Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
OPTIMASI DESAIN CETAKAN PADA MESIN PENGECORAN BOLA TIMAH PUTIH UNTUK INDUSTRI KECIL (Mould Design Optimization for Small Industries Tin Ball Casting Machine) 1
1
1
2
Eddy Djatmiko , Titiek Ediyanto , Agri Suwandi , Firman Suhendar 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik - Universitas Pancasila 2 Program Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik - Universitas Pancasila e-mail :
[email protected] Tanggal Masuk Naskah : 28 / 3 / 2012 Tanggal Revisi Akhir : 25 / 4 / 2012
Abstrak Timah putih adalah salah satu sumber kekayaan alam yang berada di pulau Bangka Belitung. Sebagai penghasil dan pengekspor timah putih terbesar di Indonesia, sering mengalami kesulitan untuk bersaing di pasar global karena biaya pengiriman yang timah. Timah putih diekspor dalam bentuk batangan. Dalam proses pengiriman, bentuk timah batangan terkendala oleh ruang dan pembatasan berat, sehingga mengakibatkan waktu pengiriman yang lama dan mahalnya biaya pengiriman. Dengan mengubah bentuk dari batangan menjadi bola timah akan diperoleh nilai tambah ekonomis dari timah putih tersebut. Pada penelitian terdahulu (Edi dkk, 2008 dan Maulana dkk, 2011) bentuk bola timah putih yang dihasilkan pada mesin pengecoran belum optimal, ditandai dengan adanya cacat produk, seperti bentuk yang tidak bulat, sisa hasil timah yang tebal serta terdapat porositas akibat adanya udara yang terjebak pada saat proses pengecoran bola timah. Berawal dari permasalahan tersebut dan dengan semangat memberdayakan industri kecil pengolah timah putih, maka penelitian ini dilakukan dengan hipotesis bahwa kualitas bola timah yang optimal berada pada desain cetakan yang optimal. Penambahan lubang angin pada cetakan serta menggunakan desain saluran turun dengan bentuk trapesium serta perhitungan penyusutan material sebesar 2% hasil bola timah menjadi optimal. Kata kunci : bola timah putih, cetakan, optimal, industri kecil. Abstract Tin is one of our natural resources from Bangka Belitung Islands. As a producer and exporter of tin, Indonesia has a difficulty to compete in global markets due to high shipping costs. Tin was exported in the form of bars. In the process of delivery, Tin bar shape is constrained by space and weight restrictions, resulting in long delivery times and high cost of shipping. By changing the shape of the bar into a ball of tin (tin ball) will obtain economic value-added of tin. In the previous study (Edi et al, 2008 and Maulana et al, 2011) form of tin ball produced at the casting machine is not optimal, characterized by tin ball defect, such as the shape is not round, the residual of tin that stood out and there are defects due to porosity in the tin ball. Starting from these problems and with the spirit of empowering small industries, this study is conducted with hypothesis that the optimal quality of tin ball is at the optimal mould design. For optimation of results of tin ball as needed the addition of vents in the mould and use the runner design with trapezoidal shape and material shrinkage calculation of 2% is confirmed effective. Key word : tin ball, mould, optimal, small industries.
1.
