PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEMESTER GENAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh: Citra Astutiningsih NIM. 121224102
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan limpahan anugerah dan nikmat-Nya sehingga segala yang menjadi harapan saya dan kelancaraan menyelesaikan skripsi ini dapat terwujud sesuai dengan kehendak-Nya. Kedua orang tua saya, yaitu Samiyo dan Tutik Supriyati yang telah tiada henti mendukung, mendoakan saya dalam sholatnya, mencurahkan kasih sayang, dan memahami segala usaha dan keputusan terbaik saya. Kakak saya Ari Ambarwati yang telah mendukung saya dan turut membahagiakan kedua orang tua kami. Teman sepayung dalam kasih sayang, Alfonsus Novendi Laksana, Dewi Yulianti, Agnes Wiga Rimawati, dan Markus Jalu Vianugraha yang selalu memberikan semangat, kritikan, kerjasama dan solusi dalam setiap diskusi yang luar biasa. Sahabat dan saudara saya yang selalu memberikan semangat, doa, dan tuntunan yang menjadikan saya menjadi seseorang yang bersikap lebih dewasa Terakhir, para dosen dan teman-teman PBSI 2012 yang juga selalu membimbing, mendukung, menemani, memahami dan menghibur saya dalam perjuangan saya di Universitas Sanata Dharma.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan baik “. (HR. Thabrani) “Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)”. (H. R. Muslim) “Sungguh bersama kesukaran dan keinginan. Karna itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah”. (Q.S Al Insyirah : 6-8) “Pendidikan bukanlah suatu proses untuk mengisi wadah yang kosong, akan tetapi pendidikan adalah suatu proses menyalakan api pikiran”. (W. B. Yeats) “Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan jalan keluar baginya. Dan dia memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”. (Q. S. At-Talaq : 2-3)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2016 Penulis
Citra Astutiningsih
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Citra Astutiningsih
Nomor Mahasiswa
: 121224102
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEMESTER GENAP Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Univeritas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk
pangkalan
data,
mendistribusikan
secara
terbatas,
dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal: 28 Juli 2016 Yang menyatakan,
Citra Astutiningsih
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Astutiningsih, Citra. 2016. Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pemnimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi, dan (2) mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap, dengan data berupa tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat, dan metode cakap dengan teknik pancing. Analisis data menggunakan metode padan ekstralingual untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, yaitu menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi Pada Program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap yang didasarkan pada subkategori acknowledgements terbagi atas tuturan fatis murni, basa-basi murni, dan basa-basi polar. Tuturan yang termasuk ke dalam fatis murni 26 tuturan, tuturan yang termasuk kedalam basa-basi murni 3 tuturan, dan tuturan yang termasuk ke dalam basa-basi polar 1 tuturan, (2) Makna pragmatik di dalam tuturan fatis murni yang dihasilkan dari penelitian ini terbagi dalam 6 subkategori acknowledgements yaitu menerima, menolak, mengundang, salam, terima kasih dan meminta maaf. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa. Komunikasi fatis yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada pembimbingan skripsi untuk memulai pembicaraan, mempertahankan komunikasi, dan menyampaikan informasi dengan melibatkan fungsi sosialnya. Kata kunci: komunikasi fatis, acknowledgements, basa-basi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Astutiningsih, citra. 2016. The Phatic Communication in Thesis Mentoring Consultative Discourse of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discusses the phatic communication in thesis mentoring consultative discourse of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester. The purposes of this research are (1) describe the form of the phaticness in thesis mentoring consultative discourse, and (2) describe the meaning of the phaticness in thesis mentoring consultative discourse. The type of this research is descriptive-qualitative. The sources of this research are lecturers and students of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester, with the data in form of speech that consist the phaticness. The data gathering methods uses listening method and tapping techinque and followed by continous technique which is taking-notes technique, and conversation method with stimulus technique. The data analysis uses extralingual unified method to analyze the extralingual elements, which connects the language matter with things that are beyond language. The conclusion of this research are (1) the phaticness form on second semester academic year of Sanata Dharma University Yogyakarta Indonesian Language and Liteature Education Study Program which based on acknowledgements subcategory are divided into pure phatic speech, pure preamble, and polar preamble. Speech that is included in a pure phatic are 26 utterances, speech that is included in a pure preamble are 3 utterances, and speech that is included in a polar preamble is 1 utterance, (2) The pure phatic speech pragmatic meaning that which generated from this reseach are divided into 6 acknowledgements subcategory, such as accepting, rejecting, inviting, greeting, thanking, and apologize. This research is expected to contributes and gives knowledge of phatic communication between lecturers and students. The phatic communication that used by lecturers and students in thesis mentoring to starting the conversation, keeping the communication, and deliver informations by involving the social functions. Keywords: phatic communication, acknowledgements, preamble.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI beserta semua dosen PBSI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum. sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lain yang telah membekali ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 5. Orang tua saya Samiyo dan Tutik Supriyati. 6. Kakak saya Ari Ambarwati. 7. Teman-teman sepayung dan teman-teman lain yang telah mendukung dan selalu memberi semangat dan doa kepada saya yaitu: Alfonsus Novendi Laksana, Dewi Yuianti, Agnes Wiga Rimawati, Markus Jalu Vianugraha, Maria Oki Marlina Sinaga, Erlita Mega Ananta, Theresia Novita Dwi Puspita Sari, Elicha Bonita Turnip, Rahmad Dwi Basuki, Dwi Yuniarti, x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mega Rumpaka, Nindya Deni Pratiwi, Nur Dian Utaminingsih, Mar Atul Azizah, Firma Anggilia, Yanuar Adi Tristanto, Christina Puspitanigtyas, Dhara Rima, Ilham Suseno, Yohanes Wien Febri. 8. Seluruh teman-teman PBSI 2012 kelas A, B, dan C. 9. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Yogyakarta, 28 Juli 2016 Penulis
Citra Astutiningsih
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................ viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6 1.5 Batasan Istilah.................................................................................................. 7 1.6 Sistematika Penyajian ...................................................................................... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 9 2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................................... 9 2.2 Landasan Teori ................................................................................................ 15 2.2.1 Pragmatik ................................................................................................ 15 2.2.2 Fenomena Pragmatik ............................................................................... 16 2.2.2.1 Deiksis............................................................................................ 17 2.2.2.2 Praanggapan ................................................................................... 19 2.2.2.3 Implikatur ....................................................................................... 20 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa .................................................................... 22 xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa ............................................................ 25 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa ............................................................. 27 2.2.3 Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik ............................................. 33 2.3 Kerangka Berpikir............................................................................................ 38 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 45 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 45 3.2 Data dan Sumber Data ..................................................................................... 46 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data .................................................................... 48 3.5 Triangulasi Data ............................................................................................... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 53 4.1 Deskripsi Data ................................................................................................. 53 4.2 Analisis Data.................................................................................................... 62 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis ................................................................................ 62 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menerima ................................... 64 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menolak ..................................... 89 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang .............................. 109 4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Salam ......................................... 122 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Terima Kasih.............................. 124 4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Meminta Maaf............................ 128 4.2.2 Makna Pragmatik Tuturan Fatis ............................................................... 130 4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menerima ................................. 132 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menolak ................................... 143 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang ............................ 153 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Salam ....................................... 165 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Terima Kasih............................ 166 4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Subaktegori Meminta maaf .......................... 169 4.3 Pembahasan ..................................................................................................... 170
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 183 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 183 5.2 Saran................................................................................................................ 186 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 187 LAMPIRAN ......................................................................................................... 189 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 214
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan masyarakat lainnya. Manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan orang lain agar hubungan sosial mereka dapat terjaga baik dengan masyarakat sekitarnya, hal tersebut yang menjadikan komunikasi sangat penting bagi mereka. Komunikasi merupakan hal yang fundamental ketika seseorang berada di dalam masyarakat. Menurut KBBI edisi keempat (2008:720) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan dan kontak. Saat pengiriman pesan kepada mitra tutur (lawan bicara), penutur biasanya memberikan sapaan terlebih dahulu berupa salam atau menanyakan kabar. Hal ini merupakan tindakan kesantunan dalam berkomunikasi antara manusia yang biasa dikenal dengan istilah basa-basi. Komunikasi dianggap baik apabila pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat diterima dengan baik oleh lawan bicara. Pembicaraan biasanya dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Namun, terkadang pembicaraan yang kurang sopan dengan lawan bicara menjadi salah penafsiran atau bahkan menyinggung lawan bicara yang akhirnya akan menjadi miskonsepsi dan menyakiti hati lawan bicara. Oleh karena itu, ketika orang berbicara hendaklah menggunakan awalan yang dapat mempertahankan topik pembicaraan atau
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
mengawali pembicaraan menuju kearah topik pembicaraan yang kompleks atau sering disebut sebagai kategori fatis. Menurut Kridalaksana (1990:111-113) kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, mengukuhkan, atau mengakhiri pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Kategori fatis tidak dapat diucapkan dengan monolog. Kategori fatis biasanya terdapat dalam dialog atau wacana bersambutan, yaitu kalimatkalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Oleh karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam tidak baku, kategori fatis sangat lazim dalam kalimat-kalimat tidak baku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialeg regional. Sudaryanto (1990:12) menjelaskan bahwa fungsi fatis berarti bahasa sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan, atau kontak antara pembicara dengan penyimak. Fungsi ini disejajarkan dengan faktor kontak yang terjadi dalam awal komunikasi. Thomas dan Waraeign (2006:13-14) juga menjelaskan dan memberikan contoh tentang fungsi fatik sebagai berikut : “.....kemudian ada orang yang bertamu dan berkomentar. “bunga yang indah”, dan Anda berkata “Terimakasih”. Maka itu adalah contoh aspek fatik dari bahasa. Ini adalah penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk melancarkan kehidupan sosial”. Berdasarkan teori-teori di atas maka penulis menyimpulkan komunikasi fatis adalah pembicaraan yang digunakan untuk mengawali dan mempertahankan percakapan ke topik pembicaraan yang kompleks antara pembicara dan lawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
bicara untuk menghindari miskonsepsi pada saat berkomunikasi sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Fungsi fatis atau basa-basi merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan berhasil tidaknya sebuah komunikasi. Pesan hendaknya dikemas sedemikian rupa dengan fungsi basa-basi, sehingga penyampaian fakta, gagasan, dan pemberian latar belakang dapat tersampaikan dengan baik dan benar kepada lawan bicara. Basa-basi dalam berkomunikasi sehari-hari di masyarakat dapat ditemui di mana saja, seperti sekolah, kantor, dan tempat lainnya. Pada penelitian ini peneliti mengambil topik tentang basa-basi berbahasa antara dosen dan mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Fungsi fatis di kalangan Universitas merupakan salah satu bentuk komunikasi yang banyak digunakan diantaranya di kalangan mahasiswa dan dosen. Fungsi fatis dalam Universitas ini menjadi kebiasaan dalam berbahasa untuk menjaga sebuah kesantunan berbahasa ketika melakukan konsultatif antara mahasiswa dan dosen di Universitas pada proses pembimbingan skripsi. Peneliti melihat penelitian mengenai basa-basi terutama penggunaan basa-basi pada lingkungan tertentu seperti di lingkungan Universitas belum banyak yang meneliti terutama dalam kajian pragmatik, sehingga membuat penelitian ini sangat menarik untuk diteliti guna menambah wawasan kita terkait kegiatan komunikasi konsultatif yang terjadi di Universitas khususnya antara dosen dan mahasiswa pada saat melakukan bimbingan karya ilmiah. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sebuah teori generalisasi di bidang pragmatik mengenai komunikasi fatis yang berwujud fatis murni. Untuk menyelesaikan tugas akhir program studi S1,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
mahasiswa harus menyelesaikan skripsinya. Saat penyelesaian skripsi itulah mahasiswa akan berkomunikasi dengan dosen untuk mendapatkan bimbingan skripsi. Secara tidak langsung fungsi fatis atau basa-basi menjadi bagian yang sangat penting dalam hal berkomunikasi. Dalam hal ini maka dapat dikatakan ketika mahasiswa berkomunikasi dengan dosen akan terdapat tuturan fatis di dalamnya. Tuturan fatis yang diucapkan oleh penutur kepada lawan tutur tentu memiliki wujud dan maksud tertentu ketika diucapkan. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti komunikasi fatis yang terjadi antara dosen dan mahasiswa ketika berkonsultasi skripsi, karena menurut peneliti belum banyak yang meneliti komunikasi fatis di bidang tersebut. Percakapan fatis atau basa-basi digunakan untuk memulai komunikasi dan kemudian akan merujuk kepada komunikasi yang lebih kompleks dengan suasana yang nyaman. Komunikasi fatis atau basa-basi secara tidak langsung dapat membawa percakapan yang dilakukan pembicara dan lawan bicara kearah suasana yang lebih baik sehingga menjadikan eratnya hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicara. Penelitian skripsi yang akan peneliti lakukan dibatasi pada basabasi. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut : a. Apa sajakah wujud Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap? b. Apa sajakah makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : a. Mendeskripsikan wujud Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap. b. Mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian komunikasi fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu: a. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya komunikasi fatis atau basa-basi berbahasa sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki kegunaan teoritis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial yang baik antara pembicara dan lawan bicara. Penelitian ini menghasilkan sebuah teori generalisasi di bidang pragmatik yaitu komunikasi fatis yang disebbut sebagai fatis murni. b. Manfaat praktis Penelitian komunikasi fatis atau basa-basi berbahasa ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi Universitas terutama antara mahasiswa dan dosen untuk membuka serta mempererat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Demikian pula penelitian ini akan memberikan masukan kepada praktisi di bidang pendidikan Dosen, Mahaiswa dan ketenaga pendidikan yang lain untuk mengetahui pentingnya komunikasi fatis atau basa-basi di dalam berkomunikasi lingkungan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
1.5 Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut : a. Pragmatik Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang lawan tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa (Verhaar dalam Rahardi, 2007 : 10). b. Konteks Huang (2007:14) memaknai konteks pragmatic sebagai “seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitratutur.” c. Fatis Kategori fatis menurut Harimurti Kridalaksana (1986) adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. d. Basa Basi Basa-basi adalah kata-kata dipakai untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi (Arimi, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
e. Komunikasi Menurut KBBI edisi keempat (2008:720) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. 1.6 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian. Bab II berisi penelitian yang relevan dan landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalahmasalah yang akan diteliti, yaitu tentang komunikasi fatis. Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini tentang (1) penelitian yang relevan, (2) teori pragmatik, (3) fenomena-fenomena pragmatik, (4) kategori fatis,(5) kesantunan berbahasa, (6) ketidaksatunan berbahasa, (7) konteks sebagai penentu makna pragmatik. Bab III berisi metodologi penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (4) metode dan teknik pengumpulan data, (5) metode dan teknik analisis data, (6) triangulasi data. Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan komunikasi fatis berbahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topiktopik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan berbahasa, kefatisan dalam berbahasa, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. 2.1 Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan ini akan menguraikan mengenai tinjauan terhadap topik-topik sejenis yaitu basa-basi yang dilakukan oleh penelitipeneliti yang lain. Penelitian Dani Hartanto (2011) berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Kasultanan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota Kasultanan Yogyakarta, (2) mendeskripsikan penanda linguistik dan non linguistik basa-basi dalam berbahasa antaranggota Kasultanan Yogyakarta, (3) mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga Kasultanan Yogyakarta. Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Dani Hartanto, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Wujud basa-basi yang ditemukan antaranggota keluarga Kasultanan
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
Yogyakarta
dapat
dilihat
dari
wujud
tuturan
basa-basi
kategori
Acknowledgment. Wujud basi-basi kategori Acknowledgment sendiri terdiri dari delapan unsur subkategori. Kedelapan subkategori tuturan fatis dalam kategori Acknowledgment tersebut adalah 1) subkategori salam atau greet 2) subkategori terimakasih atau thank 3) subkategori menolak atau reject 4) subkategori menerima atau accept 5) subkategori belasungkawa atau condole 6) subkategori meminta maaf atau appologize 7) subkategori selamat atau congratulate 8) subkategori meminta/mengundang atau bid. Wujud tuturan basa-basi yang termasuk ke dalam kedelapan kategori tersebut dipengaruhi oleh konteks. Selain itu, wujud basa-basi tersebut juga dilihat dari kategori kandungan partikel dan kata fatisnya. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Penanda basa-basi berbahasa dalam aspek linguistik yang ditemukan berupa diksi, penggunaan kata fatis, nada, tekanan, dan intonasi yang dapat diuraikan dalam masing-masing subkategori basa-basi sedangkan penanda basa-basi non linguistik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks tersebut melingkupi penutur dan mitra tutur, tujuan penutur, situasi dan suasana, dan tindak verbal. Selanjutnya diuraikan dalam masingmasing subkategori 1) salam ditandai dengan intonasi berita kata fatis kok dan frasa fatis sugeng enjang, 2) subkategori terima kasih ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis matur nuwun, 3) subkategori menolak ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun pangapunten, 4) subkategori menerima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis mangga, 5) subkategori belasungkawa ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis ngaturaken bela sungkawa, 6) subkategori meminta maaf ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun sewu, nyuwun pangapunten, 7) subkategori selamat ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis ngaturaken pambagya harjo, nderek syukur lan mangayu bagyo, 8) subkategori meminta/mengundang ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun tulung. Maksud dalam tuturan basa-basi berbahasa akan dipahami apabila konteks yang melingkupi tuturan dipahami terlebih dahulu. Penelitian inimenunjukkan setiap tuturan yang menjadi data dianalisis maksudnya melalui kategori tuturan basa-basi Acknowledgement. Maksud tuturan hanya diketahui oleh penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan basa-basi. Penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan yang termasuk dalam subkategori basa-basi tertentu akan memiliki maksud yang sama dengan subkategorinya. Berikut ini adalah maksud penutur dari
setiap
tuturan
dalam
kedelapan
subkategori
tuturan
basa-basi
Acknowledgment antaranggota keluarga Kasultanan Yogyakarta. 1) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan basa-basi subkategori salam atau greet memiliki maksud untuk mengucapkan salam, 2) penutur atau mitra tutur dalam tuturan basa-basi subkategori terima kasih atau thank memiliki maksud untuk mengucapkan terima kasih, 3) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori menolak atau reject memiliki maksud untuk menyampaikann penolakan, 4) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
menerima atau accept memiliki maksud penerimaan atas acknowledgement yang dilakukan seseorang, 5) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori belasungkawa atau condole memiliki maksud untuk mengucapkan rasa iba atau belasungkawa karena musibah yang dialami seseorang, 6) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori meminta maaf atau apollogize memiliki maksud meminta maaf, 7) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori ucapan selamat atau congratulate memiliki maksud untuk mengucapkan selamat, 8) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategoribidmemiliki
maksud
untuk
mengucapkan
penawaran
a ta u
mengharapkan seseorang mengerti dengan maksud penawaran pembicara atau lawan bicara. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Garudea Prabawati (2010) berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antara Siswa dan Siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan bentuk atau wujud basa-basi dalam berbahasa antara siswa dan siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antara siswa dan siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Dani Hartanto, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Wujud tuturan basa-basi, wujud tuturan fatis atau basa-basi berbahasa yang ditemukan dalam komunikasi antara anggota siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta dapat dilihat dari konteks yang melingkupi wujud tuturannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Peneliti membahas wujud tuturan basa-basi berbahasa antara siswa dan siswa ditinjau dari wujud tuturan basa-basi murni dan wujud tuturan basa-basi polar. Basa-basi murni merupakan sebuah tuturan yang diungkapkan sesuai dengan peristiwa dan kenyataan. Sedangkan basa-basi polar merupakan sebuah tuturan yang lebih mementingkan nilai kesopanan. Peneliti membahas wujud tuturan basa-basi ditinjau dari adanya partikel fatis yang terkandung dalam tuturan basa-basi. Partikel fatis dalam tuturan berfungsi untuk memperkuat dan mengukuhkan suatu maksud pembicaraan. Wujud basa-basi dapat dilihat dari partikel Acknowledgement. Kategori Acknowledgement sendiri secara harafiah didefinisikan sebagai sebuah pernyataan, pengantar, ataupun pengakuan.
