OPTIMASI KONSENTRASI RAGI MIKROBA LOKAL PADA FERMENTASI KAKAO THE OPTIMIZATION OF LOCAL MICROBIAL “RAGI” CONCENTRATION IN COCOA FERMENTATION Nur Arfa Yanti1, Jamili1 dan Prima Endang Susilowati2 1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo, Kendari 93232
[email protected], Laboratorium Mikrobiologi, Biologi FMIPA UHO 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Halu Oleo, Kendari 93232 Abstrak Optimasi konsentrasi ragi mikroba lokal pada fermentasi biji kakao dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ragi yang terbaik meningkatkan mutu kakao. Ragi mikroba lokal merupakan gabungan 3 jenis mikroba yang diisolasi dari biji kakao terfermentasi, yaitu Candida tropicalis KLK4 (kelompok khamir), Lactobacillus sp. KSL2 (bakteri asam laktat) dan Acetobacter KSL1 (bakteri asam asetat). Fermentasi biji kakao dilakukan pada skala laboratorium selama 5 hari dengan 4 perlakuan konsentrasi ragi yaitu. 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 % (g/g). Fermentasi kakao secara alami (tanpa penambahan inokulum/ragi) dilakukan sebagai pembanding. Parameter kualitas biji kakao yang diukur merupakan kualitas secara fisik berdasarkan standar Nasional Indonesia (SNI, 2323:2008) yang meliputi kadar air, kadar biji tidak terfermentasi, kadar biji berjamur, kadar biji berkecambah dan kadar lemak (SNI 3747:2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi mikroba sebanyak 1 % merupakan konsentrasi yang terbaik digunakan pada fermentasi kakao dengan karakteristik biji kakao kering memenuhi syarat mutu yang ditetapkan pada SNI. Penambahan ragi mikroba lokal dengan konsentrasi 1% juga dapat mempersingkat waktu fermentasi dari 5 hari menjadi 3 hari fermentasi dengan mutu biji kakao sesuai SNI. Kata kunci : Optimasi, konsentrasi ragi, mikroba lokal, fermentasi, kakao Abstract Optimization of local microbial “ragi” concentration in cocoa fermentation studies have been carried out to obtain the best “ragi” concentration was increased cocoa quality. The local microbial “ragi” consisted of three microorganisms type were isolated from fermented cocoa bean, namely Candida tropicalis KLK4 (yeast), Lactobacillus sp. KSL2 (lactic acid bacteria) and Acetobacter KSL1 (acetic acid bacteria). The fermentation was conducted at laboratory scale under the following four experimental of “ragi” concentration, namely : 0,5; 1,0; 1,5 and 2,0 % (w/w). The spontaneous fermentation (without any inoculums addition) was using as control. The quality parameters measured were physical characteristics of cocoa bean based on the Indonesian cocoa bean standard (SNI, 2323:2008), consisted of moisture content, unfermented beans content, moldy beans, germinated beans and fat content (SNI 3747:2009) . The result showed that the best “ragi” concentration for cocoa bean fermentation that could increased the cocoa quality was 1 % (w/w). Cocoa bean was fermented with 1 % local microbial “ragi” might also shorten the fermentation time of the beans from 5 days to 3 days with the cocoa beans quality is the same as the Indonesian cocoa bean standard. Keywords : Optimization, “ragi” concentration, fermentation, local microbial, cocoa 450
