Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hlm. 1-10
e-ISSN: 2548-964X http://j-ptiik.ub.ac.id
Optimasi Komposisi Pakan Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) Nur Firra Hasjidla1, Imam Cholissodin2, Agus Wahyu Widodo3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Peternak dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan. Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa kandungan nutrisi dan harga tiap bahan pakan yang akan dikombinasikan Peternak juga harus mengevaluasi secara manual apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur dan dengan biaya minimum, pada penelitian ini dirancang sebuah sistem untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur yang optimal menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), teknik optimasi yang merupakan pengembangan dari algoritme PSO. Partikel bergerak dalam ruang pencarian untuk menemukan solusi. Dari hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter IPSO yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. Algoritme IPSO mampu memberikan solusi komposisi pakan dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan data salah satu dari peternak ayam petelur. Kata kunci: optimasi, komposisi pakan, ayam petelur, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), nutrisi ayam petelur Abstract In a business of laying hens farm, the feed costs constitute as much as 60-70 percent of the total cost of livestock production. Breeders can compose rations for their laying hens independently to save the feed costs. However, in the making of rations, breeders must examine the nutrient content and price of each feed ingredient that will be combined first. Breeders also have to evaluate manually whether the ration formula that will be given can fulfill the nutritional needs of laying hens. Therefore, to improve the efficiency of feeding in accordance with the nutritional needs of laying hens and with minimum cost, this study designed a system to determine the optimal layer feed composition using Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) algorithm, an optimization technique which is a development of the PSO algorithm. Particles move in search space to find solutions. From the test results obtained optimal values for each IPSO's parameter, population size = 250, maximum iteration = 350, and the interval of feed ingredient weight = 1-70%. IPSO algorithm is able to give solution of feed composition with cost 50.41% cheaper than one of the data from laying hens breeder. Keywords: optimization, feed composition, laying hens, Improved Particle Swarm Optimization (IPSO), nutritional needs of laying hens tahun 2015. Pakan yang diberikan untuk ayam petelur berupa ransum. Ransum dibuat dengan cara mengkombinasikan berbagai bahan baku makanan unggas dengan cara-cara tertentu dan untuk kandungan nutrisi ransum tersebut disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi ayam
1. PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi telur ayam petelur dari tahun 2009 hingga 2015 terus meningkat dan lebih banyak dibandingkan produksi telur ayam ras lainnya, yaitu mencapai angka 1.372.829 pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
1
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
petelur (Sudarmono, 2003). Dalam suatu usaha peternakan ayam petelur, biaya pakan menyita 60-70% dari biaya produksi keseluruhan. Harga pakan sangatlah bervariasi dan hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi peternak dalam pemilihan pakan. Bagi peternak yang telah berpengalaman dalam bidang peternakan dapat menyusun ransum untuk ternak ayam petelurnya secara mandiri guna menghemat biaya pakan (Abidin, 2003). Namun, dalam pembuatan ransum, peternak terlebih dahulu harus memeriksa beberapa hal yaitu kandungan nutrisi tiap bahan yang akan dikombinasikan dan harga bahan pakan. Kemudian peternak juga harus melakukan perhitungan secara manual atau menggunakan cara konvensional untuk mengevaluasi apakah formula ransum yang akan diberikan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur (Rasyaf, 1992). Pada penelitian yang dilakukan oleh Marginingtyas (2015) untuk menentukan komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme genetika didapatkan solusi terbaik komposisi pakan ayam petelur dengan nilai fitness sebesar 3,175 (Marginingtyas, 2015). Namun, algoritme genetika yang digunakan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu dalam algoritme genetika tidak diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, algoritme genetika juga membutuhkan proses yang lebih lama untuk mencapai konvergen (Mittal & Gagandeep, 2013). Oleh karena itu, algoritme IPSO dipilih untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini karena menurut Yonghe et al. (2015) IPSO lebih cepat dalam menemukan titik optimal dibandingkan dengan algoritme genetika dan algoritme Ant Colony Optimization (ACO) dan TVAC digunakan karena menurut Shayeghi & Ghasemi (2011) TVAC dapat meningkatkan pencarian global dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. 2. DASAR TEORI 2.1 Ayam Petelur Ayam petelur merupakan jenis unggas yang sangat dikenal di kalangan masyarakat dan peternak unggas. Sebagian masyarakat lebih mengenal ayam petelur dengan sebutan ayam negeri. Ayam petelur dianggap memiliki kemampuan bertelur yang lebih baik daripada ayam lokal lainnya atau ayam kampung. Beternak ayam petelur dapat memberikan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
2
keuntungan tersendiri bagi peternak karena dapat memanfaatkan telur, kotoran dan bulunya. Menurut Zulfikar (2013), fase ayam petelur terdiri fase starter (umur 0-8 minggu), fase grower (umur 9-16 minggu) dan fase layer (umur 19 minggu-apkir). 2.2 Ransum Ransum adalah campuran bahan makanan seperti pada Gambar 1, yang dibuat dengan cara dan aturan tertentu dengan tujuan untuk mengoptimalkan produksi ternak. Ransum yang akan diberikan kepada ternak harus dipastikan telah memenuhi berbagai unsur gizi dari ternak tersebut karena jika tidak, dapat memberikan dampak buruk pada ternak. Bagi ayam petelur, kualitas ransum yang baik akan mempengaruhi tingkat produktivitas dalam bertelur. Apabila kualitas ransum baik, namun penyimpanannya tidak baik maka tidak dapat menjamin dapat menghasilkan ayam petelur dengan tingkat produktivitas yang baik (Rasyaf, 1991).