Kedelapan
subkategori
tuturan
fatis
dalam
kategori
Acknowledgement tersebut adalah 1) subkategpri apologize atau meminta maaf 2) subkategori condole atau ucapan belasungkawa 3) subkategori congratulate atau ucapan selamat 4) subkategori greet atau ucapan salam atau sambutan 5) subkategori thank atau ucapan terimakasih 6) subkategori bid atau menawarkan atau mengundang 7) subkategori accept atau menerima 8) subkategori reject atau menolak. Maksud tuturan basa-basi hanya akan diketahui oleh penutur atau mitra tutur yang melakukan tuturan fatis atau basa-basi. Penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan yang termasuk dalam subkategori tuturan fatis tertentu akan memiliki maksud yang sama dengan subkategorinya. Berikut ini adalah maksud penutur dari setiap tuturan dalam kedelapan subkategori tuturan fatis kategori acknowlegtments: 1) penutur maupun mitra tutur dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
tuturan fatis subkategori accept atau menerima memiliki maksud untuk mengucapkan penerimaan atas acknowlegment yang dilakukan seseorang, 2) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori bid atau mengundang memiliki maksd tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi, 3) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori reject atau menolak memiliki maksud untuk menyampaikan penolakan, 4) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori thank atau ucapan terimakasih memiliki maksud untuk mengucapkan terimakasih, 5) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori greet atau ucapan salam meiliki maksud untuk mengucapkan salam, 6) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori congratulate atau ucapan selamat memiliki maksud untuk mengucapkan selamat, 7) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori appologize atau meminta maaf memiliki maksud meminta maaf, 8) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori condole atau belasungkawa memiliki maksud untuk mengucapkan rasa iba atau belasungkawa karena musibah yang dialami seseorang. Kedua penelitian yang relevan tersebut terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Pada penelitianpenelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang objek yang sama yaitu basa-basi berbahasa atau komunikasi fatis, akan tetapi pada subjek penelitian terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian relevan sebelumnya. Pada penelitian kali ini subjek yang akan diteliti yaitu komunikasi fatis antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Mahasiswa dan Dosen, sehingga peneliti akan melakukan penelitian di ranah pendidikan dan yang lebih tinggi tarafnya yaitu taraf Universitas dengan judul penelitian Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Oleh karena itu, kedua penelitian basa-basi tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji fenomena basa-basi berbahasa khususnya dalam ranah pendidikan yang sebelumnya baru di teliti di tingkat Sekolah sekarang akan dilakukan penelitian di tingkat Universitas. 2.2 Landasan Teori Landasan teori ini berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan berbahasa, kefatisan dalam berbahasa, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. 2.2.1 Pragmatik Pragmatik mengkaji kemampuan pemakai bahasa dalam mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu (Nababan, 1987:2). Pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menfsirkan kalimat (Tarigan, 1985:34). Pendapat lainnya disampaikan (Leech, 1993:1) bahwa seseorang tidak dapat mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pragmatik tidak lepas dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
penggunaan bahasa. Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa atau kajian bahasa dan perspektif fungsional. Artinya, kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur bahasa dengan mengacu ke pengaruhpengaruh dan sebab-sebab nonbahasa (Levinson, 1987:5 dan 7). Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks dan makna. Ilmu pragmatik mempelajari bagaimana sebuah tuturan akan tersampaikan maknanya tidak hanya ditinjau dari pengetahuan linguistik yang dimiliki pembicara dan pendengar, tetapi juga konteks yang melingkupi tuturan, pengetahuan tentang status para pihak yang terlihat dalam pembicaraan dan maksud tersirat dari penutur. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai-pemakai bentuk itu, sehingga melalui pragmatik seseorang dapat bertukar kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara (Yule, 2006:5). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, menurut penulis pargmatik adalah bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi yang berkaitan dengan konteks untuk menafsirkan maksud yang diucapkan pembicara kepada lawan bicara. 2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa, pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah tertentu. Ada empat kajian pragmatik yaitu: 1) deiksis, 2) praanggapan (presupposition), 3) tindak tutur (speech act), 4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
implikatur (implicature), 5) konteks. Di bawah ini akan disajikan kelima penjelasan mengenai bidang kajian pragmatik tersebut. 2.2.2.1 Deiksis Melalui ilmu linguistik telah kita temui istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang merujuk kepada kata, frasa atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Kajian pragmatik menyebut rujukan seperti itu deiksis. Kajian pragmatik mengenal 5 macam deiksis yakni 1) deiksis orang, 2) deiksis tempat, 3) deiksis waktu, 4) deiksis wacana, 5) deiksis sosial (Nababan, 1987:41). Penjelasan mengenai lima macam deiksis tersebut adalah : 1) Deiksis orang yaitu dalam kategori deiksis orang yang menjadi kriteria ialah peran pemeran/peserta dalam peristiwa bahasa itu. Ketiga macam peran dalam kegiatan berbahasa itu, yakni kategoti “orang pertama”, “orang kedua”, dan “orang ketiga”. 2) Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa. 3) Deiksis waktu adalah pengungkapan (pemberian bentuk) kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat kemarin, bulan ini, dan sebagainya. 4) Deiksis wacana adalah rujukan bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan. Melalui tata bahasa gejala ini disebut anafora (merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang akan disebut – contoh nomor 4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
Bentuk-bentuk yang dipakai mengungkapkan deiksis wacana itu ialah kata/frase ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dan sebagainya. 5) Deiksis sosial, adalah deiksis yang menunjukkan atau mengugkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara pesertapeserta (Inggris: participants-role), terutama aspek peran sosial antara pembicara dan lawan bicara dan antara pembicara dengan rujukan/ topik yang lain. Perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si pendengar diwujudkan dalam seleksi kata/sistem morfologi kata-kata tertentu. Bahasa Jawa umpamanya, memakai kata neda dan kata dhahar (makan); menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/ bersangkutan. Secara tradisional perbedaan bahasa (variasi bahasa) seperti itu disebut “tingkat bahahasa”, dalam bahasa jawa, ngoko dan kromo dalam sistem pembagian-dua, atau ngoko, madyo dan kromo dalam sistem bahasa tersebut dibagi menjadi tiga, dan ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil dalam sistem dibagi tempatnya. Aspek bahasa seperti ini disebut “kesopanan
berbahasa”,
“unda-usuk”
atau
“etiket
berbahasa”
(Greetz,1960). Sistem penggunaan bahasa yang mendasari berbahasa seperti ini dapat disebut “sopan santun berbahasa” atau honoristics. Bahasa-bahasa berbeda dalam kompleksitas sistem sopan santun dengan kata ganti, sistem sapaan, dan penggunaan gelar, seperti:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
engkau; kamu; Tuan; Saudara; Bapak; Ibu Tuti; Nyonya Hendro; Drs Max Renyaan; Prof. Dr. Sadtono; dan sebagainya. 2.2.2.2 Praanggapan Praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud (Nababan, 1987:46). Praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan (Yule, 2006:43). Beberapa definisi praanggapan tersebut dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut : (1) a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Pranowo kemarin” b : “Dapat potongan 30 persen kan?” Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1a) memiliki praanggapan bahwa (b) mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh pengarang yang disebutkan di dalam pertuturan. Praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
diungkapkan. Sebuah tuturan dapat dikatakan mempsepsuposisikan atau mempraanggapkan tutuan yang lainnya apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan dapat dikatakan sama sekali. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali, mempraanggapkan adanya mahasiswi yang benar-benar cantik di dalam kelas tertentu. Apabila pada kenyataanya memang ada mahasiswa berparas sangat cantik di kelas itu maka tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya apabila di dalam kelas itu tidak ada sama sekali mahasiswi yang berparas cantik tuturan tersebut tidak dapat dikatakan benar atau salahnya sama sekali (Rahardi, 2003:83). 2.2.2.3 Implikatur Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasikan” (atau implicatum). Levinson 1993 (melalui Nababan, 1987:28) melihat kegunaan konsep implikatur terdiri dari 4 kegunaan. Pertama ialah bahwa konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. Kedua ialah bahwa konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas/eksplisit tentang bagaimana mungkinnya bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti (dapat menangkap) pesan yang dimaksud. C ont oh : (2) P : jam berapa sekarang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
Q : kereta api belum lewat. Secara konvensional struktural kedua kalimat itu tidak berkaitan. Tetapi bagi orang yang mengerti penggunaan bahasa dalam situasi berbicara itu, terdapat juga faktor-faktor dalam bagian yang dalam kurung di bawah : (3) P : sanggupkah Anda memberitahukan kepada saya jam berapa sekarang (sebagaimana biasanya dinyatakan dalam penunjuk jam, dan kalau sanggup, harap diberitahukan kepada saya). Q : (saya tidak tahu secara tepat jam berapa sekarang, tetapi dapat saya beritahukan kepada Anda suatu kejadian dari mana Anda menduga kirakira jam berapa sekarang, yaitu) kereta api (yang biasa) belum lewat. Hal yang terpenting diperhatikan dalam percakapan ini ialah bahwa informasi jawaban yang diperlukan tidak secara langsung/lengkap diberikan dalam (2), namun keterangan yang disampaikan dalam (3) dapat diketahaui oleh yang bertanya itu. Perbedaan antara (2) dan (3) cukup besar, dan tidak dapat dijelaskan oleh teori semantik konvesional. Untuk menanggulangi permasalahan seperti ini, diperlukan suatu sistem yang lain dan konsep pragmatik. Kegunaan yang ketiga ialah bahwa konsep implikatur ini kelihatannya dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antara klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang sama. C ont oh : (4) “ anak itu menaiki sepedanya dan dia pergi ke sekolah”. Klausa-klausa kalimat itu tidak dapat ditukar tempatnya menjadi : “ anak itu pergi ke sekolah dan dia menaiki sepedanya.” Tetapi dalam kalimat berikut : (5) Jakarta ibu kota Indonesia dan Manila ibukota Filifina”. Dapat dibalik keduanya menjadi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
“ manila ibukota Filifina dan Jakarta ibukota Indonesia.” Dari kedua contoh di atas dapat dilihat sulitnya membedakan hubungan kedua klausa bagian kalimat itu secara struktural dan semantik konvesional. Dalam hal ini, kita dapat mengatasi kesulitan dengan menerima kalimat tersebut (4) dan (5), didasari oleh dua pola pragmatik atau dua perangkat implikatur yang berbeda; dalam (4) terdapat hubungan “lalu” dan dalam (5) “demikian juga.” Kegunaan keempat dari konsep implikatur ialah bahwa hanya beberapa butir saja dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dan/atau berlawanan, seperti : cara bekerjanya metafora; mengapa “tautologi” seperti “ War is war” dapat mempunyai makna : mengapa kalimat “The are men and men” bisa berarti kebalikannya; bagaimana kalimat pertanyaan “Siapa bilang?” bisa berarti suatu pernyataan sikap/pendapat, dan lain sebagainya. 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa Istilah kesantunan (politeness) berasal dari adjektiva ‘santun’ (polite). CALD (Cambridge Advanced Learners Dictionary dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107-109) memberikan definisi secara singkat bahwa kesantunan itu adalah berperilaku sedemikian rupa yang sesuai dengan kaidah sosial yang berlaku dalam masyarakat dan dengan menunjukkan kepedulian dan kepekaan terhadap perasaan orang lain. Menurut Thomas (dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107-109), menunjukkan bahwa kesantunan adalah sebuah sistem, yakni rangkaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
item (bentuk ujaran, konteks, partisipan, dan efek ujaran) yang saling berkaitan antara satu dan lainnya serta beroperasi bersama-sama. Menurut Fater (dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107109)
kesantunan
dapat
dikatakan
sebagai
kontrak
sosial
yang
dioperasionalkan dalam kontrak komunikasi atau kontrak percakapan yang menggunakan
variasi
a ta u
kode
bahasa
yang
sesuai
serta
mempertimbangkan skala status dan skala keakraban penutur dan lawan atau mitra tutur atas dasar hak dan kewajiban masing-masing partisipan dengan tujuan memelihara hubungan yang harmonis. Berdasarkan pendapat para ahli di atas penulis menyimpulkan kesantunan berbahasa adalah komunikasi yang dilakukan antara penutur dan lawan tutur dengan memperhatikan bentuk ujaran, konteks, partisipan yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat sehingga perilaku santun dapat tercipta antara penutur lawan tutur. Tarigan (1990) melalui Rahardi (2003:40-56) menerjemahkan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan Leech (1983). Berikut ini penjelasan mengenai maksim kesantunan yang diterjemahkan Tarigan (1990) dalam Leech (1983). Maksim kesantunan yang pertama adalah maksim kebijakanaan. Gagasan dasar dari maksim kebijaksanaan di dalam prinsip kesantunan berbahasa adalah penutur harus mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak yang lain di dalam keseluruhan proses kegiatan bertutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
Maksim kesantunan yang kedua adalah maksim kedermawanan. Maksim kemurah hati terjadi apabila orang dapat mengurangi kadar keuntungan bagi dirinya sendiri, dan memaksimalkan kadar keuntungan bagi pihak yang lainnya. Melalui sikap dermawan atau murah hati kepada pihak lainnya dengan cara-cara mengutamakan dan mendahulukan kepentingan bagi orang lain akan dipandang sebagai orang yang benarbenar sopan atau santun di dalam suatu masyarakat tutur. Maksim kesantunan yang ketiga adalah maksim penghargaan. Maksim penghargaan mempunyai prinsip seseorang dianggap santun dalam masyarakat apabila di dalam praktik bertutur selalu berusaha untuk memberikan penghargaan dan penghormatan kepada pihak lain secara optimal.
Maksim
kesantunan
yang
keempat
adalah
maksim
kesederhanaan. Maksim kesederhanaan adalah bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian atau penghormatan terhadap dirinya sendiri dan memaksimalkan penghormatan atau pujian terhadap orang lain. Maksim yang kelima adalah maksim pemufakatan. Maksim pemufakatan sering kali disebut juga dengan maksim kecocokan. Maksim pemufakatan menekankan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan dan bertutur agar dapat dikatakan sebagai pribadi yang bersikap santun. Maksim kesantunan yang keenam adalah maksim kesimpatian. Maksim kesimpatian yaitu peserta tutur selalu memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Dari uraian di atas penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
menyimpulkan bahwa seseorang dapat dianggap santun apabila menaati keenam maksim kesantunan yang disampaikan Geoffrey N. Leech (1993) yakni menaati maksim kebijaksanaan, kedermawanan, penghargaan, kesederhaaan, kemufakatan, dan kesimpatian. 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa Terkourafi (2008:3-4) memandang ketidaksantunan berbahasa sebagai berikut, “impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the contex of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.” Perilaku berbahasa tidak santundalam pandangan Terkourafi terjadi jika mitra tutur (addressee) merasakan adanya ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Berbeda dengan pandangan itu, di dalam pandangan Miriam A Locher (2008:3), ketidaksantunan dalam berbahasa dipahami sebagai berikut, ‘impoliteness behaviour that is face-aggravating in a particular context’. Menurut pandangan Locher, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku berbahasa yang memperburuk ‘muka’ mitra tutur pada konteks kebahasaan tertentu. Pemahaman Culpeper (2008:3) tentang ketidaksantunan berbahasa dapat disebutkan sebagai berikut, “impoliteness, as i would define it, involves communicate behavior intending to cause the “faceloss” of a target or perceived by the target to be so.” Culpeper memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
penekanan pada fakta “face loss” atau“kehilangan muka”. Sebuah tuturan dianggap tidak santun jika tuturan itu menjadikan seseorang kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut “merasa” kehilangan muka. Bousfield
(2008:3)
mengemukakan
bahwa
ketidaksantunan
berbahasa dipahami sebagai berikut: “ ... the issuing of intentionally gratuitous and conflicitive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed”. Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ dan dimensi konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan dilakukan secara sembrono (gratuitous) yang mengakibatkan konflik atau bahkan pertengkaran yang dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), tindakan berbahasa seperti itu merupakan realitas ketidaksantunan dalam praktik berbahasa. Ketidaksantunan berbahasa menurut penulis adalah tindakan yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat yang mengancam muka lawan tutur atau mengakibatkan lawan tutur kehilangan muka dengan sengaja. Ketidaksantunan berbahasa dapat dicermati melalui penanda ketidaksantunan berbahasa yang terdapat dalam konteks dengan mengenli penada-penanda ketidaksantunan berbahasa, seseorang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
mempertimbangkan betuk-bentuk lain agar komunikasi dapat berjalan dengan baik sehingga komunikasi terjalin dengan santun. 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa Basa-basi adalah kata yang dipakai untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa-basi (Arimi,1998). Penggunaan basabasi digunakan untuk memecahkan kesunyian, mempertahankan suasana baik pada saat penutur berbicara atau berkomunikasi dengan mitra tutur. Malinowski
(1923:315)
dalam
thesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertutur kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata antonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived yaitu dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Istilah basa-basi mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occurring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic comunion) untuk mengikat antara pembaca dan pendegar. Dikatakannya fungsi tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
bukanlah merupakan alat pencermin bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut : “it consists in just this atmosphereof sociability and in the fact personal communion of these people.But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specifics feelings whichs form convivial gregariousness, by the give and take of utterances whichs make up ordinary gossip. Each utterances is an acts serving the dirrect aim of binding hearer to speaker sentiment or other. Once more, language appearer to us in this function not as instrument of a reflection but a mode of actions”. Jakobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal.Keenam faktor tersebut adalah addresse (pengirim pesan), message (pesan), addresses (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode). Basa-basi merupakan tindakan memperhalus bahasa dengan simbol atau secara tidak langsung, yang terpenting dalam penggunaan basa-basi adalah bukan pembicara tetapi sikap yang diperhatikan oleh pembicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Ibrahim
(1993:16)
mengkalsifikasikan
tindak
tutur
ilokusi
komunikatif didasarkan atas maksud ilokusi yang diidentifikasi oleh maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan penutur). Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowlegement. Acknowlegement merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus dimana ujaran berfungsi secara formal, memenuhi kehendak penutur yaitu ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu kepada lawan bicara. Ibrahim
(1993:37)
menjelaskan
acknowledgement
itu
sering
disampaikan bukan karena perasaan yang benar-benar murni tetapi karena ingin memenuhi harapan sosial sehingga perasaan itu perlu diekspresikan. Berikut tuturan yang termasuk Acknowlegement : a) Apologize (meminta maaf) Apologize (meminta maaf) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
b) Condole (berduka cita) Condole (berduka cita) yaitu apabila seseorang mengekspresikan simpati musibah, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berduka cita. c) Congratulate (mengucapkan selamat) Congratulate
(mengucapkan
selamat)
yaitu
apabila
seseorang
mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengucapkan selamat. d) Great (memberi salam) Great (memberi salam) yaitu apabila seseorang mengekspresikan rasa senang karena bertemu seseorang, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan salam. e) Thanks (berterima kasih) Thanks (berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terimakasih karena mendapat bantuan. f) Bid (mengundang) Bid (mengundang) yaitu apabila seseorang mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
g) Accept (menerima) Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. h) Reject (menolak) Reject (menolak) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menolak atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Wujud tuturan basa-basi yang termasuk ke dalam delapan kategori tersebut dipengaruhi oleh konteks. Selain itu, wujud basa-basi tersebut juga dilihat dari kategori kandungan partikel dan kata fatisnya. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi mejadi dua yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama misalnya: selamat siang, selamat datang, mengucapkan terima kasih dan lain-lain. Sedangkan basabasi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Penelitian ini menemukan sendiri jenis basa-basi baru yaitu fatis murni yang merupakan temuan baru yang di dalamnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
terdapat kategori kata fatis namun bukan basa-basi. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Kridalaksana mengatakan bahwa sebagian besar basa-basi merupakan ragam bahasa fatis yang merupakan ciri ragam bahasa lisan. Karena ragam bahasa lisan merupakan ciri ragam bahasa non standar maka kebanyakan kategori fatis terdapat pada ragam bahasa non sandar. Kategori fatis menurut Kridalalaksana (1986:113-116) dapat meliputi kata-kata berikut: (1) ah menekankan rasa penolakan acuh tak acuh, (2) ayo menekankan ajakan, (3) deh menekankan pemaksaan dengan membujuk,pemberian, persetujuan, pemberian garansi, sekadar penekanan, (4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan lawan bicara, (5) ding digunakan untuk menekankan kesalahan pembicara, (6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, serta menyalami lawan bicara yang dianggap akrab, (7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat, kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, (8) kek mempunyai tugas menekankan perincian, menekankan perintah, dan menggantikan kata saja, (9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, (10) –lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
dalam kalimat, (11) lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tenagh atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menkankan kepastian, (12) mari menekankan ajakan, (13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, (14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut, (15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik, (16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarya’, dan menekankan alasan, (17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi, (18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat lawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran, (19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir ujaran. Untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh lawan biacara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya. Bila dipakai pada awaal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya bila di tengah ujaran. Teori kefatisan berbahasa yang digunakan untuk menganalisis data tuturan penelitian penulis disesuaikan dengan data yang akan dianalisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
2.2.3Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik Konteks memiliki peran yang sangat penting dalam penentuan maksud/makna dari suatu tuturan. Konteks merupakan bagian dari studi pragmatik yang tidak pernah bisa dipisahkan. Tanpa konteks, kajian pragmatik tidak akan berjalan sebagai mana mestinya, karena kajian pragmatik akan selalu mengamati konteks sebagai sarana pencapaian hasil penelitian pragmatik. Dari pernyataan itu, tampak bahwa konteks sangat menentukan hasil dari kajian pragmatik yang dalam penelitian ini ingin menggali maksud/makna tuturan dalam komunikasi fatis. Huang
(2007:14)
memaknai
konteks
pragmatik
sebagai
“seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur.” Melalui pandangan Stalnaker (1974), kata-kata ini disebut dengan ‘common ground’ atau latar belakang pengetahuan yang sama. Gagasan Stalnaker (1974) konteks pragmatik dimaknai sebagai ‘common ground’ diperinci lebih lanjut oleh Clark (1996), yang membaginya menjadi dua kategori, yakni (1) communal common ground dan (2) personal common ground. Latar belakang pengetahauan yang pertama menunjukkan pada seperangkat asumsi pengetahuan yang samasama dimiliki oleh komunitas tertentu, sedangkan latar belakang pengetahuan yang kedua menunjukkan pada seperangkat asumsi pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh individu-individu yang menjadi warga komunitas tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Rahardi memberikan penegasan pada frasa ‘general knowledge shared’atau ‘a set of assumption shared’, yang berarti bahwa pengetahuan bersama atau seperangkat asumsi itu harus dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, tidak boleh dimiliki oleh satu pihak saja. Asumsi yang hanya dimiliki satu pihak saja sama sekali tidak membentuk konteks dan tidak berkontribusi apapun dalam proses pemaksudan. Dikatakan demikian karena asumsi yang hanya dimiliki sepihak itu justru dapat menghadirkan kesenjangan (discrepancy) yang menghasilkan kesalahpahaman. Sebaliknya asumsi-asumsi yang dimiliki secara bersama dapat menjamin interaksi berkat adanya semacam peririsan yang samasama dikontribusikan baik oleh penutur maupun mitra tutur dalam komunikasi. Asumsi-asumsi yang hadir dalam peririsan sebagai hakikat konteks pragmatik itu dapat mencakup dua kategori yakni asumsi berkategori komunal dan asumsi berkategori personal. Kedua manifestasi asumsi dalam berkomunikasi itulah yang dapat dimaknai sebagai hakikat konteks pragmatik. Edward T. Hall (1974) dalam kaitan dengan konteks menegaskan bahwa ‘information taken out of context is meaningless and cannot reliably intepreted’. Hall (1974) menunjukkan bahwa dalam sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang selalu bersam-sama, yakni (1) informasi, (2) konteks, dan (3) makna. Ketiga entitas itu tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, dan masing-masing saling memiliki hubungan yang sangat dinamis. Ditegaskan bahwa informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
yang berkaitan dengan ihwal tertentu sudah barang tentu tidak akan pernah memiliki makna nonkonseptual, khususnya makna pragmatik, tanpa ada kejelasan dari identitas konteks itu. Parera (2004:227) menegaskan bahwa konteks hakikatnya adalah situasi (situation) yang dibentuk oleh komponen-komponen berikut ini: (1) seting, (2) kegiatan, dan (3) relasi. Ditegaskan bahwa syarat dari hadirnya konteks adalah adanya interaksi dinamis di antara ketiga entitas pembentuk konteks itu. Dengan demikian dapat ditegaskan pula bahwa konteks akan muncul hanya kalau terpenuhi tiga hal berikut, (1) adanya seting yang mencakup unsur waktu, tempat dan unsur-unsur material di sekelilingnya, (2) adanya kegiatan yang dapat berupa tindakan yang bersifat verbal maupun non verbal, (3) adanya relasi antara mitra tutur dan penutur yang dapat dipengruhi oleh jenis kelamin, umur, status, peran, prestasi, prestise, hubungan kekeluargaan, kedinasan, pendidikan, dan lain-lain. Keith Allan (1986)secara tegas membedakan tiga kategori konteks, yakni (1) the physical context or setting of the utterance ‘konteks fisik atau seting tuturan’, (2) the world spoken of in an utterance ‘sesuatu yang sedang dibicarakan’, dan (3) the textual environment ‘lingkungan tekstual’. Keith Allan (1986) pandangannya tentang konteks dalam kategori kedua, yakni ‘the worls spoken of’ yang dapat dimaknai sebagai ‘ihwal yang sedang diperbincangkan’. Berkaitan dengan asumsi-asumsi sebagai substansi dasar konteks, maka sesungguhnya adanya sesuatu yang sedang diperbincangkan (the world spoken of) itu mutlak karena hadirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
sumsi-asumsi yang berupa latar belakang pengetahuan yang sama (the same background konwledge), baik yang bersifat personal maupun yang bersifat komunal, seperti yang ditegaskan Stalnaker dan diperinci oleh Clark di depan tadi. Lebih tegas lagi Allan (1986) menyatakan bahwa hakikat konteks itu sesungguhnya bukan sekadar ‘the world spoken of’ , melainkan ‘the real-worls spoken of’. Jadi, latar belakang pemahaman yang sama dan dimiliki oleh penutur dan mitra tutur itu bukan saja pada tataran konsep, filosofis, tetapi justru tataran yang hadir dalam realita, ‘the real-world’. Rahardi menegaskan bahwa dari runutan pandangan Keith Allan (1986) di atas, asumsi-asumsi sebagai hakikat konteks pragmatik itu hendaknya bukan berupa asumsi dalam tataran yang abstrak dan samarsamar, melainkan asumsi yang harus hadir nyata sebagai ‘the real world’, entah itu ‘the real-world asuumptions’ yang dimensinya personal maupun komunal. Pandangan Goffrey N. Leech (1983) dalam paparannya tentang situasi ujar berbicara tentang ‘sentence-intence’ atau ‘contoh kalimat’, dan ‘sentence-token’ atau ‘penanda kalimat’. Konsep pertama ‘sentenceintence’,dijangkau dengan dukungan pengetahuan tentang gramatika. Adapun konsep kedua, ‘sentence-token’, pemaknaannya harus didukung dengan pemahaman tentang seluk-beluk konteks. Penanda kalimat itu dimaknai bukan dengan pemerantian pengetahuan tentang kalimat itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
sendiri, tetapi pengetahuan-pengetahuan tentang asumsi-asumsi yang terdapat dalam konteks. Ron Scollo and Wong Scollon (1995:17-18) menegaskan perbedaan mendasar antara ‘sentence meaning’ dan ‘speakers meaning’. Konsep pertama pemaknaannya tegantung pada ‘knowledge of grammar’, sedangkan konsep tergantung pada ‘knowledge of context’. Berkaitan dengan ini, mereka menegaskan sebagai berikut: ‘understanding both sentence meaning and the speaker’s meanig requaire two kinds of knowledge.Sentence meaning depends on knowledge of grammar, speaker’s meaning depends on knowledge of context’ (Scollon and Scollon, 1995:17-18). Scollon and Scollon (1995) mengatakan bahwa pengetahuan tentang konteks menuntut dua macam pengetahuan yang sama (shared knowledge), yakni (1) shared knowledge of actions and situations dan (2) shared knowledge of relationship and identities’. Pandangan ‘common ground’ yang disampaikan Stalnaker dan Clark, yakni (1) communal common ground dan (2) personal common ground. Pandangan tentang ‘shared knowledge of relationship and identities’ gayut dengan pandangan ‘communal common ground’ sedangkan ‘shared knowledge of actions and situations’ gayut sekali dengan pandangan tentang ‘personal common ground’. Konteks tersebut melingkupi penutur dan mitra tutur, tujuan penutur, situasi dan suasana, dan tindak verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
2.3 Kerangka Berpikir Basa-basi berbahasa muncul dari perkembangan penggunaan bahasa yang digunakan antara penutur dan lawan tutur untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan di ranah pendidikan. Basa-basi ini berkembang di ranah pendidikan karena berbagai faktor, kini di ranah pendidikanbasa-basi digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicara di ranah pendidikan. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik yang menjadi kajian dalam penelitian ini, yaitu basa basi berbahasa dalam ranah pendidikan khususnya basa-basi berbahasa antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan beberapa teori komunikasi fatis, tuturan basa-basi dan beberapa teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan antara mahasiswa dan dosen. Pertama basa-basi adalah kata-kata dipakai untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa-basi (Arimi,1998). Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi menjadi dua, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu uangkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Dengan kata lain apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
terima kasih, pamit, dan sebagainya. Basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Kedua Malinowski (1923:315) dalam thesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word”. Basa-basi memliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertutur kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Malinowsky dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata antonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived , dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowsky mempertegas fungsi basa-basi (phatic comunion), untuk mengikat antara pembaca dan pendegar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencermin bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut : “it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specifics feelings whichs form convivial gregariousness, by
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
the give and take of utterances whichs make up ordinary gossip. Each utterances is an acts serving the dirrect aim of binding hearer to speaker sentiment or other. Once more, language appearer to us in this function not as instrument of a reflection but a mode of actions.” Ketiga, Jakobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan
komunikasi
untuk
memastikan
berfungsinya
saluran
komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresse (pengirim pesan), message (pesan), addresse (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode). Keempat Ibrahim (1993:16) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi komunikatif didasarkan atas maksud ilokusi yang diidentifikasi oleh maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap s i ka p
yang
diekspresikan
penutur).