1. PENDAHULUAN Petani kakao di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tenggara sebagian besar tidak melakukan proses fermentasi pada biji kakaonya karena membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, proses fermentasi merupakan tahapan penting yang sangat menentukan mutu kakao. Fermentasi biji kakao menyebabkan perubahan secara fisik maupun kimia pada biji bagian dalam maupun bagian luar (Doume dkk., 2013), sehingga membentuk warna dan cita rasa maupun aroma coklat yang khas. Selain itu pula, fermentasi dapat mematikan biji kakao sehingga mencegah terjadinya perkecambahan (Afoakwa et al., 2012). Proses fermentasi kakao umumnya dilakukan secara alami dengan waktu beragam dan menghasilkan mutu kakao yang beragam pula. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para peneliti untuk meningkatkan mutu kakao melalui proses fermentasi dengan menambahkan inokulum mikrobia (Schwan, 1998; Kustyawati & Setyani, 2008). Namun demikian, penambahan inokulum mikrobia dianggap kurang praktis jika diaplikasikan untuk fermentasi kakao di lapangan, karena membutuhkan persiapan starter serta lingkungan yang steril dan kondisi yang aseptis. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi tepat guna untuk menyediakan inokulum mikroba yang praktis digunakan di lapangan. Pembuatan inokulum mikroba dalam bentuk ragi merupakan salah satu cara yang praktis dan efektif untuk dimanfaatkan oleh petani kakao di lapangan. Agung (1997) telah menggunakan ragi tape untuk mempersingkat waktu fermentasi biji kakao. Yanti dkk. (2014) dan Jamili et al. (2014) telah memperoleh mikrobia lokal dari biji kakao yang difermentasi oleh petani kakao di Sulawesi Tenggara dengan aktivitas yang baik dalam fermentasi kakao. Konsorsium mikrobia tersebut telah dipersiapkan dalam bentuk ragi untuk dimanfaatkan sebagai inokulum pada fermentasi kakao. Keberhasilan fermentasi biji kakao menggunakan inokulum mikrobia sangat ditentukan oleh konsentrasi inokulum (Agung, 1997). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ragi mikroba lokal yang terbaik meningkatkan mutu kakao yang sesuai standar mutu Indonesia. Dengan demikian, penggunaan ragi mikroba lokal untuk fermentasi kakao diharapkan dapat memudahkan petani kakao untuk meningkatkan mutu kakaonya sehingga nilai jual kakao dapat meningkat pula.
451
2. METODE PENELITIAN Preparasi ragi mikrobia lokal Mikroba lokal yang digunakan untuk membuat ragi adalah gabungan dari 3 jenis mikroba, yaitu a) Candida tropicalis KLK 4 yang merupakan kelompok khamir, b) Lactobacillus sp. KSL2 yang merupakan kelompok bakteri asam laktat (BAL) dan 3) Acetobacter sp. KSL1 yang merupakan kelompok bakteri asam asetat (BAA). Ketiga jenis mikroba tersebut diisolasi dari biji kakao yang difermentasi secara alami oleh petani kakao di kabupaten Kolaka dan Konawe selatan, Sulawesi Tenggara. Ragi mikroba lokal dibuat dengan menggunakan bahan pengisi tepung beras dan tepung terigu dengan perbandingan 1 : 1.
Kultur mikrobia yang telah diketahui jumlahnya,
dikombinasikan dengan perbandingan khamir : bakteri asam asetat : bakteri asam laktat (1 : 2 : 1), kemudian dicampur dengan bahan pengisi untuk membuat adonan ragi. Adonan ragi yang telah ditumbuhi mikrobia dikeringkan dengan cara menjemurnya di bawah terik matahari selama 2 hari. Adonan yang telah kering merupakan ragi yang siap untuk digunakan. Ragi yang telah diperoleh, disimpan pada tempat yang kering. Fermentasi Biji Kakao menggunakan Ragi mikroba Penelitian ini menggunakan kakao varietas Lindak yang berasal dari kebun kakao rakyat di desa Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Perlakuan fermentasi yang dilakukan yaitu variasi konsentrasi ragi yang terdiri dari: (a) 0,5 %, (b) 1,0 %, (c) 1,5 %, (d) 2,0 % (g/g) dan fermentasi alami (tanpa penambahan ragi mikroba) digunakan sebagai pembanding. Fermentasi dilakukan dalam kotak fermentasi berkapasitas 3 kg
dengan
