PERBEDAAN BODY IMAGE DITINJAU DARI TAHAP PERKEMBANGAN (REMAJA DAN DEWASA AWAL) DAN JENIS KELAMIN (PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI) DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG OLEH OVI ARCADIA DAVISTA 802012133
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ovi Arcadia Davista Nim : 802012133 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul: PERBEDAAN BODY IMAGE DITINJAU DARI TAHAP PERKEMBANGAN (REMAJA DAN DEWASA AWAL) DAN JENIS KELAMIN (PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI) DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. : Salatiga Dibuat di Pada Tanggal : 12Januari 2016 Yang menyatakan,
Ovi Arcadia Davista Mengetahui, Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S. Psi., MA.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ovi Arcadia Davista
Nim
: 802012133
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: PERBEDAAN BODY IMAGE DITINJAU DARI TAHAP PERKEMBANGAN (REMAJA DAN DEWASA AWAL) DAN JENIS KELAMIN (PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI) DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG Yang dibimbing oleh: Berta Esti Ari Prasetya, S. Psi., MA
Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 12 Januari 2016 Yang memberi pernyataan,
Ovi Arcadia Davista
LEMBAR PENGESAHAN PERBEDAAN BODY IMAGE DITINJAU DARI TAHAP PERKEMBANGAN (REMAJA DAN DEWASA AWAL) DAN JENIS KELAMIN (PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI) DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG Oleh Ovi Arcadia Davista 802012133
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016 Oleh: Pembimbing,
Berta Esti Ari Prasetya, S. Psi., MA
Diketahui Oleh,
Disahkan Oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Prof. Dr. SutartoWijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PERBEDAAN BODY IMAGE DITINJAU DARI TAHAP PERKEMBANGAN (REMAJA DAN DEWASA AWAL) DAN JENIS KELAMIN (PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI) DI KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG
Ovi Arcadia Davista Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 200 subjek yang terdiri dari 50 orang remaja perempuan, 50 orang remaja laki-laki, 50 orang perempuan dewasa awal, dan 50 orang laki-laki dewasa awal. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Accidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Body Self Relation Questionnaire Appreance Scales (MBRSQ-AS). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparatif dengan Anova 2 jalur. Terdapat tiga hasil dari penelitian ini yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan dengan body image ditinjau dari tahap perkembangan dengan nilai F sebesar 3,681 dan signifikansi 0,56 (p>0,05), tidak ada perbedaan yang signifikan dengan body image ditinjau dari jenis kelamin dengan nilai F sebesar 0,004 dan signifikansi 0,950 (p>0,05), dan ada perbedaan yang signifikan dengan body image ditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin dengan nilai F sebesar 5,508 dan signifikansi 0,020 (p<0,05). Pada laki-laki dewasa awal memiliki nilai mean tertinggi sebesar 68,52 berada pada kategori tinggi. Pada remaja perempuan memiliki nilai mean sebesar 66,30 dan pada perempuan dewasa awal memiliki nilai mean sebesar 65,82 kedua-duanya berada pada kategori tinggi. Dan remaja laki-laki memiliki nilai mean sebesar 63,74 berada pada kategori sedang. Kata Kunci: Body Image, Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin
i
Abstract This research aimsto determine differences ofbody imagein termsofstage of development (adolescence and early adulthood) and gender(female andmale) at the Village ofBanyumanik, District of Banyumanik, Semarang City. The sample inthis researchof 200 subjects that consist of 50 adolescent females, 50 adolescent males, 50 early adulthood females, and 50early adulthood males. Intake technique of sampel used Accidential Sampling Technique. The instrument measure using Multidimensional Body Self Relation Questionnaire Appreance Scales (MBRSQ-AS). This research used aquantitative comparative method with 2-way ANOVA. There are three results of this research that there is no significant difference of body image in terms of stage of development with F value of 3,681 and significancy 0,56 (p>0.05), there is no significant difference of body image in terms of gender with F value of 0,004 and significancy 0,950 (p>0.05), and there is significant difference of body image in terms of the interaction in a stage of development and gender with F value of 5,508 and significancy 0,020(p<0.05). Early adulthood males had the highest mean value of 68,52 at the high category. Adolescent females had a mean value of 66,30, early adulthood females had a mean value of 65,82 both of them at the high category, and adolescent males had a mean value of 63,74 at the medium category. Keywords: Body Image, Stage of Development, Gender
ii
1
PENDAHULUAN Kebanyakan individu tentunya ingin tampil sempurna dan menarik dihadapan individu lainnya. Dalam kehidupan sosial, bentuk tubuh juga menjadi representasi diri yang pertama kali dilihat. Hal ini menyebabkan orang ingin memiliki tubuh yang ideal (Breakey, dalam Andea, 2010). Banyak orang ingin memiliki bentuk tubuh ideal untuk memenuhi standar penampilan masyarakat (Thompson, Heinberg, Altabe, & TantleffDunn 1999). Untuk tampil baik, kebanyakan dari mereka menganggap citra tubuh (body image) sebagai hal yang sangat penting. Body image dapat didefinisikan sebagai hasil evaluasi subjektif dari seseorang mengenai tubuh dan penampilan (Smolak & Thompson 2009), terdiri dari pikiran seperti ("Saya pikir Saya terlihat buruk di dalam foto"), perasaan seperti "Saya benci cara Saya dilihat oleh orang lain", serta persepsi seperti "Saya terlalu gemuk” yang berkaitan dengan tubuh dan penampilan seseorang (Thompson, dkk). Melliana (2006) mengemukakan bahwa cara berpikir yang positif atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan body image seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki body image yang positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap tubuhnya, sedangkan individu yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan memiliki body image negatif yang mengarahkannya pada ketidakpuasan tubuh. Sebagaimana yang dikemukakan (Cash dan Pruzinsky dalam Andea, 2010) bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif. Body image yang baik akan menjadikan seseorang memiliki konsep diri yang positif (Dacey & Kenny, dalam Maria, 2013). Konsep diri itu sendiri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Sutuart & Sudeen, dalam
2
