KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA
Oleh Zulfatun Najah F 34052594
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1
Zulfatun Najah. F34052594. Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3 Menggunakan Enzim Lipase Aspergillus niger Pada Media Yang Ditambahkan Heptana. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2010. RINGKASAN Pengolahan ikan sarden selama ini terbatas pada pemanfaatan daging ikan untuk produk pangan seperti pengalengan ikan atau konsumsi daging ikan segar. Limbah yang berupa minyak dan limbah padat yang dihasilkan dari proses pengalengan tersebut terbuang dan tidak termanfaatkan lebih lanjut. Padahal, minyak ikan maupun limbah padat tersebut mengandung omega-3. Omega-3 bermanfaat untuk kesehatan diantaranya mencegah penyumbatan pembuluh darah, hipertensi, kanker, arthritis, jantung koroner, dan lain-lain (Shahidi et all., 1998). Omega-3 merupakan asam lemak tak jenuh yang tersusun dari rantai karbon panjang. Proses pengkayaan omega-3 dapat dilakukan melalui reaksi selektif hidrolisis pada sn-1 dan sn-3 gliserida menghasilkan sn-2 gliserida yang kaya akan omega-3 dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger. Menurut Bockisch (1993), asam lemak tak jenuh dengan rantai panjang menempati posisi ke dua rantai gliserida. Reaksi hidrolisis enzimatik merupakan reaksi pembentukan asam lemak dan gliserol dari triasilgliserol dengan penambahan air dan katalis enzim. Proses pengkayaan dan pemurnian omega-3 dilakukan dengan reaksi hidrolisis. Penambahan media hidrofobik, dapat meningkatkan aktivitas maupun stabilititas enzim atau bahkan meningkatkan selektifitas substrat. Pelarut heptana digunakan sebagai media untuk peningkatan aktivitas dan stabilitas enzim karena nilai hidrofobitasnya berada pada rentang 2-4. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum faktor reaksi yaitu suhu, penambahan air, dan pH terhadap tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan. Selain itu, juga bertujuan untuk menentukan hubungan total omega-3 dengan tingkat hidrolisis. Tahapan penelitian ini dimulai dari karakterisasi minyak ikan, pengukuran aktivitas lipase dengan metode spectrophotometry, kemudian penentuan kondisi optimum faktor reaksi terhadap tingkat hidrolisis sebagai acuan penentuan kondisi optimum untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Tingkat hidrolisis menunjukkan aktivitas katalitis enzim terhadap ikatan ester triasilgliserol. Suhu, pH, dan banyaknya air yang digunakan pada rentang 25oC65oC, 5-9, dan 1%-5%. Prosedur penelitian dimulai dengan melakukan hidrolisis enzimatik minyak ikan kemudian melakukan hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana menggunakan kondisi optimum hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan tanpa penambahan pelarut. Analisa yang dilakukan adalah bilangan asam, bilangan penyabunan dan Gas Chromatography Mass Spectrometry. Karakterisasi minyak ikan yang diperoleh adalah bilangan asam sebesar 3,26 mg KOH/g minyak dan bilangan penyabunan sebesar 204,81 mg KOH/g. Minyak awal mengandung asam lemak tak jenuh (34,98%) mengandung omega-3 1,81%, asam lemak jenuh (22,76%), alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%) dan kolesterol (24,96%). Aktivitas enzim lipase yang diperoleh adalah 7939 U/g. Pada reaksi hidrolisis enzimatik, diperoleh aktivitas katalitis enzim optimum adalah pada pH5 dan suhu 45oC dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Pada reaksi hidrolisis
2
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana diperoleh penambahan air optimum adalah 1% dengan tingkat hidrolisis sebesar 26,16%. Dengan menggunakan nilai optimum tersebut (pH 5, suhu 45oC, dan penambahan air 1%) dilakukan reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana. Hasil yang diperoleh adalah terjadi peningkatan aktivitas pada setiap perlakuan suhu kecuali 65oC. Suhu optimum yang diperoleh adalah 25oC. Pada perlakuan pH, terjadi penurunan aktivitas pada tiap titik perlakukan pH kecuali pada pH 7. Penurunan aktivitas terjadi karena denaturasi enzim. Berdasarkan analisa GC-MS, pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 17,51% dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Sedangkan, pada suhu 45oC dan pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana, kandungan omega-3 pada suhu 45oC, penambahan air 1%, dan pH 5 sebesar 7,14% dengan tingkat hidrolisis sebesar 22,56%. Sedangkan, pada suhu 25oC, penambahan air 1%, dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% dengan tingkat hidrolisis 23,94%.
3
Zulfatun Najah. F34052594. Study of Enzymatic Hydrolysis of Fish Oil to Produce Omega-3 Using Aspergillus niger Lipase in Added-Heptane Media. Supervised by Sapta Raharja. 2010. SUMMARY Nowadays, the processing of sardine fish was as canned fish. The Waste was solid waste and fish oil which discarded and unusable further. However, this waste contains Omega-3. Omega-3 fatty acids were considered of essential for normal growth. It might be an important role to in the prevention and treatment of coronary artery disease, hypertension, arthritis, other inflammatory and autoimmune disorders, and cancer (Shahidi et al., 1998). Omega-3 was polyunsaturated fatty acids (PUFAs) contains long chain carbon double bound. Concentrate omega-3 was done by selective hydrolysis in sn-1 and sn-3 glyceride to produce sn-2 glyceride greatly in omega-3 using enzyme lipase from Aspergillus niger yeast. According Bockisch (1993), in the majority of fish oil triglycerides, PUFAs were bound to the 2-position of the glyceride backbone. Enzymatic hydrolysis was produce acylglycerol from triacylglycerol using water as reactant and enzyme as catalyst. Some studies indicate that PUFA were most promptly absorbed from the intestines when FFA was given orally, were moderately absorbed as acylglycerols and were poorly absorbed as PUFA ethyl ester (Carvalho et al., 2009). Organic solvent hydrofobic could be used as medium in the hydrolysis reaction to increased activity and stability enzyme. Even if, it increased substrat selectivity. Solvent hydrophobic heptane almost used as media to increased activity and stability due to it hydrophobocity at the range 2
4
research, in every point of temperature, the degree of hydrolysis increased except at 65oC due to denaturation of protein enzyme at 65oC. Temperature optimum for hydrolysis enzymatic in the organic solvent heptane was 25oC. According to the analysis effect pH on the activity resulted decreasing the activity lipase catalyzed or reduction of degree of hydrolysis in every point of pH except in pH 7. Decreasing of lipase activity due to denaturation of enzyme. According to the GC MS measurement, total omega-3 at temperature 45oC pH 5 was 17,51% with degree of hydrolysis 28,07%. At the temperature 45oC and pH 7, total omega-3 and degree of hydrolysis was 16,89% and 6,79% respectively. According to the hydrolysis enzymatic with heptane as medium, at the temperature 45oC, water addition 1%, and pH 5, omega-3 and degree of hydrolysis are 7,14% and 22,56% respectively. But at the temperature 25oC, pH 5 and water addition 1% result in 10,48 % total omega-3 and 23,94% degree of hydrolysis. Generally, hydrolysis enzymatic could purify and enrich omega-3 in the product.
5
KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Zulfatun Najah F 34052594
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
6
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3 Menggunakan Lipase Aspergillus niger Pada Media yang Ditambahkan Heptana” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 25 Februari 2010 Yang membuat pernyataan,
Zulfatun Najah F34052594
1
Judul Skripsi : KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA Nama
: Zulfatun Najah
NIM
: F34052594
Menyetujui, Pembimbing I,
( Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA) NIP. 19631026 199002 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen
(Prof. Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
2
BIODATA RINGKAS
Penulis bernama Zulfatun Najah dilahirkan di Blora pada tanggal 1 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Nama orang tua penulis adalah Ahmad Zainal Arifin dan Sad Triasri. Pada tahun 1999, Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Tempelan II Blora. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 1 Blora pada tahun 2002. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Blora dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada penentuan program studi tahun 2006, penulis diberi kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Teknologi Industri Pertanian. Pada saat menjalani kegiatan akademik, penulis pernah aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu menjadi staf reporter pada Bulletin MIND yang diterbitkan oleh Himpunan Mahasiswa Industri Pertanian. Penulis juga mengikuti kompetisi ilmiah pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang penulisan kewirausahaan (2007). Penulis juga mejadi penyaji terbaik V dalam kompetisi penulisan ilmiah bidang lingkungan hidup dengan tema tulisan sampah organik dan sampah non organik. Penulis menyelesaikan praktek lapang pada tahun 2008 di pabrik pembekuan udang PT. Misaja Mitra Pati dengan judul “Mempelajari Aspek Produksi dan Pengawasan Mutu Udang Beku di PT. Misaja Mitra Pati”. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3 Menggunakan Enzim Lipase Aspergillus niger Pada Media yang Ditambahkan Heptana”. Pada Tahun 2010 penulis menyelesaikan program studi Strata-I
3
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pemilik Alam dan penguasa Ilmu, atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususunan skripsi yang berjudul “Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3
Menggunakan
Lipase
Aspergillus
niger
Pada
Media
yang
Ditambahkan Heptana”. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada segenap pihak dibawah ini yang telah banyak membantu. 1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama pendidikan di IPB dan penulisan skripsi. 2. Prayoga Suryadarma, STP, MT, dan Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Sc selaku dosen yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta bantuannya selama penelitian. 3. Drs. Purwoko, Msi dan Ir. S. Ketaren, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran kepada penulis 4. Seluruh laboran dan staf di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Segala daya dan kemampuan telah diupayakan demi sempurnanya karya tulis ini, namun penulis menyadari karya tulis ini belum mencapai sempurna karena adanya keterbatasan penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademika dan pihak yang membutuhkan Bogor, Maret 2010
Penulis iii 4
UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu 1. Bapak dan ibu atas segala cinta, kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dorongan moral maupun material dan doa senantiasa terlantun untuk penulis. Terimakasih atas segala cinta dan kasih yang diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk bapak dan ibu. Semoga karya ini dapat membuat bapak dan ibu bangga. 2. Adik-adik tercinta (Ulun Najib, Ainun Navis, dan Sofia Naim) atas doa, canda tawa dan dukungannya selama ini. Penulis berharap melalui karya ini, adik-adik mempunyai dorongan, semangat, dan motivasi yang lebih besar lagi untuk adikadik dalam memperjuangkan apa yang menjadi harapan adik-adik. 3. Saudara-saudara, Om Azhar, Bulik Almuftiyah, Bulik Rustin, Bulik Umi, Om Tito, Bude Sri, Bude Edi, Mbah Putri, Dik Tito dan semuanya terima kasih atas perhatian, doa dan dukungan moril yang diberikan. 4. Temen-temen satu bimbingan Mbak Zuni, Kak Yayan, Mbak Listya, Mbak Ika, Ambar, Teni, Choir, Manda atas segala bantuan yang diberikan. 5. Temen-temen TINer’42 khususnya Danu, Aulia, Arif, Ajizah, Eri, terimakasih atas kerjasamanyadi laboratoratorium Bioindustri selama penelitian serta Diar, Nutri, Prima, Deni, Rey, Sulis, Mayang, dan semua temen TIN
atas
kerjasamanya selama penulis menimba ilmu di IPB. 6. Temen-Temen Crew Edelweis Diar, Mbak Cita, Mbak Ninik, Malya, Risca, Sri, atas nasehat, canda tawa, dan masukan-masukan untuk penulis
iv 5
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 A. MINYAK IKAN ................................................................................. 5 B. ASAM LEMAK TAK JENUH OMEGA-3 .......................................... 7 C. ENZIM LIPASE Aspergillus niger ...................................................... 10 D. HIDROLISIS ENZIMATIS ................................................................. 15 E. PELARUT N-HEPTANA.................................................................... 16 F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM LIPASE ........................................................... 19 1. Pengaruh Suhu ................................................................................ 19 2. Pengaruh pH ................................................................................... 20 3. Pengaruh Penambahan Air .............................................................. 21 III. METODOLOGI ....................................................................................... 24
v 6
A. ALAT DAN BAHAN.......................................................................... 24 B. METODE ............................................................................................ 24 1. Tahapan Penelitian .......................................................................... 24 a. Karakterisasi Minyak Ikan ....................................................... 25 b. Penentuan Aktivitas Enzim ...................................................... 26 c. Penentuan Hubungan Derajat Keasaman dan Suhu Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan ............................... 26 d. Penentuan Hubungan Penambahan Air, Suhu, dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana .......................... 26 e. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis Dengan Kandungan Total Omega-3 ......................................................................... 27 2. Prosedur Penelitian ......................................................................... 28 a. Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan ............................................ 28 b. Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana .............................................................. 28 c. Preparasi Konsentrat Hasil reaksi Hidrolisis Untuk Analisa GC-MS .................................................................................... 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31 A. KARAKTERISTIK MINYAK IKAN .................................................. 31 1. Sifat Fisiko Kimia Minyak Ikan ...................................................... 31 2. Komponen Kimia di Dalam Minyak Ikan ........................................ 32 B. AKTIVITAS ENZIM .......................................................................... 34 C. HUBUNGAN DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN ................... 35 1. Hubungan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis ............. 36 2. Hubungan Suhu Terhadap Tingkat Hidrolisis .................................. 38
vi 7
D. HUBUNGAN PENAMBAHAN AIR, DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA .......................................................................................... 41 1. Hubungan Penambahan Air Dengan Tingkat Hidrolisis................... 41 2. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis......... 43 3. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis ..................................... 45 E. HUBUNGAN TINGKAT HIDROLISIS DENGAN KANDUNGAN TOTAL OMEGA-3 ............................................................................. 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55 A. KESIMPULAN ................................................................................... 55 B. SARAN ............................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56 LAMPIRAN ................................................................................................... 61
vii 8
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Sifat fisikokimia minyak ikan komersial ......................................... 6 Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan sarden ......................... 7 Tabel 3. Kandungan omega-3 pada beberapa komoditas pertanian ................ 8 Tabel 4. Jenis asam lemak omega-3 .............................................................. 9 Tabel 5. Aktifitas mikrobial dan karakteristik enzim lipase .......................... 13 Tabel 6. Nilai kepolaran dan laju reaksi esterifikasi pelarut........................... 18 Tabel 7. Karakterisasi bahan baku minyak ikan ............................................ 31 Tabel 8. Komponen kimia bahan baku minyak ikan ...................................... 32 Tabel 9. Ukuran sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam ...................... 62 Tabel 10. Nilai karakterisasi fisiko kimia minyak ikan .................................... 65 Tabel 11 Komponen kimia minyak ikan hasil analisa GC-MS ....................... 67 Tabel 12. Hasil pengukuran aktivitas lipase Aspergillus niger ......................... 69 Tabel 13. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH ulangan 1 ........................................................................................ 70 Tabel 14. Nilai % Hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH ulangan 2 ........................................................................................ 71 Tabel 15. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada media tanpa penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH............... 71 Tabel 16. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa penambahan heptana pada perlakuan berbagai suhu ........................ 72 Tabel 17. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada mediatanpa penambahan heptana pada perlakuan berbagai suhu ........................ 72
vi 9
Tabel 18. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ulangan 1 ................................................................................... 73 Tabel 19. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ulangan 2 ................................................................................... 74 Tabel 20. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ................................................................................................... 74 Tabel 21 Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai pH ulangan 1 ............................... 75 Tabel 22 Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai pH ulangan 2 ............................... 77 Tabel 23. Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai suhu ulangan 1 ............................ 78 Tabel 24. Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai suhu ulangan 2 ............................ 79 Tabel 25.Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC ...................................................................................... 80 Tabel 26. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC ....................................................................................... 83 Tabel 27. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ....................................................................................... 87 Tabel 28. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 45oC ....................................................................................... 91
ix 10
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Rumus molekul dari asam lemak Omega-3 ................................. 8
Gambar 2.
Mekanisme pembentukan asil enzim pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase ....................................................... 11
Gambar 3.
Mekanisme hidrolisis spesifik triasilgliserol dengan katalis lipase .......................................................................................... 13
Gambar 4.
Struktur asam amino penyusun enzim lipase Aspergillus niger........................................................................................... 14
Gambar 5.
Tahapan hidrolisis trigliserida yang dikatalis oleh lipase............. 16
Gambar 6.
Mekanisme pengikatan air dan media pelarut organic dalam suatu reaksi ................................................................................ 23
Gambar 7.
Diagram alir tahapan penelitian .................................................. 25
Gambar 8.
Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan ................. 29
Gambar 9.
