Analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor kompetensi industri kecil dan menengah (studi kasus pada industri kecil dan menengah batik di Surakarta) Oleh : Dwi Setya Maharani Putri S I.0302023 BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang penting
dalam proses perkembangan negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Peran IKM tersebut yaitu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesejahteraan sosial, menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga. IKM memberikan kontribusi sekitar 99 % dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan mempunyai andil 99,6 %
dalam
penyerapan tenaga kerja (Kompas, 2001). Maka dari itu, Industri Kecil dan Menengah memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap Pendapatan Nasional. Di Surakarta, IKM Batik baik yang memproduksi batik cap maupun batik tulis, memberikan kontribusi sebesar 37 % bagi Pendapatan Daerah (Gianie, Litbang Kompas, 2005). Definisi IKM menggunakan parameter jumlah tenaga kerja, yaitu industri yang mempekerjakan kurang dari 100 orang tenaga kerja. Hal ini mengacu pada pengertian IKM dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2006) Batik menjadi satu dari tiga simbol identitas Surakarta selain Keraton dan Pasar Klewer. Batik adalah salah satu kerajinan yang telah lama ada dan makin mengangkat nama Surakarta dan menjadikan Surakarta sebagai pusat batik terbesar di Indonesia. Batik di Surakarta sudah memiliki pelanggan baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali, mutu batik Solo yang didominasi warna coklat kekuningan lebih baik dari batik China,
I -1
Madura atau Papua. Di sisi lain, Industri Kecil dan Menengah Batik muncul karena permintaan atau potensi yang ada seperti bahan baku, potensi maupun jumlah tenaga kerja (Suara Merdeka, 2006). Pusat IKM Batik di Surakarta berada di 5 Kecamatan, yaitu Laweyan, Jebres, Serengan, Banjarsari dan Pasar Kliwon. Pusat IKM Batik juga diperkuat oleh keberadaan galeri batik kuno terbesar dan terlengkap dalam menyajikan sejarah perbatikan. Pada tahun 2004, Laweyan dicanangkan menjadi kampung batik oleh Pemerintah Kota Surakarta. Banyak rumah batik yang membuka dan memajang produk batiknya untuk pengunjung. Tapi sayangnya, Pemerintah Kota dan warga kurang bisa memberi perhatian pada pelestarian kampung batik Laweyan (Tempo Interaktif, 2004). Selain Laweyan, Kawasan batik Kauman yang terletak di Kecamatan Pasar Kliwon juga merupakan pusat batik yang cukup dikenal. Banyak penduduknya yang menjadi produsen batik dan pedagang batik seperti di kawasan Laweyan. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM Batik sering tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan dalam akses-akses jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga menjadi hambatan untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi teknologi. Berbeda dengan industri batik berskala besar, IKM Batik tidak memiliki kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang dihadapinya, baik dalam hal ketersediaan modal, manajemen maupun jaringan kerjasama. Sedangkan perkembangan IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih dari 37 %. Bagi Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai produksi, investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap. Hal inilah yang menjadi dasar
pertimbangan
mengapa perlunya
diidentifikasi
faktor-faktor
kompetensi yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IKM Batik. Dengan mengetahui faktor kompetensi tersebut, diharapkan dapat membantu IKM Batik dalam menumbuh kembangkan industrinya dengan melihat performansi finansialnya.
I -2
1.2
PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana menganalisa performansi finansial IKM Batik di Surakarta
berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah. 1.3
TUJUAN PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk : 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM Batik.
2.
Mengidentifikasi
variabel-variabel
kompetensi
yang
dominan
membedakan kelompok klaster industri. 3.
1.4
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster industri.
MANFAAT PENELITIAN. Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1.
Bagi Pemerintah Kota Surakarta. Variabel-variabel dominan yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan sebagai upaya perbaikan performansi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
2.
Bagi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Dapat memberikan gambaran performansi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta secara menyeluruh. Sehingga dapat dilakukan tindak lanjut untuk meningkatkan performansi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan untuk membantu perkembangan Industri Kecil dan Menengah Batik.
3.
Bagi penyusun. Mendapatkan pengalaman langsung mulai dari pengamatan penelitian, pengolahan, pembahasan dan pengidentifikasian faktor-faktor dominan apa saja yang berpengaruh terhadap performansi industri.
I -3
1.5
PEMBATASAN MASALAH. Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa batasan sebagai
berikut. 1. Data Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang dijadikan penelitian adalah berdasarkan klasifikasi Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI) Biro Pusat Statistik yaitu yang berkode KLUI 32116 dan 32117. 2. Berdasarkan data Biro Penelitian Statistik 2002, Indutri Kecil adalah industri yang mempekerjakan antara 5-19 orang karyawan. Sedangkan Industri Menengah adalah industri yang mempekerjakan antara 20-99 orang karyawan.
1.1
SISTEMATIKA PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian pada Industri Kecil dan Menengah Batik yang tersebar di 5 kecamatan di Surakarta yaitu Laweyan, Banjarsari, Jebres, Pasar Kliwon dan Serengan yang merupakan pusat IKM Batik. Selain itu, bab ini akan dipaparkan mengenai perumusan masalah penelitian terhadap IKM Batik, tujuan dilakukan penelitian, manfaat penelitian bagi pemerintah, Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta dan penyusun yang dapat dijadikan acuan pertimbangan bagi perkembangan batik, pembatasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan dan sistematika pembahasan penelitian IKM Batik di Surakarta .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mejelaskan teori singkat yang menjadi dasar penelitian yang berkaitan
dengan
konsep
Kompetensi
industri,
faktor-faktor
pembangun Kompetensi industri, konsep performansi dan ukuran performansi suatu industri. Pada bab ini juga dipaparkan mengenai
I -4
pengumpulan data dan pengolahan data yang melibatkan teknik-teknik multivariat yaitu Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, disertai penjelasan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini diuraikan tentang langkah-langkah penentuan metode yang digunakan dalam pengumpulan data, mencakup pemilihan ukuran-ukuran performansi yang akan digunakan dan variabel kompetensi, tingkat kepentingan fktor dan variabel kompetensi yang dihasilkan dari hasil kuesioner, teknik pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan serta penyusunan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini terdiri dari analisis dan interpretasi hasil pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil dilakukan masing-masing terhadap hasil pengelompokan industri (hasil Analisis Klaster) dan variabel-variabel kompetensi yang membedakan antar kelompok (hasil Analisis Diskriminan)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini dipaparkan pokok-pokok hasil penelitian dan saran bagi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta untuk meningkatkan performansinya. Serta saran untuk penelitian selanjutnya sehubungan dengan keterbatasan yang ada pada penelitian ini.
I -5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ( IKM). Definisi IKM sulit untuk dijelaskan secara mutlak. Skala industri tergantung
pada berbagai faktor dan definisinya juga berbeda menurut perkembangan berbagai negara. Di satu negara sekalipun, definisi tersebut juga berbeda-beda, tergantung pada kepentingan instansi-instansi yang memberikan definisi. Namun, ukuran suatu perusahaan mungkin ditentukan oleh kondisi-kondisi berikut : 1. Jumlah modal yang ditanam atau beredar. 2. Jumlah tenaga kerja. 3. Kapasitas produksi. 4. Market share atau kemampuan pemasaran. 5. Teknologi yang digunakan. 6. Kemampuan manajemen dan sebagainya. Ukuran yang paling mudah untuk mendefinisikan skala industri adalah jumlah pekerja. Oleh karena itu, IKM khususnya dalam perbandingan internasional adalah perusahaan yang memperkerjakan sampai 100 karyawan. Industri kecil didefinisikan dengan berbagai cara tergantung pada status ekonomi dan aspek laninnya, seprti spesifikasi teknologi dan lainnya. Untuk mempunyai arti yang jelas tentang industri kecil perlu pertimbangan khusus terhadap definisnya. Berikut ini beberapa definisi IKM di Indonesia, menurut 3 instansi yang berbeda. 1.
Biro Pusat Statistik.
I -6
Industri kecil adalah badan usaha yang memeperkerjakan antara 5 sampai 19 karyawan.
Sedangkan
industri
menengah
adalah
badan
usaha
yang
memperkerjakan antara 20 sampai 99 orang karyawan. 2.
Bank Indonesia. Industri kecil adalah badan usaha yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Modalnya kurang dari Rp 20 juta,-
b.
Untuk satu kali kegiatan produksi memerlukan uang paling banyak Rp 5 juta ,-
3.
Departemen Perindustrian. Definisi industri kecil diregulasi melalui surat keputusan Menteri Perindustrian No/150/M/SK/7/1995 tentang ” Ketentuan Dan Perijinan Badan Industri ”. Menurut ketentuan ini, industri kecil adalah : 1.
Mempunyai aktiva perusahaan tidak lebih dari 600 juta, tidak termasuk tanah dan gedung.
2.
Pemiliknya adalah warga negara Indonesia ( pribumi ).
Definisi IKM yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter jumlah tenaga kerja, yakni industri yang memperkerjakan kurang dari 100 tenaga kerja. Hal ini mengacu pada pengertian IKM (BPS,2006).
2.2
FAKTOR-FAKTOR KOMPETENSI PERUSAHAAN BERDASARKAN PENELITIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA. Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi performansi
perusahaan khususnya di lingkungan IKM sektor manufaktur akan diuraikan secara ringkas berdasarkan beberapa penelitian yang dirujuk. Berikut ini adalah 3 penelitian yang berhasil merumuskan faktor Kompetensi perusahaan, yang mempengaruhi performansi perusahaan. 1.
Industri Kecil Elektronika ( Atomsa, 1997 ).
I -7
Pada penelitian mengenai Analisa Performansi Industri Kecil Berdasarkan Persepsi Pengusaha yang mengidentifikasikan 7 faktor utama yang mempengaruhi Performansi perusahaan. Faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut.
2.
a.
Bahan baku.
b.
Sumber Daya Manusia.
c.
Program Promosi.
d.
Kewirausahaan.
e.
Finansial.
f.
Teknologi.
g.
Pemasaran.
Industri Sektor Logam dan Karet ( Tumenggung, 1999 ) Penelitian yang menganalisis hubungan antara Kompetensi dan Performasi Industri ini mengidentifikasikan faktor-faktor Kompetensi industri sebagai berikut : 1. Teknologi dan Produksi. 2. Sumber daya manusia 3. Pemasaran. 4. Finansial. 5. Pengadaan bahan baku. 6. Manajeman perusahaan.
Tabel 2.1 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri No. 1.
FAKTOR Teknologi dan Produksi
VARIABEL
DESKRIPSI
X1
Teknologi Proses
X2
Teknologi Produk
X3
Manufaktur Adaptif
X4
Dukungan di Bidang Teknologi dan
X5
Produksi Fasilitas Perawatan
I -8
2.
Sumber Daya Manusia
3.
Pemasaran
4.
Keuangan
X6
Produktivitas Tenaga Kerja
X7
Aktivitas Pengembangan SDM
X8
Dukungan Di Bidang SDM
X9
Kemampuan Operasional
X10
Fleksibilitas Kemampuan SDM
X11
Jaringan Informasi Ke Pasar
X12
Aktivitas Promosi
X13
Dukungan di Bidang Pemasaran
X14
Kekuatan Modal
X15
Dukungan di Bidang Finansial
Tabel 2.2 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri (Lanjutan) No. 5.
FAKTOR Pengadaan Bahan Baku
6.
Manajemen Perusahaan
VARIABEL
DESKRIPSI
X16
Pasokan Bahan Baku
X17
Jaringan Pemasok
X18
Manajemen SDM
X19
Manajemen Finansial
X20
Manajemen Integral Sumber : Tumenggung (1999)
Penentuan keenam faktor utama Kompetensi tersebut dilakukan atas pertimbangan sebagai berikut. a.
Teknologi dan Produksi. Produksi adalah fungsi dasar yang membangun suatu industri. Fungsi produksi memegang peranan vital dalam mencapai rencana strategis industri karena aktivitas produksi merupakan aktivitas yang bertanggungjawab dalam menghasilkan produk yang akan ditawarkan pada pelanggan. Nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh IKM Batik di Surakarta bergantung kepada kemampuan untuk memilih dan menggunakan teknologi yang tepat. Teknologi menentukan sejumlah maksimum output yang
I -9
dihasilkan dari sejumlah tertentu input yang diberikan. Dalam penelitian ini, teknologi dikaitkan dengan fasilitas dan elemen produksi yang dimiliki industri dalam menjalankan aktivitas produksinya. Teknologi yang dimaksud berhubungan dengan aktivitas yang berkaitan langsung dengan kegiatan produksi, bukan untuk seluruh aktivitas pendukung lainnya, karena itu aspek teknologi dikelompokkan bersama dengan aspek produksi. Hal ini dikarenakan penggunaan teknologi untuk IKM khususnya dan sektor manufaktur Indonesia secara umum, difokuskan pada aspek produksi dan belum dianggap penting untuk aspek lain serta adanya keterbatasan modal dan sumber daya lain untuk mengembangkan teknologi.
b.
Sumber Daya Manusia ( SDM ). Sumber daya manusia merupakan aset yang paling berharga pada suatu organisasi. Ketersediaan tenaga kerja dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan pada waktu yang dibutuhkan memegang peran kunci untuk dapat melaksanakan
aktivitas
produksi
(Atomsa,1997).
Porter
(1993)
mengidentifikasikan aspek SDM sebagai aktivitas penunjang yang merupakan sumber keunggulan bersaing. Pada penelitian ini, aspek SDM lebih ditekankan
pada
keterkaitannya
dengan
aktivitas
produksi
yang
mengandalkan SDM. Pada obyek yang diamati, konsentrasi tenaga berada pada aktivitas produksi, sedangkan aktivitas lainnya hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja. c.
Pemasaran. Aktivitas pemasaran merupakan salah satu fungsi utama pada suatu industri dan berperan dalam membangun permintaan atas produk yang dihasilkan industri dan menjaga hubungan yang responsif dengan pelanggan. Porter (1993) juga mengatakan bahwa aspek pemasaran merupakan aktivitas primer yang membangun rantai nilai industri. Bagi IKM khususnya, aspek pemasaran merupakan aspek yang menjadi faktor penentu keberhasilan industri. Hal ini disebabkan tanpa aktivitas pemasaran yang baik dan faktor kepercayaan pasar
I -10
yang rendah terhadap IKM menyebabkan rendahnya tingkat penjualan. Aktivitas pemasaran sangat penting untuk menjaga kontinuitas produksi. d.
Finansial. Aspek finansial berperan dalam menjamin ketersediaan dana bagi seluruh aktivitas organisasi dan mengarahkan industri untuk memanfaatkan sumber daya finansialnya dengan bijak. Finansial juga merupakan salah satu aspek yang paling berperan dalam lingkungan internal organisasi. Atomsa (1997) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan industri adalah masalah finansial yaitu ketersediaan dana dan modal. Hal ini disebabkan lemahnya modal yang dimiliki industri kecil sedangkan aktivitas produksi tidak mungkin dijalankan tanpa modal yang cukup.
e.
Pengadaan Bahan Baku. Bahan baku menjadi elemen yang penting pada suatu proses produksi karena bahan baku merupakan input proses produksi. Tanpa adanya ketersediaan bahan baku dengan kualitas, kuantitas dan harga yang diharapkan pada waktu yang dibutuhkan, maka kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Atomsa (1997) juga menyimpulkan bahwa bahan baku merupakan faktor yang dominan dalam penelitiannya mengenai faktor penentu dalam keberhasilan industri kecil elektronika.
f.
Manajemen Perusahaan. Aktivitas manajemen merupakan bagian dari aspek organisasi pada lingkungan internal. Aktivitas manajemen merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengelola semua aktivitas dan sumber daya yang dimiliki IKM Batik di Surakarta agar dapat berfungsi secara optimal. Tanpa manajemen yang baik, fungsi-fungsi pada suatu IKM Batik di Surakarta akan berjalan tidak efisien dan pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut dan bahkan dapat menghentikan seluruh aktivitas IKM Batik di Surakarta.
I -11
Variabel-variabel Kompetensi merupakan variabel dari masing-masing faktor Kompetensi diatas. Dalam penelitian ini, digunakan 20 variabel Kompetensi yang akan diukur pengaruh dan tingkat kepentingannya terhadap keberhasilan industri. Pengukuran tersebut dilakukan berdasarkan persepsi pemiliknya. a.
Teknologi dan Produksi. • Teknologi Proses Tingkat perkembangan dan kecanggihan metode proses produksi dan fasilitas produksi yang digunakan oleh IKM Batik di Surakarta. • Teknologi Produk Tingkat perkembangan produk yang dihasilkan IKM Batik di Surakarta meliputi mutu, ciri, keragaman, kandungan bahan, kemudahan proses produksi dan lain-lain. • Manufaktur Adaptif Tingkat kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk melakukan perubahan pada proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan pasar didasarkan pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan. • Dukungan di bidang teknologi dan Produksi Dukungan dari pemerintah dan instansi lainnya sebagai upaya meningkatkan kemampuan teknologi dan produksi industri, meliputi kebijakan dan infrastruktur teknologi dan operasi. • Fasilitas Perawatan Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk menyediakan fasilitas perawatan untuk menekan tingkat kegagalan peralatan (fasilitas produksi) yang dimiliki.
b.
Sumber daya Manusia. • Produktivitas Tenaga Kerja Kemampuan tenaga kerja menghasilkan output yang diharapkan diukur dalam nilai output per tenaga kerja.
I -12
• Aktivitas pengembangan SDM Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM yang dimilikinya melalui proses pembelajaran dan latihan di lingkunngan IKM Batik di Surakarta. • Dukungan di bidang SDM Dukungan dari pemerintah dan institusi lainnya untuk meningkatkan kualitas (pengetahuan dan keterampilan) SDM yang dimiliki IKM Batik di Surakarta berupa kebijakan dan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) yang diperlukan. • Kemampuan Operasional Kemampuan tenaga kerja untuk mengoperasikan fasilitas produksi yang dimiliki IKM Batik di Surakarta. • Fleksibilitas kemampuan SDM Tingkat fleksibilitas keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki IKM Batik di Surakarta. c.
Pemasaran. • Jaringan informasi ke pasar. Sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan meraih peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan. • Aktivitas Promosi. Usaha-usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk ke pasar. • Dukungan di bidang pemasaran. Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang pemasaran meliputi kebijakan, informasi dan infrastruktur yang diperlukan.
d.
Keuangan. • Kekuatan Modal. Ketersediaan modal untuk menjalankan usaha secara berkesinambungan. • Dukungan di bidang Keuangan. Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang keuangan seperti fasilitas kredit, menghimpun dana bantuan, regulasi di bidang finansial dan lain-lain.
I -13
e.
Pengadaan Bahan Baku. • Pasokan bahan baku Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk mendapatkan bahan baku yang diperlukan sesuai dengan jumlah, harga, kualitas dan waktu yang diperlukan. • Jaringan pemasok. Kemudahan untuk mengakses dan menggunakan jaringan pemasok bahan baku secara efisien.
f.
Manajeman IKM Batik di Surakarta. • Manajemen SDM Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola SDM yang dimiliki. • Manajemen Finansial. Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola finansial. • Manajemen Integral. Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola keseluruhan aktivitas secara integral.
3.
Sentra batik di Laweyan, Surakarta. (Aristina W, 2006) Penelitian ini berhasil merumuskan faktor-faktor yang merupakan kekuatan dari sentra Batik Laweyan yaitu : 1. Faktor pemasaran dan penjualan, 2. Keterampilan dan teknologi, 3. Bahan baku dan proses produksi, 4. Pertalian dan jaringan, 5. Manajemen finansial dan pembiayaan. Secara ringkas, faktor Kompetensi yang dirumuskan pada penelitian
sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
I -14
Tabel 2.3 Rumusan faktor Kompetensi Penelitian Sebelumnya
I -15
TAHUN PENELITIAN
JENIS IKM PENELITIAN
Analisa Performansi Industri Kecil Berdasarkan Persepsi Pengusaha
1997
Elektronika
- Bahan Baku - Sumber Daya Manusia - Program Promosi - Kewirausahaan - Finansial - Teknologi - Pemasaran
2 Tumenggung Analisa Hubungan Kompetensi dan Performansi Industri Kecil Dan Menengah
1999
Logam dan Karet
- Teknologi dan Produksi - Sumber Daya Manusia - Pemasaran - Finansial - Pengadaan Bahan Baku - Manajemen Perusahaan
3 Aristina
2006
NO PENELITI 1 Atomsa
JUDUL PENELITIAN
Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Industri di Kota Surakarta
RUMUSAN FAKTOR KOMPETENSI
Sentra Batik Laweyan - Pemasaran dan Penjualan - Keterampilan dan teknologi - Bahan Baku dan Proses Produksi - Pertalian dan Jaringan - Manajemen Finansial dan Pembiayaan
Sumber : Atomsa (1997), Tumenggung (1999) dan Aristina (2006)
2.2.1 Definisi Kompetensi. Kompetensi merupakan suatu ukuran dari kombinasi kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area-area performansi tertentu (Tumenggung, 1999). Kompetensi industri merupakan kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada satu sektor tertentu yang sejenis. Dalam penelitian ini, kompetensi industri menyangkut kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada sektor batik. Untuk mendapatkan gambaran yang baik dalam menentukan variabel-variabel kompetensi pada penelitian ini, dibutuhkan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi performansi IKM Batik, dimulai dari lingkungan internal dan eksternalnya, faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan bersaing IKM Batik
I -16
secara umum dan faktor-faktor penentu keberhasilan pada sektor industri yang diamati berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.
