18
OPTIMASI KULTUR IN VITRO DAN ANALISIS TESTOSTERON MEDIUM KULTUR SEL LEYDIG TIKUS HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ
ABSTRAK
Penggunaan gradien Nycodenz yang bersifat non toksik untuk isolasi dan purifikasi sel Leydig belum dilakukan oleh peneliti lain. Pada penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan hCG dan/atau ITS ke dalam medium kultur terhadap perkembangan dan proliferasi sel Leydig tikus dewasa hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz serta mendapatkan kondisi optimum kultur sel Leydig in vitro. Parameter yang diamati adalah konsentrasi, kemurnian serta viabilitas sel Leydig setelah purifikasi, proliferasi dan kemurnian sel Leydig setelah dikultur, serta nilai population doubling time (PDT) galur sel Leydig. Sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz masing-masing sebanyak 1x 106 sel/ml dikultur di dalam medium: 1) DMEM yang ditambahkan NBCS 10% (M) sebagai kontrol ; 2) M+hCG 2,5 IU/ml; 3) M+ITS (insulin 5 μg/ml, transferrin, 10 μg/ml, selenium 5 μg/ml); 4) M+hCG+ ITS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gradien Nycodenz menghasilkan kemurnian 91,40%, viabilitas 98,17% dengan konsentrasi 7,03 x106 sel/ml. Penambahan ITS dan kombinasi penambahan hCG dan ITS pada medium kultur menghasilkan proliferasi sel lebih tinggi yaitu 88,35% dan 90,64% dibandingkan dengan kontrol (86,82%) (p<0,05). Pemberian hCG saja tidak meningkatkan proliferasi sel (86,99%). Nilai PDT kultur primer pada medium dengan kombinasi penambahan hCG dan ITS (0,88 hari) dan penambahan ITS (0,97 hari) lebih rendah daripada medium kontrol (1,03 hari) dan medium dengan penambahan hCG saja (1,02 hari) (p<0,05). Hasil serupa juga tampak pada kultur sel Leydig galur pertama dan kedua. Semakin rendah nilai PDT menunjukkan kecepatan proliferasi yang meningkat. Pada penelitian ini, konsentrasi testosteron lebih tinggi pada penambahan hCG saja (5,06 ng/ml) ataupun kombinasi penambahan hCG dan ITS (5,25 ng/ml) dibandingkan tanpa hCG (2,46 ng/ml) dan penambahan ITS (3,19 ng/ml) (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa kombinasi penambahan hCG dan ITS ke dalam medium DMEM meningkatkan konsentrasi testosteron serta proliferasi sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz.
Kata kunci : Leydig,in vitro, tikus, Nycodenz, hCG, ITS, testosteron
19
ABSTRACT
The used of non toxic Nycodenz gradient to isolate and purify of Leydig cells has not been done yet by other researchers. This study was to evaluate the effect of hCG and/ ITS in DMEM medium to obtain optimum condition on Leydig cells development and proliferation after purified with Nycodenz gradient. The aim of this experiment was to obtain an optimum culture condition to produced cell line. Evaluation was done also on population doubling time (PDT). This experiment used 1 x 106 cells/ml were cultured in : 1) DMEM was supplemented with 10% NBCS (M) as a control ; 2) M supplemented with 2.5 IU/ml hCG; 3) M supplemented with ITS (5 mg/ml insulin, 10 μg/ml transferrin, 5 μg/ml selenium) ; 4) M supplemented with combination of hCG and ITS. The results showed that the higher cell proliferation was found in medium containing ITS (88.35%) and the combination with hCG (90.64%) than control (86.99%) (p<0.05). hCG supplementation did not increase the cell proliferation (86.99%). Furthermore, supplementation of the combination hCG and ITS (0.88 day) revealed faster cell growth than ITS (0.97 day), hCG (1.02 day) and control (1.03 day) (p<0.05). The cell viability and PDT on first and second cell lines have similarity with primary culture. Additional data showed that supplementation of the combination hCG and ITS produced higher testosterone concentration (5.25 ng/ml) compared with hCG (5.06 ng/ml), ITS (3.19 ng/ml) and control (2.46 ng/ml). It can be concluded that supplementation of the combination hCG and ITS are able to support higher cell proliferation and testosterone concentration.
