ISOLASI LIGNIN DARI LINDI HITAM PROSES PEMASAKAN ORGANOSOLV SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
Oleh: HERADEWI F34102036
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Heradewi. F34102036. Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Di bawah bimbingan : Ani Suryani dan Erliza Hambali. 2007.
RINGKASAN Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga yang berikatan secara kovalen dengan selulosa dan hemiselulosa. Penggunaan lignin pada saat sekarang dan masa depan merupakan bidang yang luas dan semakin meningkat kepentingannya. Lignin dapat dimanfaatkan secara komersial sebagai bahan pengikat, perekat, pengisi, surfaktan, produk polimer, dispersan dan sumber bahan kimia lainnya terutama turunan benzen. Lignin tidak hanya diperoleh dari bahan kayu ataupun limbahnya. Bahan non kayu seperti limbah padat industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu sumber lignin yang cukup berpotensi. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat berlignoselulosa dari industri minyak kelapa sawit dengan kandungan lignin yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 21-23%. Ketersedian TKKS di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiiring dengan meningkatnya luas areal perkebunan, jumlah industri dan jumlah produksi minyak kelapa sawit. Lignin dapat diisolasi dari serat TKKS dengan metode isolasi secara kimiawi dan enzimatik. Mengingat metoda isolasi lignin secara enzimatik mahal pada biaya produksinya dan proses produksinya memerlukan waktu yang lama, maka metoda isolasi lignin secara kimiawi banyak dilakukan, yaitu dengan cara proses delignifikasi yang dilanjutkan dengan proses pengasaman lindi hitam hasil delignifikasi tersebut untuk mengendapkan lignin. Tujuan dari penelitian ini adalah pemanfaatan limbah padat pengolahan kelapa sawit berupa serat TKKS sebagai alternatif sumber lignin, mendapatkan informasi kinerja variasi penambahan katalis basa (NaOH) dalam larutan pemasak pada proses delignifikasi organosolv (alcell) dan variasi konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman lindi hitam untuk mengendapkan lignin, dalam rangka mendapatkan rendemen lignin terbesar dengan tingkat kemurnian lignin terbaik, serta untuk mengetahui karakteristik isolat lignin yang dihasilkan dari serat TKKS. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengadaan serat dari TKKS, pembuatan serpih TKKS bebas zat ekstraktif, delignifikasi organosolv (alcell) serpih TKKS, proses pengasaman lindi hitam hasil proses delignifikasi organosolv dan karakterisasi isolat lignin dari serat TKKS. Hasil analisa awal komposisi kimia serpih TKKS yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar air 8,2%, kadar lignin 22,12%, kadar sari/ekstraktif 7,25%, kadar -selulosa 62,46%, kadar abu 7,12%, kelarutan dalam 1% NaOH 37,91%, kelarutan dalam air panas 18,58% dan kelarutan dalam air dingin 24,05%. Serpih TKKS kemudian didelignifikasi organosolv (alcell) dengan variasi penambahan katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak etanol:air (1:1) dengan konsentrasi 0; 5; 10 dan 15% dari berat kering serpih, dan menghasilkan lindi hitam berwarna coklat kehitaman dengan pH lindi berkisar antara 4,45 - 10,7 serta kadar padatan total berkisar antara 2,65 - 5,76%. Pulp TKKS yang dihasilkan didelignifikasi kembali menggunakan larutan NaOH 10% sehingga menghasilkan
lindi hitam dengan pH lindi berkisar antara 13,53 - 13,63 dan kadar padatan total berkisar antara 2,11 - 13,23%. Lindi hitam yang dihasilkan kemudian diendapkan ligninnya dengan cara proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 5; 20 dan 35 % sehingga diperoleh isolat lignin TKKS. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan, diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak delignifikasi organosolv memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen, tingkat kemurnian, keasaman (pH), bobot molekul dan kadar metoksil isolat lignin. Sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen, tingkat kemurnian, keasaman (pH), dan bobot molekul isolat lignin. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak delignifikasi organosolv dan bertambahnya konsentrasi asam sulfat pada proses pengasaman lindi hitam dapat meningkatkan rendemen dan tingkat kemurnian isolat lignin. Namun, penambahan katalis basa (NaOH) lebih dari 10% dan penggunaan konsentrasi asam sulfat lebih dari 20% menyebabkan rendemen dan tingkat kemurnian isolat lignin semakin kecil karena adanya degradasi komponen non lignin dan reaksi kondensasi yang berlebihan. Kombinasi perlakuan terbaik pada isolasi lignin dari lindi hitam TKKS proses delignifikasi organosolv ini didapat dari kondisi isolasi lindi hitam NaOH 10% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2), yaitu menghasilkan rendemen isolat lignin sebesar 19,95%. Begitu pula dengan tingkat kemurnian isolat lignin TKKS terbaik didapat dari kondisi isolasi lindi hitam NaOH 10% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2), dengan kadar lignin sebesar 88,39%. Isolat lignin ini memiliki karakteristik dengan tingkat keasaman (pH) sebesar 3,23, berat ekuivalen sebesar 3.943 dan kadar metoksil sebesar 1,92% serta memiliki kemiripan gugus fungsi dengan lignin standar (Indulin AT) yang telah dipasarkan.
Kata Kunci : Tandan kosong kelapa sawit (TKKS), lignin, organosolv, katalis basa, pengasaman.
Heradewi. F34102036. Lignin Isolation from The Organosolv Black Liquor of Palm Empty Fruit Bunch Fiber Pulping (EFB). Advisor : Ani Suryani and Erliza Hambali. 2007.
ABSTRACT Lignin is third component macromolecule of wood associated kovalen with cellulose and hemicellulose. At this time and future, the application of lignin has prospect. Lignin commercially can be used as binder, filler, surfactant, polymer product, disperser and others chemical raw, especially benzene derivate. Not only wood and its waste, but we also can get lignin from non wood as solid waste oil palm industry. Palm empty fruit bunch (EFB) is lignocellulose solid waste from oil palm industry that contain 21-23% lignin. In Indonesia, the sustainability of EFB will increase as the increasing of area for palm plantation, palm oil production and number of processing industries. Lignin isolation from palm EFB was done to find substitution of lignin raw. Generally, chemical process and enzymatic process are lignin isolation method. But because of enzymatic process need high cost and much time, chemical process choosed. One of chemically lignin isolation method is delignification for getting black liquor, then its acidifying to precipate lignin. The purposes of this research are, using palm EFB fiber as solid waste from palm processing become an alternative lignin source, obtain information related to reaction of base catalyst concentrate (NaOH) in cooking liquor of organosolv delignification (alcell), and variation of sulfuric acids concentrate used for acidifying to precipitate lignin, to get the higher yields and purity of lignin isolated, and to get characteristic of lignin produced from palm EFB. This research was executed through several steps, they are fiber procurement from palm EFB, providing of palm EFB chips free of extractive substance, organosolv delignification (alcell) of palm EFB chips, acidifying of black liquor, and characterizing of lignin isolated from palm EFB. Preliminary experiments result showed that chemical composition of palm EFB chips are water content 8,2%, lignin 22,12%, extractives 7,25%, -cellulose 62,46%, ash content 7,12%, 1% NaOH solubles 37,91%, hot water solubles 18,58% and cold water solubles 24,05%. Chips of palm EFB was delignificated with variation of concentration base catalyst (NaOH 0, 5, 10, 15%) in water-ethanol cooking liquor. Delignification produce black liquor colored black-brown, its pH approximately 4,45 - 10,7 and total solid content is approximately 2,65 - 5,76%. Palm EFB pulp produced was delignificated again with NaOH 10% solution to produce black liquor with pH approximately 13,53 - 13,63 and total solid content is approximately 2,11 13,23%. Black liquors produced were precipitated by acidifying with 5, 20, and 35% sulfuric acids and obtain palm EFB isolated lignin. Based on analysis of variance (ANOVA) and Duncan test at =0,05, it is known that addition base catalyst in cooking liquor of organosolv delignification is significantly to yield, purity level, acidity (pH), equivalent weight and methoxyl content of isolated lignin. Sulfuric acids concentrate factor are also significant to them, except methoxyl content of isolated lignin. The result showed that the
increasing of base catalyst (NaOH) amounts (0-10%) in cooking liquor and the increasing of sulfuric acids concentration (5-20%) at precipitation of lignin process would increase relatively the yield and purity of lignin isolated. The increasing of base catalyst (NaOH) more than 10% and sulfuric acid concentration more than 20% would decrease the yield and purity of lignin isolated. The best treatment is black liquor organosolv with 10% base catalyst (NaOH) in cooking liquor and precipitation of lignin using 20% sulfuric acid. The best of lignin isolated would have yield 19,95% weight from the EFB dry weight fiber, the lignin isolated is 88,39% pure, pH of lignin 3,23, equivalent weight of 3.943 and methoxyl content of 1,92%. The FT-IR spectra result showed lignin isolated are highly similar to lignin standart (Indulin AT). Key words: palm empty fruit bunches (EFB), lignin, organosolv, base catalyst, acidification.
ISOLASI LIGNIN DARI LINDI HITAM PROSES PEMASAKAN ORGANOSOLV SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: HERADEWI F34102036
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ISOLASI LIGNIN DARI LINDI HITAM PROSES PEMASAKAN ORGANOSOLV SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh HERADEWI F34102036
Dilahirkan pada tanggal 5 April 1984 di Ciamis
Tanggal lulus :
Februari 2007
Menyetujui, Bogor, Februari 2007
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Pembimbing Akademik I
Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi Pembimbing Akademik II
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 2 Februari 2007
HERADEWI F34102036
RIWAYAT PENULIS
Heradewi dilahirkan di Ciamis pada tanggal 5 April 1984, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ena Suryana dan Ibu Mamah, B.Sc. Pada tahun 1991, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sejahtera Cisaga-Ciamis, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 1 CisagaCiamis dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 1 Banjar-Patroman, kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMU Negeri 1 Ciamis dan lulus tahun 2002. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI-IPB), penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002. Selama menjadi mahasiswa, penulis tidak hanya aktif pada kegiatan akademik saja. Untuk mengembangkan potensi diri, penulis mengikuti beberapa pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus. Organisasi yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) sebagai staf Departemen Kesekretariatan periode 2003/2004 dan staf pada biro Pemberdayaan Departemen Human Resources Development periode 2004/2005. Bulan Juli sampai Agustus tahun 2005, penulis melaksanakan praktek lapang di PT Agronesia Divisi Industri Makanan dan Minuman, Unit Bandoengsche Melk Centrale, Bandung dengan judul laporan praktek lapang yaitu “Manajemen Penggudangan PT Agronesia Divisi Industri Makanan dan Minuman Unit Bandoengsche Melk Centrale Bandung, Jawa Barat”. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Teknologi Kimia Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Kimia Kayu dan Serat Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)”.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan
karunia-Nya
penulis
dapat
melaksanakan
penelitian
dan
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu, Bapak, A’Dodi dan seluruh keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan semangat kepada penulis. 2. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen pembimbing akademik utama yang telah memberikan arahan, bimbingan dan bantuannya selama penulis menjalani studi hingga menyelesaikan tugas akhir di Departemen Teknologi Industri Pertanian. 3. Dr.Ir. Erliza Hambali, M.SI. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
arahan,
bimbingan
dan
bantuannya
selama
penulis
menyelesaikan tugas akhir di Departemen Teknologi Industri Pertanian. 4. Dr.Ir. Suprihatin, Dipl.Ing. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Afni Ariani Lubis, Ibu Gustini Syahbirin, Ibu Ismiati dan Kosi Anwar yang senantiasa berbagi ilmu, semangat, bantuan dan curahan hatinya selama penelitian. 6. Bapak Gustan Pari dan Bapak Ismet dari Laboratorium Kimia Kayu Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor, Bapak Suprihatin dan Mas Gunawan dari Laboratorium Kimia Kayu dan Serat Teknologi Hasil Hutan, serta Bapak Agus dari Laboratorium Visiologi dan Toksonomi Tanaman Departemen Proteksi Tanaman atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.
7. Bu Rini, Bu Ega, Bu Sri, Pak Gun, Pak Sugiardi, Pak Edi, Pak Yogi serta seluruh laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 8. Mba Ummi, Fifi, Anna, Firda, Parmadi, Pipit, Desi, Ticeu, Deby, Diena, CHerry, Asti, Rheni, Annisa R, Nyit2, Nurul, Sita, FerMut, Hendro, Kurnia, Anto, Evi, MaUL, Putra, Paulina, Eko dan para angels (IdonQ, Vina, Oki, Kristin) sebagai rekan seperjuangan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian. 9. Widiana “wiwi”, Rian “mas wied” dan Arban “bana crispy” atas persahabatan, semangat, kerjasama dan bantuan yang telah diberikan selama ini. 10. Dinda, Yuli, Desty, Makki, Juwie, Euis, Ely dan seluruh TINers 39 lainnya atas kebersamaan dalam suka duka selama masa kuliah serta warga Arsida V (Teh Susy, Yanti Wahyunur, Teh Reni, Dewi, Teh Linda, Mba Lita, Epi, Pipit dan Riva Imoet) atas kebersamaan dan keceriannya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis akan menerima dengan terbuka segala kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca.
Bogor, 2 Februari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR............................................................................. iii DAFTAR TABEL................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................
1
B. TUJUAN...........................................................................................
4
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN...................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
5
A. LIGNIN ............................................................................................
5
B. TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS).............................. 10 C. DELIGNIFIKASI ............................................................................. 12 D. ISOLASI LIGNIN............................................................................. 15 E. KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI .............................................. 17 III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 19 A. BAHAN DAN ALAT........................................................................ 19 1. Bahan ............................................................................................ 19 2. Alat ............................................................................................... 19 B. TATA LAKSANA PENELITIAN..................................................... 19 1. Persiapan Bahan ............................................................................ 19 2. Penelitian Utama ........................................................................... 20 3. Karakterisasi Lignin Isolat............................................................. 22
4. Rancangan Percobaan.................................................................... 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 27 A. KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) 27 B. DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS). 28 C. ISOLASI LIGNIN............................................................................. 33 D. KARAKTERISTIK ISOLAT LIGNIN .............................................. 34 1. Rendemen Lignin .......................................................................... 34 2. Kadar Lignin ................................................................................. 38 3. Keasaman Lignin (pH) .................................................................. 43 4. Berat Ekuivalen Lignin.................................................................. 46 5. Kadar Metoksil Lignin................................................................... 49 6. Pencirian Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FT-IR .............. 51 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 55 A. KESIMPULAN ................................................................................. 55 B. SARAN............................................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 57 LAMPIRAN ........................................................................................... 62
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Ketersediaan limbah padat tandan kosong kelapa sawit ..................
2
Tabel 2. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (persen berat kering) 11 Tabel 3. Komposisi kimia tandan kosong kelapa sawit hasil penelitian......... 27 Tabel 4. Karakteristik lindi hitam delignifikasi tahap I dan II pada berbagai konsentrasi penambahan NaOH...................................................... 31 Tabel 5. Pita serapan spektrofotometer FT-IR lignin isolat dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1) ............................................................. 54
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
(1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol 5
Gambar 2.
Struktur lignin kraft pine........................................................... 6
Gambar 3.
Diagram aplikasi lignin pada berbagai industri.......................... 9
Gambar 4.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)........................................ 11
Gambar 5.
Reaksi lignin dengan gugus hidroksil dari NaOH pada proses delignifikasi.............................................................................. 15
Gambar 6.
Diagram alir proses isolasi lignin dari serpih TKKS.................. 23
Gambar 7.
Serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) ................................ 29
Gambar 8.
Serpih tandan kosong kelapa sawit (ukuran 0,710–0,500 mm) . 29
Gambar 9.
Lindi hitam (black liquor) TKKS delignifikasi tahap I .............. 31
Gambar 10. Lindi hitam (black liquor) TKKS delignifikasi tahap II............. 31 Gambar 11. Tepung lignin TKKS hasil delignifikasi tahap I ........................ 34 Gambar 12. Tepung lignin TKKS hasil delignifikasi tahap II ....................... 34 Gambar 13. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap rendemen isolat lignin delignifikasi tahap I................. 36 Gambar 14. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap kadar isolat lignin delignifikasi tahap I ....................... 40 Gambar 15. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap kadar isolat lignin delignifikasi tahap II ...................... 42 Gambar 16. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap pH isolat lignin delignifikasi tahap I ........................... 44 Gambar 17. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap pH isolat lignin delignifikasi tahap II.......................... 45 Gambar 18. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I ........ 47 Gambar 19. Spektrum FT-IR Indulin AT dengan isolat lignin (A3B2) ......... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Pohon Industri Tandan Buah Segar Kelapa Sawit................... 63
Lampiran 2.
Analisa Sifat Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit................. 64
Lampiran 3.
Analisa Lindi Hitam (black liquor) Tandan Kosong Kelapa Sawit ..................................................................................... 70
Lampiran 4.
Karakterisasi Isolat Lignin dari Tandan Kosong Kelapa Sawit 71
Lampiran 5.
Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Rendemen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I ....................... 74
Lampiran 6.
Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Rendemen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II...................... 76
Lampiran 7.
Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I ............................. 78
Lampiran 8.
Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II ............................. 80
Lampiran 9.
Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Keasaman (pH) Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I ............... 82
Lampiran 10. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Keasaman (pH) Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II .............. 84 Lampiran 11. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ekuivalen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I............... 86 Lampiran 12. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ekuivalen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II ............. 88 Lampiran 13. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Metoksil Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I................ 90 Lampiran 14. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Metoksil Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II .............. 92
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga yang berikatan secara kovalen dengan selulosa dan hemiselulosa. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida, karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel (lamela tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar. Lignin dapat diisolasi dari bahannya sebagai lignin preparatip atau turunan lignin (pseudolignin), tetapi sifat protolignin yang asli sulit didapat. Hal tersebut dikarenakan belum adanya metode untuk mengisolasi lignin secara utuh sehingga tidak dapat menyebabkan perubahan mendasar dalam lignin alam. Penggunaan lignin pada saat sekarang dan masa depan merupakan bidang yang luas dan semakin meningkat kepentingannya. Lignin dapat dimanfaatkan secara komersial sebagai bahan pengikat, perekat, pengisi, surfaktan, produk polimer, dispersan dan sumber bahan kimia lainnya terutama turunan benzen pada berbagai industri. Pada kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral dari kayu. Hanya dalam hal pembuatan pulp, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi yang terlarut dalam larutan sisa pemasak (lindi hitam), dan merupakan salah satu sumber lignin yang berpotensi besar. Namun adanya perbaharuan teknologi yang berorientasi pada upaya pemanfaatan kembali bahan kimia pemasak yang terkandung didalamnya dan untuk meminimalkan pencemaran lingkungan, menyebabkan pada masa mendatang industri pulp dan kertas tidak lagi menjadi sumber potensial lignin. Lignin tidak hanya diperoleh dari bahan kayu ataupun limbahnya. Bahan non kayu seperti limbah padat hasil pertanian merupakan bahan berlignoselulosa yang berpotensi menjadi salah satu sumber lignin. Limbah padat
industri
kelapa
sawit
merupakan
limbah
yang
mengandung
lignoselulosa. Salah satu jenis limbah padat dari industri ini adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Menurut Kollmann et al. (1975), TKKS merupakan limbah padat berlignoselulosa dengan kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) serta lignin masing-masing berkisar antara 6264% dan 21-23%. Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut terbukti dari data Direktorat Jenderal Perkebunan Perkelapa Sawitan Indonesia yang menunjukkan bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya berkisar 2,75 – 29,91% selama sepuluh tahun terakhir (1995-2005). Peningkatan luas areal perkebunan tersebut akan menyebabkan penambahan jumlah produksi minyak kelapa sawit dan jumlah industri pengolahannya. Hal tersebut berimplikasi pada limbah padat yang dihasilkan industri minyak kelapa sawit, khususnya berupa tandan kosong kelapa sawit. Ketersediaan limbah tandan kosong yang dihasilkan dari industri minyak kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ketersediaan limbah padat tandan kosong kelapa sawit T
Luas Areal Perkebunan
A
(ribu hektar)1)
Produksi Minyak Kelapa Sawit (ribu ton)1)
TBS
H U
PR4)
PBN4)
PBS4)
Total
PR4)
PBN4)
PBS4)
(ribu ton)2)
TKKS (ribu ton)3)
Total
N 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1)
658,5
404,7
961,7
2.025,0
1.001,4
1.613,8
1.864,4
4.479,7
21.331,9
4.906,3
738,9
426,8
1.083,8
2.249,5
1.133,5
1.706,9
2.058,3
4.898,7
23.327,1
5.365,2
813,2
517,1
1.592,1
2.922,3
1.282,8
1.586,9
2.578,8
5.448,5
25.945,2
5.967,4
890,5
556,6
2.113,1
3.560,2
1.344,6
1.501,7
3.084,1
5.930,4
28.240,0
6.495,2
1.041,0
577,0
2.283,8
3.901,8
1.547,8
1.468,9
3.438,8
6.455,6
30.741,0
7.070,4
1.166,8
588,1
2.403,2
4.158,1
1.905,7
1.461,0
3.633,9
7.000,5
33.335,7
7.667,2
1.561,0
609,9
2.542,5
4.713,4
2.798,0
1.519,3
4.079,2
8.396,5
39.983,3
9.196,2
1.808,4
631,6
2.627,1
5.067,1
3.426,7
1.607,7
4.587,9
9.622,3
45.820,5
10.538,7
1.854,4
662,8
2.766,4
5.283,6
3.517,3
1.750,7
5.172,9
10.440,8
49.718,1
11.435,2
1.904,9
675,1
2.867,5
5.447,6
3.745,3
1.981,6
6.079,7
11.806,6
56.221,9
12.931,0
1.917,0
677,0
3.003,1
5.597,2
3.873,7
2.049,8
6.528,5
12.452,0
59.295,2
13.637,9
DirJen Perkebunan, 2005
2)
Dihitung berdasarkan rasio minyak sawit dan berat tandan buah segar (TBS) = 21% dari TBS (Darnoko,1992) 3) Dihitung berdasarkan 23% dari TBS (Darnoko,1992) 4) PR=Perkebunan Rakyat, PBN=Perkebunan Besar Negara, PBS=Perkebunan Besar Swasta
Pemanfaatan limbah kelapa sawit yang umum dilakukan saat ini diantaranya adalah penggunaan TKKS sebagai mulsa di kebun, akan tetapi biaya transportasi yang dikeluarkan per unit nutrisi cukup tinggi dan dapat menimbulkan ledakan populasi hama kumbang yang mematikan tanaman kelapa sawit. Pemanfaatan lain dari TKKS adalah penggunaannya dalam pembuatan pupuk organik (Darnoko et al., 1993). Menurut Willyanto (1999), TKKS dalam pemanfaatannya dapat dibakar dengan incenerator sehingga abunya dapat digunakan sebagai pupuk kalium. Namun usaha pembakaran TKKS tersebut ternyata tidak efektif dan dilarang oleh pemerintah karena dapat menimbulkan pencemaran udara. Selain itu, arah pengembangan TKKS dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi produk-produk yang berbasis selulosa seperti pulp dan kertas, gasifikasi untuk produksi panas, gula, furfural dan lignin (Susanto, 1999). Terdapat beberapa metoda pengisolasian lignin dari serat TKKS, yaitu secara kimiawi dan enzimatik. Mengingat metoda isolasi lignin secara enzimatik mahal pada biaya produksi dan lamanya proses produksinya, maka metoda isolasi lignin secara kimiawi dipilih. Lignin dari serat TKKS dapat diisolasi melalui proses delignifikasi, yaitu proses pelarutan lignin (pulping). Proses delignifikasi terdiri dari proses mekanis, semi kimia (NSCC, soda dingin), kimia (alkali, sulfat/kraft, sulfit) dan proses non konvensional yang lebih berwawasan lingkungan. Pada kenyataannya, proses pulping secara konvensional tersebut memiliki beberapa kelemahan, terutama terhadap rendemen pemasakan yang rendah, biaya produksi tinggi, laju delignifikasi rendah dan pencemaran lingkungan karena adanya limbah larutan pemasak. Lignin larut dalam pelarut organik, karbohidrat larut dalam air sedangkan selulosa tidak larut pada kedua larutan tersebut. Hal tersebut merupakan dasar dalam proses pulping organosolv.
Proses organosolv akhir-akhir ini banyak diteliti dan dicoba penerapannya. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor ekonomis yang lebih menguntungkan, yaitu rendemen pulp tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur, dapat menghasilkan by-products berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi, dampak terhadap lingkungan rendah dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada skala relatif kecil (Aziz dan Sarkanen, 1989).
B. TUJUAN Tujuan umum penelitian ini adalah pemanfaatan limbah padat pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai alternatif sumber lignin. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan informasi kinerja variasi penambahan katalis basa (NaOH) dalam larutan pemasak pada proses delignifikasi organosolv (alcell) dan variasi konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman untuk mengendapkan lignin dari lindi hitam, dalam rangka mendapatkan rendemen lignin terbesar dengan tingkat kemurnian lignin terbaik dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) serta untuk mengetahui karakteristik lignin yang dihasilkan dari TKKS.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian karakterisasi serat tandan kosong kelapa sawit sebagai alternatif sumber lignin, produksi isolat lignin melalui proses delignifikasi organosolv dengan variasi penambahan katalis basa (NaOH) dalam larutan pemasak organosolv, yang dilanjutkan dengan proses pengasaman lindi hitam proses delignifikasi organosolv menggunakan asam sulfat (H2SO4) pada berbagai variasi konsentrasi asam dalam rangka menghasilkan rendemen isolat lignin terbesar dengan tingkat kemurnian isolat lignin yang terbaik, serta karakterisasi lignin yang diisolasi dari tandan kosong kelapa sawit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. LIGNIN Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir dalam dinding sel, menembus diantara fibril-fibril sehingga memperkuat dinding sel. p-hidroksinamil alkohol p-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor) primer seperti pada Gambar 1 dan prekursor tersebut merupakan unit pembentuk lignin (Fengel dan Wegener, 1995). CH2OH
CH2OH
CH2OH
C
C
C
C
C
C
OCH3
H3CO
OCH3
OH
OH
OH
1
2
3
Gambar 1. (1) p-koumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, (3) sinapil alkohol
Lignin secara fisik membungkus mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun hemiselulosa (Said, 1994). Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel (lamela tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam dinding sel yaitu pada bagian lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan di dinding sekunder (Sjostrom, 1995). Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Menurut Ensiklopedi Kehutan Indonesia (1997), kadar lignin di dalam kayu daun lebar berkisar antara 18 - 33%, sedangkan pada kayu jarum berkisar antara 28 - 32%.
Distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin bagian pohon yang berbeda tidak sama. Contohnya yaitu kandungan lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam untuk cabang kayu lunak, kulit, dan kayu tekan. Umumnya pada penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Dalam pembuatan pulp dan pengelantangan, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah, serta merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tahun di seluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi (Fengel dan Wegener, 1995). Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur strukturnya yaitu (Sjostrom, 1995) : • Lignin guaiasil : terdapat pada kayu lunak sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari koniferil alkohol. • Lignin guaiasil-siringil : khas kayu keras merupakan kopolimer dari koniferil alkohol dan sinapil alkohol. Menurut Sugesty et al. (1986), lignin pada jenis gymnosperms terdiri dari unit guaiasil, lignin pada jenis angiosperms terdiri dari unit guaiasil dan siringil, sedangkan pada jenis rumput-rumputan (non kayu) terdiri dari unit guaiasil, siringil dan p-hidroksifenil. Pada Gambar 2 diperlihatkan struktur polimer lignin dari proses kraft (Indulin AT).
Gambar 2. Struktur lignin kraft pine (www.ncbi.nlm.nih.gov)
Menurut Kirk dan Othmer (1952), lignin terdiri dari 61-65% karbon, 5,0-6,1% hidrogen dan oksigen dengan panas pembakarannya sebesar 11.300 B.t.u/lb (6.280 kal/gram). Secara fisis lignin berwujud amorf (tidak berbentuk), berwarna kuning cerah dengan bobot jenis berkisar antara 1,3 – 1,4 bergantung pada sumber ligninnya dan indeks refraksi sebesar 1,6. Lignin bersifat tidak larut dalam air, larutan asam dan larutan hidrokarbon. Dikarenakan lignin tidak larut dalam asam sulfat 72%, maka sifat ini sering digunakan untuk uji kuantitatif lignin. Lignin tidak dapat mencair, tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan. Lignin yang diperdagangkan larut dalam alkali encer dan dalam beberapa senyawa organik. Polimer lignin tidak dapat dikonversi ke monomernya tanpa mengalami perubahan bentuk pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisa karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin. Pada bagian lainnya, lignin mengalami kondensasi (Judoamidjojo et al., 1989). Menurut Achmadi (1990), lebih dari dua per tiga unit fenil propana dalam lignin dihubungkan dengan ikatan eter, sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon-karbon. Gugus-gugus fungsi sangat mempengaruhi reaktivitas lignin, terdiri dari hidroksil fenolik, hidroksil benzilik dan gugus karbonil. Polimer lignin mengandung gugus-gugus metoksil yang karakteristik, gugus hidroksil fenol, dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping (Sjostrom, 1995). Karakteristik kimia lignin dapat diperoleh dengan analisis unsur dan penentuan gugus metoksil. Jumlah gugus metoksil dalam lignin bergantung pada sumber lignin dan proses isolasi yang digunakan. Kandungan gugus metoksil pada kayu daun jarum sebesar 14-15% sedangkan pada kayu daun lebar sebesar 20-21% (Kirk dan Othmer ,1952). Gugus metoksil merupakan gugus reaktif yang mudah bereaksi dengan air (Pizzi, 1993). Lignin umumnya tidak larut dalam pelarut sederhana, namun lignin alkali dan lignin sulfonat larut dalam air, alkali encer, larutan garam dan buffer. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot molekul lignin, yaitu keragaman
prosedur isolasi, degradasi makromolekul selama isolasi, efek kondensasi terutama pada kondisi asam, metode penentuan yang tidak cukup untuk menentukan karakter polidispersitas lignin yang terisolasi dan ketidaktentuan tentang sifat-sifat lignin dalam larutan sehingga menyulitkan kalibrasi (Fengel dan Wegener, 1995). Pada industri pulp dan kertas, lignin dipisahkan dari selulosa untuk menghasilkan pulp. Lignin memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap pulp, yaitu warna maupun sifat fisik pulp, lamanya waktu penggilingan pulp berbanding terbalik dengan jumlah lignin yang dikandung oleh pulp. Apabila pulp mengandung kadar lignin tinggi akan sukar digiling dan menghasilkan lembaran dengan kekuatan rendah (Rahmawati, 1999). Menurut Rudatin (1989), kemampuan lignin untuk meredam kekuatan mekanis yang dikenakan pada kayu, memungkinkan usaha pemanfaatan lignin sebagai bahan perekat (adhesive) dan bahan pengikat (binder) pada papan partikel (particle board) dan kayu lapis (plywood). Ketahanan terhadap perlakuan biokimia (fisiologis) dan perlakuan kimia didalam batang melalui mekanisme enzimatik dan reaksi redoks, memungkinkan lignin untuk diolah lebih lanjut menjadi zat antioksidan. Pemanfaatan lainnya dari lignin yaitu dapat dijadikan sebagai bahan bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan dalam keadaan benar-benar kering. Lignin relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun kandungan O-nya lebih rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa, dan lignin sebagai bahan bakar lebih bernilai dibanding selulosa dan hemiselulosa karena nilai panas pembakarannya lebih besar (Judoamidjojo et al., 1989). Menurut Fengel dan Wegener (1995), penggunaan lignin secara luas pada berbagai industri dapat dilihat pada Gambar 3.
DISPERSAN :Insektisida, herbisida, pestisida; EMULSIFIER: pengkondisian tanah; PEREAKSI: urea-formaldehida; PENYARING LOGAM: mikronutrisi pertanian
DISPERSAN: keramik, lempung
KERAMIK
EMULSIFIER: lateks, stirena-butadiena rubber
KARET
PENGIKAT & PEREKAT: butiran pakan ternak
ADITIF: plastik vinil; DISPERSAN: pigmen kertas laminasi; PEREKAT: resin thermosetting
PAKAN TERNAK
PERTANIAN
DISPERSAN: pewarna
PLASTIK PENYARING LOGAM: ligan pengkompleks logam LINGKUNGAN
TEXTIL
LIGNIN
EMULSIFIER: sabun, lilin atau minyak dalam air
PENGEBORAN MINYAK
KOSMETIKA
EMULSIFIER: stabilisasi permukaan jalan (mengurangi debu) dan stabilisasi anion kation aspal; ADITIF: beton, penggilingan semen
KONSTRUKSI, SEMEN&BETON
LAIN-LAIN
fenol, furan, epoksida, uretan, koagulan protein, pelindung koloid dalam ketel uap, resin penukar ion, penangkap oksigen, komponen dalam pengembang plat negatif untuk baterai penyimpan
KIMIA & FARMASI
LOGAM
KAYU LAPIS & PAPAN PARTIKEL
PENGIKAT & PEREKAT: bijih besi, inti pengecoran logam
PENGIKAT & PEREKAT; resin formaldehida
Gambar 3. Diagram aplikasi lignin pada berbagai industri
ADITIF: campuran lumpur pengeboran, pemisahan kontaminan ion logam ADITIF: pembersih industri, bahan penyamak, zat antibiotik C-9154; POLIMER: bahan kimia berbobot molekul rendah
B. TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledonae, divisi Tracheophyta, ordo Palmae, famili Arecaceae, genus elaeis dan spesies guineensis (Hartley, 1967). Tanaman kelapa sawit mulai dipanen pada umur 2,5 - 4 tahun dan rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan per tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman berbuah sekitar 3-6 kg, tetapi semakin tua berat bertambah yaitu 2535 kg per tandan. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah (Fauzi et al., 2002). Menurut Darnoko (1992), dari satu ton tandan buah segar (TBS) yang diolah akan dihasilkan minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 0,21 ton (21%) serta minyak inti sawit (PKO) sebanyak 0,05 ton (5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan buah kosong, serat dan cangkang biji yang jumlahnya masing-masing sekitar 23%, 13,5% dan 5,5% dari tandan buah segar. Pohon industri dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1. Tandan kosong kelapa sawit, seperti pada kayu ataupun tanaman lainnya mengandung unsur kimiawi lemak, protein, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Komposisi kimiawi yang demikian memungkinkan pemanfaatan limbah TKKS untuk dijadikan substrat (bahan dasar) dalam pembuatan asamasam organik, pelarut aseton, butanol, etanol, protein sel tunggal, zat antibiotika, xanthan dan bahan kimia lainnya melalui biokonversi (Tsao, 1978 dalam Said, 1994). Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit dari hasil berbagai penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 dan penampakan visual TKKS dapat dilihat pada Gambar 4. Tandan kosong kelapa sawit banyak dijumpai disekitar pabrik minyak kelapa sawit, merupakan limbah berlignoselulosa yang belum dimanfaatkan secara efektif. Menurut Darwis et al. (1988), pemanfaatan limbah padat (selain bungkil inti sawit) belum optimal. Tandan kosong kelapa sawit baru dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler atau dibuang di jalan-jalan di daerah perkebunan kelapa sawit untuk mengeraskan jalan.
Tabel 2. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (persen berat kering) Komposisi (dalam %) Lemak Protein Selulosa Lignin Hemiselulosa Sari Pentosan Holoselulosa Abu Pektin Kelarutan dalam: - 1 % NaOH - Air panas - Air dingin
Tun Tedja Irawadi, 1991 5,35 4,45 32,55 28,54 31,70 -
Pratiwi et al., 1988 dalam Said, 1994 35,81 15,70 27,01 6,04 -
Azemi et al., 1994 dalam Said, 1994 40 21 24 15 -
Darnoko et al., 1995 38,76 22,23 6,37 26,69 67,88 6,59 12,85
-
-
-
29,96 13,89 16,17
Gambar 4. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Hasil samping berupa limbah tandan kosong kelapa sawit yang belum dikembangkan penggunaannya perlu mendapat perhatian penuh sehingga usaha perkebunan kelapa sawit lebih maju. Tandan kosong mengandung 30-35% K2O dan 3-5% MgO, oleh karena itu pemanfaatannya dapat dibakar menjadi abu yang cukup berguna sebagai pupuk dan untuk menetralkan pH hasil samping cair pabrik pengolahan minyak sawit, akan tetapi mendapat masalah dalam aplikasinya yaitu dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan para pekerja. Tandan kosong dan serat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp,
namun kualitas kertas yang dihasilkan masih rendah oleh sebab itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam (Naibaho, 1990). Limbah padat industri kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa yang sulit dikonversi menjadi bahan yang lebih sederhana, seperti konversi komponen selulosa menjadi gula sederhana (glukosa). Ikatan lignin pada selulosa yang sangat erat dan rumit memerlukan perlakuan tersendiri sebelum proses pengolahan (Said, 1994).
C. DELIGNIFIKASI Proses pulping merupakan proses pelarutan lignin (delignifikasi). Delignifikasi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap awal berlangsung dibawah suhu 140°C, delignifikasi utama pada suhu diatas 140°C hingga delignifikasi 90% dan tahap akhir yang merupakan tahap penghilangan lignin, yaitu pelarutan lignin dalam larutan pemasak (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Bahar (1983), selama pemasakan terjadi reaksi cepat dimana terjadi pemutusan ikatan lignin karbohidrat sehingga lignin yang lepas larut dalam larutan pemasak, serta reaksi lambat dimana terjadi kondensasi dan polimerisasi kembali yang menyebabkan lignin tidak larut dalam larutan pemasak. Reaksi kondensasi lignin dapat terjadi dalam proses delignifikasi karena suasana asam akan secara langsung terjadi, yaitu dengan keluarnya gugus asetil dari serpih kayu selama pemasakan (Schroeter, 1991). Proses organosolv dapat digambarkan sebagai suatu proses delignifikasi pada suhu pemasakan pulp dengan menggunakan pelarut organik (metanol, etanol, asam asetat, kelompok amina dengan atom C yang rendah dan lain-lain) sebagai media reaksi. Menurut Bahar (1983), proses organosolv didasarkan pada perbedaan kelarutan komponen kimia bahan baku pulp, dimana lignin dan ekstrakstif larut dalam pelarut organik, karbohidrat dengan bobot molekul rendah dapat larut dalam air sedangkan selulosa tidak larut dalam kedua larutan tersebut. Delignifikasi pada proses organosolv disebabkan oleh terputusnya ikatan eter, yaitu –aril eter ( -O-4) dan aril gliserol- -aril eter ( -O-4) dalam molekul lignin (Sundquist, 1999).
