OPTIMASI PRODUKSI DAN AKTIVITAS ENZIM SELULASE DARI MIKROB SELULOLITIK ASAL RAYAP
KHAIRIL ANWAR SYAM
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
ABSTRAK KHAIRIL ANWAR SYAM. Optimasi Produksi dan Aktivitas Enzim Selulase dari Mikrob Selulolitik Asal Rayap. Dibimbing oleh EMAN KUSTAMAN dan TRI PANJI. Tingginya laju penggunaan minyak bumi tidak sebanding dengan laju pembentukan depot minyak bumi di alam sehingga mengalami masa krisis. Berbagai penelitian diarahkan pada pengembangan energi alternatif yang bersifat terbarukan seperti bioetanol. Produksi bioetanol memerlukan glukosa sebagai substrat. Hidrolisis seulosa menggunakan enzim murni atau mikroorganisme penghasil enzim selulase pada rayap lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimum untuk memproduksi enzim selulase dari mikrob selulolitik asal rayap. Kemampuan kultur untuk mengabsorpsi sinar dapat dinyatakan dengan jumlah sinar yang diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi sel. Angka rapat optis suspensi kultur diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Populasi sel tertinggi dicapai pada waktu fermentasi 48 jam. Peningkatan aktivitas enzim selulase mencapai waktu optimumnya pada jam ke12. Aktivitas selulolitik maksimum pada pH 5,0. Aktivitas selulase mengalami peningkatan seiring meningkatnya suhu fermentasi dan mencapai optimum pada suhu 28 OC (suhu ruang). Aktivitas enzim tertinggi terdapat pada media dengan konsentrasi selulosa sebesar 1%. Pengujian aktivitas enzim selulase pada substrat bagas tebu memberikan nilai yang rendah. Kation Ca2+ dan Cu2+ meningkatkan aktivitas enzim selulase dibandingkan Mg2+ dan Mn2+. .
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
ABSTRACT KHAIRIL ANWAR SYAM. Production and Activity Optimization of Cellulase Enzyme of Cellulolytic Microbes in Termites. Under the Direction of EMAN KUSTAMAN and TRI PANJI. Consumption of fossil fuel is extremely high so it would not be compared to the forming of its deposit in earth. It cause fuel and energy crisis on earth today. Many researches have been done to make new alternative renewable energy, such as bioethanol from glucose. Cellulose hydrolyses was done by using pure cellulase or cellulolytic microbes in termites which is more friendly to the environment. Research was done to find out optimum condition in producing cellulase enzyme of cellulolytic microbes in termites. The culture ability to absorbs light was known to related with the light intensity which is correspond to the cell concentration respectively. The optical density of culture suspension was measured by spectrophotometer in 660 nms. Highest population was achieved in 48 hrs, while the highest cellulase activity was known to be 12 hrs with pH 5,0. Cellulase activity increased based on temperature and has its optimum at 28 OC (room temperature). Highest enzyme activity was also reached by 1 % cellulose concentration. Cellulase was also tested with bagas tebu as substrate, which gave low activity. Ca2+ and Cu2+ ions was enlarge enzyme activity compared to Mg2+ and Mn2+.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
OPTIMASI PRODUKSI DAN AKTIVITAS ENZIM SELULASE DARI MIKROB SELULOLITIK ASAL RAYAP
KHAIRIL ANWAR SYAM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Judul Nama NIM
: Optimasi Produksi dan Aktivitas Enzim Selulase dari Selulolitik Asal Rayap : Khairil Anwar Syam : G44103049
Mikrob
Disetujui
Ir. H. Eman Kustaman Ketua
Dr. H. Tri Panji, MS. APU. Anggota
Diketahui
Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Tanggal Lulus:
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan kegiatan penelitian. Penelitian berjudul Optimasi Produksi dan Aktivitas Enzim Selulase dari Mikrob Selulolitik Asal Rayap ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari April 2007 sampai dengan Desember 2007, bertempat di Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi, antara lain kepada Ir. Eman Kustaman selaku pembimbing utama dan Dr. Tri Panji, MS, APU. Ungkapan rasa terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, kakak, adik, keluarga besar asrama ekasari, Ibu Ida, Mba Ning, Mba Wulan, Mba Urip, Eko, Indah, Ibu Eny, Mba Irma, dan pihak-pihak lain yang senantiasa memberikan dukungan dengan doa dan perhatian yang tidak ternilai dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2008
Khairil Anwar Syam
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muara Bulian pada tanggal 5 Januari 1985 dari ayah Syamsi dan ibu Rusmiati. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Titian teras Jambi dan pada tahun yang sama lulus tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar pada semester ganjil tahun pelajaran 2004/2005. Penulis juga aktif di lembaga kemahasiswaan dan berbagai kepanitiaan kampus. Aktivitas di lembaga kemahasiswaan yang pernah diikuti ialah anggota Koperasi Mahasiswa IPB (Kopma IPB) periode 2003/2004, staf Departemen Kerohanian Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) periode 2003/2004, utusan khusus Imasika pada Forum Mahasiswa Peduli Pertanian (Formula) IPB periode 2003/2004, staf Departemen Keilmuan Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) periode 2004/2005, Ketua Chemistry Challenge dalam rangkaian acara Pesta Sains FMIPA IPB tahun 2005. Penulis pernah memperoleh beasiswa Mitsubishi untuk periode 2004/2005 dan 2005/2006 serta beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB periode 2006/2007. Penulis melakukan praktik lapangan di Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Rayap ...................................................................................................... Bakteri Selulolitik .................................................................................... Selulosa .................................................................................................. Enzim Selulase ........................................................................................ Kondisi Optimum Aktivitas Enzim .......................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim................................. Teknik Penentuan Kadar Glukosa ...........................................................
