One Day Workshop
On Be the Best for Your Company 2nd round From the book of “Jurus Jitu Jadi Karyawan No. 1” Thursday, July 14, 2009 Jakarta Design Center
Workshop ‘Be the best for your company” pertama mendapatkan sambutan yang antusias dari berbagai kalangan professional. Dilandasi semangat membangun komunitas manajer-manajer tangguh Indonesia maka workshop tersebut dilanjutkan. Pada putaran kedua kali ini workshop terbagi dalam 2 bagian: Pertama tentang bagaimana cara mengenali lingkungan dan menciptakan kesempatan memberikan yang terbaik untuk perusahaan dan maju dalam karir. Kedua bagaimana mengelola dan mengarahkan emosi untuk keberhasilan penyelesaian pekerjaan dan peningkatan karir. 7 Jurus Jitu Jadi Karyawan No. 1 1. Reinventing the new YOU! (Menemukan kembali potensi Anda) 2. The In and External Factors You Need to Know (Mengenali lingkungan) 3. Opportunity, DON’T MISS IT! (Mengenali kesempatan) 4. Attitude Does Matter (Membangun sikap dan perilaku positif) 5. The Leader in YOU (Kepemimpinan) 6. Your number 1 buzz word: Networking (Membangun jejaring) 7. Managing your emotion (Membangun benteng pertahanan) Tiga alasan mengapa karyawan perusahaan Anda harus ikut workshop ini; •
Your company has to grow and sustain. Gain the best talent! Karena Anda ingin perusahaan maju dan berkembang. Untuk itu Anda harus punya karyawan-karyawan berkinerja tinggi.
•
Invest to the right people. Berikan pelatihan dan kesempatan yang terbaik untuk karyawan maka karyawan akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan.
•
Simply; Be the Best Company. Menjadi perusahaan terbaik membutuhkan karyawan terbaik.
The Agenda WORKSHOP Be the Best for Your Company 2nd round JURUS JITU JADI KARYAWAN NO. 1 Thursday, July 14 2009 Jakarta Design Center 08.00 – 08.55 08.55 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 11.00 – 12.00 12.00 – 13.30 13.30 – 14.30 14.30 – 15.30 15.30 - 16.30 16.30 - 17.00
Registration, networking and morning coffee Opening by Firdanianty, Chief Editor Human Capital Magazine “Anger management; how to get benefit out of it” Anthony Dio Martin, Director HR Excellency “Your starting point to success: understand your environment” Widodo Aryanto, writer, trainer and consultant of GM Consultant Question & Answer Lunch How to create your own pool; get your own space to success! Malla Latif, Managing Director Human Capital Magazine Positive Mind Set: Creating the Possible Attitude Widodo Aryanto, writer, trainer and consultant of GM Consultant Question & Answer Closing
INVESTASI Early Bird : Rabu, 18 Juni 2009 Rp. 750.000,-/orang Normal price : Rp. 950.000,-/ orang Rp. 850.000,-/orang (Student) More than 3 person discount 10% REGISTRASI & INFORMASI SPONSORSHIP: Promotion & Event Majalah Human Capital Vanny: Phone (021) 7948068, 79190322, 93458971 Fax: 021-79190155 Email:
[email protected] Sponsor by:
HC Edisi 64 JULI 2009
56
34
36 70
Bijak Menyikapi
di Kantor
62
Cover Story 55
07
Rubrik HR Strategi HR
Leadership Development Program ala SOHO
PIJAKAN Menanggulangi Pengangguran Lewat Kios 3in1 REKRUTMEN Sulitnya Berburu Sales
30 24 50 Kolom dan Lainnya
Rubrik Figur
Kolom
Akademia
Firmanzah, Ph.D Dekan Termuda di Indonesia
Mewaspadai Toxic Employee
30
Esmud
Niken Dwiyandari Bersemangat untuk Menggali & Mengembangkan Potensi Diri
53
Seleb
Luna Maya Mengajak Masyarakat Memberantas Kelaparan
32
Edukasi
Menitipkan Amanah Pendidikan pada Kandidat Capres-Cawapres
40
Usaha
Sukses Rattanland Membangun Reputasi Online
56
Teknologi
72
Menyongsong Customer Service Versi 2.0
66
FROM THE EDITOR Firdanianty
Pemimpin Redaksi HC Magazine
Pembaca budiman, Pernahkah Anda melihat pelangi di langit? Sebagian besar orang tentu pernah melihatnya. Dan, saya yakin, siapa pun yang memandangnya pasti akan mengatakan betapa indahnya pelangi. Di mata saya, pelangi bukan sekadar lukisan alam yang menakjubkan. Di balik warnanya yang indah, juga tersembunyi makna yang dalam dan ajakan untuk mengisi hidup dengan keceriaan. Berbicara mengenai pelangi, R. Palan, Ph.D, penulis buku ”7 Langkah Menentukan Nasib Sendiri”, mengemukakan, ada dua jenis manusia: pencipta pelangi dan pemburu pelangi. Para pencipta pelangi, tulis Palan, memahami bahwa di dalam diri mereka terdapat harta yang sangat bernilai. Mereka memfokuskan keinginan dan mengasah keahlian tanpa mempersoalkan kendala. Di sisi lain, pemburu pelangi keliru dalam mengasumsikan bahwa tambang emas tersebut terdapat di luar sana, di suatu tempat yang menunggu untuk ditemukan. Ah, lagi-lagi sebuah buku menginspirasi saya. Kata-kata dalam buku ini mengingatkan saya pada beberapa peristiwa yang terjadi di sekeliling saya. Begitu banyak orang yang dalam hidupnya kerap menyalahkan diri
4
HC HC Magazine/064/July2009 Magazine/062/Mei2009
sendiri atau orang lain atas sebuah kegagalan. Padahal, batas antara gagal dan berhasil itu hanya sebuah tirai yang sangat tipis bernama mindset. Ya, success is a mindset. Menurut Palan, orang sukses adalah orang yang mampu mengatur hidup dan menciptakan pelangi mereka. Pada dasarnya, setiap orang mampu menciptakan pelanginya sendiri asalkan memiliki dua kebutuhan dasar, yaitu: keinginan untuk menciptakan pelangi dan kemauan untuk mempelajari keahlian yang diperlukan untuk menciptakan pelanginya sendiri. Orang-orang seperti ini menjalani kehidupan dengan baik, dan meninggalkan warisan prestasi. Kiranya, hanya orang-orang yang selalu bersyukur dalam hidup dan senang berbagi kepada sesama yang mampu menciptakan pelangi di langit jiwanya. Saya teringat ajang pemilihan presiden yang baru saja berlalu. Dalam setiap penampilannya, para capres dan cawapres berupaya menarik perhatian rakyat dengan ajakan untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan sejahtera. Siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti, mereka adalah orang-orang terbaik yang mampu menciptakan pelanginya sendiri. Mereka mengukir hidupnya dengan membangun kehidupan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Bagaimana dengan Anda? Pelangi seperti apa yang Anda ciptakan?
Redaksi
Penasehat Zaenal Soedjais, Farid Aidid Pemimpin Umum N. Krisbiyanto Pemimpin Perusahaan Malla O. Latif Wakil Pemimpin Perusahaan Pangeran MR Pemimpin Redaksi Firdanianty Redaktur Pelaksana Rudi Kuswanto Redaktur Anung Prabowo Tim Redaksi Ade Ahyad Nadrie, Rina Suci Handayani Creative Support Lina Destianti Promotion & Event Andria Dian Palupi (Manajer), Vanny Suci Rachmawaty Administrasi Fauzan Mahda Sirkulasi Chandra Keuangan Andria Dian Palupi Umum Hery Krismanto Alamat Redaksi,Tata Usaha, Iklan &Promosi BINA MEGA COMPLEX JL. BUNCIT PERSADA NO. B8 WARUNG BUNCIT JAKARTA SELATAN 12760 T. (021) 7919 0322 F. (021) 7919 0155 Bank a/n PT Bina Semesta Giartha Lestari, BCA Cab. Sunrise Garden Jakarta, No. Rek. 650.0306040
SURAT PEMBACA Koreksi dari VICO Indonesia Pertama-tama, kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dalam peliputan dan penerbitan artikel berjudul “Mengelus Para Engineer di Industri Migas,” di majalah Human Capital edisi 63/Juni 2009. Tulisan ini banyak memberikan manfaat khususnya bagi industri Migas di Indonesia. Namun demikian, setelah kami baca ada beberapa kesalahan dalam penulisan artikel ini, yaitu: •
Halaman 54 Paragraf 3 tertulis: , harus dilaporkan ke Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) Seharusnya: , harus dilaporkan ke Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BPMIGAS)
Halaman 54 Paragraf 3 tertulis: Setiap tahun pihaknya membuat work program in budget Seharusnya: Setiap tahun pihaknya membuat Work Program & Budget •
Halaman 54 Paragraf 5 tertulis: , pihaknya juga melaksanakan program incentive compensation bonus (ICB) Seharusnya: , pihaknya juga melaksanakan program Incentive Compensation Plan (ICP) •
•
•
Halaman 54 Paragraf 6 tertulis: yang mendapatkan rating 1- 3 saja Seharusnya: yang mendapatkan rating 1 saja Halaman 54 Paragraf 8 tertulis: ENI-AGIP di Italia Seharusnya: ENI di Italia
Mohon kerja samanya untuk koreksi kesalahan ini, sehingga tujuan penulisan artikel dapat terpenuhi dengan baik. Terima kasih atas kerja samanya. Edward Kadek Widayana Human Resources Department - VICO Indonesia
Rubrik HR Perusahaan Syariah Assalamu’alaikum. wr. wb Isi Majalah HC sangat bermanfaat karena membahas HR yang sifatnya praktis. Cuma pembahasan mengenai HR Perusahaan Syariah di Indonesia masih sangat kurang ya? Saran saya untuk redaksi HC, mohon bisa diisi dengan rubrik HR perusahaan syariah. Insya Allah saya bersedia juga menulis di rubric tersebut. Wassalam wr.wb. Ari Julmanan
[email protected] HR Takaful Indonesia
Tertarik pada HC Salam kenal, Saya merupakan pembaca anyar HC, tidak sengaja mendapatkannya ketika melancong ke Ibu Kota Jakarta. Majalah ini cukup menarik perhatian, karena saya sebelumnya tidak menemukan pembahasan terkait SDM (Indonesia) dalam ‘sekali bungkus’. Yang pernah saya baca hanya kilas-ulas persoalan SDM di koran-koran. Perkenalan dengan HC pun menimbulkan sensasi personal bagi saya. Mengingat saya merupakan mahasiswa yang tengah bersiap lulus dari perguruan tinggi. Artinya tengah bersiap memasuki dunia kerja, atau dengan kata lain menjadi sumber daya manusia. Dunia kerja, bagi saya, jadi semacam hutan belantara yang asing. Apakah HC pernah membahas permasalahan calon-calon angkatan siap kerja, seperti status saya sekarang? Karena dalam bahasa yang paling membumi, saya selalu mendengar ucapan, ”Cari kerja sekarang sulit, kalau ada kesempatan ambil saja.” Lha kalau saya, atau SDM lainya, mengambil pekerjaan yang tidak diminati bagaimana—sementara keadaan tidak memberi pilihan banyak untuk bekerja? Kalau begitu apa masih memungkinkan, dan bagaimana jalannya jadi SDM yang berkualitas? Sekian dulu perkenalan dari saya, semoga HC terus bersemangat meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Eka S. Saputra,
[email protected] Yogyakarta.
Edukasi Bagi Blue Color Workers Indonesia sebagai negara yang besar dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 220 juta jiwa, merupakan negara yang potensial untuk penghasil SDM bagi negara lain. Namun selama ini, Indonesia lebih dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam bukan negeri yang memiliki sumber daya manusia yang andal. Dalam kancah internasional, Indonesia dikenal sebagai penghasil tenaga kerja kategori blue color workers. Melihat hal tersebut, saya berharap Majalah Human Capital dapat berperan dalam melakukan edukasi bagi seluruh lapisan pekerja, tidak hanya terbatas pada pekerja white color workers. Jaya terus SDM Indonesia. Anto Kurniawan
[email protected] Depok
55
Magazine/062/Mei2009 HC HC Magazine/064/July2009
SEKILAS Bank OCBC NISP dan PT Great Eastern Life Indonesia Berikan Solusi Keuangan Terpadu Jakarta, 10 Juni 2009. Meski di tengah kondisi krisis, Bank OCBC NISP dan PT Great Eastern Life Indonesia berupaya untuk selalu dapat menjawab kebutuhan nasabah dalam membantu mewujudkan tujuan keuangannya. Untuk itu, Bank OCBC NISP dan PT Great Eastern Life Indonesia (Gelindo) mempersembahkan Program Tanda Prima. Melalui program ini, Bank OCBC NISP dan Gelindo menawarkan solusi atas kebutuhan tabungan, investasi dan proteksi melalui 2 produk unggulannya, yaitu Tabungan Tanda dan Prima. Direktur Bank OCBC NISP Rudy Hamdani mengatakan, peluncuran Program Tanda Prima merupakan bukti dari komitmen Bank OCBC NISP dan Gelindo untuk senantiasa memberikan layanan terbaik dan nilai tambah dalam menjawab kebutuhan nasabah. ”Kami berharap program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat sebagaimana produk lain hasil kerjasama Bank OCBC NISP dan Gelindo sebelumnya,” kata Rudy Hamdani. Direktur Gelindo, Walter Lumban Gaol menambahkan, pihaknya mengerti bahwa setiap individu memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda dalam setiap tahap kehidupannya. Prima merupakan solusi keuangan lengkap yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dana untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang, dan tak kalah pentingnya memberikan perlindungan keuangan untuk keluarga tercinta. “Produk ini merupakan pilihan tepat bagi mereka yang mengerti akan pentingnya melakukan perencanaan keuangan sejak dini untuk melindungi tujuan keuangan,” ungkapnya.
Launching Buku Indonesian Top CEO Wisdom Jakarta, 16 Juni 2009 Peluncuran buku bertajuk Indonesian Top CEO Wisdom digelar di East Mall lantai 2 Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Hadir dalam acara tersebut beberapa CEO papan atas Indonesia seperti Martha Tilaar (Sariayu Martha Tilaar), Agung Adi Prasetyo (Kompas-Gramedia), dan Franciscus Welirang (Bogasari). Ketiganya juga termasuk CEO yang berkontribusi membagi pengalamannya kepada pembaca lewat buku ini. Buku Indonesian Top CEO Wisdom merupakan buah karya tim UBiNus yang terdiri dari 4 akademisi, yaitu Amalia E. Maulana, Firdaus A. Alamsyah, Irham A. Dilmy dan Minaldi Loeis. Acara juga diisi dengan Talkshow bersama penulis dan CEO. Talkshow berjalan hangat. Para CEO yang hadir bersedia membagi pengalaman serta resep kepemimpinannya. Buku ini diharapkan menjadi sebuah warisan bagi siapa saja yang mau belajar dan ingin meneladani para CEO Top Indonesia dalam hal kepemimpinan. Awalnya, materi isi buku merupakan bahan diskusi perkuliahan di Binus Business School. Buku ini pun terbit atas kerja sama Gramedia Pustaka Utama dengan Binus Business School.
Seminar Sehari PT Perfexindo Prima Jakarta, 24 Juni 2009 Bertempat di Hotel Santika Premiere, Jakarta Barat, PT Perfexindo Prima menggelar seminar sehari dengan tema ‘Sistem Pengupahan Berdasarkan Produktivitas’. Dirjen Binalattas Depnakertrans Masri Hasjiar tampil sebagai keynote spekaer dalam acara seminar yang di moderatori oleh DR. Riant Nugroho ini. Selain itu, hadir juga 4 pembicara, yaitu mantan Dirjen Binawas Depnakertrans Prof. DR. Payaman Simanjuntak, APU, Direktur Pengupahan Ditjen PHI Depnakertrans Sihar Lumban Gaol SH, Tim Konsultan/Pakar Produktivitas Ir. Yudistria, MT, serta Senior Manager Trakindo Totok Soeprianto SH. Pada dasarnya, sistem pengupahan berdasarkan produktivitas terdiri dari dua kelompok komponen upah yaitu komponen upah tetap dan komponen upah variabel. Komponen upah tetap diberikan kepada seluruh pekerja tanpa terkait dengan produktivitas. Sedangkan komponen upah variabel diberikan sesuai dengan pertumbuhan produktivitas perusahaan dan tigkat kontribusi produktivitas serta kinerja individu setiap pekerja. Adapun maksud dari penyelenggaraan seminar tersebut adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dibidang pengupahan yang didasarkan dengan produktivitas dan teknik penyelesaian hubungan industrial.
6
HC Magazine/064/July2009
Permata Bank Tingkatkan Modal USD 100 Juta Jakarta, 16 Juni 2009 PT Bank Permata Tbk. (PermataBank) hari ini mengumumkan penyelesaian emisi Medium Term Notes Subordinasi berjangka waktu 12 tahun sebesar USD 100 juta yang bertujuan untuk membiayai pertumbuhan bisnis di masa depan dan memperkuat struktur permodalan. Astra Internasional dan Standard Chartered Bank sebagai pemegang saham mayoritas bertindak sebagai pembeli principal. Melalui aksi korporasi ini, tingkat permodalan PermataBank meningkat terhadap jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan meningkatkan pula Rasio Kecukupan Modal (CAR), jauh melampaui ketentuan minimum Bank Indonesia sebesar 8 persen. Direktur Utama PermataBank Stewart D. Hall mengatakan, penerbitan Medium Term Notes Subordinasi ini menunjukkan kuatnya dukungan dari kedua pemegang saham utama PermataBank, yaitu Astra Internasional dan Standard Chartered Bank kepada PermataBank dan merupakan strategi jangka panjang.
BUMN Executive Breakfast Meeting Jakarta, 17 Juni 2009
Acara breakfast meeting bulanan BUMN Executive Club kali ini digelar di Ballroom Ritz Carlton Hotel. Yang berperan sebagai tuan rumahnya adalah PT Bank Ekspor Indonesia (Persero) atau BEI yang tengah bertransformasi menjadi Indonesian Eximbank. BEI merupakan sebuah embrio lembaga keuangan yang berdaulat (sovereign), dengan nama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). LPEI adalah institusi keuangan khusus yang memiliki ruang lingkup melayani eksportir dengan beberapa fasilitas, yaitu pembiayaan, penjaminan, jasa konsultasi dan asuransi. Bila diperlukan, LPEI juga bisa memberikan pembiayaan kepada pembeli di luar negeri dalam bentuk Buyer’s Credit. Dalam kesempatan tersebut, Kementerian Negara BUMN menyampaikan laporan total aset BUMN per Desember 2008 mencapai Rp. 1.845 triliun. Pada 2008, berdasarkan laporan prognosa, total pendapatan BUMN menembus angka Rp. 1.090 triliun dengan laba bersih sejumlah Rp. 75,4 triliun. Pendapatan serta laba bersih 2008 mencatat kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada 2007, total pendapatan tahunan BUMN sekitar Rp. 1.016 triliun dan laba bersih senilai Rp. 70,6 triliun. Sedangkan untuk RKAP 2009, aset sebesar Rp. 2.040 triliun. Dengan jumlah Capex Rp. 152 triliun dan Opex Rp. 836 triliun. Kementerian juga mengumumkan 10 BUMN dengan laba terbesar 2009 serta 10 BUMN dengan rugi terbesar 2009. Daftar 10 BUMN dengan laba terbesar 2009, Pertamina, Telekomunikasi Indonesia (Telkom), BRI, Bank Mandiri, Semen Gresik, Pupuk Sriwidjaja, Bukit Asam, Antam, PT Timah dan BNI. Sedangkan 10 BUMN dengan rugi terbesar 2009 adalah, PLN, Merpati, Kertas Kraft Aceh, Djakarta Lloyd, PTPN XIV, PT DI, Industri Gelas, Industri Sandang Nusantara, PT Posindo serta PT PAL Indonesia.
7
HC Magazine/064/July2009
PAPARAN
Menakar SDM Telko di Negeri Sendiri Dalam satu dasarwarsa terakhir, industri telekomunikasi mencatat pertumbuhan bisnis mengagumkan. Baik dari sisi jumlah pelanggan, coverage area, bisnis turunan, nilai kapitalisasi pasar, teknologi yang berkembang hingga dinamika sumber daya manusia (SDM) yang menggerakkannya. Diyakini, SDM lokal berperan besar dalam perjalanan panjang industri ini, di negeri sendiri. Rudi Kuswanto
I
ndustri telekomunikasi (telko) di Indonesia yang didrive oleh perusahaan penyedia layanan komunikasi atau operator selular baik GSM dan CDMA, merupakan industri yang tetap moncer dalam kondisi apapun, termasuk krisis global. Kehadirannya yang belum genap dua dasawarsa membuktikan sebagai the rising star industry. Industri ini menjadi lebih menarik karena SDM yang berperan di dalamnya mayoritas adalah putra bangsa. Berbicara mengenai industri telko, berarti bicara tentang data. Tahun lalu, lansiran berita dari sumber Kadin dan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia) memperkirakan nilai bisnis di industri telko sekitar Rp 60-70 triliun. Telko juga masih memegang predikat sektor dengan belanja iklan paling besar di 2008 sebesar Rp 4,3 triliun atau mengalami kenaikan 58% dari tahun sebelumya, Rp 2,77 triliun. Untuk tahun ini, baik Kadin dan ATSI belum mengeluarkan data update, tapi diyakini deviasinya tidak terlalu jauh. Nilai kapitalisasi bisnis yang besar saat ini berasal dari pelanggan selular yang diprediksi berjumlah sekitar 100 juta lebih, 86% dari GSM dan 14% dari CDMA. Ada versi lain yang mengatakan bahwa jumlah pelanggan riil masih di bawah perkiraan karena alasan kepemilikan ganda. Kabar gembiranya, ini adalah pasar yang masih terbuka lebar mengingat jumlah penduduk Indonesia sudah di atas 200 juta jiwa. Pertumbuhan jumlah pelanggan selular ini menurut Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Director ICT Strategy and Policy Expert, INSTEPS Dynamic Development, terbilang signifikan.
8
HC Magazine/064/July2009
”Sepuluh tahun lalu jumlah pengguna telekomunikasi tidak lebih dari 1% populasi. Bandingkan dengan kondisi sekarang, statistik akhir April 2009 sudah mendekati 90 juta pengguna,” ungkapnya. Mas Wig menggambarkan, coverage atau wilayah jangkauan yang dulu hanya di kota-kota besar di pulau Jawa dan beberapa kota besar di luar Jawa, sekarang sudah melebar hingga ke hampir semua kecamatan di pulau Jawa. Di pulau-pulau luar Jawa pun demikian, wilayah yang terlayani jaringan telekomunikasi semakin luas tiap harinya. Heru Sutadi, salah satu anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sepakat bahwa perjalanan industri telko saat ini berkembang sangat pesat. Dalam versi lain Heru meyakini pelanggan selular Indonesia sudah menembus angka 160 juta. ”Coba bandingkan dengan 2002 yang baru 8 jutaan pelanggan,” katanya. Hal lain yang menurut Heru menjadi bukti perkembangan industri telko adalah makin banyaknya aplikasi teknologi yang diadopsi, seperti 3G, BlackBerry, IPhone dan ke depan sudah menunggu WiMax. Mas Wig mengakui, jika mengukur teledensitas berdasarkan pengertian ITU dari persentase sambungan telepon tetap per 100 penduduk, Indonesia masih tergolong rendah. “Mungkin sekitar 4%. Artinya untuk 100 penduduk hanya tersedia 4 sambungan telepon tetap. Angka ini masih di bawah Malaysia, Philipine, Singapura, dan Thailand,” katanya. Namun demikian, jika ditambah telepon nirkabel (wireless) baik untuk layanan bergerak (mobile) maupun telepon tetap
PAPARAN nirkabel (Fixed Wireless Access), imbuh salah satu penggiat Mastel (Masyarakat Telekomunikasi) ini, nominal pengguna telepon di Indonesia sudah melebih penduduk hampir semua negara angota ASEAN. Saat ini operator yang beroperasi melibatkan 12 perusahaan. Di antaranya, PT Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo Pratama, Bakrie Telecom, Smart Telecom, Natrindo Telepon Seluler, Sampoerna TI, Hutchison CP Telecommunicatios, Mobile-8, Pasifik Satelit Nusantara, dan Batam Bintan Telekomunikasi. Heru menilai, dengan persaingan yang
ketat dan melibatkan modal besar, secara alamiah akan terjadi konsolidasi antar operator dan kemungkinan jumlahnya akan menyusut. ”Bukannya tidak bisa bagi operator baru, tapi karena masuknya di pasar juga berbeda maka waktu untuk mengejar ketertinggalan mereka menjadi tidak mudah,” katanya. Mas Wig berpendapat lain. Menurutnya, jumlah operator telekomunikasi yang mencapai 12 perusahaan kemungkinan akan bertambah lagi. Ia beralasan, pertama, dengan luas geografi dan penduduk lebih dari 200 juta yang tersebar di Nusantara dipandang sebagai pasar telekomunikasi yang tidak cukup hanya dilayani oleh 1 atau 2 operator. Kedua, kondisi tersebut mendorong investor untuk menanamkan modal membangun jaringan dan layanan telekomunikasi. Ketiga, pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan dan regulasi, belum memiliki kebijakan
atau setidaknya memutuskan berapa jumlah ideal operator telekomunikasi yang layak bagi Indonesia. Ketiadaan kebijakan ini, lanjut Mas Wig, dapat dipahami mengingat tiadanya model ideal bagi suatu negara. Kondisi bagus di suatu negara, belum tentu bagus diterapkan di negara lain. ”Dan, alasan keempat, tidak mudah bagi pemerintah untuk mencabut izin-izin yang sudah diterbitkan walapun pemegang izin tidak mampu memenuhi komitmen yang tertuang dalam dokumen perizinan. Kondisi seperti ini menjadikan operator yang tidak mampu mengembangkan wilayah jaringan dan layanan tetap saja eksis,”
tuturnya mengomentari. Sementara itu, bicara soal SDM di telko, baik Heru maupun Mas Wig melihat kualitas SDM Indonesia tidak kalah dengan expatriat. Kualitas SDM Indonesia, seperti engineer telekomunikasi kini sudah banyak yang memenuhi kualifikasi internasional. Adanya expatriat di telko nasional biasanya hanya di level eksekutif. Untuk urusan teknis, hampir semua sudah bisa dikerjakan sendiri oleh SDM lokal. Namun, Mas Wig mengakui, ketersediaan SDM tidak sepenuhnya tersedia di pasar karena banyak kekosongan jabatan akibat ditinggal pensiun, atau karena adanya teknologi baru yang membutuhkan orang-orang baru. Tak heran kondisi inilah yang memicu adanya bajak-membajak SDM di telko. “Biasanya marak ketika ada operator baru yang akan mulai beroperasi, tapi sesudah itu keadaan tenang kembali. Pertimbangan lain
lebih karena waktu proses dan kalau harus mendidik fresh graduate dulu, kebutuhan teknis dalam waktu singkat tidak terpenuhi,” ujar Mas Wig. Fenomena bajak-membajak dalam pandangan Heru terjadi karena persaingan ketat, dan industri merasa perlu SDM siap pakai dan terlatih. ”Memang tidak bisa disalahkan. Namun, hendaknya ada keseimbangan untuk menciptakan SDM baru yang dapat menjadi ekspert di kemudian hari karena kebutuhan SDM telko ke depan juga terus meningkat,” imbuhnya. Hal ini yang menurut Heru perlu diluruskan. ”Artinya kalau bajak-
membajak masih diteruskan, ke depan tidak akan ada penyerapan tenaga kerja baru. Perguruan tinggi kita kan tidak mendidik sarjana siap pakai, dan itu menjadi tugas industri. Di masa mendatang, setidaknya ada keseimbangan antara SDM yang sudah ekspert dengan SDM yang fresh,” tuturnya lagi. Heru yang pernah berkarier di beberapa negara sebagai tenaga expert seperti di Jerman, Arab Saudi serta Amerika Serikat mengingatkan, perlu dicari solusi agar kebutuhan SDM di masingmasing perusahaan dapat terpenuhi. ”Mereka sudah mendidik SDM dari nol menjadi ahli. Jangan sampai ketika sudah ahli pindah ke perusahaan lain yang menawarkan pendapatan dan fasilitas yang lebih besar dari perusahaan sebelumnya,” ujarnya. n
9
HC Magazine/064/July2009
PAPARAN
Peran SDM Kunci di Perusahaan Telko Kehadiran sumber daya manusia (SDM) lokal di posisi kunci ikut mewarnai sepak-terjang industri telekomunikasi di Tanah Air. Seberapa besar peran yang mereka mainkan? Firdanianty
Sumber: jcc.co.id
S
Foto: Antusiasme masyarakat di ajang Indonesia Cellular Show (ICS) 2009
10
HC Magazine/064/July2009
elama beberapa tahun terakhir kompetisi di industri telekomunikasi (telko) – khususnya telepon seluler – makin sengit saja. Persaingan bahkan telah mengarah ke perang tarif yang jor-joran. Masingmasing operator berlomba-lomba menawarkan tarif dengan harga rendah. Namun demikian, kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Group Head Human Capital Management PT Indosat Tbk., Gandung A. Murdani, memprediksi, persaingan di industri telko berangsurangsur menuju pada pengembangan layanan yang inovatif dan berbasis value preposition. “Pada saat layanan menjadi komoditas, diperlukan upaya untuk memahami dan meningkatkan bisnis agar mempunyai nilai tambah. Untuk itu, diperlukan suatu inovasi,” ungkap Gandung. Di era seperti ini, Gandung berpendapat, posisi kunci terletak pada SDM yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang kuat dan memahami arah bisnis
PAPARAN telekomunikasi ke depan. “Jadi, tidak semata urusan teknikal diserahkan ke anak buahnya. Dalam bisnis yang berbasis teknologi, pemimpin harus mengerti benar teknologi yang akan berkembang, selain memikirkan bisnisnya,” ujar Gandung.
Sementara itu, posisi competitive adalah beberapa posisi di perusahaan yang memberikan keunggulan kom petitif (competitive advantage) dan keunggulan pembeda (comparative advantage) bagi perusahaan di tengahtengah persaingan yang semakin
perusahaan yang lebih baik. Juga, membangun kolaborasi dengan unit-unit lain sehingga hasilnya bisa maksimal,” tuturnya menjelaskan.
Selain itu, ia melanjutkan, fungsi dan peran posisi kunci yang menetapkan arah strategis dalam pengembangan produk, diinterpretasikan oleh tim teknis yang meliputi teknologi informasi (TI) dan network, yang dikemas sedemikian rupa oleh tim marketing untuk dikomunikasikan ke pelanggan dan calon pelanggan. “Mereka selalu menciptakan layanan-layanan inovatif berbasis teknologi melalui fungsi product development,” katanya.
ketat. “Di antara posisi kunci tersebut antara lain adalah posisi di network, TI, marketing, serta product development,” ujar Gandung menyebutkan. Setidaknya ada tiga kriteria pokok yang menurut Gandung harus dimiliki untuk mengisi posisi competitive ini, yaitu innovative, competent, dan fast learner. Bisa dikatakan, SDM di posisi kunci sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
peran karyawan secara keseluruhan di perusahaan telko. Pertama, fungsi operasional yang meliputi orang-orang di departemen marketing, networking services, dan commercial atau sales. Kedua, fungsi pendukung, di antaranya departemen keuangan, HR, dan corporate strategy. Joris mengakui, sulit membedakan fungsi yang paling penting di sebuah perusahaan telko karena semua karyawan di departemen tersebut saling terkait satu sama lain.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, Gandung menjelaskan, posisi kunci di Indosat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni: posisi leadership dan posisi competitive. Yang dimaksud posisi leadership adalah posisi se bagai pemimpin perusahaan yang tergambar dalam struktur organisasi perusahaan mulai dari level menengah sampai puncak. “Untuk posisi ini, yang dibutuhkan adalah kemampuan leadership dan managerial yang sangat kuat,” tuturnya.
Apakah itu berarti mereka pantas menerima kompensasi dan benefit (komben) yang lebih tinggi dari karyawan yang tidak berada di posisi kunci? Menjawab pertanyaan ini, Gandung menjelaskan bahwa Indosat menganut sistem kompensasi berdasarkan 3-P, yaitu person (pangkat karyawan), position (jabatan yang diemban), dan performance (kinerja/ merit). Namun, ditegaskan Gandung, komben yang berlipat ganda akan ditentukan berdasarkan prinsip 2-P, position dan performance.
Mengenai SDM di posisi leadership, Gandung menyebutkan kriteria yang dipersyaratkan adalah, kemampuan berpikir strategis dan visioner terhadap bisnis yang dijalankan perusahaan. Sementara untuk kemampuan mana gerial, kriterianya adalah memiliki kemampuan menerjemahkan dan merancang serta mengeksekusi visi perusahaan menjadi program kerja dengan melibatkan seluruh resources di unit kerja guna mencapai tujuan perusahaan.
Di operator GSM lain, Director of Corporate Services PT Excelcomindo Pratama (XL) Joris de Fretes me ngatakan, arti SDM kunci di industri telko tidak jauh berbeda dengan di industri lain. SDM kunci disebutkan sebagai orang-orang yang memiliki sense of business (rasa berbisnis). Mereka yang memiliki orientasi ke arah bisnis menurut Joris adalah para pemimpin di perusahaan, setingkat manajer sampai direktur. “Mereka berperan menghasilkan pendapatan
Joris mengungkapkan, ada dua macam fungsi untuk membedakan
Namun, ia mengakui, orang-orang di fungsi operasional lebih berorientasi kepada bisnis. Misalnya, karyawan di bagian marketing. “Tugasnya untuk mendapatkan pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada,” ujarnya mencontohkan. Sementara itu, HR berperan dalam mengembangkan sistem yang dapat mendukung kinerja tim-tim lain agar menjadi lebih baik. Termasuk menciptakan program pelatihan dan pengembangan yang dapat mempertajam kompetensi bisnis mereka. “Maka, pelatihannya pun diarahkan ke pengembangan bisnis,” katanya. Joris mengungkapkan, untuk mencari orang-orang kunci dari luar, ia tidak perlu memberi tawaran gaji yang terlalu tinggi. Akan tetapi, ia berani mengatakan bahwa perusahaan menawarkan lingkungan kerja yang nyaman untuk para karyawan. “Dari sisi gaji kami sudah cukup kompetitif. Maka, yang kami tawarkan adalah XL
11
HC Magazine/064/July2009
PAPARAN sebagai tempat kerja yang nyaman untuk berkreasi dan berprestasi,” ujar Joris meyakinkan. Selain itu, ia menambahkan, hubungan kerja di lingkungan XL dibuat tidak birokratis sehingga karyawan tidak memiliki batasan dalam hubungan atasan dan bawahan.
untuk meng-upgrade kemampuannya. Program pelatihan ini sudah berjalan sejak tahun 2000. Berbagai program pelatihan tersebut diharapkan Joris dapat mempertahankan karyawan kunci di XL sehingga mereka tidak tergiur dengan tawaran dari perusahaan pesaing.
