OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI SODIUM BISULFIT(NaHSO3) PADA PROSES PEMBUATAN SODIUM LIGNOSULFONAT BERBASIS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
Oleh KOSI ANWAR F34103080
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Kosi Anwar. F34103080. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Di bawah bimbingan Ani Suryani dan Erliza Hambali RINGKASAN Surfaktan (surface active agent) merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifer, komponen bahan adhesif, serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu molekul, menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air. Pembentukan film pada antar muka ini menurunkan energi antar muka dan menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan. Lignosulfonat merupakan surfaktan anionik. Lignosulfonat merupakan hasil sulfonasi lignin dan garamnya menghasilkan garam lignosulfonat seperti sodium lignosulfonat, magnesium lignosulfonat dan ammonia lignosulfonat. Tujuan dilakukan sulfonasi adalah untuk mengubah sifat sifat hidrofilitas dari lignin yang kurang polar (kurang larut dalam air). Dengan memasukkan gugus sulfonat yang lebih polar ke dalam gugus hidroksil, sehingga akan meningkatkan sifat hidrofilitasnya dan menjadi larut dalam air Perkembangan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian bahan baku baru yang potensial untuk pembuatan surfaktan. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Bahan tersebut berpotensi untuk pembuatan surfaktan lignosulfonat karena mempunyai kandungan lignin yang cukup tinggi, yaitu 22,21% dan pemanfaaatnya belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit menjadi surfaktan sodium lignosulfonat, dengan melakukan kajian pengaruh dan optimasi, faktor suhu dan konsentrasi agen penyulfonasi terhadap nilai rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Penelitian ini memodifikasi penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Syahmani (2000), Kamouen et al. (2003), Dilling (1986) dan Tesar (2007). Rancangan percobaan yang dugunakan adalah two level factorial dan metode optimasinya dengan respone surface methode. Taraf faktor suhu pada penelitian ini adalah 80-100oC dan konsentrasi sodium bisulfit adalah 40-60% (b/b). Hasil penelitian menujukkan bahwa konsentrasi sodium bisulfit dan suhu reaksi berpengaruh positif terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat dengan selang kepercayaan 97,65% dan 99,82% dan persen pengaruh sebesar 0,63% dan 1,30%. Selain itu, Konsentrasi sodium bisulfit dan suhu reaksi juga berpengaruh positif terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat dengan selang kepercayaan 58% dan 65% dan persen pengaruh sebesar 0,06% dan 0,08%. Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon persen rendemen sodium lignosulfonat dari faktor konsentrasi sodium bisulfit (X1) dan suhu (X2) menunjuk model yang berbentuk saddle point. Hasil analisis ridge of optimum dari SAS menunjukan bahwa nilai rendemen tertinggi adalah sebesar 80,19%
(b/b) pada konsentrasi sodium bisulfit 53,25% (b/b) dan suhu 103,76oC. Hasil validasi dengan melakukan percobaan dititik tersebut menunjukkan nilai rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan sebesar 61,48%. Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon persen kelarutan sodium lignosulfonat dari faktor konsentrasi sodium bisulfit (X1) dan suhu (X2) menunjuk model yang berbentuk optimum. Hasil analisis statistik dari model tersebut menunjukan nilai kelarutan optimum, yaitu sebesar 97,2% pada titik variable konsentrasi sodium bisulfit 53,49% (b/b) dan pada titik variable suhu 94,95oC. Hasil validasi dengan melakukan percobaan dititik tersebut menunjukkan nilai kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan sebesar 96%. Kata kunci: Tandan kosong kelapa sawit (TKKS); Lignin organosolv; Sodium lignosulfonat; Metode permukaan respon
Kosi Anwar. F34103080. Optimization of Temperature and Sodium Bisulfate (NaHSO3) Concentration at Production Process of Sodium Lignosulfonate Base on Palm Empty Fruit Bunch Fiber Pulping (EFB). Advisor : Ani Suryani and Erliza Hambali. 2007.
ABSTRACT Surfactant (surface active agent) is an active compound that can reduce the surface tension. It’s used as clotting, wetting, foaming, emulsifier, component of adhesive material and it was used in vary industry sector. The existence of hydrophobic and hydrophilic groups in one molecule cause the surfactant disposed on interfacial between phase that is different polarity degree and hydrogen bond such as oil and water. Film Forming on this interfacial decrease interfacial energy and cause unique characteristic of surfactant compound. Lignosulfonate is one of the anionic surfactant. Lignosulfonate is made by sulfonation process of lignin and its salt to produce lignosulfonate salt, like sodium lignosulfonate, magnesium lignosulfonate and ammonia lignosulfonate. The purposes of this sulfonation is to change hydrophility characteristic of lignin that is not polar group (less water soluble). The existence sulfonate group (polar group) in hydroxyl group of lignin compound cause increasing its hydrophility characteristic and then become more water soluble. Surfactant development is not just to find new variant of surfactant that can be used in an industry, but it’s for finding new raw material that have big potential for surfactant production. One of the potentially raw materials for surfactant production is palm empty fruit bunch (EFB). That material is potential for surfactant lignosulfonate production because it contain lignin component, that is 22,21% and its using is not optimally yet. The purposes of this research is to optimize the using of palm empty fruit bunch (EFB) with carry out investigation of influence and to optimize temperature and concentration of sulfonation agent factors toward yield and solubility of the sodium lignosulfonate. This experiment is modification of previous experiment that was done by Syahmani (2000), Kamouen et al. (2003), Dilling (1986) dan Tesar (2007). The experiment design that was used is two level factorial and optimization methode that was used is response surface methode. Factor level of temperature in this experiment is 80-100oC and sodium bisulfate concentration that was used is 4060% (b/b). The experiment result showed that reaction temperature and sodium bisulfate concentration had positive influence toward sodium lignosulfonate yield with significant value 97.65% and 99.82%, and influence percentage 0.63% and 1.30%. Beside that, reaction temperature and sodium bisulfate concentration had positive influence too, toward sodium lignosulfonate solubility with significant value is 58% and 65%, and influence percentage is 0.06% and 0.08%. The result of canonic analysis toward respone surface of sodium lignosulfonate yield from sodium bisulfate concentration factor (X1) and temperature (X2) showed that model shape is saddle point. Analysis result ridge of optimum from SAS showed that the highest yield value is 80.19%(b/b) at sodium
bisulfate concentration 53.25% (b/b) and temperature 103.76oC. Validation result in this condition showed that sodium lignosulfonate yield value is 61.48%. The result of canonic analysis toward sodium lignosulfonate solubility from sodium bisulfate concentration (X1) and temperature (X2) factor showed that model shape is optimum, statistic analysis show that sodium lignosulfonate solubility value is 97.2% at sodium bisulfate concentration 53.49% (b/b) and temperature 94.95oC. Validation result in this condition showed that sodium lignosulfonate solubility value is 96%. Keywords : palm empty fruit bunch fiber; organosolv lignin; sodium lignosulfonate ;response surface methode
OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI SODIUM BISULFIT (NaHSO3) PADA PROSES PEMBUATAN SODIUM LIGNOSULFONAT BERBASIS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: KOSI ANWAR F34103080
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI SODIUM BISULFIT (NaHSO3) PADA PROSES PEMBUATAN SODIUM LIGNOSULFONAT BERBASIS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh KOSI ANWAR F34103080 Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1985 di Boyolali Tanggal lulus :
Januari 2008
Menyetujui, Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Pembimbing Akademik I
Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi Pembimbing Akademik II
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008
KOSI ANWAR F34103080
RIWAYAT PENULIS
Kosi Anwar dilahirkan di Boyolali pada tanggal 18 Januari 1985, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Yosodiharjo dan Ibu Kamsinem. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK BA Al-Islam,
Tlangu
Nogosari,
kemudian
melanjutkan
pendidikan dasar di MI Negeri 1 Tlangu-Nogosari Boyolali dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah di MTs Negeri 1 Nogosari-Boyolali, kemudian pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMU Negeri 6 Surakarta dan lulus tahun 2003. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI-IPB), penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa, penulis tidak hanya aktif pada kegiatan akademik saja. Untuk mengembangkan potensi diri, penulis mengikuti beberapa pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus. Organisasi yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) sebagai staf pada biro Pemberdayaan Departemen Human Resources Development periode 2004/2005 dan sebagai manajer HRD pada organisasi AGRIFARMA IPB. Bulan Februari sampai April tahun 2007, penulis melaksanakan praktek lapang di industri VCO, yaitu PT Bogor Agro Lestari, Bogor, dengan judul “Pengawasan Mutu dan Produksi Bersih industri VCO PT Bogor Agro Lestari, Bogor, Jawa Barat”. Pada tahun 2007, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Teknologi Kimia Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Kimia Kayu dan Serat Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)”.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian yang berjudul “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO3) pada Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)” ini ditulis sebagai salah satu syarat kelulusan pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian selama bulan Februari sampai September 2007 di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Walaupun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang memerlukan.
Bogor, Januari 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dan Bapak, kakak, adik-adikku dan seluruh keluargaku yang selalu berjuang untuk keluarga dan diriku, terima kasih atas segala doanya 2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen pembimbing akademik I dan merupakan seorang Ibu yang baik dan sabar terhadap kami anak-anak bimbing beliau 3. Dr. Ir. Erliza hambali, MSi selaku dosen pembimbing akademik II yang telah membimbing dan memberikan semangat untuk maju 4. Dr. Ir. Endang Warsiki,MT selaku dosen penguji 5. Listya Mustika Dewi yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam setiap perjuangan untuk menggapai impian 6. Teman-teman satu kost-an, Akhlis, Mr. Warobay dam Muad yang masih tetap setia dan selalu membantu disaat susah dan senang 7. Bapak Dhani dan Ibu Dhani, teh dede, dedi-nya Gheral, kang encek, halim, dadi dan semua keluarga pemilik kost yang selalu ramah dan baik serta pengertian 8. Bapak Gustan Pari dan Bapak Ismet dari Laboratorium Kimia Kayu Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor, Bapak Suprihatin dan Mas Gunawan dari Laboratorium Kimia Kayu dan Serat Teknologi Hasil Hutan, serta Bapak Agus dari Laboratorium Visiologi dan Toksonomi Tanaman Departemen Proteksi Tanaman atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 9. Bu Rini, Bu Ega, Bu Sri, Pak Gun, Pak Sugiardi, Pak Edi, Pak Yogi serta seluruh laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 10. Andika dan Omad, Hera dan Afni dan Darto dan Catur, tetap berjuang karena kita berasudara satu pembimbing. 11. Mas Tarwin, Puryani, Tim jagung Niken Riri, Kukuh,Dewi, Misbahul, mas hari dan semua anak-anak TIN 40 yang sedang berjuang untuk menjadi yang terbaik untuk diri dan orang-orang yang dicantainya.
12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak ikut membantu hingga skripsi ini bisa terselesaikan. Semaksimal mungkin usaha telah kami lakukan, namun karena masih adanya keterbatasan ilmu kami yang menyebabkan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Segala bentuk kritik dan saran sangat kami harapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Demikian, kami harapkan semoga penyusunan skripsi ini bisa bermanfaat bagi kami khususunya dan rekan-rekan pembaca pada umumnya. Amien Yaa Rabb l-Alamien
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................i UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………………...ii DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................viii I. PENDAHULUAN ............................................................................................1 A. LATAR BELAKANG .................................................................................1 B. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................4 C. RUANG LINGKUP .....................................................................................5 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................6 A. SURFAKTAN .............................................................................................6 B. LIGNOSULFONAT ....................................................................................7 C. LIGNIN ................................ .....................................................................11 D. TKKS SEBAGAI SUMBER LIGNIN ......................................................14 III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................17 A. BAHAN DAN ALAT .................................................................... ...........17 B. TATA LAKSANA PENELITIAN ............................................................18 1. Tahap Persiapan Bahan .........................................................................18 2. Penelitian Utama ...................................................................................21 C. RANCANGAN PERCOBAAN .................................................................22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................25 A. KARAKTERISTIK ISOLAT LIGNIN TKKS ..........................................25 B. PENELITIAN UTAMA .............................................................................26 1. Persen Rendemen Sodium Lignosulfonat Hasil Sulfonasi Lignin TKKS ....................................................................................................27 2. Persen Kelarutan Sodium Lignosulfonat Hasil Sulfonasi Lignin TKKS ....................................................................................................35
C. PENCIRIAN GUGUS SODIUM LIGNOSULFONAT .............................42 D. PENENTUAN KEMURNIAN SODIUM LIGNOSULFONAT ...............48
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................50 A. KESIMPULAN ..........................................................................................50 B. SARAN ......................................................................................................51 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................52 LAMPIRAN .........................................................................................................55
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan kimia tandan kosong kelapa sawit (% berat kering) ..............2 Tabel 2. Ketersediaan limbah padat tandan kosong kelapa sawit .......................... 3 Tabel 3. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (persen berat kering) .....15 Tabel 4. Faktor dan kode faktor penelitian ...........................................................23 Tabel 5. Karakteristik isolat lignin TKKS ............................................................25 Tabel 6. Hasil olah data penelitian dengan respon rendemen ...............................28 Tabel 7. Hasil olah data penelitian dengan respon Rendemen ..............................36 Tabel 8. Pita serapan spektrofotometer FT-IR isolat lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1)......................................................................43 Tabel 9. Pita serapan spektrofotometer FT-IR sodium lignosulfonat dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1)..........................................................47
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur lignosulfonat (Gargulak dan Lebo, 2000) .............................9 Gambar 2. (1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol .......11 Gambar 3. Struktur lignin kraft pine (www.ncbi.nlm.nih.gov) .............................12 Gambar 4. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) .................................................15 Gambar 5. Diagram alir penelitian ........................................................................21 Gambar 6. Produk sodium lignosulfonat hasil percobaan .....................................27 Gambar 7. Grafik pola interaksi durasi waktu terhadap suhu................................29 Gambar 8. Grafik respone surface method dengan respon persen rendemen sodium lignosulfonat ..........................................................32 Gambar 9. Contour permukaan respon rendemen sodium lignosulfonat ..........................................................................33 Gambar 10. Grafik pola interaksi durasi waktu terhadap Suhu ............................38 Gambar 11. Grafik respone surface method dengan respon rendemen sodium lignosulfonat.........................................................................40 Gambar 12. Contour permukaan respon rendemen sodium lignosulfonat…………………………………………...……….…...41 Gambar 13. Spektrum FT-IR indulin AT dengan isolat lignin hasil penelitian terbaik Heradewi (2007) ...................................................................44 Gambar 14. Spektrum FT-IR sodium lignosulfonat...............................................46 Gambar 15. Nilai kemurnian (%) sodium lignosulfonat hasil percobaan. NaLS110=sodium lignosulfonat hasil percobaan pada titik percobaan dengan respon surface methode;NaLS11=sodium lignosulfonat pada titik validasi untuk respon rendemen;NaLS12=sodium lignosulfonat pada titik validasi untuk respon kelarutan .................48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Pohon industri tandan buah segar kelapa sawit ................................56 Lampiran 2. Prosedur analisis lignin TKKS …………………....…………....….57 Lampiran 3. Prosedur analisis sodium lignosulfonat hasil sintesis dari lignin TKKS………………………....….....................................................60 Lampiran 4. Data hasil analisis persen rendemen sodium lignosulfonat ……......62 Lampiran 5. Data hasil analisis persen kelarutan sodium lignosulfonat ...............63 Lampiran 6. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat menggunakan SAS ... ..............................................................................................64 Lampiran 7. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat menggunakan SAS ............................................................................68
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa aktif yang menurunkan tegangan permukaan dan digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, binder, dispersant, pembusaan, emulsifier, komponen bahan adhesive, serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri. Kemampuan surfaktan pada berbagai aplikasi tersebut dikarenakan surfaktan mempunyai gugus hidrofobik (non polar) dan gugus hidrofilik (polar) sehingga menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air (Georgou et al., 1992). Perkembangan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan yang baru untuk suatu aplikasi tertentu di suatu industri, tetapi juga melakukan pencarian bahan baku baru yang potensial untuk pembuatan surfaktan. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Bahan tersebut mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan lignosulfonat, dikarenakan TKKS mempunyai kandungan lignin yang cukup besar, seperti terlihat pada Tabel 1. Surfaktan lignosulfonat adalah surfaktan yang berbasis lignin dalam pembuatannya. Selain hal tersebut, dikarenakan penggunaan TKKS selama ini masih belum optimal, sehingga diharapkan dapat meningkatkan penggunaan TKKS untuk bidang yang lebih luas. Pemanfaatan TKKS yang umum dilakukan saat ini adalah digunakan sebagai mulsa di kebun, akan tetapi biaya transportasi yang dikeluarkan per unit nutrisi cukup tinggi dan dapat juga menimbulkan ledakan populasi hama kumbang yang mematikan tanaman kelapa sawit. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik (Darnoko et al., 1993).
