Optimasi Injeksi Gas untuk Peningkatan Produksi pada Lapangan Gas Lift dengan Sistem yang Terintegrasi Oleh : Riska Milza Khalida* Dr.Ir. Pudjo Sukarno, M.Sc**
Sari
Dalam penelitian ini, simulasi dan analisa performa suatu lapangan minyak yang memiliki empat sumur dilakukan dengan metode gas lift. Kebutuhan gas injeksi setiap sumur diketahui berdasarkan Gas Lift Performance Curve (GLPC). Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, dilakukan penginjeksian dengan laju gas injeksi optimum setiap harinya. Namun tidak selamanya, kebutuhan gas injeksi optimum dapat terpenuhi. Oleh karena itu perlu dilakukan metode alokasi gas injeksi dengan metode equal slope agar recovery tetap meningkat. Simulasi pada tugas akhir kali ini dilakukan dengan pemodelan yang terintegrasi yakni meliputi system reservoir serta system produksi dan fasilitas permukaan. Model reservoir yang bersifat heterogen dibangun dengan simulator Petrel, Hasil pengembangan model dengan menggunakan Petrel dipindahkan ke simulator ECLIPSE. Sedangkan model dari system produksi dan permukaan dibuat dengan menggunakan simulator Pipesim. Kedua model ini diintegrasikan dengan menggunakan simulator Field Planning Tool (FPT). Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui produksi optimum dan peningkatan recovery dengan metode gas alokasi secara terintegrasi.
Kata kunci : recovery, metode alokasi gas injeksi, permodelan secara terintegrasi
Abstract
In this research, simulation and performance analysis of an oil field that has four wells done with gas lift method. Injection gas requirements each well known by Gas Lift Performance Curve (GLPC). To obtain the maximum production, each well should be injected with optimum injection rate of gas everyday. But sometimes, there are not enough gas for optimum requirement. Therefore it is necessary to allocate the available gas injection with allocation gas injection method using equal slope to increase the recovery. Reservoir simulation in this final assignment is integrated modeling system that include reservoir system, production and surface facilities system. The heterogeneous reservoir model was built with Petrel and produced through ECLIPSE. The production and surface facilities model was made and simulated using PIPESIM. Both models are combined using Field Planning Tool (FPT). The purpose of this final assignment is to determine the optimum production and improve recovery with gas allocation and integrated system.
Keywords: recovery, gas allocation, integrated modeling
*)
Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
**)
Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
1
I.
PENDAHULUAN
Minyak merupakan sumber energi yang diperhitungkan dalam kehidupan manusia. Minyak yang terproduksi dari sebuah reservoir sangat didambakan dan dipertahankan produksinya, agar tetap dapat memasok kebutuhan manusia. Ketika pertama kali sumur minyak berproduksi, energi reservoir menyebabkan fluida mengalir menuju permukaan secara natural. Namun setelah diproduksikan selama waktu tertentu, energi reservoir semakin menurun sehingga membutuhkan artificial lift yang membantu fluida reservoir untuk mencapai permukaan serta meningkatkan produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimum. Metode artificial lift meliputi sucker rod pumping, gas lifting, hydraulic pumping, dan centrifugal pumping. Gas lift merupakan jenis artificial lift yang banyak digunakan di industry perminyakan. Gas lift dilakukan dengan menginjeksikan gas pada kedalaman tertentu di dalam tubing, untuk menurunkan densitas fluida yang mengalir sehingga tekanan alir dalam tubing berkurang dan fluida lebih mudah mencapai permukaan. Laju gas injeksi memiliki batas optimum yang menghasilkan laju produksi yang maksimum. Hubungan antara laju gas injeksi dan laju produksi dapat menggambarkan kondisi optimum tersebut, dan hubungan tersebut dinyatakan sebagai Gas Lift Performance Curve (GLPC). Untuk suatu lapangan minyak yang mempunyai reservoir heterogen dengan banyak sumur, potensi produksi sumur akan berbeda-beda sehingga laju injeksi gas optimum yang dibutuhkan setiap sumur akan berbeda pula. Berdasarkan pada GLPC di setiap sumur, maka dapat ditentukan laju injeksi gas yang dibutuhkan. Namun kondisi ini tidak selamanya terpenuhi, dimana jumlah gas yang dibutuhkan tidak tersedia di lapangan. Pada kondisi ini, perlu dilakukan optimasi alokasi gas injeksi pada setiap sumur sehingga dapat dihasilkan laju produksi minyak total lapangan yang maksimum. Laju injeksi gas yang dibutuhkan selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi produksi dari reservoir (tekanan reservoir menurun, GLR lapisan menurun, watercut meningkat, dsb), oleh karena itu kebutuhan laju injeksi gas perlu diperkirakan secara kontinyu. Nodal Analysis hanya berlaku untuk suatu kondisi reservoir tertentu sehingga memerlukan tahapan-tahapan perhitungan. Dalam tugas akhir kali ini, perhitungan yang kontinyu tersebut akan dibahas melalui optimasi gas lift lapangan dengan menggunakan integrasi antara model reservoir, model sumur gas lift dan fasilitas permukaannya. Dengan menggunakan model yang terintegrasi tersebut, dapat disimulasikan secara keterpaduan antara reservoir Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
hingga ke permukaan (separator). Dengan demikian, perubahan –perubahan di reservoir secara kontinyu dapat dipantau secara kontinyu. Model reservoir yang heterogen dibangun dengan menggunakan simulator Petrel, kemudian produksinya disimulasikan dengan menggunakan simulator ECLIPSE dan sumur serta jaringannya dibangun dengan menggunakan simulator PIPESIM. Kedua model tersebut secara terintegrasi digabungkan dengan menggunakan program Field Planning Tool (FPT)1.
