PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN
PENGALIHAN LAPANGAN PRODUKSI ASING (LANGKAH CEPAT MELEPASKAN KETERGANTUNGAN MINYAK IMPOR)
DAFTAR ISI
Executive Summary 1. Milestone Migas Nasional 2. Strategi Melanjutkan Dan Memanfaatkan Keberhasilan Perusahaan Nasional Dalam Meningkatkan Produksi Dan Memprioritaskan Eksplorasi Untuk Investasi Asing 3. Keberpihakan Nasional dan Indonesia Inc. 4. Sejarah Produksi Migas Indonesia 5. Legal Framework (UU Tambang Kolonial, UU.44/1960, UU Pertamina No.8/1971 & UU Migas No.22/2001) 6. Usulan Gugus Tugas Skenario Peningkatan Produksi & Pengalihan Asing Ke Nasional 7. Sejarah Aspermigas
Executive Summary 1. Tidak ada satupun negara atau perusahaan yang sukses di dunia selama 100 tahun
terakhir
yang
tidak
mengandalkan
strategi
incorporated
ataupun
entrepreneurial yang ofensif ke pasar global. Tapi, dengan terlebih dahulu menguasai dan memanfaatkan sumber daya nasional untuk sebesar-besarnya menumbuhkan
kemampuan
daya
saing
nasional
dengan
kebijakan
keberpihakan nasional. 2. Tiga ribu tahun dominasi peradaban timur (Mesir, Mesopotamia, Cina), 300 tahun dominasi peradaban barat dan 30 tahun munculnya Cina sebagai kekuatan ekonomi kedua terbesar dunia, serta di awal modernisasi Eropa, membuktikan pemikiran-pemikiran entrepreneurial dan para entrepreneur telah
menjadi
tulang
punggung
peradaban
yang
dibantu
negaranya bahkan dengan dukungan kekuatan tentaranya
penuh
oleh
seperti
yang
dilakukan oleh Portugis, Spanyol, Belanda, kemudian diikuti Inggris, Perancis dan
Jerman
serta
Amerika
Serikat
saat
ini.
Jepang
sebagai
perintis
modernisasi Asia juga menerapkan strategi yang sama. Diikuti triumphvirate Asian Tiger lainnya (Korea-Taiwan-Hongkong, Singapura-Malaysia-Thailand). 3. Disisi
lain,
negara
yang
membiarkan
aset-asetnya
dikuasai
asing
dan
memperlakukan perusahaan nasional sama dengan perusahaan asing bahkan tanpa strategi defensif apalagi ofensif semuanya berakhir dengan kegagalan atau tidak maju-maju karena kemampuan nasional maupun perusahaan nasional, baik perusahaan formal maupun informal, diperlakukan sebagai tamu di negara sendiri. Keberanian kebijakan politik ekonomi SBY melalui Kementerian ESDM saat ini untuk tidak memperpanjang lagi kontrak lapangan asing, dan mengalihkannya pada kemampuan nasional, adalah sejalan dengan cita-cita The Founding Father Soekarno-Hatta. 4. Pemahaman amanat Konstitusi, pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa sumber daya alam dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, seyogyanya tidak diterjemahkan secara sempit, yang hanya untuk peningkatan produksi dan devisa. Lebih jauh haruslah diterjemahkan secara menyeluruh dan utuh, yaitu dengan melibatkan seluruh potensi nasional Pusat dan Daerah di dalam
seluruh kegiatan Industri
sehingga terbangun kemampuan nasional
yang berdaya saing sehingga
berkemampuan untuk mengelola juga sumber daya global. Strategi ini berhasil dilaksanakan oleh banyak negara sehingga 90% cadangan minyak dan produksi minyak dunia sudah dikuasai oleh perusahaan nasional negara penghasil minyak yang juga keberhasilannya menunjang operasi global perusahaan nasionalnya, sehingga pada saat sumber daya alam sudah habis
terkuras
pun
kemampuan
nasional
yang
dimiliki
negara
mampu
melanjutkan pertumbuhan ekonomi bangsa secara berkelanjutan. Bukan hanya hasil pembagian Migas dimasukkan ke dalam APBN, tetapi juga bahwa rakyat/perusahaan nasional harus dilibatkan di dalam seluruh kegiatan industri Migas sehingga terjadi keadilan dan pemerataan dalam menikmati hasil sumber daya alam bagi seluruh rakyat Indonesia secara berkelanjutan. 5. Keterlibatan seluruh potensi nasional pastinya memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang mandiri dan berkelanjutan termasuk kesempatan kerja yang berlipatganda. Potensi nasional tersebut meliputi seluruh perusahaan-perusahaan Migas Nasional, Perusahaan Jasa, dan Barang Produk Nasional. 6. Kenaikan harga minyak mentah sejak 2004 dan mencapai tingkat US$ 147 per barel pada tahun 2008 (bahkan berpotensi mencapai $ 250 per barel akibat kerusuhan di dunia dan turunnya produksi minyak nasional sejak 1998) jelas merupakan sebuah opportunity loss bagi Republik Indonesia apalagi dengan semakin naiknya konsumsi dalam negeri (yang saat ini telah mencapai 1.4 jt Bph sementara produksi hanya 950 rb Bph). Apabila dengan laju kenaikan yang konstan 2 - 3 % per tahun, maka diperkirakan kebutuhan dalam negeri akan meningkat menjadi 1.7 jt Bph di tahun 2020. Cepat atau lambatnya tingkat “lifting” produksi migas nasional akan bergantung pada seberapa cepat kita melakukan eksplorasi. Semakin lambat kita mengambil langkah taktis maka akan semakin berat beban nasional dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. 7. Ancaman ketidaktersediaan 2/3 kebutuhan minyak nasional yang berasal dari impor minyak Timur Tengah, yang saat ini penuh dengan ketidakstabilan politik dan kerusuhan, sangat riskan bagi kelangsungan ekonomi dan keamanan nasional.