Maria, 2013), maka dari itu individu yang memiliki body image yang positif dapat memunculkan ide, pikiran, kepercayaan, pendirian terhadap diri sendiri, dan mampu berhubungan dengan orang lain secara baik pada kehidupan sehari-harinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Grogan, 1999) bahwa body image merupakan bagian dari konsep diri karena semakin individu dapat menerima dan menyukai tubuhnya, ia akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan meningkat.Oleh karena itu, individu yang memiliki kepuasan body image diharapkan juga memiliki konsep diri yang positif, dengan konsep diri yang positif, maka seseorang akan mudah menjalani hidupnya, tampil lebih percaya diri, dan lebih asertif (Baron & Byrne, dalam Itani, 2011). Sebaliknya, individu yang memiliki body image yang negatif, akan merasa bahwa tubuh dan penampilannya kurang menarik dan kurang percaya diri (Bell & Rushforth, dalam Sari, 2009). Hal ini senada dengan Small (2001) memberi pendapat bagaimana seseorang yang memiliki body image negatif akan merasa janggal atau tidak nyaman dengan tubuhnya, memiliki persepsi yang terdistorsi tentang bentuk tubuh. Seseorang merasa bahwa bagian tubuhnya tidak seperti yang seharusnya, bentuk dan ukuran tubuhnya merupakan suatu kegagalan dan mereka juga percaya bahwa hanya orang lain sajalah yang menarik. Individu yang memiliki body image yang negatif juga memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berkembangnya eating disorder, depresi, terisolasi, harga diri yang rendah dan obsesi untuk menghilangkan berat badan (Noble, 2012). Beberapa penelitian menemukan bahwa masalah ketidakpuasan terhadap body image ternyata dapat menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih serius. Sebagaimana Attie & Brooks-Gunn (dalam Furnham & Greaves, 1994) menyatakan
3
bahwa remaja perempuan yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka akan berisiko lebih tinggi untuk melakukan diet yang serius dan mengalami eating disorder dibandingkan dengan remaja perempuan yang telah merasa puas dengan bentuk tubuh mereka. Charles dan Kerr (dalam Grogan, 1999) juga menemukan bahwa kebanyakan perempuan dewasa tidak puas dengan body image mereka, namun laki-laki dewasa pun tak kalah dengan perempuan dewasa. Mereka juga sudah mulai menjaga penampilan. Laki-laki dewasa mulai merawat dirinya di salon, membentuk badan di pusat kebugaran, memakai parfum agar dapat menarik perhatian perempuan dewasa di tempat kerja. Berbagai macam cara dilakukan untuk memperbaiki penampilan mereka, seperti operasi wajah dan tubuh, sedot lemak, menyuntikkan hormon ke dalam tubuh, minum obat diet, dan pergi ke pusat kebugaran (Chamim dalam Gunawan, 2004). Pada kenyataanya, cara-cara seperti operasi wajah dan tubuh, sedot lemak, menyuntikkan hormon ke dalam tubuh, pergi ke tempat kebugaran itu membutuhkan uang yang sangat banyak dan hanya bisa dilakukan oleh kalangan atas. Cara-cara tersebut juga bisa membahayakan kesehatan kalau tidak dilakukan dengan bijaksana (Chamim, dalam Gunawan, 2010). Seiring dengan berjalannya waktu, terbentuk tuntutan dari masyarakat (sociocultural expectation) bahwa perempuan diharapkan bertubuh langsing dan ramping, sedangkan laki-laki diharapkan memiliki tubuh yang berotot (Furnham dan Greaves, 1994).Grogan (1999) berpendapat bahwa kelangsingan (slenderness) biasa dihubungkan dengan kebahagian serta penerimaan di lingkungan sosial, sedangkan memiliki kelebihan berat badan dihubungkan dengan kemalasan dan dianggap tidak dapat mongontrol diri. Perempuan dan laki-laki yang memiliki kelebihan berat badan, oleh
4
masyarakat cenderung dipandang sebagai individu yang tidak menarik (physically unattractive) dan juga dihubungkan dengan karakter negatif lainnya (Grogan, 1999).Pada umumnya individu lebih mementingkan penampilan fisik. Sebagaimana Markey (2005) menjelaskan bahwa sejak dini, anak-anak perempuan diajarkan bahwa nantinya, tubuh mereka akan menjadi objek yang akan dilihat dan dikagumi oleh masyarakat atau individu lainnya. Sedangkan, anak laki-laki diberi penjelasan bahwa tubuh mereka akan dikagumi oleh individu lain berdasarkan kekuatannya. Berdasarkan dari penjelasan diatas body image mulai terbentuk dari usia anakanak hingga dewasa. Namun menurut (Santrock, 2003) mengatakan bahwa perhatian body image seseorang sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik remaja perempuan maupun remaja laki-laki. Remaja perempuan sudah mulai memperhatikan penampilannya dimulai pada usia 11 tahun dan pada remaja laki-laki mereka mulai memperhatikan penampilannya mulai usia 12-13 tahun (Rolfes dkk, dalam Indika, 2010). Perubahan fisik karena pubertas dapat membuat para remaja diliputi perasaan tidak pasti dan takut yang menyebabkan mereka cenderung berpikir negatif. Pada masa ini muncul bahaya psikologis, yaitu munculnya konsep terhadap tubuhnya yang negatif dan tidak realistis karena bentuk tubuh yang dilihat tidak sesuai dengan bentuk tubuh yang diharapkan (Hurlock, 1980). Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh Sivert dan Sinanovic (2008) yang menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih sering terjadi pada remaja, khususnya remaja perempuan, dibandingkan perempuan dewasa yang memunculkan body image negatif. Remaja perempuan pada umumnya sering merasa tidak nyaman dengan dirinya dan memiliki body image yang lebih negatif dibandingkan dengan remaja laki-laki selama masa pubertas (Brooks-Gun dkk, dalam Santrock, 2003). Remaja perempuan
5
yang telah mengalami pubertas cenderung merasa tidak puas dengan ukuran dan bentuk tubuh. Sehingga ketidakpuasan pada remaja perempuan dapat menyebabkan munculnya perasaan tidak adekuat, kehilangan kendali diri, dan rendahnya harga diri, namun pada remaja laki-laki yang telah mengalami pubertas cenderung memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengendalikan diri mereka (O’Dea & Abraham, dalam Santrock). Kemudian oleh hasil penelitian Moore (dalam McCabe & Ricciardelli, 2004) menemukan bahwa hanya satu pertiga dari remaja laki-laki tidak puas dengan berat badannya, sedangkan dua pertiga dari remaja perempuan mengalami ketidakpuasan akan bentuk tubuhnya. Sesuai dengan (Ersele dkk, dalam Indika, 2010) menemukan bahwa 81% remaja perempuan menginginkan berat badan mereka menjadi ideal, 78% menginginkan untuk menurunkan berat badan dan hanya 14% yang puas dengan ukuran tubuhnya. Dengan merasa tidak puas akan keadaan tubuhnya, maka remaja perempuan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan tubuh mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Remaja perempuan menggunakan produk atau barang baik dalam hal mode rambut, pakaian, aksesoris yang dapat menunjang dan melengkapi penampilan fisiknya. Bahkan remaja perempuan sering melakukan diet untuk mendapatkan tubuh yang ideal bahkan kurus. Hal ini juga telah memicu banyak remaja perempuan mengalami kebiasaan makan yang menyimpang (eating disorder), seperti anorexia nervosa, dan bulimia (Cash, dalam Bestiana, 2012). Padahal salah satu tugas perkembangan pada remaja adalah menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif (Soetjiningsih, 2012). Menurut penelitian oleh Holsen (dalam Sari 2009) menunjukkan bahwa kepuasan body image meningkat secara bertahap hingga remajadanakan stabil saat
6
dewasa. Namun pernyataan Davidson dan McCabe (2005) dalam jurnalnya menemukan bahwa kelompok usia 30-an dan 40-an adalah masa yang paling rentan terhadap body image jika dibandingkan dengan kelompok usia lain. Sebagaimana Sivert & Sinanovic (dalam Santrock, 1995) menyatakan bahwa secara fisik individu usia antara 20-40 tahun termasuk pada fase dewasa muda (young adulthhood) dimana individu menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Perempuan dewasa ingin menarik perhatian pasangannya dengan cara tampil semenarik mungkin agar memperoleh pasangan yang diinginkan, selain itu individu juga harus menghadap dunia kerja. Tuntutan dunia kerja rupanya tidak hanya mengharapkan kemampuan bekerja yang tinggi namun juga penampilan yang menarik. Untuk tampil menarik, jika perempuan dewasa memiliki body image negatif maka ia akan meyakini bahwa orang lain lebih menarik, ukuran/ bentuk tubuh adalah penyebab kegagalan personal, merasa malu, cemas terhadap tubuh, serta tidak nyaman dan aneh dengan tubuh yang dimiliki (Sunartio, Monique, Ktut, 2012). Bukan hanya perempuan dewasa, laki-laki yang memasuki masa dewasa awal harus dapat berinteraksi dengan lingkungan dan salah satu cara untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut adalah dengan bekerja (Santrock, 1995).Pada saat ini, banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi oleh laki-laki dewasa awal yang akan bekerja, salah satunya adalah berpenampilan menarik. Powers dan Erickson (dalam Santrock, 1995) mengatakan bahwa dalam suatu penelitian ditemukan bahwa laki-laki dewasa awal yang mempersepsikan ukuran tubuhnya sebagai rata-rata akan lebih puas dibandingkan dengan laki-laki dewasa awal yang mempersepsikan tubuhnya sebagai kurus atau gemuk, tanpa memandang ukuran tubuh yang sebenarnya. Dalam hal ini persepsi sangat