II. TUJUAN Tujuan tugas akhir ini adalah membangun model terintegrasi untuk system sumur gas lift di lapangan minyak yang akan digunakan untuk memperkirakan gas yang diinjeksikan selama waktu produksi yang dapat meningkatkan recovery.
III. PENGEMBANGAN MODEL SUMUR GAS LIFT LAPANGAN
SISTEM
Suatu system sumur gas lift yang lengkap dan terintegrasi terdiri dari gas compression station, manifold gas injeksi dengan choke injeksi, tubing string dengan instalasi unloading dan operating valve. Fluida dari reservoir mengalir ke dalam tubing dan bercampur dengan gas injeksi pada titik injeksi dan mengalir ke permukaan. Sedangkan di permukaan, meliputi flowline dan separator. Komponen dalam system sumur gas lift ditunjukkan pada gambar 3.1 yang merepresentasikan satu sumur gas lift. Sedangkan di lapangan, biasanya mempunyai lebih dari satu sumur gas lift yang masing-masing sumur langsung tersambung ke separator melalui flowline yang berbeda.
Gambar 3.1 Sistem gas lift yang terintegrasi
2
Uraian mengenai system sumur gas lift di atas, menjadi landasan pengembangan model yang terintegrasi mulai dari reservoir hingga separator termasuk sistem injeksi gas. 3.1 Model Reservoir Dalam tugas akhir, dibangun suatu model reservoir yang heterogen, memiliki aquifer yang akan berfungsi sebagai mekanisme pendorong. Pengembangan model ini dilakukan dengan menggunakan simulator Petrel. Bentuk reservoir pada penelitian ini adalah Cartesian 3D, memiliki panjang dan lebar masing-masing 2000 ft dengan tebal 50 ft yaitu pada selang kedalaman antara 4600 ft hingga 4650 ft. Pada arah x dan y, satu grid mewakili 50 ft sedangkan pada arah z satu grid mewakili 2.5 ft, sehingga reservoir memiliki grid sebanyak 40 x 40 x 20 dengan total 32000 sel. Harga parameter petrofisik pada setiap grid dari model reservoir tersebut merupakan data nyata lapangan X. Penyebaran harga porositas di seluruh grid blok tersebut dilakukan dengan menggunakan metode geostatistik yang tersedia dalam simulator Petrel. Reservoir memiliki porositas rata-rata berkisar antara 0.23 - 0.25. Persebaran permeabilitas dilakukan dengan mengkorelasikan persebaran porositas yang berasal dari paper yang berjudul PermeabilityPorosity Relationships in Sedimentary Rocks2 . Korelasi antara permeabilitas dan porositas adalah sebagai berikut : Perm=0.5*(Exp(PHIE*40))*0.0075………(3.1) PermK=Perm/10………….………………..(3.2) Berdasarkan pada penyebaran data porositas tersebut, derajat heterogenitas model dinyatakan sebagai koefisien Dykstra Parsons3. Model reservoir ditunjukkan pada gambar 3.2. Untuk memproduksi fluida pada reservoir ini, dibuat empat buah sumur dengan perforasi sepanjang ketebalan. Penempatan sumur dilakukan pada lokasi yang memiliki permeabilitas dan porositas besar sehingga produksi yang dihasilkan besar. Lokasi sumur tersebut adalah sumur 1 (1100, 1250), sumur 2 (800,700), sumur 3 (1700,1150, dan sumur 4 (1250,450).
