PENGARUH EMOTIONAL, SPIRITUAL DAN SOCIAL INTELLIGENCES PADA INDEKS PRESTASI KUMULATIF (IPK) MAHASISWA AKUNTANSI (Studi pada Mahasiswa Tingkat Akhir di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya) Oleh: Yustiandika Halid Dosen Pembimbing: Yeney W. Prihatiningtias, SE., MSA., Ak., DBA. ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Emotional, Spiritual dan Social Intelligences secara parsial dan simultan terhadap Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa akuntansi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan hipotetis deduktif. Sampel dari penelitian ini berjumlah 130 yang diambil dari mahasiswa tingkat akhir (angkatan 2010) Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah Emotional, Spiritual dan Social Intelligences secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi. Hal ini disebabkan karena intelligence intelligence bukan menjadi faktor tunggal yang berpengaruh terhadap kesuksesan mahasiswa dalam memperoleh prestasi pada bidang akademik dan non-akdemik yang baik, tetapi terdapat beberapa faktor lainnya termasuk emotional, spiritual, dan social intelligences. Dengan adanya emotional intelligence, maka mahasiswa tersebut secara tidak langsung bisa mengendalikan diri, menyelesaikan segala sesuatu sesuai rencana dan mampu memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik. Selain itu, Mahasiswa Akuntansi yang memiliki spiritual intelligence diharapkan akan memiliki visi dan misi yang jelas sehingga tidak akan menunda pekerjaannya. Di samping itu, social intelligence juga memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik yang diraih. Hal ini disebabkan karena seseorang yang memiliki social intelligence yang tinggi akan merasa nyaman walaupun berada di antara orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, baik dalam usia serta kebudayaan. Oleh karena itu, seseorang diharapkan akan mampu dengan mudah beradaptasi dengan lingkungannya sehingga akan mampu mengeluarkan potensi secara maksimal dalam hal mencapai prestasi akademik yang baik Kata Kunci: Emotional Intelligence, Social Intelligence, Spiritual Intelligence, Indeks Prestasi Kumulatif, Mahasiswa Akuntansi
1. PENGANTAR Era globalisasi saat ini mengakibatkan persaingan di dunia kerja semakin tinggi dan sangat menuntut profesionalisme dari masing-masing individu dalam bekerja. Seseorang dinilai tidak hanya berdasarkan kepandaian serta pengalamannya saja, melainkan juga berdasarkan pada seberapa baik ia mengelola diri sendiri dan mengelola hubungan dengan orang lain. Berkaitan dengan hal ini, mayoritas dari perguruan tinggi saat ini saling berlomba untuk menghasilkan lulusan dengan indeks prestasi akademik yang tinggi, karena dianggap sebagai acuan keberhasilan bagi perguruan tinggi maupun peserta didiknya. Perguruan tinggi selama ini
berkonsentrasi pada peningkatan kemampuan intelegensia peserta
didiknya dengan berbagai cara dan kurikulum. Namun di lain sisi, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, persaingan dalam dunia kerja semakin tinggi dan sangat menuntut profesionalisme dari masing–masing individu yang hendak melangkah ke dalam dunia kerja. Hal ini menyebabkan perusahaan memiliki tuntutan yang lebih tinggi atas lulusan yang telah disiapkan oleh perguruan tinggi. Perusahaan membutuhkan lulusan yang dinilai tidak hanya berdasarkan tingkat kepandaian, atau berdasarkan pelatihan dan pengalaman, tetapi juga berdasarkan seberapa baik mereka mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain. Seperti halnya McClelland (1997 dalam Goleman 2000) yang mengatakan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang pada saat sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapai dalam hidupnya. Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif, mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja. Goleman berusaha merubah pandangan tentang IQ yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh intelektualitas belaka. Peran IQ dalam dunia kerja ternyata hanya menempati
1