Oleh karena itu skenario kebijakan energi nasional harus didekati dengan pendekatan emergency atau serba cepat. 8. Untuk mendorong eksplorasi dalam menemukan perkiraan potensi yang 40 milyar barel dan memproduksikan 30 milyar barel yang tersisa dengan teknologi EOR, diperlukan insentif yang lebih menarik terutama untuk investor asing dan investor besar domestik. Data Departemen Energi Amerika memperkirakan Indonesia memiliki 80 milyar barel minyak, 40 milyar sudah ditemukan dan 40 milyar barel memerlukan eksplorasi untuk ditemukan. Perkiraan banyak lembaga peneliti dunia bahwa pada tahun 2010 minyak dunia yang sudah ditemukan sekitar 2 trilyun barel, hampir 1 trilyun barel sudah diproduksikan dan sisa sekitar 1 trilyun barel yang sedang diproduksikan, Departemen Energi Amerika (walaupun angkanya kadang-kadang angka politis), memperkirakan potensi cadangan minyak dunia adalah 5 trilyun barel, yang sudah ditemukan adalah 2 trilyun barel, sisa 3 trilyun barel berpotensi ditemukan dengan eksplorasi. 9. Dengan
mempertimbangkan
keberhasilan
perusahaan
nasional
dalam
meningkatkan produksi migasnya, maka seyogyanya semua kontrak lapangan produksi
nasional
otomatis
diperpanjang,
untuk
menjamin
kesinambungan
pengembangan kemampuan nasional. Sebagai informasi, semua kontrak lapangan produksi minyak asing yang saat ini berproduksi rata-rata telah beroperasi lebih dari 50 tahun dan sudah mengalami perpanjangan kontrak dua kali. 10. Mempertimbangkan meritokrasi produksi perusahaan nasional 20 tahun terakhir dan peran strategis PT Pertamina sebagai satu-satunya BUMN migas serta pertimbangan ketahanan nasional, maka seyogyanya PT Pertamina diberi hak setengah dari produksi lapangan asing yang akan berakhir, sisanya diserahkan kepada swasta nasional, BUMD dan koperasi. 11. Oleh karena PT Pertamina diberi tanggung jawab mengelola 50 % produksi nasional ex-KKKS asing (sekitar 325 ribu Barel Per Hari), disisi lain perusahaan swasta nasional TAC yang saat ini dibawah binaan PT Pertamina mempunyai meritokrasi produksi yang tinggi, maka diusulkan agar kontrak TAC tersebut diperpanjang, tetap dalam bentuk kontrak TAC yang sama (bukan dalam bentuk kontrak KSO) dan dialihkan dibawah pembinaan BP Migas sehingga konsistensi kebijakan kontrak jenis TAC yang terbukti sukses tetap dilanjutkan. 12. KKS yang WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) nya akan berakhir supaya terus melaksanakan programnya seperti biasa (tidak ada pengurangan aktivitas, supaya
produksi tetap tinggi pada saat WKP berakhir nanti), seolah-olah WKP nya berlanjut. Pada saat WKP nya berakhir, pengalihannya ditenderkan atau dilelang kepada Pertamina dan Perusahaan Nasional saja (tidak diperkenankan Investor asing ikut lelang), dengan harga minimum lelang senilai dengan unrecovered cost pemilik WKP tersebut. Harga minimum ini harus diumumkan supaya peserta mengetahui minimum harganya. Pemilik WKP sebelumnya mendapatkan penggantian unrecoverd cost tersebut. Apabila harga tender lebih tinggi dari Unrecoverd cost maka kelebihannya adalah untuk Negara atau MIGAS dengan Term and conditions sama dengan WKP sebelumnya, hanya melanjutkan WKP sebelumnya. Kalau perlu Pemerintah memberikan insentif, misalnya menaikan spilt minyak dan gas untuk KKS Nasional yang baru. Diharapkan partisipasi Investor Nasional akan lebih bergairah sekaligus akan memperkuat posisi perusahaan nasional. Untuk mendorong lapangan produksi asing tetap melakukan investasi sehingga sisa kontrak yang akan dijalani produksinya tidak menurun atau bahkan naik, maka sebaiknya investasi tambahan yang ditanamkan sampai masa berakhirnya kontrak tetap dijamin pengembaliannya melalui cost recovery. 13. KSO adalah WKP yang relatif kecil atau ditinggalkan, yang relatif kurang prospektif atau belum sempat terurus oleh Pertamina. Kenyataannya hanya beberapa KSO yang bisa berproduksi diatas Non Shareable Oil (NSO). Sebaiknya KSO tersebut dioperasikan seperti KKKS dibawah BPMIGAS. Juga, nilai NSO perlu ditinjau kembali, supaya Investor Nasional pemegang KSO mendapatkan keuntungan atau return yang memadai dan bila perlu memperbesar split minyak dan gas untuk Investor Nasional.
