49
KONTAMINASI/PENCEMARAN KADMIUM DAN PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN DI KAWASAN PERKOTAAN DAN INDUSTRI: STUDI KASUS DI SUB-SUB-DAS CILEUNGSI TENGAH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Abstrak Pencemaran logam berat pada sistem tanah merupakan salah satu masalah lingkungan serius, namun kepedulian terhadap hal ini di Indonesia masih belum memadai. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi status kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb pada tanah pertanian di kawasan perkotaan dan industri di wilayah subsub-DAS Cileungsi Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai lokasi studi kasus serta mengevaluasi pengaruh faktor pedogenik [pH H2O (pH), kadar liat (KL) dan bahan organik (BO)] serta faktor antropogenik [jarak lurus terdekat dari titik contoh ke alur sungai (JS), jalan raya (JR), jalan tol (JT) dan sentra industri (JSI)], termasuk faktor musim, kedalaman lapisan tanah, posisi transek dan tipe penggunaan lahan, terhadap kadar pseudo-total Cd (CdAR) dan Pb (PbAR). Faktor JS merepresentasikan ketinggian tapak atau elevasi titik contoh. Semakin rendah nilai JS, semakin rendah elevasi titik contoh. Lokasi penelitian merupakan lahan pertanian di kawasan perkotaan dan industri yang meliputi kecamatan Citeureup, Gunung Putri, Kelapa Nunggal dan Cileungsi, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan lapang dilakukan di 30 titik, namun contoh tanah hanya diambil di 15 titik yang mewakili 4 tipe penggunaan lahan (lahan kering, sawah tadah hujan, kebun campuran dan pekarangan). Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-10 cm pada musim kemarau September 2005 dan pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm pada musim hujan Februasi 2006. Analisis tanah dilakukan terhadap kadar pseudo-total Cd dan Pb (Aqua Regia, HCl:HNO3=1:3), pH H2O, C-organik dan tekstur. Status kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb dalam tanah dievaluasi berdasarkan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (2000). Kadar maksimum CdAR pada lapisan 0-10 cm pada musim hujan 2006 > musim kemarau 2005, namun kadar maksimum PbAR relatif sama di kedua musim. Pada lapisan 0-30 cm di musim hujan 2006: (i) Kadar CdAR (1.71; <1.00-9.11 mg.kg-1) < PbAR (54.96; 20.04-129.03 mg.kg-1), namun nilai indeks c/p Cd (2.31; 0.00-11.65) > c/p Pb (0.55; 0.22-1.14) yang menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian telah terkontaminasi sangat rendah hingga tercemar berat oleh Cd dan terkontaminasi ringan hingga tercemar sangat ringan oleh Pb; (ii) Kadar CdAR menurun dan PbAR meningkat dengan kedalaman dari 0-30 cm; (iii) Kadar CdAR pada bagian tengah > hulu > hilir, sedangkan kadar PbAR di ketiga transek relatif sama; (iv) Kadar CdAR tertinggi terukur pada sawah tadah hujan dan terendah pada kebun campuran, sebaliknya kadar PbAR terendah terukur pada sawah tadah hujan dan relatif sama di ketiga penggunaan lahan lainnya. Dari analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan: CdAR = – 0.002 pH + 0.108 KL – 0.085 BO – 0.431 JS – 0.352 JR + 0.058 JT + 0.645 JSI (R2=0.596, p<0.01, n=45) dan PbAR = – 0.535 pH + 0.132 KL – 0.197 BO + 0.369 JS – 0.252 JR – 0.170 JT + 0.093 JSI (R2=0.363, p<0.01, n=45). Kadar CdAR pada musim hujan 2006 lebih ditentukan oleh faktor antropo-
genik daripada faktor pedogenik, sedangkan PbAR dipengaruhi oleh keduanya.
Kata kunci: Cd, indeks c/p, kontaminasi, pencemaran, Pb, tanah pertanian.
