JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
OPTIMASI JARINGAN SINGLE FREQUENCY NETWORK (SFN) PADA PEMBANGUNAN TELEVISI DIGITAL TERRESTRIAL MENGGUNAKAN GENETIC ALGORITHM (GA) Alif Rahmad Yuliyanto, Gamantyo Hendrantoro, Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya, 60111 Email :
[email protected],
[email protected] Di Indonesia perpindahan dari sistem Abstrak analog ke sistem digital pada dunia pertelevisian saat ini masih dalam proses. TV analog yang saat ini masih dipergunakan dianggap tidak lagi efisien dalam penggunaan spectrum dan tidak memberikan kualitas layanan yang optimal. Salah satu sistem siaran TV digital yang berkembang adalah DVB-T dan selama ini menjadi sistem yang digunakan di Eropa. Untuk mempercepat peralihan ke Siaran TV Digital di Indonesia perlu ditunjang oleh sejumlah pemancar yang membentuk jaringan berfrekuensi sama atau SFN (Single Frequency Network) sehingga spektrum menjadi efisien. Makalah ini membahas bagaimana melakukan optimasi terhadap sistem SFN yang bekerja dengan menggunakan tiga titik pemancar dalam suatu wilayah tertentu. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode Genetic Algorithm (GA) dengan berbagai variasi jumlah dan tinggi gedung yang ada dalam wilayah tersebut. Dengan adannya variasi gedung tersebut akan memberikan pengaruh terhadap kualitas sinyal di setiap titik penerima. Optimasi dilakukan dengan menggunakan lokasi pemancar sebagai decision variable dan persentase coverage sebagai fungsi objektif. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa optimasi berjalan optimal pada wilayah dengan jumlah gedung yang banyak dan gedung-gedung yang tinggi. Kata kunci : DVB-T , Genetic Algorithm, Optimasi, SFN
I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat memberikan kontribusi yang sangat signifikan pada bidang penyiaran, telekomunikasi, dan transaksi elektronik. Hal yang dihasilkan antara lain siaran TV Digital dengan berbagai macam standartnya, salah satunya adalah DVB-T. Secara umum terdapat dua pertimbangan diterapkannya teknologi digital pada sistem siaran televisi digital terrestrial [1]. Yang pertama adalah untuk meningkatkan kualitas penerimaan siaran TV. Dibandingkan dengan analog, kelebihan sinyal yang diproses secara digital adalah terletak pada ketahanannya terhadap derau dan kemudahannya untuk diperbaiki (recovery) pada bagian penerima dengan mekanisme EEC (Error Correction Code) [1][4]. Pertimbangan kedua adalah untuk menghemat penggunaan lebar pita (bandwidth) spektrum frekuensi radio. Dengan teknologi digital membuat konsumsi bandwidth menjadi lebih efisien karena penggunaan teknik kompresi pada sistem pemrosesan sinyalnya, sehingga yang awalnya satu kanal frekuensi radio hanya dapat digunakan untuk menyalurkan satu program siaran, dengan teknologi digital dapat digunakan untuk menyiarkan lebih dari satu program siaran [1]. Dalam perkembangan dan penerapannya TV Digital perlu ditunjang sejumlah pemancar yang membentuk jaringan berfrekuensi sama atau SFN (Single Frequency Network) sehingga daerah cakupan dapat diperluas.