Basa-basi
sebagai
pembuka,
pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgement. Kelima, Harimurti Kridalaksana (1986:111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
mejadi dua yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama misalnya: selamat siang, selamat datang, mengucapkan terimakasih dan lain-lain. Sedangkan basabasi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Untuk mengetahui makna yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur perlu adanya latar belakang yang sama yang dimiliki antara penutur dan mitra tutur. Teori yang digunakan untuk menganalisis makna tuturan penutur kepda mitra tutur maka penulis menggunakan beberapa teori yang sudah disebutkan di atas yang kemudian teori tersebut disesuaikan dengan data tuturan yang akan dianalisis. Peneliti dalam meneliti skripsi ini menemukan sendiri jenis basa-basi baru yaitu fatis murni yang merupakan temuan baru yang di dalamnya terdapat kategori kata fatis namun bukan basa-basi. Berdasarkan teori-teori basa-basi tersebut data yang diperoleh dengan menggunkan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertuturan langsung maupun tidak langsung di dalam tuturan konsultatif pembimbingan skripsi metode cakap. Sudaryanto melalui (Mashum, 2007:92) mengungkapkan metode simak adalah cara yang digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa, di mana dalam penelitian ini peneliti menyimak mahasiswa dan dosen Universitas Snata Dharma. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai tekni dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Melalui penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai. Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode dan teknik padan atau kontekstual. Metode dan teknik analisis kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36). Setelah proses analisis data selesai, penelitian ini menghasilkan wujud
dan
makna
komunikasi
fatis
dalam
wacana
konsultatif
pembimbingan skripsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Bagan kerangka berpikir sebagai berikut : Teori
Malinowski
Jackobson
Ibrahim
Kridalaksana
Metode Penelitian Kualitatif Metode dan Teknik Pengumpula Data Metode Simak dan Metode Cakap dengan teknik catat Metode dan Teknik Analisis Data Metode Padan Ekstralingual dengan Teknik Dasar dan Teknik Lanjutan Hasil Penelitian
Wujud Kefatisan dalam Ranah Pendidikan
Makna Pragmatik dalam Ranah Pendidikan
Arimi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yaitu jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan triangulasi data. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dinyatakan bersifat deskriptif karena data yang diteliti merupakan data yang sifatnya perlu dideskripsikan untuk menguraikan atau menjelaskan setiap pembahasannya. Peneliti mengumpulkan data tuturan antara dosen dengan mahasiswa yang menunjukkan adanya fenomena komunikasi fatis dalam berinteraksi melalui bahasa verbal. Arikunto (2009:234) mengenai penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian komunikasi fatis antara mahasiswa dan dosen termasuk ke dalam penelitian kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran komunikasi fatis mahasiswa dan dosen yang diperoleh langsung di Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mencoba memahami fenomena komunikasi fatis yang digunakan oleh penutur atau mitra tutur untuk menyampaikan maksud
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
ujarannya. Penelitian komunikasi fatis antara dosen dengan mahasiswa dinyatakan sebagai penelitian yang bersifat kualitatif karena pendeskripsian data dan analisis dalam penelitian ini lebih dilihat dari aspek kualitasnya, bukan sekadar kuantitas tuturan. Peneliti mendeskripsikan wujud-wujud komunikasi fatis dan menganalisis maksud dari setiap tuturan itu dalam bentuk deskripsi yang memuat aspek kualitas atau bobot tuturan yang di dalamnya terdapat maksud-maksud tertentu yang sesuai dengan konteks. Data yang disajikan dalam penelitian ini berbentuk deskripsi yang rinci sesuai dengan apa yang diperoleh dalam proses pengumpulan data. Penelitian ini memberikan suatu interpretasi terhadap data yang dianalisis, sebagaimana hal itu merupakan karakteristik dari penelitian kualitatif. 3.2 Data dan Sumber Data Data yang akan diteliti adalah mahasiswa Pendidikan Ekonomi dan dosen ketika mahasiswa melakukan komunikasi fatis untuk bimbingan skripsi. Data yang akan diteliti adalah tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan antara dosen dengan mahasiswa yang bersumber dari Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu ketika para mahasiswa melakukan konsultasi untuk penulisan skripsi. Hal itu dilakukan karena peneliti beranggapan bahwa interaksi antara dosen dengan mahasiswa dari prodi tersebut memiliki bentuk-bentuk kebahasaan ragam lisan yang memiliki makna yang belum banyak diketahui maksudnya dari prodi lain. Hal ini dapat menambah pengetahuan prodi dari peneliti Pendidikan Bahasa tentang makna yang dituturkan melalui simbol dan maksud dari istilah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
ekonomi yang terdapat di dalam bahasa Prodi Ekonomi. Selain itu, peneliti berada dekat dengan data yang akan diteliti karena peneliti melakukan penelitian di universitas yang sama yaitu Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sehingga peneliti memiliki kesempatan yang besar untuk mengumpulkan data. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian
i ni
merupakan
penelitian
deskriptif
yang
berusaha
menggambarkan keadaan variabel yang diteliti apa adanya. Peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa komunikasi tanpa memberikan upaya rekayasa terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menjelaskan bentuk komunikasi fatis, karena peneliti akan menguraikan tuturan antara dosen dengan mahasiswa dengan sumber dari Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saat mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode simak dan metode cakap dengan teknik catat. Menurut Sudaryanto (dalam Mahsun, 2007:92), metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa, sedangkan metode cakap adalah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti menyimak tuturan dosen dan mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan menggunakan rekaman atau dengan kata lain juga menggunakan teknik sadap, agar data percakapan dapat disimak kembali. Selain dengan alasan tersebut, pada dasarnya penelitian ini memang memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap menjadi teknik dasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
dalam metode simak karena proses penyimakan diwujudkan dalam penyadapan. Teknik catat adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat hasil simakan. Catatan hasil simakan dapat disebut dengan transkripsi data. 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode padan. Metode padan pada dasarnya merupakan metode yang membandingkan antara standar pembanding/pembaku dengan sesuatu yang dibandingkan. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini berjenis metode padan ekstralingual. Istilah ekstralingual memiliki arti bahwa metode ini digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007:120). Menurut Mahsun (2007:121), metode padan ekstralingual dapat berarti menghubungkan unsur bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa, seperti kata baju adalah kata benda karena menunjukkan benda. Selain itu, metode ini juga membandingkan antara hal yang sama-sama berada di luar bahasa itu, seperti antara makna dengan makna. Metode padan ekstralingual memiliki teknik sebagai konkretisasi dari metode. Teknik merupakan alat yang menjadi bagian dari metode sebagai sarana konkrit pelaksana yang dalam hal ini merupakan alat analisis data. Metode padan ekstralingual memiliki dua macam teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Dua teknik tersebut merupakan teknik yang sudah menjadi satu kesatuan dalam penerapan metode ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Teknik dasar digunakan terlebih dahulu sebelum teknik lanjutan sehingga dua teknik itu akan selalu digunakan secara berturut-turut sesuai dengan namanya (dasar-lanjutan) secara bertahap. Masing-masing teknik itu memiliki istilah yang berbeda dalam penyebutannya. Teknik dasar disebut juga dengan teknik pilah unsur tertentu (PUP= Pilah Unsur Tertentu). Teknik tersebut berperan dalam menentukan daya pilah apa yang akan digunakan dalam analisis data. Sebenarnya, teknik PUP ini sudah merupakan bagian dari unsur ekstralingual itu sendiri dan tidak harus dipaparkan lagi, namun demi kejelasan, hal itu sebaiknya tetap dipaparkan karena teknik yang digunakan dalam metode padan ekstralingual dengan intralingual adalah sama. Daya pilah merupakan alat mental yang dimiliki oleh peneliti untuk menentukan unsur penentu atau standar pembanding dengan menyesuaikan unsur yang akan dibandingkan. Sesuai dengan unsur penentu yang akan dipilah-pilah, maka daya pilah dapat berjenis daya pilah referensial, daya pilah artikulatoris, daya pilah translasional, daya pilah ortografis, dan daya pilah pragmatis. Dasar pemilahan itu disesuaikan dengan karakter unsur penentu, seperti dalam hal acuan, ucapan/pelafalan/wicara, perbedaan bahasa, struktur tulisan, penutur-mitra tutur, konteks, dan lain-lain. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian pragmatik dan bukan penelitian linguistik. Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitratutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
bahasa (Verhaar dalam Rahardi, 2007:10). Makna linguistik dimakni dari kata linguistik yang berasal dari bahasa latin lingua yang berarti ‘bahasa’. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kaijiannya. Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang meneliti bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat pemakainya. Penelitian ini memusatkan perhatian pada kajian pragmatik yang bisa dikatakan memperhatikan tuturan, konteks, dan penutur-mitra tutur. Oleh karena itu, daya pilah yang digunakan adalah daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis yang digunakan menunjukkan bahwa satuan lingual yang menjadi standar pembanding adalah sesuatu yang dapat dikaitkan dengan halhal yang bersifat pragmatik. Setelah teknik dasar dilakukan, maka teknik lanjutan digunakan. Hubungan padan dalam metode dan teknik ini berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan (standar pembanding) dengan semua unsur data yang ditentukan. Pada dasarnya, metode dan teknik ini bersifat membandingkan artinya analisis dilakukan dengan mencari semua kesamaan dan perbedaan yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan. Makahal itu, dapat dijabarkan menjadi hubungan penyamaan dan hubungan perbedaan. Pembandingan antara persamaan dan perbedaan itu secara otomatis juga akan menggiring analisis pada pencarian kesamaan pokok di antara keduanya yang dinamakan dengan hubungan penyamaan pokok. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa teknik lanjutan memiliki tiga jenis, yaitu teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS), teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
hubung banding membedakan (teknik HBB), dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP), yang mana masing-masing menggunakan daya banding menyamakan, daya banding membedakan, dan daya banding menyamakan hal pokok yang semuanya bersifat mental. Standar pembanding yang ditentukan dalam tulisan ini berupa teori dan kaidah yang menjadi acuan baku seperti yang terdapat dalam landasan teori, yang pada penerapannya, standar pembanding itu dibandingkan dengan data yang telah terkumpul sebagai bentuk analisis. 3.5 Triangulasi Data Penelitian komunikasi fatisdalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data. Dalam penelitian ini, peneliti membuat triangulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan kepercayaan hasil penemuan. Triangulasi dalam penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan yang memanfaatkan peneliti atau pakar dalam penelitian komunikasi fatis untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kesalahan dalam pengumpulan data. Peneliti lainnya yang melakukan pengecekan dalam triangulasi penelitian ini ialah Prof. Dr. Pranowo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Menurut Patton (dalam Sutopo, 2006:92) pada dasarnya triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologis yang bersifat multiperspektif artinya guna menarik suatu kesimpulan yang mantap diperlukan berbagai sudut pandang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi fenomenologis yang artinya teori yang digunakan berulang untuk menganalisis data. Teori yang digunakan adalah teori menurut Kridalaksana Harimurti. Selain trianguasi data dan triangulasi fenomenologis peneliti juga menggunakan triangulasi teoritis untuk memantapkan keabsahan data. Menurut Patton (dalam Sutopo, 2006:98) triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Oleh karena itu, dalam melakukan triangulasi ini peneliti harus memahami teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan permasalahan yang diteliti sehingga mampu menghasilkan
simpulan yang mantap.
Dalam
penelitianini,
peneliti
menggunakan teori Malinowski (1923:315), Jackobson (1980:81), Ibrahim (1993:16), Kridalaksana (1986:111), dan Arimi (1998:171), yang masingmasing teori tersebut digunakan untuk menganalisis yang disesuaikan dengan data yang akan dianalisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang tersusun secara sistematis dalam deskripsi data dan pembahasan. Deskripsi data akan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang akan dibahas. Pembahasan dilakukan dengan dua sub bab yang sesuai dengan rumusan masalah. Pembahasan pertama mengkaji wujud tuturan fatis, pembahasan kedua mengkaji makna fatis berdasarkan wujud tuturan masing-masing. Hasil penelitian dan pembahasan akan dipaparkan sebagai berikut: 4.1 Deskripsi Data Data penelitian ini berisi tuturan komunikasi fatis antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan skripsi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap. Data penelitian diperoleh dari konsultasi skripsi yang dilakukan oleh 3 mahasiswa angkatan 2011 dan 2 dosen skripsi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peneliti membatasi tuturan komunikasi fatis yang terjadi antara mahasiswa dan dosen tersebut pada bulan Januari-Februari 2016 di Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah teknik sadap. Setelah memperoleh data tuturan yang dirasa cukup, penulis segera menabulasikan datanya dan dianalisis sesuai dengan 8 kategori Acknowledgments. Dari 8 kategori tersebut, penulis hanya menemukan 6 kategori acknowledgments yaitu
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
mengundang, menerima, menolak, berterimakasih, salam, dan meminta maaf, untuk berbelasungkawa dan selamat penulis belum menemukan. Setelah tuturan data komunikasi fatis yang diperoleh melalui pengamatan, peneliti memperoleh akumulasi data tuturan basa-basi sebanyak 30 tuturan. Rincian jumlah data tuturan komunikasi fatis tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut i ni . Tabel 1 Jumlah Data Tuturan Berdasarkan kategori Fatis Acknowlegments No
Sub Kategori
Pengamatan
1.
Menerima
9
2.
Mengundang
10
3.
Menolak
7
4.
Terima kasih
2
5.
Salam
1
6.
Selamat
0
7.
Meminta Maaf
1
8.
Berduka cita
0
Jumlah
30
Berdasarkan tabel tuturan basa-basi kategori acknowlegnments di atas dapat dilihat bahwa jumlah tuturan fatis paling banyak terdapat dalam sub kategori mengundang yaitu 10 tuturan dari 30 tuturan fatis. Selanjutnya, tuturan fatis sub kategori menerima menempati posisi kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
dengan jumlah tuturan 9 tuturan dari 30 tuturan fatis. Kemudian tuturan fatis sub kategori menolak menduduki posisi ketiga dengan jumlah tuturan 7 tuturan fatis. Kemudian tuturan fatis sub kategori berterimakasih menduduki posisi keempat dengan jumlah tuturan 2 tuturan fatis. Selanjutnya tuturan fatis sub kategori salam dan meminta maaf menduduki posisi yang setara dengan jumlah tuturan yang sama yaitu 1 tuturan fatis. Kemudian berduka cita dan selamat belum ditemukan dalam penelitian yang dilakukan mhasiswa di dalam tuturan komunikasi fatis antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Data-data tersebut dapat disimak secara rinci pada halaman lampiran skripsi ini. Selanjutnya peneliti akan memaparkan contoh data tuturan basa-basi antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi di Universitas
Sanata
Dharma
Yogyakarta
berdasarkan
kategori
acknowledgnments dalam tabel berikut ini. 4.1.1 Kefatisan Menerima Kefatisan menerima berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Tabel 2 Contoh Tuturan Kefatisan Menerima No A1.
Tuturan D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” M1 : “Nomor 16, itu berarti... D1 : Mengukur tentang kegiatan mengajar?” M1 : “Iya”
A2.
D1 : Ya sudah tidak valid to,, terus habis itu diuji reliabilitasya?” M1 : “ya, dari 40 jadi 39.”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan komunikasi tuturan tersebut adalah dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasilvaliditas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan dosen menanyakan kembali ketidakvalidan hasil uji releabilitas skripsi mahasiswa dan mahasiswa menyetujuinya dengan memperkuat dengan data hasil ujinya. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. Setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih.
4.1.2 Kefatisan Mengundang Kefatisan mengundang berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi.
Seseorang dapat
menggunakan
ungkapan-ungkapan
untuk
menawarkan sesuatu, memberikan harapan baik kepada orang lain, atau mengajak mitra tutur untuk memberikan perhatian pada suatu hal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Tabel 3 Contoh Kefatisan Mengundang No C 1.
Tuturan D1 : “iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?oh ini bab..” M1 : “Iya kan buk, kan kemaren habis penelitian terus kemaren ibu minta yang releabilitas sama yang kreditabilitas nya.”
C 2.
D1 : “Gimana hasil uji validitas nya bagaimna?” M1 : “valid,,emm satu yang tidak valid.” D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Mahasiswa bermaksud untuk berkonsultasi skripsi dengan dosen, kemudian mahasiswa memberikan proposal skripsinya kepada dosen. Dosen mengira mahasiswa sudah sampai pada bab 3 tetapi ternyata belum, mahasiswa bermaksud memberikan data releabilitas dan kredibilitas yang kemaren diminta oleh dosen. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan komunikasi tuturan tersebut adalah dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya.
4.1.3 Kefatisan Menolak Tuturan fatis menolak berfungsi untuk menolak atau melanggar basa-basi dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
ungkapan tertentu untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan tetap mengutamakan nilai-nilai kesopanan. Tabel 4 Contoh Kefatisan Menolak No B1.
Tuturan M1 : “Berarti ditulis semuanya baru saya menjelaskan?” D1 : “Gak, ya kamu punya transkripnya transkrip vepetinnya punya to, itu kamu simpan tapi yang dilaporkan tidak harus semuanya tapi yang mendukung, jadi misalnya temuanmu yang temuannya mengatakan apa dari yang kualitatif terus didukung dari yang wawancara mengatakan apa gitu!”
B 2.
M1 : “Tapi kan kalau di akhir bagiannya ini bu, biasanya saya kasih kesimpulan sendiri.” D1 : “Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu!”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan tersebut mahasiswa ingin mengatakan kebingungan yang ditemui ketika mengerjakan skripsi sampai bab 4 dan 5. Dosen memberikan pengarahan dan jalan keluar dari kebingungan atau masalah yang ditemui mahasiswa pada saat pengerjaan skripsi sampai bab 4 dan 5. Situasi yang terjadi saat itu dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan dan dosen membaca skripsi kesulitan yang ditemui sisswa pada pengerjaannya bab 4 dan 5. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan ini dosen menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan kalau hanya satu kalimat. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa dosen menyarankan mahasiswa agar memberikan penjelasan dalam menulis landasan teori dosen juga mengatakan mahasiswa tidak perlu memberikan kesimpulan di akhir kaalimat yang hanya terdiri dari satu kalimat teori saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
4.1.4 Kefatisan Terima Kasih Kefatisan terima kasih berfungsi untuk menyatakan terima kasih karena
mendapat
bantuan.
Seseorang
da pa t
mengungkapkan
penghargaannya maupun rasa senangnya atas bantuan orang lain. Tabel 5 Contoh KefatisanTerima Kasih No E1.
Tuturan M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab 4, 5 atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!” M1 : “Ya sudah buk terimakasih bu.” D1 : “Ya sama-sama.”
E2.