Pelarut organik yang biasa digunakan pada proses organosolv antara lain dioxana, amonia-keton, fenol, dimetil sulfida, n-butana, alkali metanol (organocell), asam asetat (acetocell) dan etanol (alcell). Penggunaan pelarut organik dimaksudkan untuk mengurangi tegangan permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke dalam serpih dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam kayu ke dalam larutan pemasak (Marton dan Granzow, 1982). Disamping itu, penggunaan pelarut organik digunakan agar delignifikasi lebih sempurna dan merata serta untuk mengurangi waktu pemasakan (Bahar, 1983). Proses organosolv memiliki beberapa keuntungan seperti dapat beroperasi secara ekonomis dengan adanya daur ulang larutan pemasak, dampak terhadap lingkungan rendah karena proses ini tidak mengandung sulfur, memberikan produk-produk sampingan karena mudahnya pemisahan lignin sebagai bahan padat dan karbohidrat sebagai bahan gula. Beberapa kelemahan dari proses organosolv ini adalah pencucian pulp tidak dapat menggunakan air, bahan kimia yang bersifat menguap (volatil) sehingga mudah terbakar bila digester mengalami kebocoran, serta tidak cocok untuk proses pulping dengan campuran dari beberapa jenis kayu (Aziz dan Sarkanen, 1989). Proses alcell adalah proses organosolv dengan menggunakan etanol sebagai bahan pemasak dengan kekuatan pulp kayu daun lebar sama dengan proses kraft. Suhu pemasakan yang paling efektif untuk delignifikasi proses alcell berkisar pada selang antara 135-175°C. Suhu pemasakan yang lebih tinggi cenderung untuk menghasilkan penghancuran fraksi polisakarida secara total (Sarkanen et al., 1980). Sherrard (1991), menyatakan bahwa proses alcell dengan campuran alkohol (etanol) dan air memiliki viskositas yang rendah pada suhu proses dan cepat menembus pada seluruh serpih kayu. Lindi hitam proses organosolv mengandung lignin dan gula-gula hemiselulosa dengan komponen paling banyak, diikuti oleh alkohol, furfural serta campuran fenol dengan bobot molekul rendah.
Berbeda dengan delignifikasi konvensional, pulp organosolv tidak mudah dicuci dengan air karena cenderung akan kembali mengendapkan lignin yang terlarut pada serat-serat. Untuk mencuci pulp organosolv diperlukan jenis pelarut yang lebih kuat untuk melarutkan lignin, diantaranya dapat menggunakan aseton, tetrahidrofuran (THF), dimetilsulfoksida (DMSO) atau 3-5% alkali panas ( Paszner dan Cho, 1989). Aseton (CH3COCH3) merupakan keton bertitik didih 56°C. Kelarutan aseton dalam air baik, yaitu dapat bercampur sempurna pada semua perbandingan sebab rantai karbonnya relatif pendek (Wilbraham dan Matta, 1992). Katalisator telah lama diketahui sangat penting dalam proses delignifikasi. Fungsi katalis dalam hal ini selain berfungsi untuk mempercepat proses delignifikasi, juga berfungsi untuk mengembangkan struktur kayu sehingga memudahkan penetrasi larutan pemasak kedalam serpih dan penggunaan suhu pemasakan yang lebih rendah karena selama ini proses pulping organosolv dalam kondisi netral berlangsung pada suhu yang tinggi (175-210°C) untuk mencapai proses delignifikasi. Berdasarkan katalis yang digunakan organosolv terdapat dua jenis proses, yaitu proses organosolv asam (menggunakan katalis H2SO4 dan HCl) dan proses organosolv basa yang umumnya menggunakan NaOH atau Na2S. Katalis basa ini dapat digunakan pada suhu dan tekanan rendah maupun tinggi. Delignifikasi dengan alkali menyebabkan pecahnya ikatan eter antara unit-unit fenil propana, menurunkan bobot molekul dan menghasilkan gugus hidroksil fenol bebas. Reaksi yang terjadi akan menaikkan hidrofilitas lignin sehingga mudah larut. Alkali tidak mampu melarutkan selulosa alam, hanya sebagian selulosa yang terdepolimerisasi dengan derajat polimerisasi rendah dapat larut dalam alkali (Achmadi, 1990). Menurut Marton dan Granzow (1982),
penggunaan
etanol-air
dengan
penambahan
basa
akan
mentransformasi sodium hidroksida ke dalam basa polisakarida dengan menyerap ion hidroksil. Penambahan basa akan menyebabkan tingginya konsentrasi ion hidroksil dalam larutan pemasak sehingga mempercepat pemutusan pada ikatan intra molekul lignin saat ekstraksi dan mempercepat delignifikasi.
Pada Gambar 5, selama berlangsungnya proses pemasakan dalam digester yang berisi larutan soda api (NaOH), polimer lignin akan terdegradasi dan kemudian larut dalam larutan pemasak. Larutnya lignin ini disebabkan oleh terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil (Gilligan, 1974). Menurut Murdiyatmo dalam Darnoko et al. (1995), mengatakan bahwa alkali (NaOH) selain dapat melarutkan lignin juga dapat melarutkan hemiselulosa. CH3O
CH3O
C C C
OH
+
OH
O
C
C
C
+ H2O
Gambar 5. Reaksi lignin dengan gugus hidroksil dari NaOH pada proses delignifikasi Menurut penelitian Rostika et al. (1994), penggunaan pelarut alkohol dengan
katalis
NaOH
mampu
meningkatkan
rendemen
pemasakan,
menurunkan bilangan kappa serta efesiensi waktu dan energi pemasakan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pelarutan lignin yang cepat dan retensi karbohidrat yang tinggi.
D. ISOLASI LIGNIN Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang larut. Menurut Achmadi (1990), sifat-sifat lignin yang disebabkan oleh struktur molekul dan letaknya dalam dinding sel menyebabkan isolasi lignin dalam bentuk tak berubah, belum dapat dilakukan. Semua metode isolasi menunjukkan kekurangan, baik secara mendasar mengubah struktur lignin asli maupun melepaskan bagian lignin yang nisbi tak berubah. Metode isolasi lignin terbagi dalam dua kelompok, yaitu: • Metode yang menghasilkan lignin sebagai sisa (residu). • Metode yang melarutkan lignin, baik dengan ekstraksi pelarut atau membentuk turunan yang larut.
Metode isolasi yang pertama sering dinamakan lignin asam (lignin Klason) yang diperoleh setelah penghilangan polisakarida dari kayu yang diekstraksi (bebas damar) dengan hidrolisis H2SO4 68-78% (biasanya 72%). Asam-asam lain (seperti HCl) dapat digunakan juga untuk hidrolisis, tetapi metodenya mempunyai kekurangan yang serius, yaitu struktur lignin berubah secara intensif selama hidrolisis. Semua pemisahan lignin dengan metode asam ini selalu mengakibatkan kondensasi lignin dan masuknya unsur S atau Cl. Polisakarida dapat dihilangkan dengan enzim-enzim dari bubuk kayu yang digiling halus. Metodanya lebih rumit, tetapi lignin enzim selulotik (CEL) yang dihasilkan pada dasarnya tetap mempertahankan struktur aslinya tanpa perubahan. Lignin juga dapat dihidrolisis dengan dioksana yang mengandung air dan asam klorida tetapi terjadi perubahan struktur yang cukup besar (Sjostrom, 1995). Berbagai teknik isolasi telah dipelajari, tetapi pada prinsipnya sama yaitu diawali dengan proses pengendapan padatan. Menurut Sjostrom (1995), isolasi lignin dibedakan pada tiga metode yaitu isolasi dengan pengasaman yang menggunakan pereaksi anorganik seperti H2SO4 pekat atau HCl pekat, isolasi dengan metode Cellulolytic Enzyme Lignins (CEL), dan Milled Wood Lignin (MWL). Isolasi lignin pada berbagai serat umumnya tidak menghasilkan lignin murni karena di dalam kandungan lignin masih terdapat lignoselulosa lainnya seperti hemiselulosa. Adanya unit kompleks dari ikatan lignin dengan hemiselulosa menyebabkan isolasi lignin mengalami kesulitan untuk mendapatkan rendemen lignin murni. Menurut Rostika et al. (2002), untuk mendapatkan lignin yang murni dan kandungan zat anorganik yang lebih sedikit diperlukan kondisi optimum pada saat pengasaman dan pemisahan lignin. Kurang lebih setengah dari bahan organik yang terdapat di dalam larutan sisa pemasak pulp kertas adalah lignin dan sisanya terdiri dari asam karboksilik yang terbentuk sebagai hasil degradasi karbohidrat kayu. Beberapa cara untuk memisahkan lignin dari bahan baku digunakan pereaksi anorganik yaitu H2SO4 pekat dan HCl pekat dengan tujuan untuk mendestruksi
karbohidrat (Sugesty, 1991). Menurut Setiawan (2001), isolasi lignin merupakan tahap pemisahan lignin. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti pengasaman dan presipitasi dengan gas buang atau CO2, pengasaman dan presipitasi dengan limbah asam, ultrafiltrasi, penukaran ion, elektrodialisa, koagulasi dengan bahan kimia dan flokulasi dengan pemanasan. Menurut Sjostrom (1995), isolasi yang dilakukan pada pH rendah akan dihasilkan rendemen yang lebih tinggi, karena reaksi polimerisasi yang terjadi pada pH yang lebih rendah berlangsung lebih sempurna sehingga semakin banyak unit penyusun lignin yang semula larut mengalami polimerisasi lagi dan membentuk polimer lignin. Reaksi kondensasi akan meningkat dengan meningkatnya keasaman. Proses isolasi dengan metode pengasaman banyak digunakan untuk mendapatkan lignin dengan kemurnian tinggi. Urutan prosesnya adalah sebagai berikut : • Pengendapan lignin dengan asam sulfat. • Pelarutan endapan lignin dengan menggunakan NaOH. • Pengendapan lagi dengan menggunakan asam sulfat. • Pencucian dengan air. • Pengeringan padatan lignin. Lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya. Adanya
ikatan
lignin-karbohidrat
memungkinkan terjadinya degradasi
senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah (Kim et al., 1987).
E. KARAKTERISASI GUGUS FUNGSI Spektrofotometer inframerah merupakan salah satu teknik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun senyawa anorganik. Analisa ini merupakan metode semi empirik dimana kombinasi pita serapan yang khas dapat diperoleh untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat pada suatu
bahan (Sutiani, 1997). Menurut Mohsenin (1984), infra merah merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang diatas daerah sinar tampak yaitu pada 700-3000 m. Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah inframerah. Vibrasi ini dapat dideteksi dan diukur pada spektrum inframerah bila vibrasinya menghasilkan perubahan momen dipol. Daerah inframerah dibagi dalam daerah dekat (12800-4000 cm-1), daerah sedang (4000-200 cm-1), dan daerah jauh (200-10 cm-1). Radiasi inframerah yang penting dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi dan paling banyak digunakan untuk keperluan praktis adalah daerah inframerah sedang yaitu dengan bilangan gelombang antara 4000-650 cm-1. Spektrum-spektrum dari sebagian besar polimer komersial telah dicatat, karena itu indentifikasi kualitatif zat-zat yang belum diketahui seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan (Khopkar, 2002). Menurut Pecsok et al. (1976), untuk menghitung intensitas pita serapan pada peak maksimum dapat menggunakan perhitungan:
a
=
Absorbansi X bobot molekul mg/ml sampel X cell path (cm)
Spektrum inframerah merupakan sifat khas senyawa-senyawa yang strukturnya sudah diketahui secara pasti, terdapat sejumlah ketidaktentuan bila menginterprestasikan spektra inframerah lignin. Hal ini terutama disebabkan karena terdapatnya variasi yang besar dalam struktur dan komposisi lignin, tergantung pada asal sampel dan prosedur isolasi khusus. Faktor yang kedua adalah adanya variasi yang disebabkan oleh teknik pengukuran lignin yang berbeda dalam pelarut yang sesuai dalam bentuk film atau dalam bentuk penggunaan yang paling sering yaitu pellet KBr (Hergert, 1971).
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dari industri pengolahan minyak kelapa sawit PT Condong, Garut - Jawa Barat, sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk isolasi dan analisis, yaitu etanol/alkohol, aseton teknis, benzen, NaOH, NaCl, H2SO4, HCl, indikator phenolpthalin, kertas pH dan air suling/aquades.
2. Alat Peralatan yang digunakan untuk persiapan bahan antara lain golok, loyang besar untuk mengeringkan bahan, alat penggiling (willey mill) dan alat penyaring (vibro type merek RETSCH) ukuran 0,710 – 0,500 mm. Peralatan yang digunakan untuk isolasi dan analisa produk diantaranya oven suhu 103°C ± 2°C, tanur suhu 400-600°C, penangas air, kompor listrik, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, desikator, kaca arloji, erlenmeyer, pipet tetes dan pipet volumetrik, alat soxhlet apparatus, labu ekstrak 1.000 ml, pendingin tegak, heating mantle, digester, termometer, buret, batu didih, kertas saring Whatman No.42, kertas saring tidak berabu, gelas ukur, gelas piala, labu takar, mortar, pH meter, corong, sentrifuse, saringan nylon 20 µm, saringan vakum, rotary evaporator, spatula kaca, sudip dan spektrofotometer FT-IR.
B. TATA LAKSANA PENELITIAN 1. Persiapan Bahan Tahap penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan serat (fibrous form) dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang dihasilkan oleh industri minyak kelapa sawit. Untuk mendapatkan serat, TKKS dibersihkan dari sisa
kulit buah sawit kemudian diuraikan menjadi bentuk serat dan dikeringkan di udara terbuka (sinar matahari) selama satu minggu. Serat TKKS yang telah kering dipotong sehingga berukuran panjang ± 30 mm kemudian digiling memakai mesin penggiling (willey mill) kemudian dipisahkan antara serat panjang, pendek, dan debu yang menempel dengan menggunakan alat penyaring (vibro type) berdiameter 0,710 mm – 0,500 mm. Serat yang didapat dalam bentuk serpih-serpih TKKS, terlebih dahulu dianalisa sifat kimianya (persen berat kering, w/w) yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar
-selulosa, kadar lignin, kadar sari (ekstraktif),
kelarutan dalam larutan NaOH 1 persen, kelarutan dalam air dingin dan air panas. Analisa tersebut dilakukan berdasarkan SNI, standar TAPPI dan standar-standar lainnya seperti pada Lampiran 2.
2. Penelitian Utama Pada penelitian utama ini dilakukan isolasi lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) mengacu pada metode isolasi Sun et al. (1999). Tahapan ini dimulai dengan pembuatan lindi hitam (black liquor) serpih TKKS terlebih dahulu, kemudian dari lindi hitam serpih TKKS tersebut diisolasi ligninnya dengan pengkajian untuk mengetahui pengaruh perbedaan penambahan konsentrasi basa (NaOH) yang digunakan sebagai katalis pada saat delignifikasi serpih TKKS menjadi lindi hitam dan variasi konsentrasi asam sulfat yang digunakan saat pengendapan lignin dari lindi hitam.
a. Pembuatan serpih TKKS bebas zat ekstraktif Sejumlah serpih TKKS terlebih dahulu
dibersihkan dan
dikeringkan. Pengeringan serpih dilakukan di dalam oven pada suhu 60oC selama 16 jam. Serpih yang telah dikeringkan diekstraksi dengan menggunakan benzen:etanol (2:1, v/v) selama 6 jam pada soxhlet apparatus kemudian serpih TKKS tersebut dikeringkan kembali di dalam
oven selama 16 jam pada suhu 60oC. Residu hasil pengeringan oven tersebut diekstraksi kembali dengan menggunakan etanol teknis 95% selama 4 jam pada soxhlet apparatus kemudian dengan air pada suhu 100oC selama 2 jam sehingga didapatkan serpih TKKS yang bebas zat ekstraktif.
b. Delignifikasi serpih TKKS Serpih TKKS yang bebas zat ekstraktif dilakukan pemasakan di dalam digester untuk mendapatkan lindi hitam (black liquor) TKKS. Serpih TKKS, larutan pemasak dan bahan kimia yang telah ditetapkan komposisinya dimasukkan kedalam digester. Pemasakan ini dilakukan dua tahap, yaitu pemasakan dari suhu kamar sampai suhu maksimum (waktu reaksi) dan pemasakan yang dipertahankan pada suhu maksimum (waktu pada suhu maksimum) selama waktu tertentu. Kondisi delignifikasi serpih TKKS terdiri dari : • berat kering serpih (BKS) TKKS : 250 gram • larutan pemasak
: 10:1 (v/b) terhadap BKS
• komposisi larutan pemasak
: etanol teknis 95% : air (1:1)
• katalis (NaOH)
: 0%, 5%, 10%, 15% terhadap BKS
• suhu maksimum
: 170oC
• waktu reaksi
: 1,5 jam
• waktu pada suhu maksimum
: 1 jam
Hasil delignifikasi terdiri atas dua bagian yaitu lindi hitam dan serpih (pulp) yang agak lunak. Serpih yang dihasilkan dicuci dengan aseton teknis, kemudian dengan air dan sisa cairan pencucian ditambahkan pada lindi hitam tersebut. Lindi hitam disaring dengan menggunakan kain nylon 20 µm untuk memisahkan bahan terlarut dalam lindi hitam (filtrat) dan tidak terlarut (residu) kemudian dianalisa pH dan kadar padatan total lindi hitam seperti pada Lampiran 3.
c. Isolasi lignin dari lindi hitam TKKS Isolasi lignin yang dilakukan mengacu pada metode isolasi yang dikembangkan Kim et al. (1987). Sebanyak 500 ml lindi hitam yang telah disaring (filtrat) diendapkan ligninnya dengan cara titrasi oleh asam (H2SO4) dengan konsentrasi 5, 20 dan 35% (persen v/v). Titrasi dilakukan secara perlahan-lahan (± 1 ml per menit) sampai pH 2, kemudian didiamkan minimal selama 8 jam agar pengendapan sempurna. Endapan lignin dipisahkan dari lindi hitam yang telah diasamkan dengan menggunakan alat sentrifuse (4500 rpm, 20 menit). Untuk meningkatkan kemurnian lignin, endapan lignin tersebut dilarutkan kembali kedalam larutan alkali yaitu NaOH 1 N, kemudian larutan lignin diendapkan kembali dengan cara titrasi menggunakan asam (H2SO4) seperti proses pengendapan pertama. Endapan lignin dipisahkan kembali dari larutannya dengan menggunakan alat sentrifuse, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.42 sehingga dihasilkan larutan lignin dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selanjutnya endapan dicuci menggunakan H2SO4 0,01 N, dilanjutkan pencucian dengan aquades dan disaring menggunakan penyaring vakum. Endapan yang telah dicuci dikeringkan dalam oven (50-60oC) selama 24 jam sehingga dihasilkan lignin berbentuk serbuk/tepung. Untuk menghindari masih banyaknya kandungan lignin di dalam serpih lunak (pulp TKKS), maka pulp tersebut didelignifikasi kembali dengan menggunakan larutan NaOH 10% pada suhu 20oC selama 16 jam kemudian disaring. Filtrat yang didapatkan diisolasi dengan metode yang sama. Diagram alir proses isolasi lignin dari serpih tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dilihat pada Gambar 6.
