OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK RESUME Disusun berdasarkan perkuliahan Operasi Sistem Tenaga Listrik dengan dosen pengampu : Drs. Yadi Mulyadi, M. T.
Handi Agus H. 0908810
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2012
1
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat izin-Nya resume ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Resume yang diambil dari perkuliahan Operasi Sistem Tenaga Listrik ini ditujukan sebagai pegangan ataupun referensi bagi penulis khususny dan bagi semua orang umumnya. Dalam penyusunannya, penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan doa dari pihak lain mustahil makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, krtik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bandung, April 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1 DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2 OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK .......................................................... 3-42 A. SISTEM TENAGA LISTRIK .................................................................. 3-4 B. PERSOALAN-PERSOALAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK …………………………………………………………………………….. 4-5 C. MANAJEMEN OPERASI TENAGA LISTRIK ................................... 5-6 D. KARAKTERISTIK PEMBANGKIT ………........................................ 6-12 E. ANALISA BEBAN SISTEM ………………….................................... 12-13 F. PERKIRAAN BEBAN (LOAD DISPACHTING) ..………………… 13-16 G. KEMUNGKINAN
KEHILANGAN
BEBAN
(LOSS
OF
LOAD
PROBABILITY) DAN KEANDALAN SISTEM ............................... 16-18 H. ECONOMIC DISPATCH …………………...................................... 18-24 I. UNIT COMMITMENT ……………………...................................... 24-33 J. PENGATURAN FREKUENSI …………………................................. 33-37 K. KENDALA-KENDALA OPERASI ................................................. 37-39 L. PENGATURAN TEGANGAN ……………...................................... 40-42 REFERENSI ……………………………………………………………………… 43
3
OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK A. SISTEM TENAGA LISTRIK Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, diperlukan berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik ini dihubungkan satu sama lain mempunyai inter relasi dan secara keseluruhan membentuk suatu sistem tenaga listrik. Yang dimaksud sistem tenaga listrik adalah sekumpulan pusat listrik dan gardu induk (pusat beban) yang satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi sehingga merupakan satu kesatuan interkoneksi. Biaya operasi dari sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan bagian biaya yang terbesar dari biaya operasi suatu perusahaan listrik. Secara garis besar biaya operasi dari suatu sistem tenaga listrik terdiri dari: a. Biaya pembelian tenaga listrik b. Biaya pegawai c. Biaya bahan bakar dan material operasi (biaya terbesar, kira-kira 60 % dari biaya keseluruhan) d. Biaya operasi lainnya (pemeliharaan, asuransi, penysusutan, dll) Mengingat hal tersebut di atas maka biaya opersai sistem tenaga listrik perlu dikelola dengan pemikiran manajemen operasi yang baik terutama karena melibatkan biaya operasi yang terbesar dan menyangkut citra PLN kepada masyarakat. Manajemen operasi sistem tenaga listrik haruslah memikirkan bagaimana menyediakan tenaga listrik yang seekonomis mungkin dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Perkiraan beban (load forecast) b. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan c. Keandalan yang diinginkan d. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis
4
Pemeliharaan Sebenarnya pemeliharaan bukanlah suatu pekerjaan yang luar biasa, asal dikelola secara baik dan tepat serta mengikuti petunjuk yang sesuai, peralatan akan menampilkan keandalan yang tinggi dan dengan biaya yang wajar. Oleh karena itu masalah pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang sewajarnya. Menurut pengertiannya pemeliharaan tersebut adalah suatu, usaha/kegiatan terpadu yang dilakukan terhadap instalasi dan sarana pendukungnya untuk mencegah kerusakan atau mengembalikan/memulihkan instalasi dan sarana kepada keadaan yang normal/keadaan yang layak. Sesuai dengan pengertian di atas keadaan yang ingin dicapai itu antara lain adalah agar instalasi dan sarana tersebut : a.
Mempunyai umur (masa guna) yang panjang.
b.
Selalu menampilkan unjuk kerja seperti keandalan, daya mampu dan efisiensi yang optimal.
c.
Tetap dalam keadaan baik dan selalu dalam keadaan siap pakai.
d.
Teratur, rapi dan memberikan suasana yang menyenagkan.
e.
Dapat mengembalikan modal/biaya yang sudah dikeluarkan dalam jangka waktu yang tepat dan memberikan keuntungan.
f.
Aman terhadap petugas dan lingkungan. Peralatan dalam sistem perlu dipelihara secara periodik sesuai dengan buku
petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh pabrik peralatan yang bersangkutan. Namun di lain pihak pemeliharaan peralatan yang menyebabkan peralatan tersebut menjadi tidak siap operasi dalam sistem perlu dikoordinir agar penyediaan daya dalam sistem selalu memenuhi kebutuhan beban + rugi-rugi. Sementara itu cadangan daya harus cukup tinggi hal ini untuk menjamin tersedianya daya pembangkit yang cukup tinggi dalam sistem. Cadangan daya ini merupakan ukuran keandalan. B. PERSOALAN-PERSOALAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK 1. Pengaturan frekuensi Sistem tenaga listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik dari para konsumen dari waktu ke waktu. Untuk ini daya yang dibangkitkan dalam sistem
5
tenaga listrik harus selalu sama dengan beban sistem, hal ini diamati melalui frekuensi sistem. Kalau daya yang dibangkitkan dalam sistem lebih kecil dari pada sistem maka frekuensi turun dan sebaliknya apabila daya yang dibangkitkan lebih besar dari pada beban maka frekuensi akan naik. 2. Pemeliharaan peralatan Peralatan yang beroperasi dalm sistem tenaga listrik perlu dipelihara secara periodic dan juga perlu segera diperbaiki apabila mengalami kerusakan. 3. Biaya operasi Biaya operasi khususnya biaya bahan bakar adalah biaya yang terbesar dari suatu sistem perusahaan listrik sehingga perlu dipakai teknik-teknik optimisasi untuk menekan biaya ini. 4. Perkembangan sistem Beban selalu berubah-ubah sepanjang waktu dan juga selalu berkembang seirama dengan perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak dapat dirumuskan secara eksak, sehingga perlu diamati secara terus menerus agar dapat diketahui lengkah pengembangan sistem yang harus dilakukan agar sistem selalu dapat mengikuti perkembangan beban sehingga tidak akan terjadi pemadaman tenaga listrik dalam sistem. 5. Gangguan dalam sistem Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah sesuatu yang tidak dapat sepenuhnya dihindarkan. Penyebab gangguan yang paling besar adalah petir, hal ini sesuai dengan isokeraunic level yang tinggi di tanah air kita. 6. Tegangan dalam sistem Tegangan merupakan salah satu unsure kualitas penyediaan tenaga listrik sistem oleh karenanya perlu diperhatikan dalam pengeoperasian sistem. C. MANAJEMEN OPERASI TENAGA LISTRIK Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek yang luas, khususnya karena menyangkut biaya yang tidak sedikit serta menyangkut penyediaan
6
tenaga listrik bagi masyarakat sehingga menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu operasi sistem tenaga listrik memerlukan manajemen yang baik. 1. Perencanaan operasi Yaitu pemikiran mengenai bagaimana sistem tenaga listrik akan dioperasikan untuk jangka waktu tertentu. Yang mencakup perkiraan beban, koordinasi pemeliharaan peralatan, optimisasi, keandalan serta mutu tenag listrik. 2. Pelaksanaan dan pengendalian operasi Yaitu pelaksanaan dari rencana operasi serta pengendaliannya apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dari rencan operasi 3. Analisa operasi Yaitu analisa atas hasil-hasil operasi untuk memberikan umpan balik bagi perencanan operasi maupun bagi pelaksanaan dan pengendalian operasi. Analisa operasi juga diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi pengembangan sistem serta penyempurnaan pemeliharaan instalasi D. KARAKTERISTIK PEMBANGKIT 1. Karakteristik Masukan – Keluaran Masukan pada pembangkit thermal adalah bahan bakar dan dinyatakan dalam satuan kalori/jam atau BTU/jam. Sedangkan keluarnya adalah besar daya yang dibangkitkan oleh unit tersebut dan dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan masukan-keluaran suatu unit pembangkit, dapat digambarkan dalam bentuk kurva di bawah ini.
