LAPORAN PENELITIAN PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING (KURIKULUM 2013) DALAM PEMBELAJARAN BERDEKLAMASI OLEH MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
Oleh: Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. Beslina Afriani Siagian, S. Pd.
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014
1
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN 1. a. Judul Penelitian
: Penerapan Metode Discovery Learning (Kurikulum 2013) dalam Pembelajaran Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen b. Bidang Ilmu : Bahasa c. Kategori Penelitian : Penelitian untuk mengembangkan fungsi kelembagaan perguruan tinggi
2. Identitas Peneliti: a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. b. Tempat/ tanggal lahir : Tarutung Baru, 11 Juli 1955 c. Jenis Kelamin : Laki-laki d. Golongan/ Pangkat : Lektor/ IV A e. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia f. Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan g. Perguruan Tinggi : Universitas HKBP Nommensen h. Bidang Keilmuan : Bahasa dan Sastra Indonesia 3. Susunan Tim Peneliti a. Ketua b. Anggota
: Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd. : Beslina Afriani Siagian, S. Pd.
4. Lokasi Penelitian
: FKIP UHN Medan
5. Lama Penelitian
: 3 (tiga) bulan
6. Biaya Penelitian
: Rp. 6.000.000,00
7. Sumber Dana Nommensen
: - Pihak Universitas : Rp. 4.000.000,00 - Swadaya sendiri : Rp. 2.000.000,00 Medan, 12 Juli 2014
Mengetahui, Wakil Dekan,
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian,
Drs. Juliper Nainggolan, M.Si. Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si.
2
Disusun oleh, Peneliti,
Drs. Eden A. Sitompul, M. Pd.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
ini
berjudul
―Penerapan
Metode
Discovery
Learning
(Kurikulum 2013) terhadap Kemampuan Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen.‖ Penelitian bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, khususnya Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ucapan terimakasih khusus disampaikan kepada pihak yang turut berperan, yakni sebagai berikut. 1. Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, 2. Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. 3. Wakil Dekan Khusus Bidang Akademik kelas Medan, Drs. Juliper Nainggolan, M. Si. 4. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Elza Saragih, S.S., M. Hum. 5. Ketua Lembaga Penelitian, Prof. Dr. Monang Sitorus, M.Si. Dan semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
3
DAFTAR ISI
BAB
BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Identifikasi Masalah..................................................................
3
C. Pembatasan Masalah .................................................................
3
D. Rumusan Masalah ....................................................................
3
E. Tujuan Penelitian ......................................................................
3
F. Manfaat Penelitian…………………………………………….
4
II KAJIAN PUSTAKA....................................................................
5
A. LANDASAN TEORETIS ........................................................
5
1. Metode Discovery Learning ...............................................
5
a. Konsep ............................................................................
6
b. Kelebihan Penerapan Metode Discovery Learning ........
9
c. Kelemahan Penerapan Metode Discovery Learning ...... 10 d. Langkah-langkah Metode Discovery Learning .............. 10 e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning ............. 11 2. Deklamasi ........................................................................... 14 B. KERANGKA KONSEPTUAL ................................................. 17 C. HIPOTESIS PENELITIAN ...................................................... 17
BAB
III METODE PENELITIAN ........................................................... 19 A. Metode Penelitian ..................................................................... 19 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 19 C. Populasi dan Sampel ................................................................. 19 D. Desain Penelitian ...................................................................... 20 E. Instrumen Penelitian ................................................................. 21 F. Teknik Analisis Data ................................................................. 21
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 24 A. Deskripsi Data ......................................................................... 24
4
B. Uji Persyaratan Analisis Data.................................................. 30 C. Pengujian Hipotesis ................................................................. 33 D. Temuan Penelitian ................................................................... 33 E. Pembahasan Hasil Penelitian................................................... 34
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 36 A. Simpulan.................................................................................. 36 B. Saran ........................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 37
5
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
I
Rincian Populasi Penelitian ............................................................... 19
II
Desain Penelitian ............................................................................... 20
III
Aspek-aspek Penilaian ....................................................................... 21
IV
Data Hasil Menulis Puisi ................................................................... 24
V
Distribusi Frekuensi Nilai Pretest ...................................................... 26
VI
Identifikasi Kecenderungan Pretest ................................................... 27
VII
Distribusi Frekuensi Nilai Postest...................................................... 28
VIII
Identifikasi Kecenderungan Postest................................................... 29
IX
Uji Normalitas Data Pretest ............................................................... 30
X
Uji Normalitas Data Postest ............................................................... 31
XI
Harga-harga Uji Bartlet ..................................................................... 32
6
ABSTRAK Eden A. Sitompul. Penerapan Metode Discovery Learning dalam Kemampuan Berdeklamasi oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Laporan. Medan. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas HKBP Nommensen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah penerapan metode discovery learning oleh mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia tahun pembelajaran 2013/ 2014. Sampel penelitian ini berjumlah 32 orang dari 105 populasi yang ada. Sampel tersebut akan dikenai dua perlakuan, yakni pembelajaran tanpa menggunakan metode discovery learning dan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian one group pretest postest design. Instrumen yang digunakan adalah tes performansi kemampuan berdeklamasi. Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 79,06, sedangkan untuk kelas kontrol adalah 66,56. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai tes sebelum menggunakan metode discovery learning jauh lebih rendah daripada nilai tes sesudah menggunakan metode discovery learning. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan α = 5% dari daftar distribusi t dk (n-1) = 32-1 = 31, maka diperoleh ttabel = 2,38. Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima, artinya penerapan metode discovery learning dapat meningkatkan kemampuan berdeklamasi. Selain itu, berdasarkan analisis kategori kemampuan berdeklamasi diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery learning termasuk dalam kategori baik (50%) sedangkan kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery learning termasuk dalam kategori sangat baik (40,6%). Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode discovery learning dapat meningkatkan kemampuan berdeklamasi pada mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia stambuk 2011 pada tahun pembelajaran 2013/ 2014.