D1 : “Aku kok wes ngantuk ya.” M1 : “Iya,,padahal itu masih ada mas alex.” D1 : “La kasian juga ya?” M1 : “iya, apalagi dia semester terakhir.” D1 : “Hoo e..!” M1 : “Terimakasih buk.” D1 : “Sama-sama.”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan mahasiswa mengucapkan terimakasih sebagai ucapan hormat kepada dosen yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih. Tindak verbal asertiv menyatakan. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun . Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen mengatakan kepada mahasiswa waktu sudah sore dan dosen sudah lelah, mahasiswa menyadari akan hal itu. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Setelah konsultasi selesai dosen mngatakan ngantuk karena waktu sudah sore tetapi dosen masih harus menemui mahasiswa lain yang igin berkonsultasi skripsi. Mahasiswa meninggalkan ruang bimbingan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
4.1.5 Kefatisan Salam Kefatisan salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu dengan orang lain atau sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Tabel 6 Contoh KefatisanSalam No 1.
Tuturan M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Mahasiswa mengucapkan selamat pagi sebagai bentuk ucapan menghormati dosen sebelum memulai percakapan dengan dosen. Pada saat itu masih pagi sekitar pukul 08.00 WIB, dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.
4.1.6 Kefatisan Selamat Kefatisan selamat berfungsi apabila seseorang mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengucapkan selamat. Pada penelitian ini berdasarkan data tuturan yang diperoleh, peneliti belum menemukan data tuturan yang menunjukkan basa-basi selamat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
4.1.7 Kefatisan Meminta maaf Kefatisan
meminta
maaf
berfungsi
apabila
seseorang
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Tabel 7 Contoh KefatisanMeminta maaf No F1.
Tuturan M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.” D1 : “Maaf ya Ka nak anu duduk dulu terus dibaca!” M1 : “Iya. Kemaren kan saya mengumpulkan revisi yang bab satu.” D1 : “Bab 1 iya, itu ingat saya heem!”
Konteks Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan komunikasi dosen meminta maaf kepada mahasiswa karena habis menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk membaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen. Situasi pertuturan mahasiswa datang ke ruangan dosen setelah dosen menerima ta mu sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk dulu dan membaca skripsiya, setelah dosen siap mahasiswa mengatakan kepada dose tentang revisi skripsinya.
4.1.8 Kefatisan Berduka Cita Kefatisan berduka cita berfungsi apabila seseorang mengekspresikan simpati musibah, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berduka cita. Pada penelitian ini berdasarkan data tuturan yang diperoleh, peneliti belum menemukan data tuturan yang menunjukkan basa-basi berduka cita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
4.2 Analisis Data Data yang telah dideskripsikan pada bagian sebelumnya akan dianalisis secara mendalam pada sub bab ini. Secara berurutan, data kefatisan berbahasa akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan. Peneliti akan menunjukkan wujud komunikasi fatis berdasarkan kategori
acknowlegnments
dan
sub
kategorinya,
yaitu
menerima,
mengundang, menolak, terima kasih, salam, selamat, meminta maaf dan berduka cita. Kemudian peneliti akan mendeskripsikan makna dari tuturan basa-basi berdasarkan partikel kata fatis yang ada di dalam rangkaian komunikasi. Berikut ini analisis data dari penelitian ini. 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis Kategori
f a tis
adalah
kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski (1923:315) dalam thesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertutur kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Jackobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara atau menjaga lawan bicara agar tetap memperhatikan. Menurut penulis ketiga pengertian yang disampaikan para ahli tersebut memiliki kecenderungan masing-masing. Kategori fatis menurut Kridalaksanan dan Jackobson lebih menekankan bahwa kategori fatis merupakan tuturan untuk memulai dan mempertahankan suatu pembicaraan agar tetap memperhatikan inti pembicaraan antara penutur dan lawan tutur. Sedangkan Malinowski dalam tesis Waridin menekankan bahwa basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan untuk mempertahankan situasi antarpeserta komunikasi. Fungsi sosial yang dimaksudkan terdapat kegiatan komunikasi ketika penutur dan lawan tutur melakukan tindakan. Modus tindakan yang terkandung dalam fungsi basa-basi memiliki kaitan dengan teori Ibrahim (1993:16) yang berbicara tetang klasifikasi tindak tutur ilokusi. Basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang termasuk klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif berdasarkan klasifikasi tindak tutur ilokusi tersebut. Klasifikasi tindak tutur komunikatif mencakup tindak tutur konstatif, directiv, komisif, dan acknowledgements. Basa-basi masuk dalam kategori acknowledgements. Hal itu dikatakan demikian karena acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada lawan tutur atau dalam kasuskasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Wujud basa-basi memiliki kaitan dengan jenis basa-basi. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi menjadi dua, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Dengan kata lain apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang, terima kasih, dan sebagainya. Sedangkan basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Kategori acknowledgements dan dua jenis tuturan basa-basi yang telah dipaparkan di atas akan digunakan untuk mengklasifikasikan dan membahas wujud tuturan basa-basi antara dosen dan mahasiswa dalam proses konsultasi atau pembimbingan skripsi pada Pendidikan Ekonomi di Universitas Sanata Dharma semester genap. 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menerima Tuturan fatis menerima berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
menerima antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan A1 D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” M1 : “Nomor 16, itu berarti... D1 : “Mengukur tentang kegiatan mengajar?” M1 : “Iya” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya). Untuk menganalisis makna pada tuturan A1 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Dalam tuturan A1 tersebut, penutur dan lawan tutur saling berkomunikasi yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupi tuturan. Tuturan A1 merupakan tuturan yang diucapkan oleh mahasiswa dengan bentuk tuturan “iya”. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Teori yang digunakan untuk menganalisis tuturan A1 adalah teori Kridalaksana (1986:111), Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan A1 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalasana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis.
Malinowski
(1923:315)
dalam
tesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan
A1
tersebut
adalah
tuturan
fatis
namun
m a si h
membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen tentang kevalidan data skripsinya. Jadi tuturan A1 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan A1 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah iya, seperti penanda yang terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
tuturan A1. Penanda itu terdapat dalam tuturan basa-basi maupun bukan tuturan basa-basi. Jadi, kehadiran penanda itu tetap membuat tuturan berunsur fatis karena penanda tersebut adalah salah satu penanda fatis menurut Kridalaksana. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A1 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan dengan skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda iya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A1 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A2 D1 : Ya sudah tidak valid to,, terus habis itu diuji reliabilitasya?” M1 : “ya, dari 40 jadi 39.” (Konteks :Dosen ingin menanyakan kembali ketidakvalidan hasil uji releabilitas skripsi mahasiswa dan mahasiswa menyetujuinya dengan memperkuat dengan data hasil ujinya. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A2 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Dalam tuturan A2 tersebut, penutur dan lawan tutur saling mengucapkan tuturan yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupi sebuah tuturan. Tuturan A2 merupakan tuturan yang diucapkan mahasiswa dengan bentuk tuturan “ya, dari 40 jadi 39”. Dosen adalah seorang dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan A2 maka penulis menggunakan teori Kridalaksana, (1986:111), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan yang bercetak tebal tersebut merupakan tuturan fatis menurut Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan dan lawan bicara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
(Kridalaksana, 1986:111). Dalam tuturan A2 ini dikatakan fatis karena dalam hal ini terlihat bahwa mahasiswa mengukuhkan pembicaraan yang disampaikan oleh dosen. Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah ya, seperti penanda yang terdapat pada tuturan A2. Berdasarkan penanda fatis yang ditemukan Kridalaksana dalam tuturan A2 maka tuturan A2 ini masuk ke dalam kategori fatis. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A2 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan dengan skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda ya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen hal ini terlihat dari tuturan mahasiswa yang menunjukkan kebenaran yang disampaikan dosen dengan menunjukkan data yang dimaksud oleh dosen dalam tuturan yang dibicarakan antara dosen dan mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A1 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A3 M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab 4, 5 atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!” (Konteks : mahasiswa ingin menanyakan apakah sudah bisa melanjutkan ke bab selanjutnya atau belum kemudian dosen mengatakan mahasiswa bisa lanjut ke bab 4 dan 5. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A3 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Dalam tuturan A3 tersebut, penutur dan lawan tutur saling mengucapkan tuturan yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupi sebuah tuturan. Tuturan A3 merupakan tuturan yang diucapkan mahasiswa dengan bentuk tuturan “wo iya!” Dosen adalah seorang dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 23 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Untuk menganalisis makna tuturan pada A3 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan yang bercetak tebal tersebut merupakan tuturan fatis menurut Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan dengan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Dalam tuturan A2 ini dikatakan fatis karena dalam hal ini terlihat bahwa dosen mengukuhkan pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa. Tuturan A3 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan dengan skripsinya. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ibrahim. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda ya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga termaksuk menerima tuturan yang disampaikan oleh mahasiswa. Hal ini terlihat dari tuturan mahasiswa yang menanyakan tentang kelanjutan skripsinya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
dosen mengiyakan mahasiswa untuk melanjutkan skripsinya yang artinya menyetujui pertanyaan mahasiswa tersebut. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A3 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A4 D1 : “Emm anu Ini baikya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan bahwa mahasiswa baik dalam analisisnya memberikan ilustrasi dan definisi pengertian lalu mahasiswa menyetujui pernyataan yang disampaikan oleh dosen. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A4 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Dalam tuturan A4 tersebut, penutur dan lawan tutur saling berkomunikasi yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupi tuturan. Tuturan A4 merupakan tuturan yang diucapkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
mahasiswa dengan bentuk tuturan “iya”. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan pada A3 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan A4 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski
(1923:315)
dalam
tesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan
A4
tersebut
adalah
tuturan
fatis
namun
m a si h
membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Jadi tuturan A4 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan A4 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah iya, seperti penanda yang terdapat pada tuturan A4. Penanda itu terdapat dalam tuturan basa-basi maupun bukan tuturan basa-basi. Jadi, kehadiran penanda itu tetap membuat tuturan berunsur fatis karena penanda tersebut adalah salah satu penanda fatis menurut Kridalaksana. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A4 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
dengan skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda iya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A4 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A4 ini memiliki persamaan dengan tuturan A1. Tuturan A5 D1 :“Ini harusnya yang kedua pengertian edukasi, ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi yang tinggi ini tiga, ini empat, ini 6 soalnya ini kan identik dengan data ya to? terus kalau saya menyimpulkan supaya tidak seperti buku teks ini dibuat dalam paragraf seperti di atas tadi. Kalau pendek pendek koma saja, tapi kalau panjang-panjang ya titik koma ya. Gitu ya?” M1 : “ya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa seharusnya teori yang digunakan mahasiswa itu dapat membangun kerangka berpikir. Dosen mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penulisan nama pengarang pada daftar pustaka. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penggunaan tanda baca. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Untuk menganalisis makna pada tuturan A5 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Dalam tuturan A5 tersebut, penutur dan lawan tutur saling berkomunikasi yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupi tuturan. Tuturan A5 merupakan tuturan yang diucapkan oleh mahasiswa dengan bentuk tuturan “iya”. Dosen adalah seorang perepuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan pada A5 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan A5 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalasana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
ringan
dan
perasaan
gembira
untuk
membentuk
hidup
yang
menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan
A5
tersebut
adalah
tuturan
fatis
namun
m a si h
membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Jadi tuturan A5 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan A5 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah iya, seperti penanda yang terdapat pada tuturan A5. Penanda itu terdapat dalam tuturan basa-basi maupun bukan tuturan basa-basi. Jadi, kehadiran penanda itu tetap membuat tuturan berunsur fatis karena penanda tersebut adalah salah satu penanda fatis menurut Kridalaksana. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A4 tersebut masuk kedalam subkategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan dengan skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda iya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga termaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A5 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A5 ini memiliki persamaan dengan tuturan A1 dan A4. Tuturan A6 D1 : “ini kalau mau saya dianalisislo, tidak cukup seperti ini. Ini kan berarti belum.., kamu belum analisis hanya memberi apa? paduan apa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
yang akan kamu analisis. Ha..kalau begini kan kamu hanya akan sama dengan yang ada di bab 3?” M1 : “heem.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa agar memberikan analisis dari data yang diperoleh yang diletakkan pada bab 4 agar berbeda dengan bab 3. Situasi tutur dosen dan mahasiswa duduk berhadapan berkonsultasi skripsi. Dosen membaca skripsi mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A6 maka dibutuhkan adanya laatar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengerti masing-masing pertuturan yang diucapkan. Tuturan A6 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh mahasiswa dan dosen dengan bentuk tuturan “heem.” Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan pada A6 penulis meggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13), Ibrahim (1993:16), Arimi (1998:171). Tuturan A6 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalasana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Di dalam tuturan yang dipaparkan di atas kata yang dicetak tebal bertugas mengukuhkan pembicaraan dalam percakapan. Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis.
Malinowski
(1923:315)
dalam
tesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan
A6
tersebut
adalah
tuturan
fatis
namun
m a si h
membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa bahwa mahasiswa perlu menganalisis lebih mendalam lagi skripsinya. Jadi tuturan A6 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan A6 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat
dengan
tuturan
basa-basi
yang
terletak
pada
penandanya.
Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah ya,kata heem yang ditemukan di atas merupakan bentuk lain yang memiliki makna sama dengan penanda fatis dalam Kridalaksana ya yang terdapat pada tuturan A6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A6 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima saran yang disampaikan oleh dosen untuk memperdalam analisis skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda ya atau dalam tuturan ini heem (bentuk lain dari ya, yang bermakna sama dengan ya) menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga termaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A6 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A7 M1 : “Kemaren saya lihat punya Renti juga dibedakan.” D1 : “Ha’a, seperti ada apa? em...tumpukan to?” (Konteks : Dosen ingin menunjukkan kepada dosen kalau ketika hasil penelitian dan pembahasan dijadikan satu maka akan terjadi tumpukan dan akan membingungkan ketika menjelaskan di bagian penejelasan nanti. Dosen membenarkan apa yang dikatakan mahasiswa tetapi dosen tetap mengatakan bahwa skripsi mahasiswa ini belum bisa disebut sebagai analissi karena mahasiswa belum menambahkan pnjelasan. Situasi pertuturan mahasiswa dan dosen duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dalam situasi saling berdiskusi. Saat meyatakan kesulitan kepada dosen tiba-tiba menanyakan apakah nanti kesulitan ini akan dipermasalahkan lagi oleh dosen lain atau tidak suasana pertuturan menegangkan. Dosen menjelaskan tidak akan ditanyakan, tetapi mungkin akan ditanyakan saat ujian tetapi dosen mengatakan agar menjelaskan alasan mengapa terjadi seperti itu jadi.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A7 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur mengetahui masing-masing pertuturan yang diucapkan. Tuturan A7 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dengan bentuk tuturan “Ha’a, seperti ada apa? em...tumpukan to?”. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan berusia sekitar 23 tahun. Untuk mengetahui makna tuturan pada A7 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Nababan (1987:41), dan Arimi (1998:171). Tuturan yang tercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan fatis. Tuturan A7 merupakan tuturan fatis karena mempunyai persamaan karakteristik dengan tuturan basa-basi. Hal ini dikatakan demikian seperti halnya tuturan A1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Tuturan A7 termasuk dalam subkategori menerima karena dosen menerima pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Tuturan tersebut memiliki penanda fatis yang mengangkat unsur dialek. Hal itu sesuai dengan
teori
yang
dikemukakan
Kridalaksana
(1986:111)
yang
mengemukakan bahwa sebagaian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat non baku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Penanda fatis pada tuturan A7 adalah ha’a. Kata ha’a berasal dari kata bahasa Jawa. Kata ha’a dalam bahasa Indonesia berarti ya yang memiliki maksud meneguhkan atau membenarkan, seperti tanda fatis ya penemuan Kridalaksana (1986) yang bertugas untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara. Selain itu, penanda fatis ha’a yang ditemukan oleh mahasiswa diperkuat teori Nababan (1987:41) yang mengungkapkan tentang deiksis, dalam hal ini deiksis sosial. Deiksis sosial adalah deiksis yang menunjukkan atau mengugkapkan perbedaanperbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peserta-peserta (Inggris: participants-role), terutama aspek peran sosial antara pembicara dan lawan bicara dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si pendengar diwujudkan dalam seleksi kata/sistem morfologi kata-kata tertentu. Nababan memberikan contoh deiksis sosial dalam bahasa Jawa umpamanya, memakai kata nedo dan kata dhahar (makan);
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar
dan/atau
orang
yang
dibicarakan/bersangkutan.
Secara
tradisional perbedaan bahasa (variasi bahasa) seperti itu disebut “tingkat bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo dalam sistem pembagiandua, atau ngoko, madyo dan kromo dalam sistem bahasa tersebut dibagi menjadi tiga, dan ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil jika sistem dibagi empatnya. Aspek bahasa seperti ini disebut “kesopanan berbahasa”, “unda-usuk”; atau “etiket berbahasa” (Greetz, 1960). Tuturan tersebut menunjukkan bahwa tuturan fatis terdapat unsur kedaerahan yang tidak terlepas dari unsur manusia yang mebuat kebudayaan itu sendiri. Menurut penulis penjelasan di atas menunjukkan bahwa tuturan ha’a dapat dikatakan sebagai penanda fatis yang memiliki fungsi sama seperti tuturan fatis ya yang disampaikan oleh Kridalaksana, namun dalam hal ini tuturan fatis ha’a memiliki unsur kedaerahan. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A7 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A7 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan A8 D1 : “Kalau waktunya kan sudah disebutkan di bab 3, nah berarti gak usah diulang-ulang .” M1 : “Iya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa waktu yang sudah disebutkan pada bab 3 sebelunya tidak perlu diulang-ulang disebutkan ke bab selanjutnya. Situasi pertuturan agak tegang. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkosultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A8 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A8 merupakan tuturan fatis dengan tuturan “Iya”. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan berusia sekitar 23 tahun. Penulis menganalisis makna tuturan A7 menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Ibrahim (1993:16), dan Arimi (1998:171). Tuturan yang tercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan fatis. Tuturan A8 merupakan tuturan fatis karena mempunyai persamaan karakteristik dengan tuturan basa-basi, hal ini dikatakan demikian seperti halnya tuturan A1. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana (1986:111) bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Pada tuturan A8 mahasiswa berusaha mengukuhkan pembicaraan dalam pertuturan antara mahasiswa dan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgements menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A8 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen berkaitan dengan skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda iya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A8 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A8 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Tuturan A9 D1 : “Lebih murah malahan yang anorganik, atau lebih mahal yang anorganik ya?” M1 : “Lebih mahal yang anorganik.” D1 : “Oh gitu, karena bentuknya bulir itu, kalau yang organik bagaimana bentuknya? M1 : “Bentuknya dari kotoran sapi kemudian pupuk kandang tanpa menggunakan pupuk pilihan.” D1 : “oke.” (Konteks : Dosen ingin menyakan kepada mhasiswa lebih mahal yang anorganik atau yang organik lalu bagaimna bentuk pupuk organik dan anorganik itu. Mahasiswa menjawab pertanyaan dosen bahwa lebih mahal yang anorganik karena bentuknya yang bulir sedangkan organik berbentuk kotoran sapi tanpa pupuk pilihan. Situasi pertuturaan serius. Dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A9 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing pertuturan yang diucapkan. Tuturan A9 merupakan tuturan fatis dengan tuturan “oke”. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan pada A9 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Ibrahim (1993:16) , dan Arimi (1998:171). Tuturan yang tercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan fatis. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan (Kridalaksana, 1986:111) bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Dalam tuturan A9 mahasiswa berusaha mengukuhkan pembicaraan pertuturan antara mahasiswa dan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan A9 tersebut adalah tuturan fatis namun masih membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa bahwa mahasiswa perlu menganalisis lebih mendalam lagi skripsinya. Jadi tuturan A9 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan A9 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Kridalaksana (1986) menemukan penanda fatis yang salah satunya adalah ya, kata oke yang ditemukan di atas merupakan bentuk lain yang memiliki makna sama dengan penanda fatis dalam Kridalaksana ya yang terdapat pada tuturan A9. Ibrahim (1993:16) membagi kategori acknowledgement menjadi 8 subkategori yang salah satunya adalah subkategori menerima. Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Tuturan A9 tersebut masuk kedalam sub kategori menerima karena mahasiswa menerima saran yang disampaikan oleh dosen untuk memperdalam analisis skripsinya. Hal itu juga sesuai dengan fungsi penanda ya atau dalam tuturan ini oke (bentuk lain dari ya, yang bermakna sama dengan ya) menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan A9 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan A9 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menolak Tuturan fatis menolak berfungsi untuk menolak atau melanggar basa-basi dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan tertentu untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
mengutamakan nilai-nilai kesopanan. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi menerima antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan B1 M1 : “Berarti ditulis semuanya baru saya menjelaskan?” D1 : “Gak, ya kamu punya transkripnya transkrip vepetinnya punya to, itu kamu simpan tapi yang dilaporkan tidak harus semuanya tapi yang mendukung, jadi misalnya temuanmu yang temuannya mengatakan apa dari yang kualitatif terus didukung dari yang wawancara mengatakan apa gitu!” (Konteks : mahasiswa ingin mengatakan kebingungan yang ditemui ketika mengerjakan skripsi sampai bab 4 dan 5. Dosen memberikan pengarahan dan jalan keluar dari kebingungan atau masalah yang ditemui mahasiswa pada saat pengerjaan skripsi sampai bab 4 dan 5. Situasi yang terjadi saat itu dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan dan dosen membaca skripsi kesulitan yang ditemui sisswa pada pengerjaannya bab 4 dan 5.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B1 maka dibutuhkan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui makna masing-masing pertuturan yang diucapkan. Tuturan B1 dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, dimana dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Untuk menganalisis makna tuturan pada B1 penulis menggunakan teori Kridalaksana (1986:111), Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13), dan Arimi (1998:171). Tuturan B1 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dengan bentuk tuturan “Gak, ya kamu punya transkripnya transkrip vepetinnya punya to, itu kamu simpan tapi yang dilaporkan tidak harus semuanya tapi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
mendukung, jadi misalnya temuanmu yang temuannya mengatakan apa dari yang kualitatif terus didukung dari yang wawancara mengatakan
apa
gitu”.