Senada dengan Joris, Gandung pun mengatakan, pihaknya memprio ritaskan pemberian pelatihan dan pengembangan bagi posisi kunci. ”Istilahnya focus on 3, yang meliputi program commerce, technical, dan
Joris mengakui, mencari SDM kunci di industri telko tidak bisa dikatakan mudah. Hal ini tak lepas dari terbatasnya jumlah SDM telko di pasar. “Ketersediaan SDM telko nggak sebanyak di industri lain, misalnya
Contoh lain adalah sales. “Orang sales menjadi tim khusus karena tidak semua sales di industri lain bisa masuk ke industri telko. Jadi, belum tentu sales dari industri retail bisa masuk ke telko. Sehingga, posisi sales di industri ini juga sulit dicari. Di luar itu, posisi value added services (VAS), yang mengurusi soal ring back tone (RBT), SDM-nya juga tidak banyak. ”Ini termasuk orang yang kami cari. Karena VAS juga memberikan revenue yang tidak sedikit ke perusahaan,” papar Triharry. Ia
juga
mengungkapkan,
saat
ini
“Ketersediaan SDM telko nggak sebanyak di industri lain, misalnya SDM di consumer goods.” leadership. Fokus ini artinya berbagai training yang terkait dengan peran posisi kunci kami lakukan dengan penuh komitmen, walaupun kami sadari biayanya cukup tinggi serta harus dilakukan di luar negeri (overseas training),” ujarnya mengungkapkan. Sementara untuk fungsi di luar focus on 3, perusahaan melakukan training secara internal (inhouse training) dengan trainer-trainer yang berasal dari karyawan Indosat. Gandung menambahkan, perusahaan kini aktif mengembangkan program knowledge management melalui berbagai inisiatif, antara lain mem bangun sistem e-learning, komunitas sharing melalui knowledge cafe, forum fungsi (HR Forum dan Legal Forum), serta membangun portal myknowledge. “Program ini untuk memberi kemudahan bagi karyawan menjadi pembelajar yang baik. Dan, knowledge sharing menjadi lebih mudah dan terdokumentasi dengan baik, sehingga mampu disebarluaskan secara optimal kepada karyawan,” tuturnya memastikan. Sementara itu, Joris menuturkan, para pemimpin di posisi kunci kerap diberi porsi pelatihan yang lebih banyak dibandingkan karyawan lain. “Karena mereka memimpin di unit bisnis,” katanya memberi alasan. Selain itu, perusahaan juga memberi pelatihan teknis bagi karyawan kunci
12
HC Magazine/064/July2009
SDM di consumer goods,” katanya. Sebagai contoh, Joris mengungkapkan, saat ini sangat susah mencari orang yang memiliki kemampuan atau ahli di bidang sistem billing untuk perusahaan telekomunikasi. Ini merupakan sistem pencatat dan pemonitor transaksi telepon. Bahkan, menurut Joris, kelangkaan SDM yang satu ini juga terjadi di luar negeri. Bagaimana SDM kunci di perusahaan seluler CDMA? Tak berbeda jauh dengan yang disampaikan Gandung, Triharry D. Oetji, EVP HR & GA Bakrie Telecom (BTEL), mengungkapkan, posisi kunci di perusahaannya terdiri dari dua kategori. Pertama, posisi leadership mulai level general manager ke atas. ”Jabatan kunci yang sifatnya vertikal ini harus kita penuhi terlebih dahulu. Kalau bisa jangan sampai ada yang kosong karena nanti tidak seimbang,” tuturnya. Dan kedua, posisi kunci yang me ngarah ke kompetensi, skill, dan keahlian khusus. Terutama keahlian khusus yang jarang dimiliki di industri ini. ”Misalnya, di bagian network ada posisi bernama Radio Frequency (RF) engineer. Ini bukan leadership position, tapi keahliannya sangat diperlukan di dunia telekomunikasi. Saat ini RF menjadi salah satu posisi kunci yang tidak banyak dimiliki di dunia telekomunikasi,” ungkapnya.
pihaknya fokus menjaga para SDM kunci bertahan di perusahaannya. Komben yang menggiurkan, tentu menjadi salah satu daya tarik bagi seseorang. ”Saya pikir komben disesuaikan dengan peran dan tanggung jawab yang diberikan. Semakin besar tanggung jawabnya, kombennya akan mengikuti. Apakah besar atau tidak, itu relatif. Misalnya, saya bayar karyawan Rp 2 juta, saya bilang itu besar, tapi di tempat lain ia dibayar Rp 4 juta. Kami tahu posisi kami di mana. Tinggal kita lihat karyawan tersebut masuk ke level apa, lalu disesuaikan saja,” tuturnya. Ia menilai, orang pindah kerja bukan semata-mata karena gaji yang lebih besar. Bisa juga karena tantangannya lebih menarik. Misalnya, di Esia perkembangannya begitu pesat. Ini merupakan suatu tantangan tersendiri. ”Adrenalin seseorang bisa terpacu dan ingin membuktikan,” ujarnya. Dengan tantangan yang lebih besar, wajar jika gajinya juga lebih besar dari tempat sebelumnya. Sementara itu, Chief of Human Resource Officer PT Smart Telecom, Marco Sumampouw, mengungkapkan, dua posisi kunci yang saat ini banyak dicari perusahaan telko adalah SDM di bagian teknologi dan komersil. Bagian teknologi menyangkut network dan TI. ”Sering kali posisi di bagian teknologi sangat spesifik dan skill-nya juga langka di Indonesia. Misalnya, di network ada yang namanya
PAPARAN Radio Frequency Planning yang sangat dibutuhkan di industri ini,” tuturnya persis seperti yang dikatakan Triharry. Terlebih, industri telko kini berkembang tidak hanya meliputi voice dan sms, tapi juga mencakup data. ”Posisi internet protocol specialist dan transmisi juga sangat jarang. Jadi, posisi kunci yang kami perhatikan adalah bidang teknikal. Ujung-ujungnya, sebelum kami bisa menjual sesuatu, kami harus pastikan dulu bahwa network kami bagus,” tuturnya. ”Kami bertanggung jawab dengan memastikan bahwa kami punya SDM yang kompeten di bagian network,” tambahnya. Sedangkan yang dimaksud Sumampouw dengan bagian komersil adalah posisi sales dan marketing. Diakuinya, permintaan SDM di posisi kunci melampaui suplai di pasar. Karena itu terjadi aksi bajakmembajak talent (talent war) di industri ini. Akibatnya, saat ini sistem penggajian (remunerasi) di industri telko merupakan salah satu yang tertinggi. Bahkan, Sumampouw mengaku, pihaknya mencari SDM kunci hingga ke India dan Philipina. ”Untuk posisi tertentu, di Indonesiapun harganya sudah cukup mahal. Secara benchmarking yang sangat jarang adalah posisi radio frequency, internet protocol (IP), dan master planning,” ujarnya.
Sebagaimana di perusahaan telko lainnya, Smart juga melatih SDM di posisi kunci untuk memiliki kemampuan leadership. ”Kami punya training academy, yaitu training profile yang bisa diikuti oleh berbagai disiplin di industri telko. Kami menyebut training academy ini sebagai salah satu college, yaitu management development,” katanya. Sebagaimana yang ditawarkan Joris di XL, Sumampouw pun memandang lingkungan kerja yang friendly akan membuat karyawan merasa senang bekerja dan saling mendukung satu sama lain. ”Industri telko tantangannya luar biasa. Kalau kita bersatu dan saling mendukung, maka timnya akan solid dan kita bisa menjawab tantangan dengan baik. Slogan Smart Telecom adalah ’Together We Achieve’. Ini kami tekankan dalam semua aspek,” tutur Sumampouw. Mengenai proses rekrutmen, Gandung mengungkapkan, di Indosat pihaknya melakukan dengan dua cara, yaitu internal dan eksternal. Ia menjelaskan, untuk posisi leadership, perusahaan memberlakukan program talent management untuk mengelola karyawan di dalam talent pool sehingga pada waktunya nanti mampu dan
“Tentu saja, sebagai perusahaan yang telah menjadi bagian dari induk perusahaan Qtel Group, maka untuk posisi tertentu kami mendapatkan source dari internal Qtel Group,” katanya menerangkan. Hal ini menjadi bagian dari pembinaan leadership di internal Group, di mana karyawan Indosat juga berkesempatan untuk ditempatkan dan menimba ilmu serta pengalaman memimpin di perusahaan lain dalam lingkup Qtel Group. Sedangkan untuk posisi competitive, dikatakan Gandung, sesuai nature pekerjaannya yang lebih banyak berfokus pada aspek teknis, maka proses rekrutmennya lebih diutamakan dari SDM internal. “Kami percaya bahwa untuk posisi ini dibutuhkan karyawan yang familier dengan sistem yang dibangun oleh Indosat sejak lama,” katanya memberi alasan. Untuk itu, beberapa effort tambahan dilakukan untuk menjamin bahwa Indosat tidak pernah kekurangan sumber yang akan mengisi posisi ini. n Liputan: Anung Prabowo dan Rina Suci Handayani
Identifikasi Talent dan Pengembangan SDM di Perusahaan Telko
Yang dimaksud master planning adalah, SDM yang berperan membangun blue print network architechture. ”Misalnya, kita mau menjual sekian juta pelanggan, bagaimana mendesain networknya?,” ujar Sumampouw menjelaskan. Sementara ini yang mengisi posisi tersebut di Smart kebanyakan adalah laki-laki dan berasal dari Indonesia. Di luar itu, ”Kami punya lebih dari 20 ekspatriat yang mengisi beberapa posisi teknikal. Mereka berasal dari Philipina dan India,” katanya. Tentu saja ada perbedaaan salary antara SDM lokal dan ekspat. “Kalau kita belajar human resources management, penggajian ekspat memiliki rumusan yang berbeda karena memakai balance sheet approach atau platform dari negara asalnya. Kalau mereka dari Jerman atau Berlin, kita harus memberikan standard living yang sama dengan di sana, ditambah insentif untuk pindah ke Indonesia. Tentu, inilah yang membuat gaji para ekspat lebih tinggi dari SDM lokal.
siap menggantikan tongkat estafet kepemimpinan di perusahaan secara berjenjang.
Bakrie Telecom (Triharry D. Oetji, EVP HR & GA): • Identifikasi dilakukan melalui proses mapping dan assesment. Dengan performance dan kompetensi yang bagus, seseorang akan tampil sebagai talent. Orang yang punya performa bagus diperhatikan secara intens, demikian pula lainnya. • Proses mapping dimulai dengan memetakan potensi dan area for development. Proses assessment untuk mengetahui potensi seseorang – baik potensinya saat ini maupun nanti. Kalau bisa berkembang kira-kira akan berkembang sampai di mana. Jadi, setiap orang punya area development plan yang berbedabeda. •
Suksesi berangkat dari talent management. Kami sudah punya sistem yang membuat seorang atasan bisa melihat anak buahnya yang punya performa dan kompetensi bagus. Orang ini akan dipersiapkan. Dalam waktu 3 tahun akan diberi pelatihan dan pengembangan. Setiap atasan paling tidak memberikan minimal dua calon suksesor. Sehingga, ketika dia naik jabatan atau mungkin keluar, sudah ada penggantinya.
13
HC Magazine/064/July2009
PAPARAN PT Excelcomindo Pratama Tbk. (Joris de Fretes, Director of Corporate Services) • Proses identifikasi talent lebih mudah dan cepat melalui program assessment, namun untuk mengembangkan karyawan menjadi talent butuh waktu yang tidak sebentar. Jadi tidak hanya melalui program HR saja. Para pemimpin di XL juga bertanggung jawab untuk membina bawahannya. • Untuk meningkatkan kreativitas karyawan, XL kerap melakukan sayembara kepada karyawan untuk memberikan nama kepada suatu produk baru. Misalnya, produk kartu perdana XL yang diberi nama Bebas dan Jempol, berasal dari usulan karyawan. Dan, ide karyawan yang diterima akan mendapat penghargaan (reward). Nama gedung Graha XL ternyata juga hasil dari sayembara karyawan. Tujuan diadakannya sayembara adalah, agar karyawan merasa dilibatkan. •
Kami membangun kreativitas karyawan dengan membuat berbagai kegiatan. Misalnya, karyawan diberikan kesempatan untuk menjual kartu perdana. Dan, siapa yang mendapat penjualan terbesar akan memperoleh reward. Bahkan, ada seorang karyawan yang bukan dari departemen marketing atau sales mampu menjual kartu perdana XL sebanyak 200 unit kepada kelompok arisannya. Program ini sekarang dijalankan secara nasional.
PT Indosat Tbk. (Gandung A. Murdani, Group Head Human Capital Management) •
Bukan rahasia umum bahwa SDM Indosat adalah salah satu “favorit” bagi sumber pengisian karyawan kunci di perusahaan kompetitor. Hal ini wajar mengingat Indosat merupakan perusahaan yang sudah hadir lebih dulu. Perusahaan baru maupun kompetitor akan berusaha sekuat tenaga mengambil karyawan Indosat yang sudah “jadi” sehingga mereka tidak memerlukan waktu dan biaya untuk menciptakan SDM yang diperlukan. Salah satu iming-imingnya adalah menawarkan paket kompensasi yang selangit.
•
Sejak 2008 kami mengembangkan sistem karier untuk ekspertise, sehingga karyawan memiliki peluang untuk berkarier serta berkontribusi lebih bagi perusahaan.
•
Kami membangun program talent management dan merancang perencanaan suksesi. Talent management salah satu tujuannya adalah memastikan proses suksesi pimpinan di berbagai jenjang berjalan mulus, yang ditandai dengan kesiapan dari penggantinya, baik dari segi kompetensi maupun kematangan leadership. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pipeline leadership training, serta apprenticeship leadership melalui program magang, baik di unit kerja maupun di anak perusahaan Indosat Group.
PT Smart Telecom (Marco Sumampouw, Chief of Human Resource Officer) • Setiap ekspat kami minta untuk transfer teknologi atau knowledge ke SDM lokal. Kami punya suksesi plan untuk ekspat dengan tujuan agar tenaga Indonesia yang kami persiapkan mampu menggantikan mereka suatu hari nanti. Dalam training-training terutama on the job training, kami mengharapkan para anak buah dari karyawan ekspatriat belajar dari atasannya. • Smart melatih, terutama para key people untuk mempunyai leadership skill ketika mereka mencapai posisi manajerial. Orang teknikal biasanya sangat hebat secara teknis, tapi aspek manejerialnya harus lebih diperhatikan. Kami punya training academy, yaitu ada training profile yang bisa diikuti oleh berbagai disiplin yang ada di dunia telko. Kami menyebut training academy ini sebagai salah satu college, yaitu Management Development. • •
Telco enggineer dari Indonesia ini banyak yang bekerja di negara-negara asing termasuk di Timur Tengah, Eropa, dan negara lain. Jadi kita bersaing tidak hanya di domestik market tapi juga internasional market.
(Anung Prabowo dan Rina Suci Handayani)
14
HC Magazine/064/July2009
PROFIL PAPARAN PT Excelcomindo Pratama Tbk.: Sukses Membidik Generasi Muda
Manager-Marketing Segment Youngster XL ikut memberi warna tersendiri. Wili, begitu ia biasa disapa, menyebut perannya ini lebih karena fokus untuk membidik pasar anak muda (tingkat usia 13-24 tahun). Ia melansir pelanggan XL dari kalangan muda memberi kontribusi sekitar 20% total pelanggan nasional. Bahkan, XL menargetkan 30% pelanggan dari anak muda atau sekitar enam juta orang dari target sebelumnya 20 juta pelanggan di akhir 2008. Diakui Wili, XL sedang gencar merebut hati kalangan anak muda. Misalnya, sejak 2007 XL melakukan berbagai kegiatan promosi ke berbagai sekolah. “Mereka itu sangat unik, meski mereka cepat bosan dan sering gonta-ganti nomor handphone, mereka tetap memiliki keterikatan sesama teman-temannya. Jadi kalau teman-temannya nggak pakai, dia juga nggak mau pakai,” ujarnya sambil menyebut market share segmen anak muda ini lumayan besar. Untuk itu, kata Wili, dibutuhkan kreativitas untuk menggandeng kaum muda ini. Salah satunya, XL membuat wadah agar mereka bisa memiliki identitas kelompok. “Anak muda itu memang sukanya bergerombol, apa yang dibilang temannya suka diturutin. Nah, ikatan antar teman ini yang kami lihat sebagai peluang,” cerita Wili ihwal terbentuknya XLent Heroes Community. Melalui XLent Heroes Community, diharapkan dapat mendorong kreativitas anak muda di Indonesia agar nantinya lahir suatu prestasi. Berbagai kegiatan yang digelar juga bersifat positif, ada hiburan sekaligus edukasi. “Kami juga memberikan tips-tips bagaimana lolos UPMTN, melaksanakan seminar entrepreneurship, nonton bareng, bazaar distro, bahkan nanti akan ada buka puasa dengan anak yatim,” tutur alumnus STIE Perbanas Surabaya ini.
PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL)
sedang berbunga-bunga karena baru saja mendapat kado istimewa. Minggu, 21 Juni 2009 silam, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan dua sertifikat sekaligus. Pertama, atas pemecahan rekor sebagai “Kompetisi SMS dengan kecepatan dan akurasi tertepat dengan peserta mendaftar terbanyak dengan jumlah: 10.354 peserta” di ajang SMS Heroes 2009. Kedua, rekor menulis SMS (sort message service) tercepat 160 karakter berhasil dipecahkan oleh Andini Novianti, SMKN 4 Bandung, dengan catatan waktu 37 detik, lebih cepat dari rekor lama dalam lomba yang diselenggarakan operator lain. Rekor dobel MURI ini melengkapi rekor yang pernah disabet XL sebelumnya, pemasangan stiker terbesar (stiker bergambar Spiderman di Grha XL) pada 2007 dan pembuatan replika menara telekomunikasi dari kartu perdana pada 2008. Kesuksesan XL ini tentu tidak datang tiba-tiba. Paling tidak, keterlibatan tangan dingin Mariana Wilianti, Senior
Kegiatan lain berbentuk support juga dilakukan di masingmasing base camp XLent Heroes Community. Saat ini sudah ada 8 base camp, yang meliputi kota Jakarta, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Semarang, Bandung, Medan, dan Palembang. Setiap dua minggu sekali, imbuh Wili, pasti ada event yang lumayan besar di masing-masing base camp. Seperti yang belum lama ini dilakukan melalui acara nonton bareng film nasional persembahan XL yang berjudul “Queen Bee”. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan di komunitas ini mencakup minat dan hobi para kaum muda. Ada enam kegiatan yang kini menjadi unggulan, antara lain music, movie, sport, games, fashion, dan kuliner. “Beragam kegiatan ini merupakan apresiasi XL untuk kalangan pelajar yang telah memakai layanan kami. Tidak hanya itu, kami juga menyediakan website khusus jagoanmuda.com agar para anggota komunitas tetap bisa berinteraksi,” ungkap Wili. Support lainnya, lanjut Wili, pihaknya sudah bekerja sama dengan 8 radio di masing-masing base camp, melengkapi kegiatan-kegiatan yang digelar secara off air dan on air. Wili menyebut program yang sudah dirancang tersebut tidak hanya untuk mempertahankan pelanggan, tapi juga memperluas jaringan. “Kami melihat segmen anak muda ini sebagai investasi,” katanya menandaskan. n (Anung Prabowo)
15
HC Magazine/064/July2009
PROFIL PAPARAN Kepeloporan Indosat dalam memberikan layanan BlackBerry di Indonesia melalui berbagai inovasi, disertai layanan nilai tambah dan purna jual secara konsisten, mengantarkan operator terbesar kedua ini menyabet The Best BlackBerry Service di ajang Indonesia Cellular Award (ICA) 2009. Kini, Indosat memiliki 110 ribu pelanggan BlackBerry.
Foto: Guntur S. Siboro, Chief Marketing Officer Indosat (kiri), Fuad Fachroeddin, GH Integrated Marketing Indosat (tengah) dan Teguh Prasetya, GH Brand Marketing Indosat (kanan) dalam acara Indosat BlackBerry Touch Experince di Promenade Senayan City, Mei 2009.
PT Indosat Tbk.: Sukses Pelopori Era BlackBerry
T
ak disangkal bahwa Indosat telah membuka jalan bagi para pengguna ponsel untuk mengenal gadget yang namanya sekarang lagi banyak diperbincangkan orang, BlackBerry. Tidak banyak yang memperkirakan, rintisan bisnis Indosat yang menggandeng Research in Motion (RIM), produsen BlackBerry asal Kanada, pada 2003, ini sukses besar. Menurut cerita Faizal, Manajer Pengembangan Bisnis Indosat, perusahaan tempatnya bekerja ini telah mencium pergeseran pola perilaku pengguna layanan telekomunikasi dari kebutuhan dasar voice dan SMS berpindah ke layanan data. “Waktu itu di Amerika Serikat sudah dilakukan launching BlackBerry. Itu tandanya mereka sudah bicara mengenai data, sementara orang kita masih bicara SMS,” katanya mengenang. Dari tren yang berkembang di AS itulah, imbuh Faizal, Indosat meyakini bahwa ke depan akan ada bisnis bagus yang
16
HC Magazine/064/July2009
namanya data. “Pada 2003, Indosat belum meluncurkan layanan ini. Saat itu baru pembangunan tahap awal, tapi langkah tersebut telah menjadikan kami sebagai first mover dalam urusan BlackBerry,” tutur Faizal. Tindakan cekatan Indosat ini, diakui Faizal, untuk mendapatkan momen menjadi operator pertama yang menawarkan keunggulan di bidang data, dan untuk keperluan strategi branding. “Yang paling penting, mindset orang kalau yang namanya data adalah Indosat. Nah, saat tren mengarah ke data, kamilah yang muncul menjadi leader,” tambahnya sambil menyebut bisnis layanan data dirancang untuk menopang bisnis inti operator seluler. Ia percaya, dalam waktu lima tahun ke depan hal itu dimungkinkan di Indonesia, menyusul Amerika yang sudah menikmati manisnya pasar data terlebih dahulu. “Manajemen Indosat telah meyakini bahwa suatu hari nanti pasar data akan mengalahkan pendapatan dari voice dan SMS,” tegas Faizal.
Indosat, lanjut Faizal, terus bergerak mengikuti pergerakan industri telekomunikasi, khususnya seluler. Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir Indosat tidak lagi menggunakan tarif sebagai kunci persaingan, namun lebih kepada pengembangan layanan seluler yang inovatif dan berbasis value preposition. Alasan inilah yang akhirnya memunculkan Innovation Center (IC) di Indosat. “Ibaratnya seperti laboratorium pengetahuan,” ujar Faizal. Lulusan teknik mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) ini merinci ada dua tujuan dibentuknya IC. Pertama, mencari ide-ide kreatif untuk mengembangkan bisnis perusahaan. Kedua, menjadi jembatan terhadap orang-orang yang memiliki semangat inovasi di lingkungan Indosat. “Di samping itu, perusahaan juga memerlukan wadah untuk mengelola ide-ide karyawan dan menumbuhkan budaya inovasi di kalangan intern,” katanya. Komitmen serius Indosat dibuktikan dalam bentuk program pelatihan dan pengembangan yang wajib diikuti oleh karyawan. “Kami peduli dengan sumber pengetahuan yang ada di internal, sehingga tidak tergantung dari luar perusahaan, di samping merangkul SDM kunci,” katanya lagi. Hal penting lainnya, parameter keberhasilan sebuah inovasi bisa diukur dari pelanggan yang mau menggunakan layanan atau tidak. Inovasi layanan yang dikeluarkan Indosat selalu diawali melalui proses knowledge sharing sebelum menentukan business strategy (Busra). Busra inilah, lanjut Faizal, yang akan mengelola hasil dari knowledge sharing, untuk kemudian dimatangkan hingga keluar satu rekomendasi strategis yang akan dijalankan orang-orang di bagian planning dan marketing. n (Anung Prabowo)
STRATEGI HR Leadership Development Program ala SOHO Pengembangan SDM di suatu perusahaan tentu tak lepas dari visi yang dicanangkan. Strateginya bisa beraneka macam, salah satunya melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Bagaimana penerapannya di SOHO? Rudi Kuswanto Foto: Herlina Permata sari
S
ejak mengadopsi konsep human capital, manajemen SOHO Group (SG) meyakini bahwa manusia adalah modal bagi perusahaan. Dengan kata lain, manusia sebagai modal (human capital) harus diperlakukan dengan komitmen tinggi. “Strategi pengembangan human capital di SG kami arahkan agar semua orang bisa berkembang dan diberi kesempatan yang sama sesuai dengan prestasi, potensi dan kebutuhan pengembangan masing-masing,” tutur Herlina Permatasari, Corporate HRD Director SG kepada Majalah Human Capital (HC). Program pengembangan di SG, lanjut Herlina, dilatarbelakangi kebutuhan perusahaan dalam menyongsong visi 2015 sebagai arah yang akan dituju. Ia mengungkapkan, tiga dari empat perusahaan di bawah naungan SG rata-rata memiliki usia di atas 50 tahun, yakni PT Ethica (1946), PT SOHO Industri Pharmasi (1951), dan PT Parit Padang (1956). “Dari keempat perusahaan itu, tiga di antaranya sudah lama eksis di industri farmasi. Jadi kami menganggap harus melengkapi karyawan dengan kompetensi yang sesuai dengan arah tujuan perusahaan sebagai perusahaan global terkemuka. Salah satu yang kita pikirkan adalah apakah kompetensi yang dimiliki saat ini sudah memadai atau tidak, lalu apa lagi yang perlu ditambahkan dan dilengkapi? Nah, kami mau investasi di situ,” paparnya. Herlina memberi analogi begini. Komitmen SG untuk investasi di bidang human capital sama artinya dengan perusahaan memberikan prioritas atas pembangunan fasilitas pabrik atau
menambah modal pada sisi keuangan. Ditanya berapa besar komitmen SG, Herlina menjawab dengan tegas. “Sangat besar. Kalau kita hanya investasi di bangunan pabrik dan investasi di modal tanpa memberi perhatian pada masalah human capital, nanti akan pincang,” katanya. Salah satu bentuk pengembangan yang dilakukan SGadalah memberikan program pengembangan yang memenuhi tiga syarat, yaitu: prestasi, potensi dan kebutuhan pengembangan. “Kebutuhan pengembangan tentu harus sejalan dengan kebutuhan organisasi, bukan hanya pribadi dan tiap orang bisa berbeda-beda,” ujarnya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, SG meluncurkan program Success, singkatan dari Step Up your Career to Create Excellence for Self and SOHO Group. SG, menurut Herlina, menginginkan karyawannya sukses. Kalau karyawan sukses, perusahaan akan ikut sukses. “Nah, proses itu tidak bisa dilakukan dengan sekejap mata. Mereka harus melewati proses pengembangan. Pengembangan ini tidak bisa dipaksakan dan harus ada kemauan dari masing-masing karyawan sesuai potensi, prestasi, dan bakat-bakatnya,” tutur Herlina. Melalui program Success, manajamen meramu seluruh fungsi-fungsi HR, seperti talent management, performance management, career and development, dan succession planning dalam satu paket. Diluncurkan pada Desember 2008, awalnya program ini merupakan pilot project di PT Ethica saja, dan tahun ini sudah diterapkan di semua SG Group yang karyawannya berjumlah sekitar 3.700 orang.
17
HC Magazine/064/July2009
STRATEGI HR Dalam program Success, Herlina men jelaskan, setelah setahun dilakukan evaluasi kinerja. Hasilnya, karyawan dibagi menjadi lima kelompok level Success. Di masing-masing level, karyawan mendapat treatment. Level paling bawah, disebut Rookie. Level ini masih di bawah standard yang diharapkan. Biasanya yang masuk ke level ini adalah, karyawan baru atau karyawan yang dipromosikan.
dan mereka harus menyiapkan kader,” tambah Herlina. Di antara banyak pilihan program pengembangan, SG memilih Leader ship Development Program (LDP) be kerjasama dengan University of Monash, Australia. Pesertanya terdiri dari 20 orang dari seluruh top management ditambah manajer yang masuk level Talented.
melanjutkan ke Monash sendiri. Untuk meraih gelar Master, mereka harus menambah 4 mata kuliah lagi, sedangkan untuk gelar MBA mereka harus menambah 8 mata kuliah lagi,” katanya menjelaskan. Biaya kuliah sudah pasti ditanggung 100% oleh manajemen SG tanpa ikatan dinas. “Filosofinya kalau kami mau mengembangkan karyawan, kami harus
Tabel Program Pengembangan SDM di SOHO berdasarkan Level Success Level Success
Deskripsi
Rookie
• Diperuntukkan bagi karyawan baru dalam organisasi untuk mempercepat peningkatan kinerja. • Untuk karyawan yang baru menduduki posisi tertentu dan perlu menyesuaikan diri dengan peran mereka yang baru. • Untuk karyawan yang belum mencapai kinerja yang sesuai dengan standar.
Ordinary
• Menunjukkan kinerja yang sesuai dengan standar. • Mengembangkan karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja yang bersangkutan. • Memerlukan coaching untuk membantu meningkatkan kinerja.
Potential
• Diperuntukkan bagi karyawan yang memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut. • Menunjukkan kinerja yang tinggi dan akan diberi kesempatan untuk mendapatkan pengembangan yang lebih fokus agar dapat dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi.
Talented
• Menunjukkan kinerja yang tinggi dan kontribusi terhadap organisasi secara konsisten. • Dipersiapkan sebagai ‘Leader’ dalam organisasi di masa yang akan datang. • Mempersiapkan karyawan untuk posisi baru yang lebih tinggi.
Statesman
• Senior leaders dalam organisasi yang mendekati usia pensiun dan masuk dalam level “Talented”. • Memastikan bahwa mereka membagikan pengetahuan dan keterampilannya kepada karyawan lain. • Membantu mereka melewati masa-masa transisi menjelang pensiun, misalnya dengan memiliki hobi, perencanaan keuangan, dan lain-lain.
Sumber: SOHO
Level kedua, Ordinary, yaitu yang sesuai dengan standard kinerja tapi belum memiliki atau belum terlihat potensinya. Level ketiga, Potensial, level ini memiliki potensi pengembangan lebih lanjut sebagai pemimpin dengan prestasi di atas rata-rata. Sedangkan level keempat, Talented, terdiri dari orang-orang yang prestasinya di atas rata-rata dan potensinya sebagai future leader kuat sekali. Dan, level terakhir, ditujukan untuk karyawan senior yang berprestasi baik. Ditilik dari sisi usia, mereka rata-rata sudah di atas 50 tahun. Jadi, kebutuhan mereka lebih spesifik. “Level ini disebut Statesmen. Kami membantu mereka melalui masa transisi untuk memasuki usia pensiun
18
HC Magazine/064/July2009
“Saat ini kami sudah menyelesaikan satu mata kuliah dari empat mata kuliah yang diambil. Kuliah pertama tentang Managing People and Organization. Metodenya sama seperti kuliah, ada tugas membuat paper, bikin report, dan presentasi case study,” ungkap Herlina. Studi kasus yang dipilih adalah benar-benar kasus yang terjadi di SG Group sehingga bisa dioptimalkan untuk mencari problem solving. Herlina menjelaskan, di akhir kuliah peserta program akan mendapat sertifikat. “Untuk mendapatkan gelar, peserta harus menambah mata kuliah lagi, dan mata kuliah yang diambil kali ini bisa langsung ditransfer ke universitas-universitas yang sudah bekerja sama dengan Monash atau
mengembangkan dengan sepenuh hati. Kalau akhirnya, misalnya, tapi mudahmudahan tidak terjadi, ada karyawan yang keluar, berarti sistem di dalam yang nggak benar,” Herlina menandaskan. Gayung pun bersambut. Edwin Vega Darma, International Business Manager SOHO Group, salah satu peserta LDP, menilai, melalui program ini, karyawan akan komit dan loyal kepada perusahaan. Alasan Edwin, semua kegiatan berorientasi pada visi dan misi perusahaan. “Secara pribadi saya merasakan bahwa perusahaan memercayai bahwa SDM merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan,” ungkapnya optimistis.n
KORPORASI Kehadiran PT Jamsostek (Persero) sebagai lembaga penjamin hak sosial pekerja belum dirasakan penting bagi sebagian kalangan. Di Jakarta saja, menurut catatan PT Jamsostek, saat ini masih terdapat 6779 perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja di Jamsostek.
Ahmad Ansyori
DIREKTUR OPERASI dan PELAYANAN PT JAMSOSTEK (PERSERO)
6779 Perusahaan di Jakarta Belum Menjadi Peserta Jamsostek
T
ragedi dua orang pekerja yang mengalami kecelakaan kerja hingga tewas mungkin bisa mengingatkan betapa pentingnya jaminan sosial bagi pekerja. Awal Maret 2008, dua orang pekerja tewas akibat jatuh dari gondola yang berada di lantai 9 Plaza Semanggi ketika sedang bertugas mengecek kesiapan gondola. Keduanya adalah teknisi yang melakukan pekerjaan yang sama, terkena musibah yang sama, dan meninggal akibat sebab yang sama pula. Namun ironisnya, hanya satu orang yang mendapat jaminan sosial kecelakaan kerja karena hanya satu orang ini yang tercatat sebagai peserta Jamsostek. Idealnya, jaminan sosial yang merupakan hak semua pekerja seyogyanya dapat dirasakan sama oleh seluruh pekerja. Perusahaan berkewajiban memenuhi hak pekerjanya dengan mendaftarkan pekerja pada perusahaan tersebut sebagai peserta jaminan sosial. Namun sayangnya, di Jakarta saja masih terdapat 6779 perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial. Kita bisa bayangkan berapa banyak pekerja di Ibukota yang kehilangan hak jaminan sosialnya.