Keywords : Leydig, in vitro, rat, Nycodenz, hCG, ITS, testosterone
PENDAHULUAN
Terapi hormon androgen untuk mengobati penyakit hipogonadism yang terjadi pada pria dilakukan sebagai upaya menjaga kadar hormon testosteron normal secara fisiologis. Terapi hormon tersebut dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki osteoporosis, menstabilkan densitas tulang dan mengembalikan karakter seksual sekunder (Chen et al. 2007). Namun, pemberian hormon tersebut dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan kekentalan darah, kelainan pembentukan sel darah merah, hipertensi, stroke, perubahan densitas tulang dan perubahan emosi (Behre et al. 1997, Bhasin et al. 2003, Chen et al. 2007). Oleh karena itu perlu diupayakan terapi alternatif seperti transplantasi sel Leydig sebagai sel alami penghasil testosteron yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan hormon testosteron sintetis (Chen et al. 2007). Terapi seluler ini mempunyai keterbatasan dalam hal ketersediaan
20
jaringan dan sel. Kultur sel dan produksi galur sel Leydig (cell line) diperlukan untuk mendapatkan sumber sel yang akan digunakan pada terapi seluler. Jaringan testis terdiri dari sel somatik dan sel spermatogenik seperti sel Sertoli, sel Leydig, sel fibroblas, sel gamet jantan dalam berbagai tahapan perkembangan serta sel yang lainnya, sehingga diperlukan teknik isolasi dan purifikasi yang tepat untuk mendapatkan populasi sel Leydig yang murni. Isolasi dan purifikasi menggunakan gradien Nycodenz telah dilakukan untuk memperoleh sel Leydig (Kaiin et al. 2013). Kultur sel Leydig secara in vitro dapat menghasilkan galur dari kultur primer. Untuk memperoleh hasil kultur yang optimal perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh kondisi optimum antara lain komposisi medium terbaik dalam mengkultur sel Leydig dengan penambahan human Chorionic Gonadotrophin (hCG) dan Insulin Transferrin Sodium Selenite (ITS) pada medium DMEM secara in vitro. Sel Leydig diduga mensekresikan berbagai bahan bioaktif seperti peptida, growth hormon, Interleukin-1 (IL-1) dan Interleukin- 6 (IL-6), hormon testosteron serta lainnya (Chemes et al. 1992, Cudicini et al. 1997, Hu et al. 1998) ke dalam medium kulturnya. Saez (1994) menyatakan bahwa hormon LH atau hCG sangat diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel Leydig sehingga sel mampu memproduksi testosteron. Peningkatan konsentrasi testoteron dalam medium kultur sel Leydig manusia terjadi setelah dilakukan penambahan hCG 1 IU/ml (Chemes et al. 1992, Bilinska et al. 1997), sedangkan penambahan hCG 5 IU pada medium kultur sel Leydig kelinci muda menghasilkan kandungan testosteron dalam jumlah besar yaitu 150 ± 9 ng/ 106 sel Leydig (El-Sherbiny et al. 1994). Penambahan ITS diperlukan sebagai bahan bioaktif untuk proliferasi sel Leydig. Chemes et al.(1992) menambahkan transferrin10 µg/ml dan zat lainnya yaitu insulin dapat meningkatkan produksi testosteron oleh sel Leydig fetus mencit dalam medium kultur selama 24 dan 48 jam (Pointis et al. 1984). Bernier et al. (1983) menambahkan insulin dan transferrin masing-masing 5 µg/ml dan hCG 1 IU/ml ke dalam kultur sel Leydig anak babi menyebabkan peningkatan sintesis testosteron dibandingkan tanpa penambahan hCG. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penambahan hCG dan/atau ITS ke dalam medium DMEM terhadap perkembangan dan proliferasi sel Leydig serta mendapatkan kondisi optimum kultur sel Leydig tikus dewasa in vitro setelah dipurifikasi dengan gradien Nycodenz
.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi dan Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor mulai dari Juni - Desember 2012.