Dibandingkan dengan system MFN (Multi Frequency Network) , sistem SFN memberikan efisiensi spektrum yang tinggi [2]. Pada makalah ini akan dilakukan optimasi coverage jaringan SFN dengan menggunakan metode GA[3]. Melalui metode ini, sebuah algoritma akan digunakan untuk mengoptimalisasi parameter lokasi pemancar pada setiap pemancar SFN di wilayah tertentu. Dengan demikian, coverage jaringan SFN pada wilayah tersebut dapat diperluas II. METODE PENELITIAN Pada proses optimasi penempatan pemancar SFN kali ini fungsi objektif yang ditentukan berupa fungsi prensentase coverage. Pada tahap awal dilakukan pemodelan wilayah yang didalamnya terdapat 3 pemancar beserta gedung dengan jumlah dan tinggi yang berbeda-beda. Selanjutnya, tiap pemancar mengirimkan sinyal yang sama selama satuan waktu tertentu. Dalam perhitungan sinyal digunakan model propagasi free space loss untuk kasus yang tidak terhalang gedung. Sedangkan untuk kasus sinyal yang terhalang gedung digunakan model propagasi knife edge. Hal ini menyebabkan sinyal yang terhalang gedung akan mengalami gain diffraction. Perubahan lokasi diterapkan pada tiap pemancar untuk menguji kualitas sinyal di sejumlah titik penerima pada wilayah tertentu. Oleh karena itu, pada proses optimasi ini diusulkan sebuah pendekatan menggunakan algoritma heuristik GA untuk mengoptimalkan lokasi pemancar SFN untuk meningkatkan kinerja jaringan dan memperluas area cakupan dengan tetap memiliki kualitas sinyal sesuai treshold. Hasil dari proses optimasi ini adalah suatu konfigurasi pemancar SFN yang menghasilkan nilai coverage maksimal. A.
Pemodelan Wilayah Pemodelan dilakukan dengan memetakan wilayah berukuran 10x10 km kedalam sebuah square grid berukuran 100 meter. Sehingga terbentuklah 100x100 kotak yang merepresentasikan 10000 titik penerima. Setelah memodelkan wilayah, letak pemancar dilakukan dengan melakukan penempatan pada posisi koordinat Pemancar A (TxA) (25,25), Pemancar B (TxB) (75,50) dan Pemancar C (TxC) (25,75). Pemancar tersebut menggunakan tinggi 37,5 m sesuai dengan standart ITU R P1546-1. Adapun untuk melakukan pemodelan gedung dilakukan dengan beberapa kriteria gedung seperti terlihat di Tabel 1. Kota Kota A Kota B Kota C Kota L Kota M Kota N
Tabel 1. Variasi Pemodelan Wilayah Tinggi Gedung (meter) Jumlah Gedung 20 30-40 40-50 20 20 50-60 50-60 20 50-60 40 60 50-60
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
B.
Propagasi Pada tahap propagasi digunakan model propagasi free space loss dan model knife edge. Model ini digunakan untuk memperkirakan kontribusi setiap pemancar terhadap setiap titik penerima. Apabila antara pemancar dan penerima saling line of sight maka digunkanlah propagasi free space loss. Sedangkan jika antara pemancar dan penerima terdapat penghalang (gedung) maka digunkanlah propagasi knife edge. Dari kedua model tersebut digunakan untuk memperkirakan kontribusi sejumlah N pemancar pada setiap lokasi penerima R. Langkah ini dilakukan dengan membangun jaringan SFN dengan menentukan kekuatan sinyal (Pi, 1 ≤ i ≤ N) dan delay propagasi (δi, 1 ≤ i ≤ N) terkait dengan setiap pemancar pada setiap titik penerima (1 ≤ r ≤ R) dalam suatu area. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai daya terima (Watt) apabila dalam keadaan free space loss adalah : c Pr Pt Gt Gr 4 fd
2 c Pr 10 log PG G Gd t t r 4 fd
(2)
Adapun Gd didapat dari model difraksi knife edge yang dirumuskan dengan [5]: Gd(dB)=0 Gd(dB)=20log (0,5-0.62v) Gd(dB)=20log [0.5 exp(-0.95v)]
(4) v≤-1 -1≤v≤0 (5) 0≤v≤1 (6)
Gd(dB)=20log [0.4 0.1184 (0.38 0.1v)2 ]
1≤v≤2,4 (7)
2
C / I
i
P . ( i i i i
0 )
Pi .(1 i ( i 0 )
i
(10)
Pi . N0
(11) N0 k .T .B Dimana Pi merupakan daya yang diterima dari pemancar ke-i (Watt), ωi sebagai nilai fungsi bobot, δi sebagai delay relative echo ke-i terhadap satuan waktu sinkronisasi (s), δo merupakan waktu sinkronisasi (s), No sebagai Noise (Watt), k merupakan konstanta Bolzman (1,38 x 10-23), T merupakan Suhu (Kelvin), dan B sebagai Bandwidth (Hz). Sesuai dengan persyaratan kualitas layanan (QoS) tertentu yang diberlakukan oleh pengguna, tahap ini memeriksa setiap penerima apakah memenuhi kriteria QoS. Kriteria ini meliputi total sinyal yang berguna (C) dan rasio carrier-to-interference (C/I). D.