posisi kedua setelah kecerdasaan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial dalam menentukan peraihan prestasi puncak. De Mong, Lidgrenn dan Perry (1994 dalam Bulo 2002) mengidentifikasi salah satu keluaran dari proses pengajaran akuntansi dalam kemampuan intelektual yang terdiri dari keterampilan teknis, dasar akuntansi dan kapasitas untuk berpikir kritis. Selain ini juga kemampuan komunikasi organisasional, interpersonal, dan sikap. Oleh karena itu, akuntan harus memiliki kompetensi ini, sehingga perguruan tinggi khususnya pada jurusan akuntansi bertanggung jawab mengembangkan keterampilan .mahasiswanya untuk memiliki tidak hanya kemampuan dan pengetahuan di bidang akuntansi saja melainkan juga mengembangkan kemampuan lain yang diperlukan untuk berkarier di lingkungan yang selalu berubah dan ketat persaingannya. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah integrasi antara kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial. Dengan demikian, akuntan akan mampu memiliki kecerdasan intelektual yang didukung oleh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial sehingga diharapkan bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja dan bisnisnya dengan lebih baik
1. RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Emotional, Spiritual, dan Social Intelligences dan Indeks Prestasi Kumulatif
mahasiswa akuntansi Menurut penelitian Yulianto (2009). Pengembangan kecerdasan hati, emosi, kemampuan beradaptasi, serta berinteraksi sangat diperlukan yang diharapkan nantinya dengan adanya kemampuan ini akan bisa meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. Selain itu, dalam penelitian Dwijayanti (2009) dikatakan bahwa dalam sebuah kesuksesan tidak hanya diperlukan sebuah kecerdasan intelektual yang baik melainkan kecerdasan intelektual yang 2
didukung dengan kecerdasan emosional,
Oleh karena itu, akuntan harus memiliki
kompetensi ini, sehingga perguruan tinggi khususnya pada jurusan akuntansi bertanggung jawab mengembangkan keterampilan mahasiswanya untuk memiliki tidak hanya kemampuan dan pengetahuan di bidang akuntansi saja melainkan juga mengembangkan kemampuan lain yang diperlukan untuk berkarier di lingkungan yang selalu berubah dan ketat persaingannya. kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial. Maka dari uraian di atas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H1: Emotional, Spiritual, dan Social Intelligences berpengaruh secara bersama-sama positif pada Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa akuntansi. 2.2 Emotional Intelligence dan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi Emotional Intelligence adalah kemampuan dalam memahami emosi, mengelola emosi dan kemampuan untuk mengatur emosi untuk meningkatkan pertumbuhan emosional dan intelektual. Neil dan De Villiers (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecerdasan emosional dengan prestasi kerja karena terdapat korelasi yang kuat. Strickland (2000) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi dapat meningkatkan kontribusi terhadap peningkatan laba dengan motivasi dan kerjasama yang baik. Selain itu, Hooper & Potter (2000) juga berpendapat bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kepemimpinan karena para pemimpin efektif di abad 21 rata-rata memiliki kecerdasan emosional yang baik. Mikolajczak, et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki sebuah hubungan yang menarik dengan psikometri manusia. Setiawan dan Sulistyawati (2011) juga menyatakan bahwa selain aspek kognisi, aspek non kognisi juga. Selain itu, dalam penelitian Sari (2008) ditemukan bahwa dengan adanya kecerdasan emosional, maka mahasiswa tersebut secara tidak langsung bisa mengendalikan diri, menyelesaikan segala sesuatu sesuai rencana dengan memikirkan apa yang diinginkan sebelum bertindak sehingga dapat menghadapi persaingan yang ketat tanpa
3
mengurangi rasa semangat dan mempengaruhi tingkat pemahaman akuntansi berpengaruh kepada mahasiswa terkait pemahaman akuntansinya. Maka dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Emotional Intelligence
berpengaruh positif pada Indeks Prestasi Kumulatif
mahasiswa akuntansi.
