Optimisasi Penempatan Turbin Angin di Area Ladang Angin Menggunakan Algoritma Genetika Azimatul Khulaifah, Heri Suryoatmojo, ST, MT, Ph.D, Vita Lystianingrum Budiharto Putri, ST, M.Sc Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Hal ini dapat diperoleh dari penempatan turbin angin yang tepat pada suatu ladang angin (wind farm). Pada suatu ladang angin yang telah ditentukan luasnya terdapat berbagai macam peluang konfigurasi untuk menempatkan turbin-turbin tersebut yang nantinya dapat dihitung besar biaya per pembangkitan daya dari tiap-tiap konfigurasi tersebut. Sehingga, permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah apakah metode algoritma genetika dapat diimplementasikan untuk memilih dan menentukan konfigurasi penempatan turbin-turbin angin yang tepat dalam suatu ladang angin agar dihasilkan daya yang maksimum dan biaya yang minimum dari tiap-tiap pembangkitan dayanya Tugas akhir ini bertujuan untuk memperoleh suatu metode guna menentukan konfigurasi letak turbin-turbin angin yang optimum pada suatu ladang angin sehingga dapat diperoleh besarnya daya yang maksimum dan biaya yang minimum. Agar Tugas Akhir ini tidak menyimpang dari ketentuan yang digariskan maka diambil batasan dan asumsi sebagai berikut: 1. Kondisi angin diasumsikan memiliki kecepatan yang sama (konstan) dan arah angin diabaikan. 2. Besar diameter rotor setiap turbin dianggap sama. 3. Daya yang digunakan masih berupa daya turbin (Pw). 4. Biaya yang diperhitungkan hanya biaya investasi. 5. Simulasi dilakukan menggunakan software MATLAB 7.6.
Abstrak-- Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dalam kehidupannya. Hampir semua kegiatan manusia di setiap harinya memerlukan listrik dan sampai saat ini permintaan akan listrik semakin meningkat. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi pembangkit listrik berbahan bakar minyak yang semakin menurun akibat mahalnya harga bahan bakar. Oleh karena itu, perlu dicari semacam solusi terhadap pemenuhan listrik dengan pemanfaatan energi alternatif terbarukan yang cukup berpotensi di Indonesia. Salah satu energi alternatif terbarukan yang saat ini adalah penggunaan teknologi turbin angin dimana energi angin yang diperoleh bebas dari alam ini akan diubah sedemikian rupa hingga menjadi energi listrik. Meskipun bahan baku energinya tak terbatas sehingga dari segi bahan baku lebih murah dari PLT yang lain, akan tetapi biaya intalasi pembangkit listrik yang menggunakan teknologi turbin angin masih tergolong mahal. Oleh karena itu diharapkan sistem pembangkit yang digunakan seefisien mungkin, yaitu dengan biaya yang relatif murah mampu menghasilkan energi listrik yang maksimum. Hal ini dapat diperoleh dari penempatan turbin angin yang tepat pada suatu lahan angin (wind farm). Pada tugas akhir ini disimulasikan penentuan konfigurasi letak turbin angin yang optimum menggunakan metode algoritma genetika, sehingga diperoleh biaya yang minimum dan pembangkitan daya yang maksimum. Hasil dari simulasi ini berupa suatu konfigurasi letak turbin angin yang memberikan harga pembangkitan paling minimum. Kata kunci : Turbin Angin, Konfigurasi Letak Turbin Angin, Optimasi, Algoritma Genetika
I. PENDAHULUAN Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dalam kehidupannya. Hampir semua kegiatan manusia di setiap harinya memerlukan listrik. Pembangkit listrik yang ada saat ini masih banyak yang menggunakan bahan bakar minyak. Sedangkan kondisi yang terjadi saat ini adalah menipisnya cadangan sumber-sumber bahan bakar tersebut dan efek buruknya terhadap lingkungan. Sebagai konsekuensi atas kebutuhan manusia akan listrik, maka harus dicari semacam solusi terhadap pemenuhan listrik dengan pemanfaatan energi alternatif terbarukan yang cukup berpotensi di Indonesia. Salah satunya adalah penggunaan teknologi turbin angin yang memanfaatkan energi angin sebagai penggeraknya. Meskipun bahan baku energinya tak terbatas sehingga dari segi bahan baku lebih murah dari PLT yang lain, akan tetapi biaya intalasi pembangkit listrik yang menggunakan teknologi turbin angin masih tergolong mahal. Oleh karena itu diharapkan sistem pembangkit yang digunakan seefisien mungkin, yaitu dengan biaya yang relatif murah mampu menghasilkan energi listrik yang maksimum.