7
menentukan perasaan seseorang dalam memberikan label terhadap bentuk tubuhnya. Banyak laki-laki dewasa awal yang merasa tidak nyaman dengan tubuh mereka seiring dengan adanya gambar-gambar di media massa yang memperlihatkan bentuk tubuh yang ideal bagi laki-laki. Menurut McCabe dan Ricciardelli (2003) media massa tampaknya sangat berpengaruh dalam menyebarkan image bahwa untuk berpenampilan, seorang laki-laki dewasa awal menaruh perhatian lebih kepada penampilan fisik, memiliki tinggi badan dan berat badan yang proporsional. Survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2005 diketahui setengah dari 805 perempuan dewasa awal mengevaluasi body image secara negatif dan mengaku tidak puas terhadap penampilannya (Cash & Henry, dalam Sari, 2009). Perempuan dewasa awal memiliki body image yang lebih negatif jika dibandingkan laki-laki dewasa awal karena mereka cenderung memelihara dan merawat penampilan (Hubley dan Quinlan, dalam Sari, 2009). Hal ini senada oleh Gillen dan Lefkowtiz (dalam Casey, 2011) mengatakan seringkali, perempuan dewasa awal fokus pada tubuh mereka dan pengalaman body image negatif, karena mereka berhadapan dengan pesan media yang menggambarkan perempuan yang kurus. Sementara banyak faktor yang memengaruhi body image pada perempuan dewasa awal yang mereka ciptakan untuk diri mereka sendiri, salah satunya adalah media yang berulang kali diidentifikasi sebagai kontributor yang signifikan tentang body image perempuan yang ideal (Lawrie, Sullivan, Davies, Hill, 2006). Memiliki tubuh yang ideal atau bahkan langsing pada masa dewasa awal sangat memiliki banyak manfaatnya bagi mereka. Sebagaimana Nichter dan Vuckouk (dalam Hallpern dan Udry, 1999) menyatakan bahwa hampir semua perempuan dewasa awal berpikir dengan memiliki tubuh yang langsing akan menjadi populer di kalangan laki-
8
laki dan membuatnya lebih berhasil dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Hal tersebut senada dengan (Havighurst, dalam Sunartio dkk, 2012) bahwa tugas perkembangan perempuan dewasa awal yang salah satunya adalah memilih pasangan hidup yang menyebabkan mulai munculnya kebutuhan untuk tampil menarik di hadapan orang lain. Dapat disimpulkan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli atau tokoh mengatakan bahwa setiap tahap perkembangan yang dialami oleh semua individu pasti akan mengalami terbentuknya body image. Namun problem body image menjadi perhatian khusus oleh beberapa ahli terutama pada tahap perkembangan, yaitu pada masa remaja dan masa dewasa awal. Terdapat banyak sekali faktor-faktor yang memengaruhi body image, namun peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai body image ditinjau dari tahap perkembangan remaja dan dewasa awal dan jenis kelamin di Kota Semarang. Kota Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Di kota-kota besar perkembangan media elektronik berkembang pesat dan selalu digunakan individu dalam kehidupan sehari-harinya. Kemudahan akses untuk memperoleh banyak informasi menjadikan individu sangat mudah untuk terpengaruh. Sebagaimana (Ricciardelli dkk, 2000) telah membuktikan bahwa kategori media yang berbeda seperti, majalah, acara televisi, daniklan televisi dapat berkontribusi pada pengembangan body image negatif pada masyarakat. Di Kota Semarang banyak sekali tempat-tempat untuk menunjang penampilan individu, seperti maraknya Klinik Kecantikan Larissa, LBC, Erha, Ella, dan lain-lain. yang banyak diminati oleh masyarakat di Semarang terutama pada remaja perempuan dan perempuan dewasa awal. Selain itu juga banyak sekali tersedianya tempat kebugaran seperti Plaza Fitness, Sadrakh Fitness, Gumaya Gym, Fitness Celebrity
9
Expressdan lain-lain, yang banyak dikunjungi oleh remaja laki-laki maupun laki-laki dewasa awal. Berdasarkan penelitian-penelitian serta fenomena-fenomena yang ada, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan lakilaki) di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, di Kota Semarang. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin di Kota Semarang. TINJAUAN PUSTAKA Body Image Body image dapat didefinisikan sebagai hasil evaluasi subjektif dari seseorang mengenai tubuh dan penampilan (Smolak &Thompson 2009), terdiri dari pikiran seperti ("Saya pikir Saya terlihat buruk di dalam foto"), perasaan seperti "Saya benci cara Saya dilihat oleh orang lain", serta persepsi seperti "Saya terlalu gemuk” yang berkaitan dengan tubuh dan penampilan seseorang (Thompson, Heinberg, Altabe, & TantleffDunn 1999). Melliana (2006) mengemukakan bahwa cara berpikir yang positif atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan body image seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki body image yang positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap tubuhnya, sedangkan individu yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan memiliki body image negatif yang mengarahkannya pada ketidakpuasan tubuh. Sebagaimana yang dikemukakan (Cash dan Pruzinsky dalam Andea, 2010) bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa
10
penilaian positif atau negatif. Lebih lanjut, Rudd dan Lennon (2000) menyatakan bahwa body image adalah gambaran mental yang kita miliki tentang tubuh kita. Hal ini dapat diperkuat oleh Schlundt dan Johnson (dalam Sivert & Sinanovic, 2008) yang mengemukakan bahwa body image merupakan suatu gambaran mental yang dimiliki setiap orang baik laki-laki maupun perempuan mengenai tubuhnya. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli dalam penelitian ini penulis mengacu pada pengertian dari Cash (dalam Andea, 2010) bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Body Image Faktor-faktor yang memengaruhi body image antara lain: a. Usia Pada setiap tahapan perkembangan individu, usia merupakan salah faktor dalam pembentukan body image. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa sejak usia dini, individu sudah bisa merasakan ketidakpuasan akan bentuk tubuhnya mulai dari usia dini hingga dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan usia 13 sampai 20 tahun memiliki ketidakpuasan terhadap body image lebih tinggi dibandingkan perempuan usia 30 tahun sampai 40 tahun (Sivert & Sinanovic, 2008). b. Jenis kelamin Cash dan Pruzinsky (dalam Andea 2010) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang memengaruhi dalam perkembangan body image seseorang. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan menyatakan bahwa perempuan lebih negatif memandang body image daripada laki-laki (Cash dalam Hubley & Quinlan, 2005).
