OPTIMISASI DAN KARAKTERISASI NANOKURKUMINOID TERSALUT ASAM PALMITAT
HARWANDI RUDIYANTO EKAPUTRA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimisasi dan Karakterisasi Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013
Harwandi Rudiyanto Ekaputra NIM G84090021
ABSTRAK HARWANDI RUDIYANTO EKAPUTRA. Optimisasi dan Karakterisasi Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan WARAS NURCHOLIS. Kurkuminoid merupakan pigmen kuning yang berasal dari tanaman rhizoma Curcuma xanthorhiza Roxb. Bioavailabilitas kurkuminoid sangat rendah di dalam air, laju pelarutan yang lambat, dan ketidakstabilan di dalam pencernaan. Masalah ini dapat diatasi dengan penggabungan senyawa kurkuminoid ke dalam sistem koloid pembawa, seperti nanopartikel. Tujuan penelitian ini adalah membuat nanokurkuminoid sebagai bahan sediaan obat dengan tingkat kestabilan yang tinggi dalam kondisi penyimpanan pada jangka waktu tertentu dan menentukan nanokurkuminoid yang optimum dengan melakukan karakterisasi (ukuran partikel, zeta potensial, dan morfologi) nanokurkuminoid. Homogenisasi selama 5 menit menghasilkan nanokurkuminoid yang optimum dengan ukuran partikel sebesar 166.17 ± 39.64 nm dan indeks polidispersitas sebesar 0.20 ± 0.06. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam nanokurkuminoid yang didapatkan sebesar 86.02 %. Serbuk nanokurkuminoid mempunyai morfologi permukaan berongga-rongga kecil dan bentuknya tidak beraturan. Kata kunci: kurkuminoid, nanopartikel lipid padat, SEM-EDS, stabilitas
ABSTRACT HARWANDI RUDIYANTO EKAPUTRA. Optimization and Characterization of Curcuminoid Loaded Palmitic Acid Nanoparticle. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and WARAS NURCHOLIS. Curcuminoid is a yellow pigment derived from the rhizomes Curcuma xanthorhiza Roxb. Curcuminoid has restrict bioavailability in the water, slow dissolution rate, and instability in the gastrointestinal tract. These problems can be resolve with incorporation of curcuminoid into solid lipid nanoparticle as colloidal carrier system. The aims of this research are to produce nanocurcuminoid as material of medical preparation with high stability in conditional storage and determine the optimum nanocurcuminoid characters (particle size, zeta potensial, and morphology). Five minutes homogenization produce optimum nanocurcuminoid with particle size of 166.17 ± 39.64 nm and polydispersity index of 0.20 ± 0.06. The entrapment efficiency of curcuminoid obtained in this study was about 86.02 %. Surface morphology of nanocurcuminoid’s powder showed small hollow-cavity and irregular shape. Key words: curcuminoid, solid lipid nanoparticle, SEM-EDS, stability
OPTIMISASI DAN KARAKTERISASI NANOKURKUMINOID TERSALUT ASAM PALMITAT
HARWANDI RUDIYANTO EKAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul : Optimisasi dan Karakterisasi Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat Nama : Harwandi Rudiyanto Ekaputra NIM : G84090021
Disetujui oleb
-
Dr. Laksmi Ambarsari, M .S. Pembimbing I
Waras Nu cbolis S.Si. M .Si.
Pembimbing II
't Diketabui oleb
Tanggal Lulus:
1 9 DEC 2013
Judul : Optimisasi dan Karakterisasi Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat Nama : Harwandi Rudiyanto Ekaputra NIM : G84090021
Disetujui oleh
Dr. Laksmi Ambarsari, M.S. Pembimbing I
Waras Nurcholis, S.Si., M.Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Karya ilmiah yang berjudul Optimisasi dan Karakterisasi Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada departemen Biokimia. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Dr. Laksmi Ambarsari, M.S dan Waras Nurcholis, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Muslih Abdul Mujib selaku pembimbing penelitian yang telah membantu selama kegiatan di Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Biofisika Material. Terima kasih juga kepada keluarga atas segala doa dan dukungan morilnya, serta kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Harwandi Rudiyanto Ekaputra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Hasil
5
Pembahasan
8
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Hasil ukuran partikel nanokurkuminoid dengan variasi waktu homogenisasi Stabilitas penyimpanan nanokurkuminoid pada suhu 4 ℃ Komposisi unsur serbuk nanokurkuminoid menggunakan SEM-EDS
6 6 7
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Emulsi nanokurkuminoid yang telah didinginkan setelah homogenisasi dengan variasi waktu (a) 1 menit, (b) 3 menit, dan (c) 5 menit Morfologi permukaan nanokurkuminoid dengan perbesaran (a) 600×, (b) 700×, dan (c) 2000×
5 7
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Diagram alir penelitian Penentuan efisiensi penjerapan
17 18
PENDAHULUAN Latar Belakang Temulawak merupakan salah satu tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, bangsa Scritamineae, suku atau family Zingiberaceae, marga Curcuma, dan spesies Curcuma xanthorhiza Roxb (Afifah 2010). Metabolit sekunder yang terdapat dalam rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb, suku Zingiberaceae) yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan minyak atsiri (Quiles et al. 2002). Kurkuminoid merupakan pigmen kuning yang berasal dari tanaman rhizoma Curcuma xanthorhiza Roxb. Kurkuminoid mengandung gugus fenolik dan ikatan terkonjugasi ganda, yang tidak stabil terhadap cahaya dan pH rendah. Kurkuminoid diidentifikasi sebagai 1,6-heptadiena-3,5-dion-1,7-bis(4hidroksi-3-metoksifenil)-(1E,6E), dan lebih dikenal dengan diferuloilmetana (Anand et al. 2007). Kurkuminoid komersial mengandung sekitar 77 % diferuloilmetana (kurkumin), 17 % demetoksikurkumin, dan 6 % bisdemetoksikurkumin (Anand