PENENTUAN HWS (HIGH WATER SPRING) DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN ELEVASI DERMAGA (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong)
Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh Program Studi Teknik Geomatika ITS – Sukolilo, Surabaya - 60111 Email :
[email protected] Abstrak Pengetahuan tentang hidrografi yang salah satunya adalah pengamatan pasang surut (pasut) air laut, sangat diperlukan dalam pengembangan wilayah perairan seperti transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai dan lain-lain karena mengingat wilayah Indonesia yang tersebar luas. Dalam penelitian ini, data pengamatan yang digunakan adalah data perairan Teluk Lamong tahun 2007. Sedangkan metode perhitungan komponen pasut yang digunakan adalah metode least square. Keamanan elevasi dermaga akan di uji dengan prediksi pasut tahun 2010 hingga 2050 serta dengan menganalisa pengaruh astronomi menggunakan sistem penanggalan Hijriyah (Komariyah). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai komponen pasut M2 dan K1 lebih dominan dibandingkan dengan komponen yang lain, yaitu senilai 42,4 dan 41,5 cm serta nilai fase 259° dan 235° yang berasal dari data pengamatan tidak langsung menggunakan metode least square. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa pasut di perairan Teluk Lamong memiliki tipe campuran ganda dominan (mixed tide prevailing semi diurnal). Elevasi dermaga yang aman berdasarkan hasil prediksi pasut tahun 2010 hingga 2050 serta analisa pengaruh astronomi terhadap pasut adalah 4,884 m dari MSL. adanya pengaruh gaya yang ditimbulkan oleh benda-benda langit (Ali, dkk, 1994). Pada umumnya, data pasut dapat digunakan untuk menetapkan ketinggian patok titik ikat (titik referensi) geodesi dalam rangka pengembangan wilayah perairan serta pembuatan peta topografi. Titik ikat utama berupa peil, yang dipasang di tepi pantai, biasanya di daerah pelabuhan. Ada beberapa definisi muka air yang digunakan sebagai tinggi referensi, antara lain yang sering digunakan yaitu muka air tertinggi untuk perencanaan elevasi bangunan-bangunan pelabuhan agar tetap aman. Komponen harmonik yang dihasilkan dari data pengamatan pasang surut dapat digunakan untuk menentukan datum vertikal. Datum vertikal merupakan permukaan ekipotensial yang mempunyai kedudukan permukaan air laut rata-rata yang digunakan sebagai bidang acuan dalam penentuan posisi vertikal (Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan, 2004). Berdasarkan hal tersebut, pada tugas akhir ini dilakukan pengolahan data pasut dengan metode Least Square untuk mendapatkan komponen
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 17.499 pulau dan tersebar luas (Dishidros, 2006), Indonesia menyadari potensi perairan yang ada sebagai sumberdaya kehidupan maritim maupun sebagai media penghubung antar pulau, masih perlu dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan tentang hidrografi sangat diperlukan dalam pengembangan wilayah perairan seperti transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai dan lain-lain. Hidrografi adalah cabang dari ilmu terapan yang membahas tentang pengukuran dan deskripsi atau uraian permukaan laut dan kawasan pantai terutama untuk keperluan navigasi maupun kegiatan kelautan yang lainnya, termasuk kegiatan lepas pantai, perlindungan lingkungan, dan untuk kegiatan peramalan (IHO, 2006). Salah satu bagian dari survei hidrografi adalah pengamatan pasang surut (pasut) air laut. Pasut air laut didefinisikan sebagai naik turunnya permukaan laut karena
1
harmonik pasut sehingga dapat digunakan untuk menentukan datum vertikal. Datum vertikal yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu HWS (High Water Spring). Dengan diketahuinya HWS, maka dapat dihitung pula elevasi dermaga pelabuhan rencana sesuai dengan Standar Kriteria Desain untuk Pelabuhan di Indonesia tahun 1984. Selain itu, pada penelitian ini juga menentukan prediksi pasut pada tahun berikutnya untuk menganalisa keamanan dermaga.
2.
3.
4. 5.