Gambar 3.2 Model reservoir dan posisi sumur pada simulator Petrel Aquifer pada model ini dibuat pada kedalaman 4650 ft dengan volume 10 kali volume reservoir dengan arah pendesakan dari bawah ke atas. Model aquifer pada reservoir ini menggunakan model Fetkovich. Tabel 3.1 menunjukkan data PVT dari reservoir yang digunakan dalam simulasi berikut : Tabel 3.1 Data PVT Parameter Harga Tekanan Reservoir 2009.6 Tekanan Buble 1200 Water FVF 1.0147 Water 2.82 x 10-6 Compressibility Oil Gravity 35 Gas gravity 0.6636 Oil density 53 Water Density 63.698 Gas Density 0.050674
Satuan Psi psi Rb/stb /psi o
API Sg air lb/ft3 lb/ft3 lb/ft3
Model heterogen ini memiliki hubungan fungsi saturasi dengan relative permeability air dan minyak serta hubungan antara fungsi saturasi dengan relative permeability gas dan minyak seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3 dan 3.4. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa minyak lebih mudah mengalir jika dibandingkan dengan air, dan gas lebih mudah mengalir jika dibandingkan dengan gas.
Lokasi keempat sumur tersebut ditunjukkan pada gambar 3.2
Gambar 3.3 Relative Permeability Air dan Minyak Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
3
Gambar 3.6 Model reservoir pada Eclipse dan letak posisi sumur Gambar 3.4 Relative Permeability Minyak dan Air Keempat sumur dikomplesi dengan pemasangan casing berukuran 5 inch ID, selang perforasi disesuaikan dengan data log sumur dan pemasangan tubing dengan ID sebesar 3 inch. Penampang komplesi sumur ditunjukkan pada gambar 3.5. Hasil pengembangan model dengan menggunakan Petrel dipindahkan ke simulator ECLIPSE, gambar 3.6 adalah representasi model reservoir dan sumur berdasarkan simulator ECLIPSE. Perhitungan Original Oil In Place berdasarkan ECLIPSE diperoleh harga 4,569,242 STB/hari.
3.2 Model Sumur dan Fasilitas Permukaan Sumur dan jaringan perpipaan dimodelkan dengan menggunakan simulator PIPESIM yang terdiri dari empat buah sumur vertikal dan separator. Setiap sumur dihubungkan dengan separator melalui flowline sepanjang 500 ft, dan diameter sebesar 4 inch, roughness sebesar 0.001 inch dan wall thickness sebesar 0.5 inch. Tekanan kerja separator dibatasi sebesar 200 psi. Gambar 3.7 menunjukkan layout keempat sumur, flowline, dan separator. Korelasi yang digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan alir di dalam tubing dan flowline masing-masing dengan menggunakan korelasi Hagedorn & Brown4 dan korelasi Beggs & Brill Revised.
Gambar 3.7. Model Sumur dan Fasilitas Permukaan
Gambar 3.5 Komplesi pada simulator Petrel Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
Dengan menggunakan PIPESIM, untuk setiap sumur dirancang instalasi gas lift yang meliputi penentuan kedalaman valve injeksi, tekanan injeksi gas sebesar 1015 psia, dan tekanan kepala sumur sebesar 315 psia. 4
3.3 Field Planning Tool (FPT) Berdasarkan model reservoir, model sumur dan flowline, dilakukan simulasi produksi secara terintegrasi dengan menggunakan Field Planning Tool. Berdasarkan hasil simulasi secara terintegrasi ini dapat diperoleh kinerja produksi reservoir dan sumurnya secara kontinyu.
IV. OPTIMASI INJEKSI GAS Pada waktu merencanakan instalasi gas lift, beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain kemampuan lapisan produktif, gas yang tersedia untuk diinjeksikan, kemampuan sarana injeksi di permukaan dan di bawah permukaan, kemampuan penampungan produksi di lapangan, dan tekanan separator. Pada umumnya, yang menjadi masalah adalah keterbatasan gas yang diinjeksikan, khususnya jika sumber gas tidak tersedia pada lapangan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan optimisasi injeksi gas untuk mendapatkan laju produksi lapangan yang maksimum. Pada dasarnya, perhitungan optimasi gas injeksi menggunakan metode equal slope melalui penerapan Nodal System Analysis, dimana dapat dibuat Gas Lift Performance Curve yang merupakan plot antara laju produksi liquid terhadap laju injeksi gas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 Dengan demikian untuk berbagai harga laju produksi liquid dapat diketahui jumlah gas injeksi yang dibutuhkan.
