GENDER!DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentiang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
oleh: Marhumah NIM: 04.3.448
DISERTASI
Diajuialn Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Doktor Dalam Ilmu Agama Islam
YOGYAKARTA
2008
1·,·!
C<XX>O:LW. . .~:L _.1~
31 - ~ 2-o~~::
I / ag·~
--,
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama NIM Jenjang
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448 : Doktor
Menyatakan, disertasi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.
Yogyakarta, 1 Agustus 2008 Saya yang menyatakan
ii
DEPARTEMEN ACiAMA
l!Nl\'ERSITAS ISl.Al\1 NEGERI Sl'NA~ KAl.l.IAGA Pl~OGl~AM PASCASAl~.IANA
Promotor
Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A.
(
~~
Pro motor
Dr. Partini, SU.
(
C$-~
C:\Da1;1\S3\1101a dim1s'.Thk.rtf
)
)
NOTADINAS
Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Disampaikan
yang ditulis oleh: Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana ~ang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diaju.kan ke P~ogram Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian !Terbuka Promosi Doktor (83) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam i Ilmu Agama Islam. Wassalamu 'a~aikum wr. wb.
September 2008
Pr f. Dr. H.M. Amin Abdullah NIP.: 150216071
Vl
T
NOTADINAS
K.epada Ytht Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Assalamu 'alailct/m wr. wb. Disampaikan dengan hormat; setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi !berjudul:
GENDIER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang l»eran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al Muna'Wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta) yang ditulis oleh: Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah; M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana y$1g disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal Z6 Nopember 2007~ saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program P~ana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan da1am Ujian Terbuka Promo$i Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Yogyakarta,
2 ~··zvb"'
,2008
Promotor/Anggota Penilai;
Prof. Dr.
t~in
Nasution, M.A
NOTADINAS Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Assalamu'alaikum wr.wb. Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul: GEND)ER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis ole~:
Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Dok.tor
Sebagaimana y~g disarankan dalam Ujian Pendahuluan {Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2001, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pasc$U".iana UIN Sunan Katijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Dok.tor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Dok.tor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb. Yogyakarta,
J kjo ~008
Promotor/Anggota Penilai,
Dr. Partini, S.U.
NOTADINAS
Kepada Yth, Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Assalamu 'alaikum wr. wb. Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah diserta$i berjudul: GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al Mun~wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis oleh: Nam a NIM Program
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pasqasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Proilll.osi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Yogyakarta,
°'j Agustus,
2008
Anggota Penilai,
Prof. Dr. H. Muhadjir Darwin
NOTADINAS Kepa.da Yth, Direktur Program Pascasarjana U1N Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alai'kum wr. wb. Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertaSi berjudul: GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN
(Studi tentan. Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al Mun•wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta) yang ditulis oleh: Nam a. NIM Program1
: Ora. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Doktor
Sebagaimana &ang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2~7, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program PascQ8arjana UIN Sunan Katijaga Yogyakarta untuk diujikan datam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Yogyakarta, rf"' ~~ ~008 Anggota Penilai,
~J
Dr. Hamim Ilyas, MA
NOTADINAS
Kepada Yth; Direktur Program Pascasarjana UIN 8unan Kalijaga
Yogyakarta
Assalamu 'alatkum wr. wb. Disampaikan 1de11gan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul:
GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tenta~g Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al Mun~wwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
yang ditulis dleh: Nam a NIM Prograrti
: Dra. Marhumah, M.Pd : 04.3.448/83 : Dok.tor
Sebagaim~ yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 26 Nopember 2007, saya bcrpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pa$asarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Protnosi Dok.tor (83) dalam rangka memperoieh gelar Dok.tor dalam Ilmu Agama IslmJl.
Wassalamu'41/aikum wr.wb.
. Yogyakarta,
~/°' I
Anggota Penilai,
~ Dr. 8ekar Ayu Aryani, MA
2008
~I ~.L..m-.
0i .,/') ~\ ~~lS\ '-:-'~l
.).T"")
, ..
.,/' J.>. J_),\11 oh ~\:S""
Jl
~y._r}I ~...UI ~t-.U >-L. jf Nyai i.::.i~I J Kiait~I
~
Js-
..:;...>-.)
,:_;.-e
~I ~\
JS' '-:
i ~ ~..UI JJ...UI
~t ~\; ~ 0l5' lh J d~~ ~ (Pesantren i.::.i~_r;WI) ~ts::.... )'I
~ uPL,a::>:. ~I J i.::.iLo..,WI C:}j.f i _);.....; ~I gender ~I ~ olJWI ~ ~_rd\
Js-
~ ,4~)'1 ,oh V"'L.i
.i.::.i~_r;WI ~ J:-:-b >-L. JJ r g·.; .a! ..::..i~I J t~I
c.\::.il ~ U.i ~.:..·~_?WI c) ~\ ~ olJWI ~ ~_rdl ~ Jl ~I lh 6-.p\.:.L.1 ..::..i~~ ~1 lj":J.s. .).T""}
cJ
~ lj":J.s. .).T"" J ~A ~..u1 ~1 ~ ;1Jw1 ~ ~.f J
~ ~1
c) .f..S_;>-\11 "1..WI ~~\
~ ~Y o.)~ ~ ~ ·~ JS' )J.)~
;1JWl.i 6-.pl.;.:.
Js- ~WI ~~I 1..S..1.>-l :.r-J. ~
~ i.::.i~l.,a::>:-1 c)
(. \::.i)' ~ y ..::..i~_r;WI c) ..::..i~l.,a::>:. ')IJ C}j_rll '4$') ii~\ ~ ,..:....i}I ~ ~J -~JJ~ - ~µ1 oh . ..::..i~_r;WI c) o~L. ~I olJWI c) ~ ~y J:-:-b ~I o\JWl.i 6-.p\.;L.I ..::..iliJWI J i.::.il$'}-JI J i.::.il..t~I '-'lS"' o~ o_;:1WI J ~I . ..::..i~_r;Wl~>-~i JJ.) JJ4
~I
lh
0~
,o":J.s.i oJ§'.ill
aJLJJ ~l;.,.l ~~ Jl ~ _rll j.>-i ,:_;.-e
lh J~ .~~_?WI c) ~\ ~ o\JW\ ~ ~_rd\ c) ..:..i~\ J t~I JJ.) ~J ,i.;:.i~_r;WI c) ~\ ~ olJWI ~ ~_rd4 ~WI .r..~
Jl ~I
J 4 -.::..i~_r;WI c) ~\ ~ olJWI a_,ai Jy ~µ1 J.fa c) ..::..i~I J t~I
J_}, ~i ~I lh JJ4 W-- ,i.;:.i~_r;WI c) ~I J ~ J ~y._?1 ~I~ ~I ~I olJWli 6-.p\.:.L.1 ..::,..~})~\ii) ft!WI ~ j j')I.;.:. ,:_;.-" ~IJ...UI .)\_,ii) 1.r•:u..dl .~...u1 ~w.1 j:-:-1.) ~t; J ~ J ~.r..# J L4 ~_rdl ~ ,t;_?lj-y.. c) ''i~ ~II J.?W)
~
c: ~ i.:;_,\J)~ )
40:?f
")pl"
~Lr.
J.?W c) ~\ lh >-l_r-l
..::,..WJ\.:.,.
J ~l..y
..::,..IJ:>.'j..,.
f
Js- ~\
~
J ,~...UI V"')µll o.l.4 ~_,ii J oJb)'I ~ J ~ J..UI J >-JI$"}I J i.::.i~I J t~I j:-:-..UI
il~l.i ..::..ili~\ ..:.J1..
f
·uP~i
ol:)- r-"'°I) J
~}::.ll JS~}I ~ c:?." { ~i
.~I} ~y)I ~W.1 y- ~~~I
~.
-·
~ f:::
t
~: ·-.
-
\t.
~ 'l!
r-•
}
L..
:
.,.: ·~
0
t= s·
r I
.f,:• -
[
b
£::- ~
C.·
,<>•
•
~.
r. L
t
't_
~·
.
.
.
-
(_·
"
•
<;.:f,
-
-·'-
0
~·
•
~·· ~: :t.'
f ·r 't.. Pt
~
s.
T. ~
~· ...
'l L
£-
I..
0
•·
.
.r-· l
"
·,V::
•
{=:
l-
( · t
•C.·
{o.1
~ ~
r-. ........
-
~
~·
~
~
1...
~ f~ +.F 't_t b ~ li ~_:_ '-
1...
£ t ~ lf ~ ~ r •
·I. 1
•
I
I
k
.c_.
J.-• y.
~·
fl·
,
-
I... t-
.I
.
e-·
\
.c_.
-
..,
IC.•
i;;
t--·
E- J:-I!- ~ .[...
1 ,. 'it.
f
...
v. C\
[
00
•
f:
~
f"
•C.·
·r~
•
•
,.
!:::-
-
•
0~
I_,.
\
I
~
{
'.
r.\...
'IU\ r..
~
I_,.
~
£
Q
0
~·
-
i:i
o
~. ,c_. \... \,
I!-
:
(i•
,c_.
.
L
I
~
-
. C •
V~
1...
(
('t·
o
·( •
,.
-
C; -
J;
,.
~
~ ~
.c_.·
·l c;
[
c:.. ,-.,,
t
.
-,
C·
•C.·
..
'(
'
-
~
-
•
1...
~··
t I
~·
J; J....
..,·
c.
'i [
t \ •0
I
.
~ l
I..
~
l
c;;-•
~
f
~
t
~.
('t· ·k-
~
C.•
b.
I...
-• 1· -
~
~
l-
:c 'lf,.
f-
-•
L
}:_.
1 ·~·· t-
1...
-
f'
• •
~
ri
0
I..
.f,:- L. · ... I.. • <;.: e: '(;.' ~ c.· ·( l-~ "i~ l 1-- (.. ~ -~ ~
~
I!-
I
Lr.
t [ B 1· _
.~
·~
-
-
~
V\•
~
~
(•
[
I
I...
L
{
e ~ ·r: 1 . ~. -
'L
1...
I
,,-
',r
·
~.. ~ ~· ~(;.( ~. ~. .~·· [ ~· tr r • ~ - t::. r ~ ~~ c.· '·' .r
,c_. - --t---+-'l\~ -~-
L
J.--
I...
~
'v
~- ·~~·--:t· · · .r
-t- ~·. 1-~- ~ ·r.~· 1: ~~ k t ; 01
·L ~~
1:-1,
I_,.
r-•
e- n· ~ ~·· {: ·r.~ -;i_ r ~
C
.§:
t--.
I..
L
,.
\::.~ f 1;~· ~· 'f>[
=
L
·f
f· r-:- ·L
fl ~
-
0
\...
'[
-
-·
t
'1:,
11
·r r 1 . -. "o•
s . ~.. . ~ 1f. t.
t
f
::
,....
I..
,.
-
J.-
"it:. .r
\
.[. ~.:t.
~ ~ ~ t~ ~ f E ~~ "i t'b
T. ~· E ~·r:, !..-
n
~!
:_
~ T. ~i. ~·
l-
~
-
1..-r
}:.
. •_. l 1 (. s. - . r
E - t-
-. 1 [tr!~?_.~\-~~
v. ~1
c
C· .e-· (.. - E ~ r. f .r: 'ti l t_ ' \.. f." ·- ~ 1... _:_ ~· I.. - ~ ~ • ~ n• { ·~
s ~· L s. ~
·~ ~ !~ .l =
-•
-
(.
~
t
·C.·
f-•
I
.
•
I
~ ~ ~·
•l
~ •
f -
[
4t
~
-
:
- . £!...
'(
,.
~ ~
~ ~ V\
•
~ ~
-
\
f
'ic,. ~ ·~ I
r
-;
~ .c_.
L,"
c
f;:
I..
I..
~.
:rc. }_.
'(. ~- (•f." '._ f_ 't_
~
- _:_
I... [ .f' • n· - " \f
I...
(l, l.
't.
r
.t-
C1
~ .c_.,... "~ '-- ---.
~ f.- ~~ ~r ~~ ~ •C.•
•·
-•
c;; - .c_. ~ -
1 f
~
-·
C.·
,.
t ~ ~ ·r 0 ·~ ~· ~ [ q. - ~· ~ ~·~ t ~ 1 . ~~ ·~ •C.· ~· .~· f" .\I .\\ { 'l .l-\ \, • ~ r 1 :: 'f ~. 't_ 'f \. f.° ·C •I.
I
0 •
,t'
'~ }_
L f; .r l
f '
~ E- ~ ¥
L
(-'I .
"
L
•t:. ' ~ -
~ -
1
1_, '
'(
f.
'~
'(
s ~ ,. ~ ·- ~ ._ ~.
0
•
•
l
p~ 1, ~' • .~f. ~ L ~
K ~:
L
1...
{
~
'
rf {- ~ l t 1:: - ~ ~ b I
I...
ABSTRACT
The writing of this dissertation is inspired by an academic anxiety that the roles played by Kyai l:"µld Nyai as the leaders in Pesantrens are imbalanced. In turn, this imbalance affectS the gender specialization process that involves distribution of knowledge and p~wer between Kyais and Nyais as the leaders in the Pesantrens. Due to the academic tinxiety, this research views the process of gender socialization in Pesantrens as a process of production and reproduction of gender discourse that considers the relaitionship of power among the roles. Particular gender domination in Pesantrens will be analyzed as the implementation of particular relation of power in which one of the ~gent groups is more dominant than the other. At the same time, the structure of power in Pesantrens is used as an explanation about discourse production of particular gender that is dominant in Pesantrens. In turn, this discourse functions as regulation and nqrmalization of any action, behavior and gender relation among the members of the pesantren community. To establisl,l the above formulation, this research examines the roles of Kyai and Nyai in gender socialization in Pesantrens. The research aims to describe the agent of gender socializa~ion in Pesantrens, to understand the roles of Kyai and Nyai in forming gender discourse, and to analyze the process and practice of education and learning in Pesantrens. This research also analyzes the learning methods and materials where gender am.d ideology of norms are introduced, developed, practiced, and institutionalized in Pesantrens. This research is conducted in Al Munawwir and Ali Maksum Pesantrens in Yogyakarta that involves field observations, focus group discussions, and in-depth interviews with a number of Kyais, Nyais, badals (assistants), school teachers, managers and stiiffs of the Pesantrens. In addition, a number of historical documents and biographies· are collected. The data ·are then analyzed using interpretative approach to reveal symbolic and textual meanings. This research finds that Kyais and Nyais play significant roles in forming strong gender discourse in Islam in the pesantren environment from which strong influence on the students' views of gender issues may emerge. Nevertheless, Kyais have great power and influence in both Pesantrens. They are in stronger position and have greater chances to interact with students as teachers. The other socialization agent of gender includes teachers and peers. Each agent plays different roles in socializing gender in their 'current position. Their roles are categorized into 3: maximalist, moderate and minimalist. Only few Kyais play significant roles and influence because of their position lits the authority holders and main teachers in the Pesantrens. Both authority holders in the Pesantrens have established strong normative gender discourse within the Pesantrens environment. The aspects of normative discourse have .powerful force to drive the process of gender socialization in Pesantrens. Gen
socialization in both Pesantrens is signified by the dominant strong model approach. This approach is characterized by several issues: the lecturing methods that are implemented a.S the main teaching method in the Pesantrens, repeated teaching materials by different teachers, the charisma and power of Kyais, Nyais, and teachers, and the enforc~ment aspects in the teaching materials in the Pesantrens. The dominance of traditional gender discourse represents the relationship of power within the body of the! Pesantrens that is dominated by the majority of Kyais, Nyais, and teachers, who make the gender discourse production possible. The condition will in turn support their power in the Pesantrens. This research recommends several crucial agenda to be ~en into consideration in the efforts to encourage the creation of more female-friendly and gender sensitive social and structural environment in the Pesantren milieu.
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan f ()nem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilamban~an dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan h,turuf dan sebagian dilambangkan dengan tanda. Sebagian lainnya dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. D~ bawah ini adalah daftar huruf Arab itu dan transliterasinya berdasarl$tn Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidilaln dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988.
ARAB
LATIN
ARAB
LATIN
l
Tidak dilambangkan b t s J
~
4
.b
t
.1:a
~
t
t
L
4
u
' G F
t
kh
J
Q
J
d
~
J
4
J
K L M N
y ~
~
~
0
LJ'I
r z s sy
(.).Q
$
'i
..) .)
LJ'I
,.
f'
_,
w
0
H
--
y
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. a. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda /
--,,,-.>
Nama fatha
HurufLatin a
Nama a
kasra
1
1
qamma
u
u
b. Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
XVI
Tanda dan huruf '-i· .....
..J .....• -
Nama
Gabungan huruf
Nama
fat.Pa danya
al
adan i
Fat\la
adanu
au dan wau
~
Contoh: ~
-kataba
Jyt.
- haula
3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat danhuruf '-i
Nama
Hurufdan tanda a
Fat.Pa dan Alifatau ya
-
Kasradan ya
-
:Qamma dan wau
J
Contoh: J\!