50
Contamination/Pollution of Cadmium and Plumbum in Agricultural Soils in the Vicinity of Urban and Industrial Areas: Case Study in the Middle Cileungsi Sub-Sub-Watershed, Bogor District, West Java Abstract Heavy metals pollution in soil system has been considerd as a serious environmental problem; however less awareness has been given on this problem in Indonesia. This study was aimed at to explore the Cd and Pb contamination/pollution status in arable soils of the urban and industrial areas of the middle stream Cileungsi sub-sub-watershed, Bogor district, West Java as the case study location and to evaluate the effects of the pedogenic [pH H2O (pH), clay (CL), and organic matter (OM) content] and anthropogenic factors [straight nearest-distance from sampling points to the river channel (RC), main road (MR), toll road (TR) and to the industrial centre (IC)], including seasonal, soil depth, transect position, and land-use type factors, on the pseudo-total soil Cd (CdAR) and Pb (PbAR) content. The RC factor represents the sampling point elevation. The smaller the RC value, the lower the sampling point elevation. The study area was an arable soils covering Citeureup, Gunung Putri, Kelapa Nunggal, and Cileungsi sub-districts, Bogor district, West Java. The field observations were conducted at 30 points; however soil sampling were conducted only on 15 points representing four land-use types (dryland, rainfed ricefields, mixed farmland, and settlement garden). Soil samples were taken compositely at 0-10 cm depth for dry season September 2005 and at 0-10, 10-20, and 20-30 cm depths for rainy season February 2006. Soil analyses were carried out on pseudototal Cd and Pb content (Aqua Regia, HCl:HNO3=1:3), pH H2O, organic-C and texture. The soil Cd and Pb contamination/pollution status was evaluated based on the c/p index value calculated according to the Lacatusu (2000) procedure. The maximum CdAR at 0-10 cm depth in rainy season 2006 > dry season 2005, but almost the same for maximum PbAR at both seasons. At 0-30 cm depth in the rainy season 2006: (i) CdAR (1.71; <1.00-9.11 mg.kg-1) < PbAR (54.96; 20.04-129.03 mg. kg-1), but the value of c/p index of Cd (2.31; 0.00-11.65) > c/p of Pb (0.55; 0.22 – 1.14) which indicated that soils in the study area have been very-slightly contaminated up to heavily polluted with Cd and slightly contaminated up to very-slightly polluted with Pb; (ii) CdAR was decreasing while PbAR was increasing with the soil depths of 0-30 cm; (iii) CdAR at the middlestream > upstream > downstream parts, while PbAR was relatively comparable at the three transects; (iv) The highest and the lowest CdAR were measured at the rainfed ricefields and mixed farmlands, respectively. The lowest PbAR, on the contrary, was measured at the rainfed ricefields, while those at the other three land-uses were relatively not different. Based on the results of multiple linear regression analyses, it was derived the following equations: CdAR = – 0.002 pH + 0.108 CL – 0.085 OM – 0.431 RC – 0.352 MR + 0.058 TR + 0.645 IC (R2=0.596, p<0.01, n=45) and PbAR = – 0.535 pH + 0.132 CL – 0.197 OM + 0.369 RC – 0.252 MR – 0.170 TR + 0.093 IC (R2=0.363, p<0.01, n=45). The CdAR at the rainy season
2006 was affected more by the anthropogenic than those of the pedogenic ones, but by both factors for PbAR. Keywords: Cd, contamination, c/p index, Pb, pollution, arable soils.
51
Pendahuluan Kontaminasi/pencemaran tanah, sedimen, air dan udara oleh logam berat merupakan salah satu permasalahan lingkungan serius kehidupan moderen. Fitotoksisitas akibat pencemaran logam berat dan akumulasinya dalam rantai makanan dapat mengganggu kesehatan manusia dan pada kasus ekstrim dapat mengganggu kehidupan dan keanekaragaman hayati flora-fauna di ekosistem daratan maupun perairan (Beyer 2000). Pada kondisi normal sekalipun, logam berat dapat dijumpai di seluruh jenis tanah dengan kisaran kadar dalam satuan sepersejuta (mg.kg-1) hingga persen (%). Kontaminasi merujuk pada kisaran kadar logam berat dalam tanah yang belum atau tidak akan segera mengakibatkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan, sedangkan pencemaran merujuk pada kisaran kadar logam berat dalam tanah yang telah mengakibatkan dampak negatif terhadap sebagian atau seluruh komponen lingkungan (Lacatusu 2000). Mobilisasi ke biosfer akibat pelepasan ke atmosfer, pedosfer dan hidrosfer dari berbagai aktivitas yang tidak dapat diidentifikasi sumbernya (non-point source) maupun dari aktivitas spesifik yang dapat diidentifikasi dan dilacak sumbernya (point source) merupakan salah satu proses penting dari siklus geokimia logam berat (Bilos et al. 2001). Sistem tanah-tanaman merupakan sistem yang terbuka. Berkenaan dengan logam berat, asupannya antara lain bersumber dari deposisi atmosferik dan kontaminasi/pencemaran in situ dari bahan yang mengandung logam berat, sedangkan keluarannya misalnya melalui pemanenan biomassa tanaman, pencucian, erosi dan volatilisasi (Alloway 1995a). Kadmium (Cd) dan plumbum (Pb) merupakan logam berat utama pencemar lingkungan. Keduanya tidak memiliki fungsi hayati bahkan merupakan toksikan bagi tumbuhan, hewan dan manusia (Kabata-Pendias & Pendias 2001). Kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb dalam tanah dapat berasal dari proses pedogenik (hasil pelapukan batuan induk) maupun proses antropogenik (akibat aktivitas manusia). Kadar Cd (mg.kg-1) pada batuan serpih/liat (0.22-<240) > beku basa (0.13) > beku ultrabasa (0.12) > granit (0.09) > batupasir (0.05) > batukapur (0.028), sedangkan kadar Pb pada batuan serpih/liat (0.23-<400) > granit (24) > beku ultrabasa (14) > batupasir (10) > batukapur (5.7) > beku basa (3) (Alloway 1995b).