Gambar 4.1 Gas Lift Performance Curve Untuk mendapatkan laju produksi yang maksimum, diperlukan injeksi gas senilai gas injeksi tertinggi pada kurva GLPC. Injeksi gas lift dilakukan di tubing pada kedalaman tertentu. Dalam tugas akhir ini, perhitungan alokasi gas injeksi dilakukan dengan menggunakan metode equal slope, berdasarkan pada GLPC setiap sumur. Gas injeksi optimum yang dibutuhkan dapat ditentukan dari kurva GLPC pada harga kemiringan (dQl/dQg) sama dengan nol.
produksi dan laju injeksi gas yang sama. Hubungan antara kemiringan terhadap gas injeksi dan kemiringan terhadap laju produksi liquid dapat ditentukan dari GLPC masing-masing sumur. Dengan demikian, pada suatu harga kemiringan yang sama tersebut dapat ditentukan laju injeksi gas dan laju produksi cairan dimana untuk semua sumur pada harga kemiringan yang sama, laju injeksi gas dapat dijumlahkan. Plot antara kemiringan terhadap jumlah laju injeksi gas total disebut sebagai masterplot. Untuk suatu jumlah gas injeksi dengan menggunakan masterplot, dapat diketahui harga kemiringan, dimana berdasarkan harga kemiringan tersebut dapat ditentukan laju injeksi gas untuk masing –masing sumur. V. PEMILIHAN BATASAN UNTUK PENGEMBANGAN PRODUKSI
PRODUKSI SKENARIO
Dengan menggunakan model yang telah dibangun tersebut, sumur diproduksi pada beberapa laju produksi konstan yaitu 300 stb/hari, 400 stb/ hari dan 500 stb/ hari. Dalam hal ini dilakukan perbandingan hasil simulasi yang hanya mempertimbangkan aspek reservoir saja dengan hasil simulasi yang terintegrasi. Pada simulasi dengan system yang terintegrasi, diberikan batasan pada tekanan separator sebesar 200 psia. Tabel 5.1 menunjukkan perbandingan hasil kedua simulasi tersebut. Tabel 5.1 Perbandingan produksi kumulatif hasil simulasi Laju Eclipse FPT Produksi (STB) (STB) 300 2,059,170 1,660,700 400 2,206,039 1,622,917 500 2,314,140 1,238,550
Berdasarkan hasil diatas, terlihat bahwa perhitungan dari aspek reservoir menghasilkan produksi kumulatif yang lebih besar dibandingkan dengan simulasi secara terintegrasi. Selanjutnya, dengan menggunakan simulasi model terintegrasi analisis profil produksi pada setiap batasan laju produksi konstan, dimana akan dipilih batasan laju produksi yang menghasilkan produksi kumulatif minyak yang terbesar. Gambar 5.1 dan 5.2 menunjukkan perbandingan profil produksi hasil kedua simulasi tersebut.