7
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagai bagian dari mata kuliah Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia, deklamasi merupakan materi yang bersifat produktif dan kreatif. Kedua sifat tersebut berorientasi pada entitas yang memiliki ide dan produk yang kreatif, selalu berproses kreatif, dan terlibat dalam lingkungan kreatif. Itu sebabnya, materi tersebut didasarkan juga pada beberapa prinsip, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta sanggar dan lingkungannya; beragam; tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; relevan dengan kebutuhan kehidupan; menyeluruh dan berkesinambungan; dan belajar sepanjang hayat. Kegiatan berdeklamasi merupakan bagian dari kegiatan membaca puisi, meski pada pengaplikasian, kedua hal itu memiliki bentuk yang berbeda. Berdeklamasi cenderung bersifat lebih total dibanding dengan membaca puisi. Hal itu didasarkan pada tiga hal, yakni kemampuan gerak tubuh, kemampuan menafsirkan makna puisi dan kemampuan memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi (Qodariah, 2012). Kemampuan menggerakkan bagian tubuh dalam kegiatan berdeklamasi merupakan alat bantu dalam menyampaikan makna puisi. Dengan cara yang demikian, kegiatan berdeklamasi akan mengekspresikan isi puisi yang bersifat implisit dan terbungkus rapi dalam kata-kata yang puitis. Hal itu sejalan dengan kemampuan menafsirkan makna puisi. Dengan kemampuan itu, maka ekspektasi penulis terhadap puisi tersebut akan sampai pada pembaca. Dan yang terakhir, kegiatan berdeklamasi juga membutuhkan kemampuan dalam memahami penggunaan tekanan, yakni aturan dalam menekan atau mempercepat, aturan dalam memperkeras, aturan dalam berhenti, aturan dalam memperlambat, aturan dalam membaca dengan datar, dan aturan-aturan lain yang dapat membuat pembacaan puisi lebih menarik. Ketiga hal di atas merupakan indikator yang saling berkaitan satu sama lain dalam menghasilkan kegiatan berdeklamasi yang lebih baik.
8
Indikator yang memuat kegiatan berdeklamasi seperti yang dikemukakan di atas tidak sejalan dengan hasil yang diharapkan. Setakat itu, sampai saat kegiatan berdeklamasi merupakan kegiatan yang belum fasih dilakukan oleh para peserta didik, bahkan mahasiswa sekalipun. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kegiatan ini menjadi kegiatan yang paling ditakuti mahasiswa bahkan dibanding dengan kegiatan bermain peran. Selain itu, kegiatan ini juga jarang menjadi pilihan dalam perlombaan yang selama ini diselenggarakan oleh program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini didasarkan pada ketidakmampuan siswa dalam mencapai ketiga indikator di atas. Sebagai bagian dari kegiatan berdeklamasi, ketiganya tentu sejalan dan berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, perlu adanya revisi dalam proses pembelajaran mata kuliah Sanggar Bahasa, khususnya dalam kegiatan berdeklamasi yang dapat membantu siswa dalam mencapai ketiga indikator di atas. Saat ini, revisi dalam proses pembelajaran di Indonesia diimplementasikan dalam bentuk kurikulum 2013, dengan salah satu metode yakni metode discovery learning. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang mengandung tiga ciri utama, yakni mengarahkan siswa dalam mengeksplorasi dan memecahkan masalah, memampukan siswa dalam menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan, serta
membimbing siswa dalam melakukan
aktivitas berdasarkan ketertarikannya. Dengan demikian, pengetahuan yang didapatkan siswa akan bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajarnya akan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya, serta penalarannya akan memampukan berpikir secara bebas (Moedjiono, 1992). Metode discovery learning yang berorientasi pada siswa sangat baik digunakan pada materi yang memang membutuhkan kemampuan kognitif dan psikomotorik (Supriyadi, 2012). Hal itu sejalan dengan kegiatan berdeklamasi yang juga memiliki tiga indikator yang juga berorientasi pada kemampuan kognitif dan psikomotorik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membahas mengenai ―Penerapan Metode Discovery Learning (Kurikulum 2013) dalam Pembelajaran Berdeklamasi Mahasiswa Semester Delapan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Tahun Pembelajaran 2013/ 2014‖.
9
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan beberapa masalah di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Kurangnya kemampuan siswa dalam menggerakkan tubuh, 2. Kurangnya kemampuan siswa dalam menafsirkan makna puisi, dan 3. Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi.
C. Pembatasan Masalah Sejalan dengan ketiga identifikasi masalah di atas, maka masalah ini hanya dibatasi dan difokuskan pada kemampuan siswa dalam menafsirkan makna puisi dan memahami kaidah penggunaan tekanan dalam berdeklamasi. Oleh karena itu, masalah ini dibatasi pada ―Penerapan Metode Discovery Learning (Kurikulum 2013) dalam Pembelajaran Berdeklamasi Mahasiswa Semester Delapan Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Tahun Pembelajaran 2013/ 2014‖.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penelitian ini akan dibahas dengan rumusan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum diajarkan dengan metode discovery learning. 2) Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sesudah diajarkan dengan metode discovery learning. 3) Bagaimana perbedaan kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan metode discovery learning.
E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1) Untuk
mengetahui
kemampuan
mahasiswa
dalam
pembelajaran
berdeklamasi sebelum diajarkan dengan metode discovery learning.
10
2) Untuk
mengetahui
kemampuan
mahasiswa
dalam
pembelajaran
berdeklamasi sesudah diajarkan dengan metode discovery learning. 3) Untuk mengetahui perbedaan kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan metode discovery learning.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, yakni sebagai berikut. 1. Menjadi salah satu penelitian yang memperkaya khazanah ilmu bahasa. 2. Menjadi metode pembelajaran yang representatif dalam mengajarkan materi bahasa dan sastra Indonesia. 3. Menjadi salah satu data rujukan bagi penelitian yang relevan.