2.3 Struktur Kepemilikan Saham dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Penyebab utama konflik antara pemegang saham pengendali dan investor luar (pemegang saham minoritas) di negara-negara Asia, termasuk Indonesia adalah bahwa pemegang saham pengendali dan keluarganya sering memeliki saham yang relatif besar dan sekaligus juga mempunyai hak kendali penuh yang melibihi wewenangnya (Fan & Wong, 2002). Efek dari keadaan ini adalah bahwa hak kontrol tersebut akan memfasilitasi pemegang saham kendali untuk mengekspropriasi pemegang saham bukan pengendali. Selanjutnya, para manajer akan berusaha menyembunyikan tindakan ekspropriasinya dengan cara melakukan manajemen laba (Yeh & Woidtke, 2005). Hal ini dapat terjadi dikarenakan bahwa hak kendali menfasilitasi pemegang saham pengendali dengan kuat untuk mengendalikan proses penyusunan laporan keuangan. Laporan keuangan yang mengandung tindakan manajemen laba akan berkualitas lebih rendah dibandingkan dengan laporan keuangan tanpa adanya tindakan manajemen laba. Selanjutnya, laporan keuangan yang mengandung unsur manajemen laba akan menurunkan derajat relevansi nilainya (Gul, Leung, & Srinidhi, 2000, 2003; Habib, 2004; Marquardt & Wiedman, 2004; Whelan & McNamara, 2004) Salah satu upaya untuk mengawasi dan membatasi tindakan ekspropriasi maupun manajemen laba oleh para manajer yang dapat merugikan pemegang saham bukan pengendali (minoritas) adalah dengan memperbesar kepemilikan saham oleh institusi, baik oleh institusi domestik maupun asing. Hal ini dikarenakan investor institusional adalah investor yang cakap 4
dan memiliki kemampuan monitoring yang lebih kuat daripada investor individu. Selain itu, investor institusional mempunyai teknologi yang canggih dan sumber daya manusia yang profesional (Khanna & Palepu, 1999). Investor institusional akan memonitor perusahaannya berdasarkan pada kondisi perekonomian secara global. Selanjutnya, Khanna & Palepu (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institutional akan meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan kepemilikan institutional bertindak sebagai alat monitoring perusahaan yang optimal dan digunakan untuk mencegah tindakan ekspropriasi dan manajemen laba oleh para manajer yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri.
H2: Relevansi nilai atas laba dan nilai buku untuk perusahaan dengan kepemilikan saham institusional yang besar adalah lebih tinggi daripada perusahaan dengan struktur kepemilikan saham institusional yang kecil.
2.4 Spiritual Intelligence dan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi Menurut Yulianto (2009) dengan adanya kecerdasan spiritual maka diharapkan individu akan mampu untuk memotivasi dirinya untuk lebih baik lagi. Selain itu, penelitan Dwijayanti (2009) memberikan hasil empiris bahwa mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual akan memiliki visi dan misi yang jelas sehingga tidak akan menunda pekerjaannya. Maka dari uraian di atas dapat dibuat hipotesis sebagai beriku t: H3: Spiritual Intelligence berpengaruh positif pada Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa akuntansi.
2.5 Social Intelligence dan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi Social Intelligence adalah kemampuan individu untuk memahami dan mengelola hubungan dengan orang lain sehingga terciptanya interaksi social adaptif (Thorndike, 1920). Oleh karena itu, mahasiswa akuntansi juga perlu memiliki kecerdasan sosial sehingga mereka
5
mampu berkomunikasi dan membangun sebuah relasi dengan orang lain. Dalam penelitian Dwijayanti (2009) dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi akan merasa nyaman walaupun berada di antara orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, baik dalam usia serta kebudayaan. Oleh karena itu, seseorang diharapkan akan mampu dengan mudah beradaptasi dengan lingkungannya sehingga akan mampu mengeluarkan potensi secara maksimal dalam hal mencapai prestasi akademik yang baik. Maka dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Social Intelligence berpengaruh positif pada Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa akuntansi.