Mekanisme katalisis enzim pada paranitrobutirat ........................ 34
Gambar 10. Mekanisme pembentukan kompleks substrat-enzim.................... 36 Gambar 11. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik .................................................................... 37 Gambar 12. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis enzimatik .......................................................... 38 Gambar 13. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan penambahan air pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana .................................................................. 42 Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif Aspergillus niger pada media organik ......................................................... 42 Gambar 15. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana dan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana ....... 43
x 11
Gambar 16. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana ...................................................................................... 45 Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat pada reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi ............................................ 48 Gambar
18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam dokosaheksanoat pada reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi .................. 50
Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total omega-3 pada reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi .................................................... 51 Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid ......................... 52 Gambar 21. Peak area analisa GC-MS minyak ikan ....................................... 66 Gambar 22. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC ................................................................................... 77 Gambar 23. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC ................................................................................... 82 Gambar 24. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ................................................................................... 86 Gambar 25. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ................................................................................... 90 Gambar 26. Fragmentasi pada mass spectrometry ........................................... 95 Gambar 27. Chromatogram ............................................................................. 95
xi 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisiko kimia minyak ikan ........................... 62 Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase dengan metode spektrofotometri ......................................................................... 64 Lampiran 3. Data hasil karakterisasi minyak ikan ........................................... 65 Lampiran 4. Data hasil pengukuran aktivitas enzim lipase Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri ................................................. 69 Lampiran 5. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger dalam media tanpa ditambahkan pelarut heptana ............................................. 70 Lampiran 6. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger dalam media yang ditambahkan pelarut n-heptana........................................... 72 Lampiran 7. Data hasil analisa komponen asam lemak hasil hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS (gas chromatography mass spectrometry) ..................... 77 Lampiran 8. Penentuan degree of hydrolysis atau tingkat hidrolisis ................. 94 Lampiran 9. Mekanisme kerja GC-MS............................................................ 95
xii 13
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Selama ini, sebagian besar industri yang bergerak pada bidang perikanan memanfaatkan kekayaan laut khususnya ikan terbatas pada dagingnya untuk pengalengan ikan dan pengolahan ikan segar menjadi produk makanan jadi seperti nugget dan olahan ikan segar. Pemanfaatan hasil perikanan tersebut belum optimal. Hal ini dilihat dari masih adanya residu buangan seperti limbah padat dan minyak residu pemanasan ikan. Potensi limbah tersebut amat besar. Sebagai gambaran, volume limbah pengalengan ikan di Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mencapai 50-60 ton per bulan (Wawasan, 10 Juni 2009). Tidak adanya pemanfaatan lebih lanjut terhadap residu buangan tersebut. Padahal limbah padat yang menghasilkan 9% minyak ikan maupun minyak ikan itu sendiri memiliki kandungan omega-3 yang bermanfaat bagi kesehatan. Semua asam lemak yang ditemukan di dalam minyak ikan dan semua minyak yang sama merupakan campuran asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Karakterisasi minyak ikan terdiri dari asam lemak tak jenuh dengan proporsi yang tinggi. Sebagian besar asam lemak tak jenuh tersebut adalah C16(palmitoleat),
C18(oleat
dengan
beberapa
octadecatrienoat),
C20
(eikosapentanoat) dan asam C22 (dokosaheksanoat). Asam lemak tak jenuh di dalam minyak ikan berkisar antara 10-25% dari total asam (Celik, 2002). Dengan demikian, minyak ikan memiliki asam lemak tak jenuh lebih banyak. Asam lemak dengan ikatan rangkap pada rantai atom karbon ke tiga hingga keempat dinamakan omega-3 dan biasanya disimbolkan dengan n-3. Omega-3 polyunsaturated fatty acid mempunyai peran penting dalam kesehatan. Asam lemak taki jenuh dengan banyak ikatan rangkap ini dapat diperoleh dari minyak ikan. Omega-3 polyunsaturated fatty acids
cis-5,8,11,14,17-
eicosapentaenoic acid (EPA, 20:5) dan cis 4,7,10,13,16,19-docosahexaenoic acid (DHA 22:6) merupakan komponen aktif pada minyak tersebut (Carvalho et al., 2002). Selain asam lemak tersebut, terdapat juga asam lemak lain yang memiliki ikatan rangkap pada atom ke tiga dengan atom karbon terakhir mengikat gugus metil. Asam lemak ini dapat mencegah penyakit jantung, penyumbatan 1
pembuluh darah, hipertensi, arthritis, kanker, serta penyakit ketahahan tubuh lainnya (Carvalho et al.,2009). Selain itu, asam lemak ini diperlukan untuk nutrisi otak dan mata (Tanaka et al., 1992). Menurut Carvalho et al. (2009), omega-3 polyunsaturated fatty acid dapat berbentuk free fatty acid (FFA), etil ester, atau asilgliserol. Asilgliserol dianggap sebagai bentuk kimia yang diinginkan dalam makanan karena asilgliserol diserap lebih mudah daripada etil ester selama pencernaan. Asilgliserol dapat diperoleh melalui reaksi hidrolisis minyak/lemak. Reaksi hidrolisis memerlukan suatu katalis untuk mempercepat laju reaksi. Polyunsaturated fatty acid (PUFA) sensitif terhadap panas dan oksidasi, oleh sebab itu reaksi enzimatik merupakan proses yang cocok untuk pengkayaan PUFA ini (Shimada et al., 1997). Kelebihan penggunaan enzim sebagai katalis adalah enzim dapat bekerja bekerja pada suhu rendah dan pH netral sehingga biaya yang dikeluarkan untuk produksi lebih murah. Disamping itu, enzim juga dapat direcovery. Dengan demikian, pengaturan prosesnya lebih mudah. Enzim lipase bereaksi lemah terhadap Omega-3 karena adanya rintangan steric (Shahidi dan Wanasundara, 1998). Omega-3 pada minyak ikan sebagian besar terdapat pada posisi beta dari triacylglycerol atau yang sering disebut posisi
sn-2
gliserida. Menurut Carvalho et al. (2009), salah satu jenis enzim lipase yang memberikan hasil hidrolisis selektif terbaik adalah lipase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger. Hal tersebut dikarenakan lipase dari Aspergillus niger mempunyai spesifisitas posisional memutus ikatan triacylglycerols pada posisi stereochemical numbering (sn)1 dan 3. Dengan demikian, akan dihasilkan monoacylglycerols yang pada umumnya kaya akan PUFA omega-3 pada posisional sn-2 gliserida. Aktivitas katalisis enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi substrat (Kamarudin et al., 2008). Pada reaksi hidrolisis enzimatik, aktivitas katalitik dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi substrat, penambahan air dan adanya senyawa penghambat (Zaverucka dan Wimmer, 2008). Suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase. Suhu yang sesuai untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah 70oC karena pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non enzimatik,
2
oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Shahidi dan Wanasundara, 1998). Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena memungkinkan perubahan status ionisasi enzim atau perubahan muatan ion, yang akan mempengaruhi aktivitas dan selektifitasnya (Kamarudin et al., 2008). Zarevucka dan Wimmer (2008) menyatakan air berguna untuk menghubungkan substrat ke sisi aktif enzim melalui ikatan nonkovalen, meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas enzim dalam menghidrolisis substrat. Enzim lipase memiliki sisi aktif yang ditutup oleh lid. Lid enzim lipase khususnya yang berasal dari Aspergillus niger terbuat dari triptofan yang cenderung bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pelarut organik yang mempunyai sifat non polar (hidrofobik) sehingga dapat meningkatkan kontak antara pelarut organik hidrofobik dan lid enzim yang mampu meningkatkan pembukaan lid enzim tersebut. Penambahan pelarut non polar dapat meningkatkan termostabilitas (Gubicza et al., 2000), dan aktivitas (Gupta et al., 2007). Berdasarkan penelitian Krieger et al. (2004), stabilitas protein lebih rendah dalam air yang tak larut dalam pelarut yang ada pada nilai log P (nilai hidrofobitas) antara 2,5 sampai 0 seperti aseton dan eter daripada pada pelarut hidrofobik dengan nilai log P antara 2 sampai 4 seperti alkana atau haloalkana. Pelarut organik hidrofilik bersifat memotong ikatan air dari permukaan enzim. Ketika pelarut organik memotong ikatan air dari enzim, berakibat pada tidak adanya ikatan antara molekul gugus amino enzim. Oleh sebab itu, penerimaan stabilitas enzim lipase pada penggunaan pelarut hidrofilik jarang dilakukan. Pelarut yang bersifat hidrofobik dimana kepolarannya berada pada rentang penerimaan stabilitas enzim lipase adalah heptana. Heptana memiliki nilai log p sebesar 4. Selain itu, titik didih heptana sebesar 98 oC. Dengan demikian pelaksanaan penelitian pada suhu yang tinggi memungkinkan dilakukan. Pelarut yang kepolarannya hampir sama dengan lipase adalah heksana. Berhubung heksana memiliki titik didih yang rendah, maka penggunaan heptana menjadi solusi dalam reaksi hidrolisis pada medium non aqueous.
3
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: a. Menentukan kondisi optimum faktor reaksi yaitu suhu, pH, dan penambahan air yang menghasilkan tingkat hidrolisis enzimatik tertinggi pada substrat minyak ikan pada reaksi hidrolisis minyak ikan tanpa dan dengan penambahan pelarut heptana. b. Menentukan hubungan antara tingkat hidrolisis enzimatik optimum minyak ikan terhadap total asam lemak omega-3.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK IKAN Minyak
ikan
diproduksi
melalui
pengirisan,
pemotogan,
serta
pemasakan pada suhu 90oC selama 15 menit. Minyak ikan diperoleh dari organ tubuh ikan seperti kepala ikan. Minyak kasar yang diperoleh dipisahkan dan dimurnikan dengan alkali dan diputihkan. (Chang et al., 1989). Minyak ikan merupakan fraksi lemak yang diperoleh dari ekstraksi ikan atau sebagai salah satu hasil samping dari industri pengalengan ikan yang dihasilkan karena pemanasan dan sterilisasi selama proses sehingga minyak dari ikan terekstrak dan terbuang bersamaan dengan panas (Aidos, 2002). Minyak ikan mengandung
fraksi
lemak
seperti
triasilgliserol,
diasilgliserol,
monoasilgliserol, fosfolipid, steril ester, sterol dan asam lemak bebas (Saify et al., 2003) Minyak ikan ini bermanfaat bagi kesehatan. Minyak ikan yang belum dimurnikan masih berbau ikan, tengik, dan bau amis. Hal ini dikarenakan autoksidasi dari asam lemak jenuh rantai ganda serta pembusukan bahan protein (Chang et al., 1989). Menurut Ketaren (1996), bau amis pada minyak disebabkan karena adanya senyawa trimetil amin oksida akibat oksidasi komponen trimetil amin oleh peroksida yang berinteraksi dengan asam lemak tak jenuh, sedangkan minyak yang berbau tengik dapat disebabkan karena adanya oksidasi pada minyak/lemak dengan udara, aksi mikroba, absorpsi bau oleh lemak dan aksi enzim dalam jaringan yang mengandung lemak. Bau amis disebabkan oleh interaksi trimetilamin oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh. Pembentukan trimetilamin oksida disebabkan karena reaksi oksidasi trimetilamin dengan gugus peroksida dalam lemak. Trimetilamin sendiri bersumber dari lesithin yang mengalami pemecahan ikatan C-N pada gugus choline (CH2OH. CH2. NMe) oleh zat pengoksida.
5
Minyak ikan komersial memiliki standar mengenai sifat fisiko kimianya. Menurut Celik (2002), sifat fisiko-kimia ditunjukkan oleh Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisiko-kimia minyak ikan komersial Sifat
Jumlah
Bilangan asam
10,15
Bilangan penyabunan
187,4
Kadar asam lemak bebas Bilangan Iod
4,6 64,93
Bilangan Polenske
0,6
Bilangan Reichert-Meissl
1,76
Bahan tak tersabunkan (%)
0,46
Sumber : Celik (2002) Perbedaan utama minyak ikan dengan minyak lain adalah keunikan jenis asam lemak yang dikandung minyak ikan. Minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang besar. Asam lemak minyak ikan mengandung 15% hingga 3 % lemak jenuh. Persentase asam lemak tak jenuh yang tinggi ditemukan di minyak yang berasal dari ikan atau komoditas laut lain. Banyaknya kandungan asam lemak dalam minyak ikan berbeda tergantung dari jenis ikan, makanan ikan, tempat hidup ikan, dan lain-lain (Wang et al., 1990). Jumlah kandungan omega terbesar terdapat pada ikan. Asam lemak omega-3 dilambangkan dengan n-3. Minyak ikan merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3. Keuntungan utama konsumsi omega-3 dari minyak ikan adalah mengurangi penyumbatan pembuluh darah oleh kolesterol sehingga dapat mencegah tekanan darah tinggi dan mengurangi resiko penyakit jantung (Wang et al., 1990).
6
Minyak ikan sarden memiliki komponen asam lemak tak jenuh yang lebih banyak. Komposisi minyak ikan sarden menurut Gutierrez dan Silva (1993) ditunjukkan oleh Tabel 2 Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan sarden Jenis atom Karbon
Nama Komponen
Jumlah (%) 0,1
C 12:0
Asam Laurat
C 14:0
Asam Miristat
9,8
C 16:0
Asam Palmitat
16,2
C16:1
Asam Palmitoleat
11,3
C18:0
Asam Stearat
1,3
C18:1
Asam Oleat
9,8
C20:0
Asam Eikosenoat
0,3
C18:3 dan C20:1
Asam Linolenat dan Asam
2,6
Gondorunat C20:2
Asam Eikosadienoat
2,5
C22:3 dan C22:1
Asam Dokosatrienoat dan
4,8
Asam Erukat C20:4
Asam Arachidonat
0,2
C20:5
Asam Eikosapentanoat
24,2
C22:4
Asam Dokosatetranoat
2,4
C22:5
Asam Dokosapentanoat
2,2
C22:6
Asam Dokosaheksanoat
6,5
Sumber : Gutierrez dan Silva (1993) B. ASAM LEMAK TAK JENUH OMEGA-3 Asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acid) adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu pada rantai asam lemaknya (Rasyid, 2001). Omega-3 merupakan asam lemak dimana terdapat ikatan rangkap diantara atom karbon ketiga dan keempat terhitung dari gugus metil atom karbon pertama. Asam lemak ini dinamakan omega-3 dan biasanya
7
disimbolkan dengan n-3 (Wang et al.,1990). Struktur dari asam omega-3 dapat dilihat dari Gambar 1. CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH Asam Linolenat (C18:3) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH= CH(CH2)3-COOH Asam Eikosapentanoaot(C20:5) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CHCH2-CH CH-(CH2)2-COOH Asam Dokosahesanoat (C22:6) Gambar 1. Rumus molekul dari asam lemak omega-3 (Ackman, 1982) Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan dengan omega-3 tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam tinggi. Dinginnya suatu lingkungan hidup ikan tidak menjadikan indikator dalam menentukan banyaknya kandungan omega-3. Kandungan omega-3 pada beberapa komoditas pertanian menurut Wang et al. (1990) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan omega-3 pada beberapa komoditas pertanian Asam Lemak Asam α-linolenat Asam eikosapentanoat Asam dokosaheksaenoat
Tipe N-3 N-3 N-3
Lambing α-LA EPA DHA
Sumber Flax, canola, fish oil Minyak ikan Minyak ikan
Sumber: Wang et al. (1990) Omega-3 yang terkandung di dalam minyak ikan dapat dimurnikan melalui proses pada suhu yang rendah. Apabila proses deodorisasi dilakukan diatas suhu 200oC akan terjadi reaksi kimia sehingga akan menurunkan manfaat biologis dari minyak ikan tersebut (Chang et al., 1989). Metode untuk pengkayaan omega-3 bermacam-macam. Namun, hanya sedikit yang cocok untuk produksi skala besar, diantaranya adsorption chromatography, fractional molekuler atau distilasi molekuler, hidrolisis enzimatik, kristalisasi temperatur rendah, dan urea complexation (Shahidi dan Wanasundara, 1998b)
8
Asam lemak omega-3 bermacam-macam jenisnya. Jenis asam lemak omega-4 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis asam lemak omega-3 Nama Umum
Rumus 16:3 (n−3)
Nama Kimia all-cis-7,10,13 hexadecatrienoic acid
α-Linolenic
acid 18:3 (n−3)
(ALA)
all-cis-9,12,15-octadecatrienoic acid
Stearidonic
acid 18:4 (n−3)
(SDA)
all-cis-6,9,12,15octadecatetraenoic acid
Eicosatrienoic
acid 20:3 (n−3)
all-cis-11,14,17-eicosatrienoic
(ETE)
acid
Eicosatetraenoic acid 20:4 (n−3)
all-cis-8,11,14,17-
(ETA)
eicosatetraenoic acid
Eicosapentaenoic acid 20:5 (n−3)
all-cis-5,8,11,14,17-
(EPA)
eicosapentaenoic acid
Docosapentaenoic acid
22:5 (n−3)
(DPA),
all-cis-7,10,13,16,19docosapentaenoic acid
Clupanodonic acid Docosahexaenoic acid 22:6 (n−3)
all-cis-4,7,10,13,16,19-
(DHA)
docosahexaenoic acid
Tetracosapentaenoic
24:5 (n−3)
acid Tetracosahexaenoic acid (Nisinic acid)
all-cis-9,12,15,18,21docosahexaenoic acid
24:6 (n−3)
all-cis-6,9,12,15,18,21tetracosenoic acid
Sumber : (http://en.wikipedia.org/wiki/omega_3.htm) Kehadiran cis- ikatan ganda antara atom karbon dengan karbon pada asam lemak menyebabkan pembengkokan rantai asam lemak. Oleh karena itu, gugus metil asam lemak yang dekat dengan ikatan ester meyebabkan rintangan sterik (steric hindrance) pada lipase. Tingginya gugus cis- pada EPA dan DHA meningkatkan rintangan sterik (steric hindrance), oleh karena itu, lipase tidak
9
dapat mencapai ikatan ester diantara asam lemak dan gliserol. Namun, asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh satu rantai ganda tidak menghalangi katalisis lipase terhadap ikatan ester dan dengan mudah reaksi hidrolisis terjadi (Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Rintangan sterik (steric hindrance) adalah penghambatan struktur atom. Steric hindrance terjadi karena suatu gugus molekul yang membentuk suatu ruang dengan ukuran tertentu menghambat terjadinya reaksi kimia.
C. ENZIM LIPASE Aspergillus niger Enzim adalah protein yang terdiri dari asam amino dalam komposisi dan urutan yang teratur dan tetap. Enzim berfungsi sebagai katalis biologis yang digunakan makhluk hidup untuk melaksanakan berbagai konversi senyawa kimia (Web dan Dixon, 1979). Semua enzim yang telah diamati sampai saat ini adalah protein, dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein (Lehninger, 1995). Enzim lipase didefinisikan sebagai enzim yang mengkatalis hidrolisis ikatan ester. Menurut system International Union of Biochemistry, enzim lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase dengan nama sistematik gliserol ester hidrolase (EC 3.1.1.3) yang menghidrolisis gliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial (monogliserida, digliserida) dan gliserol (Macrae, 1983). Pengkayaan omega-3 dapat dilakukan melalui reaksi kimia seperti esterifikasi, hidrolisis, dan perubahan asam lemak dalam ester (asidolisis) dengan metode enzimatik sebagai katalis (Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Hal ini dikarenakan keuntungan penggunaan enzim lipase sebagai katalis hanya membutuhkan suhu dan pH mendekati kondisi ruang (Moore et al., 1996). Selain itu, efisiensi katalitik dari enzim lipase sangat tinggi, sehingga hanya membutuhkan enzim dalam jumlah yang sedikit. Keuntungan lain penggunaan enzim lipase adalah selektivitasnya tinggi, menghilangkan penggunaan katalis inorganik dan bahan kimia berbahaya lainnya, bekerja optimal pada kondisi ringan sehingga dapat menghemat energi, menghasilkan produk yang kualitas warna dan kemurniannya baik, dan dapat digunakan
10
kembali jika enzim yang digunakan terimobilisasi (Haraldson et al., 1997). Menurut Lehninger (1982), enzim merupakan katalis yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Mekanisme peningkatan laju reaksinya dengan cara menurunkan energi aktivasi. Pada reaksi hidrolisis, enzim lipase mengkatalisis pelepasan ikatan ester triasilgliserol dengan membutuhkan air secara bersamaan. Penggunaan enzim sebagai katalis dapat menurunkan penggunaan energi pada suatu proses industri karena enzim dapat beroperasi pada kondisi mendekati suhu ruang. Hidrolisis enzimatik dapat dilakukan dalam suatu media organik pada suhu ruang dan menghasilkan produk yang tidak berwarna gelap serta tidak teroksidasi. Asam lemak yang diproduksi setelah reaksi hidrolisis dipisahkan dari enzim menggunakan pelarut organik (Akoh dan Min, 1998)
Gambar 2. Mekanisme pembentukan asil enzim pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase (Hariyadi, 1995) Reaksi yang dikatalis oleh enzim lipase diperkirakan terjadi melalui pembentukan suatu senyawa antara yaitu asil-enzim (Macrae, 1983). Mekanisme katalitik yang diasumsikan untuk lipase triasilgliserol berpusat pada sisi aktif serin. Nukleofil oksigen pada sisi aktif serin berbentuk tetrahedral hemicetal intermediet dengan triasilgliserol. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 2. Ikatan ester pada hemicetal tersebut dihidrolisis dan diasilgliserol dilepaskan. Sisi aktif serin asil ester bereaksi dengan molekul air dan asil enzim dilepaskan sehingga asam lemak terlepas (Petterson et al,. 2001)
11
Menurut Gandhi (1997) ada dua kategori dimana lipase dapat digunakan sebagai katalis yaitu : a
Hidrolisis RCOOR’ + H2O
RCOOH + R’OH
Sintesis
b
Reaksi sintesis dapat dipisahkan menjadi : i. Esterifikasi RCOOH + R’OH
RCOOR’ + H2O
ii. Interesterifikasi RCOOR’ + R”COOR”
RCOOR” + R”COOR’
iii. Alkoholisis RCOOR’ + R”OH
RCOOR” + R’OH
iv. Asidolisis RCOOR’ + R”COOH
R”COOR’ + RCOOH
Penggunaan lipase sebagai katalis untuk menghasilkan konsentrat EPA dan DHA dapat lebih menguntungkan, hal ini karena : a.
katalis lipase mempunyai efisiensi katalitik yang tinggi dan bila dalam kondisi immobilisasi dapat dipergunakan kembali.
b.
rentangan selektivitasnya terhadap asam lemak telah diketahui dan sangat penting dalam penggunaan berkelanjutan (Fatimah, 2002). Lipase mikroba diproduksi dari fermentasi bakteri, kapang dan khamir.