menggunakan biji kakao segar 2 kg, pada suhu ruang (33-35oC), selama 5 hari. Sampling dilakukan setelah 2 hari fermentasi dan selanjutnya di sampling setiap 24 jam. Proses fermentasi dilanjutkan dengan tahap pengeringan biji (penjemuran di bawah sinar matahari) selama ± 2 hari. Pengukuran Parameter Mutu Kakao Variabel yang diamati meliputi mutu fisik biji kakao sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI, 2323:2008) seperti kadar air, kadar biji berjamur, kadar biji berkecambah dan kadar biji tak terfementasi serta kadar lemak (SNI 3748 :2009). Kadar air dianalisis dilakukan dengan metode gravimetri (BSN, 2008) dan dilakukan pula uji Belah (Cut Test) untuk mengetahui kadar biji tak terfermentasi dan terfermentasi. Uji Belah (Cut Test) mengikuti 452
prosedur yang ditentukan oleh the International Organization for Standard (ISO, Senanayake et al., 1996; Kustyawati & Setyani, 2008; Yanti dkk. 2014). Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet (BSN, 2009). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu/kualitas biji kakao kering setelah fermentasi Hasil analisis mutu fisik biji kakao yang meliputi kadar air, kadar biji tak terfermentasi, kadar biji berjamur, kadar biji berkecambah dan kadar lemak secara umum menunjukkan bahwa biji kakao hasil fermentasi oleh inokulum ragi mikroba lokal, kualitasnya lebih baik daripada fermentasi spontan/alami. Berdasarkan hasil optimasi konsentrasi ragi mikroba lokal pada fermentasi kakao, diperoleh informasi bahwa secara keseluruhan biji kakao yang difermentasi menggunakan ragi mikroba lokal dengan konsentrasi 1 % dapat menghasilkan mutu biji kakao yang terbaik dengan waktu fermentasi yang lebih singkat yaitu 3 hari. Kadar Air Hasil pengukuran kadar air biji kakao setelah difermentasi menggunakan inokulum ragi dari berbagai konsentrasi ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar air biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal dengan berbagai konsentrasi No.
1. 2. 3. 4. 5.
Konsentrasi ragi (%) 0,5 1,0 1,5 2,0 0 (kontrol)
Fermentasi hari 2 7,32 6,62 6,62 6,75 7,58
Kadar Air (%) Fermentasi Fermentasi hari 3 hari 4 6,73 6,68 6,22 5,97 6,44 6,42 6,62 5,51 7,32 6,72
Fermentasi hari 5 5,79 5,11 4,80 4,67 6,34
Standar mutu maks.
7,5 %
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air biji kakao yang difermentasi secara alami/spontan (kontrol) masih lebih besar dari 7,5 % pada hari kedua fermentasi namun setelah difermentasi selama 3 hari, kadar airnya sudah kurang dari 7,5 %. Kadar air biji kakao kering yang difermentasi oleh ragi mikroba lokal dengan berbagai konsentrasi menunjukkan kadar air yang lebih kecil dari 7,5 % sejak fermentasi hari ke-2 hingga hari ke-5. Dengan demikian, kadar air biji kakao kering hasil fermentasi oleh ragi mikroba lokal telah memenuhi standar mutu biji kakao sesuai yang ditetapkan oleh SNI 2323 :2008, yang mensyaratkan kadar air biji kakao maksimal 7,5 % (Tabel 1). Doume dkk. (2013) dan Towaha dkk. (2012) menyatakan bahwa 453
kadar air biji kakao yang lebih dari 8% menyebabkan biji mudah diserang jamur dan serangga, sehingga meningkatkan risiko terhadap kerusakan biji, akan tetapi bila kadar air biji kurang dari 5% akan menyebabkan biji mudah pecah. Kadar biji tak terfermentasi Hasil pengukuran kadar biji tak terfermentasi (slaty) biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan inokulum ragi dari berbagai konsentrasi ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar biji tak terfermentasi setelah difermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal dengan berbagai konsentrasi No.
1. 2. 3. 4. 5.