3 DESAIN PENELITIAN 3.1 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Cara pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik non probability sampling, dengan teknik penentuan berupa purposive sampling. Non probabilty sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011). Purposive sampling adalah tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan atau syarat tertentu (Sugioyono, 2011). Untuk syarat purposive sampling yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang angkatan 2010 (semester 7). 2. Telah menempuh minimal 110 SKS dan telah menempuh mata kuliah pokok akuntansi yaitu Pengantar Akuntansi, Pengantar Akuntansi II, Akuntansi Keuangan I, Akuntansi Keuangan II, dan Akuntansi Lanjutan. Berdasarkan hal ini, responden
6
diasumsikan telah mengerti dasar-dasar akuntansi dan talah mendapatkan manfaat penuh atas pengajaran akuntansi. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
Dimana: n : jumlah sampel N : jumlah populasi e : batas toleransi kesalahan (error tolerance) Sumber: Riduwan, 2005:65 Dalam menentukan jumlah sampel yang akan dipilih, peneliti menggunakan tingkat kesalahan sebesar 5% karena dalam setiap penelitian tidak mungkin mendapat hasil yang sempurna.
Jumlah
populasi
yang
akan
digunakan
adalah
192
mahasiswa
(www.siskafeb.ub.ac.id). Berdasarkan hal ini maka jumlah sampelnya adalah: n=
= 129,7 atau 130 orang Jadi jumlah sampel adalah sebanyak 130 orang.
3.2 Pengumpulan Data Data primer merupakan data utama yang digunakan dalam penelitian yang didapatkan dari tangan pertama oleh peneliti atau sumber utama yang didapatkan secara langsung oleh peneliti dari sebuah fenomena atau kejadian (Sekaran, 2010). Data primer pada penelitian ini adalah data yang didapatkan dari kuesioner yang disebarkan kepada partisipan. Kuesioner
7
menggunakan Skala Likert yang menggunakan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). .
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional variabel merupakan penentuan variabel sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Berdasarkan model analisis, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel Independen (X)
a.
Emotional Intelligence (X1) emotional Intelligence adalah kemampuan memahami diri sendiri (self awareness) dan
perasaan orang lain (emphaty), mengelola emosi (self regulation) serta memotivasi diri sendiri (Motivation) dan berhubungan dengan orang lain (social skills) dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel emotional intelligence adalah dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Trisnawati dan Suryaningrum (2003), yang dikembangkan dalam 5 komponen yaitu: 1) Pengenalan Diri (Self Awareness) Instrumen yang digunakan dalam pengenalan diri berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu memahami dirinya sendiri. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 2) Pengendalian Diri (Self Regulation) Instrumen yang digunakan dalam pengendalian diri berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu serta cerdas dalam menggunakan emosinya. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai.
8
3) Motivasi (Motivation) Instrumen yang digunakan dalam motivasi berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu mendorong dirinya sendiri sehingga timbulnya suatu perilaku. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 4) Empati (Emphaty) Instrumen yang digunakan dalam empati berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu memahami perasaan, perilaku dan pikiran orang lain. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 5) Keterampilan Sosial (Social Skills) Instrumen yang digunakan dalam keteramplan sosial berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu melakukan interaksi dengan orang lain. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. b.