3. Karakterisasi Isolat Lignin Karakterisasi isolat lignin meliputi rendemen, kadar lignin, keasaman lignin (pH), kadar metoksil, bobot molekul dan analisa isolat lignin dengan spektrofotometer FT-IR. Prosedur karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
TKKS
Dipotong-potong, dibersihkan, pengeringan sinar matahari, penggilingan, pemisahan (saringan 0,710-0,500 mm)
Serat TKKS
Analisa komposisi kimia serat TKKS Pengeringan oven (60°C, 16 jam)
Ekstraksi dengan benzen : etanol 95% (2:1, v/v) selama 6 jam
Pengeringan oven (60°C, 16 jam)
Ekstraksi dengan etanol 95% (4 jam), kemudian dengan air (100°C, 2 jam )
Serat TKKS bebas ekstraktif
Pemasakan organosolv serat TKKS pada digester dengan penambahan NaOH (0;5;10;15%) selama 2,5 jam, 170°C
Lindi hitam (lignin terlarut)
Serat TKKS hasil delignifikasi
Penyaringan dengan kain nylon 20 µm
Pencucian serat dengan aseton teknis dan air
Lindi hitam TKKS tahap I
Cairan sisa pencucian
A
Gambar 6. Diagram alir proses isolasi lignin dari serpih TKKS
B
A
Ditritasi sampai pH=2 dengan H2SO4 (5; 20; 35 % v/v), diamkan ± 8 jam
Sentrifuse 4500 rpm,20 mnt
Filtrat
Endapan lignin (residu)
Dilarutkan dengan NaOH 1 N ± 100 ml
Ditritasi sampai pH=2 dengan H2SO4 (5; 20; 35 % v/v), diamkan ± 8 jam
Sentrifuse 4500 rpm,20 mnt
Filtrat
Endapan lignin (residu)
Dicuci dengan H2SO4 0,01 N Saring vacuum
Filtrat
Dicuci dengan aquades
Saring vacuum
Filtrat
Padatan lignin
Pengeringan oven 50-60ºC, 24 jam
Tepung lignin
Gambar 6. Diagram alir proses isolasi lignin dari serpih TKKS (Lanjutan)
B
Serat TKKS hasil delignifikasi
Residu (selulosa)
delignifikasi dengan larutan NaOH 10% (20ºC, 16 jam)
Lindi hitam TKKS tahap II
Isolasi lignin
Hemiselulosa
Lignin
Gambar 6. Diagram alir proses isolasi lignin dari serpih TKKS (Lanjutan)
4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dua faktor (faktorial RAL). Faktor yang dikaji yaitu empat taraf penambahan katalis basa (NaOH) pada saat delignifikasi organosolv (A) yaitu NaOH=0% (A1), NaOH=5% (A2), NaOH=10% (A3) dan NaOH=15% (A4), serta tiga taraf konsentrasi H2SO4 pada pengendapan lignin (B) yaitu H2SO4=5% (B1), H2SO4=20% (B2) dan H2SO4=35% (B3). Model matematika rancangan percobaan penelitian utama adalah sebagai berikut:
Yijk =
+ Ai + Bj + ABij +
k(ij)
dimana : Yijk
= variabel respon dari hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor konsentrasi NaOH dan taraf ke-j faktor konsentrasi H2SO4
µ
= nilai tengah populasi
Ai
= efek taraf ke-i faktor konsentrasi NaOH (i = 1,2,3,4)
Bj
= efek taraf ke-j faktor konsentrasi H2SO4 (j = 1,2,3)
ABij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor NaOH dan taraf ke-j faktor konsentrasi H2SO4 k(ij)
= galat percobaan dari faktor NaOH ke-i dan konsentrasi H2SO4 ke-j
Untuk melihat pengaruh kombinasi perlakuan penambahan katalis basa (NaOH) dan konsentrasi H2SO4 yang digunakan pada isolasi lignin terhadap karakteristik isolat lignin dilakukan analisis keragaman dari data hasil penelitian dengan kriteria sebagai berikut: apabila (Pr > F) <
berarti
pengaruh faktor terhadap respon yang diuji nyata atau sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% begitu sebaliknya. Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata akan dilakukan uji beda nyata Duncan untuk melihat pengaruh tiap perlakuan terhadap respon yang diamati (Mattjik,2002).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) Tandan
kosong
kelapa
sawit
(TKKS)
merupakan
bahan
berlignoselulosa yang dihasilkan dari industri pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO). Hasil analisa komponen kimia TKKS yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia tandan kosong kelapa sawit hasil penelitian Komponen Kimia Kadar air Kadar Lignin Kadar sari Kadar -selulosa Kadar abu Kelarutan dalam: 1% NaOH Air dingin Air panas
Hasil Penelitian Analisa Awal TKKS (dalam %) 8,20 22,12 7,25 62,46 7,12 37,91 24,05 18,58
Berdasarkan analisa komponen kimia TKKS, terlihat bahwa kandungan lignin, sari (ekstrak alkohol-benzena), abu dan -selulosa TKKS cukup tinggi. Demikian juga persentase kelarutan TKKS dalam 1% NaOH, air dingin dan air panas cukup tinggi. Kelarutan tersebut menunjukkan banyaknya komponen terlarut yang meliputi senyawa anorganik dan organik, antara lain karbohidrat yang mempunyai berat molekul rendah, tanin, kinon, zat warna dan sebagian lignin (SNI, 1990). Kadar lignin dengan persentase 22,12% di dalam TKKS menjadikannya alternatif sumber lignin alami non kayu yang memiliki potensi besar. -selulosa merupakan bagian selulosa yang mempunyai berat molekul tinggi yang merupakan bagian yang tinggal setelah bagian selulosa lainnya larut pada perlakuan dengan NaOH 8,3% dan pelarutan setelah terjadi
pengembangan dengan NaOH 17,5% serta bagian hemiselulosa yang terdeteksi sebagai selulosa (SNI, 1989). Kandungan -selulosa hasil penelitian yang cukup tinggi ini, yaitu sekitar 62,46% menunjukkan bahwa di dalam TKKS komponen selulosa adalah komponen utama dan terbesar sehingga TKKS berpotensi besar sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan pulp dan kertas. Begitu pula dengan kandungan abu yang cukup tinggi (7,12%) di dalam TKKS menunjukkan banyaknya kandungan bahan anorganik lainnya selain selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Irawadi (1991), tandan kosong kelapa sawit, seperti pada kayu ataupun tanaman lainnya, selain mengandung unsur kimiawi selulosa, lignin dan hemiselulosa, juga terdapat lemak (5,35%) dan protein (4,45%). Analisa kadar sari menunjukkan banyaknya sari atau zat ekstraktif yaitu zat yang tidak termasuk dalam komponen dinding sel, fraksi ekstraktif ini umumnya berkisar antara 3-10% dari zat kayu dimana meliputi karbohidrat berat molekul rendah, terpena, asam aromatik dan asam alifatik, alkohol, tanin, protein serta alkaloid (Janes, 1969 dalam Judoamidjojo et al., 1989). Tingginya kadar sari (7,25%) di dalam TKKS ini diduga disebabkan oleh masih banyaknya kandungan minyak dan komponen ekstraktif lainnya dalam TKKS. Kadar sari yang cukup tinggi ini, akan menyebabkan bertambahnya konsumsi bahan kimia pemasak selama proses pemasakan (delignifikasi) dan menghambat pembukaan noktah serat sehingga mengurangi penetrasi larutan pemasak ke dalam serpih serta lignin tidak larut dalam larutan pemasak.
B. DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) Delignifikasi
lignoselulosa
memiliki
banyak
hambatan
yang
disebabkan adanya struktur kristalin selulosa yang bersifat sangat rigid (kaku) dan adanya asosiasi yang kuat antara selulosa dan molekul lignin serta hemiselulosa. Oleh karena itu diperlukan perlakuan pendahuluan untuk mengurangi hambatan tersebut. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini berdasar pada penelitian Sun et al. (1999), yaitu perlakuan fisik dengan cara pemotongan dan penggilingan bahan baku serat TKKS menjadi berukuran 0,710 – 0,500 mm. Perlakuan pendahuluan tersebut dilakukan untuk
memperkecil ukuran bahan dan memperluas permukaan bahan sehingga penetrasi larutan pemasak kedalam serpih lebih cepat. Selain itu, perlakuan pengecilan ukuran diduga akan menyebabkan terputusnya rantai polimer yang panjang menjadi rantai polimer yang lebih pendek sehingga meningkatkan daerah amorf selulosa dengan lignin, dan lignin dapat dengan mudah dipisahkan dari ikatan rigid selulosa. Gambar 7 menunjukkan serat TKKS yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini dan Gambar 8 menunjukkan serat TKKS hasil perlakuan fisika menjadi bentuk serpih-serpih TKKS.
Gambar 6. Serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Gambar 7. Serpih tandan kosong kelapa sawit (ukuran 0,710 – 0,500 mm)
Metoda delignifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah proses pulping organosolv. Sebelum dilakukan proses delignifikasi, serpih TKKS dihilangkan terlebih dahulu ekstraktifnya dengan cara ekstraksi menggunakan larutan benzen-etanol (2:1, v/v). Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses
penetrasi larutan pemasak ke dalam serpih TKKS dan untuk mencegah pembentukkan hasil-hasil kondensasi dengan lignin selama proses isolasi. Pada penelitian ini, delignifikasi proses organosolv (delignifikasi tahap I) ditambahkan katalis basa yaitu dengan cara penambahan NaOH pada berbagai konsentrasi ke dalam larutan pemasak. Pemilihan penggunaan basa (NaOH) pada larutan pemasak ini, dikarenakan sama halnya dengan proses pulping soda. Sebagaimana dikatakan oleh Casey (1952), proses soda merupakan proses kimia alkalis yang berpotensi untuk dikembangkan dalam pembuatan pulp bahan baku non kayu. Tandan kosong kelapa sawit (TTKS) yang digunakan sebagai bahan baku dalam delignifikasi ini merupakan bahan non kayu. Selain itu, pemilihan penggunaan katalis basa ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Rofiah (1993) yang menyatakan bahwa rendemen pulp proses organosolv katalis basa (78,69%) lebih besar daripada proses organosolv katalis asam (47,35%). Hal tersebut dikarenakan pada proses organosolv katalis asam, komponen non lignin banyak terdegradasi akibat kondisi asam dan terjadinya kondensasi asam di dalam pulp akan menyebabkan lignin menempel kembali pada permukaan serat sehingga bobot molekul lignin bertambah besar dan lignin tidak larut dalam larutan pemasak. Delignifikasi TKKS tahap I menghasilkan serpih TKKS yang lunak (pulp TKKS) dan lindi hitam (black liquor) sebagai sisa larutan pemasak dan lindi hitam hasil pencucian pulp TKKS. Pada penelitian ini pulp TKKS didelignifikasi kembali (delignifikasi tahap II), hal tersebut bertujuan untuk mengisolasi lignin yang masih terkandung pada serpih TKKS, karena pada saat delignifikasi tahap I masih banyak lignin yang tidak terlarut dalam larutan pemasak dan menempel kembali pada serpih TKKS. Pada proses delignifikas tahap II ini menggunakan larutan NaOH 10% pada suhu 20°C selama 16 jam (Sun et al., 1999), kemudian lindi hitam yang dihasilkan dilakukan pengasaman sama halnya pada pengasaman lindi hitam delignifikasi tahap I. Karakteristik lindi hitam TKKS delignifikasi tahap I dan II yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4, Gambar 9 dan Gambar 10.
Tabel 4. Karakteristik lindi hitam tahap delignifikasi I dan II pada berbagai konsentrasi penambahan NaOH Karakteristik pH lindi hitam tahap I Padatan total tahap I (%) Warna lindi hitam tahap I pH lindi hitam tahap II Padatan total tahap II (%) Warna lindi hitam tahap II
NaOH 0% 4,45 2,65 Coklat kehitaman 13,53 2,11 Coklat kehitaman
NaOH 5% 5,2 4,93 Coklat kehitaman 13,60 11,19 Coklat kehitaman
NaOH 10% 10,4 5,46
NaOH 15% 10,7 5,76
Hitam
Hitam
13,63 11,40 Coklat kehitaman
13,55 13,23 Coklat kehitaman
Gambar 9. Lindi hitam (black liquor) TKKS delignifikasi tahap I
Gambar 10. Lindi hitam (black liquor) TKKS delignifikasi tahap II
pH lindi hitam tahap I ada yang bersifat asam dan bersifat basa, hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan katalis basa (NaOH) kedalam larutan pemasak, sehingga semakin banyak katalis basa (NaOH) yang ditambahkan pada larutan pemasak akan menyebabkan semakin banyak ion OH¯ yang ada dalam larutan pemasak sehingga pH lindi hitam tahap I semakin basa. pH lindi hitam delignifikasi tahap II umumnya basa (pH=13), hal tersebut dikarenakan pelarut yang digunakan sama pada semua perlakuan untuk melarutkan pulp TKKS yaitu larutan NaOH 10%.
Padatan total di dalam lindi hitam menunjukkan banyaknya kandungan senyawa organik dan senyawa anorganik yang terlarut di dalam lindi hitam (Damat, 1989). Semakin tinggi kadar padatan total suatu lindi hitam maka semakin tinggi pula zat organik dan anorganik yang terkandung di dalam lindi hitam. Senyawa organik dan senyawa anorganik tersebut antara lain berupa zat ekstraktif, hemiselulosa dan lignin yang terdegradasi serta selulosa dengan bobot molekul rendah. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa seiring dengan semakin tinggi konsentrasi NaOH yang ditambahkan sebagai katalis kedalam larutan pemasak maka semakin tinggi kadar padatan totalnya. Kadar padatan total tertinggi dimiliki oleh lindi hitam tahap I dengan penambahan katalis (NaOH) 15% yaitu sekitar 5,76%, sedangkan kadar padatan total tertinggi pada delignifikasi tahap II yaitu lindi hitam dengan penambahan katalis (NaOH) 15% yaitu sekitar 13,23%. Kadar padatan total tinggi seperti halnya pada kadar padatan total delignifikasi tahap II, tidak selalu menunjukkan bahwa kandungan terbesar didalam lindi hitam tersebut adalah lignin, tetapi mungkin komponen non lignin lainnya seperti selulosa yang terdegradasi, senyawa anorganik ataupun pelarutan hemiselulosa yang berlebihan. Hal tersebut diduga karena semakin tinggi konsentrasi NaOH yang ditambahkan kedalam larutan pemasak, maka ion OH¯ banyak dikonsumsi oleh gugus asetil dari serpih kayu selama pemasakan, sehingga ion OH¯ tidak hanya melarutkan lignin tetapi melarutan komponen non lignin lainnya. Selain itu, jika pH lindi hitam bersifat asam maka lignin yang telah terdegradasi selama pemasakan akan mengalami kondensasi sehingga lignin akan menempel (melapisi) kembali pada permukaan serpih-serpih TKKS (pulp) yang dihasilkan dan mengakibatkan kadar padatan total lindi hitam kecil karena tidak banyak zat organik yang terlarut. Menurut Schroeter (1991), pada susanan asam reaksi kondensasi lignin dapat secara langsung terjadi dalam proses delignifikasi. Lindi hitam yang dihasilkan pada penelitian ini berbau menyengat, hal tersebut diduga karena masih banyaknya etanol di dalam lindi hitam. Selain itu menurut Gilligan (1974), bau tidak sedap pada lindi hitam dapat disebabkan
oleh senyawa kimia seperti metil merkaptan, dimetil sulfida dan dimetil disulfida; terdegradasinya asam lemak menjadi asam-asam lemak berantai pendek seperti asam butirat, senyawa hasil degradasi karbohidrat, serta terbentuknya asam format dan asam asetat. Warna lindi hitam tahap I dan II pada masing-masing penambahan katalis berbeda. Warna lindi hitam pada penelitian ini umumnya coklat kehitaman, hal tersebut dapat disebabkan adanya bahan-bahan organik dan bahan anorganik yang terbentuk selama berlangsungnya pemasakan bahan baku, kemudian terlarut maupun tersuspensi dalam larutan pemasak.
C. ISOLASI LIGNIN Rendemen dipengaruhi oleh ion H+ yang terdapat pada larutan asam yang digunakan. Larutan asam yang memiliki banyak ion H+ memberikan rendemen lignin paling tinggi walaupun nilainya tidak berbeda nyata. Asam fosfat memiliki tiga ion H+ diikuti oleh asam sulfat (dua ion H+), asam klorida dan asam nitrat memiliki satu ion H+. Oleh karena itu, asam yang paling baik untuk isolasi lignin adalah asam fosfat (Ibrahim dan Chuah, 2003). Menurut Nurhayati (1993), penggunaan jenis asam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen dan sifat ligninnya. Menurut Damat (1989), lignin hasil isolasi dengan menggunakan asam sulfat tidak berbeda dengan lignin hasil isolasi dengan menggunakan asam klorida, kecuali daya absorbsi air. Menurut Kim et al. (1987) penggunaan H2SO4 dalam isolasi lignin lebih baik dibandingkan menggunakan HCl karena lignin yang dihasilkan mengandung kation logam seperti Na yang lebih rendah dibandingkan isolasi dengan menggunakan HCl. Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk mengisolasi lignin dari lindi hitam TKKS digunakan asam sulfat karena secara ekonomis lebih murah. Konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk isolasi lignin dari lindi hitam TKKS yaitu 5, 20 dan 35% (v/v) sampai pH larutannya mencapai 2. Berdasarkan perlakuan pendahuluan yang dilakukan oleh Syahmani (2000) dan Sun (1999ab), pH isolasi lignin TKKS terbaik dilakukan pada pH
mencapai 2, karena pada kondisi tersebut lignin yang terlarut dalam larutan mengalami repolimerisasi sehingga banyak lignin mengendap dalam larutan. Pemilihan rentang konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada pengasaman lindi hitam TKKS ini berdasarkan penelitian Ibrahim dan Chuah (2003), yang menyatakan bahwa kondisi isolasi lignin dari TKKS (non kayu) berada pada konsentrasi asam sulfat 20%, sedangkan menurut penelitian Lin (1992), konsentrasi asam yang digunakan sebaiknya diantara 5-20% untuk mencegah proses pengasaman sebagian. Untuk melihat konsentrasi asam sulfat yang lebih rendah dan lebih tinggi dari 20% terhadap kinerja isolasi lignin TKKS maka dipilih kondisi isolasi asam sulfat 5, 20 dan 35%. Lignin hasil isolasi dari lindi hitam serpih TKKS tahap I dan II berbentuk tepung lignin, berwarna coklat kehitaman dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
Gambar 11. Tepung lignin TKKS hasil delignifikasi tahap I
Gambar 12. Tepung lignin TKKS hasil delignifikasi tahap II
D. KARAKTERISTIK ISOLAT LIGNIN 1. Rendemen Lignin Rendemen lignin yang dihitung pada penelitian ini didasarkan pada berat serpih TKKS yang digunakan pada saat proses delignifikasi tahap I.
Rendemen lignin menunjukkan besarnya jumlah padatan lignin (satuan dalam gram) dalam setiap gram serpih TKKS yang digunakan. Menurut Damat (1989), rendemen lignin sangat dipengaruhi oleh proses pemasakan bahan baku, perbedaan reaksi polimerisasi dan dikarenakan adanya perlakuan tambahan, yaitu penguapan sebagian kandungan airnya. Hasil pengukuran rata-rata rendemen isolat lignin yang dihasilkan dari delignifikasi tahap I berkisar antara 3,18% sampai 19,95% berat kering serpih (49,87 gram/ 500 ml lindi hitam). Rendemen isolat lignin yang dihasilkan pada penelitian ini menghasilkan nilai yang lebih besar daripada rendemen isolat lignin yang dihasilkan dari proses soda yang dilakukan Sun et al. (1999a) dan Ibrahim Chuah (2003), yaitu sebesar 4,30 -7,55 gram/ 500 ml lindi hitam). Hal tersebut menunjukkan bahwa delignifikasi organosolv menghasilkan delignifikasi sempurna dan merata terhadap serat TKKS daripada proses delignifikasi soda. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH), faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap rendemen isolat lignin. Hal tersebut dilihat dari nilai Pr > F yang memiliki nilai yang lebih kecil dari
= 0,05 (Lampiran 5). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa rendemen
isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) berbeda nyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing rendemen isolat ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman lindi hitam, cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada lindi hitam masing-masing perlakuan penambahan NaOH kedalam larutan pemasak organosolv (Lampiran 5). Kombinasi perlakuan faktor penambahan katalis basa (NaOH) dengan faktor konsentrasi asam sulfat yaitu kondisi isolasi lindi hitam penambahan NaOH 10% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2), merupakan kombinasi perlakuan
yang terbaik karena menghasilkan isolat lignin dengan rendemen tertinggi yaitu sebesar 19,95% berat kering serpih. Hasil pengukuran rata-rata analisa rendemen lignin yang dihasilkan dari isolasi lignin proses delignifikasi serat TKKS tahap I dapat dilihat pada Gambar 13.