Jffi
i
u
Nama a dan garis di atas
i dan garis di atas
u dan garis di atas
- qala - qila
4. Ta Marbuthah a. Ta marbu!ah yang hidup atau mendapat harkat fat.pa, kasrah dan damma, transliterasinya adalah /t/. b. Ta marbu!ah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya . adalah /hi. c. Kalau:pada kata yang terakhir dengan ta marbu!ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbuthah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh: Jli,b\ti ~jj.)
- rau<J.ah al-a!Ial - rau<J.atul a!Ial - al-Madinah-al-Munawwarah - al-Madinatul-Munawwarah xvn
5. Syaddah ~tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah t~rsebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh: \.li..)
Jy
-rabbana - nazzala
6. Kata san<Jang Kaita sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu JI. Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamruiyah. a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengat!l bunyinya, yaitu /1/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang Hmgsung mengikuti kata sandang itu. b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengat!l aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. B$k diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sempang. Contoh:
<>.JI o~I
- ar-rajulu - as-sayyidatu
7. Hamzah Dmyatakan di depan bahwa hamzah ditrasliterasikan dengan apostrof. Namun itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bil~ hamzah itu di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan AI1ab berupa alif. Contoh:
J Js.I
-mna - akala
8. PenulisaJjl. Kata Pada dasarnya setiap kata, baikfi 'ii, isim maupun harf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim di
xvm
rangkaia..1; maka dalam trasliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga denglfm kata lain yang mengikutinya. Contoh: ,:J.»Jl_, JAlll_,9_,li - Fa aufu al-kaila wa al-mizana - Fa auful-kaila wal ntlzana ·~F-Y.• u~ 111.......t.l 1 - Ibrahim al-Khalil - Ibrahlmul-Khalll '
9. Huruf~pital M¢skipun dalam sistem tulisan Arab, huruf kapital tidak dikenal, dalam traPsliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD. Htµuf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kap~tal tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. ~I ~'i4 ol.J .lll_, - Via laqad ra'ahu bil ufuq al-mubini - Wa laqad ra'ahu bilufuqil mubini Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan k$.ta lain sehingga ada huruf atau harkat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh: ~.;-o'JI .Ji - Lillahi al-amrujami'an
XIX
KATA PENGANTAR
R4sa syukur selalu penulis panjatkan ke hadirat Allah yang t~lah melimpahlqm kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyeles~ilcan penulisM d~sertasi ini, suatu prestasi akademik tertinggi untuk ukuran 'Pergurnan Tinggi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan disertasi ini penuh
chmgan liku-liku, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, baik diawal perbiliahan, proses perkuliahan, proses penelitian di lapangan maupun pada proses penulisan disertasi, suatu perjuangan yang luar biasa penulis h(ldapi, karena pada proses ini, tidak jarang penulis telah merasa berdosa karena telah mengabaikan anak yang penulis tunggu-tunggu selama sepuluh tahun untuk memperoleh sang buah hati. Akan tetapi, semua ini penulis lakukan justru ingin menunjukkan kepada mereka bahwa seorang perempuan untuk meraih jenjang yang lebih tinggi dalam suatu karier harus berjuang dua kali lipat dibandingkan dengan seorang laki-laki berjuang untuk hal yang sama. Meskipun demikian, penulis sangat beruntung karena di akhir proses ini, penulis mepdapatkan kesempatan untuk mengadakan uzlah (pengisoliran) ke Kairo Mesir selama enam bulan, sebuah waktu yang tidak pendek untuk meninggall~an
keluarga dan meninggalkan rutinitas kegiatan di kampus. Pada
masa awal penulis berada di Kairo, terbersit dalam pikiran penulis bahwa rasanya
xx ".::
...
tidak munglcin untuk meneruskan keberadaan di sana, dan bersikeras untuk kembali ke 1)anah air dan berkumpul kembali bersama keluarga. Akhimya dengan kesabaran dari seorang pria pendamping hidup yang telah meyakinkan penulis bahwa beli*u mampu untuk mendampingi anak-anak di tengah kekangenan mereka padf ibunya, akhimya penulis membatalkan niat untuk patah semangat dan kembalil berkonsentrasi pada pekerjaan menulis disertasi. P~ulis
juga beruntung karena telah dipertemukan dengan dua
pembimbing yang dengan lemah lembut serta penuh kesabaran membimbing penulis, yakni Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, MA. (Promotor I) dan Dr. Partini, SU. (Promotor II). Oleh karena itu, kepada Prof Dr. Khoiruddin Nasution, MA. dan Dr Pamni, SU, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang amat tulus. · Karena dengan dukungan serta bimbingan dari kedua beliau ini, penulis dal!>at maju selangkah demi selangkah. Prof. Khoiruddin selalu mengingatk:lm penulis akan ketelitian serta konsistensi dalam penulisan disertasi ini, bahkan 'beliau selalu memberikan semangat penulis untuk selalu teliti dan menekuni penulisan disertasi ini. Begitu pula Dr. Partini, SU., penulis merasa berhutang budi kepada beliau karena penulis diberikan motivasi yang luar biasa untuk bisa lebih giat lagi dan bersemangat dalam menulis, bahkan beliau selalu menanyakan tentang basil penulisan disertasi ini, untuk itu terima kasih sekali ibu. Pep.ulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Amin Abdullah, selaku rektor dan dosen kami yang telah banyak memberikan insprirasi serta dukungan kepada kami. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula
XXI
kepada Debm Fakultas Tarbiyah Drs. H. Rahrnad Suyud; M.Pd yang telah rnernberikan dukungan yang luar biasa untuk selesainya disertasi ini, begitu pula kepada Bapak Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag sebagai dekan baru yang rnernberikan kesernpatan lkepada penulis untuk rnenyelesaikan disertasi ini secara baik. Begitu pula kepadalstafFakultas Tarbiyah, saya rnengucapkan banyak terirna kasih. Uqapan terirna kasih juga disarnpaikan kepada Bapak Direktur Pasca Sarjana, Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain, yang telah rnernberikan kesernpatan kepada penulis untuk rnengikuti program S3 ini serta rnernberikan pengarahan yang sangat efektif bagairnana rnenyelesaikan kuliah dan rnelakukan penelitian dalarn waktµ yang telah ditentukan oleh pihak pascasarjana. Ucapan terirna kasih juga disain:paikan kepada asisten direktur serta para staf dan karyawan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga yang sangat rnernbantu proses penyelesaian adrninistrasi kuliah penulis di S3 ini. Kepada pihak Pesantren Al-Munawwir, terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada KH. Zainal Abidin Munawwir beserta Ibu Nyai Ida Zainal yang telah rnenerirna penulis rnengadakan penelitian di Pesantren, penulis diterirna kapan saja penulis datang, bahkan ketika penulis datang sebelurn shalat subuh karena akan ikut kegiatan shalat shubuh, terirna kasih sekali ibu Ida, begitu pula karni mengikuti kegiatan KH. Zainal untuk rnengajar di Madrasah Salafiyah, beliau selalu rnernberikan ternpat kepada penulis agar bisa duduk dan rnendengarkan apa yang beliau sarnpaikan. Terirna kasih juga dihaturkan kepada seluruh jaja.ran pirnpinan yang telah rnenerirna penulis dengan tulus, yang telah rnernberikan kesernpatan kepada penulis untuk rnengadakan penelitian di
xxii
Pesantren At Munawwir dan begitu pula kepada pimpinan Pesantren Ali Maksum KR. A. Tabik Ali, Nyai Ida Rufaidah, dan seluruh pemimpin Pesantren yang
dengan ikhl~ menerima penulis dan memberikan kesempatan kepada penulis I
untuk mengi~ti kegiatan-kegiatan pesantren. Pepulis mendapatkan kesempatan untuk menulis disertasi ini di Kairo : I
Mesir selarna enam bulan mulai September 2006 sarnpai Maret 2007. Untuk itu penulis me11gucapkan banyak terima kasih kepada Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Bapak Muzammil Basyuni yang dengan rarnah menerima kami baik dalam kead~ formal sebagai kuasa usaha Duta Besar maupun ketika acara yang tidak forrna~, beliau menyambut karni dengan penuh kehangatan, begitu pula kepada ibu Dian Muzammil Basyuni. Uc$,pan terima kasih kepada Bapak ATDIKBUD KBRI Mesir, Bapak Slarnet Sholeh, sebagai pejabat pendidikan dan kebudayaan Indonesia di Mesir, beliau banyak membantu terutarna dalarn rangka mempertemukan dan mengantarkain kami ke dua universitas yang memiliki kerjasama dengan UIN, yakni Universitas Zaqazik dan Universitas el-Menia. Begitu pula kepada Thu Slamet Sholeh yang telah banyak menunjukkan penulis akan tempat-tempat dan perpustakaan penting di Mesir. Terima kasih puia disampaikan kepada Bapak Mukhlashon, Bapak Salim sebagai lokal staf ATDIKBUD Mesir yang telah banyak berkorban untuk merancang j~wal-jadwal karni selama di Mesir dan mengadakan kunjungan ke berbagai ternpat/perpustakaan dan menguruskan karni untuk perpanjangan izin tinggal.
XX.Ill
Pehulis juga sangat berhutang budi kepada Prof.· DR. Zainab, dosen Fakultas S~tra Universitas Zaqaziek, ahli gender dan HAM yang telah setia berdiskusi engan penulis perihal konsep gender dalam Islam, dan di tengahtengah dis
si yang hangat beliau sempat melontarkan kata-kata "anti
mutqgawwi ah" (i:lpakah kamu sud'lh menikah) sebuah pertanyaan yang memang biastt dibedkan
Ofeh
seseorang kepad'l aktivis p~rempuan yang sedang getol
memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan, keP.ada beliau kami .
,.,
menemulqm asa baru dalam penulisan disertasi. Terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Ibrahim Rifat ahli Tafsir dan Hadis yang telah menyediakan perpustakaan pribadinya untuk kami datangi dan kami mintai beberapa masukan terkait dengan kitab-kitab yang tersedia dan menjadi sumber/ilham
yang
tidak sedikit bagi disertasi ini. Dedikasi serta
pengabdiatmya serta kesediaannya untuk membantu dan menyediakan seluruh ruang rumahnya untuk arena perpustakaan menjadi renungan dan harapan tersendiri bagi penulis untuk bisa mengikuti jejak pengabdian beliau. Untuk semua bimbingan, arahan serta dukungan beliau, rasanya ucapan terima kasih tidaklah cukup untuk membalasnya, hanya doa tulus semoga Allah akan membalas semua hudi baiknya. Dalam kesempatan ini, penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah banyak memberikan segala dukungan baik
langsung m4tupun tidak langsung selama penulis menjalani studi di SJ UIN Sunan Kalijaga Y Qgyakarta.
xxiv
Sedara khusus, penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman PSW (Pusat 1Studi Wanita) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta atas diskusi-diskusi yang hanga(t dan memberi dorongan yang sangat berarti untuk dapat
menyelesai~ tugas ini secara tepat waktu. i
Ter~ma kasih penulis terima kasih yang
sampaikan kepada The Ford Foundation Jakarta,
~epada Dr Rosalia Sciortino ketika beliau menjabat Program Officier
memb~rikan
motivasi yang luar biasa kepada penulis untuk mengikuti
program doUtor sejak awal, begitu pula Dr. Meiwita Budhiharsana, Ph.D yang telah memberikan dukungan moril dan materiil
bagi penulis untuk segera
menyelesaikan disertasi ini. Rasa bangga, hormat, dan syukur saya haturkan kepada kedua orang tua Bapak KH. $yafi'i Al Ma'rufi (Alm) dan lbu Nyai Hj. Maimunah Sonhaji yang telah mendidik serta membesarkan penulis. Beliau memberikan pelajaran yang sangat berhatga bagi setiap kehidupan penulis. Nasihat serta pitutur beliau selalu menjadikan i;trah bagi perjalanan hidup penulis. Terlima kasih pula kepada buah hatiku Tasya Marisya Ayuningtyas dan Anggun
Mei~isya
menyelesai~
Asriningtyas yang selalu mengerti akan kesulitan ibunya dalam
disertasi dan menggoda penulis dengan kata-kata yang khas "bu
ngetik sana toh bu, nanti dimarahi gurunya kalau menulisnya tidak selesai lo " kata-kata itu pula yang memicu penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Begitu pula kepada Ir. H. Teddy Syamsidi orang yang paling dekat baik secara fisik maupun psikis, merupakan belahan jiwa yang selalu memberi semangat dan
xxv
nasihat. walaupun terkadang juga sempat bosan menerima nasihatnya, karena tanpa dorongan serta nasihatnya, rasanya sulit tulisan ini akan terwujud. Af4himya, hanya kepada Allah segala puji dipanjatkan, dan semoga tulisan ini ata manfaatnya. Amin. I I
XXVI
DAFTARISI HALAMAN JUDUL .............................................................. . HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... PERN"YATAAN .REKTOR......................................................................... DEWAN PENGUJI..................................................................................... PENGESAHAN PROMOTOR................................................................... NOTA DINAS ··•·················· ................................................ ABSTRAK .........:........................................................................................ PEDOMAN TRANSLITERASI .......................... ...................................... KATA PENGANlrAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... BABI:
n iii iv v Vll Xll
xvi xx xxvu xxix
PENDA~ULUAN
A. Latar! Belakang Masalah ... .. ......... ......... .. .... .. .. ..... ... ... ...... .... B. Permasalahan Penelitian .... ................ ..... ...... ..... .... ...... ...... .... C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .......................................... D. Kajian Pustaka .............................................................. E. Keratjgka Teori .............. ....................................................... 1. Te(>ri Pera.n ........................................................................ 2. Te9ri Sosialisasi dan Agen Sosialisasi ............................... 3. Te(>ri Kekuasaan dan Diskursus Gender ................................. 4. Te(>ri Qaf'Yj dan ~annldalam Diskursus Gender.................... F. Metode Penelitian ................................................................... 1< Lokasi Penelitian ................................................................. 2. Subyek Penelitian ................................................................ 3. M~del Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data............... 4. Ujl Keabsahan Data............................................................. 5. Teknik Analisa Data............................................................ G. Sistel!natika Penulisan ................................................
1 11 12 13 16 16 18 25 28 33 33 35 35 37 37 39
BAB II: SETING SOSIAL PESANTREN AL-MUNAWWIR DAN PESANTREN ALIMAKSUM A. Sejarah Singkat Pesantren 42 1. P~santren Al Munawwir .............................. ...................... 43 2. Pesantren Ali Maksum ...................................................... 49 B. Karakteristik Pesantren ......................................................... 54 C. Metqde Pengajaran di Pesantren .......................................... 58 1. Mbtode Ceramah .............................................................. 58 2. ~tode Tanya Jawab ....................................................... 63 3. Metode Diskusi ............................................................... 67 4. ~tode Resitasi .............................................................. 69 D. Struktur Sosial Sekolah di Pesantren .................................... 71 E. ldentitas Gender di Pesantren .... ... ..... ...... ................ ..... .... .... ..... 80
xxvii
BAB III: AG~N SOSIALISASI GENDER DI PESANTREN A. Kiai ....................................................................................... . 89 1. Kiai senior........................................................................ . 90 2J Kiai Muda ....................................................................... . 95 B. Ni)•ai ....................................................................................... 102 . .............................................: ......................... . 1i1Nya1. senior 102 2] Nyai Muda ...................................................................... . 109 C. GUru .................................................................................... . 119 D. T~man Sebaya ..................................................................... . 133
BAB IV: PELAKSANAAN SOSIALISASI GENDER DI PESANTREN A. Peran dan Posisi Kiai/Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren .... .... .. .... .. ....... ..... ... ... ... . .. ...... ...... ...... .... 148 B. Metode Sosialisasi Ajaran Gender di Pesantren ................... 158 1. Metode Penguatan Ajaran Gender Tradisional Secara Tekstual ............................................................................. 159 2. Metode Sosialisasi Perubahan W acana Gender 'Secara Kontekstual.............................................................. 164 C. Media Kitab Klasik dalam Sosialisasi Gender .... ...... ...... ... . 171
BAB V: KETEGANGAN DALAM PROSES SOSIALISASI GENDER DIPESANTREN A. Dqminasi Normativitas Peran Gender terhadap Kontekstualisasi Peran Gender .... ...... ...... .... 211 B. Dominasi Strong Model dalam Sosialisasi Gender di Pesantren . ...... .. .... ... ...... ......... ...... ...... ....... ..... ............ ...... .. 219 C. Rtelasi Kekuasaan dalam Diskursus Gender di Pesantren........ 226
BAB VI:
PENUTUP A. Kesimpulan .... ......................................................... B. Saran/Rekomendasi...................................................................
232 239
DAFTAR PUSTAKA ... ......... ................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP
243
hviii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah Santri PP Al- Munawwir Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2005!-2006 ...........................................................................
46
Tabel2 Jumlah Sanµ-i PP Al-Munawwir Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2005i-2006 ..........................................................................
47
Tabel 3 Jumlah Santri PP Ali Maksum Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 200$-2006 ............................................................................
51
Tabel 4 Jumlah Santri PP Ali Maksum Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2005:-2006 .............................................................................
