PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN THINK PHAIR SHARE (TPS) UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MATERI POKOK STRUKTUR JARINGAN TUMBUHAN Oleh:
Sri Widodo Guru SMP Negeri 7 Jember Abstract. The success of any learning can be influenced by the learning methods used by teachers. During this replicates the results are still unsatisfactory Science Biology. Low of motivation to learn because learning model that is applied for by the lecture method of teaching is centered on the teacher (teacher-oriented). Therefore, as application of the educational unit level curriculum, the researcher as a biology teacher action research in improving the implementation of learning by applying a model of studentcentered learning (student oriented). Applied learning model of cooperative approaches Think Pair Share (TPS), where this approach gives students the opportunity to work independently and in collaboration with others, to optimize student participation, and allow at least eight times as much for each student to recognize and show their participation to others. Classroom action research was conducted in two cycles, with phases of planning, implementation, observation and reflection, and taking research subjects class VIII C SMP Negeri 7 Jember. The results showed in the first cycle obtained average value of 72.56 with learning outcomes studied classical completeness percentage of 74.42%, an increase on the second cycle an average of 78.17 with the learning outcomes mastery learning classical 86.05%. Thus it can be interpreted that the cooperative model approaches Think Pair Share (TPS) fit for use in teaching biology in particular network structure of plant material. Keywords: Cooperative Model, Approach Think Pair Share (TPS), Learning Outcomes PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung, diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Salah satu bahan kajian IPA untuk SMP/MTs adalah aspek Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan, yang salah satu materinya di kelas VIII Semester 2 adalah materi gerak pada tumbuhan (Depdiknas, 2006). Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan guru. Jika metode pembelajarannya menarik dan terpusat pada siswa (student-centered learning) maka motivasi dan perhatian siswa akan terbangkitkan sehingga akan terjadi peningkatan interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat. Berdasarkan data hasil nilai rata-rata ulangan harian materi Gerak Pada Tumbuhan pada tahun pelajaran kemarin kurang dari 70 dengan ketuntasan belajar klasikal kurang dari
86
Penerapan Model Pembelajaran….87 80% dari jumlah siswa. Hal ini disebabkan minat dan motivasi belajar siswa sangat rendah dan diketahui siswa hanya belajar jika ada tugas atau hendak ulangan, kegiatan kelompok yang tidak berjalan, dan belum ada kerjasama yang baik antar anggota kelompok. Rendahnya motivasi belajar dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan selama ini oleh pengajar adalah dengan metode ceramah yang berpusat pada guru (teacher oriented). Siswa lebih banyak berperan sebagai pendengar dan pencatat. Saat ini kurikulum yang sedang diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu suatu kurikulum yang memberi kewenangan penuh untuk selalu melakukan inovasi pembelajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran sekaligus untuk memperbaiki hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada KTSP adalah model kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan interaksi, meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dan akan meningkatkan motivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan dari model pembelajaraan Kooperatif adalah Pendekatan Struktural, Pada pendekatan ini memberikan pemecahan pada penggunaan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Diharapkan siswa bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih pada penghargaan kooperatif dan penghargaan individu. Pendekatan struktural dikembangkan oleh Spencer Kagen yang terdiri dari dua macam struktur yang terkenal yaitu Think–Pair Share (TPS) dan Numbered–Head Together (NHT). Pendekatan pembelajaran Think-Pair-Share membagi siswa ke dalam kelompokkelompok kecil terdiri empat siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain, mengoptimalisasikan partisipasi siswa, dan memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Lie, 2004). Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah Penerapan Model Kooperatif Dengan Pendekatan Think Phair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Gerak Pada Tumbuhan Siswa Kelas VIII F Semester 2 SMP 7 Jember Tahun Pelajaran 2011/2012?” Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran penerapan model kooperatif dengan pendekatan Think Phair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar materi gerak pada tumbuhan siswa kelas VIII F semester 2 SMP 7 Jember tahun pelajaran 2011/2012. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi siswa, meningkatkan hasil belajar IPA pada materi gerak pada tumbuhan 2. Bagi guru, sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar IPA, dan meningkatkan kualitas pembelajaran sebagai guru yang profesional. 3. Bagi sekolah, diharapkan dapat memberikan sumber referensi dan pemikiran bagi pengembangan inovasi pembelajaran IPA. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Pembelajaran IPA di SMP Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs merupakan kelanjutan bahan kajian IPA SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
88. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 1. Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan 2. Materi dan Sifatnya 3. Energi dan Perubahannya Pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung, diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat 4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Dalam penelitian ini, diambil bahan kajian Makhluk hidup dan proses kehidupan dengan standar kompetensi memahami sistem dalam kehidupan tumbuhan dan kompetensi dasar mengidentifikasi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan (Depdiknas, 2006). Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan pada kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Esensi pembelajaran kooperatif itu adalah tanggung jawab individu sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terdapat sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok optimal. Pada pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Siswa saling bekerja sama untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok itu. Dengan memperhatikan pengertian dari pembelajaran kooperatif di atas, peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, sebab semua siswa dituntut untuk bekerja dan bertanggung jawab sehingga di dalam kerja kelompok tidak ada anggota kelompok yang asal namanya saja tercantum sebagai anggota kelompok, tetapi semua harus aktif. Muslim Ibrahim (2001) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif dengan rincian sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
Penerapan Model Pembelajaran….89 d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu. Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal. Pada pembelajaran kooperatif dikenal ada 4 tipe, yaitu: 1) tipe STAD, 2) tipe Jigsaw, 3) Investigasi Kelompok dan 4) tipe Struktural. Tentang hal itu dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pembelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi b. Tipe Jigsaw Tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli. c. Investigasi Kelompok Investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan, di mana siswa terlibat dalam perencanaan pemilihan topik yang dipelajari dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. d. Tipe Struktural Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu: ThinkPair-Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT) Dari keempat tipe pembelajaran kooperatif di atas, peneliti lebih tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural Think Pair Share (TPS). Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Think-Pair-Share termasuk metode struktural dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode lainnya, metode structural menekankan pada strukturstruktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru (Nurhadi, 2004). Strategi Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu-tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan disini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk
90. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Andaikan guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat atau siswa telah membaca suatu tugas atau situasi penuh teka-teki telah dikemukakan sekarang guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan strategi Think-Pair-Share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas (Ibrahim dkk., 2001). Think-Pair-Share adalah struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa, selain itu juga mengolah informasi, komunikasi, dan mengembangkan berpikir dengan relevant skill: memberikan informasi, mendengarkan, bertanya, meringkas gagasan orang lain, menguraikan dengan kata-kata sendiri. Strategi pembelajaran kooperatif ini secara ideal cocok untuk guru dan siswa yang baru melakukan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2001), adalah sebagai berikut: 1. Thinking. Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri dalam beberapa saat. 2. Pairing. Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah diperkirakannya, disini pasangan akan memberikan berbagai jawaban dan berbagai ide jika persoalan khusus telah diidentifikasi. 3. Sharing. Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang hal yang telah mereka bicarakan, dilakukan bergiliran pasangan demi pasangan sampai lebih kurang seperempat pasangan yang ada di kelas mendapatkan kesempatan untuk melaporkannya. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2001). Pada hakekatnya hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang biasanya ditunjukkan dalam bentuk nilai atau angka. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah skor atau nilai siswa setelah pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan alat penilai berupa tes, karena hasil tes dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan belajar yang telah dicapai siswa. Dari hasil belajar siswa dapat diketahui ketuntasan belajar dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kriteria ketuntasan belajar dinyatakan sebagai berikut: 1. Daya serap perorangan, seorang siswa dikatakan tuntas belajarnya apabila telah mencapai skor ≥ 75 dari skor maksimal 100; 2. Daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas apabila terdapat minimal 75% siswa yang telah mencapai skor ≥ 75 dari skor maksimall 100 (Depdiknas, 2004). Namun dalam penelitian ini digunakan pedoman penilaian yang digunakan di sekolah tempat penelitian. Dalam hal ini siswa dikatakan tuntas secara individu (daya serap perorangan) apabila telah mencapai skor ≥ 70 dari skor maksimal 100 dan daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas apabila terdapat minimal 75% siswa yang telah mencapai skor ≥ 70 dari skor maksimal 100. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart yang kemudian oleh Suharsimi Arikunto (2006) dijabarkan sebagai berikut :