11
c. Media Massa Tiggemann (dalam Cash & Pruzinksy, dalam Andea 2010) mengatakan bahwa media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat memengaruhi body image seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. d. Hubungan interpersonal Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterimanya mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash, dalam Itani, 2011) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat memengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh. e. Keluarga Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anak-anaknya melalui pemodelan, umpan balik dan instruksi. Aspek-aspek Body Image Cash (dalam Itani, 2011) mengemukakanaspek-aspekbody image, yaitu: a. Appearence evaluation (evaluasi penampilan), yaitu evaluasi dari penampilan dan keseluruhan, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan.
12
b. Appearence orientation (orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. c. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan. d. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. e. Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh), yaitu bagaimana individu
mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk. Tahap perkembangan MenurutSantrock (2007) perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan dan terus berlanjut di sepanjang rentang kehidupan individu. Menurut Papalia (2008) tahap perkembangan dibagi menjadi 8 tahap, diantaranya adalah periode pralahir, periode bayi dan batita atau bawah tiga tahun (dari lahir hingga umur 3 tahun), masa kanak-kanak awal (3-6 tahun), masa kanak-kanak akhir (6-11 tahun), masa remaja (11-20 tahun), masa dewasa awal (20-40 tahun), masa dewasa madya (40-65 tahun), dan masa dewasa akhir (65 tahun dan selanjutnya). Sebagian besar perkembangan melibatkan
pertumbuhan,
namun
juga
melibatkan
kemunduran
ataupenuaan.Padabeberapatugasperkembanganmasa remaja adalah menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif, mengembangkan hubungan baru yang lebih
13
matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan, dan mencapai peran sosial perempuan dan laki-laki dewasa. Menurut Santrock (2007) sesuai dengan perkembangan fisik pada remaja yang berlangsung cepat menyebabkan remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun body image. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja akan mengalami berbagai perubahan baik segi fisik, kognitif, maupun psikososial. Hurlock (1993) menyatakan bahwa masa remaja ditandai dengan perubahan fisik, sikap, serta perilaku yang sangat cepat. Beberapa perubahan yang umumnya dialami oleh para remaja yaitu meningginya emosi, adanya perubahan fisik, minat dan sikap. Salah satu perubahan fisik yang paling mudah terlihat pada masa remaja adalah perubahan fisik. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung dengan cepat, sehingga dapat dipahami jika perubahan-perubahan tersebut menjadi perhatian utama bagi para remaja. Perubahan fisik yang terjadi tentu saja mempengaruhi penampilan fisik, seperti pertambahan berat badan, tinggi badan, dan lain-lain. Namun pernyataan Davidson dan McCabe (2005) dalam jurnalnya menemukan bahwa kelompok usia 30-an dan 40-an adalah masa yang paling rentan terhadap body image jika dibandingkan dengan kelompok usia lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal menurut (Soetjiningsih, 2012) adalah memilih pasangan hidup, membentuk keluarga dan mulai bekerja. Bukan hanya perempuan, laki-laki yang memasuki masa dewasa awal harus dapat berinteraksi dengan lingkungan dan salah satu cara untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut adalah dengan bekerja (Santrock, 1995).
14
Jenis kelamin Cash dan Pruzinsky (dalam Andea, 2010) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang memengaruhi dalam perkembangan body image seseorang. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki-laki. Laki-laki ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri didepan teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan perempuan ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Dalam penelitian (Alvell & Richards dalam Mills & Alfonso, 2007) lakilaki lebih puas dengan berat badannya dibandingkan perempuan. Perempuan dinyatakan memiliki kepuasan yang rendah terhadap berat badan, tipe tubuh dan merasa tidak menarik. Selain itu, ada peneliti lain yang berbeda pendapat yaitu Drewnowski & Yee (dalam Mills & Alfonso, 2007) menemukan bahwa tidak ada perbedaan body image pada laki-laki dan perempuan. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Ada perbedaan body image individu ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal)
2.
Ada perbedaan body image individu ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki)
3.
Ada perbedaanbody image individuditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal)
15
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitan ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan desain komparatif. Variable dependent pada penelitian ini adalah Body image, sedangkan variabel independent pada penelitian ini adalah tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki). Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan dan laki-laki berusia 15-20 tahun, serta perempuan dan laki-laki berusia 21-40 tahun di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Menurut data statistik oleh Bappeda dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang jumlah penduduk di Kelurahan Banyumanik terdiri dari 4.931 laki-laki dan 5.062 perempuan. Dengan terbatasnya waktu dan biaya dalam pengambilan jumlah sampel, peneliti mengacu sesuai dengan pernyataan Roscoe (dalam Darmawan, 2013) bahwa sebaiknya ukuran sampel diantara 30-500 elemen dan jika sampel dipecah kedalam subsampel (laki-laki atau perempuan, SD, SLTP/SMU, dan sebagainya), jumlah minimum subsampel harus 30, namun peneliti memilih jumlah 50 untuk setiap subsampel sehingga jumlah subsampel dalam penelitian ini berjumlah 200 orang. Metode Pengumpulan Data Metode
yang
digunakan
peneliti
dalam
pengambilan
sampel
adalah
Nonprobality Sampling. Dalam Nonprobality Sampling kemungkinan sesuatu untuk terpilih menjadi anggota sampel tidak diketahui, cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara Accidental sampling (pengambilan sampel secara kebetulan) dapat disebut pula sebagai Convenience Sampling, anggota sampel yang diambil tidak direncanakan