et al. 2007). Aktivitas farmakologis kurkuminoid lainnya adalah chemosensitising, radiosensitising, penyembuhan luka, antijamur, antimikroba, imunomodulator, antioksidan, antihepatotoksik, dan antikanker (Narlawar et al. 2008). Kurkuminoid mengalami fotodegradasi setelah terkena cahaya UV dan daylight (Ansari et al. 2005). Perlakuan pemanasan berupa pendidihan serbuk kunyit selama 20 menit menyebabkan kandungan kurkuminoid mengalami penurunan sebesar 32 % (Suresh et al. 2007). Kurkuminoid mempunyai efek biologis, tetapi secara oral bioavailabilitas kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia (Chirio et al. 2011). Banyak obat yang bermasalah terhadap bioavailabilitasnya, hal ini disebabkan oleh rendahnya kelarutan obat tersebut di dalam air, laju pelarutan yang lambat, dan ketidakstabilan di dalam pencernaan (Severino et al. 2011). Obat tersebut yang dimasukkan secara oral mempunyai daya serap yang rendah karena kelarutan dalam air yang sangat rendah, hal ini menyebabkan kerugian terhadap molekul obat secara farmakokinetik. Masalah ini dapat diatasi dengan penggabungan senyawa kurkuminoid ke dalam sistem koloid pembawa (Ekambaram et al. 2012). Sistem koloid pembawa juga disebut sistem penghantar. Sistem koloid pembawa digunakan karena bioavailabilitas obat atau vaksin mengalami hambatan epithelial pada jalur gastrointestinal, dan terdegradasi dalam jalur gastrointestinal oleh enzim pencernaan (Jung 2000). Salah satu sistem penghantaran obat adalah nanopartikel lemak padat, lebih dikenal sebagai solid lipid nanoparticle (SLN). Nanopartikel lemak padat adalah salah satu sistem pembawa alternatif berukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat menjadi sistem pembawa koloid tradisional, seperti emulsi, liposom, mikropolimer, dan nanopartikel (Lakkireddy et al. 2006). Nanopartikel lemak padat terdiri atas inti hidrofobik dengan lapisan tunggal fosfolipid. Inti nanopartikel mengandung obat yang terlarut atau terdispersi di dalam matriks lemak padat dengan titik leleh yang
2
tinggi. Rantai hidrofobik dari fosfolipid melekat pada matriks lemak (Ristanti 2008). Kurkuminoid membutuhkan sistem koloid pembawa karena mempunyai bioavailabilitas yang rendah. Kurkuminoid mempunyai efisiensi penjerapan yang tinggi ketika berada di dalam bentuk mikropartikel lemak padat. Penelitian mikrokurkumin tersalut asam palmitat menghasilkan efisiensi penjerapan yang tinggi sebesar 74.58 ± 0.03 %. Efisiensi penjerapan tersebut dihasilkan oleh mikrokurkumin yang berukuran 131.00 ± 20.22 µm (Yadav et al. 2008). Mujib (2011) melakukan penelitian tentang nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat. Nanokurkuminoid yang dibuat, menghasilkan efisiensi penjerapan yang tinggi sebesar 77.65 % dengan ukuran 199.03 ± 67.62 nm. Polaritas asam lemak akan mempengaruhi interaksi asam lemak dengan kurkuminoid dan mekanisme pelepasan obat. Hal ini juga akan mempengaruhi kestabilan nanopartikel lemak padat dalam membawa kurkuminoid. Kestabilan nanopartikel lemak padat dapat memberikan indikasi tentang lamanya masa penyimpanan nanopartikel lemak padat yang telah mengandung kurkuminoid di dalamnya. Kurkuminoid tidak stabil dalam pH rendah, tapi ketika kurkuminoid disalutkan ke dalam nanopartikel lemak padat akan mempunyai ketahanan terhadap pH rendah. Nanokurkuminoid yang dibuat akan mengalami proses optimisasi. Hal ini bertujuan memperbesar daya angkut nanopartikel dalam mengangkut kurkuminoid, sehingga kurkuminoid yang dilepaskan ke arah target menjadi lebih efektif. Nanokurkuminoid yang telah dioptimisasi dapat dikarakterisasi dengan cara menganalisis ukuran partikel dan zeta potensial dari nanokurkuminoid. Nanokurkuminoid dengan stabilitas tinggi dapat dilihat melalui nilai zeta potensialnya dan endapan yang terbentuk selama masa penyimpanan. Nanokurkuminoid dalam bentuk cair akan dikeringbekukan hingga menjadi serbuk. Serbuk nanokurkuminoid selanjutnya dijadikan sebagai model obat oral. Morfologi serbuk nanokurkuminoid dilihat menggunakan scanning electron microscopy, dan dianalisis kandungan unsurnya dengan energy dispersive X-ray spectroscopy. Perumusan Masalah Emulsi dan serbuk nanokurkuminoid yang akan dibuat, berasal dari ekstrak temulawak lokal. Sediaan obat nanokurkuminoid memerlukan tingkat kestabilan yang tinggi agar tidak mengagregasi selama masa penyimpanan. Hal ini memerlukan pengujian yang lebih lanjut mengenai optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid sebagai bahan sediaan obat. Optimisasi dilakukan pada tahap pembuatan nanokurkuminoid dengan variasi waktu homogenisasi. Variasi waktu homogenisasi yang diberikan akan mempengaruhi tingkat kestabilan nanokurkuminoid yang dibuat. Tingkat kestabilannya dikaji melalui karakterisasi nanokurkuminoid yang mencakup ukuran partikel, zeta potensial, dan morfologinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menghasilkan nanokurkuminoid sebagai model bahan sediaan obat yang memiliki stabilitas tinggi selama masa penyimpanan
3
pada jangka waktu tertentu dan menentukan karakterisasi (ukuran partikel, zeta potensial, dan morfologi) dari nanokurkuminoid yang telah dioptimisasi. Manfaat Penelitian Ekstrak temulawak lokal dapat digunakan sebagai pengisi nanopartikel tersalut lemak padat dan sebagai pengganti kurkumin komersial. Serbuk nanokurkuminoid dapat dijadikan bahan sediaan obat oral dalam bentuk tablet atau kapsul. Sediaan obat serbuk nanokurkuminoid akan memiliki masa penyimpanan yang lama di dalam suhu dingin atau suhu ruang. Bioavailabilitas tinggi akan dimiliki oleh kurkuminoid dalam bentuk nanopartikel, sehingga meningkatkan penjerapannya di dalam tubuh.