Dengan kata lain PT
Pertamina hanya mengelola atau
mengoperasikan WKP yang relatif besar saja seperti yang diusulkan pada point11. Saat ini banyak personil Pertamina yang mengurusi KSO dapat dialihkan untuk mengelola KKKS ex-asing yang akan berakhir. 14. Pengalihan lapangan produksi asing kepada perusahaan nasional seyogyanya pada tahap awal dikembalikan kepada negara terlebih dahulu, untuk selanjutnya negara menyerahkannya kepada perusahaan nasional berdasarkan meritokrasi atau past performance
perusahaan
nasional
agar
lebih
menjamin
upaya
peningkatan
produksi. 15. Kesuksesan pengalihan dan peningkatan produksi hanya dapat dicapai bila pihak perbankan nasional diikutsertakan secara konkrit dengan memanfaatkan dana
perbankan nasional termasuk dana SBI (Sertifikat Bank Indonesia), seperti yang telah terbukti berhasil pada beberapa perusahaan migas nasional. 16. Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan Keputusan Menteri ESDM No.01 dan 03 Tahun 2009 mengenai pemanfaatan dan optimalisasi sumur-sumur tua dan lapangan-lapangan tua (yang sangat diharapkan oleh pemerintah untuk menaikkan produksi 300 ribu bph) ternyata tidak terealisasi. Oleh karena itu, pelaksanaan pengalihan lapangan produksi asing harus dikawal oleh tim GTN yang dipimpin oleh pelaku
usaha
migas
nasional
yang
mempunyai
track
record
keberhasilan
menaikkan produksi secara signifikan dan kredibel serta bereputasi internasional. 17. Keberpihakan nasional dan konsep Indonesia Incorporated melalui kolaborasi Pemerintah, Dunia Usaha, dan Akademisi perlu diterapkan secara konsisten. Untuk itu, perlu adanya pembentukan tim asistensi Gugus Tugas Nasional Migas (GTN Migas) dalam upaya percepatan peningkatan produksi dan efektifitas skenario pengalihan lapangan produksi asing kepada nasional. GTN Migas ini kami usulkan untuk
membantu
pemerintah
merumuskan
langkah-langkah
strategis
dan
operasional agar percepatan peningkatan produksi dan pengalihan asing ke nasional dapat berlangsung secara efektif. 18. GTN diharapkan dapat dibentuk sebagai hasil dari diskusi panel yang merumuskan skenario peningkatan produksi dan pengalihan asing kepada nasional termasuk sisi pendanaannya. Diskusi panel tersebut pelaksanaannya direncanakan pada Januari 2012. GTN diusulkan sebaiknya dipimpin oleh figur atau tokoh senior pelaku migas nasional yang mempunyai reputasi internasional dan telah terbukti berhasil meningkatkan produksi migas.
Milestone Migas Nasional Produksi Minyak Dunia 1930 - 2050
Produksi Minyak Indonesia 1880 - 2011 Produksi Indonesia Pertamina Own Swasta Nasional
1,800,000 1,600,000
2012
Future production
Barel Per Hari
1,400,000 1,200,000 1,000,000 Good house keeping
800,000 EMP (1995) Medco (1992) TAC
600,000 400,000 200,000 0 189
0 190
PN PERTAMINA (1957)
Caltex Stanvac
Shell
0
0 191
0 192
0 193
0 194
0 195
0 196
0 197
0 198
0 199
Do nothing
0 200
0 201
0 5 0 202 202 203
0 204
0 205
Tahun 2 4 0 ,0 0 0
P e rta m in a O w n S w a s ta N a s io n a l
2 2 0 ,0 0 0 2 0 0 ,0 0 0 1 8 0 ,0 0 0
B a re l P e r H a ri
1.
1 6 0 ,0 0 0 1 4 0 ,0 0 0 1 2 0 ,0 0 0 1 0 0 ,0 0 0 8 0 ,0 0 0 6 0 ,0 0 0 4 0 ,0 0 0 2 0 ,0 0 0 0 1950
1960
1970
1980
1990
Tahun
2000
2010
2020
Penjelasan Milestone Migas Nasional 1. Perioda pertama tahun 1880 dengan UU Tambang Kolonial Belanda Mijnwet sampai dengan lahirnya Perpu No.44/1961 produksi Indonesia oleh Shell tahun 1926 adalah 53 ribu BPH, mencapai 170 ribu BPH tahun 1939, merosot menjadi 5000 BPH tahun 1946 dan kembali mencapai 360 ribu BPH tahun 1960 yang diwakili oleh Shell, Stanvac dan Caltex, artinya sejak 1926 sampai dengan 1960 produksi minyak Indonesia meningkat tujuh kali lipat selama 34 tahun atau 20% per tahun seluruhnya oleh perusahaan asing 2. Perioda kedua tahun 1960 sampai dengan lahirnya UU Pertamina No.8/1971 produksi Indonesia meningkat dari 360 ribu BPH tahun 1960 menjadi 850 ribu BPH pada tahun 1971, artinya meningkat 2,5 kali lipat selama 11 tahun atau meningkat 23% per tahun 3. Disisi lain PERTAMINA mulai berproduksi tahun 1957 mengambil alih Shell/BPM. Pada tahun 1968 produksi PERTAMINA sekitar 100 ribu BPH, tahun 1978 mencapai 110 ribu BPH. Dan di tahun 1980 merosot menjadi 80 ribu BPH dan pada tahun 2000 merosot lagi menjadi 48 ribu BPH. Sebagai perintis perusahaan minyak nasional pertama PERTAMINA kurang berhasil menaikkan produksi karena masih dalam taraf belajar karena dibebani tugas lain-lain 4. Perioda ketiga sejak lahirnya UU Pertamina No.8 1971 dengan manajemen satu atap atau pemberlakuan lex specialis sampai dengan 1991, produksi Indonesia meningkat dari 850 ribu BPH menjadi 1,55 juta BPH akhir tahun 1980an, dan bertahan sampai tahun 1995 sekitar 1,6 juta BPH, artinya meningkat 20% per tahun 5. Semenjak tahun 1971 PERTAMINA sebagai regulator berhasil memfasilitasi perusahaan-perusahaan minyak asing menaikkan produksi Indonesia 6. Disisi lain perusahaan swasta nasional dimulai dengan model kontrak TAC kepada PT Exspan Kalimantan/Medco dan Exspan Sumatera/Medco bersama PT Energi Mega Persada/Bakrie dan sekitar 40 perusahaan migas swasta nasional lainnya berhasil menaikkan produksi dari 5000 BPH pada tahun 1992 menjadi 130 ribu BPH pada tahun 2010 atau meningkat 26 kali atau 145% per tahun 7. Sementara PT Pertamina Own Operation yaitu lapangan yang dioperasikan sendiri diluar TAC dan JOB, pada tahun 2010 hanya berproduksi sekitar 60 ribu BPH. Artinya produksi swasta nasional lebih besar dari produksi PT Pertamina 8. Perioda keempat, sejak lahirnya UU Migas No.22/2001, produksi Indonesia mulai menurun sejak pembahasan perubahan UU Migas dimulai tahun 1996 yang berdampak pada iklim investasi ditambah ketidakstabilan politik/era reformasi, yang berakibat merosotnya produksi menjadi 950 ribu BPH tahun 2010, artinya merosot 3% per tahun. Dengan realitas diatas perlu dipertimbangkan mengembalikan substansi UU No.8/1971 dengan manajemen satu atap.