52
Sumber antropogenik Cd antara lain: (i) deposisi atmosferik basah dan kering dari sisa oksidasi bahan bakar minyak (BBM), (ii) emisi insinerasi plastik dan aki bekas, serta (iii) pemanfaatan biosolid (padatan hasil-samping pengolahan limbah cair), pupuk dan pestisida yang mengandung Cd (Alloway 1995c; Bilos et al. 2001). Sumber antropogenik Pb antara lain: (i) emisi industri metalurgi, batubara, karet sintetis dan plastik, (ii) emisi sisa oksidasi BBM yang mengandung aditif anti letupan tetraethyl- dan tetramethyl-Pb, (iii) abrasi ban kendaraan, (iv) pembuangan limbah seperti aki dan cat, serta (v) aplikasi pupuk, insektisida inorganik dan biosolid yang mengandung Pb (Bilos et al. 2001; Davies 1995). Proses kimia utama yang mengatur perilaku Cd dan Pb dalam tanah melibatkan dua mekanisme molekuler (Gomes et al. 2001), yaitu: (1) adsorpsi nonspesifik atau pertukaran kation dapat-balik, dan (2) adsorpsi spesifik atau chemisorption akibat reaksi pengompleksan permukaan yang hampir bersifat tak dapatbalik (pembentukan ikatan kovalen, presipitasi, kopresipitasi dan pengompleksan organik). Berdasarkan kecenderungan membentuk ikatan kovalen, elektronegativitas, dan konstanta keseimbangan pK reaksi L2+ + H2O ' LOH+ + H+, adsorpsi Pb > Cd (Alloway 1995a; McBride 1994; Sposito 1989). Jika kadarnya cukup tinggi, Cd dan Pb masing-masing dapat membentuk presipitat octavite (CdCO3) pada tanah dengan pH tinggi dan pyromorphite dengan derajat kelarutan Pb5(PO4)3OH > Pb3(PO4)2 > Pb5(PO4)3Cl pada tanah dengan kadar P sangat tinggi (Lindsay 2001). Kopresipitasi atau presipitasi simultan dapat terjadi antara Cd dan Pb dengan mineral liat dan hidroksida (Alloway 1995a). Senyawa humik juga dapat membentuk kompleks koordinasi khelat dengan Cd dan Pb, namun ligan organik dengan bobot molekul rendah membentuk kompleks yang bersifat larut se-hingga mencegah terjadinya adsorpsi dan presipitasi (Stevenson 1980). Kapasitas adsorpsi terhadap Pb > Cd dan pada Alfisol > Ultisol/Oxisol. Selektivitas adsorpsi tanah-tanah tropis terhadap Cd dan Pb terutama dipengaruhi oleh pH, KTK, kadar bahan organik, liat, gibsit dan Fe/Al hidroksida (Appel et al. 2003; Gomes et al. 2001; Holm et al. 2003; Jin et al. 2005; Sauvé et al. 2000). Selain kawasan penambangan dan peleburan bijih logam, lahan pertanian di kawasan perkotaan dan industri juga rentan terhadap kontaminasi logam berat (Komarnicki 2005). Akumulasi logam berat dalam tanah pertanian dapat menye-
53
babkan fitotoksisitas, menurunkan mutu dan pemasaran produk, serta mencemari rantai makanan berikutnya (Islam et al. 2007). Beberapa peraturan-perundangan yang mengatur baku mutu udara dan air berkenaan dengan kadar bahan pencemar logam berat telah diterbitkan oleh Kantor Menteri Lingkungan Hidup RI, namun belum ada satupun produk hukum sejenis untuk media tanah. Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan penelitian lapang untuk mengeksplorasi kadar dan pengaruh faktor-faktor antropogenik dan pedogenik, termasuk musim, kedalaman tanah, posisi transek dan tipe penggunaan lahan, terhadap status kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb pada tanah pertanian di kawasan perkotaan dan industri di wilayah Sub-sub-DAS Cileungsi Tengah, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang dipilih sebagai lokasi studi kasus.
Bahan dan Metode
Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan kawasan industri dan permukiman yang meliputi wilayah kecamatan Citeureup, Gunung Putri, Kelapa Nunggal, dan Cileungsi, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jenis industri yang beroperasi meliputi industri makanan-minuman; pakaian jadi dan kulit, perkayuan; kertas, percetakan dan penerbitan; semen; kimia, petroleum, karet dan plastik; bahan galian bukan logam; logam dasar; mesin dan peralatan; serta industri pengolahan lainnya. Berada di sebelah Timur jalan tol Jakarta-Bogor, lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah sub-sub-DAS Cileungsi Tengah dan dilalui jalan raya Citeureup-Gunung Putri-Narogong-Cileungsi dengan arus lalulintas yang padat. Fisiografi utamanya dataran rendah dengan ketinggian tapak <200 m dpl, topografi dominan datar dengan kelerengan 0-8%, dan jenis tanah utama dari ordo Inceptisol yang berkembang dari bahan induk aluvium dari napal, batukapur dan batuliat (Lembaga Penelitian Tanah 1979). Penggunaan lahan dominan meliputi permukiman, sawah irigasi dan tadah hujan, kebun campuran, lahan kering dan zona industri. Menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson, lokasi penelitian bertipe iklim A dengan ≥8 bulan basah (curah hujan >100 mm) dan 0-1 bulan kering (curah hujan <60 mm). Curah hujan bulanan tertinggi dan terendah terjadi sekitar Januari
54
dan Agustus. Suhu udara 22.2-31.06 oC, kelembaban udara 74.8-87.9%, dan arah angin dominan dari Timur ke Barat (DTRLH Kabupaten Bogor 2004).
Pelaksanaan Penelitian Pengamatan lapang dilakukan pada musim kemarau September 2005 dan musim hujan Februari 2006 di 30 titik, namun pengambilan contoh tanah dilakukan di 15 titik yang berada di 3 transek (A, bagian hulu; B, bagian tengah; dan C, bagian hilir) yang mewakili 4 tipe penggunaan lahan (pekarangan, lahan kering, sawah tadah hujan, kebun campuran dan pekarangan) (Gambar 5). Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-10 cm pada musim kemarau dan pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm pada musim hujan.