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORETIS 1. Metode Discovery Learning Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: ―Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self‖ (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41 dalam Kemendikbud, 2013). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43 dalam Kemendikbud, 2013). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219). Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep
atau
prinsip
yang
sebelumnya
tidak
diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-
12
temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan, tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Dengan mengaplikasikan metode discovery learning secara berulangulang
dapat
meningkatkan
kemampuan
penemuan
diri
individu
yang
bersangkutan. Penggunaan metode tersebut akan mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Selain itu, pembelajaran itu juga dapat mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented dan mengubah modus ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery sehingga siswa menemukan informasi sendiri.
a. Konsep Dalam konsep belajar, sesungguhnya metode discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, teori ini merupakan pembentukan kategori-kategori atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi di antara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) nama; 2) contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) rentangan
karakteristik;
dan
5)
kaidah
(Budiningsih,
2005:43
dalam
Kemendikbud, 2013). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses
13
berpikir
yang
berbeda
pula.
Seluruh
kegiatan
mengkategori
meliputi
mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwaperistiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada
tahap
eksplorasi.
Lingkungan
ini
dinamakan
discovery
learning
environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan
pada
manipulasi
bahan
pelajaran
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objekobjek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau
14
kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001 dalam Kemendikbud, 2013). Dalam mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145 dalam Kemendikbud, 2013). Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode discovery learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai
kegiatan
menghimpun
informasi,
membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian, seorang guru dalam aplikasi metode discovery learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41 dalam Kemendikbud, 2013). Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode discovery learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut, siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
15
Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan
tidak
hanya
dikurangi
direktifnya
melainkan
pelajar
diberi
responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
b. Kelebihan Penerapan Discovery Learning 1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. 5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. 8) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. 9) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. 11) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 12) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
16
13) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. 15) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentuk manusia seutuhnya. 16) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. 17) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. 18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
c. Kelemahan Penerapan Discovery Learning 1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. 4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. 5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. 6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
d. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas.
17
1) Langkah Persiapan Metode Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi). e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning Menurut
Syah
(2004:244
dalam
Kemendikbud,
2013)
dalam
mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus
18
menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013), sedangkan menurut
permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
19
4) Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244 dalam Kemendikbud, 2013) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22 dalam Kemendikbud, 2013). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
5) Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244 dalam Kemendikbud, 2013). Berdasarkan hasil verifikasi
20
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalamanpengalaman itu.
2. Deklamasi Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau declaim yang membawa makna membaca sesuatu hasil sastra yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu. Gerak yang dimaksudkan ialah gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi bacaan. Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi, akan tetapi membaca sebuah cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasi. Mendeklamasikan puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi membaca tidak sama dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini bahwa apapun pengertian membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud deklamasi. Di Indonesia perkataan deklamasi sudah ada sebelum tahun 1950-an. Deklamasi artinya membawa puisi-puisi, sedang orang yang melakukan deklamasi itu disebut ―deklamator‖ untuk lelaki dan ―deklamatris‖ untuk perempuan. Seringkali deklamasi disamakan dengan menyanyi, padahal keduanya merujuk pada makna yang berbeda. Menyanyi ialah melagukan suatu nyanyian dengan menggunakan not-not do-re-mi atau not balok, sedangkan deklamasi ialah membawakan pantun-pantun, syair, puisi atau sajak dengan menggunakan irama dan gaya yang baik. Di samping itu kita mengenal pula istilah menari, melukis, memahat, sandiwara dan lain-lain. Semuanya itu mempunyai cara-cara dan aturannya sendiri-sendiri. Selain puisi, seperti pantun dan sajak, cerpen dan novel juga dapat dideklamasikan. Namun dalam hal ini, harus ditentukan sajak, puisi, dan pantun yang mana yang baik dan menarik untuk dideklamasikan.
21
a. Menggerakkan Bagian Tubuh Deklamasi bukan ucapan semata. Deklamasi harus disertai gerak-gerak tubuh, seperti muka. Dengan ucapan-ucapan yang baik dan teratur, disertai dengan gerak-gerik muka, maka makna yang terkandung dalam puisi akan tersampaikan dengan baik. Dari gerak-gerik muka itu, penonton dapat merasakan dan menyaksikan mengertikan puisi yang dideklamasikan itu, baik puisi yang mengandung kesedihan, kemarahan, maupun yang mengandung kegembiraan.
b. Penafsiran Makna Puisi Kegiatan berdeklamasi didasarkan pada kemampuan dalam menafsirkan makna puisi. Apabila sebuah puisi mengandung kesedihan, maka kegiatan berdeklamasi harus diekspresikan dengan suasana sedih dan memilukan. Oleh karena itu, perlu pembacaan yang berulang-ulang dalam rangka memahami makna yang dikandung oleh puisi tersebut.
c. Memahami Penggunaan Tekanan dalam Kegiatan Berdeklamasi Kegiatan berdeklamasi harus tunduk kepada aturan-aturannya, yakni memahami di mana harus ditekankan atau dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, di mana harus dilambatkan atau dilunakkan, di mana harus diucapkan biasa, dan sebagainya. Jadi, bila kita mendeklamasikan puisi itu harus supaya menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri. Perhatikan beberapa aturan yang dimaksud di atas. —
Diucapkan biasa saja
/
Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di tengah baris
//
Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan artinya dengan baris berikutnya
///
Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabisan puisi
^
Suara perlahan sekali seperti berbisik
^^
Suara perlahan sahaja
^^^ Suara keras sekali seperti berteriak V
Tekanan kata pendek sekali
22
VV
Tekanan kata agak pendek
VVV
Tekan kata agak panjang
VVVV Tekan kata agak panjang sekali ____/
Tekanan suara meninggi
____
Tekanan suara agak merendah \ Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata tergantung kepada
pemaknaan terhadap puisi tersebut. Demikianlah, setelah tanda-tanda itu diletakkan dengan baik, maka harus memakai perasaan dan pertimbangan.