21
Materi Penelitian
Testis diperoleh dari enam ekor tikus (Sprague Dawley) jantan dewasa berumur 8-10 minggu yang diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB. Tiga ekor untuk penelitian kultur sel, dan tiga ekor untuk penelitian produksi galur sel. Perlakuan terhadap hewan percobaan pada penelitian ini telah dilakukan dengan mengikuti kaidah ilmiah terstandar dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tahapan : 1. Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig 2. Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel 3. Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig.
Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig
Tikus (Sprague Dawley) jantan dewasa berumur 8-10 minggu diambil testisnya setelah dibius dengan ether dan dikorbankan dengan cara cervical dislocation. Selaput tunika albuginea dan jaringan ikat lainnya dibuang, kemudian jaringan testis ditempatkan di dalam cawan petri berisi medium Dulbecco’s Phosphate Buffer Saline (DPBS) tanpa Ca dan Mg (Gibco, 21600-010, Invitrogen, NY, USA). Jaringan tersebut kemudian dicuci sebanyak tiga kali menggunakan medium DPBS yang ditambah Newborn Calf Serum (NBCS, Gibco, 16010-159, Invitrogen, New Zealand) 0,1% (DBPS). Pengambilan jaringan testis dilakukan secara aseptis kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi satu ml collagenase type I (Sigma, C0130,St Louis, MO, USA)0,04% dan trypsin inhibitor (Sigma, T9003, St Louis, MO, USA) 10 µg/ml dalam DPBS dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 34 o C selama 40 menit. Suspensi sel diencerkan sebanyak empat kali volume awal dengan medium DPBS, kemudian didiamkan selama dua menit agar sel mengendap. Cairan supernatan dikoleksi dan disentrifugasi dengan kecepatan 200 g selama tiga menit. Pelet sel dicuci sebanyak dua kali menggunakan medium DPBS dengan cara yang sama. Terakhir, pelet sel diencerkan dengan 500 µl medium DPBS. Isolasi dan purifikasi sel Leydig dilakukan dengan menggunakan gradien Nycodenz 5 kolom (4%, 8%, 10%, 12%, 15%.). Suspensi sel kemudian dimasukkan ke dalam gradient Nycodenz dan disentrifugasi menggunakan sentrifus swing rotor (Kokusan H-26F) dengan kecepatan 1500g selama 10 menit pada suhu ruang. Lapisan sel yang terbentuk kemudian dikoleksi dan dicuci berturut-turut dengan DPBS sebanyak empat kali dan medium DMEM (Sigma,
22
D5532, St Louis, MO, USA) yang ditambah serum NBCS 10% sebanyak satu kali. Pencucian dilakukan dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 200 g selama tiga menit. Pelet sel diencerkan dengan 500 µl medium DMEM, kemudian dilakukan penghitungan konsentrasi sel dengan menggunakan haemositometer (kamar hitung) Neubauer.
Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel Leydig Sel Leydig sebanyak 1 x 106 sel/ ml ditempatkan dalam cawan petri (Corning, 430165, NY USA) 35 x 10 mm dengan perlakuan medium DMEM yang ditambah dengan NBCS 10% sebagai kontrol (1); dengan hCG (Chorulon, Intervet, EU) 2,5 IU/ml (2); dengan insulin 5 μg/ml, transferrin, 10 μg/ml, Se 5 μg/ml (ITS, Sigma I3146, St Louis, MO,USA) (3) serta hCG dan ITS (4) kemudian dikultur dalam inkubator CO2 5% (Sanyo, MCO-95, Japan) dengan temperatur 37 C. Setelah dikultur selama tiga hari, dilakukan penghitungan konsentrasi dan proliferasi. Pewarnaan histokimia spesifik 3β-HSD dilakukan untuk menghitung kemurnian sel Leydig. Kultur primer dari masing-masing perlakuan dipasase pada hari ke-3, setelah pencucian dengan medium DPBS lalu dihitung konsentrasinya dengan menggunakan haemositometer Neubauer. Sel kemudian dikultur kembali sampai mencapai tahap konfluen. Pasase dilakukan sebanyak dua kali dan dilakukan penghitungan Population Doubling Time (PDT) dengan rumus: PDT (hari) =
Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig
Medium kultur sel Leydig dari masing-masing perlakuan dikoleksi pada hari ke-3. Sampel kemudian dibekukan pada temperatur -20oC sebelum dilakukan pengujian konsentrasi testosteron dengan menggunakan kit Testosteron ELISA (DRG Diagnostic EIA 1559). Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Kultur sel Leydig dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati adalah tingkat proliferasi sel dan persentase sel Leydig pada setiap perlakuan medium kultur. Data yang diperoleh dianalisis
23
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan diuji secara statistik dengan ANOVA dan jika terdapat perbedaan di antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Produksi galur sel Leydig dilakukan sampai pasase ke-2 dengan masingmasing galur dilakukan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati adalah data konsentrasi sel awal kultur serta konsentrasi sel akhir kultur selama tiga hari untuk menentukan PDT, serta kemurnian, viabilitas dan jumlah sel Leydig yang hidup. Pengujian kandungan testosteron di dalam medium kultur dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig
Persentase kemurnian sel Leydig pada gradien Nycodenz diperoleh sebesar 91,40% dengan viabilitas 98,17% dan konsentrasi sel hasil purifikasi diperoleh sebesar 7,30 x 106 sel/ml (Tabel 3). Persentase kemurnian sel hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz pada penelitian ini lebih tinggi dibanding dengan hasil yang diperoleh Risbridger dan Hedger (1992) yaitu sebesar 87% dan hampir sama dengan yang diperoleh Yang et al. (2003) sebesar 95% dengan menggunakan gradien Percoll. Konsentrasi sel Leydig hasil purifikasi dengan Percoll (Kaiin et al. 2013) diperoleh hasil lebih tinggi yaitu sebesar 15,42 x 106 sel/ml.
Tabel 3.Kemurnian, viabilitas dan konsentrasi sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz Parameter Kemurnian (%) Viabilitas (%) Konsentrasi (106 sel/ml) Jumlah hidup (106 sel/ml)
Sel Leydig 91,40 ± 5,02 98,17 ± 0,51 7,03 ± 1,04 6,30
24
Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel Leydig
Proliferasi sel Leydig yang dikultur dengan penambahan ITS dan kombinasi hCG dan ITS menghasilkan persentase proliferasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 88,35% dan 90,64% (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol (86,82%) dan penambahan hCG (86,99%). (Tabel 4). Persentase sel Leydig pada akhir kultur cenderung menurun pada semua perlakuan. Insulin Transferrin Sodium Selenite (ITS) merupakan supplemen yang digunakan untuk meningkatkan proliferasi sel di dalam medium kultur. Insulin merupakan hormon polipeptida yang berfungsi membantu penyerapan glukosa dan asam amino, sedangkan transferrin merupakan protein pembawa zat besi bertujuan membantu penyerapan nutrisi sel. Selenium merupakan trace element essential yang terdapat di dalam serum.