Optimasi Dalam proses optimasi, GA digunakan untuk menemukan konfigurasi antena pemancar SFN yang menghasilkan coverage paling besar. GA memakai fitness function yang digunakan untuk memeriksa coverage yang dihasilkan pada setiap generasi. Fitness function ini mengevaluasi presentase lokasi penerima dengan pertimbangan cakupan bahwa lokasi telah tercakup jika C dan (C/I) melebihi ambang batas nilai-nilai Cmin dan (C/I)min yang ditentukan oleh pengguna, seperti ditunjukkan dalam (12) dan (13). Ambang batas disini ditetapkan Cmin >= -75dBm dan (C/I)min >= 13.4 dB. [7] R Covr F (%) 100. (12) r 1 R
1 jika C Cmin & (C / I ) (C / I )min Covr 0 jika selainnya
v>2.4 (8)
Perhitungan Kualitas Sinyal Pada bagian penerima dilakukan penggabungan sinyal yang datang pada tiap lokasi receiver dari sejumlah pemancar yang menyusun SFN dengan menggunakan metode penjumlahan daya. Sinyal-sinyal ini dapat berguna secara penuh atau hanya sebagian saja, tergantung pada delay propagasinya. Selain itu sinyal juga bias mengakibatkan adanya interference. Pada (9) dapat digunakan untuk menghitung fungsi bobot (ωi ) kontribusi konstruktif atau destruktif [6].
jika 0 t
(9) (Tu ) t jika t Tp Tu 0 lainnya dimana Tu merupakan panjang symbol yang berguna, Δ panjang guard interval, dan Tp panjang dan interval di mana sinyal berkontribusi konstruktif. Sedangkan Tp bernilai 7Tu/24. Jika SFN terdiri dari N pemancar Ω = {1, ..., N} dan ada pemancar M dari jaringan lain yang beroperasi pada frekuensi yang sama ψ = {1, ..., M}, rasio carrier-tointerference (C/I) dapat dijelaskan dalam fungsi bobot di atas, seperti dijelaskan dalam (10)[6]
(1)
Dimana Gt merupakan penguatan dari antenna pemancar, Gr adalah penguatan dari antenna penerima. Sedangkan d adalah jarak antara pemancar dan penerima, untuk f adalah frekuensi dari sinyal yang berasal dari pemancar. Adapun Gd merupakan gain diffraction yang merupakan redaman akibat adanya difraksi karena halangan gedung. Nilai Gd dipengaruhi faktor v merupakan nilai yang menunjukkan letak titik pemancar dan penerima terhadap titik difraksi. Nilai v dirumuskan dengan: 2(d1 d2 ) (3) vh d1d2
0, 225 Gd(dB)=20log v
1 ωi(t) =
2
Dan untuk perhitungan nilai daya terima (dB) apabila titik penerima dalam keadaan terhalang gedung maka persamaan yang digunakan adalah :
jika ( Tp ) t 0
[(Tu t ) / Tu ] 2
(13)
C.
E.
Hasil Hasil dari proses optimasi SFN ini diharapkan tersusun sebuah konfigurasi dari 3 pemancar SFN yang menghasilkan coverage paling tinggi. III. TEKNIK OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA Algoritma genetika digunakan untuk melakukan analisis penentuan letak pemancar yang menghasilkan coverage paling optimal pada suatu wilayah. Pemancar yang digunakan pada proses kali ini terdiri dari 3 buah pemancar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 SFN. Sedangkan wilayah yang digunakan pada simulasi kali ini dibuat dengan ukuran 10x10 km dengan membagi kedalam square grid berukuran 100x100 m. Sehingga total penerima yang terbentuk berjumlah 10000 penerima. Pada Gambar 1 terlihat, bahwa setiap pemancar memungkinkan untuk dilakukan pemindahan posisi sebesar 16 kemungkinan. Adapun untuk asumsi awal sebelum optimasi ditentukan bahwa posisi koordinat Pemancar A (TxA) (25,25), Pemancar B (TxB) (75,50) dan Pemancar C (TxC) (25,75). Pemancar akan dipasang pada titik tengah setiap kotak.
