Optimisme Remaja Penyandang Cacat Akibat Kecelakaan Kasmayati Universitas Ahmad Dahlan yati
[email protected]
Abstract This research aims to know the optimism and the dynamics of psychological in teenagers with disabilities accident. The research method used is qualitative research. The subject in this study are two teenagers who never had an accident and suffered physical disabilities up to this point, the technique of collecting data in this study was carried out using structured interview and the observation. The results showed that optimists on teenagers who experience disabilities due to accidents if fairly optimistic include, accept the fact, receive, appropriate social support and seek information, but does not cover the possibility of using emotional focused coping include the dynamics of emotion, avoidance and positive thinking. The impact of upbeat make subject to better understand his mood swing after crashing, as well as increasing knowledge of particular When fractures and treatment understanding of firs aid and handling next in the hospital, the subject also felt more confident or accept the fact, to be able to afford doing the concrete, share your experience with other people and feel more calm and patience in the face of things that are not pleasant.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimis dan dinamika spikologis pada remaja penyandang cacat akiabat kecelakaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang remaja yang pernah mengalami kecelakaan dan mengalami cacat fisik sampai saat ini, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan wawancaran semi struktur dan observasi yang dilakukan saat wawancara dengan menggunakan non observasi partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimis pada remaja yang mengalami cacat akibat kecelakaan cendrung cukup optimis meliputi, menerima kenyataan, cendrung menerima social support dan mencari informasi akan tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan emotional focused coping meliputi dinamika emosi, avoidance, dan positive thingking. Dampak dari optimis membuat subjek menjadi lebih memahami kondisinya perubahan suasana hati setelah mengalami kecelakaan, serta semakin bertambah pengetahuan khususnya perawatan ketika patah tulang dan memahami pertolongan pertama pada kecelakaan dan langkah
beritkutnya penanganan di rumah sakit, subjek juga merasa lebih percaya diri atau menerima kenyataan, mampu untuk mampu melakukan hal yang konkret, berbagi pengalaman dengan oranglain dan merasa lebih tenang serta sabar dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan. Kata kunci : Optimis, Remaja Penyandang Cacat Akibat Kecelakaan
Pendahuluan Setiap remaja pasti selalu berharap kehidupannya dapat dilalui dengan baik sesuai harapannya di masa yang akan datang. Namun demikian, sering kali harapan yang ada menjadi sirna karena terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dalam kehidupannya, misalnya kecelakaan atau bencana alam yang menyebabkan remaja mengalami cacat tetap pada anggota tubuhnya. Remaja yang sebelumnya mempunyai fisik yang normal, tentu kemudian akan menghadapi berbagai permasalahan yang harus dihadapi dan menyulitkan berkaitan dengan peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan cacat tubuh permanen yang baru diperolehnya. Berbagai kelainan pada kondisi fisiknya yang baru tersebut tentu saja mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilakunya sehari-hari. Keadaannya tentu akan berbeda jika dibanding dengan kondisi orang normal pada umumnya yang membuat mereka dapat beraktivitas tanpa ada kendala yang mengganggu. Bentuk dari kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecacatan tubuh dapat berupa kecelakaan saat berkendaraan, cedera saat terjadi bencana alam, cedera saat melakukan aktivitas sehari-hari dan lain sebagainya (Tentama, 2010). Sarwono (2012) mendefinisikan remaja sebagai individu yang tengah mengalami perkembangan fisik dan mental, beliau membatasi usia remaja ini antara 11-24 tahun. Zakiah Daradjat mendefinisikan remaja sebagai masa peraliahan dari masa anak-anak menuju usia dewasa. Pada masa peraliahan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dalam segi fisik, dan spikis, baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berfikir, dan bertindak. Mereka bukan lagi anakanak, namun mereka juga belum bisa dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. Mereka biasanya berusia 13 tahun hingga 24 tahun. Syarbini dan Khusaeri (2012). Hall seorang sarjana Psikologi Amerika Serikat yang oleh beberapa buku teks disebut sebagai bapak Psikologi Remaja. Hall juga membagi perkembangan manusia dalam empat tahap yang mencerminkan tahap-tahap perkembangan umat manusia sebagai berikut : 1. Masa kanak-kanak (Infancy): 0-4 tahun, mencerminkan tahap hewan dari evolusi umat manusia. 2. Masa anak-anak (childhood) : 4-8 tahun mencerminkan masa manusia liar, manusia yang masih menggantungkan hidupnya pada berburu atau mencari ikan. 3. Masa muda (youth atau preadolescence) 8-12 tahun, mencerminkan era manusia sudah agak mengenal kebudayaan, tetapi masih tetap setengah liar. (seni berbarian).
4.