Tuturan
yang
bercetak
tebal
tersebut
menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B1 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B1 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B1 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan B1 tersebut adalah tuturan fatis namun masih membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen tentang data skripsinya. Jadi, tuturan B1 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan B1 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B1 memiliki penanda gak dan to. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B1 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis gak dan to merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata gak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata gak pada tuturan B1 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata gak disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata gak sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B1 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B2 M1 : “Tapi kan kalau di akhir bagiannya ini bu, biasanya saya kasih kesimpulan sendiri.” D1 : “Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu!” (Konteks : Dosen ingin menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan kalau hanya satu kalimat. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa dosen menyarankan mahasiswa agar memberikan penjelasan dalam menulis landasan teori dosen juga mengatakan mahasiswa tidak perlu memberikan kesimpulan di akhir kalimat yang hanya terdiri dari satu kalimat teori saja.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B2 adalah pertuturan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 25 tahun. Tuturan B2 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
diucapkan oleh dosen dan mahasiswa dengan bentuk tuturan “Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu”. Tuturan yang bercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B2 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B2 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B2 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski
(1923:315)
dalam
tesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan B2 tersebut adalah tuturan fatis namun masih membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen tentang bagaimana cara penulisan teori yang benar dalam skripsi, jadi tuturan B2 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan B2 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B2 memiliki penanda wee dan tidak. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B2 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis wee dan tidak merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata wee dan tidak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata wee dan tidak pada tuturan B2 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata wee dan tidak disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata gak sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Kata wee yang pernah dijumpai penulis biasanya juga berfungsi untuk mengungkapkan jika apa yang dikatakan penutur salah dan lawan tutur mengetahui kebenarannya atau biasannya juga digunakan ketika orang mengingat akan sesuatu hal yang dia lupakan. Fungsi kata tersebut tergantung pada konteks dan tuturan yang menyertainya. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B2 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B3 D1 : “Ini berarti kamu sak definisi mengatakan disimpulkan ini? ini memang ada, tapi..” M1 : “Tapi saya bandingkan lagi di belakang buk!” D1 : “Mungkin gini, ketika itu hanya satu ya? maka nggak perlu disimpulkan kaya gini gitu kan?” M1 : “Oh ya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B3 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B3 adalah pertuturan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Dosen adalah seorag perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 25 tahun. Tuturan B3 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa dengan bentuk tuturan “Mungkin gini, ketika itu hanya satu ya? maka nggak perlu disimpulkan kaya gini gitu kan?”. Tuturan yang bercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B3 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B3 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B3 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Phatic communion (komunikasi fatis) dapat juga disebut dengan basa-basi, karena basa-basi merupakan bagian dari komunikasi fatis. Malinowski
(1923:315)
dalam
tesis
Waridin
(2008:13)
mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan
B3
tersebut
adalah
tuturan
fatis
namun
m a si h
membicarakan hal yang penting dan memang masih diperlukan sesuai dengan tujuan mahasiswa saat itu yang memang ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen tentang bagaimana cara penulisan teori yang benar dalam skripsi. Jadi tuturan B3 tersebut bukanlah tuturan basa-basi. Tuturan B3 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B3 memilki penanda nggak dan kan. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B2 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis nggak merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
nggak
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B3 lebih tepatnya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata nggak disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata nggak sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Sedangkan kata kan merupakan penanda fatis temuan Kridalaksana yang berfungsi sebagai kependekan dari kata bukan atau bukanlah apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B3 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B4 D1 : “Nah ini gak boleh sama, jangan-jangan hanya nyomot dari skripsinya orang, orangnya salah. Saya gak tau e ini!” M1 : “Nggak buk.” (Konteks : Dosen mengira mahasiswa mengambil teori dari mahasiswa lain dengan menyomot karena mahasiswa tidak tahu teori yang digunakan itu bersumber dari mana. Dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menulis sumber teori yang digunakan di daftar pustaka. Situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi. Dosen marah karena mahasiswa tidak tahu sumber teori yang digunakan dalam skripsinya. Bahkan dosen mengatakan mahasiswa hanya menyomot dari skripsi oranglain dan teori yang digunakan juga salah.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B4 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B4 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan B4 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa dengan bentuk tuturan Nah ini gak boleh sama, jangan-jangan hanya nyomot dari skripsinya orang, orangnya salah. Saya gak tau e ini!” dan “Nggak buk.” Dua tuturan yang bercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B4 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B4 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B4 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Tuturan B4 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B4 memilki penanda nah dan nggak. Penanda fatis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
tersebut menunjukkan bahwa tuturan B4 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis nggak merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
nggak
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B4 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata nggak disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata nggak sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Sedangkan kata nah merupakan penanda fatis temuan Kridalaksana yang berfungsi untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Dalam tuturan B4 ini dosen meminta agar lawan bicara memperhatikan ke hal penulisan teori skripsi yang mahasiswa buat. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B4 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B5 D1 : “Nah maka kamu menggambarkan disana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu kan?lingkungan sekolahnya.” M1 : “Oo...” D1 : “Ini kok oo gimana?” M1 : “Saya kan dalam wawancara itu kan, maksud saya untuk lingkungan yang bener-bener keadaannya gimana nggak buk jadi saya langsung tertujunya kurikulum 2013 nya.” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. dosen mencoba menafsirkan apa maksud skripsi yang dibuat mahasiswa, tetapi mahasiswa tidak menyetujuinya dan menjelaskan kepada mahasiswa apa maksud skripsi mahasiswa tersebut. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B5 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B5 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan B5 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B5 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B5 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Tuturan B5 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B5 memiliki penanda nah, kan, oo dan nggak. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B5 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena mahasiswa menolak asumsi yang disampaikan oleh dosen. Penanda fatis nggak dan oo merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Penanda fatis nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain,dalam hal ini dosen meminta mahasiswa untuk mengalihkan perhatian ke pembahasan skripsinya. Dosen juga menanyakan kebenaran maksud dari asumsi yang disampaikan dosen dalam pembahasan skripsi mahasiswa, ditandai dengan penanda fatis kan yang apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud mahasiswa dengan penanda fatis oo yang menurut peneliti mempunyai maksud pada suatu hal yang akan dikatakan oleh lawan tutur. Mahasiswa tidak setuju dengan asumsi dosen atas pembahasan skripsinya hal ini ditandai dengan penanda fatis nggak. Kata nggak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B5 lebih tepatnya untuk menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Ketidaksetujuan mahasiswa terhadap asumsi dosen juga diperkuat dengan penanda fatis kan yang terletak di tengah kalimat yang artinya bersifat menekankan pembuktian atau bantahan. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B5 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B6 D1 : “Salah menguji kalau ini, ngujimu salah mungkin. Beda, mesti beda. Oh ini yang bawah ini yang dibaca.” M1 : “Yang dibawah pak? DS nya atau apa?” D1 : “Ini significansi tutel ini.” M1 : “0,00 itu pak?” D1 : “Iya, Berarti ada perbedaan.” M1 : “Berarti ada perbedaan pak, berarti yang di ini itu yang f nya itu ya pak?” D1 : “Bukan tutel ini lo!” M1 : “Oh yapak.” D1 : “Ini yang ini.” M1 : “Significasi itu ya pak?” D1 : “A tutol itu lo ya?” M1 : “Ya. Kalau kemaren saya yang uji yang ini nya.” D1 : “Bukan. Berarti ada perbedaan ya?” (Konteks : Dosen ingin mengatakan mahaiswa salah mengujinya karena hasil signifikansinya tidaka ada beda tetapi min nya beda jauh. Dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
mengatakan salah yang dibaca seharusnya signifikansi tutel yang 0,00 dan dosen menyatakan terdapat perbedaan. Situasi pertuturan serius. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Tindak verbal asertif menegaskan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B6 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B6 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen laki-laki berusia sekitar 50 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 26 tahun, dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan kemudian dosen membaca skripsi mahasiswa. Tuturan B6 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa dengan bentuk tuturan “Bukan tutel ini lo!”. Tuturan yang bercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B6 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B6 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B6 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Tuturan B6 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B6 memilki penanda bukan. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B6 termasuk ke dalam sub kategori menolak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis bukan merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
bukan
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata bukan pada tuturan B6 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata bukan disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata bukan sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Tuturan B6 merupakan tuturan basa-basi sub menolak karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B6 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan B7 D1 : “Mana instrumenmu?” M1 : “Disitu buk!” D1 : “Ini to?” M1 : “Bukan, ada wawancara sendiri buk. Ini dibaliknya.” (Konteks : Ddosen ingin menanyakan letak instrumen penelitian mahasiswa, kemudian mahasiswa menunjukkan letak instrumen penelitiannya. Situasi serius.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B7 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B7 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan B7 merupakan tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dan mahasiswa dengan bentuk tuturan “Bukan, ada wawancara sendiri buk. Ini dibaliknya.” Tuturan yang bercetak tebal tersebut menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan wujud fatis. Tuturan B7 merupakan tuturan fatis karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Hal itu dikatakan demikian karena tuturan B7 juga bukan tuturan basa-basi. Tuturan B7 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan B7 merupakan tuturan fatis karena sesuai dengan teori yang disampaikan Kridalaksana. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Tuturan B7 disebut sebagai tuturan fatis karena tuturan itu memiliki persamaan sifat dengan tuturan basa-basi yang terletak pada penandanya. Tuturan B7 memiliki penanda bukan. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B7 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis bukan merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
bukan
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata bukan pada tuturan B7 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata bukan disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata bukan sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Tuturan B7 merupakan tuturan basa-basi sub menolak karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan B7 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan peneliti untuk bagian ini adalah tuturan B7 merupakan tuturan fatis murni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang Tuturan fatis mengundang berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan untuk menawarkan sesuatu, memberikan harapan baik kepada orang lain, atau mengajak mitra tutur untuk memberikan perhatian pada suatu hal. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi mengundang antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan C1 D1 : “iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?oh ini bab..” M1 : “Iya kan buk, kan kemaren habis penelitian terus kemaren ibu minta yang releabilitas sama yang kreditabilitas nya.” (Konteks : Mahasiswa bermaksud untuk berkonsultasi skripsi dengan dosen, kemudian mahasiswa memberikan proposal skripsinya kepada dosen. Dosen mengira mahasiswa sudah sampai pada bab 3 tetapi ternyata belum, mahasiswa bermaksud memberikan data releabilitas dan kredibilitas yang kemaren diminta oleh dosen. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C1 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan C1 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?oh ini bab..” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C1 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C1 merupakan fatis murni. Tuturan C1 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen mengundang mahasiswa untuk menanggapi perkataanya ditunjukan dengan partikel fatis to yang dapat disejajarkan dengan partikel fatis temuan Kridalaksana deh. Kata deh berfungsi menekankan pemaksaan dengan membujuk, pemberian, persetujuan, pemberian garansi, sekadar penekanan. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa juga ditunjukkan oleh partikel fatis oh yang dapat disejajarkan dengan partikel fatis temuan Kridalaksana ding. Partikel fatis ding dapat digunakan untuk menekankan kesalahan pembicara. Tuturan C1 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menegaskan bahwa tuturan C1 bukanlah tuturan basa-basi, namun tetap merupakan tuturan fatis karena tuturan tersebut memiliki penanda fatis. Jadi, kesimpulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
peneliti untuk bagian ini adalah tuturan C1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan jenis basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998:171). Sejauh peneliti mengamati tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan. Tuturan C2 D1 : “Gimana hasil uji validitas nya bagaimna?” M1 : “valid,,emm satu yang tidak valid.” D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C2 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan C2 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “valid,,emm satu yang tidak valid.” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C2 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C2 merupakan fatis murni. Tuturan C2 merupakan tuturan sub kategori mengundang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Tuturan mahasiswa yang mengundang dosen untuk menanggapi pernyataanya ditandai dengan partikel fatis emm yang menurut peneliti berarti penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta balikan kepada lawan tutur untuk kebenaran pernyataannya. Tuturan C2 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C2 merupakan fatis murni. Tuturan C3 D1 : “Emm anu Ini baik ya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.” D1 : “Tetapi sebetulnya ini kan sama jadi ini awalnya kan teorinya banduraan to? hanya kamu dapat sanduran dari?” M1 : “Berbagai sumber.” (Konteks : Dosen menyatakan bahwa mahasiswa dalam skripsinya memberikan ilustrasi definisi atau pengertian verivikasi bebrapa orang dan dosen meminta mahasiswa untuk memberikan tanggapan menyetujuinya atau tidak. Situasi pertuturan dosen dan maahasiswa saling duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C3 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C3 adalah pertuturan yang dilakukan dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan C3 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Emm anu Ini baik ya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?”. Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C3 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C3 merupakan fatis murni. Tuturan C3 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pernyataanya ditandai dengan partikel fatis emm, anu, dan apa yang menurut peneliti berarti penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta balikan kepada lawan tutur untuk kebenaran pernyataannya. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa juga ditunjukkan dengan penanda fatis kan di akhir tuturan yang berarti meminta penguatan di dalam teori Kridaksana merupakan kependekan dari kata bukan, dalam hal ini penutur meminta jawaban atau mengundang untuk ditanggapi lawan tutur. Penanda fatis apa di tengah ujaran menurut peneliti menunjukkan penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta pendapat kebenaran dari lawan tutur. Penanda fatis emm, dan anu berfungsi untuk menyatakan bahwa penutur sedag berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan biasanya masih ragu dengan apa yang diucapkannya sehingga membutuhkan tanggapan dari lawan tutur untuk kebenaran dari tuturannya. Hal inilah yang dijadikan penutur sebagai bentuk tuturan untuk mengundang tuturan kepada lawan tutur. Tuturan C3 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C3 merupakan fatis murni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
Tuturan C4 D1 : “Misalya apa ini sejalan dengan pendapat itu, atau misalnya..” M1 : “Sejalan dengan pendapat yang dikatakan wolforg tadi jadi.” (Konteks : Dosen menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan penjelasan cara menulis teori kepada mahasiswa. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa sedang dududik berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C4 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C4 tersebut adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tuturan C4 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Misalya apa ini sejalan dengan pendapat itu, atau misalnya.” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C4 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basabasi. Tuturan C4 merupakan fatis murni. Tuturan C4 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi tuturannya ditandai dengan penanda fatis apa yang berada ditengah tuturan. Penanda fatis apa di tengah ujaran menurut peneliti menunjukkan penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta pendapat kebenaran dari lawan tutur. Tuturan C4 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C4 merupakan fatis murni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Tuturan C5 D1 : “Misalnya kalau seperti ini saya begini, ini ya? kannggakmau disimpulkan? Nah ini kan yang disimpulkan kalau ada uraian satu..., uraian dua...,uraian tiga.. terus disimpulkan.” M1 : “apa di dalam pengertian, misalkan di dalam pengertian ada beberapa pengertian kan buk? Nanti di akhir paragraf saya bandingkan buk, kalau nggak salah. Gimana ya?” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa. tindak verbal asertif mengatakan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C5 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C5 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan C5 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Misalnya kalau seperti ini saya begini, ini ya? kannggakmau disimpulkan? Nah ini kan yang disimpulkan kalau ada uraian satu..., uraian dua...,uraian tiga.. terus disimpulkan.” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C5 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C5 merupakan fatis murni. Tuturan C5 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa tersebut ditandai dengan partikel fatis ya pada akhir kalimat tuturan yang menurut Kridalaksana berarti meminta persetujuan atau pendapat lawan bicara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
Tuturan C5 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C5 merupakan fatis murni. Tuturan C6 D1 : “Ini mu kok dimensi iya po?” M1 : “Di bukunya dimensi e.. buk!” D1 : “Bukune sopo? Ini bukunya Banduran yang asli lo, apa kamu baca bukunya bandura yang asli nggak to?” (Konteks : Dosen ingin menanyakan teori yang diambil mahasiswa bersumber darimana, karena berdasarkan buku langsung yang ditulis dalam daftar rujukan mahasiswa dosen sudah membacanya tetapi tidak sama. Dosen meragukan teori yang ditulis mahasiswa sehingga dose menyuruh mahasiswa untuk melihat kembali teori yag digunakan dari sumber yang jelas. Situasi pertuturan dosen sedang duduk berhaadapan dengan mahasiswa. dosen membaca landasan teori mahasiswa. Dosen terlihat jengkel dan marah karena teori yang digunakan mahaiswa tidak jelas darimana sumbernya. Tindak verbal asertif mengatakan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C6 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C6 merupakan pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan C6 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Ini mu kok dimensi iya po?” dan “Bukune sopo? Ini bukunya Banduran yang asli lo, apa kamu baca bukunya bandura yang asli nggak to?”. Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C6 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C6 merupakan fatis murni. Tuturan C6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan mengundang dosen ditandai dengan penanda fatis kok, lo, dan to. Penanda fatis kok menurut Kridalaksanabertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa, penanda fatis ini membutuhkan jawaban dari lawan tutur. Penanda fatis lo dan to menurut peneliti berfungsi untuk menekankan alasan. Tuturan C6 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C6 merupakan fatis murni. Tuturan C7 D1 : “lha iki pie e ini matematikamu ki? ini hukum negatif kalau harganya turun ya otomatis kan yang beli banyak ya to?” M1 : “oh iya buk!” (sambil tertawa) D1 : “Ya sudah, ini berarti tadi baru daftar pustakanya to nanti diperbaiki lagi.” M1 : “iya buk.” (Konteks : Dosen ingin menyuruh mahasiswa mencermati data hasil analisisnya. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan berkonsultasi skripsi) Untuk menganalisis makna pada tuturan C7 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C7 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tuturan C7 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “lha iki pie e ini matematikamu ki? ini hukum negatif kalau harganya turun ya otomatis kan yang beli banyak ya to?”. Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C7 dikatakan tuturan wujud fatis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C7 merupakan fatis murni. Tuturan C7 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis to. Penanda fatis to merupakan temuan baru yang ditemukan peneliti. Penanda fatis to menurut peneliti berfungsi untuk meminta persetujuan atau pendapat dari lawan bicara. Tuturan C7 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C7 merupakan fatis murni. Tuturan C8 D1 : “Dilihat dari lamanya penerapan k13, kesiapan sekolah, dan kelengkapan k13, heem maka karena harus menjawab ini heem jadi saya mengatakan apa ini? Kan bagaimana gambaran dan rincian lingungan sekolah to?” M1 : “Heem.” D1 : “Nah maka kamu menggambarkan disana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu kan?lingkungan sekolahnya.” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C8 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C8 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan C8 merupakan tuturan wujud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
fatis dengan bentuk tuturan “Kan bagaimana gambaran dan rincian lingungan sekolah to?” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C8 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C8 merupakan fatis murni. Tuturan C8 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis to. Penanda fatis to merupakan temuan baru yang ditemukan peneliti. Penanda fatis to menurut peneliti berfungsi untuk meminta persetujuan atau pendapat dari lawan bicara. Tuturan C8 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C8 merupakan fatis murni. Tuturan C9 D1 : “Nah ini pun yang kamu tulis di sini evaluasi sekolah selanjutnya penerapan ini kan juga belum membahas.” M1 : “Iya.” D1 : “Ini belum.” M1 : “Iya sama soalnya mau wawancara juga buk.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa bahwa dalam skripsinya mahasiswa belum membahas hasil analisisnya. Situasi pertuturan serius. Dosen duduk berhadapan dengan mahasiswa. mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen) Untuk menganalisis makna pada tuturan C9 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C9 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan C9 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Nah ini pun yang kamu tulis di sini evaluasi sekolah selanjutnya penerapan ini kan juga belum membahas.” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C9 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basabasi. Tuturan C9 merupakan fatis murni. Tuturan C9 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis nah dan pun. Penanda fatis nah menurut Kridalaksana berfungsi untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Penanda fatis pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut menurut Kridalaksana. Tuturan C9 merupakan tuturan basa-basi sub kategori mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. Tuturan C9 merupakan fatis murni. Tuturan C10 D1 : “Oh ya, ini kok tidak ada pembahasannya ya? harusnya kan itu ada bla bla bla gitu kan?” M1 : “Nggak buk. Oh iya, beberapa lihat contoh, tapi gak tau sih kalau mereka salah atau gimana kalau kami lihat gak ada. Saya lihat sih (sambil tertawa) (Konteks : Dosen ingin menyarankan kepada mahasiswa agar menambahkan pembahasan. situasi pertuturan santai. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dnegan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C10 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C10 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan C9 merupakan tuturan wujud fatis dengan bentuk tuturan “Oh ya, ini kok tidak ada pembahasannya ya? harusnya kan itu ada bla bla bla gitu kan?” Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan wujud fatis. Tuturan C10 dikatakan tuturan wujud fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan tuturan basa-basi. Tuturan C10 merupakan fatis murni. Tuturan C10 merupakan tuturan sub kategori mengundang. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis kok dan kan. Penanda fatis kan menurut Kridalaksana merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat. Penanda fatis kok adalah temuan baru dari peneliti. Menurut peneliti penanda fatis kok berfungsi untuk menyatakan keraguan lawan tutur terhadap apa yang diucapkan penutur dan meminta penutur untuk memberikan penjelasan. Tuturan
C10
merupakan
tuturan
basa-basi
sub
kategori
mengundang karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang. merupakan fatis murni.