d. Aspek Penilaian Kegiatan Deklamasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan siswa saat berdeklamasi (Sismoyo dan Romiyatun, 2008: 29-30 dalam Anggarawati, 2012) adalah sebagai berikut. 1) Intonasi Intonasi adalah lagu kalimat. lagu kalimat dalam puisi yaitu penekanan setiap kata pada bait dalam puisi. Penekanan ini harus dilaksanakan sesuai isi puisi sehingga pembaca puisi terlihat lebih menghayati puisi. 2) Lafal Lafal merupakan cara seseorang dalam mengucapkan bunyi bahasa. Pelafalan saat pembacaan puisi haruslah jelas supaya kata-kata dalam bait puisi dapat terdengar jelas. 3) Ekspresi Ekspresi merupakan proses menyatakan atau mengungkapkan maksud, gagasan, atau perasaan yang ditunjukkan dengan gerak badan dan atau air muka. Ekspresi yang dikeluarkan seharusnya sesuai dengan isi bait yang dibacakan sehingga maksud dari puisi tersebut jelas dan dapat dimengerti oleh pendengar. Misalnya, bait puisi yang bernada sedih air mukanya haruslah menunjukkan perasaan sedih atau muram. 4) Berani dan Percaya Diri Keberanian dan kepercayaan diri siswa dapat dilihat melalui sikap saat berdeklamasi. Sikap-sikap yang perlu diperhatikan saat berdeklamasi, yaitu sebagai berikut. a) berdiri menghadap para pendengar dengan sikap berdiri yang baik,
23
b) saat mendeklamasikan puisi, sesekali pandangan mata mengarah pada pendengar (tidak menunduk), dan c) bersikap tenang serta tidak tergesa-gesa.
e. Teknik Berdeklamasi Beberapa teknik deklamasi yang dapat diaplikasikan (Anggarawati, 2012) adalah sebagai berikut. 1) Mengenal jenis puisi, misalnya, puisi yang berisi perjuangan nantinya dibawakan dengan semangat, puisi yang menceritakan kegembiraan nantinya dibawakan dengan ceria. 2) Memahami isi puisi. Hal ini penting dilakukan supaya kita dapat mendeklamasikan puisi dengan intonasi dan ekspresi yang tepat. 3) Membaca berulang-ulang. Awalnya puisi dibaca dalam hati, selanjutnya puisi dibaca dengan bersuara secara berulang-ulang. 4) Melakukan latihan membaca puisi secara berulang-ulang. Setelah puisi dibaca berulang-ulang dan pembaca sudah memahami isi puisi, lakukan latihan membaca puisi dengan lafal yang jelas. Latihan membaca puisi disertai dengan pemberian intonasi yang tepat. Latihan dapat dilanjutkan dengan pemberian ekspresi yang tepat.
B. KERANGKA KONSEPTUAL Kegiatan berdeklamasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada tiga indikator,
yakni
kemampuan
menggerakkan
bagian
tubuh,
kemampuan
menafsirkan makna puisi, dan kemampuan dalam memahami kaidah penggunaan intonasi dalam pembacaan puisi. Dengan memahami tiga indikator di atas, maka makna yang implisit yang terkandung dalam sebuah puisi akan ditafsirkan dengan baik oleh deklamator dan akan disampaikan dengan ekspressif melalui gerakan tubuh dan pemahaman dalam menggunakan kaidah intonasi. Oleh karena itu, apabila tiga indikator tersebut tercapai, maka kegiatan berdeklamasi juga akan menghasilkan nilai belajar yang baik. Metode discovery learning merupakan metode pembelajaran yang mengandung tiga ciri utama, yakni mengarahkan siswa dalam mengeksplorasi dan
24
memecahkan masalah, memampukan siswa dalam menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan, serta membimbing siswa dalam melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya. Dengan demikian, pengetahuan yang didapatkan siswa akan bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajarnya akan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya, serta penalarannya akan memampukan berpikir secara bebas. Kegiatan berdeklamasi mengharapkan siswa agar memiliki kemampuan kognitif dan psikomotorik
yang baik
dalam
menafsirkan makna dan
mengekspresikan sebuah puisi. Sejalan dengan itu, metode discovery learning juga merupakan metode pembelajaran yang mengarahkan siswa dalam memperoleh kemampuan kognitif dan psikomotorik. Oleh karena itu, metode discovery learning merupakan metode pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berdeklamasi.
C. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan landasan teoretis dan kerangka konseptual yang dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. Ha: Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan menggunakan metode discovery learning pada mahasiswa semester enam Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Medan tahun pembelajaran 2013/ 2014.
Ho: Tidak terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah diajarkan dengan menggunakan metode discovery learning pada mahasiswa semester enam Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UHN Medan tahun pembelajaran 2013/ 2014.