Tabel 1. Kandungan kimia tandan kosong kelapa sawit (% berat kering) Komposisi Lemak Protein Selulosa Lignin Hemiselulosa Sari (zat ekstraktif) Pentosan Holoselulosa Abu Pektin Kelarutan dalam : - 1 % NaOH - Air panas (100oC) - Air dingin (30oC)
Tun Tedja Irawadi, 1991 5,35 4,45 32,55 28,54 31,70 -
Pratiwi et al., 1988 35,81 15,70 27,01 6,04 -
Azemi et al., 1994 40 21 24 15 -
Darnoko et al., 1995 38,76 22,23 6,37 26,69 67,88 6,59 12,85
-
-
-
29,96 13,89 16,17
Menurut Willyanto (1999), TKKS dalam pemanfaatannya dibakar di incenerator sehingga abunya dapat digunakan sebagai pupuk kalium. Namun usaha pembakaran TKKS tersebut ternyata tidak efektif dan dilarang oleh pemerintah karena dapat menimbulkan pencemaran udara. Selain itu, TKKS dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi produk-produk yang berbasis selulosa seperti pulp dan kertas, gasifikasi untuk produksi panas, gula, furfural dan lignin (Susanto, 1999). Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan yang disintesis dari TKKS sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut terbukti dari data Dirjen Perkebunan (2005) yang menunjukkan bahwa luas areal perkebunan besar kelapa sawit selama delapan tahun terakhir (2000-2007) terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal perkebunan tersebut akan menyebabkan penambahan jumlah produksi minyak kelapa sawit dan jumlah industri pengolahannya. Hal tersebut berimplikasi pada limbah padat yang dihasilkan industri minyak kelapa sawit ikut melimpah, khususnya berupa tandan kosong kelapa sawit. Ketersediaan limbah tandan
kosong yang dihasilkan dari industri minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ketersediaan limbah padat tandan kosong kelapa sawit Tahun
Total Luas Areal
Total Produksi Minyak
TKKS
TBS (ribu ton)
(ribu ton)3)
7000,5
33335,8
7667,2
4713,4
8396,5
39983,2
9196,1
2002
5067,1
9622,3
45820,7
10538,8
2003
5243,6
10440,8
49718,3
11435,2
2004
5284,7
10830,4
51573,3
12893,3
2005
5453,8
11861,6
56483,8
14120,9
2006
6074,9
13390,8
63765,7
15941,4
6425,1
14151,9
67390,4
16847,6
Perkebunan
Kelapa Sawit
(ribu hektar)1)
(ribu ton)1)
2000
4158,1
2001
2007
*)
2)
Keterangan: Dirjen Perkebunan, 2006 2) Dihitung berdasarkan rasio minyak sawit dan berat tandan buah segar (TBS) = 21 persen dari TBS (Darnoko,1992) 3) Dihitung berdasarkan 23 persen dari TBS (Darnoko,1992) *) Estimasi dengan Model Double Exponential Smoothing 1)
Lignosulfonat merupakan surfaktan alami yang banyak digunakan di industri. Penggunaan lignosulfonat sangat beragam, yaitu sebagai penstabil dalam industri pengeboran minyak, pelarut dalam industri tekstil, emulsifier dalam pembuatan pelumas, bahan perekat untuk papan gipsum, bahan aditif untuk media kultur, sebagai plasticizer pada adonan beton, sebagai water reducing admixture dan juga sebagai water retarder. Lignosulfonat merupakan surfaktan yang bersifat larut air sehingga banyak digunakan juga sebagai bahan admixture, yaitu untuk membantu proses pengadukan dalam cement mill dan membuat konstruksi bangunan menjadi lebih kokoh karena lignosulfonat juga merupakan binding agent yang baik. Menurut Gargulak dan Lebo (2000), produksi lignosulfonat di seluruh dunia diperkirakan 8,9 x 105 ton/tahun dan sekitar 50% digunakan sebagai bahan admixture. Besarnya penggunaan lignosulfonat sebagai admixture untuk beton dan semen, yaitu sekitar 4,45 x 105 ton/tahun dikarenakan keunggulan
yang
dimiliki
lignosulfonat
dibandingkan
polimer
lain.
Keunggulan tersebut, yaitu lignosulfonat secara esensial tidak bersifat toksik dan berasal dari bahan alami sehingga dapat diperbaharui, dibandingkan polimer sintetik dan polimer yang berbasis petrokimia. Jenis polimer sintetik dan polimer yang berbasis petrokimia yang dapat digantikan dengan lignosulfonat adalah naftalena formaldehida sulfonat (Sulfonated Naphtalene Formaldehyde/SNF)
dan
melamin
formaldehida
sulfonat
(Sulfonated
Melamine Formaldehyde/SMF). Penelitian mengenai optimasi produksi lignosulfonat berbasis TKKS ini dilakukan dengan memodifikasi penelitian yang telah dilakukan Syahmani (2000), Kamouen et al. (2003), Dilling (1986) dan Tesar (2007). Surfaktan lignosulfonat yang dihasilkan merupakan jenis sodium lignosulfonat karena menggunakan sodium bisulfit (NaHSO3) sebagai agen penyulfonasinya. Permukaan respon yang diharapkan dari pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit adalah rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap permukaan respon dari parameter tersebut, sehingga dapat ditentukan titik optimalnya. B. TUJUAN Tujuan umum dari dilakukan kegiatan penelitian ini adalah Untuk memanfaatkan lignin hasil isolasi dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai surfaktan sodium lignosulfonat. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan informasi mengenai pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat dalam proses sulfonasi lignin berbasis TKKS. 2. Mendapatkan informasi mengenai kondisi optimal suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat dalam proses sulfonasi lignin berbasis TKKS.
C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini meliputi isolasi lignin dari TKKS dengan metode terbaik hasil penelitian Heradewi (2007). Hasil penelitian tersebut yaitu, delignifikasi dari TKKS dengan proses organosolv pada kondisi isolasi lindi hitam NaOH 10% dan dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat (H2SO4) 20%. Setelah didapatkan lignin, kemudian melakukan uji pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Ruang lingkup selanjutnya, yaitu melakukan optimasi suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap parameter rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat dan kemudian dilanjutkan dengan pengujian kemurnian menggunakan spektrofotometer UV serta melakukan pengujian gugus fungsi sodium
lignosulfonat
Spectroscopy).
dengan
FTIR
(Fourier
Transform
Infrared
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SURFAKTAN Surfaktan merupakan senyawa aktif penurunan tegangan permukaan (surface active agent) yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifer, komponen bahan adhesif, serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu molekul, menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air. Pembentukan film pada antar muka ini menurunkan energi antar muka dan menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Georgou et al, 1992). Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol sistem emulsi (misalnya oil in water (o/w) atau water in oil (w/o)). Di samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan dari partikel yang terdispersi (Rieger, 1985). Menurut Swern (1979), kemampuan surfaktan untuk meningkatkan kestabilan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar (hidrofilik) dan gugus non polar (lipofilik). Secara umum surfaktan dapat dibagi atas empat kelompok, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Jenis surfaktan yang dipilih pada proses pembuatan suatu produk tergantung pada kinerja dan karakteristik surfaktan tersebut serta karakteristik produk akhir yang diinginkan. (Matheson, 1996). Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan. Sifat hidrofilik tersebut disebabkan karena keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat atau sulfonat. Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan. Sifat hidrofiliknya umumnya disebabkan karena keberadaan garam ammonium, seperti quarternery
ammonium salt (QUAT). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofiliknya disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung pada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996 a).
B. LIGNOSULFONAT Lignosulfonat
merupakan
hasil
sulfonasi
lignin
dan
garamnya
menghasilkan garam lignosulfonat seperti sodium lignosulfonat, magnesium lignosulfonat dan ammonia lignosulfonat. Tujuan dilakukan sulfonasi adalah untuk mengubah sifat sifat hidrofilitas dari lignin yang kurang polar (kurang larut dalam air). Dengan memasukkan gugus sulfonat yang lebih polar ke dalam gugus hidroksil, sehingga akan meningkatkan sifat hidrofilitasnya sehingga lignosulfonat larut dalam air. Lignosulfonat termasuk dalam kelompok surfaktan anionik dan bersifat larut dalam air. Sifat larut air yang dimiliki lignosulfonat membuatnya banyak digunakan sebagai bahan tambahan kimia (admixture) untuk membantu proses pengadukan dalam cement mill, dan membuat konstruksi bangunan menjadi lebih kokoh karena lignosulfonat juga bersifat sebagai pengikat (binding agent) yang sangat baik (Askvik et al. 2001;Flider 2001;Rosen & Dahanayake, 2000). Sedangkan menurut
ASTM Standard C 494-79
(Specific for water
reducing admixtures for Concrete), asam atau garam lignosulfonat adalah bahan tambahan kimia yang termasuk jenis Water Reducing Admixture (plasticizer). Prinsip dari komponen aktif bahan tambahan kimia jenis ini sebagai Surface Active Agent (Surfactant) yaitu memiliki kemampuan untuk menyebarkan atau deflokulan partikel-partikel semen. Senyawa utama penyusun lignosulfonat adalah senyawa fenolik bebas, karbosiklik dan polisakarida. Struktur lignosulfonat dapat dilihat pada Gambar 1. Dilling (1986) telah memperoleh paten (US paten 4.590.262) pada pembuatan sodium lignosulfonat sebagai bahan pewarna dan bahan pasta tinta.