1 3 3 3 4 4 5
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ....................................................................................... 5 Metode ................................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Fermentasi Kultur Inokulum Bakteri Selulolitik ........................... 7 Waktu Optimum Fermentasi .................................................................... 7 Karakterisasi Enzim Selulase ................................................................... 8 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 10 LAMPIRAN .................................................................................................... 12
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rayap .............................................................................................................. 1 2 Struktur selulase .............................................................................................. 3 3 Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase .......................................... 3 4 Mekanisme reaksi asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS)........................................... 4 5 Kurva pertumbuhan isolat RBS-01................................................................... 7 6 Pengaruh waktu fermentasi terhadap aktivitas selulase..................................... 7 7 Pengaruh pH fermentasi terhadap aktivitas selulase ....................................... 8 8 Pengaruh suhu fermentasi terhadap aktivitas selulase...................................... 8 9 Pengaruh konsentrasi selulosa media fermentasi terhadap aktivitas selulase .... 9
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian..................................................................................... 13 2 Komposisi media Hans .............................................................................. 14 3 Data Kurva Standar Glukosa ..................................................................... 14 4 Kurva standar glukosa ............................................................................... 14 5 Data kurva pertumbuhan isolat RBS-01 .................................................... 15 6 Data pengaruh waktu fermentasi terhadap aktivitas selulase ...................... 15 7 Data aruh konsentrasi selulosa terhadap aktivitas selulase pada dengan waktu fermentasi 12 jam ................................................................ 15 8 Data pengaruh pH fermentasi terhadap aktivitas selulase pada waktu fermentasi 12 jam dan konsentrasi selulosa 1%................................ 16 9 Data pengaruh suhu fermentasi terhadap aktivitas selulase pada waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, dan pH 5 ............................... 16 10 Data pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 2 mM terhadap aktivitas selulase pada waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28OC........................................... 16 11 Data kurva pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 1 mM terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm dengan waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28OC ............. 17 12 Data kurva pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 0,5 mM terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm dengan waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28OC ............. 17 13 Data kurva pengaruh penggunaan bagas tebu terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm dengan waktu fermentasi 12 jam, pH 5, dan suhu 28OC... 17
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
1
PENDAHULUAN Minyak bumi telah dimanfaatkan sebagai sumber kebutuhan oleh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai kebutuhan industri. Tingginya laju penggunaan minyak bumi tidak sebanding dengan laju pembentukan deposit minyak bumi di alam sehingga menyebabkan sumber energi ini akan mengalami masa krisis. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi dan mempengaruhi harga produk yang ada di masyarakat. Berbagai penelitian telah diarahkan pada pengembangan energi alternatif yang bersifat terbarukan, seperti bioetanol sebagai biofuel. Produk ini memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi dibandingkan energi minyak bumi. Selain itu bioetanol juga bersifat lebih ramah terhadap lingkungan. Bioetanol digunakan dalam pembuatan gasohol. Gasohol merupakan campuran bensin (gasoline) dan alkohol (etanol) dengan kandungan etanol 2080%. Produksi bioetanol yang murah memerlukan glukosa sebagai substrat fermentasi. Sumber glukosa yang paling murah adalah dari pemecahan selulosa. Selulosa yang tersedia berlimpah sangat potensial dipakai sebagai bahan baku untuk produksi etanol. Selulosa dihidrolisis menjadi mono-, di-, atau oligosakarida dengan menggunakan cara kimiawi dan hayati. Hidrolisis dengan cara kimiawi dengan menggunakan asam kuat, sedangkan dengan cara hayati dapat menggunakan enzim murni atau mikroorganisme penghasil enzim selulase (Hardjo et.al 1989). Proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari selulosa menjadi glukosa dinilai lebih ramah lingkungan. produksi glukosa dari selulosa yang ideal adalah dengan enzim selulase karena proses dapat dilakukan pada suhu rendah sehingga akan menghemat energi. Usaha pengembangan teknologi enzim dihadapkan pada hambatan tingginya biaya produksi, sehingga nilai ekonomi enzim yang dihasilkan sangat mahal. Salah satu usaha untuk menekan biaya produksi adalah dengan memanfaatkan limbah berselulosa sebagai media pertumbuhan mikroorganisme sebagai pengganti substrat selulosa murni. Bahan alami sering digunakan sebagai media untuk memproduksi enzim karena murah dan mengandung za-zat yang dapat merangsang pembentukan enzim (Casida 1968).
Produksi selulase dalam teknologi enzim memerlukan mikrob yang dapat beraktivitas pada lingkungan ekstrim dan menghasilkan enzim ekstrasel, dengan kondisi pertumbuhan optimum di luar lingkungan normal (suhu > 4 O C atau < 40 OC dan pH >5 atau < 8,5) (KristJansson & Hreggvidss 1995). Untuk itu diperlukan metode produksi selulase yang optimum dari isolat mikrob lokal, di antaranya dari mikrob selulolitik asal rayap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum untuk memproduksi enzim selulase dari mikrob selulolitik asal rayap. Hipotesis pada penelitian ini adalah enzim selulase dari mikrob selulolitik asal rayap memiliki kondisi optimum untuk produksi enzim. Penelitian ini bermanfaat untuk menghasilkan isolat mikrob penghasil enzim selulase yang memiliki karakteristik terbaik untuk menunjang penelitian pengembangan biofuel.
TINJAUAN PUSTAKA Rayap Rayap merupakan serangga berkoloni, termasuk hewan Anthropoda yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorfosis bertahap, yaitu telur, nimfa, dan dewasa dengan beberapa fase pada dua masa percobaan. Pada nimfa yang bertunas sayapnya akan tumbuh lengkap pada fase terakhir sampai mencapai kedewasaannya (Breznak 1982). Menurut Tarumingkeng (1971), rayap hidup dalam suatu masyarakat besar (koloni) yang terdiri dari kasta dengan fungsi yang berbeda. Secara garis besar, kasta rayap terbagi dua yaitu kasta reproduktif dan kasta steril. Kasta reproduktif terdiri dari kasta reproduktif primer dan suplementer. Kasta reproduktif primer terdiri dari imago bersayap yang akan menjadi pendiri koloni. Imago ini akan terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar pada musim hujan dan pada waktu sore atau malam hari. Jika ratu dan raja mati atau terpisah dari koloninya maka akan ada pengganti raja atau ratu yang baru yang disebut kasta reproduktif suplementer. Hal ini bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan secara terus menerus koloni tersebut. Kasta steril terdiri dari kasta pekerja dan kasta prajurit. Kasta pekerja merupakan kelompok mayoritas yang jumlahnya mencapai 90% dari jumlah populasi koloni,
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
2
yang berbentuk nimfa dan berwarna keputihan dengan kepala hypognat tanpa mata mata fasil. Kasta pekerja (Gambar 1) mempunyai mandibula yang relatif kecil bila dibandingkan kasta prajurit, yang digunakan untuk menggigit kayu dan bahan makanan lainnya untuk diberikan kepada anggotaanggota koloni lainnya, merawat telur, serta membuat dan memelihara sarangnya. Kasta Prajurit merupakan kasta yang bertugas untuk mempertahankan keberadaan koloni dari ancaman luar. Ordo Isoptera terbagi atas enam famili,yaitu Mastotermitidae, Hodotermitidae, Kalotermitidae, Thermophitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae (Harris 1971). Jika dilihat dari pola hidupnya, menurut Tarumingkeng (1971) rayap dibagi atas empat golongan, yaitu rayap pohon yaitu jenis rayap yang menyerang kayu hidup, bersarang dalam pohon, dan berhubungan dengan tanah, termasuk famili Kalotermitidae; rayap kayu lembap yaitu jenis yang menyerang kayu lembab yang telah mati dan sarangnya berada dalam kayu yang tidak berhubungan dengan tanah. Jenis ini tergolong dalam genus Glyptotermes (famili Kalotermitidae); rayap kayu kering yaitu jenis yang hidup dalam kayu, terutama kayu-kayu di bawah atap. Koloni bersarang dalam kayu ini tidak memerlukan air dan tidak berhubungan dengan tanah; rayap subteran yaitu jenis yang menyerang kayu, baik yang terdapat di dalam maupun di atas tanah dan umumnya bersarang di dalam tanah. Jenis ini dapat menyerang kayu yang terletak jauh dari pusat sarangnya dengan membuat jalan tertutup dari bahan tanah untuk mengangkut bahan makanan ke dalam sarangnya.