Mikroba penghasil lipase adalah Rhizopus delemar, Aspergilus niger, Geotrichum candidum, Candida rugosa, dan Chromobacterium viscocum (Gandhi, 1997). Lipase berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi tiga yaitu: a
lipase non spesifik yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan trigliserida
b
lipase spesifik 1,3 atau 2 yaitu lipase yang dapat mengkatalis trigliserida pada ikatan 1,3 atau 2
c
lipase spesifik yaitu lipase yang hanya mengkatalis jenis asam lemak tertentu (Herawan, 1993).
12
Menurut Carvalho et al. (2009), mekanisme reaksi hidrolisis oleh selektif enzim regio 1,3 lipase ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis spesifik spesifik triasilgliserol dengan katalis lipase (Carvalho et al., 2009) Tabel 5. Aktifitas mikrobial dan karakteristik enzim lipase Jenis Lipase Manufaktur Suhu
pH
Spesifik
Optimal Optimal Aspergillus niger
Amano Enzyme
30-40
5-7
1,3 >>2
Mucor meihei
Novo Nordisk
30-45
6,5-7,5
1,3 >>>2
Rhizopus oryzae
Amano Enzyme
30-45
5-8
1,3 >>>2
Rhizopus niveus
Amano Enzyme
30-45
5-8
1,3 >>>2
Candida cylindracea
Amano Enzyme
30-50
5-8
Random
Chromobacterium viscosum
Asahi Chemicals
-
-
Random
Geotrichum candidum
Amano Enzyme
30-45
6-8
Random
Pseudomonas sp
Amano Enzyme
40-60
5-9
Random
Sumber : Shahidi dan Wanasundara (1998). Lipase yang diproduksi oleh Aspergillus niger memiliki struktur tiga dimensi yang memiliki fenomena interfasial karena adanya loop peptide yang menutupi enzim yang dikenal dengan lid enzim. Pada suatu interfase air, lipase mempunyai struktur sekunder yang membuatnya tidak dapat dilalui substrat. Dengan adanya interfase air-pelarut hidrofobik, lipase akan menjadi struktur terbuka. Sisi aktif lipase terdiri dari asam amino aspartat-histidin-serin. Pada suatu larutan, segmen heliks akan menutup sisi aktif lipase, namun dengan adanya lemak/minyak atau pelarut organik, terjadi perubahan bentuk dimana lid akan membuka (Ozturk, 2001). Lid enzim lipase Aspergillus niger
13
terbentuk dari asam amino triptofan yang cenderung hidrofobik (Nuraida et al, 2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraida et al. (2000) lipase Aspergillus niger mengkatalisis asam palmitat, kaprilat, dan asam miristat lebih banyak. Asam amino triptofan merupakan asam amino yang cenderung non polar, sedangkan asam amino aspartat merupakan jenis asam amino yang bermuatan negatif. Asam amino histidin memiliki muatan positif sehingga tergolong dalam asam amino positif, sedangkan asam amino serin cenderung polar (Lehninger, 1982).
Histidin
Aspartat
Serin
Triptofan
Gambar 4. Struktur asam amino penyusun enzim lipase Aspergillus niger (Lehninger, 1982) Enzim lipase Aspergillus niger dari Amano A Parmaceutical Manufactures Co. memiliki kandungan karbohidrat 68%, NaCL 0,1%, abu 6%, uap air 5,1%, lemak 0,1%, dan protein 20,8% pada tiap gram serbuknya (Boomer et al., 2001). Kadar protein pada enzim lipase tersebut cukup tinggi, tetapi kadar karbohidrat juga tinggi. Menurut Boomer et al. (2001), kandungan karbohidrat yang tinggi yang melebihi 50% akan menghambat aktivitas lipolitik dari enzim. Pada reaksi hidrolisis minyak ikan menhaden, lipase Aspergillus niger memiliki tingkat hidrolisis sebesar 9% selama 72 jam dengan kandungan EPA 14% dan DHA 10%. Sedangkan pada reaksi hidrolisis minyak ikan seal bubber, tingkat hidrolisis yang diperoleh selama 72 jam sebesar 25% dengan konversi EPA dan DHA sebesar 7% dan 10% (Shahidi dan Wanasundara, 1998).
14
D. HIDROLISIS ENZIMATIK Salah satu reaksi yang terjadi pada produk atau bahan pangan berlemak adalah hidrolisis, yaitu pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan elemen air (Hartley, 1977). Winarno (1997) menyatakan bahwa lemak dan minyak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air. Reaksi ini dapat dipercepat dengan adanya katalis basa, asam, dan enzim. Pada umumnya proses hidrolisis disebabkan karena aktivitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisis dapat berlangsung bila tersedia sumber nitrogen, garam mineral, dan sejumlah air. Hidrolisis yang terjadi pada minyak atau lemak yang mempunyai asam-asam lemak dengan rantai karbon panjang mengalami proses yang lebih lambat (Djatmiko dan Wijaya, 1984). Efek air terhadap kinetika reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat menyebabkan proses hidrolisis lemak dan akan mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Hidrolisis lemak merupakan reaksi kesetimbangan yang memungkinkan terjadinya pengubahan arah reaksi dengan cara mengatur kadar air sistem reaksi atau kandungan air (Kurashige et al., 1993). Pada awalnya hidrolisis minyak dan lemak dilakukan dengan suhu o
250 C dan pada tekanan 50-55 bar (Loebis, 1989). Penggunaan proses ini, selain membutuhkan energi yang cukup besar dan investasi peralatan yang mahal, juga menghasilkan produk yang gelap dan berbau yang relatif kurang disukai konsumen (Herawan, 1983). Untuk meminimumkan biaya, meminimumkan energi dan meminimumkan produk yang kurang baik maka dilakukan hidrolisis secara enzimatik (Macrae, 1983). Menurut Herawan (1993), kelebihan hidrolisis enzimatik antara lain: a. Reaksi dilakukan pada suhu rendah,sehingga kualitas produk lebih baik b. Menggunakan lipase spesifik, sehingga produk yang diinginkan dapat ditingkatkan dan produk samping dapat dikurangi. c. Investasi lebih murah d. Lingkungan kerja aman Reaksi hidrolisis trigliserida terjadi secara bertahap dan merupakan reaksi yang bersifat reversible (bolak-balik) sehingga akan berakhir dalam
15 Lipase
suatu kesetimbangan (Swern, 1979). Secara sistematik, reaksi hidrolisis yang dikatalis oleh lipase disajikan pada Gambar 5 Triacylglicerol + H20
Diacylglicerol + Asam Lemak Bebas
Diacylglicerol + H20
Monoacylglicerol + Asam Lemak Bebas
Monoacylglicerol+H20
gliserol + Asam Lemak Bebas
Triacylglicerol +3 H20
gliserol + 3Asam Lemak Bebas
Gambar 5. Tahapan hidrolisis trigliserida yang dikatalis oleh lipase (Brockman, 1984) Menurut Rahman et al.(2006), hidrolisis dengan katalis enzim lipase dapat dilakukan pada media air, pelarut organik maupun media nonkonvesional lainnya. Keuntungan penggunaan pelarut organik sebagai media yaitu dapat meningkatkan stabilitas thermal enzim, pemisahan enzim dari substrat atau produk dapat dilakukan secara mudah dan alami karena enzim tidak larut dalam pelarut organik, aktivitas lipolitik enzim meningkat, tidak menyebabkan perubahan pH media dan memungkinkan terjadinya reaksi hidrolisis dalam lingkungan yang sedikit air.
E. PELARUT HEPTANA Media yang sesuai untuk reaksi enzimatik adalah media dimana protein tidak dapat terlarut. Karena pada media tersebut enzim akan mengubah struktur tiga dimensinya dan non aktif (Zaks dan Klibanov, 1985). Media untuk reaksi enzimatik bermacam-macam, baik yang bersifat polar maupun non polar. Media yang paling umum digunakan pada reaksi hidrolisis adalah pelarut organik. Pelarut dapat menyebabkan modifikasi bentuk enzim yaitu mengubah efisiensi katalitiknya dan spesifitasnya. Berdasarkan Eeji dan Takashi (1999),
penggunaan
media
non
konvensional
akan
meningkatkan
enantioselektivitas pada reaksi katalisis oleh biokatalis. Non aqueous media reaksi seperti n-heksana juga akan meningkatkan stabilitas enzim (Rahman et al., 2006). Keuntungan lain penggunaan pelarut non aqueous adalah resiko kontaminasi mikrobial yang lebih rendah daripada pada sistem aqueous.
16
Ketertarikan khusus terhadap non konvensional media pada reaksi hidrolisis dengan kadar air yang rendah dapat digunakan untuk reaksi sintesis yang menyediakan kelarutan yang terbaik pada substrat hidrofobik dengan lipase sebagai katalis (Krieger et al., 2004). Stabilitas protein lebih rendah dalam air yang tak larut dalam pelarut yang ada pada -2,5
rasio konsentrasi bahan yang tidak
terionisasi diantara dua larutan. Harga koefisien partisi suatu senyawa atau yang
sering
disimbolkan
dengan
P
didefinisikan
sebagai
kadar
keseimbangan termodinamik senyawa tersebut dalam fase non polar dibagi
17
dengan kadar dalam fase polar. Nilai log p menunjukkan tingkat hidrofobitas suatu bahan. Semakin tinggi suatu senyawa terikat dengan oktanol, maka semakin hidrofobik senyawa tersebut. Makin panjang rantai karbon atau rantai samping karbon, bagian molekul yang non polar semakin tinggi. Dengan demikian titik didihnya semakin tinggi dan kelarutannya dalam air semakin kecil (http://en.wikipedia.org/wiki/ Partition_coefficient.htm). Herees et al. (2008) menyatakan nilai log P suatu pelarut merupakan fungsi dari laju reaksi esterifikasi untuk menghasilkan asam oleat. Koefisien opartisi berbanding terbalik dengan konstanta dielektrik. Tabel 6 menjelaskan hubungan koefisien partisi, konstanta dielektrik, dengan laju reaksi. Tabel 6. Nilai kepolaran dan laju reaksi esterifikasi pelarut Pelarut
Nilai log
Laju reaksi 4
Konstanta dielektrik
-1 -1
P
(x10 mol L s )
heptana
4
8,17a
1,9b
Heksana
3,5
3,33a
2,0b
Toluena
2,5
2a
2,4b
Sumber : a Herees et al. (2008) b (http://www.engineeringtoolbox.com/liquid-dielectric-constantsd_1263.html) Menurut Klibanov (1985), penggunaan pelarut organik pada reaksi hidrolisis ester mempunyai beberapa keuntungan selain penggunaan air, yaitu: a. Substrat organik bahan dapat larut dalam pelarut organik, dimana enzim tidak dapat larut. Oleh karena itu, produk dan enzim mudah didapatkan kembali dengan metode non ekstraksi. Dengan demikian rendemen dapat meningkat. b. Mampu untuk menjalankan reaksi yang tidak mungkin dilakukan dengan air karena terdapat penghambatan kinetika dan termodinamika. c. Substrat yang sensitif terhadap air dapat digunakan d. Kesetimbangan reaksi berubah e. Meningkatkan kestabilan enzim.
18
f. Ketidaklarutan enzim dalam media sehingga enzim mudah untuk didapatkan dan digunakan kembali tanpa harus menggunakan imobilisasi enzim. Zaks dan Klibanov (1985) menyatakan, suatu model ideal dalam penggunaan media pelarut organik pada reaksi enzimatik harus memenuhi syarat seperti a. Enzim yang digunakan bebas dari ikatan kovalen dengan kofaktor b. Substrat yang digunakan larut dalam media organik Pelarut heptana (C7H16) memiliki beberapa karakteristik yaitu nilai kepolaran 4, bobot molekul 100,21 gram/mol, densitas 0,684 gram/mL larutan,
titik
leleh
-90,61oC,
dan
titik
didih
98oC
(http://en.wikipedia.org/wiki /heptana.htm). Berhubung titik didihnya tinggi, oleh sebab itu, penggunaan heptana sebagai media reaksi untuk aplikasi pada suhu tinggi dapat dilakukan.
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM LIPASE 1. Pengaruh Suhu Suhu yang tinggi dan kontak langsung panas selama distilasi akan berdampak pada hidrolisis, oksidasi thermal, polimerisasi dan isomerisasi. Degradasi asam lemak rantai panjang dengan banyak ikatan rangkap kemungkinan membentuk asam lemak siklik, dan polimer dengan bobot molekul tinggi (Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Oleh karena itu, omega-3 yang cenderung labil membutuhkan suhu dan kondisi pH yang sesuai (Haraldson et al., 1997). Termostabilitas enzim merupakan faktor utama pada aplikasi industri, dikarenakan thermal degradation enzim pada suhu tinggi. Suhu dihubungkan dengan keterbatasan transfer massa. Suhu yang tinggi akan menurunkan viskositas campuran minyak dan akan meningkatkan transfer subsrat-produk pada permukaan atau di dalam partikel enzim. Suhu akan berpengaruh pada stabilitas enzim dan affinitas enzim terhadap substrat dan kompetisi reaksi dalam jumlah yang besar. Semakin tinggi suhu, akan
19
berakibat pada penurunan densitas dan viskositas media reaksi. Pada penurunan densitas media, akan meningkatkan difusitas dan berakibat pada peningkatan transfer massa substrat dan produk (Kim et al., 2004). Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Namun, pada reaksi menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi denaturasi. Pada suhu 50oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi cukup rendah. Sedangkan suhu 45oC merupakan suhu optimum reaksi hidrolisis sebab pada suhu diatas 45oC tingkat konversinya turun secara tibatiba dikarenakan enzim mengalami denaturasi (Kamarudin et al., 2008). Suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase, suhu yang sesuai untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah 70oC karena pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non-enzimatic, terjadi oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Shahidi et al., 1998). Stabilitas panas enzim dipengaruhi oleh dua faktor yaitu struktur primer enzim dan komponen lain pada enzim. Tingginya kadar protein hidrofobik pada molekul enzim akan membuat struktur enzim rapat dan padat, dimana pada sistem ini enzim tidak mudah terdenaturasi karena perubahan lingkungan eksternal enzim. Komponen spesifik pada enzim seperti polisakarida dan kation divalen akan menstabilkan molekul enzim (Oztrurk, 2001)
2. Pengaruh pH Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena memungkinkan perubahan status ionisasi enzim, yang akan mempengaruhi aktivitas dan selektifitas. Studi yang telah dilakukan menunjukan pH optimum untuk reaksi hidrolisis minyak sawit pada heksana adalah pH 7,5 dengan asam lemak yang dihasilkan 97,4% menggunakan enzim lipase dari Candida rugosa. Enzim optimum pada medium alkali namun mendekati netral (Kamarudin et al., 2008)
20
Berdasarkan studi Microbial Lipase Potential Biocatalist for the future industry yang dilakukan oleh Saxena et al. (2009), titik isoelektrik lipase adalah 4,3. Stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas 4. Stabilitas lipase pada kondisi basa berada pada pH diatas 8. Katalisis enzim lipase aktif pada pH tertentu tergantung dari asal enzim tersebut dan status ionisasi asam amino penyusunnya. Asam amino asam, basa, dan netral hanya aktif pada satu bagian status ionisasi (Ozturk, 2001). Berdasarkan Staufer (1989), ketertarikan studi mengenai tingkat enzim sebagai fungsi pH dikarenakan karena beberapa faktor yaitu : a. Status protonasi sisi rantai asam amino pada sisi aktif kompleks enzim substrat (ES) mungkin akan berubah. Hasilnya perubahan kemampuan enzim substrat untuk menjadi produk. b. Perubahan ionik molekul substrat atau perubahan ionik sisi aktif yaitu kecenderungan dua molekul tersebut untuk menjadi kompleks ES. c. Perubahan pH dari netral yang memungkinkan melemahkan kekuatan stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi enzim (kehilangan aktivitas).
3. Pengaruh Penambahan Air Air sangat diperlukan untuk aktivitas enzim. Air berpartisipasi dalam seluruh interaksi non kovalen untuk mempertahankan bentuk sisi aktifnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi enzimatik yang dilakukan tanpa keberadaan air akan mengubah sisi aktifnya secara drastis sehingga menonaktifkan enzim (Zaks dan Klibanov, 1985). Sejumlah air selalu diperlukan enzim lipase untuk mempertahankan aktivitasnya. Namun, banyaknya air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis enzim lipase. Banyaknya air juga tergantung pada media reaksi, polaritas pelarut organik, dan lain-lain. Suatu reaksi yang dilakukan dengan menggunakan enzim mengandung kurang dari 1% air dan biasanya pada konsidi tanpa air (Haraldson et al., 1997).
21
Laju reaksi hidrolisis membutuhkan sejumlah air. Namun, terlalu banyak air akan berakibat pada reaksi hidrolisis trigliserida yang berlebihan yang berakibat pada peningkatan asam lemak bebas dan gliserida parsial (monogliserida dan digliserida) (Dordick, 1989). Banyaknya air akan mempengaruhi fleksibilits enzim (Krieger et al.,2004). Pengaturan kadar air pada sistem ini menjadi sangat penting karena semua proses berdasarkan pada manipulasi kesetimbangan kimia secara termodinamik pada reaksi reversible dimana air berpartisipasi dalam reaksi. Selain itu, air diperlukan secara esensial untuk menjaga integritas dari struktur tiga dimensi molekul enzim.
Aktivitas lipase merupakan fungsi dari kadar air. Enzim
membutuhkan sedikit layer hidrasi yang bertindak sebagai komponen primer pada reaksi enzimatik pada suatu media organik. Layer ini akan bertindak sebagai buffer diantara permukaan enzim dengan medium reaksi (Dordick, 1989) Sejumlah air dibutuhkan untuk memaksimalkan aktivitas enzim. Klibanov (1988) menyatakan bahwa sedikit air diperlukan untuk mencapai aktivitas maksimal pada pelarut hidrofobik daripada pelarut hidrofilik. Pada aktivitas kadar air yang rendah, semakin rendah polaritas suatu pelarut berakibat semakin tinggi aktivitas enzim. Ketika aktivitas katalitik diplotkan terhadap banyaknya air yang terikat dengan enzim, suatu pola muncul untuk beberapa pelarut yang berbeda. Menurut (Salis et al., 2008), walaupun air tidak ikut serta dalam produk, namun kadar air dalam suatu reaksi sangat penting karena mengekspresikan aktivitas enzimatik secara penuh. Air digunakan sebagai pelumas pada rantai polipeptida. Hal ini akan mempengaruhi mobilitas. Mobilitas lipase menjelaskan aktivitas enzimatik. Efek aktivitas enzim dipelajari sebagai fungsi bobot sejumlah air pada reaksi trigliserida metanolisis. Terlihat pada lipase Pseudomonas fluorescens inaktif ketika media yang digunakan kering. Peningkatan aktivitas secara tajam terjadi ketika 0,5 mg air/mg katalis ditambahkan.