Masa remaja (adolescence) 12-25 tahun, yaitu masa topan-badai (strumund drang), yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai(Sarwono, 2012). Tentama (2010) mengatakan bahwa kekurangan yang terdapat pada salah satu bagian tubuh individu dapat mempengaruhi individu tersebut secara keseluruhan. Hal itu disebabkan penyandang cacat tubuh bila di bandingkan dengan ketunaan yang lain lebih mudah diketahui karena ketunaannya tampak secara jelas dan penderita cacat tubuh pun menyadari hal tersebut. Kecacatan tersebut berakibat terhadap kondisi jiwa remaja penyandang cacat tubuh (Tentama, 2010). Tunadaksa adalah penderita kalainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan,kaki, atau bentuk tubuh (Geniofam, 2010). Bagi remaja penyandang cacat menyesuaikan diri dengan dunia teman sebaya dan sekolah sering kali menyulitkan dan menyakitkan.Tentama (2010) menunjukan bahwa dari penelitian terhadap keempat penyandang cacat tubuh pasca kecelakaan masing-masing subjek membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mencapai tahap penerimaan diri setelah kecelakaan yang di alami, sehingga dinamika emosinya juga bervariasi. Berdasarkan wawancara pada hari ahad 17 oktober 2012, penulis mendapat informasi dari teman tentang subjek yang akan di teliti, subjek pernah mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga mengalami cacat fisik sampai sekarang, dan informasi yang didapat peneliti, tentang subjek bahwa subjek mau berusaha bangkit kembali walaupun sempat berputus asa. Berdasarkan hasil wawancara secara umum subjek tidak berlama-lama dalam kondisi yang tidak menyenangkan, berusaha untuk segera beraktivitas kembali, merasa mampu mengendalikan kondisi diri, membiasakan diri untuk selalu gembira, dan subjek selalu mengucapkan kata-kata syukur kepada Allah dengan kondisi diri. Subjek menganggap setiap kejadian selalu dijadikan pelajaran serta suka bertukar kabar baik misalnya berbagi pengalaman. Optimisme adalah harapan kuat segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun di timpa banyak masalah dan frustasi. Optimisme merupakan sikap yang menopang individu agar jangan sampai terjadi dalam kemasabodohan, keputusasaan ataupun mengalami defresi ketidak individu dihadapkan dengan pada kesulitan. Optimis ketika dihadapkan dengan musibah, percaya bahwa kekalahan bukan kesalahan mereka dan bahwa, dengan ketekunan yang cukup dan motivasi, keadaan akan diatasi. Sedangkan pisimis, di sisi lain lebih mudah menyerah, berfikir bahwa peristiwa buruk akan bertahan lama, dan percaya yang terburuk tentang orang-orang di sekitar mereka (Yalcin, 2011). Setiap idividu mempunyai kebiasan berfikir tentang penyebab suatu peristiwa sebagai suatu ciri kepribadian yang disebut gaya penjelasan seligman (2008), berdasarkan gaya penjelasan ini maka dapat dijelaskan gambaran mengenai individu yang optimis. Individu yang optimis akan akan beranggapan bahwa kejadian buruk bersifat sementara, spesifik, dan eksternal. Bagi individu yang pesimis, kejadian buruk bersifat permanen, universal dan internal. Kekuatan dari rasa optimis tiap individu memang berbeda, ada yang sangat kuat dan ada yang lemah. Menurut Ginnis (Andangsari, 2006) orang yang optimis adalah orang
yang merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuatan untuk mengendalikan dunianya sendiri. Rasa optimis merupakan panduan merupakan panduan antara dorongan-dorongan baik fisik dan psikis dalam mempertahankan diri dan mengembangkan diri pada setiap proses perkembangan manusia. Dalam islam, menurut Ibn Qayim al-Jauziyah (Karjuniwati, 2010) nilai-nilai yang dapat ditumbuhkan oleh sikap raja’ (optimisme) yaitu meningkatkan ubudiyah dan ketaatan kepada Allah, menambah kecintaan kepada Allah, mendorong manusia untuk lebih meningkatkan diri kepada Allah, meningkatkan perasaan syukur dan ridha terhadap nikmat Illahi, dan menaikkan manusia ke tingkat kedudukan paling tinggi, menambah pengalaman (makrifah) dan kesadaran serta penghayatan mengenai kebesaran dan kekuasaan Illahi, menaikkan derajat manusia untuk mencapai insan kamil, yaitu manusia yang paripurna, dan membukakan hati supaya senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan dapat menjadi jembatan untuk mencapai kebahagiaan. Peneliti melakukan building raport pada tanggal 22 oktober 2012, Subjek pertama pada penelitian ini diinisialkan dengan YS. YS tinggal di kerto lor Rt 02/Rw 07, kecamatan pleret, Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, aktivitas hariannya bekerja menjadi guru di salah satu lembaga Swasta di Yogyakarata. YS juga sedang melanjutkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta angkatan 2012 baru menginjak semester satu, walaupun subjek sebenar nya sempat kerja terlebih dahulu baru melanjutkan kuliahnya, tapi subjek masih punya semangat yang tinggi untuk tetap menuntut ilmu. Selama berinteraksi dengan YS, peneliti merasakan YS merupakan orang yang mudah untuk di ajak berkomunikasi, ramah dan ketika bicara suka tersenyum dan berani mencoba contoh mengikuti berbagai pelatihan pendidikan anak sehingga memiliki pengalaman atau wawasan yang luas ketika peneliti ajak bercerita tentang anak-anak TK dan Play Group sehingga saat ini subjek di beri kepercayaan untuk mengajar di sebuah sekolah Swasta sedangkan subjek ketika itu belum menempuh kuliah. Selain itu subjek juga sering mengikuti pelatihan tentang kesehatan khususnya herbal sehingga subjek bias bekam dan buka toko herbal.