52
Tabel 5 Perbanding$n Karakteristik Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum ............ ................................................................... 57 Tabel 6 Perbandingl!ln Agen Sosialisasi Gender di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren Ali Maksum .................................................... 77 Tabel 7 Perbanding$n Agen Sosialisasi Gender di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren Al-Munawwir................................................... 79 Tabel 8 Perbandingan Perilaku Pertemanan Santri dalam Kelas antara Laki-laki dan Perempuan ................................................................... 138 Tabel 9 Perbandingan Perilaku Pertemanan Santri Satu Kamar antara Laki-laki dan Perempuan .................................................. 143 Tabel 10 Posisi Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender................................. 150 Tabel 11 Posisi Maksimalis dalam Sosialisasi Gender di Pesantren. (Dalam Perbandingan)........................................................................ 151
XXIX
Tabel 12 Perbandingan Posisi Moderat antara Kiai dan Nyai..........................
152
Tabel 13 Posisi Minimalis dalam Sosialisasi Gender di Pesantren. (Dalam Perbandingan) ........................................................................
153
Tebel 14 Faktor Penguatan Wacana Gender Tradisional Secara Tekstual.........
168
Tabel 15 Faktor Sosialisasi Perubahan Wacana Gender Tradisional Secara Kon~ekstual... ....... .. .... ... ... ......... ....... ..... ...... .... ... ..... .. .... ........ ..
170
Tabel 16 Konstruksi 'Penyampaian Materi Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum (Dalam Perbandingan).................................................. .................................
178
Tabel 17 Perbanding~n
antara Proses dan Model Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali Maksum...................................
xxx
226
BABI GENDER DALAM LINGKUNGAN SOSIAL PESANTREN (Studi tent~ng Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta)
A. Latar Belakang Pesantren memiliki tradisi yang kuat dalam mensosialisasikan nilai-nilai dan menurunkan pemikiran para pendahulunya dari generasi ke generasi. Para pemimpin
p~santren,
yaitu kiai dan nyai, adalah tokoh utama dalam proses ini.
Transmisi ihnu yang dilakukan oleh para kiai dan nyai berlangsung secara monolog, ntengingat posisi tradisional mereka sebagai pemegang otoritas keagamaan. 1 Karenanya transmisi keilmuan yang berlangsung di pesantren, lebih bersifat dogqiatis dan ideologis. Sejak semula pesantren telah menjadi pusat pembelajaran dan dakwah. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren memainkan peran sangat penting dalam sejarah pendidikan. 2 Sebelum sistem pendidikan modern diperkenalkan oleh Belanda, pesantren adalah satu-satunya sistem pendidikan yang ada di ]ndonesia. Pesantren juga memainkan peran tidak tergantikan dalam 1
AbdWTahman Wahid, "Martin Van Bruinessen dan Pencariannnya" pengantar pada Martin Van Brµinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tari/cat (Bandung: Mizan, 1995) him. 1112. 2 Zam~syari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta:LP3ES, 1982), hlm.18.
2
penyebaran I$lam di Indonesia. Pesantren menyediakan media sosialisasi formal di mana keyakinan, norma, dan nilai-nilai Islam ditransmisikan serta ditanamkan melalui berb.gai aktivitas pengajaran. Dengan kata lain, pesantren berfungsi pula sebagai pengembang ajaran Islam dan pemelihara ortodoksi.
3
Akibat kuatnya ortodoksi, ideologisasi dan dogmatisme dalam tubuh pesantren, ajaran agama menjadi sangat normatif, simbolik dan kurang responsif terhadap
perkembangan
masyarakat di
luamya.
Perkembangan
wacana
keagamaan kontemporer belum mendapat respon secara produktif, bahkan kerap kali dicurigai oleh komunitas pesantren sebagai agen yang melemahkan ajaran Islam. Salalil satu bentuk ideologisasi ajaran agama dalam pesantren adalah berkembang,.ya fundamentalisme agama yang bersifat lunak, seperti menolak karya-karya,yang berada di luar komunitasnya. Kecenderungan seperti ini kiranya akan berl~gsung dalam waktu yang cukup lama hingga pesantren bersedia membuka dbl terhadap wacana baru tentang pluralisme, hak asasi manusia,dan lingkungan bidup. Dengan membuka diri terhadap wacana tersebut, pesantren akan belajar untuk membuka ruang lebih luas bagi dialog dalam merespon wacana-wacana keagamaan, dan sosial kemanusiaan. Salah satu wacana yang penting untuk direspon adalah isu gender. Dalam perkembangan pemikiran Islam dewasa ini telah terjadi dialog yang tidak mudah antara perspektif gender dengan ajaran
3
Endang Tunnudi, Perselingkuhan [(jai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm.37.
3
Islam, terutaltla fikih klasik.
Namun, perlu diyakini dalam proses dialog ini
bahwa antara, perspektif gender dengan ajaran Islam dapat terjadi dialog yang produktif. Pesan1fren sejak awal tahun 70-an telah menjadi subjek yang luas bagi penelitian sosial, dan menarik perhatian para, akademisi dari sudut pandang sejarah, sosiologi, politik, linguistik dan antropologi. Namun, relevansi isu gender dengan berb~gai aspek kehidupan sosial di pesantren belum mendapat perhatian yang memaQai dan baru muncul belakangan dalam cakupan yang terbatas. Penelitian desertasi Zamakhsyari Dhofier pada tahun 1980-an dapat dikatakan sebagai penelitian komprehensif pertama tentang pesantren. Sebagaimana diisyaratkan oleh anak judulnya, " .. Studi tentang pandangan hidup Kiai", perhatian Dhofier sepenuhnya adalah posisi dan peran kiai dalam kehidupan sosio-religiu$ dan perkembangan pesantren.
4
Dalarn naskah asli yang berbahasa lnggris, anak judul penelitiannya menggambadcan tujuan Dhofier secara lebih spesifik, " ...A Study of the Role of 5
the Kiai in the Maintenance of the Traditional Ideology of Islam in Java." Kiai nampak seb~ai pemain tunggal didukung sepenuhnya oleh jaringan kekerabatan, intelektual dati simbolik para kiai yang terjalin lintas pesantren dan lintas generasi para pimpinannya (yang lebih dikenal dengan istilah gus). Dalam hal ini, nyai 4 Zam:akhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta:LP3ES, 1982), hlm, 21. 5 Zaniakhsyari Dhofier, The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the /(jai in the
Maintenance Of the Traditional Ideology of Islam in Java, disertasi PhD. pada the Australian National Univ4J'Sity (Cambera: The Australian National University, 1980).
4
tidak mendafPat tempat bersama hilangnya perhatian pada isu gender dalam
keseluruhan ~tudi Dhofier. i I
Gend~r
merupakan atribut yang melekat pada laki-laki dan perempuan
yang dibentjuk secara kultural. Gender mernbedakan struktur setiap aspek kehidupan s
sial manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin. 6 Sebagai konsep '
dalam
anali!~is
sosial, gender rnengacu pada seperangkat sifat, peran, tanggung
jawab,
fung~i,
hak dan perilaku yang melekat pada laki-laki dan perernpuan
sebagai b~tukan budaya. 7 Masyarakat rnenciptakan sikap dan perilaku berdasarkan , jenis kelamin, termasuk rnenentukan apa yang seharusnya rnernbedakan perernpuan dan laki-laki. Keyakinan tersebut diwariskan secara turun-ternurun melalui proses sosialjsasi, baik dalam keluarga, rnasyarakat, lernbaga pendidikan dan agama. Dalam lernbaga-lernbaga yang terakhir itulah penelitian ini memusatkan perhatiannya. Gen
anatomi
biologis
yang
mendorong
munculnya
aspek-aspek
kebudayaan~
Menurut Showalter, istilah gender rnulai populer di awal tahun 1977,
ketika sekelornpok ferninis London tidak lagi rnemakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist tetapi rnenggantinya dengan wacana gender (gender
6 Pe$ela Sue Anderson, A Feminist Philosophy of Religion (Blacwell:Blacwell Publisher, First Publishell, 1998), hlm. 6. 7 Julia Cleves Mosse,Gender dan Pembangunan (terj), (Yogyakarta: Ritka WCC & PustakaPelaj$1', 1996), hlm.1-7.
5
discourse). 8 Sebelum itu istilah "gender'' sering digunakan secara rancu dengan istilah "seks'r. Sosiolog lnggris, Ann Oakley, diakui sebagai orang pertama yang membedakan istilah gender dan seks. 9 Sec8Iia garis besar, teori-teori gender dapat diklasifikasik.an menjadi dua kelompok. Pertama adalah kelompok teori-teori nature yang mengatakan bahwa perbedaan peran laki-laki dan perempuan ditentukan oleh faktor biologis. Anatomi laki-laki, dengan sederet perbedaannya dengan perempuan, menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin. Laki-laki menjalankan: peran-peran utama dalam masyarakat karena secara umum dianggap lebih potensial, lebih kuat, dan lebih produktif. Organ reproduksi perempuan beserta fungsi yang diasosiasik.an padanya, seperti hamil, melahirkan, dan menyusui, dianggap membatasi ruang dan gerak perempuan. ,Batasan ini tidak berlaku bagi laki-laki. Perbedaan inilah yang melahirk.an pemisahan fungsi dan tangung jawab antara laki-laki dan perempuan. Termasuk dalam kelompok teori ini adalah teori fungsionalis struktural, teori sosio-biologis, dan psikoanalisa. 8
Patmu'ki telah menjadi fokus perdebatan dan mengalami berbagai perubahan arti dan imerpretasi. P~triarki selain sebagai kontrol reproduksi biologis dan seksualitas, terutama dalam perkawinan mtjnogami, juga sebagai kontrol terhadap kerja melalui pembagian kerja seksual dan sistim pewari~. Lihat Ratna Saptari & Brigitte Holzner, Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah1pengantar Studi perempuan (Jakarta, Kalyana Mitra, Grafitti, Jakarta, 199700), hlm. 92. Begitl,l pula Muhadjir Darwin yang mengemukakan bahwa idiologi Patriarki merupakan salah satu variasi dari idiologi begemoni yang membenarkan penguasaau suatu kelompok terhadap kelompok 1ain4ya. Dominasi seperti ini terjadi berdasarkan perbedaan jenis kelamin, agama, ras, atau kelas ekpnomi. Lihat Muhadjir Darwin dan Tukiran, Menggugat Budaya Patriarki (Yogyakarta: P)>K UGM-FF,2001), hlm.24. ~ Saptari & Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan So.vial, Sebuah Pengantar Stu4/ perempuan (Jakarta, Kalyana Mitra, Grafitti, 1997), hlm. 89.
6
Kedua adalah kelompok teori-teori nurture yang melihat bahwa perbedaan karakter dani peran sosial antara laki-laki dan perempuan lebih ditentukan oleh faktor sosial•budaya. Perspektif ini menyimpulkan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak ditentukan oleh faktor biologis, melainkan
d~konstruksikan
oleh budaya, yakni relasi kuasa (power relation) yang
secara turunttemurun dipertahankan oleh laki-laki. Pandangan ini didukung oleh teori-teori kQnflik dan teori-teori feminis. Isu gender dalam lingkungan pesantren adalah bagian dari persoalan gender yang, lebih besar di Indonesia dalam dunia pendidikan dan agama. Salah satu indikator utama persoalan gender di lingkungan pesantren adalah kesenjangan:mencolok antara laki-laki dan perempuan. Miskinnya perhatian pada isu perempuan dibarengi dengan dominannya figur kiai dan ustaz dalam wacana tentang pesantren menunjukkan rendahnya sensitivitas gender secara lebih luas dalam studi,.studi awal tentang pesantren. Kondisi ini mengandaikan setidaknya tiga pandangan. Pertama, bahwa pesantren adalah lembaga sosial yang diciptakan, dijalankan dan dikembangkan oleh laki-laki dengan kiai dan
us~
sebagai kontributor utamanya. Oleh karenanya, kedua, posisi dan peran perempuan dalam dunia pesantren dianggap tidak penting, subordinatif atau tidak relevan. Ketiga, pesantren dipandang tidak menghasilkan implikasi-implikasi sosial-politi~
yang khusus bagi kehidupan perempuan dan merugikan perempuan,
7
maka hal itu dianggap tidak penting bagi kehidupan sosial-keagamaan pada konteks yang lebih luas. Subordinasi peran dan posisi perempuan dalam wacana pesantren salah satunya muncul dalam telaah Martin van Bruineessen. Studi van Bruineessen meliputi cakupan yang lebih luas mengenai perkembangan tarekat-tarekat Islam tradisional di Indonesia. Namun, tema pesantren menjadi perhatian utamanya. Penelitian van Bruineessen tentang hubungan antara perkembangan pesantren dan tarekat-tarebt Islam di Indonesia didominasi oleh nama-nama ulama laki-laki. Ia menyebutkab. bahwa dalam kitab-kitab yang diajarkan di pesantren, tidak terdapat nama
pen~g
perempuan. la menemukan sebuah kitab karya seorang
perempuan berjudul "Perukunan Jamaluddin". Penulis
perempuan tersebut
bemama Fathimah Abdul Wahab Al-Bugisi. 10 Namun, di halaman depan kitab tersebut tertulis nama pengarang laki-laki dimana ia adalah paman penulis sesungguhnya. Van Bruineessen menduga bahwa identitas penulis sesunguhnya dengan sengaja disembunyikan dengan anggapan bahwa menulis kitab adalah pekerjaan laki-laki. Dalam hal materi ajar, kitab-kitab paling populer yang diajarkan dalam pesantren, $eperti kitab Uqiidullujiin, 11 mengisyaratkan keberpihakan nyata 10
Martin van Bruineessen , Kitab Kuning, Pesantren dan Tari/cat (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 177-178. 11 Kitab ini adalah karya Muhammad Nawawi bin Umar bin 'Arabi atau yang terkenal dengan nama Syekh Nawawi al Bantani, lahir di Tanara Serang Banten pada tahun 1813M/l230H dan wafat di Makkah pada tahun 1897/1914. Syekh Nawawi dalam kitab tersebut membahas relasi hubungan su$i-istri, dengan memberikan tempat yang belum seimbang antara suami dan istri. Di
8
kepada laki-laki dan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri. K.itab-kitab klasik ini dikarang oleh para penulis laki-laki dan dilestarikan di pesantren-pesantren
yang
pada
gilirannya
mengasumsikan
maskulinisasi
epistemologi pengetahuan agama. 12 Nyai
dan terutama sekali kiai adalah tokoh-tokoh sentral di pesantren. Di
samping sebagai pimpinan, mereka adalah guru, teladan dan sumber nasihat bagi para santri. Mereka memiliki peran yang substansial dalam mensosialisasikan konsep dan ajaran agama di pesantren. Hubungan antara kiai dan nyai dengan santri diikat1 dengan emosi keagamaan sedemikian rupa sehingga setiap pandangan den pendapat kiai dan nyai adalah pegangan bagi para santrinya. Hubungan ernosional keagamaan inilah yang membuat peran dan fungsi kiai dan nyai menjadi1 sangat kuat dalam mensosialisasikan nilai-nilai baru terhadap para santri. Demildan kuatnya kedudukan kiai hingga Dhofier mempertimbangkannya sebagai elemen pesantren yang paling csensial. Kiai memegang kekuasaan dan
satu sisi tam~aknya ia akan memberikan tempat yang tinggi kepada perempuan dengan menekankan ~ajiban menggauli istri dengan baik. (makrut). Di sisi yang lain dia menempatkan istri sebagai "bbdak'' milik suami yang dapat diperlakukan sesuai dengan kemauan pemiliknya. Ini tampaknya terj"'1i karena di satu sisi dia mendapatkan inspirasi dari ajaran Islam yang ada dalam al- Qur'an dan di sisi lain ia terkondisikan oleh budaya Timur Tengah yang paternalistik. Kitab Uqiidullqjiin SJl.Ogat populer, khususnya di kalangan pesantren, karena kitab ini dijadikan sebagai kitab rujukan ~i pasangan suami istri. 12 Istilah maskulinisasi epistemologi pengetahuan digunakan oleh Sandra Harding. Lihat Sandra Harding Conclusion: Epistimological Question, Feminst and Methodology; Social science Issue, (Bloomif\gton and Indianapolis: Indiana University Press, 1987), hlm. 181.