2.3
PERFORMANSI INDUSTRI. Pada suatu bisnis terdapat 3 fungsi pembangun utamanya, yaitu fungsi
produksi atau operasi, fungsi finansial atau keuangan dan fungsi Pemasaran (Dilworth, 1993). Ukuran Performansi produksi merupakan ukuran Performansi yang berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan dalam memproduksi, menyalurkan dan menjul produknya. Oleh karena itu, ukuran performansi operasi berkaitan langsung dengan variaber-variabel Kompetensi perusahaan. Sedangkan ukuran performansi finansial dan pemasaran merupakan ukuran performansi yang sifatnya tidak langsung berkaitan dengan aktivitas-aktivitas perusahaan, tetapi kedua ukuran ini memberikan gambaran secara menyeluruh tentang keefektifan dan keefisienan seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan. Bahkan kedua jenis ukuran performansi ini paling banyak dijadikan rujukan dalam menilai keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya. Hanya saja, ukuran performansi finansial dan pemasaran tidak dapat digunakan secara terpisah dalam menilai Performansi perusahaan, tetapi juga harus melibatkan analisis performansi yang lain (Kotler, 1995). Keterkaitan langsung performansi produksi ini didukung oleh perkembangan inovasi yang menyatakan bahwa performansi dan keunggulan operasi secara langsung, yaitu biaya, kualitas, fleksibilitas dan ketergantungan yang kemudian secara tidak langsung akan memperbaiki performansi bisnis seperti profit, pangsa pasar dan lain-lain.
2.3.1 Performansi Produksi. Perusahaan menggunakan berbagai masukan untuk memproduksi barang dan menambah nilai pada produk. Masukan-masukan ini mencakup tanah dan gedung, mesin yang digunakan, bahan baku yang diubah menjadi produk, dana dan modal investasi, pengetahuan dan manajemen yang menggunakan ahli dan pekerja perusahaan. Pada umumnya dari semua fkator yang dapat mempengaruhi
I -17
Performansi organisasi terdapat 4 ukuran performansi yang umumnya digunakan suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas produksinya, yaitu : 1.
Efisiensi Biaya.
2.
Kualitas.
3.
Ketergantungan.
4.
Fleksibilitas.
2.3.2 Performansi Finansial. Analisa rasio Finansial digunakan untuk membandingkan status dan Performansi perusahaan terhadap perusahaan lainnya atau perusahaan itu sendiri dari waktu ke waktu (Gitman, 1994). Secara umum rasio terbagi atas 4 bagian yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio hutang dan rasio profitabilitas. 1. Rasio Likuiditas. Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jenis rasio likuiditas antara lain : •
Current ratio
•
Quick Ratio
2. Rasio Aktivitas. Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio hutang adalah : •
Inventory turnover.
•
Average Collection Periode
•
Average Payment Periode
•
Fixed Assets Turnover
•
Total Assets Turnover
3. Rasio Hutang. Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio hutang antara lain :
I -18
•
Debt rasio
•
Debt – Equity rasio
•
Time – Interest Earned Ratio
4. Rasio Probabilitas. Rasio probabilitas adalah ukuran untuk mengetahui efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan fungsional manajemen seperti manufaktur, finansial, marketing dan sumber daya manusia. Jadi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas yang kemudian akan meningkatkan atau menurunkan laba. Rasio probabilitas memberikan gambaran keuntungan yang diperoleh perusahaan. Jenis-jenis rasio probabilitas antara lain : •
Profit margin on Sales. Profit margin on Sales adalah rasio perbandingan antara pendapatan sebelum bunga dan pajak dengan penjualan. Rasio ini mengukur persentase profit yang didapat untuk setiap rupiah penjualan. Rasio ini berguna untuk mengetahui penyebab keberhasilan perusahaan.
•
Return on Total Assets (ROA) ROA adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aset. Rasio ini disebut juga dengan Return on Investment (ROI). Rasio ini mengukur keefektifan pengelolaan perusahaan secara keseluruhan dalam mencapai profit dengan aset-aset yang dimiliki perusahaan tersebut.
2.3.3 Performansi Pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi pertukaran fasilitas diantara perusahaan dan pembeli atau pengguna akhir. Tugas penting yang menjadi tanggungjawab bagian pemasaran
adalah
merebut
dan
mempertahankan
pembeli
dengan
tujuan
meningkatkan nilai penjualan atau profit. Performansi di bidang pemasaran dapat diukur dengan : •
Pangsa pasar, yaitu cakupan pasar yang dikuasai perusahaan.
I -19
•
Tingkat pertumbuhan, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan penetrasi pasar dalam bentuk pertumbuhan produk yang dapat dijual.
2.4
SAMPLING. Sampling merupakan proses pemilihan sejumlah obyek yang memadai dan
representatif dari suatu populasi yang diamati. Dibandingkan dengan melakukan penelitian terhadap keseluruhan obyek dalam populasi, para peneliti lebih memilih menggunakan sampling karena dapat mengakomodasi keterbatasan waktu, biaya dan sumber daya manusia. 1. Sampling Probabilitas. Pada sampling probabilitas, setiap obyek dalam populasi memiliki probabilitas yang besarnya diketahui untuk menjadi anggota sampel. a.
Sampling random sederhana.
b.
Sampling probabilitas kompleks. • Sampling sistematis. • Sampling random stratifikasi. Dimulai dengan melakukan proses stratifikasi (pengelompokan obyek populasi yang sejenis ke dalam satu kelompok dan seterusnya). Kemudian dilakukan pemilihan obyek sampel secara random dari setiap kelompok. Proporsional Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Keuntungannya adalah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat yang membentuk dasar unit-unit yang mengklasifikasikannya, sehingga mengurangi keanekaragamannya. Karaktersitik-karakteristik masingmasing serta dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan. Kerugiannya adalah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi populasi untuk masing masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka kesalahan akan muncul.
I -20
Disproporsional Strategi pengambilan sampel sama dengan proporsional. Perbedaannya terletak pada ukuran sampel yang tidak proporsional terhadap ukuran unit sampling karena untuk kepentingan pertimbangan analisa dan kesesuaian. • Sampling kluster. 2. Sampling non-probabilitas. Pada Sampling non-probabilitas, probabilitas obyek populasi untuk menjadi anggota sampel tidak diketahui. Metode Sampling non-probabilitas dapat digunakan jika faktor kecepatan waktu atau faktor kemudahan lainnya yang menjadi pertimbangan. Beberapa teknik Sampling non-probabilitas adalah sebagai berikut : a. Convinience sampling. b. Judgement sampling. c. Sampling kuota.
Sampel menurut Simamora (2002) adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi. Gay (1976) mendefinisikan populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasi hasil penelitiaannya (Selvilla, 1993). Proses yang meliputi pengambilan sebagian populasi, melakukan pengamatan pada populasi secara keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel. Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi terdapat bebagai metode antara lain (Selvilla, 1993) :
1. Rumus Slovin (1960) Rumus ini dinyatakan dengan :
n=
N 1 + N .e 2
[2.1]
Dimana: n
= ukuran sampel
I -21
e
= nilai kritis / batas kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi.
N = ukuran populasi
2. Tabel Pagoso, Garcia dan Guerrero de Leon (1978) Metode ini memberikan alternatif jumlah sampel dengan melihat tabel yang sudah ditetapkan berdasarkan jumlah populasi dan batas kesalahan yang diambil. 3. Gay (1976) menawarkan beberapa ukuran sampel minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, yaitu : a. Deskriptif, 10 % dari populasi, bila populasi sangat kecil diperlukan minimum 20%. b. Korelasi, 30%. c. Ex Past Facto / Kausal Komparatif, 15 subjek / kelompok. d. Ekplanatori, 15 subjek kelompok.
2.5
PENGUJIAN DATA KUESIONER. Kuesioner merupakan salah satu instrumen pengumpulan data yang paling
banyak digunakan, karena mudah dilakukan dan data yang diperoleh dapat diolah dengan mudah. Sebelum pengumpulan data dilakukan, sebaiknya diuji terlebih dahulu apakah rancangan kuesioner yang dibuat dijamin dapat mengukur variabel pengamatan dan apakah pengukuran yang dilakukan telah akurat. Untuk itu, maka perlu dilakukan beberapa uji statistik seperti uji validitas dan uji reliabilitas.
2.5.1 Uji Validitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakan peneliti menggunakan instrumen pengukuran (kuesioener) yang tepat dalam mangukur konsep/obyek yang
I -22
diamati. Uji validitas dapat dilakukan berdasarkan metode-metode sebagai berikut (Sekaran, 1992) : 1. Validitas isi. 2. Validitas kriteria yang berhubungan. • Validitas concurrent. • Validitas prediktif.
3. Validitas konstruk. Validitas konstruk digunakan untuk menunjukkan kemampuan alar ukur untuk mengukur obyek amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan salah satu dari metode berikut. • Validitas konvergen. • Validitas diskriminan. Validitas diskriminan mengacu kepada kemampuan instrumen untuk memperoleh hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada sebelumnya. Rumus yang digunakan adalah koefisien Korelasi Pearson sebagai berikut. r=
Keterangan :
n( ∑ XY ) − ∑ X ∑ Y [ n ∑ 2 −(∑ X ) 2 ][n ∑ y 2 − ( ∑ Y ) 2 ]
[2.2]
r = korelasi X = skor setiap item Y = skor total N = ukuran sampel
Prinsip utama pemilihan item adalah item dengan koefisien korelasi yang cukup tinggi yaitu 0.3 – 0.7. Menghilangkan setiap item yang diketahui memiliki korelasi negatif atau mendekati nol atau mendekati satu.
2.5.2
Uji Reliabilitas.
I -23
Menurut Singarimbun (1989) langkah-langkah pengujian reliabilitas meliputi: 1.
Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut pada responden yang berjumlah minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini maka distribusi nilai akan lebih mendekati kurva normal.
2.
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
3.
Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir, kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan:
(∑ X )
[2.6]
2
σ=
∑X
2
n n
Keterangan:
4.
n
= Jumlah sample
X
= Nilai skor yang dipilih
Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus berikut ini : Σσ 2 b r = 1− 2 11 k − 1 σ t k
[2.7]
Keterangan: r 11
= relibilitas instrumen
k
= banyak butir pertanyaan
∑σ
2 b
σ t2 5.
= varians total = jumlah varians butir
Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r hitung, seperti pada uji validitas.
2.6 ANALISA MULTIVARIAT. Analisa multivariat merupakan salah satu alat statistik yang sangat bermanfaat dalam pengolahan data. Analisis ini ditujukan terhadap pengamatan beberapa
I -24
variabel (dua atau lebih) secara bersamaan pada suatu obyek tertentu. Salah satu konsep yang harus dipahami dalam melakukan analisis multivariat adalah masalah pengukuran variabel. Pengukuran variabel adalah menunjukkan angka-angka pada suatu variabel. Prosedur pengukuran dan pemberian angka tersebut diharapkan bersifat isoformik terhadap realita, artinya adanya persamaan dengan realita. Tingkat ukuran yang diberikan kepada konsep yang diamati tergantung pada aturan yang digunakan. Secara garis besar terdapat dua jenis pengukuran.
1. Pengukuran Nonmetrik Pengukuran nonmetrik meliputi atribut, karateristik atau kategori yang diberikan untuk mengidentifikasikan atau menjelaskan sebuah obyek. a. Skala nominal. Dalam skala ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan kategorikategori dalam ukuran. Angka–angka yang digunakan dalam suatu kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori tersebut terhadap kategori yang lain, tetapi hanya sekedar label. Contoh : jenis kelamin, agama, partai politik. b. Skala ordinal Skala ordinal mengurutkan responden dari tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada petunjuk jelas mengenai berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh masing-masing responden. Contoh : level kepuasan konsumen terhadap sebuah produk. 2. Pengukuran metrik ( kuantitatif ) Pengukuran metrik dapat disebut sebagai pengukuran data berupa angka dalam arti sebenarnya. Jadi, berbagai operasi matematika dapat dilakukan pada data metrik ini. Pengukuran metrik dapat dibagi menjadi dua bagian . a. Skala interval. Skala interval merupakan skala yang tidak semata-mata mengurutkan orang atau obyek berdasarkan suatu atribut saja, tetapi juga memberikan informasi
I -25
tentang interval antara satu obyek dengan obyek lainnya. Contoh : skala temperatur Fahrenheit dan Celcius. b. Skala rasio. Jadi ukuran rasio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya tidak dinyatakan dalam perbedaan dengan angka rata-rata suatu kelompok tetapi dengan titik nol. Karena adanya titik nol maka perbandingan rasio dapat dilakukan. Contoh : berat 10 liter beras adalah 2 kali lebih berat dari 5 liter.
2.6.1 Analisis Klaster. Analisis Klaster adalah satu-satunya teknik multivariat yang tidak mengestimasi variat (kombinasi linear dari variabel berbobot) secara empirik, melainkan memanfaatkan variat yang di spesifikasikan oleh peneliti. Fokus dari Analisis Klaster ini adalah perbandingan antar obyek berdasarkan variat, bukan terhadap estimasi variat itu sendiri. Analisis klaster juga dikenal dengan sebutan analsis Q, analisis Klasifikasi dan Tipologi serta Taksonomi Numerik. Namun demikian Analisis Klaster ini tetap bermaksud mengadakan pengklasifikasian obyek berdasarkan hubungan alaminya (bukan pengklasifikasian variabel sebagaimana halnya analisis faktor). Analisis Klaster sangat bermanfaat jika seorang peneliti yang telah mengumpulkan banyak data melalui kuesioner merasa bahwa hasil observasi tersebut tidak memiliki arti kecuali observasi tersebut diklasifikasikan ke dalam kelompokkelompok yang teratur. Analisis Klaster sebenarnya merupakan suatu metode yang sifatnya deskriptif, non teoritis dan non inferensi. Dengan demikian, Analisis Klaster tidak memiliki dasar statistik mengenai pengambilan kesimpulan tentang populasi dari sampel yang diobservasi. Selain itu, Analisis Klaster ini sangat tergantung kepada jenis variabel yang digunakan sebagai dasar ukuran kesamaan. Pada dasarnya cara kerja analisi klaster adalah sebagai berikut. a. Mengukur kesamaan.
I -26
Metode yang umum digunakan adalah jarak Euclidean antar setiap pasangan observasi. Semakin kecil jaraknya, maka suatu pasangan observasi dikatakan memiliki kesamaan yang semakin besar. b. Membentuk kelompok. Setelah ukuran kesamaan diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah membentuk kelompok/klaster. Salah satu metode yang umum digunakan adalah metode algomeratif (bagian dari prosedur hirarki). Metode ini dilakukan secara bertahap (stepwise) dengan jalan pertama-tama mengidentifikasikan dua obyek yang paling sama dan membentuknya ke dalam satu kelompok. Cara ini dilakukan terus hingga semua obyek tergabung ke dalam satu kelompok. c. Menentukan jumlah kelompok. Salah satu metode yang cukup sederhana dalam pengukuran homogenitas adalah rataan jarak semua observasi dalam kelompok.
Tahap 1 : tujuan analisis klaster. Tujuan utama dari Analisis Klaster adalah untuk mempartisi sebuah set obyek menjadi dua kelompok atau lebih berdasarkan kesamaan karakteristik obyek tersebut. Dengan membentuk kelompok yang homogen, dapat dilihat tiga hal berikut. a. Deskripsi Taksonomi. Dengan Analisis Klaster dapat dipeoleh strukutur pengelompokan sejumlah obyek dari suatu observasi. b. Simplifikasi Data. Dengan menggunakan Analisis Klaster, peneliti dapat dengan lebih mudah melakukan analisis terhadap data mengingat data yang serupa sudah dikelompokkan dan direprensentasikan dengan karaktersitik umum dalam kelompok yang bersangkutan. c. Identifikasi Hubungan / asosiasi. Dengan Analisis Klaster memungkinkan peneliti untuk menemukan hubungan antar observasi yang semula tidak tampak dalam observasi individu.
I -27
Data yang digunakan dapat berupa data ratio, interval, frekuensi dan biner. Set data obyek harus memiliki variabel dengan tipe yang sejenis, tidak campur antara tipe satu dengan
tipe
lainnya.
Variabel
yang
digunakan
adalah
variabel
yang
mengkarakteristikkan obyek yang akan dikelompokkan. Variabel tersebut harus relevan dengan tujuan dilakukannya Analisis Klaster.
Tahap 2 : standardisasi data dan pengukuran similaritas. Antisipasi data ekstrim dan standardisasi data. Setelah pengumpulan data, harus dideteksi terlebih dahulu apakah terdapat outlier. Pengukuran Similaritas. Similaritas inter-obyek dapat diukur dengan tiga metode berikut. •
Pengukuran Korelasi. Pada pengukuran jarak dengan metode pengukuran korelasi, obyek-obyek dikelompokkan bersama dalam satu kelompok jika memliki korelasi yang tinggi diantara variabel-variabel yang diukur. Metode ini jarang digunakan karena umumnya similaritas didasarkan pada kedekatan jarak antar obyek, bukan kesamaan pola antar variabel.
•
Pengukuran Jarak. Pengukuran berdasarkan jarak ini adalah yang paling umum digunakan dalam Analisis Klaster. Semakin kecil jarak antar obyek mengindikasikan semakin similar obyek-obyek tersebut, begitu juga sebaliknya. Teknik pengukuran jarak atau similaritas yang digunakan adalah Squared Euclidean Distance. Euclidean mengukur jarak antara dua item X dan Y dengan rumus : D( X, Y) = ∑( X i − Yi ) 2
•
[2.9]
Pengukuran asosiasi. Metode ini digunakan untuk membandingkan obyek dengan karateristik data nonmetrik (nominal atau ordinal). Misalnya, jawaban responden berupa ’ya’ atau ’tidak’ dapat diasosiasikan dengan angka 1 dan 0. Pengukuran asosiasi yang
I -28
paling sederhana dapat dilakukan dengan melihat persentase kesamaan jawaban antar responden ( kedua responden menjawab ’ya’ atau keduanya menjawab ’tidak’ terhdapar pertanyaan yang diberikan)
Ketiga metode tersebut dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan tipe data. Pengukuran korelasi dan pengukuran jarak digunakan untuk tipe data metrik, sedangkan penukuran asosiasi untuk tipe data nonmetrik.
Tahap 3 : asumsi Tidak seperti halnya teknik multivariat lainnya yang membutuhkan asumsi mengenai data berdistribusi normal, linieritas maupun homoscedasticity, Analisis Klaster hanya membutuhkan asumsi mengenai : a.
Sampel yang representatif. Sampel yang diamati harus dapat mewakili keseluruhan populasinya. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, harus menggunakan metode sampling yang sesuai.
b. Tidak ada multikolinieritas. Berarti masing-masing variabel yang digunakan untuk membentuk kelompok, harus bebas satu dengan yang lainnya. Artinya variabel yang satu bukan merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel lainnya. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Tingkat multikolinieritas dapat diukur dengan: • Matriks korelasi antara variabel-variabel independen. Korelasi (berpapasan yang tinggi, sekitar 0.9 atau lebih, menjadi pertanda adanya colinearity yang substansial (Hair, 1998). • Nilai ’Tolerance’. Nilai batas yang minimum digunakan adalah 0.10. angka tersebut bermakna hanya 10 % dari variabilitas ( variansi ) suatu variabel
I -29
independen yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen lainnya. • Nilai ’Variance Infaltion Factor (VIF)’. VIF = 1 / Tolerance. Nilai batas maksimum yang dipakai adalah 10. Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance <0.10 atau sama dengan nilai>10. Tahap 4 : pembentukan kelompok Terdapat tiga metode pengelompokan, yaitu : 1. Metode Hirarki. Metode Hirarki adalah metode pengelompokan dengan membentuk konstruksi hirarki atau berdasarkan tingkatan tertentu seeprti struktur pohon. Jadi proses pengelompokan dilakukan secara bertingkat dan bertahap. Metode hirarki terbagi menjadi dua, yaitu metode algomeratif dan metode divisif. a. Metode Algomeratif. Metode ini dimulai dengan kenyataan bahwa setiap obyek membentuk kelompokknya masing-masing. Kemudian, dua obyek dengan jarak terdekat bergabung. Selanjutnya obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang ada, atau membentuk obyek yang baru bersama kelompok yang lain. • Single Linkage. Metode ini menggunakan prinsip jarak minimum, yang diawali dengan mencari dua obyek yang memiliki jarak terdekat. Keduanya membentuk kelompok pertama. Pada langkah selanjutnya terdapat dua kemungkinan, obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang telah terbentuk atau dengan dua obyek lain akan membentuk kelompok baru. • Complete Linkage. Metode ini merupakan kebalikan dari pendekatan yang digunakan pada Single Linkage. Prinsip jarak yang digunakan adalah jarak terjauh antar obyek. • Average Linkage.
I -30
Metode ini mengikuti prosedur yang sama dengan kedua metode sebelumnya. Prisip ukuran jarak yang digunakan adalah jarak rata-rata antar tiap pasangan obyek yang mungkin. • Ward’s Method Ward mengajukan suatu metode pembentukan kelompok yang didasari oleh hilangnya informasi akibat penggabungan obyek menjadi kelompok. Hal ini diukur dengan jumlah total dari deviasi kuadrat pada mean kelompok untuk tiap observasi. Error Sum Of Squares (ESS) digunakan sebagai fungsi obyektif. • Centroid Method. Jarak antar dua kelompok didefinisikan sebagai jarak antara titik tengah masing-masing kelompok. b. Metode Divisif Metode Divisif berlawanan dengan metode Algomeratif., pertama-tama mulai dengan satu kelompok besar mencakup semua observasi (obyek). Selanjutnya obyek yang memiliki ketidakmiripan besar dipisahkan sehingga membentuk kelompok yang lebih kecil. Pemisahan ini dilanjutkan hingga mencapai sejumlah kelompok yang diinginkan.