Subjek kedua pada penelitian ini diinisialkan dengan Rs. Rs tinggal Jl. Gedong Kuning, Kota Yogyakarta, aktivitas hariannya bekerja menjadi guru di salah satu lembaga Swasta di Yogyakarata subjek mengajar di sekolah alam selainitu subjek juga mulai rencana merintis bisnis buka butik muslim dan saat ini subjek cuti mengajar karena di minta dokter untuk istirahat sebentar setelah melakukan operasi di bagian mata, walaupundalam kondisi seperti itu subjek tidak hanya berdiam diri dirumah akan tetapi subjek mengisi waktunya sehari-hari dengan membaca buku dan mengikuti kajian - kajian, subjek suka ketoko buku seperti soping, gramedia. Subjek orang yang mudah bergaul, ramah suka silatuhaim ketika ada masalah tidak sungkan untuk berbagi dengan sahabatnya. Selama berinteraksi dengan Rs, peneliti merasakan Rs merupakan orang yang mudah untuk di ajak berkomunikasi, ramah dan ketika bicara suka tersenyum, suka cerita hal yang membuat orang senang, semangat, tidak putus asa contah ketika mencari buku di gramedia semua toko di Tanya sampai ketemu dan subjek juga orangnya nekat atau berani mencoba. Setelah beberapa hari setelah operasi sudah berani mengendarai motor pergi ke gramedia sendirian.
Berdasarkan wawancara pada hari ahad 17 oktober 2012, penulis mendapat informasi dari teman tentang subjek yang akan di teliti, subjek pernah mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga mengalami cacat fisik sampai sekarang, dan informasi yang didapat peneliti, tentang subjek bahwa subjek mau berusaha bangkit kembali walaupun sempat berputus asa. Pada hari selasa tanggal 21 oktober peneliti mengobservasi serta mewawancarai sebanyak dua orang, subjek Ys subjek I mengalami kecacatan di bagian kaki kanannya sehingga Ys kesulitan berjalan dengan cepat dan kaki mengalami pendek sebelah, yang sebelumnya Ys berjalan lancar dan cepat seperti orang normal biasanya, sekarang Ys mengalami kecacatan pada kakinya, akan tetapi Ys merasa sudah biasa dan tidak memikirkan kekurangannya ( Ys merasa percaya diri) Sedangkan subjek ke II mengalami cacat bagian wajah tepatnya di mata dan jarijari tangan ada yang patah, bagian kaki tidak begitu terlihat. Kedua sabjek samasama kecelakaan berkendaraan. Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang foktor-faktor optimis remaja penyandang penyandang cacat akibat kecelakaan dan ingin mengetahui dinamika psikologisnya. Ciri-ciri individu yang optimis Menurt Ginnis (Andangsari, 2006) individu yang optimis mempunyai ciriciri, yaitu: a) Jarang terkejut oleh kesulitan. Hal ini dikarenakan orang yang optimis berani menerima kenyataan dan mempunyai penghargaan yang besar pada hari esok. b) Mencari pemecahan masalah sebagian. Individu yang optimis berpandangan bahwa berbagai tugas bisa ditangani jika mampu memecahkan bagian –bagian kecilnya. Individu yang optimis membantupekerjaan menjadi kepingan-kepingan yang bisa ditangani c) Merasa yakin mampu mengendalikan masa depan Individu yang optimis yakin bahwa dirinya mempunyai kekuasaan yang besar sekali terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu optimis bertahan lebih lama. d) Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur Orang yang menjaga optimisme dalam waktu bertahun-tahun adalah individu yang mengambil tindakan secara sadar untuk melawan dorongan dan keinginan pribadi untuk memastikan bahwa keteraturan tidak meninggalkannya. e) Menghentikan pemikiran yang negatif Seorang yang optimis bukan hanya menyela arus pemikirannya yang negatif dan menggantikan pemikiran yang lebih logis. Individu yang optimis juga berusaha melihat banyak hal dari segi pandangan yang menguntungkan. f) Meningkatkan kemampuan apresiasi. Seorang yang optimis merasakan dan menikmati bahwa hidupnya penuh dengan hal-hal yang baik. g) Menggunakan imajinasi untuk melatih kesuksesan.