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana menentukan komponen harmonik pasut dari data pengamatan tidak langsung selama satu tahun dengan menggunakan metode Least Square. 2. Bagaimana menentukan tinggi HWS yang diperlukan sebagai referensi tinggi dalam menentukan elevasi dermaga pelabuhan. 3. Bagaimana menentukan prediksi pasut di perairan Teluk Lamong pada tahun mendatang untuk menganalisa keamanan dermaga. 4. Seberapa besar elevasi dermaga rencana yang aman sesuai dengan Standar Kriteria Desain untuk Pelabuhan di Indonesia. 5. Tipe pasut yang ada di perairan Teluk Lamong.
satu tahun dengan menggunakan metode Least Square. Menentukan tinggi HWS yang digunakan sebagai datum vertikal dalam penentuan elevasi dermaga. Menentukan elevasi dermaga pelabuhan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk rencana pembangunan pelabuhan milik PT.PELINDO III di Teluk Lamong. Mengetahui tipe pasut perairan Teluk Lamong. Mengetahui prediksi pasut di perairan Teluk Lamong dalam tahun berikutnya.
II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah rencana pembangunan dermaga PT. PELINDO III yang berada di perairan Teluk Lamong mengarah ke timur laut, menghadap ke Pulau Madura. Letak geografis pelabuhan ini berada di koordinat 7°11’13” LS dan 112° 41’ 24” BT. Lokasi studi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1
1.3 Batasan Permasalahan Batasan-batasan masalah yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Data yang digunakan adalah data pasut pengamatan tidak langsung perairan Teluk Lamong tahun 2007 milik PT.PELINDO III dalam bentuk tabular. 2. Peta bathymetri skala 1:5.000 tahun 2007 milik PT.PELINDO III. 3. Metode pengolahan data pasut yang digunakan adalah metode least square. 4. Komponen pasut yang akan dianalisis adalah M2, S2, N2, K1, O1, M4, dan MS4. 5. Hasil penelitian ini adalah elevasi dermaga pelabuhan rencana serta prediksi pasut di perairan Teluk Lamong.
Gambar 2.1 Lokasi penelitan, Teluk Lamong, Jawa Timur (Google Earth).
2.2. Data dan Peralatan 2.2.1 Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data pasut dari pengamatan tidak langsung perairan Teluk Lamong tahun 2007 milik PT.PELINDO III dalam bentuk tabular, serta Peta bathymetri skala 1:5.000 tahun 2007 milik PT.PELINDO III yang digunakan sebagai analisa kedalaman perairan tersebut.
1.4 Tujuan Tujuan Tugas Akhir ini adalah : 1. Mengetahui nilai komponen harmonik pasut dari data pengamatan tidak langsung selama
2.2.2 Peralatan
2
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Perangkat Keras (Hardware) a. Laptop Pentium Dual-core, RAM 2GB, Hard Disk 250GB. b. Printer Canon iP 1980 2. Perangkat Lunak (Software) Software yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Matlab 7.0.1 untuk proses analisis harmonik pasang surut laut dengan metode least square. b. Microsoft Excel 2007 untuk input data pasut satu tahun. c. AutoCad LandDesktop 2006 untuk peta bathymetri. d. WXTide32 untuk memprediksi elevasi pasut. e. Microsoft Word 2007 untuk penyusunan laporan Tugas Akhir.
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan dengan Hidrografi, pasang surut, datum vertikal, bangunan pantai dan literatur lain yang medukung baik dari buku, jurnal, internet dan lain-lain. 2.3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data pada tahap ini meliputi data pasut pengamatan tidak langsung perairan Teluk Lamong tahun 2007 milik PT.PELINDO III dalam bentuk tabular, serta Peta bathymetri skala 1:5.000 tahun 2007 milik PT.PELINDO III. 2.3.4 Pengolahan Data Pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari data-data yang telah diambil dari lapangan dan data penunjang lainnya dengan metode Least Square untuk selanjutnya dilakukan analisa. Diagram alir pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 2.3. Berikut adalah penjelasan pada tahap ini :
2.3 Tahapan Penelitian Secara garis besar tahapan dari penelitian ini tertuang dalam diagram alir pada Gambar 2.2.
Tahap Pengumpulan Data
Tahap Pengolahan Data
Tahap Analisa
Gambar 2.2 Tahapan Penelitian Hasil
2.3.1 Identifikasi Awal Tahap ini terdiri perumusan masalah penelitian, penetapan tujuan penelitian mengenai pengolahan data pasut selama satu tahun sehingga dapat diperoleh komponenkomponen pasut untuk menentukan datum vertikal yang dapat digunakan sebagai referensi tinggi bangunan pantai di Teluk Lamong.