Gambar 1 Rayap pekerja
Ordo Isoptera terbagi atas enam famili,yaitu Mastotermitidae, Hodotermitidae, Kalotermitidae, Thermophitidae, Rhinotermitidae, dan Termitidae (Harris 1971). Jika dilihat dari pola hidupnya, menurut Tarumingkeng (1971) rayap dibagi atas empat golongan, yaitu rayap pohon yaitu jenis rayap yang menyerang kayu hidup, bersarang dalam pohon, dan berhubungan dengan tanah, termasuk famili Kalotermitidae; rayap kayu lembap yaitu jenis yang menyerang kayu lembab yang telah mati dan sarangnya berada dalam kayu yang tidak berhubungan dengan tanah. Jenis ini tergolong dalam genus Glyptotermes (famili Kalotermitidae); rayap kayu kering yaitu jenis yang hidup dalam kayu, terutama kayu-kayu di bawah atap. Koloni bersarang dalam kayu ini tidak memerlukan air dan tidak berhubungan dengan tanah; rayap subteran yaitu jenis yang menyerang kayu, baik yang terdapat di dalam maupun di atas tanah dan umumnya bersarang di dalam tanah. Jenis ini dapat menyerang kayu yang terletak jauh dari pusat sarangnya dengan membuat jalan tertutup dari bahan tanah untuk mengangkut bahan makanan ke dalam sarangnya. Saluran pencernaan rayap hampir sama dengan serangga lainnya yang terdiri dari tiga bagian besar, yaitu usus depan, usus tengah, dan usus belakang (Nandika et al.1994). Usus depan merupakan bagian paling kecil dan sederhana yang berwarna kuning kecokelatan, diawali dengan faring (kerongkongan, esophagus, tembolok) yang terbentuk lurus dan sempit untuk menyalurkan makanan dari mulut ke tembolok sebagai tempat penyimpanan sementara bagi makanan rayap yang dilapisi kutikula yang tipis dan elastis, sehingga dapat membesar jika terisi makanan (O’Brien dan Slaytor 1982). Jika tembolok tidak terisi makanan, maka bagian ini merupakan lipatan yang membujur (Chapman 1971). Bagian terakhir dari usus depan adalah proventrikulus yang memiliki otot yang bertenaga dan terbentuk dari sel epithelium yang berlipat-lipat. Bagian ini berbentuk seperti tabung yang memanjang untuk menyalurkan dan menghaluskan makanan dari tembolok menuju usus tengah. Usus tengah merupakan bagian yang bening berbentuk tabung yang memanjang terdiri dari gastrocaeca dan ventrikulus. Pada bagian dalam dari usus tengah terllihat adanya garis tengah yang tebal sepanjang ventrikulus, dan diakhiri dengan daerah sembilan filamen ekskresi yang melekat (tubulus malpigi) pada
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
3
postventrikulus sebagai penghambat makanan dan bahan lain kembali ke usus tengah. Usus belakang merupakan bagian yang sangat besar dan kompleks dibanding dengan usus depan maupun usus tengah, yang terdiri dari kantung rektum, kolon, dan rektum. Kantung rektum berbentuk bulat agak lonjong yang merupakan bagian terbesar dari usus belakang, sedangkan bagian akhir dari usus belakang yaitu rektum yang lebih besar dari kolon dan lebih kecil dari kantong rektum, berperan dalam mengabsorpsi kembali air, garam, asam amino dari urin (Chapman 1971). Semua rayap memakan kayu, bahan selulosa, ataupun lignin yang diperlukan sebagai makanan utama. Menurut Yoshimura (1995), rayap dikelompokkan dalam empat golongan berdasarkan pada ekologi nutrisinya, yaitu pemakan kayu (pohon hidup, kayu mati) sebagian mayoritasnya pada famili rayap tingkat rendah (Mastotermitodae, Kalotermitidae), pemakan rumput (famili Hodotermitidae), pemakan jamur (Basidiomyces) oleh beberapa spesies Mastotermitodae, dan pemakan tanah (mengandung mineral, karbohidrat, mikroorganisme tanah, dan senyawa polifenolat) dikonsumsi oleh spesies dari Termitidae.
Bakteri Selulolitik Distribusi bakteri yang diidentifikasi pada setiap rayap bahwa terdapat korelasi antara bakteri utama usus dan famili rayap tersebut, misalnya pada famili rayap tingkat rendah memiliki bakteri utama Streptococcus, Staphylococcus, dan Enterobacter. Ditemukan dalam kokultur yang tumbuh secara anaerobik, glukosa difermentasi oleh Streptococcus lactis menghasilkan laktat dan dimanfaatkan oleh Bacteroides sp menjadi propionat, asetat, dan CO2 (Breznak 1982).
Selulosa Selulosa sebagai substansi organik yang paling sering dijumpai di alam, merupakan suatu homoglikan berantai lurus yang terbentuk dari sejumlah besar molekul glukosa yang saling berhubungan dengan ikatan β1à4 glukosida. Ikatan β1à4 glukosida pada serat selulosa dapat
dipecah menjadi monomer glukosa oleh selulase. Komposisi selulosa berkisar antara 40-50% dari komposisi total penyusun dinding sel tumbuhan (Koolman 2001). Dalam rantai selulosa unit anhidroglukosa memakai konfigurasi kursi dengan grup hidroksil dalam posisi aksial (Coughlan 1985). Pada kayu, fibril-fibril selulosa membentuk lignin yang berfungsi sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim perombak selulosa (Hardjoko et al. 1989). Adanya fibril yang dibentuk oleh mikrofibril menyebabkan selulosa bersifat tidak larut.
Enzim Selulase (EC 3.2.1.4) Selulase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula sederhana atau glukosa dengan memutuskan ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya (Kulp 1975). Struktur enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 2.. Aktivitas enzim selulase meliputi tiga tipe utama yaitu endoglukanase atau 1,4-β-D-glukan-4glukanohidrolase (EC 3.2.1.4), eksoglukanase, meliputi 1,4-β-D-glukan glukanohidrolase (juga dikenal sebagai selodekstrin) (EC 3.2.1.74) dan 1,4-β-Dglukan selobiohidrolase (selobiohidrolase) (EC 3.2.1.91), dan β-glukosidase atau βglukosida glukohidrolase (EC 3.2.1.21).