19
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero) Ahmad Ansyori mengatakan, PT Jamsostek bertindak proaktif dengan mengirimi surat bagi perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya. Tindakan proaktif yang dilakukan PT Jamsostek juga mendapat dukungan yang sangat baik dari pemerintah daerah. ”Akan ada peraturan gubernur yang diterbitkan untuk ekstensifikasi penyelenggaraan perlindungan jaminan sosial,” bebernya. Keterlibatan pemerintah daerah menunjukkan komitmen pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya memenuhi hak kaum pekerja. Jika menilik pada keberadaan seluruh tenaga kerja di Indonesia, PT Jamsostek mengaku memang belum dapat melakukan pelayanan secara maksimal, yaitu melindungi jaminan sosial seluruh pekerja Indonesia. Jaminan sosial adalah hak seluruh pekerja Indonesia, maka seharusnya, siapa pun orang yang menyandang status sebagai pekerja layak mendapat jaminan sosial. Ahmad mengatakan, umumnya seluruh penduduk negara di dunia terlindungi dengan jaminan sosial. Meski belum memiliki kesempatan mengunjungi langsung, dia menukil kisah yang didapatnya mengenai dua hal yang harus dilakukan begitu orang menjejakkan kaki di Amerika. Pertama mencatatkan data diri di kepolisian. Selanjutnya berupaya mendapatkan social security number. Dengan demikian, jaminan sosial betul-betul mencakup seluruh penduduk. Disamping struktur sistem yang belum mendorong ke arah yang lebih maksimal, dengan besar hati Ahmad mengatakan masih banyak yang harus di perbaiki oleh PT Jamsostek sendiri. ”Hari ini saya masih tidak malu mengatakan bahwa pelayanan jamsostek belum memuaskan dan masih ada rongga perbaikan yang begitu luas yang harusnya diisi oleh jamsostek,” ungkap Ahmad. Ada hal-hal yang harus dilakukan jamsostek misalnya memelihara citra yang lebih baik lagi serta memastikan bahwa kualitas pelayanan itu menyenangkan bagi peserta sehingga peserta tidak hanya merasa jaminan sosial adalah hak mereka tapi mereka juga akan berusaha mengejar dan mendapatkan haknya itu agar bisa memperolehnya dengan sesuai. Hal mendasar yang sering disampaikan Ahmad kepada karyawan PT Jamsostek adalah semua uang yang masuk ke jamsostek itu sumbernya murni hasil kerja keras dan keringat pekerja. ”Kalau pun dia dapat lotre, menang undian atau dapat warisan, dia tidak bisa tambahkan untuk setorannya ke Jamsostek,” tambahnya. Pria kelahiran Plaju, Sumatera Selatan ini beranggapan PT Jamsostek ada karena memiliki sistem yang dianggap baik serta dianggap tepat untuk mengelola hak-hak masyarakat pekerja dan keluarganya. Oleh karena itu, dia berpesan kepada seluruh jajaran Jamsostek untuk selalu mengabdi kepada asal usul penciptaan PT Jamsostek (Persero). Pengertian mengabdi dalam benak Ahmad ada dalam batas-batas
20
HC Magazine/064/July2009
profesionalisme yang jelas. “Misalnya ada jam kerja, tata cara, media, dan sarana yang baik.” Meski pengukuran kepuasan pelanggan yang dilakukan pada akhir 2007 dan awal 2008 menunjukkan pada bagian-bagian tertentu pelayanan Jamsostek mengalami peningkatan, tapi upaya perbaikan harus terus menerus dilakukan. “Bukan hanya paham teorinya saja, tapi langkah nyatanya itu seperti apa,” tandasnya. Menyangkut kualitas pelayanan, pria yang menjabat sebagai direktur sejak 2007 ini mengatakan, orang mendapatkan pelayanan bukan karena nasib. Tetapi karena si pemberi layanan itu sendiri. Terdapat kesalahan pemahaman pada kaum pekerja mengenai pelayanan yang didapatkannya sehingga menyalahkan Tuhan sebagai penentu nasib. “Sering kita mendengar suara hati yang nerimo dari masyarakat. Kita ini orang kecil, beginilah nasib kita,” cerita Ahmad. Dia menegaskan yang menjadikan pelayanan itu bagus atau jelek bukan kehendak Tuhan tapi karena sikap sang pemberi layanan. “Artinya kita telah menjadikan dia sesat pikir seakan-akan Tuhan memberi dia sesuatu yang buruk padahal sesuatu yang buruk itu sumbernya dari kita yang kalau kita sadari mestinya kita tidak berbuat seperti itu,” jelasnya. Jaminan sosial bukan hanya milik pekerja blue color (buruh), tapi juga para petinggi di perusahaan. Saat ini, lanjut Ahmad, sebagian besar CEO ekspatriat telah menjadi peserta jamsostek. Namun Ahmad mengakui, pendekatan yang lebih sesuai untuk segmen tertentu belum banyak dilakukan jamsostek. Dalam hal jaminan kesehatan misalnya, masih sama untuk semua peserta. “Padahal wajar kalau level direktur yang merasa membayar iuran lebih banyak diberi hal khusus,” katanya. Sama halnya dengan tidak semua kota terdapat kantor cabang Jamsostek. “Kalau mau sama rasa sama rata mestinya ada semua. Tapi, kota ini ada (Kancab Jamsostek) karena memiliki 100 ribu tenaga kerja. Sedangkan kota lain ada sekitar 8 ribu saja yang bisa dikunjungi secara berkala,” tambah Ahmad sembari menjelaskan kualitas pelayanan kepada peserta tidak selalu dibutuhkan dalam bentuk satu kantor di suatu tempat. Yang diperlukan adalah intensitas komunikasi serta kesediaan Jamsostek untuk secara khusus memenuhi kebutuhan informasi dan pelayanan tertentu. Ahmad sangat menganjurkan para kepala cabang dan kepala kanwil untuk secara berkala datang mengunjungi perusahaan untuk berdiskusi. “Coba dengarkan mereka dan kita sampaikan informasiinformasi yang mungkin dibutuhkan seperti berapa banyak karyawan yang pernah mengambil jaminan sosialnya,” kata Ahmad. Dengan begitu, pengusaha dapat merasakan Jamsostek memang keep in touch dengan perusahaan, serta mem-back up kebutuhan-kebutuhan operasional dalam hal jaminan sosialnya. n
KORPORASI
21
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI
Cerita berawal dari sakit yang di derita sang suami. Meski berbagai macam pengobatan sudah diupayakan, namun. Dan ternyata, ramuan jamu hasil racikan Nyonya Meneer berkhasiat menyembuhkan penyakit sang suami.
Jamu Cap Potret PT Nyonya Meneer
Inovasi Di Tangan Generasi Ketiga
S
ejak keberhasilannya men yembuhkan sang suami, nama Nyonya Meneer mulai dikenal luas. Semakin banyak yang merasakan khasiat jamu racikan Nyonya Meneer, se makin banyak pula permintaan padanya untuk mengantarkan sendiri jamu yang belakangan mulai dikemasnya itu. Kesibukan Nyonya Meneer yang meningkat di dapur tidak memungkinkan untuk memenuhi permintaan. Dengan berat hati dia minta maaf, dan sebagai ganti dia mencantumkan fotonya pada kemasan jamu buatannya. Perjuangan pun dimulai, dengan ke terampilan serta dorongan keluarga dan kerabat, Nyonya Meneer berhasil membangun sebuah perusahaan jamu Jawa Asli Cap Potret Nyonya Meneer pada 1919 di Kota Semarang. Dari sinilah cerita tentang perusahaan jamu terbesar PT Nyonya Meneer
22
HC Magazine/064/July2009
bermula. Sentuhan ’tangan dingin’ wanita kelahiran 1895 di Sidoarjo, Jawa Timur, dalam meracik jamu mulai bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar. Untuk mempermudah pelanggan, Nyonya Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Perusahaan terus berkembang dengan bantuan anak-anaknya yang mulai besar. Seorang putrinya, Nonnie hijrah ke Jakarta pada tahun 1940. Dialah yang merintis dibukanya toko Nyonya Meneer, di Jalan Juanda, Pasar Baru. Jamu yang tadinya muncul dari keterbatasan dan keprihatinan ini pun masuk ke ibukota dan meluas ke seluruh penjuru negeri. Kini, nahkoda utama jamu PT Nyonya Meneer berada pada Dr. Charles Saerang,
yang merupakan generasi ketiga keturunan Nyonya Meneer. Di tangan Charles Saerang, Nyonya Meneer berencana ’terbang’ melewati batas negara. ”Yang saya mau lihat lima tahun mendatang Nyonya Meneer harus bisa terafiliasi kepada dunia internasional,” cetus peraih gelar Bachelor of Science dari Business School Miami University, Ohio, Amerika Serikat ini. Sistemnya, lanjut Charles, bisa dengan merger atau akuisi dengan beberapa perusahaan internasional. ”Bisa dengan membuat perusahaan atau anak perusahaan,” lanjutnya. Hal lain yang menjadi fokus perhatian Charles Saerang adalah pengembangan jamu dalam bentuk hulu dan hilir. Dia mengaku melihat industri jamu di hulu (petani) kurang mendapat perhatian pemerintah. ”Saya melihat petani ini tidak ada satu arahan yang jelas. Seperti bagaimana cara menanam tanaman obat.” katanya. Yang kedua, lanjut
KORPORASI Charles, adalah menjaga kualitas mutu hasil tanam agar tetap terjamin. Cucu laki-laki Nyonya Meneer ini juga menyayangkan penelitian mengenai jamu yang dilakukan di Indonesia. Charles menengarai kualitas penelitian di Indonesia kurang profesional. ”Dalam arti tidak ada target dan tidak memiliki keberanian untuk bisa mendobrak (berinovasi),” ungkapnya. Hasil penelitian tidak ditindaklanjuti dengan baik, khususnya kepada para petani. Hal ini yang membuat pihaknya tetap mendorong para petani agar bisa menanam tanaman obat dengan lebih baik. Charles mengakui tugas Nyonya Meneer sekarang lebih kompleks. ”Kalau dulu kan
hanya membuat (jamu) saja. Sekarang banyak cara, tidak hanya membuat
saja,” terangnya. Dia pun turun langsung dengan membina beberapa usaha kecil dan menengah (UKM). ”Saya tanam, saya bina, saya beli. Saya bina juga distribusi untuk UKM tersebut,” ungkapnya. Melihat hal ini, pasar yang dimasuki oleh Nyonya Meneer bukan hanya sekedar membuat dan menjual jamu. Tetapi juga bagaimana merangkul penjual dan pembeli. Bagi Charles, pasar harus terus di inovasi. Orientasi
Nyonya
Meneer
pun
beralih
menuju market oriented. ”Kita buat (produk jamu) dengan research and development (RnD), pasar maunya apa,” kata Charles. Perusahaan jamu yang berpusat di Semarang ini pun terus melakukan inovasi produk. Pasar kopi pun disasar. Nyonya Meneer mengembangkan kopi, minuman serbat serta asem jawa. Tanpa menghilangkan ciri jamunya, kopi racikan Nyonya Meneer pun dipadukan dengan tanaman obat seperti kopi ginseng, kopi tubruk dan kopi temulawak. Strategi yang dilakukan Nyonya Meneer tentu saja berpengaruh pada SDM yang digunakan. ”Begitu bicara pengembangan produk, berarti berkembang pada manusiamanusia yang banyak variasinya,” kata Charles. Jika dulu pekerja Nyonya Meneer dikenal sebagai pekerja kasar, sekarang berubah. Banyak kaum white color workers yang menurut Charles banyak berfikir dan kreatif menjadi karyawan Nyonya Meneer yang saat ini memiliki sekitar 3500 pekerja. ”Ke depan saya lihat para pekerja kita lebih alih ke profesional,” tandas Charles. Di mata lelaki kelahiran Semarang ini, pekerja Nyonya Meneer ke depan adalah orang-orang yang proaktif, kreatif dan memiliki inisiatif yang tinggi. Pekerja dengan inisiatif tinggi, menurut Charles, adalah yang berani mengemukakan solusi berupa terobosan baru bagi perusahaan. ”Hari ini
target tercapai, kemudian what next?,” kata Charles. Pekerja dengan insiatif tinggi tidak akan bingung menjawab pertanyaan seperti itu. Sehingga kelangsungan perusahaan, terutama pertumbuhan, akan terus berjalan dengan baik. Mengenai peran pemerintah, Charles berharap ada satu direktorat khusus di bawah Departemen Kesehatan yang khusus mengembangkan jamu dari hulu hingga hilir. ”Itu (jamu) kita miliki sebagai aset budaya kita. Pariwisata juga boleh dilibatkan di situ,” tambahnya sambil mengingatkan jangan sampai jamu diaku oleh negara lain. Jamu merupakan salah satu kekayaan asli yang dimiliki Indonesia. ”Sekarang bagaimana kita mengangkat citra jamu dengan menumbuhkan penelitiannya. Kita harus mendongkrak edukasinya,” cetus Charles. Indonesia punya potensi luar biasa dalam hal jamu, kedua terbesar di dunia setelah Brasil, yang paling banyak kekayaannya. Tapi sayangnya, menurut Charles kekayaan tersebut tidak diterima dengan keberanian secara institut. ”Konsep (bagaimana mengelola industri) jamu tidak punya,” tandas Charles. Citra jamu bisa saja diangkat seperti batik. Bisa melalui iklan jamu yang bagus. Yang menggambarkan bahwa jamu diminum seluruh rakyat Indonesia, dari presiden sampai wakil presiden menikmati jamu. n
23
HC Magazine/064/July2009
PIJAKAN
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas ( )Depnakertrans, Masri Hasyar
Menanggulangi Pengangguran Lewat Kios 3in1 Diperlukan pengelolaan yang tepat dalam menanggulangi masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagai wakil pemerintah, Depnakertrans menciptakan satu program yang diberi nama Kios 3in1. Bagaimana implementasinya? Anung Prabowo
24
HC Magazine/064/July2009
S
Jika masalah di negeri ini diurai satu per satu, persoalan tenaga kerja bisa jadi menempati urutan teratas yang membutuhkan perhatian serius. Tengok saja, jumlah pengangguran di negeri ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 9,26 juta orang atau 8,14 persen (Februari 2009). Jumlah itu sudah berkurang dibandingkan Februari 2008 yang tercatat 9,43 juta orang (9,11 persen) dan Februari 2007 yang mencapai 10,5 juta orang (9,57 persen). Kendati ada kecenderungan menurun, toh sebagian kalangan menilai, jumlah pengangguran masih tergolong tinggi sehingga berdampak nyata terhadap penambahan penduduk miskin di Indonesia.
Sehubungan dengan upaya men anggulangi kemiskinan dan pen gangguran di Indonesia, pada Selasa, 5 Mei lalu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno, meresmikan Kios 3in1. Kios ini tersebar di 11 Balai Latihan Kerja (BLK) Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) di seluruh Indonesia dan berpusat di Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI), Surakarta.
PIJKAN Kita tidak menutup mata bahwa pengangguran terjadi bukan sematamata akibat ketidakseimbangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand). Pengangguran juga disebabkan adanya ketidaksesuaian antara kualifikasi yang dibutuhkan oleh pasar kerja dengan kompetensi angkatan kerja yang tersedia. Boleh dikata, upaya yang selama ini dilakukan berbagai pihak dalam mengatasi pengangguran masih bersifat parsial sektoral. Artinya, masing-masing sektor atau lembaga masih berjalan sendirisendiri tanpa menjalin koordinasi atau hubungan kemitraan yang menimbulkan sinergi. Dalam sambutannya, Erman me ngakui, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. “Perhatian pemerintah diwujudkan dengan upaya revitalisasi dan penataan ulang BLK di seluruh Indonesia,” ujarnya memastikan. Menurutnya, saat ini terdapat sekitar 182 BLK milik daerah yang perlu diberdayakan kembali. Untuk itu, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) melakukan upaya revitalisasi BLK di daerah melalui bantuan biaya APBN ditambah APBD dan dana stimulus ekonomi. Upaya ini diiringi langkah perbaikan metode, sistem dan program pelatihan, perbaikan fasilitas infrastruktur dan peralatan pelatihan serta peningkatan SDM instruktur dan pengelolaan manajemen modern.
Mengenai program Kios 3in1,
Erman mengharapkan adanya kerja sama terpadu dari lembaga pelatihan kerja/lembaga diklat profesi (LPK/ LDP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS) di masingmasing daerah. Itu berarti pelatihan, sertifikasi, dan penempatan merupakan bagian integral dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) secara keseluruhan. Melalui Depnakertrans Erman berjanji tahun ini dapat menempatkan 2,6 juta tenaga kerja, terdiri dari 2 juta orang yang akan ditempatkan di dalam negeri dan sisanya 600 ribu orang untuk tenaga kerja luar negeri (TKLN). Upaya yang telah dilakukan Depnakertrans antara lain melalui kegiatan padat karya, pemberdayaan masyarakat mandiri, penerapan teknologi tepat guna, kewirausahaan, serta subsidi program dan pelatihan keterampilan.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Depnakertrans, Masri Hasyar, menjelaskan, Kios 3in1 merupakan sarana yang dirancang khusus dengan menggunakan pelayanan teknologi informasi berbasis internet yang di dalamnya berisi informasi mengenai program pelatihan kerja di BLK, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja. “Target pengguna Kios 3in1 adalah para pencari kerja atau penganggur, perusahaan atau pengusaha, pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat umum,” ujarnya saat ditemui HC di ruang kerjanya didampingi Direktur Bina Pemagangan Depnakertrans Bagus Marijanto.
berarti upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi pengangguran bisa dikatakan berhasil. “Dengan berusaha mandiri, seseorang bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain,” ujarnya memberi alasan.
Pada kesempatan itu, Bagus meng gambarkan proses penggunaan Kios 3in1 yang juga bisa dilihat di www.kios3in1.net. Dicontohkannya, seorang pencari kerja datang ke BLK, kemudian mengisi data pribadi melalui website www.kios3in1.net dibantu oleh petugas BLK. Setelah itu dia akan ditanya oleh petugas BLK, mau ikut program pelatihan, sertifikasi, atau penempatan. “Kalau dia sudah memiliki keterampilan, dia bisa ikut program penempatan atau uji kompetensi/ sertifikasi. Namun kalau dia belum memiliki pengalaman kerja, sebaiknya dia mengikuti program pelatihan untuk mengembangkan keterampilannya,” kata Bagus menjelaskan.
Diungkapkannya, program pelatihan kerja yang kini banyak diminati para pencari kerja di berbagai BLK daerah, antara lain program pelatihan las, otomotif, listrik, konstruksi, dan teknologi mekanik. “Para lulusan pelatihan banyak dicari perusahaan, baik di dalam maupun di luar negeri,” ungkapnya. Ia menyampaikan, para pencari kerja yang ingin mengikuti pelatihan kerja di BLK ini perlu menjalani beberapa tes rekrutmen, di antaranya psikotest, tes kesehatan, dan wawancara dengan instruktur pelatihan di BLK.
Masri menambahkan, mengenai fungsi komponen Kios 3in1 yang meliputi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan, salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui jalur pelatihan kerja. Fungsi utamanya yaitu meningkatkan kompetensi dan daya saing tenaga kerja. “Program pelatihan kerja yang kami kembangkan melalui BLK didasarkan pada minat pencari kerja dan kesempatan kerja yang tersedia,” ungkapnya. Ia menegaskan bahwa pelatihan kerja ini berbasis penyerapan. Artinya, para lulusannya dipastikan dapat terserap kerja di berbagai sektor, baik formal maupun informal. “Jadi, tidak ada lagi lulusan pelatihan ini yang menganggur,” kata Masri meyakini. Pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 1 Mei 1951, ini, mengatakan, yang penting dari penyerapan kerja adalah, seseorang bisa memperoleh penghasilan. Menurutnya, kalau masyarakat kita sudah berpenghasilan,
Masri memberitahu bahwa pelatihan kerja tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun demikian, lanjutnya, para pencari kerja disarankan untuk mendaftarkan terlebih dahulu ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat untuk memudahkan pendataan. Berbeda dengan peserta individu, bagi perusahaan yang mengirimkan tenaga kerjanya untuk mengikuti pelatihan di BLK akan dikenakan biaya.
Mengenai sertifikasi, Masri men jelaskan, ini merupakan bentuk pengakuan secara formal terhadap kompetensi kerja yang telah dikuasai oleh lulusan pelatihan kerja atau tenaga kerja berpengalaman. Pemberian sertifikasi ini ada dua macam. Pertama, sertifikasi yang dikeluarkan oleh BLK untuk para lulusan pelatihan kerja. Kedua, sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang dikoordinir oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai lembaga independen. Terselenggaranya sertifikasi kompetensi ini harus memenuhi persyaratan, yaitu tempat uji kompetensi yang telah terakreditasi oleh LSP dan tersedianya asesor yang kompeten. Mengenai penempatan, Masri me ngatakan, lembaga ini memfasilitasi para lulusan agar memiliki akses ke pasar kerja. Selain itu, juga berfungsi sebagai sumber informasi bagi lembaga pelatihan dan lembaga sertifikasi tentang kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja. Komponen penempatan ini terdiri dari
25
HC Magazine/064/July2009
PIJAKAN bursa kerja, informasi pasar kerja, dan analisa jabatan. “Keunggulan Kios 3in1 memang sebagai salah satu program untuk mempercepat penempatan tenaga kerja yang kompeten,” kata lulusan Sarjana Hukum dari Universitas Andalas, Padang, ini memastikan. Ia menyebutkan beberapa manfaat yang diperoleh dari Kios 3in1, umpamanya, untuk pencari kerja, dia berpeluang untuk mendapat pekerjaan lebih mudah, cepat, dan murah. Sedangkan bagi pengusaha, mendapatkan tenaga kerja yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dan, bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan masukan dalam mengambil kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Misalnya, pemetaan kebutuhan (demand) dan persediaan (supply) tenaga kerja termasuk pemetaan tenaga kerja terPHK. Hanya saja, Masri melihat masih banyak kendala yang dihadapi Depnakertrans dalam melaksanakan program Kios 3in1.
Misalnya, masyarakat belum mau dan tidak mampu menggunakan teknologi berbasis internet atau web, terutama masyarakat di pedesaan. Selain itu, perangkat keras dan lunak Kios 3in1 mempunyai keterbatasan usia teknis dan ekonomis, sehingga harus selalu diperbaharui (updated). “Eksklusivitas Kios 3in1 hanya digunakan untuk pencari kerja terdidik. Sementara masyarakat di desa belum dapat memanfaatkan program ini secara optimal,” tutur ayah tiga anak ini mengungkapkan. Adapun kendala lainnya, Masri melanjutkan, para pimpinan di daerah (Pemda) banyak yang tidak peduli terhadap pengembangan SDM. Tak heran, banyak BLK di daerah yang terlantar dan tidak berfungsi lagi. Padahal, untuk membangun BLK butuh biaya besar. “Satu BLK butuh biaya sekitar Rp 20 miliar setahun,” ungkapnya mencontohkan. Karena itu, dia menghimbau kepada Pemda agar biaya program pelatihan bagi
para pencari kerja dilihat sebagai program investasi. Alasan Masri, para lulusan BLK nantinya akan mampu mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Sebagai contoh, BLK Surakarta, Jawa Tengah, telah meluluskan lebih dari 1.000 orang tenaga kerja siap pakai. Dari jumlah sebanyak itu, hanya enam orang yang belum kerja karena alasan pribadi. “Ini menunjukkan keberhasilan Pemda Surakarta yang mampu mengembangkan SDM dan mengatasi pengangguran di daerahnya,” katanya menandaskan. Masri mengakui, untuk mengimplementasi Kios 3in1 dibutuhkan manajemen yang tepat, meliputi koordinasi yang baik, informasi yang jelas, dan komunikasi yang efektif. Dari situ kita berharap bakal muncul inovasi-inovasi baru yang makin melebarkan pintu bagi tenaga kerja baru.
Tabel. 11 Lokasi BLK Milik Pemerintah atau Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP)
Nama
26
Alamat
1.
Kios 3in1 B2PLKDN Bandung
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 170, Telp./Fax.: (022) 7312564, 7330587, Bandung 40275 – Jawa Barat
2.
Kios 3in1 BLKI Serang
Jl. Raya Pandeglang, Serang 42151, Telp./Fax.: (0254) 200160, Serang - Banten
3.
Kios 3in1 BLKI Semarang
Jl. Brigjen. Sudiarto No. 118 Telp./Fax.: (024) 6712680, Semarang – Jawa Tengah
4.
Kios 3in1 BBLKI Surakarta
Jl. Bhayangkara No. 38 Telp./Fax.: (0271) 714885, Surakarta – Jawa Tengah
5.
Kios 3in1 BLKI Sorong
Jl. Bsuki Rahmat Km. 9,5 Telp./Fax. : (0951) 327256, Sorong - Papua
6.
Kios 3in1 B2PLKLN Cevest
Jl. Guntur Raya No. 1 Telp./Fax. : (021) 8841147 / 8841146, Kayuringin – Bekasi Selatan
7.
Kios 3in1 BBLKI Medan
Jl. Gatot Subroto Km. 7,8 Telp./Fax. : (061) 8451520, Medan – Sumatera Utara
8.
Kios 3in1 BLKI Makassar
Jl. Urip Sumoharjo Km. 65 Telp./Fax. : (0411) 441558, Panaikang - Ujungpandang
9.
Kios 3in1 BLKI Samarinda
Jl. Pangeran Surapati Telp./Fax. : (0541) 272421, Samarinda – Kalimantan Timur
10. Kios 3in1 BLKI Banda Aceh
Jl. KesatriaGeucue Telp./Fax. : (0651) 45298 / 7464548, Banda Aceh
11. Kios 3in1 BLKI Ternate
Jl. Melati Bastiong Po.Box 69 Telp./Fax. : (0921) 22094, Ternate
HC Magazine/064/July2009
One Day Workshop
On Be the Best for Your Company 2nd round From the book of “Jurus Jitu Jadi Karyawan No. 1” Thursday, July 14, 2009 Jakarta Design Center
Workshop ‘Be the best for your company” pertama mendapatkan sambutan yang antusias dari berbagai kalangan professional. Dilandasi semangat membangun komunitas manajer-manajer tangguh Indonesia maka workshop tersebut dilanjutkan. Pada putaran kedua kali ini workshop terbagi dalam 2 bagian: Pertama tentang bagaimana cara mengenali lingkungan dan menciptakan kesempatan memberikan yang terbaik untuk perusahaan dan maju dalam karir. Kedua bagaimana mengelola dan mengarahkan emosi untuk keberhasilan penyelesaian pekerjaan dan peningkatan karir. 7 Jurus Jitu Jadi Karyawan No. 1 1. Reinventing the new YOU! (Menemukan kembali potensi Anda) 2. The In and External Factors You Need to Know (Mengenali lingkungan) 3. Opportunity, DON’T MISS IT! (Mengenali kesempatan) 4. Attitude Does Matter (Membangun sikap dan perilaku positif) 5. The Leader in YOU (Kepemimpinan) 6. Your number 1 buzz word: Networking (Membangun jejaring) 7. Managing your emotion (Membangun benteng pertahanan) Tiga alasan mengapa karyawan perusahaan Anda harus ikut workshop ini; •
Your company has to grow and sustain. Gain the best talent! Karena Anda ingin perusahaan maju dan berkembang. Untuk itu Anda harus punya karyawan-karyawan berkinerja tinggi.
•
Invest to the right people. Berikan pelatihan dan kesempatan yang terbaik untuk karyawan maka karyawan akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan.
•
Simply; Be the Best Company. Menjadi perusahaan terbaik membutuhkan karyawan terbaik.
The Agenda WORKSHOP Be the Best for Your Company 2nd round JURUS JITU JADI KARYAWAN NO. 1 Thursday, July 14 2009 Jakarta Design Center 08.00 – 08.55 08.55 – 09.00 09.00 – 10.00 10.00 – 11.00 11.00 – 12.00 12.00 – 13.30 13.30 – 14.30 14.30 – 15.30 15.30 - 16.30 16.30 - 17.00
Registration, networking and morning coffee Opening by Firdanianty, Chief Editor Human Capital Magazine “Anger management; how to get benefit out of it” Anthony Dio Martin, Director HR Excellency “Your starting point to success: understand your environment” Widodo Aryanto, writer, trainer and consultant of GM Consultant Question & Answer Lunch How to create your own pool; get your own space to success! Malla Latif, Managing Director Human Capital Magazine Positive Mind Set: Creating the Possible Attitude Widodo Aryanto, writer, trainer and consultant of GM Consultant Question & Answer Closing
INVESTASI Early Bird : Rabu, 18 Juni 2009 Rp. 750.000,-/orang Normal price : Rp. 950.000,-/ orang Rp. 850.000,-/orang (Student) More than 3 person discount 10% REGISTRASI & INFORMASI SPONSORSHIP: Promotion & Event Majalah Human Capital Vanny: Phone (021) 7948068, 79190322, 93458971 Fax: 021-79190155 Email:
[email protected] Sponsor by:
27
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI Presiden Direktur IBM Indonesia Suryo Suwignjo
Membangun Planet yang Lebih Cerdas
Krisis bukan berarti berhenti berkreasi. Justru dalam kondisi krisis, kita dituntut untuk berpikir kreatif. Inovasi diperlukan agar mampu bertahan dalam menghadapi krisis, sehingga muncul jiwa yang tangguh setelah badai berlalu.
K
ehadiran teknologi seakan menghapus sekat komunikasi yang selama ini membatasi hubungan antar manusia. Telepon selular dan jaringan internet merupakan dua contoh hasil teknologi yang mendukung aktivitas manusia agar menjadi lebih mudah, terutama dalam perilaku berkomunikasi. Melalui teknologi yang dihasilkan, koneksi di berbagai belahan dunia menunjukkan perubahan yang signifikan baik secara instrumentasi, interkoneksi, maupun tingkat kecerdasan. Hal tersebut ditangkap sebagai peluang oleh perusahaan multinasional IBM. Presiden Direktur IBM Indonesia Suryo Suwignjo mengatakan, jumlah orang yang terkoneksi melalui teknologi kini makin besar. Selain itu, barang yang sudah terinstrumentasi juga sangat besar. ”Kombinasi keduanya harus bisa dimanfaatkan untuk menciptakan dunia yang lebih pandai,” ungkapnya saat menjelaskan latar belakang konsep ’A Smarter Planet’.
Sesuai dengan sebutannya, Suryo menjelaskan maksud dari konsep ini adalah, membuat planet bumi yang kita diami ini menjadi lebih pandai. ”Ini konsep yang besar sekali,” katanya seraya menambahkan, smarter planet akan menjadi ide besar IBM mulai 2009. Konsep yang diluncurkan bertepatan dengan detik-detik terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat ini
28
HC Magazine/064/July2009
merupakan kampanye IBM untuk memulai hidup lebih pandai dengan bantuan teknologi. Dalam implementasinya, Suryo mencontohkan yang saat ini terjadi di kota Stockholm dan London. Di dua kota yang terletak di belahan Eropa itu IBM telah menerapkan apa yang disebut Intelligent Traffic Management System. ”Kita menyebutnya sebagai smarter traffic,” ungkap Suryo. Di Stockholm, IBM bekerja sama dengan pemerintah setempat membuat suatu sistem yang terintegrasi antara tiket bus dan kereta api. ”Juga, sistem untuk masuk ke restricted area. Sistem ini sama seperti Electronic Road Prices (ERP) di Singapura,” tambahnya. Sistem tersebut terbukti mampu mengurangi kemacetan pada jam sibuk. Selain berimbas pada peningkatan efisiensi, polusi udara pun bisa lebih ditekan. Menurut Suryo, salah satu kunci keberhasilan Intelligent Traffic Management System adalah, sistem ini dapat menyajikan situasi jalan raya secara real time dan mampu melakukan prediksi terjadinya kemacetan. Misalnya, jika alat tersebut dipasang untuk memantau arus lalu lintas di perempatan Kuningan, maka di beberapa ruas jalan yang menuju perempatan tersebut – di antaranya daerah Cawang, Tendean, dan Rasuna Said – pun perlu di pasang alat yang sama. ”Alat ini akan melakukan perhitungan algoritma. Kalau traffic-nya begini, 20 menit lagi perempatan Kuningan pasti macet,” papar Suryo
KORPORASI mengungkap kekagumannya. Dengan begitu, petugas lalu lintas dapat mengantisipasi kemacetan yang akan terjadi. Namun, sebagus apa pun konsep yang dimiliki, tidak akan berjalan sempurna jika tidak didukung oleh operator dan eksekutor yang kompeten. Dalam hal ini, Suryo meyakini bahwa menempatkan orang yang tepat di kursi yang pas telah memenangi 50 persen pertempuran. ”Kalau dari organisasinya saja sudah keliru, ke depan pasti akan repot,” katanya. Mengingat pentingnya hal tersebut, Suryo mengakui, menganalisis penempatan karyawan di posisi tertentu apakah sudah tepat atau belum menjadi salah satu perhatiannya di awal dirinya duduk di kursi CEO.
karyawan di satu pos. “Barangkali seorang karyawan cocok di suatu pos, tapi dia sudah terlalu lama di pos itu. Mereka membutuhkan penyegaran sehingga perlu dilakukan rotasi,” tuturnya. Hal lain yang menjadi perhatian Suryo di tiga bulan pertamanya sebagai Presiden Direktur IBM Indonesia adalah melakukan konsolidasi internal. Program berikutnya,
dilakukan karena memang diperlukan. Di saat yang sama, perubahan juga tidak boleh terlalu revolusioner agar tidak mengganggu kinerja perusahaan. ”Kita mesti lihat bahwa perubahan juga ada masa transisinya, sehingga bisa dilakukan dengan smooth tanpa menggangu operasional sehari-hari,” ia menambahkan. Suryo menilai, gejolak akibat perubahan yang terjadi di IBM tidak terlalu mengemuka. Hal ini lantaran perubahan yang dilakukannya itu mempunyai tujuan yang jelas. Selain itu, ia juga menyampaikan kepada karyawan faktafaktanya mengapa perlu berubah disertai contohcontoh nyata. Dalam hal ini, pendekatan personal juga tidak dilupakan. ”Pendekatan pribadi iya, tapi secara sistem juga perlu dilakukan,” ujarnya.