2.
Strategi Melanjutkan Dan Memanfaatkan Keberhasilan Perusahaan Nasional Meningkatkan Produksi Dan Memprioritaskan Eksplorasi Untuk Investasi Asing 1. Keterlibatan pertama perusahaan nasional Pertamina tahun 1957, Medco tahun 1992, dan EMP tahun 1995, meningkatkan produksi minyak nasional hingga sekitar 250 ribu bph, paradoks saat 10 tahun terakhir produksi Indonesia turun 50% (lihat gambar disamping). 2. Saat ini Perusahaan nasional menyumbang 25%-30% dari total produksi minyak Indonesia. Oleh karenanya, sisa cadangan minyak Indonesia 5 milyar barel yang akan diproduksi agar dilaksanakan oleh perusahaan nasional karena yang 35 milyar yang sudah diproduksikan praktis oleh perusahaan asing. Swasta asing lebih fokus untuk melakukan kegiatan eksplorasi terhadap potensi 40 milyar barel (new frontier) lainnya. 3. Swasta asing didorong untuk melakukan eksplorasi terutama di wilayah-wilayah yang belum ditemukan (new frontier), seperti saat mereka datang di tahuntahun 1960an dan 1970an yang mana mereka berproduksi di lapangan-lapangan minyak yang baru. Ketika perusahaan nasional telah lebih kuat, sehingga terjadilah kerjasama dengan mereka untuk menggarap aset-aset tertentu, di dalam negeri ataupun di luar negeri. Hal semacam ini telah dilakukan oleh negara Thailand. Di dunia maupun di Indonesia pada masa lalu, eksplorasi “New Frontier” dan reEksplorasi selalu menjadi tulang punggung dari upaya peningkatan produksi dan sekitar 90% kontributornya adalah eksplorasi new frontier, namun di Indonesia upaya re eksplorasi terbukti berhasil menemukan sumber minyak baru yang besar seperti yang terbukti di Cepu Exxon Mobile dan Suban Burung Conoco Phillips. Daerah lapangan yang tergolong baru dengan kesulitan yang hanya dapat di eksplorasi dengan teknologi tinggi dan modal besar, dapat kita berikan kepada perusahaan-perusahaan asing untuk mengelolanya.
Upaya untuk menarik
adanya investor-investor asing guna melakukan upaya eksplorasi “new frontier” dan peningkatan produksi dapat dilakukan dengan pemberian insentif yang kompetitif dibandingkan negara lain.
MEDCO EP - SUMATRA OIL PRODUCTION PERFORMANCE
MEDCO EP - KALIMANTAN OIL PRODUCTION PERFORMANCE BOPD
BOPD
9000
100000
8000
90000 TESORO
7000
EXSPAN / MEDCO
80000 PSC
EXSPAN / MEDCO
STANVAC
70000
6000
60000
5000
50000
4000
TAC
40000
3000
30000
2000
Rimau
20000
1000
South
10000
Central
0
0 92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
02
03
04
94
05
PRODUCTION HISTORY KONDUR MALACA STRAIT
95
96
97
98
99
00
01
02
03
04
05
PRODUCTION DECLINE COASTAL PLAINS & PEKANBARU (CPP) 1998 -2007 PRODUCTION DECLINE CPP 1998 - 2007 90,000 80,000 70,000 60,000
BOPD
91
CPI
BOB BSP-Pertam ina
16.79 %
50,000
7.99 %
40,000 30,000 20,000 10,000 98 nJa
1 7 2 9 4 0 6 1 7 8 2 0 6 99 05 04 03 05 -0 -0 -0 -0 -0 -9 -0 -0 -0 -0 -0 -0 l-9 bbnpnpr pr ct ct ov ov ar ay ar ug ec ug Ju Fe O A Fe O A N Ju Ja N A M M D A Se M
Decline CPP Before Handover
Decline CPP After Handover
4. Pada saatnya nanti (di masa depan), ketika kontrak swasta asing yang telah menemukan dan memproduksikan lapangan minyak baru (new frontier) telah berakhir, yang dalam jangka waktu 20 tahun, maka perusahaan nasional juga telah siap untuk mengambil alih penguasaan produksinya sehingga produksi Indonesia diharapkan dapat mencapai 1,5 juta BPH pada tahun 2025. 5. Pengalihan pengusahaan produksi dari perusahaan asing ke nasional sangat diharapkan guna mengurangi beban pemerintah dalam memenuhi pasokan dalam negeri serta pengurangan ketergantungan terhadap minyak impor. Usaha “lifting” menaikkan kembali produksi dapat kita capai (lifting produksi hingga 1,5 juta Barel perhari) yakni, dengan cara pengalihan produksi tersebut dan peningkatan usaha eksplorasi yang diharapkan dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing maupun nasional yang telah mampu melakukannya 6. Perkiraan peningkatan produksi kami sampaikan dalam bentuk diagram berikut yang
meliputi
langkah-langkah kongkrit
pemerintah,
perioritas
peningkatan
produksi, perkiraan tambahan produksi dari lapangan lama maupun baru sehingga pada
tahun
2020-2025,
90%
produksi
nasional
sudah
dilaksanakan
oleh
perusahaan nasional dan perusahaan nasional sudah berproduksi dari operasi global, kalau memungkinkan 50% produksi dari operasi domestik dan 50% dari operasi global, demikian juga dengan pencapaian 95% barang dan jasa nasional untuk operasi domestik dan perusahaan jasa dan barang juga beroperasi global seperti yang dilakukan Amerika Serikat selama 100 tahun, Malaysia dan Cina selama 20 tahun terakhir. 7. Untuk melanjutkan bukti keberhasilan perusahaan nasional dalam meningkatkan produksi selama 20 tahun terakhir, maka kami usulkan berdasarkan prinsip meritokrasi bahwa kontrak lapangan migas yang telah diproduksi oleh perusahaan nasional selama 20 tahun pertama otomatis diperpanjang, termasuk seluruh kontrak lapangan PT Pertamina (Persero) yang akan berakhir pada tahun 2032. Demikian juga lapangan produksi swasta nasional yang sudah berakhir atau akan berakhir untuk 20 tahun pertama. 8. Lapangan-lapangan tua migas dan sumur-sumur tua yang terbengkalai dan tidak tergarap, baik di WKP Pertamina Hulu maupun di wilayah kontrak PSC asing harus segera diserahkan kepada perusahaan nasional untuk segera diproduksikan walaupun kontrak di area tersebut belum berakhir setelah terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang kontrak untuk segera diproduksikan.