9
wewenang mutlak dalam sebuah kerajaan kecil yang disebut pesantren. 13 Struktur hierarki pesantren beserta tradisi yang menopangnya mensyaratkan ketundukan dan sikap ~ormat para santri secara mutlak dan berlaku pada aspek-aspek kehidupan keagamaan, sosial, dan pribadi si santri. Lebih dari itu, ketundukan dan rasa hormat ini berlaku seumur hidup si santri meski ia telah lulus dari pesantren atau sang kiaii telah meninggal. 14 Sisi kl.in hierarki tersebut menggambarkan kuatnya pertalian antara kiai dan para santrinya. Turmudi berpendapat bahwa kuatnya pertalian antara kiai dan santri dibentuk oleh konsep-konsep supranatural yang secara mendalam mengakar pada kepercayaan masyarakat Muslim Indonesia, dan Jawa khususnya. Dua konsep supnmatural yang paling populer adalah barakah dan karamah yang dipercaya hanya dimiliki oleh sang kiai. 15 Kiai dipercaya memiliki kemampuan melimpahkan kemurahan Tuhan kepada murid-muridnya, baik di dunia maupun di akhirat. Pelimpahan barakah dari kiai dipercaya akan hilang apabila seorang murid melupakan ikatan dengan kiainya. 16 Hal ini nampak bahwa status sosial kiai sangat ditentukan oleh identitas kosmologisnya sebagai manusia adikodrati yang
~akhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta:LP3ES, 1982), him. 55. Zatnakhsyari Dhoti.er, Tramsi Pesantren, hlm. 82. 15 Endang Tunnudi, Struggling for the Umma: Changing Leadership Roles of Kiai in Jombang, Eas( Java (Canberra: Australian National University Press, 2006) him. 73. Barakah seringkali dihqbungakan dengan karamah. lstilah terakhir ini merujuk pada atribut khusus yang disematkan kepada manusia suci yang dipandang mampu melimpahkan kemurahan Tuhan kepada orang lain Yan$ membutuhkan. 16 Zatjlakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, him. 82. 13
14
10
mengemban1 perwujudan ilahi. 17 Identitas ini dalam banyak hal berfungsi sebagai penyedia legitimasi sosial bagi tindakan dan perilaku warga pesantren lainnya. Dalam setiap kegiatan, semua warga pesantren sangat bergantung pada restu kiai. Di hadapan •kiai, segala tindakan dan perilaku yang tidak diperkenankan dijaga supaya ti~ terjadi. 18 Isu ¥ender merupakan wacana yang baru bagi dunia pesantren, dalam perkemban~ya mengundang sikap resisten dan kontroversi karena dipandang
sebagai unsur yang datang dari Barat dan tidak berakar pada tradisi pesantren. Isu gender masµk dalam komunitas pesantren, diakui atau tidak, didorong oleh sensitivitas gender yang muncul sebagai sikap kritik atas berbagai bias kultural dalam
tubuh
pesantren.
Rekonstruksi
ini
perlu
dilakukan
dengan
mempertimqangkan sarana-sarana kebudayaan untuk membangun pemaknaan yang mendulrung kesetaraan antar laki-laki dan perempuan. Proses ini diharapkan dapat mengeliminasi ketimpangan gender yang saat ini masih teraplikasi dalam kehidupan sosial. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan agama, merupakan basis proses rekonstruksi kebudayaan yang bersumber dari pemaknaan teologis atas realitas sosial aktual. Latar belakang inilah yang mendasari pemilihan lokasi penelitian di Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan mempertimbangkan
17
Chtunaidi SyariefRomas, Ke/cerasan Kerajaan Surgawi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003) him. 99.; 18 M8$tuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994) him. 66.
11
Pesantren Al·Munawwir sebagai representasi pesantren salaf, dan Pesantren Ali Maksum sebagai representasi pesantren modem Penelitian ini memusatkan perhatian pada peran kiai dan nyai dalam sosialisasi di~kursus gender di lingkungan sosial pesantren. Kata kunci dalam penelitian ini adalah "peran" dalam kaitannya dengan serangkaian proses mensosialiSa$ikan gender. Fenomena peran dalam sosialisasi gender meliputi ucapan verbal, tindakan, dan ekspresi yang dapat bersifat simbolik dari perilaku kiai dan nyai;dalam lingkungan sosial pesantren.
B. Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah pen¢litian ini sebagai berikut: l. Siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren? Bagaimana peran masing masit!lg agcn dalam proses sosialisasi gender? Adakah agen yang paling dominan dalam mensosialisasikan gender di pesantren? 2. Bagaimanakah peran kiai dan nyai dalam mensosialisasikan dan mempengaruhi cara pandang wacana gender di pesantren? Sejauh manakah peran antara kiai dan nyai berimbang? 3. Bagaimanakah proses sosialisasi gender di pesantren, berkenaan dengan materi dan metode?
12
C. Tujuan cJan Kegunaan Penelitian Mengacu pada masalah penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan sel>agai berikut: 1. Mengkaji agen-agen sosialisasi gender di pesantren dan menganalisis peTillUlya masing-masing dalam proses sosialisasi gender di pesantren. 2. Memetakan
peran
kiai
dan
nyai
dalam
mensosialisasikan
dan
mempengaruhi cara pandang gender di pesantren. 3. Menganalisis proses pendidikan dan pengajaran gender di pesantren.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Berauna sebagai masukan kepada Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali ,Maksum dalam memperbaiki
si~tem
pendidikan pesantren yang
berk~setaraan
2. Berguna bagi ilmu pendidikan Islam untuk memperkaya pengembangan konsep
pendid~
Islam dan memasukan perspektif gender di dalam
materi pelajaran dan manajemen pendidikan Islam 3. Berguna untuk memberikan arahan penelitian lanjutan yang lebih mampu melibat hubungan gender dan kekuasaan di pesantren
13
D. Kajian J>ustaka Pen~litian
tentang pesantren telah banyak dilakukan yang menunjukkan
keragaman dari berbagai segi, sebagian besar penelitian berbicara tentang !
"Tradisi Pesantren" (Zamakhsyari Dhofier, 1980), ''Nilai-nilai Pendidikan di Pesantren" (Mastuhu, 1994), "Dinamika Intelektual Pesantren" (Abdurrahman Mas'ud, 2004), "Kiai dan kekuasaan" (Endang Turmudi, 2007), yang kesemuanya memandang pesantren dari sudut pandang sejarah, sosiologi, politik dan antropologi; Namun, relevansi isu gender dengan berbagai aspek kehidupan sosial di pesantnm belum mendapat perhatian yang memadai dan baru muncul belakangan 1dalam cakupan yang terbatas. Perijatian pada isu gender muncul pada studi-·studi pesantren pada periode berikutnya.. Penting untuk disebutkan di sini adalah sebuah karya Mas'udi dan van Bruineessen (1993) tentang posisi perempuan dalam kitab kuning. Keduanya secara kriti$ menganalisa berbagai pandangan, baik yang terungkap maupun yang tersirat, mtmgenai perempuan yang ada dalam berbagai kitab kuning yang diajarkan
14
Ummah Kotagede Yogyakarta (2000). Studi ini menemukan perbedaan penafsiran yang terjadi: antara para kiai pengasuh pesantren di satu sisi dengan para nyai dan santri di sisi yang lain mengenai konsep Islam terhadap relasi laki-laki dan perempuan. Kusumawati melihat bahwa perbedaan ini terjadi meski masingmasing pihak berangkat dari dua sumber yang sama, yaitu al-Qur' an dan hadis. Para kiai pe~gasuh pesantren mendasarkan penjelasan mereka pada teks al-Qur' an dan hadis, $ementara para nyai lebih mengandalkan interpretasi mereka dengan mempertim~angkan
pengalaman pelaksanaan aktivitas-aktivitas yang dipandang
sebagai tugas-tugas pokok perempuan. Salah satu hasil temuan Kusumawati yang penting adalah bahwa konsep kesetaraan gender yang diberlakukan di Pesantren Nurul Ummah justru mengukuhkan pembagian kerja tradisional antara laki-laki dengan perempuan. Sebuah studi yang secara khusus memusatkan perhatiannya pada :figur nyai dalam: pesantren dilakukan oleh Faiqoh. Penelitiannya dilakukan dalam bentuk studi kasus tentang pengalaman hidup seorang nyai dalam mengelola sebuah pe$Jltren di Jawa dan mendukung
suaminya sebagai pemimpin
pesantren. 191 Penulis menerapkan pembagian kerja tradisional domestik-publik dalam mengamati peran tokoh yang ditelitinya, dengan penekanan kuat pada peran
ekon~mi
dan sosial tokoh bersangkutan. Penelitian faiqoh menyimpulkan
bahwa nyaii memainkan peran yang sangat penting dalam turut menjaga
19
Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren (Jakarta: Kucica, 2003), him. 272-273.
15
keberlangsm:~gan
inovasi-inov~i
pesantren sebagai lembaga pendidikan serta menciptakan dalam praktik pengajaran di dalamnya. 20 Pandangan ini
bertentangan: dengan anggapan umum tentang absennya kontribusi perempuan dalam dinamjka pesantren. Perb~daan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
bahwa penetitian sebelumnya belum memberi perhatian pada dinamika sosiokultural dimana konsep-konsep, norma-norma, kepercayaan dan perilaku gender para pelaku sosial pesantren terbentuk, sating berkontestasi dan berubah. Lebih dari itu, studi-studi tersebut di atas juga belum menelaah peran kiai dan khususnya nyai dalam cinamika tersebut. Perhatian khusus terhadap proses sosialisasi gender adalah salah satu upaya untuk mendekati dinamika tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan · penelitian-penelitian sebelumnya adalah perhatiannya terhadap dinamika produksi dan reproduski diskursus gender serta penekanannya pada peran perempuan dalam diskursus gender di lingkungan pesantren. Pendekatan ini melokalisir pesantren sebagai sebuah lembaga sosial yang utuh dan lengkap dengan batas-batas geografis, norma-norma sosial, perilaku khusus para anggotanya, serta ciri-ciri sosial khusus yang membedakannya dari lembaga sosial yang lain. Karena pesantren merupakan sebuah komunitas sosial tersendiri di mana kiai, ustaz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama. Dalam kehi
20
Ibid, him. 347.
16
norma-norm~
yang pada gilirannya membentuk kebiasaan-kebiasaan tersendiri
yang ekslu$if dan membedakan komunitas pesantren dari masyarakat yang diluamya. ~elasi sosial yang berlangsung dalam pesantren sedemikian khusus hingga men~iptakan pesantren seperti sebuah keluarga besar. Dalam keluarga tersebut, kiai/nyai pemimpin pesantren adalah orang tua pengasuh dibantu oleh beberapa guru termasuk santri, terlibat aktif dalam kehidupan sosial di pesantren. Terkait dengan persoalan sosialisasi gender tersebut, penelitian ini merupakan usaha untuk menjawab beberapa isu yang belum diteliti mengenai peran kiai dan nyai dalam sosialisasi gender di pesantren. Titik berat akan diberikan pada posisi dan peran nyai. Keberadaan para nyai memegang peranan yang, sangat 1penting dalam mensosialisasikan ide-ide kesetaraan gender menurut Islam apabila mereka memiliki kesempatan dan otoritas yang lebih signifikan. Diharapkan, •apabila posisi nyai lebih berimbang dengan kiai, maka peluang terciptanya relasi gender yang seimbang dan non-diskriminatif dalam lingkungan pesantren a1qm semakin terbuka.
E. Kerangb Teori 1. Teori Pel1ln Dalam penelitian ini, perspektif peran digunakan sebagai salah satu bagian kerangka teori untuk memahami tindakan, perilaku dan aktivitas sosial yang terlibat, baik disadari ataupun tidak, dalam proses pembentukan diskursus
17
gender di lingkungan pesantren. Penelitian ini mengacu pada elaborasi konseptual terhadap teo.-i, peran yang dilakukan oleh Biddle dan Thomas dalam karya mereka
Role Theory: Concept and Research. Dalam pengertian yang paling luas diterima di kalangan1 teoretikusnya, peran dipahami sebagai seperangkat preskripsi mengenai tindakan yang seharusnya dilakukan oleh individu pada posisi tertentu.
21
Setiap individu dalam masyarakat diasumsikan memiliki posisi sosial.
Peran yang dijalankan individu ditentukan oleh posisi sosial ini. Posisi sosial seseorang, pada gilirannya, ditentukan oleh sejumlah aspek sosial termasuk norma-nonna sosial, tuntutan dan tata aturan, peran yang dijalankan orang lain pada posisi , yang serupa, clan kapasitas serta kepribadian tertentu individu bersangkuta.n. Peran kemudian dipahami sebagai hasil dari berbagai preskripsi sosial, perilaku individu lain terhadap pelaku tindakan, dan variasi yang ditampilkan i individu-individu lain dalam memainkan peran serupa yang dimunculkan dalam kerangka kerja yang diciptakan oleh faktor-faktor tersebut di atas.22 Namlilil demikian, ide tentang peran sendiri diterapkan secara berbeda-
beda dalam J!nemahami tindakan dan perilaku individu. Selain sebagai preskripsi, perspektif p~ran juga digunakan sebagai deskripsi dan evaluasi terhadap tindakan individu. Se~entara tindakan secara spesifik mengacu pada proses, yang nampak
21
B11lPe J. Biddle dan Edwin J. Thomes, Role Theory: Concept and Research (New York: Jolm Wiley & Sons, Inc, 1966), him. 29. 22 Ibid, him. 4.
18
dan tidak narnpak, dan perilaku individu yang dapat timbul sebagai inisiatifbebas individu berijadapan dengan perilaku yang diarahkan terhadapnya. Kerangka kerja teori peran tldak menolak adanya perbedaan di antara individu-individu dalam memainkan perannya dalam posisi sosial yang sama. Namun, yang ditekankan adalah determinasi sosial yang mempengaruhi munculnya perbedaan semacam 1•tu•23
Dalarn disertasi ini, perspektif peran digunakan terutama sebagai kerangka deskriptif da$ evaluatif terhadap tindakan dan perilaku individu kiai dan nyai serta aktor-aktor s9sialisasi gender lain dalam pesantren. Tindakan dan perilaku mereka dilukiskan dalam konteks posisi sosiat yang mereka miliki di pesantren, baik sebagai pemimpin, pembina, dan guru. Posisi ini ditentukan oleh aspek-aspek sosial termasuk norma, tuntutan, dan tata aturan yang beredar di jaringan dunia pesantren secara luas. Posisi mereka juga ditentukan oleh peran yang dijalankan orang lain pada posisi serupa dart kapasitas yang mereka miliki sebagai individu dalam posisi 1tersebut.
2. Teori Sosialisasi dan Agen Sosialisasi Perhatian para ahli psikologi perkembangan sebagian besar dicurahkan pada sosialisasi gender pada masa anak-anak dengan menitikberatkan pengaruh hubungan antara anak dengan orang tua terhadap identitas beserta perilaku gender
23
Ibid.
19
anak-anak. Sosialisasi diterangkan sebagai proses di mana anak-anak belajar mengenal iqentitas dan peran gender dalam keluarga dan masyarakat.24 Sosialisasi bersifat kornpleks, interaktif dan melibatkan sekurangnya tiga komponen yaitu: observasi, imitasi dan intemalisasi.25 Anak-anak pada awalnya mengamati tindakan dan perilaku orang yang lebih dewasa di sekitar mereka, terutama orang tua
terde~.
Selanjutnya, mereka mengimitasi tindakan yang teramati tersebut
dan belajar memberi penekanan berbeda terhadap perilaku gender yang dianggap "pantas" clan ''tidak pantas". Oakley mengkaitkan imitasi dan intemalisasi dengan identifikasi diri subjek bergender. Ia mengacu pada tendensi untuk mereproduksi tindakan-tinKiakan, sikap dan tanggapan mental, baik yang terekspresi secara terbuka-nyata maupun melalui model-model simbolik.26 MesJdpun demikian, kerangka sosialisasi gender juga digunakan untuk memahami proses identifikasi stereotipe gender yang terjadi pada remaja dan 1
individu y$lg lebih dewasa. 27 Sepanjang masa perkembangannya berlanjut, individu berada di luar ikatan keluarga dan m.emasuki komunitas yang lebih luas C~I Nagy Jacklin, "Female and Male: Issues of Gender", dalam American Psychologist, '1989, Vol. 44. No. 2, blm. 131 dan Robert C. Johnson, "The Black Family and Black Comm~ity Development", dalam Journal ofBlack Psychology, 1981, Vol. 8, him. 25. zs A.: Walker, "Conceptual Perspectives on Gender and Family Caregiving''. dalam J. Dwyer, & R. ¢oward (eds.), Gender, Families, !Jnd Elder Care (Newbury Park, CA: SAGE, 1992) him. 35. 26 Ann Oakley, Sex, Gender, and Society (London: Maurice Temple Smith, 1972), him. 179. 27 Dua contoh studi yang menerapkan kerangka sosialisasi gender untulc masa perkembangaq. lebih lanjut adalah: Aziz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between T~tion and Modernity: Gender Role Socialization in South Asian Immigrant Culture", dalam JourndJ of Adolescence, 2000, Vol. 23, him. 615-627; dan Carrie Paechter, "Learning Masculinities :and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", dalam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26, No. 6, him. 541-552. 24
20
di rnana pr<j>ses sosialisasi berlanjut, terutarna dalarn lernbaga pendidikan dan agarna. Sepkjang periode tersebut, peran-peran gender terintemalisasi sebagai bagian dari kepribadian dan identitas individu.28 Sosialisasi di sini secara khusus berfungsi menyiapkan individu untuk rnernasuki kehidupan dalarn rnasyarakat yang lebih dewasa.
29
Pada tahap ini, sc>sialisasi gender rnenghasilkan sistern
referensi yang lebih tegas rnengenai perilaku-perilaku yang dianjurkan dan yang dilarang.