2. Metode Nonhirarki. Pada metode nonhirarki, jumlah kelompok sudah ditentukan terlebih dahulu. Terdapat dua prosedur pada metode ini, yaitu : • K-means Clustering. • Methods Based on the Trace.
3. Kombinasi metode Nonhirarki dan Hirarki.
Tahap 5 : interpretasi hasil Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah karakteristik yang membedakan masing-masing kelompok. Kemudian sesuai dengan tujuan penulisan, beri label atau
I -31
nama yang dapat diberikan kepada masing-masing kelompok tersebut. Dalam hal ini, perlu dispesifikasikan kriteria-kriteria yang mendasari kelompok-kelompok yang telah terbentuk. Di samping itu, interpretasi hasil dari pengelompokan dapat dilihat dari grafik dendogram maupun nilai koefisien aglomerasi.
Tahap 6 : validasi Tahap validasi dilakukan untuk menjamin bahwa hasil pengelompokan dapat mempresentasikan populasi dan dapat digeneralisasi untuk obyek lainnya dalam periode waktu lainnya. Analisis lanjutan adalah mengidentifikasikan karateristik kelompok dalam rangka menjelaskan alasan perbedaan kelompok berdasarkan dimensi-dimensi tertentu. Untuk itu dapat digunakan analsis diskriminan.
2.6.2 Analisis Diskriminan Analisis Diskriminan adalah salah satu teknik multivariat yang digunakan untuk mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen nonmetrik (kualitatif, kategorial) dengan satu himpunan variabel independen metrik (kuantitatif). Dengan Analisis Diskriminan, dapat mengelompokkan setiap obyek pengamatan ke dalam dua atau lebih kelompok (variabel dependen) berdasarkan kriteria sejumlah variabel independen. Pengelompokan ini bersifat mutually exclusive, artinya jika sebuah obyek sudah masuk kelompok 1, maka tidak mungkin obyek tersebut dapat menjadi anggota kelompok 2.
Model Dasar Analisis Diskriminan merupakan teknik yang menurunkan kombinasi linier dari dua atau lebih variabel independen untuk mendiskriminasi kelompok-kelompok obyek yang telah didefinisikan sebelumnya. Z JK = a + W1 X 1k + W2 X 2 k + ........ + Wn X nk Keterangan :
I -32
[2.10]
Z JK
= skor diskriminan dari fungsi ke-j untuk obyek ke-k
a
= konstanta (intercept)
Wi
= bobot diskriminan untuk variabel independen ke-i
Xik
= variabel independen ke-i untuk obyek ke-k
Tahap 1 : tujuan analisis diskriminan Tujuan dari Analisis Diskriminan adalah untuk : •
Menentukan apakah terdapat perbedaan yang berarti antar kelompok, artinya obyek-obyek pengamatan dapat dikelompokkan ke dalam dua atau lebih kelompok.
•
Menentukan variabel independen yang membedakan kelompok-kelompok obyek. Variabel independen yang bersifat membedakan (diskriminan) ini akan membentuk sebuah model diskriminan.
•
Menentukan
prosedur
untuk
mengklasifikasikan
obyek
pengamatan
kelompok-kelompok berdasarkan skornya dalam model diskriminan. Analisis ini sangat bermanfaat bila peneliti memang tertarik untuk memahami perbedaan yang terjadi antar kelompok dan selanjutnya memprediksi bagaimana mengelompokkan suatu obyek ke dalam kelompok tersebut.
Tahap 2 : variabel penelitian Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Jumlah variabel dependen boleh dua atau lebih tetapi harus mutually exclusive (misalnya : sering dan jarang). Peneliti dapat juga mengikutsertakan variabel dependen perantara yang biasanya bertindak sebagai peralihan antara variabel antar variabel dependen yang sifatnya bipolar/ekstrim (misalkan variabel dependennya menjadi sering, kadang-kadang dan jarang). b. Menentukan ukuran sampel. Dianjurkan agar menggunakan 20 sampel untuk setiap kelompok variabel dependen.
I -33
c. Pemilihan sampel. Sampel biasanya dipilih menjadi dua yaitu sampel analis (untuk keperluan membangun fungsi diskriminan) dan holdout sample (untuk keperluan validasi)
Tahap 3 : asumsi Data-data yang digunakan dalam Analisis Diskriminan harus memenuhi asumsi sebagai berikut : 1. Variabel independen berdistribusi normal multivariat. Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul masalah dalam mengestimasi fungsi diskriminan. 2. Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam masingmasing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan variansi, maka akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek. 3. Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi multikolinieritas. 4. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen. Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan. Outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim. Penyebab timbulnya outlier adalah kesalahan meng-entry data, gagal menspesifikasi adanya missing value, outlier bukan merupakan anggota populasi yang diambil sebagai sampel dan outlier berasal dari populasi tapi memiliki nilai ekstrim dan tidak terdistribusi normal. Deteksi terhadap outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai batas dengan cara mengkonversi nilai data ke dalam skor standardized (z score) yang memiliki means
sama dengan nol dan standar deviasi sama dengan satu.
Menurut Hair (1998), untuk kasus sampel kecil (<80), maka standar skor dengan nilai + 2.5 dinyatakan outlier.
I -34
Outlier adalah obyek yang memiliki nilai ekstrim dibandingkan obyek-obyek lainnya.
Adanya outlier dapat
mengganggu dalam proses pengelompokan.
Kemudian perhatikan dimensi/satuan pengukuran variabel yang bersangkutan. Jika terdapat perbedaan dimensi, maka variabel harus distandardisasi terlebih dahulu. Standardisasi dapat dilakukan dengan menghitung skor standard.
Z=
Xi − M
[2.8]
σ
Keterangan : Z = skor standar Xi = skor data mentah M = rata-rata data mentah
σ = standar deviasi Jika sebuah data outlier maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka +2,5 dan lebih kecil dari angka -2,5. Apabila asumsi-asumsi diatas telah diuji dan terpenuhi, maka analisis dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Tahap 4 : estimasi model diskriminan Metode Estimasi Estimasi model diskriminan dilakukan dengan menghitung nilai skor diskriminan yang merupakan kombinasi linier variabel independen untuk setiap obyek. Metode yang dapat digunakan adalah estimasi simultan dan estimasi bertahap (stepwise). 1.
Estimasi Simulatan. Pada metode ini, semua variabel independen di input secara bersamaan untuk membentuk model tanpa mempertimbangkan daya pembeda antar variabel.
2.
Estimasi Bertahap.
I -35
Pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam model berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar. Signifikansi Fungsi Diskriminan Selanjutnya harus diputuskan apakah fungsi diskriminan yang diperoleh signifikan dalam menunjukkan perbedaan antar kelompokdilihat dari discriminatory power-nya. Uji statistik yang dapat dipakai adalah Wilks’s Lambda, Hotteling’s Trace, Pillai’s Criterion, Mahalanobis D² dan Rao’s V. Meskipun begitu, jika menggunakan metode Stepwise untuk mengestimasi fungsi diskriminan, ukuran Mahalanobis D² dan Rao’s V lebih sesuai digunakan. Setelah fungsi diskriminan diperoleh, (jumlah fungsi diskriminan adalah jumlah kelompok dikurangi 1) Menilai Overall Fit Setelah fungsi diskriminan dipandang signifikan, maka selanjutnya adalah menilai overall fit dengan cara : 1. Menghitung discriminant Z score untuk setiap observasi. 2. Mengevaluasi group differences on discriminant Z score. Dengan perbandingan centroid grup untuk memastikan bahwa dengan fungsi diskriminan yang signifikan, ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing grup. 3. Menilai keakuratan prediksi. a. Hit Ratio, ukuran ini analog dengan R² pada regresi. b. Optimim Cutting Score, merupakan kriteria/nilai dimana masing-masing nilai diskriminan obyek dibandingkan untuk menentukan obyek dibandingkan untuk menentukan obyek seharusnya dimasukkan ke grup mana. Rumusnya adalah :
Zct =
N AZB + NBZ A N A + NB
[2.11]
dimana : Zct
= critical cutting score value
I -36
NA
= jumlah anggota grup A
NB
= jumlah anggota grup B
ZA
= centroid grup dari A
ZB
= centroid grup dari B
c. Classification Matrices. Untuk kasus dua grup berlaku aturan : Obyek masuk ke dalam kelompok A jika kelompok B jika
Zn < Zct . Obyek masuk ke dalam
Z n > Z ct .
Zn
= nilai diskriminan Z obyek ke-n
Z ct
= cutting score
d. Uji T, digunakan untuk menilai signifikansi dari hit ratio (keakuratan klasifikasi). e. Press’s Q Statistic. Digunakan untuk membandingkan predictive accuracy dari fungsi diskriminan dengan
predictive accuracy by chance. Hal ini untuk
memperoleh predictive accuracy sebesar yang diperoleh discriminant function (jadi, sia-sia menggunakan MDA). Rumus Press’s Q adalah : Pr ess ' sQ =
[ N − nK ]2 N ( K − 1)
[2.12]
N
= jumlah sampel keseluruhan
N
= jumlah obyek yang diklasifikasi secara tepat
K
= jumlah kelompok
Nilai Press’s Q akan dibandingkan dengan nilai kritis chi-square untuk df = 1 dan α tertentu. Jika nilai Press’s Q lebih besar dari nilai kritis chi-square, maka disimpulkan bahwa the prediction by discriminant function were significantly better than chance.
I -37
Tahap 5 : INTERPRETASI HASIL Hal-hal yang perlu diinterpretasikan adalah sebagai berikut : a.
Menentukan tingkat kepentingan relatif dari variabel independen dalam mendiskriminasi antar kelompok.
b.
Memahami profil perbedaan antar kelompok.
Metode yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan hasil Analisis Diskriminan adalah dengan melihat discriminant weight dan Partial F value. •
Discriminant Weight.(Discriminant coefficient) Lakukan pemeriksaan tanda dan arah dari standardized discriminant weight setiap variabel independen. Variabel dengan bobot besar berkontribusi lebih besar terhadap fungsi diskriminan.
•
Discriminant Loading Mengukur korelasi linier sederhana antar setiap variabel independen dengan setiap fungsi diskriminan yang dapat diinterpretasikan sebagai faktor untuk menilai kontribusi relatif setiap variabel independen terhadap
fungsi
diskriminan. Dianjurkan untuk memilih discriminant loadings karena dipandang lebih valid daripada discriminant coefficient. •
Partial F Values Semakin besar nilai F, menunjukkan daya pembeda yang semakin besar.
Jika menggunakan dua atau lebih fungsi diskriminan, maka metode interpretasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1.
Rotasi fungsi diskriminan. Dilakukan
untuk
meredistribusi
variansi
sehingga
interpretasi
fungsi
diskriminan menjadi lebih mudah. 2.
Indeks Potensi. Merupakan ukuran relatif daya pembeda dari variabel independen. Dihitung dengan dua step : Step 1 : menghitung nilai indeks potensi untuk setiap signifikan fungsi.
I -38
RE =
Ei ∑ Ei
[2.13]
RE i
= relative eigenvalue fungsi diskriminan i
Ei
= eigenvalue fungsi diskriminan i
PVij
= (discriminant loading ij)² x RE j = nilai potensi variabel i pada fungsi j
Step 2 : calculate a composite potency index across all significant function PI = ∑ PVij
[2.14]
PV = indeks potensi variabel independen i
3.
Display Grafis dari Group Centroid.
Tahap 6 : VALIDASI HASIL Validasi ini dapat dilakukan dengan jalan menerapkan fungsi diskriminan kedalam holdout sampel. Matriks klasifikasi dapat dibuat kembali. Selain itu, setelah ditemukan variabel independen dengan kontribusi besar, maka harus dicirikan karakteristik kelompok berdasarkan rataan nilai kelompok.
I -39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah. Langkah-langkah penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
3.1
TAHAP I
: IDENTIFIKASI MASALAH
Pada tahap pertama yaitu identifikasi masalah, akan dijelaskan mengenai penelitian pendahuluan yang akan dilakukan penulis. Setelah itu, dijelaskan mengenai studi pustaka yang akan menunjang penelitian, latar belakang dilakukan penelitian, perumusan masalah dan tujuan penelitian.
3.1.1 Observasi Pendahuluan
I -40
Observasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui permasalahan umum Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan observasi ke 63 Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Lokasi observasi yaitu berada bebrapa Kecamatan, yaitu di Laweyan, Banjarsari, Serengan, Jebres dan Pasar Kliwon. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan lokasi dan wawancara awal ke Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL). Pada observasi, dilakukan wawancara dengan Ketua FPKBL untuk mendapatkan data awal sebelum melakukan wawancara ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik. Data awal tersebut yaitu untuk mengetahui permasalahan yang sering terjadi di kawasan industri batik Laweyan, sejarah perbatikan, informasi mengenai masing-masing pemilik industri batik, kemudahan dan kesulitan yang dialami pemilik indutri batik, kemudahan mendapatkan data untuk pengisian kuesioner dan perkembangan industri batik sejak mulai didirikan.
3.1.2 Tinjauan Pustaka. Tinjauan pustaka merupakan dasar yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kecil dan menengah. Studi pustaka dilakukan dengan merujuk kepada buku-buku yang terkait dengan konsep kompetensi dan performansi serta jurnal dan tugas akhir yang sesuai dengan topik penelitian ini. Untuk menghasilkan gambaran umum mengenai kondisi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, juga dilakukan kunjungan ke Biro Pusat Statistik. Data yang ditinjau berupa karakteristik industri batik, sebaran lokasi industri batik serta masalah-masalah yang dihadapi Industri Kecil dan Menengah Batik umumnya. Sedangkan untuk pengolahan data, merujuk pada buku-buku, artikel, jurnal dan tugas akhir yang menjelaskan mengenai Analisis Multivariat.
3.1.3 Latar Belakang Penelitian.
I -41
Berdasarkan observasi pada penelitian pendahuluan, didapatkan informasi mengenai sejarah batik dan perkembangan industri batik. Batik adalah salah satu tradisi yang berlangsung turun temurun dan makin mengangkat nama Surakarta sehingga menjadikan Surakarta sebagai pusat batik di Indonesia. Tetapi di sisi lain, pemerintah
daerah
dan
warga
sekitar
kurang
memberi
perhatian
pada
perkembangannya. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM Batik sering tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan dalam akses-akses jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga menjadi hambatan untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi teknologi. Berbeda dengan industri batik berskala besar, Industri Kecil dan Menengah Batik tidak memiliki kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang dihadapinya. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan mengapa perlunya diidentifikasi variabel-variabel dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan kinerja IKM Batik. Dengan mengetahui variabel tersebut, diharapkan dapat membantu IKM Batik dalam menumbuh kembangkan industrinya. Perkembangan IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih dari 37 %. Bagi Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai produksi, investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap.
3.1.4
Perumusan Masalah. Perumusan masalah adalah langkah dalam proses penelitian untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah
yang ada berdasarkan keadaan suatu
organisasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab 1.2, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis performansi finanasial IKM Batik di Surakarta berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah. 3.1.5
Tujuan Penelitian.
I -42
Setelah merumuskan permasalahan, langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM Batik, mengidentifikasi variabel-variabel kompetensi yang dominan membedakan kelompok klaster industri dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster industri. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, pemerintah, badan-badan yang bersangkutan lainnya untuk meningkatkan kinerja industri batik skala kecil dan menengah tersebut.
3.2
TAHAP II
: PERANCANGAN MODEL FAKTOR KOMPETENSI
Model penelitian dimaksudkan untuk membuat batasan yang jelas dari penelitian yang akan dilakukan dan menetapkan variabel dependen serta independen yang akan diteliti. Model penelitian yang dipakai merupakan adopsi dari penelitian sebelumnya. Selain itu, model penelitian yang digunakan juga harus disesuaikan dengan keadaan dan jenis industri yang akan diteliti. Rumusan faktor Kompetensi IKM berdasarkan penelitian sebelumnya yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian Tumenggung (1999). Tumenggung berhasil merumuskan 6 faktor kompetensi dan 20 variabel kompetensi yang dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini seperti yang dipaparkan pada tabel 3.2. Namun, perlu disadari, bahwa penelitian tersebut mencakup IKM sektor logam dan karet sehingga perlu ditelaah terlebih dahulu perubahan-perubahan faktor yang dapat terjadi di lapangan.
I -43
Tabel 3.2 Model Kompetensi IKM Batik No. 1.
2.
3.
FAKTOR Teknologi dan Produksi
Sumber Daya Manusia
Pemasaran
VARIABEL
DESKRIPSI
X1
Teknologi Proses
X2
Teknologi Produk
X3
Manufaktur Adaptif
X4
Dukungan di Bidang Teknologi dan
X5
Produksi
X6
Fasilitas Perawatan Produktivitas Tenaga Kerja
X7
Aktivitas Pengembangan SDM
X8
Dukungan Di Bidang SDM
X9
Kemampuan Operasional
X10
Fleksibilitas Kemampuan SDM
X11
Jaringan Informasi Ke Pasar
I -44
4.
Keuangan
5.
Pengadaan Bahan Baku
6.
Manajemen Perusahaan
X12
Aktivitas Promosi
X13
Dukungan di Bidang Pemasaran
X14
Kekuatan Modal
X15
Dukungan di Bidang Finansial
X16
Pasokan Bahan Baku
X17
Jaringan Pemasok
X18
Manajemen SDM
X19
Manajemen Finansial
X20
Manajemen Integral Sumber : Tumenggung (1999)
3.3
TAHAP III
: PERANCANGAN KERANGKA PENELITIAN
Perancangan kerangka penelitian ini terdiri dari perancangan sampling dan perancangan metode pengumpulan data.
3.3.1 Perancangan Sampling. Salah satu metode sampling yang digunakan adalah sampling Probabilitas yaitu Sampling Random Stratifikasi yaitu Proporsional. Karena jumlah populasi IKM Batik di Surakarta diketahui berjumlah 75 (BPS, 2003). Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Hasil pengelompokan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.3. Perancangan sampling dilakukan dengan metode Rumus Slovin (1960). Hal ini dikarenakan jumlah populasi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta berjumlah 75 (BPS, 2003), sehingga perlu ditentukan jumlah sampel yang akan diambil. Pembagian wilayah administrasi Kota Surakarta yang merupakan kawasan Industri Kecil dan Menengah Batik dibagi menjadi 5 wilayah (BPS, 2003). Kelima wilayah tersebut adalah Laweyan, Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres. Industri Kecil dan Menengah Batik yang diikutsertakan dalam penelitian ini yaitu
I -45
industri yang termasuk ke dalam sektor Klasifikasi Lapangan Usaha Industri (KLUI) 32006 dan 32117 (BPS, 2006) Penentuan sampel didasarkan pada Rumus Slovin (1960) pada persamaan 2.1. Jadi dari ukuran populasi sejumlah 75 Industri Kecil dan Menengah di Surakarta, didapatkan ukuran sampel sejumlah 63 industri untuk diteliti. Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, terkonsentrasi di 5 wilayah kecamatan yaitu Laweyan, Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres. Jumlah sampel pada masing-masing wilayah tersebut dibagi dengan menggunakan sampel Proporsional dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Rekapitulasi distribusi lokasi sampel No.
Wilayah
Jumlah Populasi
% Populasi
Jumlah Sampel
1.
Laweyan
54
73
45
2.
Pasar Kliwon
7
9
6
3.
Banjarsari
10
13
8
4.
Serengan
3
4
3
5.
Jebres
1
1
1
75
100
63
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Jumlah sampel ini diasumsikan cukup untuk dilakukan perhitungan terhadap Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan
3.3.2 Perancangan Metode Pengumpulan Data.
I -46
Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik industri batik di Surakarta. Dan data sekunder berupa data jumlah populasi IKM Batik di Surakarta dari BPS dan data profil masing-masing IKM Batik Laweyan dari FPKBL. Berikut akan dipaparkan metode pengumpulan data primer.
Kuesioner. Kuesioner disebarkan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta dengan cara didampingi oleh penulis. Pemilik industri batik mengisi data umum industri, tingkat kepentingan faktor Kompetensi dan variabel-variabel Kompetensi berdasarkan persepsi masing-masing pemilik industri. Kuesioner dirancang dalam tiga bagian : •
Bagian I ( Data Umum Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta ) Hal-hal yang ingin diketahui pada data umum Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta ini adalah nama Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, alamat Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, tahun berdiri dan jumlah karyawan. Pada data umum ini juga ditanyakan mengenai performansi finansial Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang berupa : Ø Jumlah asset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Jumlah aset adalah nilai bangunan atau pabrik, mesin-mesin yang digunakan untuk aktivitas produksi serta fasilitas Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta lainnya yang menunjang kegiatan operasional, diukur dalam satuan rupiah. Ø Rata-rata laba Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta setelah pajak per tahun (pada tiga tahun terakhir). Laba bersih adalah penjualan dikurangi biaya produksi dan pajak. Ø Rata-rata omset penjualan per tahun (pada tiga tahun terakhir). Penjualan atau omset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta diukur dalam rupiah per tahun, yang diukur pada tiga tahun terakhir (2004-2006).
I -47
Pemilihan ketiga ukuran performansi diatas, disesuaikan dengan kondisi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Berdasarkan studi pendahuluan, umumnya industri-industri tersebut memiliki data ketiga ukuran performansi diatas, walaupun ada beberapa Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang hanya mendatanya secara sederhana.