16
terlebih dahulu tetapi didapatkan/ dijumpai secara tiba tiba (Darmawan, 2013). Sampel yang akan di ambil peneliti adalah 200 sampel. Pada penelitian ini terdapat beberapa subsampel diantaranya 50 remaja perempuan, 50 remaja laki-laki, 50 perempuan dewasa awal, dan 50 laki-laki dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Alat Ukur Body Image Untuk pengumpulan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan skala body image yang diadaptasi dari(Itani, 2011) disusun berdasarkan Multidimensional Body Self Relation Questionnaire Appreance Scales (MBRSQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash (dalam, Itani, 2011) dan dimodifikasi oleh peneliti.Skala pengukuran body image yang digunakan peneliti terdapat aitem sebanyak 34 yang terdiri dari lima aspek yaitu: Appearence Evaluation (evaluasi penampilan), Appearence Orientation (orientasi penampilan), Body Area Satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), Overweight Preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), dan Self-classified weight (pengkategorian ukuran tubuh). Pada penelitian ini digunakan skala model Likert. Skala ini terdiri dari penyataan dengan menggunakan lima pilihan jawaban pada aitem favorable yaitu: Sangat sesuai (SS) diberi skor 5, Sesuai (S) diberi skor 4, Netral (N) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Sebaliknya, pemberian skor pada aitem unfavorable yaitu: Sangat sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Netral (N) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 5. Berdasarkan seleksi aitem pada Multidimensional Body Self Relation Questionnaire Appreance Scales (MBRSQ-AS)terdapat 34 aitem yang digunakan dalam pengolahan data yang terdiri dari 14 aitem favorable dan 10 aitem unfavorable. Dalam
17
penelitian ini menggunakan standar diskriminasi aitem adalah sebesar 0,20 menurut Azwar (2013). Setelah dilakukan perhitungan menggunakan SPSS 16.0 for windows terdapat 15 aitem yang gugur hasilnya didapatkan 19 aitem yang memenuhi standar diskriminasi aitem yang digunakan. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Uji Reliabilitas Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.792
19
Dari hasil uji reliabilitas setelah 15 aitem yang gugur dihilangkan, diperoleh hasil koefisien α = 0,792, maka dapat disimpulkan bahwa Multidimensional Body Self Relation Questionnaire Appreance Scales (MBRSQ-AS) yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ini menggunakan anova 2 jalur untuk melihat perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Syarat anova 2 jalur yaitu sebaran data berdistribusi normal dan varians data homogen.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil perhitungan data keseluruhan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) diperoleh mean (rata-rata) sebesar 66,30 dan standar deviasi sebesar 7,355 pada remaja perempuan. Pada remaja laki-laki diperoleh mean (rata-rata) sebesar 63,74 dan standar deviasi sebesar 7,367. Kemudian pada perempuan dewasa awal diperoleh mean (ratarata) sebesar 65,82 dan standar deviasi sebesar 8,238. Pada laki-laki dewasa awal diperoleh mean (rata-rata) sebesar 68,52 dan standar deviasi sebesar 8,655. Berikut tabel deskriptifnya: Tabel 1. Descriptive Statistics
Dependent Variable:body_image jenis_kelamin
tahap_perkembangan
PEREMPUAN
Remaja
66.30
7.355
50
dewasa awal
65.82
8.238
50
Total
66.06
7.773
100
Remaja
63.74
7.367
50
dewasa awal
68.52
8.655
50
Total
66.13
8.349
100
Remaja
65.02
7.436
100
dewasa awal
67.17
8.515
100
Total
66.10
8.046
200
LAKI-LAKI
Total
Mean
Std. Deviation
N
19
Uji Asumsi Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel berdasarkan tahap perkembangan pada remaja sebesar 0,911 dengan signifikansi 0,378 (p>0,05) sehingga sampel untuk remaja berdistribusi normal. Sedangkan nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel dewasa awal sebesar 0,536 dengan signifikansi 0,938 (p>0,05) sehingga sampel dewasa awal berdistribusi normal. Melihat hasil nilai Kolmogorov Smirnov untuk remaja dan dewasa awal bersignifikansi (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel sebaran datanya berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel berdasarkan jenis kelamin pada perempuan sebesar 0,619 dengan signifikansi 0,839 (p>0,05) sehingga sampel untuk perempuan berdistribusi normal. Sedangkan nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel laki-laki sebesar 0,838 dengan signifikansi 0,483 (p>0,05) sehingga sampel laki-laki berdistribusi normal. Hasil uji normalitas tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1.1 Uji Normalitas Tahap Perkembangan dan Jenis Kelamin One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test REMAJA
DEWASA_AWAL
PEREMPUAN
LAKI_LAKI
Kolmogorov-Smirnov Z
.911
.536
.619
.838
Asymp. Sig. (2-tailed)
.378
.936
.839
.483
a. Test distribution is Normal.
Selanjutnya tabel di bawah ini menunjukkan hasil homogenitas body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) menggunakan metode Levene’s Test. Diperoleh nilai pada baris based on mean, yaitu 2,476 dengan nilai p
20
(signifikansi) sebesar 0,117 dimana p>0,05 yang berarti varians data tersebut dapat dikatakan homogen. Kemudian pada hasil homogenitas body image ditinjau dari jenis kelamin menggunakan metode Levene’s Test. Diperoleh nilai pada barisbased on mean yaitu 0, 885 dengan nilai p (signifikansi) sebesar 0,450 dimana p>0,05 yang berarti varians data tersebut dapat dikatakan homogen. Hasil uji homogenitas dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1. 2. Uji Homogenitas Tahap Perkembangan dan Jenis Kelamin Test of Homogeneity of Variance BODY_IMAGE
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Tahap_perkembangan
Based on Mean
2.476
1
198
.117
Jenis_kelamin
Based on Mean
.885
3
196
.450
Uji Hipotesis Dari hasil uji asumsi menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal dan varians data homogen. Sehingga untuk pengujian komparasi menggunakan anova 2 jalur. Hipotesis 1. Berdasarkan hasil uji anova 2 jalur dapat diketahui bahwa pada tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) memiliki F sebesar 3,681 dengan probabilitas (signifikansi) 0,56 dimana (p>0,05) yang artinya Ho diterima dan Ha ditolak, maka tidak ada perbedaan yang signifikan pada body image individu ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal).
