SKRIPSI
“PENGARUH LAJU PEMAKANAN PEMBUATAN CETTING CLEP MENGGUNAKAN MESIN BUBUT TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DAN STAINLEES STEEL”
Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Pada Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
OLEH: AMRAN FARZAN E1C1 10 061 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
Ingestion influence rate setting valve using a lathe to the value of hardness in the low-carbon steel and stainless steel Name
: Amran Farzan
Reg. No
: E1C1 10 061
Department : Mechanical Engineering Supervisors : 1. Ir.Kadir., MT ABSTRACT The lathe is one kind of machine tools. The working principle in the process of turning or better known as the turning process the removal of part of the workpiece to obtain a certain shape. Here the workpiece will be in the swivel/rotate at a certain speed along with doing the process feeds by chisel-driven in traslation parallel to the spin axis of the workpiece. In general, the manufacture of valve settings using low carbon steel, however low-carbon steel containing carbon in a mixture of carbon steel is less than 0,3% . this steel is not hard steel for the low carbon content of less than 0,3% C. The purpose of this study is to ingestion rate determine the effect of making cutting clip using a lathe to the value of hardness in low carbon steel and stainless. vickers testing conducted to determine the hardness of a material in which the durability of the material to a fairly smail diamond indentor and has the shape of a pyramid-shaped geometry. Ingestion speed use in the study manufacture the valve settings using a lathe with low carbon steel and stainlees steel.by varving the speed of feeds 1,0, 1,0 and 2,0 with workpiece thickness 10 mm. In the research in low-carbon steel with a thickness of 10 mm turner using tungsten carbide chisel types. The results showed that levels of violence vickers hardness in the process of making cetting clep using a lathe with low carbon steel and stainless steel strength values vickers the highest obtained in stainless steel with a speed of 2,0 mm/min at 257,6 kg/mm². Keywords: Lathe, Manufacture Cetting Clep, Hardness Vickers.
v
i
“PENGARUH LAJU PEMAKANAN PEMBUATAN CETTING CLEP MENGGUNAKAN MESIN BUBUT TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DAN STAINLEES STEEL” Nama Stambuk Jurusan Dosen Pembimbing
: Amran Farzan : E1C1 10 061 : S-1 Teknik Mesin : 1. Ir.Kadir., MT ABSTRAK
Mesin bubut merupakan salah satu jenis mesin perkakas. Prinsip kerja pada proses turning atau lebih dikenal dengan proses bubut adalah proses penghilangan bagian dari benda kerja untuk memperoleh bentuk tertentu. Di sini benda kerja akan diputar/rotasi dengan kecepatan tertentu bersamaan dengan dilakukannya proses pemakanan oleh pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Pada umumnya pembuatan cetting clep menggunakan baja karbon rendah, akan tetapi Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3% C. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laju pemakanan pembuatan cetting cleep menggunakan mesin bubut terhadap nilai kekerasan pda baja karbon rendah dan stainless steel. Pengujian Vickers dilakukan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid. Kecepatan pemakanan yang digunakan dalam penelitian pembuatan cetting clep menggunakan mesin bubut dengan bahan baja karbon rendah dan stainlees steel. Dengan memvariasikan kecepatan pemakanan 1,0, 1,5 dan 2,0 dengan ketebalan benda kerja 10 mm. Pada penelitian ini baja karbon rendah dan stainless steel dengan ketebalan 10 mm dibubut menggunakan pahat jenis carbide tungsten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kekerasan Hardness Vickers pada proses pembuatan cetting clep menggunakan mesin bubut dengan bahan baja karbon rendah dan stainless steel nilai kekuatan vickers tertinggi diperoleh pada stainless steel dengan kecepatan 2,0 mm/menit sebesar 257,6 kg/mm2. Kata Kunci : Mesin bubut, Pembuatan cetting clep , Uji kekerasan.
iv
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan penuh semangat dan kekuatan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah menegakkan kalimat Allah dimuka bumi ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PENGARUH LAJU PEMAKANAN PEMBUATAN CETTING CLEP MENGGUNAKAN MESIN BUBUT TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DAN STAINLEES STEEL”. Dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Gelar Strata Satu (S-1) pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi S1 Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.. Penulis menyadari pula bahwa tulisan ini terwujud berkat arahan dari Bapak Ir Kadir., MT selaku pembimbing I. Oleh karena itu kepada kedua beliau penulis sangat mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setulustulusnya.
vi
Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan kepada: 1.
Allah SWT yang telah memberikan penulis kesehatan serta kekuatan, dan Nabi besar Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan yang terang kepada umatnya.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S. Selaku Rektor Universitas Halu Oleo.
3.
Bapak Mustarum Musaruddin, ST., MIT,. Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Teknik.
4.
Bapak Muh. Hasbi, ST.,MT., Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin sekaligus Ketua Program Studi S-1 Teknik Mesin.
5.
Terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua. Kepada Ayah tercinta Baco SE dan ibunda tersayang Sulaiman yang telah memberikan do’a, kasih sayang, moral, motivasi dan materi yang takkan pernah ternilai, yang telah menjadikan Penulis menjadi orang yang berpendidikan. Penulis menyadari tiada satupun Penulis berikan untuk membalas semua itu selain dari pada doa yang Penulis panjatkan kepada Allah SWT.
6.
Terima kasih kepada kakakku tercinta, Amrin Farzan SKM., MM dan adindaku tersayang Arni Putriani Farzan.
7.
Bapak/Ibu Dosen pada Fakultas Teknik, khususnya Bapak/Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi S-1 Teknik Mesin yang telah membina dan memberikan ilmu kepada penulis.
vii
8.
Terima kasih juga kepada Wahyu Petrus S.T , Laode Ramalan S.T , Alim S.T, Laode Muh.Guntur, Ka’kanda Laode Muh. Isdar, Urip Prasmayogi, Burhanuddin Fadri, Leo Jumadin Awal, Loman Leo dan Leting 0’10.
9.
Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan Skripsi ini. Akhirulkalam, penghargaan dan terima kasih yang dalam buat semua pihak
yang telah membantu penulis selama ini baik dalam studi maupun dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT menilai segala amal ibadah dan membalas dengan kebaikan dan semoga skripsi ini tidak menjadi hal yang sia-sia. Tetapi melainkan menjadikan sebuah referensi dalam pengembangan penelitian yang berikutnya, agar menjadikannya lebih baik. Amin………….