Konsentrasi ragi (%) 0,5 1,0 1,5 2,0 0 (kontrol)
Kadar biji tak terfermentasi (%) Fermentasi Fermentasi Fermentasi Fermentasi hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 9 4 4 2 8 3 2 1 8 3 3 1 10 5 3 1 21 15 8 5
Standar mutu (%) I II III
3
8
20
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi akan menghasilkan kadar biji tak terfermentasi semakin sedikit, pada semua perlakuan fermentasi. Kadar biji tak terfermentasi dari biji kakao yang difermentasi secara alami pada hari ke-2 (21%) belum memenuhi mutu biji kakao, namun setelah hari ke-3 (15 %) telah memenuhi standar mutu biji kakao kategori III, dan setelah hari ke-4 telah memenuhi standar mutu kategori II, yaitu sebanyak 8 % (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2 diketahui juga bahwa kadar biji tak terfermentasi untuk biji kakao yang difermentasi menggunakan ragi dengan konsentrasi 1,0 dan 1,5 % telah memenuhi standar mutu biji kakao kategori I setelah fermentasi hari ke-3 sedangkan biji kakao yang difermentasi menggunakan ragi mikroba lokal dengan konsentrasi 0,5 dan 2,0 %
telah
memenuhi standar mutu biji kakao kategori II setelah fermentasi hari ke-3. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ragi 1 dan 1,5 % lebih baik digunakan untuk fermentasi kakao dibandingkan konsentrasi ragi 0,5 dan 2,0 %, berdasarkan kadar biji tak terfermentasi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa biji kakao yang difermentasi oleh ragi mikroba lokal dapat mempercepat proses fermentasi serta mengurangi jumlah biji kakao yang tidak terfermentasi. Biji kakao yang tidak terfermentasi akan menyebabkan timbulnya rasa sepat dan pahit serta aroma yang kurang tajam pada produk olahan kakao (Doume dkk., 2013) sehingga menurunkan kualitas kakao. 454
Kadar biji berjamur Hasil pengukuran kadar biji berjamur biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan inokulum ragi dari berbagai konsentrasi ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar biji berjamur setelah difermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal dengan berbagai konsentrasi No.
1. 2. 3. 4. 5.
Konsentrasi ragi (%) 0,5 1,0 1,5 2,0 0 (kontrol)
Fermentasi hari 2 0 0 0 0 0
Kadar biji berjamur (%) Fermentasi Fermentasi hari 3 hari 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Fermentasi hari 5 0 0 0 0 0
Standar mutu (%) I II III
2
4
4
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh data yang menunjukkan bahwa tidak ada biji yang berjamur pada biji kakao yang difermentasi, baik secara alami maupun yang difermentasi menggunakan ragi dengan berbagai konsentrasi. Tidak ditemukannya biji yang berjamur pada biji kakao yang difermentasi karena terdapatnya bakteri asam laktat pada ragi mikrobia campuran dan pada biji kakao yang difermentasi secara alami karena bakteri asam laktat merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam fermentasi kakao. Pada umumnya bakteri asam laktat diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sony & Susijahadi (2007) yang menemukan beberapa jenis bakteri asam laktat dari fermentasi biji kakao menghasilkan senyawa anti jamur (anti kapang) dan mampu menghambat pertumbuhan kapang yang tumbuh pada biji kakao yang berjamur. Berdasarkan kadar biji berjamur pada Tabel 3, diperoleh informasi bahwa biji kakao yang difermentasi secara alami maupun dengan penambahan ragi telah memenuhi syarat mutu kakao berdasarkan SNI 2323 :2008. Dengan demikian, fermentasi biji kakao mampu meningkatkan mutu biji kakao dengan menghambat pertumbuhan jamur (kapang) yang mungkin menghasilkan mikotoksin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asrul (2009) menemukan bahwa biji kakao yang terkontaminasi oleh jamur mengandung aflatoxin yang tinggi yaitu 104,798 ppb, jauh di atas batas maksimum yang ditetapkan oleh FHO dan UNICEF (30 ppb). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas biji kakao yang berjamur sangat rendah karena adanya toksin yang berbahaya bagi konsumen kakao.
455
Kadar biji berkecambah Hasil pengukuran kadar biji berkecambah biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan inokulum ragi dari berbagai konsentrasi ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar biji berkecambah setelah difermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal dengan berbagai konsentrasi No.
1. 2. 3. 4. 5.