”Kita mesti lihat bahwa perubahan juga ada masa transisinya, sehingga bisa dilakukan dengan smooth tanpa menggangu operasional sehari-hari.”
”Tidak mungkin leader bekerja sendirian. Dia harus dibantu oleh leader lain di level bawahnya,” kata Suryo dengan tegas. Untuk membentuk team work yang bagus, ia berpendapat, penempatan karyawan yang memiliki kapabilitas serta attitude yang baik harus disandingkan dengan posisi yang sesuai bagi karyawan tersebut. Oleh karena itu, proses hiring dilakukan dengan melihat besarnya tantangan dalam menjalankan posisi tersebut, termasuk pergantian
memanifestasikan konsep pengembangan perusahaan ke dalam bentuk action plan yang jelas. ”Mungkin agak normatif ya,” ungkap Suryo mengenang 100 hari kepemimpinannya di IBM. Mengenai perubahan, Suryo mengatakan, dirinya tidak serta merta melakukannya. Kenyamanan karyawan dalam melakukan tugas diakuinya menjadi pertimbangan utama. ”Ada yang segera dilakukan, tapi ada juga yang harus menunggu,” ungkap Suryo yang mengemban amanah sebagai Presiden Direktur IBM Indonesia sejak Januari 2008 ini. Baginya, perubahan
Suryo mengungkapkan, IBM Indonesia telah menerapkan sistem yang memberikan feedback kepada karyawan. Tentunya, feedback diberikan dengan niat yang baik dan sesuai dengan kenyataan alias bukan direkayasa. Sehingga, siapa pun yang diberi feedback akan merasa diperlakukan dengan adil. Bahkan, Suryo berani mengatakan bahwa karyawan yang mendapat feedback justru merasa senang.n
29
HC Magazine/064/July2009
AKADEMIA Firmanzah, Ph.D
Dekan Termuda di Indonesia Di usianya yang relatif muda, Firmanzah telah mencapai jenjang disiplin keilmuan yang tinggi. Gelar doktor telah disandangnya. Kini ia juga menjadi top leader di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Ke mana ia akan membawa kampus elit ini? Rudi Kuswanto
S
ewaktu terpilih menjadi Dekan FEUI di akhir 2008 silam, banyak koleganya yang terkagum-kagum. Pasalnya, selama ini FE ‘kampus kuning’ ini selalu dipimpin dosen senior. Tiba-tiba muncul sosok anak muda sebagai pembawa tongkat estafet. Firmanzah, Ph.D – sosok yang diidolakan itu – tercatat sebagai dosen termuda di Indonesia. Bahkan, tak lama lagi, ia juga akan mencatatkan sejarah dengan tinta emas sebagai guru besar termuda, tidak hanya di UI tapi juga di negeri ini. Tentu, tak mudah menjadi Dekan di FEUI yang dikenal sebagai gudangnya ekonom-ekonom terkemuka. Firmanzah menyadari beban berat di pundaknya. Banyak yang ingin tahu bagaimana ia meraih kesuksesannya di usia muda? Bagaimana pula pria kelahiran 7 Juli 1976 ini memandang keberhasilan yang dicapainya saat ini? Di tengah kesibukannya, ia mau meluangkan waktu menerima Majalah Human Capital (HC) di kantornya, Kampus UI Depok. Ditemani secangkir teh hangat, sebentar ia melihat jam lewat handset BlackBerry-nya, kemudian dengan renyah memulai cerita. Bagi Firmanzah, menjadi dekan telah membuka banyak hal dalam hidupnya, juga memberinya kesempatan untuk berbuat dan berkontribusi bagi bangsa dan negara. “Menjadi dekan tidak hanya sekadar menjadi pimpinan administratur, tetapi juga menjadi pimpinan akademis dan intelektual,” paparnya. Firmanzah menuturkan, menjadi dekan harus siap ditanyai apa pun tentang ekonomi dan baginya hal
30
HC Magazine/064/July2009
AKADEMIA itu menjadi tantangan karena sudah kadung kepilih. Ia menerangkan visi dan misinya selaku dekan, yang kalau disederhanakan adalah menjadikan kampus sebagai rumah bagi semua civitas akademika. “Bagaimana membuat kampus ini seperti rumah bagi karyawan, staf peneliti, dosen, para senior, guru besar, dan alumni untuk membangun budaya akademis, serta mengembangkan potensi mereka untuk membawa kampus ini lebih go internasional,” imbuhnya. Perjalanan suami dari Ratna Indraswari ini di jalur akademisi sejatinya menarik untuk disimak. Ini karena dunia akademisi awalnya bukan merupakan prioritas dalam rencana hidupnya. “Dulu saya ingin menjadi eksekutif, berkantor di gedung-gedung di jalan Sudirman atau Thamrin, dan berpikir ngapain ya jadi dosen. Pelan-pelan saya mulai menikmati enaknya ketemu dengan banyak orang, berdiskusi, berbagi
Pusat. Setelah berhasil menuntaskan S2, Firmanzah tergiur untuk kembali bekerja di perusahaan swasta. Kali ini di perusahaan penyedia layanan internet. “Tapi tidak bertahan lama, cuma 8 bulan,” katanya mengakui. Suatu ketika, salah satu profesornya di MM UI menawarinya untuk sekolah lagi di Perancis melalui beasiswa S3. Ia mengiyakan dan beruntung masuk saringan untuk berangkat ke negara yang terkenal dengan Menara Eiffelnya itu. Namun demikian, langkah Firmanzah tak bisa dikatakan mulus. Transkripnya bermasalah dengan studi yang dipilihnya, yakni Strategic Management, dan ia disarankan untuk mengambil S2 lagi. “Saya datangi sponsor saya. Saya katakan bahwa saya mengambil S2 ini bukan karena saya yang kepingin, tapi karena diwajibkan. Akhirnya biaya S2 saya juga ditanggung. Dalam tahun yang sama saya kuliah S2 dan S3,” paparnya.
gaji tinggi, hidup kamu akan nyaman, bisa melakukan riset dan lain-lain. Apakah itu hidup yang kamu cari?,” ujar Firmanzah menirukan ucapan pembimbingnya. Profesor tadi akhirnya menganjurkan Firmanzah untuk pulang ke Indonesia. “Hidupmu memang akan susah. Saya kenal kamu, kamu idealis dan kamu tidak akan pernah melupakan dari mana asalmu. Jadi, sebaiknya kamu balik saja ke Indonesia. Banyak hal yang bisa kamu kerjakan jika kamu balik ke negerimu,” tutur sang profesor menasihati. Boleh dibilang, itulah mulanya Firmanzah berkiprah di dunia akademis. “Setelah balik, saya ditawari sebagai wakil kepala departemen manajemen di fakultas. Tak lama saya diminta untuk memperkuat menjadi wakil kepala program pascasarjana. Tugas saya adalah mengurusi program S2 dan S3
“Hidupmu memang akan susah. Saya kenal kamu, kamu idealis dan kamu tidak akan pernah melupakan dari mana asalmu. Jadi, sebaiknya kamu balik saja ke Indonesia. Banyak hal yang bisa kamu kerjakan jika kamu balik ke negerimu.” knowledge, berbagi experience, jadi kok kayaknya pas kalo menjadi dosen,” ujarnya mengenang. Begitu lulus dari FEUI pada 1998, Firmanzah menjajal ilmunya dengan menjadi market analys di salah satu perusahaan asuransi di Jakarta. Mengingat dulunya Firmanzah aktif di kemahasiswaan, ia menjadi tidak nyaman dengan aturan perusahaan yang ketat. Lantaran itu, ia mencari perusahaan yang aktivitasnya lebih fleksibel. Ia pindah ke salah satu lembaga konsultan di bawah payung FEUI. Malamnya, ia kuliah lagi di Magister Manajemen (MM) UI Salemba, Jakarta
Menjelang akhir studi, Firmanzah mendapat pelajaran berharga tentang nasionalisme. Ceritanya, ia dihadapkan pada dua pilihan. Yakni, menetap di Perancis sebagai dosen atau kembali ke Indonesia. Ia bertukar pikiran dengan senior, profesor, dan teman-temannya. Jawaban menarik justru datang dari profesornya. “Kalau kamu mau mengajar di Perancis, saya pastikan masa depanmu seperti apa. Nanti kamu akan mengajar seperti saya di Aljazair, Maroko, Jerman, Itali, dan Inggris, kemudian membuat buku, ya sudah selesai. Kamu akan mendapat
sambil tetap mengajar,” ujarnya. “Pada Juni-Juli 2008 saya diminta Rektor sebagai kepala kantor komunikasi UI. Di akhir 2008 ada pencalonan dekan, iseng-iseng ikut ternyata kepilih,” tambahnya. Dengan posisinya sekarang, Firmanzah bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi almamaternya. Pengalamannya menuntut ilmu dan bekal sebagai visiting professor di universitas-universitas di Eropa menjadi bekal untuk membangun FEUI. Tentang isu internasionalisasi kampus diakui Firmanzah selaras dengan
31
HC Magazine/064/July2009
AKADEMIA Latar belakang pendidikan: 2007-sekarang 2005 2002 2000 1998
: Habilité Dirigé de Recherche (HDR)-University of Paris X, (France) : PhD in ‘Strategic and International Management’- University of Pau et Pays del’Adour (France) : DEA in ‘Organisation and Management Strategic’University of Science and Technology of Lille 1 (France) : Master dari MMUI, University of Indonesia CAAE University Pierre Mendes-Grenoble II (France) : Fakultas Manajemen UI
Pengalaman Mengajar: 2008 2007 2006 2006 2005 2005-sekarang
: Visiting Professor at University of Pau et Pays de l’Adour (France) : Visiting Professor at IAE de Grenoble & University of Pau et Pays de l’Adour (France) : Pembicara di Leadership Program Development, Amos Tuck Business School (USA) : Visiting Professor at University of Science and Technology of Lille 1 & University of Pau et Payas de l’Adour (France) : Visiting Professor at University of Nanchang (China) : dosen FEUI
motivasinya sewaktu mencalonkan diri sebagai dekan. “Ini juga menjadi bagian dari perenungan dan perjalanan saya di beberapa universitas luar negeri. Salah satunya di New York University (NYU). Dari situ saya mencoba membandingkan kemajuan di sana dengan apa yang terjadi di sini. Saatnya kita berubah dan melakukan transformasi perguruan tinggi,” katanya menandaskan. Alasan Firmanzah jelas, dunia luar sudah bergerak amat jauh. “Janganjangan kita sedang terlelap dalam mimpi indah dan romantisme masa lalu. Padahal pesaing dan musuh kita sudah berada di depan mata. Bukan UGM, bukan Unpad, bukan IPB, karena saya lebih senang mendudukkan mereka sebagai partner, tapi NYU, Melbourne, Nanyang, dan Sidney inilah pesainpesaing kita. Ngapain kita sibuk berantem di dalam wong riset kita kalau digabung masih kalah jauh dengan riset NYU, misalnya,” ujar Firmanzah. Vice President of Indonesian Marketing Association (IMA) ini mengingatkan bahwa universitasuniversitas di luar negeri sangat agresif bergerak. “Mereka berburu siswa-siswa terbaik SMA di Indonesia. Masak kita nggak tergugah? Jangan nanti kita terkaget-kaget melihat
32
HC Magazine/064/July2009
Harvard dan Melbourne buka cabang di Jakarta, sekarang saja sudah ada Swiss Germany University. Jadi UI dan FEUI harus mengubah dirinya bahwa kita harus international perspective,” paparnya, tegas. Tekad penggemar catur ini menjadikan FEUI berkelas internasional serius dijalaninya. Dalam waktu dekat ia akan mengundang profesor-profesor dari Australia dan Eropa untuk tinggal
Untuk itulah Firmanzah mengajak seluruh timnya untuk mengubah paradigma. “Kita harus lebih inter nasional, harus modern, dan terbuka. Kampus harus lebih humanis dan tidak lagi tersekat pada arogansi fakultasfakultas keilmuan,” tuturnya tajam. Terkait dengan status UI yang kini menjadi BHMN sehingga ada suara di luaran yang mengkhawatirkan bahwa calon mahasiswa UI sekarang ini tidak hanya pintar secara akademis tapi juga kaya, Firmanzah menegaskan, output dari alumni FEUI ke depan tetap sama. “Kami menganut konsep BOP (biaya operasional pendidikan, red) berkeadilan. Format BOP sendiri, lanjut Firmanzah, bagi yang mampu harus membayar sesuai aturan dan tidak fair kalau dia mendapat subsidi. “Tapi jangan sampai yang tidak mampu tidak bisa kuliah. Kami menerapkan SPP bertingkattingkat berdasarkan kemampuan finasial orang tua, dan kita bekerja sama dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) untuk melakukan verfikasi aktual,” ungkapnya. Ini pula yang menurut Firmanzah, posisi dekan ternyata tidak sempit. Ia melihat masih ada satu fungsi lagi, yakni dari sisi eksternal, entrepreneurship-nya juga harus ada. “Dalam fungsi ini kita dituntut untuk menjalin kerja sama dengan berbagai industri, membangun kemitraan, dan mengoptimalkan jejaring yang kita miliki,” katanya.
“Ini juga menjadi bagian dari perenungan dan perjalanan saya di beberapa universitas luar negeri. Salah satunya di New York University (NYU). Dari situ saya mencoba membandingkan kemajuan di sana dengan apa yang terjadi di sini. Saatnya kita berubah dan melakukan transformasi perguruan tinggi.” selama 1-2 bulan di fakultas. “Mereka akan mengajar di kampus, berdialog dengan peneliti kita, mengembangkan riset bersama, mem-publish jurnaljurnal internasional, memberikan seminar kepada mahasiswa S3 kita, sehingga nuansa akademis dan internasional bisa terbawa ke dalam kampus,” lanjutnya.
Ia menyadari bahwa FEUI tidak bisa hanya mengandalkan pemasukan dari uang SPP saja. Mengurus fakultas sebesar itu tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. “Sekadar contoh, untuk potong rumput saja di sini bisa mengeluarkan biaya puluhan juta sebulannya,” ujar Firmanzah mengakhiri obrolan. n
KOLOM MEMBANGUN KEPEMIMPINAN DI BISNIS PRIBADI (1)
untuk individu pebisnis yang berbeda. Sebab, penetapan misi erat terkait dengan passion. Yakni, hasrat dan kecintaan kuat pada pilihan bisnis dan mimpi. Passion yang menjadi alasan mengapa suatu bisnis patut berdiri. Passion yang membuat kita bertahan, di kala didera topan kegagalan. Passion yang membuat kita mampu bangkit kembali, meskipun dihempas badai kebangkrutan. Passion yang akan membawa sang kapal tetap berlabuh di tujuan – mengatasi berjuta tantangan – pada akhirnya.
Lyra Puspa
Kedua, tentang visi. Tak hanya “Mengapa”. Ketajaman arah “Kemana Kita Pergi” juga menjadi satu parameter kunci dalam kepemimpinan sebuah bisnis pribadi. Dan, itu yang dimaksud dengan visi. Visi yang jelas, sederhana, dan mudah dipahami oleh seluruh awak kapal yang ada. Ke Bandung atau Surabaya. Mana saja, tanpa perlu kalimat muluk bersayap seperti : Ke ujung dunia.
S
ebuah entitas bisnis ibarat sebuah kapal.
Sang nahkoda tak mungkin menjalankan kapal mencapai tujuannya seorang diri. Diperlukan tim yang solid di belakangnya. Baik pada skala korporasi, ataupun bisnis pribadi. Hanya saja, pada korporasi sang pemimpin adalah seorang profesional yang ditugaskan untuk membawa sang kapal ke tempat tujuan yang telah ditetapkan dengan risiko sebatas tuntutan profesionalisme. Sementara, pada bisnis pribadi, sang pemimpin adalah si pemilik kapal itu sendiri. Dialah yang menetapkan tujuan. Yang menanggung segala risikonya apabila sang kapal karam. Sebuah entitas bisnis ibarat sebuah kapal. Membangun bisnis sendiri ibarat menjalankan sebuah kapal pribadi. Berbeda dengan korporasi dalam
hal berhitung risiko dan intensitas hasrat untuk menggapai mimpi. Hidup matinya bisnis ada di tangan kita. Karena itu menjadi pertaruhan hidup kita. Dan karenanya, bisnis pribadi membutuhkan karakteristik pemimpin yang relatif berbeda. Pertama, dalam misi. Misi terkait dengan pertanyaan : “Mengapa”. Pada sebuah korporasi, misi seorang nahkoda cukup sebatas pada urusan profesi. Mengapa memilih profesi ini? Lalu perusahaan bisa berganti. Namun pada bisnis pribadi, pertanyaan lebih menukik pada eksistensi bisnis yang digeluti. Mengapa memilih bisnis ini? Jawabannya bisa beragam. Mungkin untuk bisa mandiri secara ekonomi. Atau, meraih kekayaan tanpa batas. Atau, demi kebebasan beraktualisasi. Ya, tapi mengapa harus bisnis yang ini? Jenis bisnis yang melahirkan jawaban
sama, akan yang berbeda
Tanpa visi, betapapun kuatnya alasan agar bisnis tetap berdiri, bisnis ini bak kapal yang berlayar tanpa tujuan pasti. Berputar-putar di samudera, hanya untuk kembali pulang tanpa membawa suatu apa. Bisnis sebagaimana kapal yang berlayar membutuhkan tujuan pasti. Tujuan yang harus dirumuskan oleh sang pemiliknya sendiri. Ketiga, jujur pada diri. Terbatasnya skala usaha pada sebuah bisnis pribadi kerap melahirkan ukuran organisasi yang kompak. Kedekatan hubungan antar pribadi pun tak dapat dihindari. Pada titik ini, baik buruknya kinerja organisasi sangat erat kaitannya dengan kualitas pribadi sang pemimpin tertinggi. Kualitas pribadi yang buruk, dengan segera akan meruntuhkan motivasi dan kinerja organisasi. Sebaliknya, kualitas pribadi yang unggul akan menjadi modal untuk memompa semangat tim dalam bersinergi. Karenanya, kejujuran sang pemilik terhadap segala kelebihan dan kekurangan dirinya menjadi teramat krusial. Untuk terlebih dahulu memimpin dirinya, sebelum memimpin awak kapalnya. (Bersambung) (Penulis adalah Founder PILLAR | Business Accelerator)
33
HC Magazine/064/July2009
LEADERSHIP
D
alam acara Leadership Forum yang digelar oleh konsultan sumber daya manusia (SDM) Dunamis Organization Services akhir bulan lalu, seorang peserta bertanya kepada salah satu pembicara. ”Bagaimana mencari pemimpin masa depan yang bisa dijadikan panutan?” Sang narasumber, yang tak lain adalah Wakil Presiden Direktur PT United Tractors, Paulus Bambang W.S, menjawabnya sederhana. ”Seorang pemimpin yang ingin menjadi role model harus bisa memenuhi tiga huruf ‘u’. “Yaitu, uwongke, uwangke, dan usahake,” ujarnya dengan logat Jawa.
Sumber: google
JURUS JITU MENJADI PEMIMPIN PANUTAN
Peran seorang pemimpin sangat menentukan bagi kesuksesan organisasi. Selain mampu mencapai tujuan perusahaan, seorang pemimpin harus memiliki karakter kuat agar bisa menjadi panutan bagi lingkungannya. Anung Prabowo
34
HC Magazine/064/July2009
Paulus lalu menjelaskan maksud dari ketiga kata tersebut. Pertama, uwongke. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah, pemimpin yang memanusiakan karyawan. Ia mengatakan, konsep itu dapat dilihat dari penggunaan istilah personalia yang diganti menjadi human resources dan sekarang berubah menjadi human capital. “Konsep berpikirnya, SDM adalah aset yang dinamis,” imbuhnya. Kedua, uwangke (menguangkan). Maksudnya? “Meng-uwongke (memanusiakan) saja tidak cukup. Jadi pemimpin harus bisa menguangkan. Artinya, dia harus bisa memberikan kompensasi yang menarik. Kalau untuk kenaikan UMR saja dia masih ribut, bagaimana memikirkan pengembangan bisnisnya?,” tanya alumni Institut Pertanian Bogor ini. Dan ketiga, usahake (mengusahakan), yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu membuat tantangan dan mengupayakan agar timnya menjadi uwong (orang) dan menghasilkan uwang (uang). Di luar itu, ia menilai, “Pemimpin yang bisa dijadikan role mode adalah orang yang punya hati dan bisa berperan sebagai ayah.” Dalam suasana diskusi yang sederhana namun berjalan antusias itu, para peserta yang hadir tampak senang karena mendapat banyak vitamin dari narasumber. Sementara itu, Senior Manager of SHE PT Medco E&P Indonesia P.M. Susbandono mengungkapkan, seorang pemimpin akan menjadi role model apabila dia mempunyai karakter yang bisa diteladani oleh lingkungannya. Terutama, teladan dalam perilaku nonteknis di pekerjaaannya. “Istilah Daniel Goleman (penulis buku Emotional Intelligence), seorang pemimpin pa nutan harus mempunyai social skill yang
LEADERSHIP tinggi, sehingga menjadi determinan bagi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya. Dengan kata lain, lanjut Susbandono, pemimpin panutan tidak hanya bertindak secara transaksional, tetapi sekaligus transformasional. Komisaris Dunamis Organization Services, Hotasi Nababan, me nambahkan, setiap karyawan ingin mencontoh orang yang lebih sukses agar kariernya meningkat. Salah satunya adalah mencontoh pimpinannya. Akibatnya, segala gerak-gerik dan ucapan CEO sangat diperhatikan oleh orang-orang di lingkungan kerjanya. “Karena itu CEO harus lebih hatihati dalam bersikap, berbicara, dan bertindak karena semuanya pasti diawasi karyawan,” katanya menegaskan. Menurut Hotasi, ada tiga hal yang perlu disiapkan seseorang untuk menjadi pemimpin panutan. Pertama, mempunyai mimpi (dream-vision) yang membawa semua ke kondisi lebih baik. Kedua, memiliki keterampilan, kecakapan, dan pengetahuan mana jemen (technical management). Dan ketiga, memiliki perilaku yang baik untuk menghadapi orang (people relationship). “Yang penting adalah, kita harus bisa mengukur diri sendiri, apakah saya pantas memimpin sekian banyak orang dengan yang saya miliki saat ini?,” ujar Hotasi balik bertanya. Ketika ada peserta yang bertanya, apakah saat ini Anda sudah merasa sebagai pemimpin panutan, baik Susbandono maupun Hotasi mengaku tidak pernah merasa cukup untuk menjadi panutan. Susbandono me ngatakan, proses menjadi pemimpin panutan adalah suatu perjalanan yang tanpa batas. “Orang bisa menuju ke sana, tapi juga bisa berbalik arah menjauhi sosok role model tersebut,” kata lulusan Teknik Industri dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Bahkan, lanjutnya, menjadi role model adalah hal yang sangat sulit dicapai, apalagi untuk dipertahankan. Senada dengan Susbandono, Hotasi menyatakan, seorang CEO akan tetap belajar untuk berperilaku lebih baik agar kepemimpinannya efektif. “Di satu sisi, otensitas pribadinya harus dipertahankan agar greget atau passionnya tetap ada, tetapi di sisi lain ada batasan yang selalu diingatnya supaya tidak counter productive,” tutur mantan
Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines ini. Ketika menjadi CEO Merpati, Hotasi mengakui, banyak hal yang dijadikan batasan agar tidak membuat persepsi negatif di perusahaan. Akibatnya, kata pria lulusan Teknik Sipil ITB ini, saat itu banyak teman dekatnya yang menilai ia ‘jaim’ (jaga image). “Misalnya, saat ingin marah karena kinerja yang tidak baik, saya harus bekerja keras menahan diri dan menegur dengan halus agar yang bersangkutan tidak tersinggung dan kehilangan muka. Apalagi saat itu mayoritas orang-orang di level manajemen yang saya pimpin jauh lebih tua dari saya,” tuturnya.
Susbandono punya cerita lain. Selama ini ia berusaha untuk berempati terhadap sesama. “Saya selalu berusaha mendudukkan diri saya pada posisi dia, ketika saya berinteraksi dengan seseorang. Tetapi usaha saya masih sangat jauh dari role model, dan itu sesuatu yang sangat saya sadari,” ungkapnya terus terang. Bahkan, ia percaya pada apa yang disebut sebagai ‘gawan bayi’ atau sesuatu yang sudah mengikat pada diri seseorang ketika dia lahir. Istilah psikologinya adalah nature factor (faktor alam). “Kalau Anda kurang beruntung di lahirkan sebagai orang yang tidak membawa gen untuk disebut panutan, Anda harus bersedia belajar dan terus belajar untuk paling tidak mendekati atau menuju sebagai role model. Kemudian motivasi, praktik, dan feedback dari orang-orang terdekat, seperti mentor, atasan, bawahan, teman sejawat, dan keluarga akan sangat banyak membantu,” paparnya menjelaskan. Yang tak kalah penting, kata pria yang berpengalaman lebih dari 25 tahun di bidang manajerial ini, seseorang harus punya keinginan kuat
untuk menjadi pemimpin panutan. Susbandono menyadari bahwa setiap orang adalah unik dan masing-masing mempunyai kelebihan yang tidak bisa dibandingkan secara apple to apple. Lantas, bagaimana pemimpin bersinerji dengan orang-orang HR? Hotasi menegaskan, fungsi HR harus melekat dalam diri seorang Dirut. “Saat saya memimpin Merpati, saya sendiri yang menjelaskan kebijakan yang tidak populer melalui email dan temu muka, termasuk menjawab semua pertanyaan karyawan. Walaupun departemen HR biasanya ditangani oleh seorang Direktur HR, tapi tetap saja Dirut harus menjadi panglima tertinggi atas HR. Sementara fungsi departemen lain seperti pemasaran atau keuangan masih bisa didelegasikan,” tutur pria yang mengagumi sosok Soekarno ini. Di lain sisi, pengamat ke pemimpinan Rivalino Shaffar mengungkapkan, ada dua faktor yang bisa mendukung seseorang untuk menjadi pemimpin panutan. Pertama, faktor internal (dalam diri) yang meliputi: bagaimana ia memaknai pekerjaan, mengenali kekuataan dan kelemahan diri, mengetahui tujuan perannya, dan memiliki kemampuan untuk memotivasi diri. Kedua, faktor eksternal, yakni membangun kejelasan arah organisasi (visi dan misi), sistem yang mengartikan arah ke dalam pembagian kerja yang jelas, dan membuat arah tersebut diyakini oleh seluruh karyawan. Rino, begitu sapaan akrab Rivalino, menggambarkan sosok pemimpin panutan ibarat semboyan Ki Hadjar Dewantara yang berbunyi: “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Artinya, seorang pemimpin itu sejatinya berada di depan sebagai teladan, di tengah untuk membangun semangat, dan di belakang memberikan dukungan. Maka itu, selain memiliki kompetensi teknis di bidangnya, Rino menilai, pemimpin juga dituntut memiliki karakater diri yang rendah hati. Sekarang, bawalah diri Anda ke sebuah cermin dan tataplah bayangan di cermin itu. Apakah Anda sudah memiliki kompetensi dan karakter sebagaimana semboyan Ki Hadjar Dewantara? Jika belum, mulailah belajar dan mencontoh dari pemimpin-pemimpin terbaik di zamannya. n
35
HC Magazine/064/July2009
CEO
MARTHA TILAAR
GOD is MY CEO Kepemimpinan yang keibuan adalah jurus jitu Dr. Martha Tilaar dalam membesarkan Martha Tilaar Group (MTG) menembus pasar international. Apa lagi rahasia suksesnya yang lain? Rina Suci Handayani
M
Seusai acara peluncuran dan talkshow buku “Indonesian TOP CEO Wisdom” beberapa waktu lalu di Jakarta, tampak seorang wanita yang dikenal dengan bisnis kosmetikanya tengah dikerumuni wartawan. Wanita berbalut kebaya modern dan rok batik khas Indonesia itu adalah Dr. Martha Tilaar. Senyumnya mengembang. Dengan sikap keibuan, Martha menanggapi dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan wartawan. Tangan dingin Martha sudah terbukti ampuh mengelola sesuatu yang sederhana menjadi unik dan bernilai ekonomis. “Kalian lihat tas ini. Modalnya hanya Rp 20 ribu ditambah sulamannya Rp 30 ribu. Tapi saya bisa jual US$ 400 di luar negeri dengan modal hanya Rp 50 ribu,” ungkap Martha dengan mata berbinar seraya menunjukkan tas tangan cokelat rajutan berbahan dasar bambu berukuran sekitar 30 cm x 50 cm. Tas itu dihiasi rangkaian bunga kecil berwarnawarni yang dijahitkan di permukaannya. Selain jeli berkreasi dan melihat peluang, kepemimpinan Martha di MTG diakuinya berkat menerapkan filosofi warisan orangtuanya. Menjadi manusia DJITU, itulah filosofi yang diturunkan orangtua Martha. Filosofi ini juga yang memengaruhinya
36
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
hingga mampu membesarkan MTG menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sekaligus menembus pasar internasional. Mengapa harus DJITU? “Jika mau menjadi orang berhasil, seseorang harus memiliki attitude DJITU, yaitu manusia yang disiplin, jujur, dan beriman kuat,” kata Martha mengutip nasihat orangtuanya. Sentuhan wanita tentu saja kental di MTG. Peran Martha sebagai perintis sekaligus CEO yang membawahi 6 ribu karyawan ini rupanya tidak jauh dari peran kesehariannya sebagi ibu dari empat anak. “Saya kadang keras dan mengomel, seperti ibu,” aku Martha blak-blakan membuka gaya kepemimpinanya di MTG. Prinsip Martha adalah fokus pada kemampuan dirinya. Sadar akan potensi dirinya dalam berinovasi dan mengeksplorasi kosmetika dari alam Indonesia, Martha memfokuskan perusahaannya menjadi perusahaan kecantikan. Bukan hanya memproduksi kosmetika, lebih jauh lagi mendalami filosofi kecantikan berdasarkan warisan nenek moyang. Martha menyebut MTG sebagai the beauty company. Inovasi dan teknologi menjadi amunisi andalan bagi Martha. Menurutnya, keberhasilan MTG dalam mengedukasi pasar bukan hanya bermodal keyakinan dan kemauan. Inovasi tiada henti dilakukan di berbagai sisi, mulai dari riset, produk, promosi, pemasaran, teknologi, dan lain-lain. Semua
CEO aspek tersebut menjadi perhatian utama dalam mendobrak paradigma masyarakat Indonesia terhadap produk MTG yang sempat dicap ‘ketinggalan zaman’ oleh masyarakat Indonesia.
Martha seraya melanjutkan, ”saat itu pendapatan toko meningkat dari Rp 15 juta/ bulan menjadi Rp 220 juta/ bulan/toko.”
Kecewa dan marah sempat dirasakan Martha pada sekitar tahun 1995. Ketika itu ia bermaksud menyewa booth di sebuah mal, namun ditolak mentah-mentah oleh pengelolanya dengan alasan produk MTG tidak ‘level’ masuk ke mal tersebut. “Saya gebrak meja saja, saya emang bonek,” kata Martha berapiapi disambut gemuruh tawa peserta peluncuran buku Indonesian TOP CEO Wisdom. “Kamu hidup di mana? Masak tidak level sama produk dalam negeri? Saya kan tenant – bayar – bukan minta, kalau saya tidak diizinkan saya mau lapor presiden,” Martha menirukan kemarahannya saat itu dan sempat mengancam pengelola mal.
Memimpin bagi Martha adalah seni tersendiri. Ada saatnya ia me nerima teknologi dan mengembangkannya. Untuk itu, Martha tidak segan-segan berinvestasi mahal untuk me ngembangkan riset di MTG. Namun, saat Martha sadar bahwa teknologi bisa menggantikan tenaga manusia dan membuat pekerjaan jauh lebih efisien, Martha pun tidak segan menentang teknologi demi mengikuti hati nuraninya.
Ia nekat melakukan tindakan itu bukannya tanpa alasan. Martha ber pendapat, untuk membangun image sebuah produk – mau tidak mau – ia harus masuk ke tempat yang dianggap prestisius oleh konsumen kota. Martha berharap, langkah beraninya itu
”Terus terang saya me nentang manajemen,” aku Martha tegas. “Dengan teknologi produksi bisa lebih efektif dan efisien dibanding tenaga kerja. Sebenarnya dengan tiga ribu tenaga kerja saja sudah cukup, tapi saya tidak tega untuk
penanya dan melanjutkan, “saya yakin saja setahun lagi ada kesempatan dan terbukti sales meningkat drastis.“ Istri H.A.R Tilaar ini mengangguk sejenak dan matanya sempat menerawang mengenang ke putusannya yang berani saat itu.
Martha sempat kembang kempis saat membawa produknya diterima di negeri sendiri. dapat mengedukasi konsumen me ngenai produk dalam negeri yang kualitasnya tidak kalah dengan produk luar negeri. Berkat jurus DJITUnya, buah perjuangan Martha terasa manis saat ini. Terbukti, produk MTG dapat diterima pasar dengan baik dan memiliki brand awareness yang tidak kalah dengan produk luar negeri. Martha sempat kembang kempis saat membawa produknya diterima di negeri sendiri. Modal finansial pun menipis, bahkan hampir cekak. Tahun 1997 ketika krisis moneter menggebrak Indonesia, justru membawa hikmah tersendiri bagi Martha. ”Ketika krisis harga kosmetika impor menjadi sangat mahal. Konsumen mulai melirik produk kami karena harganya murah,” kenang
menghilangkan yang setengahnya,“ kata Martha menjawab secara tersirat pertanyaan tentang visi dan misinya untuk dunia ketenagakerjaan di MTG yang 70%-nya adalah pekerja wanita. Kembali ke tengah kerumunan war tawan yang mendengarkan penjelasan Martha, sebuah pertanyaan unik da tang dari seorang peserta yang ikut nimbrung bersama para pekerja pers ini. “Bu, kenapa ibu memutuskan untuk meneruskan sewa tenant di mal itu pada 1997, padahal ibu sudah tidak punya modal lagi?“ Martha terdiam sejenak mengingat titik baliknya itu. “Ini penyelenggaraan Ilahi, tidak tahu, God is my CEO, saya tidak tahu,“ jawab Martha menatap sang
Keibuan bagi Martha tidak hanya sebagai ibu dan istri, tapi juga sebagai seorang pemimpin bagi MTG dan masyarakat. Tanpa disadari, sikap keibuan akan pentingnya kecantikan muncul untuk seorang gadis yang turut mengantre meminta tanda tangannya. “Aduh, kamu nanti ke tempat saya ya, biar dirawat supaya wajahnya bersih. Sayang lho kamu ini cantik.“ Dengan sikap keibuan Martha membelai wajah seorang gadis yang dipenuhi jerawat. “Datang ya, gratis, bilang sama PR (public relation) saya,“ ujar Martha lagi. Sang gadis tersenyum senang berbinar-binar tidak menyangka. “Terima kasih, Ibu Martha,“ jawabnya semringah. Semua orang yang mendengar dan sedang mengantre tanda tangan turut tersenyum senang saat itu.