Gambar 2.3 Diagram Alir Pengolahan Data
1. Analisa Harmonik Pasut Metode Least Square Pada pengolahan data pasut, untuk mendapatkan nilai konstanta-konstanta harmonik pasang surut (S0 , M2, S2, N2, K1, O1 , M4, dan MS4) yaitu dengan menggunakan metode Least Square. Software yang digunakan
2.3.2 Studi Literatur
3
untuk analisa harmonik pasut metode least square yaitu menggunakan software Matlab 7.0.1.
Tinggi lantai dermaga dihitung dalam keadaan air pasang. Sesuai Standar Kriteria Desain untuk Pelabuhan di Indonesia, Januari 1984, ditentukan bahwa jarak antara lantai dermaga dengan HWS (High Water Spring) dengan memperhitungkan besarnya pasang surut air laut dan kedalaman air rencana seperti yang akan dijelaskan pada tabel 2.1 berikut.
2. Penentuan High Water Spring (HWS) Pada penelitian ini, datum vertikal yang digunakan sebagai tinggi muka air laut referensi dalam penentuan elevasi dermaga rencana yaitu High Water Spring (HWS), yang didapatkan dengan cara menggunakan konstanta-konstanta harmonik pasang surut yang diperoleh dari hasil pengolahan data pasut dengan metode Least Square pada tahap sebelumnya. Pada penentuan tinggi HWS ini mengacu pada persamaan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Elevasi Dermaga Aman Diatas HWS
Pelabuhan dengan : Kedalaman air 4,5 m atau lebih Kedalaman air kurang dari 4,5 m
HWS = S0 + (M2 + S2 + K1 + O1) dimana, S0 = MSL M2 = Komponen Utama Bulan (Semidiurnal). S2 = Komponen Utama Matahari (Semidiurnal). K1 = Komponen Matahari-Bulan (Diurnal). O1 = Komponen Utama Bulan (Diurnal).
Tunggang Pasut 3m atau lebih 0,5 – 1,5 m
Tunggang Pasut kurang dari 3 m 1,0 – 2,0 m
0,3 – 1,0 m
0,5 – 1,5 m
Berdasarkan ketentuan Tabel 2.1 di atas, elevasi dermaga dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: H = HWS + (Clearance) dimana, H = Elevasi dermaga dari kedudukan terendah saat pasang surut (m). HWS = High Water Spring. Clearance = Angka aman menurut Standar Kriteria Desain untuk Pelabuhan di Indonesia (1984).
3. Prediksi Pasut Hasil pengolahan data pasut pada tahun 2007 dapat digunakan untuk meramalkan elevasi pasut pada tahun-tahun berikutnya. Pada penulisan Tugas Akhir ini akan memprediksi pasut tahun 2010 dengan menggunakan software WXTide32, yang kemudian diolah dengan metode least square untuk mendapatkan nilai HWS pada tahun tersebut.
6. Tipe Pasut Konstanta harmonik pasut yang merupakan hasil dari pengolahan data pasut dapat digunakan untuk penentuan tipe pasut yang terjadi di suatu perairan dengan menentukan perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dengan unsur-unsur pasang surut ganda utama menggunakan bilangan formzahl dengan mengacu pada persamaan berikut:
4. Analisa Pengaruh Astronomi Terhadap Pasut Pada tahap ini, dilakukan analisa posisi bulan terhadap bumi melalui sistem penanggalan Hijriyah karena Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender bulan (komariyah) yang dibangun berdasarkan ratarata siklus sinodik bulan. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa gaya tarik bulan merupakan gaya pembangkit pasang-surut utama. Pada tahapan ini dapat diperoleh nilai Spring Tide atau pasang tertinggi saat new moon maupun full moon yang dapat digunakan untuk analisa keamanan dalam penentuan elevasi dermaga.
F = (O1 + K1) / (M2 + S2) dimana, F = bilangan formzahl. O1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. K1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari.
5. Analisa Penentuan Elevasi Dermaga
4
M2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. S2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari. III HASIL DAN ANALISA 3.1 Analisa Komponen Pasut Analisis harmonik komponen pasut dilakukan untuk mendapatkan nilai amplitudo dan fase dari komponen (M2, S2, N2, K1, O1 , M4, MS4) dari pengamatan pasut. Analisis ini menggunakan metode least square.