METODE Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain pasta kurkuminoid dari rimpang temulawak Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), asam palmitat (MERCK), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosys (RO), larutan metanol 99.99 %, dan maltodekstrin. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain tabung kaca, tabung Eppendorf, batch pemanas, hotplate, peralatan kaca, pipet mikro, pengaduk magnet, homogenizer (Dispergierstation TB.10 IKA), ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), mikrosentrifus (MIKRO 200R, Hettich Zentrifugen), freeze dryer, spektrofotometer UV-Vis (Ocean Optic USB4000), zeta potensial analyzer dan particle size analyzer (Delsa NanoC, Beckman Coulter), dan SEMEDS (JED-2300 AnalysisStation). Prosedur Analisis Pembuatan Nanokurkuminoid Tersalut Asam Palmitat (Mujib 2011) Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta kurkuminoid dipanaskan pada suhu 75 ℃ lalu diaduk dengan ultrasonikator di dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100 mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 75 ℃ lalu diaduk menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan stirer magnetik pada suhu 75 ℃ . Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm dalam tiga waktu, yaitu selama 1 menit, 3 menit, dan 5 menit. Emulsi nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan pada suhu dingin, dengan cara ditempatkan pada wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL emulsi nanokurkuminoid diambil dari stok awal,
4
diletakkan ke dalam botol kaca kecil untuk diultrasonikasi dengan amplitudo 20 % selama 1 jam. Hal ini dilakukan hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi. Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008) Larutan standar kurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang dilarutkan dalam larutan campuran. Larutan campuran dibuat dari metanol dan air dengan perbandingan 8 : 1. Deret standar kurkuminoid dibuat menggunakan larutan standar kurkuminoid. Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm (18,626×g) pada suhu 4 ℃ selama 40 menit dan supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan larutan campuran untuk mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan supernatan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 426.58 nm. Efisiensi penjerapan dihitung dengan persamaan: Konsentrasi kurkuminoid terjerap Efisiensi penjerapan = × 100 % Konsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid. Analisis Zeta Potensial (Thatipamula et al. 2011) dan Analisis Ukuran Partikel (Pang et al. 2009) Zeta potensial nanokurkuminoid diukur menggunakan Delsa Nano C, Beckman Coulter. Sampel berada pada pH fase cair di antara 1-13. Pengukuran zeta potensial dilakukan pada temperatur 25 ℃ dan kekuatan medan listrik sebesar 100 mV. Ukuran partikel nanokurkuminoid ditentukan dengan menggunakan Delsa Nano C, Beckman Coulter berdasarkan distribusi jumlah. Rentang pengukuran partikel antara 0.6 nm - 1 μm dengan berat molekul minimal 267 Dalton dan konsentrasi 1-40 ppm. Uji Stabilitas (Vivek et al. 2007) Nanokurkuminoid dengan homogenisasi selama 5 menit, diletakkan ke dalam tabung kaca dan disimpan dalam suhu dingin 4 ℃ selama 60 hari. Sebanyak 10 mL diambil dari sediaan emulsi cair nanokurkuminoid dan dimasukkan ke dalam tabung kaca, selanjutnya dilakukan analisis ukuran partikel dan zeta potensialnya. Ukuran rata-rata partikel (PSA) dan zeta potensial diukur dalam interval waktu yang berbeda, yaitu pada hari ke-1, 3, 7, 15, 30, 45, dan 60. Endapan yang terbentuk di dasar tabung dan warna emulsi cair dari nanokurkuminoid juga diamati selama masa penyimpanan. Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (Huda 2012) Nanokurkuminoid dalam bentuk emulsi cair sebanyak 300 mL ditambahkan maltodekstrin sebanyak 30 % dari volume total emulsi, sekitar 90 mL. Nanokurkuminoid yang telah ditambahkan maltodekstrin, kemudian dikeringbekukan. Nanokurkuminoid yang telah dikeringbekukan akan menjadi serbuk nanokurkuminoid. Serbuk nanokurkuminoid selanjutnya mengalami pelapisan kembali menggunakan unsur emas (teknik sputtering). Visualisasi morfologi serbuk nanokurkuminoid menggunakan scanning electron microscopy
5
(SEM) dengan perbesaran 600×, 700×, dan 2000×. Unsur yang terkandung di dalam serbuk nanokurkuminoid selanjutnya diukur dengan metode energy dispersive X-ray spectroscopy (EDS), dinyatakan dalam persen massa dan persen atom.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Nanokurkuminoid Gambar 1 menunjukkan bahwa ketiga nanokurkuminoid telah mengalami optimisasi ketika proses homogenisasi dengan tiga variasi waktu pada tahap pembuatan emulsi. Emulsi nanokurkuminoid pada tabung A kembali menggumpal selama masa pendinginan. Hal ini disebabkan karena tidak terjadi kehomogenan antara fase lemak dan fase air di dalam emulsi nanokurkuminoid pada tabung A, sehingga emulsinya menjadi terpisah dan menggumpal pada saat proses pendinginan berlangsung. Emulsi nanokurkuminoid yang baik mempunyai kestabilan emulsi yang tinggi dan tidak mudah mengagregasi, seperti Gambar 1 bagian B dan C. Emulsi nanokurkuminoid yang didinginkan bertujuan mengkristalkan tetesan-tetesan lemak yang terdispersi pada fase air dalam ukuran partikel yang lebih kecil, sebelum tetesan-tetesan lemak itu menggumpal kembali menjadi tetesan-tetesan lemak yang lebih besar (Anton et al. 2008). A
B
C
Gambar 1 Emulsi nanokurkuminoid yang telah didinginkan setelah homogenisasi dengan variasi waktu (a) 1 menit, (b) 3 menit, dan (c) 5 menit Tabel 1 menunjukkan bahwa nanokurkuminoid yang optimum berada di dalam tabung C dengan homogenisasi selama 5 menit. Hal ini terbukti dari ratarata ukuran partikel nanokurkuminoid pada tabung C sebesar 166.17 ± 39.64 nm. Hal ini menunjukkan bahwa nanokurkuminoid di dalam tabung C mempunyai kapasitas angkut kurkuminoid yang lebih besar dibandingkan nanokurkuminoid pada tabung B. Indeks polidispersitas (IP) nanokurkuminoid pada tabung B dan tabung C menunjukkan bahwa ukuran partikel nanokurkuminoid yang terdapat pada kedua tabung mempunyai distribusi yang sempit. Jika nilai IP lebih kecil dari 0.3 menunjukkan distribusi yang sempit, dan jika nilai IP lebih besar dari 0.3 menunjukkan distribusi yang lebar (Yen et al. 2008). Nanokurkuminoid yang berbentuk emulsi mempunyai ukuran partikel yang beragam.
6
Tabel 1
Hasil ukuran partikel nanokurkuminoid dengan variasi waktu homogenisasi
Waktu homogenisasi 1 menit 3 menit 5 menit