Kendari,
April 2016
Amran Farzan
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iii ABSTRAK INDONESIA ............................................................................. iv ABSTRAK INGGRIS .................................................................................. v KATA PENGANTAR .................................................................................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR SIMBOL ...................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3 Batasan Masalah....................................................................................... 2 1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2 1.5 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3 1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pustaka Terdahuluan ................................................................................ 5 2.2 Baja Karbon ............................................................................................. 7 3.2.1 Baja Karbon Rendah ...................................................................... 7 3.2.2 Baja Karbon Menengah ................................................................. 7 ix
3.2.3 Baja Karbon Tinggi........................................................................ 8 2.3 Baja Paduan .............................................................................................. 8 2.3.1 Baja Paduan Rendah ...................................................................... 9 2.3.2 Baja Paduan Tinggi ........................................................................ 9 2.3.3 Baja Tahan Karat (Stainless Steel) ................................................. 10 2.3.4 Baja Tahan Karat Feritik ................................................................ 11 2.3.5 Baja Tahan Karat Austenitik .......................................................... 12 2.3.6 Baja Tahan Karat Martensit ........................................................... 12 2.4 Diagram Fasa. .......................................................................................... 13 2.5 Sifat Mekanik ........................................................................................... 14 2.6 Uji Kekerasan (Hardness Test) ................................................................ 14 2.7 Prinsip Mesin Bubut................................................................................. 18 2.8 Bagian-Bagian Utama Mesin Bubut Konvesional ................................... 20 2.8.1 Sumbu Utama (Main Spindle)........................................................ 20 2.8.2 Meja Mesin (Bed) .......................................................................... 22 2.8.3 Eretan (Carriage) ........................................................................... 23 2.8.4 Kepala Lepas (Tail Stock) .............................................................. 23 2.8.5 Tuas Pengatur Kecepatan Transporter Dan Sumbu Pembawa....... 24 2.8.6 Plat Tabel Kecepatan ..................................................................... 25 2.8.7 Tuas Pengubah Pembalik Transporter Dan Sumbu Pembawa ....... 25 2.8.8 Plat Tabel Kecepatan Sumbu Utama ............................................. 26
x
2.8.9 Tuas-Tuas Pengatur Kecepatan Sumbu Utama .............................. 26 2.8.10 Penjepit Pahat (Tool Post) ........................................................... 27 2.8.11 Eretan Atas .................................................................................. 27 2.8.12. Keran Pendingin .......................................................................... 28 2.8.13 Roda Pemutar ............................................................................... 28 2.8.14 Transporter Dan Sumbu Pembawa .............................................. 29 2.8.15 Tuas Penghubung ......................................................................... 29 2.8.16 Eretan Lintang .............................................................................. 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ................................................................. 31 3.2 Alat Dan Bahan ........................................................................................ 31 A. Alat ....................................................................................................... 31 B. Bahan .................................................................................................... 34 3.3 Proserdur Penelitian ................................................................................. 34 3.3.1 Prosedur Pengujian ......................................................................... 34 3.3.2 Prosedur Pada Mesin Bubut ............................................................ 34 3.3.3 Prosedur Pengujian .......................................................................... 35 3.4 Diagram Alir ............................................................................................ 36 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Menghitung Angka Kekerasan ................................................................ 36 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan Vickers ......................................................... 37
xi
4.1.1 hasil Pengujian Kekerasan Vickers .................................................. 37 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 43 5.1 Saran ......................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
SIMBOL HB F D d HR E e F D D1 D2 HV F D
f N V F n d n q do dm cs a
DAFTAR SIMBOL DESKRIPSI Nilai Kekerasan Brinell Beban Yang Diterapkan Diameter Bola Diameter Nilai Kekerasan Rockwell Konstanta Tergantung Pada Bentuk Identor Perbedaan Antara Dalamnya Penembusan Beban Yang Ditetapkan Panjang Diagonal Rata-Rata Panjang Diagonal 1 Panjang Diagonal 1 Angka Kekerasa Vickers Beban Diagonal Laju Pemakanan Putaran Poros Utama Kecepatan Gerak Makanan Gerak Makan Putaran Benda Kerja Diameter Benda Kerja Putaran Spindle Kedalaman Pemakanan Diameter Awal Diameter Akhir Kecepatan Potong Kedalaman Potong
xiii
SATUAN (Kg) (Kg) (mm) (mm) (Kg) (mm) (mm) (Kg) (mm) (mm) (mm) (Kg/mm²) (Kg) (mm) (mm/putaran) (rpm) m/menit (mm/rev) rad/menit mm rpm mm mm mm mm/menit mm
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram Fasa..................................................................................... 14 Gambar 2.2 Pengujian Vickers Dan Bentuk Indentor Vickers .............................. 15 Gambar 2.3 Pengujian Rockwel ............................................................................ 16 Gambar 2.4 Pengujian Brinell ............................................................................... 18 Gambar 2.5 Mesin Bubut ...................................................................................... 19 Gambar 2.6 Poros Spindle ..................................................................................... 20 Gambar 2.7 Sumbu Utama (Main Spindle) ........................................................... 22 Gambar 2.8 Meja Mesin (Bed) .............................................................................. 22 Gambar 2.9 Eretan (Charger) ............................................................................... 23 Gambar 2.10 Kepala Lepas (Tail Stock) ............................................................... 24 Gambar 2.11 Tuas Pengatur Kecepatan Transporter Dan Sumbu Pembawa ........ 25 Gambar 2.12 Tuas Pengubah Pembalik Transporter Dan Sumbu Pembawa ........ 26 Gambar 2.13 Plat Tabel Kecepatan Sumbu Utama ............................................... 26 Gambar 2.14 Tuas-Tuas Pengatur Kecepatan Sumbu Utama ............................... 27 Gambar 2.15 Penjepit Pahat (Tools Post) ............................................................. 27 Gambar 2.16 Eretan Atas ...................................................................................... 28 Gambar 2.17 Keran Pendingin .............................................................................. 28 Gambar 2.18 Roda Pemutar ................................................................................. 29 Gambar 2.19 Ttranporter Dan Sumbu Pembawa .................................................. 29 Gambar 3.1 Mesin Bubut ...................................................................................... 31 Gambar 3.2 Gergaji Tangan .................................................................................. 32 Gambar 3.3 Jangka Sorong ................................................................................... 32 Gambar 3.4 Kepala Lepas ..................................................................................... 33 Gambar 3.5 Pahat Tungsten Carbide .................................................................... 33 Gambar 3.6 Alat Uji Kekerasan. ........................................................................... 34
xiv
Gambar 4.1 Grafik Gabungan Kekerasan Rata-Rata VS Kecepatan Pemakanan 38 Gambar 4.2 Specimen Uji Vickers Berbahan Baja Karbon Rendah...................... 41 Gambar 4.3 Specimen Uji Vickers Berbahan Stainless Stell ................................. 41
xv
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan Vickers ...................................................... 37 Tabel 1 Data Hasil Uji Vickers Baja Karbon Rendah .......................................... 46 Tabel 2 Data Hasil Uji Vickers Stainless Steel ..................................................... 47
xv xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Menghitung Parameter Yang Digunakan
Lampiran II
Data Hasil Uji Vickers Baja Karbon Rendah ......................... 46
Lampiran III
Data Hasil Uji Vickers Stainlees Steel .................................... 47
Lampiran IV
Data Hasil Uji Vickers .......................................................... 48
Lampiran V
Proses Pengerjaan Specimen Pada Mesin Fabrikasi .............. 49
Lampiran VI
Tahap Specimen Sebelum Dilakukan Uji Kekerasan Vickers 52
Lampiran VII
Proses Pengujian Kekerasan Vickers. ..................................... 53
xvi xvii
........................... 45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini telah memasuki era perdagangan bebas, dimana dalam bidang perekonomian dan teknologi mengalami perubahan yang sangat pesat, terutama dalam bidang otomotif. Banyaknya produk spare part yang ada dipasaran membuat persaingan menjadi lebih ketat. Pabrik tersebut berusaha membuat produk yang lebih baik untuk mencari konsumen sebanyak mungkin. Pemakaian
mesin
yang
dilakukan
terus-menerus
mengakibatkan
komponen yang ada didalamnya menjadi rusak, maka perlu dilakukan pergantian dengan yang baru, Komponen pengganti untuk mengganti komponen yang rusak tersebut sering kita sebut spare part (Suku cadang). Pemilihan spare part yang tepat dapat memperpanjang umur mesin selain itu dapat juga menghemat pengeluaran. Katup merupakan salah satu komponen mesin yang mempunyai fungsi atau peran yang sangat penting dalam proses pembakaran bahan bakar suatu mesin. Karena seringnya bergerak dan bergesekan dengan komponen lain membuat katup tersebut mudah mengalami kerusakan atau keausan maka perlu dilakukan pergantian dengan spare part yang baru. Disamping itu material katup harus tahan pada suhu yang tinggi. Masyarakat kita pada umumnya menggunakan spare part hanya memilih pada salah satu produk saja dari beberapa produk, mengingat banyaknya berbagai macam merek yang ada dipasaran.