22
Menurut Medina et al. (2003), mekanisme pengikatan air dan media pelarut organik digambarkan oleh Gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 6. Mekanisme pengikatan air dan media pelarut organik dalam suatu reaksi (Medina et al., 2003) Pada percobaan yang dilakukan oleh Schneider dan Berger (1991) menyatakan bahwa kenaikan laju reaksi menyebabkan disebabkan oleh sejumlah air. Namun, total 1,2 dan 1,3 digliserida menurun. Pada media bifase, monogliserida dan digliserida relative lebih stabil terhadap migrasi asil pada pelarut organik dengan kadar air maksimum 2%. Konsentrasi minyak dan air sebagai substrat dalam reaksi hidrolisis juga mempengaruhi aktivitas lipase. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Shimada et al. (1997), konsentrasi oil water ratio optimum pada reaksi selektif hidrolisis adalah 50% dan aktivitasnya semakin menurun dengan meningkatnya oil water ratio
23
III. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan antara lain minyak ikan sarden murni yang diperoleh dari PT. Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur serta enzim lipase dari Aspergillus niger yang diperoleh dari Amano Pharmaceutical Manufacturing Co, buffer phosphate (0,1M), nitrogen, pelarut organik heptana, dan metanol. Sedangkan, bahan yang digunakan untuk analisis terdiri dari KOH alkohol, toluena, aquades, isopropil alkohol, KOH 0,1N, indikator phenolphtalein, dan HCl 0,5N. Alat yang digunakan dalam proses hidrolisis antara lain reaktor gelas bertutup karet, suntikan, dan shaker waterbath. Sedangkan, alat yang digunakan untuk analisis antara lain buret, erlenmeyer, pipet, gelas ukur, gelas piala, sudip, kondensor, dan labu takar. Alat pendukung lainnya antara lain pH meter, vortex, magnetic stirrer, hot plate, neraca analitik, dan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).
B. METODE 1. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi minyak ikan dan penentuan aktivitas enzim lipase dari Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri. Tahap kedua meliputi penentuan derajat keasaman (pH), suhu dan penambahan air optimum reaksi hidrolisis enzimatik, penentuan hubungan persentase hidrolisis pada berbagai tingkat pH dan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana, serta penentuan hubungan tingkat hidrolisis dengan total omega-3. Diagram alir tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 7.
24
Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian
a. Karakterisasi Minyak Ikan Minyak ikan sarden yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak hasil industri samping yang telah mengalami pemurnian dan netralisasi dengan NaOH. Minyak ikan memiliki kadar air 1% dengan kadar asam lemak bebas awalnya kurang dari 0,5%. Karakterisasi yang dilakukan terhadap minyak ikan murni bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia yang berpengaruh terhadap tingkat hidrolisis yang meliputi bilangan penyabunan, dan bilangan asam. Karakterisasi minyak ikan juga dilakukan dengan menganalisa komponen-komponen kimia yang menyusun minyak ikan. Komponen
25
kimia
dalam
minyak
ikan
dianalisa
dengan
GC-MS
(Gas
Chromatography Mass Spectrometry). GC yang digunakan berjenis Agillent Technology Seri 6890 N dan MS berjenis Agillent Technology Seri 5973 Inert.
b. Penentuan Aktivitas Enzim Pengukuran aktivitas lipase dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim lipase dari Aspergillus niger yang baru dibeli dari Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. yang akan digunakan. Tujuan dari pengukuran aktivitas enzim ini adalah menentukan unit enzim tiap gram dimana unit enzim tersebut menjadi acuan penentuan banyak enzim yang akan digunakan pada penelitian utama. Adapun prosedur penentuan aktivitas lipase dapat dilihat pada Lampiran 2.
c. Penentuan Hubungan Suhu Dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Percobaan ini dilakukan dengan suhu berkisar antara 25oC hingga 65oC dan pH berkisar antara 5 hingga 9. Pemilihan variabel rentang suhu tersebut dikarenakan pada suhu yang tinggi enzim akan terdenaturasi dan pada suhu yang semakin rendah, reaksi enzimatik tidak optimal. Sedangkan pemilihan pH berada pada rentang 5 hingga 9 dikarenakan titik isoelektrik lipase adalah 4,3. Sementara itu, stabilitas lipase berada pada pH 6-7,5. Stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas 4 dan stabilitas lipase pada kondisi basa berada hingga pH 8.
d. Penentuan Hubungan Penambahan Air, Suhu, dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana Percobaan perlakuan penambahan air pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana dilakukan dengan menggunakan suhu dan pH optimum hasil dari reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana. Rentang variabel yang digunakan
26
berada antara 1% sampai 5% v/v penambahan air dalam volume larutan. Nilai optimum penambahan air ditentukan berdasarkan hubungan kenaikan variabel tersebut terhadap kenaikan tingkat hidrolisis dimana variabel yang memberikan tingkat hidrolisis tertinggi merupakan variabel optimum. Percobaan untuk perlakuan suhu dan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana dilakukan dengan menggunakan suhu dan pH optimum yang diperoleh dari reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahkan heptana dan menggunakan penambahan air optimum yang diperoleh dari reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kenaikan pH dan suhu terhadap kenaikan tingkat hidrolisis. Selain itu, untuk menentukan nilai optimum suhu dan pH yang memberikan tingkat hidrolisis tertinggi pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Selain mencari nilai optimum, percobaan hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan suhu dan pH ini dilakukan untuk mengetahui perubahan stabilitas dan aktivitas enzim lipase pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut dengan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana. Penentuan perubahan stabilitas dan aktivitas tersebut dilakukan dengan membandingkan hubungan kenaikan variabel pH dan suhu terhadap kenaikan tingkat hidrolisis pada masing-masing percobaan.
e. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis Dengan Kandungan Total Omega-3 Kandungan
EPA
(Eicosapentanoic
acid)
(Docosahexaenoic
Acid)
diukur
menggunakan
dengan
dan
DHA Gas
Chromatography Mass Spectrometry dari minyak ikan hasil hidrolisis. Penentuan hubungan tingkat hidrolisis dengan banyaknya total omega-3 dilakukan untuk mengetahui spesifitas, dan selektivitas enzim lipase terhadap substrat minyak ikan. Selain itu, percobaan ini dilakukan untuk
27
membandingkan aktivitas katalitik enzim lipase pada hidrolisis enzimatik minyak ikan tanpa penambahan pelarut dan hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dengan parameter total omega-3. 2. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian berikut ini dibuat berdasarkan tahapan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Prosedur penelitian yang dilakukan mencakup hidrolisis minyak ikan secara enzimatik dan prosedur hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana. Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 8. a. Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan i. Penentuan Suhu Inkubasi dan pH optimum Minyak ikan sebanyak 4 gram ditempatkan ke dalam wadah gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm), kemudian minyak tersebut dibilas dengan nitrogen. Wadah gelas kemudian ditutup dengan sumbat karet dan film. Setelah itu, ditambahkan 6 ml buffer phosphate 0,1 M yang didalamnya telah dilarutkan 800 unit enzim lipase Aspergillus niger (200 U/gram minyak). Wadah gelas yang telah ditambah larutan enzim ditempatkan dalam shaker waterbath untuk kemudian dihidrolisis selama 48 jam dengan kecepatan 200 rpm pada berbagai suhu inkubasi (25oC, 35oC, 45oC, 55oC, 65oC) dan pH (5, 6, 7, 8, 9) yang akan diuji. Hidrolisis dihentikan dengan menambahkan 2 ml methanol. Kemudian dilakukan analisa produk akhir meliputi bilangan asam dan komponen kimianya dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry.
b. Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana i. Penentuan Penambahan Air Minyak ikan sebanyak 4 gram ditempatkan ke dalam wadah gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm). Minyak ikan tersebut 28
ditambahkan air dengan perlakuan 1%, 2%, 3%, 4%, atau 5% kemudian campuran tersebut dibilas dengan nitrogen. Wadah gelas kemudian ditutup dengan sumbat karet dan film. Setelah itu, ditambahkan 6 ml buffer phosphate 0,1 M yang didalamnya telah dilarutkan 800 unit enzim lipase Aspergillus niger (200 U/gram minyak). Wadah gelas yang telah ditambah larutan enzim ditempatkan dalam shaker waterbath untuk kemudian dihidrolisis selama 48 jam dengan kecepatan 200 rpm dengan menggunakan kondisi optimum reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana (suhu 45oC dan pH 5). Hidrolisis dihentikan dengan menambahkan 2 ml methanol. Kemudian dilakukan analisa produk akhir meliputi bilangan asam dan komponen kimianya dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry.
Gambar 8. Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan
29
ii. Penentuan suhu dan pH optimum Minyak ikan sebanyak 4 gram ditambahkan air sesuai dengan percobaan sebelumnya dan ditempatkan ke dalam wadah gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm). Sebelum ditambahkan 800U enzim yang larut dalam 6mL buffer fosfat 0,1M, campuran tersebut dibilas dengan nitrogen dan ditutup dengan sumbat karet dan film. Setelah itu wadah gelas ditempatkan dalam shaker waterbath untuk kemudian dihidrolisis selama 48 jam dengan kecepatan 200 rpm pada berbagai suhu reaksi yaitu 25oC, 35oC, 45oC, 55oC, 65oC dan pH (5, 6, 7, 8, 9) yang akan diuji. Hidrolisis dihentikan dengan menambahkan 2 ml methanol. Kemudian dilakukan analisa produk akhir meliputi bilangan asam dan komponen
kimianya
dengan
Gas
Chromatography
Mass
Spectrometry.
c. Preparasi Konsentrat Hasil Reaksi Hidrolisis Untuk Analisa GC-MS Hasil hidrolisis terdiri dari dua layer yaitu layer polar dan non polar. Layer atas yang cenderung non polar terdiri dari heptana yang bercampur dengan asam lemak, TAG, DAG, MAG. Acylglycerol diambil setelah pelarut dipisahkan melalui penguapan pada rotary evaporator. Hasil dari preparasi sampel dianalisis dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry untuk mengetahui persentase total omega-3nya.
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK IKAN Karakterisasi minyak ikan meliputi karakteristik fisiko-kimia dan analisa komponen-komponen yang terkandung dalam minyak ikan. Karakteristik fisikokimia dilakukan melalui analisa bilangan asam, bilangan penyabunan, dan penentuan kadar asam lemak bebas. Sementara analisa komponen yang terkandung dalam minyak ikan dilakukan melalui analisa Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). 1.
Sifat fisiko kimia minyak ikan Hasil analisa karakterisasi minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakterisasi bahan baku minyak ikan Karakterisasi
Nilai
Rujukan
Bilangan asam
3,29
10,15a
Kadar asam lemak bebas (%)
1,49
4,6a
204,81
187,4a
Bilangan penyabunan Sumber : a Celik (2002)
Berdasarkan Tabel 7 diatas, minyak ikan yang digunakan memiliki kualitas yang cukup baik, karena memiliki bilangan asam yang kurang dari 5. Menurut Wallace (1935), bilangan asam minyak ikan yang dapat digunakan proses pemurnian lebih lanjut harus kurang dari 5. Berdasarkan analisa yang dilakukan Celik (2002), minyak ikan komersial memiliki bilangan asam 10,15 dengan kadar asam lemak bebasnya sebesar 4,6%. Berdasarkan hasil pengukuran analisa sifat fisiko kimia minyak ikan, bahan baku minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bilangan asam sebesar 3,29 dengan kadar asam lemak bebasnya sebesar 1,49%. Dengan demikian, minyak ikan yang digunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang baik dan layak digunakan sebagai bahan baku untuk hidrolisis enzimatik. Hal ini dikarenakan bahan baku minyak ikan masih berada dalam batas maksimal kandungan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak ikan komersial.
31
Menurut Ketaren (1996), bilangan asam menunjukkan ukuran jumlah asam lemak bebas. Menurut Ketaren (1986), kandungan asam lemak bebas terbaik adalah serendah mungkin (± 2 %). Tingginya bilangan asam pada minyak ikan mempengaruhi aktivitas katalitik enzim lipase pada reaksi hidrolisis. Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya total asam lemak yang dapat dinetralkan oleh sejumlah alkali. Menurut Celik (2002), bilangan penyabunan minyak ikan komersial adalah 187,4. Namun, analisa bilangan penyabunan menunjukkan bahwa minyak mengandung total asam lemak sejumlah 204,81. Hal ini menunjukkan bahwa, minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini telah mulai teroksidasi. Hasil dari reaksi oksidasi minyak adalah senyawa keton atau aldehid. Kandungan senyawa lain dalam minyak seperti aldehid atau keton dalam minyak diduga dapat menyebabkan nilai bilangan penyabunan meningkat. Menurut Ketaren (1996), minyak yang memiliki bobot molekul tinggi akan memiliki jumlah bilangan penyabunan yang lebih rendah daripada minyak yang berbobot molekul rendah. Minyak ikan memiliki bobot molekul 903,01g/mol (Roberto et al., 2007) dengan bilangan penyabunan yang rendah yaitu 187,4 (Celik, 2002).
2.
Komponen kimia di dalam minyak ikan Asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan merupakan komponen terbesar dalam minyak ikan. Asam lemak tak jenuh berkisar antara 75-90% dari total asam lemak yang ada dalam minyak (Celik, 2002). Komponen yang terkandung dalam minyak dapat diketahui melalui analisa Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Analisa GC MS yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi asam lemak dalam minyak ikan serta komponen lain yang terlarut dalam minyak ikan dari ikan sarden. Hasil dari analisa GC-MS dapat dilihat pada Tabel 8.
32
Tabel 8. Komponen kimia bahan baku minyak ikan Golongan Rumus No Jenis Komponen Empiris Hidrokarbon 1 Pentadecana C14H28O2 Hidrokarbon 2 Heptadecana C17H36 2,6,10,14-tetrametil Hidrokarbon 3 C19H40 Pentadecane Asam lemak Tetradecanoic acid jenuh 4 (Asam Miristat) C14H28O2 Asam lemak tak jenuh dengan Hexadecenoic acid 5 satu ikatan (Asam Palmitoleat) rangkap C16H30O2 Asam lemak n-Hexadecenoic acid jenuh 6 (Asam Palmitat) C16H32O2 Asam lemak tak 5,8,11,14,17jenuh dengan 7 Eicosapentaenoic banyak ikatan acid rangkap C21H32O2 Asam lemak tak 9-Octadecenoic acid jenuh dengan 8 satu ikatan (Asam Oleat) rangkap C18H34O2 Octadecanoic acid Asam lemak 9 jenuh C18H36O2 (Asam Stearat) 9-Octadecenal Aldehid 11 C18H24O (oleicaldehyde) 2,6,10,14,18,22Hidrokarbon 12 Tetracosahexaene C30H50 (Squalene) Cholesta-3,5-diene Hidrokarbon 13 C27H44 (Squalene) Sterol 14 Lanosterol C27H46O
Bobot Jumlah Molekul (%) 2,9 228 2,9 240 5,39 268 4,18 228 6,8
254 16,81 256 1,81
316 26,37
282 1,77 284 0,88 266 2,25 410 2,55
368 24,96
386
Berdasarkan tabel data hasil analisa GC-MS, komponen terbesar minyak ikan sebagai bahan baku penelitian ini adalah asam oleat. Asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak ikan sebesar 34,98% dimana sebagian besar merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty acid) dengan presentase 33,17%, sedangkan asam lemak jenuh (saturated fatty acid) sebesar 22,76%, sisanya adalah
33
alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%), dan lanosterol (24,96%). Persentase perbandingan jumlah asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh menunjukkan bahwa minyak ikan sebagian besar tersusun dari asam lemak tak jenuh. Tingginya jumlah asam lemah tak jenuh, memungkinkan adanya oksidasi terhadap asam lemak tersebut. Komponen lain seperti oktadecenal yang terdapat dalam minyak ikan ini kemungkinan berasal dari oksidasi asam lemak tersebut. Hasil oksidasi tersebut adalah golongan aldehid, atau keton yang bereaksi dengan basa yang dapat meningkatkan bilangan penyabunan.
B. AKTIVITAS ENZIM Aktitas enzim dinyatakan dalam Unit per gram enzim (U/g). Unit tersebut menunjukkan banyaknya mikromol asam lemak yang dihasilkan atau mikromol substrat yang digunakan dalam waktu 30 menit pada kondisi standar. Kondisi standar untuk pengukuran aktivitas enzim berdasarkan Sigma aldrich adalah suhu 35oC dan pH 7. Pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan metode spektrofotometri. Pada metode spektrofotometri tersebut digunakan substrat paranitrofenil butirat. Pada dasarnya, substrat untuk perhitungan aktivitas lipase dengan metode spektrofotometri adalah paranitrofenil asil ester. Dasar dari prosedur ini adalah lipase mempengaruhi secara umum aktivitas katalitik ikatan ester terhadap berbagai macam substrat karboksil ester. Substrat paranitrofenil asil ester dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan paranitrofenol. Paranitrofenol yang dihasilkan membawa warna kekuningan yang dapat terbaca pada panjang gelombang λ 400 nm sampai 410 nm. Menurut Shirai et al. (1982) prinsip kerja katalitik enzim lipase terhadap substrat dapat dilihat pada Gambar 14. +
Paranitrofenil butirat
+ H2 O
Enzim Lipase
Paranitrofenol
+
Asam Butirat
Gambar 9. Mekanisme katalitik enzim lipase pada paranitrofenil butirat (Shirai et al., 1982)
34
Metode perhitungan aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada penelitian ini menghitung banyaknya paranitrofenol yang dilepaskan setelah hidrolisis paranitrofenil butirat oleh lipase. Paranitrofenol yang dibebaskan akan berwarna kuning dan dapat terbaca pada spektrofotometer. Aktivitas lipase dihitung
dengan
membandingkan
paranitrofenol
yang
dihasilkan
dari
pengukuran aktivitas enzim dengan kurva paranitrofenol standar pada nilai absorbansi sampel pada λ 410 nm. Berdasarkan perhitungan aktivitas lipase dengan metode spektrofotometri tersebut, diperoleh aktivitas lipase Aspergillus niger Amano Pharmaceutical Manufacturing Co sebesar 7939,98 Unit/gram. Menurut Amano Pharmaceutical Manufacturing Co aktivitas enzim lipase Aspergillus niger yang tertera pada label kemasan adalah 12000U/g. Lebih rendahnya hasil pengukuran aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada penelitian ini diduga dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai selama penyimpanan
atau
pada
saat
distribusi sehingga
mempengaruhi
nilai
aktivitasnya.
C. HUBUNGAN DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN
TERHADAP
Reaksi hidrolisis merupakan yaitu pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul trigliserida dengan penambahan air. Pada reaksi hidrolisis trigliserida, satu molekul trigliserida bereaksi dengan tiga molekul air untuk memproduksi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak bebas. Selama ini, proses produksi asam lemak dilakukan dengan metode kimia atau fisik. Kamarudin et al. (2008) menyatakan, industri yang telah ada menghidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol pada suhu 250oC dan tekanan 50 bar. Pada kondisi ini, polimerisasi lemak akan terjadi. Dengan demikian asam lemak akan berwarna gelap dan terjadi pemucatan larutan gliserol. Selain itu, penerapan proses ini untuk aplikasi industri memerlukan biaya yang cukup besar dan investasi peralatan yang mahal. Reaksi hidrolisis dapat dikatalisasi oleh asam, basa, dan enzim. Pemilihan katalis enzim pada reaksi hidrolisis lebih diutamakan untuk industri
35
pangan karena aman, membutuhkan peralatan yang sederhana, dan hanya mengkonsumsi energi yang relatif rendah (Kamarudin et al., 2008). Reaksi hidrolisis minyak atau lemak dapat menggunakan katalis enzim lipase. Mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat minyak diawali dengan pembentukan kompleks substrat-enzim. Hal ini dikemukakan oleh Michaelis Menten (Lehninger, 1982). Enzim bergabung dengan molekul substrat sebagai tahap yang harus dilalui dalam katalitik enzim. Enzim pertama-tama bergabung dengan molekul substrat dalam reaksi yang reversibel membentuk kompleks enzim-substrat (ES) dimana reaksi ini berlangsung dengan cepat. Kompleks ES kemudian terurai dalam reaksi reversibel kedua menghasilkan produk dan enzim dibebaskan. Mekanisme tersebut ditunjukkan pada Gambar 15. E +S
ES P + E ES Gambar 10. Mekanisme pembentukan kompleks substrat-enzim (Lehninger, 1982) Aktivitas enzim dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat hidrolisis enzim terhadap substrat minyak ikan untuk menghasilkan asam lemak bebas. Aktivitas enzim lipase dipengaruhi oleh faktor suhu dan derajat keasaman atau pH (Handayani, 2005). Faktor pengaruh suhu dan pH tersebut akan dibahas lebih lanjut karena berpengaruh pada tingkat hidrolisis enzim lipase terhadap minyak ikan.
1. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Pola pembentukan kurva seperti pada Gambar 11 membuktikan bahwa terdapat adanya pengaruh pH terhadap aktivitas hidrolisis enzim lipase terhadap substrat minyak ikan. Pada substrat minyak ikan, enzim lipase Aspergillus niger menunjukkan aktivitas katalisis optimum di pH 5. Hal ini menunjukkan bahwa, lingkungan asam sesuai untuk aktivitas enzim lipase Aspergillus niger. Enzim lipase dari kapang Aspergillus niger memiliki titik isoelektrik 4,3 (Saxena et al., 2009). Pada titik isoelektrik, kelarutan enzim dalam air sangat kecil. Hal ini menyebabkan aktivitas katalitiknya rendah, karena enzim dalam melakukan
36
aktivitas katalitik, membutuhkan air secukupnya. Air yang dibutuhkan digunakan sebagai pembentuk fleksibilitas struktur tiga dimensinya.
% H I D R O L I S I S
30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 4
5
6
KONTROL HIDROLISIS
7 pH
8
9
10
HIDROLISIS ENZIMATIS
Gambar 11. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), suhu reaksi (45oC), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dimana enzim lipase Aspergillus niger memiliki aktivitas katalitik tertinggi pada pH asam didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Menurut Saxena et al. (2009), optimasi produksi enzim lipase secara ekstraseluler oleh kapang Aspergillus niger pada substrat minyak sawit adalah pada kondisi pH 5,6 dan suhu 25oC. Pada kondisi tersebut enzim lipase yang dihasilkan memiliki aktivitas spesifik 19 Unit/mg. Menurut Shahidi dan Wanasundara. (1998), enzim lipase Aspergillus niger melakukan katalitik pada pH optimum 5-7 pada substrat minyak sawit. Pada penelitian dengan substrat minyak ikan, enzim lipase melakukan katalitik optimal pada pH 5. Pada penelitian ini, dimana reaksi hidrolisis dilakukan pada kondisi asam dan pada suhu 45 oC, menunjukkan aktivitas katalitis yang rendah. Hal ini dikarenakan enzim mengalami denaturasi. Denaturasi sisi aktif enzim dikarenakan ion H+ berikatan dengan
NH3+ pada struktur asam amino
protein membentuk –NH4. Proses pengikatan tersebut menyebabkan ikatan antara atom nitrogen dengan atom hidrogen lainnya terputus, sehingga
37
enzim terdenaturasi. Disisi lain, pada kondisi basa atau mendekati basa, enzim juga akan inaktif. Rusaknya struktur enzim ini dikarenakan pada kondisi tersebut gugus OH- dari lingkungan akan berikatan dengan ion H dari gugus COO- sisi aktif enzim membentuk H2O. Hal ini akan menyebabkan struktur enzim mengalami kerusakan.
2. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan suhu reaksi dengan tingkat hidrolisis minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 12. %
8,000 7,000
H I D R O L I S I S
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0,000 20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
SUHU OC HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
KONTROL HIDROLISIS
Gambar 12. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7 Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 12 membuktikan bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada suhu 45oC. Semakin rendah suhu reaksi, semakin kecil asam lemak yang dihasilkan yang berdampak pada semakin rendahnya tingkat hidrolisis. Hal ini dikarenakan reaksi yang terjadi tidak berjalan optimal. Semakin tinggi suhu reaksi, asam lemak bebas yang dihasilkan setelah reaksi semakin kecil juga. Hal ini berakibat semakin rendah tingkat hidrolisis enzim lipase tersebut terhadap minyak ikan.
38
Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Pada reaksi hidrolisis enzimatik, menurut
Kamarudin et al. (2008), pada reaksi
menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi denaturasi. Padahal struktur tersier, sekunder, dan struktur primer enzim mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Berdasarkan data, pada suhu 55oC dan 65oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi lebih rendah, sedangkan suhu 45oC merupakan suhu dimana tingkat hidrolisis tertinggi enzim lipase terhadap ikatan ester terjadi. Pada suhu diatas 45oC tingkat konversi minyak menjadi asam lemak turun secara tiba-tiba dikarenakan enzim mengalami denaturasi. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pembentukan produk (asam lemak bebas) dalam reaksi hidrolisis. Peningkatan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis akan mempercepat kenaikan konsentrasi asam lemak bebas, memperbesar penurunan konsentrasi air, atau dengan kata lain menaikan hasil konversi. Hal ini disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka suplai energi untuk mengaktifkan katalis dan tumbukan antar pereaksi untuk menghasilkan reaksi juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) meningkat dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini sesuai dengan teori Arrhenius bahwa kenaikan suhu akan menaikkan nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan konstanta kecepatan reaksi sebanyak 2 kali dari nilai awal. Pada penelitian hidrolisis minyak ikan, setiap peningkatan suhu 10oC akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas. Apabila suhu reaksi yang digunakan terlalu rendah maka laju reaksi berjalan lambat akibatnya tumbukan antar pereaksi rendah dan minyak tidak terhidrolisis secara sempurna. Dengan demikian, asam lemak bebas yang terbentuk juga rendah. Peningkatan suhu dari 25oC menjadi 35oC, akan meningkatkan nilai persentase hidrolisis sebesar 1,37%. Nilai persentase kenaikan tersebut adalah sebesar 49% dari persentase hidrolisis pada kondisi suhu 25oC. Pada peningkatan suhu dari 35oC menjadi 45oC akan meningkatkan nilai
39
persentase hidrolisis sebesar 2,64%. Nilai persentase kenaikan tersebut sebesar 63,7% terhadap nilai persentase hidrolisis pada kondisi suhu 35oC. Peningkatan persentase hidrolisis terjadi pada setiap kenaikan suhu. Persentase hidrolisis tersebut mencapai titik maksimum pada suhu 45oC reaksi. Pada hidrolisis enzimatik dengan substrat minyak ikan, suhu reaksi 45oC merupakan suhu optimal. Pada suhu diatas suhu optimal, tingkat konversi asam lemak menjadi lebih rendah. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin rendah pula tingkat konversi asam lemak yang terjadi. Pada kenaikan 10oC diatas suhu optimum yaitu pada suhu 55oC, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun sebesar 2,1%. Persentase penurunan tersebut sebesar 45% dari nilai persentase hidrolisis pada suhu optimum. Pada kenaikan 10oC berikutnya yaitu suhu 65oC, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun menjadi 1,54%. Persentase penurunan tersebut sebesar 49% dari nilai persentase hidrolisis pada kondisi suhu 55oC. Semakin rendahnya tingkat hidrolisis disebabkan karena terjadi denaturasi enzim pada suhu tinggi. Enzim merupakan polipetida yang tersusun dari asam amino melalui ikatan kovalen membentuk struktur tiga dimensi. Suhu yang tinggi akan merusak struktur tiga dimensi dari enzim tersebut melalui pemutusan ikatan peptida yang membentuk struktur tiga dimensinya. Sementara, aktivitas katalitik enzim dipengaruhi oleh bentuk primer, sekunder, dan tersier dari enzim. Pada penelitian reaksi hidrolisis enzimatik pada suhu 55oC dan suhu 65oC, penurunan tingkat hidrolisis disebabkan karena denaturasi enzim oleh panas. Denaturasi ini dikarenakan berubahnya struktur tersier atau struktur tiga dimensi dari enzim lipase Aspergillus niger. Perubahan ini semakin berlanjut dengan semakin tingginya suhu reaksi hidrolisis. Oleh sebab itu, aktivitas katalitiknya semakin rendah pada setiap peningkatan suhu.
40
D. HUBUNGAN PENAMBAHAN AIR, DERAJAT KEASAMAN, DAN SUHU, TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA Enzim tersusun dari protein dimana pada suhu tinggi akan terdenaturasi. Termostabilitas enzim merupakan faktor utama dalam aplikasi enzim di Industri karena sifat thermo degradation yang dimiliki oleh enzim. Penelitian mengenai penggunaan enzim sebagai biokatalis berkembang, terutama dalam rangka peningkatan aktivitas atau stabilitas serta kemudahannya dalam hal pemisahan. Hal ini berhubungan dengan penurunan biaya produksi pada penggunaan enzim di industri. Oleh karena itu, dikembangkan rekayasa enzim untuk peningkatan aktivitas atau stabilitasnya dengan penambahan pelarut hidrofobik. Menurut Kim et al. (2004) penggunaan pelarut akan meningkatkan migrasi alkil pada sistem reaksi sekitar 18% selama selang waktu 24 jam. Penggunaan pelarut juga akan memudahkan proses pemisahan konsentrat dengan by productnya. Migrasi alkil ini terjadi dengan katalis enzim lipase dan dipengaruhi oleh banyaknya air, suhu, waktu reaksi, jumlah enzim, sistem reaksi, dan jenis reaktor. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi subsrat, dan adanya senyawa penghambat, dan penambahan air.
1. Hubungan Penambahan Air dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan penambahan air dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 13 membuktikan bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada penambahan air 1% terhadap volume larutan. Jumlah air tersebut menunjukkan banyakya air yang dibutuhkan untuk melapisi satu layer molekul enzim. Dengan demikian, air yang dapat melapisi secara optimum membentuk satu layer melingkupi molekul enzim sebesar 1%.
41
% H I D R O L I S I S
28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 0
1
2 3 4 PENAMBAHAN AIR (%)
HIDROLISIS MINYAK IKAN
6
5
KONTROL HIDROLISIS
Gambar 13. Kurva hubungan tingkat hidrolisis enzimatik dengan persentase penambahan air pada media yang ditambahkan pelarut heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7, 7, suhu reaksi (45oC) OO
CH2-O-C-R
CH2-O-C-R O CH-O-C-R O CH2-O-C-R
+
LIPASEOH
OH O CH-O-C-R O
CH2-O-C-R
CH2-OH O
CH-O-C-R O CH2-O-C-R DIGLISERID A
H2 O RCOOH + LIPASEOH Aspergillus Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif niger pada media organik
42
Schneider dan Berger (1991) menyatakan bahwa monoasilgliserol dan diasilgliserol cukup stabil terhadap migrasi alkil pada media organik dengan kadar air kurang dari 2%. Mekanisme katalitik enzim lipase regioselektif Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis ditunjukkan oleh Gambar 14. 2. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 15.
% H I D R O L I S I S
30,00 28,00 26,00 24,00 22,00 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 4
5
6
7 8 9 pH HIDROLISIS ENZIMATIS DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA
10
HIDROLISIS ENZIMATIS TANPA PENAMBAHAN HEPTANA
Gambar 15. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana dan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M), suhu reaksi (45oC), kadar air (1%) Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 15, titik pH yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana adalah pH 5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saxena et al. (2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas katalitik enzim Aspergillus niger adalah pada kondisi asam pada substrat minyak.
43
Lingkungan asam sesuai untuk siklus hidup kapang Aspergillus niger serta sesuai untuk aktivitas katalitiknya. Terlihat juga pada percobaan Saxena et al. (2009) dimana enzim lipase ekstraseluler dihasilkan pada kondisi asam pada suhu mendekati suhu ruang. Pada pH 7, enzim mengalami peningkatan aktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kestabilan sisi katalitik enzim lipase pada pH 7 apabila media reaksi ditambah heptana. Stauffer, E.D (1989) menyatakan bahwa perubahan pH akan mempengaruhi enzim. Perubahan ini dikarenakan protonasi atau deprotonasi grup ion pada sisi aktif atau pada kompleks substrat-enzim. Data pada Gambar 15 membandingkan aktivitas enzim lipase Aspergillus niger yang direpresentasikan melalui tingkat hidrolisis antara hidrolisis enzimatik dengan hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Berdasarkan pola pembentukan kurva, pada setiap perlakuan pH yaitu pada pH 5, 6, 8, dan 9, aktivitas katalitik enzim lipase mengalami penurunan. Namun, pada pH 7, aktivitas katalitik enzim pada reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan yang ditambahkan heptana tidak mengalami perubahan dari hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana. Penurunan tingkat hidrolisis ini disebabkan karena terjadi perubahan status ionisasi ketika heptana ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pelarut heptana yang cenderung hidrofobik akan menghambat sisi aktif enzim untuk melakukan katalitik ikatan ester pada triasilgliserol. Penghambatan terjadi karena perubahan status ionisasi enzim yang membuat salah satu asam amino enzim inaktivasi. Tingginya kepolaran suatu pelarut organik tidak mempengaruhi tingginya aktivitas katalitik enzim. Hal ini terlihat pada data percobaan hidrolisis enzimatik pada substrat minyak ikan, penggunaan heptana sebagai media akan menurunkan tingkat hidrolisis dimana tingkat hidrolisis ini merepresentasikan aktivitas katalitik enzim terhadap substrat minyak ikan. Semakin tingginya kepolaran suatu media tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas katalitik enzim. Hal ini didukung oleh percobaan Kim et al. (2000) yang menyatakan bahwa pada reaksi esterifikasi trikaprilat dengan asam linoleat dengan menggunakan enzim lipase Rhizomucor miehei sebagai
44
katalis menghasilkan tingkat esterifikasi 57% pada media n-heksana dan 52% pada media isooktana. Padahal, kepolaran isooktana lebih tinggi daripada n-heksana. Isooktana memiliki nilai kepolaran 4,2 sedangkan nheksana memiliki nilai kepolaran 3,5. Kurva diatas juga menunjukkan tidak adanya perubahan aktivitas katalisis enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada pH 7 bila dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana. Dengan demikian, pada pH netral, enzim tidak akan mengalami penurunan aktivitas karena tidak terjadi perubahan status ionisasi pada struktur enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al. (2003) yang menyebutkan bahwa penambahan pelarut organik tidak mengubah stabilitas enzim terhadap berbagai pH.
3. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis Data hubungan suhu dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 16. 26,00 % 24,00 22,00 H 20,00 I 18,00 D 16,00 R 14,00 O 12,00 L 10,00 8,00 I 6,00 S 4,00 I 2,00 S 0,00 15
25
35
45
55
65
75
SUHU (oC) HIDROLISIS ENZIM DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA HIDROLISIS ENZIM TANPA PENAMBAHAN HEPTANA
Gambar 16. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7, kadar air (1%)
45
Berdasarkan data pada Gambar 16, diperoleh tingkat hidrolisis minyak ikan tertinggi untuk enzim lipase Aspergillus niger terhadap substrat minyak ikan dengan penambahan pelarut heptana adalah pada suhu 25oC. Pada suhu reaksi hidrolisis yang semakin meningkat, asam lemak bebas yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan pada pelarut organik semakin rendah seiring dengan peningkatan suhu reaksi. Pelarut organik khususnya pelarut dengan nilai hidrofobitas yang tinggi (Log p>4) dapat mempertahankan konformitas bentuk enzim khususnya pada media non akueous. Penambahan pelarut organik merupakan salah satu cara dalam merekayasa enzim. Rekayasa enzim meliputi mengubah aktivitas dan stabilitasnya. Rekayasa enzim melalui media reaksi dapat meningkatkan termostabilitas enzim lipase. Hal ini terbukti dari perubahan sifat enzim lipase Candida cylindracea dari mesofilik menjadi termofilik (Gubicza, 2000). Penggunaan pelarut organik juga dapat mengubah aktivitas katalitik dari enzim lipase karena akan meningkatkan migrasi alkil. Migrasi alkil akan meningkat dengan penggunaan pelarut organik sebagai media (Kim et al., 2004) Berdasarkan pembentukan pola kurva hidrolisis pada Gambar 16, terlihat bahwa penambahan pelarut heptana dapat meningkatkan stabilitas enzim dan
meningkatkan aktivitas enzim. Aktivitas enzim lipase
Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana memiliki tingkat hidrolisis tertinggi pada suhu 45oC. Namun, pada penambahan pelarut heptana sebagai media reaksi, suhu yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi berubah menjadi 25oC. Hal ini membuktikan bahwa dengan penambahan pelarut organik, terjadi pergeseran stabilitas enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al.,2003 yang menunjukkan bahwa stabilitas suhu meningkat dengan penambahan pelarut organik sebagai media reaksi. Pada penelitian hidrolisis enzimatik minyak ikan, penambahan heptana sebagai media reaksi meningkatkan stabilitas enzim terhadap suhu rendah.
46
Berdasarkan pola pembentukan kurva dan dengan membandingkan antara kurva hidrolisis enzimatik dengan kurva hidrolisis enzimatik dengan penambahan pelarut heptana, diketahui bahwa tingkat hidrolisis enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana memiliki aktivitas yang lebih tinggi. Hal ini diketahui dari tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pada setiap perlakuan suhu. Pada perlakuan suhu 25oC, aktivitas enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana mengalami peningkatan 80% terhadap aktivitas enzim pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut. Pada perlakuan suhu 35oC, penambahan pelarut heptana meningkatkan aktivitas sebesar 30%. Pada suhu 45oC dan 55oC, hidrolisis enzimatik dengan penambahan pelarut heptana meningkatkan aktivitas enzim sebesar 17% dan 16%. Namun, pada suhu 65oC, penambahan pelarut heptana tidak mengubah aktivitas. Hal ini dikarenakan pada suhu 65oC enzim telah terdenaturasi. Denaturasi enzim disebabkan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan terputusnya ikatan antar asam amino yang membentuk molekul tiga dimensi. Oleh sebab itu, dengan terputusnya ikatan tersebut, membuat struktur tiga dimensi enzim berubah. Berubahnya struktur tiga dimensi akan menyebabkan perubahan pada aktivitas katalitiknya. Berdasarkan fenomena ini, dapat dikatakan bahwa enzim lipase yang diproduksi oleh kapang Aspergillus niger mampu melakukan katalitik dan meningkatkan aktivitas katalitiknya dengan toleransi suhu hingga 65oC pada media reaksi yang ditambahkan pelarut heptana.
E. HUBUNGAN TINGKAT HIDROLISIS DENGAN KANDUNGAN TOTAL OMEGA-3 Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak jenuh rantai panjang dengan ikatan rangkap pada atom karbon ketiga dan keempat dari gugus metil omega. Asam lemak omega-3 terdiri dari asam eikosapentanoat, asam eikosatetranoat,
asam
eikosatrienoat,
asam
dokosaheksanoat,
asam
heksadekatrienoat, asam oktadekatetranoat, asam oktadekatrienoat, asam dokosapentanoat, asam tetrakosanoat, asam tetrakosapentanoat.