Gambar 5
Peta lokasi titik contoh tanah di tiga transek (Transek A Hulu, B Tengah, C Hilir) dan posisinya terhadap alur sungai, jalan tol, jalan raya, dan sentra industri. Tipe penggunaan lahan pada titik 1, 3, 9 dan 12: pekarangan; 2, 5, 7, 13 dan 15: lahan kering; 4, 8, dan 10: sawah tadah hujan; 6, 11, dan 14: kebun campuran.
55
Penentuan Tingkat Kontaminasi/Pencemaran Logam Berat dalam Tanah Tingkat kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb tanah dievaluasi berdasarkan nilai indeks c/p menurut Lacatusu (2000). Prosedur dimulai dengan perhitungan nilai rujukan (Nilai A) berdasarkan rumus (Tabel 7) sebagai dasar evaluasi terjaditidaknya kontaminasi/pencemaran. Pada Tabel 7 juga disajikan nilai yang menunjukkan kadar Cd dan Pb tanah pada kisaran batas maksimum yang diperbolehkan (Maximum Allowable Limit, MAL) (Nilai B) dan kadar Cd dan Pb tanah yang menunjukkan telah perlunya dilakukan tindakan remediasi (Nilai C). Selanjutnya dihitung nilai indeks kontaminasi/pencemaran (c/p) yang merupakan nisbah antara kadar CdAR atau PbAR untuk setiap contoh tanah dengan nilai A dari seri ABC pada Tabel 7. Nilai indeks c/p >1 menunjukkan terjadinya pencemaran dan nilai indeks c/p <1 menunjukkan terjadinya kontaminasi (Tabel 8). Tabel 7 Nilai interpretasi kadar CdAR dan PbAR tanah menurut Lacatusu (2000) Logam Berat
Nilai A
Nilai B
Nilai C mg.kg
Cd Pb
0.4 + 0.007 (L* + 3BO**) 50 + L + BO
-1
5 150
20 600
* L = kadar liat <0.002 mm (%); ** BO = kadar bahan organik (%)
Tabel 8 Kriteria status kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah berdasarkan nilai indeks c/p menurut Lacatusu (2000) Nilai c/p
Makna
Nilai c/p
Makna
< 0.1 0.10 – 0.25 0.26 – 0.50 0.51 – 0.75 0.76 – 1.00
Kontaminasi sangat ringan Kontaminasi ringan Kontaminasi sedang Kontaminasi berat Kontaminasi sangat berat
1.1 – 2.0 2.1 – 4.0 4.1 – 8.0 8.1 – 16.0 > 16.0
Pencemaran sangat ringan Pencemaran ringan Pencemaran sedang Pencemaran berat Pencemaran sangat berat
Analisis Tanah Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB terhadap kadar pseudo-total Cd dan Pb (Aqua Regia, HCl:HNO3=1:3) (Ure 1995), pH H2O 1:1, C-organik (Walkley &
56
Black) dan tekstur (Pipet). Contoh tanah dikering-udarakan, disaring lolos saringan 2 mm (untuk analisis tekstur) dan 0.5 mm (untuk analisis lainnya).
Analisis Data Nilai indeks c/p diinterpretasikan secara deskriptif masing-masing untuk Cd dan Pb berdasarkan kedalaman lapisan tanah, posisi transek, tipe penggunaan lahan dan musim. Pengaruh faktor pedogenik (pH H2O [X1, pH], kadar liat [X2, KL] dan kadar bahan organik [X3, BO]) serta faktor antropogenik (jarak lurus
terdekat dari titik contoh tanah ke alur sungai [X4, JS], jalan raya [X5, JR], jalan tol [X6, JT] dan sentra industri [X7, JSI]) terhadap kadar CdAR dan PbAR [Y] dievaluasi berdasarkan
hasil
analisis
regresi
linier
berganda.
Analisis
dilakukan
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.5 yang melibatkan parameter faktor antropogenik dan pedogenik secara simultan sebagai peubah bebas (sumbu X) dan kadar CdAR dan PbAR sebagai peubah tak-bebas (sumbu Y) menurut persamaan umum: Y = a.X1 + b.X2 + c.X3 + d.X4 + e.X5 + f.X6 + g.X7. Faktor jarak lurus terdekat dari titik contoh tanah ke alur sungai [JS] merepresentasikan ketinggian tapak atau elevasi titik contoh. Semakin rendah nilai JS, semakin rendah elevasi titik contoh.
Hasil dan Pembahasan
Kadar CdAR dan PbAR serta Nilai Indeks c/p Cd dan Pb Data jarak lurus terdekat dari titik contoh tanah ke alur sungai, jalan tol, jalan raya dan sentra industri, nilai pH H2O (1:1), kadar liat dan bahan organik, serta kadar CdAR dan PbAR serta indeks c/p Cd dan Pb pada musim hujan Februari 2006 di bagian hulu, tengah dan hilir selengkapnya disajikan pada Lampiran 2-4. Berdasarkan Lampiran 2-4, pada Tabel 9-11 berturut-turut disajikan data rataan, minimum dan maksimum kadar CdAR dan PbAR serta rataan, minimum dan maksimum indeks c/p dan status kontaminasi/pencemaran Cd dan Pb di lokasi penelitian yang dikelompokkan berdasarkan kedalaman (0-10, 10-20, 20-30, dan 0-30 cm), posisi transek (hulu, tengah, dan hilir), serta penggunaan lahan (lahan kering, sawah tadah hujan, kebun campuran dan pekarangan).