Spiritual Intelligence (X2) spiritual Intelligence adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya dengan menunjukan perilaku yang berbudi luhur, bermoral dan bijaksana serta memahami nilai yang terkandung dari setiap perbuatan yang dilakukannya. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel spiritual intelligence adalah dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Dwijayanti (2009), yang dikembangkan dalam 9 komponen yaitu: 1) Bersikap Fleksibel Instrumen yang digunakan dalam bersikap fleksibel berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu menempatkan diri dan dapat menerima
9
pendapat orang lain secara terbuka. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 2) Kesadaran Diri Instrumen yang digunakan dalam kesadaran diri berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu dalam mengkritisi dan mengetahui tujuan dan visi hidup. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 3) Memanfaatkan Penderitaan Instrumen yang digunakan dalam memanfaatkan penderitaan berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu dalam tetap tersenyum dan bersikap tenang serta berdoa. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 4) Bersikap Ikhlas Instrumen yang digunakan dalam bersikap ikhlas berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk mengahadapi dan melampaui rasa sakit serta bersikap pemaaf. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 5) Memiliki Visi Instrumen yang digunakan dalam memiliki visi berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk memiliki kualitas hidup yang baik serta memiliki prinsip dan pegangan hidup yang berpijak pada kebenaran. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 6) Tidak Menyebabkan Kerugian Instrumen yang digunakan dalam tidak menyebabkan kerugian berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk tidak menunda pekerjaan dan
10
berfikir sebelum bertindak. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 7) Berpandangan Holistik Instrumen yang digunakan dalam berpandangan holistik berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal, mampu berfikir logis dan berperilaku sesuai norma yang ada. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 8) Sumber Inspirasi Instrumen yang digunakan dalam sumber inspirasi berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dan memiliki gagasan-gagasan yang segar. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 9) Bidang Mandiri Instrumen yang digunakan dalam bidang mandiri berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk bekerja melawan konvensi, seperti mau memberi dan tidak mau menerima. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. c.
Social Intelligence (X3) social Intelligence adalah kemampuan individu untuk memahami perasaan, perilaku
dan pikiran orang lain untuk menjalin hubungan dan berinteraksi sosial dengan orang lain. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel social intelligence adalah dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Trisnawati dan Suryaningrum (2003), yang dikembangkan dalam 2 komponen yaitu: 1) Kesadaran Sosial
11
Instrumen yang digunakan dalam kesadaran sosial berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk mengetahui perasaan diri sendiri tentang orang lain. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 2) Fasilitas Sosial Instrumen yang digunakan dalam fasilitas sosial berupa kuesioner yang meliputi tentang bagaimana responden mampu untuk merasa bagaimana orang lain merasa atau mengetahui apa yang mereka pikirkan atau niati. Instrumen ini menggunakan empat skala likert dari sangat tidak sesuai sampai dengan sangat sesuai. 2.
Variabel Dependen (Y) Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Prestasi
Kumulatif Mahasiswa Akuntansi. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan ukuran kemampuan mahasiswa sampai periode tertentu yang dihitung berdasarkan jumlah SKS (Satuan Kredit Semester) tiap matakuliah yang ditempuh. IPK dapat diperoleh dengan adanya kerjasama antara dosen dengan mahasiswa. Dosen akan memberikan nilai kepada mahasiswa sebelum kuliah dimulai pada awal semester. IPK diukur dari nilai IPK yang dicapai mahasiswa dalam satu semester.
3.4 Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini digunakan metode analisis regresi linier berganda yang menunjukkan hubungan (korelasi) antara kejadian yang satu dengan kejadian lainnya. Karena terdapat lebih dari dua variabel, maka hubungan linier dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berganda. Regresi berganda dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan dari suatu variabel independen terhadap variabel dependen (Gujarati, 1997).
12
Dalam pengolahan data, proses perhitungan regresi menggunakan bantuan program SPSS 13. Persamaan yang diperoleh dalam analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
0
1
1
2
2
3
3
e
Dimana: Y
= Tingkat Pemahaman Akuntansi
1
2
3
0
i
e
= Emotional Intelligence = Spiritual Intelligence = Social Intelligence = Konstanta = Koefisien Regresi = Faktor Pengganggu di luar Model
3.10.1. Uji Statistik F (Secara Simultan) Menurut Imam Ghozali (2006) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji statistik F: 1.
Taraf signifikan α = 0,05
2.
Kriteria pengujian dimana Ha diterima apabila p value < α dan Ha ditolak apabila p
value > α. 3.10.2. Uji Statistik T (Secara Parsial) Menurut Imam Ghozali (2006) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen.
13
Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria: 1.
Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
2.
Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
3.10.3. Uji Koefisien Determinasi Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Nilai Koefisien Determinasi menggunakan Adjusted R Square, karena nilai tersebut berubah (naik/turun) jika variabel (X) benar-benar memiliki pengaruh terhadap variabel (Y).