Tabel 4. Kultur primer sel Leydig hasil isolasi dan purifikasi dengan gradient Nycodenz Parameter M Tingkatproliferasi (%) Sel Leydig (%): -Awal kultur -Akhir kultur
Medium perlakuan M +hCG M +ITS M+hCG+ITS
86,82 a
86,99a
88,35b
90,64c
90.75 88,75
90.75 88,25
90.75 88.00
90.75 88,50
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan . M = medium mDMEM
Dari hasil pasase terlihat peningkatan jumlah sel pada akhir kultur baik pada kultur primer maupun pada galur sel pertama dan kedua (Tabel 5). Di antara perlakuan terlihat bahwa peranan hCG dan ITS meningkatkan jumlah sel Leydig dibanding dengan perlakuan lainnya. Doubling time adalah periode waktu yang diperlukan oleh sel untuk menjadikan jumlah atau ukurannya dua kali dari jumlah atau ukuran semula (Mader 2000). Semakin cepat proses proliferasi (pembelahan) sel, maka nilai PDT yang dicapai pun akan semakin rendah. Nilai PDT kultur primer sel Leydig adalah sebesar 1,03 hari setara dengan perlakuan DMEM yang ditambah hCG (1,02 hari). Nilai PDT secara nyata (p<0,05) lebih rendah pada perlakuan DMEM yang ditambah ITS (0,97 hari) maupun kombinasi penambahan hCG dan ITS (0,88 hari). Hasil serupa terjadi pada galur sel pertama dan kedua. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan ITS, serta kombinasi penambahan hCG dan ITS menjadikan sel Leydig memerlukan waktu yang lebih singkat untuk mencapai jumlah sel menjadi dua kali. Hal tersebut mendukung fungsi ITS sebagai bahan
25
bioaktif yang dapat meningkatkan proliferasi sel. Butler (2004) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk proses pembelahan sel secara in vivo terjadi sekitar 18-24 jam. Setelah pasase, sel lebih homogen dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan in vitro (Freshney 2005). Sel Leydig pada kultur primer memiliki persentase kemurnian yang cukup tinggi (>90%). Oleh karena itu, sel yang dikultur merupakan sel yang homogen sehingga dapat menghasilkan nilai PDT mendekati waktu proliferasi secara in vivo. Jumlah sel Leydig pada perlakuan dengan medium DMEM menurun pada galur 1 dan galur 2 (p<0,05), sehingga menghasilkan PDT lebih tinggi dari kultur primer. Hal serupa terjadi pada perlakuan lain kecuali pada galur sel 1 terjadi peningkatan jumlah sel pada perlakuan kombinasi penambahan hCG dan ITS. Penambahan ITS pada DMEM menyebabkan peningkatan jumlah sel Leydig galur kedua dibandingkan galur pertama. Pada umumnya terjadi penurunan kemampuan proliferasi sel Leydig setelah pasase sebanyak dua kali. Kombinasi penambahan hCG dan ITS meningkatkan jumlah sel pada akhir kultur pada semua galur sel, sehingga perlakuan tersebut menyebabkan kecepatan proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tabel 5. Jumlah dan PDT suspensi sel pada kultur in vitro Galur dalam berbagai medium
Jumlah sel awal (106)
Jumlah sel akhir (106)
PDT (hari)
Kultur primer DMEM DMEM+hCG DMEM+ ITS DMEM+hCG+ITS
1 1 1 1
7,60 aA 7,69 a 8,63 b 10,69 c