Gambar 1. Kurva Masukan-Keluaran
7
Gambar diatas melukiskan karakteristik masukan-keluaran dari suatu unit pembangkit termal, dimana pada karakteristik tersebut terlihat adanya “ripple” yang disebabkan karena pengaruh kutup-kutup (valve) pada saat pembukaan katup governor. Biasanya pengaruh katup-katup ini diabaikan dan karakteristik tersebut dapat didekati oleh sebuah kurva, yang disebut kurva masukan-keluaran yang dinyatakan sebagai fungsi polynomial.
Gambar 2. Kurva Masukan-Keluaran Bentuk fungsi kurva masukan-keluaran pembangkit termal dinyatakan sebagai berikut: F = f (p)
F = masukan (kalori/jam atau BTU/jam) P = keluaran (MW atau MJ/s)
Untuk membangkitkan daya sebesar P1 (MW) selama satu jam dibutuhkan bahan bakar sebesar F1 (BTU). Kurva masukan-keluaran suatu unit pembangkit termal dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu: 1. Pengetesan karakteristik (performance testing) 2. Berdasarkan data operasi (operating record) 3. Berdasarkan data dari pabrik (manufactures guarantee data) Cara pertama merupakan cara yang paling teliti dan baik akan tetapi sangat mahal. Cara yang kedua dapat digunakan dengan abik, karena pengukuran nilai kalor (BTU) yang terkandung dalam bahan bakar relative mudah dilakukan. Sedangkan
8
cara ketiga sangat mudah dilakukan karena tinggal melihat data yang diberikan oleh pabrik. Cara ini tepat untuk sebuah pembangkit yang masih baru. Pembahasan penjadwalan ekonomis pembangkitan yang diperlukan adalah karakteristik yang menggambarkan hubungan antara jumlah bahan bakar terhadap daya pembangkitan. 2. Efisiensi Unit Pembangkit Dari hubungan antara masukan dan keluaran sebuah unit pembangkit dapat didefinisikan besarnya efisiensi unit tersebut untuk setiap kondisi daya yang dibangkitkan. Efisiensi merupakan perbandingan antara besarnya daya yang dibangkitkan dengan masukan yang diberikan. Apabila daya yang dibangkitakn memiliki satuan Watt dan masukan yang diberikan memiliki satuan kalori/jam maka dalam mencari efisiensi, satuan keluaran dan masukan harus disamakan. 1 kalori/jam
= 4,186 joule/jam
Maka 1 kalori/jam
= 4,186 x 1 W S/jam = 4,186 W S/(3600 S) -3
= 1,1627 x 10 W
Satuan dari efisiensi dinyatakan dalam %. Rumus efisiensi unit pembangkit (setelah satuan F dikonversi kedalam satuan P) adalah: η =
Gambar 3. Efisiensi unit pembangkit
9
Gambar 4. Karakteristik perbandingan masukan-keluaran 3. Karakteristik perbandingan Masukan-Keluaran Karakteristik perbandingan masukan-keluaran yang disebut juga heat rate (HR) adalah karakteristik yang menggambarkan perbandingan antara masukan dan keluaran. Jadi, HR meruapakan cara lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari sebuah unit pembangkit ketika pembangkit itu membangkitkan daya tertentu. Semakin kecil harga HR berarti semakin baik efisiensi dari unit tersebut. HR dirumuskan: HR =
(Btu/ MWjam) Gambar diatas merupakan karakteristik perbandingan antara masukan-
keluaran. Dari gambar tersebut daoat dilihat bahwa untuk membangkitkan daya listrik sebesar P1 MW selama 1 jam dibutuhkan energi bahan bakar sebesar HR1 Btu per 1 MW daya yang dibangkitkan. 4. Karakteristik Kenaikan Biaya Produksi Kenaikan biaya-biaya produksi (incremental production costs) didefinisikan sebagai perubahan biaya bahan bakar yang terjadi bila terjadi perubahan daya listrik yang dibangkitkan. Dari gambar Kurva masukan-keluaran, jika daya yang dibangkitkan oleh unit pembangkit bertambah sebesar Δ P = P2 – P1, maka diperlukan penambahan pada masukan sebesar ΔF, yaitu F2 – F1 atau dengan
10
perkataan lain, bila keluaran unit pembangkit berubah, maka biaya bahan bakar turut berubah pula. Perubahan jumlah bahan bakar yang terjadi karena perubahan keluaran, didefinisikan sebagai IR (incremental rate), persamaannya: IR = Jika harga Δ menjadi sangat kecil akan dicapai limit sehingga: IR = Jadi IR diperoleh dengan mendiferensir persamaan masukan-keluaran terhadap keluaran (P). bila persamaan F dideferensir terhadap P, maka dihasilkan gambar grafik IR sebagai fungsi P, seperti:
Gambar 5. Grafik IR Dari persamaan diatas: dF = IR dP; ʃdF = ʃ IR dP
F1 – F0 = P0 ʃ P1 IR dP dan F2 – F1 = P1 ʃ P2 IR dP
Luas bidang dibawah garis IR menunjukkan banyaknya penambahan jumlah energi bahan bakar yang diperlukan untuk mengatasi kenaikan daya keluar unit pembangkit. Sebagai contoh F2 – F1 adalah banyaknya penambahan bahan bakar yang dibutuhkan jika daya keluar baik dari P1 menuju P2, sedangkan F1 – F0 merupakan penambahan bahan bakar jika daya keluar naik P0 menuju P1.