Individu yang optimis akan mengubah pandangannya hanya dengan penggunaan imajinasinya. Seorang yang optimis belajar merubah kekhawatiran menjadi bayangan yang positif. h) Membiasakan diri untuk selalu gembira Individu yang optimis berpandanagan bahwa dengan perilaku yang selalu ceria dan bahagia akan membuat perasaan lebih nyaman dan siap menghadapi kemungkinan terburuk. i) Merasa yakin memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas . Individu yang optimis tidak peduli dengan usia dan berkeyakinan bahwa hal yang terbaik bagi dirinya belum tercapai. j) Suka bertukar kabar baik. Individu yang optimis berpandangan bahwa berbagai hal yang seorang manusia bicarakan mempunyai pengaruh terhadap orang lain dan suasana hatinya. k) Membina cinta dalam kehidupan. Individu yang optimis saling mencintai sesama manusia. Memiliki kemampuan untuk mengagumi dan menikmati banyak hal pada diri orang lain merupakan daya yang sangat kuat untuk membantu memperoleh optimisme. l) Menerima hal yang tidak bisa diubah. Individu yang optimis berpandangan bahwa orang yang paling sukses adalah orang yang berhasrat mempelajari banyak hal baru. Ketika orang lain membuat masalah dan individu yang optimis melihat orang-orang tersebut tidak akan berubah, maka seorang individu yang optimis akan menerima hal tersebut dengan bersikap santai. Menurut Murdoko (2001) ciri-ciri orang optimis ada enam, yaitu : 1. Memiliki visi pribadi akan bersemangat untuk menjalani kehidupan tanpa harus banyak mengeluh ataupun merenungi perihal yang akan terjadi nanti. Muncul harapan bahwa yang akan dilakukan itu membuahkan. 2. Bertindak konkret. Individu yang optimis tidak akan pernah puas jika yang diinginkan hanya sebatas kata-kata. Melakukan tindakan yang konkret membuat individu yang optimis akan lebih siap menghadapi rintangan yang mungkin timbul. 3. Berfikir realistis. Seorang yang optimis selalu menggunakan pikiran yang realistis dan rasional dalam menghadapi permasalahan. Penggunaan pemikiran tersebut akan menimbulkan sikap optimis yang kuat sehingga momentum yang akan terjadi sudah diperhitungkan sebelumnya. Berfikir realistis merupakan sarana agar pembuatan keputusan tidak dipengaruhi olah perasaan yang akan menyebabkan subjektivitas. 4. Menjalin hubungan sosial Kehidupan sosial pada dasarnya dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengukur ataupun menilai sejauhmana seseorang mampu menjadikan orang disekitarnya menjadi mitra kerja di dalam menjalani hidup. Seorang yang optimis tidak akan merasa terancam olah kehadiran orang-orang disekitarnya.
5.
6.
Berfikir proaktif Seorang yang optimis melakukan antisipasi sebelum permasalahan muncul, sehingga optimis mempunyai kemampuan analisa yang yang baik. Tanpa adanya kemampuan berfikir proaktif akan membuat individu cendrung menunggu, pasif dan terlambat bertindak saat permasalahan muncul. Berani melakukan percobaan Individu yang optimis akan memandang sebuah kegagalan sebagai pemicu untuk bankit kembali. Ini artinya bahwa seorang yang optimis memiliki kemampuan untuk terus mencoba tanpa merasa bosan sampai mencapai keberhasilan.
Manfaat Optimisme Scheier (Magety, 2010) berpendapat bahwa optimise dalam jangka panjang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan mental karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, dan juga mampu mengurangi depresi serta dapat menikmati kepuasan hidup. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakuakan beberapa ahli tersebut dapat dapat dikatakan bahwa optimisme sangat diperlukan individu dalam berbagai bidang kehidupan. Menurut penelitian yang telah dilakukan Gabriel (2004), menyebutkan bahwa optimisme meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, Penelitian lainyang dilakukan Broadhagen dan Wise mengatakan bahwa optimisme mampu mencegah stress yang dialami pada penderita traumatis. (Gabriel, 2004). Menilik beberapa penelitian yang telah di sebutkan dapat disimpulakan optimisme bermanfaat meningkatkan kesehatan, perlakuan baik, penyesuaian diri, dan kepercayaan. Faktor-faktor Optimis Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi optimisme, yaitu : dukungan sosial, kepercayaan diri, harga diri, akumulasi pengalaman (Selegman, 2008) 1. Dukungan Sosial Adanya dukungan yang cukup dapat membuat individu lebih optimis karena merasa yakin bahwa bantuan akan selalu tersedia bila dibutuhkan. 2. Kepercayaan diri Individu yang yang memiliki keyakinan yang tinggi dengan apa yang ada pada dirinya, serta yakin dengan kemampuannya akan mempunyai optimis yang tinggi. 3. Harga diri Individu dengan harga diri tinggi selalu termotivasi untuk mrnjaga pandangan yang positif tentang dirinya dan mencari aset-aset personal yang dapat mengimbangi kegagalan, sehingga selalu berusaha lebih keras dan lebih baik pada usaha – usaha berikutnya. 4. Akumulasi Pengalaman Pengalaman –pengalaman individu dalam menhadapi masalah atau tantangan terutama pengalaman sukses yang dapat menumbuhkan sikap optimis ketika menghadapi tantangan berikutnya.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan penggunaan analisis isi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara semi struktur, observasi non partisipan dan catatan lapangan. Penelitian ini juga melengkapi data dengan wawancara kepada significant person sebagai triangulator. Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berupa penggabungan data dari subjek dan significant person, sedangkan triangulasi metode yaitu penggabungan data dari hasil wawancara dan observasi. Subjek Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang kriteria-kriterianya telah ditentukan sebelumnya. Subjek penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut : a. Remaja yang pernah mengalami kecelakaan b. Remaja yang mengalami cacat fisik akibat kecelakaan c. Jenis kelamin laki- laki dan perempuan d. Bersedia menjadi subjek Hasil dan Pembahasan A. Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Remaja Penyandang Cacat Menjadi Optimis B. Mengeahui Dinamika Psikologisnya. 1. Hasil