1,03a 1,02a 0,97b 0,88c
Galur 1 DMEM DMEM+hCG DMEM+ ITS DMEM+hCG+ITS
1 1 1 1
6,71aAB 7,60a 8,30a 13,56b
1.09a 1,03a 0,99a 0,82b
Galur 2 DMEM DMEM+hCG DMEM + ITS DMEM +hCG+ITS
1 1 1 1
6,28aB 7,27ab 8,76b 9,17c
1,14a 1,05a 0,96b 0,94b
Keterangan :
Huruf superskrip yang berbeda pada galur sel yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan. Huruf superskrip kapital yang berbeda pada perlakuan yang sama dengan galur sel yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan
26
Persentase kemurnian sel dan viabilitas tinggi ditemukan pada semua perlakuan (85-91%). Kemampuan sel Leydig berproliferasi dilihat dari jumlah sel Leydig hidup tertinggi pada kombinasi penambahan hCG dan ITS pada kultur primer, galur 1 dan galur 2 dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Penambahan ITS, kombinasi hCG dan ITS pada medium meningkatkan jumlah sel Leydig hidup (p<0,05) pada kultur primer sebesar 6.68 x 106/ml dan 8,31 sel x 106/ml. Jumlah sel hidup galur 1 dan 2 pada semua perlakuan meningkat (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan medium yang sama pada galur 1 dan 2 menurunkan jumlah sel hidup (p<0,05) dibandingkan dengan kultur primer kecuali perlakuan kombinasi penambahan hCG dan ITS pada galur 1, terjadi peningkatan jumlah sel Leydig hidup. Tabel 6. Kemurnian,viabilitas dan jumlah sel hidup galur sel Leydig Galur dalam berbagai medium
Konsentrasi suspensi sel (x106sel /ml)
Kemurnian (%)
Jumlah (x106sel /ml)
Viabilitas (%)
Sel hidup (x106sel/ ml)
7,60aA 7,69a 8,63b 10,69c
85.17 85.50A 86.67 87.00
6.47aA 6.58a 7.48b 9.30c
88.67A 89.00C 89.33E 89.33G
5.74aA 5.85aD 6.68bG 8.31cI
6,71aAB 7,60a 8,30a 13,56b
85.67 85.33A 86.67 87.33
5.74aAB 6.49a 7.19a 11.84b
86.33A 84.00D 87.00E 88.33G
4.96aB 5.45bE 6.26cH 10.46dJ
5.44aB 6.49ab 7.94b 8.36c
80.67B 81.67D 82.67F 83.33H
4.39aC 5.30bF 6.57cH 6.97cK
Sel Leydig
Kultur primer M M + hCG M + ITS M + hCG +ITS Galur Sel 1 M M + hCG M + ITS M + hCG +ITS Galur Sel 2 M M + hCG M + ITS M + hCG +ITS
6,28aB 7,27ab 8,76b 9,17c
86.67 89.17B 90.67 91.17
Keterangan : Huruf superskrip kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) pada galur sel yang sama dengan uji lanjut Duncan. Huruf superskrip kapital yang berbeda pada perlakuan yang sama dengan galur sel berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan. M = DMEM+ NBCS10%
27
Menurut Habert et al. (2001) stimulasi proliferasi prekursor sel Leydig tikus dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan (growth factor) yaitu Transforming Growth Factor (TGF-α) dan Insulin-like Growth Factor (IGF-I). Selain itu, Platelet-derived Growth Factor (PDGF-A) yang disekresikan oleh sel Sertoli juga dibutuhkan untuk proliferasi dan diferensiasi sel Leydig dewasa. Terjadinya penurunan jumlah sel Leydig hidup pada galur 1 dan 2 kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan ketiga faktor tumbuh tersebut di dalam medium kultur.
Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig
Sel Leydig di dalam kultur mempunyai kemampuan mensekresikan testosteron sampai dengan 72 jam (Browning et al. 1983). Perlakuan hCG, kombinasi hCG dan ITS meningkatkan kandungan testosteron di dalam medium kultur (p<0,05) menjadi sebesar 5,06 ng/ml dan 5,25 ng/ml dibandingkan tanpa hCG (2,46 ng/ml) (Tabel 7). Hasil serupa terjadi pada kultur sel Leydig anak babi (Bernier et al. 1983). Sel Leydig yang dikultur dalam DMEM + ITS mempunyai kadar testosteron sebesar 3,19 ng/ml. Pointis et al. (1984) menyatakan bahwa penambahan insulin dalam medium kultur dapat meningkatkan akumulasi testosteron pada kultur sel Leydig fetus mencit. Luiteinizing Hormone (LH) yang disekresikan oleh hipofisa merupakan hormon yang menstimulasi steroidogenesis pada sel Leydig. Perubahan kadar LH secara in vivo dapat menggambarkan variasi kondisi fisiologis yang dapat menginduksi perubahan morfologi dan kemampuan sel Leydig mensintesis dan mensekresikan testosteron (Klinefelter et al. 1987). Hormon hCG merupakan analog dari LH sehingga dapat berikatan pada reseptor yang sama dengan reseptor LH pada sel Leydig (Renlund 2006) dan menyebabkan terjadinya sekresi testosteron. Penambahan hCG serta kombinasi penambahan hCG dan ITS ke dalam medium kultur sel Leydig menyebabkan peningkatan sekresi testosteron (5,06 ng/ml; 5,25 ng/ml) dibandingkan dengan kontrol (2,46 ng/ml) (p<0,05) (Tabel 7). Penambahan ITS tidak meningkatkan konsentrasi testosteron di dalam medium (3,19 ng/ml). Kandungan testosteron yang sedikit lebih tinggi dari kontrol tampaknya disebabkan oleh jumlah sel Leydig yang lebih banyak. Tabel 7. Hasil pengujian testosteron dalam medium kultur sel Leydig Perlakuan Ulangan Testosteron (ng/ml) DMEM + NBCS 10% (M) 2 1,29a Sel Leydig + M 3 2,46ab Sel Leydig + M + hCG 3 5,06c Sel Leydig + M + ITS 3 3,19b Sel Leydig + M + hCG + ITS 3 5,25d Keterangan : Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05) . M= DMEM+NBCS 10%
28
Penambahan hormon NBCS 10% dalam medium DMEM menghasilkan kandungan testosteron sebesar 1,29 ng/ml (Tabel 7). Sedelaar dan Isaacs (2009) menyatakan serum sapi yang baru lahir sampai berumur satu tahun mengandung hormon testosteron dengan konsentrasi antara 1,2 sampai 7,5 ng/ml dan diuji menggunakan metoda RIA. Penambahan serum dilakukan karena mengandung beberapa komponen nutrisi seperti: asam lemak, kolesterol, T3, insulin, IGF, EGF dan androgen (Hedlund dan Miller 1994). Selain itu, penambahan serum dilakukan untuk menyediakan hormon-hormon yang menstimulasi pertumbuhan dan fungsi sel. Serum menyediakan biomatriks yang membantu proses penempelan dan penyebaran sel, serta protein transpor pembawa hormon, mineral dan lipid (Freshney 1987). Penambahan serum di dalam medium kultur dilakukan untuk menyediakan nutrisi dan faktor pertumbuhan sehingga sel yang dikultur mengalami perkembangan dan proliferasi sel.
SIMPULAN 1.
2.
Penambahan ITS terhadap medium DMEM meningkatkan proliferasi sel Leydig, sedangkan penambahan hCG meningkatkan konsentrasi hormon testosteron di dalam medium kultur sel Leydig. Proliferasi sel Leydig dan konsentrasi hormon testosteron meningkat pada medium DMEM yang diberi kombinasi penambahan hCG dan ITS. Perlakuan yang sama mempercepat waktu proliferasi sel (PDT).
DAFTAR PUSTAKA Behre HM, Kliesch S, Leifke E, Link TM, Nieschlag E. 1997. Long-term effect of testosterone therapy on bone mineral density in hypogonadal men. J Clin Endocrin Metab 82 : 2386-2390. Bernier M, Gibb W, Haour F, Collu R, Saez JM, Ducharme JR.1983. Studies with purified immature porcine Leydig cells in primary culture. Biol Reprod 29 : 1172 – 1178. Bhasin S, Singh AB, Mac RP, Carter B, Lee MI, Cunningham GR. 2003. Managing the risk of prostate disease during testosterone replacement therapy in older men : recommendations for a standardized monitoring plan. J Androl 24(3): 299-311. Bilinska B, Genissel C, Carreau S. 1997. Paracrine effect of seminiferous tubule factors on rat Leydig cell testosterone production: Role of cytoskeleton. Biol Cell 89:435-442. Browning JY, Heindel JJ, Grotjan Jr HE. 1983. Method for primary culture of purified Leydig cells isolated from adult rat testes. J Tissue Culture Methods 7(2) : 55-58. Butler M. 2004. Animal Cell Culture & Technology 2nd ed. London: Bios Scientific Publisher, Taylor & Francis Group. Chen G-R, Ge R-S, Lin H, Dong L, Sottas CM, Hardy MP. 2007. Development of a cryopreservation protocol for Leydig cells. Hum Reprod 22(8) : 21602168.