Penerapan Model Pembelajaran….91 1. Persiapan Penelitian. Tahap persiapan penelitian meliputi: pembuatan RPP, penyusunan LKS, penyusunan lembar observasi siswa, lembar observasi kinerja guru, soal tes (evaluasi) 2. Pelaksanaan penelitian a. Pelaksanaan tindakan siklus I 1) Perencanaan (a) Menyusun Rencana Pembelajaran (2 X 40 menit) dengan materi gerak pada tumbuhan (b) Mempersiapkan lembar kerja siswa yang dilengkapai ringkasan materi gerak pada tumbuhan (Gerak Tropisme). 2) Pelaksanaan tindakan (a) Guru menjelaskan scenario pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe think pair share (TPS) yang akan diterapkan pada pembelajaran materi gerak pada tumbuhan (b) Guru menjelaskan secara garis besar materi gerak pada tumbuhan (c) Guru membagikan lembar kerja siswa yang didalamnya terdapat ringkasan materi dan soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa secara mandiri dan berkelompok (d) Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mengeksplorasi materi dan mengerjakan soal yang ada pada lembar kerja. (e) Hasil diskusi kelompok dikomunikasikan di depan kelas secara bergiliran. (f) Siswa menarik kesimpulan dengan bimbingan guru. (g) Guru merangkum secara lisan materi gerak tumbuhan 3) Observasi (a) Guru dan peneliti mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (b) Mengamati aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan kesesuaian pengelolaan pembelajaran dengan sintak kooperatif Think-Pair-Share dan lembar observasi kinerja guru. (c) Melaksanakan tes hasil belajar 4) Analisis dan refleksi Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Selain itu pula refleksi dilakukan antara guru dan pengamat berdiskusi bersama dan guru memberikan tanggapan tentang apa yang telah dirasakan ketika proses pembelajaran berlangsung. Untuk memperkuat hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan, digunakan data yang berasal dari hasil observasi. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus kedua. b. Pelaksanaan tindakan siklus II Hasil refleksi siklus I digunakan untuk perencanaan siklus II. Materi pada siklus II tetap membahas tentang gerak pada tumbuhan, namun yang dipelajari gerak nasti pada tumbuhan yang dalam pelaksanaan siklus 2 siswa pembelajaran disertai praktek tentang gerak pada tumbuhan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini pengambilan subyek penelitian adalah seluruh siswa SMPN 7 Jember Kelas VIII F Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 40 siswa. Teknik Pengumpulan Data
92. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 Data yang diinginkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari lembar observasi siswa, lembar observasi kinerja guru Adapaun cara pengambilan data adalah sebagai berikut : a. Tes hasil belajar Hasil belajar diperoleh dari tes yang dilaksanakan setiap akhir siklus. Tes ini berguna untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan setelah berlangsungnya proses tindakan. b. Lembar observasi Lembar observasi terdiri dari dua jenis yaitu lembar observasi untuk guru yang berfungsi untuk mengetahui kinerja guru selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas dan lembar observasi siswa yang berguna untuk mengetahui keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Lembar observasi siswa ini meliputi penilaian afektif dan psikomotor serta keterampilan proses siswa. Analisis Data 1. Analisis tes hasil belajar Analisis tes hasil belajar siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa yang diperoleh dari tiap siklus.Penguasaan materi pelajaran dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa untuk setiap siklus. Nilai hasil belajar siswa dapat dihitung menggunakan rumus :
Jumlah jawaban soal yang benar x 100% Jumlah seluruh soal (Slameto, 2001) Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 70 dinyatakan mengalami kesulitan belajar sedangkan siswa yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 70 dinyatakan telah tuntas belajar. Ketuntasan belajar secara klasikal dihitung dengan rumus :
Jumlah Siswa yang tuntas belajar % x 100% Jumlah seluruh siswa (Mulyasa, 2002:99) 2. Lembar observasi Data hasil observasi meliputi data hasil pengamatan aktivitas siswa ketika mengikuti pembelajaran dan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model kooperatih tipe TPS Acuan keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari hasil tes yang baik dan disesuaikan dengan KKM yang digunakan disekolah. Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 70 %, sekurang-kurangnya 80 % dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan temuan penelitian yang terjadi dilapangan, Pada siklus I keaktifan siswa dalam pembelajaran belum merata, hanya siswa tertentu saja yang sudah aktif dalam pembelajaran. Yaitu siswa yang sudah terbiasa aktif sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif TPS. Siswa yang belum aktif dalam pembelajaran diduga karena mereka masih bingung dengan kegiatan pembelajaran, tidak tertarik saat kegiatan diskusi, kurang berani