21
Hipotesis 2. Berdasarkan hasil uji anova 2 jalur dapat diketahui bahwa pada jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) memiliki F sebesar 0,004 dengan probabilitas (signifikansi) 0,950 dimana (p>0,05) yang artinya Ho diterima dan Ha ditolak, maka tidak ada perbedaanyang signifikan pada body image individu ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki). Hipotesis 3. Berdasarkan hasil uji anova 2 jalur dapat diketahui bahwa nilai F untuk interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (jenis kelamin*tahap perkembangan)adalah sebesar 5,508 dengan probabilitas (signifikansi) sebesar 0,020 dimana (p<0,05) yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima, maka ada perbedaan yang signifikan pada body image individu ditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal). Berikut tabel uji anova 2 jalur:
22
Tabel 1. 3. Uji Anova 2 Jalur Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:body_image Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
3
192.405
3.064
.029
873709.805
1
873709.805
1.3924
.000
.245
1
.245
.004
.950
231.125
1
231.125
3.681
.056
345.845
1
345.845
5.508
.020
Error
12305.980
196
62.786
Total
886593.000
200
12883.195
199
Corrected Model
577.215
Intercept JENIS_KELAMIN TAHAP_PERKEMBANGAN JENIS_KELAMIN * TAHAP_PERKEMBANGAN
Corrected Total
a. R Squared = ,045 (Adjusted R Squared = ,030)
Berdasarkan
hasil
perhitungan
variabel,
berikut
adalah
kategorisasi
deskriptifnya. Kategorisasi tersebut digunakan untuk menggolongkan kategorisasi body imageditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Berikut tabel kategorisasi: Tabel 1.4 Kategorisasi Skor Body Image pada Remaja
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Kategorisasi 19 ≤ x < 34,2 Sangat Rendah 34,2 ≤ x < 49,4 Rendah 49,4 ≤ x < 64,6 Sedang 64,6 ≤ x < 79,8 Tinggi 79,8 ≤ x < 95 Sangat Tinggi Jumlah
Perempuan Laki-laki Mean F % Mean F % 19 38% 63,74 30 60% 66,3 30 60% 18 36% 1 2% 2 4% 50 100% 50 100%
23
Berdasarkan penggolongan tersebut, didapatkan hasil bahwa skor body image pada tahap perkembangan remaja perempuan menunjukkan mean sebesar 66,3 berada pada kategorisasi tinggi, dengan jumlah frekuensi 30 dan dengan persentase sebesar 60%. Hal ini menunjukkan rata-rata remaja perempuan di Kelurahan Banyumank, |Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image yang tinggi. Kemudian skor body image pada tahap perkembangan remaja laki-laki menunjukkan mean sebesar 63,74 berada pada kategorisasi sedang, dengan jumlah frekuensi 30 dan dengan persentase sebesar 60%. Hal ini menunjukkan rata-rata remaja laki-laki di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image yang sedang. Tabel 1.5 Kategorisasi Skor Body Image pada Dewasa Awal
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Kategorisasi 19 ≤ x < 34,2 Sangat Rendah 34,2 ≤ x < 49,4 Rendah 49,4 ≤ x < 64,6 Sedang 64,6 ≤ x < 79,8 Tinggi 79,8 ≤ x < 95 Sangat Tinggi Jumlah
Perempuan Mean F % 1 2% 21 42 % 65,82 24 48 % 4 8% 50 100%
Laki-laki Mean F % 18 36% 68,52 28 56% 4 8% 50 100%
Berdasarkan penggolongan tersebut, didapatkan hasil bahwa skor body image pada tahap perkembangan perempuan dewasa awal menunjukkan mean sebesar 65,82 berada pada kategorisasi tinggi, dengan jumlah frekuensi 24 dan dengan persentase sebesar 48%. Hal ini menunjukkan rata-rata perempuan dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image yang tinggi Kemudian skor body image pada tahap perkembangan laki-laki dewasa awal menunjukkan mean sebesar 68,52 berada pada kategorisasi tinggi, dengan jumlah
24
frekuensi 28 dengan persentase sebesar 56%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata lakilaki dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image yang tinggi. Pembahasan 1. Tahap Perkembangan Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) yang menggunakan uji Anova 2 jalur menunjukkan nilai F sebesar 3,681 dengan p (signifikansi) 0,56 dimana p>0,05 yang artinya Ho diterima dan Ha ditolak, maka tidak ada perbedaan yang signifikan pada body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal). Hasil penelitian ini membuktikan hal yang berlawanan dengan hipotesis yang dikemukakan oleh penulis yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal). Tidak adanya perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) menurut penulis dimungkinkan karena faktor usia yang diteliti yaitu remaja dan dewasa awal bukan menjadi pengaruh yang signifikan. Apabila ditinjau dari faktor usia, menurut (Santrock, 2003) mengatakan bahwa perhatian body image seseorang sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 18 tahun, baik remaja perempuan maupun remaja laki-laki. Namun menurut Davidson dan McCabe (2005) dalam jurnalnya menemukan bahwa kelompok usia 30-an dan 40an adalah masa yang paling rentan terhadap body image jika dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pernyataan oleh beberapa tokoh tersebut terdapat perbedaan pendapat terkait body image remaja dan dewasa awal. Pernyataan tersebut tidak sejalan
25
dengan hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal). Namun hasil penelitian ini mendukung sejumlah besar penelitian, diantaranya oleh (Cafri, Yamamiya, Brannick, Thompson & Esnaola, Rodriguez, Goni, dalam Burrowes, 2013) yang telah menyelidiki hubungan antara usia dan body image dalam studi umum menemukan bahwa usia tidak begitu penting untuk memprediksi body image daripada jenis kelamin. Kurangnya penelitian yang membandingkan antara body image remaja dan dewasa awal, maka penulis berpendapat bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan pada body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) karena pada tahap perkembangan remaja dan dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota semarang sama-sama memperhatikan penampilan agar terlihat menarik dihadapan orang lain dan berusaha untuk menjalankan tugas perkembangannya semaksimal mungkin. Dapat dilihat dari tugas perkembangan remaja adalah menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif, agar dapat mengembangkan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan, dan dapat mencapai peran sosial perempuan dan laki-laki dewasa. Sedangkan pada dewasa awal adalah dapat memilih pasangan hidup, mampu membentuk keluarga dan mulai bekerja (Soetjiningsih, 2012). Dapat diketahui bahwa remaja maupun dewasa awal rata-rata berada pada kategorisasi tinggi, sehingga pada saat ini body image positif dimiliki oleh remaja dan dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
26
2. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan body image ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) yang menggunakan uji Anova 2 jalur menunjukkan hasil F sebesar 0,004 dengan probabilitas (signifikansi) 0,950 dimana p>0,05 yang artinya Ho diterima dan Ha ditolak, maka tidak ada perbedaan yang signifikan pada body image individu ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki). Hasil penelitian ini berlawanan dengan hipotesis yang dikemukakan oleh penulis yang menyatakan bahwa ada perbedaan body image ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki). Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan menyatakan bahwa perempuan lebih negatif memandang body image daripada laki-laki (Cash dalam Hubley & Quinlan, 2005). Laki-laki ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri didepan teman-temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung. Sedangkan perempuan ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya. Diantaranya penelitian oleh (Alvell & Richards dalam Mills & Alfonso, 2007) menemukan bahwa laki-laki lebih puas dengan berat badannya dibandingkan perempuan. Perempuan dinyatakan memiliki kepuasan yang rendah terhadap berat badan, tipe tubuh dan merasa tidak menarik. Namun hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Drewnowski & Yee (dalam Mills & Alfonso, 2007) yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan body image pada laki-laki dan perempuan. Pada kenyataannya perempuan dan laki-laki pada masa kini sudah mulai menjaga penampilan agar terlihat menarik. Perempuan maupun laki-laki mulai merawat dirinya agar dapat sesuai dengan tuntutan dari masyarakat karena seiring dengan berjalannya waktu, terbentuk tuntutan dari masyarakat (socio-cultural expectation) bahwa perempuan diharapkan bertubuh