11
5. Heat Rate (HR) Minimum Dengan mengetahui karakteristik-karakteristik operasi unit pembangkit dapat ditentukan pada kondisi daya keluar berapa unit tersebut beroperasi paling ekonomis (efisiensi maksimum). Bila grafik HR sebagai fungsi P dan juga grafik IR sebagai fungsi P dibuat dalam satu buah gambar seperti dibawah, maka dapat ditentukan berapa harga P tersebut agar HR minimum.
Gambar 6. Grafik HR Dari definisi HR =
=
=
Syarat agar HR minimum, Maka P dF – F dP = 0, maka diperoleh
=
atau IR = HR
= 0 sehingga
=0
12
Jadi ttitik potong antara grafik HR dan IR, yaitu pada saat HR = IR, merupakan pembangkitan yang paling efisien. E. ANALISA BEBAN SISTEM Perkiraan beban merupakan masalah yang sangat menentukan bagi perusahaan listrik baik segi-segi manajerial maupun segi operasional. Oleh karenanya perlu mendapat perhatian khusus untuk dapat membuat perkiraan beban yang sebaik mungkin perlu beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi dimasa lalu dianalisa. 1. Perkiraan beban jangka panjang Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu di atas satu tahun. Dalam Perkiraan beban jangka panjang masalah-masalah mako ekonomi yang merupakan masalah ekstern perusahaan listrik merupakan factor utaman yang menentukan arah perkiraan beban. Factor makro tersebut di atas misalnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Oleh karena itu, penyusunannya perlu dimintakan pengarahan dari pemerintah. 2. Perkiraan beban jangka menengah Perkiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu dari satu bulan sampai dengan satu tahun. Dalam Perkiraan beban jangka menengah masalah-masalah manajerial perusahaan merupakan faktro utama yang menentukan, seperti kemampuan
teknis
memperluas
jaringan
distribusi,
kemampuan
teknis
menyelesaikan proyek saluran transmisi. Biasanya hanya diperkirakan beban puncak yang tertinggi yang akan terjadi dalam sistem tenaga listrik. 3. Perkiraan beban jangka pendek Perkiraan beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam sampai satu minggu (168 jam). Dalam perkiraan beban jangka pendek terdpat batas atas untuk beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh Perkiraan beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap jam ditentukan dengan memperhatikan langgam beban di waktu lalu dengan memperhatikan
13
berbagai informasi yang dapat mempengaruhi besarnya beban sistem seperti acara televise, cuaca, dan suhu udara. F. PERKIRAAN BEBAN (LOAD FORECASTING) Untuk memperkirakan beban di masa yang akan dating pada umumnya dilakukan dnegan mengektrapolir grafik beban di masa lampau ke masa yang akan dating. Setelah dilakukan ektrapolasi kemudian ditambahkan koreksi-koreksi terhadap hal-hal khusus, baik untuk perkiraan jangka panjang, jangka menengah, maupun jangja panjang. Grafik beban secara perlahan-lahan berubah bentuknya baik kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan ini antara lain disebabkan oleh: a. Bertambahnya konsumen b. Bertambahnya konsumsi pemakaian tenaga listrik c. Suhu udara d. Kegiatan ekonomi dalam masyarakat e. Kegiatan social dalam masyarakat 1. Prediksi Beban Dengan Metode semi rata-rata Membagi data menjadi 2 bagian, lalu menghitung rata-rata kelompok (K1 dan K2). Perhitungannya adalah: Y = a + bx a = rata-rata masing-masing kelompok
b=
–
–
2. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Linier Bentuk persamaan umum (Sofyan Assauri, 1984, hal. 53 – 56): Y = a + bX Sedangkan peramalannya mempunyai bentuk persamaan: Yt = a + bX di mana:
14
Yt
= Nilai ramalan pada periode ke-t
X
= Waktu/periode, biasanya dalam bentuk t
a dan b = konstanta (dihitung dari sampel deret berkala) Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method) maka harga dari konstanta a dan b bisa diperoleh dengan persamaan berikut:
3. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola) Perkembangan bilai suatu variabel dalam interval pendek atau menengah yang mempunyai pola linier, kadang-kadang dalam interval yang panjang polanya berubah menjadi tidak linier. Karena itu jika digunakan pola linier untuk peramalan jangka panjang, tidak jarang hasilnya jauh meleset. Konsekuensinya harus dibuat persamaan trend yang tidak linier seperti trend kuadratis atau trend eksponensial. Metoda kuadratis merupakan salah satu contoh dari regresi non linier. Persamaan kuadratis dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Y’ = a +bX + cX2 Y’
= variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X
= variabel bebas berupa periode waktu
a, b, dan c
= konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Dengan koefisien-koefisien a, b, dan c harus ditentukan berdasarkan data hasil pengamatan. a= b=
(
) (
)(
)
15
c=
(
) (
)
Gambar 7. Trend Kuadratis 4. Prediksi Beban Dengan Metode Trend Eksponensial Bentuk persamaan metode Trend Ekponensial : Y’=abx Dimana :
Y’
= variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelannggan)
X
= variabel bebas berupa periode waktu
a , b , dan c = konstanta (dihitung dari data sampel deret berkala) Bentuk persamaan metode Trend Ekponensial tersebut dapat diubah menjadi bentuk persamaan linier sebagai berikut : Y’ = abx……Log Y’ = abx Log Y’ = log a + log bx Log Y ’= log a + X (log b) Bila log Y’ = Yo ; log a = ao dan log b = bo, maka persamaan Trend Eksponensial tersebut menjadi : Yo’ = ao + bo.X Sehingga : Y ' 10( a0 b0 X )
16
Konstanta-konstanta ao dan bo dapat dicari dengan cara eliminasi kedua persamaan di bawah ini : ∑ Y0 = a0.n + b0 ∑X ∑XY0 = a0 ∑X + b0 ∑X2 Y0
= log Y
Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1 Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1 2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk) Perhitungan dengan trend eksponensial cenderung lebih rumit dibandingkan dengan perhitungan trend linier atau kuadratis. Penggunaan persamaa trend eksponensial biasanya digunakan pada data yang nilainya mengalami kenaikan atau penurunan secara eksponensial, contohnya data pertumbuhan amoeba. Trend ini tidak digunakan di dalam perangkat lunak yang akan dikembangkan karena tingkat kerumitannya yang relatif tinggi dan memang pada prakteknya jarang digunakan. G. KEMUNGKINAN
KEHILANGAN
BEBAN
(LOSS
OF
LOAD
PROBABILITY) DAN KEANDALAN SISTEM Forced Outage Rate (FOR) adalah suatu faktor yang menggambarkan keandalan unit pembangkit. Dalam sistem interkoneksi yang terdiri dari banyak unit pembangkit, maka keandalan unit-unit pembangkit yang beroperasi dibandingkan dengan beban yang harus dilayani menggambarkan keandalan sistem tersebut. Ada angka yang menggambarkan berapa besar probabilitas unit-unit pembangkit yang beroperasi tidak mampu melayani beban. Angka probabilitas ini dalam bahasa Inggris disebut "loss of load probability" atau biasa disingkat LOLP. Gambar dibawah ini menggambarkan secara kualitatif besarnya LOLP untuk suatu sistem, yaitu: LOLP = p x t
17
Keterangan p : menggambarkan probabilitas sistem dapat menyediakan daya sebesar b. t : menggambarkan lamanya garis tersedianya daya sebesar b memotong kurva lama beban dari sistem.