14,3
10,8
14,5 10,8
3,4
5,0
15,5
19,9
10,0
3,8
9,8
15,0
14,0
12,3
20,0
3,2
Rendemen Lignin (%,b/b)
25,0
0,0 5
20
35
Konsentrasi H 2 SO 4 (%) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 13. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap rendemen isolat lignin delignifikasi tahap I
Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa rendemen isolat lignin cenderung mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan NaOH pada larutan pemasak organosolv dan kenaikan konsentrasi asam sulfat pada proses pengasaman lindi hitam. Adanya peningkatan rendemen isolat lignin pada proses pengasaman menggunakan asam sulfat dengan konsentrasi 5% ke 20%, dikarenakan pada kondisi proses pengasaman yang lebih asam dimana semakin tinggi konsentrasi asam sulfat maka semakin tinggi pula tingkat keasamannya (pH rendah), diduga terjadi reaksi kondensasi yang semakin meningkat pada unit-unit penyusun lignin seperti para-koumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol, yang semula larut akan mengalami repolimerisasi dan membentuk molekul yang lebih besar yaitu polimer lignin. Menurut Achmadi (1990), pada suasana asam lignin cenderung melakukan kondensasi sehingga lignin yang terkondensasi tersebut akan mengendap dan lignin yang terisolasi semakin banyak. Selain itu, seiring meningkatnya penambahan NaOH pada larutan
pemasak organosolv, menyebabkan semakin tinggi padatan total yang mengandung lignin sehingga rendemen isolat lignin yang didapat semakin tinggi pula. Pada proses pengasaman dengan asam sulfat pada konsentrasi 20% ke 35% terjadi penurunan rendemen isolat lignin. Hal tersebut diduga disebabkan pada kondisi pengasaman yang terlalu kuat (jenuh), polimer lignin akan berikatan dengan polimer non lignin sehingga membentuk senyawa lainnya yang terlarut dalam pelarut, ataupun pada saat proses pengasaman lindi hitam terdapat lignin yang tidak terendapkan. Menurut Barsinai dan Wayman (1976), penambahan asam terlalu kuat pada larutan sisa pemasak pulp (lindi hitam) dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida dan dekomposisi komplek lignin-karbohidrat. Selain itu, Ibrahim dan Chuah (2003) menyatakan bahwa lindi hitam TKKS pada kondisi pengasaman dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan rendemen lignin semakin kecil dikarenakan tingkat pengasaman yang tidak merata pada kondisi tersebut. Rendemen isolat lignin umumnya akan mengalami penurunan pada lindi hitam NaOH 15%. Penurunan rendemen isolat lignin diduga disebabkan karena pada saat proses delignifikasi organosolv serpih TKKS dengan penambahan katalis basa yang tinggi (NaOH 15%), selain degradasi lignin diduga terjadi degradasi komponen non lignin lainnya yang berlebihan yang larut dalam larutan pemasak. Menurut Sjostrom (1995), selama berlangsungnya proses delignifikasi tidak hanya lignin yang terpisahkan dari serat-serat selulosa, tetapi juga komponen lainnya seperti polisakarida dan sedikit hemiselulosa. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan perolehan rendemen isolat lignin pada masing-masing perlakuan yaitu adanya penambahan asam sulfat berkonsentrasi tinggi pada lindi hitam yang menyebabkan suhu pada saat proses pengendapan lignin semakin tinggi karena adanya reaksi kimia antara asam sulfat dengan larutannya sehingga lignin mengalami perubahan struktur menjadi senyawa lain. Hal tersebut ditunjukkan pada saat pengendapan lignin, suhu lindi hitam setelah
ditambahkan asam sulfat berkisar antara 60-75°C. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), pada suhu tinggi lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin sehingga lignin yang terendapkan semakin sedikit. Pada proses delignifikasi pulp TKKS, diperoleh rendemen isolat lignin rata-rata lebih tinggi (berkisar antara 5,30% sampai 25,10%) daripada rendemen isolat lignin hasil isolasi dari lindi hitam proses delignifikasi tahap I. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) dengan =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) berpengaruh nyata terhadap rendemen isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II, sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa rendemen isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) berbeda nyata satu sama lainnya, kecuali isolat lignin dari lindi hitam penambahan NaOH 10% dan 15% tidak berbeda nyata (Lampiran 6). Rendemen isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II diduga tidak hanya mengandung lignin murni tetapi banyak mengandung komponen non lignin. Hal tersebut disebabkan pada pulp TKKS hanya tersisa lignin dalam jumlah sedikit dan komponen non lignin dalam jumlah yang banyak karena lignin didalam serpih TKKS telah banyak terisolasi pada proses delignifikasi tahap I, sehingga pada saat delignifikasi dengan larutan NaOH 10% diduga tidak hanya terjadi degradasi lignin, tetapi terjadi degradasi polisakarida dan komponen non lignin lainnya secara terus menerus.
2. Kadar Lignin Kadar lignin menunjukkan kandungan lignin murni dalam tepung lignin. Menurut Damat (1989), kandungan lignin sangat dipengaruhi oleh interaksi antara jenis larutan sisa pemasak dan pH asam yang digunakan. Perbedaan kandungan lignin murni yang terkandung dalam tepung lignin
diduga karena adanya perbedaan kandungan komponen-komponen non lignin. Kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolat masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebih besar. Menurut Kim, et. al. (1987), komponen-komponen non lignin yang terdapat dalam tepung lignin antara lain asam asetat, asam laktat, asam format, ion Cl, ion SO3, ion SO4, Ca, K, Na, Mg dan S. Hasil pengukuran rata-rata kadar isolat lignin murni yang dihasilkan dari delignifikasi tahap I berkisar antara 79,04% - 88,39%. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH), faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar isolat lignin. Hal tersebut dilihat dari nilai Pr > F yang memiliki nilai yang lebih kecil dari
= 0,05 (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa kadar isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) berbeda nyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing kadar isolat ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Kombinasi perlakuan penambahan katalis basa (NaOH) dengan perlakuan konsentrasi asam sulfat yaitu kondisi isolasi lindi hitam penambahan NaOH 10% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2), merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik karena menghasilkan isolat lignin dengan tingkat kemurnian tertinggi yaitu sebesar 88,39%. Hasil pengukuran rata-rata analisa kadar lignin TKKS hasil isolasi pada proses delignifikasi tahap I dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa kandungan lignin dengan tingkat kemurnian tertinggi sebesar 88,39%. Pada kondisi tersebut polimerisasi lignin berjalan sempurna dan kehilangan kemurnian lignin sebesar 11,61% dalam tepung lignin diduga disebabkan selain banyaknya kandungan komponen non lignin di dalam lindi hitam juga masih adanya
lignin yang tidak terendapkan karena banyaknya fraksi lignin dengan
79,0
80,1
84,8
82,5
85,5
88,4
87,7 82,0
83,9
86,0
85,1
90,0 88,0 86,0 84,0 82,0 80,0 78,0 76,0 74,0
80,2
Kadar Lignin (%)
bobot molekul rendah tetap larut dalam larutan.
5
20
35
Konsentrasi H2 SO4 (% ) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 14. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap kadar isolat lignin delignifikasi tahap I
Adanya peningkatan kemurnian isolat lignin dari konsentrasi NaOH 0-10% disebabkan seiring dengan bertambahnya konsentrasi katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak akan menghasilkan lignin yang semakin banyak daripada larutan pemasak organosolv serpih TKKS tanpa penambahan katalis. Hal ini diduga katalis basa (NaOH) yang berfungsi untuk mengembangkan struktur kayu, akan memudahkan penetrasi larutan pemasak kedalam serpih dan pemutusan pada ikatan intra molekul lignin semakin cepat sehingga degradasi lignin semakin tinggi dan terlarut banyak pada lindi hitam. Menurut Damat (1989), penambahan basa (NaOH) pada larutan pemasak akan menyebabkan tingginya konsentrasi ion OH¯ dalam larutan pemasak sehingga mempercepat pemutusan pada ikatan intra molekul lignin saat ekstraksi dan mempercepat delignifikasi. Namun, penambahan
adanya
NaOH
penurunan kemurnian
15%
kedalam
larutan
isolat pemasak,
lignin
pada
disebabkan
penambahan katalis basa tersebut diduga menyebabkan komponen non lignin banyak terdegradasi dan terlarut dalam lindi hitam. Menurut Damat (1989), kandungan lignin yang rendah menunjukkan bahwa lignin isolat
masih mengandung komponen-komponen non lignin dalam jumlah lebih besar. Tingginya komponen non lignin pada tepung lignin menunjukkan bahwa degradasi dan pemisahan polisakarida beserta komponen non lignin lainnya masih kurang sempurna. Pada proses delignifikasi pulp TKKS, kemurnian isolat lignin jauh lebih rendah daripada kemurnian isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap I. Hasil pengukuran rata-rata kadar isolat lignin murni yang dihasilkan dari delignifikasi tahap II berkisar antara 3,23% sampai 55,27%. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada
=0,05
diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH), faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kemurnian isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Pr > F yang memiliki nilai yang lebih kecil dari
= 0,05 (Lampiran 8).
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar isolat lignin hasil delignifikasi parsial akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada masing-masing lindi hitam berbeda nyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing kadar isolat ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Kombinasi perlakuan yang memberikan hasil yang berbeda nyata adalah perlakuan kondisi isolasi lindi hitam tanpa penambahan katalis basa (NaOH 0%) dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A1B2) dan kondisi isolasi lindi hitam penambahan NaOH 5% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 5% (A2B1). Kombinasi perlakuan penambahan katalis basa (NaOH) dengan perlakuan konsentrasi asam sulfat yaitu kondisi isolasi lindi hitam tanpa penambahan katalis basa (NaOH 0%) dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A1B2), merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik karena menghasilkan isolat lignin hasil
proses delignifikasi parsial dengan tingkat kemurnian tertinggi, yaitu sebesar 55,28%. Tingginya tingkat kemurnian isolat lignin pada kombinasi perlakuan tersebut, menunjukkan bahwa lignin mengalami repolimerisasi dengan sempurna pada proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% karena masih banyaknya lignin yang menempel pada pulp TKKS akibat ketidaksempurnaan delignifikasi tahap I serpih TKKS tanpa penambahan katalis basa (NaOH 0%). Hal tersebut diduga karena adanya reaksi kondensasi selama proses delignifikasi. Menurut Bahar (1983), selama pemasakan dalam digester terjadi reaksi lambat, yaitu adanya reaksi kondensasi dan polimerisasi kembali yang menyebabkan lignin tidak larut dalam larutan pemasak. Hasil analisa kadar lignin TKKS
30,0
32,5
46,9 32,8
40,0
28,0
50,0
47,4
6,3
6,4
8,4
4,3
10,0
5,4
20,0 3,2
Kadar Lignin (%)
60,0
55,3
hasil isolasi proses delignifikasi tahap II dapat dilihat pada Gambar 15.
0,0 5
20
35
Konsentrasi H2 SO4 (% ) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 15. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap kadar isolat lignin delignifikasi tahap II
Pada pulp TKKS NaOH 10% dan NaOH 15% (Gambar 14), umumnya kemurnian isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II yang didapat sangat rendah (3,23% - 8,41%). Pada Lampiran 8 terlihat bahwa berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada semua kombinasi perlakuan pulp TKKS NaOH 10% dan pulp TKKS NaOH 15% memberikan perlakuan yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Hal tersebut dikarenakan serpih TKKS yang ditambahkan NaOH 10% dan NaOH 15% pada larutan
pemasak organosolv mengalami proses delignifikasi yang sempurna sehingga banyak lignin yang terkandung di dalam serpih TKKS terdegradasi dan hanya sedikit menyisakan kandungan lignin pada pulp TKKS. Sedikitnya kandungan lignin didalam pulp TKKS tersebut menyebabkan pulp TKKS yang didelignifikasi dengan larutan NaOH 10% hanya dapat melarutkan sedikit lignin dan degradasi selulosa yang berlebihan.
3. Keasaman Lignin (pH) Keasaman lignin merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu bahan pengisi atau perekat. Menurut Damat (1989), keasaman lignin dipengaruhi oleh jenis larutan sisa pemasak, pH isolasi dan interaksinya. Tingkat keasaman lignin isolat yang dihasilkan pada delignifikasi tahap I berkisar antara pH 2,95 – 4,17. Menurut Rose dan Ellizabeth (1961) dalam Santoso (2003) menyatakan bahwa tingkat keasaman lignin Indulin AT (lignin standar) berkisar antara pH 3,5 – 5,5. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH), faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap tingkat keasaman isolat lignin (pH isolat lignin). Hal tersebut dilihat dari nilai Pr > F yang memiliki nilai yang lebih kecil dari
= 0,05 (Lampiran 9).
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat keasaman isolat lignin hasil delignifikasi tahap I akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada masing-masing lindi hitam berbeda nyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing tingkat keasaman isolat ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Tingkat keasaman isolat lignin tertinggi dimiliki kombinasi perlakuan lindi hitam NaOH 15% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 35% (A4B3),
yaitu pada pH 2,95, sedangkan tingkat keasaman isolat lignin terendah dimiliki oleh kombinasi perlakuan lindi hitam tanpa penambahan katalis basa (NaOH 0%) dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 5% (A1B1), yaitu pada pH 4,17. Hasil pengukuran ratarata analisa tingkat keasaman isolat lignin yang dihasilkan dari proses
5
20
3,1
3,2
3,5
3,1
3,2
3,3
3,7
3,4
3,6
4,0
4,2
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
3,0
pH Lignin
delignifikasi tahap I ini dapat dilihat pada Gambar 16.
35
Konsentrasi H2 SO4 (% ) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 16. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap pH isolat lignin delignifikasi tahap I
Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa dengan semakin tingginya konsentrasi asam sulfat yang digunakan pada proses pengasaman lindi hitam dan semakin tinggi penambahan konsentrasi NaOH pada larutan pemasak, maka semakin rendah pH isolat ligninnya. Begitu pula pada proses delignifikasi tahap II, perilaku tingkat keasaman isolat lignin pada delignifikasi tahap II sama dengan perilaku tingkat keasaman pada delignifikasi tahap I. Pada proses delignifikasi tahap II, tingkat keasaman lignin isolat yang dihasilkan berkisar antara pH 2,65 – 4,20. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH), faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap tingkat keasaman isolat lignin
hasil proses delignifikasi tahap II. Hal tersebut dilihat dari nilai Pr > F yang memiliki nilai yang lebih kecil dari
= 0,05 (Lampiran 10).
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tingkat keasaman isolat lignin hasil delignifikasi parsial akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada masing-masing lindi hitam berbeda nyata satu sama lainnya. Begitu pula pada faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing tingkat keasaman isolat ligninnya. Pada kombinasi perlakuan antara kedua faktor tersebut diketahui bahwa perlakuan cenderung memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Tingkat keasaman isolat lignin tertinggi dimiliki kombinasi perlakuan lindi hitam NaOH 15% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 35% (A4B3), yaitu pada pH 2,65, sedangkan tingkat keasaman isolat lignin terendah dimiliki oleh kombinasi perlakuan lindi hitam tanpa penambahan katalis basa (NaOH 0%) dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 5% (A1B1), yaitu pada pH=4,20. Hasil pengukuran ratarata analisa tingkat keasaman isolat lignin yang dihasilkan pada proses
20
2,7
2,9
3,1
3,2
5
3,1
3,8
3,2
3,4
4,0
4,1
4,2
4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
2,9
pH Lignin
delignifikasi tahap II ini dapat dilihat pada Gambar 17.
35
Konsentrasi H2 SO4 (% ) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 17. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap pH isolat lignin delignifikasi tahap II Pada Gambar 16 dan 17 terlihat bahwa adanya penurunan tingkat keasaman isolat lignin seiring dengan semakin tingginya konsentrasi asam
sulfat dan semakin tingginya penambahan NaOH kedalam larutan pemasak proses delignifikasi tahap I maupun penambahan larutan NaOH 10% pada proses delignifikasi tahap II. Hal tersebut diduga disebabkan isolat lignin masih mengandung sisa asam dalam jumlah banyak karena penggunaan pH pengendapan lignin yang rendah (pH 2) dan penggunaan asam sulfat pada proses pengasaman lindi hitam. Menurut Kim, et. al. (1987), lignin hasil isolasi dengan menggunakan H2SO4 dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam lainnya. Selain itu, seiring dengan penambahan NaOH pada larutan pemasak, degradasi selain lignin semakin banyak selama delignifikasi tahap I, sehingga di dalam lindi hitam hasil delignifikasi tersebut degradasi komponen non lignin jumlahnya semakin banyak. Menurut Kim et al. (1987), adanya ikatan lignin-karbohidrat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah.
4. Berat Ekuivalen Lignin Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi lignin adalah bobot molekul. Mengingat lignin merupakan senyawa organik yang sangat kompleks yang terdiri dari sejumlah komponen zat penyusun yang amat beragam maka sulit untuk mendapatkan bobot molekul yang pasti. Beckman dalam Santoso (1995) mengemukakan bahwa lignin merupakan senyawa kimia bivalen sehingga bobot molekul lignin adalah dua kali berat ekuivalennya. Hasil pengukuran rata-rata berat ekuivalen isolat lignin pada proses delignifikasi tahap I berkisar antara 2.398 – 4.467. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) dan faktor konsentrasi asam sulfat berpengaruh nyata terhadap bobot molekul isolat lignin, sedangkan interaksi antara kedua
faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin (Lampiran 11). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap I akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada masing-masing lindi hitam cenderung berbeda nyata satu sama lainnya. Berat ekuivalen isolat lignin yang tidak berbeda nyata diperoleh dari lindi hitam NaOH 15% dan lindi hitam NaOH 10%. Faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada masing-masing berat ekuivalen isolat ligninnya. Hasil pengukuran ratarata analisa berat ekuivalen isolat lignin dari proses delignifikasi tahap I
2456
4467
3278
4068
3943 2801
3357
3324
2398
3000
2783
4000 2420
Berat Ekuivalen Lignin
5000
4337
dapat dilihat pada Gambar 18.