1
Kartika dkk (2010), meneliti tentang analisa kerusakan lapisan katup kobalt pada piringan katup buang mesin disel. Hasil analisa komposisi kimia menunjukan bahwa lapisan katup buang terbuat dari paduan kobalt Stellite-1, sedangkan piringan katup buang terbuat dari baja cor tahan panas paduan. Oleh karena itu perlu dilakukan: “PENGARUH LAJU PEMAKANAN PEMBUATAN CETTING CLEP MENGGUNAKAN MESIN BUBUT TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DAN STAINLEES STEEL”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, sehingga dapat dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimanakah pengaruh laju pemakanan pembuatan cetting klep menggunakan mesin bubut terhadap nilai kekerasan pada baja karbon rendah dan stainlees steel ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laju pemakanan pembuatan cetting cleep menggunakan mesin bubut terhadap nilai kekerasan pada baja karbon rendah dan stainlees steel. 1.4 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bahan yang digunakan adalah stainless steel dan baja kabon rendah. 2. Proses produksinya menggunakan mesin fabrikasi. 3. Kecepatan pemakanan adalah (1;1,5;2,0 mm/menit). 4. Putaran spindel sebesar 390 rpm.
2
5. Parameter yang digunakan: Laju pemotongan = 36,73 mm/menit Kecepatan pemakanan = 97,5 mm/min Kedalaman potong = 25 mm Waktu pemotongan = 350,92 mm/menit Laju pembuangan gram = 59,68 cm³ 6. Pada penelitian ini tidak menganalisa reaksi kimia. 7. Perhitungan spesifik pemakaian bahan bakar diabaikan. 8. Perhitungan perpindahan panas diabaikan. 9. Pengujian kekerasan dilakukan pada sisi bawah cetting clep 1.5 Manfaat Penenelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Memberikan sumbangan pustaka bagi dunia pendidikan 2. Memberikan wawasan baru pembuatan cetting cleep. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir ini dibuat dengan sistematika yang terdiri dari lima bab: BAB I : Pendahuluan Berisi tentang, Latar Belakang Penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
3
BAB II : Tinjauan Pustaka Membahas tentang, pustaka terdahulu, teori dasar yang menyangkut proses penelitian, baja karbon, baja paduan, stainlees steel, pengerasan permukaan baja, diagram fasa,mesin bubut, uji kekerasan. BAB III : Metode Penelitian Mencakup tentang, waktu dan tempat penelitian, Pemilihan alat dan bahan, prosedur pengambilan data. BAB IV : Hasil Dan Pembahasan Menjelaskan tentang pengaruh kekerasan pada
steinlees
steel
berbanding baja karbon rendah pada pembuatan cetting klep. BAB V : Penutup Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah selesai dilakukan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pustaka Terdahulu Penggunaan baja karbon rendah sangat banyak sekali ditemukan pada komponen mesin maupun komponen kostruksi. Komponen mesin yang terbuat dari baja karbon rendah dapat berupa intake valve, roda gigi dan poros dengan beban yang relatif kecil. Baja ini memiliki kekerasan rendah sehingga cepat aus dan umurnya relatif pendek apabila mendapat pembebanan berulang atau dinamik. Dwijana (2009) Melakukan penelitian tentang analisa pengaruh modifikasi pahat bubut terhadap gaya, daya dan temparatur pemotongan pada pembuatan material ST 42. Kecepatan potong yang digunakan adalah 20 mm/min, 25 m/min dan 35 m/min. Gerak pemakanan sebesar 0,084 mm/put, 0,140 mm/put dan 0,196 mm/put. Sedangkan kedalaman potong sebesar 1 mm, 1,5 mm dan 2 mm. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa temperatur terbesar ditunjukkan pada kecepatan potong sebesar 5 mm/menit dan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,93%. Semakin tinggi kecepatan potong tekanan benda kerja semakin keras sehingga menyebabkan gesekan yang terjadi antara gram dan pahat semakin besar yang akhirnya akan berpengaruh timbulnya panas pada proses pemotongan. Makmur, (2010) Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik keausan tepi dan umur pahat pahat HSS (high speed steel), pada proses pembubutan baja amutit K 460. Umur pahat bubut jenis high speed steel (HSS) yang digunakan pada pengujian ini dengan kecepatan potong (Vc) yang bervariasi untuk Vc = 44 m/menit umur pahat (T) =29,31 menit. Perbedaan umur pahat dari 5
hasil pengujian dan teoritis a tidak terlalu besar. Semakin tinggi harga Vc, semakin pendek umur pahat tersebut, atau semakin kecil harga Vc, semakin panjang umur pahat tersebut. 2.2
Baja Karbon Baja merupakan salah satu jenis logam ferro dengan unsur carbon
(C)1,7%. Disamping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh presentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu. Perbedaan presentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 2.2.1 Baja Karbon Rendah Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit (Amanto dan Daryanto, 1999). 2.2.2 Baja Karbon Menengah Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C – 0,6%C (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk
6
dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah (Amanto dan Daryanto, 1999). 2.2.3 Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C – 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan propesional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas. Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. 2.3 Baja Paduan Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang di lakukan didalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molybdenum, vanadium, mangan dan wolfram yang di gunakan untuk memperoleh sifat-sifat baja yang di kehendaki ( keras, kuat dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja yang di campur dengan unsur kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan
7
kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molib denum, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan digunakan karena keterbatasan baja karbon sewaktu di butuhkan sifat-sifat yang spesial dari pada baja, keterbatasan dari pada baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya, sifat-sifat yang spesial dari pada yang diperoleh dengan percampuran yang termasuk sifatsifat kelistrikan, magnetis, dan koefisien spesifik dari pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto dan Daryanto, 1999). 2.3.1 Baja Paduan Rendah Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8% misalnya suatu baja terdiri atas 1, 35%C ; 0, 35%Si ; 0, 5% Mn ; 0, 03% P ; 0, 03% S ; 0,75 % Cr ; 4, 5 % W. 2.3.2 Baja Paduan Tinggi Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih dari atau sama dengan 8% atau 4% misalnya: baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53 (JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur: 1, 25 % C ; 4 ,5 % Cr ; 6, 2 % Mo ; 6, 7 % W ; 3, 3 % V. Baja paduan terdiri atas tiga bagian yaitu: 1.
Low alloy steel (baja paduan rendah) jika elemen paduannya ≤ 2,5 % 8
2.
Medium
alloy
paduannya 2,5 – 3.
steel
(baja
paduan
sedang),
jika
elemen
10%.
High alloy steel (baja paduan tinggi), jika elemen paduannya > 10
%.
2.3.3 Baja Tahan Karat (Stainlees Steel) Baja tahan karat merupakan kelompok dari baja paduan yang mempunyai sifat atau karakterisasi khusus. Ciri umum dari baja tahan karat adalah kadar kromium (Cr) yang tinggi, tidak kurang dari 12 persen. Kromium dengan besi (Fe) dalam baja membentuk larutan padat atau solid solution, sifat utama dari baja tahan karat adalah ketahanannya yang tinggi terhadap korosi, disamping memiliki sifat ketangguhan yang tinggi, mudah dibentuk dan mampu las tinggi. Klasifikasi baja tahan karat berdasarkan fasanya, antara lain: 1. Baja tahan karat fertitk, 12 – 30 persen kromium. 2. Baja tahan karat austenitic, 17 – 25 persen kromium, 8 – 20 persen nikel. 3. Baja tahan karat martensitik, 12 – 17 persen kromium, 0,1 – 1,0
persen
karbon. 4. Baja tahan karat duplex, 23 -30 persen kromium, 2,5 – 7 persen nikel dengan penambahan unsur titanium dan molibdenum. 5. Baja tahan karat pengerasan pengendapan, PH, precipitation hardening, mempunyai struktur martensit atau austenite dengan penambahan unsur tembaga, titanium, alumunium, molibdenum, niobium dan nitrogen.