Konsentrasi ragi (%) 0,5 1,0 1,5 2,0 0 (kontrol)
Fermentasi hari 2 0 0 0 0 0
Kadar biji berkecambah (%) Fermentasi Fermentasi Fermentasi hari 3 hari 4 hari 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Standar mutu (%) I II III 2
3
3
Tabel 4 menunjukkan bahwa biji kakao yang difermentasi secara alami dan yang difermentasi oleh ragi mikrobia lokal tidak ditemukan biji yang berkecambah. Dengan demikian kualitas biji kakao yang difermentasi telah memenuhi syarat mutu kakao untuk kategori I. Kadar biji berkecambah yang tidak ditemukan pada biji kakao difermentasi, menunjukkan bahwa biji kakao telah mengalami kematian biji. Biji kakao yang difermentasi dengan ragi mikrobia lokal dimatikan oleh aktivitas bakteri asam asetat Acetobacter sp. yang terdapat dalam campuran inokulum mikrobia. Hasil penelitian Kustyawati & Setyani (2008) diperoleh informasi bahwa bakteri asam asetat berperan dalam pembentukan asam, peningkatan suhu dalam substrat fermentasi dan difusi asam ke dalam kotiledon sehingga menyebabkan kematian biji. Dengan demikian, proses fermentasi mampu mencegah biji kakao berkecambah sehingga dapat meningkatkan kualitas biji kakao. Kadar lemak Hasil pengukuran kadar lemak biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan inokulum ragi dari berbagai konsentrasi ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar lemak biji kakao kering setelah difermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal dengan berbagai konsentrasi No.
Konsentrasi inokulum (%)
1. 2. 3. 4. 5.
0,5 1,0 1,5 2,0 0 (kontrol)
Kadar Lemak (%) Fermentasi Fermentasi hari ke-3 hari ke-5 50,13 52,15 50,98 52,49 50,27 50,57 50,68 52,39 46,36 47,31
Standar mutu (%)
Min. 48
456
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar lemak biji kakao yang difermentasi menggunakan ragi mikroba lokal lebih tinggi dibandingkan kadar lemak biji kakao yang difermentasi secara alami (kontrol). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kadar lemak biji kakao yang difermentasi menggunakan ragi dengan berbagai konsentrasi, telah memenuhi SNI 3749:2009 yang mensyaratkan kadar lemak pada pasta kakao minimal 48% setelah difermentasi selama 3 hari, sedangkan kadar lemak biji kakao yang difermentasi secara alami (kontrol) belum memenuhi SNI hingga hari ke-5 fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa fermentasi biji kakao menggunakan ragi mikroba lokal mampu meningkatkan mutu kakao dan sangat baik digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai olahan coklat. Fermentasi kakao menggunakan ragi dengan konsentrasi 1 % yang menghasilkan kadar lemak biji kakao yang tertinggi dibandingkan konsentrasi ragi lainnya, yaitu 50,98 % pada hari ke-3 dan 52,49 % pada fermentasi hari ke-5. Puslitkoka (2008) mensyaratkan kandungan lemak 50-51% untuk biji kakao yang dipergunakan sebagai bahan baku produk cokelat, dan biji kakao hasil fermentasi menggunakan ragi mikrobia lokal pada penelitian ini memenuhi syarat tersebut. Menurut Towaha dkk. (2012) lemak kakao relatif tidak mudah tengik, di samping mempunyai kadar air yang sangat rendah yaitu <0,2 %, juga karena adanya kandungan polifenol dalam biji kakao sekitar 5-6%. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa waktu fermentasi mempengaruhi kadar lemak biji kakao, yakni semakin lama waktu fermentasi maka kandungan lemak semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi penurunan kandungan bahan bukan lemak seperti protein, polifenol dan karbohidrat yang terurai (Camu et al., 2008) sehingga kadar lemak relatif akan meningkat. Selain itu pula, selama proses fermentasi terjadi pembentukan senyawa aldehid, keton, alkohol, ester yang bersifat mudah menguap (Campos et al., 2012).