Kemiringan pada kurva GLPC menandakan derajat perubahan laju produksi liquid setiap penambahan laju injeksi gas. Untuk dua sumur gas lift atau lebih, harga kemiringan yang sama pada GLPC masingmasing sumur menandakan perbandingan laju Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
5
VI. SKENARIO UNTUK OPTIMASI GAS LIFT DAN ANALISIS Injeksi gas dilakukan ketika laju alir menurun dan produksi air mulai meningkat. Injeksi dilakukan pada bulan ke-44 setelah reservoir diproduksi secara alamiah. Tabel 6.1 dan Gambar 6.1 hingga 6.4 menunjukkan kondisi reservoir di masing-masing sumur ketika sumur akan mulai di injeksi gas. Gambar 5.1 Perbandingan hasil simulasi produksi kumulatif minyak
Tabel 6.1 Data ketika mulai dipasang Gas Lift P1 P2 P3 P4 PI 5.54 2.40 4.90 4.20 P reservoir 1854 1825 1834 1832 GOR 377.7 375.6 374.4 373.8 WC 63.02 57.32 28.93 40.37
Gambar 5.2 Perbandingan hasil simulasi tekanan reservoir Berdasarkan hasil simulasi terintegrasi menggunakan FPT, laju produksi konstan sebesar 300 stb/ hari menghasilkan produksi kumulatif minyak terbesar. Hal ini disebabkan pada batas laju alir yang lebih tinggi, tekanan reservoir akan turun lebih cepat yang mengakibatkan sumur lebih cepat mati. Tabel 5.2 menunjukkan produksi kumulatif masing-masing sumur dan total lapangan melalui produksi secara alamiah selama 10 tahun. Tabel 5.2 Hasil produksi alamiah pada laju produksi konstan 300 stb/ hari selama 10 tahun Produksi Kumulatif Sumur Minyak (stb) Sumur 1 302,300 Sumur 2 334,500 Sumur 3 623,100 Sumur 4 400,800 TOTAL 1,660,700 IOIP 4,569,242 RF 36.34%
Gambar 6.1 Kondisi reservoir saat mulai dipasang gas lift (P1)
Gambar 6.2 Kondisi reservoir saat mulai dipasang gas lift (P2)
Selanjutnya, jika produksi sumur mencapai dibawah 300 stb/hari (100 – 200 stb/hari) maka mulai dilakukan injeksi gas lift. Jumlah gas yang diinjeksikan untuk masing-masing sumur ditentukan dengan menggunakan metode equal slope. Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
6
Gambar 6.3 Kondisi reservoir saat mulai dipasang gas lift (P3)
Sumur Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 TOTAL RF
Produksi (stb) 430,500 507,000 620,900 506,300 2,064,700 45.2 %
6.1 Ketersediaan Gas Lift Terbatas Gambar 6.4 Kondisi reservoir saat mulai dipasang gas lift (P4)
Pada gambar di atas, terlihat bahwa watercut pada sumur sudah cukup tinggi berkisar antara 30 % - 65 %. Dengan terproduksinya air maka gradient aliran makin besar dan terjadi penurunan laju produksi. Jika jumlah gas injeksi tersedia tidak terbatas, maka perhitungan kebutuhan laju injeksi gas untuk semua sumur ditentukan berdasarkan kepada titik optimum gas injeksi pada GLPC, atau pada harga kemiringan kurva sama dengan nol. Gambar 6.5 menunjukkan GLPC pada masing-masing sumur. Berdasarkan gambar 6.5, diperoleh kebutuhan gas injeksi optimum masing-masing sumur sebesar 5 MMscf/hari.
Gambar 6.5 GLPC pada masing-masing sumur
Jika jumlah gas injeksi terbatas, maka sejak bulan ke44 perlu dilakukan alokasi gas injeksi masing-masing sumur dengan menggunakan metode equal slope. Dua skenario injeksi gas untuk tekanan separator 200 psi sebagai berikut : Skenario 1, jumlah injeksi gas lift sebanyak 10 MMscf/ hari Skenario 2, jmlah injeksi gas lift sebanyak 15 MMscf/ hari . Berdasarkan GLPC masing-masing sumur, maka dapat dibuat masterplot sesuai dengan prosedur yang telah diuraikan sebelumnya. Gambar 6.6 dan 6.7 menunjukkan plot kemiringan GLPC setiap sumur terhadap laju gas injeksi dan masterplot.
Gambar 6.6 Grafik kemiringan setiap sumur terhadap laju gas injeksi
Dengan demikian total gas injeksi yang dibutuhkan sebesar 20 MMscf/hari. Dengan melakukan injeksi gas yang dimulai pada bulan ke-44 sampai dengan tahun ke-10, diperoleh produksi kumulatif sumur dan lapangan seperti ditunjukkan pada table 6.3. Berdasarkan pada harga laju injeksi gas ini, diperoleh kenaikan produksi sebesar 8.86 % dibandingkan dengan produksi natural.
Tabel 6.3 Produksi Kumulatif Minyak (skenario 1)
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
Gambar 6.7 Masterplot
7
Pada Skenario 1 jumlah gas yang diinjeksikan terbatas sampai 10 MMscf/ hari. Hasil dari metode equal slope, alokasi gas dari injeksi masing-masing sumur ditunjukkan pada table 6.4. Jika perhitungan alokasi gas tersebut diterapkan, maka diperoleh produksi kumulatif minyak untuk masing-masing sumur dan total lapangan seperti yang ditunjukkan pada table 6.4.