Rata-rata ukuran partikel (nm) Tidak terukur 109.03 ± 11.40 166.17 ± 39.64
Rata-rata indeks polidispersitas Tidak terukur 0.27 ± 0.03 0.20 ± 0.06
Efisiensi Penjerapan Kurkuminoid yang terjerap di dalam asam palmitat diekstraksi mengunakan metanol : air (8 : 1). Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui daerah serapan kurkuminoid, seperti yang tertera pada Lampiran 2. Kurkuminoid yang terekstrak dari nanokurkuminoid yang telah dioptimumkan, mempunyai efisiensi penjerapan sebesar 86.02 %. Persentase ini lebih besar jika dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mujib (2011), sebesar 77.65 %. Hal ini berarti kapasitas nanopartikel untuk mengangkut kurkuminoid dalam penelitian ini, lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Studi Stabilitas Nanokurkuminoid Nanokurkuminoid yang telah optimum (homogenisasi 5 menit), selanjutnya dipelajari stabilitasnya selama masa penyimpanan 60 hari di dalam lemari pendingin pada suhu 4 ℃. Parameter yang menjadi acuan selama masa penyimpanan nanokurkuminoid adalah ukuran partikel, indeks polidispersitas, zeta potensial, warna emulsi, dan endapan nanokurkuminoid di dasar tabung. Tabel 2 menunjukkan bahwa nanokurkuminoid yang disimpan selama 60 hari pada suhu 4 ℃ mempunyai ukuran partikel, indeks polidispersitas, dan zeta potensial yang beragam. Emulsi cair nanokurkuminoid selama masa penyimpanan berwarna kuning. Nanokurkuminoid tidak mengagregasi selama masa penyimpanan, sehingga tidak terbentuk endapan di dasar tabung. Tabel 2 Stabilitas penyimpanan emulsi nanokurkuminoid pada suhu 4 ℃ Hari ke1 3 7 15 30 45 60
Parameter kestabilan emulsi nanokurkuminoid Rata-rata Rata-rata Rata-rata Warna ukuran partikel indeks zeta potensial emulsi (nm) polidispersitas (mV) 140.57 ± 21.62 0.27 ± 0.02 Tidak terukur Kuning 103.90 ± 5.64 0.38 ± 0.01 -1.34 ± 0.44 Kuning 112.43 ± 14.64 0.32 ± 0.05 1.66 ± 0.38 Kuning 246.23 ± 21.56 0.21 ± 0.01 Tidak terukur Kuning 321.60 ± 29.92 0.20 ± 0.07 Tidak terukur Kuning 232.80 ± 26.77 0.18 ± 0.05 Tidak terukur Kuning 156.10 ± 37.26 0.27 ± 0.07 Tidak terukur Kuning
Endapan di dasar tabung Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Morfologi Permukaan dan Komposisi Unsur Serbuk Nanokurkuminoid Emulsi nanokurkuminoid yang optimum selanjutnya dikeringbekukan, sehingga menghasilkan serbuk nanokurkuminoid. Serbuk nanokurkuminoid
7
dianalisis morfologi permukaan dan komposisinya menggunakan SEM-EDS. Gambar 2 menunjukkan bahwa serbuk nanokurkuminoid mempunyai morfologi permukaan berongga-rongga kecil dan mempunyai bentuk yang tidak beraturan. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis serbuk nanokurkuminoid menggunakan energy dispersive X-ray spectroscopy (EDS). Komposisi serbuk nanokurkuminoid sebagian besar adalah unsur karbon dan unsur oksigen. Unsur karbon mempunyai rata-rata massa sebesar 56.50 ± 3.33 % dan rata-rata atom sebesar 64.63 ± 4.18 %. Unsur oksigen mempunyai rata-rata massa sebesar 40.42 ± 5.61 % dan rata-rata atom sebesar 34.69 ± 4.64 %. Unsur karbon (C) dan oksigen (O) yang terdeteksi, berasal dari komposisi unsur yang terdapat dalam kurkuminoid, asam palmitat, dan poloksamer-188. A
B
C
Gambar 2 Morfologi permukaan nanokurkuminoid dengan perbesaran (a) 600×, (b) 700×, dan (c) 2000× Tabel 3 Komposisi unsur serbuk nanokurkuminoid menggunakan SEM-EDS Komposisi unsur C O Al Cl K Cu Au
Rata-rata persentase massa (% massa) 56.50 ± 3.33 40.42 ± 5.61 0.21 ± 0.15 0.11 ± 0.05 0.10 ± 0.13 2.44 ± 1.69 0.52 ± 0.59
Rata-rata persentase atom (% atom) 64.63 ± 4.18 34.69 ± 4.64 0.11 ± 0.08 0.04 ± 0.03 0.04 ± 0.05 0.53 ± 0.37 0.04 ± 0.04
8
Pembahasan Nanokurkuminoid Nanopartikel kurkuminoid tersalut asam palmitat pada penelitian ini terdiri atas fase lemak dan fase air. Fase lemak dibuat dari pasta kurkuminoid sebanyak 0.1 g dan asam palmitat sebanyak 1.0 g. Fase air dibuat dari 100 mL air reverse osmosys (RO) dan poloksamer 188 sebanyak 0.5 g. Formulasi ini merupakan formulasi terbaik yang dibuat oleh Mujib (2011) dengan modifikasi dari formulasi Yadav et al. (2008). Yadav et al. (2008) membuat formulasi mikropartikel kurkumin tersalut lemak padat dengan konsentrasi kurkumin 1.0 % (b/v) : lemak 1.0-10.0 % (b/v) : poloksamer 188 0.5 % (b/v) dengan volume 100 mL. Fase lemak didapatkan dengan pemanasan kurkuminoid dan asam palmitat dalam batch pemanas bersuhu 75 ℃. Fase air dibuat dengan pemanasan campuran air RO dan poloksamer 188 di hot plate bersuhu 75 ℃. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase air, diaduk selama 5 menit. Formula dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm dalam tiga waktu, yaitu 1 menit, 3 menit, dan 5 menit. Formula yang dihasilkan berupa emulsi cair berwarna kuning. Emulsi cair itu didinginkan di dalam penangas air. Homogenisasi kedua fase bertujuan menyatukan fase lemak dengan fase air hingga menjadi emulsi kurkuminoid dan menyeragamkan ukurannya dalam bentuk nanopartikel. Teknik homogenisasi dingin bertujuan mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif akibat suhu pemanasan, dan mencegah terpisahnya obat hidrofilik dari fase lemak ke fase berair (Weiss et al. 2008). Emulsi di dalam botol A mendapat perlakuan homogenisasi selama 1 menit. Emulsi di dalam botol A mengalami penggumpalan kembali, ketika proses pendinginan berlangsung. Variasi waktu homogenisasi yang diberikan mempengaruhi ukuran dan kestabilan ketiga emulsi. Emulsi yang dibuat dengan homogenisasi selama 3 menit dan 5 menit, memiliki kondisi yang stabil dan tidak ada penggumpalan setelah pendinginan. Emulsi yang tidak stabil diduga karena fase lemak dan fase air di dalam emulsi belum menyatu dengan baik. Poloksamer 188 yang berada di dalam fase air, berfungsi sebagai pengemulsi yang menstabilkan lapisan nanokurkuminoid tersalut asam palmitat. Poloksamer 188 adalah kopolimer polioksietilen-polioksipropilen nonionik yang digunakan sebagai pengemulsi pada industri farmasi. Poloksamer 188 diidentifikasikan sebagai HO(CH2CH2O)80(CH2CH(CH3)O)27(CH2CH2O)80H. Rantai polioksietilen bersifat hidrofilik, dan rantai polioksipropilen bersifat hidrofobik (Rowe et al. 2009). Pengemulsi tunggal atau gabungan berguna menstabilkan tebaran lemak dan mencegah penggumpalan partikel agar lebih efisien (Mukherjee et al. 2009; Kamble et el. 2010). Pengemulsi atau surfaktan juga memiliki peran dalam mengendalikan proses kristalisasi nanopartikel lemak padat dan memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang dihasilkan (Weiss et al. 2008). Emulsi di dalam botol B dan C, selanjutnya diultrasonikasi dengan amplitudo 20 % selama 60 menit. Kondisi ultrasonikasi ini merupakan kondisi optimal menurut penelitian Mujib (2011), karena emulsi yang dihasilkan lebih stabil dengan amplitudo lebih rendah dan waktu yang lebih lama. Metode ultrasonikasi bertujuan menyeragamkan emulsi lemak padat yang besar menjadi partikel yang lebih kecil. Menurut Hielscher (2005), kondisi ultrasonik terbaik