2000 1000 0 5
20
35
Konsentrasi H2 SO4 (% ) NaOH 0%
NaOH 5%
NaOH 10%
NaOH 15%
Gambar 18. Grafik pengaruh konsentrasi katalis (NaOH) dan H2SO4 terhadap berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I
Berdasarkan Gambar 18, terlihat bahwa semakin tingginya konsentrasi asam sulfat dan semakin banyaknya penambahan NaOH pada larutan pemasak, menyebabkan berat ekuivalen lignin semakin tinggi pula. Semakin tinggi berat ekuivalen suatu lignin menunjukkan bahwa di dalam isolasi lignin, polimerisasi berjalan sempurna. Selain itu, semakin asam konsentrasi yang digunakan pada saat isolasi menyebabkan lignin cenderung
melakukan kondensasi unit-unit
penyusun
lignin
dan
membentuk molekul yang lebih besar sehingga berat ekuivalen lignin
semakin meningkat. Menurut Achmadi (1990), pada suasana asam lignin cenderung melakukan kondensasi. Unit-unit penyusun lignin yang terkondensasi membentuk molekul yang lebih besar sehingga bobot molekulnya meningkat. Menurut Barsinai dan Wayman (1976) dalam Damat (1989), penambahan asam kuat pada larutan sisa pemasak pulp dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida, dekomposisi komplek lignin-karbohidrat dan meningkatnya bobot molekul lignin karena adanya reaksi polimerisasi. Menurut Fengel dan Wegener (1995), bobot molekul rata-rata lignin tidak seragam karena beragamnya proses pembuatan pulp, proses isolasi lignin, degradasi makromolekul selama isolasi, efek kondensasi terutama pada kondisi asam dan ketidakteraturan sifat fisis lignin terlarut. Menurut Santoso (2003), berat ekuivalen Indulin AT berkisar antara 3.357-3.366. Jika dibandingkan dengan berat ekuivalen pada penelitian ini, mengisyaratkan bahwa berat ekuivalen bervariasi mengingat lignin merupakan senyawa yang sangat kompleks yang terdiri dari sejumlah komponen penyusun yang sangat beragam sehingga sulit didapatkan patokan berat ekuivalen lignin. Tingginya berat ekuivalen isolat lignin TKKS disebabkan oleh struktur lignin serat TKKS lebih kompleks daripada struktur lignin yang diekstraksi dari kayu. Hal tersebut disebabkan karena adanya susunan kompleks dari unit siringil dan guaiasil propana dengan unit para-koumaril propana dalam serat TKKS. Bobot molekul yang baku tidak diketahui tetapi merupakan kelipatan 840, yaitu bobot molekul unit penyusun lignin (Casey, 1952). Pada proses delignifikasi pulp TKKS, hasil pengukuran rata-rata berat ekuivalen isolat lignin yang diperoleh berkisar antara 1.710 – 3.260. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II, sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap II (Lampiran 12). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap II akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada masing-masing lindi hitam cenderung berbeda nyata satu sama lainnya. Berat ekuivalen isolat lignin yang didapat dari proses delignifikasi pulp TKKS ini lebih kecil dibandingkan dengan bobot molekul isolat lignin hasil delignifikasi tahap I. Hal tersebut dapat disebabkan karena pulp TKKS menyisakan kandungan lignin dalam jumlah sedikit karena delignifikasi yang sempurna pada proses delignifikasi tahap I serpih TKKS sehingga lignin banyak terdegradasi dan menyebabkan degradasi lignin pada delignifikasi pulp TKKS lebih rendah sehingga menghasilkan lignin dengan berat ekuivalen yang rendah.
5. Kadar Metoksil Lignin Salah satu gugus fungsi yang ada dalam lignin adalah gugus metoksil. Ciri khas lignin adalah memiliki gugus fungsi metoksil (-OCH3) yang kadarnya tergantung pada sumber lignin dan proses delignifikasi yang digunakan serta struktur ligninnya yang berbeda (Kirk dan Othmer, 1952). Penetuan kadar metoksil memberikan keterangan tentang rata-rata unit-unit –C9 dalam lignin (Fengel dan Wegener, 1995). Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil isolat lignin, sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap I (Lampiran 13). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa kadar metoksil isolat lignin akibat pengaruh faktor penambahan katalis basa (NaOH) cenderung berbeda nyata satu sama lainnya. Kadar metoksil isolat lignin yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1,92% - 3,07%. Kadar metoksil lignin standar Indulin AT berkisar antara 14,00% - 14,30% (Santoso, 2003). Kadar metoksil yang
dihasilkan isolat lignin pada penelitian ini tergolong kadar metoksil lignin yang rendah. Menurut Damat (1989), dalam penggunaannya sebagai bahan perekat, lignin dengan kadar metoksil rendah lebih menguntungkan daripada yang berkadar metoksil tinggi, karena lignin dengan kadar metoksil yang rendah lebih mudah untuk membentuk gel. Pada delignifikasi pulp TKKS, hasil pengukuran rata-rata kadar metoksil isolat lignin yang diperoleh berkisar antara 1,76% - 3,07%. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil isolat lignin, sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar metoksil isolat lignin hasil proses delignifikasi pulp TKKS. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, diketahui bahwa kadar metoksil isolat lignin akibat pengaruh faktor pertama (penambahan katalis basa) pada lindi hitam NaOH 0% (2,86%) lebih besar daripada lindi hitam NaOH 5% (2,19%) dan berbeda nyata satu sama lainnya, sedangkan kadar metoksil isolat lignin pada lindi hitam NaOH 5% tidak berbeda nyata dengan lindi hitam NaOH 15% (1,99%) dan lindi hitam NaOH 10% (1,88%). Faktor konsentrasi asam sulfat (H2SO4) memberikan pengaruh tidak nyata pada masing-masing kadar metoksil isolat ligninnya. Kadar metoksil yang rendah diduga karena sebagian gugus metoksilnya terdegradasi dan berubah menjadi senyawa lainnya karena adanya penggunaan asam atau basa yang terlalu kuat. Menurut Kirk dan Othmer (1952) rendahnya kadar metoksil disebabkan oleh perubahan gugus metoksil menjadi metil merkaptan, metil sulfida dan dimetil disulfida. Menurut Fengel dan Wegener (1995), rendahnya nilai metoksil ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh bahan kimia yang keras selama isolasi sehingga menyebabkan struktur lignin mengalami banyak perubahan. Selain itu, rendahnya kadar metoksil disebabkan adanya metoksil yang hilang pada saat perlakuan pengasaman dan adanya kadar metoksil dalam bahan baku yang tidak hanya diperoleh dari lignin. Menurut Sugesty et al. (1986), mengatakan bahwa lignin yang diisolasi
dengan menggunakan asam sulfat 72% dapat menghilangkan kadar metoksilnya sekitar 3-9%. Kadar metoksil yang tinggi akan menghalangi reaktivitas lignin selama pemakaian di bindang resin. Lignin mengandung gugus hidroksil fenolik yang kebanyakan terikat dengan unit-unit fenil propana yang berdekatan, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan lignin dengan formaldehida yang mirip dengan hasil reaksi antara fenol dengan formaldehida (Syahmani, 2000). Namun, dalam penggunaannya sebagai bahan baku lignosulfonat (surfaktan), lignin dengan kadar metoksil tinggi lebih menguntungkan karena semakin banyak gugus –OCH3 yang terkandung didalam lignin maka lignin semakin larut didalam air. Sifat tersebut sangat dibutuhkan pada bahan baku lignosulfonat.
6. Pencirian Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FT-IR Pada penelitian ini, dalam rangka pencirian gugus fungsi polimer isolat lignin dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dilakukan dengan cara sidik jari (fingerprinting) dengan piranti inframerah (IR), yaitu menggunakan Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FT-IR). Pencirian unsur dan gugus fungsi dalam suatu polimer diperlukan dalam rangka kontrol proses maupun menyidik polimer yang belum diketahui jenisnya, karena seringkali dalam suatu polimer terkandung aneka unsur kimia baik logam maupun bukan logam. Pencirian gugus fungsi polimer bisa dijalankan secara kimia (halogenasi, titrasi, penyabunan, asetilasi dan lain-lain) maupun fisik (inframerah, kromatografi, pirolisis dan lain-lain) (Santoso, 2003). Spektrum inframerah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang khas, artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil sekali. Energi radiasi inframerah akan diabsorpsi oleh senyawa organik sehingga molekulnya akan mengalami rotasi atau vibrasi. Setiap ikatan kimia yang berbeda seperti C-C, C=C, C=O, O-H dan sebagainya mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda sehingga
kemungkinan dua senyawa berbeda akan mempunyai absorpsi yang sama adalah kecil sekali. Isolat lignin yang diuji merupakan isolat lignin hasil kombinasi perlakuan terbaik yaitu kombinasi perlakuan isolat lignin dari lindi hitam NaOH 10% dengan pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2). Hasil spektrum serapan isolat lignin tersebut kemudian dibandingkan dengan spektrum standar rujukan jenis polimer yang telah diketahui yaitu lignin dengan merek dagang Indulin AT. Berdasarkan hasil identifikasi dengan spektrofotometer FT-IR (Tabel 5 dan Gambar 19) pada rentang bilangan gelombang antara 4004000 cm-1 menunjukkan bahwa isolat lignin dari lindi hitam NaOH 10% dengan pengasaman menggunakan asam sulfat pada konsentrasi 20% (A3B2) memiliki pola serapan pada daerah bilangan gelombang yang sebagian besar mirip dengan lignin standar yaitu Indulin AT. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa isolat lignin yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki sifat-sifat lignin yang khas sesuai dengan lignin standar yang telah dipasarkan. Beberapa peak (puncak absorbsi) yang muncul pada spektra FT-IR isolat lignin menunjukkan bahwa dalam isolat lignin yang dianalisa terdapat lebih dari satu jenis ikatan (gugus fungsi). Lignin merupakan polimer dari gugus hidroksil fenolik, hidroksil benzilik dan gugus karbonil. Polimer lignin mengandung gugus-gugus metoksil yang karakteristik, gugus hidroksil fenol, dan beberapa gugus aldehida ujung dalam rantai samping (Sjostrom, 1995). Adanya pita-pita serapan pada bilangan gelombang dengan intensitas yang kuat sekitar 1.270 – 1.330 cm-1 pada isolat lignin yang dihasilkan dari lindi
hitam proses delignifikasi organosolv
ini,
mengisyaratkan adanya siringil dan guaiasil yang merupakan unit-unit penyusun lignin di dalam lignin non kayu. Hal tersebut dimungkinkan mengingat bahwa bahan baku delignifikasi yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit yang tersusun atas unit siringil, guaiasil dan parahidroksil propana.
Gambar 19. Spektrum FT-IR Indulin AT dengan Isolat Lignin (A3B2)
Tabel 5. Pita serapan spektrofotometer FT-IR isolat lignin dari serat tandan kosong kelapa sawit (cm-1) Standar Kisaran Pita Serapan1) 3.450-3.400 2.940-2.820
3.411,36 2.936,36
Isolat Lignin (A3B2) 3.422,73 2.927,27
1.715-1.710
-
1.713,64
1.675-1.660
1.668,18
1661,36
5 1.605-1.600 6 1.515-1.505 7 1.470-1.460 8 1.430-1.425 9 1.370-1.365 10 1.330-1.325 11 1.270-1.275 12 1.085-1.030 1) Hergert (1971)
1.602,27 1.511,36 1.465,91 1.427,27 1.365,91 1.270,45 1.031,82
1.602,27 1.513,64 1.463,64 1.426,14 1.393,18 1.327,27 1.272,73 1.040,91
No 1 2 3 4
Indulin AT
Keterangan1) Rentangan OH Rentangan OH pada gugus metil dan metilena Rentangan C=O tak terkonjugasi dengan cincin aromatik Rentangan C=O terkonjugasi dengan cincin aromatik Vibrasi cincin aromatik Vibrasi cincin aromatik Deformasi C-H (asimetri) Vibrasi cincin aromatik Deformasi C-H (simetri) Vibrasi cincin siringil Vibrasi cincin guaiasil Deformasi C-H, C-O
Menurut Hergert (1971), unit penyusun lignin berupa siringil pada umumnya muncul pada daerah bilangan gelombang sekitar 1330 - 1325 cm-1. Pergeseran bilangan gelombang mungkin saja terjadi akibat adanya pengaruh struktur batas (bordering) pada inti aromatik yang terkandung dalam bahan yang dianalisis (Fengel dan Wegener, 1995). Di lain pihak, lignin Indulin AT cenderung didominasi oleh lignin guaiasil yang banyak terkandung dalam kayu daun jarum. Hal tersebut dikarenakan lignin tersebut berasal dari daerah Eropa yang didominasi oleh kayu daun jarum sehingga Indulin AT memiliki banyak unit guaiasil dibandingkan siringil. Hasil identifikasi gugus fungsi yang tersaji pada Gambar 19 menunjukkan adanya gugus fungsi yang tidak terdapat pada molekul lignin seperti gugus C C. Gugus fungsi tersebut diduga berasal dari pengotor pada saat penyiapan sampel atau tablet lignin dengan KBr. Selain itu adanya renggangan absorbansi antara isolat lignin dengan Indulin AT pada gugus OH (3.250-3.500 cm-1) disebabkan karena perbedaan kondisi sampel pada saat pengujian. Isolat lignin memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar air Indulin AT.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu alternatif sumber lignin yang dibuktikan dengan adanya kandungan lignin pada serat TKKS sebesar 22,12%. Lignin hasil isolasi pada penelitian ini berbentuk tepung lignin dan berwarna coklat kehitaman. Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada
=0,05 yang
kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan, diketahui bahwa faktor penambahan katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak delignifikasi organosolv memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen, tingkat kemurnian, keasaman (pH), berat ekuivalen dan kadar metoksil isolat lignin. Sedangkan faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen, tingkat kemurnian, keasaman (pH), dan berat ekuivalen isolat lignin. Interaksi antara kedua faktor tersebut hanya berpengaruh nyata terhadap rendemen, tingkat kemurnian dan keasaman (pH) isolat lignin. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan katalis basa (NaOH) pada larutan pemasak delignifikasi organosolv dan bertambahnya konsentrasi asam sulfat pada proses pengasaman lindi hitam dapat meningkatkan rendemen dan tingkat kemurnian isolat lignin. Namun, penambahan katalis basa (NaOH) lebih dari 10% dan penggunaan konsentrasi asam sulfat lebih dari 20% menyebabkan rendemen dan tingkat kemurnian isolat lignin semakin kecil karena adanya degradasi komponen non lignin dan reaksi kondensasi yang berlebihan. Kombinasi perlakuan terbaik pada isolasi lignin dari lindi hitam proses delignifikasi organosolv ini didapat dari kondisi isolasi lindi hitam NaOH 10% dengan proses pengasaman menggunakan asam sulfat (H2SO4) pada konsentrasi 20% (A3B2), yaitu rendemen isolat lignin sebesar 19,95% dan tingkat kemurnian isolat lignin sebesar 88,39%. Isolat lignin tersebut memiliki karakteristik dengan tingkat keasaman (pH) sebesar 3,23, berat ekuivalen sebesar 3.943 dan kadar metoksil sebesar 1,92% serta memiliki kemiripan gugus fungsi dengan lignin standar (Indulin AT) yang telah dipasarkan.
B. SARAN 1. Perlu dicoba variasi teknologi proses pada delignifikasi organosolv seperti perbandingan antara berat serpih dengan larutan pemasak, suhu dan waktu pemasakan atau komposisi larutan pemasak sehingga dapat menghasilkan delignifikasi yang optimal. 2. Perlu dicoba metode isolasi lignin lainnya dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS), seperti metode ultrafiltrasi, penukar ion ataupun dengan metode elektrodialisis dalam rangka meminimalkan perubahan dari struktur lignin akibat perlakuan pada saat pengasaman.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S.S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. American Society for Testing and Material. 1962. Water Content of Pulp and Wood. ASTM D2016-62T. . 1981. Methoxyl Content of Pulp and Wood. ASTM 15120-81. . 1981. pH Lignin Content of Pulp and Wood. ASTM D 1512-80a. Aziz, S. Dan K. Sarkanen. 1989. Organosolv Pulping-a review. J. Tappi. 72 (3), March 1989. Bahar, N. 1983. Pembuatan Pulp dengan Pelarut Organik. Prosiding pada Simposium Selulosa dan Kertas V, 3-5 Agustus 1983. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa Bandung, Bandung. Barsinai, Y. L. dan M. Wayman. 1976. Separation of sugar and lignin in spent sulfite liquor by hidrolysis and ultrafiltration. J. Tappi 59(3) : 112. Casey, P.J. 1952. Pulp and Paper, Chemistry and Chemical Technology Vol. 1 : Pulping and Paper Making. The Wiley Intersince Publisher, Inc., New York. Damat. 1989. Isolasi Lignin dari Larutan Sisa Pemasak Pabrik Pulp dengan menggunakan H2SO4 dan HCl. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Darnoko. 1992. Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit melalui Biokonversi. Berita Penelitian Perkebunan. 2 (2): 85-87. Darnoko, Z. Poeloengan dan I. Anas. 1993. Pembuatan Pupuk Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin PPKS Medan. 1(1): 89-99. Darnoko, P. Guritno, A. Sugiharto dan S. Sugesty. 1995. Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan Penambahan Surfaktan. J. Pen. Kelapa Sawit. 3 (1): 75-87. Darwis, A.A., T. Bunasor, L. Hartoto dan M. Alisyahbana. 1988. Studi Potensial Limbah Lignoselulosik di Indonesia. PAU Biotek, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
DirJen Perkebunan. 2005. Statistika Perkelapa Sawitan Indonesia Tahun 2005. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Jakarta. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia Edisi Pertama. 1997. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Kehutanan. Jakarta. Fauzi, Y., Y.E. Widyastuti, I. Satyawibawa, R. Hartono. 2002. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Terjemahan dari : Wood : Chemical, Ultrastructure, Reactions. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gilligan, J. J. 1974. The Organic Chemicals Industries. Dalam J. L. Pyle. Chemistry and Technology Backlash. Prentice-Hall, Inc., New York. Hartley, C.W.S. 1967. The Oil Palm. Longman Group Ltd., London. Hergert, H. L. 1971. Infrared Spectra. Willey Interscience, New York. 267-297. Ibrahim, M.N.M., S.B. Chuah. 2003. Characterization of Lignin Precipitated From The Soda Black Liquor of Oil Palm Empty Fruit bunch Fibers by Various Mineral Acids. AJSTD. 21 (1): 57-67. Irawadi, T.T. 1991. Produksi Enzim Ekstraseluler (Selulosa dan Xilanase) Sari Neurospora sithopila pada Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Judoamidjojo, R.M., E.G. Said dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Departemen Pendidikan dn Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kim, H., M.K. Hill and A.L. Fricke. 1987. Preparation of Kraft Lignin From Black Liquor. J. Tappi. 12 : 112-115. Kirk R. E. dan D. F. Othmer.1952. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol.3. New York: Interscience Encyclopedia. Pp.327-338. Kollmann, F. F. P., E. Kuenzi dan Stamm A. J. 1975. Principles of Wood Science and Technology II Wood Based Materials. Springer-verlag Berlin Heidelberg, New York. Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Lignin Institute. 2001. Lignin and its Properties. http://ncbi. nml. nih. gov. July 2001, Vol. 9 (1).
Lin, S. Y. dan Carlton W.Dence. 1992. Methods in Lignin Chemistry. Berlin Heidelberg : Springer-Verlag. Marton, R dan S. Granzow. 1982. Ethanol-Alkali Pulping. J. Tappi. 65 : 6. Mattjik, A.A dan I.M Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. Mohsenin, N. M. 1984. Electromagnetic Radiation properties of Food and Agriculture Products. Gordon and Breach Science Publisher, New York. Naibaho, P.M. 1990. Diversifikasi Minyak Kelapa Sawit dan Inti Sawit dalam Upaya Meningkatkan daya Saing dengan Minyak Nabati lainnya dan Hewani. Buletin Perkebunan. 21(2) : 107-124. Nurhayati, T. dan R.A. Pasaribu. 1993. Isolasi dan Sifat Lignin dari Larutan Sisa Pemasak Pabrik Pulp. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 11 (3) : 110-116. Paszner, L. and H. J. Cho. 1989. Organosolv Pulping : Acidic Catalysis Option and Their Effect on Fiber Quality ang Delignification. J. Tappi. 72 (2), february 1989. Pecsok, R.L., L. D. Shields, T. Cairns, and I. G. McWilliam. 1976. Modern Methods of Chemical Analysis. John Wiley & Sons: United States of America. Pizzi, A. 1993. Wood Adhesive. Marcell Dekker Inc., New York. Rahmawati N. 1999. Struktur Lignin Kayu Daun Lebar dan Pengaruhnya terhadap Laju Delignifikasi. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rofiah, S. 1993. Sifat-Sifat Pulp Organosolv dari Kayu Pinus merkusii Junghet De Vriese dan Kayu Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rostika, I., M. Eddy, T. Bastian, E. Yuliani dan D. Elut. 1994. Upaya Peningkatan Kualitas Pulp Organosolv. Prosiding pada Simposium Selulosa dan Kertas XIV, 12-13 Januari 1994. Rostika, I., N. Bahar, T. Bastian dan Fiveriwaty. 2002. Karakteristik Lignin Dari Limbah Pemasakan Kayu Hutan Tanaman Industri (HTI) Secara Kromatografi. Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa; Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Rudatin, S. 1989. Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lignin dari Limbah Industri Pulp dan Kertas di Indonesia. Berita Selulosa. 1 (25) : 14-17.