Gambar 2 Struktur selulase
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4
Endoglukanase memotong secara acak pada situs internal amorf pada rantai selulosa polisakarida menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbeda-beda dan akhirnya membentuk ujung rantai baru. Eksoglukanase berperan dalam mengatur proses reduksi atau tanpa reduksi dari ujung rantai selulosa polisakarida, membebaskan glukosa (glukanohidrolase) atau selobiosa (selobiohidrolase) sebagai produk utamanya. Eksoglukanase dapat juga berperan pada selulosa mikrokristalin, menyambung rantai selulosa dari struktur mikrokristalin. Glukosidase menghidrolisis selodekstrin dapat larut dan selobiosa menjadi glukosa. Selulase dapat dikenali dari glikosida hidrolase lain berdasarkan kemampuannya untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik antara residu glukosil (Gambar 3).
Gambar 3 Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase
Kondisi Optimum Aktivitas Enzim Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitas enzim selulase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan satu mikromol gula reduksi (glukosa) setiap menit (Lehninger 1993). Aktivitas enzim dapat dipengaruhi keadaan-keadaan antara lain, konsentrasi substrat, pH, dan suhu (Pelezar dan Chan 1986). Setiap enzim berfungsi secara optimal pada pH, suhu, dan konsentrasi substrat tertentu. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat pada substrat. Terdapat suatu temperatur optimal, dimana reaksi berlangsung sangat cepat. Di atas temperatur
optimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan terdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah beberapa enzim tidak dapat bekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh pH, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Kondisi optimum aktivitas enzim selulase berada pada kisaran suhu inkubasi 35-80 oC berdasarkan Enzyme Handbook (1991).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Konsentrasi Substrat Substrat yang digunakan dalam proses fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas enzim. Adanya substrat tertentu di dalam medium produksi dapat memacu mikroorganisme untuk mensekresi metabolit selnya (Boing 1982). Selain itu, hasil eksperimen menunjukkan pada konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, kecepatan reaksi tidak akan mengalami kenaikan walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Substrat yang dipergunakan secara umum untuk penetapan aktivitas endoglukanase adalah CMC (Carboxymethyl cellulose).
Suhu Suhu sangatl berpengaruh dan digunakan sebagai katalis enzim dalam suatu reaksi kimia. Jika pada suhu rendah reaksi kimia berlansung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat (Poedjiadi 1994). Namun, kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan kecepatan reaksinya pun akan menurun.
pH Enzim selulase pada umumnya stabil pada kisaran pH 5,0-8,0. Perubahan pH lingkungan sangat berpengaruh terhadap efektvitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Jika kondisi pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan akan mengakibatkan aktivitas enzim menjadi turun.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
5
Pengaruh Ion Stabilitas enzim termasuk selulase dapat dipertahankan dengan teknik modifikasi kimia dengan penambahan bahan tambahan atau aditif yang telah diketahui dapat mempertahankan stabilitas enzim. Muchtadi et al., (1992) mengolongkan aditif menjadi beberapa kelompok, yaitu substrat atau koenzim, ion logam, garam, anion dan kation, gula, dan glikol, serta aditif lainnya.
Teknik Penentuan Kadar Glukosa Pengujian kadar glukosa dapat menggunakan metode kolorimetri dengan reagen dinitrosalisilat, yang berdasarkan gugus karbonil bebas (C=O) sering disebut juga gula pereduksi, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hal ini meliputi terjadinya reaksi oksidasi dari gugus fungsi aldehid tersebut. Secara simultan, asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS) akan mereduksi menghasilkan asam 3amino, 5-nitrosalisilat pada keadaan basa. Gugus aldehid
oksidasi
Metode Peremajaan Isolat Bakteri Selulolitik (Modifikasi Metode Cappucino & Sherman 1983, diacu dalam Vratyastoma 2006) Isolat RBS-01 yang telah diremajakan terlebih dahulu dengan memindahkan satu ose isolat bakteri dari biakan stok ke dalam media Hans padat pada cawan petri, sebagai biakan kerja. Pemindahan isolat dilakukan secara aseptik dalam laminar air flow hood. Isolat dibiarkan tumbuh pada suhu kamar. Setelah isolat tumbuh, biakan kerja dan biakan stok disimpan dalam lemari pendingin.
Kultur Inokulum Bakteri Selulolitik. Sebanyak satu ose isolat RBS-01 dari biakan kerja diinokulasikan ke dalam 100 mL media Hans cair. Larutan media yang telah diinokulasikan tersebut dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang selama 54 jam. Pengambilan sampel cairan fermentasi dilakukan setiap enam jam. Sampel lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 660 nm.
Gugus karboksil
Asam - 3,5 - dinitrosalisilat reduksi asam 3 amino, 5-nitrosalisilat Gambar 4 Mekanisme reaksi asam 3,5dinitrosalisilat (DNS)
BAHAN DAN METODE
Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Sebanyak 1,25% (v/v) kultur inokulum RBS-01 diinokulasikan ke dalam 50 mL media Hans cair. Larutan media yang telah diinokulasi tersebut, dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang. Pengambilan sampel cairan fermentasi dilakukan setiap enam jam. Sampel lalu diukur aktivitas enzimnya.
Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, rak tabung, neraca analitik, Erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, pH-meter, oven, inkubator, autoklaf, laminar air flow hood, Bunsen, ose, freezer, spatula, cawan Petri, pipet Mohr, bulp, pipet tetes, spektrofotometer, UV-VIS, mikropipet, tip, shaker, korek api, dan plastik. Bahan-bahan yang digunakan yaitu isolat bakteri selulolitik RBS-01 yang merupakan hasil isolasi dari rayap di BPBPI Bogor, media Hans yang terdiri atas K2HPO4, KH2PO4, MgSO4.7H2O, (NH4)2SO4, CaCl2, NaCl, akuades, ekstrak ragi, dan agar biotek. Kertas saring, buffer yang terdiri atas CH3COOK dan CH3COOH, reagen asam dinitro salisilat (Dinitro salisilic acid/DNS), fenol, Na2SO4, NaOH 10%, glukosa, dan karboksimetil selulosa (Carboxymethyl Cellulose/CMC).
Penentuan Konsentrasi Selulosa Optimum Fermentasi Sebanyak 1,25% (v/v) kultur inokulum RBS-01 diinokulasikan ke dalam 50 mL media Hans cair. Variasi konsentrasi selulosa ditetapkan sebesar 1, 2, dan 3% (w/v). Larutan media yang telah diinokulasi tersebut, dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang. Pengambilan sampel cairan fermentasi dilakukan pada waktu optimum inkubasi. Sampel lalu diukur aktivitas enzimnya.
Penentuan pH Optimum Fermentasi Sebanyak 1,25% (v/v) kultur inokulum RBS-01 diinokulasikan ke dalam 50 mL media Hans cair. Variasi pH media Hans cair ditetapkan sebesar 5, 6, 7, dan 8. Larutan media yang telah diinokulasi tersebut, dikocok
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
6
dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang. Pengambilan sampel cairan fermentasi dilakukan pada waktu dan konsentrasi selulosa optimum fermentasi. Sampel lalu diukur aktivitas enzimnya.