57
Pada tanah lapisan 0-30 cm di musim hujan 2006, nilai rataan dan kisaran kadar CdAR (1.71; <1.00 – 9.11 mg.kg-1) < PbAR (54.96; 20.04 – 129.03 mg. kg-1). Namun, nilai rataan dan kisaran indeks c/p Cd (2.31; 0.00 – 11.65) > c/p Pb (0.55; 0.22 – 1.14) (Tabel 9-11). Nilai indeks c/p tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecemaran tanah oleh Cd adalah dari terkontaminasi sangat rendah hingga tercemar berat, sedangkan untuk Pb dari terkontaminasi ringan hingga tercemar sangat ringan. Secara agregat, hasil eksplorasi pada musim hujan Februari 2006 menunjukkan telah terjadinya pencemaran Cd dan Pb pada tanah-tanah pertanian di lokasi penelitian.
Pengaruh Kedalaman, Posisi Transek, dan Penggunaan Lahan terhadap Kadar CdAR dan PbAR Pada lapisan 0-30 cm, rataan kadar CdAR menurun sedangkan untuk PbAR meningkat dengan kedalaman (Tabel 9).
Rataan kadar CdAR (mg.kg-1) pada
lapisan 0-10 cm (2.18) > lapisan 10-20 cm (1.51) > lapisan 20-30 cm (1.44) dan sebaliknya rataan kadar PbAR (mg.kg-1) pada lapisan 0-10 cm (45.00) < lapisan 1020 cm (57.95) < lapisan 20-30 cm (61.92). Hal ini mengindikasikan bahwa pencemaran Cd di lokasi penelitian terutama berasal dari sumber antropogenik, sedangkan sumber pencemar Pb lebih bersifat pedogenik. Sumber antropogenik Cd dan Pb di lokasi penelitian antara lain berasal dari deposisi atmosferik basah dan kering dari emisi industri dan kendaraan bermotor, sedangkan sumber pedogeniknya adalah hasil pelapukan bahan induk tanah yang banyak mengandung Cd dan Pb yaitu bahan aluvium dari napal, batukapur dan batuliat/serpih (Alloway 1995b, 1995c; Bilos et al. 2001; Davies 1995). Rataan kadar (mg.kg-1) CdAR pada transek B (4.48) > transek A (0.51) > transek C (0.14), sedangkan rataan kadar PbAR di ketiga transek relatif sama (51.28-57.48) (Tabel 10). Hal ini mengindikasikan adanya sumber pencemar Cd antropogenik yang dominan di bagian tengah (transek B) lokasi penelitian. Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar titik-titik sentra industri dan jalan raya di lokasi penelitian berada di sebelah Timur posisi transek B. Di lokasi penelitian, dominansi arah angin dari Timur ke Barat memungkinkan terjadinya deposisi
58
atmosferik partikulat Cd yang bersumber dari kegiatan industri dan transportasi ke posisi transek B. Rataan kadar CdAR (mg.kg-1) yang terendah terukur pada penggunaan lahan kebun campuran (0.65), sedangkan yang tertinggi pada sawah tadah hujan (3.47). Sebaliknya untuk PbAR, rataan kadarnya (mg.kg-1) yang terendah terukur pada penggunaan lahan sawah tadah hujan (39.85), sedangkan di ketiga penggunaan lahan lainnya (53.53-60.77) relatif sama dan lebih tinggi daripada pada sawah tadah hujan (Tabel 11). Rendahnya rataan kadar CdAR dalam tanah di kebun campuran diduga berkenaan dengan terhambatnya deposisi atmosferik partikulat Cd oleh kanopi tanaman tahunan. Tingginya kadar CdAR pada lahan sawah tadah hujan diduga berasal dari akumulasi pupuk fosfat dan pestisida serta aliran permukaan yang mengandung Cd. Tabel 9
Kedalaman
Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbAR serta nilai rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan kedalaman tanah pada musim hujan Februari 2006 Min
Maks
Rataan
cm
mg.kg
0-10 10-20 20-30 0-30
<1.0 <1.0 <1.0 <1.0
CdAR 9.11 7.34 8.01 9.11
20.04 38.96 20.73 20.04
PbAR 81.80 103.32 129.03 129.03
0-10 10-20 20-30 0-30
Rataan
Status *
Min
Maks
Status *
-1
2.18 1.51 1.44 1.71
45.00 57.95 61.92 54.96
3.04 2.06 1.83 2.31
0.49 0.60 0.58 0.55
CR CR CSR CR
c/p Cd 0.00 11.65 KSR-CB 0.00 9.39 KSR-CB 0.00 9.10 KSR-CB 0.00 11.65 KSR-CB
KS KB KB KB
c/p Pb 0.22 0.39 0.26 0.22
1.14 0.91 1.01 1.14
KR-CSR KS-KSB KS-CSR KR-CSR
* CR Tercemar Ringan, CSR Tercemar Sangat Ringan, KS Terkontaminasi Sedang, KB Terkontaminasi Berat, KSR Terkontaminasi Sangat Ringan, CB Tercemar Berat, KR Terkotaminasi Ringan, KS Terkontaminasi Sedang, KSB Terkontaminasi Sangat Berat
59
Tabel 10
Posisi
Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbAR serta nilai rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan posisi transek pada musim hujan Februari 2006 Min
Transek
Maks mg.kg