25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Metode ini merupakan metode yang sangat baik dalam mengukur hubungan sebab dan akibat. Oleh karena itu, metode ini dipergunakan untuk mengetahui bagaimana kemampuan mahasiswa dalam kegiatan berdeklamasi sebelum dan sesudah dikenai perlakuan metode discovery learning (pendekatan saintifik).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas perkuliahan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pembelajaran 2013/ 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Arikunto (1998:115) menyatakan, ―Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.‖ Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester empat Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013/ 2014 yang terdiri atas 3 kelas seperti di bawah ini. Tabel 1 Rincian Populasi Penelitian
Mahasiswa semester enam Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Group A
Group B
Group C
40
44
21
26
2. Sampel Penelitian Peneliti menggunakan teknik random dalam menentukan atau mengambil sampel. Dalam penelitian ini populasi yang ada terdiri menjadi 3 (tiga) kelas. Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, peneliti melakukan random sampling terhadap populasi kelas yang ada dengan cara melakukan pengacakan. Oleh karena itu, diambil 30% dari 105 orang, maka sampel penelitian ini adalah 32 orang mahasiswa
D. Desain Penelitian Model desain penelitian yang digunakan peneliti adalah desain
One
Group Pretest Posttest Design. Arikunto (2005:212) berpendapat, ―One group pretest posttest design yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.‖ Di dalam desain ini pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Pengukuran yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pretest, dan pengukuran sesudah eksperimen disebut posttest. Dengan desain ini, efek dari eksperimen dapat diketahui dengan pasti karena sudah menggunakan tes awal. Tes dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama, tes sebelum menggunakan metode discovery learning, dan yang kedua, tes sesudah metode discovery learning. Tabel 2 Desain Penelitian Kelas
Pretest
Perlakuan
Posttest
Eksperimen
O1
X
O2
Keterangan: O1
:
Tes awal dalam kegiatan berdeklamasi
X
: Perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran discovery learning
O2
: Tes
akhir dalam kegiatan berdeklamasi
27
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk menjaring data adalah tes dalam kegiatan berdeklamasi. Tes tersebut dibentuk berdasarkan performansi mahasiswa dalam kegiatan mendeklamasikan puisi. Adapun yang menjadi kriteria penilaian dalam kegiatan berdeklamasi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3 Aspek-aspek Penilaian No
Aspek
Indikator
Skor Maksimal
1
Pemaknaan
Kemampuan menafsirkan makna puisi
20
2
Gerakan
a) Kemampuan menggerakkan tubuh (15)
30
b) Kemampuan menunjukkan mimik/ ekspresi wajah (15) 3
4
Kaidah
a) Kemampuan menggunakan Intonasi (15)
Pembacaan
b) Kemampuan menggunakan lafal (15)
Performansi
a) Kemampuan menampilkan pertunjukan yang
30
20
menarik (10) b) Keberanian dan Kepercayan diri (10) Jumlah
100
F. Teknik Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis adalah sebagai berikut. 1. Menghitung nilai rata-rata hasil belajar kegiatan berdeklamasi sebelum dan sesudah perlakuan dengan rumus
X =
Fi X i
(Sudjana, 2002:67)
Fi 28
2. Menghitung simpangan
baku S1 dan S2 dari varians sebelum dan sesudah
perlakuan dengan rumus S
N
2
Fi X i
2
Fi X i
2
(Sudjana, 2002:95)
N N 1
3. Pemeriksaan dengan uji normalitas data dengan menggunakan uji
Liliefors,
langkah-langkah yang ditempuh adalah: a. Pengamatan X1, X2, ….,Xn
dijadikan bilangan baku Z1,
Z2, ….Zn
dengan menggunakan rumus: Zi =
Xi
X
(Sudjana, 2002:466)
S
b. Menghitung peluang F(zi) = F(z
zi) dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku. c. Menghitung Z1 , Z2, ….,Zn yang dinyataka dengan S(Zi). d. Menghitung selisih F(Zi) - S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya. e. Menentukan harga terbesar di antara harga-harga mutlak Harga terbesar ini disebut
selisih tersebut
Lo. Untuk menerima dan menolak distribusi
normal data penelitian dapat dibandingkan nilai Lo dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar tabel uji Liliefors dengan taraf
0,05 dengan
kriteria pengujian jika Lo < L maka sampel berdistribusi normal. 4. Untuk menentukan data
homogen atau tidak, digunakan uji homogenitas
varians dengan menggunakan uji F sebagai berikut. F=
var ians terbesar var ians terkecil
(Sudjana, 2002:250)
Kriteri pengujian: Jika
Fhitung < Ftabel
maka
sampel sebelum dan sesudah perlakuan
mempunyai varians yang sama. 5. Pengujian hipotesis, digunakan rumus uji-t dari Arikunto yaitu
D
t
D N N ( N 1)
(Arikunto, 2005:396)
2
D2
29
Rumus di atas dapat diuji pada taraf signifikan 5% atau
= 0,05 dari
daftar distribusi t dk = (n-1) dengan ketentuan terima Ha jika thitung > ttabel dan ditolak Ho jika thitung < ttabel. Selanjutnya kategori kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah perlakuan, digunakan rentang nilai berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) sebagai berikut: 85 – 100
: Baik Sekali
75 – 84
: Baik
65 – 74
: Cukup
55 – 64
: Kurang
0 - 54
: Kurang Sekali Kategori kemampuan siswa tersebut dianalisis dengan teknik persentase
yang dikemukakan Arikunto (2003:250), ―Para siswa diharapkan dapat mencapai sekurang-kurangnya
75%
dari
tujuan
pembelajaran
yang
ditentukan.‖
Selanjutnya Thoha (2001:87) menyatakan, ―Seberapa jauh tingkat penguasaan dianggap memadai, tergantung pada standar atau patokan yang ditetapkan.‖ Apabila persentase nilai (dari tingkat kategori cukup ke atas) sudah mencapai 75%, dapat dinyatakan kemampuan siswa memadai dan apabila kurang dari 75% maka dinyatakan kurang memadai.
30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai mahasiswa berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning. Distribusi nilai yang diperoleh melalui penerapan metode tersebut dipaparkan dalam tabel berikut. Tabel 4 Data Nilai Kemampuan Berdeklamasi No
Nama
Pretest
Postest
1.
Gloria Rivael Br. Sembiring
55
75
2.
Eva Friska Tarigan
60
75
3.
Ika Widiati Sinaga
70
80
4.
Ruth Helena Nainggolan
65
85
5.
Rita Marsaulina Pasaribu
45
60
6.
Isabella Br. Sembiring
50
65
7.
Henny Indriawati Hulu
80
95
8.
Amrin Jafetman Sinaga
65
80
9.