Grafik 8. Penggambaran LOLP = pxt dalam hari per tahun pada kurva lama beban. Nilai LOLP biasanya dinyatakan dalam hari per tahun. "Makin kecil nilai LOLP, makin tinggi keandalan sistem. Sebaliknya, makin besar nilai LOLP, makin rendah keandalan sistem, karena hal ini berarti probabilitas sistem tidak dapat melayani beban yang makin besar." Nilai LOLP dapat diperkecil dengan menambah daya terpasang atau menurunkan nilai Forced Outage Rate (FOR) unit pembangkit, karena dua langkah ini dapat memperkecil probabilitas daya tersedia b pada gambar 1 menjadi terlalu rendah sehingga memotong kurva lama beban dengan nilai t yang lebih lama. Penentuan besarnya nilai LOLP dari suatu sistem harus mempertimbangkan besarnya peran penyediaan tenaga listrik pada sistem tersebut atau dengan kata lain berapa besar kerugian yang dialami pemakai energi listrik (konsumen) apabila terjadi interupsi atau gangguan penyediaan pasokan energi listrik. Misalnya dalam sitem yang berupa sebuah PLTD dengan bebeapa unit pembangkit yang memasok tenaga listrik kesebuah pabrik. LOLP dari sistem ini ditentukan dengan mempertimbangkan berapa kerugian yang timbul apabila pabrik
18
mengalami gangguan pasokan tenaga listrik, yang dinyatakan dalam Rupiah per kWh terputus. Pada sistem yang besar seperti sistem tenaga listrik yang dikelola oleh PLN, penentuan nilai LOLP ini haruslah mempertimbangkan harga Rupiah per kWh terputus secara nasional. Hal ini disebabkan karena dengan terputusnya pasokan tenaga listrik dari PLN, berarti menimbulkan kerugian nasional. Standar PLN mengenai LOLP adalah 3 hari per tahun untuk sistem interkoneksi Jawa (JAMALI) hari dan 5 hari per tahun untuk sistem di luar Jawa. LOLP merupakan index risk level dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik jadi juga merupakan tingkat jaminan operasi sistem tenaga listrik. Apabila tingkat jaminan operasi yang tinggi maka risk level harus rendah atau LOLP harus keil dan ini berarti investasi harus tinggi untuk keperluan mendapatkan daya terpasang yang tinggi dan juga untuk mendapatkan unit pembangkit dengan FOR yang rendah. Sesungguhnya FOR yang rendah juga tergantung kepada pemeliharaan unit-unit pembangkit, tidak semata-mata kepada harga unit pembangkit. H. ECONOMIC DISPATCH Yang dimaksud dengan Economic Dispatch adalah pembagian pembebanan pada pembangkit-pembangkit yang ada dalam sistem secara optimal ekonomi, pada harga beban sistem tertentu. Besar beban pada suatu sistem tenaga selalu berubah setiap periode waktu tertentu, oleh karena itu untuk mensuplai beban secara ekonomis maka perhitungan economic Dispatch dilakukan pada setiap besar beban tersebut. Ada beberapa metode dalam economic dispatch, antara lain : a.
Faktor Pengali Langrange (λ)
b. Iterasi lamda c. Base Point dan Faktor Partisipasi
Kerugian Transmisi Diabaikan Dalam sistem tenaga, kerugian transmisi merupakan kehilangan daya yang harus ditanggung oleh sistem pembangkit. Jadi kerugian transmisi ini merupakan
19
tambahan beban bagi sistem tenaga. Untuk perhitungan dengan rugi transmisi diabaikan losses akibat saluran transmisi diabaikan dengan demikian akurasi economic dispatch menurun. Penurunan akurasi ini karena losses transmisi ditentukan oleh aliran daya yang ada pada sistem, di mana aliran daya ini dipengaruhi oleh pembangkit mana yang ON dalam suatu sistem. Pada pembahasan dengan kerugian transmisi diabaikan, sistem digambarkan pada gambar 2.1. Meskipun demikian bagi unit usaha yang hanya mempunyai pembangkit saja (misal PT. PJB-PLN) pendekatan ini sangat bermanfaat. Bagan untuk model ini adalah N buah pembangkit dan beban Pr terhubung pada sebuah bus.
gambar 9. Sistem dengan n buah pembangkit thermal tanpa kerugian Transmisi Input Sistem di atas adalah biaya bahan bakar F, totalnya adalah :
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa input (bahan bakar) adalah merupakan fungsi obyektif yang akan dioptimasi. Beban sistem P dan karena rugi R
20
transmisi diabaikan maka jumlah output dari setiap pembangkit digunakan untuk melayani P , jadi : R
Persamaan ini menunjukkan bahwa kondisi optimum dapat dicapai bila incremental fuel cost setiap pembangkit adalah sama. Kondisi optimum tersebut tentunya diperlukan persamaan pembatas (constraint) yaitu daya output dari setiap unit pembangkit harus lebih besar atau sama dengan daya output minimum dan lebih kecil atau sama dengan daya output maksimum yang diijinkan. Dari N buah pembangkit dalam sistem tenaga di atas dan beban sistem sebesar P , dan dari uraian R
di atas dapat disimpulkan persamaan yang digunakan untuk penyelesaian economic dispatch adalah :
Bilamana hasil P yang diperoleh ada yang keluar dari batasan P i
nya , batasan ketidaksamaan di atas dapat diperluas menjadi :
dan P max
min
21
Ditanya : Pembagian pembebanan pada masing-masing pembangkit Jawab : 2
F1 (P1) = H1 (P1) X 1,1 = 561 + 7,92 P1+ 0,001562 P1 R/h 2
F2 (P2) = H2 (P2) X 1 = 310 + 7,85 P2 + 0,00194 P2 R/h 2
F3 (P3) = H3 (P3) X 1 = 78 + 7,97 P3 + 0,0048 P3 R/h
22
P1 + P2 + P3 = 850 MW ………………………………………………………( 2 ) Substitusikan Pers 1 ke pers 2 sehingga di dapat λ = 9,148 Substitusikan λ ke pers 1 sehingga didapat P1 = 393,2 MW P2 = 334,6 MW P3 = 122,2 MW Pemeriksaan hasil perhitungan Pi tidak ada yang keluar dari data Pi max dan Pi min
Ditanya : Pembagian pembebanan pada masing masing unit pembangkit Jawab : 2