27
langsing dan ramping, sedangkan laki-laki diharapkan memiliki tubuh yang berotot (Furnham dan Greaves, 1994). Grogan (1999) berpendapat bahwa kelangsingan (slenderness) biasa dihubungkan dengan kebahagian serta penerimaan di lingkungan sosial, sedangkan memiliki kelebihan berat badan dihubungkan dengan kemalasan dan dianggap tidak dapat mongontrol diri. Perempuan dan laki-laki yang memiliki kelebihan berat badan, oleh masyarakat cenderung dipandang sebagai individu yang tidak menarik (physically unattractive) dan juga dihubungkan dengan karakter negatif lainnya (Grogan, 1999). 3. Tahap Perkembangan dan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) yang menggunakan uji Anova 2 jalur menunjukkan hasil nilai F untuk interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (jenis kelamin*tahap perkembangan)adalah sebesar 5,508 dengan probabilitas (signifikansi) sebesar 0,020 dimana (p<0,05) yang artinya, Ho ditolak Ha diterima, maka ada perbedaan yang signifikan pada body image individu ditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal). Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan oleh penulis yang menyatakan bahwa ada perbedaan body image ditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal). Adanya perbedaan body image pada remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal dapat dilihat dari mean (rata-rata) dan standar deviasi dari skor body image masing-masing subsampel. Nilai mean (rata-
28
rata) tertinggi adalah pada subsampel laki-laki dewasa awal dibandingkan dengan subsampel lain, yaitu sebesar 68,52 dan standar deviasi sebesar 8,655 dengan kategorisasi tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa laki-laki dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image positif dengan mean (rata-rata) paling tinggi diantara subsampel lain. Body image positif menunjukkan bahwa laki-laki dewasa awal memiliki kepuasan akan tubuhnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh (Powers dan Erickson (dalam Santrock, 1995) yang mengatakan bahwa ditemukanlaki-laki dewasa awal yang mempersepsikan ukuran tubuhnya sebagai rata-rata akan lebih puas dibandingkan dengan laki-laki dewasa awal yang mempersepsikan tubuhnya sebagai kurus atau gemuk, tanpa memandang ukuran tubuh yang sebenarnya. Kemudian pada penelitian ini remaja perempuan di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang lebih memiliki body image positif daripada perempuan dewasa awal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai tertinggi kedua adalah remaja perempuan dengan mean (rata-rata) sebesar 66,30 dan standar deviasi sebesar 7,355 dengan kategorisasi yang tinggi. Jika dibandingkan dengan perempuan dewasa awal yang memiliki nilai mean (rata-rata) sebesar 65,82 dan standar deviasi sebesar 8,238 kedua subsampel sama-sama berada pada kategorisasi tinggi. Kategorisasi yang tinggi mempunyai arti bahwa remaja perempuan dan perempuan dewasa awal di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang memiliki body image positif atau memiliki kepuasan akan tubuhnya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh (Sivert & Sinanovic, 2008) bahwa perempuan usia 13 sampai 20 tahun memiliki ketidakpuasan terhadap body image lebih tinggi dibandingkan perempuan usia 30 tahun sampai 40 tahun.
29
Pada remaja laki-laki memperoleh hasil yang paling rendah diantara subsampel lain yaitu nilai mean (rata-rata) sebesar 63,74 dan standar deviasi sebesar 7,367 dimana rata-rata berada pada kategorisasi sedang. Walaupun memiliki mean (rata-rata) yang paling rendah diantara yang lain, namun remaja laki-laki juga memiliki body image positif.Hal ini dapat diartikan bahwa remaja laki-laki memiliki kepuasan akan tubuhnya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnyabahwa pada remaja laki-laki yang telah mengalami pubertas cenderung memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengendalikan diri mereka (O’Dea & Abraham, dalam Santrock, 2003). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada keempat subsampel (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal) ratarata memiliki body image positif, walaupun ada perbedaan mean (rata-rata) dari masingmasing subsampel. Body image positif di Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang dimiliki oleh individu remaja dan dewasa awal, serta perempuan maupun laki-laki. Adanya ketersediaan klinik kecantikan, pusat kebugaran, dll, tidak serta merta menjadikan mereka memiliki body image negatif, sebaliknya adanya ketersediaan tempat-tempat untuk menunjang penampilan menjadikan mereka memiliki body image positif. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1.
Dari hasil perhitungan anova 2 jalur, pada body image ditinjau dari tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara body image remaja dan body image dewasa awal.
30
2.
Dari hasil perhitungan anova 2 jalur, pada body image ditinjau dari jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada body image antara perempuan dan laki-laki.
3.
Dari hasil perhitungan anova 2 jalur, pada body image ditinjau dari interaksi tahap perkembangan dan jenis kelamin (remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal) disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antarabody image remaja perempuan, remaja laki-laki, perempuan dewasa awal, dan laki-laki dewasa awal.
4.
Dilihat dari nilai mean (rata-rata) menunjukkan hasil bahwa laki-laki dewasa awal memiliki mean (rata-rata) paling tinggi diantara subsampel lain dan berada pada kategori tinggi.
5.
Nilai mean (rata-rata) pada remaja perempuan menunjukkan hasil diurutan kedua setelah laki-laki dewasa awal dan berada pada pada kategori tinggi.
6.
Nilai mean (rata-rata) pada perempuan dewasa awal menunjukkan hasil diurutan ketiga setelah laki-laki dewasa awal, dan remaja perempuan, serta berada pada pada kategori tinggi.
7.
Nilai mean (rata-rata) pada remaja laki-laki menunjukkan hasil diurutan keempat (terakhir), dan berada pada pada kategori sedang. SARAN
1.
Bagi Subjek Penelitian a. Bagi remaja perempuan agar tetap mempertahankan body image yang positif dan lebih menerima diri disertai rasa bersyukur dengan bentuk dan keadaan yang dimiliki agar mampu meningkatkan kepercayaan diri dan harga dirinya sehingga
31
mampu menjalankan tugas perkembangannya dengan baik dan terhindar dari perasaan tidak puas terhadap tubuh. b. Bagi remaja laki-laki agar lebih meningkatkan body image yang positif agar mampu meningkatkan kepercayaan diri dan harga dirinya sehingga mampu menjalankan tugas perkembangannya dengan baik dan terhindar dari perasaan tidak puas terhadap tubuh. Apabila remaja laki-laki merasa memiliki kekurangan dan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, diharapkan segera mengambil tindakan untuk mengatasi masalah penampilan fisik dengan cara-cara mengatasi masalah yang tepat, seperti mencari referansi untuk memperbaiki penampilan, bukan mengabaikan atau menghindarinya, sehingga masalah yang dihadapi dapat segera diatasi, serta tidak menimbulkan masalah dan risiko lain yang semakin besar, seperti merasa kurang percaya diri, dan rendah diri hingga gangguan kesehatan. c. Bagi perempuan dewasa awal agar mempertahankan body image yang positif untuk menjalani tugas perkembangannya dengan baik dan terhindar dari perasaan tidak puas akan bentuk tubuhnya. Dan lebih bersyukur atas apa yang telah dimiliki agar mampu meningkatkan kepercayaan diri dan harga dirinya d. Bagi laki-laki dewasa awal agar mempertahankan body image yang positif untuk menjalani tugas perkembangannya dengan baik dan terhindar dari perasaan tidak puas akan bentuk tubuhnya. Dan semakin bersyukur dengan bentuk dan keadaan yang dimiliki sehingga mampu meningkatkan kepercayaan diri dan harga dirinya.