PENDAHULUAN
Timah putih (tin) biasa digunakan untuk Bearing alloys, material dalam sistem pengereman mobil, plate master cylinder, Die
–casting tin-based alloys, pensolderan, dan lain-lain. Selain dalam bidang teknik, timah putih juga dapat digunakan sebagai barang seni dan perhiasan. Timah putih memiliki titik o leleh 231,92 C, memiliki berat jenis 7,3
50
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
3
g/cm , mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi serta bisa dibentuk menjadi bahan campuran dengan logam lain, relatif lebih lunak, dan memiliki formability yang baik. Logam ini tidak beracun, o solderable dan memiliki titik didih 2602,22 C. Dalam pengolahannya timah putih dapat dicetak, di-roll atau diextrusi. Timah putih yang murni terlalu lunak jika digunakan untuk aplikasi mekanik, oleh karena itu maka dalam penggunaannya biasanya dicampur dengan unsur-unsur lain seperti tembaga, antimony, timah hitam, bismuth dan seng. Timah putih dan campurannya dicetak dengan banyak menggunakan teknik yang konvensional, termasuk diantaranya adalah gravity die casting, pressure die casting, dan centrifugal casting. Hasil olahan timah putih industri kecil di Pulau Bangka Belitung banyak diekspor ke negara-negara berkembang. Dalam pengemasan dan penyimpanannya timah putih dibuat ke dalam bentuk batangan (bar) sebagai material bahan baku yang kemudian akan diproses kembali untuk digunakan dalam banyak bidang industri. Dalam proses pengiriman untuk ekspor, bentuk timah batangan terkendala oleh ruang pengiriman dan pembatasan berat, sehingga mengakibatkan waktu pengiriman yang lama dan mahalnya biaya pengiriman. Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat industri kecil di Indonesia adalah belum tersedianya teknologi yang dapat mengubah bentuk timah batangan tersebut menjadi bentuk lain sehingga tidak diperoleh nilai tambah ekonomis dari timah putih tersebut. Saat ini teknologi yang tersedia di pasar merupakan teknologi impor yang membutuhkan biaya yang sangat tinggi sehingga tidak terjangkau oleh industri kecil di Indonesia. Dari hasil rancang bangun penelitian sebelumnya, teknologi yang dihasilkan masih diperuntukan untuk skala prototipe fungsional dan belum dapat diaplikasi dalam skala 1) industri . Hal ini disebabkan masih terdapat beberapa kelemahan dalam mesin pengecoran bola timah putih skala prototipe fungsional tersebut, diantaranya adalah masih kurang sempurnanya bentuk bola timah yang dihasilkan, pemilihan material mould yang belum tepat sehingga menyebabkan deformasi pada bentuk cetakan, kecepatan buka tutup cetakan yang tidak stabil sehingga menghambat proses 2) selanjutnya . Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengembangkan mesin pengecoran bola timah putih dengan cara
mengoptimalisasikan desain cetakan agar hasil bola timah putih sesuai dengan spesifikasi industri.
2.
BAHAN DAN METODE
Pada gambar 1 diperlihatkan metode penelitian yang akan dilakukan dalam mengoptimalisasi desain cetakan. Berikut penjelasan dari metode penelitian yang dilakukan: a. Identifikasi faktor penyebab timbulnya kelemahan pada mesin pengecoran bola timah putih sebelumnya dengan diagram tulang ikan (Cause Effect Diagram), sehingga didapat faktor penyebab kelemahan dari penelitian sebelumnya. b. Analisa perhitungan dilakukan setelah mendapatkan faktor penyebab dari cause effect diagram. Adapun perhitungan ulang yang dilakukan meliputi: perhitungan sprue, runner & gate, shrinkage, diameter poros peluncur dan perhitungan pengelasan pada cetakan. c. Setelah mendapatkan perhitungan, maka dilakukan perancangan wujud dengan software pro/eng. Dalam melakukan perancangan wujud mesin digunakan bantuan software pro/eng yang dimiliki oleh Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Perancangan menggunakan software dimaksudkan agar mempercepat proses desain dan meminimalisir kesalahan dalam proses produksi. d. Proses Pembuatan. Berdasarkan hasil perancangan desain dan analisis yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya, maka dibuatlah prototipe bagian cetakan bola timah dari mesin pengecoran tersebut. e. Pada tahap akhir penelitian dilakukan pengujian cetakan secara manual untuk mengetahui bentuk optimal dari bola timah putih yang dihasilkan oleh cetakan hasil desain pengembangan.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Identifikasi Faktor Penyebab Identifikasi faktor penyebab kurang optimalnya hasil bola timah putih diperoleh dengan cara mencari akar penyebab masalahnya, yaitu dengan menggunakan cause effect diagram atau diagram tulang
51
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
ikan (lihat gambar 2) kemudian ditampilkan tabel 1. FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) untuk cetakan hasil dari cause effect diagram pada gambar 2. Dari hasil tabel 1. FMEA, bahwa faktor yang paling mempengaruhi adalah desain dari runner & gate serta shringkage. 3.2. Hasil Perhitungan Aspek desain cetakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis konstruksi, layout, perencanaan gate, runner, 3) dan sistem pendingin . Dalam aspek desain
perlu diperhatikan beberapa elemen desain yang mendukung ke arah perencanaan yang lebih baik, terutama dalam menentukan parameter yang dibutuhkan, sehingga mampu mendorong dalam meningkatkan efisiensi proses, efektivitas fungsi, dan produktivitas yang optimal dari hasil 4) cetakan . Dari hasil gambar 2 dan tabel 1, maka dilakukan perhitungan ulang terhadap sprue, runner & gate, shrinkage, diameter poros peluncur, pin cetakan atas (upper mould) serta perhitungan pengelasan pada cetakan.