Tuturan C10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Memberi Salam Tuturan fatis memberi salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu dengan orang lain atau sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi memberi salam antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan D1 M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.” (Konteks : Mahasiswa mengucapkan selamat pagi sebagai bentuk ucapan menghormati dosen sebelum memulai percakapan dengan dosen. Pada saat itu masih pagi sekitar pukul 08.00 WIB, dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan D1 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan D1 merupakan tuturan yang diucapkan oleh mahasiswa dengan bentuk tuturan “Selamat pagi buk”. Tuturan yang bercetak tebal menunjukkan bahwa tuturan itu merupakan bentuk tuturan wujud fatis. Tuturan D1 yang bercetak tebal merupakan tuturan fatis yang secara spesifik adalah tuturan basa-basi. Hal ini sesuai dengan teori Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) basabasi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan D1 termasuk sub kategori salam karena mahasiswa memberikan salam kepada dosen sebelum berkonsultasi skripsi dengan selamat pagi. Hal itu ditunjukkan melalui kata selamat pagi yang disertai dengan konteksnya. Sub kategori salam dalam tuturan D1 tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ibrahim (1993) tentang salam (greet) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan senang karena bertemu seseorang. Basa-basi pada tuturan D1 adalah basa-basi murni, hal ini diperkuat oleh teori Arimi. Menurut Arimi (1998:171) basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama misalnya : selamat siang, selamat datang, mengucapkan terima kasih dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Dari teori yang dipaparkan Arimi tersebut tampak bahwa ucapan salam termasuk ke dalam basa-basi, khususnya basa-basi murni. 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Berterima kasih Tuturan fatis berterima kasih berfungsi untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Seseorang dapat mengungkapkan penghargaannya maupun rasa senangnya atas bantuan orang lain. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi berterima kasih antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan E1 M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab 4, 5 atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!” M1 : “Ya sudah buk terimakasih bu.” D1 : “Ya sama-sama.” (Konteks : mahasiswa mengucapkan terimakasih sebagai ucapan hormat kepada dosen yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih.) Untuk menganalisis makna pada tuturan E1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan E1 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan E1 adalah tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh mahasiswa dengan bentuk tuturan “Ya sudah buk terimakasih bu.” Tuturan E1 yang bercetak tebal merupakan tuturan wujud fatis yang secara spesifik adalah tuturan basa-basi. Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan tersebut juga menunjukkan bahwa mahasiswa ingin mengucapkan rasa berterima kasihnya kepada dosen setelah selesai konsultasi skripsi. Tuturan E1 merupakan sub kategori berterima kasih karena mahasiswa berterima kasih kepada dosen setelah berkonsultasi skripsi. Hal ini ditandai dengan penanda fatis terima kasih. Penanda fatis terima kasih menurut Kridalaksana (1986) digunakan setelah penutur mendapatkan sesuatu dari mitra tutur. Dalam tuturan E1 ini, mahasiswa mengucapkan terima kasih setelah mendapatkan bimbingan skripsi yang dibutuhkan dari dosen. Tuturan E1 ini merupakan tuturan basa-basi murni. Hal ini diperkuat oleh teori Arimi tentang basa-basi. Menurut Arimi (1998:171)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama misalnya: selamat siang, selamat datang, mengucapkan terimakasih dan lain-lain. Dari teori yang dipaparkan Arimi tersebut tampak bahwa terima kasih termasuk ke dalam basa-basi, khususnya basabasi murni. Tuturan E2 D1 : “Aku kok wes ngantuk ya.” M1 : “Iya,,padahal itu masih ada mas alex.” D1 : “La kasian juga ya?” M1 : “iya, apalagi dia semester terakhir.” D1 : “Hoo e..!” M1 : “Terima kasih buk.” D1 : “Sama-sama.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa waktu sudah sore dan dosen sudah lelah, mahasiswa menyadari akan hal itu. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Setelah konsultasi selesai dosen mngatakan ngantuk karena waktu sudah sore tetapi dosen masih harus menemui mahasiswa lain yang igin berkonsultasi skripsi. Mahasiswa meninggalkan ruang bimbingan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan E2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan E2 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tuturan E2 adalah tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh mahasiswa dengan bentuk tuturan “Terima kasih buk.” Tuturan E2 yang bercetak tebal merupakan tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
wujud fatis yang secara spesifik adalah tuturan basa-basi. Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan tersebut juga menunjukkan bahwa mahasiswa ingin mengucapkan rasa berterima kasihnya kepada dosen setelah selesai konsultasi skripsi. Tuturan E2 merupakan sub kategori berterima kasih karena mahasiswa berterima kasih kepada dosen setelah berkonsultasi skripsi. Hal ini ditandai dengan penanda fatis terima kasih. Penanda fatis terima kasih menurut Kridalaksana (1986) digunakan setelah penutur mendapatkan sesuatu dari mitra tutur. Dalam tuturan E2 ini mahasiswa mengucapkan terima kasih setelah mendapatkan bimbingan skripsi yang dibutuhkan dari dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
Tuturan E2 ini merupakan tuturan basa-basi polar. Hal ini diperkuat oleh teori Arimi tentang basa-basi. Menurut Arimi (1998:171) basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Dari teori yang dipaparkan Arimi tersebut tampak bahwa terimakasih termasuk ke dalam basa-basi, khususnya basa-basi polar. 4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Meminta maaf Tuturan
fatis
meminta
maaf
yaitu
apabila
seseorang
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi menerima antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan F1 M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.” D1 : “Maaf ya Ka nak anu duduk dulu terus dibaca!” M1 : “Iya. Kemaren kan saya mengumpulkan revisi yang bab satu.” D1 : “Bab 1 iya, itu ingat saya heem!” (Konteks : Dosen ingin meminta maaf kepada mahasiswa karena habis menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk memebaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen. Situasi pertuturan mahasiswa datang ke ruangan dosen setelah dosen menerima tamu sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk dulu dan membaca skripsiya, setelah dosen siap mahasiswa mengatakan kepada dose tentang revisi skripsinya.) Untuk menganalisis makna pada tuturan F1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
pertuturan yang diucapkan. Tuturan F1 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tuturan F1 adalah tuturan dengan wujud fatis yang diucapkan oleh dosen dengan bentuk tuturan “Maaf ya Ka nak anu duduk dulu terus dibaca!”. Tuturan F1 yang bercetak tebal merupakan tuturan wujud fatis yang secara spesifik adalah tuturan basa-basi. Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Berdasarkan teori Malinowski, basa-basi itu sendiri cenderung memiliki fungsi sosial daripada mengkomunikasikan ide. Artinya, basabasi adalah tuturan yang lebih mengutamakan pengaruh atau manfaatnya daripada pesan yang sebenarnya ingin disampaikan. Jadi, basa-basi pada umumnya adalah basa-basi yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi
sosialnya,
seperti
yang
dipaparkan oleh teori Malinowski di atas. Tuturan tersebut juga menunjukkan bahwa dosen ingin mengucapkan maaf kepada mahasiswa karena dosen baru selesai menerima tamu jadi meminta mahasiswa untuk membaca dulu skripsinya sebelum diajukan ke dosen. Tuturan F1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
merupakan sub kategori maaf karena dosen meminta maaf kepada mahasiswa karena meminta mahasiswa menunggu dengan membaca skripsinya dahulu karena dosen sedang ada tamu. Hal ini ditandai dengan penanda fatis maaf. Penanda fatis maaf menurut Kridalaksana (1986) digunakan apabila seseorang mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Berdasarkan pembahasan di atas tuturan F1 merupakan tuturan basabasi polar. Menurut Arimi (1998:171) basa-basi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Konteks dan enam jenis tuturan basa-basi yang telah dipaparkan di atas akan digunakan untuk membahas maksud tuturan basa-basi antara dosen dan mahasiswa dalam proses konsultasi skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma semester genap. 4.2.2 Makna Pragmatik Tuturan Fatis Wujud tuturan fatis telah peneliti bahas dalam bagian yang sebelumnya. Sekarang, kita telah sampai pada bagian kedua dari pembahasan, yaitu mendeskripsikan makna pragmatik atau maksud tuturan fatis. Setiap peserta komunikasi selalu memiliki maksud yang ingin disampaikan yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai makna pragmatik, mengingat bahwa tuturan dalam penelitian ini dikaji secara pragmatik. Maksud dapat dipengaruhi oleh konteks, seperti teori milik Edward T. Hall
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
(1974) dalam Rahardi (2014) yang menunjukkan bahwa dalam sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang harus ada secara bersama-sama, yaitu informasi, konteks, dan makna yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian, konteks tidak pernah lepas dari tuturan yang selalu mengandung maksud tertentu sehingga maksud tuturan juga selalu ditentukan oleh konteks. Dalam kaitannya dengan konteks, suatu tuturan dapat mengandung bentuk tindak tutur. Menurut Rahardi (2014), adanya asumsi-asumsi tertentu yang hadir dalam entitas konteks menjadi pembangun interaksi. Jadi, syarat terjadinya interaksi adalah konteks yang mana di dalamnya terdapat substansi hakiki yang berupa seperangkat asumsi, baik asumsi-asumsi personal maupun komunal. Asumsi dan interaksi dapat mengindikasikan adanya bentuk tindak tutur di dalam suatu tuturan. Lalu, menurut Rahardi (2003), tindak tutur merupakan perwujudan konkret fungsi-fungsi bahasa yang merupakan pijakan analisis pragmatik. Artinya, ada hal yang harus dilakukan atau setidak-tidaknya ada efek tertentu yang dirasakan oleh peserta tutur sebagai akibat dari tuturan peserta tutur yang lain. Enam jenis tuturan basa-basi yang telah dipaparkan di atas akan digunakan untuk membahas maksud tuturan basa-basi antara dosen dan mahasiswa dalam proses konsultasi atau pembimbingan skripsipada Program Studi Pendidikan Ekonomi di Universitas Sanata Dharma semester genap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Sub Kategori Menerima Tuturan fatis menerima berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya. Dalam hal ini seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menghargai tuturan dari orang lain maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dirinya. Berikut ini merupakan maksud tuturan basa-basi menerima antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan A1 D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” M1 : “Nomor 16, itu berarti... D1 : “Mengukur tentang kegiatan mengajar?” M1 : “Iya” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya). Untuk menganalisis makna pada tuturan A1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A1 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Usia dan latar belakang merupakan bagian dari konteks dan konteks sangat menentukan maksud tuturan. Hal ini sesuai denagn teori Edawrd. T. Hall (1974) dalam Rahardi (2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
menunjukkan bahwa dalam sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang harus selalu ada bersama-sama, yaitu informasi, konteks, dan makna yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dengan begitu maka dapat dikatakan jika konteks tidak pernah lepas dari tuturan yang selalu mengandung maksud tertentu, sehingga maksud tuturan selalu ditentukan oleh konteks. Dalam tuturan tersebut dosen menanyakan tentang hasil uji kevalidan data skripsi mahasiswa. Dosen menanyakan pernyataan mahasiswa bahwa ada satu data yang diuji tidak valid, lalu dosen menanyakan di mana letak tidak kevalidannya. Mahasiswa menjawab letak ketidakvalidan data ada di nomor 16, lalu dosen menyambung dengan asumsi nya jika yang tidak valid itu adalah mengukur tentang kegiatan belajar. Mahasiswa menyetujui asumsi dosen. Hal tersebut ditandai dengan kata fatis ya seperti yang telah dibahasa pada wujud A1 tuturan tersebut menurut Kridalaksana berfungsi untuk mengukuhkan, atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran. Tuturan A2 D1 : Ya sudah tidak valid to,, terus habis itu diuji reliabilitasya?” M1 : “ya, dari 40 jadi 39.” (Konteks :Dosen ingin menanyakan kembali ketidakvalidan hasil uji releabilitas skripsi mahasiswa dan mahasiswa menyetujuinya dengan memperkuat dengan data hasil ujinya. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A2 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Usia dan latar belakang merupakan bagian dari konteks dan konteks sangat menentukan maksud tuturan. Hal ini sesuai denagn teori Edawrd. T. Hall (1974) dalam Kunjana (2014) menunjukkan bahwa dalam sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang harus selalu ada bersama-sama, yaitu informasi, konteks, dan makna yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dengan begitu maka dapat dikatakan jika konteks tidak pernah lepas dari tuturan yang selalu mengandung maksud tertentu, sehingga maksud tuturan selalu ditentukan oleh konteks. Dalam tuturan tersebut dosen meminta mahasiswa jika sudah menguji kevalidannya agar menguji reliabilitas data skripsi. Mahasiswa menyetujui apa yang dikatakan dosen dan melakukan seperti yang dikatakan dosen dan memperoleh hasil dari pengujiannya tersebut. Hasil pengujiannya terdapat 39 data yang reliabel dari 40 data yang diperolehnya. Tuturan mahasiswa menyetujui pernyataan dosen ditandai dengan kata fatis ya seperti yang telah dibahas pada wujud tuturan A2 tersebut menurut Kridalaksana berfungsi untuk mengukuhkan, atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran. Tuturan A3 M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab empat, lima atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
(Konteks : mahasiswa ingin menanyakan apakah sudah bisa melanjutkan ke bab selanjutnya atau belum kemudian dosen mengatakan mahasiswa bisa lanjut ke bab 4 dan 5. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A3 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A3 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut mahasiswa meminta persetujuan dosen apakah mahasiswa sudah boleh melanjutkann skripsi ke bab empat dan bab lima atau belum atau harus merevisi bab sebelumnya yang dikonsultasikan ke dosen. Dosen setuju jika mahasiswa dapat melanjutkan ke bab selanjutnya yaitu bab empat dan lima, karena menurut dosen hasil pekerjaan skripsi yang dikerjakan mahasiswa sebelumnya yang telah dikonsultasikan ke dosen sudah benar. Tuturan dosen menyetujui pernyataan mahasiswa ditandai dengan kata fatis ya seperti yang telah dibahas pada wujud A3 tuturan tersebut menurut Kridalaksana berfungsi untuk mengukuhkan, atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran. Tuturan A4 D1 : “Emm anu Ini baikya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan bahwa mahasiswa baik dalam analisisnya memberikan ilustrasi dan definisi pengertian lalu mahasiswa menyetujui pernyataan yang disampaikan oleh dosen. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
Untuk menganalisis makna pada tuturan A4 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A4 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen mengatakan mahasiswa baik dalam analisis skripsinya memberikan ilustrasi dan definisi pada pengertian yang disampaikan ahli. Dosen menyatakan kembali apakah benar pernyataan yang disampaikan dosen jika diberikan ilustrasi pada pengertian. Mahasiswa menyetujui pernyataan dosen jika memang dosen memberikan ilustrasi pada pengertian teori yang digunakan dalam skripsinya. Tuturan mahasiswa menyetujui pernyataan dosen ditandai dengan kata fatis iya seperti yang telah dibahas pada wujud A4 tuturan tersebut menurut Kridalaksana berfungsi untuk mengukuhkan, atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran. Tuturan A5 D1 :“Ini harusnya yang kedua pengertian edukasi, ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi yang tinggi ini tiga, ini empat, ini 6 soalnya ini kan identik dengan data ya to? terus kalau saya menyimpulkan supaya tidak seperti buku teks ini dibuat dalam paragraf seperti di atas tadi. Kalau pendek-pendek koma saja, tapi kalau panjang-panjangya titik komaya. Gitu ya?” M1 : “ya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa seharusnya teori yang digunakan mahasiswa itu dapat membangun kerangka berpikir. Dosen mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penulisan nama pengarang pada daftar pustaka. Dosen juga mengatakan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
mahasiswa agar mencermati penggunaan tanda baca. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A5 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A5 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen mengatakan kepada mahasiswa seharusnya teori yang digunakan mahasiswa itu dapat membangun kerangka berpikir untuk yang pertama pengertian baru kemudian memasukan unsur dan ciri-ciri. Dosen mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penulisan nama pengarang pada daftar pustaka. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penggunaan tanda baca jika kalimatnya pendek maka harus diberi tanda koma dan jika kalimatnya panjang maka mahasiswa harus memberikan tanda titik koma. Tuturan mahasiswa menyetujui pernyataan dosen ditandai dengan kata fatis ya seperti yang telah dibahas pada wujud A5 tuturan tersebut menurut Kridalaksana berfungsi untuk mengukuhkan, atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran. Tuturan A6 D1 : “ini kalau mau saya dianalisislo, tidak cukup seperti ini. Ini kan berarti belum.., kamu belum analisis hanya memberi apa? paduan apa? yang akan kamu analisis. Ha..kalau begini kan kamu hanya akan sama dengan yang ada di bab 3?” M1 : “heem.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138
(Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa agar memberikan analisis dari data yang diperoleh yang diletakkan pada ba 4 agar berbeda dengan bab 3. Situasi tutur dosen dan mahasiswa duduk berhadapan berkonsultasi skripsi. Dosen membaca skripsi mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A6 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A6 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen mengatakan kepada mahasiswa agar memberikan analisis data pada bab empat tidak hanya meberikan panduan analisis data saja karena itu akan membuat apa yang ditulis di bab empat sama dengan bab tiga. Jadi mahasiswa belum melakukan analisis data. Mahasiswa menyetujui apa yang dikatakan oleh dosen. Tuturan mahasiswa menyetujui pernyataan dosen ditandai dengan kata fatis heem seperti yang telah dibahas pada wujud A6 tuturan tersebut merupakan kata fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Penanda fatis heem (bentuk lain dari ya, yang bermakna sama dengan ya) menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga termaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Tuturan A7 M1 : “Kemaren saya lihat punya Renti juga dibedakan.” D1 : “Ha’a, seperti ada apa? em...tumpukan to?” (Konteks : Mahasiswa ingin menunjukkan kepada dosen ketika hasil penelitian dan pembahasan dijadikan satu maka akan terjadi tumpukan dan akan membingungkan ketika menjelaskan di bagian penejelasan nanti. Dosen membenarkan apa yang dikatakan mahasiswa tetapi dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139
tetap mengatakan bahwa skripsi mahasiswa ini belum bisa disebut sebagai analisis karena mahasiswa belum menambahkan pnjelasan. Situasi pertuturan mahasiswa dan dosen duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dalam situasi saling berdiskusi. Saat meyatakan kesulitan kepada dosen tiba-tiba menanyakan apakah nanti kesulitan ini akan dipermasalahkan lagi oleh dosen lain atau tidak suasana pertuturan menegangkan. Dosen menjelaskan tidak akan ditanyakan, tetapi mungkin akan ditanyakan saat ujian tetapi dosen mnegatakan agar menjelaskan alasan mengapa terjadi seperti itu jadi.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A7 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A7 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut mahasiswa mengatakan kepada dosen ketika hasil penelitian dan pembahasan dijadikan satu maka akan terjadi tumpukan pada bagian pembahasan dan a ka n
membingungkan
mahasiswa
ketika
menjelaskan
di
bagian
penejelasan nanti. Dosen membenarkan apa yang dikatakan mahasiswa tetapi dosen tetap mengatakan bahwa skripsi mahasiswa ini belum bisa disebut sebagai analisis karena mahasiswa belum menambahkan pnjelasan di bagian bab pembahaasan. Situasi pertuturan mahasiswa dan dosen duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dalam situasi saling berdiskusi. Saat meyatakan kesulitan kepada dosen tiba-tiba menanyakan apakah nanti kesulitan ini akan dipermasalahkan lagi oleh dosen lain atau tidak suasana pertuturan menegangkan. Dosen menjelaskan tidak akan ditanyakan, tetapi mungkin akan ditanyakan saat ujian tetapi dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
mengatakan agar menjelaskan alasan mengapa terjadi seperti itu. Tuturan dosen menyetujui pernyataan mahasiswa ditandai dengan kata fatis ha’a seperti yang telah dibahas pada wujud A7 tuturan tersebut merupakan kata fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Tuturan tersebut memiliki penanda fatis yang mengangkat unsur dialek. Hal itu sesuai dengan teori yang dikemukakan Kridalaksana (1986:111) yang mengemukakan bahwa sebagaian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat non baku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Penanda fatis pada tuturan A7 adalah ha’a. Kata ha’a berasal dari kata bahasa Jawa. Kata ha’a dalam bahasa Indonesia berarti ya yang memiliki maksud meneguhkan atau membenarkan, seperti tanda fatis ya penemuan Kridalaksana (1986) yang bertugas untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara. Selain itu, penanda fatis ha’a
yang ditemukan oleh
mahasiswa diperkuat teori Nababan (1987:41) yang mengungkapkan tentang deiksis, dalam hal ini deiksis sosial seperti yang telah dibahas pada wujud tuturan fatis A7. Menurut penulis penjelasan di atas menunjukkan bahwa tuturan ha’a dapat dikatakan sebagai penanda fatis yang memiliki fungsi sama seperti tuturan fatis ya yang disampaikan oleh Kridalaksana, namun dalam hal ini tuturan fatis ha’a memiliki unsur kedaerahan. Tuturan A8 D1 : “Kalau waktunya kan sudah disebutkan di bab 3, nah berarti gak usah diulang-ulang .” M1 : “Iya.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141
(Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa waktu yang sudah disebutkan pada bab 3 sebelunya tidak perlu diulang-ulang disebutkan ke bab selanjutnya. Situasi pertuturan agak tegang. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkosultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A8 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A8 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen mengatakan kepada mahasiswa agar tidak perlu menuliskan waktu yang telah disebutkan di bab tiga agar tidak perlu dituliskan kembali di bab selanjutnya. Mahasiswa menyetujui apa yang dikatakan oleh dosen. Tuturan mahasiswa menyetujui pernyataan dosen ditandai dengan kata fatis iya seperti yang telah dibahas pada wujud A8 tuturan tersebut merupakan kata fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Penanda fatis ya menurut Kridalaksana (1986) berfungsi mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga termaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. Tuturan A9 D1 : “Lebih murah malahan yang anorganik, atau lebih mahal yang anorganik ya?” M1 : “Lebih mahal yang anorganik.” D1 : “Oh gitu, karena bentuknya bulir itu, kalau yang organik bagaimana bentuknya? M1 : “Bentuknya dari kotoran sapi kemudian pupuk kandang tanpa menggunakan pupuk pilihan.” D1 : “oke.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142
(Konteks : Dosen ingin menyakan kepada mhasiswa lebih mahal yang anorganik atau yang organik lalu bagaimna bentuk pupuk organik dan anorganik itu. Mahasiswa menjawab pertanyaan dosen bahwa lebih mahal yang anorganik karena bentuknya yang bulir sedangkan organik berbentuk kotoran sapi tanpa pupuk pilihan. Situasi pertuturaan serius. Dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan A9 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan A9 merupakan tuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan yang berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen menanyakan kepada mahasiswa dari hasil uji data skripsinya lebih mahal harga pupuk organik atau anaorganik. Mahasiswa mengatakan lebih mahal pupuk organik, dosen menambahkan pernyataan mahasiswa tersebut dengan mengatakan kemahalan pupuk anorganik dikarenakan bentuknya yang bulir kemudian dosen mengatakan kepada mahasiswa bagaimana bentuk pupuk yang organik. Mahasiswa menjawab pertanyaan dosen untuk pupuk organik berbentuk kotoran sapi dan pupuk kandang tanpa pupuk pilihan. Dosen menyetujui jawaban mahasiswa tersebut. Tuturan dosen menyetujui jawaban mahasiswa ditandai dengan kata fatis oke seperti yang telah dibahas pada wujud A9 tuturan tersebut merupakan kata fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Penanda fatis oke dapat disejajarkan dengan penaanda fatis ya menurut Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143
dipakai pada awal ujaran. Fungsi tersebut juga bermaksud menerima tuturan yang disampaikan oleh dosen. 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Sub Kategori Menolak Tuturan fatis menolak berfungsi untuk menolak atau melanggar basa-basi dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan tertentu untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan tetap mengutamakan nilai-nilai kesopanan. Berikut ini merupakan maksud tuturan basa-basi menolak antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan B1 M1 : “Berarti ditulis semuanya baru saya menjelaskan?” D1 : “Gak, ya kamu punya transkripnya transkrip vepetinnya punya to, itu kamu simpan tapi yang dilaporkan tidak harus semuanya tapi yang mendukung, jadi misalnya temuanmu yang temuannya mengatakan apa dari yang kualitatif terus didukung dari yang wawancara mengatakan apa gitu!” (Konteks : mahasiswa ingin mengatakan kebingungan yang ditemui ketika mengerjakan skripsi sampai bab 4 dan 5. Dosen memberikan pengarahan dan jalan keluar dari kebingungan atau masalah yang ditemui mahasiswa pada saat pengerjaan skripsi sampai bab 4 dan 5. Situasi yang terjadi saat itu dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan dan dosen membaca skripsi kesulitan yang ditemui sisswa pada pengerjaannya bab 4 dan 5.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B1 dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, di mana dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Pada tuturan B1 dosen tidak setuju dengan pernyataan yang disampaikan mahasiswa karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144