Lignin disulfonasi dengan pereaksi sodium sulfit (Na2HSO3) ataupun dengan sodium bisulfit (NaHSO3), dan disarankan lebih baik menggunakan pereaksi sodium bisulfit (NaHSO3). Sodium bisulfit (NaHSO3) memiliki keunggulan, yaitu produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah, mudah diaplikasikan pada skala produk kecil dan dapat digunakan secara batch process. Reaksi sulfonasi dilakukan 4-8 jam, pada tekanan atmosfir dengan suhu sekitar 80o-100oC, atau pada tekanan yang lebih tinggi dengan suhu sekitar 120o-140oC, dan proses berlangsung pada pH 6,3-7. Tahun 1990, Dilling et al. (US patent 4.892.588) telah meneliti dan mematenkan proses pembuatan lignosulfonat melalui metode sulfonasi antara lignin dengan senyawa sodium sulfit dan sodium bisulfit. Pereaksi sulfit yang digunakan yaitu sekitar 2,5-3,5 mol per 1000 g lignin. Proses berlangsung pada pH awal di bawah 6,6 dan suhu proses sekitar 170 oC. Selama proses berlangsung pH reaksi meningkat hingga sekitar 7,5. Produk yang dihasilkan digunakan sebagai dispersan dalam komposisi warna dan karbon hitam. Proses sulfonasi konvensional umumnya dilakukan dengan sulfonasi lignin yaitu mereaksikan lignin (25 % padatan) dengan formaldehid dan sodium sulfit. Proses sulfonasi ini terbagi menjadi dua reaksi yaitu(1) Metilolat dimana lignin bereaksi dulu dengan formaldehid membentuk methylolated lignin pada suhu 70 oC selama 1 jam, dan (2) Sulfonasi dimana methylolated lignin bereaksi dengan sodium sulfat membentuk sodium lignosulfonat pada suhu 140 oC selama 2 jam. Keberhasilan proses sulfonasi tergantung pada kondisi larutan lignin, suhu dan pH (Fengel & Wegner, 1995 ; Gargulak dan Lebo, 2000)
CH CH2 CH-SO3
OH CH2 O
OCH3 H C-OH 2
SO3M
H2C-CH-
CH
CH
O
OH
OCH3 O
CH O
CH
OCH3
OCH3 OCH3 CH2OH
CH2OH CH2
CH3OH
CH
CH
CH CH-SO3M
CH-SO3M
H
CH-CH2OH
HOH2C CH-SO3M
CH-SO3M OCH3
CH3O CH3O OH
O
O
CH3O OH
Gambar 1. Struktur lignosulfonat (Gargulak dan Lebo, 2000) Syahmani (2000) telah melakukan Sulfonasi terhadap 1 gram lignin dengan sodium bisulfit pH 5, suhu 100oC dan proses sulfonasinya selama 4 jam. Sodium lignosulfonat yang dihasilkan dengan rendemen 2,2 gram dan kemurnian 83,93%. Sodium lignosulfonat hasil penelitian jika dibandingkan dengan urea tablet komersial, lignin dan lignin asetat menunjukkan bahwa urutan kecepatan pelarutan urea dari yang cepat sampai yang lambat, yaitu sodium lignosulfonat-urea, urea tablet komersial, lignin-urea, dan lignin asetat-urea. Selain itu, efek binder yang baik ditunjukkan oleh lignin asetaturea 12% b/b, lignin-urea 6% b/b, dan sodium lignosulfonat-urea 6% b/b. Hal
tersebut disebabkan karena kurva pelarutannya relatif landai, sehingga akan menyediakan urea secara lebih seragam. Kamoun et al. (2003) juga telah melakukan sulfonasi lignin yang berasal dari lindi hitam industri pulp berbahan baku esparto (sejenis rerumputan). Lignin (pH lignin = 3-4) direaksikan dengan campuran sulfit formaldehida (rasio mol; 0,6 : 0,8), suhu sulfonasi 130-160oC, pada pH 7-9, selama waktu 36 jam. Konsentrasi sulfit yang digunakan berkisar dari 20-50% dari berat lignin. Lignosulfonat yang dihasilkan dapat larut di dalam air, di dalam asam asetat glacial dan di dalam asam sulfat yakni (pH>1,5). Dzikrullah (2007) memodifikasi proses sulfonasi diatas dengan melakukan sulfonasi lignin isolat lindi hitam pabrik pulp dengan mencampurkan sodium bisulfit pada konsentrasi 40, 50 dan 60% dari bobot lignin. Gargulak dan Lebo (2000) melaporkan lignosulfonat dapat bertindak sebagai surfaktan , agen pemisah, agen pengikat, dan stabilizer. Berbagai macam kegunaan lignosulfonat antara lain: 1) Sebagai penstabil tanah saat pengeboran dalam industri perminyakan 2) Sebagai pelarut dalam industri tekstil 3) Meningkatkan viskositas dari minyak yang memiliki densitas rendah, serta sebagai emulsifier untuk membuat pelumas 4) Bertindak sebagai pengikat debu/partikel dari batu bara, dan saat ini aplikasinya juga banyak dalam industri batu bata untuk menghasilkan pembakaran dengan asap yang minimum. 5) Sebagai bahan pembantu proses pengadukan dalam gilingan semen (cement mill) 6) Sebagai bahan penghambat dalam semen untuk memperlambat proses pengeringan adonan untuk menghindari terjadinya keretakan dalam konstruksi bangunan 7) Sebagai bahan aditif dalam industri karet 8) Sebagai bahan aditif untuk media kultur dalam studi in-vitro
C. LIGNIN Lignin merupakan polimer yang tidak bersifat toksik, kegunaan lignin, yaitu dispersan untuk insektisida, herbisida, peptisida, zat warna, pengemulsi, penstabil campuran untuk aspal, sebagai aditif lumpur pengeboran, beton, penggilingan semen (Fengel dan Wenger,1999). Lignin dibentuk di dalam batang kayu tumbuhan. Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir dalam dinding sel, menembus diantara
fibril-fibril
sehingga memperkuat dinding sel. p-hidroksinamil alkohol p-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapsil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor) primer seperti pada Gambar 2 dan prekursor tersebut merupakan unit pembentuk lignin (Fengel dan Wegner, 1995). Sedangkan menurut Systrom (1995), lignin adalah polimer kompleks dengan bobot molekul tinggi dan tersusun atas satuan-satuan fenilpropana. Senyawa ini sangat stabil, sulit dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam, sehingga struktur lignin pun bermacam-macam. CH2OH HC CH3
CH2OH
CH2OH
HC
HC
CH3
CH3
OCH3
H3CO
OCH3
OH
OH
OH
1
2
3
Gambar 2. (1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol Lignin secara fisik membungkus mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun hemiselulosa (Said, 1994). Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel (lamela tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar. Konsentrasi lignin tertinggi
terdapat dalam dinding sel, yaitu pada bagian lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan di dinding sekunder (Sjostrom, 1995). Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur strukturnya, yaitu (Sjostrom,1995): (i) Lignin guaiasil, yaitu lignin yang terdapat pada kayu lunak dan sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari koniferil alkohol. (ii) Lignin guaiasil-siringil, yaitu lignin yang khas dari kayu keras dan
merupakan kopolimer dari koniferil alkohol dan sinapil
alkohol. Menurut sugesty et al. (1986), lignin diberbagai jenis tanaman memiliki unit penyusun yang berbeda-beda. lignin pada jenis gymnosperms terdiri dari unit guaiasil, lignin pada jenis angiosperms terdiri dari unit guaiasil dan siringil, sedangkan pada jenis rumput-rumputan (non kayu) terdiri dari unit guaiasil, siringil dan p-hidroksifenil. Pada Gambar 3. diperlihatkan struktur polimer lignin dari proses kraft (Indulin AT).
Gambar 3. Struktur lignin kraft pine (Lignin Institute, 2001)
Menurut Kirk dan Othmer (1952), lignin terdiri dari 61-65% karbon, 5,06,1% hidrogen dan oksigen dengan panas pembakaran sebesar 11,300 B.t.u/lb
(6,280 kal/gram). Secara fisis lignin berwujud amorf (tidak berbentuk), berwarna kuning cerah dengan bobot jenis berkisar antara 1,3-1,4 bergantung pada sumber ligninnya dan indeks refraksi sebesar 1,6. Lignin bersifat tidak larut dalam air, larutan asam dan larutan hidrokarbon. Dikarenakan lignin tidak larut dalam asam sulfat 72%, maka sifat ini sering digunakan untuk uji kuantitatif lignin. Lignin tidak dapat mencair, tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan. Lignin yang diperdagangkan larut dalam alkali encer dan dalam beberapa senyawa organik. Polimer lignin tidak dapat dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan bentuk pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisa karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin. Pada bagian lainnya, lignin mengalami kondensasi (Judoamidjojo et al., 1989). Menurut Achmadi (1990), lebih dari dua per tiga unit fenil propana dalam lignin dihubungkan dengan ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon-karbon. Lignin tidak dapat dipakai secara langsung dalam pemanfaatannya, karena sifat hidrofilitasnya belum sesuai dengan yang digunakan. Modifikasi struktur lignin bertujuan untuk mengubah sifat hidrofilitas dari lignin. Lignin dapat disulfonasi dengan sulfat asam bisulfit menghasilkan sodium lignosulfonat ( Fengel dan wegner, 1999).
D. TKKS SEBAGAI SUMBER LIGNIN Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman berkeping tunggal yang termasuk dalam spesies guineensis, genus elaeis, famili Arecaceae,ordo Palmae, sub divisi Pterospida,divisi Tracheophyta sub kelas Monocotlyedonae, dan kelas Angiospermae. (Hartley,1967;1988). Tandan sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung sekitar 62 – 70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal (Naibaho, 1992). ).
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit. Basis satu ton tandan buah segar (TBS) yang diolah akan dihasilkan minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 0,21 ton (21%) serta minyak inti sawit (PKO) sebanyak 0,05 ton (5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan buah kosong, serat dan cangkang biji yang jumlahnya masing-masing sekitar 23%, 13,5% dan 5,5% dari tandan buah segar.(Darnoko, 1992). Pohon industri dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. Tandan kosong kelapa sawit banyak dijumpai disekitar pabrik minyak kelapa sawit, merupakan limbah berlignoselulosa yang belum dimanfaatkan secara efektif. Menurut Darwis et al. (1988), pemanfaatan limbah padat (selain bungkil inti sawit) belum optimal. Tandan kosong kelapa sawit baru dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler atau dibuang di jalan-jalan di daerah perkebunan kelapa sawit untuk mengeraskan jalan. Selain itu, menurut (Naibaho, 1990) bahwa TKKS mengandung 30-35% K2O dan 3-5% MgO sehingga dapat dibakar menjadi abu yang cukup berguna sebagai pupuk dan untuk menetralkan pH hasil samping cair pabrik pengolahan minyak sawit, akan tetapi mendapat masalah dalam aplikasinya yaitu dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan para pekerja. Tandan kosong dan serat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp, namun kualitas kertas yang dihasilkan masih rendah oleh sebab itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam. Tandan kosong kelapa sawit, seperti pada kayu ataupun tanaman lainnya mengandung unsur kimiawi lemak, protein, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Komposisi kimiawi yang demikian memungkinkan pemanfaatan limbah TKKS untuk dijadikan substrat (bahan dasar) dalam pembuatan asam-asam organik, pelarut aseton, butanol, etanol, protein sel tunggal, zat antibiotika, xanthan dan bahan kimia lainnya melalui biokonversi (Tsao, 1978 dalam Said, 1994). Selain itu, Menurut Azemi et al. (1994) tandan kosong kelapa sawit juga merupakan polimer alami golongan polisakarida. Sel-selnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa membentuk kerangka yang dikelilingi oleh senyawa-senyawa lain yang berfungsi sebagai matriks
(hemiselulosa) dan bahan-bahan yang melapisi (lignin) yang membuatnya mempunyai sifat elastis dan kuat. Penampakan visual TKKS dapat dilihat pada Gambar 4 dan komponen kimia tandan kosong kelapa sawit dari hasil berbagai penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 4. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) Tabel 3. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (persen berat kering) Komposisi (%) Lemak Protein Selulosa Lignin Hemiselulosa Sari (zat ekstraktif) Pentosan Holoselulosa Abu Pektin Kelarutan dalam: - 1 % NaOH - Air panas (100oC) - Air dingin (30oC)
Tun Tedja Irawadi, 1991 5,35 4,45 32,55 28,54 31,70 -
Pratiwi et al., 1988 dalam Said, 1994 35,81 15,70 27,01 6,04 -
Azemi et al., 1994 dalam Said, 1994 40 21 24 15 -
-
-
-
Darnoko et al., 1995 38,76 22,23 6,37 26,69 67,88 6,59 12,85 29,96 13,89 16,17
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah lignin hasil isolasi dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Isolasi dilakukan dengan metode presipitasi asam terbaik, dan proses pulping terbaik dari hasil penelitian Heradewi (2007). Bahan baku TKKS berasal dari industri pengolahan minyak kelapa sawit PT Condong, Garut - Jawa Barat, sedangkan bahan kimia yang digunakan dalam proses isolasi, sulfonasi dan analisis, yaitu etanol/alkohol, aseton teknis, benzen, sodium bisulfit (NaHSO3), metanol, NaOH, NaCl, H2SO4, HCl, indikator phenolpthalin, kertas pH, kertas saring, air bebas ion dan air suling/aquades 2. Alat Peralatan yang digunakan untuk persiapan bahan antara lain golok, loyang besar untuk mengeringkan bahan, alat penggiling (willey mill) dan alat penyaring (vibro type merek RETSCH) ukuran 0,710 – 0,500 mm. Peralatan yang digunakan untuk isolasi dan sulfonasi diantaranya adalah oven suhu 103°C ± 2°C, tanur suhu 400-600°C, penangas air, kompor listrik, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, desikator, kaca arloji, erlenmeyer, pipet tetes dan pipet volumetrik, alat soxhlet apparatus, labu ekstraksi 1.000 ml, pendingin tegak, heating mantle, digester, termometer, buret, batu didih, kertas saring Whatman No.42, kertas saring tidak berabu, gelas ukur, gelas piala, labu takar, mortar, pH meter, corong, sentrifuse, saringan nylon 20 µm, saringan vakum, rotary evaporator, spatula kaca, sudip, dan labu leher tiga 1000 ml. Sedangkan peralatan untuk analisis sodium lignosulfonat, yaitu spektrometer uv double beam dan spektrofotometer FT-IR.