Mulai
Identifikasi masalah penelitian terdahulu
Studi Literatur
Analisa Perhitungan
· · · · ·
Perhitungan Sprue Perhitungan Runner & Gate Perhitungan Shrinkage Perhitungan Diameter Poros Peluncur Perhitungan Pengelasan pada Mould
Desain Pengembangan Wujud dengan Software Pro/Eng
Proses Pembuatan
Belum Optimal
Pengujian? Optimal
Selesai
Gambar 1. Metode penelitian yang dilakukan
52
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
Gambar 2. Cause effect diagram faktor machine 53
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar) No.
1
Tabel 1. FMEA untuk cetakan
System :
:
FMEA Prepared by
FMEA Revision
:
:
:
FAILURE MODES and EFFECTS ANALYSIS for MOULD
Subsystem
Detection
:
Current Controls
FMEA Date
Occurrence
FMEA Revision Date Potential Failure Causes
:
Severity
: Failure Mode Effects
(DETEC)
Part Number
Potential Failure Modes
(Pengendalian yang dilakukan)
Designer Item / Function
(OCCUR)
Risk Priority Number (RPN)
288
(Kemungkinan Besar Penyebab)
6
(SEV)
Dibuat desain sesuai dengan perhitungan yang optimal
(Akibat dari Kegagalan)
6
(Kemungkinan Besar Kegagalan)
Bentuk sprue yang terlalu luas dan tidak menurun
Cairan yang dituang berlebihan
8
Sprue
900
900
10
567
9
9
448
Dibuat profil trapesium
Diperhitungkan ukuran poros yang optimal dan dibuatkan pin pengarah agar lebih stabil
8
252
10
Cairan tidak turun
7
Diperhitungkan batas aman dari pin
7
10
Runner & gate
10
Perhitungan poros peluncuran yang tidak optimal
7
Diperhitungkan batas aman dari daerah pengelasannya
9
Shrinkage
Bentuk hasil susut, sehingga tidak sesuai dengan yang diharapkan
9
Perhitungan pin yang tidak optimal
6
Diperhitungkan hasil penyusutan pada desain mould dan dibuatkan vent pada mould
Diameter poros peluncur
Adanya pergeseran dari sliding mould
8
Perhitungan kampuh las yang tidak optimal
Profil runner dan gate yang tidak optimal Tidak diperhitungan adanya penyusutan pada hasil dan tidak ada vent untuk udara yang terjebak didalam mould
Pin upper mould
Upper mould tidak pada pada satu sumbu sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam pencetakan
6
(hal / fungsi)
CETAKAN
Daerah pengelasan engsel
Dapat menyebabkan engsel patah karena pengelasan yang tidak tepat
54
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
Saluran pendingin pada cetakan atas (upper mould) dibuat terpisah dengan cetakan, dengan menggunakan besi profil kotak (square tube).
Tinggi cawan penampungan (pouring cup) timah cair tidak dibuat melengkung sehingga timah cair banyak yang tidak mengalir ke dalam sprue.
Tidak ada Vent (lubang udara) pada cetakan tengah (middle mould) dan cetakan samping (side mould) yang merupakan saluran buang untuk udara yang terjebak di dalam cetakan.
Tidak ada pin pengarah untuk cetakan atas, cetakan tengan dan cetakan samping yang ada hanya 2 poros peluncur (sliding shaft).
Gambar 3. Cetakan bola timah putih penelitian terdahulu
A.