3 biner agar lebih mudah saat melakukan proses GA berikutnya. B.
Pendekodean Kromosom Kromosom merupakan bagian dari keseluruhan populasi yang mewaklili sebuah individu. Fungsi ini bertujuan untuk mendekodekan sebuah kromosom yang berisi bilangan biner menjadi sebuah individu ‘x’ yang bernilai real dan merepresentasikan konfigurasi 3 buah pemancar SFN seperti terlihat pada Gambar 2 dan Tabel 2.
Gambar 2. Pendekodean Kromosom
Perhitungan Presentase Coverage Fungsi ini bertujuan untuk menghitung nilai coverage dari suatu konfigurasi pemancar yang telah didekodekan pada fungsi sebelumnya. Penghitungan nilai presentase coverage ini juga sering diartikan sebagai nilai fitness. Pada kasus ini nilai fitness diperoleh dari fungsi objektif yang telah ditentukan. Masukan dari fungsi ini adalah konfigurasi pemancar dari representasi tiap kromosom. Hasil dari analisis penentuan konfigurasi pemancar adalah besarnya nilai carrier dan Carrier to Interference and Noise Ratio (CINR) pada setiap titik pemancar yang dibangkitkan. Setelah diketahui besarnya nilai carrier dan CINR pada setiap titik, maka dilakukan pengklasifikasian apakah nilai carrier dan CINR pada titik tersebut sudah melewati batas treshold. Titik-titik yang telah melewati treshold yang telah ditentukan, maka titik tersebut dianggap sebagai titik yang tercakup (nilai 1). Sedangkan titik titik yang belum melewati tresshold yang telah ditentukan, maka titik tersebut dianggap belum tercakup (nilai 0). Dari jumlah titik-titik tercakup tersebut ditentukanlah persentase coverage titik-titik yang tercakup yang kemudian menghasilkan fungsi objektif. C.
Gambar 1. Konfigurasi penempatan Pemancar SFN
X 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tabel 2. Variasi Solusi Lokasi Pemancar SFN Pemancar B Pemancar C Pemancar A koordinat X koordinat X koordinat 0 74,49 0 23, 74 23 ,23 23, 24 1 74, 50 1 23, 75 2 74, 51 2 23, 76 23, 25 23, 26 3 74, 52 3 23, 77 4 75, 49 4 24, 74 24, 23 24, 24 5 75, 50 5 24, 75 6 75, 51 6 24, 76 24, 25 24, 26 7 75, 52 7 24, 77 8 76, 49 8 25, 74 25, 23 25, 24 9 76, 50 9 25, 75 10 76, 51 10 25, 76 25, 25 25, 26 11 76, 52 11 25, 77 12 77, 49 12 26, 74 26, 23 26, 24 13 77, 50 13 26, 75 14 77, 51 14 26, 76 26, 25 26, 26 15 77, 52 15 26, 77
Dalam optimasi menggunakan GA terdapat beberapa elemen utama antara lain gen yang berisi nilai bit “0” dan “1”. Dari kumpulan gen tersebut membentuk kromosom dan individu yang mewakili suatu konfigurasi pemancar yang menjadi solusi dari proses optimasi ini. Sejumlah individu yang ada pada setiap iterasi (generasi) disebut sebagai populasi. Pada optimasi dengan GA kali ini telah ditentukan beberapa parameter antara lain jumlah gen sebesar 12 bit yang tiap 4 bitnya mewakili satu buah pemancar. Parameter lain adalah ukuran populasi sebesar 40 individu, probabilitas mutasi sebesar 0,05 dan generasi maksimum sebesar 30. Dalam proses GA ini terdapat beberapa langkah dasar antara lain : A.