DIAGRAM PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PERCEPATAN PENINGKATAN JASA & BARANG NASIONAL
Langkah-Langkah Konkrit Pemerintah
PPU. Kontrak Lap. Prod Asing Tidak Diperpanjang
Peraturan Perundang-Undangan Keberpihakan Nasional di semua sektor (subsidi, proteksi, keberpihakan)
± 750.000 bph
Prioritas Peningkatan Produksi
Percepatan peningkatan produksi, barang &
jasa nasional Mendampingi Perusahaan Migas, Jasa & Barang Nasional dan Asing. Mempersiapkan konsorsium Pertamina & perusahaan nasional untuk mengambil alih perusahaan asing dan go-global Membantu menyiapkan format migas nasional yang melibatkan kemampuan nasional
Percepatan barang & jasa nasional dari 10% menjadi 90% @ USD 13 miliar 2011 (RUPPN 2005-2020)
Pembentukan Konsorsium BUMN/Pertamina, BUMD, Swasta, Koperasi, pemecahan WKP Pertamina
Percepatan Prod. Lap. Pertamina & ex.KBH/KKS Asing
PPU. Penundaan DMO
Lap Baru Segera Produksi (Cepu)
s/d. 6 Tahun WK Pertamina Lap. Tidur eks KBH/KKS Prod Maksimal
PPU. Penalti Lap. Tidur Yang Tidak Di Produksikan Peraturan Perundang-Undangan Reformasi BP Migas, Untuk mempercepat produksi/operasi, wewenang manajemen Pemerintah dibatasi POD/AFE/Post Audit saja, prosedur persetujuan dipersingkat Wewengan kontraktor tanggung jawab Komersialitas, Bidding/Operasi lapangan dilakukan tanpa tunggu persetujuan POD, WP/B, AFE Pendampingan BP Migas mendorong perbankan membiayai kegiatan sektor migas (hulu & hilir)
Lap Tidur ex Asing Diproduksikan Perusahaan Nasional
Prod. Lap. Asing Dialihkan ke Nasional (operatorship & ownership)
PPU. Percepatan Produksi Lapangan Pertamina ±120.000bph
untuk semua tahapan, hulu, hilir, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat
Note : PPU WK POD AFE KBH KKS BPH
= Peraturan Perundang-Undangan = Wilayah Kerja = Plan of Devolepment = Authorised for Expenditure = Kontrak Bagi Hasil = Kontrak Kerja Sama = Barel Per Hari
Lap Tidur Segera Diproduksikan
WK Dikembalikan ke Pemerintah Bidding Investor Baru
Lap Diproduksikan Dengan Fasilitas Produksi Sementara
PPU. Percepatan Eksplorasi
Dorong eksplorasi pada KBH/KKS lama, Penemuan baru diberikan tambahan 20 tahun kontrak untuk lapangan tersebut saja
Perusahaan eksplorasi bebas memilih WK Eksplor. Bila Menemukan Diberi Hak Untuk Mengembangkan
Workshop Investasi ESDM, BP MIGAS, ASPERMIGAS
Perusahaan Nasional Tuan Rumah Negeri Sendiri dan Go Global
Prod Lap. Asing Maksimal s/d Akhir Kontrak
Peraturan Perundang-Undangan Percepatan Peningkatan Produksi & Pembentukan Komite Migas Nasional & Gugus Tugas Migas Nasional
Tambahan Produksi Lapangan Baru
Mobilisasi Dana Nasional
Lap Tidur Segera Diproduksikan
Total produksi 90% oleh perusahaan migas nasional, 90% oleh perusahaan jasa & barang nasional
Perusahaan Nasional Go Global Mencapai kemandirian nasional & menjamin keamanan kebutuhan energi nasional
Strategi Pengurasan Cadangan migas nasional Indonesia sebenarnya mempunyai peluang besar untuk tetap dapat mandiri dalam upaya penyediaan migas nasional. Berdasarkan laporan Departemen Energi Amerika, Indonesia memiliki potensi sumber minyak sebesar 80 milyar barel (recoverable oil potential). Dari data tersebut, telah ditemukan 40 milyar barel, ini berarti masih ada sisa sekitar 40 milyar barel yang belum diketemukan. Dari 40 milyar barel yang telah ditemukan, diketahui sampai sekarang sudah diproduksikan
sekitar
35
milyar
barel
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
asing.