B. TATA LAKSANA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap persiapan bahan dan tahap sintesa senyawa lignosulfonat. Tahap persiapan bahan bertujuan untuk mendapatkan isolat lignin dari TKKS dan karakteristik lignin yang dihasilkan. Tahap ini terdiri dari persiapan TKKS, pembuatan serpihan TKKS bebas zat ekstraktif, delignifikasi serpihan TKKS, isolasi lignin dari lindi hitam TKKS dan karakterisasi isolat lignin. Pada tahap sintesa senyawa lignosulfonat dilakukan dengan mengkaji pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit pada proses sulfonasi lignin, menghitung rendemen, pengujian kelarutan sodium lignosulfonat, analisis kemurnian dengan spektrofotometer UV dan analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR. 1. Tahap Persiapan Bahan a. Persiapan Bahan TKKS Tahap persiapan bahan ini dilakukan untuk mendapatkan serat (fibrous form) dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang dihasilkan oleh industri minyak kelapa sawit (CPO). Untuk mendapatkan serat, TKKS dibersihkan dari sisa kulit buah sawit kemudian diuraikan menjadi bentuk serat dan dikeringkan di udara terbuka (sinar matahari) selama satu minggu. Serat TKKS yang telah kering dipotong dengan ukuran panjang ± 30 mm. Serat tersebut kemudian digiling menggunakan mesin penggiling (willey mill). Setelah itu, serat hasil penggilingan dipisahkan antara serat panjang, pendek, dan debu yang menempel dengan menggunakan alat penyaring (vibro type) berdiameter 0,710 mm – 0,500 mm. b. Pembuatan serpihan TKKS bebas zat ekstraktif Sejumlah
serpihan
TKKS
terlebih
dahulu
dibersihkan
dan
dikeringkan. Pengeringan serpihan dilakukan di dalam oven pada suhu 60oC selama 16 jam. Serpihan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan menggunakan toluen dan etanol dengan perbandingan 1:2 (v/v) selama 6 jam pada soxhlet apparatus. Setelah itu, serpihan TKKS tersebut di
ekstraksi kembali menggunakan etanol teknis 96% selama 3 jam pada soxhlet apparatus. Residu hasil pengeringan oven tersebut diekstraksi kembali dengan menggunakan air
pada suhu 100oC selama 1 jam
sehingga didapatkan serpihan TKKS yang bebas zat ekstraktif. c. Delignifikasi serpihan TKKS Serpihan TKKS yang bebas zat ekstraktif dilakukan pemasakan di dalam digester untuk mendapatkan lindi hitam (black liquor) TKKS. Serpihan TKKS, larutan pemasak dan bahan kimia ditetapkan dengan komposisi terbaik hasil penelitian Heradewi (2007), komposisi tersebut dimasukkan ke dalam digester. Pemasakan ini dilakukan dua tahap, yaitu pemasakan dari suhu kamar sampai suhu maksimum (waktu reaksi) dan pemasakan yang dipertahankan pada suhu maksimum (waktu pada suhu maksimum) selama waktu tertentu. Kondisi delignifikasi serpihan TKKS terdiri dari : • Berat kering serpihan (BKS) TKKS
: 250 gram
• Larutan pemasak
: 10:1 (v/b) terhadap BKS
• Komposisi larutan pemasak
: etanol teknis 95% : air (1:1)
• Katalis (NaOH)
: 10% terhadap BKS
• Suhu maksimum
: 170oC
• Waktu reaksi
: 1,5 jam
• Waktu pada suhu maksimum
: 1 jam
Hasil delignifikasi terdiri atas dua bagian yaitu lindi hitam dan serpihan (pulp) yang agak lunak. Serpihan yang dihasilkan dicuci dengan aseton teknis, kemudian dengan air dan sisa cairan pencucian ditambahkan pada lindi hitam tersebut. Lindi hitam disaring dengan menggunakan kain nylon 20 µm untuk memisahkan bahan terlarut dalam lindi hitam (filtrat) dan tidak terlarut (residu). d. Isolasi lignin dari lindi hitam TKKS Isolasi lignin dilakukan dengan menggunakan metode terbaik hasil penelitian Heradewi (2007). Isolasi tersebut mengacu pada metode yang dikembangkan Kim et al. (1987). Sebanyak 500 ml lindi hitam yang
telah disaring (filtrat) diendapkan ligninnya dengan cara titrasi oleh asam (H2SO4) dengan konsentrasi 20% (persen v/v). Titrasi dilakukan secara perlahan-lahan (± 1 ml per menit) sampai pH 2, kemudian didiamkan minimal selama 8 jam agar pengendapan sempurna. Endapan lignin dipisahkan dari lindi hitam yang telah diasamkan dengan menggunakan alat sentrifuse (4500 rpm, 20 menit). Untuk meningkatkan kemurnian lignin, endapan lignin tersebut dilarutkan kembali kedalam larutan alkali yaitu NaOH 1 N, kemudian larutan lignin diendapkan kembali dengan cara titrasi menggunakan asam (H2SO4) seperti proses pengendapan pertama. Endapan lignin dipisahkan kembali dari larutannya dengan menggunakan alat sentrifuse, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.42 sehingga dihasilkan larutan lignin dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selanjutnya endapan dicuci menggunakan H2SO4 0,01 N, dilanjutkan pencucian dengan aquades dan disaring menggunakan penyaring vakum. Endapan yang telah dicuci dikeringkan dalam oven (50-60oC) selama 24 jam sehingga dihasilkan lignin berbentuk serbuk/tepung. e. Karakterisasi Isolat Lignin Karakterisasi isolat lignin meliputi rendemen, kadar lignin, keasaman lignin (pH), kadar metoksil, bobot molekul, kelarutan lignin dan analisa isolat lignin dengan spektrofotometer FT-IR. Prosedur karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Penelitian Utama a. Tahapan Penelitian Utama Pentahapan kerja penelitian utama dapat dihat pada Gambar 5.
Mulai
Persiapan bahan dan alat sulfonasi
Penentuan pengaruh konsentrasi sodium bisulfit sebagai agen pensulfonasi dan suhu sulfonasi Penentuan kondisi optimum faktor yang berpengaruh
Selesai
Gambar 5. Diagram alir penelitian b. Prosedur Kerja Penelitian Utama 1) Prosedur Sulfonasi lignin Lignin dengan berat tertentu (5 gram) disuspensikan dengan 150 ml air atau perbandingan lignin:air (10:15 w/w), dalam labu bulat leher 3 ukuran 1000 ml dan diaduk menggunakan magnetik-stirrer. Suspensi ini ditambahkan sodium bisulfit pada taraf percobaan 40-60% bobot lignin, sampai pH 5 yang ditunjukkan dalam skala indikator pH universal. Campuran tadi diaduk dengan pengaduk magnetik stirrer
dan dikondisikan pada suhu reaksi pada taraf percobaan 80-100oC. Proses ini dilakukan dengan pemanasan selama 4 jam yang dimonitor dengan termometer. 2) Prosedur pemurnian hasil sulfonasi Hasil reaksi berupa produk lignosulfonat, sisa reaksi (lignin dan sodium bisulfit) serta air. Proses pemisahan produk lignosulfonat dan pemurnian hasil dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: a. Hasil refluks didestilasi untuk menguapkan air pada suhu 100oC, guna mengurangi volume b. Larutan yang telah pekat disaring menggunakan corong buchner, kemudian didapatkan filtrat berupa sodium lignosulfonat yang masih mengandung lignin dan sodium bisulfit (sisa reaksi) c. Filtrat kemudian ditambahkan metanol sambil dikocok kuat sehingga bisulfit terendapkan dan disaring menggunakan corong buchner d. Filtrat sodium lignosulfonat dan sisa lignin diuapkan untuk memekatkan sodium lignosulfonat e. Sodium lignosulfonat pekat yang diperoleh dikeringkan dalam oven vakum suhu 60oC, kemudian ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Setelah itu, ditentukan persen berat rendemennya, kelarutan, kemurnian lignosulfonat yang ditentukan dengan spektrofotometer UV dan diamati gugus fungsinya dengan spektrum FTIR. Prosedur pengujian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.
C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dua tingkat (two taraf factorial design) dengan dua variabel yaitu suhu reaksi (X1) dan konsentrasi reaktan (X2). Rancangan percobaan tersebut langsung dijalankan dengan menggunakan central composite design untuk menentukan kondisi optimasi. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode permukaan respon (response surface methode) (Box et al., 1978). Model rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh dari kedua variabel terhadap respon utama yang diinginkan adalah sebagai berikut : 2
2
Y = ao + ∑ aixi + ∑ aijxixj + ∑ aiixi i =1
i< j
2
i =1
Keterangan : = Respon dari masing-masing perlakuan
Y
= Parameter regresi
xi xixj xi
2
= Pengaruh linier variabel utama = Pengaruh linier dua variabel = Pengaruh kuadratik variabel utama
Respon yang diinginkan adalah rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Tabel 4. Faktor dan kode faktor penelitian Faktor Konsentrasi Suhu reaksi (oC) NaHSO3 (%b/b) 40 80 60 80 40 100 60 100 50 90 50 90 50 90 35,9 90 64,1 90 50 75,9 50 104,1
Kode Faktor X1 X2 -1 1 -1 1 0 0 0 -1,4 1,4 0 0
-1 -1 1 1 0 0 0 0 0 -1,4 1,4
Hasil interaksi antar faktor yang dikaji dalam reaksi kemudian dianalisis kembali dengan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap respon, yaitu dengan mendapatkan koefisien parameter regresi, persen signifikansi (selang kepercayaan) dan pola interaksi faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Selain itu, analisis statistik tersebut juga untuk mendapatkan kondisi optimum atau nilai terbaik pada nilai rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Nilai-nilai
yang
didapatkan
tersebut
kemudian
digunakan
untuk
mengetahui persen pengaruh faktor (Cowan, 1949), dimana persen pengaruh menggambarkan pengaruh perubahan faktor terhadap permukaan respon. Adapun persamaan persen pengaruh sebagai berikut: Persen pengaruh:
F
x 100%
αo (Xh-Xi) Keterangan: F
: pendugaan parameter
αo
: intersep
Xh
: nilai tinggi faktor
Xi
: nilai rendah faktor
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK ISOLAT LIGNIN TKKS Lignin hasil isolasi dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) disebut dengan isolat lignin. Proses isolasi lignin menggunakan metode terbaik dari Heradewi (2007). Isolat lignin tersebut kemudian dilakukan karakterisasi, seperti rendemen, kemurnian,, pH, bobot ekuivalen, kadar metoksil dan kelarutan dalam air bersuhu 30oC. Karakteristik lignin hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik isolat lignin TKKS No
Karakteristik
Hasil Analisis
1
Rendemen
19,95 %
2
Kemurnian
88,39 %
3
pH
3, 23
4
Bobot ekuivalen
3, 943
5
Kadar metoksil
1,92%
6
Kelarutan dalam air 30oC
46,1%
Hasil karakteristik isolat lignin menunjukkan kondisi lignin sebelum dilakukan proses sulfonasi untuk menghasilkan sodium lignosulfonat. Rendemen yang dihasilkan dari proses isolasi cukup tinggi, yaitu 19, 95%. Selain itu, karakteristik kemurnian yang tinggi, yaitu sebesar 88, 39%. Dengan kondisi tersebut diharapkan dapat menghasilkan lignosulfonat yang baik. Kondisi pH isolat lignin rendah, yaitu 3, 23% dikarenakan proses ini melalui perlakuan pengasaman. Lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya. Selain itu, adanya ikatan lignin-karbohidrat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi
metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim et al., 1987). Bobot ekuivalen lignin TKKS yang dihasilkan, yaitu sebesar 3,943. Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi lignin adalah bobot molekul. Bobot molekul dapat dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan reaksi kimia dalam memodifikasi lignin menjadi produk-produk kimia, seperti senyawa sodium lignosulfonat. Lignin merupakan senyawa organik yang sangat kompleks yang terdiri dari sejumlah komponen zat penyusun yang amat beragam maka sulit untuk mendapatkan bobot molekul yang pasti. (Heradewi, 2007). Beckman dalam Santoso (1995) mengemukakan bahwa lignin merupakan senyawa kimia bivalen sehingga bobot molekul lignin adalah dua kali bobot ekuivalennya. Karakteristik lignin TKKS yang lain adalah kadar metoksil. Kadar metoksil lignin TKKS yang didapat, yaitu sebesar 1,92%. Menurut Syahmani (2000), kadar metoksil yang tinggi akan menghalangi reaktivitas lignin selama pemakaian di bidang resin. Lignin mengandung gugus hidroksil fenolik yang kebanyakan terikat dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan lignin dengan formaldehida yang mirip dengan hasil reaksi antara fenol dengan formaldehida. Namun demikian, dalam penggunaannya sebagai bahan baku untuk membuat senyawa lignosulfonat, lignin dengan kadar metoksil tinggi lebih menguntungkan karena semakin banyak gugus –OCH3 yang terkandung didalam lignin maka lignin semakin larut didalam air. Sifat tersebut sangat dibutuhkan sebagai bahan baku untuk membuat lignosulfonat. Lignin mempunyai kelarutan yang sangat rendah dalam kebanyakan pelarut. Hasil penelitian menunjukkan kelarutan lignin dalam air dingin suhu 30oC sebesar 46,1%. Kelarutan yang rendah tersebut kemudian akan dimodifikasi menjadi surfaktan sodium lignosulfonat yang lebih larut dalam air. Menurut Fengel dan Wegner (1995) bahwa lignin umumnya tidak larut dalam pelarut sederhana, namun lignin alkali dan lignin sulfonat larut dalam air, alkali encer, larutan garam dan buffer.
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama ini merupakan penelitian untuk memproduksi surfaktan sodium lignosulfonat. Proses sulfonasi dilakukan dengan menggunakan sodium bisulfit sebagai agen penyumbang gugus sulfonatnya. Penelitian utama ini untuk menghasilkan rendemen dan kelarutan sodium bisulfit yang optimal. Variabel yang diamati pengaruhnya adalah suhu dan konsentrasi sodium bisulfit. Produk sodium lignosulfonat hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 6. Data hasil analisis rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat dapat dilihat di Lampiran 4 dan Lampiran 5.
(40%,80oC)
(40%,100oC)
(60%,80oC)
(60%,100oC)
(50%,90oC)
(50%,90oC) (50%,75.86oC) (50%,104.14oC) (35.86%,90oC) (64.14%,90oC)
Gambar 6. Produk sodium lignosulfonat hasil percobaan pada berbagai kondisi proses
1. Rendemen Sodium Lignosulfonat Hasil Sulfonasi Lignin TKKS Rendemen adalah salah satu respon terhadap pengaruh suhu (oC) dan konsentrasi sodium bisulfit (%b/b) pada proses sulfonasi lignin TKKS menjadi sodium lignosulfonat. Rendemen dihitung berdasarkan jumlah gram sodium lignosulfonat yang dihasilkan terhadap jumlah gram sampel lignin yang di gunakan dalam proses sulfonasi. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap rendemen sodium lignosulfonat menggunakan SAS dapat dilihat pada Lampiran 6. a. Pengaruh faktor suhu (oC) dan konsentrasi Sodium bisulfit (%b/b) terhadap rendemen sodium lignosulfonat Pengaruh suhu dan konsentrasi sodium bisulfit sulfonasi
lignin
TKKS
terhadap
respon
dalam proses
rendemen
sodium
lignosulfonat dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisa statistika tentang pengaruh faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit dalam proses
sulfonasi
lignin
TKKS
terhadap
rendemen
sodium
lignosulfonat di sajikan dalam Lampiran 6. Koefisien parameter dan nilai signifikansi rendemen sodium lignosulfonat di sajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Hasil olah data penelitian dengan respon rendemen Parameter
Koefisien
Signifikansi
Parameter
Pengaruh (%)
Intersep
49,70
0,00
Konsentrasi
6,30
0,98
0,63
Suhu reaksi (X2)
12,96
0,99
1,30
X1*X1
-2,94
0,72
X1*X2
1,73
0,46
X2*X2
5,37
0,92
R2
0,95
NaHSO3 (X1)
0,18
Dari Tabel 6. di atas terlihat bahwa faktor suhu memiliki pengaruh tertinggi, yaitu sebesar 1,30% dengan selang kepercayaan 99,82%. Suhu
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
rendemen
sodium
lignosulfonat yang dihasilkan dari proses sulfonasi lignin TKKS. Semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu mempengaruhi tenaga kinetis yang dimiliki oleh molekulmolekul zat pereaksi sehingga semakin besar hasil reaksinya. Dengan demikian, semakin banyak molekul-molekul yang memiliki energi pengaktif, semakin banyak tumbukan antar molekul yang berlanjut dengan reaksi. Sykes (1989) menyatakan bahwa kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah tumbukan yang terjadi di antara molekul-molekul zat yang melakukan reaksi. Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap rendemen sodium lignosulfonat adalah faktor konsentrasi sodium bisulfit. Persen konsentrasi sodium bisulfit ini dihitung berdasarkan bobot lignin TKKS yang digunakan (%b/b). Faktor konsentrasi sodium bisulfit mempunyai pengaruh sebesar 0,63% dengan selang kepercayaan 97,65%. Faktor konsentrasi berpengaruh positif terhadap rendemen sodium lignosulfonat. Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi sodium bisulfit akan meningkatkan rendemen sodium lignosulfonat. Hal ini dikarenakan frekuensi terjadinya tumbukan antar pereaksi semakin baik dan sempurna. Pembentukan lignin tersulfonasi juga dipengaruhi oleh penambahan sampai pH 5 akan membantu
menggunakan sodium bisulfit NaOH.