Inisialisasi Populasi Pada proses awal inisialisasi populasi dibangkitkan individu sebanyak 40 sebagai populasi generasi pertama, dimana setiap individu terdiri dari bilangan biner berbentuk vektor baris berukuran 1x12, sehingga populasi yang terbetuk seolah olah berupa matriks biner berukuran 40x12. Pada proses kali ini dibangkitkan populasi berupa matriks
D.
Perangkingan dan Seleksi Untuk memilih individu mana yang akan melakukan proses crossover (pindah silang) dan individu mana yang harus tereliminasi dari sebuah populasi terlebih dahulu perlu dilakukan proses perankingan. Nilai- nilai fitness dari proses perhitungan presentase coverage menjadi masukan dalam proses perankingan kali ini. Setelah dilakukan proses perangkingan dilakukanlah proses seleksi. Pada proses seleksi dilakukan menggunakan metode (µ+λ) selection atau sering disebut juga seleksi dengan pemotongan (truncation selection). Hanya individu-individu yang terbaik saja yang akan diseleksi sebagai induk untuk selanjutnya dilakukan proses crossover (pindah silang). Pada makalah dipilih 50% individu terbaik hasil perankingan untuk selanjutnya dilakukan crossover (pindah silang) dan menghasilkan individu individu sebagai anak. Sedangkan untuk 50% individu terburuk dari hasil perankingan akan tereliminasi dan digantikan oleh individu anak hasil crossover.[8] Crossover (Pindah Silang) Prosedur pindah silang adalah prosedur untuk mengkawinkan dua induk yang telah dipilih pada proses seleksi, induk tersebut merupakan 50 % individu terbaik hasil perankingan. E.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Pindah silang pada permasalahan ini dapat diimplementasikan dengan skema pindah silang 3 titik mewakli 3 buah titik pemancar (multipoint crossover). Pada skema ini, suatu titik potong ditentukan pada titik tengah setiap kromosom, kemudian bagian pertama dari orangtua1 digabungkan dengan bagian kedua dari orangtua2. Titik potong diperoleh ditentukan pada titik tengah kromosom, gen gen yang berseberangan dari kedua kromosom tersebut akan dipertukarkan antar induk. Setelah mengalami proses pindah silang, maka akan dihasilkan satu populasi baru hasil pindah silang termasuk didalamnya individu terbaik hasil perankingan dari proses sebelumnya.
Kota
dengan kota A, kenaikan (Δ) pada kota B mengalami kenaikan lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi GA mendapatkan hasil yang lebih bagus untuk mengoptimasi wilayah dengan gedung-gedung yang tinggi. Hal yang sama juga terlihat pada kota C yang didalamnya terdapat 20 gedung dengan ketinggian 50-60 m . Sebelum optimasi, persentase coverage yang dapat dicakup pada kota C sebesar 70,39 %. Setelah optimasi, nilai coverage terbaik yang dapat diperoleh sebesar 71,28 % dari seluruh wilayah seperti terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dibandingkan dengan optimasi pada kota A dan B, hasil kenaikan (Δ) pada kota C mengalami kenaikan lebih besar. Jika di kota A kenaikan sebesar 0,72 dan di kota B sebesar 0,79, di kota C ini memiiki (Δ) sebesar 0,89. Hal ini juga secara tidak langsung menunjukkan bahwa optimasi GA mendapatkan hasil yang lebih bagus untuk mengoptimasi wilayah dengan gedung-gedung yang tinggi. Dari tiga kali running didapatkan tiga nilai presentase coverage dengan tiga konfigurasi penempatan pemancar SFN yang berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa dengan running 30 generasi optimasi sudah mencapai titik konvergen. Hasil setiap running terkadang menunjukkan Gambar 3. Proses Pindah Silang nilai yang berbeda-beda dikarenakan karakteristik GA yang F. Mutasi dipengaruhi faktor pembangkitan secara acak. Hal lain yang Pada kasus ini skema mutasi yang digunakan adalah menyebabkan hasil optimasi GA tidak mengalami kenaikan skema swap mutation. Dengan skema swap mutation ini adalah suatu populasi terjebak pada optimum lokal dan tidak mutasi dilakukan dengan cara menukarkan gen-gen yang mendapatkan proses mutasi seperti terlihat pada Gambar 6. dipilih secara acak. Mutasi ini mengubah gen 0 menjadi 1 Tabel 3. Coverage pada Kota dengan ketinggian gedung berbeda dan sebaliknya secara acak. Jumlah kromosom yang Coverage (%) Konvergen Waktu mengalami proses mutasi dalam satu populasi ditentukan Kenaikan Δ Generasi Running Optimasi oleh parameter probabilitas mutasi (Pmutasi). Pada optimasi Awal Hasil ke (menit) kali ini probabilitas mutasi yang digunakan sebesar 0,05. IV. HASIL Sebelum melakukan optimasi, parameter-parameter yang dibutuhkan harus ditentukan terlebih dahulu, baik parameter dari jaringan SFN maupun untuk proses optimasi GA. Parameter SFN berupa, frekuensi pemancar SFN sebesar 600 MHz dan tinggi pemancar SFN = 37,5. Sedangkan Parameter GA berupa jumlah gen sebesar 12, jumlah populasi sebesar 40, probabilitas mutasi sebesar 0,05, generasi maksimum sebesar 30, dan multipoint crossover. Pada optimasi ini dilakukan running program sebanyak 3 kali dalam setiap kasus. Dari running optimasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil berupa koordinat letak tiap pemancar dan besar persentase coverage. A.
Pengaruh Ketinggian Gedung terhadap Hasil Optimasi Wilayah SFN Variasi pertama dimodelkan sebuah wilayah dengan 20 gedung dengan bermacam-macam ketinggian dalam 3 kota. Optimasi SFN di kota A disimulasikan suatu wilayah dengan ketinggian gedung antara 30-40 m. Sebelum optimasi persentase coverage yang tercakup pada kota A sebesar 70,9 %. Dengan menggunakan GA, nilai coverage terbaik yang dapat diperoleh sebesar 71,62 % dari seluruh wilayah. Probabilitas penerima yang memenuhi threshold C dan C/I dapat dilihat di Gambar 7. Sedangkan pada kota B yang juga terdapat 20 gedung tetapi dengan tinggi 40-50 m, persentase coverage yang dapat dicakup sebelum optimasi sebesar 70,77%. Setelah dioptimasi, nilai coverage terbaik yang dapat dicakup naik menjadi 71,56 % dari seluruh wilayah. Dibandingkan
A
B
C
Pertama Kedua Ketiga Pertama Kedua Ketiga Pertama Kedua Ketiga
70,90 70,90 70,90 70,77 70,77 70,77 70,39 70,39 70,39
71,59 71,62 71,61 71,55 71,54 71,56 71,24 71,28 71,28
0,69 0,72 0,71 0,78 0,77 0,79 0,85 0,89 0,89
4 10 25 10 8 6 6 29 29
35,4 35,35 37,03 35,35 35,99 35,9 34,41 37,15 36,10
Tabel 4. Posisi Pemancar wilayah dengan tinggi gedung berbeda Posisi Kota Running Pemancar 1 Pemancar 2 Pemancar 3 Baris Kolom Baris Kolom Baris Kolom Pertama 25 23 77 51 26 76 A Kedua 26 24 77 52 25 77 24 77 51 25 77 Ketiga 26 Pertama 26 24 77 51 25 77 B Kedua 25 23 77 51 26 76 24 77 52 25 77 Ketiga 26 23 77 51 26 76 Pertama 25 25 77 C Kedua 26 24 77 51 Ketiga 26 24 77 51 25 77
(a) (b) Gambar 4. Coverage Kota C (a) sebelum optimasi (b) sesudah optimasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Optimasi SFN menggunakan Algoritma Genetika 73
