susu skim yang digunakan). Kalau diasumsikan kandungan protein dalam susu segar
I SUSU SUBSTANDAR
f
I
Netralisasi
I
+2M NaOH, pH 7
I
I
'--4 Pemisahan Lernak
a
lemak susu
SUSU SKIM
I
asidifikasi +2M HCI. pH 4.6
+ I
I
I
&
I
pernanasan 1
pernanasan pendinginan
dekantasi
I
PRESlPlTAT
I
PRESlPlTAT I
A pencucian 4X Netralisasl
+ 2M NaOH. hingga pH 6.6-6.8 I
Gambar 34. Diagram Alir Proses Produksi Isolat Protein Susu Natrium Kaseinat dan Kopresipitat
yang digunakan tersebut adalah 3 . 5 % (Mulvihill, 1991). maka dengan hasil perhitungan rendemen sebesar 3 . 0 % . berarti 85.7% dari total protein dapat diisolasi. Unmk memperkirakan rendemen produk isolat protein susu dari susu substandar pada penelitian ini, maka digunakan data kandungan protein susu substandar (berat jenis 1.0245) yang digunakan yaitu rata-rata 2.9% (kandungan rata-rata total bahan kering 11.8%. lemak 2 . 8 % , abu 0 . 7 % . dan kalsium 0.2 5%).
maka berdasarkan
asumsi tersebut maka jumlah rendemen kasar mendekati kandungan protein susu susbtandar yaitu kira-kira akan diperoleh kira-kira 2.9 kg produk isolat protein susu dari 100 kg susu substandar. Namun demikian, jika diperkirakan 80% protein yang dapat diisolasi, maka rendemen yang akan diperoleh adalah 80% dari 2.9 kg, yaitu sekitar 2.3 kg untuk setiap 100 kg susu substandar. Bila diasumsikan rata-rata jumlah susu substandar sebesar 1 % dari total produksi susu segar, maka untuk Jawa barat dengan total produk produksi tahun 1996 sebesar 106.541.2 ton per tahun dengan rata-rata berat jenis 1.025 (Laporan AnaIisa Rasio Persusuan di Jawa Barat tahun 1996/1997), maka jumlah susu substandar adalah 1,065.4 ton atau 1,065.400.0 kg. Dengan perkataan lain dapat diperoleh produk isolat protein susu dalam bentuk kopresipitat sebesar 10,654.0 x 2.3 kg yaitu sebesar 24.504.2 kg atau 24.5 ton per tahun. Namun demikian untuk ukuran suatu industri, maka jumlah produksi ini terlalu kecil. Mengingat prospek produk isolat protein susu yang cukup besar, maka sebaiknya sebagian dari p r d u k s i susu segar peternak (KUDIKoperasi) digunakan untuk produksi isolat protein susu. Dengan demikian, nilai tambah dari pengolahan susu ini akan diterima peternak bukan oleh industri pengolahan susu. Jika diasumsikan 50% dari produksi total susu segar KUDIKoperasi di Jawa Barat digunakan untuk memproduksi isolat protein susu, sehingga dapat diperoleh sebanyak 1,250.3 ton produk isolat protein per tahun. yang bernilai Rp. 62.5 milyar per tahun (diasumsikan harga produk isolat
protein susu natriurn kaseinat atau kopresipitat sebesar Rp. 50,000lkg; harga satu kg kasein teknis eks Jepang adalah sebesar Rp. 70.000, sedangkan kasein tehnis dari Sigma. adalah
Rp. 150,000 per kg). Sebagai bahan pembanding bila harga susu
segar yang diterima peternak rata-rata Rp. 532.52 per liter (Laporan Analisa Rasio Persusuan di Jabar 199611997). maka total penerimaan dari 5 0 % produksi susu segar hanyalah sebesar Rp. 27.7 rnilyar per tahun. Dengan demikian, dari pengolahan ini peternak memperoleh nilai tambah sekitar Rp. 34.8 rnilyar (Rp 6 2 . 5 rnilyar -
Rp. 27.7 milyar) per tahun. Jelas terlihat perbedaan keuntungan yang diterima jika peternak melalui KUDIKoperasi melakukan kegiatan pengolahan susu segar yang dihasilkannya. Disamping itu nilai tambah lain dapat diperoleh dari pemanfaatan lemak susu sebagai hasil sampingan dari proses produksi isolat protein susu tersebut. yaitu untuk pembuatan butter atau rnentega, atau dapat dimanfaatkan pula sebagai salah satu bahan baku utama dalam pembuatan es krim. yang disebut sebagai krim susu (cream). Bila diasumsikan kadar lemak susu segar sebesar 3 . 2 % (KPBS, 1996). maka dari 53,270.6 ton susu segar tersebut di atas dapat diperoleh pula lemak susu sebanyak 1.704.7 ton per tahun. Lemak susu atau cream sebanyak ini setara dengan Rp. 2 5 . 6 milyar p e r tahun (diasurnsikan harga lemak susu ini adalah sebesar
R p . 1 5 . 0 0 0 1 k g . s e d a n g k a n h a r g a c r e a m e k s P.T D a l e l D a i r y v i l l e a d a l a h Rp 20.0001kg). Dari pernbahasan di atas dapat disimpulkan bahwa memodifikasi Milk Treafnvnt
menjadi unit pengolah susu segar untuk menghasilkan isolat protein susu seba-
gai produk utama dan krirn susu sebagai hasil samping, nampaknya dapat meningkatkan nilai tambah susu dibandingkan dengan hanya sekedar menjual susu segar ke industri pengolahan susu.