37
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
WISDOM
Wimar Witoelar
“Manusia Harus Bisa Belajar Sendiri” Dunia komunikasi Indonesia semakin berwarna dengan kehadirannya. Sosok dan gaya nyentriknya mudah dikenali dan ditemui lewat layar kaca sebagai pembawa acara atau narasumber acara politik. Rina Suci Handayani
38
HC Magazine/064/July2009
“Y
ang gak punya facebook bukan manusia namanya, ha ha ha,” canda seorang lelaki berambut keriting kepada Majalah Human Capital (HC). Pria bernama Wimar Witoelar yang ditemui HC di kantornya, Intermatrix, di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, ini mengaku senang tertawa dan bermain. Tak heran bila WW – demikian panggilan akrabnya – ini lebih suka bicara yang ringan-ringan saja. Istilahnya, serius tapi santai. Pertanyaan yang menyerempet ke arah filosofi dijawabnya dengan santai, sama seperti gayanya sebagai narasumber di televisi. “Saya bukan orang yang punya
WISDOM filosofi. Kalau Rina (penulis) anggap saya orang yang memiliki wisdom, artinya kebetulan,” jawab WW ketika ditanya tentang arti manusia baginya. “Saya ini orang biasa sekali,” lanjut WW sambil senyum. Ketika ditanya pandangannya tentang manusia, WW punya jawaban unik. Ia memandang manusia sebagai -- the supreme creation of God – yang melukiskan apa yang mungkin di dunia ini dan apa yang tidak mungkin di dunia. “Dalam diri manusia kita bisa melihat batas kemampuan kita sebagai peradaban, juga potensi. Jadi, manusia itu adalah benda yang sangat indah,” WW menyimpulkan. Lebih lanjut WW mengatakan bahwa manusia adalah pusat dari kemampuan Tuhan dan alam untuk menciptakan sesuatu. Maka itu, manusia harus belajar dari manusia, p e d u l i k e p a d a s e s a m a manusia, merawat manusia, dan tidak menjadikan manusia sebagai objek. “Saya percaya bahwa kita harus saling menghormati, bersikap baik, serta perbedaan politik dan agama itu sangat kecil dibandingkan kepentingan kita bersama sebagai manusia,” ujar WW.
sesuatu yang tidak dimengerti, carilah orang yang bisa membantu Anda untuk mengerti. Itulah prinsip pendidikan menurut WW. ”Secara masal diterjemahkan menjadi kelompok atau sekolah di mana ada kecocokan antara yang belajar dan mengajar. Kecocokan antara minat dan pilihan kita, murid dan pengajar, kebutuhan baca dan persediaan buku. Itu adalah dasar dari proses pendidikan,” kata WW memberikan contoh. Walaupun pernah berprofesi sebagai guru dan dosen, WW emoh mengajarkan apa pun terhadap rekanrekannya di Intermatrix Communication – perusahaan yang didirikannya pada 1986 itu. Mengapa demikian? Menurutnya, belajar harus dimulai dari
tentang prinsip belajar yang harus dimulai dari diri sendiri. WW sudah membuktikannya dan gelar profesor komunikasi disandangkan kepada dirinya. Itu berarti, ada pengakuan dari luar terhadap kemampuan WW di bidang ilmu komunikasi. Semua itu menurut WW bukan hal yang utama, tapi kembali kepada proses belajar yang dilakukannya untuk mendalami ilmu komunikasi. Kemauan untuk belajar sendiri akhirnya membawa WW dianggap kompeten dalam bidang komunikasi. ”Saya tidak punya latar belakang pendidikan ilmu komunikasi, saya belajar sendiri,” kata ayah dua anak lelaki, Satya dan Aree ini. Jelas sekali, pria yang doyan bercanda dan aktif menulis ini tidak suka disebut pria filsuf. Jika memang ada sisi yang dianggap w i s d o m , itu hanya kebetulan, begitu menurut WW. ”Saya tidak senang berfilosofi, tapi kalau orang mau menangkap filosofi dari saya silakan saja,” kata kakek dari Kirana ini. ”Wisdom itu harus bisa dilakukan oleh setiap manusia bukan oleh philosopher,” tambahnya.
”Inilah yang dinamakan proses belajar mengajar. Itu saja arti pendidikan yang paling penting,”
Salah satu jalan untuk belajar dari manusia adalah melalui pendidikan. Untuk pendidikan, WW mau bicara serius. Menurut pria kelahiran Padalarang, 14 Juli 1945, ini pendidikan sangat sedikit kaitannya dengan pemerintah. Pemerintah hanya ada hubungannya dengan penyediaan prasarana pendidikan. Sejatinya orang bisa menempuh pendidikan tanpa prasarana. Baginya pendidikan adalah saling mengisi kebutuhan antara orang yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan di satu sisi dan orang yang perlu membagi pengetahuan dan keterampilan di sisi lain. ”Inilah yang dinamakan proses belajar mengajar. Itu saja arti pendidikan yang paling penting,” jelas WW. Melakukannya bisa di mana saja. Bisa sendiri sambil duduk di rumah, di sawah, dan lain-lain. Jika menemukan
diri sendiri. ”Terutama, saya berada di sini (Intematrix) menyediakan diri untuk dipakai. Apa yang mereka perlukan saya bisa mencoba mengadakan,” kata Wimar. Contoh kecilnya adalah WW membantu membuatkan proposal dan menulis dalam bahasa Inggris. ”Saya tidak mengajarkan apa-apa karena menurut saya orang itu tidak bisa diajar, tapi harus belajar sendiri. Orang yang bisa pakai saya akan cepat maju, sedangkan yang tidak bisa pakai akan maju sesuai kecepatannya,” tambah WW. Bagi Dewi, salah satu Public Relation Consultant di Intermatrix, pembelajaran nyata ilmu komunikasi adalah ketika praktik langsung sebagai seorang public relation. ”Ilmu yang saya dapat di bangku kuliah berbeda dengan yang saya peroleh di lapangan,” katanya. Dewi mengaku banyak belajar tentang komunikasi selama bergabung di Intermatrix. ”WW selalu terbuka diambil sarinya oleh kami,” ungkapnya mengenai atasannya. WW yang bernama lengkap Wimar Jartika Witoelar Kaartadipoetra ini memang tidak asal ngecap
WW memang WW. Kemana pun pergi selalu membawa warna tersendiri bahkan turut mewarnai dan menambah semarak dunia komunikasi dan broadcast Indonesia. ’Sekali Sekali Jangan Terlalu Mikir’, begitu salah satu judul tulisan ringan dalam buku terbaru WW berjudul ”More About Nothing”. ”Jangan banyak mikir terlalu dalam untuk setiap fenomena yang lewat. Sekali kamu harus mikir mendalam sudah habis tenaganya,” kata WW mengingatkan. ”Hidup ini ada yang penting dan tidak penting. Kalau kita perhatikan, yang tidak penting banyak yang bisa kita raih,” ujar WW menambahkan. Mungkin saja WW tampak seperti tidak terlalu banyak berpikir. Nyatanya, buah pikiran WW masih terus dinantikan, paling tidak oleh pekerja pers atau penggemar acara talkshow-nya. Hm, sepertinya enak juga tidak banyak berpikir seperti saran WW. Hidup jadi lebih mengalir dan terasa indah. n
39
HC Magazine/064/July2009
EDUKASI Menitipkan
Amanah Pendidikan pada Kandidat Capres-Cawapres
Awal bulan ini bangsa Indonesia melewati masamasa bersejarah yang akan menentukan perjalanan masa depan untuk lima tahun ke depan. Memilih siapa pemimpin negara menjadi sakral dalam konteks mengukur kualitas hidup bagi lebih dari 200 juta jiwa. Masih adakah asa untuk sebuah perubahan yang lebih baik? Rudi Kuswanto
D
alam ajang pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang dilaksanakan pada 8 Juli 2009, ada hal-hal menarik yang bisa kita kaji lebih dalam. Banyak pemikiran yang disampaikan oleh para Capres dan Cawapres selama masa kampanye yang perlu kita telaah kembali. Ditilik dari sisi komitmen mereka atas pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan dunia pendidikan, Majalah Human Capital bermaksud menitipkan amanah yang digali dari para akademisi, praktisi SDM dan perwakilan guru. Siapapun dari ketiga kandidat yang akan terpilih nanti, kami berharap para pemimpin bangsa mau mendengarkan sekaligus menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diketahui, jelas merupakan amanah yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Fondasi utama dalam mencerdaskan bangsa terletak pada upaya pendidikan, melalui ukuran seberapa jauh masyarakat menjadi terdidik, menjadi The Educated Society. Dr.
40
HC Magazine/064/July2009
EDUKASI Daod Joesoef menyebutnya sebagai man of culture, yaitu manusia yang memiliki kepedulian terhadap karyakarya yang dihasilkannya. “Itulah manusia yang mengolah informasi menjadi pengetahuan dan mendalami
Firmanzah mengingatkan, selama ini muncul persoalan antara pusat dan daerah, karena dalam beberapa hal pendidikan diberikan kepada daerah. “Jangan lupa di daerah itu ada gubernur dan bupati yang dipilih langsung oleh
pendidikan,” ungkapnya. Firdaus menambahkan, ada beberapa calon presiden yang berani menyinggung soal pengembangan SDM. “Di Indonesia menjadi penting karena kita tergolong
“Jika negara lain berebut memberi beasiswa kepada SDM kita, jangan komplain karena sebenarnya kita pun bisa melakukannya.” pengetahuan menjadi kebijaksanaan,” tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di masa orde baru ini dalam kesempatan pernyataan kaum budayawan yang menggelar acara “Kebudayaan dan Presiden”, di Jakarta beberapa waktu silam. Penyair Taufik Ismail dalam kesempatan yang sama memberikan pandangan bahwa pendidikan semestinya mem fokuskan kerjanya pada peningkatan atau pengajaran ‘membaca dan menulis’. Sebuah kemampuan yang menurutnya tertinggal lebih dari setengah abad. “Coba bandingkan dulu di masa AMS, sekolah setingkat SMA di masa penjajahan Belanda, seorang murid diwajibkan membaca 25 buah buku dalam setahun dan membuat tulisan sebanyak 108 buah. Sekarang seorang anak SMA hanya diwajibkan menulis 1 buah karangan dalam setahun dan hampir nol buku,” kata Taufik prihatin. Untuk itulah Taufik berharap pe merintah yang akan datang bisa lebih memerhatikan dan membangkitkan kembali budaya membaca dan menulis. Malah, Taufik sangat mendukung jika budaya membaca dan menulis ini diwajibkan bagi anak-anak di sekolah. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Firmanzah, Ph.D, menilai para kandidat perlu lebih detail dalam memandang persoalan SDM di Indonesia. Jadi, tidak hanya pada tataran normatif. “Misalnya saja, mereka mengajak mari kita sejahterakan para guru, anggaran pendidikan akan kita tingkatkan, ya kita tahu semua itu, tapi bagaimana caranya? Berapa anggaran yang kita perlukan untuk pembinaan dosen? Kemudian soal fasilitas, sampai sekarang kami masih menunggu,” katanya kalem.
rakyat. Apakah presiden punya otoritas untuk mengatur daerah, ini kan persoalan. Belum lagi kalau partainya beda. Nah, mudah-mudahan dalam waktu yang tersisa mereka akan lebih membumi,” katanya mengulas. Sementara itu, Firdaus A. Alamsyah, Executive Director Binus International berpendapat, bujet pendidikan sebesar 20% merupakan kebijakan yang sangat bagus. “Artinya sudah ada uangnya, tinggal bagaimana membuat program yang berdampak untuk dunia
negara yang memiliki penduduk besar di dunia. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas SDM Indonesia? Nah, di sinilah peran lembaga pendidikan,” tuturnya. Firdaus melihat pasangan SBYBoediono dan JK-Wiranto punya visi yang menyentuh masalah SDM, sedangkan pada pasangan Mega-Prabowo ia belum melihatnya. “Jika negara lain berebut memberi beasiswa kepada SDM kita, jangan komplain karena sebenarnya kita pun bisa melakukannya. Intinya, dengan
Visi Pendidikan Pasangan No.1 [MEGA-PRABOWO] 1. Memberikan kesempatan yang sama untuk semua lapisan masyarakat un tuk dapat memperoleh pendidikan yang wajar dan memadai. Kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan ini setidaknya tercapai sampai pada tingkat pendidikan menengah. 2. Program Wajib Belajar 12 Tahun masih harus terus dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Program ini perlu ditingkatkan tidak saja kuantitas atau jumlah anak didik yang telah lulus wajib belajar 12 tahun tetapi juga kualitas pendidikan yang diterima, serta kualitas lulusan pendidikan menengah ini juga harus sepadan dan memadai. 3. Agar dapat secara langsung mengisi kebutuhan kesempatan bekerja di dunia kerja, maka pendidikan menengah harus lebih diarahkan pada pendidikan kejuruan terutama teknik, ekonomi, serta manajemen yang relatif sesuai dengan tuntutan kebutuhan dunia kerja. 4. Program link and match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha juga masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan untuk pendidikan tingkat tinggi. Perlu dikembangkan sistem renumerasi dan sistem insentif tenaga pendidik/guru nasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan riil tenaga pendidik/guru.
41
HC Magazine/064/July2009
EDUKASI juga tahu bahwa banyak guru yang menguasai materi tidak berbakat jadi guru. Sayangnya kita tidak punya data tentang hal itu,” lanjutnya.
Program Aksi Bidang Pendidikan-Pasangan No.2 [SBY-Boediono] 1. Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran. 2. Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20% dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau dan bebas pungutan buku wajib atau kegiatan lain untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA. 3. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras. 4. Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti, melalui program sertifikasi guru dan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu. 5. Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti. 6. Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. 7. Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan. 8. Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
anggaran pendidikan 20%, uang sudah ada tinggal bagaimana membuat program yang berdampak besar. Kalau dari tiga pasangan capres dan cawapres, saya menilai SBY-Boediono yang punya program pendidikan paling dominan,” komentar Firdaus. Tak mau kalah, Rama Royani, Ketua Klub Guru Indonesia Jakarta, memberikan masukan. “Sekarang ini ketiganya sibuk menunjukkan perhatiannya dalam hal people development karena
42
HC Magazine/064/July2009
pendidikan merupakan isu strategis. Jadi konsepnya sama, yaitu kenaikan anggaran pendidikan, kenaikan gaji guru, dan peningkatan kompetensi guru,” tutur lelaki yang akrab disapa Abah ini. Menurut Abah Rama, pendidikan memang harus dimulai dari gurunya. “Penelitian menunjukan bahwa banyak guru yang tidak menguasai materi ajar. Bagi mereka pelatihan bisa meningkatkan kompetensi, tetapi kita
Nah, cara yang paling efektif untuk meningkatkan kompetensi guru, menurut Abah Rama, adalah dengan terlebih dahulu memilih mereka yang berbakat guru kemudian baru melatihnya sesuai dengan kompetensi bahan ajarnya. Dengan begitu, pelatihan menjadi lebih bermanfaat. “Konsep di atas adalah konsep Strengths Based Approach dan kalau kita dengarkan dari capres dan cawapres berbicara, cuma Prabowo yang melontarkan ide Strengths Based Approach, walaupun belum fokus ke masalah pendidikan,” paparnya. Lain ladang lain ilalang. Irham Dilmy dari Partner Amrop Hever, salah satu perusahaan executive search melihat, para capres dan cawapres masih berbicara standard. “Sejauh ini belum ada yang mengupas secara spesifik. Yang saya dengar dari para kandidat saat berdialog dengan pemuka masyarakat, organisasi profesi dan lain sebagainya, mereka masih bersuara di tataran permukaan,” tutur Irham berpendapat. Ia menilai, pengembangan SDM belum dijadikan tujuan. “Saya rasa pemerintah belum merasa bahwa (pengembangan SDM) merupakan tugas utama mereka. Karena ini dianggap tugas bersama, menjadi tugas perusahaan dan mungkin nantinya akan dilimpahkan ke kementerian atau departemen,” lanjutnya. Sementara itu, Mia Jalal, Staf Pengajar Sekolah Tinggi ManajemenPPM Manajemen berpendapat bahwa persoalan pendidikan dan ketenagakerjaan semakin lebar karena kualitas SDM yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan industri. “Mereka mempunyai banyak pengetahuan tapi tidak dibutuhkan dalam bekerja. Perilaku SDM kita dalam bekerja dianggap kurang cukup. Kualitas SDM yang dihasilkan oleh berbagai institusi di berbagai daerah, serta kuantitas SDM yang mendapat pendidikan masih jauh dari kebutuhan,” katanya prihatin. Lebih spesifik, Mia melihat program pendidikan yang ditawarkan oleh pasangan SBY-Boediono lebih menguasai keadaan lapangan dan paham apa yang
EDUKASI harus dilakukan. Pasangan JK-Wiranto dinilai Mia memberikan program yang cukup operasional. Sedangkan bagi pasangan Megawati-Prabowo, Mia melihat program yang diusung sudah dibicarakan orang dari dahulu sehingga dapat dipersepsikan pasangan ini tidak punya ide yang original dan membawa perubahan.
dosen dan peneliti untuk meningkatkan kemampuan dan meraih hidup yang lebih layak. Ketiga, menyederhanakan kurikulum sebagaimana sekolah di Eropa-Amerika, dan memperbanyak porsi perilaku, serta keempat mem berdayakan masyarakat untuk ber partisipasi dalam pendidikan formal.
“Khusus untuk pasangan JK-Wiranto, saya tidak setuju dengan program yang akan membedakan evaluasi pembelajaran bagi beberapa daerah sebab hal tersebut akan membuat lulusan beberapa daerah tidak bisa bersaing secara nasional dan internasional. Apalagi imbauan sekolah gratis bagi swasta yang menurut saya tidak penting karena siapapun yang menaruh anaknya di swasta sudah paham risiko biayanya,” tutur Mia menandaskan.
Di samping itu, Mia menambahkan, para pemimpin bangsa harus memiliki sasaran perubahan yang kemajuannya bisa dinilai oleh semua orang, seperti meningkatnya jumlah lulusan SMA atau SMP dan meningkatnya jumlah sekolah yang biayanya gratis. “Mereka harus membuat program yang konkret atas sasaran tersebut dalam rencana kerja hingga ke tingkat daerah dan memilih pejabat-pejabat yang mempunyai visi yang sama, punya kompetensi perubahan dan tidak terlibat dalam kasus keuangan,” ujarnya, tegas.
Mia berharap Presiden dan Wakil Presiden yang nanti terpilih mau memprioritaskan kegiatannya untuk, pertama, memperbanyak Sekolah Guru dengan kurikulum berbasis keahlian dan perilaku. Kedua, mempermudah guru,
Pandangan lain datang dari Lody M. Paat, Dosen Universitas Negeri Jakarta. Ia menyebutkan bahwa ada dilematis saat membicarakan dunia pendidikan dan ketenagakerjaan, yakni antara membuat sekolah umum atau
Visi Bidang Pendidikan-Pasangan No.3 [JK-Wiranto] 1. Meningkatkan kualitas pemerataan pendidikan melalui Sistem Evaluasi yang Proporsional. M e n i n g k a t k a n pemerataan kualitas pendidikan di perkotaan dan daerah tertinggal. Memberi perangsang daerah tertinggal untuk segera mengejar ketertinggalannya serta memberi akses pendidikan yang lebih baik bagi pelajar berprestasi di daerah-daerah yang relatif tertinggal. 2. Meningkatkan penyediaan pendidikan yang terjangkau melalui anggaran yang memadai. Sesuai amanah konstitusi, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pelayanan pendidikan dasar melalui program wajib belajar sembilan tahun perlu terus digalakkan. Sekolah gratis yang dimotori sekolah-sekolah pemerintah harus segera ditularkan kepada lembaga-lembaga pendidikan swasta. 3. Mempertegas Pendidikan Kejuruan melalui Diversifikasi Keahlian. Untuk mengantisipasi permintaan tenaga kerja terampil dan semi terampil yang akan terus meningkat, pemerintah seharusnya mendorong lahirnya sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan tidak boleh menumpuk pada bidang tertentu saja, melainkan harus didorong agar tercipta sekolah kejuruan yang mempunyai diversifikasi yang luas.
sekolah yang berbasis kejuruan dan keterampilan. Lody memberikan gambaran bahwa adanya wacana untuk memperbanyak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) harus ditata ulang. “Lihat saja lulusan SMK masih dihargai sangat rendah meskipun dia terampil, sementara sarjana S1 banyak dikeluhkan karena tidak siap kerja,” ujar Lody berkomentar.
“Mereka harus membuat program yang konkret atas sasaran tersebut dalam rencana kerja hingga ke tingkat daerah dan memilih pejabatpejabat yang mempunyai visi yang sama, punya kompetensi perubahan dan tidak terlibat dalam kasus keuangan.” Menurutnya, harus ada garis yang jelas antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Ia mengambil contoh, lulusan sekolah kejuruan di luar negeri tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, sementara di Indonesia hal ini belum jelas karena sejauh ini masih diperbolehkan dengan alasan sekolah perlu pemasukan. “Solusinya, perguruan tinggi bisa membuka semacam politeknik dan SMK diupgrade menjadi SMK plus setingkat D3 sehingga lulusannya dapat gaji yang layak. Cuma harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, jadi bukan sembarangan buka, nanti jadi overloaded,” tuturnya. Lody menitipkan kepada pemimpin negara, siapa pun yang terpilih harus bisa memahami kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Paling tidak, menteri pendidikan yang ditunjuk harus bisa mempresentasikan kondisi riil yang terjadi. “Kriterianya, pertama, ia tidak boleh politicking. Dan kedua, ia harus tahu dari dasar untuk membuat kebijakan pendidikan,” katanya menandaskan. n Liputan: Sella Panduarsa Gareta & Nurul Melisa
43
HC Magazine/064/July2009
HUBUNGAN INDUSTRIAL Alternative Dispute Resolution (ADR) Penyelesaian Sengketa melalui Mekanisme di Luar Pengadilan Cara perusahaan menyelesaikan sengketa melalui jalur peradilan seringkali menguras tenaga, waktu dan tentu saja biaya. Publikasi media yang berlebih sebagai imbasnya, nyatanya justru tidak banyak membantu. Padahal ada cara yang gampang dilakukan. Apa itu? Ade Ahyad Nadrie
A
danya sengketa dalam perusahaan memang tidak ada yang mengundang. Namun jika masalah itu muncul, toh tak perlu ditakuti atau dihindari. Cara bijaknya, segera cari akar masalahnya dan tentukan model penyelesaiannya.
Mantan Sekretaris Menteri Negara BUMN Bacelius Ruru mengatakan, sengketa dalam hubungan industrial berpangkal dari adanya kontrak kerja. Pada waktu pembuatan kontrak, mungkin saja terdapat klausul yang tidak jelas. “Ada hal-hal yang mestinya masuk di dalam kontrak tetapi tidak dimasukkan. Akibatnya, pada waktu pelaksanaan terjadi perbedaan interprestasi,” katanya. Ruru menambahkan, banyak pihak sering menganggap kontrak itu masalah biasa. “Karena umumnya, ketika melakukan perjanjian, yang dipentingkan adalah kata sepakat terlebih dahulu. Bagaimana aspek-aspek yang lebih detail seperti pemilihan forum jika terjadi sengketa nampaknya masih dianggap sepintas lalu,” paparnya Untuk ini, Ruru menyarankan sebuah perusahaan harus mempunyai legal departement. Divisi ini akan me-review setiap langkah yang dibuat direksi, seperti kontrak, kebijakan, keputusan dan lain-lain. Kalau kontrak tidak dibuat dengan baik, pihakpihak yang terlibat tidak mempunyai bargaining yang kuat. Sehingga saat ada sengketa, semuanya kelabakan dan balik lagi dari titik awal. “Itulah perlunya kontrak sehingga kalau ada sengketa masing-masing bisa membuka kembali kontrak yang sudah dibuat bersama,” tuturnya menjelaskan. Ruru menilai, umumnya ada tiga sikap yang muncul jika terjadi sengketa. Pertama, menyelesaikannya sendiri secara amicable, melalui musyawarah. Yang kedua, para pihak secara sadar enggan mempermasalahkan karena khawatir risiko reputasi atau karena tidak sebanding dengan ongkos hukum yang harus dilakukan. Terakhir, para pihak tidak
44
HC Magazine/064/July2009
HUBUNGAN INDUSTRIAL tahu harus ke mana menyelesaikan sengketa. Ketua Dewan Pendiri BUMN Executive Club (BEC) ini mengatakan, 20 atau 30 tahun lalu, jalan yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa selalu mengacu pada penyelesaian melalui pengadilan. ”Karena memang itulah flash back yang terjadi selama ini dan kami tidak bisa menghalangi orang untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi melalui pengadilan,” ucapnya. Padahal, cara penyelesaian melalui mekanisme di luar pengadilan sangat mungkin dilakukan. Cara penyelesaian di luar pengadilan ini dikenal sebagai alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS). Ruru menjelaskan, penyelesaian model ADR ini prosesnya lebih singkat, tertutup dan lebih murah. Cara yang ditempuh antara lain melalui negosiasi (musyawarah), mediasi, arbitrase serta pendapat mengikat. Lebih jauh Ruru merinci, keuntungan model ADR bisa dilihat dari sisi proses pengambilan keputusan yang relatif lebih cepat karena tidak ada lagi yang namanya proses banding dan kasasi. Eksekusinya pun bisa langsung dilakukan dan tanpa diadili oleh siapa pun, karena penyelesaian dilakukan sendiri oleh penggugat dengan tergugat, atau pihak yang bersengketa. Manfaat lain karena sifatnya yang tertutup, model ini aman dari sentuhan publikasi berlebihan di media massa. Ruru mencontohkan, negara industri seperti Singapura dan Hongkong sudah mengembangkan lembaga-lembaga yang memiliki fungsi mediator maupun arbitrator. ”Singapura mempunyai Singapure International Arbitration Center dan Eropa ada International Commercial Court,” terangnya. Per- soalan yang mereka tangani sebagai Arbiter lebih banyak kepada penyelesaian sengketa yang bersifat lintas negara. Lembaga ini bersifat netral dan independen, tidak terkait dengan salah satu pihak yang bersengketa. Yang
bisa menjadi mediator itu biasanya mereka yang sudah berpengalaman di bidang terkait, seperti asuransi, bidang pertambangan, dan lebih bagus lagi dari latar belakang hukum. Model ADR atau APS sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. APS sudah diatur di dalam UU Belanda sejak masa penjajahan. Bahkan hingga saat ini, dalam hukum acara perdata, hakim selalu meminta supaya penggugat dan tergugat melakukan upaya damai terlebih dahulu. Jika kesepakatan tercapai, hakim tinggal bertugas membuat putusan. ”Kalau tidak sepakat atau tidak setuju untuk menyelesaikan masalah secara damai, baru masuk ke proses pengadilan,” ujar Ruru menjelaskan. Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA)
pada tahun 2003 membuat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatakan, jika para pihak sepakat untuk menyelesaikan melalui mediasi, maka ada mediator yang nanti boleh pilih. ”Kalau sudah ada keputusan yang final, tidak lagi perlu ke pengadilan,” tambah Ruru lagi. Pandangan serupa disampaikan Drs. Saifurrohman, SH, M.Hum, hakim Pengadilan Agama Yogyakarta, bahwa penerbitan tentang prosedur mediasi di pengadilan didorong oleh keberhasilan negara-negara lain seperti Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat dalam penerapan mediasi yang terintegrasi dengan proses litigasi. Dalam artikelnya pa-yogyakarta.net, Saifurrohman menulis tenaga profesional yang me
mungkinkan menjadi mediator di pengadilan adalah hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi lainya. “Prinsipnya setiap mediator di pengadilan wajib memiliki sertifikat, jika tidak ada, maka hakim pemeriksa pokok perkara atau hakim bukan pemeriksa pokok perkara di lingkungan pengadilan yang bersangkutan tetap berwenang menjalankan fungsi mediator. Ketiadaan mediator bersertifikat ini tidak boleh menjadi alasan bagi pangadilan untuk tidak melaksanakan mediasi,” imbuh Saifurrohman. Hakim yang menjalankan fungsi mediator, lanjut Saifurrohman, tidak boleh menerima honor atau fee dari para pihak. Sedang mediator bukan hakim diperbolehkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Proses mediasi berlangsung dalam waktu 40 hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama 14 hari kerja atas dasar kesepakatan dan itikad baik para pihak dalam menempuh mediasi. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian atas suatu sengketa yang belum diajukan ke pengadilan, bisa dikuatkan dengan akta perdamaian oleh hakim. Caranya, salah satu pihak penandatangan kesepakatan perdamaian mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang terhadap pihak penandatangan lainya dengan melampirkan kesepakatan perdamaian yang difasilitasi oleh mediator bersertifikat yang membuktikan hubungan hukum satu atau para pihak dengan objek sengketa. Kemudian hakim yang ditugaskan ketua pengadilan tingkat pertama di hadapan para pihak memastikan apakah kesepakatan perdamaian itu memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sesuai kehendak para pihak; (b) tidak bertentangan dengan hukum; (c) tidak merugikan pihak ketiga; (d) dapat dieksekusi; dan (e) dengan itikad baik. Jika syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka hakim yang berwenang menguatkan kesepakatan di luar atau di dalam pengadilan dengan akta perdamaian. n
45
HC Magazine/064/July2009
USAHA
Sukses Rattanland Membangun Reputasi
Online
Ada banyak jalan menuju sukses. Salah satunya lewat dunia internet. Inilah yang mengantarkan Rattanland pada keberhasilannya saat ini. Bagaimana lika-likunya? Rudi Kuswanto
46
HC Magazine/064/July2009
T
ak ada bayangan sebelumnya jika seorang Tonton Taufik Rachman bisa menggapai kesuksesan di usia relatif muda. Tekadnya yang kuat dan pantang menyerah kini berbuah manis. Penghargaan Primaniyarta 2007 diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai apresiasi atas kerja kerasnya sebagai eksportir yang lima tahun berturut-turut mencapai pertumbuhan positif. Di bawah bendera Rattanland, usahanya di bidang eksport furnitur berbahan dasar rotan dan dijalankan dari sebuah kantor kecil di pinggiran kota Cirebon, Jawa Barat, ini berhasil menembus pasar Eropa. Keberhasilannya bisa terlihat dari data omset penjualan selama tiga tahun terakhir. Pada 2006 Tonton bisa membukukan pendapatan US$ 1,4 juta. Pada 2007 pendapatanya meningkat menjadi US$ 1,5 juta dan pada 2008 ia kembali sukses dengan mengantongi omset sebesar US$ 1,6 juta. Tonton yang terlihat santun, kalem dan bersuara lembut ini mau berbagi kesuksesannya saat ditemui Majalah Human Capital (HC) di sebuah mal
USAHA di ibukota beberapa waktu lalu. Ia bertutur tentang awalnya terjun ke dunia ekspor. Menurutnya, hal ini tidak lepas dari pemandangan sehari-hari di kota tempat ia tinggal sekarang, Cirebon.
jalan menjadi calo. “Cara ini terbukti efektif karena akhirnya saya jadi tahu seluk-beluk mengekspor barang ke luar negeri dan dokumen apa yang harus dipersiapkan,” ungkapnya membuka rahasia.
terjadilah kecelakaan,” ujarnya sedih. Kecelakaan yang dimaksud Tonton, barang-barang yang sudah dikirim ke Finlandia ternyata banyak yang rusak dan buyernya menuntut balik. Ia pun menerima klaim Rp 75 juta.
Tonton yang waktu itu masih belia, merasa tertantang. “Saya lihat orangorang sukses di Cirebon kebanyakan dari usaha eskpor furnitur. Mobil mereka bagus-bagus dan rumah mereka juga besar-besar. Dari situlah saya tertarik untuk bisa meniru keberhasilan mereka,” ujarnya. Ia mengaku kondisi keterpaksaan yang membuatnya makin dalam terlibat di bisnis ini. “Begitu lulus kuliah belum dapat pekerjaan. Puluhan surat lamaran yang saya sebar tidak satu pun yang memberi kesempatan, sehingga saya mulai intens dengan dunia ekspor furnitur,” katanya mengenang.
Tonton memang bisa dibilang nekat. Dengan ilmu seadanya ia membulatkan niat untuk menjadi eksportir yang mandiri. Menyadari secara finansial tidak cukup kuat bersaing dengan pengusaha yang sudah mapan, ia memilih jalur cerdas dengan berjualan secara online.
Tonton yang waktu itu masih muda dan belum tertata mentalnya langsung shock. Berhari-hari ia menangis dan mengunci diri di kamarnya yang sempat membuat orangtuanya kelabakan. Dalam pelariannya ia justru makin tenggelam di dunia maya. “Alhamdulillah, saya mendapatkan order kedua dari Kanada dan minta langsung dijemput di Bandara Soekarno Hatta,” katanya.