Peneliti menghasilkan beberapa temuan di lapanagan yang telah diolah menjadi data hasil Observasi dan wawancara dari kedua subjek dan dari berbagai sumber. Berikut disajikan hasil perolehan wawancara tersebut : 1) Gambaran umum subjek a. Ys Deskrifsi fisik Tinggi badan subjek 163 cm, berat badan 54 kg dengan warna kulit kuning lansat bentuk badan cukup ideal, denga wajah sedikit agak bulat dan subjek tidak mengunakan kaca mata, dalam berpenampilan subjek cendrung sederhana dan selalu berbusana muslimah dengan rapi, sehari –hari subjek mengenakan jilbab baik di luar atau di dalam rumah kecuali dengan keluagra sendiri/ muhrim. Deskripsi Perilaku Komunikasi verbal subjek saat menjawab pertanyaan yang di ajukan peneliti menggunakan bahasa Indonesia akan tetapi logat jawanya masih terdengar jelas, dan sesekali subjek mengunakan bahasa jawa, subjekpun terlihat ramah dan murah senyum, subjek juga aktif, tapi lembut dan bersemangat dalam berbicara, ketika berbicarapun intonasi terdengar cukup stabil, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Subjek juga termasuk mudah bergaul contoh suka silaturahim kerumah teman-temannya dan meluangkan waktu untuk bertemu atau diskusi dengan teman-temannya. Subjek juga suka berbagi, terlihat ketika kemana- mana
selalu bawa makanan di tasnya dan ketika bertemu teman-taman dengan mudah berbagi makanan terlihat ketika wawancara pertamakali bertemu denganpeneliti padahal sama sekali belum kenal, subjek membawakan peneliti buah jeruk dan membelikan peneliti makanan. Tidak hanya itu ketika bertemu dengan teman yang lain juga selalu memberikan sesuatu untuk teman-temannya. Subjek termasuk orang yang aktif terlihat ketika mengambil keputusan untuk berkerja sambil kukiah dan menyempatkan untuk bisnis kecil-kecilan. b. RS Deskripsi Fisik Tinggi badan subjek 156 cm, dan berat badan 45 kg dengan warna kulit kuning langsat bentuk badan cukup ideal, dengan wajah sedikit agak bulatdan subjek kadang kadang mengunakan kaca mata, dalam berpenampilan subjek cendrung sederhana dan selalu berbusana muslimah dengan rapi, ketika bepergian sering menggunakan gamis dan kaoskaki, sehari –hari subjek mengenakan jilbab baik di luar atau di dalam rumah kecuali dengan keluaga sendiri/ muhrim. Subjek mengalami cacat fisik bagian tangan dan bagian wajah tepatnya mata. Deskripsi Perilaku Komunikasi verbal subjek saat menjawab pertanyaan yang di ajukan peneliti menggunakan bahasa Indonesia akan tetapi logat jawanya masih terdengar jelas, subjekpun terlihat ramah dan murah senyum, subjek juga aktif, tapi lembut dalam berbicara, ketika berbicarapun intonasi terdengar cukup stabil, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Subjek juga termasuk mudah bergaul contoh suka silaturahim kerumah teman-temannya dan meluangkan waktu untuk bertemu atau diskusi dengan teman-temannya. Subjek juga suka berbagi, terlihat ketika di rumah beliau kedatangan tamu langsung di suguhi snack minuman dan makan besar (makan nasi, bakso, me goring dan sebagainya) dan ketika bertemu temantaman dengan mudah berbagi makanan terlihat ketika subjek silaturahim ke kos temannya, sering membawakan makanan dan ketika teman-teman nya yang pernah silaturahim kerumah subjek pun selalu di bawain makanan. Sejak awal peneliti perhatikan subjek termasuk aktif dilihat dari aktifitas subjek seperti sering mengikuti kegiatan-kegiatan seminar, pelatihan dan setelah kuliahpun subjek sempat ikut pelatihan PG PAUD sementara menunggu panggilan kerja, subjek juga ikut bisnis yaitu jual pakaian ketika ada pameran-pameran di book fair dan kegiatan rutin subjek yaitu ikut kajian, subjek tidak begitu suka berdiam diri di rumah, ketika tidak ada kegiatan subjek pergi keperpus atau ke toko buku seperti soping dan gramedia. 2. Wawancara
Subjek I Ciri optimis yang dilakukan subjek pertama ini termasuk dalam pernyataan subjek yang mengenai optimis yang digunakan sesuai dengan aspek dari masing-masing optimis diantaranya adalah : a) Menerima kenyataan
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
Induvidu merasa beruntung masih di beri kesempatan hidup dan bersyukur dengan kondisinya masih ada kesempatan untuk bangkit dan menerima kondisinya, karena masih banyak orang yang kondisinya lebih berat dari subjek. Mencari pemecahan masalah Individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari oranglain berupa nasehat maupuntindakan dalam menghadapi masalah. Merasa yakin mampu mengendalikan masa depan Individu merasa yakin bahwa kondisinya akan membaik dan mampu bisa beraktifitas di kemudian hari. Menghentikan pikiran yang negative Individu tidak larut dalam permasalahannya, melatih untuk berfikir positif, dan merasa masih memiliki tanggungjawab. Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur Individu merencanakan dengan baik langkah-langkah yang akan di lakukannya secara teratur. Menggunakan imajinasi untuk melatih kesuksesan Individu berusaha belajar dan mencari invormasi agar termotivasi dan agar menjadi orang yang sukses, walaupun dengan kodisi yang dialaminya. Membiasakan diri untuk selalu gembira Individu merasa senang dan melatih diri untuk selalu gembira dengan menikmati kembali naik sepedanya, tidak menjadi hambatan untuk mengendarai sepeda. Merasa yakin memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas Individu merasa mampu bisa bergabung dengan teman-temannya dan bisa menata mimpi-mimpinya. Membina cinta dan kehidupan Individu membina cinta atau persaudaraan dengan silaturahim agar tetap terjaganya persaudaraan. Suka bertukar kabar baik Ketika bersama- sama dengan teman indivusu selatu ketempat-tempat yang bisa memperluas wawasan dan bisa berbagi pengalaman dengan bertanya. Bertindak konkret Individu melakukan aktivitas yang nyata dalam kehidupannya sehari-hari seperti biasanya, yaitu kegiatan rutin untuk mengisi waktu-waktu luangnya. Berani melakukan percobaan Individu mencoba untuk berativitas kembali setelah mengalami operasi kakinya.