29
Chemes H, Cigorraga S, Bergada C, Schteingart H, Rey R, Pellizzari E. 1992. Isolation of human Leydig cell mesenchymal precursors from patients with the androgen sensitivity syndrome: Testosteron Production and response to human chorionic gonadotrophin stimulation in culture. Biol Reprod 46: 793-801. Cudicini C, Lejeune H, Gomez E, Bosmans E, Ballet F, Saez J, Jegou B.1997. Human Leydigs cells and Sertoli cells are producers of Interleukin-1 and -6. J Clin Endocrin Metab 82 (5) : 1426-1433. El-Sherbiny AM, Amin SO, Hernandez C, Carreau S. 1994. The immature rabbit testis : presence of two distinct populations of Leydig cells. World Rabbit Sci 2(4) : 141-146. Freshney 1987. Animal Cell Culture : A practical approach. Washington: IRL Press. Freshney RI. 2005. Culture of animal cells: A manual of basic technique. John Wiley & Sons Inc. Publication. Habert R, Lejeune H, Saez JM. 2001. Origin, differentiation and regulation of fetal and adult Leydig cells. Mol Cell Endocrin 179 : 47 – 74. Hendlund TE, Miller GJ. 1994. A serum-free defined medium capable of supporting growth of four established human prostatic carcinoma cell lines. Prostate 24(5) : 221-228. Hu J, You S, Li W, Wang D, Nagpal ML, Mi Y, Liang P, Lin T. 1998. Expression and regulation of interferon-γ-inducible protein 10 genes in rat Leydig cells. Endocrin 139 : 3637-3645. Kaiin EM, Djuwita I, Yusuf TL, Setiadi MA. 2013. Konsentrasi, kemurnian dan viabilitas sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz dan kultur in vitro. J K H Unsyiah Vol.7(1) : 75-80. Klinefelter GR, Hall PF, Ewing LL. 1987. Effect of luteinizing hormone deprivation in situ on steroidogenesis of rat Leydig cells purified by a multistep procedure. Biol Reprod 36 : 769-783. Mader SS. 2000. Human Biology. Iowa: McGraw Hill. Pointis G, Rao B, Latreille MT, Cedard L. 1984. Hormonal regulation of testosteron in short term primary culture of fetal mouse Leydig cells. J Steroid Biochem 20(1) : 525-528. Renlund N. 2006. Hormonal and paracrine influences on Leydig cell steroidogenesis [dissertation]. Stockholm: Karolinska Institutet. Risbridger GP, Hedger MP. 1992. Adult rat Leydig cell cultures: minimum requirement for maintenance of luteinizing hormone responsiveness and testosterone production. Mol Cell Endocrin 83: 125-132. Saez JM. 1994. Leydig Cells : Endocrine, paracrine and autocrine regulation. Endocrin Rev 15(5) :574-626. Seedelaar JPM dan Isaacs JT. 2009. Tissue culture Media Supplemented with 10% Fetal Calf Serum Contains a Castrate Level of Testosterone. Prostate 69 (16) : 1724-1729. Yang J-M, Arnush M, Chen Q-Y, Wu X-D, Pang B, Jiang X-Z.2003. Cadmiuminduced damaged to primary cultures of rat Leydig cells. Reprod Toxicol 17 : 553-560.