Tabel 6.4 Jumlah injeksi alokasi gas dan produksi kumulatif total (skenario 1)
Sumur 1 2 3 4 TOTAL RF
MMscf/hari 2.85 1.85 2.65 2.65 10
Produksi (stb) 325500 347600 617700 417500 1708300 37.40%
Untuk skenario 2, jika gas yang diinjeksikan sebesar 15 MMscf/ hari maka alokasi gas injeksi ditunjukkan pada table 6.5. Jika injeksi gas tersebut diterapkan, maka diperoleh produksi kumulatif minyak yang meningkat (ditunjukkan pada table 6.5)
Tabel 6.5. Jumlah injeksi alokasi gas dan produksi kumulative total (skenario 2) MMscf/ Produksi Sumur hari (stb) 1 3.95 442,400 2 3.3 336,400 3 3.9 668,700 4 3.85 389,100 TOTAL 15 1,836,600 RF 40.20%
6.2 Analisis Hasil Simulasi Terintegrasi Berdasarkan hasil simulasi terintegrasi pada berbagai jumlah injeksi gas, didapat laju dan kumulatif produksi yang berbeda-beda. Berikut adalah table perbandingan kumulatif produksi dan recovery factor pada berbagai jumlah injeksi gas.
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
Tabel 6.8 Hasil untuk ketiga skenario Produksi Gas Injeksi Kumulatif Recovery (MMscf/hari) Minyak (stb) Factor Alamiah ( 0) 1,660,700 36.34 % 10 1,708,300 37.4 % 15 1,836,600 40.2 % Optimum(20 ) 2,064,700 45.20% Dengan demikian, seperti yang diharapkan bahwa dengan meningkatnya jumlah injeksi gas yang diinjeksikan sampai mencapai optimum, akan diperoleh peningkatan recovery factor. Pada tahun-tahun setelah penginjeksian gas harus dilakukan peninjauan kembali harga tekanan reservoir, productivity index dan GOR di masingmasing sumur. Jika tekanan reservoir dan PI menurun cukup drastis, GLPC akan berubah dan kebutuhan gas injeksi pun akan meningkat. Dalam kasus ini, perubahan tekanan, PI dan GOR yang sangat kecil sehingga perubahan GLPC dan kebutuhan injeksi rendah. Hal ini dikarenakan model reservoir memiliki driving mechanism berupa water drive yang cukup besar sehingga performance reservoir terjaga.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Pemodelan secara terintegrasi berhasil dikembangkan yang dapat mewakili kondisi lapangan. 2. Permodelan terintegrasi memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan permodelan yang hanya mempertimbangkan aspek reservoir saja. Dengan demikian pengaruh dari model sumur dan surface facilities berpengaruh cukup besar (berbeda 8 – 20 %). 3. Penentuan gas injeksi yang dibutuhkan perlu dikaji dengan baik mengingat bahwa jika ketersediaan gas yang diinjeksikan kurang hanya menghasilkan sedikit peningkatan perolehan produksi. (injeksi 10 MMscf/hari yang merupakan setengah dari gas injeksi yang dibutuhkan hanya menambah 1.06 %%)
7.2 Saran 1. Perlu dikembangkan pemodelan yang mewakili kondisi reservoir yang mempunyai mekanisme pendorong gas terlarut dimana perubahan gas oil ratio berbeda dengan model dalam tugas akhir ini.
8
2. Perlu dilakukan penggunaan metode optimasi alokasi gas yang dapat menyelesaikan masalah lapangan gas lift dengan sumur yang banyak.
VIII. DAFTAR PUSTAKA 1. Schlumberger. PIPESIM FPT User Guide. Schlumberger Information Solution. 2. Nelson, Philip, “PermeabilityPorosity Relationship in Sedimentary Rocks” 3. Brown, K.E., et al, The Technology of Artifial Lift method, Volume 2a, The Petroleum Publishing Company, Tulsa, 1980. 4. Guo, Boyun., Lyons, William C. dan Ghalambor, Ali, Petroleum Production Engineering – A Computer Assisted Approach, Elsevier Science & Technology Books, 2007. 5. Haloho, Eddy Tama, “Metode Optimasi Pengalokasian Injeksi Gas Lift Pada Suatu
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012
lapangan Minyak, Tesis, Program Studi Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, 2010. 6. Schlumberger : Gas Lift Design And technology, 2000 7. Takacs, Gabor. Gas Lift Manual. PennWell Corporation, 2005. 8. Syahrul Heriyanto, “ Pengaruh Parameter produksi Terhadap Alokasi Gas Injeksi Pada Kelompok Sumur Gas Lift”, Tugas Akhir, Program Studi teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, 2008.
9