Perhitungan Sprue Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah daerah aliran sprue masih aman atau tidak, untuk melakukan perhitungan ini, maka data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 1. Material cetakan = Us Ultra ~ Assab 8407 SUPREME ~ Thyssen 2344 EFS ~ Daido DHA 1 ~ JIS SKD 61 5) 2 2. τMaterial (Us Ultra) = 1200 N/mm pada o temperatur 400 C 3. Diameter saluran sprue (d2) = 2 mm (desain) 4. Tebal sprue (t) = 3 mm (desain) 2 5. τTimah = 15 N/ mm 6. Diameter sprue kritis (d1) = 3 mm (asumsi) 7. Safety factor (Sf) = 2 (untuk beban impact)
1) & 2)
Diagram benda bebas :
Gambar 5. Diagram benda bebas pada cetakan
Menentukan luasan daerah cetakan (Acetakan): Acetakan x d1 x t
Perhitungan gaya yang terjadi:
3,14 x 3 x 3 2 28,26 mm
Menentukan gaya (Fworking)yang bekerja pada satu lubang saluran: Fworking timah x Atimah x Sf 2 15 x (3,14 x 1,5 ) x 2 212 N
Menentukan Tegangan (τcetakan) kerja cetakan:
Gambar 4. Kondisi dan ukuran pada cetakan
55
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
cetakkan
Fworking
·
Area Dr (lingkaran): 1 2 Drlingkaran x Dr 4
Acetakan 212
28,26 2 7,5 N/mm
Jadi, tegangan (τcetakan) kerja yang terjadi pada daerah cetakan untuk 2 diameter 3 mm adalah 6,75 N/mm . Agar konstruksi cetakan dinyatakan aman terhadap gaya yang dibutuhkan untuk memutus timah, maka tegangan geser dari bahan cetakan (Us Ultra) harus lebih besar dari pada tegangan kerja (τcetakan) dibutuhkan untuk memutus timah pada diameter sprue yang sudah direncanakan (2 mm). Dapat disimpulkan, Tegangan kerja pada daerah cetakan dengan sistem 2 yang bekerja adalah 6,75 N/mm , sedangkan tegangan geser material (τMaterial) cetakan (Us Ultra) adalah 1200 2 N/mm , maka: τ Material > τ cetakan 2 2 1200 N/mm > 6,75 N/mm Perancangan dan penggunaan material untuk sistem ini adalah aman. B.
Perhitungan Runner & Gate Bentuk runner yang hasilnya baik adalah 6) bentuk trapesium , maka dibuatlah desain bentuk trapesium dengan diameter runner yang didesain adalah Dr = 3 mm, maka nilai parameter lainnya dapat ditentukan dapat ditentukan kemudian.
1
x 3,14 x 3
2
4
2 7,0686mm
·
Area Dr (trapesium): Area Dr (trapesium) = Area Dr Area Dr (lingkaran) 2 (1,3125 x Drtrapesium ) 2
7,0686
Drtrapesium 3,282mm
dan untuk tinggi profil dan lebar bawah dari trapesium masingmasing adalah: 0,75 Drt atau, 0,75 x 3,282 = 2,461 mm Untuk diameter gate = profil bagian bawah runner = 2,461 mm C. Perhitungan Shrinkage Dikarenakan adanya karakteristik ekspansi panas, logam biasanya menyusut (mengerut) selama solidifikasi dan selama waktu pendinginan mencapai temperatur 7) ambient . Shrinkage adalah perbedaan volume cetakan dengan volume hasil pengecoran setelah pendinginan. a. Diameter timah putih yang diinginkan (Dt): 12 mm. b. Volume timah putih yang diinginkan: 4 3 Vyang diinginkan x r 3
4 3
x6
3
3 904,778mm
c. Volume shrinkage (Vsh) Timah putih dengan Shrinkage pada Timah putih = 2 8) % adalah: V 904,78 x 2% Sh 18,0956 mm
3
d. Volume rancangan lubang cetakan bola timah putih (Vtotal): V 904,778 18,0956 total
Gambar 6. Bentuk runner dengan 6) penampang trapesium
922,8736 mm
3
56
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
e. Diameter lubang cetakan bola timah putih (Dcavity):
Diagram benda bebas: l
4 3 3 π r 922,8736mm 3 3 3 r 220,4315mm
W
r 6,04 mm
Jadi D
cavity
:
Ra
Dcavity 2 x r
Gambar 8. Diagram benda bebas gaya pada poros peluncur
12.08 mm
D.