9
diperoleh dari energi tertinggi yang diaplikasikan pada emulsi tanpa merusak emulsi tersebut. Energi ultrasonik yang digunakan akan berbanding lurus dengan ukuran emulsi yang menjadi semakin kecil. Energi ultrasonik yang terlalu besar dapat menyebabkan ketidakstabilan nanopartikel lemak padat dan depolimerisasi sebagian besar polimer di dalam emulsi tersebut. Prinsip ultrasonikasi sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Ketika gelombang ultrasonik menjalar dalam medium cairan, terjadi siklus regangan dan rapatan. Tekanan yang menurun akan mengakibatkan terjadinya regangan, sehingga membentuk gelembung yang akan menyerap energi dan gelombang ultrasonik. Gelembung tersebut memuai hingga mencapai ukuran maksimum, dan akhirnya pecah. Gelembung yang pecah akan diikuti dengan mereduksinya ukuran partikel. Kavitasi dipengaruhi oleh frekuensi ultrasonik, suhu, tekanan, konsentrasi, dan viskositas (Hielscher 2005). Emulsi yang telah diultrasonikasi akan mengalami penyeragaman ukuran partikel menjadi nanopartikel. Hasil emulsi yang diperoleh merupakan nanokurkuminoid. Karakterisasi nanokurkuminoid dapat dilakukan dengan photon correlation spectroscopy (PCS), transmission electron microscopy (TEM), dan scanning electron microscopy (SEM). Karakterisasi ini bertujuan melihat keseragaman ukuran partikel nanokurkuminoid yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai sistem penghantaran obat. Keseragaman ukuran partikel dalam bentuk nano dan distribusinya ditentukan dari nilai indeks polidispersitas partikel tersebut. Indeks polidispersitas (IP) adalah nilai yang menyatakan lebarnya distribusi ukuran partikel di dalam suatu emulsi. Nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel mempunyai distribusi yang sempit, dan nilai IP lebih besar dari 0.3 menunjukkan distribusi yang lebar (Yen et al. 2008). Nanokurkuminoid yang dibuat dengan homogenisasi selama 1 menit tidak dapat ditentukan ukuran partikelnya menggunakan particle size analyzer (PSA). Hal ini disebabkan oleh penggumpalan emulsi nanokurkuminoid yang terjadi saat proses pendinginan setelah homogenisasi. Analisis ukuran partikel dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan terhadap nanokurkuminoid dengan homogenisasi 3 menit (botol B) dan 5 menit (botol C). Hasil PSA dari kedua botol dapat dilihat pada Tabel 1. Emulsi nanokurkuminoid pada botol B mempunyai ukuran partikel rata-rata sebesar 109.03 ± 11.40 nm, sedangkan emulsi nanokurkuminoid pada botol C mempunyai ukuran partikel rata-rata 166.17 ± 39.64 nm. Nilai IP rata-rata dari nanokurkuminoid pada botol B sebesar 0.27 ± 0.03, sedangkan nilai IP ratarata nanokurkuminoid pada botol C sebesar 0.20 ± 0.06. Ukuran partikel yang dimiliki nanokurkuminoid pada botol B dan C masih berada di dalam rentang ukuran nano, sekitar 50-1000 nm (Lakkireddy et al. 2006). Nilai IP kurang dari 0.3 bersifat monodispersi, yaitu distribusi partikel yang mempunyai satu bentuk yang seragam. Nilai IP dari 0.3-0.7 bersifat polidispersi, yaitu distribusi partikel berada dalam ukuran yang seragam tapi memiliki bentuk yang berbeda. Nilai IP lebih dari 0.7 merupakan superdispersi, yaitu distribusi partikel yang menyebar mempunyai ukuran yang tidak seragam dan bentuk yang berbeda. Jika dilihat melalui IP rata-rata ketiga pengulangan, kedua nanokurkuminoid ini juga mempunyai distribusi ukuran partikel yang seragam. Keseragaman nanokurkuminoid pada botol B dan botol C berada dalam satu bentuk nanopartikel dan mempunyai distribusi yang tidak meluas.
10
Efisiensi Penjerapan Kapasitas pemuatan obat (efisiensi penjerapan) yang tinggi harus dimiliki oleh suatu sistem penghantaran obat, seperti nanopartikel tersalut lemak padat. Efisiensi penjerapan dinyatakan dengan persentase obat yang terjerap di dalam fase lemak terhadap obat atau senyawa aktif yang ditambahkan (Parhi dan Suresh 2010). Efisiensi penjerapan nanokurkuminoid dihitung dengan mengukur jumlah obat yang terjerap di dalam fase lemak. Kurkuminoid yang terjerap di dalam asam palmitat diekstraksi menggunakan metanol : air (8 : 1), setelah disentrifugasi terlebih dulu. Perbandingan ini merupakan perbandingan pelarut metanol dan air yang dapat mengekstrak kurkuminoid tanpa merusak matriks asam palmitat. Kurkuminoid yang telah terekstrak, selanjutnya dihitung konsentrasinya berdasarkan metode spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 426.58 nm. Efisiensi penjerapan kurkuminoid yang dihasilkan oleh Mujib (2011) adalah 0.80 % pada formula I, 77.65 % pada formula II, dan 86.85 % pada formula III. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam nanokurkuminoid yang didapatkan sebesar 86.02 %. Efisiensi penjerapan kurkuminoid yang didapatkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan efisiensi penjerapan kurkuminoid pada formula II Mujib (2011), dengan komposisi bahan yang sama. Yadav et al. (2008) menghasilkan efisien penjerapan kurkumin sebesar 74.58 % dengan formulasi mikropartikel. Partikel dengan ukuran yang lebih besar (mikropartikel) mempunyai volume yang lebih besar juga, sehingga kapasitas peyalutan atau penjerapan zat aktif menjadi lebih besar juga. Nilai efisiensi penjerapan bergantung pada jumlah zat aktif yang ditambahkan pada pembuatan nanopartikel lemak padat. Hal ini disebabkan oleh perbandingan antara zat aktif yang terjerap dan zat aktif yang ditambahkan. Pengemulsi seperti poloksamer 188 dapat meningkatkan kelarutan zat aktif di dalam media pendispersi, sehingga kurkuminoid terlarut dalam media pendispersi (Abdelbary dan Fahmy 2009). Efisiensi penjerapan juga dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif di dalam lemak cair. Jika zat aktif tidak larut sempurna dalam lemak cair, maka sebagian zat aktif akan terlepas dari matriks lemak, dan terlarut dalam media pendispersi yang distabilkan oleh pengemulsi. Kelarutan zat aktif pada lemak cair dapat ditingkatkan dengan menambahkan surfaktan untuk zat peningkat kelarutan (Parhi dan Suresh 2010). Studi Stabilitas Nanokurkuminoid Nanokurkuminoid pada botol C disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 ℃ . Nanokurkuminoid sebagai sistem penghantaran obat diuji tingkat kestabilannya pada kondisi penyimpanan selama 60 hari. Parameter uji kestabilan nanokurkuminoid selama masa penyimpanan 60 hari, yaitu ukuran partikel dari nanokurkuminoid, zeta potensial, indeks polidispersitas, perubahan warna, dan endapan yang terbentuk di dasar botol penyimpanan. Particle size analyzer (PSA) mempunyai rentang pengukuran dari 0.6 nm hingga 1 μm, dengan berat molekul minimal 267 Dalton dan konsentrasi 1-40 ppm. Zeta potential analyzer mempunyai rentang pengukuran kurang lebih 100 mV dengan rentang pH dari 113. PSA memiliki keunggulan yang lebih akurat dalam pengukuran partikel jika dibandingkan dengan pengukuran partikel menggunakan transmission electron microscopy, metode BET (Brunauer-Emmett-Teller), ataupun scanning electron microscopy. Hal ini disebabkan oleh pendispersian partikel ke dalam media,