47
Pengkayaan asam lemak omega-3 dapat dilakukan dengan hidrolisis enzimatik. Enzim lipase yang diproduksi dari kapang Aspergillus niger merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester sn-1 atau sn-33 gliserol. Pada reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada posisi tersebut secara parsial menjadi monoasilgliserol, monoasilgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn-1 dan sn-3 dikarenakan menurut Roberto et al. (2007), asam lemak jenuh berada pada posisi
sn-1 dan sn-3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase tersebut untuk mengkatalitik ikatan ester pada sn-1 dan sn-3 gliserol yang mengandung asam lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh
omega-3 pada sn-2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, monoasilgliserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam
tingkat hidrolisis. Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan tingkat hidrolisis dengan persentase total omega-3 hasil reaksi hidrolisis. Hubungan tingkat hidrolisis enzimatik enzimatik minyak ikan dengan persentase total
Omega-3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17.
P E R S E N T A S E
30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
28,07 22,56
23,94
12,68 10,37
10,23
7,14
6,79 0
1,81
minyak awal
H1 pH 7 T 45
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 25
PERLAKUAN TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
EPA
Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat pada reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
48
Analisa GC MS dilakukan pada kondisi optimum pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana. Pada penelitian ini diambil titik optimum faktor reaksi dari hasil reaksi hidrolisis dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis yang tertinggi. Pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, titik optimum tersebut yaitu titik pH 5 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik dan pH 7 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik. Kode H1 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH 5 dan suhu 45oC, sedangkan kode H1pH7 T45menunjukkan perlakuan pH 7 dan suhu 45oC. Analisa GC-MS untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana juga mengambil titik optimum faktor reaksi dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis. Titik optimum tersebut yaitu titik pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 25oC yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik serta pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tersebut. Kode H2 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC, sedangkan kode H2 pH5 T25 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 25oC. Berdasarkan data Gambar 17, diketahui minyak awal telah mengandung EPA sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan komponen omega-3 telah
terbukti meningkatkan kandungan EPA pada
konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 22, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan EPA meningkat menjadi 12,68%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 10,87% dari kandungan asam eikosapentanoat minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan EPA sebesar 10,37%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 yang terjadi sebesar 8,56% dari kandungan minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, tidak menunjukkan peningkatan total asam eikosapentanoat
49
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
P E R S E N T A S E
30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
28,07 23,94
22,56
6,79 3,06 0
0
minyak awal
0,85 H1 pH 7 T 45
1,87 0
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 25
PERLAKUAN TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
DHA
Gambar 18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam dokosaheksanoat pada reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung
DHA. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat menjadi 3,06%. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%.
50
P E R S E N T A S E
30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
28,07 22,56 16,89
23,94
17,51 10,48
7,14
6,79 0
1,81
minyak awal
H1 pH 7 T 45
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 25
PERLAKUAN TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN TOTAL OMEGA 3
Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total omega-3 pada reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega-3 sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan total omega-3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5,
kandungan omega-3 -3 meningkat menjadi 17,51% dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari
kandungan omega-3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada
perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar 15,08% dari kandungan omega-3 minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega-3 yang
terjadi. Pada data yang ditunjukkan oleh Lampiran Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
51
menggunakan GC-MS, terlihat asam lemak omega-3 yang terkandung dalam minyak awal adalah asam eikosapentanoat. Namun, pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik asam lemak omega-3 meliputi metil heksadekatrienoat, metil dokosaheksanoat, metil eikosapentanoat, metil eikosatetranoat, dan metil oktadekatrienoat. Senyawa asam lemak tersebut merupakan bentuk turunan dari asam linoleat. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), asam linoleat dapat berubah menjadi asam lemak C18 ω3 dan ω6, asam α-linolenat (ALA), asam γlinolenat, sampai C20 (asam arachidonat, AA) dan asam dihomo-γ-linolenat melalui biosintetis pathway. Asam α-linolenat sendiri dapat berubah menjadi asam lemak omega-3 seperti asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA). Mekanisme pathway metabolisme Polyunsaturated Fatty Acids ditunjukkan oleh Gambar 20.
Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid (Zaverucke dan Wimmer, 2008) Berdasarkan data pada Gambar 17, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan EPA sebesar 7,14% dari total jumlah asam lemak dalam konsentrat, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari
52
kandungan EPA minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, kandungan EPA sebesar 10,23% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan EPA sebesar 8,42% dari kandungan EPA minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan asam eikosapentanoat. Berdasarkan data pada Gambar 18, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis 22,56%, konsentrat hasil reaksi tidak mengandung DHA. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, dengan tingkat hidrolisis 23,94%, konsentrat mengandung DHA sebesar 1,87%. Berdasarkan data pada Gambar 19, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 7,14%, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari kandungan omega-3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar 8,42% dari kandungan omega-3 minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan omega-3. Namun, penambahan heptana sebagai media reaksi untuk reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan persentase hidrolisis dan kandungan total omega3 pada konsentrat hasil reaksi bila dibandingkan pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana. Berdasarkan data pada Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS, dan dengan membandingkan kandungan omega-3 hasil reaksi hidrolisis pada kondisi yang sama yaitu suhu 45oC dan pH 5 antara reaksi dengan penambahan pelarut heptana dan tanpa penambahan pelarut heptana, diperoleh konsentrat hasil hidrolisis untuk konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana memiliki kandungan omega-3 yang lebih rendah daripada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media
53
yang ditambahkan pelarut heptana. Perbedaan kandungan total omega-3 pada kondisi pH 5 dan suhu 45oC tersebut sebesar 10,37%. Tingginya kandungan omega-3 pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana disebabkan karena tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pula. Penambahan pelarut heptana pada reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan aktivitas katalitik enzim. Hal ini kemungkinan dikarenakan kepolaran heptana yang terlalu besar (log p=4) tidak mendukung stabilitas enzim lipase tersebut pada reaksi hidrolisis. Pelarut heptana membuat struktur tiga dimensi enzim lipase berubah. Namun perubahan yang terjadi membuat aktivitas katalitik enzim lipase menurun. Semakin tinggi kepolaran media hidrofobik yang digunakan untuk media reaksi secara enzimatik tidak menentukan tingginya aktivitas lipolitik yang terjadi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kim et al. (2000) yang menunjukkan bahwa aktivitas lipolitik pada media n-heksana ternyata lebih tinggi daripada pada media isooktana. Padahal kepolaran isooktana lebih tinggi daripada n-heksana.
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana, diperoleh aktivitas katalitik enzim yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi adalah pada pH 5 dan suhu 45oC dengan tingkat hidrolisisnya 28,7%. Pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana diperoleh penambahan air optimum adalah 1% dengan tingkat hidrolisis sebesar 26,16%. Dengan menggunakan kondisi tersebut (pH 5, suhu 45oC, dan penambahan air 1%) dilakukan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Hasil yang diperoleh adalah terjadi peningkatan aktivitas pada tiap perlakuan suhu kecuali 65oC dengan tingkat hidrolisis tertinggi (23,94%) pada suhu 25oC. Pada perlakuan pH, terjadi penurunan aktivitas pada tiap titik perlakukan pH kecuali pada pH 7. Namun, tingkat hidrolisis tertinggi (22,56%) masih pada pH 5. Berdasarkan analisa GC-MS, pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 17,51% dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Sedangkan, pada suhu 45oC dan pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana, kandungan omega-3 pada suhu 45oC, penambahan air 1%, dan pH 5 sebesar 7,14% dengan tingkat hidrolisis sebesar 22,56%. Sedangkan, pada suhu 25oC, penambahan air 1%, dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% dengan tingkat hidrolisis 23,94%.
B. SARAN Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam rangka mendapatkan kondisi dimana reaksi hidrolisis enzimatik mencapai nilai tertinggi dengan parameter tingkat hidrolisis. Perlu dilakukan penelitian mengenai Model Persamaan Matematika untuk mengetahui hubungan parameter terhadap waktu pada kondisi optimum
faktor reaksi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lain mengenai
penggunaan pelarut lain yang memiliki nilai log p yang lebih tinggi.
55
DAFTAR PUSTAKA
Aidos, I. 2002. Production of High Quality Fish Oil from Herring Byproduct. Ph.D. Thesis. Wageningen University, Netherlands. Diperoleh dari http://library. Wur.nl/wda.dissertation/dis3270.pdf. Diakses pada 18 September 2008 Ackman, R.G. 1982. Fatty Acid Composisition of Fish Oil. Di dalam Barlows S.M. dan M.E. Standby. Nutritional Evaluation of Long Chain Fatty Acid in Fish Oil. (ed). 1982. Acad. Press Ltd, London Akoh,
C.C., dan D.B. Min,1998. Microbial Lipases, and Enzymatic Interesterification in Food Lipids-Chemistry, Nutrition and Biotechnology. Di dalam. Ozturk, Banu. 2001. Immobilization of Lipase from Candida rugosa on Hydrophobic and Hydrophilic Supports. Disertasi. Izmir Institute of Technology, Izmir
Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. 2009. Dictionary of Enzyme: Lipase Aspergillus niger. Japan AOCS. 1997. AOCS Official Methode. Association of Oil Chemist’ Society. Washington, D.C. Bloomer, S., M.A. Bjurlin, dan M.J. Haas, , 2001. Composition and Activity of Commercial Triacylglycerol Acylhydrolase Preparations. Journal of American Oil Chemist Society Vol. (78) : 153-160 Brockman, H.L. 1984. General Feature of Lipolisis Reaction Schem : Interfacial Structure and Approach in Brongstrom and Brockman (ed). Lipases:443-469. Carvalho P.O., P.R.B.Campos, M.D.A. Noffs, D.H.M. Bastos, dan J.G. Oliviera. 2002. Enzymic Enhancement of ω-3 Polyunsaturated Fatty Acids Content in Brazilian Sardine Oil. Acta Farm. Bonaerense Vol. 21(2) : 85-88 Carvalho, P O., P,R. B. Campos., M.D.A.Noffs, P.B. L. Fregolentes, dan L.V. Fregolentes. 2009. Enzymatic Hydrolysis of Salmon Oil by Native Lipases: Optimization of Process Parameters. Journal of Brazilian Chemist Society Vol. 20(1) : 117-124 Celik, Hulya. 2002. Commercial Fish Oil. ISSN 1302 647X. B serisi Cilt 3(1) : 1-6 Chang S.S., Y.Bao, dan T.J.Pelura. 1989. Fish oil. United Patent States. 5, 023,100 Chaplin, M.F. dan C.Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press, New York Djatmiko, B dan Wijaya. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak,I. Agroindustri Press, Fateta. IPB, Bogor Dordick JS. 1989. Enzymatic Catalysis in Monophasic Organic Solvent. Enzyme Microbial Technology. Di dalam Medina, A.R., B.C.Paez, F.C.Rubio, P.G.Moreno,dan E.M.Grima. 2003. Modelling The Effect of Free Water Enzyme Activity in Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial technology Vol (33) : 845-853
56
Fatimah, zuhra. 2002. Penyedian Asam Eikosapentanoat (EPA) dan Asam Dokosaheksanoat (DHA) Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan Etanol yang Dikatalisis Oleh Lipase. Universitas Sumatera Utara, Medan. Gandhi, N.N. 1997. Application of Lipase. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 621-634 Gubicza L., K. szekely, O. Ulbert, dan K. Belafi-Bako. 2000. Enhancement of The Thermostability of Candida cylindracea Lipase by Medium Engineering. Chem Paper Vol. 54 (6a) : 351-354 Gutierrez, L.E. dan R.C.M. Silva. 1993. Fatty Acid Composition of Commercially Important Fish From Brazil. Science Agricultural, Piracicaba Vol. 50(3) : 473-483 Gupta, Kshitiz. 2007. Ecological Sceening For Lipolitic Molds and Process Optimization for Lipase Production From Rhizopus oryzae KG-5. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Vol. 2 (2) : 35-42 Handayani, R. dan J. Sulistyo, 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase. Jurnal Biodiversitas Vol. 6 : 164-167 Haraldson, G.G., B. Kristinsson, R. Sigurdardottir, G.G.Gudmundsson, dan H.Breivik, 1997. The Preparation of Concentrates of Eicosapentaenoi Acid and Docosahexaenoic Acid by Lipase-Catalized Transesterification of Fish Oil With Ethanol. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 14191424 Hariyadi, P. 1995. Synthesis of Monoester and Mono- and Diacylglycerol from Butteroil by Lipase Catalyzed Esterification in Microaqueous Media. Dissertation.Graduate School of University of Wisconsin-Madison, USA Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm. John Willey and Sons Inc., New York Herawan, T. 1993. Pembuatan Produk-Produk Oleokimia dari Minyak Sawit Menggunakan Proses Enzimatik. Skripsi. Fateta-IPB, Bogor Heeres H.J. , G.N. Kraai, J.G.M. Winkelman, dan J.G. de Vries . 2008. Kinetic Studies on The Rhizomucor miehei Lipase Catalized esterification Reaction of Olein Acid with 1-Butanol in a Biphasic System. Biochemical Engineering Journal Vol. 41: 87-94 Kamarudin A.H., N.A. Serri, dan S.N. Rahaman. 2008. Preliminary Studies for Production of Fatty Acids from Hydrolysis of Cooking Oil Using Candida rugosa Lipase. Journal of Physical Science Vol 19 (1): 79-88 Kim, I.H., C.S.Yoon, dan K.W. Lee. 2000. Transesterification of Conjugated Linoleic Acid and Tricaprylin by Lipase Inorganic Solvent.Food Researches International Vol. 3: 301-306 Kim, I.H., N.K. Soon, M.L. Sun, H.C.Soo, K. Hakryl, T.L. Ki, dan Y.H. Tae. 2004. Production Of Sructured Lipids By Lipase Catalized Acidolysis in Supercritical Carbon Dioxide: Effect on Acyl Migration. Journal of American Oil Chemistry Society Vol. 81(6) : 537-541
57
Krieger, N., T. Bhatnagar, C.B. Jacques, M.B. Alessandra, M.L.Valeria, dan D.Mitchel. 2004. Non Aqueous Biocatalysis in Heterogenous Solvent Systems. Food Technology Biotechnology Vol.42 (4) : 279-286 Kurashige J., N. Matsuzaki dan H. Takahashi. 1993. Enzimatic Modification of Canola/Palm Oil Mixture Effect on The Fluidity. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 70(9) : 849-852 Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan oleh Maggy Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta --------------------. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan oleh Suhartono, M.T. Penerbit Erlangga, Jakarta Loebis,B. 1989. Cara dan Rancangan Perebusan Tandan Kelapa Sawit. Bul. Perkebunan. Vol 20 (2):89-95. Balai Penelitian Perkebunan Medan (RISPA), Medan. Macrae,A. R. 1983. Extracelluler Microbial Lipase. Di Dalam W. M Forganti. Microbial Enzyme and Biotechnology. Appl. Sci. Publ., London. Medina, A.R., B.C. Paez, F.C. Rubio, P.G. Moreno, dan E.M. Grima. 2003. Modelling The Effect Of Free Water Enzyme Activity in Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial Technology Vol 33 : 845-853 Moore, S.R. dan P.M.Gerald. 1996. Production of Triglyrides Enriched in LongChain n-3 Polyunsaturated fatty Acids from Fish Oil. Journalof American Oil Chemist Society Vol.73 : 1409-1414. Norin, T dan K. Hult. 1992. Enantioselectivity of Some Lipase : Control and Prediction. Pure and Applied Chemical Vol. 64 (8) : 1129-1134 Nuraida, L., R. Dewanti,, P. Hariyadi, dan Budijanto. 2000. Eksplorasi, Karakterisasi, dan Produksi Enzim Lipase dengan Aktivitas Esterifikasi Tinggi dari Kapang Indigenous. Laporan Tahunan Pertama Penelitian Hibah Bersaing VIII/I Perguruan Tinggi. Fateta-IPB, Bogor Petersen M.T.N., P. Fojan, dan S.B.Petersen. 2001. How do Lipases and Esterases Work: The Electrostatic Contribution. Di Dalam. Ozturk, Banu. 2001. Immobilization of Lipase from Candida rugosa on Hydrophobic and Hydrophilic Supports. Disertasi. Đzmir Institute of Technology, Izmir Rasyid, A. 2001. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan Lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta. Saify, Z.S., S.Akhtar, K.M. Khan, S,Perveen, S.A.M. Ayattollahi, A.Hasan, M.Arif, A.M. haider, F.Ahmad, S.Siddiqui, dan M.Z.Khan. 2003. A Study on The Fatty Acid Composition of Fish Liver Oil from Two Marine Fish Eusphyra blochii and Carcharhinus bleekeri. Turk J Chem Vol. 27 : 251-258 Salis, A., P. Marcella, M. Maura, dan S. Vincenzo. 2008. Comparison Among Immobilised Lipases on Macroporous Polypropylene Toward Biodiesel Synthesis. Journal of Molecular Catalysis B: Enzymatic Vol. 54 : 19–26
58
Saxena, R.K. , P. K.Ghosh , R. Gupta, W.S. Davidson, S. Bradoo, dan R. Gulati. 2009. Microbial Lipases: Potential Biocatalysts for The Future Industry. Departement of Microbiology. University of delhi, India Schneider, P.M. dan M. Berger. 1991. Regioselectivity of Lipases in Organic Solvents. Biotechnology Letters Vol. 13(5) : 333-338. Shahidi, F. dan U.N.Wanasundara. 1998. Lipase Assisted Concentration of n-3 Polyunsaturated Fatty Acids in Acylglyscerol from Marine Oil. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 75 : 945-951 ------------------------------------------------. 1998b. Omega-3 Fatty Acids Concentrates: Nutritional Aspect and Production Technologies. Journal of Food Science and Technology Vol. 9 : 230-240 Shimada Y., M. Kazuaki, S. Akio, M. Shigeru, dan T. Yoshio. 1997. Purification of Docosahexaenoic Acid from Tuna Oil by a Two-Step Enzymatic Method: Hydrolysis and Selective Esterification. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 1441–1446 Shirai, K. and R. L. Jackson.1982. Lipoprotein Lipase-catalyzed Hydrolysios f pNitrophenyl Butyrate. Journal of Biological Chemistry Vol. 257 : 1253-1258 Stauffer, Clyde E. 1989. Enzyme For Food Scientist. Van Nostrand Reinhold, New York. Swern, D. 1979. Bailley’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 1 4th edition. John Willey and Sons, New York Tanaka, Y.,J. Hirano, dan T. Funada. 1992. Concentration of Docosahexaenoic Acid in Glyceride by Hydrolysis of Fish Oil with Candida cylindracea Lipase. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 69(2) : 1210-1214 Rahman, R.N.Z.R.A., S.N. Baharum,A.B. Salleh, dan M. Basri. 2006. S5: An Organic Solvent Tolerant Enzyme. Journal of Microbiology : 583-590. Roberto E.A., V.Mircea, M.B. Adam, A.K. Jaroslav, J.B. Colin. 2007. Transesterification of Fish Oil to Produce Fatty Acid Ethyl Esters Using Ultrasonic Energy. Journal of American Oil Chemist Society Vol.84 : 10451052 Ueji, S. dan T. Okamoto. 1999. Drastic Enhancement of The Enantioselectivity of Lipase-Catalysed Esterification in Organic Solvents By The Addition of Metal Ions. Chem. Commun.: 939–940 Wallace, Alecander. 1935. Fish Oil. Oil and Soup Vol.2 (53) : 89-90 Wang, Y.J., L.A. Miller, M. Perren, dan P.B. Addis. 1990. Omega-3 Fatty acids in Lake Superior Fish. J. Food Sci. 55:71. Web, Z.C. dan M. Dixon,. 1964. Enzyme. Academic Press Inc. Publ. , New York Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Zaks, A. dan A.M. Klibanov. 1985. Enzyme Catalyzed Processes in Organic Solvent. Proc.Natl.Acad.Sci.Vol.82 : 3192-3296
59
-------------------------------------. 1988. Enzymatic Catalysis in Nonaqueous Solvents. J Biol Chem Vol. 263(3) : 194–201. Di dalam Medina, A.R., B.C.Paez, F.C.Rubio, P.G.Moreno,dan E.M.Grima. 2003. Modelling The Effect Of Free Water Enzyme Activity In Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial Technology Vol (33) : 845-853 Zarevucka, M. dan Z . Wimmer. 2008. Plant Product For Pharmacology: Application of Enzyme in Their Transformation. International Journal of Molecular Science Vol. 9 : 2447-2473
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisiko kimia minyak ikan 1. Bilangan Asam (AOCS Official Methode Cd 3d-63, 1997) Minyak ikan yang akan diuji ditimbang sesuai dengan ketentuan pada tabel berikut dalam erlenmeyer 300mL. Tabel 9. Ukuran sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam Bilangan asam
Massa , gram (±10%)
Keakuratan berat ±g
0-1
20
0,05
1-4
10
0,02
4-15
2,5
0,01
15-75
0,5
0,001
75 lebih
0,1
0,0002
Tabel 9 diatas menyebutkan hubungan antara massa yang harus ditimbang sesuai dengan perkiraan bilangan asam pada minyak yang akan diuji. Semakin tinggi bilangan asam suatu minyak, maka semakin sedikit massa minyak yang harus ditimbang. Misalnya suatu minyak memiliki perkiraan bilangan asam antara 0-1, dengan demikian massa minyak yang harus ditimbang adalah 20 gram. Minyak yang telah ditimbang ditambah dengan 125 mL campuran larutan toluena:isopropanol (1:1). Setelah itu, larutan tersebut ditambah dengan indikator phenolphtalein 2mL kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang dalam 30 detik. Selanjutnya, jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam miligram sampel dihitung. Bilangan asam (mg KOH /g sampel) :
,
Keterangan: A : Volume (mL alkali pada titrasi sampel) B : Volume(mL alkali pada titrasi blanko) N : Normalitas alkali standart W : Massa sampel 56,1: Bobot Molekul KOH
62
Perhitungan FFA (free fatty acid) sebagai persen oleat, laurat, dan palmitat, bilangan asam dikalikan/dikonversi dengan faktor konversi 1,99, 2,81, dan 2,19. Ketelitian ditunjukkan dengan penentuan analisa bilangan asam yang ditunjukkan oleh dua hasil analisis yang berbeda harus tidak lebih dari 0,22 untuk bilangan asam dengan nilai kurang dari 4, dan tidak lebih dari 0,36 untuk bilangan asam nilai antara 4-20.