Penambahan NaOH
proses pembentukan sodium
lignosulfonat, yaitu terjadinya crosslinking
membentuk sodium
sulfonat ( Kucera , 2001), seperti ditunjukkan reaksi berikut: 1R-SO3H → R-SO2-R R-SO2-R + NaOH → R-SO3Na + RH
Faktor interaksi antara suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen sodium lignosulfonat memiliki pengaruh sebesar 0,16% dengan selang kepercayaan sebesar 45,99%. Persen tersebut berpengaruh positif walaupun mempunyai pengaruh rendah dan tingkat kepercayaan paling rendah di bandingkan dengan pengaruh dari parameter-parameter yang lain. Interaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik pola interaksi suhu reaksi dengan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen sodium lignosulfonat
Dari Gambar 7 di atas dapat dilihat bahwa pada konsentrasi sodium bisulfit sebesar 40% (b/b) terjadi peningkatan rendemen sodium lignosulfonat dari suhu 80oC sampai pada suhu 100 oC, yaitu dari 38,27% menjadi 57,12%. Demikian halnya pada konsentrasi sodium bisulfit sebesar 60% (b/b) terjadi peningkatan rendemen sodium lignosulfonat dari suhu 80oC sampai pada suhu 100 oC, yaitu dari 49,41 % menjadi 74,96 %. Peningkatan rendemen ini disebabkan oleh pengaruh perbedaan suhu reaksi sulfonasi yang digunakan. Semakin tinggi suhu reaksi yang digunakan maka akan semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Peningkatan taraf suhu yang digunakan secara reaksi akan menyebabkan peningkatan tenaga kinetis yang
dimiliki
oleh
menyebabkan
molekul-molekul banyak
zat
pereaksi.
molekul-molekul
yang
Hal
ini
memiliki
akan energi
pengaktif sehingga semakin banyak tumbukan antar molekul terjadi dan berlanjut terjadi reaksi sulfonasi. Semakin banyak tumbukan antar molekul yang menyebabkan reaksi sulfonasi terjadi maka akan semakin cepat reaksi terjadi dan akan menghasilkan rendemen yang semakin tinggi. Pada Gambar 7. juga dapat dilihat bahwa peningkatan taraf faktor konsentrasi sodium bisulfit (%b/b) yang digunakan juga dapat meningkatkan rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada garis grafik untuk konsentrasi sodium bisulfit 60% (b/b) lebih tinggi dibandingkan garis grafik pada konsentrasi sodium bisulfit 40% (b/b). Pada kondisi suhu 80oC, peningkatan konsentrasi sodium bisulfit dari 40% (b/b) ke 60% (b/b) meningkatkan rendemen sodium lignosulfonat dari 38,27% menjadi 49,41%. Sedangkan pada suhu 100oC, peningkatan konsentrasi sodium bisulfit dari 40% (b/b) ke 60% (b/b) meningkatkan rendemen sodium lignosulfonat dari 57,12% menjadi 74,96%. Peningkatan rendemen ini disebabkan karena pengaruh perbedaan konsentrasi sodium bisulfit yang digunakan. Semakin tinggi sodium bisulfit yang digunakan maka frekuensi terjadinya tumbukan antar pereaksi semakin baik dan sempurna sehingga proses sulfonasi terjadi dengan lebih baik dan sempurna. Dari pembahasan di atas maka dapat diketahui bahwa faktor suhu dari hasil pengamatan taraf 80oC ke taraf 100oC merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Faktor konsentrasi sodium bisulfit dari hasil pengamatan taraf 40% ke taraf 60% merupakan faktor paling berpengaruh kedua terhadap rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Sedangkan pengaruh interaksi antar faktor suhu dan konsentrasi sodium bisulfit mempunyai pengaruh yang lebih kecil, sehingga tidak secara signifikan memberikan pengaruh besar terhadap rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan.
b. Analisa Hasil Optimasi Rendemen Sodium Lignosulfonat Analisa statistika yang bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum pada umumnya menggunakan metode permukaan respon (response surface method). Pengunaan metode permukaan respon dalam penelitian ini diharapkan dapat menentukan fungsi yang tepat untuk meramalkan respon yang diinginkan dan untuk dapat mengurangi jumlah percobaan yang harus dilakukan. Pada penelitian ini persamaan yang diperoleh adalah : Y = 49,70 + 6,30 X1+ 12,96X2-2,94X12 + 5,37X22 + 1,67X1X2 Model permukaan responnya dapat dilihat pada Gambar 8. Pada model permukaan respon tersebut dapat dilihat bahwa solusi optimasi yang dihasilkan adalah berbentuk saddle point. Penentuan kondisi optimum dari solusi yang ditawarkan dapat dilihat dari hasil analisis kanonik di Lampiran 6. Model tersebut berbentuk saddle point maka tidak dapat memberikan informasi yang optimal sehingga kondisi perlakuan yang diharapkan akan menghasilkan rendemen sodium lignosulfonat tertinggi tidak dapat ditentukan secara langsung.
Gambar 8. Grafik respone surface method dengan respon persen rendemen lignosulfonat Penentuan kondisi sodium optimum dapat dilakukan dengan menganalisa tingkat pengaruh suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap
permukaan respon rendemen. Bentuk contour permukaan respon rendemen sodium lignosulfonat dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada rentang suhu rendah (suhu 90o sampai 75,86oC), peningkatan konsentrasi sodium bisulfit dari konsentrasi 35,86% (b/b) sampai konsentrasi 64,4% (b/b) mempengaruhi peningkatan rendemen yang cukup tajam. Kondisi stasioner terjadi pada titik tengah, yaitu pada rentang konsentrasi 50% (b/b) sampai 60% (b/b), tetapi setelah melewati titik tengah terjadi titik belok dan rendemen mengalami penurunan walau tidak terlalu tajam. Pada kondisi ini titik tengah merupakan titik tertinggi dari rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan dari percobaan, yaitu sebesar 50,77%.
Gambar 9. Contour permukaan respon rendemen sodium lignosulfonat Sedangkan pada rentang suhu tinggi (suhu 90oC sampai 104,14oC), peningkatan konsentrasi sodium bisulfit dari konsentrasi 35,86% (b/b) sampai konsentrasi 64,4% (b/b) mempengaruhi peningkatan rendemen yang sangat tajam dan mencapai daerah yang diramalkan memiliki persen optimum. Kondisi optimum diperkirakan
berada pada daerah kontur berwarna merah sampai merah gelap, yaitu pada rentang konsentrasi 50% (b/b) sampai 70% (b/b). Pada kondisi ini rendemen maksimum dari hasil penelitian berada pada suhu 100oC dan konsentrasi 60% (b/b), yaitu sebesar 74,96% (b/b). Gambar 9 juga memperlihatkan pengaruh peningkatan suhu terhadap rendemen yang sangat signifikan. Pada rentang konsentrasi sodium bisulfit rendah (konsentrasi 50% (b/b) sampai 35,86% (b/b)), peningkatan suhu sulfonasi dari suhu 75,86oC sampai 104,14oC mempengaruhi peningkatan rendemen yang cukup tajam. Pada kondisi ini tidak ada titik balik atau stasioner karena rendemen pada tititk tengah, yaitu suhu (50,77%) jauh lebih kecil apabila dibandingkan pada
titik
tertinggi
hasil
percobaan,
yaitu
suhu
104,14oC
(73,13%(b/b)). Sedangkan pada rentang konsentrasi sodium bisulfit tinggi (konsentrasi 50% (b/b) sampai 64,14%(b/b)), peningkatan suhu sulfonasi dari suhu 75,86oC sampai 104,14oC mempengaruhi peningkatan rendemen yang sangat tajam dan mencapai daerah yang diramalkan memiliki persen optimum. Kondisi optimum diperkirakan berada pada daerah kontur berwarna merah sampai merah gelap, yaitu pada rentang suhu 90oC sampai 110oC. Pada kondisi ini persen maksimum dari hasil penelitian berada pada suhu 100oC dan konsentrasi 60% (b/b), yaitu sebesar 74,96% (b/b). Pengaruh suhu pada rentang ini terus memperlihatkan kenaikan rendemen yang tajam sehingga untuk mendapatkan persen optimum harus dilakukan percobaan pada rentang ini untuk mendapatkan rendemen sodium lignosulfonat yang maksimum. Hasil analisis statistik untuk memprediksi rendemen pada berbagai titik dengan menggunakan SAS dapat dilihat pada Lampiran 3. Prediksi permukaan respon yang disarankan untuk dilakukan percobaan adalah prediksi dengan rendemen tertinggi, yaitu sebesar 80,19% (b/b) pada titik variable konsentrasi sodium bisulfit 53,25% (b/b) dan pada titik variable suhu 103,76oC.
Validasi
dilakukan
untuk
mengetahui
kesesuaian
model
permukaan respon terhadap tingkat rendemen sodium lignosulfonat. Hasil validasi dilakukan pada kondisi reaksi yang disarankan dari hasil analisis statistik, yaitu pada titik variable konsentrasi sodium bisulfit 53,25% (b/b) dan pada titik variable suhu 103,76oC. Hasil validasi yang didapatkan dari percobaaan menunjukkan rendemen sodium lignosulfonat sebesar 61,48%. Nilai tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam pendugaan nilai yang dibentuk oleh permukan respon. Hal tersebut dikarenakan nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai hasil prediksi, yaitu sebesar 80,19%. Selain itu, nilai rendemen yang didapat juga lebih rendah apabila di bandingkan dengan hasil percobaan pada suhu 100oC dan konsentrasi sodium bisulfit 60% (b/b), yaitu 74,96% dan percobaan pada suhu 104,14oC dan konsentrasi sodium bisulfit 50% (b/b). Walaupun demikian, nilai rendemen hasil validasi masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan delapan hasil percobaan lain yang telah dilakukan. 2. Kelarutan Sodium Lignosulfonat Hasil Sulfonasi Lignin TKKS Tujuan proses sulfonasi lignin menjadi sodium lignosulfonat adalah untuk mengubah sifat dasar lignin yang bersifat hidrofobik (nonpolar) menjadi bahan yang bersifat lebih hidrofilik (polar). Perubahan sifat ini yang menyebabkan surfaktan dapat digunakan sebagai bahan aktif permukaan karena dapat berada pada dua fasa yang berbeda. Hasil analisis statistik dan persen pengaruh variabel terhadap kelarutan sodium lignosulfonat menggunakan SAS dapat dilihat pada Lampiran 7. Respon kedua yang menjadi parameter produk sodium lignosulfonat adalah kelarutan dalam air. Kelarutan dalam air diukur berdasarkan jumlah gram sodium lignosulfonat yang dapat larut dalam air per 50 ml volume larutan pada suhu 30oC. Kelarutan lignin hasil isolat dari TKKS dibandingkan dengan kelarutan sodium lignosualfonat dapat dilihat pada Lampiran 2. Data kelarutan menunjukkan bahwa kelarutan lignin sebesar
46,1%. Nilai tersebut lebih kecil apabila dibandingkan kelarutan sodium lignosulfonat, yaitu dari 87,8% sampai 100%. Nilai kelarutan sodium lignosulfonat 100% merupakan nilai kelarutan tertinggi relatif dari produk yang dihasilkan dari percobaan. Sehingga proses sulfonasi lignin menggunakan agen penyulfonasi sodium bisulfit sudah berhasil mengubah kelarutan bahan awal yang rendah menjadi lebih tinggi. a. Pengaruh faktor suhu (oC) dan konsentrasi sodium bisulfit (%b/b) terhadap kelarutan sodium lignosulfonat Koefisien parameter dan persen signifikansi kelarutan sodium lignosulfonat di sajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Hasil olah data penelitian dengan respon rendemen
Parameter
Koefisien
Signifikansi
Parameter Intersep
Pengaruh (%)
102,06
0,00
Konsentrasi NaHSO3 (X1)
1,29
0,58
0,06
Suhu reaksi (X2)
1,53
0,65
0,08
X1*X1
-3,72
0,88
X1*X2
2,42
0,72
X2*X2
-2,37
0,70
2
R
0.12
0,65 Dari Tabel 7 di atas terlihat bahwa faktor konsentrasi sodium
bisulfit memiliki pengaruh sebesar 0,06% dengan selang kepercayaan sebesar 58,38%. Konsentrasi sodium bisulfit berpengaruh positif dengan persen pengaruh yang cukup kecil. Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi sodium bisulfit maka terjadi kenaikan kelarutan walaupun dalam jumlah yang rendah. Perubahan konsentrasi dari 40% sampai 60% tidak memberikan perbedaan kelarutan yang signifikan, yaitu dari 87,8% sampai 100%.
Penambahan sodium bisulfit dengan konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kelarutan dari bahan dasar lignin dikarenakan pada proses sulfonasi terjadi pemasukan gugus SO3 yang lebih bersifat hidrofilik yang menggantikan gugus hidroksil atau eter pada lignin, sehingga produk akhir (sodium lignosulfonat) dapat menjadi lebih hidrofilik
(polar).