F (P ) = H (P ) X 0,9 = 459 + 6,48 P + 0,00128 P R/h 1
1
1
1
1
1 2
F (P ) = H (P ) X 1= 310 + 7,85 P2+ 0,001194 P R/h 2
2
2
2
2 2
F (P ) = H (P ) X 1= 78 + 7,97 P3+ 0.00482 P R/h 3
3
3
3
3
23
P + P + P = 850 MW ……………….( 2 ) 1
2
3
Substitusikan Persamaan 1 ke persamaan 2, sehingga didapat
λ = 8,284
Substitusikan λ ke persamaan 1, sehingga didapat P = 704,6 MW ( tidak memenuhi, 1
> Pmax ) P = 111,8 MW ( memenuhi ) 2
P = 32, 6 MW ( tidak memenuhi ) 3
Oleh karena itu, P di set pada P max yaitu P = 600 MW, kemudian P dan P 3
3
3
1
2
dihitung dengan metode Lagrange P + P = 850 - P 2
3
1
P + P = 850 – 600 = 250 MW 2
3
Substitusikan Persamaan 1 ke persamaan 3 sehingga didapat λ = 8,576 substitusikan λ ke persamaan 1 sehingga didapat P = 187,1 MW (memenuhi ) 2
P = 62,9 MW ( memenuhi ) 3
Jadi, P = 600 MW 1
P = 187,1 MW 2
P = 62,9 MW 3
24
Untuk P dan P yang memenuhi batasan ketidaksamaan Pi min < Pi < Pi max dengan 2
3
harga λ = 8,576 R/MWh kemudian untuk P = 600 MW diperiksa harga incremental fuel costnya diperoleh : 1
I. UNIT COMMITMENT Naik turunnya pemakaian energi (beban) listrik mengikuti siklus kegiatan manusia sehari-hari. Naik turunnya pemakaian energi lisrik selalu diimbangi oleh pembangkitan energi listrik dalam sistem. Mengikuti siklus pembangkitan energi listrik tersebut dilakukan penjadwalan unit yang commit (on) dan unit yang off dalam siklus waktu tertentu. Penjadwalan tersebut memperhatikan kondisi optimal ekonomi selain itu harus memenuhi batasan-batasan teknis dalam pengoperasian pembangkit didalam sistem tenaga. Penjadwalan ini dinamakan unit commitment. Unit commitment atau biasa disingkat dengan UC merupakan suatu bentuk penjadwalan produksi daya yang dihasilkan oleh suatu unit pembangkit pada periode harian atau mingguan yang akan datang dengan tujuan untuk mendapatkan biaya operasional yang ekonomis dari pembangkitan. UC merupakan masalah yang dirasa penting dalam suatu perencanaan operasi jangka pendek dari sistem tenaga listrik. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi unitunit pembangkit (on/off) yang bekerja dan tidak perlu bekerja pada suatu periode untuk memenuhi kebutuhan beban sistem pada periode tersebut dengan biaya seekonomis mungkin. Untuk mengetahui jumlah kombinasi unit pembangkit bisa menggunakan rumus: 2n – 1 (buah) dengan n adalah jumlah pembangkit. Dalam menentukan kombinasi unit pembangkit memerlukan evaluasi pemilihan dengan menghitung biaya optimum atau economic dispatch untuk setiap
25
kombinasi sehingga bisa ditentukan kombinasi unit pembangkit mana yang memiliki biaya optimum yang terendah dari kombinasi-kombinasi yang ada pada beban tertentu. Contoh: Data input/ output pembangkit: F1 = 561 + 7,92 P1 + 0,001562 P12 F2 = 310 + 785 P2 + 0,001940 P22 F3 = 93,6 + 9,564 P3 + 0,005794 P32 150 MW < P1 < 600 MW 100 MW < P2 < 400 MW 50 MW < P3 < 200 MW Pada beban Pr = 550 MW, diperiksa kondisi optimum untuk setiap kombinasi on/off unit pembangkit. Dari hasil perhitungan optimum ditabelkan sbb:
Dari table tersebut biaya total pada kondisi optimum yang termurah adalah unit 1 on, unit 2 dan 3 off dengan biaya total Ft = 5389 R/h. a. Constraint pada unit commitment Merupakan pembatasan didalam pengambilan keputusan untuk menentukan pilihan kombinasi on-off unit pembangkit yang akan dijadwalkan. Pembatasan ini
26
diperlukan agar pilihan kombinasi on/off pembangkit yang akan dijadwalkan dapat menjaga sistem selalu berada pada kondisi normal dan ekonomis dalam pengopersiannya. a. Spinning reserve Merupakan cadangan daya yang harus diperhitungkan dari unit-unit yang beroperasi (yang commit), di mana apabila ada salah satu unit yang mengalami kegagalan operasi (jatuh/trip) maka daya yang berkurang akibat kegagalan operasi dari unit tersebut dapat diganti/ditanggulangi oleh cadangan daya tersebut. umumnya cadangan daya yang ada diperhitungkan untuk mampu menggantikan apabila unit yang terbesar mengalami kegagalan operasi. b. Thermal unit constraint 1) Minimum up time Adalah interval waktu minimum dimana suatu unit yang baru ON (terhubung ke sistem) tidak boleh dilepas (OFF) kembali sebelum melewati batas up time-nya. Contoh sebuah unit mempunyai minimum up time 2 jam yang artinya bila unit ini baru terhubung (ON) ke sistem belum ada 2 jam (kurang dari 2 jam), unit ini tidak boleh dilepas (OFF). 2) Minimum down time Adalah interval minimum di mana suatu unit dalam keadaan decommit (OFF) tidak boleh dihubungkan ke sistem (ON) sebelum melewati batas down timenya. c. Hidro constraint Akibat karakteristik yang berbeda antara pembangkit hidro dan pembangkit thermal, juga pengoperasiaannya yang tergantung dari tataguna air. d. Must run unit Must run unit dikarenakan: 1) Untuk mensupport teganagn pada jaringan 2) Penggunaan steam tidak hanya untuk pembangkitan tenaga listrik tetapi juga untuk keperluan lain
27
e. Fuel constraint Terbatasnya ketersediaan bahan bakar pada suatu pembangkit. f. Biaya start Adalah biaya yang diperlukan oleh pembangkit untuk start dari keadaan tidak beropoerasi (terhubung ke sistem tenaga listrik). 1) Biaya start dingin Kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari ssitem (tidak beroperasi) temperature boiler dibiarkan turun dari temperature kerjanya, sehingga pada saat akan beroperasi dilakukan pemanasan kembali.