Repiana Gultom
65
70
10. Ernesta Br. Ginting
60
75
11. Lastri Nainggolan
60
70
12. Vina Merina Br. Sianipar
70
85
13. Lidia Theresia Siringoringo
65
85
14. Ceria Kristi Br. Tarigan
75
90
15. Rayona Tampubolon
70
80
16. Virgina Rosti Situmorang
50
60
17. Chrisma Dumasari Br. Siahaan
65
70
18. Goklas Brikman Simaremare
60
70
19. Edo Salomo Sormin
50
60
31
20. Martini Simanjuntak
75
90
21. Minarti Manalu
75
85
22. Noviyanti Raema Sitompul
80
90
23
Juwita Siregar
75
85
24
Betaria Fronika Silalahi
70
80
25
Marety Esteria Silalahi
80
95
26
Laurence Tampubolon
70
80
27
Marita Butarbutar
65
75
28
Nova Yanti Manurung
75
90
29
Anna Sari Natalia Tarigan
75
85
30
Novita Lina Br. Tarigan
70
75
31
Irma Erviana Br. Perangin-angin
75
90
32
Libra Simatupang
65
80
∑X1=2130
∑X2= 2530
66,56
79,06
Jumlah Rata-rata
Nilai di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh pada pretest memiliki selisih dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada postest. Berdasarkan nilai tersebut, sementara waktu dapat dinyatakan bahwa metode discovery learning meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berdeklamasi, namun pengujian data tersebut perlu dilakukan untuk membuktikan hipotesis. Oleh karena itu, berdasarkan distribusi nilai di atas, di bawah ini disajikan distribusi frekuensi yang memetakan nilai-nilai tersebut dalam bentuk standar deviasi, standar perbedaan, dan standar error perbedaan mean untuk digunakan dalam menentukan normalitas, homogenitas, dan hipotesis penelitian, baik untuk data pretest, maupun untuk data postest.
1. Analisis Data Pretest Seperti penjelasan sebelumnya, perolehan nilai pretest akan didistribusikan untuk menentukan nilai-nilai yang diperlukan dalam menguji penerapan metode discovery learning dalam meningkatkan kemampuan berdeklamasi.
32
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest X
F
FX
X
x2
Fx2
45
1
45
-21,56
464,83
464,83
50
3
150
-16,56
274,23
822,70
55
1
55
-11,56
133,63
133,63
60
4
240
-6,56
43,03
172,13
65
7
455
-1,56
2,43
17,03
70
6
420
3,44
11,83
71,00
75
7
525
8,44
71,23
498,63
80
3
240
13,44
180,63
541,90
N=32
∑FX=2130
∑Fx2=2721,85
Pemetaan tabel di atas digunakan untuk menentukan standar deviasi dan standar error sampel pada nilai awal (pretest) seperti berikut.
1. Rata-rata (Mean) Nilai Pretest
MX
fX N1 2130 32 66,56
2. Standar Deviasi Nilai Pretest
SDX
fx 2 N1 2721,85 32 85,05
SDX
9,22
33
3. Standar Error Nilai Pretest
SEMX
SDX N1 1 9,22 32 1
SEMX
1,65 Perolehan nilai pretest pada setiap sampel berdasarkan distribusi frekuensi
dapat diamati dalam diagram batang berikut ini.
Gambar 2 Distribusi Frekuensi Kelompok Pretest
FREKUENSI
8 6 4 2 0 45 50 55 60 65 70 75 80 NILAI
Diagram batang yang menunjukkan perolehan nilai setiap sampel pada data pretest juga dapat diamati dalam kategorisasi di bawah ini. Tabel 6 Identifikasi Kecenderungan Kelompok Pretest Rentang
F. absolute
F. Relative
Kategori
85-100
0
0%
Sangat baik
70-84
16
50%
Baik
55-69
12
37,5%
Cukup
40-54
4
12,5%
Kurang
0-39
0
0
Sangat kurang
32
100%
34
2. Analisis Data Postest Tidak berbeda dengan analisis data pretest sebelumnya, data postest berikut ini juga disajikan berdasarkan distribusi frekuensi dalam bentuk standar deviasi, standar perbedaan, dan standar error yang diperlukan untuk menguji normalitas data yang diperoleh. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Data Postest X
F
FX
X
x2
Fx2
60
3
180
-19,06
363,28
1083,85
65
1
65
-14,06
197,68
197,68
70
4
280
-9,06
82,08
328,33
75
5
375
-4,06
16,48
82,41
80
6
480
0,94
0,88
5,30
85
6
510
5,94
35,28
211,70
90
5
450
10,94
119,68
598,41
95
2
190
15,94
254,08
508,16
N=32
∑FX=2530
∑Fx2=3021,84
Distribusi frekuensi tersebut digunakan untuk menentukan standar deviasi, standar error, dan standar perbedaan pada data postest berikut ini. 1. Rata-rata (Mean) Data Postest
MX
fX N1 2530 32 79,06
2. Standar Deviasi Data Postest
SDX
fx 2 N1 3021,84 32 94,43
SDX
9,71
35
3. Standar Error Kelompok Y
SEMX
SDX N1 1 9,71 32 1
SEMX
1,74
Berdasarkan tabel distribusi kelas postest di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut: Gambar 3 Distribusi Frekuensi Data Postest
FREKUENSI
6
4 2 0 60 65 70 75 80 85 90 95 NILAI
Adapun ketentuan dalam pengkategorian data tersebut terbagi atas lima bagian seperti tabel berikut. Tabel 8 Identifikasi Kecenderungan Data Postest Rentang
F. absolute
F. Relative
Kategori
85-100
13
40,6%
Sangat baik
70-84
15
46,9%
Baik
55-69
4
12,5%
Cukup
40-54
0
0
Kurang
0-39
0
0
Sangat kurang
32
100%
36
4. Mencari Standar Error Data Pretest dan Data Postest SEmx
2
SEMX
my
1,65
2,72
2
SEMY
2
1,74
2
3,02
5,74 = 2,39 Dari perhitungan di atas diperoleh standar error perbedaan mean pada pretest (X) dan postest (Y) adalah 2,39.