Di tengah kegalauannya itu, Tonton seperti mendapat ilham. Inspirasi datang saat ia suatu hari melihat acara di CNN. “Waktu itu saya terkesima dengan fakta penjualan online melalui internet. Dikatakan bahwa 80% buyer datang dari search engine. Fakta inilah yang menggelitik saya untuk mencari ide bisnis yang bisa dijalankan melalui internet,” tuturnya. Tak jauh-jauh, Tonton langsung tertuju pada industri rotan yang memang bertebaran di dekat rumahnya. Ia pun lantas memasang ancang-ancang strategi. Pertama, yang ia bayangkan adalah menguasai tata cara mengekspor barang ke luar negeri. Tonton yang waktu itu sudah mulai akrab dengan internet, belajar otodidak tentang ilmu ekspor. Merasa tidak puas, Tonton memutuskan ke Jakarta untuk mencari ilmu tambahan dengan mengikuti pelatihan ekspor-impor selama tiga hari. “Sayang ilmu yang saya dapat sangat berbeda dengan praktik di lapangan. Saya malah bingung,” katanya kecewa. Tonton sadar ilmu yang paling praktis sebenarnya sudah di depan mata. “Saya baru ngeh kalau mau tahu caranya mengekspor, ya paling gampang bergaullah dengan para pengekspor,” ia berargumentasi. Ia mengukur, tentu tidak gampang seorang yang sukses mau membagibagikan ilmunya. Akhirnya ia menemukan cara sederhana dengan
Alasannya waktu itu simpel. Dengan berjualan online ia tidak harus punya toko maupun pabrik terlebih dulu. “Modal awalnya cuma sebuah komputer, hasil menjual TV dan barang lainnya waktu selesai kuliah,” kenang Tonton. Pada 1999, berbekal domain dotcom dan CV Putra Mas Corp sebagai payung bisnis, dalam hati Tonton mendeklarasikan Rattanland. Episode sulit rupanya harus dilalui ayah dari tiga putra ini di awal-awal membuka usaha. Berbagai penolakan harus ditelannya. “Yang paling sulit yaitu mendapatkan kepercayaan dari buyer, karena saat itu saya berumur
Dengan mata masih sembab akibat komplain yang diterima, Tonton menguatkan diri dan memaksakan wajah ramahnya untuk menemui klien baru. Layanan sepenuh hati Tonton akhirnya mengundang order kedua sebesar US$ 26.000. “Bersyukur bule itu mau memberikan uang panjar yang nilainya cukup untuk membayar klaim saya sebesar Rp 75 juta tadi,” ujarnya. Belajar dari pengalaman inilah Tonton makin matang hari demi hari. Order dari berbagai negara pun mengalir
“Modal awalnya cuma sebuah komputer, hasil menjual TV dan barang lainnya waktu selesai kuliah.” 26 tahun. Jadi, lebih baik mendapatkan order melalui internet daripada bertemu langsung. Selain tidak punya pabrik, juga tidak percaya diri, takut buyer batal order setelah bertemu dengan anak muda,” paparnya. Penantian Tonton pun berujung. Ia menemukan buyer pertama kali dari Finlandia. Namun begitu, kesabarannya masih diuji. “Terus terang waktu itu saya belum paham betul dengan bahan-bahan yang digunakan sehingga
seiring bertambahnya kepercayaan dari para buyer. Ia juga mengikuti ajang pameran furnitur untuk menjaring buyer kelas kakap. “Tapi dari pameranpameran yang saya ikuti, saya ternyata lebih sreg dengan jalur promosi lewat internet. Selain lebih efektif, juga bisa menekan biaya pameran dan promo yang besar,” tambahnya. Di Rattanland kini ia mempekerjakan 16 karyawan, terdiri dari bagian marketing, quality control, dokumen ekspor, keuangan, dan web developer.
47
HC Magazine/064/July2009
USAHA Ketertarikan Tonton pada dunia internet makin menjadi-jadi. Misalnya, kini ia membuat semacam direktori eksporimpor dan tidak tanggung-tanggung ia sasar berdasarkan masing-masing negara tujuan. Di setiap negara ia menginvestasikan satu domain dan kini ia sudah memiliki sekitar 50-an domain. “Misalnya, di Vietnam saya sudah siapkan domain tentang eksporimpor di negara tersebut dan link ini saya pasang di situs Rattanland yang memiliki pengunjung tetap dari berbagai negara. Sehingga, setiap negara yang datang ke situs saya akan mengklik domain menurut negara asal yang sudah saya siapkan,” paparnya. Strategi online memang diniatkan lulusan S2 dari Institut Teknologi Bandung ini untuk memperkuat brand Rattanland di mata robot search engine. “Dengan bantuan backlink inilah saya berharap situs Rattanland bisa bertengger di posisi teratas di mesin pencari kata, baik di Google maupun search engine lainnya,” katanya berharap. Di satu sisi, Tonton berhasil memperkuat basis usahanya sendiri. Namun demikian, ia mengakui, tak memiliki kuasa terhadap faktor eksternal yang berada di luar kontrolnya. Misalnya, SK Menteri yang membolehkan ekspor bahan baku -termasuk rotan di dalamnya- telah mengantam usahanya. “Terasa sekali apalagi Rattanland 100% ekspor. Awal tahun yang biasanya ramai, tahun ini turun drastis. Sejak 2005 pertumbuhan ekspor furnitur dari rotan tidak tumbuh seperti sebelumnya,” ia menyesalkan. Tonton tentu tidak tinggal diam. Ia me lirik usaha lain dan beruntung profit bisnis yang telah dikumpulkannya mampu melahirkan anak bisnis lain, berupa SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum). Mengusung konsep unik, SPBU milik Tonton dilengkapi dengan jasa potong rambut, ATM dan toko baju anak. Dengan keahliannya di bidang internet, kini ia juga tengah menggodok proyek bisnis ritel kaos ‘couple’ yang akan dipasarkan ke seluruh dunia. Sekali lagi, ia akan mencoba peruntungannya melalui reputasi online yang telah dibangunnya sejak 10 tahun silam. Di mata Nukman Luthfie, pakar Online Strategist, keberhasilan Tonton yang
48
HC Magazine/064/July2009
menggabungkan bisnis offline dan online ini termasuk langka. “Saya sulit mencari sosok pengusaha Indonesia yang mempraktikkan
untuk mempromosikan diri di pasar internasional ketimbang ikut pameran. “Tonton lebih banyak menerapkan SEO alias search engine optimization untuk menggaet p r o s p e k pembeli dari luar negeri,” u n g k a p bos Virtual Consulting ini.
“Dengan bantuan backlink inilah saya berharap situs Rattanland bisa bertengger di posisi teratas di mesin pencari kata, baik di Google maupun search engine lainnya.” internet marketing untuk menembus pasar ekspor. Nah, Tonton ini bisa kita tiru. Setelah mempraktikkan internet marketing, penjualannya naik 50% tiap tahun,” ujar Nukman berpendapat. Dalam kasus Rattanland, Nukman memberi catatan penting. Pertama, produk Indonesia yang layak ekspor sangat banyak, namun banyak pula yang belum paham betapa hebatnya potensi internet sebagai media promosi. Kedua, untuk UKM, internet merupakan cara yang relatif murah
Dan ketiga, agar berhasil melakukan pemasaran di internet diperlukan pengelolaan yang serius. “Tonton berkantor di mana saja dengan laptop-nya. Ia punya tim khusus yang mengelola beberapa situs dan tidak membiarkan SEO berjalan sendiri karena SEO hanya mendatangkan trafik. Selanjutnya, trafik mau diapakan, tergantung pada keseriusan manajemen,” tutur Nukman mengulas. Di samping itu, Tonton melengkapi taktik online-nya dengan membangun e-marketplace di Singapura. Tentu, ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi Rattanland. Anda mau ikut mencoba? n
Mempercepat Transformasi Human Capital lewat IHCS
P
ertengahan Juni lalu, Majalah Human Capital dan Dunamis Organization Services kembali menyelenggarakan HC practice event ke-2. Acara yang digelar dalam rangka sosialisasi pelaksanaan Indonesian Human Capital Study (IHCS) ini berjalan sukses. Acara tersebut mendapat respons positif dari kalangan praktisi human capital. Jumlah peserta yang berpartisiasi di acara ini juga lebih banyak dibandingkan event bulan lalu. Ada sekitar 90 praktisi human capital dari berbagai industri yang antusias menyimak penjelasan mengenai IHCS. Sekadar gambaran, IHCS merupakan studi yang dilakukan terhadap pendekatan, proses, dan hasil dari penerapan Human Capital Management di berbagai perusahaan di Indonesia. Sosialisasi IHCS ke-2 masih bertempat di kampus The Joseph Wibowo Center (JWC) Universitas Bina Nusantara (UBiNus) Jakarta. Pada kesempatan tersebut, sesi pembuka diawali dengan sambutan Tubagus Hanafi Soeriaatmadja selaku tuan rumah yang mewakili UBiNus. Tubagus menyampaikan kebanggaannya terhadap Majalah Human Capital (HC) dan Dunamis yang telah bersedia mendekatkan pihak akademisi dengan industri. Menurutnya, kalangan akademisi dan industri harus saling bersinergi satu sama lain untuk membangun negeri ini. Sementara itu, Pemimpin Perusahaan Majalah HC Malla O. Latif mengungkapkan, HC terus berusaha memberikan kontribusi terhadap perkembangan human capital di Indonesia. Tujuannya tak lain untuk membangun Indonesia lebih baik. “Kami berharap hasil IHCS bisa diterapkan sebagai pembanding untuk perkembangan human capital di berbagai perusahaan di Indonesia,” tuturnya. Dalam IHCS, ada tiga kriteria yang akan dinilai, meliputi Human Capital Index, Employee Engagement, dan Human Capital Management System. Dalam penjelasannya, Alex Denni selaku Associate Partner Dunamis Organization Services menegaskan, IHCS bertujuan untuk melihat
sejauh mana konsistensi usaha yang dilakukan manajemen perusahaan dalam mengembangkan asetnya (karyawan), melakukan alignment sistemnya, dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. “Studi ini digagas untuk bersama-sama kita melakukan pembelajaran, lalu mencoba menghadirkan perbandingan satu sama lain sehingga bisa diketahui investasi yang sudah kita lakukan memang berada di track yang benar,” ujarnya memastikan. Dalam materinya, Alex mengungkapkan, dari sekian banyak hasil studi yang ada, ternyata diketahui bahwa hampir semua perusahaan masih membicarakan mengenai empat hal secara konsisten. Apakah keempat hal tersebut? Alex menyebutkan, performance, customer, employee, dan kontribusi yang dibuat oleh perusahaan. “Organisasi yang biasa-biasa saja maupun yang hebat sama-sama membicarakan empat hal ini,” katanya menandaskan. Alex juga memaparkan, masalah terbesar di era pengetahuan saat ini adalah para praktisi human capital di Indonesia sudah meyakini bahwa era pengetahuan telah lahir, namun paradigma dan peralatan (sistem) yang digunakan masih berasal dari era sebelumnya (era industri). Hal ini akan menjadi hambatan untuk melakukan transformasi dari human resources ke human capital. Untuk itu, Alex memastikan, studi ini diharapkan bisa mengkaji bersama-sama untuk melakukan percepatan proses pembelajaran. Maka, salah satu agenda dalam studi ini adalah mengkaji sistem yang diterapkan di masing-masing organisasi yang berkaitan dengan people management. Karena diharapkan sistem tersebut dapat membentuk budaya perusahaan yang baik. Dikatakan Alex, setiap perusahaan yang berpartisipasi dalam IHCS akan mendapat laporan gratis menyangkut tiga hal. Pertama, melihat hasil kinerja human capital di perusahaannya. Kedua, melihat bagaimana hasil dari pendekatan dan sistem human capital yang sudah dijalankan selama ini dari kaca mata internal customer (karyawan). Dan ketiga, melihat bagaimana pendekatan dan dokumentasi dari sistem pengelolaan human capital yang dijalankan oleh perusahaan. (Adv)
49
HC Magazine/064/July2009
REKRUTMEN
Sulitnya Berburu Sales Banyak perusahaan tak segan memberikan bonus tinggi untuk karyawan di bagian sales. Namun, fakta menunjukkan bahwa mencari sales yang tangguh sungguh sulit. Mengapa demikian? Anung Prabowo
P
ada rubrik rekrutmen edisi lalu, Majalah Human Capital (HC) telah memaparkan hasil survei tentang profesi sales di mata fresh graduate. Alhasil, sebagian besar (80%) fresh graduate tidak berminat melamar pekerjaan sebagai seorang sales. Alasannya beragam. Ada yang mengatakan, pekerjaan sales melelahkan, perlu kerja keras, dan banyak target. Berdasarkan gambaran itu, HC melakukan survei untuk menggali pendapat dari sisi perusahaan mengenai proses rekrutmen tenaga sales. Apakah perusahaan saat ini memang kesulitan mencari seorang sales? Inilah hasilnya. Survei ini diikuti oleh 20 responden dari berbagai latar belakang posisi jabatan dan industri. Mereka antara lain adalah para manajer dan direktur HR, CEO, staf rekrutmen, serta konsultan HR. Usia mereka bervariasi sekitar 25-46 tahun. Dilihat dari profil industrinya, paling tidak ada sepuluh jenis industri yang ikut berpartisipasi dalam survei ini. Yakni, jasa (25%), telekomunikasi (15%), consumer goods (10%), manufaktur (10%), farmasi (10%), asuransi (10%), media (5%), keuangan (5%), tekstil (5%), dan properti (5%). Selengkapnya lihat Diagram Lingkaran 1. Dari penelitian yang memakan waktu sebulan ini, diperoleh banyak temuan menarik. Dalam lembaran yang kami
50
HC Magazine/064/July2009
serahkan ke para responden, kami mengajukan sepuluh pertanyaan. Para
responden diperbolehkan menjawab pertanyaan lebih dari satu. Pertanyaan pertama yang kami lontarkan adalah, apakah perusahaan Anda selama ini merasa sulit untuk merekrut tenaga sales? Responden yang menjawab “ya” sedikitnya ada 25%. Jawaban “ya” berarti mereka mengaku kesulitan dalam merekrut karyawan untuk posisi sales. Mereka yang menjawab “tidak”, hasilnya pun sama besar, 25%. Sedangkan responden yang mengatakan “kadang-kadang” mencapai 50%. (Diagram Batang 1). Jawaban ”kadang-kadang” dilontarkan oleh responden yang mempersepsikan pekerjaan sales sebagai “gampang-gampang susah”. Artinya, perusahaan tidak
kesulitan mencari orang untuk posisi sales, tetapi merasa sulit mencari sales yang andal. “Merekrut orang untuk posisi sales itu mudah, karena banyak yang melamar. Tetapi, saat menyeleksi sulit mencari yang kompeten,” kata Dewi Ritasari, Konsultan HR PT Nusa Prima Persada International Consulting. Di tempat lain, Direktur HR Danone Dairy Indonesia, Asep Surito, pun mengakui kesulitan untuk merekrut posisi top sales management. “Di perusahaan multinasional, mencari seorang sales yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris agak susah,” katanya. Di pertanyaan kedua, kami menanyakan, menurut Anda apa yang membuat profesi sales kurang diminati oleh para lulusan fresh graduate? Hasilnya, 50% menjawab karena ada target, 45% karena image sales yang dianggap Diagram Batang 2: Upaya Perusahaan untuk Merekrut Sales
REKRUTMEN
sebagai kelas dua, dan 10% karena produk yang dijual. Responden yang memilih jawaban lain-lain sedikitnya ada 30% (selengkapnya lihat Diagram Batang 2). Mereka yang menjawab lainlain memiliki alasan sebagai berikut: para fresh graduate kurang berminat karena kompensasi yang rendah dan harus terjun ke lapangan. Pertanyaan ketiga, upaya apa yang dilakukan perusahaan Anda untuk merekrut karyawan sales? Jawaban terbanyak mengatakan bahwa perusahaan melakukannya melalui iklan (65%). Kemudian, job fair (30%), outsource (5%), dan lain-lain (25%). Responden yang memilih jawaban lain-lain ini sebagian besar menjawab melalui referensi dari karyawan. Pertanyaan selanjutnya, apa yang Anda nilai untuk merekrut karyawan sales yang produktif? Responden menjawab berdasarkan pengalaman kerja (85%), latar belakang pendidikan (25%), usia (25%), dan lain-lain (35%). Yang dimaksud jawaban lain-lain di sini adalah, mereka menilai dari tes minat dan bakat, karakter personal, mentalitas, serta wawasan. Menariknya lagi, pada pertanyaan kelima, bagaimana upaya perusahaan Anda dalam mempertahankan karyawan sales? Di luar dugaan, 90% responden menjawab dengan memberikan kompensasi dan benefit yang kompetitif. Selanjutnya, memberikan jenjang karier yang jelas (45%), memberikan program pelatihan dan pengembangan secara rutin (65%). Yang memilih jawaban lain-lain hanya 10%. Salah satu jawaban lain-lain ini disebutkan adalah insentif variabel yang menarik.
(Diagram Batang 5).
(Diagram Lingkaran 2).
Ketika ditanyakan, program pe ngembangan apa yang Anda berikan kepada para sales (pertanyaan keenam), hasilnya adalah: inhouse training (75%), on the job training (75%), mengikuti workshop/seminar di luar kantor (25%), dan lain-lain (10%), di antaranya coaching atau mentoring dari sales senior, dan mengikutsertakan salesman ke komunitas-komunitas yang dapat mengembangkan jaringan dan menambah pengetahuan. (Diagram Batang 6).
Sementara itu, responden yang menjawab “tidak” sedikitnya ada 20%. Artinya, posisi sales dan marketing di perusahaan mereka berada dalam satu unit. Adapun alasannya, karena produk yang dijual dan kapasitas perusahaan. Pertanyaan terakhir yang kami ajukan adalah, berapa gaji yang diberikan perusahaan Anda untuk tenaga sales yang berasal dari fresh graduate? Kami mengelompokkan jawaban ini ke dalam empat kategori. Pertama, kurang dari Rp 2 juta (25%). Kedua, Rp 2-2,5 juta (20%). Ketiga, Rp 2,5-3 juta (25%). Dan keempat, lebih dari Rp. 3 juta (30%). (Diagram Batang 8).
Pada pertanyaan ketujuh, kami ingin mengetahui berbagai tantangan yang dihadapi responden ketika merekrut karyawan sales. Faktanya, kendala paling banyak adalah, pelamar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan (85%). Kendala lainnya yakni, jumlah pelamar banyak (10%), memakan biaya tinggi (5%), dan lainlain (15%). Jawaban lain-lain salah satunya adalah tingkat turnover sales yang tinggi. Selanjutnya, diketahui pula dari jawaban responden bahwa jumlah fresh graduate yang paling banyak direkrut dalam satu kali proses rekrutmen ialah: kurang dari 10 orang (40%). Kemudian, 10-20 orang (25%), 20-30 orang (20%), dan lain-lain (15%). Apakah di perusahaan Anda posisi sales dan marketing dibedakan? Pertanyaan ini hanya memiliki dua jalaban: “ya” atau “tidak”. Namun demikian, kami memperoleh jawaban terbuka dari alasan yang diberikan oleh para responden. Hasilnya, 80% responden menjawab “ya” dengan alasan beragam. Irvandi Ferizal, Head of HR Nokia Siemens Networks, misalnya, menjelaskan, sales dan marketing merupakan posisi yang berbeda. Menurutnya, peran sales lebih fokus kepada mendapatkan dan mempertahankan bisnis dari pelanggan. Sedangkan, marketing adalah meng upayakan positive company brand untuk mendukung sales serta melakukan berbagai kegiatan promosi lain yang mendukung.
Setelah diketahui hasil penelitian ini, diharapkan perusahaan—baik orang HR, marketing, maupun CEO— mendapatkan gambaran tentang proses rekrutmen yang terjadi selama ini di berbagai perusahaan. Tidak hanya itu, survei ini diharapkan dapat memudahkan manajemen untuk mencari tenaga sales yang “memuaskan”. Tak dapat dipungkiri, semua perusahaan membutuhkan tenaga penjual. Apalagi perusahaan yang menjual produk dan jasa secara direct selling (penjualan langsung) ke pelanggan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang tepat dalam melakukan proses rekrutmen seorang sales. Misalnya, Deden E.
51
HC Magazine/064/July2009
REKRUTMEN pendekatan komunikasi yang baik. Pasalnya, target pelanggan yang diincar termasuk kalangan kelas tinggi.
Sudarbo, Chief Marketing Officer PT Bakrie Swastika Utama (BSU), mengatakan, ia memiliki cara-cara tertentu dalam mencari seorang sales yang sesuai dengan kualifikasi perusahaan. “Saya mengetahui attitude seorang sales dari hasil wawancara, selain melihat kemampuan dan pengalamannya,” tutur Deden. Menurutnya, sikap seseorang bisa tercermin apakah dia memiliki jiwa sales atau tidak. Pria kelahiran Bandung ini mengakui, selama ini ia lebih senang merekrut seorang sales dari referensi karyawan. Alasannya, ia percaya rekomendasi para karyawannya lantaran nantinya bisa menjadi tim kerja yang baik. “Bahkan para manajer sales sekarang juga sudah memasang iklan melalui facebook,” imbuhnya. Namun yang penting, kata Deden, seorang sales harus memiliki sikap, kemampuan, energi, kreativitas, dan pengelolaan waktu. Makanya, ia lebih sering merekrut salesman yang sudah punya pengalaman minimal dua tahun. Deden mengakui, peran seorang sales di perusahaan amatlah penting karena selain tugasnya mencari dan mendapatkan pelanggan, tenaga sales juga berperan membangun hubungan bisnis jangka panjang dengan para pelanggan perusahaan. Untuk itu, diperlukan seorang sales yang memiliki kompetensi menjual yang andal. Apalagi, ia katakan, para salesman di BSU tidak hanya dituntut pintar mengenai pengetahuan produk, tetapi juga memiliki wawasan luas dan
52
HC Magazine/064/July2009
Dijelaskan Deden, BSU merupakan salah satu unit bisnis utama Bakrieland yang mengembangkan seluruh proyek di Rasuna Episentrum, baik apartemen maupun perkantoran. “Harga yang kami tawarkan mulai dari Rp 500 juta – 4 miliar,” ungkapnya me nyebutkan. Saat ini BSU me miliki total sales sedikitnya 25 orang termasuk posisi manajer dan supervisor. Ia pun mengungkapkan, gaji pokok yang diterima salesman di BSU sekitar Rp 2-3 juta. Para sales juga mendapatkan komisi standard sedikitnya 1% dan insentif tambahan sekitar 0,2%. Di samping itu, “Mereka mendapatkan internal training untuk meningkatkan kemampuannya,” ujar Deden me nambahkan. Di lain tempat, Direktur Sales dan Marketing TNT Indonesia Andry Adiwinarso mengakui, mencari tenaga sales dari fresh graduate memang sulit. “Karena paradigma lulusan kita tidak ada yang bercitacita menjadi sales. Menurut mereka, pekerjaan sales adalah pekerjaan yang memiliki tuntutan paling tinggi, susah, dan ada target,” tuturnya memberi alasan. Padahal, menurut Andry, banyak CEO di perusahaan-perusahaan yang kariernya berasal dari departemen sales. Itu artinya, sales merupakan cikal bakal seorang pemimpin perusahaan, karena dia mengerti tentang bisnis. Bicara mengenai proses rekrutmen sales, Andry mengatakan, kalau mencari tenaga sales di kota-kota besar masih relatif mudah. Sebaliknya, di kota-kota terpencil tenaga sales sulit didapat. Apalagi saat ini TNT Indonesia mempunyai 18 kantor cabang. Untuk itu, selain melalui cara konvensional (iklan dan job fair), ia juga kerap bergerilya. Artinya, ia mencari referensi dari para karyawan di perusahaan. “Terus terang kalau melalui iklan, banyak sekali yang di bawah kualitas, meski yang melamar banyak,” katanya mengakui. Lalu, bagaimana penilaian perusahaan untuk mendapatakan sales yang
kompeten? Andry mengungkapkan, selama ini perusahaan telah melakukan survei yang menunjukkan bahwa faktor pendidikan, usia, dan pengalaman tidak menentukan tingkat keandalan seorang sales. “Sifat yang menentukan adalah attitude, positive thinking, dan mau bekerja sama dengan orang lain,” ujarnya memastikan. Lulusan dari Universitas Parahyangan ini pun menilai, sifat-sifat itu bisa dilihat dari hasil interview secara langsung. Untuk mengetahui hard skill calon tenaga sales, Andry melihatnya dari pengalaman orang yang bersangkutan. Andry mengatakan, pada umumnya seorang sales tidak menuntut gaji tinggi, melainkan lebih memerhatikan insentif atau bonus yang besar. “Sebab, semakin tinggi bonusnya, seorang sales akan makin terpacu dan produktif,” ujarnya meyakinkan. Ia mengungkapkan, gaji pokok yang diterima tenaga sales TNT Indonesia sekitar Rp 4-5 juta/bulan. Di luar itu, ada pula uang transport, komunikasi, kesehatan, dan dana pensiun. Saat ini jumlah tenaga sales TNT sebanyak 100 orang yang tersebar di 18 kantor cabang di Indonesia.
Sementara itu, untuk meningkatkan kemampuan para tenaga sales-nya, TNT Indonesia memberikan berbagai program training. Misalnya, pelatihan mengenai pengetahuan produk, kemampuan menjual, presentasi, dan negosiasi. Bahkan, katanya, dalam kurun tiga bulan ada satu kali pelatihan. “Salah satu program pelatihan yang sedang kami jalankan saat ini mengenai service process, yakni proses menjalankan satu pelayanan jasa,” katanya mencontohkan. ■
ESMUD dari Hari Yulianto ini. Niken mencontohkan, pada dasarnya perusahaan tempatnya bekerja tidak terkena imbas krisis global secara langsung. ”Tapi perusahaan mitra Circlecom merupakan world wide company yang berpusat di USA. Mereka terimbas krisis global sehingga kini meminta keringanan harga kepada kami,” ungkap Niken.
Niken Dwiyandari
BERSEMANGAT UNTUK MENGGALI & MENGEMBANGKAN POTENSI DIRI
N
iken Dwiyandari sehari-harinya bukan praktisi human resources (HR). Walaupun demikian, ia mengaku tertarik mendalami ilmu ini. “HR itu unik dan menarik,” katanya yang ditemui seusai mengikuti workshop mind management di hotel Kristal, Jakarta Selatan, Sabtu, 27 Juni lalu. Memulai kariernya sebagai sekretaris, Niken yang sudah 9 tahun bergabung dengan Circlecom ini terlihat bersemangat untuk terus menggali potensi dirinya. “Bagi saya yang paling menarik dari HR adalah bagaimana menggali potensi seseorang. Tuhan memberi potensi kepada semua orang. Sayang, tidak semua orang mau mengeksplor potensinya,” kata wanita yang menduduki posisi Business Administration Manager di PT Circlecom Nusantara Indonesia (Circlecom) ini. Fenomena yang Niken sesali adalah rasa malas untuk menggali dan mengembangkan potensi diri di kalangan anak muda, terutama para fresh
graduate. ”Saya melihat di sekeliling saya banyak fresh graduate yang kurang bersemangat mengembangkan dirinya. Mungkin karena sudah keenakan bekerja, akhirnya mereka menunda untuk belajar lagi,” ungkap ibu tiga anak yang masih semangat melanjutkan kuliah S2 ini. Padahal, menurut Niken, alangkah baiknya jika sedari muda sudah ada keinginan untuk menggali potensi diri. ”Kalau tidak dikasih bujet sama perusahaan, ya pakai uang sendiri untuk sekolah lagi. Karena malas mengembangkan potensi, akhirnya jadi melempem,” tutur Niken yang sudah bekerja semenjak lulus SMA ini. Sejatinya setiap manusia adalah manajer bagi dirinya sendiri. Niken pun menyadari, mengelola diri sendiri lebih sulit daripada mengelola orang lain. Dalam pandangannya, keberhasilan seseorang dalam menangani diri sendiri akan memengaruhi caranya dalam me nyelesaikan masalah di pekerjaan. ”Tantangan menjadi manajer adalah bagaimana kita memberi semangat kepada teman-teman dan rekan kerja agar dapat berkontribusi lebih,” kata istri
Sehubungan dengan itu, Niken dituntut untuk dapat memberi solusi agar para mitra tetap mempertahankan kerja samanya dengan Circlecom. Meskipun marjin yang diperoleh perusahaan turun, bagaimana caranya agar bisa meningkatkan order dari para mitra tersebut. ”Tantangannya adalah menjaga hubungan dan kepercayaan dengan memenuhi komitmen,” kata kelahiran Jakarta, 30 Agustus 1973 ini. Bagi Niken menggali potensi diri bukan hanya di bangku kuliah, tapi juga melalui kegiatan yang bermanfaat. ”Misalnya, saya ikut workshop mind management ini,” aku mahasiswa MM UGM jurusan Sumber Daya Manusia ini bersemangat. Ilmu HR yang tengah ditekuninya saat ini ia peruntukkan bagi pengembangan dirinya dalam jangka panjang. ”Dengan ilmu tersebut saya bisa berkontribusi di perusahaan di manapun saya bekerja,” ujar pehobi baca ini berharap. Menurutnya, perjalanan sebuah perusahaan tergantung pada kontribusi karyawan. Bila karyawan tidak menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan, ada baiknya melakukan pendekatan secara personal untuk mencari tahu akar masalahnya. Setelah nyemplung di kajian ilmu HR, Niken mengakui bahwa pekerjaan seorang praktisi HR ternyata sangat kompleks. Namun, semakin digali semakin membuatnya penasaran. ”Pada kehidupan nyata ada hal-hal yang tidak kita temui di bangku kuliah. Menurut saya praktisi HR bisa lebih fleksibel dan kembali ke realita. Jangan terlalu berpegang pada teori,” saran Niken sambil memberikan acungan jempol untuk para praktisi HR. Ia yakin, setiap manusia memiliki potensi dan nilai bagi perusahaan. Tinggal bagaimana perusahaan menyulut semangat karyawan, sehingga mereka mau menggali dan mengembangkan potensinya. n (Rina Suci Handayani)
53
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI Krisis – Ancaman atau Peluang Dalam Pengelolaan Talenta Perusahaan? Yulia Yasmina “When the winds of change blow, some people build walls and others build windmills” – Pepatah Cina
K
risis dalam bahasa Mandarin terdiri dari dua karakter – wei ji. Wei bisa berarti ancaman, dan ji berarti peluang. Krisis adalah pedang bermata dua – ancaman sekaligus peluang. Hampir setahun lamanya krisis keuangan global telah berlangsung. Media massa telah memberitakan berbagai dampak negatif yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, termasuk di antaranya pemotongan biaya. Berbagai program pemangkasan telah dilakukan perusahaan untuk tetap menyelamatkan eksistensinya. Namun, tidak banyak perusahaan menyadari bahwa program pemangkasan yang tidak “pandang bulu” dapat membawa dampak negatif di masa mendatang. Di dalam situasi krisis saat ini, banyak yang mempertanyakan apakah “Talent War” sudah berakhir karena tingkat persaingan akan kebutuhan talenta perusahaan sudah semakin berkurang. Tidak sedikit juga orang yang bertanya apakah pemangkasan biaya lebih lanjut akan menurunkan program pengembangan talenta di suatu perusahaan? Bayangkan, jika Anda saat ini adalah peretail besar dan berada dalam situasi bisnis yang tidak menentu. Apakah Anda akan melakukan tindakan yang bisa merusak merek Anda sendiri di
54 54
HCMagazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
pasar? Atau, apakah Anda akan mengijinkan pelanggan Anda untuk melirik merek pesaing? Inilah saatnya peretail menggenjot program pemasaran guna meningkatkan keunggulan produk mereka. Mereka menyadari bahwa strategi ini akan mampu meningkatkan pendapatan perusahaan. Para ahli manajemen di Accenture me ngemukakan bahwa cara pandang di atas harus diterapkan juga dalam penanganan talenta perusahaan, terutama pada situasi saat ini. Pantaskah perusahaan menjalankan program penghematan yang tidak “pandang bulu” semata-mata hanya untuk menurunkan biaya, tanpa mempertimbangkan dampak nya terhadap citra perusahaan di mata karyawan?
Hasil riset Accenture menemukan bahwa banyak perusahaan yang menerapkan program tanpa ”pandang bulu” di atas. Mereka tidak menyadari konsekuensi jangka panjang yang ditimbulkan dari kebijakan yang berorientasi jangka pendek. Ketika kondisi telah pulih, kemungkinan mereka akan menyesali keputusan tersebut. Mereka mendapatkan kesulitan untuk menarik kembali karyawan yang telah meninggalkan perusahaan. Kesulitan ekonomi bukanlah satu-satunya tekanan bagi perusahaan. Globalisasi pasar tenaga kerja, perubahan demografis angkatan kerja, pasar keuangan yang bergejolak, serta kebutuhan untuk berinovasi telah menjadikan pengelolaan talenta lebih dari sekadar isu sumber daya manusia. Pengelolaan talenta telah menjadi bagian dari strategi bisnis
Gambar 1: Hubungan antara Tekanan Pasar, Strategi Bisnis, dan Kaitannya ke Talenta
Tekanan Global
Dampak Terhadap Bisnis
Dampak Terhadap Talenta
• • • • •
• Pemutusan Tenaga Kerja • Pemangkasan Biaya • Perubahan Arah Kebijakan Strategis • Kehilangan Pelanggan • Penurunan Daya Konsumsi • Peningkatan Tekanan Terhadap Penjualan • Merger dan Akuisisi
• Penurunan Tingkat Keterlibatan Karyawan (Employee Engagement) • Pencemaran Employer Brand • Kebutuhan Perencanaan Tenaga Kerja • Perubahan Strategi Akuisisi Talenta • Penurunan Tingkat Produktivitas Karyawan • Penundaan Pensiun • Restrukturisasi Organisasi • Tenaga Kerja Multigenerasi • Kebutuhan akan Keahlian Baru • Peningkatan Turnover • Tekanan Terhadap Pengurangan Biaya
Krisis Ekonomi Berkurangnya Tenaga Ahli Perubahan Demografi Globalisasi Turnover Teknologi
utama yang harus diperhatikan, ditindaklanjuti secara cepat dan proaktif oleh para pemimpin perusahaan. Strategi talenta ini harus diperlakukan sama pentingnya dengan strategi pemasaran maupun keuangan.
untuk pertumbuhan adalah kondisi yang ideal.