Walaupun
demikian,
perbedaan
perlakuan
konsentrasi sodium bisulfit pada percobaan ini hanya memberikan pengaruh yang kecil tehadap kelarutan sodium lignosulfonat. Hal ini dapat dilihat dari hasil percobaan yang memperlihatkan pengaruh perbedaan konsentrasi yang dikaji memberikan hasil yang hampir seragam. Faktor kedua yang dikaji dalam penelitian ini adalah faktor suhu. Faktor suhu juga memberikan pengaruh positif dengan persen signifikansi yang juga kecil. Pengaruh faktor ini sebesar 0,08% dengan selang kepercayaan sebesar 65,40%. Persen pengaruh suhu terhadap kelarutan sedikit lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pengaruh konsentrasi sodium bisulfit. Perubahan suhu dari 80oC sampai 100oC memberikan kenaikkan yang positif terhadap kelarutan sodium lignosulfonat, walaupun dalam selang kepercayaan yang rendah. Proses sulfonasi lignin hasil isolat TKKS telah mengubah kelarutan lignin yang awalnya hanya 46,1% menjadi 87,8% sampai 100%. Perlakuan suhu sulfonasi pada tingkatan tertentu dapat meningkatkan kelarutan lignin setelah dilakukan proses sulfonasi. Hal ini dikarenakan suhu dapat meningkatkan energi kinetis dari molekulmolekul yang bereaksi dan menyebabkan tumbukan antar molekul tersebut, sehingga reaksi pemasukan gugus SO3 yang bersifat hidrofilik dapat terjadi dan mengubah lignin yang lebih cenderung bersifat hidrofobik (nonpolar) berubah menjadi sodium lignosulfonat yang bersifat hidrofilik (polar). Walaupun demikian, perbedaan perlakuan suhu pada percobaan ini hanya memberikan pengaruh perbedaan yang kecil tehadap kelarutan sodium lignosulfonat. Hal ini
dapat dilihat dari hasil percobaan yang memperlihatkan pengaruh perbedaan suhu yang dikaji memberikan hasil yang hampir seragam, yaitu dengan kelarutan yang tinggi antara 87,8% sampai 100%. Faktor interaksi antara suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap kelarutan sodium lignosulfonat memiliki pengaruh sebesar 0,12% dengan selang kepercayaan sebesar 71,96%. Persen tersebut berpengaruh postif dengan tingkat pengaruh dan selang kepercayaan lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh dari hanya faktor suhu dan konsentrasi Sodium bisulfit. Interaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10. Grafik pola interaksi suhu reaksi dengan konsentrasi NaHSO3 terhadap suhu Dari Gambar 10 di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi sodium bisulfit sebesar 40% (b/b), terjadi peningkatan kelarutan sodium lignosulfonat dari suhu 80oC sampai pada suhu 100 oC, yaitu dari 87,8% menjadi 88,7%. Demikian halnya pada konsentrasi sodium bisulfit sebesar 60% (b/b), terjadi peningkatan kelarutan sodium lignosulfonat dari suhu 80oC sampai pada suhu 100 oC, yaitu dari 88,7% menjadi 99,1%. Peningkatan
kelarutan
sodium
lignosulfonat
pada
kondisi
konsentrasi 40% lebih kecil dari pada peningkatan kelarutan sodium
lignosulfonat pada kondisi kosentrasi 60%. Penambahan konsentrasi sodium bisulfit pada reaksi sulfonasi tetap memberikan pengaruh peningkatan kelarutan sodium bisulfit. Hal ini dikarenakan semakin banyak sodium bisulfit yang ditambahkan maka akan semakin banyak SO3 yang ikut beraksi menggantikan gugus hidroksil atau eter untuk membentuk sodium lignosulfonat. Pada Gambar 10 tersebut juga memperlihatkan bahwa pada peningkatan taraf faktor konsentrasi sodium bisulfit (%b/b) yang digunakan, juga dapat meningkatkan kelarutan sodium lignosulfonat. Hal ini dapat dilihat pada garis grafik pada konsentrasi sodium bisulfit 60% (b/b) lebih tinggi dibandingkan garis grafik pada konsentrasi sodium bisulfit 40% (b/b). Pada suhu 80oC, pengaruh peningkatan konsentrasi dari 40% (b/b) sampai 60% (b/b) terjadi peningkatan kelarutan sodium bisulfit dari 87,8% ke 88,7%. Sedangkan pada suhu 100oC, pengaruh peningkatan konsentrasi sodium bisulfit dari 40% (b/b) sampai 60% (b/b), terjadi peningkatan kelarutan sodium bisulfit dari 88,9% ke 99,1%. Perlakuan suhu tetap memberikan pengaruh perubahan kelarutan sodium bisulfit, terutama pada suhu 100oC terjadi peningkatan kelarutan yang sangat tinggi terhadap perlakuan peningkatan konsentrasi dari 40% (b/b) ke 60% (b/b) yang dapat dilihat dari bentuk grafik dengan peningkatan yang sangat tajam dibandingkan peningkatan konsentrasi dari 40% (b/b) ke 60% (b/b) pada suhu 80oC. b. Analisa hasil optimasi kelarutan sodium lignosulfonat Analisa hasil optimasi kelarutan sodium lignosulfonat pada penelitian ini menggunakan metode permukaan respon (respon surface methode). Pada penelitian ini persamaan yang didapatkan adalah: Y = 102,06+ 1,29X1+ 1,53X2-3,72X12 -2,37X22 + 2,42X1X2
Model permukaan respon dan contour permukaan respon dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Pada model persamaan di atas diketahui bahwa penambahan konsentrasi sodium bisulfit mempunyai pengaruh positif terhadap kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Namun pada titik variabel 0,35 terjadi titik balik, dimana faktor konsentrasi sodium bisulfit berpengaruh negatif terhadap kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Faktor suhu pada persamaan di atas juga berpengaruh positif terhadap kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan. Namun pada titik variabel 0,49 terjadi titik balik, dimana faktor suhu berpengaruh negatif terhadap kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan.
Gambar 11.Grafik respone surface method dengan respon rendemen sodium lignosulfonat
Gambar 12. Contour permukaan respon rendemen sodium lignosulfonat Gambar 11 dan Gambar 12 merupakan gambar grafik dan kontur permukaan respon kelarutan sodium lignosulfonat. Titik optimum yang dihasilkan dari grafik dan kontur tersebut di atas adalah pada nilai kelarutan 97,2%. Nilai kelarutan sodium lignosulfonat sebesar 97,2% didapatkan pada faktor konsentrasi sodium bisulfit 0,35 dan faktor suhu 0,49. Titik variabel tersebut dikembalikan dalam bentuk konsentrasi dan suhu, yaitu: X1 (konsentrasi sodium bisulfit)
= 53,49% (b/b)
X2 (suhu)
= 94,95oC
Jadi, kelarutan sodium lignosulfonat optimum terjadi pada konsentrasi Sodium bisulfit 53,49% (b/b) dan pada suhu 94,95oC dengan hasil maksimum kelarutan sodium lignosulfonat sebesar 97,2%. Permukaan respon hasil analisis kanonik tersebut kemudian dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian model permukaan respon terhadap nilai kelarutan sodium lignosulfonat. Validasi dilakukan pada kondisi percobaan yang optimum, yaitu
pada
konsentrasi sodium bisulfit 53,49% (b/b) dan pada suhu 94,95oC. Hasil percobaan menunjukkan nilai kelarutan sodium bisulfit sebesar
96,0%. Nilai tersebut mendekati nilai optimum dari model yang dibentuk oleh permukaan respon, yaitu sebesar 97,2%. Dengan demikian, model yang dihasilkan mendekati kondisi proses yang diharapkan untuk menghasilkan kelarutan sodium lignosulfonat yang paling maksimum. C. PENCIRIAN GUGUS FUNGSI SENYAWA SODIUM LIGNOSULFONAT Pencirian gugus fungsi pada senyawa lignosulfonat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perubahan gugus fungsi lignin sebelum dan sesudah di sulfonasi. Sulfonasi merupakan proses pemasukan gugus sulfonat (SO3) ke dalam bahan organik seperti lignin sehingga dapat mengubah lignin yang cenderung bersifat nonpolar menjadi lebih polar. Perubahan ini dilakukan pada kondisi suhu, pH, dan konsentrasi tertentu sehingga produk akhir berupa sodium lignosulfonat dapat diaplikasikan sebagai surfaktan pada berbagai aplikasi industri. Pada penelitian ini, pencirian gugus fungsi sodium lignosulfonat yang berbasis lignin dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan dengan cara sidik jari (fingerprinting) dengan piranti inframerah (IR), yaitu menggunakan Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR). Pencirian unsur dan gugus fungsi dalam suatu polimer diperlukan dalam rangka kontrol proses maupun menyidik polimer yang belum diketahui jenisnya, karena seringkali dalam suatu polimer terkandung aneka unsur kimia baik logam maupun bukan logam. Pencirian gugus fungsi polimer bisa dijalankan secara kimia (halogenasi, titrasi, penyabunan, asetilasi dan lain-lain) maupun fisik (inframerah, kromatografi, pirolisis dan lain-lain) (Santoso, 2003). Pemilihan Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FT-IR) sebagai piranti untuk mendeteksi gugus fungsi dari sodium lignosulfonat hasil penelitian dikarenakan spektrum inframerah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang khas, artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil sekali. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi. Setiap ikatan kimia yang berbeda seperti C-C, C=C, C=O, O-H dan
sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda sehingga kemungkinan dua senyawa berbeda akan mempunyai absorpsi yang sama adalah kecil sekali. Pencirian gugus fungsi ini juga digunakan untuk melakukan perbandingan terhadap lignin sebelum dilakukan proses sulfonasi dan setelah dilakukan sulfonasi. Gambar spektrum FT-IR dari lignin dapat dilihat pada Gambar 13. dan informasi mengenai pita serapan spektrofotometer FT-IR isolat lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1) dapat dilihat pada Tabel 8. Spektrum lignin tersebut merupakan gambar spektrum lignin hasil isolasi terbaik yang dihasilkan oleh Heradewi (2007) dan dibandingkan dengan standar lignin Indulin AT . Tabel 8. Pita serapan spektrofotometer FT-IR isolat lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1) Standar Kisaran Pita Serapan1) 3.450-3.400 2.940-2.820
3.411,36 2.936,36
Isolat Lignin (A3B2) 3.422,73 2.927,27
1.715-1.710
-
1.713,64
1.675-1.660
1.668,18
1661,36
1.605-1.600 1.515-1.505 1.470-1.460 1.430-1.425 1.370-1.365 1.330-1.325 1.270-1.275 1.085-1.030 1) Hergert (1971)
1.602,27 1.511,36 1.465,91 1.427,27 1.365,91 1.270,45 1.031,82
1.602,27 1.513,64 1.463,64 1.426,14 1.393,18 1.327,27 1.272,73 1.040,91
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Indulin AT
Keterangan1) Rentangan OH Rentangan OH pada gugus metil dan metilena Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin aromatik Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin aromatik Vibrasi cincin aromatik Vibrasi cincin aromatik Deformasi C-H (asimetri) Vibrasi cincin aromatik Deformasi C-H (simetri) Vibrasi cincin siringil Vibrasi cincin guaiasil Deformasi C-H, C-O
Gambar 13. Spektrum FT-IR indulin AT dengan isolat lignin hasil penelitian terbaik Heradewi (2007)
Berdasarkan hasil identifikasi dengan spektrofotometer FT-IR (Tabel 8 dan Gambar 13) pada rentang bilangan gelombang antara 400-4000 cm-1 menunjukkan bahwa isolat lignin dari hasil penelitian terbaik Heradewi (2007) memiliki pola serapan pada daerah bilangan gelombang yang sebagian besar mirip dengan lignin standar yaitu Indulin AT. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa isolat lignin yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki sifat-sifat lignin yang khas sesuai dengan lignin standar yang telah dipasarkan. Beberapa peak (puncak absorbsi) yang muncul pada spektra FT-IR isolat lignin menunjukkan bahwa dalam isolat lignin yang dianalisa terdapat lebih dari satu jenis ikatan (gugus fungsi). Lignin merupakan polimer dari gugus hidroksil fenolik, hidroksil benzilik dan gugus karbonil. Polimer lignin mengandung gugus-gugus metoksil yang karakteristik, gugus hidroksil fenol, dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping (Sjostrom, 1995). Adanya pita-pita serapan pada bilangan gelombang dengan intensitas yang kuat sekitar 1.270 – 1.330 cm-1 pada isolat lignin yang dihasilkan dari lindi hitam proses delignifikasi organosolv ini, mengisyaratkan adanya siringil dan guaiasil yang merupakan unit-unit penyusun lignin di dalam lignin non kayu. Hal tersebut dimungkinkan mengingat bahwa bahan baku delignifikasi yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit yang tersusun atas unit siringil, guaiasil dan para-hidroksil propana.(heradewi,2007). Gugus fungsi lignin hasil isolasi terbaik Heradewi (2007) yang telah diketahui identitas gugus fungsi yang dikandungnya kemudian dapat dibandingkan dengan sodium lignosulfonat yang merupakan modifikasi lignin setelah melalui proses sulfonasi. Pencirian pita serapan gugus fungsi sodium lignosulfonat dilakukan juga dengan peranti inframerah (IR) yang diamati pada bilangan gelombang 500 – 4000 cm-1. Gambar 14 merupakan pita serapan gugus fungsi sodium lignosulfonat hasil percobaan dibandingkan dengan sodium lignosulfonat standar dan informasi mengenai pita serapan spektrofotometer FT-IR isolat lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1) dapat dilihat pada Tabel 9. .