4
HASIL ANALISIS DATA
4.3.3.1. Uji Simultan (Uji F) Pengujian hipotesis menggunakan uji-F yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat. Hasil dari perhitungan uji simultan (uji F) dapat dilihat pada Tabel 4.12 di bawah ini. Tabel 4.12 Output Uji Signifikansi Uji-F ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4.773 3.503 8.277
df 3 126 129
Mean Square 1.591 .028
F 57.225
a. Predictors: (Constant), Social Quotient, Emotional Quotient, Spritual Quotient b. Dependent Variable: Indeks Prestasi Komulatif
14
Sig. .000a
Berdasarkan tabel di atas, nilai signifikansi (Sig.) hasil penelitian adalah sebesar 0,000 sedangkan α (alpha) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05 sehingga signifikansi (Sig.) 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel emotional, spiritual dan social Intelligences secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Indeks Prestasi Kumulatif responden. 4.3.3.2. Uji Parsial (Uji t) Pengujian hipotesis menggunakan Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui pengaruh antara emotional, spiritual, dan social Intelligences pada Indeks Prestasi Kumulatif responden maka dilakukan Uji t, dimana T tabel = 2,0086 dan dijelaskan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.13 Hasil Pengujian Uji-T Coefficientsa
Model 1
(Constant) Emotional Quotient Spritual Quotient Social Quotient
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.580 .137 .013 .002 .009 .003 .012 .002
Standardized Coefficients Beta .341 .250 .362
t 11.562 5.111 3.709 4.989
Sig. .000 .000 .000 .000
Collinearity Statistics Tolerance VIF .975 .974 .964
1.033 1.035 1.057
a. Dependent Variable: Indeks Prestasi Komulatif
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, maka bisa dijelaskan sebagai berikut: 1.
Variabel emotional Intelligence (X1) mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000 dan α (alpha) yang digunakan sebesar 0,05 maka 0,000 < 0,05 (5,111 > 2,0086) sehingga H1 diterima dan Ho ditolak.
2.
Variabel spiritual Intelligence (X2) mempunyai signifikansi 0,000 dan α (alpha) yang digunakan sebesar 0,05 maka 0,000 < 0,05 (3,709 > 2,0086) sehingga H1 diterima dan Ho ditolak.
3.
Variabel social Intelligence (X3) mempunyai signifikansi 0,000 dan α (alpha) yang digunakan sebesar 0,05 maka 0,000 < 0,05 (4,989 > 2,0086) sehingga H1 diterima dan Ho ditolak. 15
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa masing-masing variabel bebas yaitu, emotional, spiritual, dan social Intelligences berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel terikat, yaitu Indeks Prestasi Kumulatif. 4.3.3.3. Uji Koefisien Diterminasi (R2) Nilai Koefisien Diterminasi (R2) adalah nilai yang menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun hasil perhitungannya dapat dijelaskan sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 4.14 Output Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model 1
R R Square .759a .577
Adjusted R Square .567
Std. Error of the Estimate .16675
DurbinWatson 1.094
a. Predictors: (Constant), Social Quotient, Emotional Quotient, Spritual Quotient b. Dependent Variable: Indeks Prestasi Komulatif
Nilai koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini mengunakan Adjusted R Square. Dari output di atas dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square menunjukkan nilai 56,7%, yang berarti bahwa R Square variable yang dipakai hanya mampu menjelaskan sebesar 56,7%. Sisanya sebesar 45,9% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti di dalam penelitian ini.