2. Bilangan Penyabunan (AOCS Official Methode Cd 3-25, 1997) Minyak yang akan diuji, ditimbang 4-5 gram di dalam Erlenmeyer 500mL. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH-Alkohol . Blangko disiapkan sesuai dengan prosedur namun tidak menggunakan minyak. Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungankan refluks air condenser sampai seluruh sampel tersabunkan. Waktu yang diperlukan untuk merefluks adalah 1 jam. Setelah itu, tambah indikator phenolphthalein 1mL dan dititrasi dengan larutan HCL 0,5N hingga warna merah muda menghilang. Selanjutnya, jumlah mg KOH yang digunakan untuk menyabunkan sampel minyak dihitung. Bilangan penyabunan =
,
Dimana : B : volume 0,5 N HCl untuk titrasi blanko S : Volume 0,5 N HCl untuk titrasi sampel N: Normalitas larutan HCl W : berat sampel
63
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase dengan metode spektrofotometri Bahan : a. Enzim lipase Aspergillus niger b. ρ-nitrophenyl butyrate c. Buffer phosphate 0,1 M pH 7 d. Larutan standar ρ-nitrophenyl butyrate Prosedur : Pipet sebanyak 0.45 ml larutan enzim ke dalam tabung reaksi bertutup ulir. Tambahkan larutan buffer phosphate 0,1 M pH 7 sebanyak 0,54 ml ke dalam tabung ulir, kocok dengan shaker tube hingga larutan bercampur rata. Masukkan ke dalam tabung 0,01 ml larutan ρ-nitrophenyl butyrate 0,2 M, kocok kembali dengan shaker tube hingga larutan bercampur rata. Inkubasi sampel pada suhu 37oC selama 30 menit. Sampel kemudian diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm. Blanko dibuat sesuai dengan prosedur untuk sampel tanpa penambahan larutan enzim. Perhitungan : Unit / ml enzim =
dimana: A = nilai absorbansi sampel B = nilai absorbansi blanko t
= lama inkubasi (menit)
Vt = Volume total larutan sampel (ml) fp = Faktor pengencer K = Nilai konversi standar ρ-nitrophenyl butyrate (0.0148 µmol) Ve = Volume larutan enzim (ml)
64
Lampiran 3. Data hasil karakterisasi minyak ikan Tabel 10. Nilai karakterisasi fisiko kimia minyak ikan Karakterisasi
Nilai
Rujukan
Bilangan asam
3,29
10,15a
Kadar asam lemak bebas (%)
1,49
4,6
204,81
187,4a
Bilangan penyabunan
65
66 A. Hasil Analisa Komponen Asam Lemak Minyak Ikan Dengan Menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)
Gambar 21. Peak area analisa GC-MS minyak ikan
66
Tabel 11. Nama komponen minyak ikan hasil analisa GC-MS Rate Time
% Area
Nama Komponen
Qual
Rumus Molekul
Bobot Molekul
7.44
2,9 Pentadekana
97 C15H32
212
9.00
2,9 Heptadekana
98 C17H36
240
98 C19H40
268
9.05
5,39 2,6,10,14 tetrametilpentadekana
9.45
4 Asam tetradekanoat (Asam Miristat)
99 C14H28O2
228
9.69
0,18 Asam tetradekanoat (Asam Miristat)
87 C14H28O2
228
91 C16H30O2
254
10.74
6,8 11-Asam heksadecenoat
10.85
15,3 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
99 C16H32O2
256
11.05
0,57 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
89 C16H32O2
256
11.08
0,24 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
90 C16H32O2
256
11.42
0,44 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
59 C16H32O2
256
11.50
0,98 Asam 5,8,11,14,17 eikosapentanoat
55 C21H32O2
316
11.99
2,71 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2
282
12.01
3,75 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2
282
12.10
4,63 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
98 C18H34O2
282
12.65
6,61 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
98 C18H34O2
282
12.55
0,83 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
89 C18H34O2
282
12.83
0,89 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
87 C18H34O2
282
12.92
1,97 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
85 C18H34O2
282
13.03
6,61 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
91 C18H34O2
282
67
13.15
2,86 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
88 C18H34O2
282
13.66
0,88 9-Oktadecenal (Olealdehid)
86 C18H24O
266
13.92
1,15 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
86 C18H34O2
282
14.00
1,77 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
91 C18H36O2
284
14.59
0,83 Asam 5,8,11,14,17 eikosapentanoat
46 C21H32O2
316
16.13
2,25 Squalene
95 C30H50
410
17.05
2,55 Cholesta-3,5-diena (Squalene)
99 C27H44
368
99 C27H46O
386
19.45
24,96 Lanosterol
68
Lampiran 4. Data hasil pengukuran aktvitas enzim lipase dari Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri Tabel 12. Hasil pengukuran aktivitas lipase Aspergillus niger Kode
Nilai Absorbansi λ 410 nm
Blanko
0.33
-
-
-
-
Volum e enzim (mL) -
Sampel
0.4335
2554.6
1
0.0148
30
0.45
Faktor Volume Konversi Waktu Pengen larutan nitro (menit) ceran (mL) phenol
Aktivitas enzim lipase (unit/g) 7939.97
Keterangan : 1mL larutan enzim = 0.4247 g enzim
69
70 Lampiran 5. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger pada media tanpa penambahan pelarut heptana A. Hubungan Derajat Keasaman (pH) Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Tabel 13. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH Ulangan 1 Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan Suhu Hidrolisis Buffer PH Waktu Hidrolisis %Hidrolisis No (0,1 M) (Jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis penyabunan (oC) 1
45
5
48
5,148
88,670
204,81
41,831
2
45
6
48
5,148
17,386
204,81
6,129
3
45
7
48
5,148
18,713
204,81
6,794
4
45
8
48
5,148
17,386
204,81
6,129
5
45
9
48
5,148
14,225
204,81
4,546
70
71 Tabel 14. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH Ulangan 2 Buffer PH Waktu Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan Suhu %Hidrolisis No O Hidrolisis ( C) 7 (0,1 M) Hidrolisis (Jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis penyabunan 1
45
5
48
5,016
61,093
204,81
28,067
2
45
6
48
5,016
25,964
204,81
10,485
3
45
7
48
5,016
13,576
204,81
4,285
4
45
8
48
5,016
10,182
204,81
2,586
5
45
9
48
5,016
13,848
204,81
4,420
Tabel 15. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH Suhu Buffer PH Waktu Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan No %Hidrolisis o Hidrolisis ( C) (0,1 M) Hidrolisis (Jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis penyabunan 1
45
5
48
5,016
14,306
204,81
4,650
2
45
6
48
5,016
13,005
204,81
3,999
3
45
7
48
5,016
7,153
204,81
1,069
4
45
8
48
5,016
5,61
204,81
0,29
5
45
9
48
5,016
5,61
204,81
0,29
71
Tabel 16. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Buffer PH Waktu Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan Suhu %Hidrolisis No (0,1 M) Hidrolisis (Jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis penyabunan Hidrolisis (oC) 1
25
7
48
3,848
9,418
204,81
2,772
2
35
7
48
4,757
13,054
204,81
4,147
3
45
7
48
5,158
18,713
204,81
6,789
4
55
7
48
4,761
14,109
204,81
4,673
5
65
7
48
4,308
10,589
204,81
3,133
Tabel 17. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada MediaTanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Buffer PH Waktu Hidrolisis Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan Suhu Hidrolisis %Hidrolisis No (0,1 M) (Jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis penyabunan (oC) 1
25
7
48
3,848
3,892
204,81
0,022
2
35
7
48
4,771
5,394
204,81
0,312
3
45
7
48
5,158
6,662
204,81
0,753
4
55
7
48
4,761
5,947
204,81
0,593
5
65
7
48
4,308
5,402
204,81
0,545
72
72
B. Hubungan Suhu Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana
73
Lampiran 6. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger pada media yang ditambahkan pelarut heptana A. Hubungan Penambahan Air Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana Tabel 18. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan Air Ulangan 1 No
Kadar
Suhu
Air (%) Hidrolisis (oC)
Buffer Fosfat pH (0,1M)
Waktu
Bilangan Asam
Hidrolisis (jam) Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Bilangan
Setelah Hidrolisis
penyabunan
%Hidrolisis
1
1
45
5
48
3,466
76,264
204,81
36,156
2
2
45
5
48
3,466
44,852
204,81
20,555
3
3
45
5
48
3,466
54,260
204,81
25,227
4
4
45
5
48
3,466
45,581
204,81
20,917
5
5
45
9
48
3,466
56,549
204,81
26,364
73
1
1
45
5
48
3,466
36,022
204,81
16,169
2
2
45
5
48
3,466
13,801
204,81
5,133
3
3
45
5
48
3,466
29,431
204,81
12,896
4
4
45
5
48
3,466
14,025
204,81
5,244
5
5
45
9
48
3,466
17,672
204,81
7,055
Tabel 20. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan Air Kadar Suhu Hidrolisis Buffer Fosfat Waktu Hidrolisis Bilangan Asam Bilangan Asam Bilangan No %Hidrolisis o Air (%) ( C) pH (0,1M) (jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis Penyabunan 1
1
45
5
48
3,466
9,24
204,81
2,87
2
2
45
5
48
3,466
10,96
204,81
3,72
3
3
45
5
48
3,466
17,07
204,81
6,76
4
4
45
5
48
3,466
14,20
204,81
5,33
5
5
45
9
48
3,466
13,63
204,81
5,05
74
74
Tabel 19. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan air Ulangan 2 Kadar Suhu Hidrolisis Buffer Fosfat Waktu Hidrolisis Bilangan Asam Bilangan Bilangan Asam %Hidrolisis No o Air (%) ( C) pH (0,1M) (jam) Sebelum Hidrolisis Setelah Hidrolisis Penyabunan
Tabel 21. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai pH Ulangan 1 No
Kadar Suhu Buffer Fosfat Air (%) Hidrolisis (oC) pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam Setelah Hidrolisis
Bilangan Penyabunan
%Hidrolisis
1
1
45
5
48
4,385
49,605
204,81
22,562
2
1
45
6
48
4,385
8,267
204,81
1,937
3
1
45
7
48
4,385
18,188
204,81
6,887
4
1
45
8
48
4,385
7,579
204,81
1,593
5
1
45
9
48
4,385
6,996
204,81
1,303
Tabel 22. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai pH Ulangan 2 Kadar Air (%)
Suhu Hidrolisis (oC)
Buffer Fosfat pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam Sebelum Hidrolisis
1
1
45
5
48
4,385
2
1
45
6
48
3
1
45
7
4
1
45
5
1
45
No
Bilangan Asam Setelah Hidrolisis
Bilangan Penyabunan
%Hidrolisis
49,605
204,81
22,562
4,385
8,267
204,81
1,937
48
4,385
12,992
204,81
4,294
8
48
4,385
8,267
204,81
1,937
9
48
4,385
6,063
204,81
0,837
75
75
B. Hubungan Derajat Keasaman Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana
Tabel 23. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Ulangan 1 No
Kadar
Buffer Fosfat
Suhu o
Air (%) Hidrolisis ( C)
pH (0,1M)
Waktu
Bilangan Asam
Hidrolisis (jam) Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Bilangan
Setelah Hidrolisis
Penyabunan
%Hidrolisis
1
1
25
5
48
4,080
52,936
204,810
24,339
2
1
35
5
48
4,093
44,573
204,810
20,168
3
1
45
5
48
4,385
41,337
204,810
18,437
4
1
55
5
48
3,473
28,956
204,810
12,657
5
1
65
5
48
3,025
8,555
204,810
2,741
Tabel 24. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Ulangan 2 Kadar
Suhu
Buffer Fosfat
Waktu
Bilangan Asam
Bilangan Asam
Bilangan
Air (%)
Hidrolisis (oC)
pH (0,1M)
Hidrolisis (jam)
Sebelum Hidrolisis
Setelah Hidrolisis
Penyabunan
1
1
25
5
48
4,080
51,332
204,810
23,540
2
1
35
5
48
4,093
44,573
204,810
20,168
3
1
45
5
48
4,385
41,337
204,810
18,437
4
1
55
5
48
3,473
28,232
204,810
12,297
5
1
65
5
48
3,025
8,555
204,810
2,741
No
%Hidrolisis
76
76
C. Hubungan Suhu Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Pelarut Heptana
77 Lampiran 7. Data analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) A. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan pH (pH 5 dan suhu 45oC)
Gambar 22. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC
77
Tabel 25.Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC Rate % area Time
Nama Komponen
7.46
0,1 Pentadekana
7.66
Qual
Rumus Molekul
Bobot Molekul
98 C15H32
212
0,13 Metil Laurat
97 C13H26O2
214
8.46
0,07 Metil tridekanoat
96 C14H28O2
228
8.95
0,05 Metil Miristat
90 C15H30O2
242
9.03
0,12 Heptadekana
99 C17H36
240
9.08
0,24 2,6,10,14-tetrametil pentadekana
96 C19H40
268
9.15
0,07 Metil 9-heksadecenoat (metil Palmitoleat)
70 C17H32O2
268
9.26
8,06 Metil isomiristat
98 C15H30O2
242
9.54
1,43 Asam miristat
98 C14H28O2
228
9.68
0,24 Metil-13-metil tetradekanoat
97 C16H32O2
256
9.74
0,09 Metil-12-metil tetradekanoat
93 C16H32O2
256
9.84
0,09 Metil Oleat
93 C19H36O2
296
9.94
0,67 Metil pentadekanoat (metil 9Oktadesenoat)
98 C16H32O2
256
10.23
0,56 Asam pentadekanoat
97 C15H30O2
242
10.28
0,03 Asam pentadekanoat
46 C15H30O3
242
10.35
0,03 Asam Pentadekanot
90 C15H30O4
242
10.41
0,52 3a,6-methano-3aH-inden5(4H)-one, hexahydro
90 C10H140
150
10.45
0,72 Metil heksadekatrienoat
99 C17H28O2
264
10.55
0,72 Metil 1-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2
268
10.67
9,05 Metil heksadekanoat (metil Palmitat)
99 C17H34O2
270
10.81
1,81 Asam 11-heksadecenoat
92 C16H32O2
254
10.94
3,63 Asam n-heksadekanoat
99 C16H32O2
256
78
11.02
0,7 7-metil-metil-6heksadekanoat
99 C18H34O2
282
11.11
0,18 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
84 C18H36O2
284
11.16
0,44 Metil-9-oktadecenoat (metil oleat)
76 C19H36O2
296
11.22
0,19 Metil-9-Oktadecenoat (metil oleat)
83 C19H36O3
297
11.29
0,77 Metil heptadekanoat
98 C18H36O2
284
11.45
0,11 Asam n-heksadekanoat
83 C16H32O2
256
11.54
0,12 Asam n-heksadekanoat
96 C16H32O2
256
11.59
0,33 2-Cyclopentene-1acetaldehyde
38 C10H14O2
166
11.66
0,37 Metil 6,9,12-oktadekatrienoat
94 C19H32O2
292
11.72
0,72 1,4,8, Dodekatriena
98 C12H18
162
11.76
1,79 Metil-9,12-oktadekadienoat
99 C19H34O2
294
11.81
5,97 Metil-9-oktadecenoat(metil oleat)
99 C19H36O2
296
11.84
3,91 Metil-9-oktadecenoat(metil oleat)
99 C19H36O2
296
11.93
2,39 Metil oktadekanoat
98 C19H38O2
298
12.05
1,32 Asam 9-oktadecenoat (asam oleat)
99 C18H34O2
282
12.17
0,77 Asam oktadekanoat (asam stearat)
99 C18H36O2
284
12.22
0,22 Asam oktadekanoat (asam stearat)
95 C18H36O2
284
12.26
0,19 Asam oktadekanoat (asam stearat)
95 C18H36O2
284
12.38
0,18 Asam 9-oktadecenoat (asam oleat)
89 C18H34O2
282
12.42
0,23 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
68 C18H36O2
284
79
12.53
0,2 Metil nonadekanoat
93 C20H40O2
312
12.70
0,27 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
45 C18H36O2
284
12.78
2,21 Metil 5,8,11,14eikosatetranoat
94 C21H34O2
318
12.85
9,57 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
94 C21H32O2
316
12.92
0,9 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
64 C21H32O2
316
12.99
3,19 Metil 11-eikosenoat
99 C21H40O2
324
13.02
1,23 Asam miristat-beta-gliserol
74 C17H34O2
302
13.10
1,8 Metil eikosanoat
96 C21H42O2
326
13.21
0,75 Metil 7,10,13heksadekatrienoat
89 C17H28O2
292
13.39
0,65 Metil 7,10,13heksadekatrienoat
64 C17H28O2
292
13.66
0,32 Metil heneikosanoat
93 C22H44O2
340
13.70
0,12 9-oktadecenal
60 C18H340
266
13.81
0,35 9-oktadecenal
51 C18H340
266
13.86
0,86 Metil-4,7,10,13,16,19dokosapentanoat
93 C23H34O2
342
13.94
2,2 Metil-4,7,10,13,16,19dokosapentanoat
80 C23H34O2
342
14.02
0,34 Metil 14,15 epoksieikosan 5,8,11 trienoat
93 C21H34O3
334
14.07