11
sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari partikel tunggal. Hasil pengukuran yang didapat berada dalam bentuk distribusi partikel, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Rawie 2010). Particle size analyzer menggunakan metode dynamic light scattering (DLS). Metode ini juga disebut quasi-elastic light scattering (QELS). Alat ini berbasis photon correlation spectroscopy. DLS dapat digunakan untuk sampelsampel dalam ukuran nanometer. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSADLS biasanya menggunakan metode basah, yaitu menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan material uji. Metode ini lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar untuk sampel-sampel berukuran kecil. Sampel-sampel dalam ukuran nanometer dan submikron memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi (Rawie 2010). Zeta potensial adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Semakin tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi, yaitu peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar (Sinko 2006). Zeta potensial disebut juga sebagai area yang menunjukkan adanya beda potensial antara stern layer dan difuse layer dari koloid. Stern layer adalah lapisan kuat ion positif yang berdekatan dengan lapisan negatif dari koloid. Difus layer adalah keseimbangan dinamik antara ion positif dan ion negatif tersebut. Kedua lapisan tersebut digunakan untuk menerangkan distribusi dari ion-ion di sekeliling partikel. Zeta potensial digunakan untuk mengetahui kestabilan suatu larutan, untuk memprediksi morfologi permukaan suatu partikel, dan untuk mengetahui muatan permukaan atau surface charge (Gogoi dan Sarma 2013). Zeta potensial menunjukkan tingkatan tolak-menolak dan mengatur derajat tolak-menolak antara partikel yang bermuatan sama yang saling berdekatan. Zeta potensial juga berkaitan dengan stabilitas fisik. Pada sistem koloid, nilai zeta potensial yang tinggi akan memberikan stabilitas larutan untuk menolak agregasi. Ketika nilai zeta potensial rendah maka daya tarik menarik muatan antar partikel dispersi melebihi daya tolak-menolaknya, sehingga terjadi flokulasi (agregasi atau sedimentasi). Jadi, koloid dengan dengan nilai zeta potensial tinggi adalah koloid dengan elektrik yang stabil. Zeta potensial pada nanopartikel mencerminkan potensi muatan dari partikel yang dipengaruhi oleh komposisi dari partikel dan medium nanopartikel terdispersi (Li dan Tian 2007). Nanokurkuminoid selama masa penyimpanan masih berwarna kuning. Ultrasonikasi yang dilakukan telah menyeragamkan emulsi kurkuminoid menjadi ukuran nanopartikel, sehingga kestabilan morfologinya meningkat dan proses pengendapan kembali berlangsung sangat lama. Hal ini terbukti dengan tidak adanya endapan di dasar botol. Kestabilan morfologi nanokurkuminoid dipengaruhi oleh komposisi kurkuminoid, asam palmitat, air, dan poloksamer 188 yang digunakan (Parhi dan Suresh 2010). Stabilitas suatu partikel dapat dilihat juga dari pengukuran zeta potensial. Konsentrasi zeta potensial suatu partikel yang dapat diukur sebesar 0.1 %. Kestabilan morfologi yang baik berada pada rentang zeta potensial -100 mV hingga -30 mV dan 30 mV hingga 100 mV. Zeta potensial yang dapat diukur selama masa penyimpanan, yaitu pada hari ke-3 dan hari ke-7. Zeta potensial ratarata pada hari ke-3 sebesar -1.34 ± 0.44 mV, sedangkan zeta potensial rata-rata pada hari ke-7 sebesar 1.66 ± 0.38 mV. Zeta potensial pada hari ke-1, 15, 30, 45,
12
dan 60 tidak dapat diukur karena konsentrasi nanokurkuminoid berada di bawah 0.1 %. Jika dilihat dari zeta potensial yang dihasilkan, nanokurkuminoid mempunyai ketidakstabilan yang tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi nanokurkuminoid cair yang tidak memiliki endapan di dasar tabung selama masa penyimpanan. Nanokurkuminoid pada hari ke-3 memiliki muatan zeta potensial yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar nanokurkuminoid yang terdispersi di dalam air mendapatkan muatan negatif karena cenderung mengabsorpsi ion hidroksil. Muatan negatif yang terukur dapat dipengaruhi oleh poloksamer 188 yang berguna sebagai surfaktan nonionik. Nanokurkuminoid pada hari ke-7 mempunyai muatan zeta potensial yang positif. Perubahan muatan partikel di dalam nanokurkuminoid dapat terjadi selama masa penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya muatan negatif yang berasal dari air (Huda 2012). Ukuran partikel rata-rata nanokurkuminoid selama masa penyimpanan 60 hari mengalami peningkatan dan penurunan (Tabel 2). Ukuran partikel rata-rata nanokurkuminoid pada hari ke-1 sebesar 140.6 ± 21.6 nm. Ghaffari et al. (2010) melakukan uji stabilitas terhadap nanopartikel amikasin tersalut lemak padat. Ukuran nanopartikel rata-rata yang didapat sebesar 150 nm. Ukuran partikel ini meningkat selama masa penyimpanan 60 hari pada suhu 4 ℃. Ukuran partikel nanokurkuminoid yang fluktuatif dapat disebabkan oleh pengambilan sampel dari botol sediaannya. Nanokurkuminoid yang terdapat di dalam botol sediaan mempunyai beragam ukuran, sehingga pada saat pengukuran PSA mempunyai hasil yang fluktuatif. Indeks polidispersitas memiliki tiga rentang, yaitu monodispersi (kurang dari 0.3), polidispersi (0.3-0.7), dan superdispersi (lebih dari 0.7). Indeks polidispersitas pada masa penyimpanan 60 hari, sebagian besar mempunyai nilai di bawah 0.3. Nanokurkuminoid yang dibuat mempunyai ukuran yang hampir seragam dan distribusi yang sempit. Morfologi Permukaan dan Komposisi Unsur Serbuk Nanokurkuminoid Prinsip kerja scanning electron microscopy (SEM) adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi untuk menggambarkan profil permukaan benda. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi karena panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. SEM akan mempunyai pencitraan yang tajam dengan syarat permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Metode pelapisan SEM terhadap benda bukan logam, yaitu evaporasi dan sputtering. Logam pelapis yang umumnya digunakan adalah emas (Abdullah dan Khairurrijal 2009). Nanokurkuminoid yang telah dikeringbekukan hingga menjadi serbuk, dilihat morfologinya menggunakan SEM, dan kandungan unsurnya menggunakan EDS. Serbuk nanokurkuminoid mengalami perbesaran ukuran partikel hingga menjadi mikropartikel, setelah ditambahkan maltodekstrin. Serbuk nanokurkuminoid yang diukur menggunakan SEM, mempunyai ukuran partikel sebesar 10-20 μm. Perbesaran ukuran partikel nanokurkuminoid disebabkan oleh adanya penyalutan maltodekstrin dengan komposisi yang tidak sesuai. Perbesaran SEM yang digunakan untuk mengamati serbuk nanokurkuminoid adalah 600×, 700×, dan 2000×. Serbuk nanokurkuminoid mempunyai kedalaman sebesar 10 mm. Serbuk
13
nanokurkuminoid yang diamati pada perbesaran 600× dan 700× memiliki bentuk yang tidak beraturan, seperti lempengan yang patah dengan ukuran yang berbeda. Serbuk nanokurkuminoid yang diamati pada perbesaran 2000× memiliki bentuk permukaan bergelombang dan berongga-rongga kecil dengan ukuran yang berbeda. Huda (2012) melakukan SEM terhadap serbuk kurkumin standar dan nanokurkumin dengan perbesaran 2000×. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa serbuk kurkumin standar memiliki bentuk kristal seperti jarum patah dengan ukuran yang berbeda, sedangkan nanokurkumin memiliki bentuk bulat tidak beraturan dan permukaannya halus berlubang kecil. Jika hasil SEM antara penelitian ini dan Huda (2012) dibandingkan, maka serbuk nanokurkuminoid memiliki bentuk yang berbeda dengan morfologi permukaan berlubang kecil. Energy dispersive X-ray spectroscopy (EDS/ EDX) adalah teknik analisis untuk karakterisasi kandungan kimia suatu sampel. EDS menggunakan fluoresensi sinar-X yang bergantung pada pengamatan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi, menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi setelah adanya tumbukan dengan partikel bermuatan. Serbuk nanokurkuminoid dilapisi dengan unsur emas terlebih dahulu. Pelapisan emas ini bertujuan menjadikan serbuk nanokurkuminoid menjadi partikel logam, sehingga dapat memantulkan sinar-X yang dipancarkan. Analisis EDS terhadap serbuk nanokurkuminoid menunjukkan bahwa serbuk nanokurkuminoid mengandung unsur karbon (C), oksigen (O), aluminium (Al), klorida (Cl), kalium (K), cuprum (Cu), dan emas (Au). Hasil analisis setiap unsur berupa grafik yang menunjukkan persentase massa dan persentase atom di dalam serbuk nanokurkuminoid. Pengukuran EDS terhadap sampel dilakukan sebanyak tiga kali. Analisis kuantitatif pada grafik EDS merupakan perbandingan antara energi yang dihasilkan setiap unsur dan jumlah kelimpahan unsur tersebut di dalam suatu partikel. Unsur karbon di dalam nanokurkuminoid merupakan unsur dengan persentase massa terbesar yaitu 56.50 ± 3.33 %, dan persentase atomnya sebesar 64.63 ± 4.18 %. Hal ini disebabkan oleh senyawa nanokurkuminoid yang mengandung unsur karbon dari kurkuminoid, asam palmitat, dan poloksamer 188. Kandungan oksigen di dalam nanokurkuminoid memiliki persentase massa sebesar 40.42 ± 5.61 % dan persentase atom sebesar 34.69 ± 4.64 %. Kandungan oksigen yang terdeteksi ini berasal dari asam palmitat dan poloksamer 188. Hasil EDS juga menunjukkan adanya unsur emas yang terukur pada sampel nanokurkuminoid. Persentase massa unsur emas yang terukur sebesar 0.52 ± 0.59 %, sedangkan persentase atomnya sebesar 0.04 ± 0.04 %. Unsur emas yang terdeteksi di dalam nanokurkuminoid karena serbuk nanokurkuminoid mengalami pelapisan menggunakan unsur emas karena serbuk ini bukan partikel logam.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Nanokurkuminoid yang optimum didapatkan dengan homogenisasi selama 5 menit. Ukuran partikel rata-rata yang didapatkan setelah homogenisasi selama 5 menit sebesar 166.17 ± 39.64 nm, dengan nilai indeks polidispersitas rata-rata
14
sebesar 0.20 ± 0.06. Efisiensi penjerapan kurkuminoid yang didapatkan sebesar 86.02 %. Nanokurkuminoid yang disimpan selama 60 hari memiliki zeta potensial, ukuran partikel, dan indeks polidispersitas yang beragam. Serbuk nanokurkuminoid mempunyai kedalaman sebesar 10 mm. Serbuk nanokurkuminoid mempunyai morfologi permukaan yang berongga-rongga kecil halus dan berbentuk tidak beraturan, seperti lempengan patah. Unsur karbon di dalam nanokurkuminoid merupakan unsur dengan persentase massa terbesar yaitu 56.50 ± 3.33 %, dan persentase atomnya sebesar 64.63 ± 4.18 %. Saran Maltodekstrin perlu ditambahkan ketika pembuatan nanokurkuminoid dengan komposisi yang benar. Hal ini bertujuan menjaga nanokurkuminoid dalam ukuran nano dan tidak mengalami perubahan ukuran saat proses pengeringan beku. Bioavailabilitas kurkuminoid dari nanokurkuminoid perlu diketahui peningkatannya dengan melakukan uji disolusi secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA Abdelbary G, Fahmy RH. 2009. Diazepam-Loaded Solid Lipid Nanoparticles: Design and Characterization. AAPS PharmSciTech.10:211–219. Abdullah M, Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 1(2):1-9. Afifah E. 2010. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Yogyakarta (ID): Agromedia. Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics 4:807818. Ansari MJ, Ahmad S, Kohli K, Ali J, Khar RK. 2005. Stability-indicating HPTLC Determination of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Formulations. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 39:132-138. Anton N, Benoit JP, Sauliner P. 2008. Design and Production of Nanoparticles Formulated From Nano-emulsion Templates – A Review. Journal of Controlled Release 128:185-199. Chirio D, Gallarate M, Peira E, Battaglia L, Serpe L, Trotta M. 2011. Formulation of Curcumin-Loaded Solid Lipid Nanoparticles Produced by Fatty Acids Coacervation Technique. Journal of Microencapsulation 28(6):537-548. Ekambaram P, Sathali AAS, Priyanka K. 2012. Solid Lipid Nanoparticles: A Review. Scientific Reviews and Chemical Communications. 2(1):80-102. Ghaffari S, Varshosaz J, Saadat A, Atyabi F. 2010. Stability and antimicrobial effect of amilacin-loaded solid lipid nanoparticles. International Journal of Nanomedicine 6:35-43. Gogoi B, Sarma NS. 2013. Enhanced Fluorescence Quenching of Hemin Detected by a Novel Polymer of Curcumin. The Royal Society of Chemistry.