Jumlah karyawan, umur Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, dan ketiga data performansi fianansial diatas merupakan variabel yang digunakan sebagai dasar pengelompokan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, yang dilakukan dengan Analisis Klaster. •
Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi). Dengan didasarkan kepada penelaahan literatur-literatur mengenai faktor-faktor yang membangun dan menentukan keunggulan dari suatu Industri Kecil dan Menengah serta hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan, pada penelitian ini variabel-variabel kompetensi dirangkum dalam enam faktor Kompetensi utama, yaitu : 1. Teknologi dan Produksi. 2. Sunber Daya Manusia. 3. Pemasaran. 4. Finansial. 5. Pengadaan Bahan Baku. 6. Manajemen Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
Pada kuesioner bagian II ini, responden diminta untuk memberikan persepsinya terhadap tingkat kepentingan faktor-faktor tersebut. Angka 1 menunjukkan faktor yang paling penting, angka 6 merupakan faktor yang tidak penting diantara faktor lainnya yang mempengaruhi perfrormansi IKM Batik . •
Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi)
I -48
Pada bagian III ini, akan diukur tingkat kepentingan masing-masing variabel kompetensi berdasarkan persepsi responden. Variabel penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini merupakan penjabaran dari faktor-faktor kompetensi. Secara lengkap, variabel-variabel kompetensi teersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. Dengan menggunakan teknik Analisis Diskriminan, dapat ditentukan variabel-variabel kompetensi yang membedakan antar kelompok Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang telah terbentuk.
Wawancara. Wawancara dilakukan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta untuk mendapatkan informasi. Secara lengkap, daftar pertanyaan ditampilkan di Lampiran. Selain itu, metode wawancara ke 63 pemilik industri batik dipakai untuk memperkuat jawaban kuesioner dan sebagai basis analisis dan interpretasi data. Wawancara juga dilakukan melalui telepon
3.4
TAHAP IV
: PENGUMPULAN DATA
3.4.1
Penyebaran Kuesioner Dan Wawancara. Setelah kerangka penelitian tersusun, pengumpulan data dapat dilakukan.
Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik IKM Batik di Surakarta. Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan September 2006.
Pengisian kuesioner dan
wawancara umumnya dilakukan di rumah pemilik industri yang bersangkutan. Data lain yang akan dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah data dari BPS dan IKM Batik yang diwawancara. Lankah selanjutnya adalah melakukan pengujian kuesioner. Kuesioner yang telah terkumpul kembali kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan dalam setiap variabel dapat mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk
I -49
mengetahui konsistensi suatu instrumen ukur dalam mengukur konsep yang sama. Data yang tidak valid dan reliabel, tidak digunakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.4.2 Pengujian Data. Data kuesioner harus diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum dilakukan pengolahan data. •
Uji Validitas yang dipakai adalah validitas konstruk, dengan menghitung koefisisen Korelasi Pearson dengan rumus pada persamaan 2.1. Pertanyaan yang diuji validitasnya adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III yaitu sebanyak 20 butir pertanyaan. Hasil perhitungan uji validitas dengan Korelasi Pearson yaitu r. hitung akan dibandingkan dengan r. tabel yang didapatkan dengan perhitungan interpolasi pada interval kepercayaan 95%. Bila hasil r. hitung tiap pertanyaan lebih besar daripada r. tabel, maka tiap pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Jika pertanyaan dinyatakan valid, berarti alat ukur mampu untuk mengukur obyek amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.
•
Uji Reliabilitas diukur dengan menghitung nilai Alpha Cronboach. Pertanyaan yang
diuji reliabilitasnyanya adalah pertanyaan pada kuesioner
bagian III yaitu sebanyak 20 butir pertanyaan. Langkah-langkah pengujian reliabilitas meliputi: 6.
Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir, kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan adalah rumus pada persamaan 2.5.
7.
Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.6.
8.
Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r. tabel, seperti pada uji validitas.
I -50
Hasil pengukuran dikatakan dapat dipercaya apabila mampu memberikan hasil ukur yang konsisten (reliable). Dalam hal ini, relatif sama berarti dengan tetap menerima adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran tersebut (Umar, 2002). Hasil perhitungan Reliabilitas juga dilakukan dengan manggunakan software SPSS.
3.5
TAHAP V
: PENGOLAHAN DATA
Hasil kuesioner yang telah valid dan reliabel kemudian diolah dengan Analisis Multivariat yaitu menggunakan Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.
3.5.1
Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi. Dari hasil kuesioner bagian II, didapatkan hasil rangking tiap faktor kompetensi berdasarkan persepsi pemilik industri. Tingkat kepentingan faktor kompetensi dapat dicari dengan menggunakan rata-rata nilai kepentingan faktor kompetensi dari 63 IKM Batik sebagai responden. Sehingga dari ratarata tersebut, didapatkan nilai rata-rata terkecil sampai terbesar yang menunjukkan tingkat paling penting sampai tingkat yang paling tidak penting pengaruhnya terhadap performansi IKM Batik.
3.5.2
Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi. Tingkat kepentingan variabel kompetensi, didapatkan dari jawaban kuesioner bagian III. Variabel kompetensi ini digunakan dalam perhitungan analisis diskriminan untuk mencari variabel dengan daya beda terbesar yang dapat membedakan kelompok IKM batik dari hasil analisis klaster.
3.5.3
Analisis Klaster. Tahap-tahap Analisis Klaster adalah sebagai berikut
1.
Menentukan Tujuan. Digunakan untuk mengelompokkan industri ke dalam beberapa kelompok. Dasar pengelompokannya adalah lima variabel berikut; umur industri, jumlah
I -51
karyawan, aset industri, penjualan dan laba bersih per tahun yang didapatkan dari data umum industri pada kuesioner bagian II.: 2.
Menyusun Desain Riset. a.
Pendeteksian Outlier. Outlier adalah data ekstrim yang terlihat sangat jauh ebrbeda dari data yang lainnya. Uji outlier dilakukan dengan bantuan software SPSS. Dari hasil SPSS dapat terlihat data-data yang outlier yaitu data yang lebih besar dari 2.5 dan lebih kecil dari -2.5. Nilai batas + 2.5 didapatkan dari ukuran sampel yang kecil yaitu <80. (Hair, 1998)
b.
Kelima data tersebut diukur dengan skala yang berbeda, maka harus distandarisasi dahulu. Standarisasi data 63 industri terhadap 5 variabel ditransformasikan ke skor standar dengan rumus pada persamaan 2.7.
c. 3.
Teknik pengukuran jarak.
Asumsi. Dua asumsi yang harus dipenuhi dalam Analisis Klaster adalah sampel yang representatif dan tidak ada multikolinieritas atau korelasi antar variabel. Diharapkan dari perhitungan 63 sampel diatas representatif
terhadap
keseluruhan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Setelah didapatkan
skor standar, data harus diuji multikolinieritas dengan
menggunakan SPSS. Bila tidak ada multikolinieritas antara data, maka dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. 4.
Metode pengelompokan. Metode yang digunakan pada Analisis Klaster adalah K-Means Cluster dengan jumlah klaster sudah ditetapkan dulu sebanyak dua sampai empat klaster. Kriteria penentuan jumlah klaster yang tepat adalah dengan melihat nilai F dan Sig. pada hasil SPSS yaitu nilai F yang semakin besar dan nilai sig. di bawah 0.05. Dengan SPSS juga didapatkan hasil pengelompokan tiap klaster.
5.
Interpretasi.
I -52
Interpretasi dilakukan untuk memeriksa setiap kelompok klaster dan memberi nama kelompok tersebut. Pemberian nama tiap kelompok klaster didasarkan pada perbandingan tiga kinerja Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yaitu ROA, Profit Margin dan Sales turnover. 6.
Validasi.
3.5.4 Analisis Diskriminan. Dilakukan untuk mengidentifikasikan variabel-variabel kompetensi pembeda antar kelompok. Langkah –langkah analisis diskriminan adalah sebagai berikut : 1.
Tujuan Analisis Diskriminan. Yaitu menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat kelompok Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
2.
Variabel Penelitian. Variabel pada Analisis Diskriminan adalah variabel dependen non metrik yaitu kategori keempat kelompok klaster industri batik. Variabel Independen metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi dari kuesioner bagian III.
3.
Asumsi. • Variabel independen berdistribusi normal multivariat. Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul masalah dalam mengestimasi fungsi diskriminan. • Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam masing-masing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan variansi, maka akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek. Kesamaan matrik kovariansi yaitu nilai signifikansi Tex Box’s M harus lebih besar daripada nilai signifikansi SPSS (0.05). Sehingga asumsi kesamaan matrik kovariansi dapat diterima.
I -53
• Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi multikolinieritas. • Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen. Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan. Uji outlier pada 20 butir pertanyaan kuesioner bagian III, dilakukan untuk melihat ada tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata berbeda
dengan
data-data
lain
yang
tidak
bisa
dihindarkan
keberadaanya. Uji outlier ini dilakukan dengan software SPSS. Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut : a. Standarisasi Data, yaitu mengubah nilai 20 data pada 63 industri batik menjadi bentuk z atau disebut z score. b. Dateksi outlier, jika sebuah data outlier, maka nilai z score didapat lebih besar dari angka +2.5 atau lebih kecil dari -2.5. 4.
Estimasi Fungsi Diskriminan. Estimasi fungsi diskriminan dengan melihat nilai signifikansi nilai Wilks’s Lambda, Univariate F Ratio dan Sig. yang didapatkan dari hasil SPSS dengan menggunakan metode Stepwise. Dari ketiga nilai tersebut dapat ditentukan variabel-variabel
yang
akan
dimasukkan
dalam
perhitungan
fungsi
diskriminan dengan melihat nilai Wilks’s Lambda minimum dan maksimasi Mahalanobis Distance. yang kecil. Setelah itu, ditentukan fungsi kanonik diskriminan yang akan dapat menentukan skor variabel kanonik untuk tiap Industri batik. 5.
Interpretasi. Interpretasi digunakan untuk menilai kontribusi dari masing-masing variabel pembeda yang sudah didapatkan dari tahap sebelumnya. Kontribusi tersebut dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan Indeks Potensi.
6.
Validasi.
I -54
Validasi disini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi diskriminan yang dihasilkan adalah prediktor yang valid. Penentuan ini dilakukan dengan pemeriksaan matriks klasifikasi.
3.6
TAHAP VI
: ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Setelah didapat hasil pengolahan data, dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap pengolahan data sesuai dengan tujuan dan metode yang digunakan. Hasil dan interpretasi dilakukan masing-masing pada hasil pengelompokan industri (hasil analisis klaster) dan variabel-variabel Kompetensi pembeda hasil kelompok (hasil analisis diskriminan). Langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut :
3.6.1
Analisis Kinerja Industri. Pada tahap ini akan dipaparkan mengenai tiga ukuran performansi finansial
yang akan menjadi indikasi kinerja kelompok industri batik yaitu ROA, Profit Margin on Sales dan Sales Turnover. Dari ketiga ukuran performansi finansial tersebut, didapatkan kinerja masing-masing kelompok industri batik mulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah.
3.6.2 Analisis Klaster Industri. Pada tahap ini, dilihat kinerja keempat kelompok klaster industri yang telah terbentuk, serta karakteristik masing-masing kelompok klaster industri berdasarkan persepsi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel Kompetensinya. Pada setiap faktor kompetensi, dijelaskan perbandingan persepsi masing-masing pemilik industri batik terhadap setiap kepentingan faktor kompetensinya.
3.6.3 Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik. Untuk menerangkan perbedaan tiap kelompok terhadap kelima variabel pembeda, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada keempat kelompok industri. Pada tahap ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan setiap
I -55
kelompok industri batik berdasarkan variabel pembeda yang dihasilkan dari analisis diskriminan.
3.7
TAHAP VII : KESIMPULAN DAN SARAN Dengan berdasar pada hasil analisis, ditarik kesimpulan dari analisis terhadap
faktor kompetensi dan performansi industri dan diberikan saran yang dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.
I -56
Observasi Pendahuluan Tahap I IDENTIFIKASI MASALAH
Tinjauan Pustaka
Latar belakang Penelitian Perumusan Masalah Penentuan Tujuan
Tahap II PERANCANGAN MODEL KPMPETENSI
Tahap III PERANCANGAN KERANGKA PENELITIAN
Lapangan
Penelitian Sebelumnya
Perancangan Model Kompetensi
Perancangan Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer 2. Data Sekunder - Kuesioner : Data Jumlah IKM - Wawancara Batik di Surakarta
Perancangan Kuesioner 1. Bagian I ( Data Umum IKM Batik di Surakarta) 2. Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi) 3. Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel (Kompetensi)
Perancangan Sampling
Tahap IV PENGUMPULAN DATA
Metode Pengumpulan data - Penyebaran Kuesioner dan Wawancara - Eksplorasi Data BPS dan IKM Batik - Pengujian Data
A
I -57
A
Tidak Pertanyaan Valid ?
Data Tidak Digunakan
Ya
- Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM Batik - Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi IKM Batik
Tahap V PENGOLAHAN DATA
Tahap VI ANALISIS
Tahap VII KESIMPULAN DAN SARAN
Analisis Multivariat - Analisis Klaster - Analisis Diskriminan 1. Menentukan Tujuan 1. Menentukan Tujuan 2. Menyusun Desain 2. Variabel Penelitian Riset 3. Asumsi 3. Asumsi 4. Estimasi Fungsi 4. Metode Pengelompokkan Diskriminan 5. Interpretasi 5. Interpretasi 6. Validasi 6. Validasi
Analisis Dan Interpretasi Hasil - Analisis Klaster Industri - Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian
I -58
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Data dikumpulkan dari 63 IKM Batik di Surakarta. Data yang dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik IKM Batik di Surakarta.
4.1
Data Umum IKM Batik di Surakarta. Data umum IKM Batik di Surakarta pada kuesioner bagian I berisi tentang
profil IKM Batik di Surakarta secara umum. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan data umum IKM Batik di setiap wilayah kecamatan Surakarta. Yaitu umur perusahaan, jumlah karyawan, aset, penjualan dan laba bersih IKM Batik di Surakarta. Sedangkan data umum IKM Batik di Surakarta selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4.1 Data Umum IKM Batik di Surakarta Rata-rata Uraian Jumlah IKM Umur perusahaan (tahun) Jumlah karyawan (orang) Asset (Rupiah) Penjualan/tahun (Rupiah) Laba/tahun (Rupiah)
4.2
Wilayah Banjarsari Serengan Jebres Laweyan Pasar Kliwon 54 7 10 3 1 19 22 20 15 32 12 10 12 9 30 505.340.909 128.681.339 726.250.000 223.333.333 1.700.000.000 324.888.889 170.833.333 348.125.000 400.000.000 960.000.000 69.737.778 40.800.000 82.375.000 108.333.333 200.000.000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Faktor Kompetensi IKM. Faktor kompetensi IKM Batik didasarkan pada faktor kompetensi hasil
penelitian Tumenggung yang telah ditentukan pada bab III. Faktor-faktor kompetensi yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan faktor kompetensi yang lebih dipentingkan atau paling penting pengaruhnya terhadap yaitu:
I -59
performansi IKM Batik
7. Teknologi dan Produksi. 8. Sumber daya manusia 9. Pemasaran. 10. Finansial. 11. Pengadaan bahan baku. 12. Manajeman perusahaan.
4.3
Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM. Tingkat kepentingan faktor Kompetensi pada kuesioner bagian II berupa
urutan rangking faktor Kompetensi yang dianggap paling penting pengaruhnya terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta berdasarkan persepsi pemilik IKM Batik. Karena terdapat 6 faktor Kompetensi, maka responden diminta untuk memberikan rangking 1 sampai 6 terhadap faktor-faktor tersebut. Rekap data hasil rangking 63 responden dapat dilihat di lampiran C. Hasil rangking yang diberikan masing-masing pemilik IKM batik terhadap setiap faktor kompetensi berbeda-beda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya di industri sehingga perlu dicari urutan kepentingan faktor kompetensi dari 63 responden. Untuk mengetahui tingkat kepentingan faktor kompetensi maka data hasil rangking dapat diurutkan berdasarkan nilai rata-rata rangking setiap responden untuk keenam faktor kompetensi. Hasil rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi untuk 63 IKM Batik dipaparkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rata-rata 6 faktor kompetensi Faktor Kompetensi
Rata-rata Tingkat Kepentingan
TEKNOLOGI PRODUKSI SDM PEMASARAN KEUANGAN JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU MANAJEMEN
2,42 2,34 3,03 2,20 3,96 3,84
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -60
Dari hasil perhitungan rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi pada Tabel 4.2, dapat dilihat urutan faktor kompetensi dari yang paling penting pengaruhnya sampai yang paling tidak penting penting pengaruhnya menurut persepsi masing-masing pemilik IKM Batik pada Tabel 4.3 yaitu :
Tabel 4.3 Urutan Fakor Kompetensi Faktor Kompetensi KEUANGAN SDM TEKNOLOGI PRODUKSI PEMASARAN MANAJEMEN JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU
Rata-rata Tingkat Kepentingan 2,21 2,35 2,43 3,03 3,84 3,97
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
4.4
Variabel Kompetensi IKM. Variabel kompetensi yang digunakan dalam melakukan penelitian merupakan
penjabaran dari faktor-faktor kompetensi. Variabel-variabel kompetensi digunakan untuk menentukan variabel mana yang lebih dominan mempengaruhi performansi IKM Batik dengan menggunakan analisis diskriminan.
I -61
4.5
Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi Industri. Data pada kuesioner bagian III berupa skala Interval 1 sampai 10, dari
variabel kompetensi yang paling tidak penting pengaruhnya ke yang paling penting pengaruhnya terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta. Secara lengkap, data skala hasil kuesioner dapat dilihat di lampiran C.
4.6
Uji Validitas. Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur angket tersebut. Jika angket valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) juga valid sehingga diharapkan data yang diperoleh juga valid. Uji
Validitas
dilakukan
dengan
metode
Validitas
Konstruk,
yang
menunjukkan kemampuan alat ukur untuk mengukur obyek amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode Validitas Diskriminan yang mengacu kepada kemampuan untuk memperoleh hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada sebelumnya. Pertanyaan yang diuji adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III sebanyak 20 butir pertanyaan karena pertanyaan tersebut berskala Interval. Uji Validitas menggunakan teknik Korelasi Pearson pada persamaan 2.2. Hipotesa untuk pengujian validitas ini adalah bahwa skor jawaban setiap pertanyaan/variabel berkorelasi positif dengan skor totalnya, angka Korelasi Pearson dihitung dengan rumus : Perhitungan interpolasi pada interval kepercayaan 95 % pada tabel 4.4 adalah sebagai berikut. Tabel 4.4 Nilai Kritik Untuk Korelasi r. Tabel n
r. tabel
60
0.250
70
0.232
I -62
Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris n-2 pada tabel nilai kritik untuk Korelasi Pearson. Sehingga untuk n=63 , maka df = 63-2=61.
61 − 60 x − 0.25 = 70 − 60 0.232 − 0.25 x = 0.2482 Jadi didapatkan nilai r. tabel sebesar 0.2482. Dari perhitungan, didapat nilai-nilai seperti dalam Tabel 4.5 untuk ke-20 variabel Kompetensi.
Tabel 4.5. Rekapitulasi perhitungan validitas pertanyaan dengan rumus Korelasi Pearson Variabel V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20
∑XY 16532 18546 19240 16689 18083 18564 17575 16481 17394 17825 7419 7747 7640 7022 5904 5639 4298 8268 8538 8908
∑X 435 492 511 444 480 497 470 441 464 477 383 400 403 491 403 448 341 406 420 436
∑Y 2362 2362 2362 2362 2362 2349 2349 2349 2349 2349 1186 1186 1186 894 894 789 789 1262 1262 1262
Notasi ∑X² ∑Y² 3153 89090 3894 89090 4173 89090 3178 89090 3694 89090 3949 87839 3556 87839 3105 87839 3502 87839 3639 87839 2483 22806 2670 22806 2651 22806 3879 12926 2761 12926 3208 9937 1867 9937 2684 25714 2872 25714 3116 25714
n 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63
α 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
r. hitung 0,7894561 0,601331 0,6644933 0,2633303 0,6189267 0,3891078 0,4508362 0,5610466 0,6362649 0,4750034 0,7674841 0,8678345 0,2852043 0,486448 0,8842268 0,8052313 0,7953955 0,789128 0,7052953 0,8419508
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -63
Setelah didapatkan angka korelasi masing-masing variabel kompetensi (r.hitung), dibandingkan dengan r.tabel yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Jika angka korelasi hitung lebih besar daripada angka korelasi tabel maka hipotesa dapat diterima dan disimpulkan bahwa pernyataan tersebut berkorelasi positif (valid) dengan skor total. Jika angka korelasi hitung lebih kecil dari angka korelasi tabel, maka hipotesa ditolak dan disimpulkan pernyataan tidak valid.
Tabel 4.6 Rekapitulasi perbandingan antara nilai r.tabel dan r. hitung Variabel V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20
r hitung 0,7894561 0,601331 0,6644933 0,2633303 0,6189267 0,3891078 0,4508362 0,5610466 0,6362649 0,4750034 0,7674841 0,8678345 0,2852043 0,486448 0,8842268 0,8052313 0,7953955 0,789128 0,7052953 0,8419508
r. tabel 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482
Keputusan valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.6, diperoleh hasil bahwa kesemua skor korelasi lebih besar daripada skor tabel, maka hipotesa dapat diterima dan disimpulkan bahwa skor masing-masing variabel berkorelasi positif dengan set atribut/variabelnya. Ini berarti
I -64
data dapat dikatakan telah valid. Setelah melakukan uji validitas, pengolahan data dilanjutkan dengan uji Reliabilitas.