Keterangan: Cc = koefisien biaya start dingin (Mbtu) F = fuel cost (R/Mbtu) Cf = fixed cost (R/h) T = waktu selama unit dingin (dihitung dari awal unit tidak beroperasi) α = thermal time constraint 2) Biaya start panas Kondisi ini terjadi karena saat pembangkit dilepas dari ssitem (tidak beroperasi) temperature boiler tetap dijaga pada temperature kerjanya. Biaya start: Ct . t . F + Cf Ct= biaya untuk menjaga temperature boiler (MBtu/h)
28
Gambar 10. Perbandingan Biaya start dingin dan panas b. Metode penyelesaian unit commitment Ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam merencanakan jadwal pembangkitan (unit commitment). Antara lain: a. Harus ada pola pembebanan untuk M periode waktu dalam suatu siklus b. Terdapat n buah pembangkit yang commit (on) dan dnegan output optimum (economic dispatch) c. Pada M level beban dan batas operasi dari n unit pembnagkit, setiap unit pembangkit dapat mencatu beban individunya dan setiap kombinasi dari unit pembangkit dapat juga mencatu beban Dari hal tersebut maka untuk n buah pembangkit dan M level beban terdapat: 2n – 1 buah kombinasi on/off unit pembangkit (2n – 1)M buah persamaan yang harus diselesaikan Telihat dari hal tersebut diatas, penyelesaian unit commitment memerlukan dimensi yang sangat besar untuk ruang perhitungan/ penyelesaian persamaan. Oleh karena itu, diperlukan teknik untuk solusi persoalan unit commitment. a. Daftar prioritas
29
Pada metode ini kombinasi on/off unit pembangkit didasarkan pada urutan prioritas. Untuk menentukan urutan prioritas diperoleh dari biaya produksi rata-rata persatuan output yang didasarkan pada Pmax. Biaya produksi rata-rata = Dari data pembangkit contoh diatas, biaya produksi rata-rata dan urutan prioritas adalah: Unit
Biaya produksi rata-rata (R/MWh)
1
9,7922
2
9,4010
3
11,1908
Urutan prioritasnya: unit 2, unit 1, dan unit 3. Dari urutan prioritas 3 unit pembangkit tersebut kombinasi pembangkitnya adalah: No kombinasi
Unit 1
2
3
1
1
1
1
2
1
1
0
3
0
1
1
b. Metode Dynamic Programming Aplikasi dari metode digital untuk memecahkan berbagai persoalan control dan optimasi dinamis mendorong ilmuwan Dr. Richard Bellman dan koleganya untuk menemukan metode dynamic programming. Metode ini sangat berguna untuk memecahkan berbagai persoalan dan mengurangi perhitungan dalam menemukan trayektori optimal. Untuk penyelesaian unit commitment digunakan dynamic programming (DP) dengan forward approach. Sebelum mengaplikasikan DP untuk
30
unit commitment, berikut ini sebuah model persoalan yang dapat digunakan untuk memahami metode DP. Di dalam DP terdapat: 1) State yaitu terminal-terminal dengan kondisi tertentu 2) Stage yaitu kumpulan dari state pada level tertentu
Gambar 11. Contoh Metode Dynamic Programming Model diatas berupa model pembiayaan suatu proses yang diawali dari state A sampai ke state akhir N, dengan melalui banyak pilihan lintasan pembiayaan. Terdapat 5 stage, dimana setiap stage memiliki beberapa state. Dari kondisi tersebut dilakukan penyelesaian yang termurah dari state A sampai state N. formulasi dari DP adalah sebagai berikut: Xn adalah stage ke n A state awal X1 berisi state B, C, D X2 berisi state E, F, G X3 berisi state H, I, J, K X4 berisi state L, M X5 berisi state N S adalah variabel state yang berada di stage xn-1
31
CS,xn adalah biaya dari state S ke state yang berada di xn Fn(S,xn) adalah biaya komulatif untuk sampai ke state yang berada di xn melewati variabel state S F*n(xn) adalah biaya komulatif termurah untuk sampai ke state yang berada di xn melewati variabel state S* F*n-1(xn-1) adalah biaya komulatif untuk sampai ke state yang berada di xn-1 Maka biaya komulatif untuk sampai pada state di xn dinyatakan: Fn(S,xn) = CS,xn + F*n-1(xn-1) Dari model pembiayaan tersebut diatas penyelesaiaannya sebagai berikut: Untuk n =1; state S adalah state A dan x1 terdiri state B, C, D Pembiayaan komulatif State B
F1(A, B) = CA,B + 0 =5
State C
F2(A, C) = CA,C + 0 =2
State D
F2(A, D) = CA,D + 0 =3
Pada n = 1, semua pembiayaan untuk sampai ke state B, C, D adalah termurah (tidak ada pilhan) karena semua dimulai dari state awal A, kemudian ditabulasikan dibawah ini, yang diberi tanda * disimpan untuk kebutuhan pelacakan kembali.
32
n = 2; state S adalah state B, C, D dan X2 adalah state E, F, G. Pembiayaan komulatif: State E
F2(B, E) = CB,E + F*1(B)
= 11 + 5 = 16
State E
F2(C E) = CC,E + F*1(C)
= 8 + 2 = 10
State F
F2(C, F) = CC,F + F*1(C)
=4+2=6
State F
F2(D, F) = CD,F + F*1(D)
=6+3=9
State G
F2(C, G) = CC,G + F*1(C)
= 9 + 2 = 11
State G
F2(D, G) = CD,G + F*1(D)
=6+3=9
Hasil tersebut kemudian ditabulasikan, untuk yang tidak ada jalur lintasannya biayanya dinyatak tidak tehingga.