Rataan
Rataan
Status *
Min
Maks
Status *
-1
A Hulu B Tengah C Hilir
<1.0 1.16 <1.0
CdAR 2.34 9.11 1.13
0.51 4.48 0.14
0.50 4.07 2.93
KS CS CR
c/p Cd 0.00 1.73 0.00 11.65 0.00 9.30
KSR-CSR KSR-CSB KSR-CB
A Hulu B Tengah C Hilir
20.04 20.73 36.17
PbAR 84.35 86.50 129.03
51.28 56.13 57.48
0.53 0.54 0.55
KB KB KB
c/p Pb 0.22 0.78 0.37 0.77 0.26 1.14
KR-KSB KS-KSB KS-CSR
* KS Terkontaminasi Sedang, CS Tercemar Sedang, CR Tercemar Ringan, KB Terkontaminasi Berat, KSR Terkontaminasi Sangat Ringan, CSR Tercemar Sangat Ringan, CSB Tercemar Sangat Berat, CB Tercemar Berat, KR Terkontaminasi Ringan, KS Terkontaminasi Sedang, KSB Terkontaminasi Sangat Berat
Tabel 11
Penggunaan
Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbAR serta nilai rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb berdasarkan tipe penggunaan lahan pada musim hujan Februari 2006 Min
Lahan
Maks mg.kg
Rataan
Rataan
Status *
Status *
<1.0
2.43
0.65
0.78
KSB
0.00
2.79
KSR-CR
<1.0 <1.0
8.01 5.45
1.70 1.20
2.06 1.97
CR CSR
0.00 0.00
9.10 9.30
KSR-CB KSR-CB
<1.0
9.11
3.47
4.70
CS
0.00 11.65
KSR-CB
c/p Pb
PbAR Kebun Campuran Lahan Kering Pekarangan Sawah Tadah Hujan
Maks
c/p Cd
CdAR Kebun Campuran Lahan Kering Pekarangan Sawah Tadah Hujan
Min
-1
36.17
86.50
53.53
0.53
KB
0.38
0.77
KS-KSB
32.42 129.03 20.04 81.80
60.77 60.10
0.57 0.63
KB KB
0.39 0.22
1.01 1.14
KR-KSB KR-CSR
20.73
39.85
0.46
KS
0.26
0.64
KS-KB
53.92
* KSB Terkontaminasi Sangat Berat, CR Tercemar Ringan, CSR Tercemar Sangat Ringan, CS Tercemar Sedang, KB Terkontaminasi Berat, KS Terkontaminasi Sedang, KSR Terkontaminasi Sangat Ringan, CB Tercemar Berat, KR Terkontaminasi Ringan
60
Pengaruh Musim terhadap Kadar CdAR dan PbAR pada Kedalaman 0-10 cm Berdasarkan hasil uji-t menggunakan data yang secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, rataan kadar CdAR maupun PbAR pada kedalaman 0-10 cm tidak berbeda nyata antara yang terukur pada musim kemarau September 2005 dan musim hujan Februari 2006 (Tabel 12). Namun, kadar maksimum CdAR pada musim hujan (9.11 mg.kg-1) lebih tinggi hingga 2.89 kali lipat dibandingkan pada musim kemarau (3.15 mg.kg-1) dengan nilai indeks c/p Cd maksimum pada musim hujan (11.65) yang lebih tinggi 2.39 kali lipat dibandingkan pada musim kemarau (4.88). Kadar maksimum PbAR pada musim hujan (81.80 mg.kg-1) hanya lebih rendah 8% dibandingkan pada musim kemarau (88.90 mg.kg-1) dan nilai indeks c/p Pb maksimum pada musim hujan (1.14) lebih tinggi 11% dibandingkan pada musim kemarau (1.03) (Tabel 12). Tabel 12
Kadar minimum, maksimum dan rataan CdAR dan PbAR tanah pada lapisan 0-10 cm serta nilai rataan, minimum dan maksimum indeks c/p Cd dan Pb pada musim kemarau September 2005 dan musim hujan Februari 2006 Min
Musim
Kemarau 2005 Hujan 2006
Kemarau 2005 Hujan 2006
Maks mg.kg
Rataan #
Rataan
Status *
Min
Maks
Status *
-1
c/p Cd
CdAR 0.00
3.15
1.61 a
2.22
CR
0.00
4.88
KSR-CS
0.00
9.11
2.18 a
3.04
CR
0.00
11.65
KSR-CB
PbAR
c/p Pb
15.15
88.90
51.80 a
0.57
KB
0.20
1.03
KS-KSB
20.04
81.80
45.00 a
0.49
KS
0.22
1.14
KR-CSR
# Berdasarkan hasil uji t, rataan kadar CdAR maupun PbAR pada musim kemarau September 2005 tidak berbeda nyata dengan pada musim hujan Februari 2006. * CR Tercemar Ringan, KS Terkontaminasi Sedang, KB Terkontaminasi Berat, KSR Terkontamnasi Sangat Ringan, KR Terkontaminasi Ringan, CB Tercemar Berat, CS Tercemar Sedang, CSR Tercemar Sangat Ringan, KSB Terkontaminasi Sangat Berat
Kadar maksimum CdAR pada musim hujan 2006 yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau 2005 dan relatif sama di kedua musim tersebut
61