Penerapan Model Pembelajaran….93 dalam mengemukakan pendapat, dan masih kurang mampu dalam menjawab pertanyaan maupun bertanya kepada guru atau teman. Saat diskusi berlangsung, siswa sangat ramai sehingga guru perlu berkali-kali memperingatkan siswa. Keramaian yang terjadi karena siswa lebih banyak bersenda gurau dengan temannya dibandingkan bekerja dan berdiskusi dalam kelompoknya. Hal ini berimbas pada saat sharing di depan kelas, hanya tiga kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Itu pun karena ditunjuk oleh gurunya, akibatnya penggunaan waktu menjadi kurang efektif. Penggunaan waktu yang tidak efektif oleh siswa terjadi karena siswa bersenda gurau dan bermain sendiri. Hal ini juga terjadi karena guru kurang terampil memotivasi dan memfasilitasi siswa. Keadaan kelas yang ramai, dan perilakuperilaku yang salah, semua juga mendukung terjadinya penggunaan waktu yang tidak efektif sehingga mungkin menyebabkan kinerja siswa dalam pembelajaran juga menjadi kurang efektif. Kurang efektifnya pelaksanaan pembelajaran berpengaruh pada hasil belajar. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes siklus I. Tes tulis hasil belajar pada siklus I digunakan untuk mengetahui skor hasil siswa. Skor hasil si siswa dibagi menjadi rerata dan ketuntasan belajar klasikal. Data keseluruhan secara keseluruhan hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Siklus Siklus 1
Rata-Rata 72.56
Ketuntasan 74.42%
Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 11 siswa, sedangkan yang tuntas belajar sebanyak 32 siswa. Persentase ketuntasan belajar sebesar 74.42% rerata skor pada siklus I adalah 72.56. Berdasarkan refleksi pada siklus I, ditemukan adanya kekurangan pada siswa yaitu kurang aktifnya siswa saat proses pembelajaran. Kekurangan ini dapat diperbaiki dengan cara siswa harus lebih mengerti tahap-tahap pembelajaran kooperatif TPS dan harus berusaha lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat menyesuaikan dengan apa yang diinginkan guru. Pada siklus II tingkat keaktifan siswa secara klasikal semakin meningkat. Siswa yang aktif dalam pembelajaran sudah hampir merata. Siswa lebih aktif dan serius dalam melakukan diskusi. Peningkatan ini terjadi karena siswa sudah mulai terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa sudah mulai kerjasama dalam kelompok melalui pengamatan langsung sehingga siswa lebih cepat membangun pengetahuannya dan lebih mudah memahami konsep-konsep yang dipelajarinya. Hal yang sama dinyatakan oleh John Dewey dalam Nurhadi (2004) bahwa siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari. Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar pada siklus 2. Tes tulis hasil belajar pada siklus 2 digunakan untuk mengetahui skor hasil siswa. Skor hasil siswa dibagi menjadi rerata dan ketuntasan belajar klasikal. Data keseluruhan secara keseluruhan hasil belajar siswa dapat dilihat pada table berikut: Siklus Rata-Rata Ketuntasan Siklus 2 78.17 86.05% Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 6 siswa, sedangkan yang tuntas belajar sebanyak 37 siswa. Persentase ketuntasan belajar sebesar 86.05 % rerata skor pada siklus I adalah 78.17. Pembahasan
94. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 Berdasarkan hasil analisis data, hasil belajar siswa selama siklus I-III dapat dilihat pada Tabel dibawah. Sebelum tindakan diperoleh nilai rata-rata siswa kurang dari 70, yatitu 67.5 dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebelum tindakan hanya mencapai 68%. Tabel Hasil Belajar Siswa Selama Proses Pembelajaran Siklus I dan II NO KETERANGAN SIKLUS 1 SIKLUS 2 1 Nilai Tertinggi 90 95 2 Nilai Terendah 55 60 3 Nilai rata-rata 72.56 78.17 4 5
Ketidaktuntasan Ketuntasan
25.58% 74.42%
13.95% 86.05%
Hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan nilai tes secara individu. Peningkatan pemahaman siswa sangat dipengaruhi keaktifan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar. Hasil observasi terhadap proses pembelajaran siklus I tampak adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dibandingkan sebelum diterapkan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS. Hal ini juga diiringi dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 6.42%. Meningkatnya hasil belajar siswa tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Dewey dalam Nurhadi (2004) yang menyatakan bahwa siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajarinya. Walaupun hasil belajar pada siklus I meningkat, namun peningkatan ini belum optimal karena belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang diharapkan. Peningkatan keaktivan siswa dari siklus ke siklus menyebabkan hasil belajar siswa terus meningkat dalam setiap siklusnya. Hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Peningkatan rata-rata kelas dan jumlah siswa yang belajar tuntas ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran meningkat. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2004) yang menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Pendapat tersebut didukung oleh Suparno dalam Sardiman (2005) yang menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman pengalaman belajar individual. Kenyataan ini dibuktikan juga dengan hasil penelitian Agustini (2005), bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan pada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS. Ketuntasan belajar klasikal pada siklus II sudah mencapai 86.05%, hal ini berarti indikator kinerja untuk peningkatan persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 atau jumlah siswa yang belajar tuntas meningkat menjadi ≥ 80% sudah tercapai. Oleh karena pelaksanaan tindakan berhenti sampai dengan siklus 2. Peningkatan Hasil belajar tidak terlepas dari factor guru dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan model dan metode yang di terapkan. Peran guru dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2005) yang menyatakan bahwa kreativitas guru juga mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan siswa yang sangat bervariasi itu.