pengerjaan skripsi pada bab empat salah. Dengan pernyataan yang disampaikan oleh dosen, mahasiswa beranggapan bahwa hasil analisis ditulis semua baru dijelaskan. Maksud tuturan B1 dosen menolak pekerjaan hasil skripsi mahasiswa yang telah dikonsultasikan ke dosen dengan menyatakan ketidaksetujuan. Hal itu ditunjukkan dengan kata gak. Kata gak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata gak pada tuturan B1 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Tuturan B1 mengandung jenis tindakan verbal asertiv menyatakan, karena dosen menyatakan suatu bentuk penolakan melalui penanda fatisnya yang diikuti tuturan di belakangnya. Tuturan B1 merupakan tuturan basa-basi sub menolak karena lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Tuturan B2 M1 : “Tapi kan kalau di akhir bagiannya ini bu, biasanya saya kasih kesimpulan sendiri.” D1 : “Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu!” (Konteks : Dosen ingin menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan kalau hanya satu kalimat. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa dosen menyarankan mahasiswa agar memberikan penjelasan dalam menulis landasan teori dosen juga mengatakan mahasiswa tidak perlu memberikan kesimpulan di akhir kalimat yang hanya terdiri dari satu kalimat teori saja.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B2 adalah pertuturan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan tersebut, dosen ingin menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Di dalam kalimat skripsi perlu diberi tanda baca, dan antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya harus ada kesinambungan. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan kalau hanya satu kalimat. Kesimpulan diberikan jika teori terdiri dari beberapa kalimat. Dosen membaca landasan teori mahasiswa dan menyarankan agar memberikan penjelasan dalam menulis landasan teori. Maksud tuturan B2 dosen menolak penulisan teori dalam skripsi mahasiswa yang telah dikonsultasikan ke dosen dengan menyatakan ketidaksetujuan. Hal itu ditunjukkan dengan kata tidak. Kata tidak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata tidak pada tuturan B2 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Tuturan B2 mengandung jenis tindakan verbal asertiv mengatakan, karena dosen mengatakan suatu bentuk penolakan melalui penanda fatisnya yang diikuti tuturan di belakangnya. Tuturan B2 merupakan tuturan basa-basi sub menolak karena lawan tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146
menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Tuturan B3 D1 : “Ini berarti kamu sak definisi mengatakan disimpulkan ini? ini memang ada, tapi..” M1 : “Tapi saya bandingkan lagi di belakang buk!” D1 : “Mungkin gini, ketika itu hanya satu ya? maka nggak perlu disimpulkan kaya gini gitu kan?” M1 : “Oh ya.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B3 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B3 adalah pertuturan yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang perempuan yang berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan tersebut, dosen menanyakan kepada mahasiswa apakah satu teori diberi kesimpulan, mahasiswa mengiyakan pertanyaan dosen namun dibelakang mahasiswa membandingkan lagi teori tersebut. Dosen tidak setuju dengan cara penulisan teori mahasiswa dalam skripsinya, dosen mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan jika teori hanya terdiri dari satu kalimat. Maksud tuturan B3 dosen menolak penulisan teori dalam skripsi mahasiswa yang telah dikonsultasikan ke dosen dengan menyatakan ketidaksetujuan. Hal itu ditunjukkan dengan kata nggak. Kata nggak dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147
disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B2 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Tuturan B4 D1 : “Nah ini gak boleh sama, jangan-jangan hanya nyomot dari skripsinya orang, orangnya salah. Saya gak tau e ini!” M1 : “Nggak buk.” (Konteks : Dosen mengira mahasiswa mengambil teori dari mahasiswa lain dengan menyomot karena mahasiswa tidak tahu teori yang digunakan itu bersumber dari mana. Dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menulis sumber teori yang digunakan di daftar pustaka. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi. Dosen marah karena mahasiswa tidak tahu sumber teori yang digunakan dalam skripsinya. Bahkan dosen mengatakan mahasiswa hanya menyomot dari skripsi oranglain dan teori yang digunakan juga salah.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B4 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B4 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan tersebut, dosen mengatakan hasil skripsi tidak boleh sama dengan skripsi orang lain. Dosen mengira mahasiswa mengambil teori dari mahasiswa lain dengan menyomot karena mahasiswa tidak tahu teori yang digunakan itu bersumber dari mana. Dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menulis sumber teori yang digunakan di daftar pustaka. Dosen marah karena mahasiswa tidak tahu sumber teori yang digunakan dalam skripsinya. Bahkan dosen mengatakan mahasiswa hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148
menyomot dari skripsi oranglain dan teori yang digunakan juga salah. Mahasiswa tidak setuju dengan asumsi dosen bahwa mahasiswa menyomot skripsi dari oranglain. Maksud tuturan B4 mahasiswa menolak asumsi dosen yang mengatakan mahasiswa menyomot skripsi orang lain dengan menyatakan ketidaksetujuan. Hal itu ditunjukkan dengan kata nggak. Kata nggak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B4 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Tuturan B5 D1 : “Nah maka kamu menggambarkan disana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu kan?lingkungan sekolahnya.” M1 : “Oo...” D1 : “Ini kok oo gimana?” M1 : “Saya kan dalam wawancara itu kan, maksud saya untuk lingkungan yang bener-bener keadaannya gimana nggak buk jadi saya langsung tertujunya kurikulum 2013 nya.” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. Dosen mencoba menafsirkan apa maksud skripsi yang dibuat mahasiswa, tetapi mahasiswa tidak menyetujuinya dan menjelaskan kepada dosen apa maksud skripsi mahasiswa tersebut. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B5 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B5 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Dosen adalah seorang perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa adalah seorang laki-laki berusia sekitar 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149
tahun. Dalam tuturan tersebut, dosen menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. Dosen mencoba menafsirkan apa maksud skripsi yang dibuat mahasiswa, tetapi mahasiswa tidak menyetujuinya dan menjelaskan kepada dosen apa maksud skripsi mahasiswa tersebut. Maksud tuturan B5 mahasiswa menolak tafsiran dosen dari maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa menyatakan ketidaksetujuan. Hal itu ditunjukkan dengan kata nggak, nah kan, oo dan nggak. Penanda fatis nggak dan oo merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Penanda fatis nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, dalam hal ini dosen meminta mahasiswa untuk mengalihkan perhatian ke pembahasan skripsinya. Dosen juga menanyakan kebenaran maksud dari asumsi yang disampaikan dosen dalam pembahasan skripsi mahasiswa ditandai dengan penanda fatis kan yang apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah. Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dosen dengan penanda fatis oo yang menurut peneliti mempunyai maksud pada suatu hal yang ingin dikatakan oleh lawan tutur. Mahasiswa tidak setuju dengan asumsi dosen atas pembahasan skripsinya hal ini ditandai dengan penanda fatis nggak. Kata nggak dapat disejajarkan dengan kata ah temuan Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata nggak pada tuturan B5 lebih tepatnya untuk menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150
ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Ketidaksetujuan mahasiswa terhadap asumsi dosen juga diperkuat dengan penanda fatis kan yang terletak di tengah kalimat yang artinya bersifat menekankan pembuktian atau bantahan. Tuturan B6 D1 : “Salah menguji kalau ini, ngujimu salah mungkin. Beda, mesti beda. Oh ini yang bawah ini yang dibaca.” M1 : “Yang dibawah pak? DS nya atau apa?” D1 : “Ini significansi tutel ini.” M1 : “0,00 itu pak?” D1 : “Iya, Berarti ada perbedaan.” M1 : “Berarti ada perbedaan pak, berarti yang di ini itu yang f nya itu ya pak?” D1 : “Bukan tutel ini lo!” M1 : “Oh yapak.” D1 : “Ini yang ini.” M1 : “Significasi itu ya pak?” D1 : “A tutol itu lo ya?” M1 : “Ya. Kalau kemarin saya yang uji yang ini nya.” D1 : “Bukan. Berarti ada perbedaan ya?” (Konteks : Dosen ingin mengatakan mahaiswa salah mengujinya karena hasil signifikansinya tidak ada beda tetapi min nya beda jauh. Dosen mengatakan salah yang dibaca seharusnya signifikansi tutel yang 0,00 dan dosen menyatakan terdapat perbedaan. Situasi pertuturan serius. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan B6 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B6 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen laki-laki berusia sekitar 50 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 26 tahun. Dosen ingin mengatakan mahaiswa salah mengujinya karena hasil signifikansinya tidak ada beda tetapi min nya beda jauh. Dosen mengatakan salah yang dibaca seharusnya signifikansi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151
tutel yang 0,00 dan dosen menyatakan terdapat perbedaan. Mahasiswa mengatakan kemarin menguji yang salah. Hal tersebut menjadikan dosen tidak setuju dengan hasil pembahasan skripsi mahasiswa karena mahasiswa menguji yang salah. Maksud tuturan B6 ini dosen menolak hasil pembahasan skripsi yang dikonsultasikan ke dosen. Ketidaksetujuan dosen
ditandai
dengan
penanda
bukan.
Penanda
fatis
tersebut
menunjukkan bahwa tuturan B6 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis bukan merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
bukan
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata bukan pada tuturan B6 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata bukan disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata bukan sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Tuturan B7 D1 : “Mana instrumenmu?” M1 : “Disitu buk!” D1 : “Ini to?” M1 : “Bukan, ada wawancara sendiri buk. Ini dibaliknya.” (Konteks : Ddosen ingin menanyakan letak instrumen penelitian mahasiswa, kemudian mahasiswa menunjukkan letak instrumen penelitiannya. Situasi serius.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152
Untuk menganalisis makna pada tuturan B7 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan B7 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan B7 dosen menanyakan kepada mahasiswa dimana letak instrumen penelitian mahasiswa, kemudian mahasiswa menunjukkan letak instrumen penelitiannya. Dosen membaca letak istrumen yang ditunjukkan mahasiswa, mahasiswa tidak setuju dengan apa yang dibaca dosen dalam menunjukkan letak instrumen penelitian skripsinya. Mahasiswa mengatakan bahwa letak instrumen penelitian berada di belakang yang terdiri dari lembar wawancara. Maksud tuturan B7 ini mahasiswa menolak letak instrumen penelitian mahasiswa yang ditunjukkan. Ketidaksetujuan dosen ditandai dengan penanda bukan. Tuturan B7 memilki penanda bukan. Penanda fatis tersebut menunjukkan bahwa tuturan B7 termasuk ke dalam sub kategori menolak karena dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa. Penanda fatis bukan merupakan penanda fatis baru yang ditemukan oleh peneliti. Kata
bukan
dapat
disejajarkan
dengan
kata
ah
temuan
Kridalaksana (1986) yang berfungsi untuk menekankan kata penolakan atau acuh tak acuh. Kata bukan pada tuturan B7 lebih tepatnya untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap sesuatu. Kata bukan disejajarkan dengan kata ah karena sama-sama berfungsi menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153
bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. Kata ah merupakan temuan Kridalaksana yang sudah terbukti kebenarannya sebagai penanda fatis. Temuan ini digunakan peneliti untuk memperkuat kata bukan sebagai penanda fatis bentuk penolakan atau ketidaksetujuan. 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Sub Kategori Mengundang Tuturan fatis mengundang berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan untuk menawarkan sesuatu, memberikan harapan baik kepada orang lain, atau mengajak mitra tutur untuk memberikan perhatian pada suatu hal. Berikut ini merupakan maksud tuturan basa-basi mengundang antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan C1 D1 : “iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?oh ini bab..” M1 : “Iya kan buk, kan kemaren habis penelitian terus kemarin ibu minta yang releabilitas sama yang kredibilitas nya.” (Konteks : Mahasiswa bermaksud untuk berkonsultasi skripsi dengan dosen, kemudian mahasiswa memberikan proposal skripsinya kepada dosen. Dosen mengira mahasiswa sudah sampai pada bab 3 tetapi ternyata belum, mahasiswa bermaksud memberikan data releabilitas dan kredibilitas yang kemaren diminta oleh dosen. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C1 adalah pertuturan yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154
antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan tersebut dosen mengira mahasiswa sudah sampai bab tiga, dosen meminta mahasiswa untuk menanggapi pertuturan dosen apakah pernyataan dosen tersebut benar atau salah. Mahasiswa menegaskan bahwa skripsinya belum sampai bab tiga karena mahasiswa baru akan menyerahkan hasil reliabelitas dan kredibilitas yang kemarin diminta dosen dalam konsultasi skripsi sebelumnya. Tuturan dosen mengundang mahasiswa untuk menanggapi perkataanya ditunjukkan dengan partikel fatis to yang dapat disejajarkan dengan partikel fatis temuan Kridalaksana deh. Kata deh berfungsi menekankan pemaksaan dengan membujuk, pemberian, persetujuan, pemberian garansi, atau sekadar penekanan. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa juga ditunjukkan oleh partikel fatis oh yang dapat disejajarkan dengan partikel fatis temuan Kridalaksana ding. Partikel fatis ding dapat digunakan untuk menekankan kesalahan pembicara. Tuturan C2 D1 : “Gimana hasil uji validitas nya bagaimna?” M1 : “valid,,emm satu yang tidak valid.” D1 : “1 yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155
penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C2 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan C2 dosen menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data skripsi yang diperoleh. Mahasiswa menjawab dari data yang diperoleh dalam skripsinya terdapat satu yang tidak valid, mahasiswa mengatakan hal tersebut dengan keraguraguan karena pada awalnya mahasiswa mengatakan valid kemudian mengatakan lagi satu yang tidak valid. Keragu-raguan yang diucapkan mahasiswa tersebut mengundang dosen untuk mengetahui data apa yang membuat hasil skripsi mahasiswa tidak valid. Maksud tuturan C2 ini mahasiswa yang menyatakan keragu-raguan sehingga mengundang dosen untuk menanggapi tuturannya tersebut ditandai dengan emm yang menurut peneliti berarti penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta balikan kepada lawan tutur untuk kebenaran pernyataannya. Tuturan C3 D1 : “Emm anu Ini baik ya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.” D1 : “Tetapi sebetulnya ini kan sama jadi ini awalnya kan teorinya banduraan to? hanya kamu dapat sanduran dari?” M1 : “Berbagai sumber.” (Konteks : Dosen menyatakan bahwa mahasiswa dalam skripsinya memberikan ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi beberapa orang dan dosen meminta mahasiswa untuk memberikan tanggapan menyetujuinya atau tidak. Situasi pertuturan dosen dan maahasiswa saling duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156
Untuk menganalisis makna pada tuturan C3 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C3 adalah pertuturan yang dilakukan dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan C3 dosen menyatakan bahwa mahasiswa dalam skripsinya memberikan ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi beberapa orang dan dosen meminta mahasiswa untuk memberikan tanggapan menyetujuinya atau tidak. Maksud tuturan C3 ini dosen mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya apakah teori yang disampaikan berasal dari satu teori yang sama yaitu teori banduran dan mendapat sanduran dari beberapa sumber. Teori tersebut tercantum dalam definisi verifikasi yang ditulis mahasiswa dalam skripsinya. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pernyataanya ditandai dengan partikel fatis emm, anu, dan apa yang menurut peneliti berarti penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta balikan kepada lawan tutur untuk kebenaran pernyataannya. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa juga ditunjukkan dengan penanda fatis kan di akhir tuturan yang berarti meminta penguatan dalam Kridaksana merupakan kependekan dari kata bukan, yang tentu hal ini meminta jawaban atau mengundang untuk ditanggapi lawan tutur perkataan yang disampaikan oleh penutur tersebut. Penanda fatis apa di tengah ujaran menurut peneliti menunjukkan penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157
sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta pendapat kebenaran dari lawan tutur. Penanda fatis emm, dan anu berfungsi untuk menyatakan bahwa penutur sedag berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan biasanya masih ragu dengan apa yang diucapkannya sehingga membutuhkan tanggapan dari lawan tutur untuk kebenaran dari tuturannya. Hal inilah yang dijadikan penutur sebagai bentuk mengundang tuturan kepada lawan tutur. Tuturan C4 D1 : “Misalya apa ini sejalan dengan pendapat itu, atau misalnya.” M1 : “Sejalan dengan pendapat yang dikatakan wolforg tadi jadi.” (Konteks : Dosen menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan penjelasan cara menulis teori kepada mahasiswa. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C4 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C4 tersebut adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan C4 menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen memberikan contoh menulis teori jika di dalam teori ada kata yang sama dari dua ahli maka dapat dikatakan sejalan dengan pendapat ahli tersebut dan ditambahkan kata yang dianggap penting. Dosen berfikir ketika akan memberikan contoh kepada mahasiswa, dan setelah dicontohnya dosen mengundang mahasiswa apakah sudah paham dengan penjelasan dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158
tersebut atau belum mahasiswa sudah paham dengan penjasan dosen hal ini dilihat dari jawaban tuturan mahasiswa yang meneruskan maksud tuturan dosen dengan benar. Maksud tuturan C4 ini dosen mengundang mahasiswa apakah sudah paham dengan penjelasan dosen tersebut atau belum. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa ditandai dengan penanda fatis apa yang berada di tengah ujaran. Penanda fatis apa di tengah ujaran menurut peneliti menunjukkan penutur sedang berfikir apa yang akan dikatakan kepada lawan tutur dan meminta pendapat kebenaran dari lawan tutur. Tuturan C5 D1 : “Misalnya kalau seperti ini saya begini, ini ya? kannggakmau disimpulkan? Nah ini kan yang disimpulkan kalau ada uraian satu..., uraian dua...,uraian tiga.. terus disimpulkan.” M1 : “Apa di dalam pengertian, misalkan di dalam pengertian ada beberapa pengertian kan buk? Nanti di akhir paragraf saya bandingkan buk, kalau nggak salah. Gimana ya?” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa. tindak verbal asertif mengatakan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C5 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C5 adalah pertuturan yang dilakukan oleh dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan C5 ini dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159
Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Dosen memberikan contoh cara menulis teori yang benar apabila di dalam teori terdapat uraian satu, dua, dan tiga baru diberi kesimpulan. Dosen mengundang mahasiswa untuk mengetahui kepahaman mahasiswa atas apa yang dijelaskan dosen melalui tuturannya tersebut. Mahasiswa menjawab dengan kebingungannya, mahasiswa masih belum paham dengan apa yang dimaksudkan dosen, mahasiswa mengatakan menulis kalimat perbandingan pada akhir teori yang digunakan dalam penelitian skripsinya, dan menanyakan kepada dosen seperti itu maksud dosen atau bagaimana. Tuturan C5 mempunyai maksud dosen mengundang mahasiswa untuk menanggapi tuturannya. Tuturan dosen mengundang kepahaman mahasiswa atas apa yang dijelaskan dosen tersebut ditandai dengan partikel fatis ya pada akhir kalimat tuturan yang menurut Kridalaksana berarti meminta persetujuan atau pendapat lawan bicara. Tuturan C6 D1 : “Ini mu kok dimensi iya po?” M1 : “Di bukunya dimensi e.. buk!” D1 : “Bukune sopo? Ini bukunya Banduran yang asli lo, apa kamu baca bukunya bandura yang asli nggak to?” (Konteks : Dosen ingin menanyakan teori yang diambil mahasiswa bersumber darimana, karena berdasarkan buku langsung yang ditulis dalam daftar rujukan mahasiswa dosen sudah membacanya tetapi tidak sama. Dosen meragukan teori yang ditulis mahasiswa sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk melihat kembali teori yag digunakan dari sumber yang jelas. Situasi pertuturan dosen sedang duduk berhadapan dengan mahasiswa. Dosen membaca landasan teori mahasiswa. Dosen terlihat jengkel dan marah karena teori yang digunakan mahasiswa tidak jelas darimana sumbernya.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160
Untuk menganalisis makna pada tuturan C6 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C6 merupakan pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan C6 dosen ingin menanyakan teori yang diambil mahasiswa bersumber darimana, karena berdasarkan buku langsung yang ditulis dalam daftar rujukan mahasiswa dosen sudah membacanya tetapi tidak sama. Dosen meragukan teori yang ditulis mahasiswa sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk melihat kembali teori yang digunakan dari sumber yang jelas. Dosen terlihat jengkel dan marah karena teori yang digunakan mahaiswa tidak jelas darimana sumbernya. Keraguan dosen tersebut
sebenarnya
merupakan
tuturan
yang
memiliki
maksud
mengundang mahasiswa untuk memberikan penjelasan dari teori yang ditulis dalam skripsinya kepada dosen yang teori tersebut diragukan kebenarannya oleh dosen. Tuturan dosen yang menyatakan keraguan dan mengundang mahasiswa untuk menanggapi tuturannya tersebut ditandai dengan tuturan fatis kok, lo, dan to. Penanda fatis kok menurut Kridalaksana bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa, penanda fatis ini membutuhkan jawaban dari lawan tutur. Penanda fatis lo dan to menurut peneliti berfungsi untuk menekankan alasan. Tuturan inilah yang disebut peneliti sebagai tuturan mengundang tuturan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161
lawan tutur karena pertuturan yang dilakukan oleh penutur membutuhkan jawaban dari lawan tutur. Tuturan C7 D1 : “lha iki pie e ini matematikamu ki? ini hukum negatif kalau harganya turun ya otomatis kan yang beli banyak ya to?” M1 : “oh iya buk!” (sambil tertawa) D1 : “Ya sudah, ini berarti tadi baru daftar pustakanya to nanti diperbaiki lagi.” M1 : “iya buk.” (Konteks : Dosen ingin menyuruh mahasiswa mencermati data hasil analisisnya. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan berkonsultasi skripsi.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C7 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C7 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan C7 dosen menyuruh mahasiswa mencermati data hasil analisisnya. Dosen jengkel sehingga mengatakan bagaimana nilai matematika mahasiswa dulu, mengapa hasil uji datanya bisa salah. Dosen mengatakan di dalam matematika kalau harga barang yang dijual turun makan otomatis pembeli yang membeli barang tersebut akan bertambah. Dosen juga mengatakan agar mahasiswa memperbaiki hasil uji data yang salah tersebut. Dalam tuturan tersebut memiliki maksud dosen
mengundang
mahasiswa
untuk
menunjukkan
memberikan
penjelasan kesalahan uji data yang dilakukan mahasiswa. Tuturan dosen mengundang mahasiswa tersebut ditandai dengan penanda fatis to. Penanda fatis to merupakan temuan baru yang ditemukan peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162
Penanda fatis to menurut peneliti berfungsi untuk meminta persetujuan atau pendapat dari lawan bicara. Tuturan C8 D1 : “Dilihatdari lamanya penerapan k13, kesiapan sekolah, dan kelengkapan k13, heem maka karena harus menjawab ini heem jadi saya mengatakan apa ini? Kan bagaimana gambaran dan rincian lingungan sekolah to?” M1 : “Heem.” D1 : “Nah maka kamu menggambarkan disana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu kan? lingkungan sekolahnya.” (Konteks : Dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C8 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C8 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan C8 dosen menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. Dosen berasumsi untuk menjawab rumusan masalah skripsi mahasiswa maka mahasiswa harus menggambarkan kondisi rincian lingkungan sekolah. Dosen menanyakan kepada mahasiswa apakah asumsi tersebut benar atau salah. Mahasiswa menyetujui asumsi yang disampaikan oleh dosen. Maksud tuturan C8 ini adalah dosen mengundang mahasiswa untuk menjawab apakan asumsi yang dosen sampaikan tentang pembahasan skripsinya yang harus menjawab rumusan masalah itu benar atau tidak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163
Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa tersebut ditandai dengan penanda fatis to. Penanda fatis to merupakan temuan baru yang ditemukan peneliti. Penanda fatis tomenurut peneliti berfungsi untuk memita persetujuan atau pendapat dari lawan bicara. Tuturan C9 D1 : “Nah ini pun yang kamu tulis di sini evaluasi sekolah selanjutnya penerapan ini kan juga belum membahas.” M1 : “Iya.” D1 : “Ini belum.” M1 : “Iya sama soalnya mau wawancara juga buk.” (Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa bahwa dalam skripsinya mahasiswa belum membahas hasil analisisnya. Situasi pertuturan serius. Dosen duduk berhadapan dengan mahasiswa. mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C9 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C9 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Maksud dalam tuturan C9 dosen mengatakan kepada mahasiswa bahwa dalam skripsinya mahasiswa belum membahas
hasil
analisisnya.