Penentuan suhu Optimum Fermentasi Sebanyak 1,25% (v/v) kultur inokulum RBS-01 diinokulasikan ke dalam 50 mL media Hans cair. Variasi suhu inkubasi media Hans cair ditetapkan sebesar 22, 28 (suhu ruang), 35, dan 42 OC. Larutan media yang telah diinokulasi tersebut, dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada waktu, konsentrasi selulosa, dan pH optimum inkubasi. Pengambilan sampel cairan fermentasi dilakukan pada waktu, konsentrasi selulosa, dan pH optimum fermentasi. Sampel lalu diukur aktivitas enzimnya.
Pengaruh Penambahan Kation Bivalen (Modifikasi Ratna et al. 2002) Senyawa kation bivalen yang digunakan ialah CaCl2.2H2O, MgCl2, MnCl2, dan CuCl2, hingga mencapai konsentrasi akhir 1, 5, dan 10 mM. Senyawa pengkelat logam etilenadiaminatetraasetat (EDTA) ditambahkan hingga mencapai konsentrasi akhir 1, 5, 10 mM (Freer 1993). Konsentrasi akhir adalah konsentrasi senyawa kation divalen atau EDTA dalam campuran cairan fermentasi, buffer, CMC, dan H2O. Aktivitas enzim selulase diukur pada waktu, suhu, pH, dan konsentrasi selulosa optimum.
Penentuan Aktivitas Enzim Selulase (Miller 1959, diacu dalam Tri Panji 1999) Sebanyak 0,5 mL kultur mikrob selulolitik, 0,5 mL buffer kalium asetat pH 5,5 dan 0,05 g CMC dimasukkan ke dalam tabung reaksi berulir steril secara aseptik. Campuran lalu diinkubasi pada suhu 37 OC selama 2 jam. Selanjutnya ke dalam campuran tersebut ditambahkan larutan asam 3,5-dinitro salisilat sebanyak 3 mL dan 6 mL aquades. Campuran lalu divorteks selama 3 menit dan dididihkan dalam air dengan suhu 100 OC selama 15 menit. Campuran lalu didinginkan selama 30 menit dan dibaca serapannya pada panjang gelombang 550 nm. Nilai konsentrasi glukosa
yang dihasilkan dikonversi dari nilai absorban yang terbaca dengan perhitungan: A standar [glukosa standar] = A sampel [glukosa sampel] Satu unit aktivitas enzim adalah banyaknya µmol glukosa yang dihasilkan pada penambahan 1 mL enzim pada substrat (selulosa) per menit waktu inkubasi, dengan perhitungan: AE =
[Glukosasampel− topt ] −[Glukosasampel− t nol ] x fp Waktuinkubasi(menit) x BM glukosa
Penentuan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Bagas Tebu Sebanyak satu ose isolat RBS-01 dari biakan kerja diinokulasikan ke dalam 100 mL media Hans cair. Larutan media yang telah diinokulasi tersebut dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada suhu ruang. Pengocokan dilakukan selama 48 jam. Sebanyak 1,25% (v/v) kultur inokulum RBS-01 diinokulasikan ke dalam 50 mL media Hans cair yang telah dimodifikasi sumber karbonnya menjadi bagas tebu. Larutan media yang telah diinokulasi tersebut, dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 120 rpm pada waktu, konsentrasi selulosa, dan pH optimum inkubasi. Setelah masa fermentasi, 1 mL cairan fermentasi tersebut ditambahkan larutan asam 3,5-dinitro salisilat sebanyak 3 mL dan 6 mL aquades. Campuran lalu divorteks selama 3 menit dan dididihkan dalam air dengan suhu 100 OC selama 15 menit campuran dibaca serapannya pada panjang gelombang 550 nm. Nilai konsentrasi glukosa yang dihasilkan dikonversi dari nilai absorban yang terbaca dengan perhitungan:
A standar [glukosa standar] = A sampel [glukosa sampel] Satu unit aktivitas enzim adalah banyaknya µmol glukosa yang dihasilkan pada penambahan 1 mL enzim pada substrat (selulosa) per menit waktu inkubasi, dengan perhitungan:
AE=
[Glukosasampel−topt ] −[Glukosasampel−tnol ] x fp Waktuinkubasi(menit) x BM glukosa
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Fermentasi Kultur Inokulum Bakteri Selulolitik Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas mikroba dengan substrat organik yang sesuai. Hasil dari proses fermentasi tergantung pada jenis substrat, jenis mikroba, dan kondisi disekelilingnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Selain itu, media fermentasi yang menyediakan semua nutrien sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel, dan biosintesis produk metabolisme. Pada penelitian ini digunakan media Hans yang mengandung serbuk selulosa sebagai sumber karbon untuk memproduksi enzim selulase. Media ini bersifat spesifik sehingga hanya ditumbuhi oleh mikroorganisme yang dapat mengkonversi selulosa menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Pengamatan pola pertumbuhan dilakukan selama 54 jam dengan selang waktu 6 jam. Pertumbuhan mikroba dapat ditentukan dari sinar yang diabsorpsi oleh suspensi hasil fermentasi. Kemampuan kultur untuk mengabsorpsi sinar dapat dinyatakan dengan jumlah sinar yang diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasi sel (Fardiaz 1989). Data pengamatan angka rapat optis dari suspensi kultur diperoleh dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Populasi sel tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 48 jam dengan nilai absorbans sebesar 1,480, setelah itu populasi sel cenderung menurun. Hal tersebut disebabkan substrat berkurang dan terbentuk glukosa. Berdasarkan data pengamatan angka rapat optis pada pola pertumbuhan mikrob selulolitik pada media Hans terhadap waktu fermentasi (Gambar 5), diperkirakan biakan mencapai akhir fase eksponensial dan akan memasuki fase stasioner pada jam ke-48. 1.6 1.4
absorban
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
waktu fermentasi (jam)
Tujuan utama pembuatan kultur inokulum untuk fermentasi menggunakan bakteri ialah menyediakan inokulum yang berada dalam keadaan aktif, sehingga dapat mempersingkat fase adaptasi (lag phase) pada waktu fermentasi. Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh volume inokulum dan kondisi fisiologinya. Oleh karena itu, inokulum bakteri sebaiknya diinokulasikan ke dalam media fermentasi pada saat sel aktif melakukan metabolisme (fase pertumbuhan eksponensial). Fase adaptasi dapat dikurangi sampai serendah-rendahnya jika komposisi media inokulum yang digunakan sama dengan komposisi media fermentasi.