4.7
Uji reliabilitas. Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Dengan kata lain, bila suatu instrumen ukur dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur konsep yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka instrumen ukur tersebut dianggap reliabel. Apabila kereliabilitasan suatu instrumen penelitian tinggi hal ini berarti instrumen penelitian tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian di waktu dan tempat yang berbeda. Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan konsistensi internal dari pengukuran yang dilakukan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Tabel hasil perhitungan reliabilitas variabel Kompetensi dapat dilihat di lampiran D. Uji reliabilitas dilakukan pada 63 IKM Batik dan pernyataan yang diuji juga sama dengan pernyataan pada validitas yaitu kuesioner bagian III yang terdiri dari 20 pertanyaan. Uji ini menggunakan metode Cronbach Alpha (α), metode ini adalah metode untuk mengukur relibilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai. Uji reliabilitas ini menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: 1. Rumus varians pada persamaan 2.6 2. Koefisien Cronbach’s Alpha pada persamaan 2.7
Perhitungan uji reliabilitas untuk ke 20 variabel Kompetensi dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai berikut.
I -65
Tabel 4.7 Rekapitulasi perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach Alpha VARIABEL V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20 435 492 511 444 480 497 470 441 464 477 383 400 403 491 403 448 341 406 420 436 2,4101382 0,834 0,46 0,788 0,5945 0,4552 0,8 0,3 1,3646 0,4 2,49 2,1 1,18 0,844 2,953 0,358 0,34 1,09 1,161 1,59 22,548899 69,650282 0,7118478
Jumlah s^2 totals^2 s^2 total R11
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dimana : s² total
= ((n( ∑ x 2 ) − (∑ x) 2 /( n(n − 1)) = ((63(1245286) − (8842) 2 /(63(62)) = 69.650282
R11
= ( jml. var/( jum. var − 1)(1 − (total.s 2 / s 2total ) = (20 /(20 − 1)(1 − (22.548899 / 69.650282) = 0.7118478
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai R11 sebesar 0.7118478. maka hasil koefisien reliabilitas dapat diterima karena nilainya lebih besar daripada r. tabel yaitu 0.2482. Maka dari itu, ke 20 variabel dinyatakan reliabel dan dapat dilanjutkan ke perhitungan selanjutnya. Dari perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS juga dapat diketahui nilai Cronbach Alpha sebesar 0.7118478.
Hasil uji
reliabilitas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat di Lampiran D.
4.8
Analisis Klaster IKM Batik. Tujuan dari Analisis Klaster dalam penelitian ini adalah untuk membagi 63
IKM Batik di Surakarta ke dalam beberapa klaster atau kelompok berdasarkan 5 variabel pengelompokan yang didapatkan dari data umum perusahaan pada kuesioner bagian I, yaitu :
I -66
1.
Umur IKM Batik di Surakarta. (sampai tahun 2006)
2.
Jumlah karyawan.
3.
Aset IKM Batik di Surakarta.
4.
Rata-rata omset/penjualan per tahun
5.
Rata-rata laba bersih per tahun
Langkah selanjutnya dalam analisis klaster adalah menyusun desain riset analisis klaster yang meliputi pendeteksian outlier, pengukuran kemiripan objek dan penstandarisasian data jika data sangat bervariasi dalam satuan, dalam arti ada variabel (data) dengan satuan yang berbeda-beda. a.
Mendeteksi outlier, yaitu observasi-observasi ekstrim yang terlihat sangat jauh berbeda. Data outlier dapat terjadi karena kesalahan dalam pemasukkan data, kesalahan pada pengambilan sampel atau memang ada data-data ekstrim yang tidak bisa dihindarkan keberadaannya. Tujuan uji outlier adalah melihat ada tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata berbeda dengan data-data lain. Uji outlier ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 10. Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut: - Standarisasi data Deteksi data dengan standarisasi prinsipnya mengubah nilai data semula menjadi dalam bentuk z, kemudian menafsirkan nilai z tersebut. - Deteksi outlier Jika sebuah data outlier, maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka +2,5 atau lebih kecil dari angka –2,5. Dari hasil pengolahan SPSS nilai z dapat dilihat di sebelah kanan variabel input dengan nama diawali z, dan setelah melalui deteksi dapat diketahui bahwa tidak ada satu data pun yang mengalami outlier. Rekapitulasi uji outlier dapat dilihat pada lampiran E.
I -67
b.
Standarisasi Data. Perbedaan satuan ini akan menyebabkan bias dalam analisis klaster sehingga data asli harus ditransformasi (distandarisasi) sebelum bisa dianalisis. Dengan demikian, perlu dilakukan transformasi terhadap variabel yang relevan ke bentuk z score. Karena variabel-variabel pengelompokan diukur dengan skala yang berbeda, maka perlu dilakukan standarisasi data. Data mentah untuk 63 responden terhadap 5 variabel ditransformasikan ke skor standar menggunakan persamaan 2.5. Hasil standarisasi data dapat dilihat di lampiran E.
Analisis klaster tidak termasuk teknik statistik inferensia, di mana parameter analisis ini adalah seberapa besar sampel dapat mewakili populasi. Analisis klaster mempunyai sifat matematik dan bukan dasar statistik; syarat kenormalan, linieritas, dan homogenitas tidak begitu penting karena memberikan pengaruh yang kecil sehingga tidak perlu diuji. Adapun hal-hal yang perlu diuji untuk memenuhi asumsi dalam analisis klaster
adalah
kerepresentatifan
sampel
dan
multikolonieritas.
Dalam
kerepresentatifan sampel, sampel dikumpulkan dan klaster diperoleh dengan harapan dapat mewakili struktur populasi. Dengan menggunakan metode sampling proporsional, diharapkan 63 IKM Batik di Surakarta yang dijadikan sampel dalam penelitian ini representatif terhadap keseluruhan IKM Batik di Surakarta. Dalam multikolinieritasan, variabel-variabel yang bersifat multikolinier secara implisit mempunyai bobot lebih besar. Multikolinieritasan bertindak sebagai proses pembobotan yang berpengaruh pada analisis, sehingga variabel-variabel yang digunakan terlebih dahulu harus diuji tingkat multikolinieritasannya. Hasil pada Tabel 4.8, uji multikolinieritas perhitungan SPSS untuk kelima variabel pengelompokan, dapat diketahui bahwa tidak ada multikolinieritas pada variabelvariabel pengelompokan. Yaitu nilai Tolerance untuk kelima variabel lebih dari 0.10 yang merupakan nilai batas Tolerance. Selain itu, nilai VIF kurang dari 10 yang merupakan nilai batas VIF.
I -68
Tabel 4.8 Perhitungan Uji Multikolinieritas Variabel Pengelompokan Coefficientsa
Model 1
(Constant) UMUR JMLH ASET OMSET LABA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 32,018 2,357 1,416 2,430 ,600 3,179 3,903 3,814 -5,953 5,607 4,699 4,286
Standardized Coefficients Beta ,077 ,033 ,211 -,325 ,256
t 13,586 ,583 ,189 1,023 -1,062 1,096
Sig. ,000 ,562 ,851 ,310 ,293 ,278
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,956 ,558 ,394 ,179 ,307
1,046 1,791 2,539 5,572 3,255
a. Dependent Variable: PERUSAH
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dengan melihat hasil besaran korelasi antar variabel pengelompokan pada tabel 4.9, tampak bahwa hanya variabel Omset yang mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel Laba. Tingkat korelasi sebesar 0.723 atau sekitar 72.3%. Oleh karena korelasi ini masih di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas yang serius.
Tabel 4.9 Korelasi antar variabel pada uji Multikolinieritas Coefficient Correlationsa Model 1
Correlations
Covariances
LABA UMUR JMLH ASET OMSET LABA UMUR JMLH ASET OMSET
LABA 1,000 ,153 ,100 ,128 -,723 18,371 1,596 1,368 2,086 -17,367
UMUR ,153 1,000 -,095 -,008 -,026 1,596 5,906 -,734 -7,09E-02 -,352
JMLH ,100 -,095 1,000 -,228 -,304 1,368 -,734 10,108 -2,769 -5,417
ASET ,128 -,008 -,228 1,000 -,510 2,086 -7,09E-02 -2,769 14,546 -10,912
OMSET -,723 -,026 -,304 -,510 1,000 -17,367 -,352 -5,417 -10,912 31,443
a. Dependent Variable: PERUSAH
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tahap selanjutnya adalah pembentukan Klaster dengan prosedur nonhirarki karena metode ini memproses semua objek secara sekaligus dengan titik acuan klaster
I -69
centers sehingga distribusi objek (industri) sebagai anggota masing-masing klaster lebih merata. Metode ini dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan (dua Klaster, tiga Klaster, atau lebih). Metode nonhirarki yang digunakan adalah metode K-Means Clustering yang dikembangkan oleh MacQueen . Jumlah Klaster ditetapkan antara 2 hingga 4 Klaster karena apabila jumlah klaster yang dibentuk terlalu banyak, akan menyulitkan interpretasi. Selanjutnya jumlah Klaster yang tepat ditentukan berdasar perbandingan analysis of variance (ANOVA) dari ketiga alternatif, yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 ANOVA Alternatif Penentuan Jumlah Klaster IKM Batik Solo Faktor Umur Perush. Jumlah Karywn Asset Omset Laba
2 Klaster
F 3 Klaster
4 Klaster
0,264 45,266 74,250 216,775 155,889
3,238 28,539 54,708 139,251 138,088
21,066 23,804 37,031 78,934 99,990
2 Klaster
Sig. 3 Klaster
4 Klaster
0,609 0,000 0,000 0,000 0,000
0,046 0,000 0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah
Pada dasarnya, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan angka signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan yang disebabkan oleh faktor tersebut terhadap klaster-klaster yang terbentuk. Berdasar pada hal tersebut, maka jumlah Klaster dipilih dari alternatif yang ada, dengan kriteria nilai F besar dan angka signifikansi kecil (sig < 0,05) pada setiap faktornya. Berdasarkan kriteria nilai F yang paling besar dan signifikansi yang paling kecil, Jumlah Klaster IKM Batik di Surakarta yang terbentuk sesuai dengan kriteria adalah 4 Klaster. Berikut adalah rincian jumlah industri setiap Klaster. Kelompok 1
: 32 industri
Kelompok 2
: 8 industri
Kelompok 3
: 16 industri
Kelompok 4
: 7 industri
I -70
Adapun tampilan pertama (initial) proses pembentukan klaster dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel ini berisi penilaian responden pada masing-masing klaster yang telah terbentuk. Nilai positif (>0) pada tabel mempunyai arti di atas rata-rata, yaitu sikap responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah positif/baik. Sedangkan nilai negatif (<0), mempunyai arti di bawah rata-rata, yaitu sikap responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah negatif/buruk. Output pada Tabel 4.12 adalah tampilan pertama proses pembentukan klaster sebelum dilakukan iterasi. Tabel 4.11 Initial Klasters Centers Klaster Zscore(VAR_2), umur Zscore(VAR_3),jml karywn Zscore(VAR_4), aset Zscore(VAR_5), omset Zscore(VAR_6), laba
1 -1,6931 -0,5657 -0,236 -0,8285 -0,7982
2 -0,3849 0,30352 -0,76 1,55672 2,46452
3 2,33197 -0,2397 -0,6552 -0,9436 -0,7843
4 1,12446 2,15053 2,06935 2,21471 -0,4511
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.12 ANOVA di bawah, didapatkan bahwa setiap variabel memiliki nilai F yang cukup besar dengan nilai signifikansi yang kecil atau di bawah 0.05. Kolom Klaster menunjukkan besaran between klaster mean dan kolom Error menunjukkan besaran within klaster mean, sehingga F dapat dihitung menggunakan persamaan (4.1) sebagai berikut: F=
BetweenMea ns ……………………………………(Persamaan 4.1) WithinMean s
Maka dapat disimpulkan bahwa, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan angka signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan faktor tersebut pada klaster - klaster yang terbentuk.
I -71
Tabel 4.12 ANOVA Variabel Pengelompokan
Zscore (VAR_2), umur Zscore (VAR_3),jml karywn Zscore (VAR_4), aset Zscore (VAR_5), omset Zscore (VAR_6), laba
Klaster Mean Square 10,68821068 11,31673723 13,49805246 16,54452513 17,34561046
Error F Sig. Mean df df Square 3 0,507379118 59 21,06553126 2,12832E-09 3 0,475420141 59 23,80365547 3,20766E-10 3 0,364505807 59 37,031104 1,37696E-13 3 0,209600417 59 78,93364594 1,23574E-20 3 0,168867265 59 102,7174241 2,15433E-23 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Contoh perhitungan F pada variabel umur perusahaan (var_2) F=
10.68821068 0.507379118
F = 21.06553126
Dengan menggunakan software SPSS, dihasilkan dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini.
I -72
kelompok yang dapat
Tabel 4.13 Hasil Pengelompokan Kelompok
Jumlah Industri
1
32
I -73
Nama Industri Nugraha Mahkota Doyohadi Surya Pelangi Nesa Noer Gunawan Amelia Sidoluhur Candi Kencana Multi Sari Merak Ati Adityan Putra Laweyan Saud Efendi Marin Mini Art Dewi Perca Bulan Indah Brata Jaya Dedy Qisti Fatma Batik Batik Wulan Hadi Masa Indah Cap Batik Batik Semi Batik Abdullah
Tabel 4.14 Hasil Pengelompokan (Lanjutan)
2
8
3
16
4
7
Batik Sinung Rejeki Batik Printing Tujuh Lima Barum, Batik Printing Batik Cap Hartono Batik Nugroho Batik Agung Lestari Cahaya Baru Gress Tenan Merak Manis Cokrosumarto Gentong Ayu Putra Mahkota Batik Cap Supardi Batik Tulis Halus Zainal Farhan Suparso Puspa Kencana Molina Cempaka Anna Mustika Purworaharjo Kencana Murni Cahaya Putra Rejeki Abadi Adr Batik Batik Super Batik Alwi Batik Bengawan Solo Fajar, Batik Printing Santika Knife Luar Biasa Arjuna Batik Pujangga Baru Batik Batik Rembulan Batik Supatno
I -74
Setelah didapatkan jumlah kelompok yang tepat yaitu 4 kelompok klaster dan anggota setiap kelompok, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi hasil. Interpretasi meliputi usaha memeriksa setiap kelompok dengan maksud memberi nama kelompok tersebut dan kemudian mengidentifikasikan karakteristik alami dari kelompok yang bersangkutan. Untuk memberi nama pada kelompok yang telah terbentuk, digunakan perbandingan dari tiga Performansi kinerja IKM Batik di Surakarta, yaitu Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover. 1.
ROA
= Laba bersih / Total Aset.
2.
Profit Margin
= Laba bersih / Penjualan.
3.
Sales Turnover = Penjualan / Total Aset
Tabel 4.15 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
NAMA PERUSAHAAN
Nugraha Mahkota Doyohadi Surya Pelangi Nesa Noer Gunawan Amelia Sidoluhur Candi Kencana Multi Sari Merak Ati Adityan Putra Laweyan Saud Efendi Marin Mini Art Dewi Perca
UMUR (TH) 2 13 20 10 17 20 19 20 16 16 16 16 0 22 3 15 17 18
VARIABEL ASET OMSET/TH
JUMLAH LABA/TH KRYWN (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH) 9 375000000 150000000 60000000 8 375000000 150000000 60000000 7 100000000 65000000 13000000 4 40000000 78000000 24000000 2 40000000 300000000 60000000 4 150000000 90000000 27000000 8 1000000000 480000000 48000000 7 100000000 180000000 24000000 4 100000000 75000000 30000000 6 150000000 210000000 42000000 8 300000000 300000000 60000000 6 300000000 180000000 36000000 11 500000000 600000000 120000000 10 700000000 96000000 28800000 7 400000000 75000000 15000000 9 400000000 75000000 15000000 3 175000000 150000000 35000000 4 40000000 102000000 40800000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -75
Tabel 4.16 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1 (Lanjutan) 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Bulan Indah Brata Jaya Dedy Qisti Fatma Batik Batik Wulan Hadi Masa Indah Cap Batik Batik Semi Batik Abdullah Batik Sinung Rejeki Batik Printing Tujuh Lima Barum, Batik Printing Batik Cap Hartono Batik Nugroho Batik Agung Lestari TOTAL ROA Profit Margin Sales Turnover
5 19 12 12 20 17 19 16 10 20 15 18 16 14
5 6 8 4 5 4 6 15 16 12 11 10 6 5
100000000 1000000000 500000000 200000000 80000000 500000000 75000000 200000000 1000000000 360000000 300000000 600000000 320000000 200000000 10305000000
96000000 28800000 500000000 50000000 80000000 15000000 360000000 70000000 80000000 20000000 100000000 40800000 70000000 22000000 350000000 72000000 480000000 48000000 180000000 40000000 180000000 35000000 100000000 25000000 300000000 22000000 100000000 72000000 6332000000 1299200000 0,126 0,20223 0,593459 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.17 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 2
NO
1 2 3 4 5 6 7 8
NAMA PERUSAHAAN
VARIABEL ASET OMSET/TH
UMUR JUMLAH KRYWN (TH) (ORANG) (Rp) 2 18 750000000 12 15 1500000000 14 35 800000000 12 8 800000000 10 30 1000000000 43 10 800000000 5 15 1000000000 16 15 150000000 6800000000
CAHAYA BARU GRESS TENAN MERAK MANIS COKROSUMARTO GENTONG AYU PUTRA MAHKOTA Batik Cap Supardi Batuk Tulis Halus Zainal TOTAL ROA Profit Margin Sales Turnover
LABA/TH
(Rp/TH) (Rp/TH) 700000000 200000000 800000000 200000000 800000000 200000000 750000000 225000000 600000000 240000000 800000000 250000000 640000000 250000000 800000000 250000000 5890000000 1815000000 0,266911765 0,308149406 0,866176471 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -76
Tabel 4.18 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 3
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
NAMA PERUSAHAAN
UMUR JUMLAH KRYWN (TH) (ORANG) 30 7 40 7 26 8 31 3 26 4 22 24 30 11 28 10 35 26 21 35 43 10 40 7 31 14 30 17 28 5 35 8
FARHAN SUPARSO PUSPA KENCANA MOLINA CEMPAKA ANNA MUSTIKA PURWORAHARJO KENCANA MURNI CAHAYA PUTRA REJEKI ABADI ADR BATIK Batik Super Batik Alwi Batik Bengawan Solo Fajar, Batik Printing TOTAL ROA Profit Margin Sales Turnover
VARIABEL ASET OMSET/TH
(Rp/TH) (Rp/TH) 100000000 20000000 100000000 15000000 100000000 40000000 90000000 27000000 102000000 40800000 360000000 72000000 180000000 36000000 96000000 24000000 80000000 50000000 100000000 15000000 40000000 16000000 180000000 30000000 75000000 15000000 350000000 75000000 95000000 26000000 160000000 60000000 2208000000 561800000 0,236129679 0,352038406 0,671036545 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -77
(Rp) 200000000 225000000 150000000 100000000 40000000 200000000 300000000 600000000 200000000 500000000 200000000 300000000 450000000 200000000 500000000 350000000 4515000000
LABA/TH
Tabel 4.19 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 4
NO
1 2 3 4 5 6 7
NAMA PERUSAHAAN
UMUR (TH) 31 20 20 19
SANTIKA KNIFE LUAR BIASA ARJUNA BATIK PUJANGGA BARU BATIK 14 Batik Rembulan 30 Batik Supatno 32 TOTAL ROA Profit Margin Sales Turnover
JUMLAH KRYWN (ORANG) 32 25 35 25 32 18 30
VARIABEL ASET OMSET/TH (Rp) 1500000000 1700000000 500000000 1700000000
(Rp/TH) 1000000000 950000000 1000000000 900000000
LABA/TH (Rp/TH) 40000000 175000000 100000000 170000000
1500000000 1700000000 1700000000 10300000000
400000000 50000000 950000000 175000000 960000000 200000000 6160000000 910000000 0,088349515 0,147727273 0,598058252 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Nilai ROA, Profit Margin dan Sales Turnover untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.15 sampai Tabel 4. 19 untuk masing-masing kelompok industri.
Tabel 4.20 Variabel kinerja kelompok IKM Batik di Surakarta Performansi ROA Profit Margin Sales Turnover
Kelompok 1 12% 20,22% 0,593
Kelompok 2 26,69% 30,81% 0,866
Kelompok 3 23,61% 35,20% 0,671
Kelompok 4 8,83% 14,77% 0,598
Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2006
Dari tabel diatas, terlihat adanya perbedaan nilai ketiga variabel untuk ketiga kelompok. •
Jika dilihat dari ROA, kelompok 2 paling unggul, kemudian disusul oleh kelompok 3.
I -78
•
Dari Profit Margin, kelompok 3 memiliki nilai paling tinggi, setelah itu kelompok 2 dan kelompok 1
•
Kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang paling tingggi, lalu kelompok 3.
Jadi berdasarkan tiga hal diatas, maka : •
Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi
•
Kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi.