B. Uji Persyaratan Analisis Data 1. Uji Normalitas Data Pretest Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Lilliefors. Berikut tabel uji normalitas pada data pretest. Tabel 9 Uji Normalitas Data Pretest X
F
Fkum
Zi
Tabel
F(Zi)
S(Zi)
L
45
1
1
-2,33
0,4901
0,0099
0,0312
0,0213
50
3
4
-1,79
0,4633
0,0367
0,1250
0,0883
55
1
5
-1,25
0,3944
0,1056
0,1562
0,0506
60
4
9
-0,71
0,2612
0,2388
0,2812
0,0424
65
7
16
-0,16
0,0636
0,4364
0,5
0,0636
70
6
22
0,37
0,1443
0,6443
0,6875
0,0432
75
7
29
0,91
0,3186
0,8186
0,9062
0,0876
80
3
32
1,45
0,4265
0,9265
1
0,0735
Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut (Lhitung)= 0,0883. Kemudian nilai Lhitung ini diproyeksikan dengan nilai kritis L dengan taraf nyata α = 0,05 (5%). Dimana diketahui (N=32), maka Ltabel dengan α (0,01) = 0,1824, dan α (0,05) = 0,1568.
37
Dengan demikian Lhitung < Ltabel (0,0883 < 0,1568
(0,05)
< 0,1824
(0,01)).
Hal
ini membuktikan bahwa data pretest berdistribusi normal.
2. Uji Normalitas Data Postest Uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Lilliefors. Berikut tabel uji normalitas data postest. Tabel 10 Uji Normalitas Data Postest X
F
FKum
Zi
Tabel
F(Zi)
S(Zi)
L
60
3
3
-1,96
0,4750
0,0250
0,0937
0,0687
65
1
4
-1,44
0,4251
0,0749
0,1250
0,0501
70
4
8
-0,93
0,3238
0,1762
0,25
0,0738
75
5
13
-0,41
0,1591
0,3409
0,4062
0,0653
80
6
19
0,09
0,0359
0,5359
0,5937
0,0521
85
6
25
0,61
0,2291
0,7291
0,7812
0,0578
90
5
30
1,12
0,3686
0,8686
0,9375
0,0689
95
2
32
1,64
0,4495
0,9495
1
0,0505
Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut (Lhitung)= 0,0738. Kemudian nilai Lhitung ini diproyeksikan dengan nilai kritis Ltabel 0,1568 dengan taraf nyata α = 0,05 (5%) dan 0,1824 dengan taraf nyata α = 0,051 (1%). Dengan demikian Lhitung < Ltabel (0,0738 < 0,1568
(0,05)
< 0,1824
(0,01)).
Hal ini membuktikan bahwa data postest berdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas Uji homogenitas varians diuraikan untuk menguji kesamaan variabel. Metode yang digunakan adalah dengan uji Bartlet (Sudjana, 1989:261). Perhitungannya sebagai berikut. Diketahui: S2x = (9,22)2 = 85,00 S2y = (9,71)2 = 94,28
38
Derajat kebebasan (dk) dk = N – 1 = 32-1 = 31 Setelah diperoleh harga-harga yang diperlukan untuk uji Bartlet, kemudian dihitung varians gabungan dari semua sampel ( S 2 ), harga satuan B, dan digunakan statistik Chikuadrat (
2
). Berikut ini disajikan hasil perhitungan
homogenitas data-masing-masing variabel penelitian. Tabel 11 Harga-harga yang Diperlukan untuk Uji Bartlet Sampel
Dk
1/dk
Si2
Log Si2
(dk)Log Si2
X
31
0,032
85,00
1,92
59,62
Y
31
0,032
94,28
1,97
61,07
62
120,59
a.Varians Gabungan Sampel
S
2
(ni i ) S i
2
(ni 1)
(n x 1) S x
2
(n x
(nY
1) S y
2
ny ) 2
(31)(85) (31)(94,28) 62 (2635) (2922,68) 62 2 S 89,64 Log S 2
Log 89,64 1,95
b. Harga Satuan B
B
LogS 2
(ni 1)
= (1,95) (62) = 121,05 c. Uji Bartlett dengan rumus Chi kuadrat X2 = ln 10
{B -
(ni-1) Log Si2}
= (2,3025)(121,05 - 120,9) 39
= (2,3025) (0,15) = 0,35 Dari perhitungan di atas diperoleh X2hitung (chi kuadrat) sebesar 0,35, sedangkan harga X2tabel pada taraf kepercayaan 95 % dengan dk 1 adalah 3,84. Oleh karena itu, X2hitung < X2tabel yaitu 0,35 < 3,84. Hal ini membuktikan bahwa varians berasal dari populasi yang bersifat homogen.
C. Pengujian Hipotesis Berdasarkan
penelitian
terhadap
normalitas
dan
homogenitas
sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa persyaratan analisis data dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal dan dari variansi populasi yang homogen. Selanjutnya akan dilakukan hipotesis dengan uji ―t‖ dengan rumus Sudijono (Sudijono, 2007: 282-285):
to
M1 M 2 SEM 1 M 2
79,06 66,56 2,39 5,23 Maka thitung = 5,23 Berdasarkan perhitungan data maka diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan
= 5% dari daftar distribusi t dk (n-1) = (32-1) = 31 maka diperoleh
ttabel = 2,38. Jadi thitung > ttabel = 5,23 > 2,38 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning.
D. Temuan Penelitian Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh temuan sebagai berikut. 1. Kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery learning termasuk dalam kategori baik. Kategori itu dicapai oleh 16 orang sampel (50%) dan rata-rata hasil belajar yang diperoleh adalah 66,56.