Ketidakpastian membutuhkan Pemikiran Inovatif
Tidak jarang pemimpin lebih mempercayai intuisi mereka dalam pengambilan keputusan, yang terkadang membawa ke arah yang salah, dan tidak jarang dari mereka juga hanya mengandalkan pengalaman sebelumnya, “tried and true”.
Berdasarkan hasil penelitian Accenture High Performance Business, salah satu faktor penting perusahaan untuk bisa melampaui kinerja pesaing secara konsisten dan berkelanjutan, bahkan di saat krisis, adalah inovasi yang berkesinambungan. Inovasi tersebut berasal dari individu karyawan. Hal ini membuktikan bahwa talenta memegang peranan penting dalam pencapaian kinerja bisnis. Pencapaian kinerja tinggi melalui pemanfaatan kapabilitas talenta yang berbeda-beda me merlukan kemampuan untuk beradaptasi terhadap kondisi pasar yang beragam, dan kemampuan untuk menjaga kinerja karyawan agar tetap fokus terhadap tujuan. Accenture menemukan bahwa pada umum nya perusahaan memosisikan diri mereka pada salah satu dari tiga pengelompokkan berikut ini: keberlangsungan (survival), keuntungan (advantage) dan pertumbuhan (growth). Pemosisian tersebut tergantung dari dampak perekonomian terhadap bisnis mereka (lihat gambar di bawah). Hal ini memperlihatkan tingkat kesiapan perusahaan dalam mengidentifikasi, me libatkan, dan mengalokasikan sumber daya dan program, yang dapat mempertahankan kinerja tinggi pada masa mendatang. Tentu saja kemampuan untuk memosisikan diri
Haruskah PEMIMPIN mempercayai ATAU mempertanyaKAN INTUISI?
Accenture berpendapat bahwa ada pendekatan yang lebih inovatif dan efektif dalam menangani aspek talenta perusahaan di masa krisis ini. Kondisi saat ini menantang perusahaan untuk bisa me-leverage pemimpin mereka dengan efektif, sekaligus bisa memotong biaya kompensasi. Bila pendekatan tradisional akan menyarankan pemimpin senior untuk mengambil pensiun dini, perusahaan yang sukses justru melakukan hal sebaliknya. Mereka mempertahankan para pemimpin dan membangun program pengembangan kepemimpinan yang bisa membuka potensi calon generasi pemimpin berikutnya. Situasi krisis juga tidak jarang membawa perusahaan untuk tidak merekrut karyawan baru. Padahal penghentian perekrutan akan berakibat terhadap aliran talenta yang dibutuhkan di masa depan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki proses perencanaan tenaga kerja yang akurat, yang selaras dengan strategi bisnis, anatomi kebutuhan talenta, dan strategi pencarian talenta. Pemahaman yang kuat akan peta talenta (talent map) akan memudahkan perusahaan untuk
Keberlangsungan (survival)
Pertumbuhan (growth)
Pengurangan Akselerasi Inovasi Tenaga Kerja
Merger & Akuisisi
Peningkatan Optimisasi Biaya Keahlian Kritikal Tenaga Kerja Akuisisi Talenta Peningkatan Efisiensi Operasional Fleksibilatas Strategi Back to Basics Model Operasi Baru Keterlibatan dan Penyelarasan
Penyelarasan Budaya
Pada akhirnya, Accenture percaya bahwa ada peluang di setiap kesulitan. Pengambilan langkah yang cepat dan terarah adalah kunci di masa krisis. Pastikan bahwa perusahaan Anda memiliki langkah yang inovatif yang bisa memberikan keuntungan jangka panjang! ___________________________________
Unit bisnis Kinerja Organisasi & Sumber Daya Manusia (Talent & Organization Performance Service Line) berkolaborasi dengan perusahaan dalam menghadapi tantangan sumber daya manusia.
Integrasi HR Struktur Organisasi
Di samping itu, pemahaman yang matang terhadap tipe tenaga kerja yang kritikal, adalah cara yang efektif untuk mengurangi tingkat keluarnya karyawan dan produktivitas. Selanjutnya, segmentasi karyawan berdasarkan nilai, demografi, dan kemampuan, dipandang bisa mempertahankan keterlibatan (engagement), produktivitas serta komitmen karyawan terhadap perusahaan. Program pengembangan dan jalur komunikasi ke karyawan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing segmen.
Accenture adalah perusahaan global yang bergerak di bidang konsultan manajemen, layanan teknologi dan alihdaya, beralamat di www.accenture.com.
Posisi Keuntungan (advantage)
Pemutusan hubungan kerja dipandang sebagai cara yang mudah untuk menurunkan biaya operasi. Namun, hal ini bisa membawa dampak negatif bagi kelangsungan hidup perusahaan di masa depan, serta memberikan citra negatif di masyarakat. Dalam hal ini, perusahaan perlu menganalisa posisi kunci, mengevaluasi kinerja karyawan, dan membuat keputusan strategis mengenai cara mempertahankan top performer. Shared services dan alih daya (outsourcing) bisa menjadi cara untuk menurunkan biaya operasi, sekaligus tetap mempertahankan talenta terbaik.
Penulis adalah Senior Manager dan Lead dari Accenture Indonesia Talent & Organization Performance Service Line.
Gambar 2: Seberapa siapkah perusahaan untuk mengidentifikasi, mengikutsertakan dan mengembangkan talenta, serta program-program yang akan mempertahankan kinerja tinggi secara berkesinambungan di waktu sulit?
mengidentifikasi pekerja yang berbasis keahlian, yang mana ketika kondisi ekonomi bagus, sulit untuk merekrut mereka.
Model Pengelolaan (Governance)
55 55
HCMagazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
INTERNASIONAL
GM dan CHRYSLER Songsong Kebangkitan Baru Kebangkrutan dua pilar penting di Amerika Serikat, General Motor (GM) dan Chrysler, tidak menyurutkan optimisme pemerintahan Obama membesarkan hati rakyatnya untuk membangun kembali industri otomotif di negara itu. Apa pesan dari kejatuhan dua raksasa Amerika ini? Rina Suci Handayani
N
ama besar GM tidak lepas dari William Carpo Durrant sang General Manager pertama yang ditunjuk oleh Buick Company untuk mempromosikan Buick pada 1906. Kepemimpinan Durrant membawa Buick menjadi rising star berkat insting Durrant yang memutuskan membangun pabrik perakitan Buick di Flint, Michigan. Dalam kurun waktu 1904-1907, Buick memproduksi 8.820 kendaraan dan menjadi ikon otomotif Amerika saat itu.
Kehebatan Durrant tidak diragukan lagi. Kebesaran Buick makin menggiurkan dan singkat cerita pada 16 September 1908, Durrant ditunjuk sebagai President Direktur empat merek mobil ternama, Buick, Reo, Maxwell-Briscoe, dan Ford yang merger dalam satu perusahaan besar bernama General Motors". Inilah awal perjalanan GM yang menjadi kebanggaan rakyat Amerika hingga hari ini. Bergeser ke Detroit masih di Negara Paman Sam, sebuah perusahaan otomotif yang dikenal dengan mobil berteknologi mesin bagus, Chrysler lekat di benak masyarakat setempat. Sayang, Chrysler yang berdiri pada 1925 tak dapat menampik keadaan menjadi perusahaan otomotif terbesar ketiga di Detroit yang perjalanannya kembang kempis. Kesulitan keuangan kerap mendera sehingga pada
56 56
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
INTERNASIONAL akhir 1990-an dan 1998, Chrysler merger dengan Daimler, sebuah perusahaan otomotif dari Jerman untuk menyelamatkan nafas Chrysler yang hampir putus. Umur Daimler-Chrysler tak lama dan berpisah lagi pada 2007. Sejumput cuplikan kisah GM dan Chrysler menggambarkan betapa dua perusahaan tersebut dengan segala lika-likunya tetap menjadi kebanggaan dan topangan hidup ribuan pekerja Amerika dan keluarganya. GM contohnya, perusahaan ini membantu ribuan pekerjanya naik kelas menjadi keluarga yang berpenghasilan me nengah ke atas. Bisa menikmati kehidupan yang layak dan sejahtera. Merek-merek mobil besutan GM pun menjadi kebanggaan tersendiri. Sebutlah, Cadillac yang menjadi ikon kemewahan di Amerika. Begitu pun Chrysler, walaupun dikenal bermasalah dalam hal keuangan, namun nama Chrysler tetap dicintai rakyat Amerika tidak jauh dengan nama GM.
negara untuk menyelamatkan aset nasional tersebut. GM mengatakan akan menutup 14 pabriknya, termasuk tujuh pabrik di Michigan, dan merumahkan hampir 21.000 pekerja, sebuah kabar yang tidak sedap. ”Kami seperti dilempar satu ton batu bata,” kata Senator Carl Levin, Demokrat dari Michigan seperti dikutip harian NewYork Times. ”Ini adalah soal pekerjaan, keluarga, dan komunitas yang nyata, dengan nama dan pabrik yang nyata, dan mereka akan ditutup,” tambahnya tidak bisa menutupi rasa dukanya. Pemerintahan Obama seperti makan buah Simalakama. Obama harus
perusahaan pembuat mobil sports bernama Koenigsegg Automotive di Swedia. Ini baru langkah awal penyelamatan GM dari langkahlangkah lainnya demi perbaikan dan penyelamatan. Perwakilan GM Autoworld Indonesia pun tidak menutupi masa suram tersebut. ”Tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga supaya motivasi setiap karyawan tetap tinggi di masa sulit ini,” kata Debora Amalia Santoso, Marketing & PR Director GM Autoworld Indonesia. ”Tapi kami bersyukur karena sejauh ini penjualan kami tetap baik bahkan naik. Kuncinya adalah transparansi dalam komunikasi dan pengambilan kebijakan perusahaan,” tambah Debora yang mewakili 33 karyawan tetap dan 19 orang karyawan kontrak ini.
Besarnya industri otomotif Amerika dengan ratusan ribu pekerja, mendorong para karyawan untuk bersatu dalam sebuah serikat.
Besarnya industri otomotif Amerika dengan ratusan ribu pekerja, mendorong para karyawan untuk bersatu dalam sebuah serikat. Maka, pada 1935, sebuah serikat pekerja khusus para pekerja otomotif dibentuk dengan nama The United Automobile Workers Union (UAW). UAW ini merupakan salah satu serikat pekerja terbesar di Amerika Utara dengan 500 ribu anggota aktif dari sektor otomotif dan perpanjangannya. UAW juga memainkan peran penting setelah pecah Perang Dunia II melalui gerakan buruh. Berkat gerakan ini, program pensiun, kesehatan dan jaminan kerja pun bergulir menolong nasib para buruh hingga berjalan selama satu generasi.
Sejatinya, krisis berat di industri otomotif Amerika bukan barang baru. Kebangkitan dan kemunduran terjadi pula dalam kurun satu abad GM dan Chrysler. Belitan utang, tuntutan buruh yang menuntut program kesejahteraan agar lebih diperhatikan adalah sedikit indikasi yang menandakan kesulitan keduanya. Dan, 2009 ini sejarah mencatatnya sebagai puncak berbagai masalah yang sudah tidak mungkin disembunyikan lagi. Pemerintahan Obama dengan berat hati menyatakan keduanya bangkrut sesuai keputusan kongres dan dua raksasa tumbang itu kini dalam perlindungan
memilih, ambil alih atau mati sama sekali. Pil pahit memang harus ditelan oleh sebagian besar rakyat Amerika yang menggantungkan diri pada GM dan Chrysler. Wajah ketakutan dan duka mendalam tampak pada pekerja dan keluarganya, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menerima dan mendukung rencana pemerintahan Obama. Begitu pun UAW tidak bisa berkutik. ”Pertama kali mendengarnya saya marah, kemudian menangis, dan saya menjadi tambah marah lagi,” kata Don Skidmore President UAW lokal 735 yang mewakili 1.100 pekerja. ”Saya mewakili kesakitan orang-orang. Wajah dan mimik mereka sangat menyedihkan,” ungkapnya menggambarkan kondisi para pekerja GM dan Chrysler. Walaupun dinyatakan bangkrut, toh nama GM dan Chrysler tetap menjadi jaminan prestisius sebuah kendaraan. Manajemen GM di Amerika kini giat berbenah mendukung keputusan yang telah dibuat pemerintahan Obama. Dua merek, Hummer dan Saab rela dilepaskan. Hummer dijual kepada Sichuan Tengzhong Heavy Industrial Machinery Company, asal China, pada 2 Juni 2009. Dan, Saab dijual kepada
Debora mengatakan bahwa komunikasi yang transparan dan selalu mengatakan yang sesungguhanya tentang kondisi perusahaan adalah salah satu cara agar karyawan mengerti dan tidak panik. Hal ini juga dimaksudkan untuk membangkitkan semangat semua orang. ”Kalau kapten kapal tetap optimis, maka optimisme itu cepat menyebar ke seluruh awak kapal,” katanya optimistis. Pengalaman dan sejarah adalah guru terbaik. Rakyat Amerika tampaknya tengah berbenah untuk bangkit setelah awan hitam perlahan akan berlalu. Lewat website-nya, GM optimis akan menyongsong masa depan baru walaupun harus mulai lagi dari nol. Sebuah website bertajuk GMReinvention.com telah dirilis untuk menyebarkan semangat optimisme bagi rakyat Amerika untuk mengawali era baru GM. Presiden Obama dengan keyakinan dan strateginya membesarkan hati rakyat Amerika bahwa masa depan cerah masih terbentang bagi industri otomotif di negara Paman Sam itu, baik GM maupun Chrysler. ”Saya yakin bahwa langkah yang saya umumkan hari ini akan menandakan akhir dari GM lama dan awal dari GM yang baru,” kata Presiden Obama di depan pers Amerika pada 1 Juni 2009. Ya, pesan penting dari sejarah GM dan Chrysler telah sampai ke seluruh dunia, tetap optimis dan bangkit bergerak menggapai masa depan cerah. n
57 57
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
RESENSI Berbagi Wisdom dari Para CEO Top Indonesia
R
ahasia sukses para CEO dalam menakhodai perusahaan memang menarik untuk dipelajari. Orang bilang pengalaman adalah guru. Begitu pula pengalaman para CEO yang terangkum dalam buku ”Indonesian Top CEO Wisdom” karya tim penulis dari Binus Business School, Jakarta, bekerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama. Lebih dari 10 CEO berbagi dan ’buka-bukaan’ tentang rahasia sukses mereka menjadi kapten di kapalnya masing-masing. Sebut saja, Agung Adi Prasetyo (CEO Kompas Gramedia), Stanley Setia Atmadja (CEO PT Adira Dinamika Multifinance), Darwin Silalahi (CEO PT Shell Indonesia), Martha Tilaar (CEO Martha Tilaar Group), Franciscus Welirang (Vice President Director IndoFood), Hary Tanoesoedibjo (CEO PT Media Nusantara Citra/ MNC), dan beberapa CEO top lainnya. Mereka dengan terbuka menjelaskan filosofi perjalanannya dalam memimpin perusahaan. Filosofi yang dianut beragam. Martha Tilaar, contohnya, menjadi manusia DJITU seperti yang dinasihatkan orangtuanya. Ia sukses memimpin Martha Tilaar Group yang kini memiliki 6 ribu karyawan. Sedangkan Sudhamek, CEO Garuda Food, punya rumus unik dalam memimpin anak buah yang disebut 1P+3C yaitu, Piety (kesalehan), Competence (kompetensi), Courage (keberanian), Concern for People (compassion dan loving kindness). Dan, masih banyak lagi rumus para CEO yang bisa ditemukan di dalam buku ini. Precious lesson, begitulah kebijakan-kebijakan dalam buku ini yang disebutkan oleh penulisnya. Ya, tidak ada yang lebih berharga daripada belajar dari pengalaman diri sendiri dan orang lain. Jika Anda seorang CEO, setidaknya CEO untuk diri Anda sendiri, buku ini bisa menjadi referensi dan menambah kebijakan diri sebagai seorang pemimpin. Selamat membaca.
58
HC Magazine/064/July2009
n
(Rina Suci Handayani)
Judul Buku : Indonesian Top CEO Wisdom Penulis : Amalia E. Maulana, Firdaus A. Alamsjah, Irham A. Dilmy, Minaldy Loeis. Halaman : 232 halaman Cetakan : Pertama, Juni 2009 Penerbit : Binus Business School dan PT Gramedia Pustaka Utama
KOLOM TKI-KU SAYANG, TKI-KU MALANG
S
aat memasuki antrean imigrasi di airport Aquino di Manila, Philipina, saya melihat ada beberapa meja imigrasi yang relatif lengang dibandingkan antrean yang saya ikuti. Lorongnya terlihat eksklusif dan penuh wibawa. Inilah lorong yang diperuntukkan bagi tamu-tamu VIP, diplomat & aircrew. Selain lorong tersebut, ada lorong besar lainnya yang juga tampak lengang. Hanya saja, lorong yang satu ini lengang bukan karena sedikit orang yang melewati, tapi karena ada banyak pintu yang bertuliskan “OFW”. Orang-orang Philipina yang pulang ke Tanah Air dalam jumlah banyak itu dengan cepat terhisap dalam layanan meja imigrasi dan ... upss tak perlu lama menunggu mereka bisa langsung keluar sebagaimana tamu VIP. Setelah saya keluar dari airport, saya bertanya pada Rommel Delfin, teman lama yang menjemput saya di sana. “Siapa OFW itu? Kok sepertinya mereka mendapat layanan istimewa di terminal kedatangan internasional?,” tanya saya ingin tahu. “Oh, itu Overseas Filipino Workers atau disingkat OFW. Mereka adalah para TKI Philipina,” jawab kawan saya ini. Saya mengangguk-anggukkan kepala sambil membandingkan OFW dengan TKI di negara saya. Saat pulang ke Tanah Airnya, para OFW mendapat perlakuan istimewa sebagai pahlawan devisa. Sebagaimana Indonesia, saat ini ada puluhan juta orang Phillipina yang bekerja di luar negeri dengan menggeluti banyak bidang pekerjaaan, mulai dari pembantu rumah tangga di Hongkong, waitress di Singapura dan kelasi kapal di Jepang. Ada pula yang menjadi penyanyi di bar, hotel berbintang dan karaoke; tenaga medis dan perawat; manajer bank dan konstruksi, pekerja profesional di ladang minyak, pekerja film, bahkan konsultan manajemen. Jutaan orang Philipina yang bekerja di luar negeri itu sangat membantu mengatasi masalah pengangguran dan upah murah yang ditawarkan dunia kerja di dalam negeri. Dan, ratusan juta dollar AS dikirim kembali ke keluarga mereka di kampung halaman. Ini merupakan sumber devisa yang luar biasa bagi negeri Philipina. Karena itu, wajar bila pemerintah Philipina ingin menunjukkan rasa terima kasih mereka kepada OFW dalam bentuk tindakan nyata. Tak usah heran jika ada satu OFW di luar negeri yang tertimpa masalah, baik dianiaya maupun diancam hukuman gantung, rakyat di negera ini akan bergerak dan bahkan berimbas ke wilayah politik. Presiden di negara ini pun akan turun tangan membereskannya. OFW tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah Philipina. Meraka disanjung bak pahlawan. Mereka sangat dilindungi dan dibela mati-matian. Ternyata, sikap hormat pemerintah Philipina kepada OFW-nya berdampak nyata terhadap sikap majikan di luar negeri di mana pada pekerja ini tinggal dan mencari nafkah. Bisa dikatakan, para majikan di negeri seberang pun tidak berani macam-macam dengan OFW. Saya jadi teringat TKI-TKI kita yang berada jauh di negara lain dan kerap menerima perlakuan tidak adil dari majikannya. Lalu, saya bandingkan bagaimana sikap kita dan pemerintah terhadap para TKI tersebut. Mungkin, diukur dari apa yang pernah diucapkan oleh pemerintah, negara kita paling baik menangani pekerja TKI di luar negeri. Namun, faktanya, Anda dan saya bisa samasama tersenyum kecut. Saya tidak heran mengapa TKI tidak dihormati di negeri serumpun, Malaysia. Mereka bahkan menyebutnya secara mencolok dengan sebutan “Indon”. Ada nada sinis dan penistaan dengan sebutan tersebut. Padahal TKI dikenal punya etos kerja yang luar biasa di negeri orang: penurut, dibayar murah , tidak macam macam, dan tidak pernah protes.
Oleh Hendrik Liem, MBA. Praktisi bisnis Internasional & Konsultan bisnis perseroan besar
Kembali ke cerita teman saya, Rommel, saya hanya bisa berdecak kagum atas penjelasannya. “How about in your country?,” ujarnya balik bertanya. “Oh, di negeri kami mereka disebut TKI,” jawab saya diplomatis. “Mereka juga diberi gelar pahlawan devisa,” lanjut saya seraya menambahkan, “Mereka tidak cuma diberi lorong khusus di bagian imigrasi, tapi juga diberi satu terminal kedatangan khusus. Terminal TKI,” jawab saya lirih. Sekarang gantian Rommel Delfin yang berdecak kagum. “They are very lucky,” katanya. Saya tidak menjawabnya. Bukan apa-apa. Saya tidak ingin mengecewakan imajinasi teman baik saya. n
59
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI HSBC Payroll Solutions
Kemudahan Bagi Perusahaan, Benefit Bagi Karyawan
D
alam rangka memberikan layanan perbankan yang komplit bagi nasabahnya, HSBC Indonesia menawarkan program layanan Payroll terbarunya. Tidak seperti Payroll pada umumnya, layanan Payroll HSBC ini sekaligus memberikan benefit bagi karyawan yang perusahaannya menggunakan jasa Payroll HSBC. “Preposisi Payroll ini sudah kita develop sejak lama di Brazil dan Meksiko,” kata Senior Vice President Sales & Services HSBC Indonesia Vita Ariavita membuka cerita. Di dua negara latin tersebut, Payroll Solutions yang dikenalkan HSBC mendapat respon yang baik. Tidak kurang dari 1.2 juta karyawan di Brazil telah menikmati fasilitas Payroll HSBC “Yang kita berikan adalah layanan yang sifatnya unik bagi karyawan dari perusahaan yang sudah menjadi nasabah kita,” kata Vita. Keunikan HSBC Payroll Solutions menurut Vita terletak pada paket layanan perbankan yang didapat oleh nasabah korporasi (corporate banking) maupun nasabah personal (personal banking). Bagi nasabah korporasi, dalam hal ini perusahaan pengguna jasa Payroll HSBC, Vita berani memberi jaminan bahwa Payroll HSBC lebih cepat dibanding dengan yang lain. “Bank lain butuh dua hari untuk di-notice. Kami bisa H-1 atau bahkan jika jumlah karyawannya tidak terlalu banyak bisa selesai hari itu juga,” jelasnya. Selain itu, Vita juga menjamin tidak akan terjadi error dalam sistem Payroll di HSBC. “Kita protect habis-habisan. Karena sistem kita memadai untuk melakukan itu,” tambahnya. Sedangkan benefit bagi karyawan (personal banking) yang perusahaannya menggunakan jasa Payroll Solutions, HSBC memberi beberapa layanan istimewa. Pertama, layanan buka rekening pribadi secara cuma-cuma. “Tidak ada biaya administrasi. Tidak ada minimum balance,” sambung Vita. Karyawan tersebut juga bisa melakukan transaksi melalui ATM Bersama secara gratis. Saat ini terdapat sekitar 17 ribuan ATM
60
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI Bersama. Biasanya Bank mengenakan charge sebesar Rp. 5.000 atau Rp. 7.500. Tapi HSBC tidak mengenakan biaya apa pun untuk penarikan tunai maupun sekedar cek saldo. Keistimewaan lain yang diberikan adalah dalam bentuk pengajuan kartu kredit. Bagi karyawan yang ikut Payroll HSBC, jika permohonan kartu kreditnya disetujui, maka akan mendapat fasilitas bebas biaya tahunan. Dengan demikian karyawan tersebut tidak perlu membayar annual fee yang umumnya dikenakan oleh setiap Bank. “Kita beri gratis seumur hidup,” kata Vita.
yang ikut Payroll dari A sampai Z. Dari pembukaan sampai katakanlah after sales service. Satu perusahaan akan kontak dengan satu orang dedicated relationship manager,” kata Vita sambil menjelaskan HSBC menyediakan posisi ini disamping juga call center yang memang umum tersedia. “Jadi kalau ada masalah, perusahaan bisa kontak langsung dengan satu orang itu. HR Manager jadi tidak pusing, cukup pegang satu orang itu,” tandasnya. Dia menjamin feedback dari customer pasti akan ditanggapi karena HSBC memang memiliki sistem untuk memfollow up semua feedback customer.
ìJadi kalau ada masalah, perusahaan bisa kontak langsung dengan satu orang itu. HR Manager jadi tidak pusing, cukup pegang satu orang itu.î Selain itu ada juga kelebihan lain dari sisi personal loan (kredit tanpa agunan). Dengan mengikuti Payroll HSBC, nasabah akan mendapat bunga pinjaman yang jauh lebih rendah. “Kalau di pasar kan bunganya lumayan tinggi. Bunga flat bisa antara dua sampai tiga persen sebulan,” papar Vita. Keistimewaan lain seperti kemudahan internet banking yang juga diberikan cuma-cuma bagi karyawan dari perusahaan yang ikut HSBC Payroll Solutions. Transfer antar Bank juga diberikan secara free. Ini yang disebut unik oleh Vita. “Karena perusahaannya sudah berbanking dengan HSBC, maka HSBC Memberi nilai lebih bagi karyawannya. Sehingga dari kacamata customer satisfaction, kami berharap tidak hanya perusahaan sebagai institusi yang mendapat manfaat. Tapi juga karyawannya mendapat manfaat dari HSBC Payroll Solutions,” tungkasnya. Untuk memudahkan komunikasi perusahaan dengan Bank, HSBC menempatkan seorang dedicated relationship manager. “Orang ini khusus untuk melayani perusahaan
Melihat hal tersebut, tentu saja payroll ala HSBC ini membantu tugas seorang HR Manager menjadi lebih mudah. Dari segi produk, payroll solutions HSBC membantu korporasi dengan kemudahan dan kecepatan transaksinya. Begitu perusahaan sudah masuk dalam sistem payroll ini, secara otomatis karyawannya mendapat berbagai previllage. Inilah yang kami sebut sebagai integrated solution“, jelas Vita. HSBC payroll solutions dapat menjawab kebutuhan perusahaan dalam menyediakan berbagai fasilitas bagi karyawannya. Bagi perusahaan yang tidak memiliki paket benefit karyawan yang memadai, paket Payroll HSBC bisa menjadi solusi alternatif. Dengan struktur keuangan yang terbatas, perusahaan dengan skala seperti itu memiliki tantangan untuk mengikat karyawannya. Misalnya untuk fasilitas housing loan, kemampuan perusahaan untuk pinjaman jenis itu tentu terbatas. Namun dengan paket Payroll HSBC, perusahaan bisa men-treat fasilitas dari Payroll ini. Ada semacam
tambahan yang bisa didapat oleh karyawan sebagai additional benefit bagi mereka. “Layanan ini diharapkan bisa membantu perusahaan klien kami untuk meningkatkan job satisfaction employee-nya,” ungkap Vita. HSBC pun tidak membatasi jenis perusahaan yang ingin menggunakan jasa Payroll ini. Vita mengatakan, semua perusahaan bisa menggunakan fasilitas Payroll bagi karyawannya sepanjang perusahaan tersebut berbanking dengan HSBC. “Perusahaan yang memiliki karyawan 500 atau lebih bagi kami sama pentingnya. Begitu juga dengan perusahaan yang karyawannya cuma 10 atau 20,” ucapnya. Justru HSBC terus berfikir untuk merangkul semuanya dengan landasan perusahaan tersebut berbanking dengan HSBC. HSBC Indonesia berharap dapat melanjutkan sukses HSBC Payroll Solutions yang diterapkan di Brazil dan Meksiko. Pilot project HSBC Payroll Solutions di Indonesia mulai dijalankan sejak Mei 2008. Perangkat kerjanya sudah mulai dibuat sampai akhirnya selesai pada akhir tahun lalu. “Hasilnya bagus. Dari perusahaan yang kita tawarkan preposisi Payroll ini, tidak ada satu pun yang bilang tidak,” cerita Vita. Dia berasumsi perusahaan tersebut melihat HSBC Payroll Solutions sebagai satu benefit bagi mereka dan pekerjanya. “Landasan dari semua ini adalah upaya kita untuk memberikan layanan perbankan menyeluruh bagi klien kita,” cetus Vita. Dia menilai dua nasabah bisa sekaligus terlayani, nasabah korporasi dan nasabah individu. Yang diberikan HSBC sekarang adalah layanan yang sifatnya unik bagi karyawan dari perusahaan yang sudah menjadi nasabah. Dengan demikian, lanjut Vita, HSBC memiliki kesempatan bersama-sama dengan perusahaan untuk memberikan layanan lebih kepada karyawannya. Saat ini, hampir lebih dari 6000 perusahaan sudah menjadi klien korporat HSBC dan potensial menjadi klien payroll HSBC. “Proposisinya adalah membantu orang HR mengurus karyawan,” tandas Vita.
61
HC Magazine/064/July2009
KOMUNITAS
1
2
3
Foto 1 & 2: FX. Sri Martono, Foto 3 & 4: Tonny Warsono
MEN-JPRET
HOBI ala EKSEKUTIF HR Melalui hasil jepretan seorang fotografer, tergambar sebuah peristiwa yang tertangkap oleh kamera. Tak heran bila fotografi kini banyak digandrungi orang, tak terkecuali para eksekutif HR. Bagi mereka, fotografi bukan sekadar hobi, tetapi juga terapi untuk meredam emosi dan menguatkan jiwa. Anung Prabowo
62
HC Magazine/064/July2009
H
Henry Wijaya, pekerjaan sehari-harinya berkutat dengan angka dan data. Direktur keuangan sebuah perusahaan otomotif ternama ini mengaku perlu menghilangkan stres dari rutinitas pekerjaannya. Menurut Henry, keseimbangan dalam hidup sangat diperlukan. Maka, sejak memiliki kamera digital dan suka pada dunia fotografi, ia merasa kepekaannya terasah dan batinnya lebih tentram. “Begitu punya kamera dan suka memotret, istri saya berkomentar bahwa saya jadi lebih banyak tersenyum sekarang,” ujarnya tergelak. Eksekutif lainnya yang hobi fotografi adalah F.X. Sri Martono, Chief Corporate Organization and Human Capital Development PT Astra International Tbk. Ia menceritakan, ketertarikannya pada dunia fotografi dimulai sejak duduk di bangku SMA. Namun, cita-citanya memiliki kamera saku baru terwujud 10 tahun kemudian. “Sejak masih di SMA Kolese de Britto di Yogyakarta, saya ingin sekali punya kamera dan bisa motret. Tetapi saya baru bisa beli kamera saku sepuluh tahun
KOMUNITAS pemandangan indah atau pun momen yang tidak dijumpai sehari-hari,” ujarnya. Sejauh ini Martono lebih senang memotret objek tempat-tempat bersejarah, pemandangan alam, dan human interest. Pasalnya, anggota komunitas penggemar fotografi alumni de Britto ini berpendapat, pemandangan-pemandangan indah dan bangunan-bangunan bersejarah itu perlu diabadikan dalam foto dan di-share ke orang lain. Di samping itu, “Kenangan-kenangan indah dengan orang-orang terdekat akan membantu mempererat tali kasih sayang,” katanya meyakinkan.