Perhitungan Diameter Poros Peluncur (Sliding Shaft) Perhitungan diameter poros peluncur (sliding shaft) dilakukan untuk menentukan batas minimum diameter poros yang aman dalam perancangan dalam proses peluncuran cetakan samping dengan asumsi memiliki satu beban merata pada poros. Dalam perancangan sudah ditentukan jenis material adalah VCN 150 karena dikenal dengan ketangguhan dan kemampuan tinggi dalam kondisi panas sementara tetap mempertahankan kekuatan lelah yang baik cocok utuk poros yang 9) bergerak . Perhitungan di bawah untuk memastikan diameter material yang dipilih sudah aman dan sesuai dengan kebutuhan mesin: Massa Jenis VCN 150 (ρ) = 7840 3 kg/m Gaya Berat Side Mould (W): (W) = massa x percepatan gravitasi =mxg 2 = 13 kg x 9,8 m/s = 127,4 N Panjang poros (l)= 95 mm Ultimate Tenstile Strength (σ) = 1090 2 N/mm (VCN 150) Perhitungan gaya yang terjadi: W side mould
l Ra
Jadi, Section Modulus (Z): Z
π 3 xd 32
0,0982 d
3
Maksimum momen bending di tengah poros (M): M
W xl 4 127,4 x 95 4
3025,75Nmm
Diketahui Tensile Strength (σ) VCN 150 = 2 1090 N/mm , maka
1090 107,038
M Z 3025,75
0,0982 x d 3 3025,75 d3
3,04 mm
Berdasarkan perhitungan diatas bahwa diameter poros yang diperbolehkan untuk poros peluncur minimum adalah 3,04 mm. E.
dmin.
Rb
Rb
Gambar 7. Kondisi Pembebanan Poros Peluncur
Perhitungan Pengelasan pada Cetakan Kekuatan sambungan las dihitung berdasarkan tegangan yang diizinkan dengan anggapan bahwa hubungan antara tegangan dengan regangan mengikuti Hukum Hooke dengan syarat bahwa tegangan terbesar yang terjadi tidak melebihi 11) tegangan boleh yang telah ditentukan . Kekuatan sambungan las itu tergantung dari beberapa faktor diantaranya: bentuk dari kampuhnya dan kualitas dari bahan elektroda atau kawat las, perbandingan yang cepat dapat
57
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
menyebabkan retak-retak pada sambungan las.
Menentukan A Las pada sambungan A: Alas tk x panjanglasan di A
Data yang diketahui untuk perhitungan pengelasan adalah : a. Tebal kampuh yang direncanakan (tk) = 50 mm b. Material kawat las (τ ER 70) = 2 500 N/mm c. Fsilinder (diketahui) = 4372 N d. Panjang lasan di A = 20 mm x 10 mm = 200 mm e. Wupper mould = m x g 2 = 14 kg x 9,8 m/s = 137,2 N f. Besar sudut mould (α) = 45˚ g. Panjang mould (l) = 540 mm
50 x 200 2 10000mm
Menentukan Tegangan kerja pada sambungan A: A
FA A las 2290583,36 10000
2 229,05N/mm
1.
Berikut gambar benda bebas:
l
A W cos α FAx
W sin α
W
Fsilinder
FAy
tk
Gambar 9. Gaya yang terjadi pada pengelasan upper mould
Menentukan gaya pada sambungan A:
Jadi, Tegangan (τ A) kerja yang terjadi 2 pada sambungan A adalah 229,05 N /mm , agar konstruksi pengelasan pegangan cetakan (bracket mould) dinyatakan aman terhadap bahan lasan yang digunakan, maka 2 τ ER 70 dengan tegangan tarik 500 N/ mm harus lebih besar daripada tegangan kerja 12) yang terjadi . Jadi, dapat disimpulkan bahwa tegangan tarik pada material lasan 2 adalah 500 N/mm , sedangkan tegangan kerja pada sambungan A adalah 229,05 2 N/mm , maka: τ ER 70 2 500 N/ mm
> τA 2 > 229,05 N/ mm
Perancangan pengelasan pada sambungan A ini adalah aman.