•
Kelompok 1 adalah kelompok industri dengan kinerja sedang
•
Kelompok 4 adalah kelompok industri dengan kinerja rendah
Pada penelitian ini, validasi dilakukan dengan menganalisis variabel lain berupa tiga Performansi kinerja IKM Batik di Surakarta. Berdasarkan interpretasi keempat kelompok memiliki perbedaan nilai untuk ketiga Performansi yang diukur (Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover), sehingga dapat dikatakan bahwa Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi, kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi, kelompok 1 adalah kelompok industri dengan kinerja sedang, kelompok 4 adalah kelompok industri dengan kinerja rendah. Namun perbedaan kinerja keempat kelompok ini bukan merupakan kriteria yang cukup signifikan untuk menyatakan bahwa hasil pengelompokan adalah valid. Untuk menyatakan hasil pengelompokan adalah valid, dapat dilihat pada matriks klasifikasi dari hasil Analisis Diskriminan.
4.9
Analisis Diskriminan. Setelah pada bagian sebelumnya dilakukan pengelompokan IKM Batik
berdasarkan beberapa ukuran Performansi IKM Batik dengan analisis klaster, pada bagian ini akan dilakukan Analisis Diskriminan untuk melihat variabel-variabel yang dapat membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.
I -79
Analisis Diskriminan dalam penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan apakah terdapat perbedaan signifikan antara profil skor rata-rata dan empat kelompok yang telah terbentuk sebelumnya. 2. Menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat kelompok IKM Batik di Surakarta.
Analisis Diskriminan adalah teknik statistik yang digunakan untuk mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen non metrik dengan satu himpunan variabel independen metrik. 1. Variabel dependen nonmetrik yaitu kategori kelompok masing-masing IKM Batik di Surakarta ( satu sampai empat) 2. Variabel independen metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi industri.
Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis diskriminan adalah sebagai berikut. 1.
Variabel independen berdistribusi normal.
2.
Kesamaan matriks kovariansi. Tabel 4.21 Test Result
F
Box's M Approx. df1 df2 Sig.
153,985 2,53228 45 1608,63 1,4E-07
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.21, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada hasil Tex Box’s M = 0.000. Nilai signifikansi ini lebih kecil daripada signifikansi SPSS (0.05), maka hipotesis mengenai asumsi kesamaan matriks kovariansi antar kelompok memang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi analisis diskriminan. Namun
I -80
demikian analisis fungsi diskriminan tetap robust walaupun asumsi homogeneity of variance tidak terpenuhi dengan syarat data tidak memiliki outlier. Menurut Hair (1998) untuk kasus sampel kecil, (kurang dari 80), maka standar skor yang dengan nilai + 2.5 dinyatakan outlier. Pada hasil uji outlier Lampiran F untuk ke 20 variabel kompetensi, didapatkan 4 data yang outlier yaitu var_16 industri ke-24, var_19 industru ke-50, var_17 industri ke-53 dan var_13 industri ke-63. Setelah outlier teridentifikasi, langkah berikutnya adalah tetap mempertahankan data outlier atau membuang data outlier. Secara filosofi, seharusnya outlier tetap dipertahankan jika data outlier memang representasi dari populasi. Outlier harus dibuang jika data outlier tidak menggambarkan observasi dalam populasi. Pada penelitian ini, data tetap harus dipertahankan karena asumsi sampel representatif terhadap populasi harus terpenuhi sehingga data outlier tetap dipakai dalam perhitungan analisis diskriminan. 3.
Asumsi berikutnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi multikolinieritas. Dari hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan SPSS, dapat dilihat bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen. Yaitu nilai Tolerance lebih dari 0.10 dan nilai VIF kurang dari 10. Selain itu, pada hasil korelasi antar variabel kompetensi, dapat dilihat bahwa hanya variabel 19 (Manajemen Finansial) mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel 10 (Fleksibilitas Kemampuan Operasional) dengan tingkat korelasi sebesar 0.632 atau sekitar 63 %. Oleh karena korelasi ini masih dibawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas yang serius. Secara lengkap disajikan di Lampiran F
Metode estimasi fungsi diskriminan yang dipakai adalah dengan Stepwise (bertahap) yaitu pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam model berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar.
I -81
Langkah –langkah yang harus dilakukan dalam mengestimasi fungsi diskriminan adalah sebagai berikut.
1.
Signifikansi perbedaan kelompok berdasarkan karakteristik dari masingmasing variabel. Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel yang secara individual (univariat) menentukan perbedaan diantara 4 kelompok industri yang ada.
Tabel 4.22 Test of Quality of Group Means VAR_1 VAR_2 VAR_3 VAR_4 VAR_5 VAR_6 VAR_7 VAR_8 VAR_9 VAR_10 VAR_11 VAR_12 VAR_13 VAR_14 VAR_15 VAR_16 VAR_17 VAR_18 VAR_19 VAR_20
Variabel Teknologi Proses Teknologi Produk Manufaktur Adaptif Dukungan Di Bidang Tekprod Fasilitas Perawatan Produktivitas Tenaga Kerja Aktivitas Pengembangan SDM Dukungan Di Bidang SDM Kemampuan Operasional Fleksibilitas Kemampuan Operasional Jaringan Informasi ke Pasar Aktivitas Promosi Dukungan di Bidang Pemasaran Kekuatan Modal Dukungan di Bidang Keuangan Pasokan Bahan Baku Jaringan Pemasok Manajemen SDM Manajemen Finansial Manajemen Integral
Wilks' Lambda 0,708 0,964 0,714 0,977 0,743 0,797 0,879 0,983 0,816 0,776 0,418 0,574 0,554 0,936 0,768 0,925 0,618 0,798 0,535 0,705
F 8,111 0,742 7,882 0,464 6,816 5,002 2,710 0,347 4,443 5,692 27,363 14,567 15,824 1,349 5,955 1,592 12,150 4,967 17,061 8,230
Sig. 0,000 0,531 0,000 0,709 0,001 0,004 0,053 0,791 0,007 0,002 0,000 0,000 0,000 0,267 0,001 0,201 0,000 0,004 0,000 0,000
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.22 memperlihatkan nilai Wilks’ Lambda dan Univariate F Ratio untuk keduapuluh variabel yang menyatakan tingkat signifikansi untuk persamaan rata-rata kelompok setiap variabel. Selain itu, tabel diatas berfungsi
I -82
untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk setiap variabel. • Jika angka Sig. >0.05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok. • Jika angka Sig. < 0.05, berarti ada perbedaan antar kelompok. Wilks’ Lambda adalah perbandingan antara jumlah kuadrat antar kelompok dengan total jumlah kuadrat. Angka Wilks’s Lambda berkisar antara 0 sampai 1. Misalnya pada Tabel 4.23 diperlihatkan perhitungan analisis variansi untuk variabel 9. Jadi nilai Wilks’ Lambda untuk variabel 9 adalah 69,013 / 84,603 = 0,007. Nilai Lambda yang mendekati nol berarti data tiap kelompok semakin berbeda. Sedangkan, semakin mendekati 1, data tiap kelompok cenderung sama. Sehingga kriteria sebuah variabel yang dapat menunjukkan perbedaan antar kelompok adalah variabel dengan nilai Wilks’ Lambda minimum dengan tingkat signifikansi kecil. Jika signifikansi kurang dari 0.05, maka hipotesis nol yang menyatakan rata-rata semua kelompok sama ditolak.
Tabel 4.23 Analisis Variansi Variabel 9 ANOVA VAR00009
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 15,590 69,013 84,603
df 3 59 62
Mean Square 5,197 1,170
F 4,443
Sig. ,007
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari tabel 4.22 dapat dilihat bahwa VAR_1 Teknologi Proses, VAR_3 Manufaktur Adaptif, VAR_5 Fasilitas Perawatan, VAR_6 Produktivitas Tenaga Kerja, VAR_9 Kemampuan Operasional, VAR_10 Fleksibilitas Kemampuan Operasional, VAR_11 Jaringan Informasi ke Pasar, VAR_12 Aktivitas Promosi, VAR_13 Dukungan di Bidang Pemasaran, memiliki nilai Wilks’ Lambda yang kecil dengan Univariate F ratio yang besar atau nilai signifikansi kecil, sehingga
I -83
dapat dikatakan bahwa secara individual (univariate) variabel-variabel tersebut merupakan variabel-variabel yang mempunyai sumbangan terbesar dalam membedakan keempat kelompok yang ada. Namun demikian, hal ini tidak menjamin apakah kelima variabel tersebut akan dimasukkan pada fungsi diskriminan. Untuk itu dilakukan analisis diskriminan dengan tetap menyertakan seluruh variabel yang ada. 2.
Menentukan
variabel-variabel
yang
akan
dimasukkan
ke
dalam
perhitungan fungsi Diskriminan. Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel mana yang secara efisien dapat menerangkan perbedaan antar kelompok yang kemudian akan dimasukkan ke dalam proses penyusunan fungsi diskriminan. Pemilihan variabel akan dilakukan dengan menggunakan metode bertahap (stepwise) dengan kriteria maksimasi angka Mahalanobis Distance dan minimasi Wilks’s Lambda. Metode bertahap dimulai dengan semua variabel diabaikan dari model dan kemudian secara bertahap memilih variabel-variabel yang akan meminimasi nilai Wilks’ Lambda dengan kriteria signifikansi F maksimum 0.05. Dari Tabel 4.22, dapat dilihat Var_11 Jaringan Informasi ke Pasar memiliki nilai Wilks’ Lambda paling kecil sehingga variabel ini merupakan variabel pertama yang akan dimasukkan ke dalam model. Setelah variabel Jaringan Informasi ke Pasar dimasukkan ke model maka variabel-variabel lainnya akan dipertimbangkan masuk ke dalam model dengan prosedur yang sama, setelah variansi yang berhubungan dengan Var_11 dihilangkan. Proses akan terus berlanjut sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dipertimbangkan masuk ke dalam model atau dengan kata lain tidak ada signifikan F to enter atau signifikan F to remove yang memenuhi kriteria. Dari Lampiran F, proses ini terhenti sampai langkah ke 5 atau setelah 5 variabel yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu variabel 11,12,19,13 dan variabel 9. Pada Tabel 4.24 berikut ini dapat dilihat rangkuman dari metode Stepwise.
I -84
Tabel 4.24 Variabel Pembeda Dengan Metode Stepwise Tahap
Variable Entered
Min. D Squared
Sig.
1 2 3 4 5
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
0,431 1,159 1,88 2,073 2,357
0,03608 0,045 0,00077 0,03318 0,03968
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.25 step 1, jumlah variabel yang dimasukkan ada satu variabel (variabel Jaringan Informasi ke Pasar) dengan angka Wilks’s Lambda 0.4181789. hal ini berarti 41.8% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antar kelompok. Kemudian pada step 2, dengan tambahan variabel Aktivitas Promosi, angka Wilks’s Lambda turun menjadi 0.3090461. begitu seterusnya sampai step 5. penurunan angka Wilks’s Lambda tentu baik bagi model diskriminan, karena varians yang tidak bisa dijelaskan semakin kecil (dari 41.8% menjadi 30.9% dan semakin menurun menjadi 12.2%). Dari kolom F dan signifikansinya, terlihat baik pada pemasukan variabel dan semuanya adalah signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa kelima variabel tersebut memang berbeda untuk keempat kelompok perusahaan.
Tabel 4.25 Wilks’s Lambda untuk Lima Tahapan Wilks' Lambda
Step
Number of Variables
Lambda
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
0,4181789 0,3090461 0,257291 0,1486725 0,1225008
df1 df2 df3 1 2 3 4 5
3 3 3 3 3
59 59 59 59 59
Exact F Statistic 27,362647 15,443906
df1 df2 3 6
59 116
Sig. 3,23917E-11 5,91548E-13
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -85
Pada tabel variable not in the analysis hasil SPSS yang disajikan di Lampiran F, dapat diketahui bahwa tabel ini menggambarkan pemasukan variabel dengan metode Stepwise seperti yang digunakan dalam pengolahan data. Pedomannya adalah melihat variabel dengan angka Mahalanobis Distance (D²) yang terbesar, lalu mengevaluasi apakah variabel tersebut mempunyai angka sig. di bawah 0.05. jika dibawah 0.05, variabel tersebut dimasukkan dalam model diskriminan. Jika tidak, maka proses dihentikan. Proses ini terhenti pada step ke lima.
3.
Menentukan Fungsi Kanonik Diskriminan. Pada langkah ini berdasarkan variabel-variabel yang telah diseleksi diatas akan dicari fungsi komposit linier. Karena pada penelitian ini terdapat 4 kelompok, maka akan terbentuk (n-1) = tiga fungsi diskriminan.
Tabel 4.26 Koefisien Fungsi Diskriminan Kanonik Variabel Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional (Constant)
Fungsi 1 0,535 0,009 0,817 -0,857 0.200 -4,745
Fungsi 2 0,268 0,490 -0,236 0,680 -0.586 -3,195
Fungsi 3 -0,246 -0,373 1,089 0,422 0,236 -7,842
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.26 berisikian koefisien variabel kanonik yaitu koefisien dari fungsi diskriminan yang dicari. Dengan menggunakan fungsi ini maka dapat dihitung skor variabel kanonik untuk setiap IKM Batik di Surakarta.
Fungsi 1 Skor industri = (-4.745) + 0.535 Var_11 + 0.009 Var_12 + 0.817 Var_19 - 0.857 Var _13 + 0.200 Var_9
I -86
Dengan mensubstitusikan nilai dari variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut. Skor Nugraha = (-4.745) + 0.535 (5) + 0.009 (6) + 0.817 (6) - 0.857 (5) + 0.200 (6) = -0,199 Fungsi 2 Skor industri = (-3.195) + 0.268 Var_11 + 0.490 Var_12 – 0.236 Var_19 + 0.680 Var _13 - 0.586 Var_9 Sama halnya dengan fungsi 1 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut. Skor Nugraha = (-3.195) + 0.268 (5) + 0.490 (6) – 0.236 (6) + 0.680 (5) - 0.586 (6) = -0,447 Fungsi 3 Skor industri = (-7.842) - 0.246 Var_11 - 0.373 Var_12 + 1.089 Var_19 + 0.422 Var _13 + 0.236 Var_9 Sama halnya dengan fungsi 2 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut. Skor Nugraha = (-7.842) - 0.246 (5) - 0.373 (6) + 1.089 (6) + 0.422 (5) - 0.236 (6) = -1.25
Hasil perhitungan skor diskriminan untuk 63 IKM Batik dengan perhitungan SPSS tiga fungsi dapat dilihat di Lampiran F.
I -87
Tabel 4.27 Eigenvalues Eigenvalues
Function 1 2 3
Eigenvalue 2,903a 1,037a ,027a
% of Variance 73,2 26,1 ,7
Cumulative % 73,2 99,3 100,0
Canonical Correlation ,862 ,714 ,161
a. First 3 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.27, terlihat angka canonical correlation adalah 0.862, yang jika dikuadratkan akan menjadi (0.862x0.862) = 0,743044. hal ini berarti 74.3% varians dari variabel kompetensi dapat dijelaskan oleh model diskriminan yang dibentuk oleh 5 variabel bebas yaitu Jaringan Informasi Ke Pasar, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Angka canonical correlation pada Tabel 4.27
mengukur keeratan
hubungan antara discriminant score dengan kelompok. Angka 0.862 menunjukkan keeratan yang cukup tinggi dengan ukuran skala asosiasi antara 0 sampai 1. Dan walaupun angka canonical untuk fungsi ketiga dengan kelompok adalah lemah (0.161), namun ketiga fungsi tetap digunakan untuk interpretasi selanjutnya.
I -88
Tabel 4.28 Structure Matrix
,657 * ,362 *
Function 2 ,367 ,074
3 -,139 ,204
,326 * ,265 *
,210 ,173
,078 -,007
VAR00020a VAR00005a
,227 * ,136 *
,122 ,017
-,148 ,124
VAR00007a VAR00012
,107 * ,279
-,018 ,703 *
-,009 -,291
VAR00009 VAR00015a
,005 ,184
-,467 * ,218 *
-,036 ,151
VAR00016a VAR00019
-,096 ,493
,176 * ,376
,117 ,742 *
VAR00010a VAR00013
-,382 -,427
-,120 ,507
-,594 * ,566 *
VAR00003a VAR00014a
,153 -,086
,211 -,063
,387 * ,354 *
VAR00017a VAR00008a
,188 -,007
,285 ,133
,345 * -,345 *
VAR00006a VAR00004a
,204 -,010
,032 ,032
-,228 * -,206 *
1 VAR00011 VAR00001a VAR00002a VAR00018a
Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions Variables ordered by absolute size of correlation within function. *. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function a. This variable not used in the analysis.
Pada Tabel 4.28, terlihat 20 variabel kompetensi dengan koefisien masingmasing. Koefisien pada tiap variabel disebut juga dengan discriminant loadings yang menyatakan korelasi tiap variabel bebas dengan fungsi diskriminan yang terbentuk. Variabel dengan tanda ‘a’ di kanan atas variabel yang menunjukkan variabel tersebut tidak dipakai dalam
model. Variabel yang memiliki nilai
koefisien terbesar (harga mutlaknya) merupakan variabel yang paling penting atau yang paling membedakan kelompok.
I -89
Dari kriteria tersebut, ada 5 variabel bebas yang lolos uji yaitu : Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional Dan jika dilihat dari besar korelasi (abaikan tanda -) : •
Korelasi variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dengan fungsi 1 (0.657) lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 2 (0.367) dan fungsi 3 (0.139). Dengan demikian variabel Jaringan Informasi Ke Pasar masuk ke fungsi diskriminan 1.
•
Korelasi variabel Aktivitas Promosi dengan fungsi 2 (0.703) lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.279) dan fungsi 3 (0.291). Dengan demikian variabel Aktivitas Promosi masuk ke fungsi diskriminan 2.
•
Korelasi variabel Manajemen Finansial dengan fungsi 2 (0.467) lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.005) dan fungsi 3 (0.036). dengan demikian variabel Manajemen Finansial masuk ke fungsi diskriminan 2.
•
Korelasi variabel Dukungan di Bidang Pemasaran dengan fungsi 3 (0.742) lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.493) dan fungsi 2 (0.376). dengan demikian variabel Dukungan di Bidang Pemasaran masuk ke fungsi diskriminan 3.
•
Korelasi variabel Kemampuan Operasional dengan fungsi 3 (0.566) lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.427) dan fungsi 2 (0.507). dengan demikian variabel Kemampuan Operasional masuk ke fungsi diskriminan 3.
I -90
4.
Menentukan signifikansi dari fungsi diskriminan yang dihasilkan Pada Tabel 4.29 di bawah ini dapat dilihat nilai signifikansi ketiga fungsi diskriminan bedasarkan uji Chi Square.
Tabel 4.29 Signifikansi Fungsi Diskriminan Test of Function(s) 1 through 3 2 through 3 3
Wilks' Lambda 0.123 0.478 0.974
Chi-square 120,729 42,428 1,513
df 15 8 3
Sig. 0,000 0,000 0,679
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.29, terlihat angka chi square sebesar 120.729 dengan angka sig. 0.000. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang signifikan (nyata) antara keempat kelompok IKM Batik pada model diskriminan. Dari Analisis Diskriminan dihasilkan 5 variabel yang membedakan keempat kelompok secara signifikan yaitu Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran, Manajemen Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi. Untuk menilai kontribusi dari masing–masing variabel prediktor tersebut, dapat dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan Indeks Potensi yang dipaparkan pada Tabel 4.30 sampai Tabel 4.32.
Tabel 4.30 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 1 Variabel
Loadings
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
0.657* 0.279 0.493 -0.427 0.005
Fungsi Diskriminan 1 Squared Relative Loadings Eigenvalue 0,431649 0,731787 0,077841 0,731787 0,243049 0,731787 0,182329 0,731787 0,000025 0,731787
Nilai Potensi 0,315875 0,056963 0,17786 0,133426 1,83E-05
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -91
Tabel 4.31 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 2 Variabel
Loadings
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
0.367 0.703* 0.376 0.507 -0.467*
Fungsi Diskriminan 2 Squared Relative Loadings Eigenvalue 0,134689 0,261407 0,494209 0,261407 0,141376 0,261407 0,257049 0,261407 0,218089 0,261407
Nilai Potensi 0,035209 0,12919 0,036957 0,067194 0,05701
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.32 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 3 Variabel
Loadings
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
-0.139 -0.291 0.742* 0.566* -0,036
Fungsi Diskriminan 3 Squared Relative Loadings Eigenvalue 0,019321 0,006806 0,084681 0,006806 0,550564 0,006806 0,320356 0,006806 0,001296 0,006806
Nilai Potensi 0,000131 0,000576 0,003747 0,00218 8,82E-06
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.33 Eigenvalue Function
Eigenvalue
Canonical Correlation
1 2 3
2,903033939 1,037196855 0,02665812
0,86243206 0,713533055 0,161139436
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Loadings didapatkan dari hasil SPSS yaitu pada structure matrix. Squared Loadings didapatkan dari hasil kuadrat Loadings. Relative Eigenvalue didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.13. Nilai Potensi didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.14. Contoh perhitungan Relative Eigenvalue fungsi diskriminan 1 : REi =
Ei ∑ Ei
I -92
RE1 =
E1 ∑ E1
REi =
2.903 3.967
= 0.731787
Contoh perhitungan Nilai Potensi fungsi diskriminan 1 : PVij
= ( discriminant loading 1)² x RE 1 = 0.431649 x 0.731787 = 0.315875
Nilai Potensi didapatkan dengan rumus PVij = ( discriminant loading ij)² x RE j Pvij = nilai potensi variabel I dalam fungsi j
Indeks Potensi didapat dari penjumlahan nilai potensi dari fungsi diskriminan 1, 2 dan 3. Tabel 4.34 berikut ini merupakan rangkuman dari Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan Indeks Potensi untuk 5 variabel pembeda.