Bungkil kacang kedelai
Bungkil kacang tanah
Bungkil kelapa
Dedak gandum
Dedak halus
Tepung ikan
Tepung tulang
Bekatul
Dedak Jagung
Gambar 1 Ransum ayam petelur
Pada penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pakan yang harus diberikan per hari adalah persamaan winter and funk (Marginingtyas, 2015). 8,3+2,2Γ
π΅ππππ‘ ππ¦ππ (ππ) +0,1Γπππππ’ππ π π‘πππ’π (%) 454
100
Γ 454 (1)
Kandungan nutrisi ransum harus disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi hewan ternak, karena kebutuhan nutrisi setiap hewan ternak tidaklah sama. 2.3 Nutrisi Pakan Ayam Petelur Untuk menunjang tingkat produktivitas, pertumbuhan dan kesehatan, dibutuhkan kandungan nutrisi yang lengkap bagi ayam petelur berupa protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, dan serat kasar. Kandungan nutrisi yang lengkap ini dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang pada ransum. Terdapat beberapa
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
faktor yang mempengaruhi banyaknya kebutuhan nutrisi pada ayam petelur seperti, berat ayam dan produksi telur (Sudarmono, 2003). Pada penelitian ini fase yang digunakan adalah ayam petelur pada fase layer, yaitu masa yang mana ayam tersebut berumur lebih dari 19 minggu sampai apkir. Kebutuhan nutrisi ayam petelur pada fase layer ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan nutrisi ayam petelur
Nutrisi Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%) ME (kkal/kg) Fosfor (%) Serat kasar (%)
2π πππ₯
π‘βππππ₯ ))+2,428571 2
Γ(
4
(3)
π€= {
0,857143 + ((1 β 0,857143) Γ (1 β π
Keterangan: - ππ₯ = Kadar nutrisi yang dihitung (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) - Bobot pakan i,j = bobot pakan partikel ke-i, dimensi ke-j - Kadar nutrisi bahan i = besar kadar nutrisi (protein, lemak, kalsium, ME, fosfor, serta kasar) bahan pakan ke-i Swarm
Pada penelitian ini, tipe algoritme IPSO yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015), yaitu IPSO yang menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron dan juga penelitian yang dilakukan oleh Shayeghi & Ghasemi (2011) untuk penerapan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada PSO. IPSO dengan menerapkan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron terbukti menjadi model IPSO yang terbaik karena dapat menghasilkan nilai fitness terbaik dengan waktu konvergensi yang relatif cepat atau singkat. Inertia weight merupakan parameter penting pada PSO yang menentukan hasil operasi PSO dan juga sebagai penyeimbang antara penelusuran global dan lokal. Constriction factor pada PSO digunakan untuk memastikan tercapainya konvergensi terbaik (Yonghe, et al., 2015). Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
π‘
πππ₯
0,857143
))
, πΊπππ π‘π β π₯ππ
, πΊπππ π‘π = π₯ππ
(4)
π (%)
(2)
Particle
πΎ=
cos(π
Persamaan 4 merupakan formula yang digunakan Yonghe et al. (2015) untuk menentukan nilai inertia weight.