0
(Fsilinder x l ) - (W x sin α ) - FAy 0
3.3. Hasil Optimasi Desain
(4242 x 540) - (137,2 x 0,7) - FAy 0
Adapun hasil dari penelitian ini adalah telah diperoleh desain baru dari cetakan untuk mencetak bola timah putih. Diperlihatkan pada gambar 10, 11, dan 12.
2290680- 96,84 - FAy 0 FAy 2290583,16 N x 0
(W x cos α ) - FAx 0 (137,2 x 0,7) - FAx 0 96,84 - FAx 0
FAx 96,84 N
Jadi, FA bisa dicari dengan perhitungan: Gambar 10. Cetakan atas (upper mould) 2
FA (FAy ) (FAx )
2
(2290583,16)2 (96,84)2 2290583,36N
58
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
dengan hasil optimasi cetakan baru yang dilakukan dengan pengujian secara manual. 4.
a) Tampak samping
b) Tampak Atas
Gambar 11. Cetakan tengah (middle mould)
a) Tampak samping
b) Tampak Atas
Gambar 12. Cetakan samping (side mould) 3.4.
Hasil Pembuatan Cetakan
Gambar 13, 14, dan 15 berikut ditampilkan perbandingan cetakan untuk bola timah putih dari penelitian sebelumnya dengan hasil optimasi desain serta gambar 16 memperlihatkan perbedaan hasil bentuk bola timah putih dari cetakan sebelumnya No. 1
2
Sebelum
KESIMPULAN
Dari cause effect diagram dan FMEA didapati faktor utama penyebab tidak optimalnya bentuk dari bola timah putih adalah tidak diperhitungkannya faktor shringkage serta runner dan gate secara optimal, maka dipilihlah bentuk profil trapesium. Pemilihan material yang tidak sesuai dengan perlakuannya akan mempengaruhi deformasi pada cetakan karena perlakuan panas dan kerja yang berulang-ulang pada cetakan, maka dipilihlah material jenis Us Ultra ~ Assab 8407 SUPREME ~ Thyssen 2344 EFS ~ Daido DHA 1 ~ JIS SKD 61. Penambahan pin pengarah pada cetakan tengah mould untuk cetakan atas dan cetakan samping sangat membantu dalam mengarahkan lubang cetakan, sehingga tetap pada sumbunya. Penambahan vent sangat membantu mengurangi porositas pada hasil timah putih ball, karena udara yang terjebak dapat terdorong keluar oleh material cair melalui saluran vent tersebut. Tinggi cawan penampungan (pouring cup) timah cair dibuat melengkung pada tiap sudutnya agar seluruh timah cair dapat turun dengan cepat ke sprue dengan hasil desain untuk tinggi cawan penampungan 20 mm o dengan sudut kemiringan 101,5 . Saluran pendingin dibuat menjadi satu dengan cetakan agar pendinginan material cetakan merata dan mengurangi deformasi akibat perlakuan panas yang berulang.
Skala Prototipe Fungsional Uraian Hasil perancangan desain skala prototipe fungsional cetakan atas dengan ukuran dimensi 500 x 210 x 40 mm terbuat dari jenis baja menengah dan bukan untuk proses panas dan yang dipakai adalah jenis S45C
Skala Industri Kecil Sesudah
Tinggi cawan penampungan (pouring cup ) timah cair tidak dibuat melengkung sehingga timah cair banyak yang tidak mengalir ke dalam sprue.
Uraian Hasil pengembangan desain pada cetakan atas dengan ukuran dimensi 449 x 210 x 24 mm terbuat dari jenis baja untuk proses panas dan yang dipakai adalah jenis Us Ultra
b.
a.
a. Lubang untuk bagian saluran masuk (sprue) dibuat semakin mengecil agar tidak terjadi turbulensi udara dan dapat mendorong keluar udara terjebak yang terdapat pada cetakan sehingga hasil bola timah putih tidak cacat b. Tinggi cawan (20 mm) penampungan (pouring cup ) timah cair dibuat melengkung pada tiap sudutnya (101,50) agar seluruh timah cair dapat turun dengan cepat ke sprue .