30
Perilaku yang dianjurkan adalah perilaku yang didorong dan
diutarnakan oleh rnasyarak.at, sernentara perilaku yang dilarang adalah perilaku yang diangg~p tabu oleh rnasyarakat. Dengan kerangka sosialisasi, pesantren dapat dipandang sebagai lembaga sosial di rnana proses sosialisasi gender pada tahap paska anak-anak berlangsung. Dalarn proses ini, diedarkan seperangkat wacana dan ide-ide yang rnenyediakan pengertian bagi santri rnengenai identitas rnereka sebagai laki-laki atau perernpuan. Lebih dari itu, proses tersebut juga rnemproduksi pesan-pesan, norma-norm~
tuntutan, tata aturan dan simbol-simbol yang mernbentuk sistern
referensi bagi perilaku santri berdasarkan gender rnereka. Kiai, nyai, badal, guru dan teman sebaya dipaharni sebagai agen-agen sosialisasi g¢nder. Agen sosialisasi adalah orang-orang atau kelompok sosial yang 28
Arul Oakley, Sex, Gender, and Society (London: Maurice Temple Smith, 1972) him.
186. 29
Robert C. Johnson, op cit him. 26. Mo.-itgomery, "Gender differences in Patterns of Child-Parent Caregiving Relationships'\ dalam J. Dwyer, dau R. Coward (Eds.), Gender, Families, and Elder Care, (Newbury Park, CA: SAGE, 1992) him. 65-83. 30
21
menyediakan atau mengedark:an informasi-informasi kunci mengenai nilai-nilai, perilaku dan. pesan-pesan gender. 31 Pada masa anak-anak, informasi ini dibutuhk:an $ebagai media imitasi dan identi:fikasi gender mereka. 32 Pada tahap menuju
keqewasaan,
infonnasi-informasi
merupakan
referensi
mengenai
bagaimana itidividu belajar menjadi bagian yang absah dari sebuah komunitas dan berpartisipasi di dalamnya sebagai individu yang mengemban simbol-simbol feminin
atau
maskuJin. 33
Dalam
konteks
pesantren,
sosialisasi
gender
dimungkinkan oleh peran yang dimainkan oleh kiai, nyai, badal, guru dan teman sebaya dal3Jlll posisi mereka masing-masing. Para :agen sosialisasi gender tidak berdiri otonom satu sama lainnya. Pesan-pesan i gender yang mereka sampaikan juga seringkali tidak konsisten dan
berkontradi~i. 34 Pada saat yang sama, mereka juga mempresentasik:an perbedaan level kekua$aan. Proses sosialisasi gender, karenanya, dapat dipahami sebagai sebuah kon¢stasi di mana wacana, ide-ide dan pesan-pesan gender yang berbeda sating bergesek:an.
Salah satu implikasi dari
kondisi demikian adalah
dihasilkannya ketidakseimbangan kekuasaan di mana salah satu kelompok lebih
31
Li.titda L. Lindsey, Gender Roles: A Sociological Perspective (New Jersey: Pearson education, Inc,, Upper Saddle River, 2005), him. 61. 32 Susan A. Basow, Gender Streotypes and Roles (California: Pacific Grove, 1992), him. 120. 33 carrie Paechter, "Learning Masculinities and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", dalam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26, No. 6, him. 54;1. 34 Linda L. Lindsey, Gender Role, him. 61.
22
diuntungkan daripada kelompok yang lain.35 Dalam konteks pesantren, fenomena sosialisasi gender dapat dipahami sebagai arena kontestasi antara para agen sosialisasi y$11g membawa pesan-pesan dan wacana gender yang berbeda atau bahkan
ber~wanan.
Kontestasi ini dapat menciptakan ketidakseimbangan
kekuasaan an'tar anggota masyarakat pesantren. Berd~kan
posisi subjeknya -dalam hal ini santri- sosial.isasi gender
dalam pesantlren dikategorikan dalam dua model, yaitu strong model dan reflexive model. Pembedaan ini mengikuti kategori yang diciptakan oleh Brittan dan
Myrnard (1964). Pada strong model, para santri dipandang sebagai subjek yang dapat dibentuk, diproduksi dan ditentukan oleh kekuatan sosial di luarnya dan kekuatan agen-agen sosialisasi. Dalam konteks ini, santri dipandang sebagai penerima pa$if dan mengkonfirmasi berbagai kepercayaan sosial yang beredar di dunia pesan11ren. Sementara reflexive model berlangsung dua proses. Pertama, subjek dipandang terlibat secara aktif dalam sosialisasi, bukan sekedar penerima pasif, dan memiliki kapasitas untuk memilih, menginterpretasi, memodifikasi dan menentukan apakah akan memilih atau menolak pesan-pesan sosial-kultural. Kedua,
sosi~isasi
gender berlangsung sebagai sebuah proses negosiasi, bersifat
situasional, tlan mernpunyai makna yang lebih kontekstual. SesUlllgguhnya bagaimana proses sosialisasi gender berlaugsung telah lama menjadi tema besar, khususnya dalam bidang psikologi perkembangan. Sosialisasi
35
Ibid.
23
gender yang1 dialami laki-laki dan perempuan terjadi sejak masa bayi lahir. Proses ini terjadi melalui pemberian atribut-atribut terhadap bayi yang secara sosial mengidentif1kasi jenis kelaminnya. 36 menjelaskan
sosialisasi
Terdapat empat teori besar yang
gender pada masyarakat,
atau
keluarga,
yakni
psychoanaly,tic, social learning, cognitive-developmental dan gender schema. 37 Teori psychoanalytic atau psychoanalytic theory ofgender mengemukakan pengalaman: pada fase kanak-kanak yang krusial. Pengalaman ini mempengaruhi kepribadian 1dan psikologi anak, sehingga tanpa disadari individu akan melakukan apa yang pemah mereka alami ketika masih kanak-kanak. Kecenderungan ini disebut
seb~gai
uncounscious (perilaku yang tidak disadarinya), dan hal ini
bersifat peonanen. 38 Salah satu pandangan pokok teori ini adalah bahwa anak perempuan lebih bersifat komunal atau lebih mampu beradaptasi dan lebih mudah bersosialisasi dengan masyarakat. Sementara anak laki-Iaki lebih bersifat agentic, individual,
dan acuh tak acuh terhadap
lingkungan.
Anak-anak juga
mengidentifikasi persamaan seks. Bila anak Iaki-laki mengidentifikasi pada ayah, maka anak perempuan mengidentifikasikan dirinya kepada ibu. Teoti social learning memberi tekanan pada kemampuan belajar anakanak terhadap lingkungan di sekitarnya, khususnya keluarga. 39 Dalam teori ini,
36
Yoyce McCarl Nielsen, Sex and Gender in Society, Perspectives on Stratification (Universw of Colorado, Wafeland Press Inc. 1990), him. 169. 3 Susan A. Basow, Gender Streotypes and Roles (California: Pacific Grove, 1992), him. 118-126 dan Linda L. Lindsey, Gender Roles, him. 56-59. 38 S4San A Basow, Gender Streotypes and Roles, him. 110-111. 39 SUSa.n A Basow, Susan A. Basow, Ibid, him. 112
24
lingkungan !merupakan aspek yang sangat penting dalam mengembangkan identitas dan perilaku gender pada anak-anak. Mereka belajar memainkan peran yang dibawanya melalui perlakuan, penghargaan, dan hukuman yang diterima secara berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan teori ini, ditekankan bahwa perkembangan gender anak-anak dan remaja muncul sebagai hasil pengamatan dan imitasi terhadap perilaku gender orang lain, seperti orang tua, orang dewasa lain, teman sebaya, lingkungan sekitar dan media massa. Anakanak memiliki kemampuan untulc secara bebas memilih model-model yang memperlihatkan perilaku maskulin dan feminin. Orang tua sering menggunakan hadiah (rewards) dan hukuman (punishment) untuk mengajarkan anak perempuan menjadi femJ!iin dan anak laki-laki menjadi maskulin. 40 Sedangkan pandangan utama teori cognitive-development adalah bahwa remaja membentulc dunia gender mereka sendiri secara aktif. Bentuk gender anakanak muncul setelah mereka mengembangkan suatu konsep tentang gender pada saat mereka, memahami diri mereka secara konsisten
sebagai laki-laki atau
perempuan. Berdasar teori Kohlberg, anak laki-laki, misalnya, akan menjadi lakilaki tanpa peduli apakah ia mengenakan pakaian-pakaian yang menunjukkan identitas gender perempuan atau sebaliknya. Pend~katan
keempat, gender schema, dianggap lebih maju dan
menjanjikanldari pada ketiga pendekatan sebelumnya. Teori ini mendasarkan pada
40
Ibid.
25
kemampuan ·anak-anak dalam menyusun skema dalam pemikiran yang berguna untuk memahami dunia di luar mereka, menginterpretasi, serta mengolah informasi-informasi baru yang mereka terima.41 Teori ini mengasumsikan bahwa identitas gender anak-anak diciptakan terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh perkemban~
skema secara lebih kompleks dan lebih khusus pada komunitas di
mana anak berkembang. Pada masyarakat yang perbedaan gender sangat rigid, anak-anak tnengembangkan skema gender secara lebih kompleks dan rigid mengikuti informasi yang mereka terima dari kultur bersangkutan.42
3. Teori Kekuasaan dan Diskursus Gender Penelitian ini juga akan menganalisa sosialisasi gender dalam kaitannya dengan perwujudan kekuasaan dalam lingkungan pesantren. Pendekatan ini merujuk pada pandangau-pandangan Michel Foucault mengenai kaitan kekuasaan dan pengetahuan. Proses sosialisasi gender dalam lembaga agama melibatkan kekuasaan tnelalui sejumlah aspek, sebagai berikut; mencakup pendisiplinan tindakan dan perilaku menurut sistem nilai tertentu;43 menuntut pengakuan dan penerimaan atas otoritas, nilai-nilai, ritus, simbol dan supremasi kebenaran
41
Linda L. Lindsey, Gender Roles. him. 59. Ibid. 43 Rosenthal, D. A. dan Feldman, S. S., "The Acculturation of Chinese Immigrants: Effects on Faniily Functioning of Length of Residence in Two Cultural Contexts", dalam Journal o/Genetic P~chology, 1990, Vol. 4, him. 495-514. 42
26
budaya tertcimtu;
44
melibatkan kontrol budaya,45 serta pelembagaan norma melalui
simbolisasi 1figur-figur dan model-model kepercayaan tertentu.46 Lebih dari itu, sosialisasi gender dapat dipandang sebagai salah satu strategi dan mekanisme yang dijalartkan masyarakat dan komunitas untuk mempertahankan kekuasaan.47 Sosialisasi gender mengedarkan pesan-pesan, wacana, nilai-nilai, normanorma, kep¢rcayaan dan model-model yang merepresentasikan kontruksi gender tertentu. Unsur-unsur tersebut termasuk dalam apa yang disebut Foucault dengan diskursus (discourse). Menurut Foucault, dalam diskursus inilah pengetahuan berpadu dengan kekuasaan.
48
Hal itu dapat dikatakan bahwa setiap ide, ajaran,
pesan dan pengertian tentang laki-laki dan perempuan dalam masyarakat selalu mengandung perwujudan kekuasaan. Semua pengetahuan adalah konsekuensi dari hadimya rezim kekuasaan tertentu. Pada saat yang sama, kekuasaan beroperasi dengan teru$-menerus menciptakan pengetahuan. Seperti dikatakan Foucault: "Kekuasaan beroperasi terus-menerus menciptakan pengetahuan dan begitu jugjl sebaliknya, pengetahuan mengasumsikan ::oebentuk implikasi dari ke~asaan. ..Pengetahuan dan kckuasaan terintegrasi satu sama lainnya dan tiW!k ada momen dalam suatu periode waktu di mana pengetahuan akan lepas daii ketergantungannya akan kekuasaan•.4 9 44
AZiz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and Modernity: G~nder role socializ.ation in South Asian immigrant culture", dalam Journal of Adolescence, 2000, Vol. 23, him. 616. 45
46
Jbi4.
Hitst, J.S. and Thomas L. "Introduction: Playing for Real: Hindu Role Models, Religion and Qender", dalam Hirst, J.S. and Thomas L.(ed), Playing/or Real: Hindu Role Models, Religion and Oender, (Oxford: Oxford University Press, 2004), him. 2-3. 47 ruiiz Talbani dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and Modemi7s: Gender role socialization in South Asian immigrant culture'', him. 616 8 Michel Foucault, The History ofSexuality: An Introduction, terj. R. Hurley. (HarmondswoJlfh: Penguin, 1978), him. 100. 49 Michel Foucault, Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, 19721977, C. Gord• (ed.) {Bringhton: Harvester, 1980) him. 52.
27
Ke~asaan memungkinkan bentuk-bentuk pengetahuan untuk membentuk
realitas sos.al yang mereka gambarkan dan analisis. Kekuasaan clan pengetahuan berimplikasi secara langsung satu sama lainnya. Hubungan kekuasaan antar pelaku sosial selalu membentuk sebuah arena pengetahuan.50 Demikian pula tidak ada penget~uan, " .. yang tidak secara bersamaan mengandaikan dan membentuk relasi kekuasaan."51 Bagi Foucault, semua diskursus memiliki fungsi ideologis. Produksi pengetah~ selalu berjalin dengan rejim kekuasaan historis tertentu yang bersifat
spesifik, kc¢enanya setiap masyarakat menjalankan sistem kebenarannya sendiri yang memi•iki fungsi regulasi dan normalisasi. 52 Analisis terhadap diskursuskekuasaan bukan ditujukan pada validitas atau nilai kebenaran, melainkan pada bagaimana . sebuah diskursus beroperasi dalam kaitannya dengan struktur kekuasaan dalam sebuah institusi sosial.53 Seperti dinyatakan Foucault, " ..~alahnya bukan menyusun garis pembeda antara diskursus yang termasuk dal~ kategori ilmiah atau benar dan diskursus yang termasuk dalam kategori lain, tetapi melihat bagaimana efek historis dari kebenaran yang diproduksi dalam sebwUi diskursus yang pada dirinya sendiri tidak benar atau tidak salah. " 54
so Michel Foucault, Discipline and Punish: the Birth of the Prison (Harmondsworth: Peregrine, 1977) hlm. 27. SI Ibid. 52 ~is McNay, Foucault and Feminism: Power, Gender and the Self (Boston: Northeeastem!University Press, 1992) him. 25. S3 Ibid. S4 Michel Foucault, Power/Knowledge (Bringhton: Harvester, 1980) hlm. 118.
28
Data.pi perspektif feminis, makna "efek historis" dari kebenaran dipahami sebagai
ko~ekuensi
negatif dari produksi diskursus gender yang mapan bagi
kehidupan ~rempuan. Merujuk pada kerangka teori Foucault tersebut, penelitian ini akan memandang1 proses sosialisasi gender di pesantren sebagai proses produksi dan reproduksi diskursus gender yang mengandaikan perwujudan relasi kekuasaan tertentu di antara peran-perannya. Dominasi diskursus gender tertentu dalam pesantren akan dianalisis sebagai perwujudan dari relasi kekuasaan tertentu di mana salah $a.tu kelompok agen lebih dominan terhadap kekompok agen lainnya. Pada saat yang sama, struktur kekuasaan dalam pesantren digunakan sebagai penjelasan tentang produksi diskursus gender tertentu yang dominan dalam pesantren. Diskursus ini pada gilirannya memiliki fungsi regulasi dan normalisasi atas segala •tindakan, perilaku dan relasi gender di antara anggota komunitas pesantren.