πππππ‘ πππππ π,π (%) Γ πππππ ππ’π‘πππ π ππβππ 100
2.4 Algoritme Improved Optimization (IPSO)
Pada penerapan inertia weight (w) dan constriction factor (K) secara asinkron, K digunakan untuk memastikan bahwa PSO dapat mencapai konvergensi pada titik optimal. Constriction factor (K) diformulasikan menjadi Persamaan 3 (Yonghe, et al., 2015).
Keterangan: - K = constriction factor, - Tmax = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu.
Jumlah 18 5 3 2850 0,5 4
Untuk menghitung kadar nutrisi yang terdapat pada ransum, digunakan persamaan berikut. ππ₯ =
3
Keterangan: - w = inertia weight (bobot inersia) - Tmax = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu, - gBestd = posisi terbaik partikel dalam swarm, - xid = posisi partikel ke-i dimensi ke-d Dikarenakan memiliki karakteristik yang berbeda, maka inertia weight dan constriction factor digunakan di waktu yang berbeda (asinkron). Pada setengah iterasi awal inertia weight digunakan untuk menyeimbangkan penelusuran global dan lokal. Setengah iterasi berikutnya, constriction factor digunakan untuk memastikan bahwa konvergensi mencapai titik optimal (Yonghe, et al., 2015). Persamaan 5 merupakan formula yang digunakan untuk pembaruan kecepatan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yonghe et al. (2015). π£ππ = {
π€ Γ π£ππ + 2 Γ π1 (ππππ π‘ππ β π₯ππ ) + 2 Γ π2 (πΊπππ π‘π β π₯ππ ) , π‘ <
ππππ₯
πΎ[0,7π£ππ + 2 Γ π1 (ππππ π‘ππ β π₯ππ ) + 2 Γ π2 (πΊπππ π‘π β π₯ππ )] , π‘ β₯
2 ππππ₯ 2
(5) Keterangan: - vid = kecepatan partikel ke-i dimensi ke-d - w = inertia weight (bobot inersia) - K = constriction factor - Tmax = iterasi maksimal, - t = iterasi pada saat itu. - pBestid = posisi terbaik partikel i - gBestd = posisi terbaik partikel dalam swarm - xid = posisi partikel ke-i dimensi ke-d
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
Pada Persamaan 5, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yonghe et al. (2015), nilai koefisien akselerasi (c1, c2) yang digunakan konstan yaitu 2. Dalam hal ini akan diterapkan Time-Varying Acceleration Coefficients (TVAC) pada IPSO yang digunakan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk meningkatkan pencarian global pada tahap awal dan mendorong partikel agar konvergen pada global optimal selama akhir proses. (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Persamaan 6 merupakan formula yang digunakan Shayeghi & Ghasemi (2011) pada penerapan TVAC dalam proses update kecepatan pada PSO. π1 = ((π1π β π1π ) Γ π2 = ((π2π β π2π ) Γ
π‘ ) + π1π ππππ₯ π‘ ππππ₯
) + π2π
(6)
Keterangan: - π1 = komponen kognitif - π2 = komponen sosial - π1π , π2π = nilai awal (initial) c1 dan c2 - π1π , π2π = nilai akhir (final) c1 dan c2 - π‘ = iterasi pada saat itu - ππππ₯ = iterasi maksimal Nilai yang digunakan untuk c1i dan c1f yaitu [2.5, 0.2], sedangkan untuk c2i dan c2f yaitu [0.2, 2.5] (Shayeghi & Ghasemi, 2011). Proses pembangkitan himpunan solusi atau inisialisasi populasi dilakukan menggunakan Persamaan 7 sesuai dengan ukuran populasi yang telah ditentukan (Agalya, et al., 2013). π₯ππ = π₯πππ + (ππππ[0,1]ππ β (π₯πππ₯ β π₯πππ ) (7)
Keterangan: - π₯ππ = posisi partikel ke-i dimensi ke-j - π₯πππ = batas minimum nilai posisi - π₯πππ₯ = batas maksimum nilai posisi - ππππ[0,1]ππ = nilai random antara 0 sampai 1 Pada proses update kecepatan, digunakan teknik velocity clamping seperti pada Persamaan 8 untuk mengontrol eksplorasi global partikel dan mencegah partikel melampaui batas ruang pencarian (Marini & Walczak, 2015). π‘+1 π£ππ ={
π‘+1 π£πππ₯ , π£ππ > π£πππ₯ π‘+1 βπ£πππ₯ , π£ππ < βπ£πππ₯