3
Saluran pendingin dibuat terpisah dengan cetakan, dengan menggunakan besi profil kotak (square tube ) sehingga tidak ada proses pendinginan terhadap bagian cetakan yang diperlakukan panas (timah panas cair), maka terjadi deformasi pada bagian tersebut.
Saluran pendingin dibuat menjadi satu dengan cetakan agar pendinginan material cetakan merata dan mengurangi deformasi akibat perlakuan panas yang berulang.
Gambar 13. Pengembangan desain bagian cetakan atas (upper mould)
59
,
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
No.
Sebelum
Skala Prototipe Fungsional Uraian
1
Hasil perancangan desain skala prototipe fungsional cetakan atas dengan ukuran dimensi 449 x 64 x 55 mm terbuat dari jenis baja menengah dan bukan untuk proses panas dan yang dipakai adalah jenis S45C
2
- Tidak ada pin pengarah untuk cetakan tengah dan cetakan samping
- Tidak ada Vent yang merupakan saluran udara untuk gas yang terjebak dalam cetakan
Skala Industri Kecil Sesudah
Uraian Hasil pengembangan desain pada penelitian tahun 1 untuk cetakan atas dengan ukuran dimensi 449 x 64 x 55 mm yang terbuat dari jenis baja untuk proses panas dan yang dipakai adalah jenis Us Ultra a.
c. b.
a. Pin pengarah cetakan atas berfungsi agar posisi sprue tepat 1 sumbu dengan gerbang masuk (gate ) cairan timah ke dalam cetakan pada cetakan tengah. b. Pin pengarah cetakan samping berfungsi agar posisi ½ cetakan yang berada di cetakan tengah tepat 1 sumbu dengan posisi ½ cetakan yang berada di cetakan samping. c. Vent (lebar 2 mm, kedalaman 0,1 mm), merupakan saluran udara yang berfungsi untuk membawa keluar gas yang terjebak ketika timah cair mengenai cetakan pada bagian cetakan tengah. Bagian gate serta cutter pada bagian cetakan tengah. Cutter berfungsi sebagai pemotong / pemutus antara sisa-sisa timah cair yang tidak terpakai dengan bola timah putih hasil cetakan yang diinginkan.
Gambar 14. Pengembangan desain bagian tengah (middle mould)
No. 1
2
Sebelum
Skala Prototipe Fungsional Uraian Hasil perancangan desain skala prototipe fungsional cetakan atas dengan ukuran dimensi 449 x 64 x 55 mm terbuat dari jenis baja menengah dan bukan untuk proses panas dan yang dipakai adalah jenis S45C. Jumlahnya 2 pcs untuk sisi kiri dan kanan. Tidak ada Vent yang merupakan saluran udara untuk gas yang terjebak dalam cetakan
Skala Industri Kecil Sesudah
Uraian Hasil pengembangan desain pada penelitian tahun 1 untuk cetakan samping dengan ukuran dimensi 449 x 73 x 55 mm terbuat dari jenis baja untuk proses panas dan yang dipakai adalah Us Ultra. Jumlahnya 2 pcs untuk sisi kiri dan kanan. a. Bagian gate serta cutter /pemotong/pemutus sisa-sisa timah pada bagian cetakan samping. b. Vent (lebar 2 mm, kedalaman 0,1 mm) pada bagian cetakan samping.
3
Vent (lebar 2 mm, kedalaman 0,1 mm) pada bagian atas cetakan samping berfungsi untuk membawa keluar gas yang terjebak ketika timah cair mengenai cetakan samping yang berasal dari cetakan atas.
Gambar 15. Pengembangan desain bagian samping (side mould)
60
M.I. Mat. Kons. Vol. 12 No. 1 Juni 2012 : 50 - 61
Hasil Bola Timah Putih Dengan Cetakan Lama
a.