Coverage terbaik: 71.2800 Posisi Pemancar A : 26 24
72.5 Posisi Pemancar B : 77 51
Coverage
72
Posisi Pemancar C : 25 77 Nilai maksimum: 71.2800
71.5
Ukuran populasi: 40 Probabilitas mutasi: 0.050
71
Jumlah bit/variabel: 12 70.5
70
5
10
15 Generasi
20
25
30
Gambar 5. Optimasi Kota C
Gambar 6. Optimasi Kota A, B dan C
5 Optimasi SFN di kota L disimulasikan suatu wilayah dengan 20 gedung di dalamnya. Dengan optimasi GA, nilai coverage terbaik hasil optimasi yang diperoleh sebesar 71,26% dari seluruh wilayah. Probabilitas penerima yang memenuhi treshold C dan C/I dapat dilihat di Gambar 11. Sedangkan kota M disimulasikan suatu wilayah dengan 40 gedung. Sebelum dilakukan optimasi, persentase coverage Kota M yang dapat dicakup sebesar 68,74 %. Setelah dilakukan optimasi, nilai coverage terbaik yang dapat diperoleh sebesar 70,12 % dari seluruh wilayah. Optimasi kota M yang secara kondisi wilayah memiliki jumlah gedung lebih banyak dari Kota L, menunjukkan bahwa nilai kenaikan (Δ) mengalami kenaikan. Jika pada running kota L mempunyai nilai kenaikan sebesar 0,87 maka pada running kasus kota M kenaikan sebesar 1,38. Hal ini menunjukkan GA memberikan hasil lebih baik jika digunakan pada wilayah dengan gedung sejumlah 40 buah. Optimasi lain dilakukan di kota N. Kota N disimulasikan suatu wilayah yang terdapat 60 gedung. Sebelum dilakukan optimasi, persentase coverage yang dapat dicakup sebesar 67,53 %. Setelah dioptimasi, coverage terbaik yang dapat diperoleh dari hasil optimasi sebesar 68,33 % dari seluruh wilayah. Pada optimasi kota N terdapat penurunan (Δ) jika dibandingkan dengan Kota M. Jika pada optimasi Kota M mennghasilkan kenaikan sebesar 1,38 pada kota N kenaikan menjadi 0,8. Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa dengan running 30 generasi optimasi sudah mencapai titik konvergen. Hasil setiap running terkadang menunjukkan nilai yang berbeda-beda dikarenakan karakteristik GA yang dipengaruhi faktor pembangkitan secara acak. Hal lain yang menyebabkan nilai hasil optimasi GA tidak mengalami kenaikan adalah suatu populasi terjebak pada optimum lokal dan tidak mendapatkan proses mutasi. Dari tiga kali hasil running pada kota L dengan 30 generasi didapatkan tiga nilai presentase coverage dengan tiga konfigurasi penempatan pemancar SFN yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Kota
Gambar 7. Probabilitas C/I berdasarkan Ketinggian Gedung
Pengaruh Jumlah Gedung terhadap Hasil Optimasi Wilayah SFN Pada variasi kedua dimodelkan sebuah wilayah dengan ketinggian 50-60 dengan bermacam-macam jumlah gedung dalam 3 kota. Perbandingan persentase coverage sebelum dan sesudah dilakukan optimasi dengan metode GA ditampilkan dalam Tabel 5. Dari hasil simulasi pada tiga macam variasi jumlah gedung, dapat disimpulkan bahwa jika jumlah gedung mempengaruhi daerah cakupan dari suatu wilayah. Semakin banyak gedung dalam suatu wilayah maka persentase coverage dalam suatu wilayah semakin kecil. Hal ini dipengaruhi oleh adanya redaman difraksi yang disebabkan adanya penghalang gedung. Seperti terlihat pada Tabel 5 dengan jumlah gedung 40 menunjukkan bahwa coverage awal 68,74 %, terlihat menurun dari kasus kota A sampai dengan kota C yang coverage nya antara 70,39 % - 70,9 %. Pada kota L sebelum dilakukan optimasi, persentase coverage yang dapat dicakup pada kota L sebesar 70,39 %.
L
B.