Subjek II Ciri optimis yang dilakukan subjek ke dua ini termasuk dalam pernyataan subjek yang mengenai optimis yang digunakan sesuai dengan aspek dari masingmasing optimis diantaranya adalah : a) Menerima kenyataan
Individu merasa beruntung dan bersyukur atas kejadian tersebut dapat membuatnya bias menerima kejadian tersebut, karena individu merasa di ingatkan dan merasa Allah masih sayang dengan subjek.
b) Mencari pemecahan masalah Meliputi tindakan yang ditunjukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung subjek dengan bercerita dengan teman-teman dan dengan bercerita dia merasa lebih megurangi bebannya.
c) Merasa yakin mampu mengendalikan masa depan Dengan berfikir ke depan subjek merasa mampu untuk mempersiapkan semua rencananya dan merasa mampu untuk melanjutkan kegiatannya kedepan.
d) Memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur Dengan berusaha menata rencana kegiatan kedepan subjek ketika dijalani dengan baik, subjek merasa yakinakan menghasilkan hasil yang maksimal yang lebih baik lagi.
e) Menggunakan imajinasi untuk melatih kesuksesan Subjek melatih untuk selalu optimis dengan memotivasi diri sendiri dan berfikir positif yakin bahwa subjek pasti bisa dengan berimajinasi seolah – olah ada yang memotivasinya untuk semangat.
f) Membiasakan diri untuk selalu gembira Sabjek merasa senang dengan adanya simpati walaupun hanya sekedar menyapa. Akan tetapi subjek merasa lingkungannya baik-baik semua.
g) Merasa yakin memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas Subjek merasa yakin memiliki kemampuan atas pertolongan Allah dan melakukan melakukan usaha yang keras dan berusaha mencoba mengerjakan sebaik mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal.
h) Suka bertukar kabar baik Subjek bertukar suka cerita-cerita jika ada yang bertanya kepada subjek, karena subjekk merasa dengan bercerita akan mengurangi beban dan bisa berbagi pengalaman yang bisa di jadikan pelajaran buat yang lainnya.
i) Bertindak konkret Subjek tetap berusaha untuk melakukan aktivitas seperti biasa yaitu kuliah
j) Berani melakukan percobaan Subjek berani untuk mencoba, tidak menghindar dari hal yang membuat dia trauma, akan tetapi justru menjadikan suatu tantangan bagi subjek. 1.