40
2. Kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery learning menunjukkan hasil yang berbeda. Perolehan nilai pada kategori sangat baik dicapai oleh 13 orang (40,6%) dan rata-rata hasil belajar . Artinya, 16 orang sampel yang awalnya mencapai kategori baik meningkat menempati capaian kategori sangat baik setelah mendapat perlakuan metode discovery learning. 3. Data kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning berada pada distribusi normal, yaitu pada taraf %,
= 1%, dan N = 32 diperoleh Lhitung < Ltabel (0,0883 < 0,1568
=5 (0,05)
<
0,1824 (0,01)) sebelum perlakuan dan Lhitung < Ltabel (0,0738 < 0,1568 (0,05) < 0,1824
(0,01))
sesudah perlakuan. Artinya, kedua data tersebut berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. 4. Uji homogenitas dengan menggunakan uji varians diperoleh Fhitung = 0,35 dan Ftabel = 3,84 jadi Fhitung < Ftabel maka varians sampel berasal dari populasi yang homogen. 5. Uji-t, diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan (32-1) = 31 diperoleh t
tabel
= 2,38, jadi thitung > t
= 5 % dk = (n-1) = tabel
= 5,23 > 2,38.
Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning.
E. Pembahasan Hasil Penelitian Temuan penelitian di atas telah menjelaskan bahwa perolehan nilai ratarata siswa meningkat setelah adanya perlakuan metode discovery learning. Nilai rata-rata pretest yang awalnya 66,56 meningkat menjadi 79,06. Peningkatan nilai tersebut dipengaruhi oleh adanya kontribusi metode discovery learning dalam berdeklamasi. Hal itu disebabkan oleh pengetahuan mahasiswa yang diarahkan untuk meningkatkan proses kognitifnya dalam memperoleh konsep-konsep berdeklamasi secara mandiri. Kemandirian tersebut tampak pada prosedur metode discovery learning yang diawali dengan pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan. Prosedur tersebut membuat siswa memperoleh konsep dan
41
mengaplikasikannya secara mandiri sehingga dapat memaksimalkan capaian nilai yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan masalah yang sering ditemukan dalam materi berdeklamasi dimana mahasiswa kesulitan dalam memahami konsep deklamasi dan mengekspresikan perasaannya. Oleh karena itu, metode discovery learning dapat mengatasi kesulitan tersebut dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar secara mandiri. Berdasarkan pengujian normalitas dan homogenitas, maka diketahui bahwa data sebelum dan sesudah perlakuan adalah berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Berdasarkan analisis data dengan uji-t diperoleh thitung = 5,23 pada taraf signifikan
= 5 % dan dk (n-1) = (32-1) = 32 diperoleh
ttabel = 2,38. Dengan demikian, thitung > ttabel. Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdeklamasi sebelum dan sesudah menerapkan metode discovery learning. Berdasarkan hasil yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa metode discovery learning merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berdeklamasi dengan menjadikan mahasiswa sebagai problem solver yang dapat melakukan berbagai kegiatan secara mandiri, seperti menghimpun
informasi,
membandingkan,
mengkategorikan,
menganalisis,
mengintegrasikan, mereorgansisasikan bahan serta membuat kesimpulankesimpulan. Dengan demikian, metode discovery learning memungkinkan mahasiswa menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti. Dalam kaitannya dengan materi berdeklamasi, metode ini digunakan untuk memperluas kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan perasaannya mengenai teks puisi yang dijadikan sebagai objek.
42
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalan bab IV, maka dapat disimpulkan seperti di bawah ini. 1. Kemampuan berdeklamasi sebelum menerapkan metode discovery learning tergolong dalam kategori baik. 2. Kemampuan berdeklamasi sesudah menerapkan metode discovery learning tergolong dalam kategori sangat baik. 3. Kesulitan mahasiswa dalam berekspresi dapat diatasi dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar secara mandiri. 4. Dari hasil penelitian dan data yang diperoleh, metode discovery learning sangat baik diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berdeklamasi.
B. Saran Berdasarkan simpulan, adapun yang menjadi saran dikemukakan berikut. 1. Metode discovery learning sangat baik diterapkan oleh dosen-dosen bahasa Indonesia dalam pembelajaran berdeklamasi untuk membuat mahasiswa lebih mandiri dalam memperoleh dan menerapkan konsep berdeklamasi. 2. Variasi pembelajaran melalui penggunaan metode, teknik, dan model dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa. Oleh karena itu, para pendidik diharapkan untuk lebih kreatif dalam memvariasikan pembelajaran. 3. Metode discovery learning dapat digunakan pada pembelajaran bahasa Indonesia lainnya selain materi pembelajaran berdeklamasi.
43
DAFTAR PUSTAKA Anggarawati, M. N. 2012. Peningkatan Kemampuan Berdeklamasi Menggunakan Media Video pada Siswa Kelas II SD Kanisius Demangan Baru 1 (Skripsi). FKIP. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Arikunto, S.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. ________
2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
________
2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmazaki. 1993. Analisis Sajak Teori, Metodologi dan Aplikasi. Bandung: Angkasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. (diakses tanggal 01 Maret 2014 dalam http://kangmartho.com). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Model Pembelajaran Penemuan Discovery Learning). Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Kokasih., E. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusasteraan. Bandung: Yarma Widya. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. 2009. Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Medan: Universitas HKBP Nommensen. Qodariah, T. 2012. Model Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Menggunakan Teknik Deklamasi di Kelas VI SDN Sindanggalih 5 Karangtengah Garut (Makalah). Bandung: STKIP Siliwangi. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga Wahyuniati, B. Peningkatan Kemampuan Mendeklamasikan Puisi Melalui Metode Demonstrasi pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 3 Amlapura Tahun Pembelajaran 2012/ 2013. (Skripsi). Denpasar: Universitas Mahasaraswati. Waluyo, Herman. J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Bumi Aksara.
44