II. TEORI PENUNJANG Turbin Angin Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu udara akibat pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak angin memiliki energi kinetik. Energi angin dapat dikonversi atau ditransfer ke dalam bentuk energi lain seperti listrik atau mekanik dengan menggunakan kincir atau turbin angin. Oleh karena itu, kincir atau turbin angin sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) [1].
2.1
1
Turbin angin adalah sistem konversi energi angin untuk menghasilkan energi listrik. Prinsip kerja dasar dari turbin angin adalah dengan energi angin yang menyebabkan kincir (blade) berputar menghasilkan energi mekanik, lalu energi mekanik pada putaran kincir digunakan untuk memutar generator, yang akhirnya akan menghasilkan listrik. Ada 2 gaya yang bekerja pada batang kincir yaitu gaya lift dan drag. Ketika angin bertiup melalui bilah tersebut, maka akan timbul udara bertekanan rendah di bagian bawah dari sudu, tekanan udara yang rendah akan menarik sudu bergerak ke area tersebut. Gaya yang ditimbulkan dinamakan gaya angkat. Besarnya gaya angkat biasanya lebih kuat dari tekanan pada sisi depan bilah, atau yang biasa disebut tarik. Kombinasi antara gaya angkat dan tarik menyebabkan rotor berputar seperti propeler dan memutar generator. Dengan menghubungkan poros (shaft) rotor ke generator maka akan didapatkan energi listrik yang dapat disimpan dalam accu atau langsung digunakan untuk memenuhi beban alat listrik rumah tangga. Ketersediaan angin dengan kecepatan yang memadai menjadi faktor utama dalam implementasi teknologi kincir angin.
diperhitungkan untuk mengoptimalkan energi yang diperoleh setiap tahunnya. Jarak ini tergantung pada medan, arah angin, kecepatan angin dan ukuran turbin. Dari penelitian yang telah dilakukan, untuk daerah yang datar ditemukan jarak optimum antar menara sebesar 1,5-3 rotor diameter untuk posisi turbin yang melawan arah angin (crosswind) dan 8-12 diameter rotor untuk posisi turbin yang searah dengan datangnya angin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Posisi turbin tersebut dapat mempengaruhi kecepatan turbin yang lain, terutama turbin yang ada di belakangnya akan mengalami penurunan kecepatan menjadi 1/3-nya.
Gambar 2.3 Skema wake model [3] Selain kecepatan, besar jari-jari rotor di sisi hilir (downstream) juga akan dipengaruhi oleh jarak (x) yang memisahkan turbin yang satu dengan turbin yang ada di belakangnya. Gambar 2.1 Komponen dasar turbin angin 2.1.1 Jarak Turbin Sebelum membuat suatu PLTB, masalah yang biasanya ditemui adalah lahan untuk tempat pemasangan turbin angin terbatas atau harga lahan yang cukup tinggi. Jika digunakan turbin dengan ukuran yang besar, dengan tujuan agar diperoleh daya ekstraksi yang besar memiliki biaya investasi cukup mahal. Sedangkan, jika digunakan turbin yang berukuran kecil untuk menekan biaya investasi, daya yang dihasilkan kecil. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan perhitungan baik dari jumlah turbin yang digunakan, ukuran turbin, dan jarak antar turbin yang mampu mengekstraksi daya secara maksimum.
Gambar 2.4 Perbedaan jari-jari rotor di sisi hulu dan hilir [4] 2.1.2 Biaya Cost of Energy (COE) didefinisikan sebagai biaya rata-rata per kWh produksi energi listrik. Untuk menghitung COE, biaya produksi energi listrik tahunan dibagi dengan total energi listrik yang digunakan, dengan persamaan berikut [5] : =
×
+ &
(2.1)
dengan : CI FCR CR CO&M
Gambar 2.2 Jarak menara turbin optimum pada daerah datar [2] Ketika mendirikan turbin angin pada suatu ladang angin, jarak antara menara yang satu dengan yang lain
AEP 2
= Modal awal ($) = Cadangan Biaya (%/tahun) = Biaya penggantian ($/tahun) = Biaya perawatan dan operasi ($/kWh) = Produksi daya tahunan (kWh/tahun)
End Buat satu atau dua kopi kromosom terbaik Loop sampai didapatkan N kromosom baru Pilih dua kromosom Pindahsilang Mutasi End
2.1.3 Energi Angin Menurut ilmu fisika klasik energi kinetik dari sebuah benda dengan massa m dan kecepatan v dengan asumsi bahwa kecepatan v tidak mendekati kecepatan cahaya. Energi kinetik yang dimiliki oleh angin dapat didapat dari persamaan [2] :
E = mv
(2.2)
End
dimana : Ek m
= Energi kinetik (Joule) = Massa (kg)
v
= Kecepatan(m/detik)
Pada algoritma di atas digunakan skema penggantian populasi yang disebut sebagai generational replacement. Artinya, N kromosom dari suatu generasi digantikan sekaligus oleh N kromosom baru hasil pindah silang dan mutasi.