Sedangkan yang 5 milyar barel sisanya yang akan diproduksikan, sudah seharusnya merupakan hak perusahaan nasional untuk meneruskannya. Empat puluh milyar barel yang sudah ditemukan tersebut, 40% berasal dari 100 milyar barel oil in place. Diperkirakan masih ada 60 milyar barel minyak lagi yang masih tertinggal di lapisan pasir asal, yaitu 60% dari 100 milyar barel oil in place, untuk mengurasnya diperlukan aplikasi teknologi yang disebut Enhanced Oil Recovery (EOR). Teknologi ini diyakini mampu menaikkan jumlah kurasan tambahan (additional recovery) sebesar 50 % dari Oil in place tersebut atau sekitar 30 milyar barel (setengah dari 60 milyar barel minyak yang tertinggal di lapisan pasir asal). Ini bukanlah suatu hal yang mustahil. Di Indonesia, yang sudah berpengalaman sukses dalam melaksanakan proyek dengan menggunakan teknologi EOR adalah dengan steam flood yang telah dilakukan di lapangan Duri, Riau oleh Chevron yang sampai hari ini telah memberikan kontribusi sebesar 15% terhadap total produksi nasional. Disamping itu, diantara beberapa teknologi EOR yang sudah terbukti mampu menguras lebih banyak oil in place tersebut adalah penggunaan CO2 dan chemicals serta kombinasi beberapa proses “flooding” yang sedang dikembangkan. Keberadaan prospek eksplorasi senilai 40 milyar barel sangat menantang untuk dapat terealisasi melalui langkah-langkah terobosan berani pemerintah, dengan cara pemberian insentif dan manajemen satu atap. Sistem ini pernah sukses dilakukan Indonesia selama lebih 20 tahun dalam menaikkan produksinya dari 300 ribu barel perhari tahun 60an menjadi 1,6 juta barel perhari di awal 90an. Bukanlah sebuah kemustahilan pencapaian target produksi tersebut dapat diraih kembali apabila pemerintah dengan segera mengambil langkahlangkah taktis guna menanggulangi krisis minyak nasional yang telah terjadi sejak 10 tahun silam.
3.
Keberpihakan Nasional dan Indonesia Inc Gambaran tentang bagaimana konsep Indonesia Incorporated (Indonesia Inc.)
terlihat pada flowchart pada halaman berikut, yaitu merupakan kerjasama atau partnership ABG yaitu kalangan Akademisi/LSM dengan kalangan Bisnis sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi dan dengan kalangan Government sebagai regulator dan dinamosator, untuk menghasilkan keadilan, rasa aman dan kemakmuran yang sustainable bagi seluruh warga. Sejarah peradaban barat selama 300 tahun menghasilkan pertumbuhan ekonomi seribu kali lipat dibandingkan 3000 tahun sejarah peradaban timur yang ujung tombaknya adalah kalangan entrepreneur dibantu sistem politik ekonomi dan sosial yang terbuka serta dukungan pemerintahnya yang merupakan cikal bakal konsep incorporated. Keberpihakan nasional yang dilaksanakan negara-negara barat dalam 300 tahun yang kemudian diikuti negara-negara timur saat ini telah dianjurkan sejak abad 18 oleh ekonom besar Eropa yaitu Philip W. Von Hornick (1638-1712) Seorang penulis lainnya, Thomas Mun (1571-1641) dalam bukunya, England’s Treasure by Forraign Trade, or, The Balance of Our Forraign Trade is the Rule of Our Treasure (1664). Beberapa kebijakan pokok yang disarankan Mun kepada Inggris, yakni sebagai berikut : Pengolahan “lahan tidur” untuk meningkatkan produksi pertanian dan menurunkan
jumlah
impor;
Mengurangi
konsumsi
barang-barang
impor;
Memperhatikan kebutuhan negara-negara tetangga untuk dipenuhi dengan ekspor negara sendiri; Ekspor ke luar negeri harus menggunakan kapal-kapal sendiri ketimbang kapal-kapal asing; Penggunaan sumber-sumber alam dalam negeri seefisien mungkin sehingga ada kelebihannya untuk produksi barang impor; Peningkatan penangkapan ikan di laut sekitar Inggris, ketimbang membiarkannya digarap oleh para nelayan Belanda; Menjadikan Inggris sebuah pusat pengumpulan barang-barang kebutuhan yang dapat didistribusikan ke negara-negara lain; Mendorong perdagangan dengan daerah-daerah seberang lautan yang jauh agar memperoleh barang-barang yang dibutuhkan dengan harga yang rendah; Membebaskan pajak ekspor.
4.