4,64 3-(2-Methoxy-4methylphenyl)-8-methoxy1,4-naphthoquinone-2carboxylic acid
90 C20H16O6
352
14.12
0,3 Metil 13-dokosanoat (Metil Erukat)
62 C23H44O2
352
91 C19H38O4
330
87 C17H28O2
292
14.16 15.08
2,83 Asam palmitat beta monogliserida 0,4 Metil 7,10,13-
80
heksadekatrienoat 15.18
0,15 3-heptadecen-5-yne
64 C17H30
234
15.23
0,2 Metil 15-tetracosenoat
96 C25H48O2
380
15.27
1 Metil 15-tetrakosenoat
98 C25H48O2
380
15.39
0,24 Metil tetrakosanoat
98 C25H50O2
382
16.17
0,04 Gliseril monooleat
53 C21H40O4
356
16.12
0,12 Squalen
94 C30H50
410
70 C27H44
368
99 C27H46O
386
17.11 19.53
0,2 Cholesta-5-en-3-ol beta propanoat 0,95 Lanosterol
81
82 B. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Reaksi Hidrolisis Enzimatik Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Suhu (pH 7 dan suhu 45oC)
Gambar 23. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC
82
Tabel 26. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 7suhu 45oC Rate Time
% area
Nama Komponen
Qual
RM
BM
7.45
0,27 Dodekana
53 C12H26
170
7.65
0,13 Metil laurat (metil dodekanoat)
97 C13H26O2
214
8.45
0,08 Metil tridekanoat
95 C14H28O2
228
8.93
0,05 Metil tridekanoat
95 C14H28O2
228
9.01
0,29 Heptadekana
99 C17H36
240
9.07
0,54 Heptadekana
99 C17H36
240
9.13
0,08 Metil tetradekanoat (metil miristat)
98 C15H30O2
242
9.22
9,09 Metil tetradekanoat (metil miristat)
98 C15H30O2
242
9.48
1,07 Asam n-tetradekanoat
98 C14H28O2
228
9.58
0,07 Asam n-tetradekanoat
98 C14H28O2
228
9.67
0,17 Metil 9-metil tetradekanoat
95 C16H32O2
256
9.73
0,06 Metil tetradekanoat (metil miristat)
60 C15H30O2
242
9.93
0,54 Metil pentadekanoat
98 C16H32O2
256
10.39
0,25 Metil 6,9,12,15 Heksadekatetraenoat
90 C17H26O2
262
10.43
0,39 Metil Heksadekatrienoat
99 C17H28O2
264
10.52
16,2 Metil-9-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2
268
10.64
9,1 Metil-9-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2
268
10.69
0,1 Metil palmitat
80 C17H34O2
270
10.77
2,09 Asam 11-heksadecenoat
93 C16H30O2
254
10.89
4,16 Asam n-heksadekanoat
99 C16H32O2
256
11.00
0,85 7-metil-Metil 6 heksadecenoat
94 C18H34O2
282
11.03
0,52 15-metil-Metil 11heksadecenoat
89 C18H34O2
282
11.14
0,48 15-metil-Metil 11heksadecenoat
90 C18H34O2
282
11.27
0,64 Metil heptadekanoat
97 C18H36O2
284
83
11.44
0,16 Asam n-heksadekanoat
80 C16H32O2
256
11.52
0,13 Asam n-heksadekanoat
90 C16H32O2
256
11.57
0,34 Asam 9,12-oktadekadienoat (Asam linoleat)
45 C18H32O2
280
11.65
0,23 16-Metil-metil heptadekanoat
89 C19H38O2
298
11.70
0,33 1,4,8-Dodekatriena
96 C12H18
162
11.74
2,08 metil 10,13-Oktadekadienoat
99 C19H34O2
294
11.78
7,24 Metil 9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.81
4,48 Metil 9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.84
0,56 Metil 10,13-oktadekadienoat
99 C19H34O2
294
11.91
1,81 metil oktadekanoat
99 C19H38O2
298
11.96
0,14 Asam-9-oktadecenoat (asam oleat)
62 C18H34O2
282
12.01
0,58 Asam-9-oktadecenoat
99 C18H34O2
282
12.03
0,72 Asam-9-oktadecenoat
99 C18H34O2
282
12.13
0,93 Asam oktadekanoat (asam Stearat)
98 C18H36O2
284
12.51
0,09 Metil nonodekanoat
78 C20H40O2
312
12.67
0,21 Asam oktadekanadionat
27 C18H34O4
314
12.76
1,25 Metil 5,8,11,14 eikosatetranoat
94 C21H34O2
318
12.81
7,05 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
95 C21H32O2
316
12.89
0,54 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
70 C21H32O2
316
12.96
3,44 Metil-11-eikosenoat
99 C21H40O2
324
12.99
1,61 Metil-11-eikosenoat
95 C21H40O2
324
13.07
2,29 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
58 C21H32O2
316
13.38
0,49 Metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
58 C21H32O2
316
13.79
0,23 9-Oktadecenal
51 C18H34O
266
13.84
0,56 Metil-4,7,10,13,16,19docosahexaenoat
49 C23H34O2
342
13.92
1,78 Metil-4,7,10,13,16,19docosahexaenoat
46 C23H34O2
342
84
14.00
0,31 3-Heptadecen-5-yne
86 C17H30
234
14.05
5,09 Metil 13-dokosenoat
80 C23H44O2
352
68 C19H38O4
330
14.13
2 Beta-palmitoleyl-gliserol
14.35
0,28 1,2 benzedikarbocilic acid ester
64 C24H38O4
390
14.61
0,22 Metil-4,7,10,13,16,19Docosahexaenoiat
62 C23H34O2
342
14.91
0,3 Metil-4,7,10,13,16,19docosahexaenoiat
84 C23H34O2
342
15.06
0,33 Metil-4,7,10,13,16,19Docosahexaenoiat
46 C23H34O2
342
15.21
0,16 Metil 15-tetrakosanoat
50 C25H48O2
380
15.24
0,7 Metil 15-tetrakosanoat
99 C25H48O2
380
15.82
0,1 3-Tetradecen-5-yne
46 C14H24
192
16.09
0,10 3-Tetradecen-5-yne
35 C14H24
192
16.15
0,28 Squalene
70 C30H50
410
16.22
0,17 Cis-4-ethoxy-b-methyl-bnitrostyrena
41 C11H13NO3
207
16.50
0,22 7,10,13 oktadekatrien-1-ol
46 C18H32O
264
16.77
0,27 Heptakosa 5-9-diena
25 C27H52
376
17.08
0,35 Cholesta-3,5-diene
99 C27H44
368
17.77
0,13 Trans-2-Ethoxy-b-methyl-bnitrostirena
38 C11H13NO3
207
99 C27H46O
386
19.49
2,5 Lanosterol
85
86 C. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Suhu (suhu 25oC dan pH 5)
Gambar 24. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC
86
Tabel 27. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5suhu 25oC Rate Time
% Area
Nama Komponen
Qual
Rumus Mokekul
Bobot Molekul
7.46
0,16 Pentadekana
98 C15H32
212
7.67
0,08 Metil dodekanoat
97 C13H26O2
214
8.47
0,05 Metil tridekanoat
98 C14H28O2
228
8.95
0,03 Metil tetradekanoat
70 C15H30O2
242
9.03
0,18 Oktadekana
91 C18H38
254
9.08
0,33 2,6,10,14, tetrametil pentadekana
99 C19H40
268
9.15
0,05 Metil 9-heksadecenoat
70 C17H32O2
268
9.26
6,28 Metil tetradekanoat (Metil miristat)
97 C15H30O2
242
9.58
3,56 Metil tetradekanoat (Metil miristat)
98 C15H30O2
242
9.68
0,19 13-metil-metil tetradekanoat
95 C16H32O2
256
9.72
0,05 Asam tetradekanoat (asam miristat)
96 C14H28O2
228
9.75
0,12 12 metil-asam tetradekanoat
64 C16H32O2
256
9.84
0,1 12 metil-asam tetradekanoat
97 C16H32O2
256
9.95
0,58 Metil pentadekanoat
98 C16H32O2
256
10.23
0,26 Asam pentadekanoat
98 C15H30O2
242
10.35
0,05 Asam pentadekanoat
95 C15H30O2
242
10.39
0,12 14-metil-metil pentadekanoat
90 C17H34O2
270
10.45
0,11 Metil Heksadekatrienoat
98 C17H28O2
264
10.55
7,8 Metil 9-hekdadecenoat
99 C17H32O2
268
10.67
7,22 Metil heksadekanoat (metil palmitat)
99 C17H34O2
270
10.85
5,18 Asam 11-heksadecenoat
96 C16H30O2
254
11.00
7,78 Asam n-heksadekanoat
99 C16H32O2
256
11.06
0,65 Asam n-heksadekanoat
95 C16H32O2
256
11.12
0,31 Asam n-heksadekanoat
95 C16H32O2
256
11.17
0,52 Asam n-heksadekanoat
92 C16H32O2
256
11.30
0,94 Metil heptadekanoat
98 C18H36O2
284
87
11.46
0,49 Asam n-heksadekanoat
90 C16H32O2
256
11.55
0,33 Metil heptadekanoat
96 C18H36O2
284
11.59
0,48 11,13-heksadekadoen-1-olacetat
42 C18H32O2
280
11.67
0,26 Asam n-heptadekanoat
62 C17H34O2
270
11.72
0,24 Asam n-heptadekanoat
70 C17H34O2
270
11.77
1,06 Asam 9,12-oktadekadienoat
99 C19H34O2
294
11.81
3,06 Metil-9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.84
1,96 Metil-9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.86
0,41 Metil-6-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.93
1,9 Metil oktadekanoat
99 C19H38O2
298
12.09
4,89 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2
282
12.20
3,25 Asam oktadekanoat (asam stearat)
98 C18H36O2
284
12.53
0,41 Asam oktadekanoat (asam stearat)
93 C18H36O2
284
12.59
0,58 Asam oktadekanoat (asam stearat)
87 C18H36O2
284
12.69
0,51 Asam oktadekanoat (asam stearat)
48 C18H36O2
284
12.78
0,54 Metil 5,8,11,14eikosapentanoat
99 C21H34O2
318
12.83
2,14 Metil 5,8,11,14eikosapentanoat
99 C21H34O2
318
12.99
2,09 Metil-11-eikosenoat
99 C21H40O2
324
13.03
1,33 beta-monotetradecanoilgliserol
83 C17H34O4
302
13.13
4,51 Metil 5,8,11,14eikosapentanoat
93 C21H34O2
318
12.23
3,04 Metil 5,8,11,14eikosapentanoat
64 C21H34O2
318
13.67
0,6 Metil heneikosanoat
43 C22H44O2
340
13.82
0,6 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
80 C23H34O2
342
13.87
0,75 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
53 C23H34O2
342
88
13.94
0,52 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
95 C23H34O2
342
13.96
0,57 5-metil-1H-indole
38 C9H9N
131
14.08
3,94 Metil-13-dokosenoat
35 C23H44O2
352
14.18
3,17 2-monopalmitoyl-gliserol
96 C19H38O4
330
14.31
1,62 2-monopalmitoyl-gliserol
84 C19H38O4
330
14.38
2,17 2-monopalmitoyl-gliserol
59 C19H38O4
330
14.64
0,79 9-oktadecenal
83 C18H34O
266
14.95
0,81 9,12,15-oktadekatrien-1-ol
46 C18H32O
264
15.09
0,85 9,12,15-oktadekatrien-1-ol
95 C18H32O
264
15.27
1,32 9-oktadecenal
84 C18H34O
366
15.41
1,14 Metil tetrakosanoat
53 C25H50O2
382
15.85
0,34 2-Monooleoylglycerol
53 C21H40O4
356
16.13
0,31 4,5-Diphenylocta-1,7-diene
38 C20H22
262
16.26
0,25 Glycerol 1-monooleate
38 C21H40O4
356
16.56
0,45 Glycerol 1-monooleate
74 C21H40O4
356
16.60
0,42 Glycerol 1-monooleate
72 C21H40O4
356
16.81
0,49 9-oktadecenal
47 C18H34O
366
17.13
0,38 Cholestadiena
96 C27H44
368
17.82
0,08 6-etil-1,2,3,4,tetrahidronaftalena
38 C12H16
160
18.43
0,08 3-tetradecen-5yne
53 C14H24
192
19.57
1,78 Lanosterol
99 C27H46O
386
43 C28H46O
398
21.05
0,1 Ergosta-5,24-dien-3-ol(3 beta)
89
90 D. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Perlakuan pH (pH 5 suhu 45oC)
Gambar 25. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 45oC
90
Tabel 28. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5suhu 45oC Rate Time
% Area
Nama Komponen
Qual
Rumus Molekul
Bobot Molekul
7.47
0,21 Pentadekana
97 C15H32
212
7.68
0,05 Metil Dodekanoat
97 C13H26O2
214
9.03
0,22 Heptadekana
98 C17H36
240
99 C19H40
268
9.08
0,4 2,6,10,14-tetrametil Pentadecana
9.24
3,44 Metil tetradekanoat (Asam Miristat)
98 C15H30O2
242
9.59
7,18 Asam tetradekanoat (asam Miristat)
98 C14H28O2
228
9.69
0,17 Asam tetradekanoat
96 C14H28O2
228
9.72
0,11 Asam tetradekanoat
96 C14H28O2
228
9.75
0,2 Asam tetradekanoat
95 C14H28O2
228
9.95
0,23 Metil 9-metil tetradekanoat
95 C16H32O2
256
10.22
0,32 Asam pentadekanoat
97 C15H30O2
242
10.46
0,05 Metil heksadekatrienoat
83 C17H28O2
264
10.53
3,72 Metil 9-heksadecenoat
99 C17H32O2
268
10.58
0,05 Metil 9-heksadecenoat
99 C17H32O2
268
10.65
3,22 Metil heksadekanoat
99 C17H34O2
270
10.86
9,43 Asam 11-heksadecenoat
96 C16H30O2
254
10.99
13,99 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
99 C16H32O2
256
11.17
1,13 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
98 C16H32O2
256
11.30
1,41 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
84 C16H32O2
256
11.46
0,72 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
86 C16H32O2
256
11.56
0,44 Asam heptadekanoat
95 C17H34O2
270
11.60
0,57 Asam heptadekanoat
95 C17H34O2
270
11.76
0,81 Metil 9,12-oktadedienoat
99 C19H34O2
294
11.80
1,25 Metil 9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
11.82
0,83 Metil 9-oktadecenoat
99 C19H36O2
296
91
11.93
0,84 metil oktadekanoat
99 C19H38O2
298
12.09
7,38 Metil 9-oktadecenoat
99 C19H38O2
298
12.20
5,63 Asam oktadekanoat (asam stearat)
98 C18H36O2
284
12.59
0,69 Asam oktadekanoat (asam stearat)
92 C18H36O2
284
12.69
0,7 Asam 9-oktadecenoat (asam Oleat)
62 C18H34O2
282
12.78
0,4 Asam 9-oktadecenoat (asam Oleat)
59 C18H34O2
282
12.83
1,85 metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
93 C21H32O2
316
12.96
1,41 gliserol tetradekanoat
46 C17H34O4
302
13.03
1,43 gliserol tetradekanoat
95 C17H34O4
302
13.12
4,06 metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
81 C21H32O2
316
13.23
3,71 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
80 C12H180
178
13.40
1,54 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
70 C12H180
178
13.70
0,57 asam 9-oktadecenoat
62 C18H34O2
282
13.83
0,77 asam 9-oktadecenoat
56 C18H34O2
282
13.91
0,23 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
64 C12H180
178
13.96
1,31 2-etil-2 metil etil tridekanoat
42 C18H36O2
284
14.00
0,4 9-oktadecenal
43 C18H340
266
14.08
3,32 9-oktadecenal
70 C18H340
266
14.18
3,91 2-monopalmitoyl gliserol
52 C19H38O4
330
14.31
1,59 2-monopalmitoyl gliserol
55 C19H38O4
330
14.64
0,81 metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
89 C21H32O2
316
14.95
0,42 metil 5,8,11,14,17eikosapentanoat
46 C21H32O2
316
14.98
0,3 2-Monooleoylgliserol
41 C21H40O4
356
15.11
0,78 2-Monooleoylgliserol
15 C21H40O4
356
15.28
0,78 2-Monooleoylgliserol
60 C21H40O4
356
92
15.86
0,06 2-Monooleoylgliserol
44 C21H40O4
356
16.19
0,23 Squalene
94 C30H50
410
16.27
0,07 2-Monooleoylgliserol
42 C21H40O4
356
16.61
0,13 Gliserol -alpha.-monooleat
55 C21H40O4
356
17.14
0,1 Cholestadiena
98 C27H44
368
18.83
0,1 trimiristin
45 C45H86O6
723
19.06
0,09 trimiristin
55 C45H86O6
723
19.58
2,17 Lanosterol
99 C27H46O
386
21.43
0,01 1,4-Dihydroxy-5-
C14H7NO6
285
nitroanthraquinone 21.55
0,03 9-Formyl-7-methoxy-1,2dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole5,8-dione
50 C16H15NO4
285
21.65
0,05 9-Formyl-7-methoxy-1,2dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole5,8-dione
47 C16H15NO4
285
21.68
0,02 9-Formyl-7-methoxy-1,2dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole5,8-dione
50 C16H15NO4
285
21.71
0 9-Formyl-7-methoxy-1,2dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole5,8-dione
53 C16H15NO4
285
28.38
0,73 Tetradecanoic acid, 2-hydroxy1,3propanediyl ester
50 C31H60O5
512
93
Lampiran 8. Penentuan degree of hydrolysis (dh) atau tingkat hidrolisis Tingkat hidrolisis ditentukan dengan pengukuran bilangan asam dari minyak yang tidak dihidrolisis dengan minyak yang dihidrolisis pada beberapa waktu yang berbeda. Bilangan penyabunan ditentukan berdasarkan American Oil Chemist Society Methode dengan blanko adalah minyak tanpa enzim pada setiap perlakuan. Tingkat hidrolisis ditentukan berdasarkan persamaan di bawah % !! "
#$%#$ #!#& ! #' ' !! ( ) #$%#$ #!#& !) *& ' !! #$%#$ $+#)*$#$ ( ) #$%#$ #!#& ! #' ' !!
94
Lampiran 9. Mekanisme kerja GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) Sampel yang telah diinject akan diubah menjadi gas di dalam GC. Gas tersebut akan masuk ke FID (Film Ionisation Detector). FID berada di dalam MS. Di dalam FID ini gas akan difragmentasi berdasarkan bobot molekulnya. Fragmentasi adalah proses pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya. Fragmentasi dari FID terlihat seperti Gambar 26. Abundance Scan 1035 (9.009 m in): H1 PH 7 AIR.D 57
40000
35000 71
30000
25000
85
20000
15000
10000 99 5000
113 127
141
155
169
183
0 60
80
100
120
140
160
180
196
240
207
200
281 220
240
260
280
m /z-->
Gambar 26. Fragmentasi pada mass spectrometry Hasil fragmentasi tersebut akan dicocokkan dengan database yang ada dan akan dimunculkan sebagai Chromatogram pada layar. Gambar Chromatogram dapat dilihat pada Gambar 27. A bundance
TIC :H 1P H7A IR .D
4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
Tim e-->
Gambar 27. Chromatogram
95
19.00