15
Hielscher T. 2005. Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersions and Emulsions. [terhubung berkala] http://www.hielscher.com [25 okt 2010]. Huda M. 2012. Pembuatan Nanopartikel Lipid Padat untuk Meningkatkan Laju Disolusi Kurkumin [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Jung T. 2000. Biodegradable Nanoparticles for Oral Delivery of Peptide: is there a role for polymer to affect mucosal uptake? European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 50:147-160. Kamble VA, Jagdale DM, Kadan VJ. 2010. Solid Lipid Nanoparticles As Drug Delivery System. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1:1– 9. Lakkireddy JS, Adhikari BSR, Dwarkanath et al. 2006. Tumoricidal Effects of Etoposide Incorporated Into Solid Lipid Nanoparticles After Intraperitoneal Administration in Daltons Lymphoma Bearing Mice. The APPS Journal. 8(2):29. Li LC, Tian Y. 2007. Zeta Potential. Dalam: Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Ed ke-1. New York (US): Marcel Dekker. hlm 429-458. Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mukherjee S, Ray S, Thakur RS. 2009. Solid Lipid Nanoparticles: A Modern Formulation Approach in Drug Delivery System. Indian J. Pharm. Sci. 71:349–358. Narlawar J, Marcus P, Stefanie L, Karlheinz B, Sabine K, Thomas D, Sascha W, Eckhard M, Boris S. 2008. Curcumin-Derived Pyrazoles and Isoxazoles: Swis Army Knives or Blunt Tools for Alzheimer’s Disease? ChemMedChem 3:165-172. Pang X, Cui F, Tian J, Chen J, Zhou J, Zhou W. 2009. Preparation and Characterization of Magnetic Solid Lipid Nanoparticles Loaded with Ibuprofen. Asian Journal of Pharmaceutical Science 4:132-137. Parhi R, Suresh P. 2010. Production of Solid Lipid Nanoparticles-Drug Loading and Release Mechenism. Journal of Chemical and Pharmacheutical Research 2:211-227. Quiles JL, Mesa MD, Tortosa CLR, Aguilera CM, Battio M, Gil A, Tortosa MCR. 2002. Curcuma longa Extract Supplementation Reduces Oxidative Stress and Attenuates Aortic Fatty Streak Development in Rabbits. Arteriolscler Thromb Biol 22: 1225-1231. Ristanti EY. 2008. Potensial Lemak dan Minyak dari Tanaman Perkebunan sebagai Bahan baku Material Pembawa dalam Sistem Penghantaran Obat. Jurnal Industri Perkebunan. 3(2):61-68. Rawie A. 2010. Technical Paper: Basic Principles of Particle Size Analysis. Worcestershire (GB): Malvern Instruments Limited. Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th Edition. London: Pharmaceutical Press. Schroeder A, Kost J, Barenholz Y. 2009. Ultrasound, liposomes, and drug delivery: principles for using ultrasound to control the release of drugs fromliposomes. Chemistry and Physics of Lipids 162:1-16. Severino P, Andreani T, Macedo AS, Fangueiro JF, Santana MHA, Silva AM, Souto EB. 2011. Current State-of-Art and New Trends on Lipid
16
Nanoparticles (SLN and NLC) for Oral Drug Delivery. Journal of Drug Delivery 2012:1-10. Sinko PJ. 2006. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Ed ke-5. Joshita, Amalia, penerjemah. Jakarta: EGC. hlm 585-587. Suresh D, Manjunatha H, Srinivasan K. 2007. Effect of Heat Processing of Spies on The Concentrations of Their Bioactive Principles: Tumeric (Curcuma longa), Red Paper (Capsicum annuum), and Black Paper (Piper nigrum). Journal Food Composition Analysis 20:346-351. Thatipamula RP, Palem CR, Gannu R, Mudragada S, Yamsani MR. 2011. Formulation and In Vitro Characterization of Domperidone Loaded Solid Lipid Nanoparticles and Nanostuctured Lipid Carriers. DARU. 19(1):2332. Vivek K, Reddy H, Murthy R. 2007. Investigation of The Effect of The Lipid Matrix on Drug Entrapment, in Vitro Release, and Physical Stability of Olanzapine-Loaded Solid Lipid Nanoparticles. AAPS Pharmaceutical Science Technology. 8(4):16-24. Weiss J, Decker EA, McClements DJ, Kristbergsson K, Helgason T, Awad T. 2008. Solid Lipid Nanoparticles as Delivery Systems for Biactive Food Components. Food Biophysics 3:146-154. Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2008. Curcumin Loaded Palmitic Acid Microparticles. InPharm Communique 1:15-18. Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC. 2008. Nanoparticles formulation of Cucuta chinensis prevents acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats. Food and Chemical Toxicology 46: 1771-1777.
17
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Asam palmitat
Poloksamer 188 + Air RO
Kurkuminoid
Dicampurkan pada suhu 75 ℃
Dicampurkan pada suhu 75 ℃
Dicampurkan pada suhu 75 ℃ (1 : 1) Homogenisasi (13500 rpm) selama 1 menit, 3 menit, dan 5 menit
Ultrasonikasi dengan amplitudo 20 % selama 1 jam Dinginkan dalam lemari es
Nanopartikel kurkuminoid tersalut asam palmitat
Particle size analyzer
Efisiensi penjerapan
Ditambahkan maltodekstrin 90 mL
Uji Stabilitas dan Uji Disolusi
Zeta potensial analyzer
Freeze drying
SEM-EDS
18
Lampiran 2 Penentuan Efisiensi Penjerapan
Absorbansi
Kurva penentuan panjang gelombang maksimum 0.135 0.12 0.105 0.09 0.075 0.06 0.045 0.03 0.015 0 -0.015 0 -0.03 -0.045
Konsentrasi (mg/mL) 0.050 0.060 0.070 0.080 0.090 0.100 0.110 0.120 0.130 0.140 0.150 0.160 0.170 0.180 0.190 0.200 0.210
100
200
300
400
500
600
700
800
Panjang gelombang (nm)
Absorbansi 0.261 0.273 0.296 0.336 0.373 0.428 0.455 0.480 0.524 0.551 0.621 0.615 0.668 0.699 0.721 0.771 0.808
1.062
1.394
0.100
0.708
0.200
0.363
Keterangan
Standar kurkuminoid
Kurkuminoid terjerap (tanpa pengenceran) Kurkuminoid terjerap (pengenceran 5×) Kurkuminoid terjerap (pengenceran 10×)
19
Absorbansi
Kurva kalibrasi kurkuminoid 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
y = 3.522x + 0.064 R² = 0.995
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Konsentrasi (mg/mL)
Konsentrasi kurkuminoid terjerap:
Akurkuminoid terjerap - 0.0645
Pengenceran 5× =
3.5223 0.708 - 0.0645
Pengenceran 5× =
3.5223
Pengenceran 10× = Pengenceran 10× =
×5
mg
×faktor pengenceran
×10
Efisiensi penjerapan (%) =
×faktor pengenceran
mg
= 0.8475 mg/mL
mL 3.5223 Konsentrasi kurkuminoid terjerap
Kurkuminoid yang ditambahkan 0.9135
Pengenceran 5× = 1.0620 ×100% = 86.02 %
Pengenceran 10× = 1.0620 ×100% = 79.80 %
0.8475
mL
mL = 0.9135 mg/mL
Akurkuminoid terjerap - 0.0645 3.5223 0.363 - 0.0645
mg
×100 %
mg mL
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 1990 dari ayah Harpadi, S.H. dan Tri Warnanikanti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 71 Jakarta pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisika TPB pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai penanggung jawab Thifan Po Khan Tsufuk di Lanah Al-Hurriyyah IPB dari tahun 2011 hingga sekarang. Bulan Juli-Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Klinik Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto TNI-AU Jakarta dengan judul Analisis Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Darah Peserta Medical Check Up di Lakespra Saryanto TNI-AU. Penulis juga aktif mengikuti sertifikasi Microsoft®Office Specialist dan lulus untuk MOS Word 2010, MOS Excel 2010, dan MOS Power Point 2010 di Gedung Pusat Komputer yang berada di bawah naungan Direktorat Komunikasi dan Sistem Informasi IPB.