4. Teori Q4f'fdan
4arml dalam Diskursus Gender
Bagian penting lain dalam kerangka teori yang diterapkan dalam penelitian
m.i adalah perspektif gender dalam Islam. Perspektif ini berguna untuk
memetakan :muatan ide dan pesan-pesan gender yang terkandung dalam diskursus gender yang tengah berkontestasi di pesantren. Sejumlah pemikir Islam telah menempuh •upaya-upaya untuk mengintegrasikan tuntutan kesetaraan gender ke
29
dalam ajal'$1 Islam. Upaya-upaya ini menghasilkan beberapa teori yang memberi tekanan pa,da pemenuhan HAM dan kesetaraan gender. Di antara teori-teori tersebut ak$n diterapkan di sini sebagai kerangka analisis. Dal$m memahami perspektif Islam dalam isu perempuan dan gender, terdapat dotongan kuat untuk memusatkan perhatian pada: pesan-pesan universal kemanusiaan dalam Islam;
55
semangat moral Islam yang menopang kesetaraan;56
prinsip hukum yang substansial dalam al-Qur'an dan hadis; 57 pandanganpandangan etika al-Qur'an;
58
dan watak dasar humanistik dan progresif Islam.59
Dalam tema-tema penting kandungan al-Qur' an, misalnya
tentang asal usul
kejadian manusia, etika religius, dan hukum keluarga Islam, terdapat semangat dasar yang mendorong kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. 60 Ajaran-ajaran Islam juga mengandung prinsip-prinsip keadilan yang secara tegas menopang standart uni~ersal hak-hak asasi manusia.61 Salah satu kerangka teori yang berada dalam haluan ini adalah konsep pembedaan qaf'f dan -?annJ. Qaf'f, menurut Abdullahi an-Nairn, adalah aturan 1
ss ~am hat ini misalnya Abdullahi Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah (Yogyakarta: LK.iS,1994), him. 338. 56 Mi$alnya Nazaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an, Cet. I (Jakarta: Par&.qtadina, 1999). 7 s Mi~alnya Masdar F. Mas'udi, Islam and Hak-Hak Reproduksi Perempuan (Bandung: Mi7.an, 1997), :blm.25 ss Misalnya Khaled Abou-El Fadl, "Faith-Based Assumptions and Determination Women", dalam R. Hidayat, S. Schlossberg, dan A;H. Rambadeta (eds.) Islam, Demeaning Women and the New World Order, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga, 2006) him. 2-16. 9 s Mi$alnya Asghar Ali Engineer, The Rights of Women in Islam (New York: St.Matrin's Press, 1996), ll.lm. 12. 60 N~ddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender PerspektifAl-Qur'an. him. 67. 61 Abdullahi Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah. him. 338.
tq
30
yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadis yang menuangkan prinsip-prisip universal dan hakiki, seperti prinsip kesetaraan, toleransi, non-diskriminatif dan menjunjung! tinggi hak-hak asasi manusia.62 Dalam kaitannya dengan hukum Islam, qaf'I juga bisa dipahami sebagai hukum-hukum yang substansial.63 Pertimbanpn-pertimbangan hukum substansial adalah prinsip-prinsip hukum dalam al-Qur' an yang mengajarkan kesetaraan, keadilan dan keseimbangan dalam relasi gender. Sedangkan ~annJ adalah berbagai aturan yang terkandung dalam al-
Qur'in dan hadis yang bersifat spesifik, parsial, dan temporal.64 Masdar F. Mas'udi m~mahami ~annJ sebagai aturan-aturan hukum yang parsial, Hal itu dimaksudka!D sebagai hukum yang mengatur relasi laki-laki dan perempuan dalam konteks masyarakat secara spesifik dan operasional. Terdapat kesepakatan yang luas di kalangan peneliti hukum Islam bahwa penekanan yang berlebihan pada ~annJ
yang1selama ini terjadi pada tradisi hukum positiflslam telah menghasilkan
diskriminasi perempuan dan menciptakan ketimpangan gender dalam masyarakat Islam. Dalam penelitian ini, konsep pembedaan qaf 'T dan
~ dapat
digunakan
untuk menganalisa kecenderungan pesan-pesan gender yang terkandung dalam diskursus g@ndet di pesantren yang disosialisasikan oleh agen-agen yang berbeda.
62
ibid ~dar F. Mas'udi, Islam and HaJc..Hak Reproduksi Perempuant, hlm.29 64 Abdullah Ahmed An-Na'im, Dekonstruksi Syariah, him 338 63
31
Diskursus gender di pesantren yang berbeda akan memberikan penekanan yang berbeda tedt.adap aspek-aspek moral universal dan aspek-aspek hukum spesifik dan temporal dalam ajaran-ajaran gender yang diedarkan. Teori lain yang bertolak dari penekanan pada aspek-aspek ajaran kemanusia$ universal dalam Islam dikemukakan oleh Asghar Ali Engineer. Menurutny$, untuk memahami ajaran relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam perlu dibed- antara aspek-aspek ajaran yang bersifat normatif dengan aspekaspek ajaran yang bersifat kontekstual-historis. Aspek-aspek pertama bersifat pasti dan universal, sedangkan aspek-aspek kedua bersifat historis dan secara spesifik dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang ada pada masanya. Menurut Engineer, setiap ajaran agama harus dipahami menurut konteks kultural dan semangat transendental normatifuya, apakah sebuah ayat alQur'an misalnya terkait dengan konteks historis atau normatif. 65 Al-Qur'an tidak hanya meniandung muatan-muatan hukum saja, akan tetapi juga prinsip-prinsip yang mendasar dari sebuah ajaran agama, antara lain watak dasar agama yang cenderung humanistik dan progresif serta menjunjung hak asasi manusia. Unruk keperluan penelitian ini, teori Engineer dapat digunakan untuk menganalis$. muatan pesan-pesan gender yang beredar dalam proses sosialisasi gender yan$ berlangsung di pesantren. Teori ini diterapkan untuk melihat aspekaspek kontekstualitas dan normativitas ajaran Islam yang mendapat tekanan dalam 65
Asghar Ali Engineer, The Right of Women in Islam (St. Martin's Press, New York. 1992), him. IS.
32
dikursus gender di pesantren clan melihat pesan-pesan gender yang diartikulasikan oleh para agetl sosialisasi. Dengan kerangka teori sebagaimana dirangkum di atas, maka struktur analisis dalatn penelitian desertasi ini dapat digambarkan dengan kerangka konseptual yang bisa digarnbarkan dengan bagan berikut: PESANTREN sebagai Lembaga Sosial
Agen Sosialialisasi
NYAI
KIAi
Badal Guru
PERAN
:·······················,,
Relasi kekuasaan -pengetahuan
Santri .i......................... .i··········
!---·---, i i
Wacana
!
Ajaran
j
li
Nilai Norma Aturan Model
li ·············· Diskursus Gender
! Pesan
I
j
i !
! i
l I
i
'--~~~~~~~--
;
l
L----···...,....J
Bagan di atas menggarnbarkan proses sosialisasi gender yang berlangsung dalarn pesantren. Pesantren dipandang sebagai sebuah lembaga sosial
33
dengan ciri-ciri yang khusus. Dalam proses sosialisasi tersebut, masing-masing agen sosialisasi memainkan perannya berdasar konteks posisi sosial mereka ma.sing-masing. Penekanan diberikan pada peran kiai dan nyai. Proses sosialisasi tersebut m~libatkan distribusi pengetahuan dan kekuasaan antara para anggota lingkungan pesantren dalam waktu yang bersamaan. Sosialisasi memproduksi dan mereproduksi diskursus gender dalam pesantren. Diskursus tersebut mencakup berbagai elemen temasuk nilai-nilai, nonna-nonna, ajaran, model atau contoh perilaku, att,lran serta pesan-pesan gender lainnya. Diskursus seringkali bersifat inkonsisten,, akhimya tidak ada diskursus tunggal melainkan terdapat beberapa diskurus berbeda yang saling berkontestasi.
F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PP Al-Munawwir dan PP Ali Maksum. Keduanya terletak di Dusun Krapyak, Yogyakarta, dan dipilih berdasarkan aspek kedekatannya tersebut. Di awal berdirinya, kedua pesantren berada dalam lembaga Al-Munawwir. Perkembangan yang sangat pesat mengharuskan pesantren ini dibagi menjadi dua dengan bidang garapan dan konsentrasi masingmasing. Pe$antren Al-Munawwir lebih kepada lembaga pendidikan sala.fi (tradisional), sementara Pesantren Ali Makshum lebih kepada pendidikan khalafi (modem).
34
PP Al-Munawwir mempunyai tiga betas kompleks dengan masingmasing dipini.pin oleh seorang kiai dan nyai. Disebut kompleks karena berada dalam satu · kawasan dan bersebelahan dengan rumah kiai yang memimpin kompleks b~rsangkutan. Jarak antara satu kompleks dengan yang lain berkisar beberapa ra,tus meter. Tujuan pendidikan di Pesantren Al-Munawwir
lebih
ditekankan kepada kemampuan membaca dan pendalaman ilmu al-Qur' an. PP AlMunawwir mempunyai tiga lembaga pendidikan: I) Madrasah Huffadz, yang mengkhususkan santrinya menekuni al-Qur'an, 2) Madrasah Salafiyah, yang menitikberatkan pada materi-materi keislaman yang salafi, tanpa materi pendidikan umum, 3) Al Ma'had Al-Aly, yang merupakan lembaga pendidikan paling tinggi. Pesantren Ali Maksum mempunyai tujuh kompleks. Berdasarkan manajemen lembaga pendidikannya, pesantren ini tergolong modem dan menerapkan: sistem persekolahan yang klasikal. Dengan sistem evaluasi yang sudah map~, lembaga pendidikan di bawahnya mengikuti kurikulum nasional di bawah Departemen Agama dengan status Disamakan. Lembaga tersebut adalah: 1) Madrasal!t
Tsanawiyah (setingkat SMP) untuk santri putra dan putri;
2)
Madrasah Aliyah (setingkat SMA), 3) Lembaga Kajian Ilmiah Mahasiswa. Dusun .Krapyak termasuk dalam Kecamatan Panggungharjo dan dikenal dengan posisinya yang strategis, hanya 3,5 km dari kota kecamatan dan 3,5 km dengan kota:kabupaten, serta 3 km dengan kota provinsi. Dusun Krapyak dikenal
35
sebagai
dae.rrah santri yang kaya akan sumber daya manusia, terutama di bidang
keagamaan. iDaerah pesantren ini juga bisa ditempuh dengan jalur bus kota yang bisa mengh1'bungkan berbagai pusat pendidikan dan perbelanjaan di Yogyakarta.
2. Subjek P~nelitian Suli>jek penelitian ini adalah para kiai dan nyai yang memegang pesantren clan terlibat dalam pengelolaan pesantren, badal kiai dan nyai yang menjadi asi~n dengan memberikan pengajaran di pesantren/madrasah serta berdomisili
3. Model Peaelitian dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi laµgsung, Focus Group Discussion (FGD), dan dokumentasi. Data kuantitatif juga diperoleh dari sejumlah penelitian sebelumnya dengan tema terkait yang1 menyediakan data-data empiris berkenaan dengan gender dalam dunia pesantren. Data kuantitatif akan diolah untuk menghasilkan keterpilahan
36
dan rasio s111bjek penelitian, daiam hal ini pimpinan pesantren, guru, dan santri, berdasar petbedaan jenis kelamin. Menurut Reinharz, penelitian yang berkosentrasi pada isu gender memerlukan metode wawancara mendalam.66 Di sini Reinharz menunjuk pada strategi untuk mendorong keterlibatan aktiv responden dalam pembicaraan mengenai t~ma penelitian. Diharapkan dengan model ini subjek penelitian mampu mengungkap pandangan dan perspektif mereka sebanyak-banyaknya daJam bahasa mereka sendiri. Wawancara mendalam terutama dilakukan terbadap kiai dan nyai serta badal untuk mengungkap persepsi dan respon mereka tentang wacana g$1der di pesantren dan peran yang mereka mainkan dalam mensosialis~ikan gender terhadap santri. Wawancara juga dilakukan terhadap
guru madra$ah. Sem~tara obeservasi diterapkan untuk memaksimalkan kemampuan
peneliti
darl segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan
dan sebagainya. Observasi juga memberikan kesadaran dari peneliti maupun yang diteliti tentang kondisi yang sedang diamati. 67 FGD diterapkan untuk mendapatkan informasi dari subjek penelitian secara lebih dialogis melalui umpan balik antar :Subjek penelitian. FGD merupakan sarana untuk rekonfirmasi data yang telah diperoleh. FGD dilakukan ketika penulis diundang sebagai pembicara 66
ShWamit Reinharz, Metode-metode Feminis dalam Penelitian Sosial, (terj. Lisabona Rahman), (Jaiqlrta: WRI, 2005), him. 21. 67 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Roesdakarya, 1998), him. 126.
37
dalam sebuah seminar tentang "Perempuan dan Tantangan Pesantren." Kegiatan ini dilak:uka.Q. dengan cara menarik pendapat para peserta melalui pertanyaan dan meminta mereka untuk berdiskusi tentang isu-isu tertentu terkait tema utama seminar.
4. Uji Keal>sahan Data Uji keabsahan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dilak:ukan dengan teknik trianggulasi terhadap sumber data maupun teknik pengumpulan data. Terdapat empat teknik trianggulasi sebagai metode pemeriksa yang memanfaatlqm pengguna sumber, metode, penyidik dan teori.68 Dalam penelitian ini dipilih jenis trianggulasi dengan sumber dan teori. lni dilakukan dengan beberapa pr~sedur, yaitu: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data basil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan subjek penelitian di forum publi~ dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3) mengkonfirmasi basil wawancara dari antara satu subjek dengan subjek lainnya; dan 4) membandingkan basil wawaneara dengan laporan dokumen-dokumen yang berkaitan.
5. Teknik Analisa Data Analisis gender diterapkan sebagai pendekatan analisis terbadap data hasil penelitian ini. Analisis ini diterapkan terhadap sejumlah aspek berikut: a) profil
68
lbili, hlm.178.
38
kegiatan dan peran para subjek penelitian, khususnya kiai, nyai dan badal dalam proses pen(i!idikan dan pengajaran di pesantren; b) akses terhadap penentuan kebijakan di pesantren; c) kontrol terhadap sumber-sumber yang tersedia dalam pesantren; dan d) faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol terhadap lembaga pesantren. Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam melukiskan apa yang ada pada alam berpikir informan. Pengalaman atau pendapat pribadi tidak secara. langsung tercermln dalam bahasa (cerita). Sebelum diungkapkan, aspek-aspe~ tersebut mengalami penyaringan refleksi dan ingatan yang selektit69
sehingga subjektivitas dalam menginterpretasi baik oleh subjek penelitian maupun oleh peneliti harus dianggap sebagai bagian dari proses interpretasi itu sendiri. Metode observasi berfungsi mempertajam interpretasi terhadap masalah-masalah yang ditelili karena konstruksi realitas oleh subjektivitas berpotensi untuk dipahami secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan. Data basil analisis kemudian disajikan dengan cara yang sederhana dan terstruktur dengan maksud supaya mudah dipahami. Pada bagian akhir desertasi ini, sejumlah pokok kesimpulan ditarik berdasarkan hasil analisis dan pembahasan atas data. Jrokok-pokok kesimpulan ini merupakan temuan-temuan utama yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian ini sebagai
69
upaya untuk menjawab
R.;µna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi perempuan, (Jakarta: Kalyana Mitra, Grafitti, 1997), him. 465.
39
pertanyaan penelitian yang diajukan. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah memverifikasi data selama penelitian berlangsung. Reduksi data, penyajian data dan penari~ kesimpulan merupakan langkah-langkah yang saling terkait dan dikerjakan Secara berkesinambungan.
F. Sistematika Penulisan Tulisan ini membahas tentang gender dalam lingkungan sosial pesantren (Studi tentang Peran Kiai dan Nyai dalam Sosialisasi Gender di Pesantren AlMunawwir dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta). Agar pembahasan dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: Langkah pertama. Setelah mengemukakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, k~gka teori dan metodologi yang digunakan, langkah berikutnya yang dikemukakan adalah
teori peran, sosialisasi dan agen sosialisasi. Pada
langkah ini dikemukakan pula hubungan antara kekuasaan dan diskursus gender yang sating mempengaruhi serta perspektif gender dalam Islam. Langkah kedua yang diambil adalah mengemukakan tentang setting sosial pesaJlltren,
yang meliputi
sejarah, karekteristik, metode pengajaran,
struktur sos!al clan identitas gender di pesantren. Setting sosial pesantren penting
40
untuk mem~erikan gambaran bagaimana dinamika, struktur dan kultur pesantren berjalan dan dinamisasi kehidupan pesantren tergambarkan. 1
Langkah ketiga menganalisis agen sosialisasi gender di pesantren yang berperan pepting dalam sosialisasi gender di pesantren. Ada empat komponen agen dalam sosialisasi, yang meliputi kiai senior dan kiai muda, nyai senior dan nyai muda, ,guru serta teman sebaya. Penjelasan ini sangat penting untuk melihat peran
masing-masing
agen
serta
siapa
yang
paling
dominan
dalam
mensosialisasikan gender di pesantren, serta implikasinya pada materi sosialisasi gender di pe$antren. Langkah keempat, secara lehih detail mengkritisi
pelaksanaan
sosialisasi gender di pesantren dengan cara melihat peran dan posisi kiai dan nyai dalam sosialisasi gender, begitu pula dengan metode yang dipakai serta media kitab klasik yang dipakai dalam sosialisasi gender. Langkah kelima
menganalisis ketegangan
dalam proses sosialisasi
dengan cara melihat bagaimana dominasi normativitas peran gender terhadap kontekstualiaasi
peran
gender,
serta
penggunaan
kekuasaan
dalam
mensosialisasikan gender. Secara lebih detail dibahas tiga isu penting yang sangat berguna untttk memahami proses dan konteks sosialisasi gender di Pesantren AlMunawwir dan Pesantren Ali Maksum. Ketiga isu tersebut adalah berlangsungnya proses sosiailisasi gender, model sosialisasi gender yang dominan, dan hubungan kekuasaan dalam sosialisasi gender di kedua pesantren. Ketiga isu tersebut akan
41
didiskusikan menurut tiga kerangka teori yang berbeda, masing-masing adalah: normativitas dan kontekstualitas isu gender, strong model versus reflexive model dalam sosialisasi gender, dan teori diskursus dan kekuasaan Michel Foucault. I,.angkah keenam
merumuskan berbagai kesimpulan sebagai basil
pembaha5$11 dari pembahasan sebelumnya dalam bentuk pemyataan-pernyataan yang sekaligus menjawab permasalahan-pertanyaan yang diangkat dalam tulisan ini.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan Bendasarkan analisa di muka tentang sosialisasi gender di Pesantren Al-Munawrwir dan Pesantren Ali Maksum, dapat disimpulkan sehagai herikut: 1. Berkai"$1 dengan peran kiai dan nyai dalam mensosialisasikan dan mempengaruhi cara pandang tentang gender di pesantren, maka ditarik lima kesimpulan pokok sehagai herikut:
Pertama, kiai dan nyai secara garis besar memainkan peran yang sangiit hesar dalam diskursus gender di lingkungan pesantren dan merrtpengaruhi pandangan para santri herkenaan dengan isu gender dalam Islam. Posisi keduanya sehagai pelaku paling penting dalam kehidupan pesantren merupakan sum.her pengaruh terkuat dalam cara pandang dan apa yang dipikirkan santri tentang laki-laki dan perempuan. Mereka hukan hanya salah satu sum.her informasi utama ajaran-ajaran agama yang mengandung pesan-pesan dan muatan gender, tetapi juga contoh hidup hagaimana ajaran-ajaran itu dipraktekkan.