Gambar 14. Spektrum FT-IR sodium lignosulfonat
Secara umum, pita serapan sodium lignosulfonat hasil percobaan relatif sama dibandingkan dengan sodium lignosulfonat standar. Hal tersebut menunjukkan adanya kemiripan sodium lignosulfonat hasil percobaan dengan sodium lignosulfonat standar. Pita serapan sodium lignosulfonat tersebut dapat diterangkan pada Tabel 9. Tabel 9. Pita serapan spektrofotometer FT-IR sodium lignosulfonat dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1) 2) 3)
3.450-3.400 2.940-2.820
Sodium lignosul fonat standar 3.413,62 2.934,08
1.715-1.710
1713.64
1.675-1.660
-
1.605-1.600 1.515-1.505 1.470-1.460 1.430-1.425 1.370-1.365 1.330-1.325 1.270-1.275 1.085-1.030 630-620
1602.26 1.513,64 1.463,63 1.422,72 1.366,29 1.270,45 1.084,10 629.56
Standar Kisaran Pita Serapan1) 2) 3)
Sodium lignosulfo Keterangan1) 2) 3) nat hasil sintesis 3.402,29 Rentangan OH 2.931,84 Rentangan OH pada gugus metil dan metilena 1711,36 Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin aromatik 1661,35 Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin aromatik 1.606,83 Vibrasi cincin aromatik 1.513,64 Vibrasi cincin aromatik 1.465,91 Deformasi C-H (asimetri) 1.429,53 Vibrasi cincin aromatik 1.370,10 Deformasi C-H (simetri) 1.325,01 Vibrasi cincin siringil 1.272,73 Vibrasi cincin guaiasil 1.045,46 Deformasi C-H, C-O 622,12 Uluran C-S
Hergert (1971) Nada et al. (1997) Syahmani (2000)
Hasil spektrum FT-IR sodium lignosulfonat pada Gambar 10, apabila dibandingkan dengan pita serapan gugus fungsi lignin ( Gambar10) juga relatif sama. Jika diidentifikasi secara seksama, pita serapan pada sodium lignosulfonat mempunyai pita serapan pada panjang gelombang 622,12 cm-1 yang menunjukkan adanyan uluran C-S, serapan ini tidak terlihat pada spektrum lignin. Pada standar sodium lignosulfonat uluran C-S terbentuk pada bilangan gelombang 629,56 cm-1 .Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi sulfonasi terhadap lignin. Kemudian, adanya pita serapan pada
bilangan gelombang dengan intensitas yang kuat sekitar 1300 cm-1 merupakan ciri dari lignin organosolv TKKS yang mengisyaratkan adanya siringil. D. PENENTUAN KEMURNIAN SODIUM LIGNOSULFONAT Kemurnian sodium lignosulfonat hasil percobaan dihitung berdasarkan perbandingan dengan sodium lignosulfonat standar yang dianggap mempunyai kemurnian 100%. Penentuan kemurnian ini dilakukan dengan menggunakan metode Wesco (1995) yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Alat yang digunakan adalah spektroskopi UV dengan panjang gelombang 232 nm. Sampel yang dianalisis adalah semua perlakuan yang telah dilakukan ditambah hasil validasi untuk respon rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat. Grafik kemurnian sodium lignosulfonat tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Nilai kemurnian (%) sodium lignosulfonat hasil percobaan. NaLS1-10=sodium lignosulfonat hasil percobaan pada titik percobaan dengan respon surface methode;NaLS11=sodium lignosulfonat pada titik validasi untuk respon rendemen;NaLS12=sodium lignosulfonat pada titik validasi untuk respon kelarutan. Pada Gambar 15 dapat diketahui bahwa nilai kemurnian yang tertinggi terdapat pada NaLS11 (53.25% (b/b),103.76oC) yaitu 74%. Sedangkan nilai kemurnian tertinggi hasil penelitian pada percobaan utama terdapat pada
NaLS10 (50% (b/b),104.14oC), yaitu 60%. Apabila dibandingkan dengan sodium lignosulfonat standar (100%), secara umum hasil percobaan masih menunjukkan kemurnian yang rendah. Tetapi apabila dilihat secara perlakuan faktor yang kaji, kemurnian yang rendah ini dapat diakibatkan oleh pengaruh faktor yang paling berpengaruh dalam proses sulfonasi, yaitu faktor suhu. Hipotesa awal untuk menentukan kondisi optimum dari respon rendemen sodium lignosulfonat adalah perlakuan suhu dari 80-100oC (Dilling,1986) untuk menentukan kondisi optimum pada rentang suhu tersebut. Hasil analisis dengan menggunakan respone surface methode menunjukkan bahwa pada rentang suhu menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan, yaitu peningkatan suhu akan terus dapat meningkatkan rendemen sodium lignosulfonat sehingga tidak terbentuk model yang optimum dan menjadi penyebab model menjadi saddle point. Faktor suhu sangat berpengaruh dalam konversi lignin menjadi sodium lignosulfonat. Oleh karena hal tersebut, secara umum hasil analisis kemurnian menunjukkan, peningkatan suhu akan dapat meningkatkan nilai kemurnian sodium lignosulfonat. Selain dikarenakan faktor suhu yang ekstrim, kemurnian sodium lignosulfonat yang rendah juga dapat dikarenakan proses pemurnian yang kurang baik. Pada proses pemurnian ini, hanya menggunakan kertas saring biasa (tanpa ukuran) untuk menyaring larutan hasil sulfonasi sehingga pengotor yang mayoritas berupa sodium bisulfit masih terlarut dalam produk. Selain, itu perlu dilakukan percobaan lebih lanjut untuk menentukan prosedur pemurnian yang lebih baik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Proses pembutan surfaktan sodium lignosulfonat dapat dilakukan dengan melakukan sulfonasi lignin dengan sodium bisulfit pada konsentrasi tertentu dan suhu tertentu. Faktor konsentrasi sodium bisulfit dan suhu reaksi merupakan faktor yang berpengaruh pada proses sulfonasi sehingga dapat dioptimalkan untuk mendapatkan persen rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat tertinggi. Konsentrasi sodium bisulfit dan suhu reaksi berpengaruh positif terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat dengan selang kepercayaan 97,65% dan 99,82% dan persen pengaruh sebesar 0,63% dan 1,30%. Selain itu, Konsentrasi sodium bisulfit dan suhu reaksi juga berpengaruh positif terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat dengan selang kepercayaan 58% dan 65% dan persen pengaruh sebesar 0,06% dan 0,08%. Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon persen rendemen sodium lignosulfonat dari faktor konsentrasi sodium bisulfit (X1) dan suhu (X2) menunjukkan model yang berbentuk saddle point. Model permukaan respon untuk persen rendemen sodium lignosulfonat, yaitu Y = 49,70 + 6,30 X1+ 12,96X2- 2,94X12 + 5,37X22 +1,67X1X2. Hasil analisis statistik dari model tersebut menunjukkan nilai rendemen tertinggi yang diperkirakan, yaitu sebesar 80,19% (b/b) pada titik variable konsentrasi sodium bisulfit 53,25% (b/b) dan pada titik variable suhu 103,76oC. Hasil validasi dengan melakukan percobaan dititik tersebut menunjukkan nilai rendemen sodium lignosulfonat yang dihasilkan sebesar 61,48%. Hal tersebut menunjukkan ketidaksesuai pendugaan nilai yang dibentuk oleh permukan respon, tetapi nilai tersebut masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa hasil percobaan yang telah dilakukan. Sedangkan, Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon persen kelarutan sodium lignosulfonat dari faktor konsentrasi sodium bisulfit (X1) dan suhu (X2) menunjukkan model yang berbentuk optimum. Model permukaan respon untuk persen rendemen sodium lignosulfonat, yaitu
Y = 102,06+ 1,29X1+ 1,53-3,72X12-2,37X22 + 2,42X1X2. Hasil analisis statistik dari model tersebut menunjukkan nilai kelarutan optimum, yaitu sebesar 102,66% pada titik variable konsentrasi sodium bisulfit 53,49% (b/b) dan pada titik variable suhu 94,95oC. Hasil validasi dengan melakukan percobaan dititik tersebut menunjukkan nilai kelarutan sodium lignosulfonat yang dihasilkan sebesar 117,41%. Hal tersebut menunjukkan ketidaksesuai pendugaan nilai yang dibentuk oleh permukan respon, tetapi nilai kelarutan yang dihasilkan tetap menunjukkan kondisi yang optimum dibandingkan dengan hasil percobaan yang lain. Hasil pencirian gugus fungsi sodium lignosulfonat yang dihasilkan dilakukan dengan cara sidik jari (fingerprinting) dengan piranti inframerah (IR). Hasilnya menunjukkan bahwa lignin TKKS telah tersulfonasi membentuk sodium lignosulfonat, yaitu dengan adanya pita serapan pada bilangan gelombanga 626 cm-1 yang menunjukan adanya uluran C-S. Hasil analisis kemurnian menunjukan bahwa secara umu kemurnian sodium lignosulfonat yang dihasilkan rendah apabila dibandingkan dengan sodium lignosulfonat standar. Kemurnian tertinggi terdapat pada NaLS11 (53.25% (b/b),103.76oC) yaitu 78%. Sedangkan nilai kemurnian tertinggi hasil penelitian pada percobaan utama terdapat pada NaLS10 (50% (b/b),104.14oC), yaitu 66,85%.
B. SARAN Perlu dilakuakan penelitian lebih lanjut pada kondisi suhu yang lebih tinggi untuk mengetahui pengaruh dan kondisi optimum untuk respon rendemen dan kelarutan. Selain itu, Perlu dilakukan penelitian dengan melakukan variasi pH untuk mengetahui pengaruh dan kondisi optimum untuk respon rendemen dan kelarutan dan juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk proses pemurnian untuk menghasilkan kemurnian yang lebih tinggi serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi surfaktan sodium lignosulfonat tersebut sebagai admixture untuk semen sebagai salah satu uji performance produk ini dalam aplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S.S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. American Society for Testing and Material. 1962. Water Content of Pulp and Wood. ASTM D2016-62T. . 1981. Methoxyl Content of Pulp and Wood. ASTM 15120-81. . 1981. pH Lignin Content of Pulp and Wood. ASTM D 1512-80a. Askvik KM, Hetlesaether S, Sjöblom J, Stenius P. 2001. Properties of the lignosulfonate-surfactant complex phase. Physcochemical and Engineering Aspectc 182:175-189 Box GEP, Draper, NR. 1978. Empirical Model-Building and Response Surfaces. John Wiley and Sons. New York Cowan, J.C.1949. Isomerization Reaction of Drying Oils. Journal of Ind. Eng. Chem., Vol 41: 194-304 Darnoko. 1992. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui Biokonversi. Berita Penelitian Perkebunan, 2 (2): 85-87. Darnoko, Z. Poeloengan dan I. Anas. 1993. Pembuatan Pupuk Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin PPKS Medan. 1(1): 89-99. Darnoko, P. Guritno, A. Sugiharto dan S. Sugesty. 1995. Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan Penambahan Surfaktan. J. Pen. Kelapa Sawit. 3 (1): 75-87. Darwis, A.A., T. Bunasor, L. Hartoto dan M. Alisyahbana. 1988. Studi Potensial Limbah Lignoselulosik di Indonesia. PAU Biotek, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dilling P. 1986. Penemu: Westvaco Corporation. Low Electrolyte Sodium Lignosulfonat. US Patent No. 4,590,262 Dilling P, Loeffer VR, Prazak G, dan Thomas KU. 1990. Production of Lignosulfonat Additives. US Patent No. 4,892,588 DirJen Perkebunan. 2006. Statistika Perkelapa Sawitan Indonesia Tahun 2006. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Jakarta. Dzikrullah, T. 2007. Pengaruh Nisbah Reaktan Lignin-NaHSO3 dan pH pada Produk Natrium Lignosulfonat. Skripsi. Departemen Kimia,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Terjemahan dari : Wood : Chemical, Ultrastructure, Reactions. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Flider FJ. 2002. Commercial considerations and markets of naturally derived biodegradable surfactans. Inform 112 (12): 1161-1164. Geourgeiou, G., C.L. sung and M.M. Shara.1992. surface Active Compounds from Microorganisms. Bio/tech 10:60-65.
Gurgulak JD, Lebo SE. 2000. Commercial Use of Lignin-based Materials . In: Glasser, W.G. Northey, RA., Schultz, TP. (Eds.), Lignin : Historical, Biological, and Materials Perspectives. Oxford University Press., Washington. Hal. 304 - 320 Hartley, C.W.S. 1967. The Oil Palm. Longman Group Ltd., London. Heradewi. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hergert, H. L. 1971. Infrared Spectra. Willey Interscience, New York. 267-297. Irawadi, T.T. 1991. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulosa dan Xilanase) Sari Neurospora sithopila pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Judoamidjojo, R.M., E.G. Said dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Departemen Pendidikan dn Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kamoun A, Jelidi A, Chaabouni M. 2003. Evaluation of the Performance of sulfonated Esparto Grass Lignin as a Plasticizer-Water reducer for Cement. Cement and Concrete Research 33: 995-1003. Kim, H., M.K. Hill and A.L. Fricke. 1987. Preparation of Kraft Lignin From Black Liquor. J. Tappi. 12 : 112-115. Kirk R. E. dan D. F. Othmer.1952. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol.3. Interscience Encyclopedia, New York Pp.327-338. Lignin Institute. 2001. Lignin and its Properties. http://ncbi. nml. nih. gov. July 2001, Vol. 9 (1). Matheson, K.L.1996. Surfactan Raw Materials: Classification, synthesis, and Uses. In : Soap and Detergents: A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois. Nada AM, Sakhawi ME, Kamel SM. 1998. Infra-red Spectroscopic Study of Lignin. Polimer Degradation and Stability 60:247-251. Naibaho, P.M. 1990. Diversifikasi Minyak Kelapa Sawit dan Inti Sawit dalam Upaya Meningkatkan daya Saing dengan Minyak Nabati lainnya dan Hewani. Buletin Perkebunan. 21(2) : 107-124. Rieger, M.M. (Ed). 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series, Marcel Dekker, Inc. New York.488 p. Rosen MJ, Dahayanake M. 2000. Industial Utilization of Surfactant: Principles and Practice.AOCS Press, Champaign, Illinois Sa’id, E. G, 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan, Bogor. Santoso, A. 1995. Pencirian Isolat Lignin dan Upaya Menjadikannya Sebagai Bahan perekat kayu Lapis. Tesis . Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. . 2003. Sintesis dan Pencirian Resin Lignin Resolsinol Formaldehida untuk Perekat Kayu Lamina. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sathe, S.K. dan Saluthe D.K.1981. Isolation, Partial Characterization and Modification of the great northern bean (Phaseolus vulgaris) starch. J.Food.Sci.46(2): 617-621
Sjostrom, Eero. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi Kedua. Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Terjemaahan dari : Wood Chemistry, Fundamentals and Application Second Edition. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. STANDAR INDUSTRI INDONESIA. 1981. Cara Uji Kadar Lignin Kayu dan Kemurnian Lignin Isolat dengan Metoda Klason. SII-0528-81. Departemen Perindustrian Sugesty, S., N. Bahar dan A. Dina. 1986. Lignin dan Kadar Metoksil dari Beberapa Bahan Baku untuk Pulp.Berita Selulosa XXII/Sept 1986/No.1-3. Susanto, H. Rusmanto dan A. Sudrajat. 1999. Production of Lignosulfonat From Lignin in Black Liquor of Ethanosolv-Pulping. Prosiding. Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknologi Kimia (2)-1-6. Swern, D.1979. Baeley’s Industrial Oil an Fat Product. Vol.1 4th Edition. Jhon Willey and Son, New York. Syahmani. 2000. Isolasi, Sulfonasi dan Asetilasi Lignin dari Tandan Kosong Sawit dan Studi Pengaruhnya terhadap Proses Pelarutan Urea. Tesis. Falkultas FMIPA, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sykes P. 1989. Penuntun Mekanisme Reaksi Kimia Organik. Ed ke-2. Hartono et al., penerjemah; Jakarta: PT Gramedia pr. Terjemahan dari: A Guidebook to Mechanism in Organic Chemistry. Willyanto, S. 1999. Pembuatan Pulp Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) secara Biokimia-Mekanis. Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehardi Reksowardojo.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pohon industri tandan buah segar kelapa sawit
Lampiran 2. Prosedur analisis lignin TKKS A. Rendemen lignin Rendemen lignin dihitung berdasarkan perbedaan berat antara lignin yang diperoleh setelah dikeringkan dengan berat serpih TKKS yang digunakan. Rendemen dinyatakan dalam persen berat (gram) per berat serpih TKKS (% b/b).