Sejarah Produksi Migas Indonesia Penguasaan Minyak bumi Indonesia memiliki sejarah panjang dan tergolong tertua
di dunia. Eksplorasi dan pengeboran minyak pertama di Indonesia dilakukan oleh seorang Belanda, Jan Reerink, di Majalengka pada tahun 1871 yang hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran minyak pertama di dunia oleh Kolonel Edwin Laurentine Drake dan William Smith de Titusville (1859), di negara bagian Pensilvania, Amerika Serikat. Selanjutnya, usaha eksplorasi minyak di Indonesia diteruskan oleh seorang Belanda lainnya bernama Aeilko Jans Zijker di daerah Langkat, Sumatera Utara, yang kemudian di tahun 1890 Zijker memindahkan konsesinya kepada Royal Dutch Petroleum. Masuknya kartel-kartel raksasa minyak dunia dalam industri migas di Hindia Belanda diawali dengan terbitnya undang-undang pertambangan (Indische Mijnwet) pada tahun 1899. Undang-undang ini memperbolehkan pihak swasta untuk terlibat di dalam pengusahaan minyak bumi, setelah sebelumnya pemerintah kolonial melarang keterlibatan pihak swasta. Standard Oil of New Jersey (SONJ), yang merupakan perusahaan swasta pertama, datang ke Hindia Belanda pada tahun 1912. Mereka lalu mendirikan anak perusahaan bernama Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM). Hanya berselang sepuluh tahun, perusahaan itu mampu berproduksi hingga 10 – 20 ribu barel per hari dari sumur Talang Akar. Keberhasilan ini mendorong NKPM membangun kilang di Sungai Gerong pada tahun 1926. Pada tahun 1924, Standard Oil of California (Socal), grup Standard Oil yang lainnya, datang ke Hindia Belanda. Socal kemudian bergabung dengan Texaco dan mendirikan perusahaan joint venture bernama NPPM (Nederlandsche Pasific Petroleum Maatschappij). Pengeboran pertama, mereka lakukan pada tahun 1935 di Blok Sebangga, sekitar 65 km utara Pekan Baru, dan menghasilkan minyak meskipun tidak terlalu besar. Penemuan besar mereka terjadi pada tahun 1944, pada saat ahli geologi NPPM melakukan pengeboran di Sumur Minas-1. Penemuan inilah yang merupakan cikal bakal penguasaan Chevron terhadap cadangan minyak terbesar di Indonesia saat ini. Di awal tahun 90-an, angka produksi nasional dapat menembus 1.6 jt Bph. Saat ini, dengan kebutuhan konsumsi dalam negeri yang mencapai 1.3 jt Bph sementara kekuatan produksi yang hanya 950 ribu Bph (setengah dari hasil produksinya milik perusahaan asing), yang mengakibatkan negara harus mengimpor 2/3 dari kebutuhan domestik.
Sejarah Proses Pengalihan Aset-Aset Asing Ke Indonesia Sebagai kelanjutan dari Perpu Pengganti UU No. 44, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 18 [26 April 1963], yang menentukan batas waktu perundingan antara maskapai Shell, Stanvac, dan Caltex [Tiga Besar] yang ketika itu telah beroperasi sejak sebelum kemerdekaan, dengan pemerintah yaitu tanggal 15 Juni 1963. Bilamana sampai waktu tersebut tidak dapat dicapai persetujuan, maka perusahaan-perusahaan asing itu harus menghentikan kegiatannya di Indonesia. Tanggal 1 Juni 1963, dihasilkan apa yang disebut sebagai “Head of Agreement” dimana Shell ikut menandatangi. Pihak perusahaan asing itu sepakat untuk meneruskan usahanya di Indonesia atas dasar kontrak dan bukan lagi konsesi. Setelah kemudian sebuah tim antar departemen di Jakarta berhasil menyelesaikan detail kontrak tersebu, maka bulan September 1963 ditanda tangani pula apa yang kemudian disebut “kontrak karya”. Sejak itu, Shell menjadi kontraktor dari PERMIGAN, Stanvac menjadi kontraktor PERMINA, dan Caltex menjadi kontraktor PERTAMIN. Kepada perusahaan-perusahaan asing itu diberi jangka waktu 20 tahun kontrak eksplorasi untuk daerah-daerah konsesi dan 30 tahun untuk daerah-daerah baru yang terbagi sepuluh tahun eksplorasi dan dua puluh tahun eksploitasi. Sebagai hasil akumulasi interaksi dengan perusahaan asing selama 40 tahun terakhir, Perusahaan Migas Nasional dan sumber daya manusia Indonesia saat ini telah menguasai teknologi serta memiliki pengalaman manajemen global yang mana seharusnya peranan perusahaan nasional telah mendominasi produksi Migas Nasional. Kebijakan migas nasional di sepuluh tahun terakhir ini praktis gagal, di tandai oleh merosotnya produksi Migas Nasional sebesar 50 % selama 10 tahun terakhir serta pengelolaan Jasa dan Barang yang 85 % masih didominasi oleh perusahaan asing. Intervensi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan Perusahaan Migas Nasional masih sangat minim. Dari beberapa kontrak migas yang akan segera berakhir hingga akhir 2020, hampir kesemuanya merupakan perusahaan asing. Tidak ada satupun yang merupakan perusahaan migas nasional. Padahal, keinginan agar migas dikelola sendiri, telah muncul sejak tahun 1957 ketika Ibnu Sutowo jadi dirut PT Pertamin pertama kali mengambil alih lapangan minyak Pangkalan Brandan ex-Shell Petroleum, paling lambat 20 tahun industri migas telah dikelola oleh bangsa sendiri.