M
N
Tabel 5. Nilai Coverage Sebelum dan Sesudah Optimasi kota L Coverage (%) Konvergen Waktu Kenaikan Running ke generasi Optimasi Δ Awal Hasil ke (menit) Pertama Kedua Ketiga Pertama Kedua Ketiga Pertama Kedua Ketiga
70,39 70,39 70,39 68,74 68,74 68,74 67,53 67,53 67,53
71,17 71,26 71,16 70,10 70,12 70,12 68,33 68,33 68,24
0,78 0,87 0,77 1,36 1,38 1,38 0,8 0,8 0,71
7 8 8 14 8 10 17 18 12
34,21 33,62 34,54 55,18 55,06 55,95 84,24 78,2 79
Tabel 6. Posisi Pemancar wilayah dengan variasi jumlah gedung berbeda Posisi Kota Running Pemancar 1 Pemancar 2 Pemancar 3 Baris Kolom Baris Kolom Baris Kolom 26 77 Pertama 25 23 76 50 Kedua 25 23 77 49 26 77 L 24 76 50 26 77 Ketiga 26 23 77 51 25 76 Pertama 25 M 77 50 25 76 Kedua 25 23 Ketiga 25 23 77 50 25 76 24 77 50 25 76 Pertama 25 Kedua 25 24 77 50 25 76 N Ketiga 26 23 77 50 26 77
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
(a) (b) Gambar 8. Coverage Kota M (a) sebelum optimasi (b) sesudah optimasi
6 V. KESIMPULAN Pada proses optimasi kali ini telah dilakukan dua variasi pemodelan wilayah gedung. Variasi pertama dimodelkan tiga wilayah yang didalamnya terdapat 20 gedung dengan ketinggian yang beragam. Variasi kedua dimodelkan tiga wilayah yang didalamnya terdapat gedung dalam tinggi yang sama namun dengan jumlah yang beragam. Optimasi dilakukan dengan menggunakan algoritma genetika dengan objective functions berupa persentase coverage dan posisi antenna sebagai decision variabel. Persentase coverage didasarkan pada nilai threshold C/I sebesar 13,4 dB dan C sebesar -75 dBm. Hasil yang didapatkan pada pengaruh ketinggian gedung memberikan kenaikan persentase coverage besar 0,69-0,89 %. Sedangkan pada pengaruh jumlah gedung terhadap hasil optimasi memberikan kenaikan 0,78-1,38 %. Hasil simulasi dan pengujian menunjukkan bahwa metode Genetic Algorithm dapat digunakan sebagai salah satu solusi dalam menentukan konfigurasi penempatan pemancar SFN yang sudah ditetapkan dalam suatu wilayah secara optimum. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami ucapkan kepada Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 9. Optimasi Kota M
Gambar 10. Optimasi Kota L, M dan N
Gambar 11. Probabilitas C/I berdasarkan Jumlah Gedung
[1] M.F. Reza, “Optimasi Pemanfaatan Spektrum di Pita Ultra High Frequency (UHF) untuk Layanan Siaran TV Digital Terrestrial dan Mobile Broadband di Wilayah Jabodetabek”, TESIS, Universitas Indonesia, April 2010 [2] O. Milet, “Technical Overview of Single Frequency Network” Enensys, 2005. [3] G. Koutitas, “ Green Network Planning of Single Frequency Network”, IEEE, Desember 2010 [4] Y. Wu, E. Pliszka, B. Caron, P Bouchard, and G. Chouinard, “Comparison of Terrestrial DTV Transmission Systems: The ATSC 8VSB,the DVB-T COFDM, and the ISDB-T BST-OFDM”, IEEE, Juni 2000 [5] T. S. Rappaport, “Wireless Communications Principles and Practices, 2nd ed.”, Prentice Hall, 2002 [6] JR. Pérez, J. Basterrechea, J. Morgade , A. Arrinda, , P. Angueira,. “Optimization of the Coverage Area for DVB-T Single Frequency Networks Using a Particle Swarm Based Method”., IEEE 2009 [7] M. Lanza, A.L. Gutierrez, I. Barriuso, M. Domingo, J.R. Perez, L. Valle, J. Basterrechea.Optimization of Single Frequency Networks for DVB-T ServicesUsing SA and PSO. Roma : Proceedings of the 5th European Conference on Antennas and Propagation (EUCAP). 2011 [8] M. Gen, R. Cheng, “ Genetic Algorithms & Engineering Optimization”, Jepang, John Wiley & Sons, 2000