5. PENUTUP
Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara empiris mengenai hubungan Emotional, Spiritual, dan Social Intelligences, pada Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terkait hubungan antara Emotional, Spiritual, dan 16
Social Intelligences pada Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi pada Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Emotional, spiritual dan social Intelligences berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi. Hal ini sesuai dengan fenomena serta hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa intelligence Intelligence bukan satusatunya faktor yang mempengaruhi dalam memperoleh prestasi akademik, tetapi terdapat beberapa faktor lainnya termasuk emotional, spiritual dan social Intelligence sehingga diperlukan sebuah integrasi diantara semuanya untuk menghasilkan prestasi akademik yang baik. 2. Secara parsial emotional, spiritual dan social Intelligences berpengaruh positif pada Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Akuntansi. Dengan adanya emotional Intelligence, maka mahasiswa tersebut secara tidak langsung bisa mengendalikan diri, menyelesaikan segala sesuatu sesuai rencana dan mampu mengendalikan diri serta memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik. Selain itu, Mahasiswa akuntansi yang memiliki spiritual Intelligence diharapkan akan lebih mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam perkuliahannya khususnya dalam matakuliah akuntansi. Karena dengan adanya spiritual Intelligence, mahasiswa akan memiliki visi dan misi yang jelas sehingga tidak akan menunda pekerjaannya serta dapat menempatkan diri dan dapat menerima pendapat orang lain secara terbuka sehingga akan termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Di samping itu, social Intelligence juga memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik yang diraih. Hal ini disebabkan karena seseorang yang memiliki social Intelligence yang tinggi akan merasa nyaman walaupun berada di antara orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda, baik dalam usia serta kebudayaan. Oleh karena itu, seseorang diharapkan akan mampu dengan mudah beradaptasi dengan lingkungannya sehingga akan
17
mampu mengeluarkan potensi secara maksimal dalam hal mencapai prestasi akademik yang baik
DAFTAR PUSTAKA
Bar-On, R. 2000. Emotional and social intelligence: insights from the Emotional Quotient Inventory (EQ-i). In R.Bar-On, & J. D. A. Parker (Eds.), Handbook of emotional intelligence (pp. 363–388). San Francisco, CA: Jossey-Bass Bliss, S.E. 2000. The effect of emotional intelligence on a modern organizational leader’s ability to make effective decisions. Unpublished master’s thesis. Bellevue University. Nebraska. Bradberry, T. & Greaves, J. The Emotional Intellegence Quick Book. New York. Budhiyanto, S.J. & Nugroho, I.P. 2004. “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi”. Jurnal Ekonomi Bisnis. Vol. X, No.2, Hal.260-281. Bulo, William, E.L. 2002. Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional Mahasiswa. Skripsi. FE UGM. Bursuck, W.D. & Asher, S.R. 1980. The relationship between social competence and achievement in elementary school children. Journal of Clinical Psychology. (pp. 41-49 Buzan, T. 2004. The power of social intelligence: Sepuluh cara jadi orang yang pandai bergaul. Penerbit Gramedia. Jakarta. Cooper, R.K. & Sawaf, A. 1998. Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (Terjemahan T. Hermaya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cavallo, K. 2000. Emotional competence and leadership excellence at Johnson & Johnson: the emotional intelligence and leadership study. Emotional Intelligence in Individuals, Groups, and Organizations (pp. 27-44). San Francisco: Jossey-Bass. Colvin, R.E. 1999.Transformational leadership: A Prescription for Contemporary Organizations. Unpublished Article. De Mong, Lindgren, Jr, & Perry, S.E. 1994. Designing an assessment program for accounting. Issues in Accounting Education (Spring). Dent, E.B. Higgins, M.E. & Wharff, D.M. 2005. Spiritualy and Leadership: An empirical review of Definitions, Distinctions, and Embedded Assumption. The Leadership Quarterly. 16(5), (pp. 625-653). Drucker, P.F. 1996. The leader of the future: New visions, strategies and practices for the next era. San Francisco, CA: Jossey-Bass. (www. books.google.com/books?isbn=1583214097) 18