Kedua, para kiai di kedua pesantren, meskipun demikian, memegang peranan yang lehih luas dan menentukan dalam sosialisasi gender di pesantren dihandingkan para nyai. Mereka memiliki pengaruh lehib. hesar, posisi yang lehih kuat, dan kesempatan yang lehih hanyak
233
dalam berinteraksi dengan santri, dibandingkan dengan para nyai. Dalruin sejarah berdirinya kedua pesantren, laki-laki memiliki posisi lebih. utama; kyai dan guru laki-laki berjumlah lebih banyak dan memcgang mata ajaran jauh lebih banyak; tanggung jawab mengajar di lembaga pensantren lebih banyak, peran yang lebih luas dalam meneµtukan pengelolaan pesantren; dan posisi yang lebih menentukan dalanjt pengambilan keputusan di lembaga pesantren.
Ketiga, peran yang dimainkan oleh para kiai dan nyai dapat i
dikat~gorikan tiga kategori, yakni maksimalis, moderat dan minimalis.
Peran pertama adalah peran dengan pengaruh terbesar yang hanya dimiIUci oleh pimpinan pesantren, pengajar langsung madrasah dan pengambil keputusan dalam tubuh pesantren. Peran ini hanya dijalankan oleh kiai dan badal. Peran kedua, moderat, juga dijalankan oleh para jajaran pemimpin pesantren dan pengajar. Para kiai muda dan nyai senior ada disini. Para nyai muda pada umunya berperan pada kategori minimalis. Para pelaku dalam kategori ini adalah para anggota keluarga pesanitren tetapi tidak mengajar di pesantren dan tidak mengikuti peng~bilan keputusan di pesantren. Peran minimalis dijalankan hanya
sebagai figur dan menjadi contoh dalam perilaku bagi para santri, khusQ.snya santri putri.
Keempat, walaupun tidak begitu tegas, terdapat beberapa aspek yang 'membedakan sosialisasi gender yang dilakukan oleh nyai senior dan nyai mud.a. Para nyai senior lebih bersifat tradisionalis dan patuh
234
meng:ikuti segala ketetapan pesantren, sementara para nyai muda kadang juga bersikap kritis atas relasi dan perbedaan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan di lingkungan pesantren. Apabila para nyai senior: cenderung menekankan pentingnya keterpeliharaan lembaga pesantren, para nyai muda mencoba membangun kesadaran para santri akan pentingnya kesetaraan gender. Nyai senior bertahan mengajarkan teks-t1ks yang sudah lama digunakan pesantren dalam sosialisasi !
gendet, sedangkan nyai muda juga memikirkan perlunya perubahan perilaku terlebih dahulu daripada perubahan pola keilmuan di pesantren. Kelima, kecenderungan perbedaan serupa juga berlaku antara
para kiai senior dan kiai muda. Pada satu sisi, para kiai senior bersikap tradisionalis dan tekstualis dengan sepenuhnya memegang kuat ajaran dari teks-teks yang mereka ajarkan. Pada sisi yang lain, para kiai muda telah tnemulai pembaharuan pemahaman dan lebih bersifat kontekstual daripada tekstual. Apabila kiai senior berusaha menutup diri dari pemikiran baru demi menjaga otoritas teks-teks klasik, kiai muda mulai memberikan telaah ulang dan penjelasan baru terkait dengan perkembangan keadaan. Meski demikian, mereka juga cenderung curiga terhadap perkembangan wacana gender kontemporer. Bagi kiai senior, keterpeliharaan keilmuan yang dimiliki pesantren lebih utama, sedangkan kiai muda menekankan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu baru. Akhirnya, para kiai semor cenderung menutup perkembangan wacaJ:11a
gender
yang
lebih
setara,
sementara
kiai
muda
235
mensosialisasikan isu gender yang lebih setara dengan menumbuhkan daya kritis santri.
2.
Selain, kiai dan nyai, agen-agen sosialisasi gender di Pesantren AlMunaiwwir dan Ali Maksum juga termasuk guru dan teman sebaya santri. Tentang masing-masing agen ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, pada manajemen pengajaran sekolah dan struktur
lembaga madrasah, terdapat ketimpangan peran antara guru laki-laki dan guru perempuan di mana guru laki-laki lebih dominan. Selain jumlah
mereka yang jauh lebih banyak, para guru laki-laki mengajar subjek yang
lebih
diutamakan
dan
menyangkut
bagian-bagian
pokok
peng~aran di madrasah. Sedangkan, jumlah guru perempuan jauh lebih
sedikit dan mereka mengajar subjek yang dianggap lebih ringan. Kondisi ini menutup peluang guru perempuan untuk ambil bagian dalam membahas materi inti yang sarat dengan muatan sosialisasi penguatan gender. Guru laki-laki mendapat akses untuk mengajar di Tsanawiyah putra : dan putri, sedangkan guru perempuan hanya dimungkinkan mengajar di Tsanawiyah dan Aliyah putri saja, kecuali untuk mata pelajaran umum tertentu. Penelitian ini juga menemukan adanya pengutamaan kepada santri laki-laki dalam segala aspek pengajaran di sekolah.
236
Kedua, teman sekelas dan teman sekamar memberikan pengaruh
yang berarti terhadap perilaku dan pandangan santri tentang perbedaan laki-laki dan perempuan serta identitas mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Hubungan pertemanan menyediakan potensi yang besar bagi terjadinya penguatan normativitas peran gender. Melalui hubungan pertemanan streotipe gender dipertahankan dan dilestarikan sehingga norma-norma yang berlaku dalam pesantren yang membedakan laki-laki dan p~rempuan tetap terlembaga.
3.
Berkenaan dengan cara, materi, dan metode sosialisasi gender yang berjala.n di kedua pesantren sebagai subjek dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan berikut. Pertama, perilaku kiai, nyai dan badal menunjukan dua tendensi
dalam sosialisasi gender, yaitu bermaksud melanggengkan stereotipe
gender tradisional, dan bermaksud mengadakan perubahan peran gender secara lebih setara. Tendensi ke arah pelanggengan stereotipe gender tradisional nampak lebih kuat daripada tendensi ke arah perubahan. Kedua, sosialisasi gender di Pesantren Al-Munawwir dan Ali
Maksum berlangsung melalui dua cara, yakni pelanggengan peran gender secara normatif dan pendekatan dialog antara ajaran normatif dengllUl konteks historis kekinian. Cara pertama dilakukan dengan maksud mempertahankan wacana gender tradisional yang sudah bert$un-tahun beredar dalam lingkungan pesantren. Cara ini berjalan
237
melalui tiga mekanisme: 1) pengajian yang disampaikan secara terns menerus; 2) penekanan materi gender tradisional dalam pengajaran di Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah dan Madrasah Salafiyah; dan 3) melalui pengajian mingguan di pesantren yang ,diik:uti para penduduk sekitar pesantren. Cara kedua sosialisasi gender dilakukan dengan mendialogkan pesan dan muatan teks-teks
.
klasik dengan perkembangan kondisi kontemporer dalam rangka mencari pemahaman barn yang lebih memadai. Pemaknaan ini pada umumnya memiliki tiga saluran, yaitu: 1) sosialisasi gender dalam peng4jian-pengajian kita;, 2) khutbah Jum'at; dan 3) khutbah nikah. Ketiga, wacana gender yang beredar dan diajarkan di pesantren
terkandung dalam materi-materi pendidikan pokok, yang diajarkan berdaiSarkan kitab-kitab kuning. Topik dan kerangka pembahasan dalam kitab..;kitab rujukan tersebut tidak menunjukkan prinsip kesetaraan gender dan belum mempertimbangkan kebutuhan laki-laki dan perempuan secara seimbang.
Dalam beberapa bagian,
bahkan
perempuan ditampilkan sebagai objek seksual bagi laki-laki.
4.
Berkepaan dengan proses sosialisasi gender yang berlangsung di lingkungan
Pesantren
Al-Munawwir
dan
Ali
Maksum,
dapat
disimpulkan sebagai berikut. Pertama, proses normativitas peran gender tradisional dalam
pesantren merupakan arus utama dalam sosialisasi gender di kedua
238
pesantren. Ajaran-ajaran tentang gender di dalamnya didukung oleh semw kiai dan nyai senior dan sebagian besar kiai muda. Kitab-kitab klasik bahan ajar dan peraturan pengajaran di pesantren mendukung dominasi wacana ini. Di samping itu, terdapat orientasi kepada diskursus gender baru
yang lebih bersifat kontekstual, meski masih sangat
terbaµs dan belum secara signifikan mempengaruhi diskursus gender di kedua pesantren.
Kedua, pendekatan strong model mendominasi proses sosialisasi gender di lingkungan kedua pesantren. Model ini dicirikan oleh: pene:rapan ceramah sebagai arus utama metode pengajaran, pola penyampaian materi yang berulang-ulang, wibawa dan otoritas keilmuan kiai, nyai dan guru dan terdapat unsur paksaan dalam muatan pesannya. Model ini didukung oleh sejumlah peraturan di pesantren dan madrasah. Model ini sejalan dengan tendensi normativitas peran gender dan sejalan sepe111uhnya dengan otoritas dan pendekatan Kiai dan Nyai.
Ketiga, terdapat relasi kekuasaan yang dilibatkan dalam diskursus gender yang dominan di Pesantren Al-Munawwir dan Pesantren Ali Maksum. Dominasi diskursus gender tradisional dalam Islam dalam tubuh pesantren adalah wujud relasi kekuasaan kelompok berkuasa, yakni mayoritas para pengajar dan pemegang otoritas di pesantren, yang memungkinkan mereka untuk memproduksi diskursus gender yang pada gilirannya mendukung kekuasaan mereka di pesantren. Aspek-aspek kekuasaan dalam sosialisasi gender di kedua pesantren meliputi:
239
pendisiplinan tindakan dan perilaku para santri dan anggota lingkungan pesan1lren lainnya, pengakuan dan penerimaan atas otoritas, nilai-nilai, ritus, ,simbol dan kebenaran tertentu yang berlaku di pesantren, dan pelempagaan norma-norma gender.
B. Saran/Rekomendasi Berdasarkan hasil temuan dan diskusi di atas, penelitian 1m mengajukan beberapa pokok rekomendasi/saran sebagai berikut. Pertama: Perlunya upaya untuk membuka sikap tertutup para pemegang otoritas di pesantren terhadap perkembangan wacana gender dalatn Islam kontemporer yang lebih ramah perempuan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melibatkan pihak pesantren, baik: kiai, nyai, guru, maupun badal, dalam mengatasi masalah-masalah kontemporer perempuan yang memerlukan pemahaman baru tentang relasi gender dalatn Islam. Dengan demikian, kalangan pesantren akan belajar untuk lebih empati dan memahami isu-isu gender kontemporer secara lebih historis dan menggunakan ilmu mereka untuk memahami situ.asi tersebut. Kajian-kajian altematif seputar gender dalam Islam atau gender dan pesantren perlu digalakkan di lingkungan pesantren dengan melibatkan tokoh-tokoh muda pesantren, khususnya perempuan, yang bersifat lebih dinamis dan terbuka. Kedua: Upaya sosialisasi isu gender kontemporer seyogyanya dilakukan tanpa menempatkan pihak pesantren sebagai objek kritik.
240
Diperlukan model pemahaman gender dalam Islam yang mampu me111gakomcdasi prinsip-prinsip konsep gender tradisional dalam Islam supf!.ya pihak pesantren, khususnya para kiai, tidak merasa asing dan merasa berkonfrontasi dengan ajaran yang benar-benar baru dan seolWl-olah tidak Islami. Model pemahaman demikian diharapkan tid~
menimbulkan kekawatiran pihak penguasa pesantren akan
otoritas mereka akibat masuknya ide-ide baru dalam wacana gender. Perlunya juga pemaknaan ulang atas tradisi Ah/us Sunnah wa al-
Jamiah dengan mengintegrasi prinsip keadilan gender dengan prinsipprinsip ajaran tradisi yang dapat mengakomodasi tuntutan kesetaraan gender. Langkah-langkah ini dapat ditempuh oleh perguruan tinggi berbasis Islam atau lembaga-lembaga studi Islam. Ketiga: Secara khusus, diperlukan sosialisasi prinsip-prinsip
dasar konsep kesetaraan dalam Islam, prinsip keadilan gender, dan beberapa landasan hukum tentang sosialisasi gender ke dalam lingkungan intelektual pesantren. Sosialisasi INPRESS No. 9 Tahun 2000 serta Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Pemberdayaan Perempuan ke dalam lingkungan pesantren, kiranya akan sangat penting dan membantu untuk mendorong sikap pesantren supaya lebih terbuka
terhadap
isu-isu
kontemporer
yang
secara
langsung
metnpengaruhi kehidupan perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk metnberikan penekanan akan pentingnya kesetaraan gender dalam pel)yelenggaraan kehidupan pendidikan dan keagamaan di pesantren.
241
Upaya ini dapat dilakukan oleh pemerintah, perguruan tinggi Islam atau .lembaga studi berbasis Islam. Keempat: Apabila sensitivitas gender di kalangan pemegang
otori.tas dan subjek pengajar di pesantren mulai terbentuk, langkah selrun.jutnya adalah memperkenalkan dunia pesantren dengan modelmo~el
pendidikan dan pengajaran berbasis gender, misalnya gender
inc/l!,sive teaching (pembelajaran berbasis gender). Langkah ini dapat
diikUti dengan memperkenalkan konsep manajemen berbasis gender, mis(iilnya model gender sensitive management, dalam struktur pesantren dan madrasah dengan harapan manajemen dan struktur pesantren lebih ramah dan akomodatif terhadap kepentingan dan aspirrasi perempuan. Langkah-langkah ini kurang menumbuhkan komitmen di kalangan pengelola pesantren dan madrasah untuk menerapkan. prinsip kesetaraan gender dalam kegiatan pendidikan dan kehidupan beragama. . Kelima: Perlunya mendorong agar model pembelajaran yang
berc;orak lebih dialogis dan diskursif dalam sistem pendidikan pesantren untuk lebih berkembang dan membudaya. Model ini akan menciptakan kultur yang lebih terbuka dan dialogis di kalangan santri, kiai, nyai dan para guru sendiri. Sistem pendidikan di pesantren
diharapkan
mampu menghasilkan santri yang lebih artikulatif dan
eks[presif dalam mengemukakan pikiran dan pandangannya. Langkah ini · dapat ditempuh oleh pemerintah atau perguruan tinggi berbasis
242
Islam dengan melibatkan pesantren ke dalam berbagai program pendidikan altematif.
243
Daftar Pustaka Abdullah,
Amin, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, Y:ogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. "Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multirelijius", Pidato Pengukuhan Guru Besar Filsafat, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 3 Mei 2000.
Abou El Fadl, Khaled M, Atas Nama Tuhan, Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2003. Abu Zayd, 1'!Iasr Hamid, Dekonstruksi Gender: Kritik Wacana Perempuan d~lam Islam, terj. Nur Ikhwan dkk, Yogyakarta: PSW UINSamha, 2003. _ _ _, Tekstualitas al-Qur'an: Kritik terhadap Ulumul Qur'an, terj. Khoiron Nahdhiyyin, Yogyakarta: LKiS, 1993. An-Nairn, Abdullahi Ahmed, Dekonstruksi Syari 'ah, terj. Akhmad Suaedy, Yogyakarta: LKiS, 1994. Andersen, Margaret L. Thingking About Women, Sociological Perspective on Sex and Gender, University of Delaware, 2003. Al-Jabiri, Muhammad Abed, Muhammad Abed aFormasi Nalar Arab: Kritik Tradisi menuju Pembebasan dan Pluralismo Wacana Intereligius, Yogyakarta, Terj. Imam Khoiri, Yogyakarta: IRCiSOD, 2003. Al-Mawie Abdurrauf, Jsyrotin-Nisa wa Tarbiyatiil Auliidwal hudii, Kairo: Maktabah Ibnu Sina, 1992. Al
Malibar1~
Zainuddin Ibn Abd Aziz, Jrsyiidul 'Ibiid Ra Sa5ilil Rasyiid, Surabaya: Maktabah wa Matha' ah, tt.
Al-Qarni, Aidh, Menjadi Wanita Paling Bahagia, Jakarta: Al-Qisti, 2004 Anwar, Zaip.ah & Rashidah Abdullah, Islam, Reproductive Health and Women's Rights, Kuala Lumpur: SIS, 1999.