3.2
Analisa Tipe Pasut Tipe pasut dapat ditentukan dari hasil pembagian jumlah amplitudo komponen K1 dan O1 dengan jumlah amplitudo komponen M2 dan S2. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa pasut di perairan Teluk Lamong memiliki tipe campuran ganda dominan (mixed tide prevailing semi diurnal) dengan bilangan Formzhal sebesar 1,26 dimana komponen M2 dan K1 lebih dominan dibandingkan komponen yang lainnya. F = (O1 + K1) / (M2 + S2) = (34,7 + 41,5) / (42,4 + 17,9) = 1,26.
3.3 Analisa Harmonik Metode Least Square Nilai dari amplitudo dan fase dari komponen pasut (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4) daerah perairan Teluk Lamong dari pengolahan metode least square untuk bulan Januari sampai Desember 2007 dapat dilhat pada Tabel 3.1. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa komponen pasut M2 (komponen utama bulan) merupakan komponen yang dominan dengan nilai amplitudo 42,4 cm dan fase 259°. Sedangkan komponen K1 (komponen matahari-bulan) merupakan komponen terbesar kedua setelah M2 dengan nilai amplitudo 41,5 cm dan fase 235°. Tabel 3.1 Nilai Amplitudo dan Fase Pasut Tahun 2007 Menggunakan Metode Least Square Komponen Amplitudo (cm)
M2
S2
N2
K1
O1
42,4
Fase (°)
259
M4
MS4
17,9
8,8
41,5
34,7
2,4
1,7
269
254
235
215
232
258
Besar tunggang pasut yang terjadi pada tahun 2007 di perairan Teluk Lamong tidak melebihi dari 3 meter, seperti yang terlihat pada kurva pasut Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kurva Pasut Bulan Januari 2007
Fluktuasi Mean Sea Level Dari data pengamatan pasang surut selama satu tahun, dapat diketahui pola fluktuasi duduk tengah atau mean sea level di perairan Teluk Lamong pada tahun 2007 yaitu dengan rata-rata S0 sebesar 151,7 cm dengan variasi bulanannya berkisar antara 0-15 cm. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai S0 meningkat pada bulan Oktober, yaitu sebesar 166,7 cm. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena perubahan posisi benda-benda langit serta faktor non-astronomis lainnya (densitas air laut, dll). Nilai duduk tengah juga dipengaruhi oleh faktor cuaca yang ada di perairan tersebut, seperti badai dan curah hujan. Tabel 3.2 Nilai S0 Perairan Teluk Lamong Tahun 2007 Bulan
S0
Januari
148,2
Februari
146,9
Maret
147,8
April
147,5
Mei
144,3
Juni
141,4
Juli
144,1
Agustus
153,2
September
163,1
Oktober
166,7
Nopember
162,4
Desember
154,4
Gambar 3.3 Kurva Prediksi Pasut Bulan Januari 2007
Gambar 3.2 Pola Fluktuasi MSL perairan Teluk Lamong tahun 2007
3.4
Analisa High Water Spring High Water Spring (HWS) perairan Teluk Lamong pada bulan Januari sampai Desember 2007 menggunakan metode least square sebesar 288,4 cm. Nilai ini diperoleh berdasarkan nilai S0 sebesar 151,67 cm serta dari nilai komponen pasut M2, S2, K1 dan O1 . Nilai dari komponen pasut tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Nilai HWS Perairan Teluk Lamong Tahun 2007 Komponen
S0
M2
S2
K1
O1
HWS
Amplitudo (cm)
151,6
42,4
17,9
41,5
34,7
288,4
3.5
Analisa Prediksi Pasut Pada pengolahan data pasut hasil prediksi tahun 2010 menggunakan software WXTide32 yang kemudian dihitung menggunakan metode least square, didapatkan komponen pasut serta nilai High Water Spring yang dapat digunakan sebagai bahan analisa dalam penentuan elevasi dermaga rencana yang aman. Hasil dari prediksi pasut tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.4. Pada prediksi tahun 2010 didapatkan nilai HWS sebesar 283,4 cm, dimana terjadi penurunan sebesar 5 cm apabila dibandingkan dengan HWS pada tahun 2007. Tabel 3.4 Nilai Amplitudo dan HWS Hasil Prediksi Tahun 2010 Komponen
M2
S2
N2
K1
O1
M4
Amplitudo (cm) Fase (°)
43,9 258
17,6 269
9,1 253
38,9 230
31,3 223
2,5 229
MS4 1,8 258
Pada prediksi tahun 2010 didapatkan nilai HWS sebesar 283,4 cm, dimana terjadi penurunan sebesar 5 cm apabila dibandingkan dengan HWS pada tahun 2007.