Bila suatu blok udara yang mempunyai penampang A dalam m2, dan bergerak dengan kecepatan v (m/detik), maka jumlah massa yang melewati suatu tempat adalah :
III
3.1
m = ρAv
Parameter Turbin Angin [3] Pada proses optimasi penempatan turbin angin ini memiliki fungsi objektif yang terdiri dari fungsi biaya (cost) dan fungsi daya (Ptot), dimana hasil dari proses optimasi ini adalah suatu nilai biaya minimum dari setiap daya yang terbangkitkan.
(2.3)
dimana : ρ A
= Kerapatan udara (kg/m3) = Luas area penangkapan angin (m2)
Fungsi objektif =
Dengan dua persamaan (2.2) dan (2.3), besar daya yang dihasilkan dari energi angin sebagai berikut : P =
ρAvv = ρAv
= Energi angin (Watt)
Baling-baling tidak dapat mengekstrak semua kecepatan angin yang ada pada sisi hulu (upstream) sehingga kecepatan angin pada hilir (downstream) berkurang. Daya aktual yang diekstraksi oleh rotor baling- baling merupakan perbedaan antara kekuatan angin hulu dan hilir. Karena kecepatan angin dari v ke vo tidak kontinyu, maka diambil kecepatan rata-ratanya sehingga daya yang diekstraksi oleh rotor sebesar :
P! = "ρA #
$%$&
'( )v − v! + =
ρAv C-
;<=> -?@?
(3.1)
Berdasarkan persamaan fungsi objektif tersebut, terdapat dua fungsi di dalamnya, yaitu : a. Fungsi Daya Fungsi daya ini digunakan untuk mencari besar daya yang terbangkitkan dari seluruh jumlah turbin yang digunakan pada setiap solusi konfigurasi letak turbin. Parameter dari turbin angin yang digunakan antara lain rotor turbin, kecepatan, dan daya total. Sesuai dengan Gambar 2.3 yang menjelaskan tentang wake model, dimana pada area penangkapan angin terjadi perbedaan antara jari-jari rotor pada hulu dan hilir. Perbedaan jarijari ini akan menyebabkan kecepatan di hulu dan di hilir juga berbeda. Dengan persamaan luas area penangkapan angin suatu tubin (Ar) dan turbin dibelakangnya (A1) adalah :
(2.4)
dimana : Pw
OPTIMASI MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA
(2.5)
A = πr dan AD = πrD
Cp merupakan koefisien daya dari ekstraksi angin pada hulu oleh rotor yang kemudian diumpankan ke generator listrik. Dari persamaan (2.5) Dapat dilihat bahwa Cp sangat tergantung pada rasio vd/v. Secara teori, nilai maksimum dari Cp adalah 0,59 (≅ 0,6).
(3.2)
dimana : rr = jari-jari rotor downstream turbin di depan (m) r1 = jari-jari rotor downstream turbin dibelakang (m)
2.2
Algoritma Genetika untuk Optimasi Algoritma genetika adalah suatu algoritma pencarian yang didasarkan pada mekanisme seleksi alamiah dan genetika alamiah. Langkah-langkah algoritma genetika dapat ditulis sebagai pseducode berikut [6] :
Dari persamaan 3.2 dan mengacu pada skema wake model pada Gambar 2.3, diperoleh pula persamaan hubungan jari-jari rotor di sisi hulu (downstream) suatu turbin terhadap turbin dibelakangnya yaitu :
Inisialisasipopulasi, N kromosom Loop Loop untuk N kromosom Dekodekankromosom Evaluasikromosom
E = FG + EH
dimana : x = Jarak antar turbin (m) 3
(3.3)
Diagram alir metode algoritma genetika untuk menentukan konfigurasi yang optimum dari penempatan turbin angin ditunjukkan oleh Gambar 3.1.