untuk kadar maksimum PbAR berkenaan dengan mobilitas dan kelarutan Cd dalam sistem tanah yang lebih tinggi daripada Pb. Hal ini dikarenakan kapasitas sorpsi tanah terhadap Pb yang lebih tinggi daripada terhadap Cd (Alloway 1995a; McBride 1994; Sposito 1989). Oleh karena itu, Cd yang terdeposisi dan terakumulasi dalam tanah pada musim kemarau lebih mudah terlarutkan, tercuci, terperkolasi dan tertransportasikan oleh pergerakan air di musim hujan untuk selanjutnya terakumulasikan di lokasi penelitian dengan ketinggian tapak atau elevasi yang lebih rendah atau ke bagian lembah. Hal ini terindikasi dari lebih tingginya rataan kadar (mg.kg-1) CdAR pada titik #7 (6.23) dan #8 (7.40) yang berada lebih dekat ke alur sungai, sehingga elevasinya lebih rendah, dibandingkan pada titik #6 (1.61), #9 (3.48) dan #10 (3.02) (Gambar 5, Lampiran 3). Pengaruh Faktor Pedogenik dan Antropogenik terhadap CdAR dan PbAR Dalam penelitian ini, indikator faktor alamiah (pedogenik) yang mempengaruhi kadar CdAR dan PbAR dalam tanah diwakili oleh nilai pH H2O (pH), kadar liat (KL) dan bahan organik (BO), sedangkan indikator faktor antropogenik yang digunakan adalah jarak lurus terdekat dari titik contoh ke alur sungai (JS), jalan raya (JR), jalan tol (JT) dan ke sentra industri (JSI). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan penduduk setempat, di lokasi penelitian tidak pernah terjadi luapan air sungai. Oleh karena itu, sumber kontamiunasi/pencemaran Cd dan Pb ex situ hanya berasal dari deposisi atmosferik. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini faktor JS bukan menunjukkan jarak terhadap sungai sebagai sumber kontaminan/pencemar melainkan merepresentasikan ketinggian tapak atau elevasi titik contoh. Semakin rendah nilai JS semakin dekat jaraknya ke alur sungai sehingga semakin rendah eleveasinya dan oleh karenanya dimungkinkan terjadi akumulasi ion terlarut mengikuti gradien pergerakan air. Dari analisis regresi linier berganda yang melibatkan 45 pasangan data kadar CdAR dan PbAR pada kedalamaan 0-10, 10-20 dan 20-30 cm pada musim hujan 2006 sebagai peubah tak-bebas (sumbu Y) dan faktor-faktor antropogenik maupun pedogenik sebagai peubah bebas (sumbu X) dihasilkan persamaan terbaik (best fit model) sebagai berikut:
62 CdAR = – 0.002 pH + 0.108 KL – 0.085 BO – 0.431 JS – 0.352 JR + 0.058 JT + 0.645 JSI (R2 = 0.596, p <0.01, n = 45) [1] PbAR = – 0.535 pH + 0.132 KL – 0.197 BO + 0.369 JS – 0.252 JR – 0.170 JT + 0.093 JSI (R2 = 0.363, p <0.01, n = 45) [2]
Dalam persamaan regresi linier berganda yang distandarisasi di atas, nilai koefisien menunjukkan kontribusi relatif antar peubah bebas dalam memengaruhi nilai peubah tak-bebas CdAR dan PbAR. Pada persamaan [1], kontribusi peubah bebas JSI (0.645) > JS (–0.413) > JR (–0.352) > KL (0.108) > BO (–0.085) > JT (0.058) > pH (–0.002). Pada persamaan [2], kontribusi peubah bebas pH (–0.535) > JS (0.369) > JR (–0.252) > BO (–0.197) > JT (–0.170) > KL (0.132) > JSI (0.093). Hal ini menunjukkan bahwa kadar CdAR pada musim hujan 2006 lebih ditentukan oleh faktor antropogenik dibandingkan faktor pedogenik, sedangkan kadar PbAR ditentukan baik oleh faktor antropogenik maupun faktor pedogenik. Terhadap kadar CdAR, nilai koefisien JSI, KL dan JT bertanda positif, sedangkan nilai koefisien JS, JR, BO dan pH bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak dari sentra industri dan jalan tol, semakin tinggi kadar liat, semakin rendah posisi elevasi, semakin dekat jarak dengan jalan raya, semakin rendah kadar bahan organik dan semakin rendah pH maka semakin tinggi kadar CdAR. Artinya, kontribusi pencemar Cd dari aktivitas industri dan transportasi jalan tol yang terbesar berasal dari industri dan jalan tol yang jaraknya lebih jauh dari titik contoh. Peningkatan kadar liat, penurunan kadar bahan organik serta penurunan nilai pH yang diikuti oleh peningkatan kadar CdAR berkenaan dengan kontribusi ketiga faktor tersebut terhadap kapasitas pelepasan dan adsorpsi Cd dalam tanah. Peningkatan kadar CdAR dengan semakin rendahnya elevasi dan semakin dekatnya jarak ke jalan raya menunjukkan kontribusi posisi ketinggian tapak dalam proses deposisi dan akumulasi Cd mengikuti gradien pergerakan air serta kontribusi deposisi atmosferik partikulat Cd dari emisi kendaraan bermotor. Terhadap kadar PbAR, nilai koefisien JS, KL dan JSI bertanda positif, sedangkan nilai koefisien pH, JR, BO dan JT bertanda negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi posisi elevasi, semakin jauh jarak ke sentra industri, semakin tinggi kadar liat, semakin rendah nilai pH dan kadar bahan organik serta semakin dekat jarak ke jalan raya dan jalan tol, maka semakin tinggi kadar PbAR.