;
π£πππ₯ = π
(π₯πππ₯ βπ₯πππ ) 2
(8) Keterangan: Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
-
4
π‘+1 π£ππ = kecepatan untuk iterasi ke-(t+1) pada partikel ke-i dimensi ke-j π£πππ₯ = batas maksimum nilai kecepatan π = nilai konstan, random antara 0 sampai dengan 1 π₯πππ = batas minimum nilai posisi π₯πππ₯ = batas maksimum nilai posisi
Pada penelitian ini nilai fitness suatu partikel yang merupakan komposisi pakan ayam petelur didapatkan dengan langkah-langkah berikut (Marginingtyas, 2015). 1. Menentukan enam bahan pakan dengan bobot tertinggi. 2. Melakukan normalisasi bobot bahan pakan menggunakan Persamaan 9. ππππππππ ππ π πππππ‘ πππππππ =
πππππ‘ πππππ π,π (%) π‘ππ‘ππ πππππ‘ πππππ π
Γ
100% (9)
Keterangan: - bobot pakan i,j = bobot pakan pada partikel ke-i dimensi ke-j - total bobot pakan i = total bobot pakan pada partikel ke-i 3. Menghitung kandungan keenam nutrisi pada masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 2, kemudian dijumlahkan berdasarkan jenis nutrisinya untuk mendapatkan total kandungan nutrisi tiap partikel. 4. Menghitung penalty untuk mengetahui apakah kandungan nutrisi seluruh kandidat solusi (partikel) yang dibangkitkan telah memenuhi kebutuhan nutrisi ayam petelur. Nilai penalty dihitung berdasarkan Persamaan 10. ππππππ‘π¦π = 0, πππ‘ππππ’π‘ β₯ πΎππππ’π‘ { πΎππππ’π‘ β πππ‘ππππ’π‘, πππ‘ππππ’π‘ < πΎππππ’π‘
(10) Keterangan: - ππππππ‘π¦π = penalty partikel ke-i - TotalNut = total kandungan nutrisi - KebNut = kebutuhan nutrisi 5. Setelah didapatkan nilai penalty seluruh partikel, selanjutnya adalah menghitung harga masing-masing bahan pakan pada tiap partikel menggunakan Persamaan 11, kemudian seluruh harga tiap bahan pakan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya yang harus dikeluarkan tiap kandidat solusi.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
π»ππππ = (
πππππ‘ πππππ π,π (%) 100
Mulai
Γ πππ. πππππ/βπππ) Γ
βππππ πππππ π (11)
Parameter IPSO
Keterangan: - bobot pakan i,j = bobot bahan pakan ke-j pada partikel ke-i - keb.pakan/hari = kebutuhan pakan ayam petelur per hari - harga pakan i = harga bahan pakan ke-i 6. Langkah terakhir yaitu menghitung nilai fitness masing-masing partikel menggunakan Persamaan 12, yang mana nilai fitness ini merepresentasikan kualitas partikel sebagai kandidat solusi (partikel). πππ‘πππ π π =
1 πππ π‘π +(ππππππ‘π¦π ΓπΌ)
5
Γ πΎ (12)
Keterangan: - fitnessi = nilai fitness partikel ke-i - costi = total biaya partikel ke-i - penaltyi = nilai penalty partikel ke-i - Ξ± = nilai konstan sebesar 20 - K = konstanta dengan nilai 1000 Pada perhitungan fitness, digunakan harga dan penalty sebagai acuan utama karena keduanya berbanding terbalik pada permasalahan optimasi. Nilai K juga yang merupakan konstanta, ditetapkan dengan nilai 1000 untuk mencegah didapatkannya nilai fitness yang terlalu kecil. Kemudian nilai Ξ± juga ditetapkan sebesar 20 dan dikalikan dengan penalty agar selisih antara penalty dan harga tidak terlalu jauh (Marginingtyas, 2015). 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan mengenai tahapan untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Marginingtyas (2015). Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini yaitu data kebutuhan nutrisi ayam petelur, serta harga dan kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan ayam petelur. Seluruh data yang didapat akan digunakan pada proses komputasi dan analisis hasil. Siklus penyelesaian masalah pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme Improved Particle Swarm Optimization (IPSO) ditunjukkan pada Gambar 2.