HWS 283,4
Gambar 3.4 Perbandingan Kurva Pasut 2007 dengan 2010
3.6
Analisa Pengaruh Astronomi Terhadap Pasut Pada tahap pengolahan data pasut sebelumnya didasarkan pada sistem penanggalan Masehi (matahari), sehingga diperlukan analisa pasut menurut penanggalan Hijriyah (bulan) pula, karena mengingat lunar tide-generating forces di bumi dua kali lipat dari matahari ( perbandingannya kira-kira 2,2) sebab bulan jauh lebih dekat ke bumi dibandingkan jarak matahari ke bumi. Pada analisa menggunakan sistem penanggalan komariyah ini, di ambil sampel data pasang surut saat terjadi new moon ataupun full moon menurut Kalender Hijriyah yang didasarkan pada siklus sinodik bulan. Sehingga didapatkan pasang tertinggi saat purnama atau Spring Tide. Pada Gambar 3.5 dapat dilihat perbandingan kurva pasut saat 15 Muharram 1428H (3 Februari 2007) dengan 15 Muharram 1431H (1 Januari 2010).
berdasarkan pemantauan Departemen Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Kompas.com, 2009), kenaikan muka air laut di Indonesia rata-rata 510 mm/tahun. Sehingga, pada tahun 2050 mendatang diperkirakan kenaikan muka air laut mencapai 0,25-0,5 m. Angka tersebut masih berada di batas aman, sehingga lantai dermaga tidak mengalami banjir saat terjadi pasang tinggi dan aman dalam jangka waktu yang panjang. Gambar 3.5 Kurva Analisa Kalender Hijriyah
Pada saat 15 Muharram 1431H pukul 22.00 perairan tersebut mencapai pasang tertingginya dengan tinggi air sebesar 2,81 meter. Sedangkan pada tanggal dan jam yang sama di tahun 1428H, pasang tertinggi mencapai 2,45 meter atau memiliki selisih sebesar 0,36 meter. Hal ini dapat dikarenakan posisi bulan mencapai jarak terdekatnya dengan kota Surabaya pada tanggal 15 Muharram 1431H tersebut sehingga mengalami pasang tertinggi di bandingkan periode pasang surut yang lain pada tahun 1428H. 3.7
Analisa Elevasi Dermaga Rencana Setelah didapatkan nilai High Water Spring, maka elevasi dermaga rencana dapat ditentukan sesuai dengan Sesuai Standar Kriteria Desain untuk Pelabuhan di Indonesia, Januari 1984 dan mengacu pada Tabel 2.1. Pada peta batimetri area rencana dermaga yang baru, kedalaman yang dikehendaki adalah sebesar -20 meter, hal ini sudah disesuaikan dengan aspek keselamatan kapal agar tidak karam saat terjadi surut. Sedangkan besar tunggang pasut yang terjadi di perairan Teluk Lamong tidak lebih dari 3 meter. Sehingga menurut beberapa ketentuan tersebut dapat dihitung elevasi lantai dermaga, sebagai berikut: H H
= = =
HWS + (Clearance) 2,884 + 2,0 4,884 m
Angka tersebut dinilai cukup aman karena berdasarkan prediksi pasut pada tahun 2010, dimana pada tahun tersebut memiliki nilai HWS sebesar 2,83 meter. Serta menurut analisa pengaruh astronomi terhadap pasut, didapatkan pula pasang tertinggi (Spring Tide) yang mencapai 2,81 m pada saat 15 Muharram 1431H (1 Januari 2010). Sedangkan
IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Perairan Teluk Lamong memiliki tipe pasut campuran ganda dominan (mixed tide prevailing semi diurnal) dengan bilangan Formzhal sebesar 1,26 dimana komponen M2 dan K1 lebih dominan dibandingkan komponen yang lainnya, yaitu 42,4 dan 41,5 cm. Sedangkan komponen O1 dan S2 memiliki nilai sebesar 34,7 dan 17,9. 2. Pada tahun 2007, perairan Teluk Lamong memiliki nilai MSL yaitu sebesar 151,7 cm dengan variasi bulanannya 0-15 cm. Pada bulan Oktober terlihat bahwa nilai S0 tertinggi apabila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain yaitu sebesar 166,7 cm. Faktor cuaca merupakan salah satu faktor penyebab fluktuasi MSL tersebut. 