Hasil Bola Timah Putih Dengan Cetakan Baru
c.
b.
a. Ada sisa timah pada bola ± 2 mm menonjol ke atas akibat cutter pada cetakan yang belum optimal b. Masih terdapat porositas c. Bentuk bola yang tidak bulat (lonjong)
a. Pengujian 1: masih ada susut pada hasil bola timah putih b. Pengujian 2: 1). Tidak ada sisa timah yang menonjol ke atas karena cutter yang sudah optimal 2). Tidak terdapat porositas 3). Bentuk bola sudah bulat sempurna
Gambar 16. Perbandingan hasil cetakan bola timah putih DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Edi, Agus dkk, Laporan Akhir Penelitian Perancangan Tin Ball Gravity Casting Machine Kapasitas 40 Cavity, Program Hibah Penelitian Kompetisi A3, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, 2008. Maulana, Eka, Agri. S & Wina. L,Tin Ball Casting Machine Design with 40 Cavities Capacity for Small and Medium Enterprises, Proceeding of the 4th International Product Design & Development, ISBN : 978-979-97986-71, page 247-255, Department of mechanical and Industrial Engineering, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 2011. Campbell, John, Casting Practice: The 10 Rules Of Casting, Elsevier, Netherland, 2004 Herbert, Rees. Mold Engineering. Germany: Hanser, 2002. ..........., DHA 1 Excellent Wear and Heat Check Resistance Hot Work Die Steel, http://www/bssteel/co.th, diakses pada tanggal 03 April 2012 pukul 10.24 WIB Hermawan, Alex R. Ringkasan dari Injection Molding Handbook ( The Complete Molding Operation , Technology , Performance , Economic ) edited by : Dominic V Rosato, P.E. and Donald V Rosato Ph. D. – Van Nostrand Reinhold , New York,
http://alexrh2010.wordpress.com/2011/0 4/15/dasar-kalkulasi-design-produkplastik-dan-molding-bagian1, diakses pada tanggal 3 Agustus 2012 pukul 07.32 WIB. 7. Dwi, Agus Anggono, Prediksi Shrinkage Untuk Menghindari Cacat Produk Pada Plastic Injection, Media Mesin Volume 6 No.2 Juli 2005 ISSN 1411-4348, Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005. 8. Yondering. Extreme shrinkage of tin alloy? , http://castboolits.gunloads.com/archive/i ndex.php/t-36399, diakses pada tanggal 3 Agustus 2012 pukul 07.32 WIB. 9. ..........., Material Specifications Catalogue, www.ozzfoundries.co.za, diakses pada tanggal 3 April 2012 pukul 14.50 WIB. 10. Groover, 2007, Fundamentals of Modern Manufacturing: Material Process and Systems, 2nd edition, Wiley. 11. Hakim, Adies Rahman Dkk, Optimasi Rancang Bangun Alat Bantu Perakitan Press Tool Dengan Metoda Pendekatan Sistematik, Jurnal Ilmiah Teknobiz Vol. 1 No. 3 ISSN 2088-5784, Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Teknik Universitas Pancasila, 2012. 12. P N Rao, Manufacturing Technology, Foundry, Forming and Welding, Tata
61
Optimasi Desain Cetakan Pada Mesin Pengecoran Bola Timah Putih Untuk Industri Kecil (Eddy Djatmiko, Titiek Ediyanto, Agri Suwandi, Firman Suhendar)
McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi, India, 1998.
RIWAYAT PENULIS Eddy Djatmiko, lahir di Pamekasan, 18 Maret 1954 menamatkan pendidikan S2 di Universitas Indonesia dengan bidang teknik mesin. Saat ini bekerja sebagai dosen tetap Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila dan menjadi anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Titiek Ediyanto, lahir di Yogyakarta, 17 Januari 1949 menamatkan pendidikan S2 di Universitas Indonesia dengan bidang material. Saat ini bekerja sebagai dosen tetap Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Agri Suwandi, lahir di Jakarta, 19 Februari 1983 menamatkan pendidikan S2 di Universitas Pancasila dengan bidang manufaktur. Saat ini bekerja sebagai dosen tetap Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Firman Suhendar, lahir di Garut, 23 Mei 1984. Saat ini sedang menempuh pendidikan di Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila.
62