Fakor-fakor yang Mempengaruhi Opimis
Ada beberapa faktor yang dipandang turut berperan dalam optimis dan dinamika psikologis remaja penyandang cacat akibat kecelakaan, di antaranya adalah social support seperti orangtua yang telah memberikan motivasi dan sarana buat anaknya yang mengalami cacat, keluarga turut mendukung yaitu memberikan informasi berobat dan informasi kerja agar bisa beraktivitas kembali, teman sebaya sangat mendukung memberikan support atau motivasi, dukungan meningkatkan harga diri misalnya tidak mengejek teman yang mengalami cacat fisik akan tetapi justeru menerima kodisi teman apa adanya, serta selalu menguatkan ketika temannya mulai pesimis. Dukungan religiusitas sangat
berperan penting dalam kehidupan ke dua subjek yaitu membangkitkan nilai-nilai positif dari dalam diri subjek danmengendalikan tingkah laku sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain contoh : ketika subjek mengikuti berbagai kajian dan mendapatkan nasihat dari ustad yaitu tentang larangan berputus asa yang terdapat dalam al-qur’an surat az-zumar : 53 yang berbunyi katakanlah hai hamba-hamba – Ku yang melampawi batas tterhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 2. Dinamika Psikologis Dinamika spikologis yang di alami yaitu dinamika emasional dan problem solving terlihat ketika pertama kali melihat kondisi diri subjek, subjek mengalami kecemasan, panic dan merasa sedih, Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak akhirnya subjek melakukan coping yaitu segala usaha yang dilakukaan subjek untuk dapat keluar dari situasi yang menekan serta mencari cara untuk mengattasi permasalahan yang sedang dihadapi sehingga subjek dapat menjalankan kehidupan sehari-hari secara normal. Kedua subjek memperlihatkan kesadaran hidup yang cukup tinggi, seperti menyadari kondisi fisik, mereka sadar dengan perasaan yang mereka alami, mereka berani menghadapi situasi dengan kondisi mereka sekarang. Kedua subjek memperlihatkan kesadaran dan tanggung jawab diri terhadap diri mereka sendiri dengan kondisi cacat, mereka tidak menhindari kenyataan yang terjadi dengan fisiknya, mereka berusaha menjalankan tugas mereka sebagai mana mestinya. Kedua subjek merasa mudah untuk berteman atau bersosialisasi dan lingkunganpun merespon dengan baik terlihat ketika subjek mengalami kecelakaan banyak yang membantu dan teman-teman subjek sering jenguk subjek dan memberikan dukungan agar segera bangkit, begitu juga keluarga dan lingkungan sekitar subjek yang memberikan dukunganya seperti: keluarga dekat, tetangga, dosen, teman sebaya, dan dari media yang dimiliki seperti video – video motivasi. Seperti yang di ungkapkan oleh Carver dkk (Wade, 2007) orang yang optimis tidak menyangkal bahwa mereka memiliki masalah atau menghindari berita buruk; sebaliknya mereka memandang masalah dan berita berita buruk sebagai kesulitan yang dapat mereka atasi. Mereka mungkin memiliki kesehatan yang lebih baik dibandingkan orang pesimis, sebagian karena mereka lebih baik dalam mengurus diri mereka sendiri. Mereka merupakan pemecah masalah yang lebih aktif, lebih mendapatkan dukungan dari teman dan lebih baik dalam mencari informasi yang dapat membantu mereka, di bandingkan orang yang pesimis. Menurut Goleman (2001) Individu yang optimis ialah tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halanagan, bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal. Kedua subjek saat ini memiliki tanggungjawab diri yang cukup baik berfikir positif yang cukup baik. Kedua subjek saat ini merasa mampu untuk mencapai keinginannya. Mereka berusaha mencapainya. Mereka berusaha bertanggungjawab dengan tugas mereka saat ini, seperti subjek seperti subjek I yang melanjutkan kuliahnya dan bekerja untuk biaya kuliahnya, subjek II bekerja berusaha menata karirnya dan bisnisnya meningkatkan ekonominya.
Menurut Goleman (2001) Individu yang optimis ialah individu yang memiliki harapan, mengetahui langkah-langkah yang di perlukan untuk meraih sasaran dan memiliki semangat serta energy untuk menyelesaikan langkahlangkah tersebut. Kedua subjek memiliki banyak keinginan, harapan dan cita-cita yang positif. Mereka memiliki gambaran masadepan yang baik. Terlihat kedua subjek tidak terpuruk dengan kondisi fisiknya yang mereka alami dan kedua subjek berusaha mencapai keinginan mereka dengan kemampuan sendiri tentu ini memberikan efek positif bagi mereka, di mana dalam mencapai keinginan tersebut mereka berusaha keras dan mencapai jalan keluar dengan kemampuan sendiri dan memanfaatkan segala fasilitas yang ada secara baik. Hal ini menunjukan subjek tetap hidup dengan keyakinan yang kuat dan mereka merasa mampu, walaupun dengan kondisi yang mereka alami, mereka tetap berusaha menjalani kehidupan dan berusaha manunjukan kemampuan mereka walaupun mengalami berbagai hambatan.pencapaian tahap tersebut diperlihatkan ketika subjek I masih dalam kondisi sakit yaitu kaki belum berfungsi dengan baik, masih menggunakan tongkat, tetapi subjek mulai beraktivitas dengan mengunakan sepeda ontelnya mencari informasi silaturahim ke rumah teman-temannya. Lain halnya dengan subjek II dalam kondisi yang masih sakit, setelah beberapa hari bagian mata di operasi tetap berusaha untuk mengikuti ujian di kampus dan dalam kondisi penglihatan belum jelas ketika membaca soal ujian akan tetapi subjek tetap semangat dalam mengerjakan ujian. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan secara ringkas bahwa optimis yang digunakan pada remaja yang mengalami cacat fisik akibat kecelakaandengan berbagai cara agar mereka tetap optimis akan tetapi subjek bisa optimis tidak hanya dorongan dari dalam diri subjek, tapi juga dorongan dari luar diri subjek seperti lingkungan sekitar dan keluarga. social support semua dukungan yang diberikan kepada individu dari lingkungan sosialnya (keluarga, kawan, guru, profesional) dan sebagainya (Sarafino, 2006). Optimis merupakan sikap yang menopang individu agar jangan sampai terjadi dalam kemasabodohan, keputusasaan, ketika dihadapkan dengan musibah, percaya bahwa kekalahan bukan kesalahan mereka dan bahwa dengan ketekunan yang cukup dan motivasi maka keadaan akan di atasi (Yalcin, 2011). Seorang remajapenyandang cacat akibat kecelakaantidak semudah untuk menerima kenyataan ketika menghadapi masalahsehingga perlu dukungan untuk menyelesaikannya. Dukungan yang di dapat subjek dari berbagai pihak sehingga pada akhirnya menemukan strategi yang paling tepat untuk menanggulanginya dan mampu menjalani hidup dengantetap optimis. Dinamika psikologis yang dialami kedua subjek yaitu lebih berorientasi pada dinamika emosional yaitu emosi bergejolak saat mendengar vonis dokter bahwa kaki patah dan kodisi tambah parah ketika setelah dibawa kerumah sakit tidak sesuai harapan sehingga subjek sempat cemas. Damayanti (2003) mengungkapkan reaksi awal yang timbul adalah perasaan terguncang (shock) ketika mengetahui bahwa anggota tubuhnya tidak lagi dapat di gerakan atau tidak
lagi berfungsi seperti biasanya. Tetapi bagi subjek I dan II setelah kejadian tersebut dilakuakan operasi dan hasilnyapun lebih membaik akhirnyasubjek bisa terima atas kekurangannya dengan pendekatan religy hal tersebut menunjukan keberhasilan karena adanya motivasi dari dalam diri dan keyakinan subjek yang baik serta support dari lingkungan baik keluarga, soial di berbagai pengajianpengajian yang subjek datangi dan tempat tinggal subjek. Dengan demikian akhirnya subjek dapat mencapai tahap optimis, yang di tandai dengan adanya kegembiraan menjalani hidup dengan segala keterbatasan yang ada, mampu bersosialisasi dengan baik, dan bersikap fleksibel dalam menjalani hidupnya. Manfaat optimis pada subjek berani menerima kenyataan, merasa yakin mampu mengendalikan masa depan, mampu mengontrol pemikiran negative, mengunakan imajinasi untuk melatih kesuksesan. Permasalahan terkait cacat fisik akibat kecelakaan, subjek lebih memahami makna dari setiap hal yang tidak menyenangkan, rasa sedih, menangis, khawatir, panic, stress, bingung tidak mampu memberikan yang terbaik untuk orangtua telah berubah menjadi lebih semangat, gembira, merasa yakin bisa sukses, mampu mengendalikan pikiranpikiran yang negative, percaya diri serta mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa, baik itu tentang ketaatan kepada orangtua, pengetahuan tentang optimis, kesabaran menghadapi musibah dan ketenangan dalam menghadapi permasalahan, serta menjadikan subjek lebih percaya diri dalam bertindak dan banyak bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
Daftar Pustaka Al-Qur’an Alsa, A. 2003. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Andangsari, Esther W. 2006. Artikel Binus University The Right Career Partner. Chaplin, J.P.2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta :Raja Grafindo Persada. Desmita.2008. Psikologi Perkembangan.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Efendi, M. 2009. Pengantar Psikopendagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Gabriel, M. S., Turnbul, J.,& Wethington, E. 2004. Optimism, Well-Being and Depression in Als Patients and Their Caregivers.Jurnal the Gerontologi.44 : 1. Geniofam, 2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Gara Ilmu
Goleman, D. 2002. Kecerdasan Emosi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosiuntuk Mencapai Puncak Prestasi Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan(edisi ke-5). Jakarta : Erlangga. http: //en. Wikipedia, org/ Wiki/ Accident 3 Agustus 2012 http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1997/04-97.pdf 16 Oktober 2012 Karjuniawati, 2010. Pengaruh Pelatihan Regulasi Emosi Terhadap Pengurangan Stres dan Meningkatkan Optimis pada Penganggur di Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. Magety, A. 2010. Terapi Berfikir Positif. Yogykarta: Moncer Publisher. Moleong, J. L. 2012. Metodoligi Penelitian Kualitatif.Edisi Revisi.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muhadjir, N. 2000.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Murdoko, E. 2001. Road to Independent Worker. Jakarta: Elex Media Komputindo. Poerwandani, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Dalam Penelitian Psikologi.Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Poerwandani, I. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.Fakultas Psikologi Universitas Indinesia : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Puskar, K. R.,Susan, M.& Jacquenline, L. 2001. Optimism and Its Relationship to Depression, Coping, Anger, and Life Events in Rural Adolescents. Jurnal Mental Health.20 : 115-130 Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Sarwono, W. S. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grapindo Persada. Sarafino, E.P. 2006. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction, Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Seligman, M.E. 2008. Menginstal Optimisme. Bandung : Momentum. Smith, J. A. 2009. Psikologi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Snyder C.R. & Lopez J. S. 2007. Positive Psychology.New Delhi : Sage Publications, Inc Syarbini, A. & Khusaeri, A. 2012. Kiat-kiat Islami Mendidik Akhlak Remaja. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Tentama, F. 2010. Berfikir Positif dan Penerimaan diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan JurnalPsikologi Indonesia.Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan. Vol. VII No.1 Wade C. Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta : Erlangga Yalcin, I. 2011. Social Support and Optimism as Predictors of Life Satisfaction of College Students.Jurnal Counselling.33