3. Pada perhitungan data pasut menggunakan metode Least Square untuk penentuan elevasi dermaga, didapatkan nilai HWS pada tahun 2007 yaitu sebesar 288,4 cm. Sedangkan pada data pasut hasil prediksi pada tahun 2010, didapatkan nilai HWS sebesar 283,4 cm. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penurunan nilai HWS sebesar 5cm pada tahun 2010. 4. Dari analisa pengaruh astronomi terhadap pasut, didapatkan bahwa pada tanggal 15 Muharram 1431 H pukul 22.00 atau 1 Januari 2010, posisi bulan mencapai jarak terdekatnya terhadap kota Surabaya karena perairan Teluk Lamong mengalami Spring Tide tertinggi yang mencapai ketinggian 2,81 meter. Hal ini dikarenakan lunar tidegenerating forces di bumi dua kali lipat dari matahari ( perbandingannya mendekati 2,2) sebab bulan jauh lebih dekat ke bumi dibandingkan jarak matahari ke bumi. 5. Elevasi dermaga yang aman berdasarkan banyak faktor, yang diantaranya adalah
Ongkosongo, O.S.R., dan Suyarso. 1989. Pasang-Surut. Jakarta. LIPI, Pusat Pengembangan Oseanologi. Poerbandono. 1999. Hidrografi Dasar. Bandung. Jurusan Teknik Geodesi ITB. Poerbandono. 2005. Survei Hidrografi. Bandung. Refika Aditama. Sinaga, Lambutan. 2008. Desain Pondasi Tiang Pancang Concrete Spun Pile. http://www.WordPress.com. Triatmodjo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Yogyakarta. Beta Offset. Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta. Beta Offset. Vanicek, P. dan Krakiwsky, E.J. 1986. Geodesy, The Concepts. North Holland.
kedalaman dimana kapal dapat bersandar meskipun saat terjadi surut, serta dermaga tidak banjir saat pasang tinggi, yaitu sebesar 4,884 m. Pada ketinggian ini, dermaga dianggap cukup aman karena berdasarkan HWS pada tahun 2010 yang mencapai 2,834 m serta prediksi kenaikan muka air laut pada tahun 2050 yang mencapai 0,25-0,5 m atau masih berada di batas aman. 4.2 Saran 1. Perlunya dilakukan pemantauan terhadap jalannya alat perekam secara konsisten agar terhindar dari gangguan yang nantinya dapat berpengaruh terhadap data pengamatan. 2. Hindari kekosongan data agar data tersebut dapat diolah dengan hasil yang baik dan maksimal. 3. Dalam penentuan elevasi dermaga, diperlukan pengamatan yang panjang dan teliti karena hal ini merupakan pekerjaan yang berfungsi untuk jangka panjang serta menuntut keamanan sebagai faktor utama. 4. Pemantauan secara berkala terhadap bangunan dermaga harus terus dilakukan agar keamanan dermaga dapat terus terkontrol. DAFTAR PUSTAKA Ali, Hafizh. 2003. Kegunaan Informasi dan Data Pasang Surut Dalam Rekayasa Wilayah Pesisir dan Laut. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Ali, M., Mihardja, D.K. dan Hadi, S. 1994. Pasang Surut Laut. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Anggraini, Nimas. 2006. Detail Desain Pelabuhan Peti Kemas di Kalianak, Surabaya. Surabaya. Skripsi Jurusan Teknik Sipil ITS Surabaya. Armono, Haryo. 2005. Final Report Elevasi Dermaga. Surabaya. Jurusan Teknik Kelautan ITS Surabaya.
Guruh, Danar. 2008.Draft Final Report of Topographic and Bathymetric Survey to Support Feasibility Study PLTU Barru. Surabaya ICSM.
2007. Floating Tide Gauge. http://www.icsm.gov.au. International Hydrographic Organization (IHO). 2006. Special Publication Number 51 (SP-51), Monaco.
8