9
Selain unsur kromium, dan unsur-unsur yang biasa ditambahkan dalam baja tahan karat seperti nikel, titanium, molybdenum, tembaga, niobium, terdapat juga unsur-unsur lain seperti karbon, silicon, alumunium dan mangan. Mo, W, Si, V, Al, Ti dan Nb merupakan unsur-unsur penstabil ferrit, sedangkan C, N, Cu, Co dan Mn merupakan unsur-unsur yang menyebabkan ferrit menjadi tidak stabil. Unsur-unsur ini menghambat transformasi austenite ke martensit, sehingga baja paduan tinggi dengan karbon tinggi pun dapat tetap memiliki struktur austenite pada temperature ruang. 2.3.4 Baja Tahan Karat Feritik Baja kahan karat feritik mempunyai paduan utama kromium antara 12 sampai dengan 30 persen, kadar karbonnya relative rendah. Baja tahan karat ini umumnya tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas, namun dapat dikeraskan dengan pengerjaan dingin. Pada temperature rendah atau ruang, baja ini membentuk larutan padat Cr-Fe-α dengan struktur Kristal BCC. Baja tahan karat feritik mengandung unsur nikel yang sangat rendah, kurang dari pada 0,5 persen atau bahkan tidak ditambahkan. Diketahui bahwa nikel sebagai unsur penstabil austenite yang kuat. Sehingga dengan kandungan nikel rendah ini, struktur baja ini lebih stabil dalam ferit. Kandungan karbon yang terdapat dalam baja sebagian besar membentuk endapan kromium karbida. Pembentukan karbida ini tidak mengurangi ketahanan korosi bajanya, mengingat kandungan kromium yang terlarut dalam Fe-α masih cukup tinggi. Baja tahan karat Austenite memiliki
10
ketahanan korosi temperatur ruang yang lebih baik dari pada martensitik, terutama pada stress corrosion cracking, SCC. Pada baja, unsur kromium berperan sebagai unsur paduan dengan sifat dasar sebagai penstabil ferrite sehingga luas daerah fasa ferit menjadi lebih luas dan daerah Austenite menjasi lebih sempit. 2.3.5 Baja Tahan Karat Austenitik Baja tahan karat austenitik terjadi jika pada sistem larutan padat Fe-Cr ditambahkan unsur penstabilan Austenite seperti nikel atau mangan. Kedua unsur ini berperan sebagai unsur yang menstabilkan Austenite dan menambah luas daerah fasa Austenite dan mempersempit daerah ferrite. Jika pada paduan Fe-Cr ditambahkan nikel dengan kadar 8 persen, maka akan terbentuk struktur atau fasa Austenite yang stabil pada temperatur ruang. Selain unsur nikel, penambahan unsur mangan dan nitrogen dalam jumlah yang cukup akan membentuk matrik dengan struktur Austenite yang stabil pada berbagai temperatur. Paduan baja tahan karat ini bersifat non magnetik dan tidak dapat dilakukan panas. Baja tahan karat ini memiliki keuletan yang baik dengan kekuatan luluh yang relatif rendah. Baja tahan karat ini dapat ditingkatkan kekuatannya dengan melakukan pengerjaan dingin atau dengan menambah unsur paduan tertentu yang dapat meningkatkan kekuatannya. 2.3.6 Baja Tahan Karat Martensit Baja tahan karat martensit mengandung kromium 11,5 sampai dengan 18 persen. Kadar karbon dalam baja tahan karat ini relatif tinggi, yaitu antara
11
0,12 sampai 1,20 persen. Proses perlakukan panas, atau heat treatment diterapkan dengan cara memanaskan baja sampai temperatur austenit, kemudian didinginkan dengan cepat kedalam media air. Selama proses pendinginan, austenit akan bertransformasi menjadi martensit. Fasa martensite ini, membuat baja tahan karat menjadi sangat rapuh, untuk itu, agar dapat memperoleh keuletannya dilakukan proses pemanasan temperatur. Agar diperoleh daya tahan terhadap serangan korosi atau ketahanan korosi yang tinggi, maka saat pembuatan baja tersebut ditambahkan unsur Cr dan nikel. Baja tahan karat ini termasuk baja yang relatif sulit dilakukan pemesinan dibandingkan dengan baja karbon pada umumnya. Untuk dapat meningkatan kemampuan mesinnya, biasanya ditambahkan fosfor dan belerang dalam jumlah terbatas. Untuk mendapatkan kinerja proses permesinan yang lebih baik lagi, pada baja ini ditambahkan unsur selenium. Sedangkan untuk mendapatkan nilai kekerasan yang optimum, ditambahkan unsur karbon sesuai dengan kekerasan yang diinginkan. 2.4 Diagram Fasa Salah satu metode untuk mempelajari logam dilakukan dengan menggunakan diagram fasa. Dari diagram fasa ini dapat diamati perubahan struktur logam akibat pengaruh temperatur, pada struktur dari baja dapat ditentukan oleh komposisi baja dan karbon. Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferriteakan berubah menjadi gamma-austenite yang lebih tinggi, mendekati saat dipanaskan melewati temperatur 910 ºC. pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400
12
ºC gamma-austenite akan kembali berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan Delta) ferrite dalam hal ini memiliki struktur kristal FCC. Pembahasan mengenai baja, diagram fasa kesetimbangan besi-carbon pada Gambar 2.1.
Gambar. 2.1 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C) ( Bondan, 2010) 2.5 Sifat Mekanik Sifat mekanik didefinisakan sebagai ukuran kemampuan suatu bahan untuk membawa atau menahan gaya tegangan yang diberikan padanya. Pada saat menahan beban, atom-atom atau struktur molekul berada dalam kesetimbangan. Gaya ikatan pada struktur menahan setiap usaha untuk mengganggu kesetimbangan ini, misalnya gaya luar atau beban. Sifat mekanik terdiri dari kekuatan tarik, bending, impak, fatik, creep, kekerasan dan lain sebagainya. 2.6 Uji Kekerasan (Hardness Test) Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Besar tingkat kekerasan dari bahan dapat diananlisis melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas
13
bidang yang menerima pembebanan tersebut. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya. Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap identasi/penetrasi permanen akibat beban dinamis atau statis. Sifat kekerasan dapat diuji dengan berbagai metode seperti Vickers, Rockwell, Brinnell dan Knoop. Pengujian ini dapat dikategorikan berdasarkan sasaran material yang akan diuji, yaitu: Untuk mengukur kekerasan suatu material digunakan pengujian kekerasan brinell, Rockwell dan Vickers. Untuk mengukur kekerasan fasa pada struktur mikro atau lapisan tipis dari suatu material digunakan micro hardness test. a. Vickers Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramit seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
14
Gambar.2.2 Pengujian vickers dan Bentuk indentor vickers Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vickers dapat diketahui berdasarkan persamaan 2.1. 𝐻𝑉 = 1,854
𝐹 … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … [2.1] 𝑑2
Dimana: HV
= Angka kekerasan Vickers.
F
= Beban (kg).
D
= Diagonal (mm).
b. Rockwell Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (Gambar 2.3).
15
Gambar. 2.3 Pengujian Rockwell ( Bondan, 2010) Untuk mengetahui besarnya kekerasan dengan metode Rockwell digunakan persamaan 2.2. HR = E – e … … … … … … … … … … … … … … … …... … … … [2.2] Dimana: F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf). F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf). F = Total beban (kgf). E
= Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan0.002 mm.
e = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda. HR =Besarnya nilai kekerasan Rockwell. c. Brinnell Pengujian kekerasan dengan metode brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen) (Gambar 2.4). Idealnya, pengujian brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf.
16
Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan karbida tungsten.
Gambar 2.4 Pengujian brinnel ( Bondan, 2010) Uji kekerasan brinnel dapat diketahui memuat persamaan 2.3. 𝐻𝐵 =
2𝐹 𝜋 𝐷 2
( 𝐷−
𝐷 2 +𝑑 2 )
… … … … … … … … … … … … … … … … … .[2.3]
Dimana : D
= Diameter bola (mm).
d
= Impression diameter (mm).
F
= Load (beban) (kgf).
HB
= Brinell result (HB).
2.7 Menghitung Parameter Yang Digunakan 1. Menghitung laju pemotongan 𝜋.𝑑.𝑛
v = 1000 dimana: v = laju pemotongan π = 3,14 n = putaran spindel
17
2. Menghitung kecepatan pemakanan Vf = f.n (mm/menit) Dimana: Vf = kecepatan pemakanan F = laju pemakanan N =putaran spindel 3. Menghitung kedalaman potong A=
𝑑𝑜 −𝑑𝑚 2
(mm)
Dimana: A
= kedalaman potong
Do = diameter awal Dm = diameter akhir 4. Menghitung waktu pemotongan N=
1000 .𝑐𝑠 𝜋.𝑑
rpm
Dimana: N = putaran spindel Cs = kecepatan potong Π = 3,14 D = diameter benda kerja 5. Menghitung laju pembuangan gram Z = f.a.v(cm³/menit) Dimana: Z =laju pebuangan gram
18
F =gerak makan A = kedalaman potong V = kecepatan gerak makan 2.8 Prinsip Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu jenis mesin perkakas (Gambar 2.5). Prinsip kerja pada proses turning atau lebih dikenal dengan proses bubut adalah proses penghilangan bagian dari benda kerja untuk memperoleh bentuk tertentu. Di sini benda kerja akan diputar/rotasi dengan kecepatan tertentu bersamaan dengan dilakukannya proses pemakanan oleh pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan (feeding).
Gambar 2.5 Mesin bubut ( Daryanto, 1998) Bubut merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang
19
digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan. Dengan mengatur perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat Maka akan diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubungkan poros spindel dengan poros ulir. Roda gigi penukar disediakan secara khusus untuk memenuhi keperluan pembuatan ulir. Jumlah gigi pada masing-masing roda gigi penukar bervariasi besarnya mulai dari jumlah 15 sampai dengan jumlah gigi maksimum 127. Roda gigi penukar dengan jumlah 127 mempunyai kekhususan karena digunakan untuk konversi dari ulir metrik ke ulir inci.
Gambar 2.6 Poros spindel ( Daryanto, 1998) Poros spindel akan memutar benda kerja melalui piringan pembawa sehingga memutar roda gigi pada poros spindel (Gambar 2.6). Melalui roda gigi penghubung, putaran akan disampaikan ke roda gigi poros ulir. Oleh klem berulir, putaran poros ulir tersebut diubah menjadi gerak translasi pada eretan yang
20
membawa pahat. Akibatnya pada benda kerja akan terjadi sayatan yang berbentuk ulir. 2.11. Bagian-Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional Bagian-bagian utama pada mesin bubut konvesional pada umumnya sama walaupun merk atau buatan pabrik yang berbeda, hanya saja terkadang posisi handel/tuas, tombol, tabel penunjukan pembubutan dan rangkaian penyusunan roda gigi untuk berbagai jenis pembubutan letak/posisinya berbeda. Demikian juga cara pengoperasianya karena memilki fasilitas yang sama juga tidak jauh berbeda. Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian utama mesin bubut konvesional (biasa) yang pada umumnya dimilki oleh mesin tersebut. 2.9.1 Sumbu Utama (Main Spindle) Sumbu utama atau dikenal dengan main spindel merupakan suatu sumbu utama mesin bubut yang berfungsi sebagai dudukan chuck (cekam), plat pembawa, kolet, senter tetap dan lain-lain. (Gambar 2.7) menunjukan sebuah sumbu utama mesin bubut yang terpasang sebuah chuck atau cekam diamana didalamnya terdapat susunan roda gigi yang dapat dipindahkan melalui handel/tuas untuk mengatur putaran mesin sesuai kebutuhan pembubutan. Selain itu terpasang sebuah senter tetap
yang berfungsi sebagai
tempat dudukan benda kerja pada saat pembubutan diantara dua senter. Di dalam kepala tetap ini terdapat serangkaian susunan roda gigi dan roda pulley bertingkat ataupun roda tunggal dihubungkan dengan sabuk V atau sabuk rata. Sehingga dapat diperoleh putaran yang berbeda-beda apabila
21
hubungan diantara roda tersebut diubah-ubah menggunakan handel/tuas pengatur kecepatan. Roda (Pully V) bertingkat ini biasanya terdiri dari 3 atau 4 buah keping dengan sumbu yang berbeda dan diputar oleh sebuah motor listrik. Putaran yang dihasilkan ada dua macam yaitu putaran cepat dan putaran lambat. Putaran cepat biasanya dilakukan pada kerja tunggal untuk membubut benda dengan sayatan tipis sedangkan putaran lambat untuk kerja ganda yaitu untuk membubut dengan tenaga besar dan pemakananya tebal (pengasaran). Arah putaran mesin dapat dibalik menggunakan tuas pembalik putaran, hal ini diperlukan dengan maksud misalnya untuk membubut ulir atau untuk membubut dengan arah berlawanan sesuai dengan sudut mata potong pahat.
Gambar 2.7 Sumbu utama (Main Spindle) ( Daryanto, 1998)
22
2.9.2 Meja Mesin (bed) Meja mesin bubut berfungsi sebagai tempat dudukan kepala lepas, eretan, penyangga diam (steady rest) dan merupakan tumpuan gaya pemakanan waktu pembubutan (Gambar 2.8). Bentuk alas ini bermacammacam, ada yang datar dan ada yang salah satu atau kedua sisinya mempunyai ketinggian tertentu. Permukaannya halus dan rata sehingga gerakan kepala lepas dan lain-lain di atasnya lancar. Bila alas ini kotor atau rusak akan mengakibatkan jalannya eretan tidak lancar sehingga akan diperoleh hasil pembubutan yang tidak baik atau kurang presisi.
Gambar 2.8 Meja mesin (bed) (Daryanto, 1998) 2.9.3 Eretan (carriage) Eretan (Gambar 2.9) terdiri atas eretan memanjang (longitudinal carriage) yang bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang (cross carriage) yang bergerak melintang alas mesin dan eretan atas (top carriage), yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan dan atas eretan melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur menurut kehendak operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya. Perlu diketahui bahwa semua eretan dapat dijalankan secara otomatis ataupun manual.
23
Gambar 2.9 Eretan (carriage) ( Daryanto, 1998) 2.9.4 Kepala Lepas (tail stock) Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai pendukung benda kerja pada saat pembubutan, dudukan bor tangkai tirus dan cekam bor sebagai menjepit bor (Gambar 2.10). Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang tirus sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala lepas sama dengan tinggi senter tetap. Kepala lepas ini terdiri dari terdapat dua bagian yaitu alas dan badan, yang diikat dengan 2 baut pengikat yang terpasang pada kedua sisi alas kepala lepas sekaligus berfungsi untuk pengatur pergeseran badan kepala lepas untuk keperluan agar dudukan senter putar sepusat dengan senter tetap atau sumbu mesin, atau tidak sepusat yaitu pada waktu membubut tirus diantara dua senter.
Selain roda pemutar, kepala lepas juga terdapat dua lagi lengan
pengikat yang satu dihubungkan dengan alas yang dipasang mur, dimana fungsinya untuk mengikat kepala lepas terhadap alas mesin agar tidak terjadi pergerakan kepala lepas dari kedudukannya. Sedangkan yang satunya dipasang pada sisi tabung luncur/rumah senter putar, bila dikencangkan berfungsi agar tidak terjadi pergerakan longitudinal sewaktu membubut. 24
Gambar 2.10 Kepala Lepas (tail stock) ( Daryanto, 1998) 2.9.5 Tuas Pengatur Kecepatan Transporter dan Sumbu Pembawa Tuas pengatur kecepatan
pada (Gambar 2.11), digunakan untuk
mengatur kecepatan poros transporter dan sumbu pembawa. Ada dua pilihan kecepatan yaitu kecepatan tinggi dan kecepatan rendah. Kecepatan tinggi digunakan untuk pengerjaan benda-benda berdiameter kecil dan pengerjaan penyelesaian sedangkan kecepatan rendah digunakan untuk pengerjaan pengasaran, ulir, alur, mengkartel dan pemotongan (cut off). besarnya kecepatan setiap mesin berbeda-beda dan dapat dilihat pada plat tabel yang tertera pada mesin tersebut.
Gambar 2.11 Tuas Pengatur kecepatan transporter dan sumbu pembawa (Daryanto, 1998)
25
2.9.6. Pelat Tabel Pelat tabel, pada (gambar 2.12) adalah tabel besarnya kecepatan yang ditempel pada mesin bubut yang menyatakan besaran perubahan antara hubungan roda-roda gigi di dalam kotak roda gigi ataupun terhadap roda pulley di dalam kepala tetap (head stock). Tabel ini sangat berguna untuk pedoman dalam pengerjaan sehingga dapat dipilih kecepatan yang sesuai dengan besar kecilnya diameter benda kerja atau menurut jenis pahat dan bahan yang dikerjakan. 2.9.7. Tuas Pengubah Pembalik Transporter Dan Sumbu Pembawa Tuas pembalik putaran pada (Gambar 2.12), digunakan untuk membalikkan arah putaran sumbu utama, hal ini diperlukan bilamana hendak melakukan
pengerjaan
penguliran,
pengkartelan,
ataupun
membubut
permukaan
Gambar 2.12 Tuas pengubah pembalik transporter dan sumbu pembawa ( Daryanto, 1998)
26
2.9.8 Plat Tabel Kecepatan Sumbu Utama Plat tabel kecepatan sumbu utama pada (Gambar 2.13), menunjukkan angka-angka besaran kecepatan sumbu utama yang dapat dipilih sesuai dengan pekerjaan pembubutan.
Gambar 2.13 Plat tabel kecepatan sumbu utama (Daryanto, 1998) 2.9.9 Tuas-Tuas Pengatur Kecepatan Sumbu Utama Tuas pengatur kecepatan sumbu utama (Gambar 2.14) berfungsi untuk mengatur kecepatan putaran mesin sesuai hasil dari perhitungan atau pembacaan dari tabel putaran.
Gambar 2.14 Tuas-tuas pengatur kecepatan sumbu utama (Daryanto, 1998)
27
2.9.10 Penjepit Pahat (Tools Post) Penjepit pahat digunakan untuk menjepit atau memegang pahat, yang bentuknya ada beberapa macam diantaranya seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.15). Jenis ini sangat praktis dan dapat menjepit pahat 4 (empat) buah sekaligus sehingga dalam suatu pengerjaan bila memerlukan 4 (empat) macam pahat dapat dipasang dan disetel sekaligus.
Gambar 2.15 Penjepit pahat (Tools Post) (Daryanto, 1998) 2.9.11 Eretan Atas Eretan atas sebagaimana (Gambar 2.16), berfungsi sebagai dudukan penjepit pahat yang sekaligus berfungsi untuk mengatur besaran majunya pahat pada proses pembubutan ulir, alur, tirus, champer (pingul) dan lain-lain yang ketelitiannya bisa mencapai 0,01 mm.
Gambar 2.16 Eretan atas (Daryanto, 1998) Eretan ini tidak dapat dijalankan secara otomatis, melainkan hanya dengan cara manual. Kedudukannya dapat diatur dengan memutarnya sampai
28
posisi 360°, biasanya digunakan untuk membubut tirus dan pembubutan ulir dengan pemakanan menggunakan eretan atas. 2.9.12 Keran pendingin Keran pendingin digunakan untuk menyalurkan pendingin (collant) kepada benda kerja yang sedang dibubut dengan tujuan untuk mendinginkan pahat pada waktu penyayatan sehingga dapat menjaga pahat tetap tajam dan panjang umurnya, Hasil bubutanyapun halus (Gambar 2.17).
Gambar 2.17 Keran pendingin (Sumber Daryanto 1998) 2.9.13 Roda Pemutar Roda pemutar yang terdapat pada kepala lepas digunakan untuk menggerakkan poros kepala lepas maju ataupun mundur (Gambar 2.18). Berapa panjang yang ditempuh ketika maju atau mundur dapat diukur dengan membaca cincin berskala (dial) yang ada pada roda pemutar tersebut. Pergerakkan ini diperlukan ketika hendak melakukan pengeboran untuk mengetahui atau mengukur seberapa dalam mata bor harus dimasukkan.
29
Gambar 2.18. Roda pemutar (Daryanto, 1998) 2.9.14 Transporter dan Sumbu pembawa Transporter atau poros transporter adalah poros berulir segi empat atau trapesium yang biasanya memiliki kisar 6 mm, digunakan untuk membawa eretan pada waktu kerja otomatis, misalnya waktu membubut ulir, alur dan atau pekerjaan pembubutan lainnya (Gambar 2.19). Sedangkan sumbu pembawa atau poros pembawa adalah poros yang selalu berputar untuk membawa atau mendukung jalannya eretan.
Gambar 2.19 Transporter dan sumbu pembawa (Daryanto, 1998) 2.9.15 Tuas Penghubung Tuas penghubung sebagaimana digunakan untuk menghubungkan roda gigi yang terdapat pada eretan dengan poros transpoter sehingga eretan akan dapat berjalan secara otomatis sepanjang alas mesin. Tuas penghubung ini mempunyai dua kedudukan, kedudukan di atas berarti membalik arah
30
gerak putaran (arah putaran berlawanan jarum jam) dan posisi ke bawah berarti gerak putaran searah jarum jam. 2.9.16 Eretan Lintang Eretan
lintang
sebagaimana
ditunjukkan
pada
fungsi
untuk
menggerakkan pahat melintang alas mesin atau arah ke depan atau ke belakang posisi operator yaitu dalam pemakanan benda kerja. Pada roda eretan ini juga terdapat dial pengukur untuk mengetahui berapa panjang langkah gerakan maju atau mundurnya pahat.
31
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara yang dipakai dalam kegiatan penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara kajian dan ilmiah. Penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan metode eksperimen dengan menekankan pada subjek mekanika dan sifat fisis bahan. Penelitian dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Penelitian agar lebih terarah dalam segala kegiatannya, maka perlu dibagi dalam tahapan-tahapan kerja yang dituangkan dalam langkah-langkah eksperimen, pelaksanaan eksperimen, diagram alir penelitian dan pengamatan 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 oktober 2015 sampai selesai bertempat di Laboratorium Teknologi Mekanik Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. 3.2 Alat Dan Bahan A. Alat Adapun alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Mesin Bubut (Gambar 3.1) Mesin bubut berfungsi untuk menyayat tirus cetting clep.
Gambar 3.1 Mesin Bubut (Daryanto,1998).
32
2. Gergaji Tangan (Gambar 3.2) Gergaji berfungsi untuk memotong spesimen menjadi beberapa bagian sebelum dilakukan
Gambar 3.2 Gergaji ( Dokumentasi Pribadi) 3. Jangka Sorong (Gambar 3.2) Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan tebal specimen.
Gambar 3.3 Jangka Sorong ( Dokumentasi Pribadi) 4. Kepala Lepas ( Gambar 3.4) Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang tirus sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit.
Gambar 3.4 Kepala Lepas (Daryanto 1998)
33
5. Pahat Tungsten Carbide (Gambar 3.5) Fungsinya untuk menyayat benda kerja .
Gambar 3.5 Pahat Tungsten ( Dokumentasi Pribadi) 6. Alat pengujian kekerasan (Olympus Micro Harder-nenss Tester). (Gambar 3.6) Digunakan untuk melakukan uji kekerasan pada specimen yang diuji, yaitu baja karbon rendah, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap benda yang diuji.
34
Gambar 3.6 Alat Uji Kekerasan ( Dokumentasi Pribadi) B. Bahan 1. Stainlees steel. 2. Baja karbon rendah. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Prosedur Penyiapan Baja Karbon Rendah .dan Stainlees Steel Dicari bahan sesuai ukuran pada specimen, ketebalan awal 30 mm, dan panjang 5 cm. 3.3.2 Prosedur Pada Mesin Fabrikasi 1. Disiapkan specimen yang telah dipotong sesuai ukuran. 2. Distel specimen pada mesin bubut. 3. Distelah specimen distel pada titik nol, specimen siap dikerjakan pada mesin bubut. 3.3.3 Prosedur Pengujian Pengujian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pengujian kekerasan. Adapun prosedur pengujian kekerasan adalah: 1. Disiapkan specimen baja yang telah dibuat oleh mesin fabrikasi (mesin bubut).
35
2. Disiapkan alat uji kekerasan Vickers (Micro Harderness Tester). 3. Diletakan specimen pada alat uji. 4. Diatur daerah specimen yang akan di uji. 5. Dilakukan pengujian terhadap specimen. 6. Data pengujian dicatat pada kertas yang telah disiapkan. 7. Dilakukan cara yang sama untuk specimen lainya 3.3.4 Prosedur Pengambilan Data Adapun teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah specimen yang telah dikerjakan oleh mesin bubut diuji dengan menggunakan pengujian vickers untuk mengetahui kekerasan suatu specimen tersebut, kemudian data pengujian dicatat, selanjutnya diolah dalam bentuk tabel dan dibuatkan grafik untuk dianalisa.
36
3.4 Diagram Alir Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan
Pembuatan specimen
Pembubutan
Cetting clep dengan stainlees steel
Cetting clep dengan bahan baja karbon rendah
Uji kekerasan
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan
Selesai
37
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian pada cetting clep sepada motor maka dilakukan pengujian vickers/uji kekerasan pada specimen/benda uji, setelah dilakukan pengujian, data kemudian akan
diolah dan dianalisa, sehingga dari hasil tersebut dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah. 4.1 Menghitung Angka Kekerasan Vickers Dik : F
= 4,903 N = 0,5 Kg
L1 = 67,44µm =0,06744 mm L2 = 67,44 µm =0,06744 mm d =
𝐿1+𝐿2 2
=
0,06744 +0,06744 2
Dit = HV = ................. ? Penye = HV = HV =
1,854 .𝑓 𝑑2 1,854 ×0,499 (0,06744 )²
= 203 kg/mm²
38
4.2 Hasil Pengujian Kekerasan Vickers Pada bagian ini, benda kerja yang sudah melewati proses mesin bubut dan pengujian akan diolah kedalam bentuk tabel. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan Vickers Bahan
Raw Material (Kg/mm²)
Baja Karbon Rendah
144,08
HV Rata-Rata
Nilai Kekerasan (Kg/mm²) Bahan Kecepatan (mm/min) 1.0 1.5 2.0 172 204 181 226 201 192 182 238 196 Stainless Steel 198 229 268 177 260 232 194 242 213 191,5 229 213,6 HV Rata-Rata
Raw Material (Kg/mm²)
230,7
Nilai Kekerasan (Kg/mm²) Kecepatan (mm/min) 1.0 1.5 2.0 207 200 204 205 168 215 221 205 210 275 230 319 265 273 251 249 220 347 237 216 257,6
Pembacaan hasil pengujian kekerasan tersebut diatas dengan mudah dapat kita pahami dengan ditabulasikan kedalam bentuk grafik seperti dibawah ini:
39
Grafik dibawah ini merupakan grafik hubungan kekerasan rata-rata terhadap baja karbon rendah dan steinless steel, dimana akan dijelaskan secara spesifik bahwa besarnya variasi kecepatan pemakanan 1,0, 1,5 dan 2,0 dengan ketebalan benda kerja 10 mm. .
Gambar 4.1. Grafik Gabungan Kekerasan Rata-Rata Variasi Kecepatan Pemakanan Pada grafik diatas menunjukan bahwa niliai kekerasan vickers baja karbon rendah berbanding stainless steel dari masing-masing variasi kecepatan yang terdiri dari 1,0, 1,5 dan 2,0. Dapat di lihat bahwa nilai kekerasan vickers baja karbon rendah dari variasi kecepatan 1,0 sebesar 191,5 (Kg/mm2), dikarenakan terjadi kemungkinan pertumbuhan kristal pada proses pembubutan pada specimen, cacat yang terjadi pada specimen berupa cacat titik, sehingga menyebabkan kerusakan pada struktur logam. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya sifat mekanik logam. sedangkan steinless steel variasi kecepatan 1,0 meningkat sebesar 237, (Kg/mm2), karena selama proses pembubutan pada specimen dengan kecepatan 1,0 panas yang terjadi pun relatif sangat kecil sehingga mengurangi pertumbuhan cacat yang terjadi pada struktur logam, sehingga fasa pearlite lebih mendominasi dari pada ferrite Struktur pearlite mempunyai sifat kuat dan cukup
40
keras dari ferrite. Dengan ukuran butir yang lebih besar maka kekerasan yang dihasilkan juga akan lebih besar. Pada
variasi kecepatan 2,0 baja karbon rendah nilai kekerasan sebesar 213,6
(Kg/mm2), karena laju pendinginan yang lambat sehingga mengakibatkan penurunan angka kekerasan pada material pun terjadi sehingga mengakibatkan terbentuknya kristal atau cacat pada material dan perubahan struktur pada logam pun terjadi fasa ferrite lebih mendominasi dari pada fasa pearlite terdapat banyak kandungan ferrite dan pearlite, ferrite yang merupakan larutan padat dari atom-atom pada karbon murni dan mempunyai sel-sel kubus dan mempunyai sifat-sifat liat dan lunak terlihat bentuk butirnya lebih besar. Pearlite juga terlihat tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan yang besar namun fasa ferrite lebih mendominasi pada batas butir, sehingga material yang di hasilkan menjadi lebih lunak dan nilai kekerasannya rendah. Sedangkan variasi kecepatan 2,0 steinless steel nilai kekerasan meningkat sebesar 257,6 (Kg/mm2), karena dengan kecepatan pemakanan 2,0 mm/menit gaya gesekan yang terjadi pada material dan pahat menimbulkan panas yang relatif besar sehingga mengakibatkan nilai kekerasan pada material pun meningkat, karena laju pendinginan yang cepat dapat mempengaruhi perubahan struktur logam pada material terjadinya perubahan struktur logam, yaitu fasa pearlite lebih mendominasi dari pada fasa ferrite. Pearlite terlihat tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan yang besar dan lebih mendominasi, struktur-struktur paerlite jumlahnya semakin banyak dan ukuran butirannya mulai merata. Struktur pearlite mempunyai sifat kuat dan cukup keras dari ferrite. Dengan ukuran butir yang lebih besar maka kekerasan yang dihasilkan juga akan lebih besar. Pada variasi kecepatan 1,5 baja karbon rendah nilai kekerasan vickers sebesar 229 (Kg/mm2), karena dengan kecepatan pemakanan 1,5 selama pembubutan pada specimen, laju pendinginan yang cepat, sehingga mengurangi terbentuknya kristal atau cacat pada 41
material yang dibubut
sehingga meningkatkan nilai kekerasan pada material dan
mengakibatkan perubahan struktur logam pada material yaitu fasa pearlite lebih mendominasi dari pada fasa ferrite. Dimana Pearlite juga terlihat tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan yang halus dan lebih mendominasi pada permukaan batas butir, dimana fasa pearlite mempunyai sifat kuat dan cukup keras dari ferrite. Sedangkan steinless steel variasi kecepatan 1,5 nilai kekerasan vickers menurun sebesar 216 (Kg/mm2), karena laju pendinginan yang lambat sehingga berpengaruh pada sifat mekanik logam, dan perubahan struktur logam pada material terjadi yaitu fasa ferrite lebih mendominasi dari pada fasa pearlite. Pearlite juga terlihat tersusun dalam bentuk lapisan-lapisan yang besar namun fasa ferrite lebih mendominasi pada batas butir, sehingga material yang di hasilkan menjadi lebih lunak dan nilai kekerasannya rendah sehingga mengakibatkan nilai kekerasan pada material pun menurun. Jadi dapat di simpulkan bahwa nilai kekerasan vickers minimum terdapat pada baja karbon rendah pada variasi 1,0 dengan nilai kekerasan vickers sebesar 191,5 (Kg/mm2) karena dengan keceptan 1,0 mm/menit gaya gesek yang terjadi antara material dan pahat menimbulkan panas, akan tetapi laju pendinginan yang lambat mempengaruhi nilai kekerasan pada material, dikarenakan timbulnya cacat pada material yaitu cacat garis, sehingga perubahan pada struktur logam pun terjadi yaitu fasa ferrite lebih mendominasi dari pada fasa pearlite. Dan nilai kekerasan vickers maksimum terdapat pada stainless steel
dengan variasi kecepatan 2,0 sebesar 257,6 (Kg/mm2). Karena pada proses
pembuatan cetting clep menggunakan mesin bubut dengan bahan dengan stainless steel dengan keceptan pemakakan 2,0 mm/menit gaya gesek yang terjadi antara material dan pahat menimbulkan panas, sehingga dapat menaikkan harga kekerasan terhadap material, dikarekan laju pendinginan yang cepat sehingga mengurangi terjadinya cacat, dan
42
perubahan struktur logam pun terjadi , yaitu fasa pearlite lebih mendominasi dari pada fasa ferrite.
43
Gambar 4.2. Specimen uji vickers berbahan baja karbon rendah.
Gambar 4.3. Specimen uji vickers berbahan stainlees steel.
44
BAB V PENUTUP 5.2 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisa uji vickers/uji kekerasan dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan vickers tertinggi diperoleh pada stainless steel dengan kecepatan 2,0 mm/menit sebesar 257,6 kg/mm2 . 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian analisa uji vickers/uji kekerasan maka saya menyarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang pembuatan cetting clep baja karbon rendah berbanding steinless stell dengan dengan menambahkan pengujian struktur mikro dan uji komposisi kimia.
45
DAFTAR PUSTAKA Amanto, H dan Daryanto (1999). Ilmu Bahan. Jakarta, PT. Bumi Aksara. Bondan T. Sofyan., (2010), Pengantar Material Teknik, Jakarta, Salemba Teknik. Daryanto. 1998. Mesin Perkakas Bengkel. Bina Akasara. Jakarta. Makmur, (2010). Jurnal Austenit: Analisa Pengaruh Kecepatan Potong Proses Pembubutan Baja Amutit K 460 Terhadap Umur Pahat HSS. 1 (3): 8-20. Dwijana, I. G, K., (2009). Jurnal Ilmiah Teknik Mesin: Analisa Pengaruh Modifikasi Pahat Bubut Terhadap Gaya, Daya dan Temperatur Pemotongan Pada Pembubutan Material St 42. 3 (2): 105-113. Kartika, Budi dan Cahyo, S ., (2010). Majalah Metalurgi: Analisa Kerusakan Lapisan Kobalt Pada Piringan Katup Buang Mesin Diesel. 25 (3): 119-128. Nevada, Nevada j. M dan Eka. R. M. A. P. Lillipaly. 2012. Jurnal Teknik Mesin: Analisa Sifat Kekerasan Baja St-42 Dengan Pengaruh Besarnya Butiran Media Katalisator (Tulang Sapi (CaCO3)) Mealui Proses Pengkarbonan Padat (Pack Carburizing)” 9 (1): 985-984.
46
43
LAMPIRAN 1 Menghitung Parameter Yang Digunakan: 1. Menghitung laju pemotongan 𝜋.𝑑.𝑛
v = 1000 =
3,14 .30 . 390 1000
= 36,73 mm/menit.
2. Menghitung kecepatan pemakanan Vf = f.n (mm/menit) = 0,25𝑥390 = 97,5 mm/menit.
3. Menghitung kedalaman potong a = =
𝑑𝑜 −𝑑𝑚 2
(mm)
30−10 2
= 25 mm.
4. Menghitung waktu pemotongan n =
1000.𝑐𝑠 𝜋.𝑑
rpm
1000.36,73
= 3,14.30
= 350,92 mm/menit.
44
5. Menghitung laju pembuangan gram z = f.a.v (cm³/menit) = 0,065×25×36,73 = 59,68 cm³/menit.
45
LAMPIRAN II Tabel 1 Data Hasil Uji Vickers Baja Karbon Rendah Kecepatan 1,0
No 1 2 3 4 5 6
HV 172 226 182 198 177 194
HV Rata-Rata
191,5
L1 73.41 64.04 71.43 71.08 72.34 66.38
L2 73.41 64.04 71.43 65.82 72.35 72.04
HRC 3.7 17.0 6.5 10.5 5.1 9.5
JU ok ok ok ok ok ok
Kecepatan 1,5
No 1 2 3 4 5 6
HV 204 201 236 229 260 242
HV Rata-Rata
228,6667
L1 67.44 67.99 62.40 63.58 56.92 62.90
L2 67.44 67.99 62.40 63.58 62.60 60.82
HRC 12.0 11.2 20.0 17.7 24.0 20.8
JU ok ok ok ok ok ok
Kecepatan 2,0
No 1 2 3 4 5 6
HV 181 192 196 268 232 213
HV Rata-Rata
213,6667
L1 71.47 69.56 70.26 57.24 63.17 65.91
L2 71.47 69.56 67.38 60.42 63.17 65.91
HRC 6.2 9.3 10.2 25.0 10.5 14.0
JU ok ok ok ok ok ok
46
LAMPIRAN III Tabel 1 Data Hasil Uji Vickers Steinless Stell Kecepatan 1,0
No 1 2 3 4 5 6 HV Rata-Rata
HV 207 205 221 275 265 249
L1 70.75 67.32 66.22 59.55 59.18 60.21
L2 62.99 67.32 63.27 56.48 59.18 61.87
HRC 12.6 12.2 15.7 26.4 24.8 22.1
JU ok ok ok ok ok ok
237
Kecepatan 1,5
No 1 2 3 4 5 6
HV 208 168 205 230 273 220
HV Rata-Rata
217,3333333
L1 70.54 75.04 62.32 64.53 60.51 64.93
L2 43.04 23.60 72.04 62.39 56.20 64.93
HRC 12.8 2.5 12.5 10.0 26.1 15.5
JU ok ok ok ok ok ok
Kecepatan 2,0
No 1 2 3 4 5 6
HV 204 215 210 319 251 347
HV Rata-Rata
257,6667
L1 74.84 65.66 66.30 53.90 61.25 50.86
L2 59.03 65.66 66.30 53.90 60.17 52.58
HRC 12.6 14.4 13.3 32.7 22.5 35.2
JU ok ok ok ok ok ok 47
47
LAMPIRAN IV Tabel Data Hasil Penetian Uji Vickers Bahan
Raw Material (Kg/mm²)
Baja Karbon Rendah
144,08
HV Rata-Rata
Nilai Kekerasan (Kg/mm²) Bahan Kecepatan (mm/min) 1.0 1.5 2.0 172 204 181 226 201 192 182 238 196 Stainless Steel 198 229 268 177 260 232 194 242 213 191,5 229 213,6 HV Rata-Rata
Raw Material (Kg/mm²)
230,7
Nilai Kekerasan (Kg/mm²) Kecepatan (mm/min) 1.0 1.5 2.0 207 200 204 205 168 215 221 205 210 275 230 319 265 273 251 249 220 347 237 216 257,6
48
LAMPIRAN V PROSES PENGERJAN SPESIMEN PADA MESIN FABRIKASI
Gambar 1. Pengukuran benda kerja sebelum dibubut
Gambar 2. Menentukan Kecepatan Pada Sumbu Utama Pada Tabel Mesin Bubut
49
Gambar 3. Menyetel Roda Gila Pada Mesin Bubut
Gambar 4. Proses Pengerjaan Benda Kerja Pada Mesin Bubut
50
Gambar 5. Pemotongan Benda Kerja
51
LAMPIRAN VI TAHAP SPESIMEN SEBELUM DILAKUKAN UJI KEKERASAN VICKERS.
Gambar 3. Specimen Diresin Sebelum Diuji Kekerasan Vickers.
Gambar 4. Specimen Yang Telah Diresin Kemudian Diamplas Halus . 52
LAMPIRAN VII PROSES PENGUJIAN KEKERASAN VICKERS
Gambar 5. Proses Pengujian Vickers
Gambar 6. Data Uji Kekerasan Vickers
53