4
kemudian setelah bekerja,” tuturnya mengenang. Kini, pria kelahiran Klaten, 24 Maret 1951 ini sudah memiliki banyak kamera profesional atau digital single-lens reflex (DSLR). Diceritakan Martono, mulanya ia belajar dengan kamera DSLR Canon EOS 350 D (kit lens), kemudian ditambah dengan dukungan lensa tambahan series EF 50 mm f/2.5 Compact Macro dan EF 70-300 mm f/45.6 IS USM. “Kamera itu sudah banyak berjasa menemani saya keliling-keliling ke Bali, Korea, dan Timur Tengah,” ujarnya menyebutkan. Martono melanjutkan, saat ini ia lebih sering menggunakan kamera Canon EOS 5 D, EOS 450 D dan EOS 5 D Mark II dengan lensa-lensa pilihan seperti EF 100 mm f/2.8 Macro USM, EF 16-35 mm f/2.8L USM, EF 24-70 mm f/2.8L USM, dan EF 70-200 mm f/2.8L IS USM. “Semuanya sangat memuaskan dan selalu saya bawa ke mana pun saya pergi, business trip maupun liburan bersama keluarga,” ungkapnya. Melalui foto, Martono mengaku bisa mengabadikan kenangan-kenangan
indah dan bisa berbagi dengan orang lain tentang kekayaan dan keindahan alam serta kecantikan dan keceriaan ekspresi wajah Indonesia. “Terlebih sekarang ini saya banyak motret cucu saya yang sedang lucu-lucunya,” ucapnya sambil tertawa. Ia mengungkapkan, selama ini belajar fotografi secara otodidak dan terinspirasi dari contoh foto di berbagai majalah. “Bahkan, dulu saya sering mencontoh para turis yang datang ke Yogya dan candi Prambanan untuk melihat objek dan sudut pemotretan mereka.,” tuturnya. Ada yang menarik dari pengalamannya saat hunting foto di kota udang, Cirebon. “Jam 5 pagi saya ajak istri saya ke pelabuhan di Cirebon. Kami menunggu matahari terbit di sana. Indah sekali kala itu, dan foto yang saya ambil bagus-bagus. Begitu senangnya sehingga perjalanan panjang kembali ke Jakarta lewat Pantura hari itu tidak melelahkan sama sekali,” urai Martono menceritakan. Mengenai jadwal hunting, ia lebih sering memanfaatkan hari Sabtu pagi atau sore. “Kebetulan keluarga saya mendukung, sehingga biasanya mereka ikut sekalian rekreasi dan melihat pemandangan-
Menurut pria yang juga tergabung dalam komunitas fotografer Astra Grup (LensAstra) ini, melalui fotografi bisa membantu mempromosikan pariwisata serta melestarikan budaya dan peninggalan sejarah negeri ini. “Dalam fotografi orang sebenarnya ingin agar hasil jepretannya dapat dinikmati oleh banyak orang lain. Berarti ada unsur customer focus di sini,” katanya menerangkan. Lebih dari itu, dalam komunitas fotografer ia mengaku bisa belajar menghargai orang lain dan membina kerja sama serta membangun network. Eksekutif HR lainnya yang juga menekuni dunia fotografi adalah Direktur Human Capital PT Wijaya Karya (Wika) Tbk., Tonny Warsono. Pria kelahiran Semarang, 24 November 1956 ini menceritakan, ketertarikannya terhadap dunia fotografi mulai tumbuh sejak masuk kuliah di Universitas Parahyangan Bandung, 1975. Ketika itu ia baru mendapatkan hadiah kamera manual SLR Asahi Pentax SPF dari kakak iparnya. Ia kemudian melengkapinya dengan aneka filter dan lensa-lensa tambahan lainnya. “Saat itu saya juga sempat belajar sebentar dengan seorang guru fotografi Om Liem di Bandung, sampai akhirnya saya bisa mengembangkan film hitam putih dan mencetaknya di kamar gelap,” tuturnya mengenang. Di mata Tonny, ada sesuatu yang mengasyikan ketika melihat hasil cetakan hitam putihnya samar-samar muncul dari kertas foto di kamar gelap. Setelah memiliki kamera manual Asahi Pentax SPF dan sempat menggunakan kamera Canon EOS (semi manual),
63
HC Magazine/064/July2009
KOMUNITAS Tonny beralih ke kamera digital. “Justru sekarang saya lebih enak memakai kamera saku Canon IXUS 870 IS,” katanya meyakinkan. Dengan kamera berukuran kecil, ia masih bisa mengabadikan momen-momen yang eksotis. Mengenai perkembangan dunia fotografi, ia mendapat referensi dari berbagai majalah foto di Indonesia dan beberapa kali sempat mengikuti kegiatan Persatuan Amatir Fotografi (PAF) Bandung.
dari penangkaran penyu, foto satwa liar sampai pantai Plengkung yang sering disebut G land,” ungkapnya mengenang. Sayangnya, kata Tonny, setelah sampai di rumah, foto-foto tersebut terhapus dari memori kamera. “Mungkin ini pertanda perlu didatangi lagi,” ujarnya pasrah. Menanggapi banyaknya eksekutif yang menekuni hobi fotografi, fotografer
Dikatakan Tonny, meski kini ia disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, hobi fotografinya masih terus ditelateni. Bahkan, ia kerap menyempatkan motret kegiatan kerja di pabrik Wika. “Saya baru saja dari Algeria menengok kawankawan yang sedang ada proyek di sana, banyak foto menarik yang saya dapatkan,” katanya semringah. Namun, Tonny mengakui, d i b a n d i n g k a n pemandangan alam dan kondisi sosial di Algeria, Indonesia merupakan surga dunia. Mengenai teknik pengambilan gambar, Tonny mengatakan lebih senang dengan teknik kecepatan rendah yang bisa menghasilkan latar belakang objek agak blur sehingga seakan menjadi hidup fotonya. “Saya juga senang hunting foto pemandangan alam, karena bisa sambil jalan-jalan,” ujarnya. Tonny mengungkapkan, dari sekian banyak foto yang ia koleksi selama ini, ada satu atau dua foto yang sempat dimuat di brosur atau warta intern perusahaan. Apa pengalaman memotret yang paling mengesankan? Wakil Ketua Forum Human Capital Indonesia (FHCI) ini menceritakan, hunting foto di puncak gunung Rinjani pada tahun 2006 merupakan pengalaman yang tak mungkin dilupakan. Ia mengungkapkan, Rinjani sebagai salah satu gunung tertinggi di Indonesia menyimpan banyak keindahan alam, termasuk spa alam di dekat danau Segara Anakan. “Saya pernah mengabadikan keindahan jazirah Blambangan, mulai
64
HC Magazine/064/July2009
profesional Darwis Triadi, berpendapat, sejak lima tahun belakangan aktivitas fotografi di Indonesia berkembang makin pesat. Saat ini banyak komunitas fotografer yang muncul di berbagai daerah. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, umum, hingga eksekutif. “Bila dibandingkan dengan di luar negeri, populasi komunitas dan personal fotografer di Indonesia jauh lebih banyak,” ungkapnya. Banyaknya eksekutif yang masuk ke dunia fotografi, menurut Darwis, menunjukkan tren yang positif. “Fotografi bisa melatih olah rasa dibandingkan hobi lainnya,” kata pria kelahiran Solo, 15 Oktober 1954 ini menandaskan. Darwis mengamati, tren fotografi ini dimulai sejak adanya revolusi fotografi dari analog (manual) ke digital. Ia berani mengatakan bahwa berkembangnya era digital fotografi
dan digital manipulasi membuat karyakarya fotografer Indonesia secara kualitas bisa disejajarkan dengan fotografer di luar negeri. Masalahnya, menurut Darwis, Indonesia terlalu terbelenggu dengan budaya dan aturan-aturan yang mengukung ide dan kreativitas seseorang. “Sehingga eksplorasi para fotografer kita tidak maksimal,” ungkapnya. Masalah lainnya, para fotografer kita ketika melakukan eksplorasi dalam seni foto masih banyak dikendalikan oleh emosi pikiran, bukan pada emotional feeling. Sebagai pengajar fotografi di Darwis Triadi School of Photography, pria yang mengembangkan minatnya di dunia fotografi sejak 1979 ini lebih suka menekankan pengajaran fotografi pada nalar, logika dan rasa. Sebab, menurut Darwis, memberikan pengajaran fotografi terhadap orang sangat berbeda dengan memberikan pelajaran yang sifatnya ilmu ekonomi, hukum, bahkan ilmu kedokteran. “Pada akhirnya yang berkaitan dengan teori akan kita simpan di laci. Jadi, muaranya adalah feeling,” ujar fotografer yang gemar menggunakan objek pemotretannya dengan para model dan selebritis ini. Untuk itu, Darwis berpesan kepada para eksekutif yang mempunyai hobi fotografi, sebaiknya terus mengembangkan dan mengasah diri. ”Belajar fotografi adalah belajar memahami diri sendiri, alam, orang lain, dan juga belajar mengendalikan diri. Jadi, sama halnya seperti perjalanan hidup,” ujarnya berfilosofi. Untuk menjadi fotografer yang andal, Darwis menyarankan agar setiap orang mempersiapkan tiga pilar dasar yang meliputi semangat, motivasi dan mentalitas. Bagi Darwis, ketiga pilar tersebut akan membawa langkah sang fotografer memasuki dunia fotografi dengan baik dan benar sesuai proses perjalanan hidup. ■
Menyongsong Era
Customer Service Versi 2.0 Memuaskan pelanggan memang hal biasa dalam bisnis. Menjadi tidak biasa saat persoalan dengan pelanggan merembet ke ranah hukum dan teknologi. Bagaimana menyiasatinya? Rudi Kuswanto
T
ragedi hubungan antara pelanggan dan pemberi jasa baru saja tersaji antara seorang ibu rumah tangga, Prita Mulyasari – representasi profil pelanggan pada umumnya – dengan RS Omni Internasional, mewakili perusahaan besar pemberi jasa. Hasilnya mengenaskan, pelanggan harus mendekam di bui hanya untuk urusan komplain atas layanan yang menurutnya tidak dipenuhi oleh perusahaan pemberi jasa. Kekalahan pelanggan atas sikap arogansi perusahaan pemberi jasa rupanya tidak direstui oleh masyarakat kebanyakan, terlebih masyarakat online yang jumlahnya mulai membesar dari hari ke hari. Bahasa hukum yang terus ditunjukkan RS Omni mendapat perlawanan keras di dunia maya. Dan Google, salah satu search engine paling digemari pun dengan rajin mencatat ‘amal baik’ dan ‘amal buruk’ RS Omni yang terus berkembang. Neraca ‘amal baik’ dan ‘amal buruk’ RS Omni kini terlihat jomplang. Dengan hanya mengetikkan kata kunci ‘rs omni’, tak kurang dari 3 detik sudah terpampang sederetan ‘amal buruknya’ yang bererot. Dari sisi penerapan prinsip ‘excellence customer service’ berbasis web ver.2.0, RS Omni dinilai telah ‘gagal’ dan dalam sekejap mata reputasi online rumah sakit ini jatuh. Menarik pelajaran dari kasus di atas, Yodhia Antariksa, founder PT Manajemen Kinerja Utama, sebuah firma konsultan yang bergerak di bidang corporate performance management, menyebutkan bahwa kriteria SDM di bagian customer service (CS) sebenarnya tetap bersifat standar, misalnya responsif, punya empati terhadap pelanggan, kredibel, dan layanannya dapat diandalkan. “Kriteria lain yang khusus diperlukan dalam era internet 2.0 seperti sekarang adalah, bagaimana mereka juga familiar dengan beragam media social media website seperti twitter, facebook dan blog. Sebab, media ini membuat pelanggan makin bisa menyuarakan suara mereka dengan lebih nyaring,” ujar Yodhia. Ia menambahkan, akan lebih baik jika para staf CS mampu menguasai esensi dari media social website ini dan dapat
66
HC Magazine/064/July2009
TEKNOLOGI menggunakan beragam media tersebut untuk membangun “online communication dan interaction” – dua arah yang dialogis. Tidak lagi komunikasi satu arah. “Jadi treatment khususnya, mulai sekarang para tenaga CS mesti dibekali dengan strategi online CS yang sistematis dan mempertimbangkan beragam social websites yang makin berkembang,” tutur Yodhia. Untuk kasus yang menghebohkan di atas, Wardhani Soedjono, Presiden Direktur PT VADS Indonesia, ikut urun rembug bahwa pelanggan bisa saja merasa tidak puas dengan layanan pemberi jasa dan cara mereka menyatakan ketidakpuasannya bisa beragam. Salah satunya adalah melalui email. “Pemberi jasa sebaiknya memiliki sistem pelayanan prima yang terpadu sehingga dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan setiap saat mereka mau berhubungan dengan kita. Dengan demikian, keluhan atau ketidakpuasan pelanggan dapat dihindari dan segera tanggap mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikan keluhan,” imbuh Dani.
yang menyampaikan, dan teknologi yang mendukung. “People, process and technology, ketiga hal ini harus disiapkan dengan seksama agar secara terpadu layanan prima dapat diberikan kepada pelanggan,” ujarnya. Sebagai gambaran, Dani menyebut setiap karyawan, diawali oleh pimpinan puncak hingga lini terbawah, sebaiknya diberi pelatihan layanan prima agar mereka memiliki sikap, perilaku dan keterampilan untuk melayani pelanggan. Standar layanan dan pengukurannya harus diterapkan agar layanan prima diberikan secara konsisten di tiap lini yang berhubungan dengan pelanggan. Layanan yang cepat dan tepat bisa diberikan dengan dukungan sistem dan teknologi. Sependapat dengan Dani, Enny menekankan bahwa unsur manusia tetaplah menjadi tulang punggung utama
Sedangkan Enny Hardjanto, Service Delivery Director PT Synergy Service Solution mengingatkan, sebagai pelaku usaha di bidang apa pun harus memastikan bahwa para frontliners, yaitu mereka yang berhubungan dengan pelanggan, dapat diberdayakan dan harus mempunyai sikap yang benar, keterampilan yang baik dan pengetahuan yang memadai. “Bila ketiga hal ini tidak dapat dipenuhi, maka hubungan yang baik dengan pelanggan tidak dapat dibina,” katanya. Enny menambahkan, kinerja yang diberikan seharusnya adalah sesuai atau bahkan melebihi standar proses yang ada. “Proses yang ada, dibuat dengan memikirkan pelanggan bukan untuk kepentingan perusahaan saja. Keseimbangan inilah yang akan mem berikan dampak terbesar bagi pelanggan karena ini yang memberikan nilai tambah untuk memilih,” komentarnya. Mengenai layanan prima, Dani berpendapat, hal itu hanya bisa terjadi apabila perusahaan memenuhi tiga unsur bekerja secara efektif, yaitu manusia yang menjalankan, proses
pelayanan. “Banyak pelaku usaha yang justru sangat mementingkan teknologi, melakukan berbagai investasi yang sangat mahal untuk teknologi, akan tetapi bila membutuhkan investasi untuk melatih para frontliners-nya selalu berpikir seribu kali,” ungkap Enny menyindir. Soal biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengembangkan era CS Versi 2.0, menurut Yodhia, relatif. Justru dengan era social websites
seperti blog dan facebook, sebuah perusahaan bisa merekrut karyawan, termasuk karyawan CS dengan lebih murah dan mutu kandidat juga bisa lebih baik. Dengan melakukan pengamatan di ruang facebook, misalnya, Yodhia melanjutkan, perusahaan bisa me mantau mana individu yang menonjol, punya gagasan dan ”net behavior” yang bagus, serta tahu cara dan etiket berinteraksi dalam dunia maya. Talent seperti ini menurutnya bisa direkrut sebagai kandidat. Sementara Dani menyebutkan, setiap perusahaan bebas menentukan du kungan teknologi yang diinginkannya untuk menunjang layanan kepada pelanggan. Banyak perusahaan teknologi informasi (TI) yang menawarkan sistem siap pakai untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan (CRM system) lengkap dengan tenaga SDM yang mengoperasikannya. “Namun demikian, kecanggihan sistem dan teknologi bukanlah jawaban satu-satunya untuk mendukung layanan prima bagi pelanggan. Sekali lagi, ada dua kunci utama lainnya bagi terciptanya layanan prima, yaitu kesiapan SDM dan proses kerjanya. Bila teknologi belum memadai, maka untuk sementara waktu pastikan kedua hal ini berjalan dengan efektif dan terpadu,” saran Dani. Enny menguatkan pandangan Dani. Menurutnya, di per usahaan ada kesalahan yang melimpahkan tanggung jawab hanya kepada divisi customer service. Padahal layanan sangat tergantung pada sikap karyawan di perusahaan tersebut. Internet hanyalah media yang mempercepat informasi dengan cara yang lebih efisien dan efektif. “Tapi jangan lupa, manusianya merupakan faktor terpenting dalam memberikan layanan prima karena mereka yang berhubungan langsung dengan pelanggan,” katanya menandaskan. Baik Enny maupun Dani sepakat, meletakkan fondasi yang kuat dalam penyediaan SDM di era CS Versi 2.0 diawali dengan proses rekrutmen yang baik sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Juga, perlu dilihat, apakah kandidat sudah memiliki sikap melayani atau belum. Selanjutnya diberikan berbagai pelatihan yang terus-menerus untuk melengkapi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan. n
67
HC Magazine/064/July2009
KORPORASI pakai, karena minimnya program pengembangan (development). •
Running Learning as a Business
D
Key Lesson Learn dari tulisan singkat ini adalah: Bagaimana mengoptimalkan biaya pembelajaran yang terbatas namun berdampak langsung pada pertumbuhan bisnis? Fakta-fakta yang biasanya dihadapi oleh Departemen HR antara lain: •
Over Supply Pekerja Calon pekerja yang ingin bekerja terdiri dari orang-orang yang baru lulus (fresh graduate), orang yang baru di PHK, dan orang-orang yang ingin pindah kerja. Namun demikian, mereka tidak langsung siap pakai, masih harus di-training terlebih dahulu. Di sisi lain, HR selalu mendapat keluhan dari organisasi internal yang mengatakan bahwa pekerja internal pada posisi kritikal dirasakan kurang (under supply) oleh organisasi. Kebutuhan ini tidak dapat diisi oleh orang yang tepat dari dalam organisasi yang siap
68
HC Magazine/064/July2009
Krisis Kepemimpinan dan War of Talent
•
Pengurangan biaya perjalanan training o Dengan keberadaan cabang yang tersebar di seluruh nusan tara kami membuka sentra-sentra pe latihan wilayah. o Pembelajaran tidak harus datang/kum pul secara fisik di kelas, namun kami mengoptimalkan se luruh infrastruktur yang tersedia. Sebagai contoh, self-learning dari artikel-artikel, buku dan e-Learning.
-
Menambah jumlah partisipan training secara maksimal per kelas o Kapasitas kelas selalu dicoba dioptimalkan jumlah parsitipannya sehingga menjadi efi sien dan efektif.
Generasi Y Lahirnya generasi baru ”The New Workforce” yang disebut generasi Y. Suatu genre generasi baru yang lebih ”Technicaly Savvy” yang menuntut suatu cara pelatihan/ training yang berbeda.
Berdasarkan poin-poin di atas, diperlukan suatu perubahan dalam mengelola pembelajaran (learning) di organisasi. Kita dituntut untuk tidak mengelola Training Center seperti dulu, yang lebih berfungsi seperti EO (Event Organizer) yang sekadar mencari peserta, menyediakan tempat, dan mencari vendor sebagai pengajar. Sudah saatnya kita bertransformasi menjadi MITRA dengan segmen bisnis internal. Materi pembelajarannya pun dicari yang lebih membumi dalam memecahkan persoalan-persoalan di lapangan guna berkompetisi dengan dinamika persaingan bisnis yang sangat kompetitif di masa kini. Kita dituntut mengelola para praktisi senior di internal sebagai fasilitator untuk mengajarkan bagaimana memecahkan masalah lapangan. Serta memperbanyak on the job training, yang ROI-nya lebih mudah diukur. Sebagai tips, berikut ini adalah temuan yang menjadi alat ukur kami di Departemen Pembelajaran sehingga kami lebih mudah mengelola biaya pembelajaran yang efektif; •
Penurunan biaya pem pelajaran/jam - Pengurangan direct training cost o Kami memperbanyak mengutilisasi fasi litator praktisi o internal. o Durasi dari panjang nya training jika da pat dipersingkat.
•
Acaranya dilakukan di fasilitas gedung internal.
-
Perusahaan kekurangan bibit leader/pemimpin. Ditambah lagi, dalam empat tahun terakhir terjadi War of Talent (orang dengan talenta terbaik menjadi rebutan).
Kemal Sudiro
engan adanya resesi finansial global yang terjadi saat ini, rekanrekan di Departemen Pembelajaran (Learning) sedang diuji perihal bagaimana mengoptimalkan biaya pembelajaran yang terbatas. Kita dituntut untuk berpikir ideal secara efektif dan efisien. Kita sebagai profesional HR dituntut untuk berpikir secara bisnis di mana PROFIT hanya datang dari dua sumber utama, yaitu dari peningkatan revenue dan atau pengurangan biaya (cost).
o
Meminimalisir duplikasi pada konten dan proses pembelajaran - Membuat kurikulum untuk key roles yang kritikal dengan: o M e n y i n e r g i k a n bahan-bahan konten materi yang sudah ada sehingga tidak harus dimulai dengan membuat kontenkonten baru namun secara berkala selalu di-update. o Mendata sertifikasisertifikasi yang su dah dikeluarkan, sehingga tidak mensertifikasi orang se banyak-banyaknya tanpa kontrol utilisasi yang jelas.
Keberadaan kami sebagai departemen yang mengelola pembelajaran secara bisnis kini jauh lebih terukur. Hasilnya adalah, kami terus berkembang se cara agresif. Terbukti dengan laporan keuangan perusahaan yang terus meningkat di setiap kuartalnya. (Advetorial) Penulis adalah praktisi VP HR – Danamon Corporate University
KOLOM
Mewaspadai
Toxic Employee! Anthony Dio Martin
P
embaca, pernahkah Anda mendengar istilah Toxic Employee? Jangan anggap mereka adalah karyawan yang malas, lalai, atau tukang onar di tempat kerja. Justru sebaliknya, mereka bisa jadi karyawan yang paling rajin, taat pada aturan dan atasan, tetapi mempunyai mentalitas dan cara pikir yang merusak dan menyebar seperti racun. Karena efek destruktif mereka yang luar biasa, saya terdorong untuk menuliskannya dalam sebuah buku berjudul “Toxic Employee”. Di dalam buku tersebut, saya menuliskan 7 kriteria utama Toxic Employee yang saya dapatkan melalui riset, survei, pengalaman bertahuntahun, dan kesaksian dari berbagai perusahaan. Mari kita lihat penjelasan singkatnya.
Ciri pertama adalah kecenderungan berpikir negatif (negaholic). Untuk setiap gagasan yang sebenarnya baik, mereka akan mengeluarkan 1001 alasan kenapa ide itu tidak mungkin dijalankan. Kalau pun tidak di depan Anda, mereka kasak-kusuk di belakang dengan mengatakan ide itu sudah pernah dilakukan atau tidak bakal bisa diaplikasikan. Default mode atau setting utama kalimat mereka yang seringkali keluar adalah, “tidak mungkin!”, “tidak bisa”, “percuma”, “buat apa?” Ciri kedua, mereka menjadi duri dalam daging bagi tim. Akibatnya, energi tim habis untuk mengurusi mereka daripada bekerja. Orangorang jadi tidak bisa 100% fokus
untuk memikirkan kemajuan proyek, justru energi tim jadi habis untuk mengantisipasi, membicarakan atau terkuras gara-gara hadirnya si toxic employee ini. Ciri ketiga, mereka lebih banyak menjadi ‘masalah’ ketimbang memberikan ‘solusi’. Mereka kritis dalam melihat, menyebutkan, dan menciptakan masalah. Setelah itu, mereka hengkang tanpa meninggalkan solusi. Orang seperti itu senang meninggalkan tim dalam kondisi bingung tanpa solusi apa pun. Ciri keempat, egosentris (self centered). Mereka bisa tampak melontarkan ide yang sepertinya membela kepentingan banyak orang dan perusahaan. Tapi, ujung-ujungnya kepentingan dirinya sendiri yang ia pikirkan. Di sisi lain, ia tergolong cukup egois dalam bekerja. Kalau pekerjaanya selesai, ya sudah. Ia tidak terlalu peduli mengenai kualitas hasil kerjanya. Ciri kelima, emosional. Urusan menjengkelkan dengan mereka adalah temperamennya yang emosional. Bila ditegur atau dikritik, mereka bisa menjadi sangat sensitif dan defensif. Kritik dinilai sebagai serangan pada dirinya. Akibatnya, orang-orang ini menjadi sulit menerima masukan dan feedback dari orang lain. Ciri keenam, suka menyebarkan gosip. Gosip yang mereka lontarkan mampu memengaruhi semangat dan kinerja, aroma kecurigaan makin
menguat. Celakanya, dalam situasi macam ini, justru dialah yang sering dijadikan tempat curhat. Dan buruknya, inilah momentum baginya untuk menyebar virus pikiran negatif dan kecurigaan pada lebih banyak orang. Ciri ketujuh, ia tidak pernah bersyukur. Saat mendapatkan halhal baik, mereka berdalih perusahaan memang sepantasnya memberikan itu padanya. Tapi, jika tidak ada, mereka akan lantang menuntut. Tidak ada sedikit pun terima kasih pada perusahaan atas hal-hal baik yang sudah diterimanya. Nah Pembaca, menyikapi karyawan semacam ini, jangan terburu-buru menyikapinya secara negatif. Tidak jarang, toxic employee lahir karena kekecewaan yang menumpuk dan tidak ada saluran ekspresinya. Karenanya, dialog menjadi lebih penting di awalawal menghadapi mereka. Tak jarang, setelah kekecewaan mereka terjawab, mereka bisa sembuh. Tapi, perusahaan perlu peka untuk melokalisir ruang gerak dan pengaruh negatif mereka. Akhirnya, jika memang segala upaya dicoba dan mereka juga tidak sembuh, lebih baik kehilangan satu atau beberapa karyawan yang toxic daripada seluruh organisasi menjadi rusak karena mereka. Berlakulah bijak! n (Penulis adalah trainer dan penulis buku, host program radio Smart Emotion di SmartFM dan host program televisi ‘EQ Inspiration’ di Q-TV. www. anthonydiomartin.com)
69 69
HC Magazine/064/July2009
REHAT
MENYAMBUT SANG
JINGGA PAGI
As I look into your eyes I see the sunrise the light behind your face sends me new vibes {Sunrise - Simply Red} Rina Suci Handayani
H
amparan kebun teh di kaki gunung Burangrang merimbun seiring curah hujan yang masih lebat di bulan April lalu. Tuhan menganugerahkan tanah subur di daerah Subang, Jawa Barat, ini bukan hanya berupa perkebunan dan persawahan. Tidak sedikit pula tempat peristirahatan dibangun. Udara sejuk, alam yang masih hijau, dan lingkungan yang tenang, adalah sedikit alasan mengapa kaki gunung Burangrang menjadi tempat peristirahatan favorit. Lagipula, jarak tempuhnya dari Jakarta tidak terlampau jauh. Perjalanan Jakarta-Subang tidak lagi membosankan. Selain cepat, pemandangan tol Cipularang juga indah. Sepanjang jalan ada kebun teh di kanan-kirinya yang dihiasi pepohonan menjulang tinggi dan kurus. Di akhir pekan bulan April lalu saya mendapat kesempatan berkunjung atas undangan seorang kawan bernama Tom Curtis. Tujuan kami hari itu, Subang Pesona Adventure di desa Cipancar, kecamatan Segala Herang, kabupaten Subang, provinsi Jawa Barat. Dari pintu keluar Jati Luhur di Km 83 tol Cipularang menuju ke desa Cipancar hanya memakan waktu sekitar satu jam. Kota Purwakarta tampak lengang hari itu, sehingga perjalanan pun lancar. Sawah dan kebun sayur yang hijau di kaki pegunungan Burangrang membuat kami tergoda untuk turun dan beraksi di depan kamera pocket. Puas foto-foto, kami melanjutkan perjalanan yang menyenangkan itu hingga tiba di Situ (danau)Wanayasa yang tampak bersih dan asri. Hmm, malam minggu belum tiba tapi sudah banyak anak muda yang bercengkarama di sisi Situ yang bersih dan tenang itu. Kami tergoda untuk turun dan menikmati udaranya. ”Sebentar lagi kita sampai,” kata Tom sebelum kami beranjak dari Situ Wanayasa. Puas
70 70
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
REHAT kamar empunya rumah, Tom. Di kamar kami tersedia dua tempat tidur jati khas Jawa yang cukup luas untuk satu orang. Saya dan Dewi dapat jatah kasur sendiri. Tak hanya itu. Kamar kami langsung menuju balkon yang asri dengan suguhan pegunungan Burangrang yang indah dan tempat matahari terbit. Wow, saya belum pernah melihat matahari terbit. ”Rina, besok usai sholat subuh langsung ke balkon dan silakan menikmati sunrise,” pesan Tom mengingatkan. Saya senyum-senyum sendiri membayangkannya. Malam yang dingin, weerrr, mungkin 17°C suhunya. Hidangan tradisional yang masih mengepul seperti pisang goreng, singkong rebus, kacang rebus, ditemani teh hangat, kopi dan wedang jahe cukup membuat badan kami merasa hangat. Malam makin merangkak, gelap sudah tidak terlihat apa-apa lagi. Saya meringkuk di bawah selimut yang tebal sambil membayangkan eloknya mentari yang muncul perlahan-lahan usai subuh besok.
memandangi Situ Wanayasa yang asri itu, kami meluncur menuju ke tempat tujuan utama, Pesona Adventure Subang. Sepertinya, Anda harus teliti jika ingin ke tempat ini. Namun, tenang saja, ada papan petunjuk yang dipasang dan bisa dibaca jelas agar pengemudi tidak kebablasan. ”Ini jalan masuk ke Pesona,” kata Tom menunjukkan jalan yang berukuran dua jalur. Ternyata jalannya belum diaspal, bahkan masih berbatu. Mungkin karena Pemda Subang belum punya bujet untuk mengaspal jalan di desa Cipancar yang juga terkenal dengan Curug Cijalu-nya itu. Tidak lama kemudian, kami disambut rimbunan kebun teh yang hijau. Sebuah gapura yang diliputi tumbuhan menjalar menyambut kedatangan kami di ”Pesona”, sebuah vila dengan halaman luas yang dilengkapi fasilitas umum seperti ruang serbaguna, toilet
umum (pria dan wanita), dan musholla yang resik dan unik khusus untuk jemaah muslim. ”Pesona terbuka untuk kegiatan outdoor training, gathering, dan lain-lain,” papar Tom, sang pendiri Pesona Adventure Subang bersama dua rekannya, Betty Sastra dan Rama. Kendati tiba di Pesona sekitar pukul 17.00 WIB, tubuh kami tidak merasa letih. Padahal kami berangkat dari Jakarta pukul 12.30 WIB. Keselarasan tampak di Pesona Adventure Subang. Sebuah rumah kayu yang sudah berusia sekitar 20-an tahun menjadi tempat kami menginap. Rumah bergaya country ini terasa hangat di tengah udara dingin Subang yang mulai mengigit. Saya dan tamu Tom lainnya, Dewi, mendapat sebuah kamar di lantai satu. Sedangkan lantai dasar adalah ruang serbaguna untuk berkumpul, makan, dan berkaraoke ria. Kamar
saya
bersebelahan
dengan
Langit berwarna ungu gelap anggur perlahan-lahan robek oleh warna merah kekuningan. Jingga yang indah menyeruak lamat-lamat menggantikan warna anggur. Sejumput sinar dari timur mulai tampak di kaki pengunungan Burangrang. Belum tampak si bola merah raksasa itu, hanya warna langit saja yang makin menjingga muda dan makin muda. Sedikit demi sedikit lukisan alam mulai jelas diterangi cahaya matahari yang hangat. Kokok ayam sudah mereda. Menjelang pukul 06.00, bentangan alam nan indah, gunung, langit luas nan biru tampak jelas memecah pagi yang sunyi. Hari makin menghangat, aliran darah di kaki saya yang sempat kedinginan mulai mengalir lancar. Hawa makin hangat menerpa wajah saya dan matahari sudah tidak ragu-ragu lagi memancarkan cahayanya menerangi bumi. Ah, Tom betul. Sunrise yang indah di depan mata. Beruntungnya saya dapat menikmati langsung matahari terbit yang spektakuler itu. Setelah puas memandang, saya beranjak dari balkon untuk bersiap-siap melakukan aktivitas sebagai tamu Pesona hari itu. What
a wonderful Subang view, that’s what I think.
71 71
HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009 HC
SELEB
A ran Y a p A a l e K M s a t n A ra e N b m U L asyarakat Me
ajak g n e M
M
M
inggu pagi yang cerah (7/6) menyemangati ribuan masyarakat Ja karta untuk berjalan kaki bersama mengelilingi area Gelora Bung Karno, Senayan. Kegiatan yang diselenggarakan TNT dengan tajuk “End Hunger: Walk the World” ini bertujuan untuk menggalang dana yang akan digunakan oleh World Food Programme (WFP) sebagai bantuan pangan bagi 90 juta orang, termasuk 56 juta di antaranya anakanak yang tersebar di 80 negara. Kegiatan jalan bersama ini dimulai di Australia dan kini diikuti ribuan orang di belahan dunia lainnya. Di Indonesia, kegiatan End Hunger: Walk the World 2009 dipusatkan di Plaza Barat Senayan, mulai pukul 07.30 – 12.00 WIB. Aksi sosial ini menjadi lebih meriah karena dihadiri artis-artis dan grup band ternama, antara lain Luna Maya, Raffi Ahmad, Okky Lukman, RAN, Tangga, Andra & The Backbone, dan The Titans. Selain itu, hadir pula Direktur TNT Indonesia Ivan Siew. Pada kesempatan ini, aktris Luna Maya selaku duta WFP mengungkapkan, TNT telah menjadi mitra aktif WFP sejak 2002. Sejak didaulat menjadi duta WFP pada November 2007 – sebelumnya Luna hanya menjadi sahabat WFP selama tiga tahun – ia memiliki pengalaman menarik saat berkeliling daerah di Indonesia mewakili organisasi PBB yang berbasis di Roma, Italia, itu. Kegiatan pertamanya sebagai duta WFP kala itu adalah mengunjungi kota Nangroe Aceh Darussalam (NAD) guna bertemu korban bencana tsunami sekaligus mendatangi beberapa proyek yang dijalankan WFP. Bahkan, di tengah kesibukannya saat ini sebagai presenter TV dan penyanyi, Luna masih menyempatkan diri mengampanyekan program-program WFP di Indonesia. “Sebagai sahabat WFP dari dulu saya sering melakukan monitoring, melakukan kunjungan dan publikasi ke berbagai kota di Indonesia. Setelah jadi duta WFP, kegiatan saya masih sama,
72
HC HC Magazine/064/July2009 Magazine/064/July2009
bahkan semakin banyak,” kata wanita kelahiran Denpasar, 26 Agustus 1983 ini disela-sela memandu acara End Hunger: Walk the World 2009. Meski tampak kelelahan hingga peluhnya tak terbendung keluar dari dahinya, Luna tetap semangat menceritakan pengalamannya sebagai duta nasional WFP kepada HC. Ia sempat menyatakan prihatin dengan kehidupan anakanak, ibu hamil, dan balita di Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kabupaten Sampang (Madura), yang hidup di bawah garis kemiskinan. “Masih banyak masyarakat kita yang kelaparan dan tidak berpendidikan layak,” tuturnya prihatin. Untuk itu, wanita yang memiliki tinggi 173 cm ini mengharapkan agar pemerintah dan swasta lebih peduli terhadap masalah gizi buruk yang melanda sebagian besar masyarakat di Indonesia. “Dari pihak pemerintah, kami sudah bekerja sama dengan Menkokesra. Kami berharap perusahaan juga peduli dengan masalah pangan melalui program corporate social responsibility (CSR),” ujar Luna penuh harap. Dalam menjalani perannya sebagai duta nasional WFP, secara terus terang Luna menyatakan, ia melakukan tugas ini karena panggilan hati dan tidak dibayar. Saat HC menanyakan kontribusinya dalam kegiatan WFP, ia mengungkapkan, sudah menyisihkan 2,5% pendapatannya untuk dimasukkan ke Dompet Dhuafa sebagai salah satu sponsor WFP di Indonesia. Semoga ketulusan Luna menjadi contoh bagi masyarakat yang lebih luas guna mengatasi masalah krisis pangan di Indonesia. Kepada pembaca HC Luna berpesan untuk ikut berpartisipasi dalam program ini dengan cara melakukan donasi sebesar Rp 50 ribu – termasuk untuk kaos “End Hunger: Walk the World 2009” – di Wisma Kyoei Prince, lantai 9, Jl. Jend. Sudirman Kav. 3, Jakarta. (Anung Prabowo)