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Inisialisasi posisi & kecepatan awal
iterasi = 0
Y
Hitung fitness
T Update kecepatan
Update posisi
Menentukan pBest awal
Menentukan gBest awal
Hitung fitness
Y
Menentukan pBest
Menentukan gBest
iterasi++
iterasi iterasi maksimal
T
Komposisi pakan optimal
Selesai
Gambar 2 Diagram alir siklus algoritme IPSO
Tahap penyelesaian permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur menggunakan algoritme IPSO adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi posisi & kecepatan awal Pada tahap ini, proses inisialisasi posisi awal dilakukan berdasarkan Persamaan 7, sedangkan kecepatan awal bernilai 0. 2. Hitung fitness Proses perhitungan nilai fitness dilakukan untuk menunjukkan kualitas partikel tersebut sebagai kandidat solusi. Semakin tinggi nilai fitness suatu partikel, maka semakin besar kemungkinan terpilihnya partikel tersebut sebagai solusi yang paling optimal. Nilai fitness partikel didapatkan dengan melalui tahap-tahap yang telah dijelaskan pada subbab 2.2. 3. Menentukan posisi lokal terbaik (pBest) Penentuan pBest terbagi menjadi dua kondisi. Kondisi pertama yaitu pada saat iterasi 0, nilai pBest disamakan dengan nilai posisi awal. Kondisi kedua, saat memasuki iterasi ke-1 sampai dengan iterasi akhir, proses menentukan pBest yang dilakukan adalah update pBest. Proses update pBest dilakukan dengan membandingkan fitness pBest pada iterasi sebelumnya dengan fitness posisi yang baru. Kemudian, dari kedua fitness tersebut akan dipilih partikel dengan fitness yang paling besar sebagai pBest baru.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
4. PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada penelitian ini, pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter yang paling tepat untuk digunakan pada algoritme IPSO agar solusi yang dihasilkan mampu mencapai titik optimal terbaik. Masing-masing pengujian dilakukan percobaan sebanyak 10 kali yang kemudian dihitung rata-rata fitness yang didapatkan untuk dianalisis. 4.1 Pengujian Parameter IPSO Pengujian parameter IPSO dilakukan untuk mendapatkan nilai parameter IPSO yang paling optimal agar dapat memaksimalkan pencarian solusi yang optimum. Pada pengujian ini nilai konstanta k untuk menentukan nilai vmax yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et al., (2011) yaitu 0,6. Nilai r1 dan r2 juga dibuat konstan dengan nilai 0,5 (Khusna, et al., 2016). Penggunaan nilai konstan pada r1 dan r2 dilakukan untuk mengurangi tingkat stokastik pada perhitungan kecepatan serta meminimalkan peluang didapatkannya nilai fitness yang fluktuatif. Selain itu, parameter r1 dan r2 juga melekat pada komponen kognitif dan sosial proses update kecepatan, yang mana hal tersebut dapat Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
mempengaruhi perpindahan partikel. Jika nilai r1 dan r2 dibuat acak dapat memungkinkan partikel berpindah terlalu jauh atau terjebak pada kondisi yang sulit untuk mencapai konvergen. Parameter IPSO yang diuji adalah sebagai berikut: a) Pengujian ukuran populasi (popsize) Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali percobaan untuk tiap variasi ukuran populasi. Berikut nilai parameter yang digunakan pada pengujian ukuran populasi: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Iterasi maksimal (Tmax) : 100 - Interval bobot bahan pakan : 1-10% - r1, r2 : 0,5 - Konstanta k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 3.