Penerapan Model Pembelajaran….95 Pada pembelajaran siklus I guru belum menyampaikan indikator atau tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, padahal dengan mengetahui tujuan pembelajaran siswa akan memiliki gambaran hal-hal apa saja yang akan dipelajari. Kurang terampilnya guru dalam mengelola pembelajaran pada siklus I karena guru belum terbiasa menerapkan pembelajaran kooperatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2001), yang menyatakan bahwa guru yang belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif sebelumnya dan menggunakan model ini pada siswa yang belum berpengalaman dengan pembelajaran kooperatif pada awalnya model ini kelihatan tidak berjalan dengan baik. Dari beberapa kekurangan yang dilakukan guru pada siklus I, guru juga sudah mempunyai kelebihan yang terlihat selama proses pembelajaran yaitu guru sudah baik mempersiapkan alat dan bahan, melakukan apersepsi, membimbing siswa demonstrasi, membagikan artikel dan LDS, membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, mengevaluasi hasil belajar, memberikan penghargaan kepada kelompok, menyimpulkan materi pelajaran, dan menutup pelajaran. Dalam proses pembelajaran guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun konsep, bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, dan memberikan tanggapan. Guru terus memotivasi siswa pada tiap siklusnya dan membimbing siswa dalam pembelajaran dengan cara berkeliling pada setiap kelompok dan membantu kelompok yang mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran. Guru juga berinteraksi dengan siswa dan berupaya agar suasana kelas menjadi lebih menyenangkan yaitu dengan membuat suasana tidak tegang. Guru juga mengajak siswa untuk selalu mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata dan selalu berpikir secara terintegrasi. Selama pembelajaran berlangsung guru selalu mengaktifkan siswa dan menjadi fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Namun pada siklus II, guru kurang jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Meskipun demikian, indikator meningkatnya persentase kinerja guru dalam proses pembelajaran menjadi ≥ 85% telah tercapai. Melalui kegiatan praktikum dan diskusi pada siklus III, guru menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa, karena siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2004) yang menyatakan bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak ’mengalami’ sendiri apa yang dipelajari, bukan ’mengetahui’ saja. Peningkatan kinerja guru dan keaktivan siswa dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2004), yang menyatakan bahwa guru berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa. Pendapat Nurhadi ini didukung oleh Sardiman (2005) bahwa peranan guru dalam pembelajaran diantaranya sebagai informator, motivator, mediator, dan fasilitator. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar Biologi materi pokok struktur jaringan tumbuhan siswa kelas VIII C SMPN 7 Jember Semester 2 Tahun Pelajaran 2009/2010. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata hasil belajar sebesar 72.56 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 74.42%, meningkat pada siklus II rata-rata hasil belajar sebesar 78.17 dengan ketuntasan belajar klasikal 86.05%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa model kooperatif dengan pendekatan Think Pair Share (TPS) layak digunakan dalam pembelajaran biologi khususnya mataeti struktur jaringan tumbuhan. Saran
96. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran yang perlu dipertimbangkan antara lain: Guru dapat mencoba model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together pada pokok bahasan lain atau mata pelajaran lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Model – Model Pembelajaran Arikunto, Suharsimi. 2006. ”Penelitian Tindakan Kelas”. Jakarta: Bumi Aksara. Depdiknas, 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta Depdiknas. 2004. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Depdiknas: Dirjendikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Depdiknas. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawitah. Jakarta: Depdiknas. Lie, Anita. 2002. Cooperatif Learning Mempraktikkan Cooperative learning di RuangRuang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Lyman. 1981. Think-Pair-Share.(On Line) ((http:// curry. edschool. virginia.edu, diakses 25 Februari 2006. Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, dan Implementasi). Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslimin, I. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Unesa.Surabaya. Nurhadi & Senduk, G.. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.