Dwijayanti, A.P. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional. Emmons, R.A. 1999. The Psychology of ultimate concern: Motivation and Spirituality in Personality. New York: Guilford Press. Emmons, R.A. 2000. Is Spirituality an Intelligence? Motivation, Cognition and The Psychology of Ultimate Concern. The International Journal for the Psychology of Religion. 10:27-34 Ford, M.E. & Tisak, M.S. 1983. A Further Search for Social Intelligence. Journal of Education Psychology, 75(2), (pp. 196-202). Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Goleman, D. 2000. WorkingWith Emotional Intelligence. (Terjemahan Alex Tri kantjono W.). Jakarta: PT Gramedia Puataka Utama. Goleman, D. 2003. Emotional Intelligence. (Terjemahan T Hermaya.). Jakarta: PT Gramedia Puataka Utama. Gryn, M. 2010. The Relationship Between The Emotional Intelligence and Job Performance of Call Centre Leaders. Dissertation. University of South Africa. Hartini, H.M., Dewi, R.S. & Seger, H. 2001. Peran Pola Permainan Sosial dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak. Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 2 No. 1 66-72. Hooper, A. & Potter, J. 2000. Intelligent leadership: creating a passion for change. London: Random House. Marlowe, H.A. 1986. Social Intelligence: Evidence for Multidimensionality and Construct Independence. Journal of General Education, 53(3-4), (pp. 311-334). Mayer, J.D., Caruso, D.R. & Saloney, P. 1999. Emotional Intellegence meets traditional standards for an intellegence. Journal of Emotional Intellegence, 27. (pp. 267-298). Mikolajczak, M., Luminet, O., Leroy, C. & Emmanuel, R. 2007. Psychometric properties of the Trait Emotional Intelligence Questionnaire: Factor structure, reliability, construct, and incremental validity in a French- speaking population. Journal of Personality Assessment, 88 (3), (pp. 338-353). Neil, H. & De Villiers, W.S. 2004. The relationship between emotional intelligence and job performance in a call centre environment. South African Journal of Industrial Psychology, 30 (3), (pp. 75- 81). Patton, P. Dr. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Jakarta.PT.Mitra Media Publisher.
19
Prakarsa, W. 1996. Transpormasi Pendidikan Akuntansi Menuju Globalisasi. Konvensi Nasional Akuntansi III. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta Rogers, J.L. 2003. Preparing Spiritual Leaders: One Teacher Takes on The Challange. About Campus. 8(5), (pp. 19-26) Salovey, P. & Mayer, J.D. 1990. Emotional intellegence. Imagination, Cognition and Personality, 9. (pp. 185-211). Santoso, S. 2002. Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Alex Media Komoutindo Sari, W.R. 2008. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Airlangga dan STIE Perbanas Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga. Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business, 4 Edition. New York: John Wiley & Sons Inc. diterjemahkan oleh Yon, K, W. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Setiawan, D. & Sulistyawati, I.A. 2011. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Jurnal Solusi. Vol. 10. Strickland, D. 2000. Emotional intelligence: The most potent factor in the success equation. JONA, 30 (3), (pp. 112-117) Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabet, Bandung Suprantiningrum. 2013. Pengaruh Kecerdasan Emosional Mahasiswa Akunyansi Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Semarang. Media Ekonomi dan Manajemen Vol. 27. Suryaningrum, S., Surcahyo, H. & Afifah, A. 2004. Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional. Simposium Nasional akuntansi VII. Thorndike, E.L., 1920. Intelligence and It’s Use. Harper’s Magazine. 140, (pp. 227-235). Tisdell, E.J. 2003. Exploring Spirituality and Culture in Adult and Highr Education. San Francisco:Jossey Bass. (www. books.google.com/books?isbn=0470590726) Trisnawati, E. & Suryaningrum, S. 2003. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Pemahaman Akuntansi. Prosiding SNA 6 . Surabaya. Weisinger, H. 2006 Emosional intelligence at work: Pemandu Pikiran dan Perilaku Anda Untuk Meraih Kesuksesan, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Welsh, M., Parke, R.D., Widaman, K. & O’Neil, R. 2001. Linkages between children’s social and academic competence: A longitudinal analysis. Journal of school Psychology. 39, 6, 464-481. Yulianto. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Pemahaman Akuntansi. Skripsi. Universitas Budi Luhur.
20
Zohar, D. & Marshall, I. 2001. SQ: Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence. London: Bloombury Publishing.
21