Waktu Optimum Fermentasi Penentuan waktu optimum fermentasi dilakukan dengan menentukan besarnya aktivitas enzim selulase dengan selang waktu pengamatan 6 jam selama 54 jam. Fardiaz (1988) menjelaskan bahwa produksi enzim dalam suatu bioproses memerlukan beberapa faktor, antara lain jenis mikroba, kurva pertumbuhan, dan kondisi optimum untuk meningkatkan aktivitas enzim. Nilai aktivitas enzim selulase mengindikasikan besarnya laju degradasi CMC menjadi glukosa. Kultur inokulum yang diinokulasikan ke media fermentasi berasal dari kultur pada awal fase stasioner. Suhartono (1992) menjelaskan bahwa pada bakteri, sintesis enzim ekstraseluler dalam jumlah terbesar secara normal terjadi pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir fase eksponensial dan awal fase stasioner. Keadaan tersebut diduga karena pada masa transisi fase eksponensial diikuti dengan penurunan sumber karbon dalam medium, sehingga sintesis enzim selulase mulai meningkat. Peningkatan aktivitas enzim selulase mulai terjadi pada titik awal inokulasi kultur inokulum sampai mencapai waktu optimumnya pada jam ke-12. Hal ini disebabkan sel terus menerus melakukan degradasi CMC menghasilkan glukosa yang akan digunakan untuk keperluan metabolisme sel. Setelah jam ke-12 aktivitas enzim mengalami penurunan karena glukosa yang telah banyak terbentuk merupakan penghambat dalam proses ini. Nilai absorban pada jam ke-12 sebesar 1,090. Hubungan antara nilai serapan glukosa terhadap waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5 Kurva pertumbuhan isolat RBS-01
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
8
absorban
1,2
0,8
0,4
0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
waktu (jam)
Gambar 6 Pengaruh waktu fermentasi terhadap aktivitas selulase
Karakterisasi Enzim Selulase
Aktivitas enzim yang menurun disebabkan adanya perubahan pH akibat berubahnya keadaan ion enzim ataupun keadaan ion substrat (Palmer 1981). Selain itu, energi cadangan yang mulai habis dan nutrien yang berkurang dapat menyebabkan aktivitas enzim menjadi turun. Penurunan aktivitas enzim tersebut dapat dikembalikan dengan memulihkan kondisi reaksi enzimatis pada pH optimalnya. Setiap enzim mempunyai pH optimum. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai kestabilan yang tinggi dan hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi 1991).
pH Karakter enzim yang diukur dalam penelitian ini adalah pengaruh pH terhadap aktivitas selulolitik enzim selulase dengan selang pengamatan pH 5,0-8,0. Enzim selulase yang dihasilkan oleh mikrob selulolitik ini mencapai aktivitas selulolitik maksimum pada pH 5,0 dengan nilai aktivitas selulase sebesar 0,0058 U/mL (Gambar 7). Di atas pH tersebut, aktivitas selulase mengalami penurunan. Menurut Bailey & Ollis (1986) dan Suhartono (1989) enzim ini mempunyai aktivitas yang lebih tinggi pada pH asam dibandingkan pH netral. Selama fermentasi selulosa berlangsung, konsumsi glukosa pada pH 5,0 lebih banyak dari pH yang lain. Hal ini memungkinkan pada pH tersebut mikrob selulolitik menggunakan glukosa untuk pertumbuhannya sehingga pembentukan glukosa pun berlangsung dengan cepat. Enzim yang diinkubasikan pada berbagai pH selama 2 jam stabil pada pH 5,0.
Suhu Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dari aktivitas enzim. Proses produksi yang menggunakan enzim biasanya pada suhu tinggi bisa meningkatkan laju reaksi, menghemat waktu, tenaga, dan mengurangi kemungkinan kontaminasi (Edwards 1990). Suhu juga mempengaruhi aktivitas selulase yang dihasilkan mokrob mesofil yang ditunjukkkan pada Gambar 8. Aktivitas selulase mengalami peningkatan seiring meningkatnya suhu fermentasi dan mencapai optimum pada suhu 28 OC (suhu ruang). Adapun nilai aktivitas selulase yang diperoleh yakni sebesar 0.0558 U/mL.
0.06
0.05
Aktivitas selulase (U/mL)
0.04
0.06
Aktivitas selulase (U/mL)
0.05
0.04
0.03
0.02
0.03 0.01
0.02
0.01
0 0
0
20
40
60
Suhu fermentasi (OC)
5
6
7
8
pH fermentasi
Gambar 7 Pengaruh pH fermentasi terhadap selulase aktivitas
Gambar 8 Pengaruh suhu fermentasi terhadap aktivitas selulase
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
9
Kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan reaksi hanya pada kisaran tertentu (Murray et al. 2003). Mula-mula kecepatan reaksi meningkat sejalan dengan kenaikan suhu dan peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi. Peningkatan energi lebih tinggi akan memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersier dari enzim tersebut. Selain itu, suhu yang tinggi juga dapat mempengaruhi konformasi substrat sehingga mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim (Suhartono 1992).
Konsentrasi Substrat Penelitian ini menggunakan enzim selulase yang disekresikan oleh mikrob yang berasal dari sistem pencernaan rayap. Substrat yang digunakan dalam media fermentasi untuk penentuan konsentrasi substrat adalah serbuk selulosa yang terdiri dari selulosa kristalin dan selulosa amorf. Hasil analisis aktivitas enzim selulase terhadap konsentrasi substrat media fermentasi ditampilkan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada media dengan konsentrasi selulosa 1% dengan nilai aktivitas enzim sebesar 0,0286 U/ml. Pada konsentrasi selulosa media sebesar 2% dan 3% menunjukkan penurunan aktivitas enzim. Penurunan aktivitas enzim ini dikarenakan adanya penghambatan produk. Semakin tinggi konsentrasi glukosa yang terbentuk maka nilai aktivitas enzim akan semakin menurun.
0.03
Aktivitas selulase (U/mL)
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0 0
1
2
3
4
Konsentrasi selulosa (% w/v)
Gambar 9 Pengaruh konsentrasi media fermentasi aktivitas selulase
selulosa terhadap
Mikrob yang digunakan pada aplikasi isolat ke media bagas tebu berasal dari isolat yang ditumbuhkan pada media selulosa yang telah dioptimasi aktivitas enzim nya. Pengujian aktivitas enzim selulase pada substrat bagas tebu dengan konsentrasi 0,025% hanya memberikan nilai sebesar 0,0009 U/mL. Kecilnya nilai aktivitas enzim ini disebabkan tidak adanya adaptasi mikrob terhadap media. Selain itu bagas tebu yang digunakan masih mengandung lignin dan silika. sehingga pre-treatment dengan melakukan delignifikasi bagas tebu perlu dilakukan. sehingga aktivitas yang dihasilkan bisa lebih tinggi.