Sa’id, E. G, 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan, Bogor. Santoso, A. 1995. Pencirian Isolat Lignin dan Upaya Menjadikannya Sebagai Bahan perekat kayu Lapis. Tesis . Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. . 2003. Sintesis dan Pencirian Resin Lignin Resolsinol Formaldehida untuk Perekat Kayu Lamina. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarkanen, K., V. S. Assiz and V. Chiang. 1980. Organosolv Pulping. Semiannual Report I and II. College of Forest Resources, Univ. of Washington, New York. Schroeter, M. C. 1991. Possible Lignin Reaction in The Organocell Pulping Process. J. Tappi. 74 (10), October 1991. Setiawan, Y. dan E. Ruhyat. 2001. Pemanfaatan Lindi Hitam (Black Liquor) Industri Kertas Sembahyang (Joss Paper) Untuk Pembuatan Dispersan. Berita Selulosa (37) 3 & 4. Departemen Perindustrian RI. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa. Bandung. Sherrad, E. 1991. Alcell Can Offer a Green Solution. J. Tappi. 74 (10), April 1991 Sjostrom, Eero. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi Kedua. Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H. Terjemaahan dari : Wood Chemistry, Fundamentals and Application Second Edition. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sutiani, A.1997. Biodegradasi Polyblend Polystirene-Pati. Bidang Khusus Kimia Fisik. Program Studi Kimia, Program Pasca Sarjana ITB, Bandung. STANDAR INDUSTRI INDONESIA. 1981. Cara Uji Kadar Lignin Kayu dan Kemurnian Lignin Isolat dengan Metoda Klason. SII-0528-81. Departemen Perindustrian. STANDAR NASIONAL INDONESIA. 1989. Cara Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Air Dingin. SNI 01-1305-1989. Dewan Standarisasi Nasional. . 1989. Cara Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Air Panas. SNI 01-1305-1989. Dewan Standarisasi Nasional. . 1989. Pulp dan Kayu, Cara Uji Kadar Selulosa , dan dalam Kayu dan Pulp. SNI 14-0444-1989. Dewan Standarisasi Nasional.
. 1989. Pulp dan Kayu, Cara Uji Kadar Sari (Ekstrak Alkohol Benzena) dalam Kayu dan Pulp. SNI 14-1032-1989. Dewan Standarisasi Nasional. . 1990. Cara Uji Padatan Total dalam Lindi Hitam. SNI 06-1839-1990. Dewan Standarisasi Nasional. . 1990. Cara Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Natrium Hidroksida Satu Persen. SNI 14-1838-1990. Dewan Standarisasi Nasional. Sugesty, S., N. Bahar dan A. Dina. 1986. Lignin dan Kadar Metoksil dari Beberapa Bahan Baku untuk Pulp.Berita Selulosa XXII/Sept 1986/No.1-3. Sugesty, S. 1991. Bahan-bahan Kimia Kayu yang Ada pada Kayu, Ampas Tebu, Jerami Serat Mekanisasi Pulping. Kursus Karyawan PT Leces 10 September – 15 Oktober. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Sellulosa. Sun, R.C., J. Tomkinson dan J. Bolton. 1999. Effect of Precipitation pH on The Physico-chemical Properties of The Lignins Isolated From The Black Liquor of Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber Pulping. J. Poly. Deg. Sta. 1 (63) : 195-200. Elsevier Science Ltd. Sun, R.C., J.M. Fang, J. Tomkinson dan J. Bolton. 1999. Physicochemical and Structural Characterization of Alkali Soluble Lignins From Oil Palm Trunk And Empty Fruit Bunch Fibers. J. Agr. Food Chem. 47: 2930-2936. Sundquist, J. 1999. Organosolv Pulping. Chemical Pulping at Paper making Science and Technology, Helsinky Finland. Susanto, H. Rusmanto dan A. Sudrajat. 1999. Production of Lignosulfonat From Lignin in Black Liquor of Ethanosolv-Pulping. Prosiding. Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknologi Kimia (2)-1-6. Syahmani. 2000. Isolasi, Sulfonasi dan Asetilasi Lignin dari Tandan Kosong Sawit dan Studi Pengaruhnya terhadap Proses Pelarutan Urea. Tesis. Falkultas FMIPA, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Technical Association of The Pulp and Paper Industry. 1974. Lignin Content of Pulp and Paper. Tappi T 222 05-74. Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Willyanto, S. 1999. Pembuatan Pulp Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) secara Biokimia-Mekanis. Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehardi Reksowardojo.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pohon Industri Tandan Buah Segar Kelapa Sawit
Lampiran 2. Analisa Sifat Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit
A. Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Air Panas (SNI 01-1305-1989) Sebanyak 2,0 ± 0,1 gram contoh uji kering tanur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 200 ml dan ditambahkan 100 ml air kemudian dipasangkan pendingin tegak. Erlenmeyer yang berisi contoh uji ditempatkan dalam penangas air yang berisi air mendidih selama 3 jam, permukaan air dalam penangas diatur supaya lebih tinggi daripada permukaan air pada contoh uji dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dari penangas air dikeluarkan, contoh uji disaring dengan corong masir yang telah diketahui beratnya. Contoh uji dicuci dengan air panas sampai filtratnya jernih. Corong masir yang berisi residu contoh uji tersebut dikeringkan dalam lemari pengering suhu 105 ± 3 °C selama 4 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang sampai diperoleh berat tetap. Perhitungan: W – W1 W dimana : X =
X
x 100 %
: kelarutan kayu atau pulp dalam air panas (%)
W : berat contoh uji kering tanur sebelum diekstrak dengan air panas (gram) W1 : berat residu kering tanur (gram)
B. Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Air Dingin (SNI 01-1305-1989) Sebanyak 2,0 ± 0,1 gram contoh uji kering tanur dipindahkan ke dalam gelas piala 400 ml dan ditambahkan 300 ml air, diaduk sampai larutan serba sama kemudian gelas piala ditutup dengan kaca arloji. Gelas piala yang berisi contoh uji ditempatkan pada ruang bersuhu 23 ± 2 °C selama 48 jam, sewaktuwaktu dilakukan pengadukan. Contoh uji disaring dengan corong masir, kemudian dicuci dengan air dingin sampai filtratnya jernih. Corong masir yang berisi residu contoh uji tersebut dikeringkan dalam lemari pengering suhu 105 ± 3 °C selama 4 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang sampai diperoleh berat tetap.
Perhitungan: W – W1 W dimana : X =
X
x 100 %
: kelarutan kayu atau pulp dalam air dingin (%)
W : berat contoh uji kering tanur sebelum diekstrak dengan air dingin (gram) W1 : berat residu kering tanur (gram)
C. Uji Kelarutan Kayu dan Pulp dalam Natrium Hidroksida Satu Persen (SNI 14-1838-1990) Sebanyak 2,0 ± 0,1 gram contoh uji kering udara dipindahkan ke dalam gelas piala 200 ml dan ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1%, diaduk sampai larutan serba sama kemudian gelas piala ditutup dengan kaca arloji. Gelas piala yang berisi contoh uji ditempatkan dalam penangas air yang berisi air mendidih selama 60 menit dan diatur supaya permukaan air dalam penangasan lebih tinggi dari pada permukaan larutan NaOH dalam gelas piala. Pengadukan dilakukan selama 5 detik pada saat 10, 15 dan 25 menit. Gelas piala yang berisi contoh uji tersebut dikeluarkan dari penangas air, contoh uji disaring dengan corong masir yang telah diketahui beratnya. Contoh uji dicuci dengan air panas sampai filtratnya tidak berwarna, kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat 10% dan didiamkan selama 1 menit dan dilakukan penyaringan kembali. Pencucian tersebut dilakukan kembali, kemudian dicuci dengan air panas sampai bebas asam. Corong masir yang berisi residu contoh uji tersebut dikeringkan dalam lemari pengering suhu 105 ± 3 °C selama 4 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang sampai diperoleh berat tetap. Perhitungan: W – W1 W dimana : X =
x 100 %
X : kelarutan kayu atau pulp dalam larutan NaOH 1% (%) W: berat contoh uji kering tanur sebelum diekstrak dengan larutan NaOH 1% W1: berat residu kering tanur (gram)
D. Uji Kadar Lignin Kayu dan Kemurnian Isolat Lignin dengan Metoda Klason (SII-0528-81) Sebanyak 1 ± 0,1 gram contoh kayu maupun pulp kering tanur ditimbang kemudian diekstraksi dengan etanol benzena (1:2) selama 8 jam lalu dicuci dengan etanol dan air panas, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ± 3 °C. Contoh uji dipindahkan kedalam gelas piala 100 ml dan tambahkan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml untuk kayu maupun pulp. Penambahan dilakukan pelan-pelan didalam bak perendam, sambil dilakukan pengadukan dan maserasi dengan batang pengaduk gelas selama 2 - 3 menit. Campuran contoh uji dan asam sulfat 72% setelah terdispersi sempurna, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan pada bak perendam selama 2 jam dan sekali-kali dilakukan pengadukan. Air sebanyak 300 - 400 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer 1000 ml dan contoh dari gelas piala dipindahkan secara kuantitatif, kemudian diencerkan dengan air sampai volume 575 ml sehingga konsentrasi asam sulfat 3%. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 4 jam dengan api kecil. Dijaga supaya volume larutan tetap, dapat digunakan pendingin tegak, kemudian dibiarkan sampai endapan lignin mengendap sempurna. Larutan didekantasikan dan endapan dipindahkan secara kuantitatif ke cawan masir atau kertas saring yang telah diketahui beratnya. Endapan lignin dicuci sampai bebas asam dengan air panas (uji dengan lakmus). Keringkan cawan masir atau kertas saring beserta endapan lignin pada oven 105 ± 3 °C sampai berat konstan. Perhitungan : Untuk cara uji ini, lignin dapat dihitung sebagai berikut : Kadar Lignin (%) =
A B
x 100 %
dimana : A : berat endapan lignin (gram) B : berat contoh kering tanur (gram)
E. Uji Kadar Sari (Ekstrak Alkohol Benzene) dalam Kayu dan Pulp (SNI 14-1032-1989) Sebanyak 1 ± 0,1 gram contoh kayu maupun pulp kering tanur dipindahkan ke dalam cawan masir G2, kemudian ditutup dengan kertas saring yang dilubangi kecil-kecil dan telah bebas dari sari, diikatkan dengan benang yang telah bebas dari sari. Contoh ditempatkan dalam alat soxhlet dan diisikan 150 – 200 ml campuran alkohol-benzene (1:2) kedalam labu ekstrak 250 ml yang telah diketahui berat keringnya. Alat soxhlet tersebut dihubungkan dengan labu ekstrak lalu dipasangkan pada pendingin. Ekstraksi dilakukan di atas penangas air atau pemanas listrik selama 6 jam dan diatur pendidihan alkohol-benzene sehingga dalam waktu satu jam terjadi lima sirkulasi pada alat soxhlet. Cawan masir yang berisi contoh uji dari alat soxhlet dikeluarkan, kemudian alkohol-benzene yang ada di dalam labu ekstrak diuapkan sampai hampir kering. Alkohol-benzene yang tertampung dalam alat soxhlet dapat digunakan kembali. Sisa penguapan dalam labu ekstrak dipanaskan dalam lemari pengering pada suhu 105 ± 3 °C, selama 3 jam atau lebih kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang sampai berat konstan. Perhitungan : Kadar Metoksil (%) =
A B
x 100 %
dimana : A : berat sari dalam labu ekstrak (gram) B : berat contoh kering tanur (gram)
F. Uji Kadar Selulosa ,
dan dalam Kayu dan Pulp (SNI 14-0444-1989)
Selama analisis, dijaga supaya suhu air, asam asetat dan NaOH tetap 20 ± 0,2 °C dan air untuk pencucian selaulosa pada suhu kamar. Cawan masir dan botol timbang dipanaskan pada oven suhu 105 ± 3 °C sampai berat tetap. Didinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar dan ditimbang dengan ketelitian 0,5 mg.
Sejumlah 3,0 gram kayu atau pulp kering ditimbang dengan ketelitian 0.5 mg, kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala 250 ml (pengerjaan selanjutnya dilakukan pada thermostat suhu 20 ± 0,2 °C sehingga suhu reaksi tetap 20°C). Contoh uji dibasahi dengan 15 ml larutan NaOH 17,5% dan maserasi dengan batang pengaduk selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 ml NaOH 17,5% dan diaduk selama 45 detik. Penambahan NaOH 17,5% selanjutnya dilakukan dengan pengadukan 15 detik dan dibiarkan campuran dalam thermostat selama 3 menit. Tanpa mengeluarkan gelas piala dari thermostat, campuran ditambahkan 10 ml NaOH 17,5% dan diaduk selama 10 menit, kemudian dilakukan penambahan 3 x 10 ml NaOH 17,5% setelah 2,5; 5; 7,5 menit dan campuran dibiarkan dalam thermostat selama 30 menit dalam keadaan tertutup. Campuran kemudian ditambahkan 100 ml air suling (suhu 20°C) dan dibiarkan selama 30 menit. Campuran dituangkan ke dalam cawan masir (yang dilengkapi dengan labu isap) dan diisap dengan pompa vakum kemudian gelas piala dibersihkan dengan 25 ml NaOH 8,3% pada 20°C dan endapan dicuci dengan 5 x 50 ml air suling (suhu kamar). Cawan masir dipindahkan ke labu isap yang lain dan endapan dicuci dengan 400 ml air suling kemudian ditambahkan asam asetat 2 N pada suhu 20°C dan aduk selama 5 menit. Endapan dicuci dengan air suling (suhu kamar) samapi bebas asam, uji dengan lakmus. Endapan dikeringkan dengan memasukkan cawan masir ke oven 105 ± 3 °C, selama 3 jam atau lebih kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang sampai berat konstan. Perhitungan : Selulosa
(%)
=
Berat endapan x 100% Berat contoh kering oven
G. Uji Kadar Air (ASTM D2016-62T) Sebanyak 2,0 ± 0,1 gram contoh uji (ukuran 40-60 mesh) ditimbang dan dipindahkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui berat sebelumnya. Contoh uji di oven pada suhu 105 ± 3 °C, selama 3 jam atau lebih kemudian didinginkan dalam desikator lalu timbang sampai berat konstan.
Perhitungan : Kadar air (%) =
Berat awal – berat contoh kering oven Berat contoh kering oven
x 100%
H. Uji Kadar Abu Cawan porselen/pengabuan sebelumnya dibakar di dalam tanur bersuhu 550°C kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 3,0 – 5,0 gram contoh uji (ukuran 40-60 mesh) ditimbang dan dipindahkan ke dalam cawan porselen/pengabuan yang telah diketahui berat sebelumnya. Contoh uji di bakar sampai warna keabu-abuan atau bobot tetap di dalam tanur pada suhu 400 - 550°C, selama 3 jam atau lebih kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perhitungan : Kadar abu (%) =
Berat abu Berat contoh uji
x 100%
Lampiran 3. Analisa Lindi Hitam (black liquor) dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
A. Uji Kadar Padatan Total (SNI 06-1839-1990) Sebanyak 10 ml lindi hitam dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian cawan yang berisi lindi hitam ditimbang (a). Sampel diuapkan di atas penangas air sampai kering, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pemanasan dan penimbangan dilakukan sampai beratnya tetap (b). Padatan total dihitung dengan rumus sebagai berikut : b × 100% a dimana :
P=
P = padatan total dalam lindi hitam (%) a = berat contoh uji (gram) b = berat residu padatan total (gram)
B. Uji pH Lindi hitam diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter.
Lampiran 4. Karakterisasi Isolat Lignin dari Tandan Kosong Kelapa Sawit
A. Rendemen lignin Rendemen lignin dihitung berdasarkan perbedaan berat antara lignin yang diperoleh setelah dikeringkan dengan berat serpih TKKS yang digunakan. Rendemen dinyatakan dalam persen berat (gram) per berat serpih TKKS (% b/b).
B. Kadar lignin (Tappi T 222 05-74) Sebanyak 1 gram tepung lignin dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 15 ml asam sulfat 72% pada suhu 10-15oC. Penambahan asam sulfat dilakukan perlahan-lahan sambil diaduk-aduk dengan pengaduk kaca, kemudian dibiarkan gelas piala tersebut pada suhu 20oC selama 2 jam. Sebanyak 300-400 ml air dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan kemudian lignin dari gelas piala dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Dibilas kemudian diencerkan dengan air sampai konsentrasi asam sulfat mencapai 3%. Jika volumenya telah mencapai 575 ml, ditambahkan beberapa potong batu didih selama 4 jam. Volume dijaga agar tetap dengan menggunakan pendingin tegak. Setelah selesai pemanasan, labu erlenmeyer didiamkan dalam posisi miring. Tanpa pengadukan, larutan supernatan dipindahkan perlahan-lahan pada kertas saring Whatman No.42 dengan menggunakan air panas dan pengaduk yang berlapis karet. Endapan lignin dicuci dengan menggunakan air panas sampai bebas asam. Kertas saring yang berisi endapan lignin dikeringkan pada oven dengan suhu 105oC sampai beratnya konstan. % lignin
=
A x 100 W
Dimana, A = berat lignin (gram) W = berat kering sampel (gram)
C. Keasaman lignin atau pH (ASTM D 1512-80a) Endapan lignin dihancurkan terlebih dahulu menggunakan spatula/mortar sampai menjadi tepung. Sebanyak 1 gram tepung lignin dimasukkan kedalam gelas kimia ditambah dengan 10 ml air mendidih dan ditambah sedikit aseton atau etanol. Suspensi lignin dipanaskan sela 15 menit dan dijaga agar tidak sampai kekeringan (berbentuk lumpur). Lumpur lignin didinginkan pada ruang bebas asam, keasaman lignin diukur dengan menggunakan pH meter. Pada waktu dilakukan pengukuran pH, gelas kimia diputar-putar sampai didapat pH konstan.
D. Kadar metoksil lignin (ASTM 15120-81) Sebanyak 0,5 gram lignin dibasahi dengan 5 ml etanol, kemudian disuspensikan dalam 100 ml aquadest yang berisi 1 gram NaCl. Selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator phenolpthalin dan ditambahkan 25 ml NaOH 0,25 N, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Setelah itu ditambahkan 25 ml HCl 0,25 N dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai akhir perubahan warna yang bertahan (sedikitnya 30 detik). Kadar metoksil ditentukan dengan rumus : Kadar Metoksil (%)
=
ml NaOH x N NaOH x 3,1 Berat Contoh
x 100
E. Bobot ekuivalen lignin (Beckman dalam Santoso, 1995) Sebanyak 0,5 gram lignin isolat dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan dibasahi dengan 5 ml etanol. Campuran tersebut dibubuhi dengan 1 gram NaCl kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan 6 tetes indikator phenolpthalin. Larutan tersebut kemudian ditritasi dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7,5.
Bobot ekuivalen lignin isolat dapat dihitung dengan persamaan : BE =
1000 x gram contoh (ml x N) NaOH
F. Analisa lignin dengan spektrofotometer FT-IR (Rostika et al., 2002) Tepung lignin sebanyak 1 mg dibuat tablet dengan ditambahkan 150 mg KBr, kemudian diamati serapannya dengan bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (panjang gelombang 2,5 - 25 m).