Tabel 4.34 Perhitungan Indeks Potensi Variabel
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
Discriminant Loadings Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 3
Rasio
Indeks
F Univariate
Potensi
0.657 0.279 0.493 -0.427
0.367 0.703 0.376 0.507
-0.139 -0.291 0.742 0.566
27.363 14.567 17.061 15.824
0,351215 0,186729 0,218564 0,202801
0.005
-0.467
-0,036
4.443
0,057037
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Hasil-hasil ini pada umumnya memperlihatkan Univariate F Ratio dan Indeks Potensi yang cukup besar terutama untuk variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dan Manajemen Finansial. Jika ditelaah lagi, banyak variabel lain yang memiliki Univariate F Ratio dibandingkan dengan variabel 12 dan 13, misalnya variabel 17 (Jaringan Pemasok). Namun variabel ini tidak masuk dalam model artinya bukan
I -93
variabel pembeda diantara kelompok. Hal ini disebabkan adanya multikolinieritas yaitu adanya korelasi antara variabel independen. Jumlah fungsi diskriminan yang terbentuk adalah tiga fungsi diskriminan. Tabel 4.35 berikut ini meliputi rata-rata kelompok dari tiga fungsi diskriminan.
Tabel 4.35 Fungsi pada Group Centroid. Kelompok 1 2 3 4
1 1,63 3,514 -2,093 0,578
Fungsi 2 3 -0,945 0,0345 1,268 -0,13 1,076 0,0577 0,413 0,438
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tahap terakhir dari Analisis Diskriminan adalah validasi hasil. Validasi disini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi diskriminan yang dihasilkan adalah prediktor yang valid. Penentuan ini dilakukan dengan pemeriksaan matriks klasifikasi.
I -94
Tabel 4.36 Matriks Klasifikasi Classification Resultsb,c
Original
Count
%
Cross-validated
a
Count
%
KLASTER 1,00 2,00 3,00 4,00 1,00 2,00 3,00 4,00 1,00 2,00 3,00 4,00 1,00 2,00 3,00 4,00
Predicted Group Membership 2,00 3,00 25 1 1 0 8 0 0 0 15 2 1 1 78,1 3,1 3,1 ,0 100,0 ,0 ,0 ,0 93,8 28,6 14,3 14,3 24 1 1 1 7 0 2 0 13 3 1 2 75,0 3,1 3,1 12,5 87,5 ,0 12,5 ,0 81,3 42,9 14,3 28,6
1,00
4,00 5 0 1 3 15,6 ,0 6,3 42,9 6 0 1 1 18,8 ,0 6,3 14,3
Total 32 8 16 7 100,0 100,0 100,0 100,0 32 8 16 7 100,0 100,0 100,0 100,0
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case. b. 81,0% of original grouped cases correctly classified. c. 71,4% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Berdasarkan hasil SPSS pada tanda b di bawah Tabel 4.36 diatas, yang menyatakan bahwa 81% dari data telah terklasifikasi dengan benar. Hal ini berarti 81% dari 63 data yang diolah telah dimasukkan pada kelompok yang sesuai dengan data semula. Jika dilihat dari validasi silang (cross-validated) yang ada pada kode c, angka tersebut yaitu 71.4% yang menunjukkan ketepatan fungsi diskriminan yang terbentuk. Semakin tinggi nilai validasi, termasuk cross validated groups, tentu semakin bagus karena semakin tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat kelompok IKM Batik. Pada Tabel 4.36, bagian Original terlihat bahwa industri pada data awal yang masuk dalam klaster 1 sejumlah 32 industri dan pada model diskriminan, satu industri masuk pada klaster 2, satu industri masuk dalam klaster 2 dan lima industri masuk dalam klaster 3. Begitupun juga untuk industri pada klaster 2,3 dan 4. Dengan demikian, ketepatan prediksi dari model diskriminan adalah
I -95
= (25+8+15+3)/63 = 0.809 atau 81% Oleh karena angka keakuratan prediksinya tinggi (81%), maka model diskriminan dapat digunakan untuk analisis diskriminan.
Tabel 4.37 Matriks Klasifikasi untuk Empat Kelompok Analisis Diskriminan Kelompok
Jumlah Industri
1
32
2
8
3
16
4
7
Predicted Group Membership Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok 1 2 3 4 25 1 1 5 78.1 3,1 3,1 15.6 0 8 0 0 100 0 0 0 0 0 15 1 0 0 93.8 6.3 2 1 1 3 42,9 28.6 14,3 14.3
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.37, dapat dilihat fungsi diskriminan mencapai ketepatan klasifikasi derajat yang cukup tinggi. Elemen-elemen diagonal adalah obyek-obyek yang diklasifikasikan secara tepat dalam kelompok. •
25 industri pada kelompok 1 diklasifikasikan secara tepat dan ada 7 industri yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 1 ini = 78.1 %
•
8 industri diklasifikasikan secara tepat pada kelompok 2, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 2 ini = 100%
•
15 industri pada kelompok 3 diklasifikasikan secara tepat dan hanya 1 industri yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 3 ini = 93.8 %
•
3 industri diklasifikasikan secara tepat di kelompok 4 dengan 4 industri tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 4 ini = hanya 42.9 %
I -96
Jadi secara keseluruhan, ketepatan klasifiksi fungsi diskriminan adalah sebanyak 63 IKM Batik atau dengan persentase 81 %. Yaitu (25+8+15+3)/63 = 0.809 atau 81% Oleh karena angka keakuratan tinggi (81%), maka model diskriminan diatas sebenarnya dapat digunakan untuk analisis diskriminan. Atau penafsiran tentang berbagai tabel yang ada valid untuk digunakan.
Pengukuran ketepatan klasifikasi lainnya adalah Press’s Q. Nilai Press’s Q menguji ketepatan klasifikasi untuk signifikansi statistik daripada yang diharapkan dengan kebetulan (better than chance) [63 − (51x3)] 2 Press’s Q = = 42.85 63(4 − 1) Nilai Press’s Q yaitu 42.85 akan dibandingkan dengan nilai kritis 1 derajat kebebasan pada level signifikansi 0.05 yaitu 3.84. Nilai Press’s Q ternyata lebih besar daripada nilai kritis 3.84, maka disimpulkan bahwa analsis diskriminan adalah valid. Untuk menerangkan perbedaan masing-masing kelompok terhadap kelima variabel pembeda tersebut, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada keempat kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 4.38 berikut ini.
Tabel 4.38 Rata-rata dan Std. Deviasi Kelompok. Variabel Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional
KELOMPOK1 Mean Std. Dev
KELOMPOK 2 Mean Std. Dev
KELOMPOK 3 Mean Std. Dev
KELOMPOK 4 Mean Std. Dev
7,44
1,52
7,63
2,00
7,00
1,51
7,00
1,41
7,38
1,52
8,25
0,89
7,19
1,47
7.57
1,27
6,59
1,07
7,75
1,04
7,06
1,18
7,43
1,13
6,69
1,20
6,63
1,06
6,25
0,93
8.14
1,46
7,16
1,08
7,13
1,13
7,38
1,20
7,14
0,69
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I -97
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5. 1
ANALISIS KINERJA INDUSTRI. Dari pengolahan data, kinerja sebuah IKM Batik di Surakarta pertama-tama
dilihat dari Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover, dengan alasan : •
ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aset yang dimiliki
IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini mengukur
keefektifan pengelolaan perusahaan secara keseluruhan dalam mencapai profit dengan aset-aset yang dimiliki IKM Batik di Surakarta tersebut. Oleh karena itu sebuah IKM Batik di Surakarta dengan persentase ROA yang tinggi mengindikasikan IKM Batik di Surakarta tersebut berkinerja tinggi. •
Profit Margin on Sales adalah rasio antara perbandingan antara laba dengan penjualan. Rasio ini mengukur persentase profit yang didapat untuk setiap rupiah penjualan. Rasio ini dapat berguna untuk mengetahui penyebab keberhasilan IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini bukan indikator utama sebuah IKM Batik di Surakarta yang kinerja tinggi atau rendah.
•
Sales Turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan aset IKM Batik di Surakarta. Jadi Sales Turnover bukan merupakan rasio profitabilitas seperti ROA maupun Profit Margin. Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang bertujuan untuk mengukur efektivitas IKM Batik di Surakarta dalam mengelola sumber dana IKM Batik di Surakarta.
Dari Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa industri pada kelompok klaster 2 mempunyai nilai ROA sebesar 26,69% yaitu nilai yang lebih besar daripada ketiga kelompok klaster industri yang lain. Hal ini yang membuat industri pada kelompok 2 termasuk industri yang berkinerja paling tinggi karena industri kelompok 2 dapat mencapai profit yang maksimal dengan aset-aset yang dimiliki. Dapat dilihat bahwa
I -98
perusahaan cukup efektif dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan. Untuk menentukan kinerja suatu industri, selain ROA juga dapat dilihat dari Profit Margin on Sales. Walaupun indikasi ini bukan indikator utama dalam menentukan kinerja industri, namun indikasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan penyebab keberhasilan suatu industri. Dari Tabel 4.20, dapat dilihat bahwa industri pada kelompok 3 memiliki nilai Profit Margin on Sales yang cukup tinggi dibandingkan dengan ketiga kelompok industri yang lain yaitu sebesar 35,20%. Penyebab keberhasilan yang telah dicapai industri pada kelompok 3 ini dapat dilihat pada analisa berikutnya yaitu mengenai karakteristik masing-masing kelompok industri termasuk kekuatan dan kelemahannya. Indikasi berikutnya adalah Sales Turnover yaitu suatu rasio yang dapat mengukur efektivitas industri dalam mengelola sumber dana perusahaan. Dari Tabel 4.20, dapat dilihat bahwa kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang lebih tinggi daripada ketiga kelompok lainnya yaitu sebesar 0,866. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan manajemen finansial yang cukup baik yang telah dilakukan industri pada kelompok 2 yang juga merupakan industri berkinerja paling tinggi.
5. 2
ANALISIS KLASTER INDUSTRI. Pada pengolahan analisis klaster, 63 industi batik yang menjadi sampel
penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok klaster. Berikut ini adalah kinerja keempat kelompok yang telah terbentuk serta karakteristik kelompok berdasarkan persepi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel kompetensinya.
A. KELOMPOK 1 Profil Industri Kelompok 1 Ø 32 industri batik pada kelompok 1 ini berlokasi di Kecamatan Laweyan, 4 industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon, 4 berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan dua industri batik berlokasi di Kecamatan Serengan.
I -99
Ø Umumnya inustri di kelompok 1 ini umurnya relatif muda dengan yaitu salah satu diantaranya didirikan pada tahun 2006 dan yang tertua berumur 22 tahun.
Performansi Finansial Kelompok 1 Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan Sales Turnover untuk industri pada kelompok 1. Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 1 = 20,22% Ø Rata-rata ROA = 12% Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,593
B. KELOMPOK 2 Profil Industri Kelompok 2 Ø Lokasi industri yang tergolong kelompok 2 ini tersebar di tiga lokasi yaitu 6 industri batik berlokasi di Kecamatan Laweyan dan yang lain berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Serengan. Ø Umumnya produk yang dihasilkan adalah kain batik tulis dan cap.
Performansi Finansial Kelompok 2 Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan Sales Turnover untuk industri pada kelompok 2. Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 2 = 30,81% Ø Rata-rata ROA = 26.69% Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,866
C. KELOMPOK 3 Profil Industri Batik Kelompok 3. Ø Lokasi industri tersebat di tiga Kecamatan yaitu 12 industri berlokasi di Kecamatan Laweyan, dua industri berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan dua industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon.
I 100 -
Ø Dibandingkan dua kelompok sebelumnya, kelompok 3 adalah industri yang tergolong sudah lama berdiri yaitu antara 21 sampai 43 tahun. Ø Jumlah karyawan rata-rata 12 orang.
Performansi Finanasial Kelompok 3 Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales Turnover dan ROA untuk industri kelompok 3. Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 3 = 35,20% Ø Rata-rata ROA = 23,61% Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,671
D. KELOMPOK 4 Profil industri kelompok 4 Ø Lokasi industri tersebar di Kecamatan Laweyan yang berjumlah 5 industri batik dan lainnya berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan Kec, Jebres. Ø Industri kelompok 4 juga termasuk industri yang sudah lama berdiri yaitu antara 14 sampai 32 tahun. Ø Jumlah karyawan rata-rata adalah 28 orang.
Performansi Finansial Kelompok 4 Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales Turnover dan ROA untuk industri kelompok 4. Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 4 = 14,77% Ø Rata-rata ROA = 8,83% Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,598
ASPEK TEKNOLOGI DAN PRODUKSI Sebagian besar konsumen industri pada kelompok 1, datang ke industri dengan membawa contoh produk yang akan dipesan baik desain dan warnanya. Teknologi produk cukup penting, sebatas dapat mengembangkan produk sesuai
I 101 -
dengan keinginan konsumen, artinya industri tidak banyak melakukan pengembangan terhadap contoh produk yang dibawa konsumen jika memang tidak ada permintaan khusus dari konsumen. Pemilik industri menyatakan bahwa tidak banyak terjadi perubahan proses produksi dari tahun ke tahun artinya masih konvensional. Sedangkan pemilik industri batik pada kelompok 2 sangat kreatif mendesain ulang produk yang sudah ada dan selalu berusaha untuk melakukan perubahan pada proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan permintaan pasar didasarkan pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Teknologi produk dianggap cukup penting untuk dapat mengembangkan produk yang didesain konsumen dan pemilik ingin menonjolkan keunikan dan karakteristik bahan batik dari industrinya. Selain itu pemilik suka membaca buku dan mengikuti pameran untuk mengetahui perkembangan batik di Indonesia maupun luar negri. Pemilik merasa harus aktif dan kreatif untuk lebih bisa mengembangkan wawasan dan usahanya. Lain halnya dengan industri batik kelompok 3, teknologi proses dan teknologi produk tidak begitu dipentingkan oleh pemilik. Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan tidak begitu variatif dan teknologi yang dipakai pun relatif konstan. Pemilik industri batik kelompok 4 sangat kreatif dalam merancang desain batik dan pemilik cukup memperhatikan lay out yaitu faktor pencahayaan, kebersihan dan kebisingan. Industri kelompok 1 yang berlokasi di Kecamatan Laweyan merasa dukungan dari pemerintah di bidang Teknologi dan Produksi sangat penting dan mereka selalu mengikuti pelatihan yang diadakan yaitu dengan cara mendapat undangan dari FPKBL. Namun sebagian industri dalam kelompok 1 ini tidak menganggap penting dukungan pemerintah dalam bidang Teknologi dan Produksi karena tidak pernah merasakan pelatihan tersebut sehingga tidak merasakan manfaatnya. Transfer teknologi yang paling utama didapat dari informasi konsumen dan dari pemilik industri sendiri. Konsumen utamamnya yaitu para pengunjung yang langsung datang baik dari dalam negri maupun luar negri, kolega, toko-toko batik dan industri batik besar di Solo dan luar Solo.
I 102 -
Konsumen utama industri batik kelompok 2 adalah dari industri batik besar Solo dan luar Solo. Jika dapat melakukan pengembangan atau modifikasi terhadap produk yang dipesan konsumen, maka pihak industri akan mengkonsultasikannya kepada konsumen tersebut. Beberapa industri batik kelompok 3 merasakan dukungan di bidang teknologi dan produksi dari pemerintah. Namun beberapa industri malah tidak pernah merasakan sama sekali. Transfer teknologi umumnya didapatkan dari informasi konsumen. Sedangkan dukungan di bidang teknologi tidak penting bagi industri batik kelompok 4 dan tidak pernah merasakan pengaruhnya. Transfer teknologi didapatkan dari informasi supplier dan konsumen. Konsumen utamanya berasal dari industri batik ternama, pengunjung domestik maupun luar negri.
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA Produktivitas tenaga kerja industri kelompok 1 masih dalam kategori rata-rata yaitu cukup maksimal. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja merupakan hal yang paling dipentingkan. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga kerja pada industri kelompok 1 ini tergolong sedikit yaitu berkisar 2 sampai 16 orang. Transfer ilmu dari pemimpin dalam hal ini adalah pemilik dirasa sangat penting karena umumnya tenaga kerja pertama kali masuk belum begitu mengerti tentang keterampilan membatik. Fleksibilitas kemampuan SDM dirasa sangat penting karena industri tidak memiliki banyak tenaga kerja, jadi setiap tenaga kerja diharapkan mampu mengerjakan pekerjaan tenaga kerja yang lain saat ada tenaga kerja yang tidak dapat hadir. Fleksibilitas kemampuan SDM ini merupakan antisipasi dari ketidakhadiran tenaga kerja. Sedangkan jumlah karyawan pada industri kelompok 2 ini cukup besar dibandingkan dengan kelompok 1. Jumlah tenaga karyawan berkisar antara 8 sampai 35 orang dengan rata-rata 18 orang. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja bisa dikatakan cukup maksimal dan sama dengan pesaing. Aktivitas pengembangan SDM
I 103 -
di lingkungan industri dilakukan dengan cara transfer ilmu dari pemimpin dan learning by doing. Produktivitas tenaga kerja pada kelompok 3 cukup maksimal. Karena umumnya mereka telah lama bekerja di industri yang bersangkutan. Fleksibilitas kemampuan SDM sangat dipentingkan. Umumnya tenaga kerja sangat fleksibel dalam melakukan pekerjaannya. Produktivitas tenaga kerja bagi industri batik kelompok 4 dirasa cukup penting. Aktivitas pengembangan SDM sendiri dilakukan dengan cara transfer ilmu dari pemilik dan learning by doing sama seperti pada industri kelompok 2. Tenaga kerja pada industri batik kelompok 4 sudah bekerja cukup lama dan memiliki pengalaman yang bagus sehingga pemilik sangat mengandalkan kemampuan SDM untuk membuat keunikan produknya.
ASPEK PEMASARAN Informasi pasar dirasa sangat penting oleh pemilik industri batik kelompok 1 karena untuk menambah order dan meningkatkan profit dari konsumen yang berbeda. Jadi industri tidak pasif dalam arti tidak hanya menunggu datangnya order. Aktivitas promosi sangat penting. Promosi dilakukan melalui pamerann iklan di media cetak dan situs internet. Dukungan di bidang pemasaran dari pemerintah belum dirasakan pengaruhnya. Sehingga sebagian dari industri dari kelompok 1 melakukan kegiatan promosi sendiri dan terkadang bergabung dengan industri batik lainnya. Sedangkan industri batik kelompok 2 berpendapat bahwa inti berjalannya industri adalah karena adanya kepercayaan dari konsumen. Tidak ada dukungan dari pemerintah atau institusi lainnya dalam bidang pemasaran sehingga kegiatan pemasaran dilakukan sendiri oleh pemiliknya walau. Aktivitas promosi sangat penting dan dilakukan melalui situs internet serta mendaftarkan ke Yellow Pages. Situs ini dirasa perlu untuk memperkenalkan industri batik ke dunia internasional karena memiliki target untuk berorientasi ekspor. Namun ada dua industri batik yang tidak memandang penting aktivitas promosi karena sudah merasa cukup dengan order dari konsumen langganannya sekarang.
I 104 -
Sedangkan Informasi pasar bagi industri kelompok 3 tidak dirasa penting karena order selama ini cenderung datang dari konsumen yang sama walaupun dengan produk yang berbeda. Industri kelompok 3 terlihat pasif dalam hal ini, dalam arti hanya menunggu datangnya order. Namun aktivitas promosi dirasa sangat penting walaupun tidak ada dukungan dari pemerintah maupun institusi lain. Konsumen mengenal industri kelompok 3 hanya dari orang ke orang atau dari industri tempat pemilik bekerja sebelumnya. Bagi industri batik kelompok 4, tidak ada dukungan pemasaran dari pemerintah sehingga kegiatan pemasaran dilakukan sendiri oleh pemilik. Aktivitas promosi dirasa cukup penting. Sudah terdaftar di Yellow Pages, tapi dirasa masih belum cukup. Pemilik sedang membuat situs internet sendiri untuk lebih memperkenalkan ke masyarakat luas.
ASPEK KEUANGAN Bagi industri batik kelompok 1, kekuatan modal menjadi faktor utama dalam melakukan aktivitas usaha. Dukungan dari pemerintah dianggap penting, namun kadang-kadang mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Tujuh diantara 32 industri batik di kelompok 1 melakukan pinjaman ke Bank untuk memenuhi modal kerjanya sendiri. Sedangkan, 25 industri batik kelompok 1 lainnya mengandalkan modal kerja sendiri. Pencatatan uang masuk dan uang keluar masih konvensional dan dilakukan sendiri oleh pemilik sehingga manajemen finansial cukup penting bagi industi batik kelompok 1. Sedangkan bagi industri batik kelompok 2, modal kerja tetap merupakan hal yang dirasa penting, namun bukan hal yang paling penting. Setengah industri dari kelompok 2 melakukan pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya dan setengah lainnya menggunakan modal sendiri. Kekuatan modal menjadi faktor utama bagi industri batik kelompok 3 dalam melakukan aktivitas usahanya. Dukungan dari pemerintah dianggap cukup penting namun beberapa industri mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Dari 16 industri
I 105 -
batik yang termasuk dalam kelompok 3 ini, ada 5 industri batik yang menggunakan pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya. Modal kerja terdiri dari modal sendiri. Sama halnya dengan industri batik kelompok 1 dan 3, kekuatan modal dirasa sangat penting untuk menjalankan usaha sacara berkesinambungan dan menyangkut kepercayaan supplier bahan baku. Dukungan di bidang keuangan tidak begitu penting karena kondisi modal internal sudah mencukupi dan pemilik berusaha tidak berurusan dengan Bank karena menyita banyak waktu dengan prosedur yang rumit. Pencatatan terhadap uang masuk dan uang keluar hanya dilakukan secara sederhana oleh pemilik.