63
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas industri yang jaraknya lebih jauh serta aktivitas transportasi di jalan raya dan jalan tol merupakan sumber penting pencemar Pb di lokasi penelitian. Berbeda dengan Cd, semakin jauh jarak dari alur sungai yang berarti semakin tinggi posisi elevasi maka semakin tinggi kadar PbAR. Berkenaan dengan proses pelarutan-pencucian-transportasi-deposisi-akumulasi dengan media air seperti yang diduga terjadi pada Cd, hal ini menunjukkan bahwa Pb bersifat lebih immobile dibandingkan dengan Cd.
Kesimpulan 1.
Kadar maksimum CdAR pada kedalaman 0-10 cm di musim hujan 2006 > musim kemarau 2005, namun relatif sama untuk kadar maksimum PbAR.
2.
Pada kedalaman 0-30 cm di musim hujan 2006: (i) CdAR (1.71; <1.00-9.11 mg.kg-1) < PbAR (54.96; 20.04-129.03 mg.kg-1), namun indeks c/p Cd (2.31; 0.00-11.65) > c/p Pb (0.55; 0.22-1.14) yang menunjukkan potensi kontaminasi sangat rendah hingga pencemaran berat oleh Cd dan kontaminasi ringan hingga pencemaran sangat ringan oleh Pb; (ii) CdAR menurun dan PbAR meningkat dengan kedalaman dari 0-30 cm; (iii) CdAR pada bagian tengah > hulu > hilir, sedangkan PbAR relatif sama di ketiga transek; (iv) CdAR tertinggi terukur pada sawah tadah hujan dan terendah pada kebun campuran, sedangkan PbAR terendah terukur pada sawah tadah hujan dan relatif sama di penggunaan lahan lainnya.
3.
Dari analisis regresi linier berganda terhadap CdAR dan PbAR sebagai peubah tak-bebas dengan faktor pedogenik pH H2O (pH), kadar liat (KL) dan bahan organik (BO) serta faktor antropogenik jarak lurus terdekat dari titik contoh ke alur sungai (JS), jalan raya (JR), jalan tol (JT) dan sentra industri (JSI) sebagai peubah bebas diperoleh persamaan: CdAR = –0.002 pH +0.108 KL –0.085 BO –0.431 JS –0.352 JR +0.058 JT +0.645 JSI (R2=0.596, p<0.01, n=45) dan PbAR = –0.535 pH +0.132 KL –0.197 BO +0.369 JS –0.252 JR –0.170 JT +0.093 JSI (R2=0.363, p<0.01, n=45) yang menunjukkan bahwa
CdAR pada musim hujan 2006 lebih ditentukan oleh faktor antropogenik dibandingkan faktor pedogenik dan oleh keduanya untuk PbAR.
64
Daftar Pustaka Alloway BJ. 1995a. Soil processes and the behaviour of metals. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 11-37. Alloway BJ. 1995b. The origin of heavy metals in soils. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 38-57. Alloway BJ. 1995c. Cadmium. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 122-151. Appel C, Ma LQ, Rhue RD, Reve W. 2003. Selectivities of potassium-calcium and potassium-lead exchange in two tropical soils. Soil Sci Soc Am J 67: 1707-1714. Beyer WN. 2000. Hazards to wildlife from soil-borne cadmium reconsidered. J Environ Qual 29:1380-1384. Bilos C, Colombo JC, Skorupka CN, Rodriguez-Presa MJ. 2001. Source, distribution and variability of airborne trace metals in La Plata City area, Argentine. Environ Pollut 111(1):149-158. Davies BE. 1995. Lead. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 206-223. [DTRLH] Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. 2004. Laporan Perhitungan Daya Dukung Sub-DAS Cileungsi. Bogor: DTRLH. Gomes PC, Fontes MPF, da Silva AG, Mendonca EdeS, Netto AR. 2001. Selectivity sequence and competitive adsorption of heavy metals by Brazilian soils. Soil Sci Soc Am J 65:1115-1121. Holm PE, Rootzen H, Borggaard OK, Moberg JP, Christensen TH. 2003. Correlation of cadmium distribution coefficients to soil characteristics. J Environ Qual 32:138-145. Islam EU, Yang XE, He ZL, Mahmood Q. 2007. Assessing potential dietary of heavy metals in selected vegetables and food crops. J Zhejiang Univ Sci B 8(1):1-13. Jin CW, Zheng SJ, He YF, Zhou GD, Zhou ZX. 2005. Lead contamination in tea garden soils and factors affecting its bioavailability. Chemosphere 59:1151 -1159. Kabata-Pendias A, Pendias H. 2001. Trace Elements in Soils and Plants. Ed ke-3. Boca Raton: Lewis Publ CRC Pr. Komarnicki GJK. Lead and cadmium in indoor air and the urban environment. Environ Pollut 136:47-61. Lacatusu R. 2000. Appraising levels of soil contamination with heavy metals. Eur Soil Bureau Res Rep No. 4. Official Publ Eur Comm Luxembourg.
65
Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Peta Kesesuaian Wilayah untuk Tanaman Semusim Daerah Parung, Depok, Bogor. Ciawi Skala 1:50,000. Bogor. Lindsay WL. 2001. Chemical Equilibria in Soils. New Jersey: Blackburn Pr. McBride MB. 1994. Environmental Chemistry of Soils. New York: Oxford Univ Pr. Sauvé S, Hendershot W, Allen HE. 2000. Solid-solution partitioning of metals in contaminated soils: Dependence on pH, total metal burden, and organic matter. Crit Rev Environ Sci Technol 34:1125-1131. Sposito G. 1989. The Chemistry of Soils. New York: Oxford Univ Pr. Stevenson FG. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. New York: Wiley Intersci Publ J Wiley & Sons.