α = Faktor induksi aksial Faktor induksi aksial (α) adalah faktor yang diperoleh dari tinggi menara turbin (z) dan kekasaran permukaan tanah (z0) dengan persamaan : α=
I.K
(3.4)
LM N/NP
Secara teori nilai maksimum Cp adalah 0,59 (≅ 0,6). Pada proses optimasi ini, nilai tersebut yang akan dipergunakan sebagai koefisien dayanya.
P = Av CQ = Av × 0.6 = 0.3Av
(3.5)
Sehingga diperoleh rumus sederhana untuk total daya yang dihasilkan yaitu : P><> = ∑W VX 0.3vV
(3.6)
dimana : N = Jumlah tubin yang digunakan. vi = Kecepatan angin (m/s) Suatu turbin akan mengalami penurunan kecepatan jika di depannnya terdapat turbin yang lain, dan dengan mensubstitusi persamaan (3.2), (3.3) dan (3.5) diperoleh persamaan kecepatan suatu turbin akibat pengaruh turbin di depannya yaitu :
v = vI Y1 − [" ( "
D\
]^D\
( _`
(3.7)
Daya total yang dihasilkan masih berupa daya turbin, dengan kata lain belum dikonversi menjadi daya elektrik sehingga efisiensi dari mekanik transmisi (ηm) dan efisiensi dari konversi elektrik (ηg) diabaikan. b.
Gambar 3.1 Flowchart optimasi penempatan turbin angin optimal menggunakan algoritma genetika
Fungsi Biaya Biaya dari suatu pembangkit secara umum dapat dilihat pada persamaan (2.1). Tetapi dalam proses optimasi kali ini biaya yang digunakan hanya biaya investasi sebagai variabel dari fungsi biaya. Persamaan untuk fungsi yaitu :
h
cost = N + exp%I,IIfgW
Ladang angin yang digunakan pada simulasi ini terdiri dari 100 lokasi turbin angin yang dibuat berukuran 10x10 lokasi, dengan tiap-tiap kotak berukuran 200 meter, sehingga total ladang angin yang terbentuk adalah 2 km x 2 km [3]. Gambar 3.2 Konfigurasi penempatan turbin angin
(3.8)
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa ukuran tiap kotak sebasar 200m x 200 m atau 5rr x 5rr. Turbin-turbin akan dipasang pada titik tengah dari kotak tersebut. Jarak aman antar menara dengan posisi turbin melawan arah angin sebesar 1,5-3 rotor diameter atau sekitar 160 sampai 320 meter, maka turbin pada suatu kolom tidak akan mempengaruhi turbin pada kolom di sampingnya. Sehingga yang diperhitungkan nanti hanyalah pengaruh antara suatu turbin dengan turbin-turbin di belakangnya. Parameter-parameter yang digunakan pada algoritma genetika dalam tugas akhir ini tersebut antara lain : - Luas ladang angin = 2 km x 2 km - Jari-jari rotor (rr) = 40 meter - Jarak antar turbin (x) = 200 meter - Kecepatan awal (u0) = 12 m/d - Tinggi menara (z) = 60 meter - Kekasaran permukaan tanah (z0)= 1
dimana : N = Jumlah tubin yang digunakan c.