Selanjutnya dengan cara yang sama diperoleh untuk n = 3, 4, 5
33
Hasil terakhri pada state N diperoleh pembiayaan komulatif sebesar 19. Pelacakan kembali dari state A s/d N untuk memperoleh pembiayaan termurah adalah melalui lintasan:
Gambar 12. Pelacakan Kembali
J. PENGATURAN FREKUENSI Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan
34
konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal pada batasan frekuensi tertentu saja – 50 s.d 60 Hz). Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para pelanggan dengan frekuensi yang praktis konstan. Penyimpangan frekuensi dari nilai nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Daya aktif mempunyai hubungan erat dengan nilai frekuensi dalam sistem, sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah sepanjang waktu. Sehubungan dengan hal ini harus ada penyesuaian antara daya aktif yang dihasilkan dalam sistem pembangkitan harus disesuaikan dengan beban daya aktif. Penyesuaian daya aktif ini dilakukan dengan mengatur besarnya kopel penggerak generator. Menurut hukum Newton ada hubungan antara kopel mekanis penggerak generator dengan perputaran generator TG – TB = H x dw/dt … (1) Dimana : TG = Kopel penggerak generator TB = Kopel beban yang membebani generator H = Momen inersia dari generator beserta mesin penggeraknya w = kecepatan sudut perputaran generator , dimana f = w/2pi …(2) secara mekanis dengan melihat persaman (1) dan (2) maka : TG – TB = ∆T < 0 , maka w< 0 frekeunsi turun TG – TB = ∆T> 0 , maka w> 0 frekeunsi naik Dari persamaan di atas terlihat bahwa besarnya frekeunsi tergantung dari besarnya selisih antara kopel generator dengan kopel yg membebani generator, sehingga untuk mengatur frekeunsi dalam sistem tenaga listrik dapat diatur dari dua sisi yaitu sisi generator maupun sisi beban Cara pengaturan frekeunsi 1. Pengaturan daya aktif (sisi generator)
35
Frekuensi pada sistem tenaga listrik dapat diatur dengan melakukan pengaturan daya aktif yang dihasilkan generator. Pengaturan daya aktif ini erat kaitannya dengan kenaikan jumlah bahan bakar yang digunakan untuk menaikkan daya aktif. Pada PLTU adalah berapa laju batu bara yang ditambah untuk dibakar sedangkan pada PLTA adalah berapa besar debit air yang dinaikkan untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan kenaikan daya aktif. Pengaturan bahan bakar ini dilakukan dengan menggunakan governor. Sehingga pada pengaturan daya aktif ini erat kaitannya dengan kerja governor pada sistem pembangkit thermal maupun air. 2. Load shedding (pelepasan beban) Jika terdapat gangguan dalam sistem yang menyebabkan daya tersedia tidak dapat melayani beban, misalnya karena ada unit pembangkit yang besar jatuh (trip), maka untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed perlu dilakukan pelepasan beban. Keadaan yang kritis dalam sistem karena jatuhnya unit pembangkit dapat dideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun dengan cepat. Pada sistem tenaga listrik yang mengalami gangguan karena lepasnya (trip) unit generator yang besar dapat mengurangi aliran daya aktif yang mengalir ke beban, sehingga menyebabkan generator-generator yang lain dipaksa bekerja. Jika hal ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kerusakan mekanis pada batang kopel generator karena dipaksa bekerja. Untuk itu diperlukan relay under frequency yang berfungsi untuk mendeteksi penurunan frekeunsi sistem secara tibatiba akibat adanya unit pembangkit besar yang lepas dari sistem. Salah satu cara untuk menaikkan frekeunsi tersebut adalah dengan melepas beban.
36
Gambar 13. Grafik perubahan frekuensi sebagai fungsi waktu dengan adanya pelepasan beban Turunnya frekeunsi dapat menurut garis 1 , garis 2, atau garis 3. Makin besar unit pembangkit yang jatuh (makin besar daya tersedia yang hilang) makin cepat frekeunsi menurun. Kecepatan menurunnya frekuensi juga bergantung pada besar kecilnya inersia sistem. Semakin besar inersia sistem, makin kokoh sistemnya, makin lambat turunnya frekuensi. Dalam grafik 1 dimisalkan bahwa frekuensi menurun menurut garis 2. Setelah mencapai titik B dilakukan pelepasan beban tingkat pertama oleh under frequency control relay (UFR) yang bekerja setelah mendeteksi frekuensi sebesar Fb dengan adanya pelepasan beban tingkat pertama maka penurunan frekuensi berkurang kecepatannya. Sampai di titik C UFR mendeteksi frekeunsi sebesar Fc dan akan melakukan pelepasan beban tingkat kedua dst sampai frekeunsi sistem kembali normal ke frekeunsi Fo.
37
Gambar 14. Grafk turunnya frekuensi sebagai akibat gangguan unit pembangkit
Gambar 15. Grafik naiknya frekuensi setelah adanya pelepasan beban 3. Pengalihan daya pada saluran Cara lain untuk mengatur frekuensi sistem yaitu dengan mengatur pengiriman daya aktif pada daerah yang memiliki kerapatan beban yang tinggi. Penulis masih belum memahami dengan benar cara terakhir ini dalam mengatur frekuensi dalam sistem tenaga listrik. K. KENDALA-KENDALA OPERASI
Dalam operasi sistem interkoneksi, masalah alokasi pembebanan unit-unit pembangkit merupakan masalah utama karena hal ini menyangkut biaya bahan bakar yang tidak kecil, bahkan dalamperusahaan listrik umumnya biaya bahan bakar merupakan komponen biaya yang terbesar. Alokasi pembebanan unit pembangkit ini
38
terutama bertujuan untuk mencapai biaya bahan bakar minimum di mana dalam praktiknya harus pula memperhitungkan kendala-kendala operasi sehingga seringkali perlu dilakukan "kompromi" untuk mengatasi kendala operasi tersebut. Kendala-kendala operasi ini terutama adalah: 1. Beban maksimum dan minimum unit pembangkit Setiap unit
pembangkit
mempunyai
kemampuan maksimum
dalam
membangkitkan tenaga listrik, baik karena desain maupun karena masalah pemeliharaan. Sedangkan beban minimum unit pembangkit lebih banyak ditentukan oleh desain. Pada PLTA, beban yang terlalu rendah menimbulkan kavitasi yang berlebihan. Oleh karena itu, tidak dikehendaki pembebanan kurang dari 25%. Pada PLTU beban yang kurang dari 25% menimbulkan kesulitan pada alatalat kontrol sehingga unit pembangkit PLTU harus dioperasikan secara manual pada beban kurang dari 25% dan hal ini tidak dikehendaki. Pada PLTP, beban rendah menimbulkan kesulitan pada instalasi penyedia uap dari bumi, mungkin terpaksa ada uap yang harus dibuang ke udara di mana hal ini tidak dikehendaki. Pada PLTD, beban yang kurang dari 25% akan menyebabkan pembakaran yang kurang sempurna sehingga pengotoran ruang pembakaran (silinder) akan meningkat dan selang waktu pemeliharaannya harus dipercepat sehingga pembebanan kurang dari 25% tidak dikehendaki. Pada PLTG, pembebanan kurang dari 25% seperti halnya pada PLTD juga menyebabkan pembakaran yang kurang sempurna dan menyebabkan turunnya efisiensi. Mengingat unit pembangkit PLTG tergolong unit pembangkit yang mempunyai efisiensi rendah, maka pembebanan di bawah 25% yang menyebabkan penurunan efisiensi tidaklah dikehendaki. 2. Kecepatan perubahan beban unit pembangkit Dalam melakukan perubahan beban unit pembangkit terutama dalam kaitannya dengan pengaturan frekuensi sistem, perlu diperhatikan kemampuan unit pembangkit untuk mengikuti perubahan beban, dalam bahasa Inggris disebut
39
ramping rate. Ramping rate unit PLTA adalah yang tertinggi, sedangkan unit PLTU adalah yang terendah, hal ini disebabkan adanya masalah pemuaian bagian bagian unit pembangkit dan juga berkaitan dengan panjangnya proses kontrol. 3. Aliran daya dan profil tegangan dalam sistem Alokasi beban unit pembangkit yang optimum dengan tujuan mencapai biaya bahan bakar yang minimum dalam praktik perlu dikaji pelaksanaannya, apakah menimbulkan aliran daya yang melampaui batas kemampuan saluran transmisi atau batas kemampuan peralatan lainnya, seperti transformator daya atau transformator arus yang ada dalam sistem bersangkutan. Perlu juga diperhatikan profil tegangan yang terjadi dalam sistem, apakah masih dalam batas-batas yang diijinkan. 4. Jadwal start-stop Unit pembangkit Jadwal operasi unit pembangkit dengan tujuan mencapai biaya bahan bakar yang minimum, yang dibuat atas dasar program unit commitment, memberikan jadwal start-stop unit pembangkit yang mungkin terlalu berdekatan. Hal ini perlu dikaji terlebih dahulu dengan kondisi pusat listrik yang bersangkutan apakah dapat dilaksanakan atau tidak. 5. Tingkat arus hubung singkat (Fault Level) Masalah tingkat arus hubung singkat yang terlalu tinggi bagi peralatan yang ada dalam sistem bisa menjadi kendala bagi operasi sistem yang optimum, karena hal ini bisa merusak peralatan. Sebaliknya tingkat arus hubung singkat yang terIalu rendah memberi risiko tidak bekerjanya relai. 6. Batas stabilitas sistem Batas stabilitas sistem, khususnya yang menyangkut penyaluran daya melalui saluran transmisi yang panjang, baik batas stabilitas statis, maupun batas stabilitas dinamis, bisa menjadi kendala operasi yang optimum. Kendala-kendala operasi, tersebut dalam butir b, d, dan e, dapat dihilangkan melalui pengembangan sistem atas dasar analisi dan perhitungan serta perencanaan yang baik.