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Fermentasi biji kakao dengan penambahan ragi mikroba lokal dengan konsentrasi 1 % menghasilkan mutu biji kakao terbaik 2. Fermentasi biji kakao dengan penambahan ragi mikrobia lokal dengan konsentrasi 1 % dapat mempersingkat waktu fermentasi dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan mutu SNI 2323 : 2008 dan SNI 3749 : 2009.
457
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ditjen Dikti yang telah menyediakan dana untuk pelaksanaan program penelitian MP3EI dan kepada Sugireng yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agung, I.G.N. 1997. Memperpendek Masa Fermentasi Biji Kakao dengan Pemberian Ragi Tape. Gitayana 3 (1) : 27-30. Afoakwa, E. O, Kongor, J. E., Takrama, J. F. and Budu, A. S. 2013. Changes in acidification, sugars and mineral composition of cocoa pulp during fermentation of pulp pre-conditioned cocoa (Theobroma cacao) beans. International Food Research Journal. 20 (3) : 1215-1222. Asrul, 2009. Populasi Jamur Mikotoksigenik dan Kandungan Aflatoxin pada beberapa Contoh Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Asal Sulawesi Tengah. J. Agroland 16 (3) : 258 – 267 Buamah, R., Dzogbefia, V.P. and Oldham, J.H. 1997. Pure yeast culture fermentation of cocoa (Theobroma cacao L): effect on yield of sweatings and cocoa bean quality. World Journal of Microbiology & Biotechnology 13 457-462. BSN, 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. SNI 2323:2008. Badan Standardisasi Nasional. BSN, 2009. Standar Nasional Indonesia Lemak Kakao. SNI 3748:2009. Badan Standardisasi Nasional. Campos, J.R.; H.B.E. Buendia; S.M.C. Ramos; I.O. Avila; E.J. Flores & E.L. Cervantes. 2012. Effect of fermentation time and drying temperature on volatile compounds in cocoa. Food Chemistry 132 : 277-288. Camu, N.; T.D. Winter; S.K. Addo; J.S. Takrama; H. Bernart & L.D. Vuyst. 2008. Fermentation of cocoa beans: Influence of microbial activities and polyphenol concentrations on the flavour of chocolate. Journal of the Science of Food and Agriculture 88 : 2288-2297. Doume, Z. S.Y., Rostiati, dan Hutomo, G.S. 2013. Karakteristik Kimia dan Sensoris Biji Kakao Hasil Fermentasi pada Tingkat Petani dan Skala Laboratorium. e-J. Agrotekbis 1 (2) : 145-152. Kustyawati, M. E. dan Setyani, S. 2008. Pengaruh Penambahan Inokulum Campuran terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Selama Fermentasi Coklat. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 13 (2) : 73-84. Jamili, Yanti, N.A. and Susilowati, P.E. 2014. Enhancement of Cocoa Quality by The Indigenous Yeast Candida tropicalis KLK4 Through Cocoa Bean Fermentation. Journal of Advanced in biotechnology 4 (1) : 327-335. Puslitkoka., 2008. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Schwan, R.F. 1998. Cocoa Fermentations Conducted with a Defined Microbial Cocktail Inoculums. Appl. Environ. Microbiol. 64 (4) : 1477-1483 Senanayake, M., R.J. Errol, and K.A. Buckle. 1996. Effect of different mixing intervals on the fermentation of cocoa beans. J. Sci. Food Agric. 74: 42-48. Sony, S. dan Susijahadi. 2007. Eksplorasi Agens Antikapang Dari Bakteri Asam Laktat Pada Fermentasi Kakao : Potensinya Untuk Meningkatkan Kualitas Komoditi Kakao Ekspor. Laporan Penelitian, Pusat dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI). Towaha, J., Anggraini, D.A. dan Rubiyo. 2012. Keragaan mutu biji kakao dan produk turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan 28 : 166-183. Yanti, N.A., Jamili dan Susilowati, P.E. 2014. Peningkatan Kualitas Biji Kakao melalui Proses Fermentasi Oleh Mikroba Lokal Asal Sulawesi Tenggara. Prosiding pada Seminar Nasional Semirata 2014 Bidang MIPA BKS-PTN Barat, IPB, Bogor. 9-11 Mei 2014.
458