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Rendemen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I
A. Data hasil penelitian rendemen isolat lignin delignifikasi tahap I Perlakuan Ulangan Lignin (% b/b) Rata-rata (% b/b) 1 2,93 A1B1 3,18 ± 0,36 2 3,44 1 3,51 A1B2 3,82 ± 0,44 2 4,13 1 3,13 A1B3 3,41 ± 0,40 2 3,70 1 9,52 A2B1 9,77 ± 0,35 2 10,01 1 9,92 A2B2 10,81 ± 1,26 2 11,69 1 10,25 A2B3 10,78 ± 0,74 2 11,30 1 11,89 A3B1 12,28 ± 0,55 2 12,67 1 21,55 A3B2 19,95 ± 2,27 2 18,34 1 17,00 A3B3 15,52 ± 2,10 2 14,03 1 13,59 A4B1 13,99 ± 0,57 2 14,39 1 13,80 A4B2 14,49 ± 0,98 2 15,18 1 14,32 A4B3 14,30 ± 0,02 2 14,29 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1=5 %, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) rendemen isolat lignin delignifikasi tahap I =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 611,691 13,862 625,552
KT 55,608 1,155
F Hitung 48,140
Pr>F <,0001
Sumber db Tipe III JK KT A 3 550,392 183,464 B 2 24,212 12,106 A*B 6 37,087 6,181 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata.
F Hitung 158,820 10,480 5,350
Pr>F <,0001 0,0023 0,0067
C. Uji lanjut duncan rendemen isolat lignin delignifikasi tahap I Uji lanjut Duncan terhadap rendemen isolat lignin antara faktor A dan B Pengelompokan Duncan Rataan N Kombinasi A 19,945 2 A3B2 B 15,515 2 A3B3 C B 14,490 2 A4B2 C B 14,305 2 A4B3 C B 13,990 2 A4B1 C D 12,280 2 A3B1 D 10,805 2 A2B2 D 10,775 2 A2B3 D 9,765 2 A2B1 E 3,820 2 A1B2 E 3,415 2 A1B3 E 3,185 2 A1B1 • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata.
Lampiran 6. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Rendemen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II
A. Data hasil penelitian rendemen isolat lignin delignifikasi tahap II Perlakuan Ulangan Lignin (% b/b) Rata-rata (% b/b) 1 6,36 A1B1 5,38 ± 1,40 2 4,39 1 7,64 A1B2 6,46 ± 1,68 2 5,27 1 6,27 A1B3 5,30 ± 1,38 2 4,33 1 9,66 A2B1 10,04 ± 0,54 2 10,42 1 10,08 A2B2 10,32 ± 0,34 2 10,56 1 9,83 A2B3 10,28 ± 0,63 2 10,72 1 16,04 A3B1 15,88 ± 0,23 2 15,72 1 21,69 A3B2 25,10 ± 4,82 2 28,50 1 12,62 A3B3 16,75 ± 5,83 2 20,87 1 22,85 A4B1 18,91 ± 5,57 2 14,98 1 20,62 A4B2 19,17 ± 2,05 2 17,73 1 20,21 A4B3 17,96 ± 3,18 2 15,71 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) rendemen isolat lignin delignifikasi tahap II =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 894,824 109,971 1.004,795
KT 81,348 9,164
F Hitung 8,880
Pr>F 0,0003
Sumber db Tipe III JK KT F Hitung A 3 787,834 262,612 28,66 B 2 38,881 19,441 2,120 A*B 6 68,108 11,351 1,24 • Nilai Signifikansi (Pr > F) > : Tidak Berpengaruh Nyata. • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata.
Pr>F <,0001 0,1626 0,3531
C. Uji lanjut duncan rendemen isolat lignin delignifikasi tahap II Uji lanjut Duncan rendemen isolat lignin faktor penambahan katalis NaOH (A) Pengelompokan Duncan Rataan N Konsentrasi NaOH (%) A 19,240 6 10 A 18,683 6 15 B 10,212 6 5 C 5,710 6 0 • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata.
Lampiran 7. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I
A. Data hasil penelitian kadar isolat lignin delignifikasi tahap I Contoh A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 A4B1 A4B2 A4B3
Ulangan Lignin (%) 1 79,81 2 80,62 1 82,32 2 81,64 1 78,85 2 79,22 1 85,15 2 84,97 1 87,54 2 87,90 1 81,80 2 83,15 1 85,64 2 86,45 1 88,71 2 88,07 1 84,15 2 85,40 1 83,76 2 84,12 1 85,86 2 85,11 1 80,44 2 79,79
Rata-rata (%) 80,21 ± 0,57 81,98 ± 0,48 79,04 ± 0,27 85,06 ± 0,13 87,72 ± 0,26 82,48 ± 0,95 86,05 ± 0,57 88,39 ± 0,46 84,77 ± 0,88 83,94 ± 0,25 85,49 ± 0,53 80,12 ± 0,46
Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) kadar isolat lignin delignifikasi tahap I ( =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 202,130 3,491 205,621
KT 18,375 0,291
F Hitung 63,160
Pr>F <,0001
Sumber db Tipe III JK KT A 3 121,808 40,602 B 2 73,769 36,884 A*B 6 6,552 1,092 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata
F Hitung 139,550 126,780 3,750
C. Uji lanjut duncan kadar isolat lignin delignifikasi tahap I Uji lanjut Duncan terhadap kadar isolat lignin antara faktor A dan B Pengelompokan Duncan Rataan N Kombinasi A 88,390 2 A3B2 A 87,720 2 A2B2 B 86,045 2 A3B1 C B 85,485 2 A4B2 C B D 85,060 2 A2B1 C D 84,775 2 A3B3 D 83,940 2 A4B1 E 82,475 2 A2B3 E 81,980 2 A1B2 F 80,215 2 A1B1 F 80,115 2 A4B3 F 79,035 2 A1B3 • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata.
Pr>F <,0001 <,0001 0,0244
Lampiran 8. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II
A. Data hasil penelitian kadar isolat lignin delignifikasi tahap II Contoh A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 A4B1 A4B2 A4B3
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Lignin (%) 47,71 47,17 55,67 54,88 47,92 45,86 28,90 27,13 33,58 31,98 33,85 31,12 3,40 3,06 4,59 4,76 6,11 6,70 4,09 4,48 8,85 7,97 5,78 6,88
Rata-rata (%) 47,44 ± 0,38 55,27 ± 0,56 46,89 ± 1,46 28,01 ± 1,26 32,78 ± 1,13 32,49 ± 1,93 3,23 ± 0,24 5,42 ± 1,18 6,41 ± 0,41 4,29 ± 0,28 8,41 ± 0,62 6,33 ± 0,78
Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) kadar isolat lignin delignifikasi tahap II ( =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 8.473,085 11,847 8.484,932
KT 770,280 0,987
F Hitung 780,220
Pr>F <,0001
Sumber db Tipe III JK KT A 3 8.328,982 2.776,327 B 2 89,526 44,763 A*B 6 54,577 9,096 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata.
F Hitung 2.812,16 45,34 9,21
Pr>F <,0001 <,0001 0,0006
C. Uji lanjut duncan kadar isolat lignin delignifikasi tahap II Uji lanjut Duncan terhadap kadar isolat lignin antara faktor A dan B Pengelompokan Duncan Rataan N Kombinasi A 55,275 2 A1B2 B 47,440 2 A1B1 B 46,890 2 A1B3 C 32,780 2 A2B2 C 32,485 2 A2B3 D 28,015 2 A2B1 E 8,410 2 A4B2 E F 6,405 2 A3B3 E F 6,330 2 A4B3 F G 5,425 2 A3B2 F G 4,285 2 A4B1 G 3,230 2 A3B1 • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata.
Lampiran 9. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Keasaman (pH) Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I
A. Data hasil penelitian keasaman (pH) isolat lignin delignifikasi tahap I Perlakuan Ulangan pH Rata-rata 1 4,14 A1B1 4,17 ± 0,05 2 4,21 1 3,66 A1B2 3,68 ± 0,03 2 3,70 1 3,48 A1B3 3,50 ± 0,04 2 3,53 1 4,07 A2B1 4,04 ± 0,04 2 4,02 1 3,40 A2B2 3,35 ± 0,07 2 3,30 1 3,26 A2B3 3,24 ± 0,02 2 3,23 1 3,56 A3B1 3,59 ± 0,04 2 3,62 1 3,10 A3B2 3,23 ± 0,18 2 3,35 1 3,03 A3B3 3,09 ± 0,08 2 3,15 1 3,40 A4B1 3,36 ± 0,06 2 3,31 1 3,08 A4B2 3,05 ± 0,04 2 3,03 1 3,05 A4B3 2,95 ± 0,13 2 2,86 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) keasaman (pH) isolat lignin delignifikasi tahap I =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 3,192 0,075 3,267
KT 0,290 0,006
F Hitung 46,560
Pr>F <,0001
Sumber db Tipe III JK KT A 3 1,512 0,504 B 2 1,554 0,777 A*B 6 0,126 0,021 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata.
F Hitung 80,860 124,640 3,370
C. Uji lanjut duncan keasaman (pH) isolat lignin delignifikasi tahap I Uji lanjut Duncan terhadap pH isolat lignin antara faktor A dan B Pengelompokan Duncan Rataan N Kombinasi A 4,175 2 A1B1 A 4,045 2 A2B1 B 3,680 2 A1B2 B 3,620 2 A3B1 C B 3,560 2 A3B3 C D 3,505 2 A1B3 C D 3,355 2 A4B1 C D 3,350 2 A2B2 E D 3,245 2 A2B3 E D F 3,225 2 A3B2 E G F 3,090 2 A3B3 G F 3,055 2 A4B2 G 2,955 2 A4B3 • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata.
Pr>F <,0001 <,0001 0,0347
Lampiran 10. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Keasaman (pH) Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II
A. Data hasil penelitian keasaman (pH) isolat lignin delignifikasi tahap II Perlakuan Ulangan pH Rata-rata 1 4,22 A1B1 4,20 ± 0,03 2 4,18 1 3,99 A1B2 3,95 ± 0,06 2 3,91 1 3,16 A1B3 3,14 ± 0,04 2 3,11 1 4,12 A2B1 4,07 ± 0,08 2 4,01 1 3,82 A2B2 3,80 ± 0,03 2 3,78 1 2,88 A2B3 2,92 ± 0,05 2 2,95 1 3,24 A3B1 3,40 ± 0,22 2 3,55 1 3,16 A3B2 3,23 ± 0,09 2 3,29 1 2,88 A3B3 2,93 ± 0,07 2 2,98 1 3,28 A4B1 3,24 ± 0,06 2 3,19 1 3,17 A4B2 3,07 ± 0,14 2 2,97 1 2,51 A4B3 2,65 ± 0,20 2 2,79 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) keasaman isolat lignin delignifikasi tahap II =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 5,592 0,139 5,731
KT 0,508 0,011
F Hitung 43,790
Pr>F <,0001
Sumber db Tipe III JK KT A 3 2,315 0,771 B 2 2,869 1,435 A*B 6 0,407 0,068 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata.
F Hitung 66,480 123,580 5,850
Pr>F <,0001 <,0001 0,0047
C. Uji lanjut duncan keasaman (pH) isolat lignin delignifikasi tahap II Uji lanjut Duncan terhadap pH isolat lignin antara faktor A dan B Pengelompokan Duncan Rataan A 4,200 B A 4,065 B C 3,950 C 3,800 D 3,395 E D 3,235 E D 3,225 E F 3,135 E F 3,070 F 2,930 F 2,915 G 2,650 • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata.
N Kombinasi 2 A1B1 2 A2B1 2 A1B2 2 A2B2 2 A3B1 2 A4B1 2 A3B2 2 A1B3 2 A4B2 2 A3B3 2 A2B3 2 A4B3 sama menunjukkan faktor tidak tidak sama menunjukkan faktor
Lampiran 11. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ekuivalen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I
A. Data hasil penelitian berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I Perlakuan Ulangan Mw Rata-rata 1 2.392 A1B1 2.420 ± 39,18 2 2.447 1 2.285 A1B2 2.398 ± 160,16 2 2.512 1 2.512 A1B3 2.456 ± 78,17 2 2.401 1 2.722 A2B1 2.783 ± 85,51 2 2.843 1 2.602 A2B2 2.801 ± 281,37 2 3.000 1 3.090 A2B3 3.278 ± 266,15 2 3.467 1 3.353 A3B1 3.324 ± 40,72 2 3.295 1 3.609 A3B2 3.943 ± 471,86 2 4.277 1 4.664 A3B3 4.337 ± 461,40 2 4.011 1 3.311 A4B1 3.357 ± 64,03 2 3.402 1 4.023 A4B2 4.068 ± 63,54 2 4.113 1 4.371 A4B3 4.467 ± 134,71 2 4.562 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK
KT
12.521.657,330 1.138.332,480 655.454,000 54.621,170 13.177.111,330
F Hitung
Pr>F
20,840
<,0001
Sumber db Tipe III JK KT F Hitung A 3 9.893.226,333 3.297.742,111 60,370 B 2 1.794.248,083 882.124,042 16,150 A*B 6 864.182,917 144.030,486 2,640 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata. • Nilai Signifikansi (Pr > F) > : Tidak Berpengaruh Nyata.
Pr>F <,0001 0,0004 0,0716
C. Uji lanjut duncan berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I a. Uji lanjut Duncan terhadap berat ekuivalen isolat lignin faktor penambahan katalis NaOH (A) Pengelompokan Duncan Rataan A 3.963,700 A 3.868,200 B 2.954,000 C 2.424,800 • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata.
N Konsentrasi NaOH (%) 6 15 6 10 6 5 6 0 tidak sama menunjukkan faktor sama menunjukkan faktor tidak
b. Uji lanjut Duncan terhadap berat ekuivalen isolat lignin faktor konsentrasi H2SO4 (B) Pengelompokan Duncan Rataan A 3.634,800 B 3.302,600 C 2.970,600 • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata.
N Konsentrasi H2SO4 (%) 8 35 8 20 8 5 tidak sama menunjukkan faktor
Lampiran 12. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Berat Ekuivalen Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II
A. Data hasil penelitian berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap II Perlakuan Ulangan Mw Rata-rata 1 2.593 A1B1 2.624 ± 43,42 2 2.655 1 2.956 A1B2 2.914 ± 58,91 2 2.873 1 3.260 A1B3 3.195 ± 92,37 2 3.129 1 2.359 A2B1 2.351 ± 11,51 2 2.343 1 2.445 A2B2 2.168 ± 392,57 2 1.890 1 2.503 A2B3 2.284 ± 309,50 2 2.065 1 2.028 A3B1 1.883 ± 203,85 2 1.739 1 1.710 A3B2 1.758 ± 68,05 2 1.806 1 1.804 A3B3 1.861 ± 81,79 2 1.919 1 2.312 A4B1 2.239 ± 103,76 2 2.166 1 2.112 A4B2 2.108 ± 5,01 2 2.105 1 2.353 A4B3 2.168 ± 262,43 2 1.982 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap II ( =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db
JK
KT
F Hitung
Pr>F
11 12 23
4.040.835,124 396.493,500 4.437.328,625
367.348,648 33.041,125
11,120
0,0001
Sumber db Tipe III JK KT F Hitung A 3 3.645.792,458 1.215.264,153 36,780 B 2 83.797,000 41.898,500 1,270 A*B 6 311.245,667 51.874,278 1,570 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata. • Nilai Signifikansi (Pr > F) > : Tidak Berpengaruh Nyata.
Pr>F <,0001 0,3165 0,2381
C. Uji lanjut duncan berat ekuivalen isolat lignin proses delignifikasi tahap II Uji lanjut Duncan terhadap berat ekuivalen isolat lignin faktor penambahan katalis NaOH (A) Pengelompokan Duncan A B B C • Huruf Pengelompokan berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan berbeda nyata.
Rataan 5.822,000 4.535,300 4.343,300 3.668,500 Duncan yang
N Konsentrasi NaOH (%) 6 0 6 5 6 15 6 10 tidak sama menunjukkan faktor
Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak
Lampiran 13. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Metoksil Isolat Lignin Delignifikasi Tahap I
A. Data hasil penelitian kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap I Perlakuan Ulangan % metoksil Rata-rata 1 2,93 A1B1 2,89 ± 0,06 2 2,84 1 3,11 A1B2 3,07 ± 0,06 2 3,02 1 2,90 A1B3 2,86 ± 0,05 2 2,83 1 2,32 A2B1 2,58 ± 0,18 2 2,58 1 2,24 A2B2 2,23 ± 0,02 2 2,22 1 2,38 A2B3 2,32 ± 0,08 2 2,27 1 2,06 A3B1 2,12 ± 0,08 2 2,17 1 1,60 A3B2 1,92 ± 0,48 2 2,25 1 1,93 A3B3 2,08 ± 0,21 2 2,23 1 2,21 A4B1 2,26 ± 0,06 2 2,30 1 2,36 A4B2 2,33 ± 0,03 2 2,31 1 2,59 A4B3 2,54 ± 0,07 2 2,49 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap I =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 2,757 0,323 3,081
KT 0,25 0,027
F Hitung 9,310
Pr>F 0,0003
Sumber db Tipe III JK KT F Hitung A 3 2,533 0,844 31,350 B 2 0,016 0,008 0,30 A*B 6 0,208 0,035 1,290 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berpengaruh Nyata. • Nilai Signifikansi (Pr > F) > : Tidak Berpengaruh Nyata.
Pr>F <,0001 0,7427 0,3329
C. Uji lanjut duncan kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap I Uji lanjut Duncan terhadap kadar metoksil isolat lignin faktor penambahan katalis NaOH (A) Pengelompokan Duncan Rataan A 2,938 B 2,377 B 2,335 C 2,040 • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang berbeda nyata.
N Konsentrasi NaOH (%) 6 0 6 15 6 5 6 10 tidak sama menunjukkan faktor sama menunjukkan faktor tidak
Lampiran 14. Data Hasil Penelitian, Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kadar Metoksil Isolat Lignin Delignifikasi Tahap II
A. Data hasil penelitian kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap II Perlakuan Ulangan % metoksil Rata-rata 1 2,88 A1B1 2,87 ± 0,02 2 2,86 1 3,12 A1B2 3,07 ± 0,07 2 3,02 1 2,67 A1B3 2,65 ± 0,03 2 2,63 1 2,20 A2B1 2,22 ± 0,03 2 2,25 1 2,26 A2B2 2,27 ± 0,02 2 2,29 1 2,01 A2B3 2,08 ± 0,09 2 2,14 1 2,11 A3B1 1,92 ± 0,28 2 1,72 1 1,84 A3B2 1,96 ± 0,17 2 2,08 1 1,57 A3B3 1,77 ± 0,29 2 1,98 1 2,32 A4B1 2,24 ± 0,11 2 2,16 1 2,29 A4B2 1,96 ± 0,47 2 1,63 1 1,99 A4B3 1,76 ± 0,32 2 1,53 Keterangan: A : faktor penambahan katalis NaOH (1= 0%, 2= 5%, 3= 10%, 4= 15%) B : faktor konsentrasi H2SO4 (1= 5%, 2= 20%, 3= 35%)
B. Analisa ragam (ANOVA) kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap II ( =0,05) Sumber Variasi Model Galat Total
db 11 12 23
JK 3,981 0,541 4,523
KT 0,362 0,045
F Hitung 8,020
Pr>F 0,0006
Sumber db Tipe III JK KT F Hitung A 3 3,492 1,164 25,800 B 2 0,332 0,166 3,680 A*B 6 0,158 0,026 0,580 • Nilai Signifikansi (Pr > F) < : Berbeda Nyata. • Nilai Signifikansi (Pr > F) > : Tidak Berbeda Nyata.
Pr>F <,0001 0,0569 0,7377
C. Uji lanjut duncan kadar metoksil isolat lignin delignifikasi tahap II Uji lanjut Duncan terhadap kadar metoksil lignin isolat faktor penambahan katalis NaOH (A) Pengelompokan Duncan Rataan N Konsentrasi NaOH (%) A 2,863 6 0 B 2,192 6 5 C B 1,987 6 15 C 1,883 6 10 • Huruf Pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata. • Huruf Pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata.