Membentuk Konsorsium Jamur Aspergillus niger, Trichoderma sp, Hansenula sp, Candida sp, Saccharomyces cerevisiae Untuk Produksi Alkohol dari Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) Oleh: Ahmad Syauqi ABSTRAK Peneliti berkerkeinginan melakukan kajian terhadap penambahan Trichoderma sp dan Saccharomyces cerevisiae kepada sinergi ketiga jamur; Aspergillus niger, Hansenula sp dan Candida sp, membentuk konsorsium baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah mempelajari pola pertumbuhan populasi konsorsium. Memperoleh lama waktu bioproses sakarifikasi dan fermentasi serta pertumbuhan glukosa dan alkohol pada substrat ubi kayu tergelatinisasi dan tidak. Masalah yang diajukan adalah bagaimana pola pertumbuhan konsorsium tahap sakarifikasi dan fermentasi ubi kayu. Selanjutnya bagaimana pertumbuhan glukosa dan alkohol tahap sakarifikasi dan fermentasi konsorsium. Metode Penelitian dan Rancangan digunakan diskripsi yang berbentuk eksperimen dengan rancangan acak kelompok (RAK) model lengkap. Variabel konsorsium terdiri atas 3 macam yaitu: pertama Kontrol (Sinergi); kedua, Konsorsium-Batch; ketiga, Konsorsium-Bertahap. Percobaan mempunyai 5 (3x24 jam) ulangan waktu hingga didapat pola pertumbuhan konsorsium jamur pada substrat tergelatinisasi dan tidak (mentah). Kombinasi konsorsium dan substrat mempunya kode: MK, MB, MT, GK, GB, GT. Populasi jamur filamen dan khamir Candida sp dipengaruhi dengan sangat nyata (P<0,01), tetapi S cerevisiae tidak nyata (P>0,05) oleh ada tidaknya Trichoderma sp dalam substrat tepung ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dan pertumbuhan Hansenula sp sangat lambat. Aspergillus niger, trichoderma sp, Hansenula sp, Candida sp berfungsi untuk bioproses sakarifikasi selama 3x24 jam dalam substrat tepung ubi kayu tergelatinisasi dan substrat mentah 9x24 jam. Konsorsium jamur yang dibentuk dapat tumbuh dan berkembang serta berfungsi menghasilkan glukosa dan alkohol dalam substrat dalam substrat tepung ubi kayu tergelatinisasi atau mentah. Rerata Glukosa konsorsium dalam substrat mentah tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol dan konsorsium yang diberikan sekaligus dalam substrat tergelantinisasi tetapi berbeda nyata (0,025
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
82
PENDAHULUAN Produksi alkohol atau etanol dari beberapa perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, umumnya menggunakan bahan baku molases dan Badan Pusat Penerapan Teknologi (BPPT) menggunakan ubi kayu (Koesnandar, Helianti dan Nurhayati, 2007:4) dengan kapasitas 1 400 Kilo liter tiap tahun. Nurdyastuti (2005) menyebutkan pada periode 2005-2010 diharapkan dapat memanfaatkan bio-athanol 2% dari konsumsi premium atau 0,43 juta liter, 2011-2015 ditingkatkan menjadi 3 % namum produksi alkohol dari bahan baku sellulosa dari tanaman secara umum akan menemui hambatan (efisiensi) pemecahan lignin menjadi gula. Prediksi konsumsi etanol di dunia pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 64 juta liter dibanding 34 juta liter di tahun 2005 dan 93% diproduksi secara bioteknologi (Eerikӓinen, 2008). Saat ini pengembangan biofuel sedang digalakkan terutama dari sumber alami dan terbaharukan sebagai usaha memperoleh energi berkelanjutan dan memperhitungkan resiko lingkungan (Salim, 2005:6). Salah satunya adalah sumber energi dengan nama gasohol yaitu campuran petroleum 9 bagian dan 1 bagian etil alkohol (Koesnandar dkk., 2007:3), bagi bahan bakar motor; dan akan dikembangkan dari ubi kayu. Kecenderungan terakhir penelitian (Helianti, 2005) memperoleh biokatalisator dihasilkan dari konsorsium mikroba dengan metode pustaka metagenomik, yaitu eksplorasi tehadap DNA konsorsium mikroba alami yang menjadikan ensim tertentu. Hasilnya saat ini ditunjukkan oleh produk baru matoda tersebut dan dapat memangkas setengah biaya terhadap penurun kolesterol; Lipitor. Pada tingkat ensimatik berkenan biokatalisator yang menghidrolisis pati ubi-ubian tahun sembilan puluh telah banyak dilakukan. Usaha peniadaan gelatinisasi ubi kayu dilakukan Triwiono (1996) dengan biokatalisator (ensim) dari berbagai sumber mikroorganisme. Proses biokimia yang menyedia-kan ensim atau disebut biokatalisator, merupakan
alternatif jawaban dalam tujuan efisiensi energi untuk penyediaannya. Namun pelaksanaan kelangsunagan reaksi biokatalisator tersebut akan memenuhi harapan bila diketahui mikroba dan dalam hal ini berbentuk konsorsium. Artinya kelangsungan proses produksi produksi energi alternatif tersebut menghadirkan sel mikroba spesifik dan interaksi diantara mereka, melakukan dekomposisi senyawa ubi kayu menjadi alkohol dan rekayasa yang diperlukan. Peneliti berkeinginan melakukan kajian terhadap penambahan Trichoderma sp dan Saccharomyces cerevisiae kepada sinergi ketiga jamur; Aspergillus niger, Hansenula sp dan Candida sp, membentuk konsorsium baru. Peneliti memiliki tiga tujuan yaitu pertama, mempelajari pola pertumbuhan populasi konsorsium jamur Aspeegiluus niger, Trichoderma sp, hansenula sp, Candida sp dan Saccharomyces cerevisiae. Kedua, memperoleh lama waktu biproses sakarifikasi dan fermentasi dan ketiga, mempelajari pertumbuhan glukosa dan produk alkohol dari konsorsium jamur itu dalam substrat ubi kayu tergelatinsasi dan tidak (mentah). Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pola pertumbuhan konsorsium jamur Aspeegiluus niger, Trichoderma sp, hansenula sp, Candida sp dan Saccharomyces cerevisiae tahap sakarifikasi dan fermentasi. Selanjutnya bagaimana pertumbuhan glukosa (gula reduksi) dan etil alkohol tahap sakarifikasi dan fermentasi konsorsium dalam substrat ubi kayu tergelantinisasi dan mentah. METODE PENELITIAN Metode penelitian dan Rancangan digunakan deskripsi yang berbentuk eksperimen dangan rancangan acak kelompok (RAK) model lengkap. Variabel konsorsium terdiri atas 3 macam yaitu: pertama Kontrol (Sinergi); kedua, Konsorsium-Batch; ketiga, KonsorsiumBertahap. Percobaan mempunyai 5 (3x24 jam) ulangan waktu hingga didapat pola pertumbuhan konsorsium jamur pada substrat
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
83
tergelatinisasi dan tidak (mentah). Kombinasi konsorsium dan substrat mempunya kode: MK, MB, MT, GK, GB, GT. Kondisi Lingkungan Mikroba dan Substrat perlakuan atau variabel terkendali adalah medium pengembangan kultur mempunya pH 5,1; suhu eksternal inkubasi antara 29 - 32°C untuk 3 x 24 jam pertama, 4 x (3 x 24 jam) berikutnya 24,5 - 26°C. Sedangkan kondisi lingkungan substrat mikroorganisme yaitu 1 bagian ekstrak pati; 1,11 bagian ekstrak non pati (ampas); kandi=ungan air substrat sebelum perlakuan 62,5%. Ubi kayu segar berumur 9-12 bulan diperoleh dari petani (disebut Nduru) di Kabupaten Malang. Kultur kontrol adalah Aspergillus niger, Hansenula sp, Candida sp disediakan melalui pengembangan pertama (suatu bentuk sinergi) dan konsorsium Aspergillus niger, Trichoderma sp, Hansenula sp, Candida sp dilakukan pada medium cair modifikasi Wang dengan kombinasi per-liter sebagai berikut: 0,278g FeSO4.7H2O; 1,5g MgSO47H2O; 0,128g CaCI2.2H2O; 0,25g CuSO4 (Syauqi, 2003; Syauqi, 2007) dan tetes gula tebu (molase) 6%, Dekstrosa 5% dan dilarutkan dalam ekstrak kentang hingga 1 liter. Selanjutnya penurunan pH dengan HCI 3% menjadi pH: 5,1. Sebanyak 60 mL diinkubasi dalam Erlenmeyer 250 mL selama 7 x 24 jam pada suhu eksternal 30°C. Bentuk vegetatif tersebut dikembangkan lagi dalam medium yang sama (pengembangan ke dua), tanpa komponen tetes; menjadi 10 kali lipat untuk waktu 6 x 24 jam. Agitasi dilakukan dengan kecepatan 75 rpm pada suhu eksternal 35°C melalui udara panas (Syauqi, 2003). Volume cairan kultur 10 mL diberikan terhadap substrat tergelantisasi dan mentah untuk 90g. Selanjutnya S cerevisiae 0,4% (Tjokoadikoesoemo, 1986) disediakan dalam bentuk pelet kering (butiran) dan kapasitas spesies diisyaratkan adanya informasi tertulis di kemasan produk. Fermentor dibentuk sebagai tempat yang memungkinkan pertumbuhan dan aktivitas fermentasi konsorsium; terdiri atas cawan petri untuk inkubasi 3 x 24 jam pertama dan plastik polietilen yang
memungkinkan pertukaran gas CO2 dan oksigen di udara dengan teknik pelubangan pada salah satu ujungnya, untuk masa inkubasi 4 x (3 x 24 jam) berikutnya. Pengamatan dilakukan terhadap populasi jamur filamen dan satu sel dengan metode viabel cell, kuantitas glukosa dengan metode Sulfat-Fenol (Robyt and White, 1897) dan Etil alkohol dengan metode pengembangan (Syauqi, 1994) Breathalyzer dan pertumbuhan masing-masing. HASIL PENELITIAN Konsorsium kontrol yang terdiri atas A niger, Candida sp, hansenula sp, dan S cerevisiae telah diketahui berfungsi memberikan konsentrasi glukosa dan alkohol dalam substrat tergelatinisasi dan substrat mentah belum ada laporan yang signifikan. Konsorsium dengan variabel batch dan bertahap terdiri atas A niger, Trichoderma sp, Candida sp, hansenula sp, dan S cerevisiae dalam ke dua macam keadaan substrat memperlihatkan fungsi yang sama. Faktor yang mempengaruhi kehidupan selama proses fermentasi adalah diasumsikan hadir tidaknya anggota konsorsium dan macam keadaan substrat. Penelitian ini didapatkan 6 macam kombinasi perlakuan dari dua faktor itu dan pengamatan terhadap pelaku fermentasi dikemukakan berikut dan selanjutnya hasil pengamatan glukosa dan alkohol. Pengamatan Efek Pertumbuhan Efek pertumbuhan sel oleh introduksi Trichoderma sp dalam substrat tergelantinisasi dan mentah dapat dilihat pada tabel 1. Data populasi sel jamur Filamen, khamir Candida sp melalui analisis ragam, sumber keragaman faktor konsorsium menunjukkan arti bahwa diantara kombinasinya berbeda sangat nyata (P<0,01) dan S cerevisiae tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
84
Tabel 1. Sumber Keragaman Data Populasi Sel jamur Kombinasi KonsorsiumSubstrat dan Signifikansinya Nilai (1-α) Signifikansi F hitung Sumber Keragaman
db
Kombinasi Konsorsium-Substrat
Jamur Filamen
Khamir Candida sp
Khamir S cerevisiae
5
<0,01
<0,05
>0,05
Faktor Substrat
1
>0,05
>0,05
>0,05
Faktor Konsorsium
2
<0,01
<0,01
>0,05
Interaksi
2
>0,05
>0,05
>0,05
Ulangan Waktu
4
>0,05
<0,05
>0,05
8,49
17,76
20,65
Koefisien Keragaman (%)
Ket.: > 0,05 berarti tidak berbeda nyata < 0,01 berarti berbeda sangat nyata Analisis yang sama terhadap pertumbuhan glukosa dan alkohol selama masa inkubasi didapatkan data tidak homogen dan koefisien keragaman relatif tinggi. Oleh karena itu analisis t dilakukan dengan mempertimbangkan homogenitas ragam data atau unequal or equal varian.
Analis t terhadap pertumbuhan glukosa pada masing-masing kombinasi konsorsium-substrat ditunjukkan tabel 2. Signifikansi dau rerata kombinasi pada kolom ke 2. Pertumbuhan glukosa antara kedua rerata nomo 1 – 4 menunjukkan tidak berbeda nyata. Variabel kontrol dan bertahap (nomor 5) pada substrat tergelantinisasi berbeda sangata nyata (0,005
Macam Variabel-substrat
Nilai t
Signifikansi
1
Kontrol substrat Tergelatinisasi (GK) dan Konsorsium BatchTergelantinisasi (GB)
2,87
(0,025
2
Konsorsium Bertahap-Mentah (MT) dan Konsorsium Bertahaptergelantinisasi (GT)
2,49
(0,025
Tabel 2. Nilai t dan Signifikansinya MasingMasing Macam Kombinasi Variabel Konsorsium Substrat No
Macam variabel-substrat
Nilai t
Signifikansi
1
Kontrol pada substrat Mentah (MK) dan Konsorsium Batch-Mentah (MB)
0,96
(0,25
2
Kontrol pada substrat Mentah (MK) dan Konsorsium Bertahap-Mentah (MT)
1,05
(0,25
3
Konsorsium batch-Mentah (MB) dan Konsorsium Bertahap-Mentah (MT)
0,1
(0,95
4
Kontrol substrat Tergelatinisasi (GK) dan Konsorsium Batch-Tergelatinisasi (GB)
0,64
(0,50
5
Kontrol substrat Tergelatinisasi (GK) dan Konsorsium BertahapTergelatinisasi (GT)
3,46
(0,005
6
Konsorsium Batch-Tergelatinisasi (GB) dan Konsorsium BertahapTergelatinisasi (GT)
2,84
(0,025
7
Batch-Mentah (MB) dan Konsorsium Batch-Tergelatinisasi (GB)
2,33
(0,025
8
Batch-Mentah (MB) dan Konsorsium Bertahap-Tergelatinisasi (GT)
5,01
(0,0005
9
Konsorsium Bertahap-Mentah (MT) dan Konsorsium Batch-Tergelatinisasi (GB)
2,43
(0,025
10
Konsorsium Bertahap-Mentah (MT) dan Konsorsium BertahapTergelatinisasi (GB)
5,11
(0,00025
Gambar 1. Pertumbuhan Etanol dalam Kombinasi Konsorsium-Substrat yang Berbeda Abalisis t terhadap pertumbuhan alkohol pada masing-masing kombinasi Konsorsium-substrat ditujukan tabel 3. Signifikansi dua rerata yang sangat nyata dari kombinasi pada kolom ke 2 berbeda sangat nyata. Rerata alkohol antara variabel batch tergelantinisasi (GB) dan kontrol menunjukkan berbeda nyata (0,025
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
85
PEMBAHASAN Proses konversi pati menjadi gula (Saccharifying) hingga saat ini pada tatanan industri dilakukan dengan ensim dan memerulukan suhu relatif tinggi untuk memenuhi keadaan yang diisyaratkan terjadinya hidrolisis. Pertimbangan terhadap dau ahal yaitu suhu yang relatif tinggi pada proses hidrolisis dan juga dilakukan pada proses sebelumnya, pamasakan (cooking), menjadi akar masalah bagaimana mengurangi suhu tersebut. Pendekatan pada proses konversi itu adalah menghadirkan sel penghasil ensim untuk konversi pati menjadi gula reduksi utamanya glukosa, dalam bentuk konsorsium jamur. Selanjutnya fermentasi terhadap gula itu menjadi etilalkohol oleh Saccharomyces cermenghasilkan ensim evisiae. Jamur Filamen A niger dan Trichoderma sp. Dalam Substrat Tergelatinisasi Secara kuantitas adanya Trichoderma sp tentu saja jumlah sel jamur filamen lebih banyak, tetapi informasi jumlah pada variabel batch mempunyai arti bahwa interaksi diantara jamur konsorsium tersebut positip dan sebaimana prediksi semula bahwa Trichoderma sp dengan sifat menghasilkan ensim sellulase, diharapkan dapat berinteraksi diantara jamur dalam alkohol, hasilnya telah memperlihatkan aktivitas produksi etanol. Kinerja konsorsium yang dimaksudkan untuk produksi etanol dapat diperhatikan perlakuan hasil kombinasi faktor konsorsium bertahap-substrat tergelatinisasi (GT). Hasil pengembangan kultur II yang diprediksi terdapat unsur-unsur ensim unique-extracellular-enzymes (Syauqi, 2007) dari jamur filamen itu dan menunjukkan hasil kerja selama masa inkubasi 3 hari pertama tanpa S cerevisiae. Kultur pengembangan II yang diinokulasikan terhadap substrat tergelatinisasi, mempunyai efek terhadap konsentrasi glukosa mencapai (13,226 ± 1,549)% dengan kondisi kedua jamur itu sedang tumbuh antara 0 – 6 hari, tanpa adanya ensim ekstaseluler hasil pengembangan kultur II tidak mempunyai
alasan untuk tingkat konsentrasi glukosa sebesar itu. Oleh karenanya penentuan inokulasi S cerevisiae diputuskan untuk diberikan sesaat setalah tercapai waktu inkubasi 3 x 24 jam. Perlakuan GB memberikan pertumbuhan alkohol sebagai persamaan polinomial y = 0,0061x2 + 0,236x – 0,540 dengan r2 = 0,91 dan berdasarkan hal itu akan dicapai optimal pada waktu 19 hari dengan prediksi kuantitas 0,1743%. Pada perlakuan GT, capaian konsentrasi glukosa awal (13,226 ± 1,549)% setelah diberikan 0,4% S cerevisiae dikonsumsi menjadi 4,821% dan pada hari ke 9 menunjukkan jumlah yang relatif sama. Pertumbuhan glukosa yang menurun tanpa S cerevisiae sebagai penghasil etanol mempunyai makna bahwa glukosa telah digunakan sebagai energi pertumbuhan jamur. Tetapi perubahan pertumbuhan glukosa dengan pemberian khamir Saccahomyces cerevisiae terjadi penerunan disertai menghasilkan alkohol hingga hari ke 15. Perlakuan GT memberikan pertumbuhan linier y = 0,073x – 0,314 (r=0,93) dan dapat diperlihatkan fenomena lain yaitu pertumbuhan jamur satu cel Candida sp yang linier y = 0,125x + 5,517 dengan koef, determinasi r=0,97. Semua khamir yang ada dalam konsorsium dapat menghasilkan jenis alkohol dan untuk memastikan bahwa dalam analisa kuantitas alkohol tertuju kepada molekul etil alkohol (C2H5OH), prosedur destilasi dilakukan terhadap suhu titik didihnya. Etil alkohol atau etanol membentuk azeotrop dengan adanya air sebagai pelarutnya dan oleh karenannya titik didih alkohol 78,32°C akan naik dan menurut beberapa pengamatan di laboratorium tergantung kandungan airnya. Penelitian ini dilakukan antara 70 80°C untuk dapat memisahkan dengan molekul alkohol yang mempunyai rantai 2 atom C. Beberapa Konsekwensi Pemakaian Konsorsium Fenomene pertumbuhan Candida sp menarik untuk diperhatikan dan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fungsi
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
86
jamur itu dalam konsorsium sebagai pendukung yang lain. Penelitian ini memperlihatkan pertumbuhan linier pada perlakuan GT, dapat diartikan bahwa interaksi dengan jamur lainnya sangat menguntungkan dan menimbulkan perubahan menjadi bersifat linier. Introduksi Trichoderma sp dengan harapan fungsi ensim sellulase yang memecah selulosa dan dapat menambahkan unit glukosa dalam substrat merupakan argumentasi mengapa jamur satu sel tersebut mempunyai pertumbuhan linier dan diikuti pula pertumbuhan etanol yang linier pula. Gugus alkohol (R-OH) yang dideteksi oleh oksidator K2Cr2O7 rantai karbon dipastikan hanya terdiri dari 2 karbon (etil-alkohol) dengan teknik pemisahandestilasi azeotrop. Tetapi hasil fermentasi terdapat kemungkinan rantai C berjumlah 5 yang dihasilkan oleh Candida sp. Dengan demikian hasil pengamatan alkohol dari khamir itu diperlukan analisis terhadap rantai karbon apakah konsorsium yang menghasilkan atanol atau terdapat amilalkohol (pentil-alkohol). Pembedaan tersebut akan dapat diketahui dengan penggunaan Chromatografi. Pola A niger dan trichoderma sp yang relatif tetap untuk variabel bertahap dibandingkan yang lain; dianggap mencapai sasaran fungsi proses Saccharifying dan produksi alkohol antara hari ke 0 hingga ke 15. Adanya pembesaran granul pati oleh suhu hingga 80°C memungkinkan enzim yang terdapat pada pengembangan kultur II dan selama fermentasi bekerja dengan baik. Demikian pula pergeseran populasi Candida sp. dari pengetahuan sebelumnya sebagai pendukung menjadi pertumbuhan linier memperlihatkan adanya efek variabel penelitian. Lama waktu bioproses sakarifikasi substrat tergelatinisasi dengan bentuk konsorsium untuk fungsi itu diperoleh 3 x 24 jan dan substrat mentah 9 x 24 jam. Namun pada substrat mentah diperlukan studi lanjut untuk inokulasi S cerevisiae atau bakteri (Setyawati, 2008) dalam produksi alkohol. Demikian pula bioproses sakarifikasi pada 0
– 3 hari telah menghasilkan pH sangat rendah; 2,3 oleh adanya asam sitrat yang dihasilkan Aspergillus niger dan hal itu tidak kondusif untuk pertumbuhan dan kerja menghasilkan alkohol. Tetapi hal itu dapat diatasi seperti memisahkan asam tersebut menjadi hasil samping. Pertumbuhan produk alkohol yang linier oleh konsorsium sebagaimana di atas, juga membuka peluang untuk melakukan studi tentang persentasi S cerevisiae dari 0,4% (w/w) menjadi lebih tinggi hingga setelah bioproses sakarifikasi. Demikian pula penggunaan S ovarum (Rowe, 2008) sesuai untuk fermentasi di dasar fermentor atau dalam hal ini penggunaan pasta ubi kayu lebih kental dibanding permukaan sari buah anggur. KESIMPULAN Populasi jamur filamen dan khamir Candida sp dipengaruhi sangat nyata dan S cerevisiae tidak, oleh Trichoderma sp dan pertumbuhan Hansenula sp sangat lambat dalam substrat tepung ubi kayu (Manihot esculenta Crantz). Aspergillus niger, Trichoderma sp, Hansenulla sp. Candida sp berfungsi untuk bioproses sakarifikansi selama 3 x 24 jam yang mempunyai batas atas konsentrasi glukosa 14,775% dalam substrat tergelantinisasi dan jika diberikan S cerevisiae 0,4% mampu menghasilkan 1% alkohol dalam substrat selama masa inkubasi 12 x 24 jam. Pertumbuhan glukosa selama proses fermentasi bersifat polinominal yaitu dihasilkan-dipakai dan alkohol bersifat linier mempunyai persamaan y = 0,073x – 0,314; koef. determinasi r=0,93 serta terjadi fenomena pertumbuhan linier jamur satu sel/kamir Candida sp y = 0,125x + 5,517; r=0,97. Konsorsium jamur yang dibentuk terdiri atas Aspergillus niger, Trichoderma sp, Hansenula sp, Candida sp dan Saccahomyces cerevisiae dapat tumbuh, berfungsi menghasilkan Glukosa dan alkohol dalam substrat tepung ubi kayu mentah, tetapi masih sama dengan kontrol. Aspergillus niger, Trichoderma sp, Hansenula sp, Candida sp berfungsi untuk
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
87
bioproses sakarifikasi substrat mentah selama 9 x 24 jam dengan konsentrasi glukosa 17,503%. DAFTAR PUSTAKA Koesnandar, Helianti Is dan Nurhayati N. 2007. Recent Development on Bioconvertion of Lignocellulase into Ethanol. The 2and Symposium and Workshop on Carbohydates and carbohydrate Acting Enzymes Bioengineering of UI-KNAW-RuGUnair on 15-16 May. Jakarta. Nurdyastuti, I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Http://72,14,235,104/search?q=cach e:f78YWvQohE0J:www.geocities.c om/markal_bppt/publish/biofbbm/bi indy.pdf. diakses tanggal 24 Juni 2008. Pukul 15.00 Eerikӓinen, T. 2007. Bioprocess Technology in Finland. Laboratory of Bioprocess Engineering Helsinki University of Technology. http://www.akselitekes.fi. Diakses tanggal 25 Juli 2008. Pukul 10.00. Salim, E. 2005. Kebijakan Energi Berkelanjutan. Harian Kompas. Juli. Hal.:6.Kol.2. Helianti, I, 2005, Metagenomik, Era Baru Bioteknologi. Kompas 6 Juni 2006. Hal.:40.Kol.:1-7. Triwiyono, B. 1996. Optimasi Produksi Ensim Amilolitik Penghidrolisis Pati Mentah oleh Aspergillus sp b-04 DENGAN Metode Respon Permukaan. Makalah Seminar Nasional Mikrobiologi dan Pertemuan Ilmiah Tahunan PERMI 12-13 Nopember.
Robyt, J.F. And B.J. White. 1987. Biocheminal Technique Theory and Practice. Brooks/Cole Puclishing Company. California. Syauqi, A. 2003. Β-amilase dan Glukoamilase dari Aktivitas Sinergi Isolat Aspergillus niger, Candida sp, dan Hansenula sp pada Agitasi 25 RPM Medium Cair. JP. Al-Buhuts (Ilmu-Ilmu Eksakta) Vol. 8. 1. Hal. 225-235. ________. 2007. The Unique Carbohydrate Acting Enzymes from Synergistic Fungi in Metagenomic Era. Poster Article The 2an Symposium and Workshop on Carbohydrates and Carbohydrate Acting Enzymes Bioengineering of UI-KNAW-RuGUnair on 15-16 May. Jakarta. Tjokroadikoesoemo, PS. 1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia. Jakarta. Syauqi, A. 1994 Pengembangan Penentuan Alkohol Metode Oksidasi. Jurnal Ilmiah Buana. Media Keilmuan, Keilmuan, Keislaman dan Pendidikan Universitas Islam Malang. Edisi ke 8. Hal. 65-68. Setyawati, I. 2005. Kinetika Inhibisi Substrat Fermentasi Pembuatan Etanol dari Molases dengan Zymomonas mobilis. http://digilib.its.ac.id/detil.php?Id=1 351. Diakses tanggal 24 Juni 200. Pukul 12.05. Rowe, M.. 2008. The Biotechnology of Brewing. http://www.ecm.auckland.ac.nz/cour se/650361/Lecture1.ppt. Diakses tanggal 25 Juli pukul 10.50
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
88