Pengujian Jumlah Partikel (Popsize) Rata - rata fitness
4. Menentukan posisi global terbaik (gBest) gBest merupakan partikel dengan fitness terbaik dari seluruh partikel yang ada pada swarm dan merepresentasikan solusi yang paling optimal yang didapatkan selama iterasi. Posisi global terbaik pada algoritme IPSO merupakan pBest dengan nilai fitness tertinggi. 5. Update kecepatan partikel Tahap selanjutnya adalah melakukan update kecepatan partikel. Tahap ini mulai dilakukan saat memasuki iterasi ke-1 hingga iterasi akhir. Proses update kecepatan dilakukan untuk menentukan arah perpindahan suatu partikel. Setelah didapatkan nilai kecepatan yang baru, kemudian akan dilakukan proses perbaikan kecepatan menggunakan Persamaan 14. 6. Update posisi partikel Proses update posisi dilakukan yaitu dengan menjumlahkan nilai posisi pada iterasi sebelumnya dengan nilai kecepatan baru. Nilai posisi baru yang didapatkan merupakan bobot bahan pakan baru partikel yang akan digunakan pada proses selanjutnya. Sama halnya dengan proses update kecepatan, setelah didapatkan nilai posisi baru akan dilakukan perbaikan nilai posisi.
6
4 3,5 3 2,5 2 0
50
100
150
200
250
300
Jumlah partikel
Gambar 3 Hasil pengujian jumlah partikel (popsize)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,55 didapatkan pada jumlah partikel 250. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa semakin besar jumlah partikel yang digunakan maka semakin beragam kandidat solusi yang ada dan ruang pencarian solusi optimal semakin luas. Hal tersebut dapat meningkatkan peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal (Engelbrecht, 2007). Jika jumlah partikel terlalu kecil, solusi optimal akan lebih sulit didapatkan karena kandidat solusi yang ada tidak banyak. Salah satu kendala pada penggunaan jumlah partikel yang besar adalah membutuhkan proses iteratif yang lebih lama dan terkadang nilai fitness yang didapatkan tidak selalu tinggi karena proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal. b) Pengujian banyaknya iterasi Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
dengan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Ukuran populasi (popsize) : 250 - Interval bobot bahan pakan : 1-10% - r1, r2 : 0,5 - Konstanta k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4.
-
Ukuran populasi (popsize) : 250 Iterasi maksimal (Tmax) : 350 r1, r2 : 0,5 k : 0,6 Hasil dari pengujian ukuran populasi yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 5.
Pengujian Interval Bobot Bahan Pakan
Pengujian Banyaknya Iterasi
3,7
Fitness
Rata - rata fitness
7
3,65 3,6 3,55 3,5 3,45 3,4
3,6
3,5 3,4 0
20
40
60
80
100
120
Interval bobot bahan pakan 0
100
200
300
400
500
600
Jumlah iterasi Gambar 4 Hasil pengujian banyaknya iterasi
Berdasarkan grafik pada Gambar 4 rata-rata fitness tertinggi sebesar 3,626 didapatkan pada jumlah iterasi 350. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan jumlah iterasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan sistem terjebak pada lokal optimum dan solusi yang didapatkan belum mencapai optimal. Jika jumlah iterasi terlalu besar maka proses iteratif akan lebih lama, namun peluang untuk mendapatkan solusi yang optimal akan lebih tinggi. Dalam hal ini, proses pembangkitan populasi awal juga mempengaruhi solusi yang akan didapatkan, yang mana jika proses pembangkitan populasi awal menghasilkan populasi yang cukup bagus maka tidak membutuhkan jumlah iterasi yang besar untuk mendapatkan solusi yang optimal dan begitu pula sebaliknya. c) Pengujian interval bobot bahan pakan Pengujian ukuran populasi dilakukan 10 kali dengan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70%
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Gambar 5 Hasil pegujian interval bobot bahan pakan
Berdasarkan grafik pada Gambar 5 penggunaan interval 1-70 menghasilkan ratarata fitness tertinggi dibandingkan dengan variasi interval lainnya yaitu sebesar 3,622. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa interval yang digunakan juga mempengaruhi nilai fitness yang didapatkan. Jika interval yang digunakan terlalu kecil, otomatis akan membatasi ruang pencarian solusi optimal. Jika menggunakan interval yang cukup besar, peluang tercapainya solusi yang optimal lebih besar saat menggunakan jumlah iterasi 350. Hasil yang didapatkan juga dipengaruhi oleh proses pembangkitan populasi awal yang bersifat stokastik, yang mana terdapat bilangan yang didapatkan secara acak atau random pada persamaan yang digunakan untuk membangkitkan populasi awal. 4.2 Pengujian Konvergensi Pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan jumlah iterasi sebanyak 1000 iterasi menggunakan parameter terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari pengujian konvergensi digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 6.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