B. Kadar lignin (Tappi T 222 05-74) Sebanyak 1 gram tepung lignin dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 15 ml asam sulfat 72% pada suhu 10-15oC. Penambahan asam sulfat dilakukan perlahan-lahan sambil diaduk-aduk dengan pengaduk kaca, kemudian dibiarkan gelas piala tersebut pada suhu 20oC selama 2 jam. Sebanyak 300-400 ml air dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan kemudian lignin dari gelas piala dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Dibilas kemudian diencerkan dengan air sampai konsentrasi asam sulfat mencapai 3%. Jika volumenya telah mencapai 575 ml, ditambahkan beberapa potong batu didih selama 4 jam. Volume dijaga agar tetap dengan menggunakan pendingin tegak. Setelah selesai pemanasan, labu erlenmeyer didiamkan dalam posisi miring. Tanpa pengadukan, larutan supernatan dipindahkan perlahan-lahan pada kertas saring Whatman No.42 dengan menggunakan air panas dan pengaduk yang berlapis karet. Endapan lignin dicuci dengan menggunakan air panas sampai bebas asam. Kertas saring yang berisi endapan lignin dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC sampai beratnya konstan. % lignin
=
A x 100 W
Dimana, A = berat lignin (gram) W = berat kering sampel (gram)
C. Keasaman lignin atau pH (ASTM D 1512-80a) Endapan lignin dihancurkan terlebih dahulu menggunakan spatula/mortar sampai menjadi tepung. Sebanyak 1 gram tepung lignin dimasukkan kedalam gelas kimia ditambah dengan 10 ml air mendidih dan ditambah sedikit aseton atau etanol. Suspensi lignin dipanaskan sela 15 menit dan dijaga agar tidak sampai kekeringan (berbentuk lumpur). Lumpur lignin didinginkan pada ruang bebas asam, keasaman lignin diukur dengan menggunakan pH meter. Pada waktu dilakukan pengukuran pH, gelas kimia diputar-putar sampai didapat pH konstan.
D. Kadar metoksil lignin (ASTM 15120-81) Sebanyak 0,5 gram lignin dibasahi dengan 5 ml etanol, kemudian disuspensikan dalam 100 ml aquadest yang berisi 1 gram NaCl. Selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator phenolpthalin dan ditambahkan 25 ml NaOH 0,25 N, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Setelah itu ditambahkan 25 ml HCl 0,25 N dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai akhir perubahan warna yang bertahan (sedikitnya 30 detik). Kadar metoksil ditentukan dengan rumus : Kadar Metoksil (%)
=
ml NaOH x N NaOH x 3,1 Berat Contoh
x 100
E. Bobot ekuivalen lignin (Beckman dalam Santoso, 1995) Sebanyak 0,5 gram lignin isolat dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan dibasahi dengan 5 ml etanol. Campuran tersebut dibubuhi dengan 1 gram NaCl kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan 6 tetes indikator phenolpthalin. Larutan tersebut kemudian ditritasi dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7,5.
Bobot ekuivalen lignin isolat dapat dihitung dengan persamaan : BE =
1000 x gram contoh (ml x N) NaOH
F. Analisa lignin dengan spektrofotometer FT-IR (Rostika et al., 2002) Tepung lignin sebanyak 1 mg dibuat tablet dengan ditambahkan 150 mg KBr, kemudian diamati serapannya dengan bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (panjang gelombang 2,5 - 25 μm). G. Analisa kelarutan lignin dalam air suhu 30oC (Sathe,S.K. dan D.K. Salunkhe, 1981) Tepung lignin sebanyak 0,5 gram ditimbang dengan neraca analitik. Sampel tersebut kemudian dicampur dengan akuades sebanyak 50 ml. Sampel dicampur dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian diaduk dengan stirer selama dua jam pada kecepatan konstan. Setelah itu, sampel tersebut di ambil 30 ml dengan pipet volumetrik pada cawan petri yang telah diketahui berat pada kondisi kering oven. Sampel tersebut dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Persen kelarutan dihitung dengan cara berikut: %Kelarutan = Bobot cawan akhir – Bobot cawan awal x 50 x 100% 0,5 x 30
Lampiran 3. Prosedur analisis sodium lignosulfonat hasil sintesis dari lignin TKKS A. Rendemen sodium lignosulfonat Rendemen sodium lignosulfonat dihitung berdasarkan perbedaan berat antara sodium lignosulfonat yang diperoleh setelah dikeringkan dengan berat lignin KKS yang digunakan. Rendemen dinyatakan dalam persen berat (gram) per berat lignin TKKS (% b/b). B. Analisa kelarutan sodium lignosulfonatdalam air suhu 30oC(Sathe,S.K. dan D.K. Salunkhe, 1981) Tepung sodium lignosulfonat sebanyak 0,5 gram ditimbang dengan neraca analitik. Sampel tersebut kemudian dicampur dengan akuades sebanyak 50 ml. Sampel dicampur dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian diaduk dengan stirer selama dua jam pada kecepatan konstan. Setelah itu, sampel tersebut di ambil 30 ml dengan pipet volumetrik pada cawan petri yang telah diketahui berat pada kondisi kering oven. Sampel tersebut dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Persen kelarutan dihitung dengan cara berikut: %Kelarutan = Bobot cawan akhir – Bobot cawan awal x 50 x 100% 0,5 x 30
C. Analisa sodium lignosulfonat dengan spektrofotometer FT-IR (Rostika et al., 2002) Tepung sodium lignosulfonat sebanyak 1 mg dibuat tablet dengan ditambahkan 150 mg KBr, kemudian diamati serapannya dengan bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (panjang gelombang 2,5 - 25 μm).
D. Penentuan Kemurnian sodium lignosulfonat (Wesco 1995) Sebanyak 0.1 g sampel kering dilarutkan dalam 100 ml akuades, kemudian dipipet 5 ml larutan tersebut ke dalam gelas kimia berukuran 250 ml, dan diencerkan sampai 200 ml. pH larutan diatur menjadi 4–5 dengan penambahan NaOH 0.125 N atau HCl 0.2N, dipindahkan ke dalam labu volumetrik 250 ml, dan diencerkan sampai volumenya 250 ml. Absorbans larutan diukur relatif terhadap air deionisasi dalam kuvet 1 cm pada 232 nm. Kandungan lignosulfonat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: A232 x FP % sodium lignosulfonat = faktor x g x 10 Keterangan:
A232
= absorbsi yang terukur pada λ232 nm
FP
= faktor pengenceran
Faktor
= faktor sodium lignosulfonat (35)
G
= bobot sampel (gram)
Lampiran 4. Data hasil analisis persen rendemen sodium lignosulfonat
Perlakuan
Faktor
Kode Faktor
Hasil
Konsentrasi
Suhu
X1
X2
% Rendemen
1
40
80
-1
-1
38,26
2
60
80
1
-1
49,41
3
40
100
-1
1
57,12
4
60
100
1
1
74,96
5
50
90
0
0
50,78
6
50
90
0
0
48,64
7
37,86
90
-1,4
0
33,42
8
64,14
90
1,4
0
48,59
9
50
75,86
0
-1,4
36,68
10
50
104,14
0
1,4
73,12
Lampiran 5. Data hasil analisis persen kelarutan sodium lignosulfonat Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Faktor
Kode Faktor
Hasil
Konsentrasi
Suhu
X1
X2
% Kelarutan
40
80
-1
-1
87,7
60
80
1
-1
88,7
40
100
-1
1
88,9
60
100
1
1
99,1
50
90
0
0
100,0
50
90
0
0
93,4
37,86
90
-1,4
0
89,9
64,14
90
1,4
0
88,7
50
75.86
0
-1,4
91,8
50
104.14
0
1,4
92,0
Lampiran 6. Hasil statistik pengaruh dan optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat menggunakan SAS 1. Kode koefisien untuk variabel independent Faktor
Ditambahkan oleh
Pembagian oleh
X1
0
1,4
X2
0
1,4
2. Permukaan respon untuk variabel Y: respon persen rendemen (%b/b) Response Mean
: 51,643400
Root MSE
: 5,003368
R-Square
: 0,9514
Coef. of Variation : 9,6883
3. Hasil analisis ragam SAS pada hubungan regresi di respon Regresi
R2
F ratio
Prob>F
1661,321733
0,8070
33,182
0,0032
2
285,987859
0,1389
5,712
0,0673
1
11,204752
0,0054
0,448
0,5401
5
1958,514345
0,9514
15,647
0,0099
Derajat
Jumlah
bebas
kuadrat
Linier
2
Kuadratik Hubungan antar faktor Total regresi
4. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap rendemen sodium lignosulfonat Regresi
Derajat
Jumlah
bebas
kuadrat
R2
F
Prob>F
Beda nyata
ratio
pada tingkat kepercayaan (%)
Lack of
3
97,863118
32,621039
1
2,271646
2,271646
4
100,134764
25,033691
14,360
0,1910
80,9
fit Pure eror Total error
5. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat pada nilai T Parameter Derajat Pendugaan
Standar
T pada H0
bebas
deviasi
parameter=0
parameter
Prob>|T| Pendugaan dari data berkode
Titik
1
49,700453
3,537915
14,048
0,0001
49,700453
X1
1
6,303996
1,769091
3,563
0,0235
8,913851
X2
1
12,959792
1,769091
7,326
0,0018
18,325146
X1*X1
1
-2,944180
2,340565
-1,258
0,2769
-5,886583
X2*X1
1
1,673675
2,501684
0,669
0,5401
3,346339
X2*X2
1
5,373231
2,340565
2,296
0,0833
10,743217
potong
6. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat pada nilai F Parameter X1
Derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas
kuadrat
tengah
3
368,690370
122,896790
3
1486,584830 495,528277
F rasio
Prob>F
4,909
0,0792
19,794
0,0073
(Konsentrasi) X2 (Suhu)
7. Hasil analisis kanonik permukaan respon persen rendemen sodium lignosulfonat Faktor
Critical value
X1 (konsentrasi %b/b)
-1,314505
X2 (Suhu oC)
0,696958 Predicted value at stationary point
Eigenvalues
43,379412
Eigenvectors X1
10,909889 0,995075
-6,053254 0,995075 Titik stasioner adalah saddle point
X2 0,099124 -0,099124
8. Hasil pendugaan permukaan respon yang optimasi terhadap persen rendemen sodium lignosulfonat Kode jarak
Nilai faktor dengan kode
Hasil
Standar error
X1 (konsentrasi)
X2 (suhu)
pendugaan
0,0
0,00000
0,00000
49,7005
3,53792
0,1
0,05571
0,12996
51,8297
3,51160
0,2
0,10161
0,26391
54,1500
3,43526
0,3
0,14059
0,40022
56,6702
3,31733
0,4
0,17458
0,53798
59,3958
3,17393
0,5
0,20489
0,67666
62,3301
3,03190
0,6
0,32542
0,81594
65,4757
3,95517
0,7
0,25787
1,37604
80,1970
2,92852
0,8
0.28164
1,09558
72,4067
3,07770
0,9
0.30407
1,23574
76,1941
3,41747
1,0
0.23245
0,95562
68,8342
2,93204
Lampiran 7. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat menggunakan SAS 1. Kode koefisien untuk variabel independen Faktor
Ditambahkan oleh
Pembagian oleh
X1
0
1,4
X2
0
1,4
2. Permukaan respon untuk variabel Y: respon persen kelarutan sodium lignosulfonat Response Mean
: 97,190000
Root MSE
: 4,054494
R-Square
: 0,6503
Coef. of Variation : 4,1717
3. Hasil analisis ragam SAS pada hubungan regresi di respon Regresi
R2
Derajat
Jumlah
bebas
kuadrat
Linier
2
32,221530
0,1714
0,980
0,4504
Kuadratik
2
66,659350
0,3545
2,027
0,2466
Hubungan
1
23,377225
0,6503
1,487
0,3609
5
122,258105
0,1243
1,422
0,2990
F ratio
Prob>F
antar faktor Total regresi
4. Hasil analisis residual dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat Regresi
Derajat
Jumlah
bebas
kuadrat
R2
F
Prob>F
Beda nyata
ratio
pada tingkat kepercayaan (%)
Lack of
3
41,395495
24,360200
1
65,755695
13,798498
4
16,438924
24,360200
14,360 0,566
0,7240
fit Pure error Total error
5. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat pada nilai T Parameter Derajat bebas
Pendugaan
Standar
T pada H0
parameter
deviasi
parameter=0
Prob>|T| Pendugaan dari data berkode
Titik
1
102,059830
2,866960
35,599
0,0000
102,059830
X1
1
1,298869
1,433588
0,906
0,4162
1,836600
X2
1
1,530111
1,433588
1,067
0,3460
2,163577
X1*X1
1
-3,723059
1,896684
-1,963
0,1211
-7,443869
X2*X1
1
2,417500
1,896684
1,193
0,2804
4,833540
X2*X2
1
-2,365149
2,027247
-1,247
0,2990
-4,728869
potong
6. Hasil analisis ragam dari SAS, pengaruh perlakuan terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat pada nilai F Parameter X1
Derajat
Jumlah
Kuadrat
bebas
kuadrat
tengah
F rasio
Prob>F
3
100,212396
33,404132
22,555543
2,032
3
67,666629
1,372
0,3718
0,2520
(Konsentrasi) X2 (Suhu)
7. Hasil analisis kanonik permukaan respon persen kelarutan sodium lignosulfonat Faktor
Critical value
X1 (konsentrasi %b/b)
0,349861
X2 (Suhu oC)
0,494703 Predicted value at stationary point 102,655898
Eigenvalues
Eigenvectors X1
-3,314441 -8,858296
X2 0,863056 0,505108
Stationary point is a maximum
-0,505108 0,863056
8. Hasil pendugaan optimasi terhadap persen kelarutan sodium lignosulfonat Kode jarak
Nilai faktor dengan kode
Hasil
Standar error
X1 (konsentrasi)
X2 (suhu)
pendugaan
0,0
0,00000
0,00000
102,060
2,86696
0,1
0,08616
0,11212
102,309
2,84563
0,2
0,16606
0,22891
102,491
2,78377
0,3
0,24297
0,34772
102,606
2,68821
0,4
0,31823
0,46758
102,654
2,57200
0,5
0,39249
0,58805
102,636
2,45689
0,6
0,46609
0,70890
101,549
2,37595
0,7
0,75704
1,19427
102,400
2,76917
0,8
0,61206
0,95131
102,183
2,49391
0,9
0,68464
1,07274
101,899
3,20485
1,0
0,53924
0,83002
102,551
2,37307