5.Legal Framework (UU Tambang Kolonial, UU.44/1960, UU Pertamina No.8/1971 & UU Migas No.22/2001) Gambaran tentang sejarah legalitas migas Indonesia terlihat pada gambar di bawah ini: 1945 - 1966 Awal Kemerdekaan
AWAL KEMERDEKAAN
ORDE BARU
1966 - 1998 Orde Baru
1998 - 2010 Era Reformasi
Pasca 2010 ... Masa Depan
MASA DEPAN
ERA REFORMASI
KEPENTINGAN NASIONAL EKONOMI SEBAGAI “PANGLIMA” LIBERALISASI SEMANGAT NASIONALISME (Merdeka, terlepas dari belenggu penjajah) (Semangat Nasionalme dengan memanfaatkan peran (Migas pendukung utama Pembangunan (Globalisation; Ekonomi Neo-Liberal) Negara di dunia Internasional) Pancasila Nasional) Pancasila Mosi Tengku Moh.Hasan terinspirasi praktik Pancasila UUD 1945 VISI: Mewujudkan Negara Kesejahteraan pertambangan emas di Afrika (rakyat tidak UUD 1945 Pasal 33 tidak dilaksanakan dengan UU MIGAS (Baru): Pasal 33 diuji Konsisten dan Konsekuen sejahtera) MNC berhasil menekan Pemerintah RI UUD 1945; Pasal 33 ditegakkan MISI: Membangun kemandirian dan ketahanan mengganti UU Pertambangan MIGAS: Sumber daya alam milik rakyat energi nasional untuk mendukung pembangunan No.37/Prp/1960 dengan UU UU No.22/2001 menggantikan UU sepenuhnya nasional berkelanjutan No.11/1967 No.44/Prp/1960 Mengganti indische mijnwet 1899 dengan Sistem Ijin Usaha; Investor Pancasila–Falsafah berbangsa/bernegara UU Pertambangan No.37/1960 & UU Migas membayar royalty + pajak Kuasa usaha Pertambangan tidak di No.44/Prp/1960 tangan BUMN UUD 1945 dilaksanakan dengan Konsisten dan IOC tidak berhasil menekan Hulu dan Hilir terbuka untuk semua Menghapus system konsesi dengan Konsekuen; UU Migas yang baru menggantikan Pemerintah, UU No.44/Prp/1960 dan BU+BUT Kontrak Karya (Pertambangan) dan UU No.22/2001 UU No.8/1971 Pertamina pengelola Membaurkan penanganan Administrasi Perjanjian Karya (Migas) Migas Nasional, Kontrak Migas Bagi Negara dan Usaha Kuasa Mineral di tangan Negara, namun NKRI – Semangat persatuan dan Kesetiaan Hasil (KPS) Masalah bisnis, masuk ke dalam ranah Tunggal Kuasa Pertambangan dan Kuasa Usaha politik Migasi dieksploitasi maksimal (Energi Pertambangan masih di tangan DN, bahan baku industry, penghasil Mengukuhkan Kedaulatan Penguasaan SDA; ENERGI: investor devisa) Kuasa Mineral (Negara), Kuasa Pertambangan Kebijakan Energi Nasional (Diversifikasi (Pemerintah) dan Kuasa Usaha Pertambangan (BUMN) UU No.30/2007 hanya mengatur penggunaan Energi)
KONDISI PERMINYAKAN GLOBAL (L
energy dengan Kebijakan Energi Nasional
Politik Keberpihakan Pemerintah; membangun industri Migas yang kokoh; dibentuk BUMN Migas dan BUMN Energi •Kembali ke substansi UU Migas No.44/Prp/1960 dan UU No.8/1971 UU Energi No.30/2007 Disempurnakan, mencakup pengaturan di Hulu (Batubara, Panasbumi dan Tenaga Air)
6.
Usulan Gugus Tugas Skenario Peningkatan Produksi & Pengalihan Asing Ke Nasional Gugus Tugas Nasional (GTN Migas) kami usulkan untuk dibentuk membantu
pemerintah merumuskan langkah-langkah strategis dan operasional agar percepatan peningkatan produksi dan pengalihan asing ke nasional dapat berlangsung secara efektif. GTN merupakan organisasi adhoc yang beranggotakan unsur pemerintah (ESDM dan BP Migas), dunia usaha yang diwakili ASPERMIGAS & Kaukus Migas Nasional, Bank Indonesia dan Bank Nasional, unsur perguruan tinggi dan LSM. GTN diharapkan merupakan hasil diskusi panel yang merumuskan skenario peningkatan produksi dan pengalihan asing nasional termasuk sisi pendanaannya, diskusi panel direncanakan pada Januari 2012, GTN diusulkan sebaiknya dipimpin oleh figur atau tokoh senior pelaku migas nasional yang mempunyai reputasi internasional terbukti berhasil meningkatkan produksi.
7.
Sejarah Aspermigas Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional yang disingkat ASPERMIGAS lahir
tanggal 15 februari 2006. Kelahiran organisasi ini didasarkan atas kesadaran bersama dari
kalangan
pengusaha
perminyakan
nasional.
Awalnya
organisasi
ini
hanya
beranggotakan 33 Perusahaan Migas Nasional, yang sebelumnya tergabung dalam Forum Komunikasi Perusahaan Minyak Technical Asistant Contrat/ TAC yang didirikan tahun 2000. Wadah ini ditujukan untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Membangun kesadaran dikalangan anggotanya berkaitan dengan keberpihakan nasional dengan memprioritaskan pengelolaan migas nasional oleh bangsa sendiri, peran asing hanya bersifat sementara. Dimasa
depan,
kebutuhan
migas
nasional
bagi
pembangunan
sayogyanya
dilakukan oleh perusahaan nasional sendiri. Sumber daya alam berupa potensi minyak dan gas bumi sudah waktunya dikelola sendiri oleh anak anak bangsa untuk dimanfaatkan sustainable
sebesar
dan
besarnya
memenuhi
untuk
kebutuhan
membangun nasional.
kemampuan
Bahkan
bukan
nasional mimpi
yang
apabila
perusahaan minyak nasional, turut bermain di dunia Internasional seperti yang perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia. Memang ini sebuah cita cita. Tapi kesanalah Aspermigas mengarah. Dengan latar belakang itulah Aspermigas di bentuk, dengan : Visi : Industri Migas Nasional dan Perusahaan Nasional yang Mandiri, Maju dan Berdaya Saing serta beroperasi global dan memberikan manfaat sebesar–besarnya bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Misi
:
Menggalang
memperjuangkan
potensi
dan
KEBERPIHAKAN
kemampuan NASIONAL
Migas
dalam
Nasional
rangka
nasional
untuk
dan
menjamin
kesinambungan pembangunan dan ketahanan nasional. ASPERMIGAS bertekad
senantiasa
meningkatkan
berjuang
memajukan
kepemilikan(ownership)
potensi
dan
Migas
Nasional
management
Dan
operasional
(operatorship), serta memperbesar penggunaan barang dan jasa dalam negeri.Target ASPERMIGAS jangka panjang yaitu tahun 2020 adalah 90% operatorship dan ownership agar dipegang oleh Perusahaan Nasional dan dapat menguasai 95% dalam hal Pemanfaatan barang dan jasa nasional.