244
Anderson, Pamela Sue, A Feminst Philosoplry of Religion, NY: Blackwell .Publishers, 1998. Al-Bana, Jamal, al- Mar'ah al Muslimah bain Ta.hiir al-Qur'an wa Taqyld al-Fuqah
Al-Khosyiat, Muhammad Usman, Wa Laisa ad- Zakarukal- Un~a, Kairo: Maktabah Qur'an Al Qohiroh, 1984. Arivia, Gadis, Filsafat Belperspektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003. Ariani Arimbi, Diah, Reading the writings of Contemporary Indonesian Muslim Women Writers: Representation, Identity and Religion of M'USlim Women in Indonesia Fictions, Desertasi Doktoral pada Faculty of Arts and Social Sciences, University of New South Wales: University of New South Wales, 2006 Asrama Pu1!ri Yayasan Ali Maksum, Pedoman Pelaksanaan Pengajian, Yogyakarta, t.p, 2005. Badan
Petencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)-CIDA, Analisis Gender dalam Pembangunan Pendidikan, Jakarta: 2001.
245
Barja,
Ahm~,
al- AJ;liq Lil Banln wal Banit ,I-II, Surabaya: Ahmad Nabhan, tt.
Barias, Asma, Cara Quran Membebaskan Perempuan, terj. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi, 2005.
Gender Stereotypes and Role, California: Cole Basow, Susan A. Publishing Company, 1980. Bisri, Cholil, "Gus Dur di antara Para Kyai" dalam Ahmad Suaedy (ed), Gila Gus Dur, Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid, Ylogyakarta: LKiS, 2000. BurhanuddiQ, Jajat dkk, Ulama Perempuan, Jakarta: Gramedia, 2002. Bruce Joyce1 & Marsha Weil, Models of Teaching, Prentice-Hall, J¢rsey: Englewood Cliffs, 1980.
New
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan, 1994.
- - -, NU; Tradisi, Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Yogyakarta: LKiS, 1994.
Bodgan, R. ·& Biklen, S.K, , Qualitative Research for Education: an Introduction to the Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, Inc 1982. Darwin, Mu.hadjir, Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Pub/ik, Yogyakarta: Media Wacana, 2005. Ellin Weiler, Ar Rajulu wa al Mar'ah, Libanon: Dar al-Firosyah, 2001 Fadillah d:wk, Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Hambatan, dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia, Malang: Averroes dan· I{ID, 2006. Faiqoh, Nyai Agen Perubahan di Pesantren, Jakarta: Kucica, 2003 Fakih, Mansour, Ana/isis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Fatkhi, Mu,hammad, Az-zawij wal-Muwifiq wa al-Mitsiill, Kairo: Maktabah al Khaniji, 1998.
246
_ _ _ _ _ __, Kalfa Tastiidinii Zaujuka: Da 'wah Iii- lmt
Sigmund, Psikoanalisis Sigmund Freud. Yogyakarta: Ikin Teralitera, 2002.
terj.
Alimandan
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), Wajah Baru Relasi Suami-lstri, Telaah Kitab 'Uqud al Lujjayn, Yogyakarta: LKiS, 2001. Foucault, Michel, The History ofSexuality: An Introduction. terj. R. Nurley. Harmondsworth: Penguin, 1978.
_ _ _ _ _ _:, Power/Knowledge: Selected interviews and Other Writings, 1972-1977, C. Gordon (ed). Bringhton: Harvester, 1980
- - - - - - - , Discipline and Punish: the Birth of the Prison, (terj)
A. Sheridan, Harmondsworth: Peregrine, 1977.
Giddens, Anthony, Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, terj. Adi Laksono Sujono, Pasuruan: Pedati, 2003. Gloria Bowles dan Renate Duelli Klein, Theories of Women's Sudies, London: Routledgge & Kegan Paul, t.t Harvey et all, Contemporary Issues in Educational Psychology, Boston: Michigan State University, 1974. Hall, Roberta M.. The Classroom Climate: A Chilly One for Women. "Project on the Status of Education of Women, Association of American Colleges. Washington, D.C: TP, 1982. Hasballah, Aly, al-Furqiih baina az-zaujiiini' Wama Yata'a/aqu bihii min 'lddatin wa Nasabin, Kairo: Maktabah Darul Fikr Al Araby, t.t. Hasyim,
Hal-ha/ yang Tak Terpikirkan tentang lsu-isu keperempuanan da/am Islam, Bandung: Mizan, 2001.
Syafiq,
247
Hekman,
S~san.
Gender and Knowladge :Elements of Feminism, London: Polity Press, 1990
Postmodern
Hidayat, Ralitmad, Rmu yang Seksis, Yogyakarta: Jendela, 2004. Horikoshi, l-firoko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1987. Jacklin,
C~ol
Nagy, "Female and Male: Issues of Gender", d~lamAmerican Psychologist, 1989, Vol. 44. No. 2,
Kementeriari Pemberdayaan Perempuan, Panduan Pelaksanaan !NPRES No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: t.p, 2002. Kemmis, S, ,dan Mc Taggart, R. The Action Reaserch Planner, Victoria: Diakin University Press, 1988. Kenny, Susan, Developing Comm'tmities for The Future, Melbourne: Nelson, An International Thomson Publishing Company, 1994. Lorber, J. dan S. Farrell, The Social Construction of Gender, London: Sage Publication, 1991. McNay, Lojs, Foucault and Feminism: Power, Gender and the Self, Boston: Northeeastern University Press, 1992 Makhzanji, Akhmad Al 'Adi wa at-Tasiimu Ji !Jouil al Islam, Kairo: Maktabah Usroh, 2006. Mahfud, Sabal Wajah Baru Fiqh Pesantren, Jakarta : Citra Pustaka, 2004 Marcoes, Lies & Johan Hendrik Meuleman, Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: INIS, 1993. Masudi, Masdar Farid, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung, Mizan, 2001.
Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama Mas'ud, Abdurrahman, dan Tradisi, Yogyakarta: LKiS, 2004. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994
248
Mandy Macdonald, Gender dan Perubahan Organisasi, terj. Omi Intan Naomi, Yogyakarta: INSIS, 1999. Memissi, Fatimah, Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry, Oxford: Basil Blackwell, 1991. Miles, Mattaw B dan Huberman, A. Michael, Analisis Data Kualitatif. terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press, 1991. Muhyiddin bin Y ahya bin Syaraf an- Nawawi, Syarih al Arbaln an- Nawawi, Kairo: Dar ibn al- Jauzi, 2003. Mosse, Julia' Cleves, Gender dan Pembangunan, terj. Hartian Silawati Yiogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Moelong, L,exy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990. Muhtarom, Reproduksi U1ama di Era Globalisasi, Yogyakarta: Pustaka Rielajar, 2005. Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan, Yogyakarta: LKiS, 2001. Muhdlor, Zµhdi, KH. Ali Maksum, Perjuangan dan Pemikirannya, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1989. Mulia, Musdah, Muslimah Reformis, Bandung: Mizan, 2004. Musthofa
Muhammad Yaumi, Abdul, al-Islam wa al- Madaniyah, Mesir: Maktabah Usroh, 2006.
al
dawlah
Nielsen, Yoyce McCarl, Sex and Gender in Society, Perspectives on Stratification, Colorado: University of Colorado Press, 1990. Panitia Penerimaan Santri Baru, Buku Pedoman Madrasah Tsanawiyah &- Madrasah Aliyah Ali Maksum, Yogyakarta, 2004.
_ _ _ _ , Profil Madrasah Diniyah Ali Maksum, Yogyakarta, 2004. Paechter,
Carrie "Learning Masculinities and Feminities: Power/Knowledge and Legitimate Peripheral Participation", da.lam Women's Studies International Forum, 2003 Vol. 26.
249
Peter L. B~rger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Jakarta: LP3ES, 1990. Pengurus Pusat PP Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-.Munawwir Krapyak Yogyakarta, Yogyakarta, 2001. Pengurus Madrasah Salafiyah III PP Al Munawwir, Pondok Pesantren Putri Al }.funawwir & Madrasah Salafiyah III , Yogyakarta, 2003. Philip Batay-Franco Gasbar, Kalfa Tugayyir al-Mar'ah al-Siyisah wa Iimaia Yuqowwamu al-Raju/, terj. Suzan Kholil, Kairo: Maktabah Usroh, 2006. Qosim Ja'far, Muhammad Anas, al- Huqiiq as- Siyasiyah Iii- Mar 'ah, Kairo: Dar an- Nahcj.ah al Arabiyah, 2000. Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta: Kalyana Mitra-Grafitti 1997. Rosenthal, D. A. dan Feldman, S.S., "The Acculturation of Chinese Immigrants: Effects on Family Functioning of Length of Residence in Two Cultural Contexts", dalam Journal of Genetic Psychology, 1990, Vol. 4. Ryan Pott, an-Niswiyah wa al- Mawiithinah, terj. Ayman Bikr, Kairo: Maktabah Usroh, 2005. Sa'id Romdlon, Muhammad, Al-Mar'ah Baina Thogyiin Ni~om al Qarbi lli'a Lathoif Tasyri' Robbiini, Libanon: Darl al- Fik, 1996. Schimmel,
Annemarie, Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Bandung: Mizan, 1998.
Syarief Romas, Chumaidi, Kekerasan Kerajaan Surgawi, Yogyakarta: I
State University of New York Press,
250
Sandra Harding, Conclusion: Epistimological Question, Feminst and Methodology; Social science Issue, Indianapolis: Indiana University Press, 1987. Schimmel,
Annemarie, ·Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Bandung: Mizan, 1998.
Shafrudden Al-Musawi, Menggugat Abu Hurairah: Menelusuri Jejak Langkah dan Hadis-hadisnya, Jakarta: Pustaka Zahra, 2002. Shihab, M. · Quraish, Tafsir al- Misbih: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur 'an, Jakarta: Lentera Hati, 2000. Spradley, James.P, Metode Etnograji, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997. Samiyah Hasan al-Samati, al- Mar'ah wa al-Mujtama' Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
al-Mu'~hirah,
Suhardono, Edy, Teori Peran, Konsep Derivasi dan Implikasinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994. Shulamit ll.einharz, Feminist Methods in Social Research, Oxford University Press, Inc. 1992. Streanbrink~
Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1986.
Talbani Aziz, dan Parven Hasanali, "Adolescent Females between Tradition and Modernity: Gender Role Socialization in South Asian Immigrant Culture", dalam Journal of Adolescence, lOOO, Vol. 23. Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Yogyakarta: lKiS, 2004. Tong, Roesemarie, Feminist Thought: A Comprehensive Introduction, London: Unwin Hyman. 1989. Thomas A, Angelo dan K. Patricia Cross, Classroom Assessment Tekniques" in Classroom Assessment Tehniques, A Handbook for College Teachers, r1 Edition, Sage Publications, 1997. Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur'an, Jakarta, Paramadina, 2001.
251
Wadud, Aminah, Qur'an and Women: Rereading the Sacred from a Women's Perspective. New York: Oxford University Press, 1999. Weiler, Ellin, ar-Rajulu wa al- lt1ar'ah, Libanon: Dar al- Firosyah, 2001. Weedon, C. Feminist Practice and Post Structuralist Theory, London: Basil Blackwell, 1976. W.Santrock, Jhon, Adolescente, Perkembangan Remaja, terj. Shinto B.Adelai, Jakarta: Erlangga, t.t. Yusuf Qarqawi, Markaz al Marah ff Hayiit al Isliimiyah, Kairo: Maktabah Qohiroh, 2005.
____
_,___,
al-Usrah Kama Yuilduhii al-Isliim, Kairo: Maktabah Qohiroh, 2005.
_ _ _ _,______, an-Niqiib lil-Mar'ah baina Qauli bi- Bid'atihf wa Qauli bi Wujubi5i, Kairo: Maktabah Qohiroh, 2005. Zamakhsya11i Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup f(yai, Jakarta: LP3ES, 1982. Zakiyah Khjjaz1, al Marah wa as- Zawiijwa al Huqiiq as-Syabiib, Kairo: Maktabah Usroh, 2006.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. ldentitas Diri Nama Tempat/tanggal lahir Pekerjaan NIP Pangkat/Golongan Alamat Kantor Alamat Rumah Ayah Ibu Ayahmertua lbu Mertua Suami Anak e-mail
: Marhumah : Bangkalan, 12 Maret 1962 : Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta : 150241785 : IV B Lektor Kepala dalam Ilmu Hadist : Fakultas Tarbiyah UIN SUKA, Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. : Kepuh no 68 RT 04/RW 23 Wedomartani Ngemplak Yogyakarta : KH. Syafi'i Al Ma'rufi (Alm) : Nyai. Hj. Maimunah Shonhaji : H. Didi Suhardiman (Alm) : Fathimah (Alm) : Ir. H. Teddy Syamsidi : Tasya Marisya Ayuningtyas (5th) Anggun Meirisya Asriningtyas (4th) : [email protected]
B. Riwayat pendidlkan: No.
Tahun
Jenjang
Nama Lemhaga
1
1976
MI
2
1979 1982 1984
MTs MA !Sarjana
PonPes Sidogiri PonPes Cukir PonPes Cukir IAIN
Tarbiyah
PAI
1988 1999 2008
Doktoral
IAIN UNY UIN
Tarbiyah Pas ca Pas ca
PAI PLS Pendidik an Islam
3
2
Fakultas
Jurusan/ Program Studi
Tempat
Pasuruan Jombang Jombang Yogyakarta
Mud.a
3
4 5
.s2 S3
Yogyakarta Yogyakarta
C. Pendidikan TaQlbahan:
1. 1999 . McGill University, Canada . Fellowship/or Women's Studies (3 bulan) 2. 2001 . University Of Hawaii-East West Center Honolulu. Summer Seminar on Population, ~'Researching Sensitive issues in Sexuality and Reproductive Health" (2 bulan) 3. 2006. Al M~ia University, Kairo (6 bulan) D. Pengalaman Organisasi :
1. 1986-1987 : Ketua PMII Putri (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Cabang Yogyakarta. 2. 1991-1993. : Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU DIY 3. 1995: Dewan Pendiri YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat) Yogyakarta 4. 1993-1995. : Wakil Ketua BKOW (Badan Kordinasi Organisasi Wanita) Propinsi DIY. 5. 2000-2006. : Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak MUI (Majles Ulatna Indonesia) Propinsi DIY. 6. 2001-2006. · : Sekretaris Eksekutif PSW (Pusat Studi Wanita) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. 2007- Sekarang: Direktur Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta E. Seminar Intern~tional:
1. 1997. International Seminar "Islam and Family Planning" Ford Foundation-Al Azhar Univ~rsity, Cairo. 2. 1999. International Seminar "Women's and Reproductive Righf' Ford Foundation-:Mujadilah Foundation, Philipina. 3. 2006. Islam,: Women and The New World Order, Center For Women's Studies DENIDA
F. Karya Tulis :
1. Buku: a. 2002 " Perempuan dalam Kitab As-Silakh fi Bayin An Nika.J; (karya Muh~mad Kholil Al bangkalani Al Manduri), dalam buku " Gender dan Islam :Teks dan Konteks, PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta b. Editor buku: 2003 " Membina Keluarga Mewaddah wa Rahmah dalam Bingkai Sunnah Nabi'", PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta-FF Jakarta.
c. 2003 ~'Anjuran Menikah", dalam buku "Membina Keluarga Mewaddah wa Rahm,ah dalam Bingkai Sunnah Nabi'', PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta-FF Jakarta.
d. 2003 ~' Konsep Najkah dalam Hadis '', dalam buku "Perempuan tertindas?, kajian-kajian hadis-hadis "Misoginis" . PSW IAIN Sunan Kalij$ga Yogyakarta-FF Jakarta. 2. Artikel: a. 2001. /bu Nyai sebagai Pemimpin Pesantren, Jumal Penelitian Agama" Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Penelitian Agama" Pusa~ Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. b. 2002; Nikah Mut'ah dalam literature kitab hadis, Jumal Musawaa, Vol. 1 No.2 September 2002. c. 2003. Peningkatan kemampuan Dosen dalam pembelajaran berperspektif gend~r di IAIN Sunan Kalijaga. Jumal "Penelitian Agama" Pusat Penelitian IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Vol. XII 1Januari2003. d. 2007. Pendekatan Hermeneutik dalam Hadis-hadis tentang Wali Nikah, Jumal Musawaa, Vol 5 no 2, April 2007. 3. Penelitian: a. b. c. d. e. f.
2000, Nyai lstijabah dan Model kepemimpinannya, P3M IAIN Yogyakarta. 2000, Perempuan dan Perceraaian di Gunungkidul, P3M IAIN Yogyakarta. 2001 lmplementasi Hak-hak Reproduksi dalam Islam.Ford Foundation, Jakarta. 2001, Peningkatan Peran Dosen dalam Pembelajaran Berperspektif Gender, Dana Unggulan DikNas RI. 2003 Kesenjangan Gender pada Kualitas Akademik di IAIN (Studi tentang perb~dingan tiga IAIN di Jawa). 2005. Sikap Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga terhadap Persoalan Gender dan Hak-hak Reproduksi dalam Islam. PSW IAIN-CIDA MORA Project 1
Yogyakarta, 1 Agustus 2008
Marhumah