ASPEK PENGADAAN BAHAN BAKU proses produksi pada industri batik kelompok 1 tidak pernah terganggu karena masalah bahan baku. Umumnya industri batik kelompok 1 tidak mengadakan stok bahan baku, hanya dibeli jika ada order dengan DP dari konsumen. Kualitas bahan baku sangat diperhatikan oleh industri batik kelompok 2. Industri ini membeli bahan baku dari toko bahan baku langganan yang telah memberikan kepercayaan pada industri di kelompok 2 ini sehingga pembayaran dapat dilakukan dengan cara cash dan giro. Pembelian dilakukan via telepon. Proses produksi pada industri batik kelompok 3 tidak pernah terganggu karena masalah bahan baku. Karena belum mendapatkan kepercayaan dari toko bahan baku maka untuk melakukan pembayaran dilakukan dengan giro namun ada beberapa yang melakukan pembayaran dengan cash. Pasokan bahan baku industri batik kelompok 4 didapat di Solo saja dan telah memiliki kepercayaan dari toko bahan baku sehingga pembayaran dilakukan dengan cash dan giro. Bagi semua kelompok industri batik, pengadaan bahan baku berupa zat warna dan kain tidak menjadi masalah karena bahan baku mudah didapatkan di pasaran.
I 106 -
ASPEK MANAJEMEN PERUSAHAAN Manajemen finansial dirasa cukup penting bagi industri batik kelompok 1, namun karena keterbatasan pengetahuan, manajemen finansial tidak dilakukan dengan baik. Umumnya pencatatan uang masuk dan uang keluar dilakukan pada buku kas. Manajemen integral dirasa penting, terutama dalam hal manejemen sumber daya manusia. Pendekatan dengan tenaga kerja dilakukan secara kekeluargaan. Manajemen merupakan hal yang dianggap mempengaruhi kinerja industri batik kelompok 2. Karena rata-rata jumlah karyawan cukup besar (18 orang), maka pihak industri memandang perlu manajemen SDM. Manajemen SDM ini meliputi pengaturan rotasi kerja, gaji tenaga kerja, pengaturan hari libur dan lain-lain. Laporan laba rugi dan neraca keuangan dijadikan dasar untuk perbandingan kinerja industri dari tahun ke tahun. Sedangkan bagi industri batik kelompok 3, manajemen finansial merupakan hal kedua terpenting setelah keuangan. Pada industri batik kelompok 4, terdapat pembagian divisi yang jelas pada perusahaan walaupun belum dilakukan dengan optimal. Manajemen finansial sangat penting untuk mendukung kinerja industri dan telah memiliki seorang yang khusus mengurus masalah finansial.
5. 3
VARIABEL PEMBEDA KELOMPOK INDUSTRI BATIK. Berdasarkan pengolahan data dengan analisis diskriminan, terdapat perbedaan
persepsi tingkat kepentingan terhadap variabel kompetensi antara keempat kelompok industri batik di Surakarta.
A. KELOMPOK 1 Dari Tabel 4.38 dan Tabel 4.30 sampai 4.32, terlihat bahwa kelompok 1 sangat mementingkan keaktifan mencari jaringan informasi ke pasar karena merupakan sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan meraih peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan. Selain itu juga untuk dapat merebut pasar dan menjaga kontinuitas pesanan. Jaringan informasi ke pasar dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan mendatangi konsumen dan
I 107 -
menjaga hubungan yang telah terjalin dengan konsumen secara intensif. Kepentingan akan variabel ini dijelaskan pada nilai discriminant loading Tabel 4.30 sampai Tabel 4.32 yang terlihat dengan angka bertanda bintang (*). Jaringan Informasi ke Pasar mempunyai korelasi yang lebih besar terhadap fungsi pertama. Sedangkan fungsi 1 sendiri menjelaskan perbedaan industri batik dalam keaktifan mencari jaringan informasi ke pasar. Dilihat dari Tabel 4.33, fungsi 1 dengan variabel pembeda jaringan informasi ke pasar yang membedakan antar kelompok, dapat dijelaskan sebesar 0,862² atau sebesar 74 % oleh skor diskriminan. Kelompok 1 juga cukup mementingkan aktivitas promosi karena aktivitas promosi sangat penting untuk lebih mengenalkan industrinya ke konsumen baik di dalam negri maupun luar negri. Aktivitas promosi ini dilakukan dengan mengikuti pameran-pameran yang diadakan di dalam negri maupun di luar negri. Selain itu, aktivitas promosi juga dilakukan dengan membuat situs internet dimana konsumen dapat langsung melihat produk batiknya dan mengetahui bagaimana dan dimana cara memesan. Dukungan di bidang promosi sangat penting yaitu promosi dapat menambah jumlah order sehingga dapat meningkatkan profit industri serta mempeluas pangsa pasar. Industri kelompok 1 mempunyai kelemahan dengan tidak adanya Dukungan di bidang pemasaran. Dukungan tersebut penting untuk industri batik kelompok 1 karena tanpa adanya dukungan, maka kegiatan pemasaran akan menjadi agak sulit walaupun industri kelompok 1 bisa melakukan pemasaran sendiri tanpa bantuan dari pemerintah ataupun institusi lain. Kelemahan lain pada industri kelompok1 adalah Kemampuan operasional karyawan lemah menurut pemilik industri batik kelompok 1 karena jumlah karyawannya tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya. Umumnya karyawan tidak memiliki kemampuan sebelum masuk ke industri batik tersebut sehingga kemampuan tersebut didapat dari transfer ilmu pemilik ke karyawan. Manajemen finansial bukanlah kekuatan bagi industri kelompok 1, hal ini terbukti dari pencatatan keuangan yang sangat sederhana (konvensional) yang
I 108 -
dilakukan sendiri oleh pemilik secara konvensional, itupun bila pemilik mau dan ada waktu melakukannya. Kelompok 1 merupakan kelompok yang berkinerja sedang, artinya lebih rendah dari kelompok 2 dan 3 serta lebih tinggi dibandingkan kelompok 4. sebaiknya kelompok 1 lebih bisa memperbaiki keadaan finansial dengan cara melakukan pencatatan terhadap uang masuk dan uang keluar. Selain itu, industri kelompok 1 lebih memperhatikan analisis keuangannya seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Manajemen finansial yang baik akan dapat meningkatkan kinerja industri secara tidak langsung. Industri kelompok 1 tidak melakukan manajemen finansial dengan baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas dalam hal tersebut. Untuk itu disarankan agar industri ini menjalin kerjasama dengan industri lain atau industri batik besar dalam hal transfer ilmu manajemen. Selain itu, juga disarankan untuk aktif dalam kegiatan pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun institusi lain dan mencari informasi akan pelatihan tersebut. Diharapakan kedua hal tersebut dapat membantu industri di kelompok 1 dalam aspek manajemen finansial. Selain itu, industri kelompok 1 harus lebih aktif dalam mencari dukungan di bidang pemasaran dengan selalu mengikuti informasi bila ada pameran dan menjalin kerjasama dengan industri batik lain yang selalu mengadakan pameran. Dukungan yang lain adalah dengan selalu aktif mencari bantuan pemerintah untuk membantu dalam pangadaan pameran baik dalam hal perijinan maupun jaringan.
B. KELOMPOK 2 Dari lima variabel pembeda antar kelompok, variabel yang paling dipentingkan oleh kelompok 2 adalah aktivitas promosi dan manajemen finansial. Aktivitas promosi sangat penting karena tanpa kegiatan promosi, industri batik tidak akan dapat dikenal masyarakat didalam maupun luar negri. Keunikan dan karakteristik yang ditonjolkan oleh produk batik industri kelompok 2 akan dapat diketahui masyarakat bila dilakukan promosi seperti pameran, membuat situs internet seperti yang telah dilakukan sekarang dan mendaftarkan ke Yellow Pages. Industri
I 109 -
kelompok 2 mempunyai orientasi ekspor sehingga sangat mementingkan kegiatan promosi. Manajemen finansial adalah kemampuan industri dalam mengelola finansial. Jika dibandingkan antara manajemen finansial industri kelompok 2 dengan kelompok yang lain, kelompok 2 jauh lebih unggul. Manajemen finansial dalan hal ini tidak terbatas pada pencatatan uang masuk dan uang keluar saja tetapi juga mengenai analisis keuangannya, seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Beberapa industri batik telah mengkhususkan seorang yang bertugas dalam hal manajemen finansial ini yang telah dilengkapi dengan atribut komputer. Industri pada kelompok 2 memiliki kelemahan dalam hal Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional Karyawan. Sebaiknya industri batik pada kelompok 2 aktif dalam mencari jaringan untuk memperluas pangsa pasar dan aktif mencari dukungan di bidang pemasaran dengan mencari informasi pameran maupun dari informasi pemerintah. Selain itu, sebaiknya lebih aktif dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun institusi lain untuk labih meningkatkan keterampilan karyawannya. Kelompok 2 adalah kelompok yang memiliki kinerja yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok industri yang lain. Walaupun demikian, perbedaan ROA dan Profit Margin kelompok 2 dengan kelompok 3 tidak besar (perbedaan ROA = 3,05% dan perbedaan Profit Margin = 4,39%). Sedangkan untuk Sales Turnover, kelompok 2 tetap yang tertinggi. Hal ini menunjukkan kelompok 2 cukup efektif dalam mengelola sumber dana industri.
C. KELOMPOK 3 Industri batik yang termasuk kelompok 3 lebih mementingkan kemampuan operasional tenaga kerjanya. Pemilik sangat mengandalkan produktivitas dan fleksibilitas tenaga kerja karena sebagian besar telah bekerja cukup lama yaitu sejak industri didirikan. Tenaga kerja yang terampil akan dapat meningkatkan kinerja industri dan dapat mendatangkan profit bagi industri. Tenaga kerja yang telah lama bekerja terutama sejak industri didirikan akan memiliki pengalaman yang jauh lebih
I 110 -
banyak dibandingkan dengan tenaga kerja yang baru masuk. Keterampilan membatik dan memasarkan produknya serta pengalaman bersaing dengan produk batik industri pesaing menjadi keunggulan bagi tenaga kerja yang telah lama berkecimpung. Seperti halnya dengan industri batik kelompok 2, industri kelompok 3 juga cukup mementingkan aktivitas promosi. Hal ini dikarenakan industri batik kelompok 3 ingin memperluas pangsa pasar dan lebih mengenalkan ciri keunikan produk industrinya. Namun selama ini dukungan dari pemerintah maupun institusi lainnya di bidang promosi belum dirasakan pengaruhnya. Sedangkan aktivitas promosi seperti mengikuti kegiatan pameran sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah selaku pihak yang berwenang dalam pencarian dana, pengurusan ijin dan jaringan dengan pengusaha lain yang dapat dijadikan rekan kerjasama. Aktivitas promosi yang baik dengan dukungan yang kuat akan memperkuat dan memperluas jaringan informasi ke pasar sehingga dapat lebih memperluas dan merebut pangsa pasar. Hal ini sangat menguntungkan bagi peningkatan kinerja industri kelompok 3. Industri kelompok 3 termasuk industri berkinerja tinggi karena memiliki nilai Profit Margin yang cukup tinggi dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya. Untuk dapat lebih meningkatkan performansi atau kinerjanya, industri kelompok 3 sebaiknya aktif dalam aspek pemasaran seperti mengadakan pameran-pameran, menyebarkan brosur, memasang iklan, membuat situs internet dan membuat katalog produk yang up date agar konsumen selalu mengetahui produk batik yang terbaru dan sedang trend. Selama ini industri kelompok 3 hanya menunggu datangnya order. Padahal pasar adalah aspek yang paling utama dari sebuah industri. Jika aktivitas promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan dan suatu saat konsumen bisa beralih ke industri lain. Keaktifan di bidang pemasaran ini tentu saja harus disertai dengan peningkatan kualitas produk.
D. KELOMPOK 4 Industri batik yang termasuk dalam kelompok 4 sangat mementingkan dukungan di bidang pemasaran. Pemasaran sangat penting bagi kelangsungan hidup industri namun selama ini industri kelompok 4 tidak pernah merasakan dukungan di
I 111 -
bidang pemasaran dari pemerintah maupun institusi lainnya. Kegiatan pemasaran dilakukan sendiri oleh pemilik walaupun pemilik sering mengalami kesulitan saat memasarkan produknya tanpa adanya dukungan. Bila industri kelompok 4 ini mendapatkan dukungan di bidang pemasaran maka industri akan mendapatkan kesempatan untuk memasarkan produknya dengan menonjolkan keunggulan dan keunikan dari produk batiknya. Sebaiknya industri kelompok 4 lebih aktif dalam mencari informasi mengenai pendaftaran pameran-pameran di pemerintahan maupun institusi lain yang mengadakan pameran. Selain itu, industri kelompok 4 juga bisa lebih aktif dalam menjalin kerjasama dengan industri lain yang pernah atau sering melakukan kegiatan pemasaran seperti pameran. Aktivitas promosi juga cukup dipentingkan dalam industri batik yang termasuk kelompok 4 ini seperti halnya dengan industri pada kelompok 2. Karena aktivitas promosi akan berjalan dengan baik bila ada dukungan di bidang pemasaran dari pemerintah atau institusi lain yang menginginkan industri batik dapat bersaing dengan sehat dan mendapatkan kesempatan memasarkan produknya. Hal ini tentu saja dapat menguntungkan pihak industri dan pemerintah. Bila dukunngan aktivitas promosi ini bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerjasama dengan pihak internasional maka akan lebih menguntungkan negara dalam hal peingkatan pendapatan nasional. Manajemen finansial pada industri kelompok 4 sudah dilakukan dengan baik karena kekuatan modal menjadi faktor yang utama. Modal tersebut merupakan milik sendiri 100% (kecuali Rembulan). Menurut hasil observasi, sebenarnya industri tersebut memiliki keinginan untuk melakukan pinjaman ke Bank, namun prosedur birokrasi yang terlalu banyak menyita waktu dan terlalu rumit menyebabkan pemilik mengurungkan niat tersebut. Sama halnya dengan industri batik kelompok 3, industri batik kelompok 4 ini tidak gencar melakukan atau mencari jaringan informasi ke pasar, hanya menjalin hubungan baik dengan pihak konsumen. Manajemen finansial tidak terkoordinir dengan baik hanya sebatas pencatatan sederhana. Sebaiknya industri batik yang termasuk kelompok 4 melakukan
I 112 -
manajemen finansial dengan lebih baik untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sudah terbukti pada industri batik pada kelompok 2. Industri kelompok 4 tidak melakukan manajemen finansial yang baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas dalam hal tersebut. Untuk itu disarankan agar menjalin kerjasama dengan industri yang manajemen finansialnya lebih baik dalam hal transfer ilmu manajemen, melakukan pencatatan setiap ada transaksi dan mengkhususkan seseorang yang menangani masalah finansial perusahaan.
I 113 -
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1
KESIMPULAN. Dari analisis terhadap faktor kompetensi dan performansi industri dapat
disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Hasil penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor mempengaruhi kompetensi IKM batik di Surakarta adalah Keuangan, SDM, Teknologi dan Produksi, Pemasaran, Manajemen Perusahaan dan Jaringan serta Pasokan Bahan Baku. 2. Berdasarkan analisis, terdapat 5 variabel yang dapat digunakan sebagai pembeda antar keempat kelompok industri batik di Surakarta. Variabel-variabel tersebut adalah Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran, Manajemen Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi. 3. Dengan memperhatikan 5 variabel prediktor tersebut, dapat dijelaskan karakteristik dari masing-masing kelompok sebagai berikut. a. Kelompok 1 (kelompok industri berkinerja sedang). Kelompok 1 mempunyai kekuatan dalam keaktifan mencari Jaringan Informasi Ke Pasar dan melakukan Aktivitas Promosi. Manajemen Finansial, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan tiga faktor kelemahan pada industri kelompok 1. b. Kelompok 2 (kelompok industri berkinerja paling tinggi). Kelompok 2 kekuatan dalam melakukan Aktivitas Promosi dan pengelolaan Manajemen Finansial. Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan tiga faktor kelemahan pada industri kelompok 2. c. Kelompok 3 (kelompok industri berkinerja tinggi). Kelompok 3 kekuatan dalam memperhatikan Kemampuan Operasional karyawan. Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke
I 114 -
Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran merupakan empat faktor kelemahan pada industri kelompok 3. d. Kelompok 4 (kelompok industri berkinerja rendah). Kelompok 4 mempunyai kekuatan dalam Dukungan Di Bidang Pemasaran. Kemampuan Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke Pasar merupakan empat faktor kelemahan pada industri kelompok 4.
6. 2
SARAN. hal-hal yang dapat disarankan untuk industri batik dan penelitian lanjutan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Antar industri batik di Kota Surakarta dapat saling bekerjasama untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman agar dapat sama-sama berkembang. 2. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 1 adalah Manajemen Finansial, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 1, sebaiknya lebih bisa memperbaiki keadaan manajemen finansial dengan cara melakukan pencatatan terhadap uang masuk dan uang keluar atau pembukuan serta lebih memperhatikan analisis keuangannya seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi sebagai acuan kinerja finansial setiap tahun. Selain itu, sebaiknya lebih menjalin kerjasama dengan industri batik lain dalam hal transfer ilmu manajemen serta aktif mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah. 3. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 2 adalah Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 2, sebaiknya lebih aktif mengikuti informasi mengenai kegiatan pameran lewat situs internet, industri lain maupun dari departemen pemerintah untuk mendukung aktivitas promosi sehingga lebih bisa memperluas pangsa pasar. Selain itu, sebaiknya menjalin kerjasama dengan industri yang sering melakukan maupun mengikuti kegiatan pameran agar selalu mendapatkan informasi mengenai aktivitas promosi.
I 115 -
4. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 3 adalah Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 3, sebaiknya lebih aktif dalam pemasaran seperti mengadakan pameran, bekerjasama dengan industri batik lain untuk sama-sama mengadakan pameran, menyebarkan brosur, mambuat situs internet, mendatangi konsumen, tidak hanya menunggu order yang selama ini datang dari konsumen, karena pasar adalah aspek yang palng utama dari industri. Jika aktivitas promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan dan suatu saat konsumen bisa beralih ke industri batik lain. 5. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 4 adalah Kemampuan Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke Pasar. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 4, sebaiknya lebih gencar mencari jaringan informasi ke pasar untuk meningkatkan profit dan memperluas pangsa pasar serta tidak hanya menjalin hubungan baik dengan pihak konsumen, tapi lebih ke pendekatan dengan selalu memberi informasi bila ada pameran, memberi katalog produk yang selalu up date dan memberi pelayanan spesial seperti discount dan konsultasi desain. Selain itu, sebaiknya lebih memperbaiki
manajemen
finansial
dengan
melakukan
pembukuan
dan
memperkejakan seseorang yang khusus menangani masalah finansial untuk labih meningkatkan kinerjanya. 6. Penelitian ini hanya dilakukan di Kotamadya Surakarta. Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya memperluas lingkup wilayah penelitian. Untuk penelitian lanjutan, disarankan melakukan penelitian pada wilayah se-Eks Karesidenan Surakarta, karena selain Surakarta, banyak wilayah yang merupakan pusat industri batik antara lain Sragen, Klaten, Wonogiri dan Sukoharjo.
I 116 -
DAFTAR PUSTAKA
Atomsa, Tariku, Analisis Kinerja Industri Kecil Dalam Perspektif Kajian Faktor Kunci Keberhasilan Pengembangan Industri, Thesis S2, Institut Teknologi Bandung, 1997. Cleveland, G., et al., “ A Theory of Production Competence “, Decision Sciences Vol. 20, 1989. Dilworth, J.B., Productions and Operations Management: Manufacturing and Services, McGraw - Hill,1993. Gitman, L.J., Principles of Managerial Finance-Seventh Edition, Harper Collins, USA, 1993. Hair et al., Multivariate Data Analysis – Fifth Edition, Prentice-Hall Inc., New Jersey, USA, 1998. Kotler, Philip., Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaa, Implementasi dan Pengendalian ( Edisi Indonesia ), Salemba Empat, Jakarta, 1995. Santoso, Singgih.,. Statistik Multivariat dan Aplikasinya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.2002 Sjaifudian, Hetifah, dkk., Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Akatiga, Bandung, 1995. Sekaran, Uma., Research Methods Of Bussines. New York: John Willey and Sons Inc. 1992 Selvilla., Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press. 1993 Simamora, Bilson.., Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002 Singarimbun, Masri, & Effendi, Sofian., Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3S. 1989 Tumenggung, D.Y.A., Analisis Kompetensi dan Performansi Industri, Tugas Akhir Sarjana, Institut Teknologi Bandung,, 1999. Porter, M.E., Competitive Strategy, Mcmillan Publishing Co., Inc., USA, 1980.
I 117 -
Walpole, R.E. and Myers, R.H., Probability and Statistics for Engineering and Scientists-Fifth Edition, Mcmillan Publishing Company, Inc., New york, 1993. Wulandari, Aristina., Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Industri di Kota Surakarta.. Tugas Akhir Jurusan TI-UNS. Surakarta. 2006
_________, Profil Industri Kecil dan Menengah Tahun 2003, Biro Pusat Statistik, Surakarta, Indonesia, 2003.
I 118 -