Pengaruh Kation Bivalen Aktivitas enzim berhubungan langsung dengan perubahan struktur tersier dari molekul protein enzim. Pada keadaan suhu, pH, dan konsentrasi ion normal, struktur tersisr distabilkan oleh empat jenis reaksi. Interaksi tersebut ialah ikatan hidrogen, gaya tarik ion, interaksi hidrofobik, dan jembatan kovalen. Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan stabilitas enzim. Salah satunya ialah penambahan aditif berupa ion logam (Vihinen & Manstala 1989, Satiawihardja et al. 1997). Menurut Ullah (1989) ion-ion logam yang ditambahkan dalam bentuk garam-garam organik dapat memberikan kestabilan dengan cara menetralkan muatan elektrostatik yang melindungi enzim sehingga konformasi dapat dipertahankan. Ion logam sebagai aditif umumnya ditambahkan dalan bentuk garam, misalnya ion Ca2+ dalam bentuk garam klorida (Schwimmer 1981). Mineral Ca2+ dapat berfungsi sebagai aktivator pada konsentrasi 0,5 mM 1 mM, dan 2 mM yang telah diujikan dengan memberikan nilai aktivitas enzim berturut-turut sebesar 247,67%, 153,49%, dan 141,86%. Nilai-nilai aktivitas enzim tersebut lebih tinggi dari nilai aktivitas enzim kontrol. Mineral Ca2+ mampu mempertahankan kestabilan selulase dari pengaruh panas setelah inkubasi. Ion Mn2+ lebih berfungsi sebagai inhibitor yang bisa menurunkan aktivitas selulosa pada berbagai konsentrasi. Ion ini memberikan nilai aktivitas enzim sebesar 4,65% untuk konsentrasi 2 mM. Penambahan mineral yang menurunkan aktivitas selulase juga terjadi pada penambahan ion Mg2+ dengan konsentrasi 2 mM dan 0,5 mM serta ion Cu2+ dengan konsentrasi 2 mM. Namun untuk
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
10
konsentrasi Cu2+ sebesar 1 mM dan 0,5 mM memberikan pengaruh kenaikan aktivitas enzim, yang nilainya adalah 202,33% dan 117,44%. Hal serupa juga ditunjukkan oleh ion Mg2+ dengan konsentrasi 1 mM yang mempunyai nilai aktivitas enzim sebesar 183,72%. Berdasarkan data-data tersebut ion Mn2+ dan Mg2+ bertindak sebagai inhibitor sedangkan ion Cu2+ bertindak sebagai aktivator. Peningkatan aktivitas selulase bergantung pada jenis ion dan konsentrasi masing-masing mineral yang ditambahkan (Nord 1980). Hasil analisis aktivitas enzim selulase terhadap pengaruh penambahan kation bivalen pada konsentrasi 2 mM, 1 mM, dan 0,5 mM ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Pengaruh penambahan beberapa jenis dan konsentrasi kation bivalen terhadap aktivitas selulase (dalam %) Konsentrasi
Jenis Kation
0,5mM
1 mM
2 mM
Kontrol
100
100
100
2+
247,67
153,49
141,86
Mg
3,49
183,72
24,42
Cu2+
117,44
202,33
23,26
-
-
4,65
52,33
87,21
33,72
Ca
2+
2+
Mn
EDTA
pada penelitian ini. Aplikasi isolat mikrob ini pada media tertentu hendaknya dilakukan optimasi kondisi optimum media tersebut lebih dahulu, penambahan titik pengambilan sampel untuk pH <5 serta konsentrasi selulosa <1%, serta penentuan Km dan Vmaks reaksi enzim.
DAFTAR PUSTAKA Anna
P. 1994. Dasar-Dasar Jakarta: UI Pr.
Biokimia.
Bailey & Ollis M. 1986. Biochemistry Engineering Fundamentals.New York: Mc Graw-Hill. Batubara R. 1999. Anatomi dan aktivitas enzim selulase dalam saluran pencernaan rayap tanah Macrotermes gilvus Hagen dan Coptotermes curvignathus Holmgren[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Boing JTP. 1982. Enzyme production. Di dalam Reed G, editor. Prescott & Dunns Industrial Microbiology 4th Ed. West Port: AVI. Breznak JA. 1982. Intestinal microbiota of termite and other xilopagous insect. Annual Review Entomilogy. 36: 323343.
SIMPULAN DAN SARAN
Casida LE. 1986. Industrial Microbiology. New York: John Willey and Sons.
Simpulan
Chapman RF. 1971. The Insect Structure and Function. 2nd Ed. New York: Elsevier.
Aktivitas enzim selulase yang yang berasal dari mikrob selulolitik asal rayap memberikan produksi optimal pada kondisi yaitu waktu pertumbuhan populasi selama 48 jam, waktu fermentasi selama 12 jam, pH 5, suhu fermentasi 28 OC, dan konsentrasi selulosa sebesar 1%. Penambahan kation Ca2+ dengan konsentrasi 0,5 mM, 1 mM, dan 2 m serta Cu2+ pada konsentrasi 0,5 mM, 1 mM meningkatkan aktivitas enzim , yakni sebesar 247,67%, 153,49%, 141,86%, 202,33% dan 117,44%. Pengujian aktivitas enzim selulase pada substrat bagas tebu dengan konsentrasi 0.025% memberikan nilai sebesar 0,0009 U/mL.
Saran Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengidentifikasi spesies mikrob selulolitik
Coughlan MP. 1985. The properties of fungal and bacterial cellulase with comment on their production and application. Biotechnology and Genetic engineering 3:39-109. Fardiaz S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Bogor: PAU IPB. Freer SN. 1993. Purrification and characterization of the extracellular αamilase from Streptococcus bovis JB1 . App Environ Microbiol 59:1398-1402. Hardjo S, Indrasti NS, Bantacut T.1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Pertanian. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
11
Hardjoko S, Indrasti NS, T Bantacut. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Bogor: PAU IPB. Harris
WV. 1971. Termites: Their Recognition and Control, 2nd Ed. London: Longmans Green.
Irawadi TT. 1991. Produksi enzim ekstraselular (selulase dan xilanase) Neurospora stoiphila pada substrat limbah padat kelapa sawit [disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca IPB. Kristjansson JK, Hregvidss GO. 1995. Ecology and habitats of Extrempohiles. Word J Microbiol Biotechnol 1:7-25. Kulp K.1975.Carbohydrates, dalam G. Reed (Ed). Enzym and Food Processing. New York: Academic Pr. Lehninger. 1997. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3. M Thenawijaya penerjemah. Jakarta: Erlangga. Muchtadi DNS, Palupi, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Murray RK, Granner DK, Mayers PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Hartono A, penerjemah. Jakarta:EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry. Nandika D, H Adijuwana, ES Rizal. 1994. Karakteristik Saluran Pencernaan Rayap Kayu Kering Cryptotermes synocephalus Light. (Isopter Kalotermitidae). Bogor: Pusat Antar Universitas, Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Nord. 1980. Advanced in Enzymology. New York: Interscience. O’Brien RW, M Slaytor. 1982. Rate of microorganism in the metabolism of termite. Aust J Biol Sel 35: 239-262.