32
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian ini berfokus pada body image pada tahap perkembangan (remaja dan dewasa awal) dan jenis kelamin. Faktor-faktor lain yang memengaruhi body image dapat lebih diperhatikan untuk penelitian yang berikutnya. Seperti media massa, hubungan interpersonal, dan keluarga. b. Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan subjek yang berbeda, diharapkan memperhatikan sampel yang akan dijadikan subjek penelitian, seperti jumlah sampel pada masing-masing subsampel. Selain itu, dalam perhitungan statistik, peneliti selanjutnya dapat membandingkan sampel remaja dengan dewasa madya karena memiliki jarak usia yang berbeda jauh, diharapkan perbedaan nilai mean (rata-rata) body image lebih nampak.
33
DAFTAR PUSTAKA Andea, R. (2010). Hubungan antara Body Image dengan Perilaku Diet pada Remaja. Medan: Program Studi Psikologi USU. Diunduh pada 5 September 2015, dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14525/1/10E00103.pdf Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi Edisi Dua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik. (2012). Kecamatan Banyumanik Dalam Rangka 2011. Diundah pada 13 November 2015, dari http://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2013/08/zzBANYUMANIK2011.pdf Berk, L E. (2012). Development Through The Lifespan Dari Prenatal Sampai Remaja (Transisi Menjelang Dewasa). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bestiana, D. (2012). Citra Tubuh dan Konsep Tubuh Ideal Mahasiswi FISIP Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal FISIP, 1, 1-11. Diunduh pada 20 Februari 2015, dari http://210.57.222.67/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2013-bestianade26228&PHPSESSID=084e6816309360b830dcc2c770e1453f Burrowes, Nina. (2013). Body image- a rapid evidence assessment of the literature. Government Equalities Office. Diunduh pada 18 Desember 2015, dari https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/2 02947/120715_RAE_on_body_image_final.docx Casey, L. (2011). The Acceptance Model of Intuitive Eating: A Comparison of Women in Emerging Adulthood, Early Adulthood, and Middle Adulthood. Journal of Counseling Psychology, 58, 110-125. Diunduh pada 22 Oktober 2015, dari http://u.osu.edu/tracyltylka/files/2015/02/Augustus-HorvathTylkaJCPArticle2buggx0.pdf Darmawan, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Davison, T. E. & McCabe, M. P. (2005). Adolescent Body Image and Psychososcial Fuctioning. Deakin University: Australia. Furnham, A., & Greaves, N. (1994). Gender and locus of control corelates of body image dissatisfaction. European Journal of Personallity, 8, 183-200. Diunduh pada 15 September 2015, dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/per.2410080304/pdf Grogan, S. (1999). Body image: Understanding body dissatisfaction in men, women, and children. New York: Routledge. Gunawan, D. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Halpern, C. T. & Udry, J. R. (eds.) (1999) Pubertal changes in testosterone and implications for adolescent sexuality. In L. Severy & W. Miller (Eds.),London: Kingsley.
34
Hurlock, E. (1980). Developmental psychology: A life-span approach. New York: McGraw-Hill, Companies, Inc. Hurlock, E.B. (1993). PsikologiPerkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. (Edisi kelima). Indika, K. (2010). Gambaran Citra Tubuh pada Remaja yang Obesitas. Medan: Program Studi Psikologi USU. Diunduh pada 25 Februari 2015, dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14505/1/10E00246.pdf Itani, D. (2011). Body image, self-esteem and academic achievement of 8th and 11th grades male and female Lebanese Students. (Art and Sciences Thesis). Diunduh pada 20 Oktober 2015, dari http://laur.lau.edu.lb:7080/xmlui/handle/10725/1030 Lawrie Z., Sullivan E. A., Davies P. S. W., Hill R. J. (2006). Media Influence on the Body Image of Children and Adolescents. Eating Disorders. Brisbane: University of Queensland Maria, L. B. C., Mariano, R. (2013). Body image in older adults: a review. Scientia Medica (Porto Alegre), 23, 255-261. Diunduh pada 18 September 2015, dari http:// /scientiamedica/article/viewFile/15357/10903 Markey, C. N. (2005). Relations between Body Image and Dieting Behaviors and Examination of Gender Differences. Sex Roles, 53 (7), 519-528. Diunduh pada 18 September 2015, dari http://ebscohost.com/c/articles/19028918/relationsbetween-body-image-dieting-behaviors-examination-gender-differences McCabe, M. P., & Ricciardelli, L. A. (2004). Body image dissatifaction among males across thr lifespan, A review literature. Journal of Psychosomatic Research, 56, 675-685. Diunduh pada 20 September 2015, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15193964 Melliana, A. (2006). Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan.Jogjakarta: LKIS. Mills, J. S. & Alfonso,S. R. D. (2007). Competition And Male Body Image Increased Drive For Muscularity Following Failure To A Female. Journal of Social and Clinical Psychology. Diunduh pada 2 September 2015, dari http://mensstudies.info/OJS/index.php/IJMH/article/viewFile/638/pdf_209 Monks, F. J., Koers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2001). Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Noble, M. L. (2012). The effect of mainstream media on body image and stress reactivity in Latina Females. Available from Pitzer Senior Theses. Diunduh pada 20 September 2015, dari http://scholarship.claremont.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1022&context=pitz er_theses
35
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human Development. (Psikologi perkembangan edisi kesembilan). Jakarta: Kencana. Ricciardelli, L. A., McCabe, M. P., & Banfield, S. (2000). Body image and body change methods in adolescent boys: Role of parents, friends, and the media. Journal of Psychosomatic Research, 49, 189–197. Diunduh pada 5 September 2015, dari http://sciencedirect.com/science/article/pii/S0022399900001598 Rudd, N. A. & Lennon S. J. (2000). Body image and Appearence: Management Behaviors in College Woman. Clothing and Textiles Research Journal, (18), Diunduh pada 9 September 2015, 152-162. darihttp://www.epi.umn.edu/let/pubs/img/adol_ch13.pdf Small, Kelly. (2001). Addressing body image, Self Esteem, and Eating Disorder. A Peer Review Journal. Diunduh pada 12 Oktober 2015, dari http://www.ucalgary.ca/~egallery/volume2/small.html. Sari, T. Y. (2009). Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan Body Image pada Remaja Putri. Medan: Program Studi Psikologi USU. Diunduh pada 5 Februari 2015, dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14524/1/09E02809.pdf Santrock, J. W. (1995). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga Santrock, J. W. (2003). Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan sampai dengan Kanak-anak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group. Sivert & Sinanovic. 2008. Body Dissatisfaction-Is a Age Factor?. Journal Series Philosophy, Psychology, and HistoryVol 7 No 1, 55-61. Diunduh pada 06 Oktober 2015, dari http://facta.junis.ni.ac.rs/pas/pas2008/pas2008-05.pdf Smolak, L., & Thompson, J. K. (Eds.). (2009). Body image, eating disorders, and obesity in youth: Assessment, prevention, and treatment (2nd ed.). Washington, DC: American Psychological Association Press. Sunartio, L., Monique E. S., Ktut D. (2012). Social comparison dan body dissatisfaction pada wanita dewasa awal. Jurnal Humanitas Vol IXNo 2. Diunduh pada 14 Oktober 2015, dari http://journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/article/download/342/232 Thompson, J. K., Heinberg, L. J., Altabe, M., & Tantleff-Dunn, S. (1999). Exacting beauty. Theory, assessment, and treatment of body image disturbance. Washington DC: American Psychological Association.