40
L. PENGATURAN TEGANGAN Langkah pengaturan operasi agar saluran transmisi dapat dioperasikan secara optimum adalah pengaturan sumber-sumber daya aktif maupun daya reaktifnya. Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, tegangan yang konstan seperti halnya frekuensi yang konstan, merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi. Oleh karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan salah satu masalah operasi sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri. Pengaturan tegangan erat kaitannya dengan pengaturan daya reaktif dalam sistem. Sistem tenaga listrik terdiri dari banyak Gi dan Pusat Listrik yang terdapat simpul-simpul (bus). Tegangan-tegangan dari simpul di GI dan Pusat Listrik bersama-sama membentuk profil tegangan sistem. Berbeda dengan pengaturan frekuensi yang sama dalam semua bagian, sistem tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem, sehingga pengaturan tegangan adalah lebih sulit dibandingkan dengan pengaturan frekuensi. Pengaturan tegangan dipengaruhi oleh: 1. Arus penguat generator 2. Daya reaktif beban 3. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator), misalnya dari kondensator dan reaktor 4. Posisi tap transformator Mengatur tegangan pada suatu titik simpul dalam sistem akan lebih mudah apabila di titik tersebut ada sumber daya reaktif yang bisa diatur, hal ini juga merupakan hal yang berbeda dengan pengaturan frekuensi, karena frekuensi dapat diatur dengan mengatur sumber daya nyata yang ada di mana saja dalam sistem. Dalam sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, disebut variabel pengatur, yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Pengatur daya nyata akan mempengaruhi frekuensi, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi tegangan. Butir 1 sampai 4 tersebut adalah cara untuk mengatur daya reaktif yang harus disediakan dalam sistem. Pengaturan daya reaktif terutama akan mempengaruhi tegangan sistem.
41
1. Pengaturan beban pada periode beban rendah Pengaturan beban pada periode beban rendah biasanya terjadi pad hari-hari khusus seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya natal, tahun Baru. Langkah-langkah operasi yang ditempuh didalam sistempenyaluran untuk mengurangi kelebihankelebihan daya reaktif pada kondisi beban rendah di sistem tenaga listrik, adalah sebagai berikut; a. Pengoperasian reactor dan pelepasan kapasitor Semua reactor yang terpasang di GITET pada periode beban rendah dalam posisi dioperasikan. Semua kapasitor yang terpasang di sisi jaringan 150 kV, 70 kV dan 20 kV pada periode beban rendah dikeluarkan. b. Pengaturan daya reaktif unit pembangkit Semua unit pembangkit terutama yang berskala besar pada periode beban rendah beroperasi menyerap daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan tinggi yang terjai di sistem. c. Perubahan konfigurasi jaringan Jaringan sistem 500 kV dengan sirkit ganda akan dioperasikan dengan modus operasi sirkit tunggal dengan melihat kondisi operasi real-time. Pengaturan tegangan dengan modus operasi sirkit tunggal pada jaringan sistem 500 kV akan dilakukan secara real time oleh Pelaksana Pengendali Operasi (Dispatcher) di Pusat Pengatur Beban, sedangkan untuk sistem 150 kV dan 70 kV dilakukan oleh Region. Rekonfigurasi jaringan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) dan SUTT dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan rekonfigurasi di SUTET. 2. Pengaturan tegangan pada periode beban puncak Langkah operasi yang ditempuh didalam sistem penyaluran untuk meningkatkan kekurangan daya reaktif pada kondisi beban puncak di sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut: a. Pelepasan reactor dan pengoperasian kapasitor
42
Reactor yang terpasang di GITET pada periode beban puncak dalam posisi dikeluarkan. Semua kapasitor yang terpasang di sisi jaringan 150 kV, 70 kV dan 20 kV pada periode beban puncak dimasukan. b. Pengaturan daya reaktif unit pembangkit Semua unit pembangkit terutama yang berskala besar pada periode beban puncak beroperasi member daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan rendah yang terjadi di sistem.
43
REFERENSI Agus H., Handi. (2011). Perkiraan Daya Tersambung Pada Tahun 2012 Dengan Menggunakan Metode Trend Kuadratis. JPTE FPTK UPI Casrudin. (-). Tugas I Operasi Sistem. JPTE FPTK UPI Marsudi, Ir. Djiteng. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Muslim, dkk, Supari. (2008). Teknik Pembnagkit Tenaga Listrik Jilid 1. Direktorat Pembinaan
Sekolah
Menengah
Kejuruan,
Direktorat
Jenderal
Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta. M Sawai., Wilhelmia S. Y. Bab III Sistem Tenaga Listrik Interkoneksi Jawa-Bali. FT UI., 2008 Perkuliahan Operasi Sistem Tenaga Listrik semester ganjil tahun akademik 20112012 Pend. Teknik Elektro FPTK UPI http://budi54n.wordpress.com/2008/03/26/pengaturan-frekuensi-sistem-tenagalistrik/ http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/05/keandalan-pembangkit.html http://scadaitb.wordpress.com/2009/11/19/pengaturan-frekuensi-pd-sistem-tenagalistrik/ -. (-). Bab 2. St_listrik_pemograman_dinamik. -. (-). Unit Commitment. -