8
Uji Konvergensi 5 4,5
Fitness
4
3,5 3 2,5 2 0
100
Percobaan 1
200
300
400
Percobaan 2
500
600
Iterasi 3 Percobaan
700
800
Percobaan 4
900
1000
Percobaan 5
Gambar 6 Hasil pengujian konvergensi
Pada grafik hasil pengujian konvergensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa dengan penggunaan iterasi sebesar 1000 nilai fitness yang didapatkan terus meningkat tiap iterasinya. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa nilai fitness yang didapatkan pada awal iterasi cukup rendah namun terus mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya iterasi hingga mencapai konvergen saat mulai memasuki iterasi ke-600. Proses dikatakan telah konvergen ketika keragaman populasi menurun dan hal ini disebabkan oleh proses update yang iteratif dan juga selisih fitness yang didapatkan dari iterasi ke iterasi memiliki selisih 0 (Tian, 2013). 4.3 Pengujian Perbandingan Algoritme Pengujian perbandingan algoritme dilakukan dengan membandingkan hasil optimasi menggunakan algoritme IPSO dengan PSO konvensional, yang mana kedua algortima tersebut diterapkan pada sistem yang sama. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali menggunakan nilai parameter sebagai berikut: - Berat ayam petelur : 1800 gram - Tingkat produktivitas telur : 70% - Ukuran populasi (popsize) : 250 - Iterasi maksimal (Tmax) : 350 - Interval bobot bahan pakan : 1-70% - c1i, c1f : [2.5, 0.2] - c2i, c2f : [0.2, 2.5] Hasil dari pengujian konvergensi ditunjukkan pada Tabel 2. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Tabel 2 Hasil pengujian perbandingan algortime Percobaan ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata - rata
PSO Harga Fitness 180.8584042 3.82726515 192.8060357 4.020441648 192.8060357 4.020441648 197.2332507 3.951521884 195.3632348 3.728165271 194.7977082 3.971888883 191.7532811 4.029405438 192.5036725 4.017607559 191.4536761 3.992152479 189.795317 4.041219894 191.9370616 3.960010985
IPSO Harga Fitness 165.0178919 4.17100244 169.2931016 4.180775137 165.0249092 4.170922231 173.5774097 3.802554821 165.0178919 4.17100244 176.8263191 4.086877247 193.1478204 3.949873938 190.7294834 3.909703049 165.6027104 4.182249946 182.509769 4.140383191 174.6747307 4.076534444
Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada Tabel 2, dengan 10 kali pengujian dapat dilihat bahwa penggunaan algoritme PSO dan IPSO pada sistem yang sama memberikan hasil yang berbeda. Selisih rata-rata fitness yang didapatkan dari kedua algoritme tidak terlalu besar yaitu hanya 0,116523459 dan selisih harga yang didapatkan sebesar 17,26233095. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan algoritme IPSO lebih unggul dibandingkan dengan algoritme PSO. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa algoritme IPSO mampu memberikan solusi yang lebih optimal pada sistem optimasi komposisi pakan ayam petelur dibandingkan dengan algoritme PSO konvensional. 4.4 Pengujian Data Pengujian data dilakukan untuk mengetahui kualitas solusi yang diberikan oleh sistem menggunakan algoritme IPSO. Solusi tersebut
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
dibandingkan dengan salah satu data yang didapatkan dari peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah. Bahan pakan dan harga bahan pakan yang digunakan pada sistem disesuaikan dengan harga bahan pakan dari peternak. Dalam hal ini, kondisi untuk satu ekor ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur dengan berat 1850 gram dan tingkat produktivitas telur sebesar 80%. Data yang didapatkan dari salah satu peternak ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Data peternak ayam petelur di Desa Bangunrejo, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah Keadaan Ayam Petelur Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80%
Bahan Pakan Harga /gram Jagung Bekatul Konsentrat Jumlah
4.5 2.5 8
Bobot Bahan Total Harga Pakan (gram) 50 258.08 15 43.01 35 321.17 100 622.26