dan daya tahan panas protease dari Bacillus pumilus Y1. Bul Teknol Industri Pangan 7:47-56. Schwimmer. 1981. Source Book of Food Enzymology. Connecticut: AVI. Suhartono MT. 1992. Protease. Bogor: PAU IPB. Suhartono MT. 1989. Enzim & Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tarumingkeng RC. 1971. Biologi dan pencegahan rayap perusak kayu di Indonesia. Laporan No. 138. Bogor: LPHH. Tri Panji, Siswanto. 1999. Produksi kitinase dan selulase dari Trichoderma harzianum menggunakan lendir biji kakao sebagai media pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Kimia IV; Yogyakarta, 13 Feb 1999. Yogyakarta: Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gajah Mada. hlm 151-155. Ullah AHJ. 1988. Aspergillus ficuum phytase: partial primary structure, substrate selectvity, and kinetic characterisation. Prep Biochem 18: 459-471. Vihinen M, Manstala P. 1989. Microbial amylolitic. Biochem Mol Biol 24:329418. Vratyastoma. 2006. Optimasi produksi dan karakterisasi enzim protease dari Bacillus natto [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Yoshimura T. 1995. Contribution of the protozoa fauna to nutritional physiology of the lower termite, Coptotermes formosanus Shiraki (Isoptera rhinotermitidae) [disertasi]. Kyoto: Kyoto University.
Palmer T. 1981. Understanding Enzymes. England: Ellis Horwood. Ratna DP, Nisa RM. 2002. Isolasi dan karakterisasi enzim α-amilase ekstraselular dari bakteri asidofili asal limbah cair tapioka. J Mikrobiol Indones 7:11-14. Satiawihardja B, Suhartono MT, Kusnidar A. 1997. Mempelajari pengaruh lingkungan kimiawi terhadap aktivitas
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
LAMPIRAN
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
13
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Isolat Bakteri Selulolitik dalam Media Hans
Peremajaan Isolat Bakteri Selulolitik
Kultur Inokulum Bakteri
Penentuan Waktu Optimum Fermentasi
Penentuan Konsentrasi Optimum Fermentasi
Penentuan pH Optimum Fermentasi
Penentuan Aktivitas Enzim Selulase
Penentuan Suhu Optimum Fermentasi
Pengaruh Penambahan Kation Bivalen
Penentuan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Bagas Tebu
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
14
Lampiran 2 Komposisi media Hans (volume 100 mL) • K2HPO4 0,05 g • KH2PO4 0,05 g • MgSO4.7H2O 0,01 g • (NH4)2SO4 0,1 • CaCl2 0,01 g • NaCl 0,01 g • akuades, • ekstrak ragi 0,01 g • agar biotek 2 g • selulosa 1 g
Lampiran 3 Data Kurva Standar Glukosa pada λ = 550 nm Konsentrasi Glukosa (ppm) 0 50 100 150 200
Nilai Absorbans 0.000 0.338 0.739 1.215 1.703
Absorbans
Lampiran 4 Kurva standar glukosa pada λ = 550 nm
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
y = 0.0082x R2 = 0.9914
0
50
100
150
Konsentrasi glukosa (mg/L)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
200
250
15
Lampiran 5 Data kurva pertumbuhan isolat RBS-01 pada λ = 660 nm Waktu Pengamatan ( Jam ke-) 0 6 12 18 24 30 36 48 54
Nilai Absorbans 0.035 0.426 0.766 1.140 1.310 1.420 1.440 1.480 1.420
Lampiran 6 Data kurva pengaruh waktu fermentasi terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm Waktu Pengamatan ( Jam ke-) 0 6 12 18 24 30 36 48 54
Nilai Absorbans 0.214 0.678 1.090 0.905 0.104 0.074 0.109 0.180 0.173
Lampiran 7 Data kurva pengaruh konsentrasi selulosa terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm dengan waktu fermentasi 12 jam. Konsentrasi Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Nilai selulosa pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa Aktivitas (%) (ppm) enzim (U/ml) 1 0.137 0.643 78.4146 0.0286 2 0.137 0.349 42.5609 0.0119 3 0.137 0.317 38.6585 0.0102
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
16
Lampiran 8 Data kurva pengaruh pH fermentasi terhadap aktivitas selulase pada λ= 550 nm waktu fermentasi 12 jam dan konsentrasi selulosa 1%. Nilai pH Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Aktivitas pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa enzim (ppm) (U/ml) 5 0.092 1.081 131.8293 0.0558 6 0.092 0.887 108.1707 0.0449 7 0.092 0.679 82.8049 0.0331 8 0.092 0.106 12.9268 0.0008
Lampiran 9 Data kurva pengaruh suhu fermentasi terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, dan pH 5. O Suhu ( C) Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Nilai pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa Aktivitas (ppm) enzim (U/ml) 22 0.086 0.986 10.4878 0.0508 28 0.092 1.081 11.2195 0.0558 35 0.064 0.323 7.8049 0.0146 42 0.046 0.087 5.6098 0.0023
Lampiran 10 Data Kurva pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 2 mM terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28 OC Jenis Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Nilai Kation pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa Aktivitas (ppm) enzim (%) Mg 0.285 0.306 37.3171 24.42 Cu 0.285 0.305 37.1951 23.26 Mn 0.285 0.289 35.2439 4.65 Ca 0.285 0.407 49.6341 141.86 EDTA 0.285 0.314 38.2927 33.72 Kontrol 0.285 0.371 45.2439 100.00
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
17
Lampiran 11 Data Kurva pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 1 mM terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28 OC Nilai Jenis Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Aktivitas Kation pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa enzim (%) (ppm) Mg 0.285 0.443 54.0244 183.72 Cu 0.285 0.459 55.9756 202.33 Mn 0.285 0.279 34.0244 Ca 0.285 0.417 50.8537 153.49 EDTA 0.285 0.36 43.9024 87.21 Kontrol 0.285 0.371 45.2439 100.00
Lampiran 12 Data Kurva pengaruh penambahan kation bivalen dengan konsentrasi 0,5 mM terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm waktu fermentasi 12 jam, konsentrasi selulosa 1%, pH 5, dan suhu 28 OC Jenis Nilai Absorban Nilai Absorban Konsentrasi Nilai Kation pada jam ke-0 pada jam ke-12 glukosa Aktivitas (ppm) enzim (%) Mg 0.285 0.288 35.1219 3.49 Cu 0.285 0.386 47.0732 117.44 Mn 0.285 0.28 34.1463 Ca 0.285 0.498 60.7317 247.67 EDTA 0.285 0.33 40.2439 52.33 Kontrol 0.285 0.371 45.2439 100.00
Lampiran 13 Data kurva pengaruh penggunaan bagas tebu terhadap aktivitas selulase pada λ = 550 nm dengan waktu fermentasi 12 jam, pH 5, dan suhu 28 OC. Konsentrasi bagas Nilai Absorban Konsentrasi Nilai Aktivitas tebu (%) glukosa (ppm) enzim (U/ml) 0.025 0.017 2.0732 0.0009
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com