Efisiensi Efisiensi dari suatu konfigurasi penempatan turbin dapat diperoleh dari daya total (Ptot) yang dihasilkan dibanding dengan daya dari tiap-tiap turbin (N) dengan kecepatan normal (u0). Sehingga dapat dibuatpersamaan : Eiisiensi =
-?@? W(I. $j P)
(3.9)
dimana : Ptot = Total daya yang dihasilkan (W) N = Jumlah turbin yang digunakan vo = kecepatan rata-rata angin (m/s) 3.2
Turbin Penempatan Algoritma Genetika
Angin
Menggunakan
4
-
Jumlah gen (Nbit) = 10 Jumlah variabel (Nvar) = 10 Jumlah populasi (UkPop) = 50 Probabilitas pindah silang (Pc) = 0,8 Probabilitas mutasi (Pm) = 0,05 Generasi maksimum (MaxG) = 500
Fungsi ini bertujuan untuk menghitung nilai fitness dari suatu individu ‘x’. nilai fitness diperoleh dari fungsi objektif pada persamaan 3.1. Fungsi objektif ini sendiri terdiri dari fungsi daya, fungsi biaya, dan efisiensi. Masukan dari fungsi ini adalah individu ‘x’ dari tiap-tiap kromomosom yang telah dilakukan evaluasi pada fungsi objektifnya untuk memperoleh nilai fitness. Setelah ditemukan nilai fitnessnya, nilai fitness dari tiap-tiap kromosom akan dibandingkan agar diperoleh nilai fitness dari individu mana yang paling maksimum (MaxF) dan minimum (MinF). Indeks dari individu yang memeiliki nilai fitness maksimum atau terbaik disimpan pada variabel “IndeksIndividuTerbaik”. Untuk menjaga agar individu bernilai fitness tertinggi tidak hilang selama proses evolusi, maka perlu dilakukan prosedur elitisme, dengan cara membuat satu atau dua dua kopi dari individu bernilai fitness tertinggi tersebut dan disimpan pada variabel TempPopulasi. Kromosom terbaik yang telah dikopi ini akan tetap dipilih sebagai salah satu kandidat induk yang akan dipindahsilangkan. Nilai fitness terbaik ini akan dibandingkan dengan nilai fitness kromosomkromosom generasi berikutnya hasil pindah silang dan mutasi. kromosom hasil pengkopian ini pastinya akan disertakan lagi pada generasi berikutnya.
Inisialisasi Populasi Tujuan dari fungsi ini adalah membangkitkan populasi awal yang berisi sejumlah kromosom dan setiap kromosom berisi sejumlah gen. Masukan untuk fungsi tersebut adalah UkPop yang menyatakan ukuran populasi (jumlah kromosom dalam populasi), dan JumGen yang menyatakan jumlah gen dalam suatu kromosom dan juga merupakan perkalian antara banyaknya jumlah gen (Nbit) dan jumlah variabel (Nvar). Sedangkan keluaran dari fungsi ini adalah variable populasi awal berupa matriks berukuran UkPop x JumGen. Setiap kromosom memiliki nilai berupa bilangan biner acak yaitu 0 dan 1. Bilangan 1 mewakili ada turbin angin dan bilangan 0 mewakili tidak ada turbin yang dipasang pada kotak tersebut. Pada proses awal inisialisasi populasi dibangkitkan populasi sebanyak 50 sebagai populasi generasi pertama, dimana setiap kromosomnya terdiri dari bilangan biner berbentuk vektor baris berukuran 1x100, sehingga populasi yang terbentuk seolah-olah berupa matriks biner dengan ukuran 50x100. Bentuk dari sebuah populasi hasil inisialisasi populasi dapat berbentuk matriks biner atau vektor baris. Pada proses kali ini dibangkitkan populasi berupa vektor baris agar lebih mudah saat melakukan proses algoritma genetika berikutnya. Hasil dari proses inisialisasi ini merupakan generasi pertama yang akan diuji nilai fitness setiap kromosomnya pada tahap berikutnya.
Penskalaan Nilai Fitness (Linier Fitness Ranking) Untuk menghindari kecenderungan konvergen pada optimum lokal, maka digunakan penskalaan nilai fitness seperti pada persamaan :
Pengkodean Kromosom Fungsi ini bertujuan untuk mengkodekan sebuah kromosom yang berisi bilangan biner menjadi individu ‘x’ yang bernilai real sesuai dengan jumlah variabel penyelesaiannya. Setiap kromosom dari 50 populasi tersebut akan diproses menggunakan fungsi dekode kromosom. Setiap kromosom yang berisi bilangan biner dalam populasi tersebut dikodekan menjadi individu ‘x’ yang bernilai real. Sehingga hasil dari fungsi ini adalah individu ‘x’ yang terdiri dari x(1) sampai x(10) dengan x(1) adalah hasil dekode dari Kromosom(1) sampai Kromosom(10) yang merepresentasikan banyaknya turbin yang digunakan pada tiap baris dalam satu konfigurasi, begitupun untuk individu ‘x’ selanjutnya. Kromosom yang telah dikodekan menjadi individu ‘x’ tersebut menjadi masukan pada analisis penentuan besar daya dan biaya yang kemudian ditentukan nilai fitnessnya, yaitu pada proses evaluasi individu.
Gambar 3.3 Dekode satu buah kromosom
Evaluasi Individu 5
f(i = fmax − fmax − fmin
kV% W%
(3.11)
sehingga diperoleh nilai fitness baru yang lebih baik, yaitu yang memiliki variansi tinggi. Pada fungsi ini digunakan perintah sort untuk mengurutkan nilai fitness dari kecil ke besar (ascending). Hasil akhir dari prosedur ini adalah nilai fitness baru hasil penskalaan yang akan dijadikan input pada proses-proses selanjutnya. Seleksi Pada proses seleksi dilakukan menggunakan metode roulette whell. Proses ini dilakukan dengan sistem pemilih acak berbobot. Input yang diperlukan pada prosedur ini adalah nilai fitness yang telah mengalami penskalaan. Nilai-nilai fitness yang sudah diurutkan pada proses linier fitness ranking digunakan untuk memilih kromosom mana yang akan megalami proses perkawinan atau pindah silang. Dari semua kromosom dengan nilai fitnessnya masing-masing, kemudian dibuat sistem pemilih acak berbobot sesuai dengan nilai fitnessnya. Kromosom dengan nilai fitness besar mempunyai bobot yang besar, sedangkan kromosom dengan nilai fitness kecil mempunyai bobot yang kecil. Karena kromosom dengan nilai fitness yang besar, bobotnya menjadi besar sehingga sektornya akan lebih lebar pada Roulette Wheel. Sehingga probabilitas terpilihnya menjadi lebih besar. Proses roulette wheel diputar sebanyak ukuran populalsi (UkPop).
Proses roulette wheel ini dikendalikan oleh sebuah bilangan random (acak) RN yang dibangkitkan oleh program pada interval [0,1). Apabila nilai kumulatif lebih besar dari bilangan random yang dibangkitkan (KumulatifFitness> RN), maka kromosom dengan indeks-i akan terpilih sebagai induk. Indeks dari kromosom yang terpilih ini disimpan pada sebuah variabel Pindex yang merupakan nama fungsinya. Keluaran dari fungsi ini adalah Pindex yaitu indeks dari individu yang terpilih sebagai orang tua. Pindah Silang Pindah silang adalah prosedur untuk mengkawinkan dua induk yang telah dipilih pada proses roulette wheel, namun tidak semua induk akan mengalami pindah silang karena proses pindah silang ini banyak dikendalikan oleh beberapa bilangan random. Pindah silang pada permasalahan ini dapat diimplementasikan dengan skema pindah silang satu titik potong (one point crossover) dimana suatu titik potong dipilih secara acak, kemudian bagian pertama dari orang tua 1 digabungkan dengan bagian kedua dari orangtua 2. Titik potong (TP) diperoleh secara random, gen-gen yang terletak diantara dua titik potong akan saling dipertukarkan antar induk. Jumlah kromosom yang akan dipindahsilangkan juga dipengaruhi probabilitas pindah silang (Pc) yang besarnya telah ditentukan pada tahap inisialisai populasi. Dari hasil pindah silang tersebut akan dihasilkan dua buah kromosom baru yang menjadi anak yaitu Anak (1,:) dan anak A(2,:). Anak A(1,:) merupakan anak pertama yang kolom bagian depan berisi gen bapak dan kolom bagian belakang berisi gen ibu. Sedangkan anak A(2,:) adalah anak kedua yang kolom bagian depan berisi gen ibu dan kolom bagian belakang berisi gen bapak. Setelah mengalami proses pindah silang maka akan dihasilkan satu populasi baru hasil pindah silang termasuk di dalamnya kromosom terbaik hasil pengkopian pada prosedur elitisme. Gen-gen pada populasi ini akan diseleksi lagi pada proses berikutnya yakni proses mutasi.
generasi ke MaxG maka akan didapatkan nilai fitness tertinggi dari seluruh genersi yang menunjukkan kromosom terbaik yang akan diambil sebagai solusi. IV SIMULASI DAN ANALISIS Hasil dan Analisa Simulasi Matlab Pada simulasi ini dilakukan running program sebanyak 10 kali. Dari simulasi yang dilakukan diperoleh hasil berupa konfigurasi letak turbin, banyaknya turbin yang digunakan, daya total, biaya total, dan efisiensi. 4.1
Tabel 4.1 Hasil simulasi dengan 10 kali running No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Turbin 45 42 53 47 41 39 46 40 44 48
Total Daya (MW) 112,60 93,33 95,03 113,42 101,97 87,30 115,05 85,91 108,15 100,93
Total Biaya 30,24 28,65 35.47 31,67 28,07 26,92 31,05 27,49 29,84 32,29
Efisiensi (%) 77 78 79 81 71 68 88 76 78 88
Dari data hasil simulasi pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat dilihat, jumlah turbin yang digunakan menunjukkan angka yang berbeda yaitu berkisar 39 sampai 53 buah turbin. Total daya yang dihasilkan berkisar pada 85,908 MW sampai 115,05 MW dengan total biaya antara 26.92 sampai 35.46. Efisiensi yang diperoleh berkisar antara 68% sampai 88%. Dari hasil-hasil tersebut dapat dianalisa bahwa solusi yang diperoleh dari setiap kali running berbedabeda. Hal ini dikarenakan adanya fungsi random pada setiap fungsi yang terdapat pada algoritma genetika, mulai dari inisialisasi individu, seleksi, pindah silang dan mutasi. Jumlah turbin yang banyak tidak selalu menghasilkan daya yang lebih besar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan kecepatan pada turbin-turbin tertentu akibat turbin di depannya. Total biaya yang dihasilkan tergantung dari banyaknnya turbin yang digunakan. Semakin banyak turbin yang digunakan maka total biaya akan lebih banyak mengalami pengurangan.
Mutasi Pada kasus ini skema mutasi yang digunakan adalah skema swap mutation. Dengan skema swap mutation ini muatasi dilakukan dengan cara menukarkan gen-gen yang dipilih secara acak dengan gen yang dipilih secarak acak juga. Mutasi ini mengubah gen 0 menjadi 1 dan sebaliknya secara acak. Jika suatu bilangan random [0,1] yang dibangkitkan oleh perintah rand kurang dari probabilitas mutasi (Pm), maka gen yang bersesuaian akan diganti dengan nilai kebalikannya (nilai 0 dirubah 1 dan 1 dirubah 0). Keluaran dari fungsi ini adalah kromosom hasil mutasi MutKrom.
• • •
Penggantian Populasi Untuk pergantian populasi dalam suatu generasi digunakan general replacement yaitu pergantian populasi secara keseluruhan. Populasi pada generasi sebelumnya yang merupakan parent diganti seluruhnya dengan populasi baru yang merupakan anak atau turunannya (offspring). Populasi pada generasi berikutnya adalah kromosom bentukan baru hasil pindah silang dan mutasi serta ditambah kromosom hasil elitisme. Prosedur yang sama akan berlaku untuk populasi baru, yakni akan mengalami tahapan yang sama dengan populasi sebelumnya. Apabila perhitungan dilanjutkan sampai
•
•
• •
•
• • •
•
•
•
•
•
•
• •
• •
•
•
•
• •
•
•
•
•
• •
6
•
•
•
•
•
•
• •
terdapat proses-prosess yang dapat mencari nilai-nilai yang lebih baik. Sehingga terbukti dengan menggunakan metode algoritma genetika dapat memperoleh konfigurasi letak turbin yang lebih baik, dengan biaya per pembangkitannya yang minimum. Di samping itu, menggunakan algoritma genetika dapat mempercepat proses penentuan konfigurasi beserta besar biayanya dengan lebih cepat. 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Hasil simulasi dan pengujian menunjukkan bahwa metode algoritma genetika dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam menentukan konfigurasi penempatan turbin angin dalam suatu lahan angin secara optimum. 2. Dengan jumlah turbin yang sama tetapi dengan konfigurasi yang berbeda, dari simulasi dan perhitungan manual menunjukkan hasil yang berbeda untuk total daya dan efisiensi. Hasil dari simulasi menggunakan algoritma genetika lebih optimum dibanding dengan perhitungan manual. 3. Sedangkan untuk biaya, hasil simulasi dan perhitungan manual menunjukkan hasil yang sama karena biaya hanya dipengaruhi oleh banyaknnya turbin yang digunakan. 4. Hasil simulasi menunjukkan daya yang lebih besar yaitu 115,05 MW dibandingkan dengan hasil perhitungan manual sebesar 57,94 MW. Sedangkan untuk biayanya, hasil simulasi dengan perhitungan manual menunjukkan nilai yang sama, yaitu biaya sebesar 31,05. Untuk efisiensi, hasil simulasi menunjukkan nilai efisiensi yang paling baik, yaitu sebesar 87 % dibandingkan dengan hasil perhitungan manual sebesar 48%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil optimasi penempatan turbin angin menggunakan algoritma genetika lebih baik.
Gambar 4.1 Hasil simulasi Matlab dengan jumlah turbin sebanyak 46 4.2
Hasil Perhitungan Manual Dari hasil simulasi di atas, untuk membuktikan apakah daya dan biaya yang dihasilkan optimum, maka akan dibandingkan dengan perhitungan manual menggunakan persamaan yang sama, jumlah turbin yang sama tetapi dengan berbagai peluang posisi yang berbeda. Untuk perhitungan manual ini, data yang dipergunakan hanya jumlah turbin sebanyak 46. Konfigurasi dan hasil perhitungannya sebagai berikut : •
•
• • • •
•
•
• • • •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
• • • •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
• •
• •
Gambar 4.2 Konfigurasi manual Tabel 4.2 Perbandingan hasil simulasi dan perhitungan manual Percobaan
Jumlah Turbin
Simulasi Manual
46 46
Total Daya (MW) 115,05 57,94
Total Biaya
Efisiensi (%)
31,05 31,05
87 48
5.2 Saran 1. Penentuan konfigurasi penempatan turbin menggunakan algoritma genetika yang digunakan dalam tugas akhir ini hanya menggunakan satu kondisi yaitu kecepatan angin yang sama dan mengabaikan arah angin. Sehingga diharapkan hal ini dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya digunakan pula kondisi kecepatan angin yang berbeda dan memperhatikan arah angin. 2. Metode algoritma genetika yang digunakan dalam tugas akhir ini masih menggunakan metode algoritma standar, sehingga untuk penelitian selanjutnya penyelesaian permasalahan ini dapat dikembangkan dengan menggunakan metode algoritma genetika lanjut atau metode lain seperti metode Monte Carlo.
Dari data hasil simulasi dan perhitungan manual diperoleh hasil yang sedikit berbeda. Dengan jumlah turbin yang sama, hasil simulasi menunjukkan baik daya, biaya, dan efisiensi menunjukkan nilai yang lebih baik. Hasil simulasi menunjukkan daya yang lebih besar yaitu 115,05 MW dibandingkan dengan hasil perhitungan manual sebesar 57,94 MW. Sedangkan untuk biayanya, hasil simulasi dan perhitungan manual menunjukkan angka yang sama yaitu 31,05. Hal ini dikarenakan untuk menghitung biaya hanya dipengaruhi oleh banyaknya turbin yang digunakan. Karena jumlah turbin yang digunakan pada simulasi dan perhitungan manual adalah sama maka biaya yang dihasilkan juga bernilai sama. Untuk efisiensi daya, hasil simulasi menunjukkan efisiensi yang lebih baik dibanding perhitungan manual, yaitu 87% dibandingkan dengan 48%. Hasil yang diperoleh dari proses algoritma genetika memiliki nilai-nilai yang lebih baik dari pada perhitungan manual, hal ini dikarenakan pada preoses algoritma genetika
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
7
Saiful, M., “Rancang Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Angin pada Stasiun Pengisian Accu Mobil Listrik”, PENS, Surabaya, 2008. Patel, M. R., “Wind and Solar Power System Design, Analysis, and Operation”, U.S. Merchant Marine Academy Kings Point, New York, U.S.A., 2006.
[3]
[4] [5]
[6]
Emami, A., dan Noghreh, P., “New Approach on Optimization in Placement of Wind Turbines within Wind Farm by Genetic Algorithms”, ELSEVIER Conference Papers, paper 1559, 2010. Master, G. M., “Renewable and Efficient Electric Power Systems”, Stanford University, 2004 Kusiak, A., dan Song Zhe., “Design of Wind Farm Layout for Maximum Wind Energy Capture”, ELSEVIER Conference Papers, paper 685, 2010. Suyanto, “Algoritma Genetika dalam MATLAB”, ANDI, Yogyakarta, 2005.
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis lahir di Gresik pada tanggal 26 Januari 1998 dengan nama Azimatul Khulaifah sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan yang pernah ditempuh adalah TK Ibnaul Wathon, Duduk Spy-Gresik, MI Infarul Ghoyyi Duduk Spy-Gresik, SLTP Negeri 1 Lamongan dan SMA Negeri 6 Surabaya. Setelah lulus dari SMA Negeri 6 Surabaya pada tahun 2006, penulis diterima di sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya di Jurusan D3Teknik Elektro FTI-ITS. Setelah lulus pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya di tingkat S1Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi di alamat e-mail
[email protected].
8