Peneliti juga melakukan perhitungan kandungan nutrisi komposisi pakan yang digunakan oleh peternak dan didapatkan nilai penalty sebesar 26.625, dengan kata lain komposisi yang digunakan oleh peternak masih belum memenuhi 26.625% dari kebutuhan nutrisi ayam petelur. Dari data tersebut, peneliti melakukan pengujian dengan keadaan ayam petelur yang sama seperti pada Tabel 3. Pengujian juga dilakukan menggunakan parameter IPSO terbaik hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang didapatkan dari pengujian ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian data menggunakan algoritme IPSO Keadaan Ayam Petelur Berat ayam : 1850 gr Tingkat produktivitas telur : 80%
Bahan Pakan Harga /gram Jagung Bekatul Konsentrat Jumlah
4.5 2.5 8
Bobot Bahan Total Harga Pakan (gram) 5.503 28.48 93.166 267.85 1.331 12.24 100 308.575
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan algoritme IPSO, dapat dikatakan bahwa penerapan algoritme IPSO untuk mencari komposisi pakan ayam petelur yang optimal mampu memberikan hasil dengan biaya 50.41% lebih murah dibandingkan dengan harga yang didapatkan dari peternak dengan selisih sebesar Rp 313,68, sehingga dengan menggunakan sistem ini peternak dapat menghemat biaya untuk tiap pemberian pakan ayam petelur. Selain itu, komposisi pakan yang diberikan sistem mendapatkan nilai penalty sebesar 9.685%, yang mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
9
dengan nilai penalty komposisi pakan milik peternak, dengan kata lain komposisi pakan yang diberikan sistem dapat lebih mendekati terpenuhinya kebutuhan nutrisi ayam petelur. 5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan hasil pengujian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Algoritme IPSO dapat digunakan pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dengan melalui beberapa tahap algritma IPSO berikut: a) Inisialisasi parameter, posisi, dan kecepatan awal partikel. b) Menghitung nilai fitness. c) Menentukan posisi lokal terbaik (pBest. d) Menentukan posisi global terbaik (gBest). e) Update kecepatan. f) Update posisi. 2. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter yaitu ukuran populasi = 250, iterasi maksimal = 350, dan interval bobot bahan pakan = 1-70%. 3. Untuk mengukur kualitas solusi yang diberikan sistem yang menerapkan algoritme IPSO pada permasalahan optimasi komposisi pakan ayam petelur dapat dilihat dari besarnya nilai fitness. Partikel dengan nilai fitness tertinggi merupakan partikel yang memiliki solusi paling optimal. Dikatakan optimal jika nilai penalty yang dihasilkan mendekati atau sama dengan 0 dan biaya yang dihasilkan juga rendah. 6. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z., 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur, Depok: Agromedia Pustaka. Agalya, A., Nagaraj, B. & Rajasekaran, K., 2013. Concentration Control Of Continuous Stirred Tank Reactor Using Particle Swarm Optimization Algorithm. Transaction on Engineering and Sciences, 1(4). Chen, H.-L.et al., 2011. A novel bankruptcy prediction model based on an adaptive fuzzy k-nearest. Knowledge-Based Systems, pp. 1348-1359. Engelbrecht, A. P., 2007. Computational Intelligence An Introduction. England: John Wiley & Sons Ltd.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
Khusna, R. A., Cholissodin, I. & Wihandika, R. C., 2016. Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Kabupaten Lumajang. DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya, Volume 8, No. 18. Marginingtyas, E., 2015. Penentuan Komposisi Pakan Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Algoritma Genetika. Malang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Marini, F. & Walczak, B., 2015. Particle Swarm Optimization (PSO).A tutorial. Chemometrics and Intelligent Laboratory Systems. Mittal, M. & Gagandeep, 2013. Comparison between BBO and Genetic. International Journal of Science, Engineering and Technology Research (IJSETR), 2(2), pp. 284-293. Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur Edisi Kedua. Yogyakarta: Kanisius. Rasyaf, M., 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Yogyakarta: Kanisius. Shayeghi, H. & Ghasemi, A., 2011. Application Of PSO-TVAC to Improve Low Frequency Oscillations. International Journal on βTechnical and Physical Problems of Engineeringβ (IJTPE), 3, No. 4(9). Sudarmono, 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta: Kanisius. Tian, D. P., 2013. A Review of Convergence Analysis of Particle Swarm Optimization. International Journal of Grid and Distributed Computing, 6(6), pp. 117-128. Yonghe, L., Minghui, L., Zeyuan, Y. & Lichao, C., 2015. Improved Particle Swarm Optimization Algorithm and Its Application in Text Feature Selection. Applied Soft Computing. Zulfikar, 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Fakultas Pertanian Unsyiah.
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
10