Dosen
meminta
mahasiswa
agar
memperhatikan bagian pembahasan mahasiswa yang belum menunjukkan pembahasan pada skripsinya. Dosen mengundang mahasiswa untuk menanggapi pernyataan yang disampaikan dosen tersebut. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis nah dan pun. Penanda fatis nah menurut Kridalaksana berfungsi untuk meminta supaya kawan bicara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164
mengalihkan perhatian ke hal lain. Penanda fatis pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut menurut Kridalaksana. Tuturan C10 D1 : “Oh ya, ini kok tidak ada pembahasannya ya? harusnya kan itu ada bla bla bla gitu kan?” M1 : “Nggak buk. Oh iya, beberapa lihat contoh, tapi gak tau sih kalau mereka salah atau gimana kalau kami lihat gak ada. Saya lihat sih (sambil tertawa) (Konteks : Dosen ingin menyarankan kepada mahasiswa agar menambahkan pembahasan. situasi pertuturan santai. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dengan dosen.) Untuk menganalisis makna pada tuturan C10 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan C10 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan C10 dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menambahkan pembahasan dalam skripsinya. Sebelum pembahasan harusnya diberi kata yang mengantarkan pada bab tersebut akan membahas apa. Tuturan ini memiliki maksud mengundang mahasiswa agar menanggapi pertuturan yang disampaikan dosen mengapa tidak diberi pembahasan dan pengantar pada skripsi mahasiswa. Mahasiswa menjawab tidak memberikan pembahasan karena melihat contoh skripsi dari mahasiswa yang tidak memberikan pembahasan dan kata pengantar pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165
skripsi
mereka. Tuturan dosen yang mengundang mahasiswa untuk
menanggapi pertuturannya ditandai dengan penanda fatis kok dan kan. Penanda fatis kan menurut Kridalaksana merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat. Penanda fatis kok adalah temuan baru dari peneliti. Menurut peneliti penanda fatis kok berfungsi untuk menyatakan keraguan lawan tutur terhadap apa yang diucapkan penutur dan meminta penutur untuk memberikan penjelasan. 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Memberi Salam Tuturan fatis memberi salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu dengan orang lain atau sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi memberi salam antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan D1 M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.” (Konteks : Mahasiswa mengucapkan selamat pagi sebagai bentuk ucapan menghormati dosen sebelum memulai percakapan dengan dosen. Pada saat itu masih pagi sekitar pukul 08.00 WIB, dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.) Untuk menganalisis makna pada tuturan D1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan D1 adalah pertuturan yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166
antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tutuuran D1 ini mahasiswa mengucapkan selamat pagi sebagai bentuk ucapan menghormati dosen sebelum memulai percakapan dengan dosen. Pada saat itu masih pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Maksud tuturan D1 ini mahasiswa memberi salam kepada ketika bertemu diruangan dosen untuk berkonsultasi skripsi. Hal ini ditunjukkan dengan tuturan selamat pagi yang disertai dengan konteksnya. Sub kategori salam dalam tuturan D1 tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ibrahim (1993) tentang salam (greet) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan senang karena bertemu seseorang. 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Berterima kasih Tuturan fatis berterima kasih berfungsi untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Seseorang dapat mengungkapkan penghargaannya maupun rasa senangnya atas bantuan orang lain. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi berterima kasih antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan E1 M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab empat, lima atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!” M1 : “Ya sudah buk terimakasih bu.” D1 : “Ya sama-sama.” (Konteks : Mahasiswa mengucapkan terimakasih sebagai ucapan hormat kepada dosen yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa, setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terimakasih.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167
Untuk menganalisis makna pada tuturan E1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan E1 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan E1 mahasiswa mengucapkan terimakasih sebagai ucapan hormat kepada dosen yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Mahasiswa menanyakan kepada dosen apakah sudah boleh melanjutkan skripsi ke bab empat, lima atau belum atau bagaimana. Dosen mengatakan mahasiswa sudah boleh melanjutkan ke bab selanjutnya. Maksud tuturan E1 ini mahasiswa mengucapkan terima kasih karena sudah diperbolehkan melanjutkan ke bab selanjutnya dan ucapan rasa hormat karena dosen sudah meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi mahasiswa. Tuturan mahasiswa mengucapkan terima kasih kepada dosen ditandai dengan penanda fatis terima kasih. Penanda fatis terima kasih menurut Kridalaksana (1986) digunakan setelah penutur mendapatkan sesuatu dari mitra tutur. Dalam tuturan E1 ini mahasiswa mengucapkan terima kasih setelah mendapatkan bimbingan skripsi yang dibutuhkan dari dosen. Tuturan E2 D1 : “Aku kok wes ngantuk ya.” M1 : “Iya,,padahal itu masih ada mas Alek.” D1 : “La kasian juga ya?” M1 : “iya, apalagi dia semester terakhir.” D1 : “Hoo e..!” M1 : “Terimakasih buk.” D1 : “Sama-sama.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168
(Konteks : Dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa waktu sudah sore dan dosen sudah lelah, mahasiswa menyadari akan hal itu. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Setelah konsultasi selesai dosen mngatakan ngantuk karena waktu sudah sore tetapi dosen masih harus menemui mahasiswa lain yang igin berkonsultasi skripsi. Mahasiswa meninggalkan ruang bimbingan dosen). Untuk menganalisis makna pada tuturan E2 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan E2 adalah pertuturan yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Dalam tuturan E2 dosen mengatakan kepada mahasiswa waktu sudah sore dan dosen sudah lelah, mahasiswa menyadari akan hal itu. Mahasiswa mengetahui jika dosen sudah lelah kemudian mengakhiri konsultasi skripsinya dengan ucapan terimakasih kepada dosen. Maksud tuturan E2 ini mahasiswa ingin mengucapkan rasa terimakasihnya kepada dosen karena telah meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi mahasiswa meskipun dosen merasa lelah dan waktu juga sudah sore. Tuturan mahasiswa yang menunjukkan rasa terimakasih kepada dosen ditunjukkan dengan penanda fatis terima kasih. Penanda fatis terima kasih menurut Kridalaksana (1986) digunakan setelah penutur mendapatkan sesuatu dari mitra tutur. Dalam tuturan E2 ini mahasiswa mengucapkan terimakasih setelah mendapatkan bimbingan skripsi yang dibutuhkan dari dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169
4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Meminta maaf Tuturan
fatis
meminta
maaf
yaitu
apabila
seseorang
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Berikut ini merupakan wujud tuturan basa-basi meminta maaf antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tuturan F1 M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “pagi.” D1 : “Maaf ya Ka nak anu duduk dulu terus dibaca!” M1 : “Iya. Kemaren kan saya mengumpulkan revisi yang bab satu.” D1 : “Bab 1 iya, itu ingat saya heem!” (Konteks : Dosen ingin meminta maaf kepada mahasiswa karena baru selesai menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk membaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen. Situasi pertuturan mahasiswa datang ke ruangan dosen setelah dosen menerima tamu sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk dulu dan membaca skripsiya, setelah dosen siap mahasiswa mengatakan kepada dosen tentang revisi skripsinya.) Untuk menganalisis makna pada tuturan F1 maka digunakan adanya latar belakang yang sama antara penutur dan mitra tutur agar penutur dan mitra tutur saling mengetahui masing-masing makna pertuturan yang diucapkan. Tuturan F1 adalah pertutura yang dilakukan antara dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun dan mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Dalam tuturan F1 dosen meminta mahasiswa untuk duduk dan meminta membaca skripsinya. Dosen menanyakan apa yang telah dibahas dalam konsultasi skripsi kemarin. Mahasiswa mengatakan kemarin mengumpulkan revisian bab satu. Dosen ingat jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170
konsultasi kemarin membahas revisian bab satu. Pada saat itu dosen sedang ada tamu. Maksud dalam tuturan F1 ini Dosen meminta maaf kepada mahasiswa karena baru selesai menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk memebaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen. Situasi pertuturan mahasiswa datang ke ruangan dosen setelah dosen menerima tamu sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk dahulu dan membaca skripsinya, setelah dosen siap mahasiswa mengatakan kepada dosen tentang revisi skripsinya. Tuturan dosen meminta maaf kepada mahasiswa ini ditandai dengan penanda fatis maaf. Penanda fatis maaf menurut Kridalaksana (1986) digunakan apabila seseorang mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. 4.3 Pembahasan Pada bagian ini, peneliti akan membahas hasil analisis data yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Analisis data menguraikan wujud dan maksud tuturan fatis yang diperoleh dari proses konsultasi skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Data yang telah dianalisis masih perlu dibahas, agar kita mengetahui jenis tuturan fatis yang baru dan penanda fatis yang baru pula. Selain itu, pembahasan juga dapat menunjukkan perbandingan setiap jenis tuturan fatis yang telah diperoleh dari analisis data, agar kita mengetahui perbedaan setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171
jenisnya beserta alasan yang mendasari munculnya perbedaan itu dengan menggunakan teori para ahli. Analisis data menunjukkan bahwa penelitian ini menghasilkan suatu jenis tuturan fatis dan penanda fatis yang baru. Tuturan fatis itu juga dapat menyandingkan dirinya dengan subkategori acknowledgements menurut Ibrahim (1993:16). Dengan kata lain, penelitian ini dapat menunjukkan bahwa subkategori tersebut dapat berfungsi pula dalam tuturan fatis yang baru itu. Peneliti menyebut jenis tuturan fatis yang baru dengan istilah “tuturan fatis murni”. Jenis tuturan fatis lainnya yang dideskripsikan dalam skripsi ini, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Jadi, jenis tuturan fatis yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini secara keseluruhan adalah tuturan fatis murni, basa-basi murni, dan basa-basi polar. Tuturan fatis yang baru itu disebut sebagai tuturan fatis murni karena didasarkan pada istilah fatis yang sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu phatic communion (komunikasi fatis) yang dicetuskan oleh Malinowski(1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13)yang mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word”. Peneliti menempatkan teori itu pada posisi yang netral, sebagaimana istilah fatis itu sendiri yang ternyata di dalam skripsi ini mencangkup tuturan fatis murni, tidak hanya tuturan basa-basi. Menurut Kridalaksana (1986:111) kategori fatis adalah kategori yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
a ta u
mengukuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat nonbaku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Dari dua teori yang telah dipaparkan tersebut, maka tampak bahwa istilah fatis itu sendiri dapat berdiri sendiri. Artinya, istilah fatis tidak terbatas pada suatu jenis tuturan tertentu dan itu merupakan suatu “unsur” yang dapat terkandung dalam berbagai macam bentuk tuturan, yang sekali lagi tidak hanya tuturan basa-basi. Istilah fatis dapat mencangkup berbagai macam kemungkinan jenis tuturan yang mengandung unsur fatis itu sendiri. Maka, tuturan yang mengandung unsur fatis dapat disebut sebagai “tuturan fatis”. Teori yang digunakan untuk menganalisis makna pragmatik kategori acknowledgeents disesuaikan dengan tuturan yang di dalamnya terdapat penanda fatis dalam kategori acknowledgement. Untuk menganalisis makna pada tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur atau mitra tutur ke penutur maka dibutuhkan latar belakang yang sama yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur. Berdasarkan hasil analisis data dan pemahaman atas pengertian istilah fatis, peneliti melihat bahwa sekarang tuturan fatis tidak selalu identik dengan basa-basi. Sekarang tampak bahwa “fatis” itu sendiri sebenarnya adalah “unsur” yang dapat terkandung dalam berbagai macam bentuk tuturan. Dalam skripsi ini, peneliti mengamati tuturan konsultasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173
skripsi yang walaupun sebagian bukanlah tuturan basa-basi, namun tuturan bukan basa-basi itu (tuturan fatis yang baru/tuturan fatis murni) masih memiliki karakteristik seperti tuturan basa-basi yang selama ini dikenal sebagai satu-satunya bentuk tuturan yang mengandung unsur fatis. Cara termudah untuk mengetahui keberadaan unsur fatis dalam setiap tuturan fatis terutama dapat dikenali melalui penandanya. Penanda itu dapat disebut sebagai penanda fatis, dan penanda fatis dapat juga disebut sebagai partikel fatis, kata fatis, atau kategori fatis. Istilah kategori fatis adalah istilah yang paling mencolok, karena istilah tersebut digunakan oleh Kridalaksana, seperti teori yang telah disebutkan di atas tadi. Kategori fatis inilah yang dapat menandai keberadaan unsur fatis, karena kategori fatis itu sendiri merupakan unsur fatis yang paling terlihat, tanpa harus melihat maksud dan konteks tuturan untuk menentukan apakah tuturan itu merupakan tuturan fatis atau bukan. Jadi, kehadiran kategori fatis dalam suatu tuturan menandakan bahwa tuturan itu merupakan tuturan fatis. Begitulah peneliti memaknai istilah “fatis” yang ternyata adalah suatu “unsur” yang dapat terkandung pada suatu tuturan sehingga jika tuturan itu mengandung unsur fatis (dengan melihat maksud dan konteksnya, atau paling mudah dengan mengenali penanda fatisnya), maka tuturan itu adalah “tuturan fatis” yang tidak lagi terbatas pada basabasi. Selanjutnya, peneliti menambahkan kata “murni” pada jenis tuturan yang baru itu menjadi “tuturan fatis murni”. Kata “murni”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174
menandakan bahwa tuturan fatis yang baru itu merupakan tuturan fatis yang bukan merupakan basa-basi, namun masih memiliki unsur fatis. Jadi, peneliti menyebut tuturan yang baru itu dengan istilah “tuturan fatis murni”. Dari serangkaian penjelasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memaknai tuturan fatis murni sebagai tuturan yang memiliki unsur fatis dan cenderung berfungsi untuk menyampaikan pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti dalam tuturan basa-basi, walaupun tuturan fatis murni bukanlah basa-basi. Tuturan fatis murni memiliki fungsi utama sebagai penyampaian pesan, seperti tuturan lainnya yang bukan tuturan fatis sama sekali. Namun, tuturan fatis murni masih memiliki fungsi sosial, seperti tuturan basa-basi. Fungsi sosial bagi peneliti dipahami sebagai fungsi yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Hal itu selaras dengan teori Malinowski (1923: 315) dalam tesis Waridin (2008: 13) yang mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertukar kata-kata dalam pembicaraan ringan
dan
perasaan
gembira
untuk
membentuk
hidup
yang
menyenangkan. Jadi, tuturan fatis murni sebenarnya masih memiliki karakteristik seperti tuturan basa-basi, walaupun sekali lagi, itu bukanlah tuturan basa-basi. Fungsi sosial juga dapat di mengerti sebagai bagian dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175
sifat kategori fatis, yang mana menurut Kridalaksana (1986: 111), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan, karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat nonbaku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Teori itu mirip dengan teori tentang basa-basi yang “terkenal” memiliki fungsi sosialnya itu, seperti teori milik Jackobson (1980) yang mendefinisikan bahwa basabasi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan topik yang sedang dibicarakan. Ketiga teori tersebut memperkuat kehadiran fungsi sosial dalam tuturan fatis murni yang sebenarnya masih seperti tuturan basa-basi. Sebagai tambahan, penjelasan tersebut juga menunjukkan bahwa fungsi sosial sebenarnya juga termasuk dalam unsur fatis, karena fungsi sosial juga dapat menandakan bahwa tuturan yang memiliki fungsi tersebut merupakan tuturan fatis, entah tuturan fatis itu merupakan tuturan fatis murni atau basa-basi. Hal itu juga diperkuat oleh keterkaitan antara fungsi sosial dengan sifat kategori fatis, seperti yang telah dibicarakan di atas. Kategori fatis itu sendiri tidak lain adalah penanda fatis yang merupakan unsur fatis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176
“paling mencolok” karena penanda fatis adalah sarana termudah untuk mengetahui kehadiran unsur fatis. Tuturan fatis murni disebut bukan merupakan tuturan basa-basi karena tuturan tersebut masih membicarakan hal yang penting dan memang diperlukan sesuai dengan tujuan komunikasi. Berbeda dengan tuturan basa-basi yang pada umumnya adalah tuturan yang tidak membicarakan hal-hal penting, namun cenderung mengutamakan fungsi sosialnya, seperti yang kita lihat pada teori Malinowski (1923: 315 dalam tesis Waridin, 2008: 13) di atas. Dengan demikian, tuturan fatis murni jelas merupakan tuturan yang mengandung unsur fatis, cenderung mengutamakan fungsinya sebagai penyampai pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti tuturan basa-basi, namun tetaplah bukan tuturan basa-basi. Tuturan fatis murni tidak mengenal perbedaan jenis murni dan polar seperti halnya basa-basi. Perbedaan jenis tersebut hanya terdapat pada tuturan basa-basi, seperti yang telah dikemukakan oleh Arimi (1998: 171) tentang jenis basa-basi, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Peneliti menemukan bahwa tuturan fatis murni tidak memiliki jenis murni atau polar, karena tuturan fatis murni pada dasarnya memang murni, yang artinya tuturan tersebut selalu selaras dengan kenyataan sebagai penyampai pesan yang disertai dengan penanda fatisnya. Oleh karena itu, tuturan itu disebut sebagai tuturan fatis murni. Demikianlah peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177
memaknai tuturan fatis murni sebagai jenis tuturan fatis yang baru dari peneliti sendiri melalui penelitian ini. Tuturan basa-basi murni adalah uangkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Maksudnya adalah apa yang dikatakan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang, terima kasih, dan sebagainya. Tuturan basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang berlawanan dengan realitasnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Dari pemaparan tersebut, dalam penelitian ini diketahui bahwa tuturan fatis murni berjumlah 26 tuturan, basa-basi murni berjumlah 3 tuturan, dan basa-basi polar berjumlah 1 tuturan. Proses konsultasi skripsi didominasi oleh tuturan fatis murni. Hal itu selaras dengan anggapan sebagian besar orang yang berpikir bahwa proses konsultasi skripsi lebih sering bersifat fokus pada tujuan utama, karena memiliki kecenderungan untuk tetap fokus kepada skripsi. Namun, tidak dipungkiri pula bahwa ternyata di dalam proses konsultasi skripsi tetap terdapat unsur fatis seperti pada tuturan fatis murni, dan manifestasi tuturan fatis lainnya yang berupa basa-basi murni maupun polar. Penanda fatis merupakan unsur fatis yang paling tampak dalam tuturan fatis. Peneliti juga menemukan bentuk penanda fatis lain selain temuan ahli dan peneliti sebelumnya. Penanda yang ditemukan peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 178
disebut penanda fatis karena memiliki karakteristik yang sama dengan temuan ahli sebelumnya yang membahas mengenai fatis yang secara resmi sudah diuji oleh peneliti sebelumnya dan benar adanya. Selain itu temuan fatis yang ditemukan peneliti adalah penanda fatis yang sering didengar atau diucapkan penerapannya dalam lingkungan dan percakapan seharihari yang ditemui peneliti dalam bertutur dengan orang lain. Penanda fatis temuan peneliti dalam skripsi ini antara lain to, wee, oo, kok, oh, emm, anu, apa, po. Penanda fatis temuan Kridalaksana dan peneliti yang lain antara lain, ya, nah, kan, selamat pagi, terima kasih, maaf. Selain itu juga penanda fatis temuan peneliti yang disejajarkan, antara lain iya, heem, ha’a, oke disejajarkan dengan penanda fatis ya temuan Kridalaksana, dan penanda fatis gak, tidak, nggak, bukan yang disejajarkan dengan penanda fatis
ahtemuan
Kridalaksana.
Temuan
peneliti
diaanggap
dapat
disejajarkan dengan temuan ahli lain karena memiliki bentuk yang sama dengan temuan ahli tersebut namun memiliki variasi fungsi yang berbeda dengan temuan ahli tersebut sesuai dngan tuturan dan konteks yang menyertai penanda fatis yang bersangkutan. Maksud tuturan fatis dalam skripsi ini didasarkan pada 8 sub kategori acknowledgements. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 6 subkategori. Keenam subkategori tersebut tidak hanya berlaku pada basabasi, namun juga berlaku pada tutran fatis bukan basa-basi, yaitu tuturan fatis murni. Peneliti juga menemukan bahwa penanda fatis yang sama dapat berfungsi pada tuturan pada subkategori yang berlainan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179
Subkategori menerima berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya. Subkategori mengundang berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya. Subkategori menolak berfungsi untuk menolak atau melanggar basa-basi dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapanungkapan tertentu untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan tetap mengutamakan nilai-nilai kesopanan. Subkategori terima kasih berfungsi untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Seseorang dapat mengungkapkan penghargaan maupun rasa senangnya atas bantuan orang lain. Subkategori salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena
bertemu
dengan
orang
la in
a ta u
sekadar
menunjukkan
kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Subkategori
selamat
berfungsi
untuk
mengekspresikan
kegembiraan karena adanya kabar baik tentang orang lain. Seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180
dapat
menggunakan
ungkapan-ungkapan
untuk
mengekspresikan
kegembiraannya atas peristiwa baik yang dialami oleh orang lain atau menunjukkan kedekatan dan menjaga hubungan sosial antara mitra tutur. Dalam hal ini peneliti belum menemukan jenis tuturan subkategori selamat dalam penelitian yang dilakukan. Subkategori
meminta
maaf
berfungsi
apabila
seseorang
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Subkategori berduka cita berfungsi untuk mengekspresikan penyesalan atas peristiwa yang terjadi pada orang lain. Seseorang dapat mengungkapkan rasa simpati dan/atau empatinya atas peristiwa yang terjadi
pada
orang
la in
sehingga
penutur
dapat
menunjukkan
kepeduliannya kepada mitra tutur. Dalam hal ini peneliti belum menemukan jenis tuturan subkategori berduka cita dalam penelitian yang dilakukan. Selain itu, peneliti memperjelas kembali alasan perbedaan jumlah tuturan beserta penanda fatis dalam setiap subkategorinya, seperti yang tampak pada tabel 1 (bagian deskripsi data) dan pemaparan penanda fatis tiap subkategori di atas. Kita melihat bahwa ada “kesenjangan” antara jumlah subkategori tuturan yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, ada perbedaan yang sangat kontras, terutama pada subkategori tuturan menolak, mengundang, dan menerima dengan subkategori tuturan terima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181
kasih,
salam,
selamat, dan berduka cita. Subkategori menolak,
mengundang, dan menerima memiliki data jumlah tuturan yang banyak dibandingkan dengan subkategori tuturan terima kasih, salam, selamat, dan berduka cita. Subkategori menolak memiliki jumlah data tuturan 7 tuturan, subkategori mengundang memiliki jumlah data tuturan 10 tuturan, subkategori menerima memiliki 9 data tuturan, sedangkan subkategori terima kasih memiliki 2 tuturan, subkategori salam memiliki 1 tuturan, subkategori selamat dalam penelitian ini peneliti belum menemukan, dan subkategori berduka cita dalam penelitian ini peneliti juga belum menemukan. Berdasarkan pengamatan peneliti saat melakukan pengumpulan data, hal itu terjadi karena proses konsultasi skripsi lebih banyak melibatkan subkategori tuturan menolak, mengundang, dan menerima. Tiga subkategori tuturan tersebut lebih banyak mengisi interaksi antara dosen dan mahasiswa karena memang pada dasarnya proses konsultasi skripsi adalah proses komunikasi yang penting dan membutuhkan tanggapan juga alasan dari tuturan yang diucapkan secara mendalam, bukan sekadar menunjukkan kesopanan, kesantunan, dan sebagainya. Subkategori menolak, mengundang, dan menerima dapat menandakan suatu proses komunikasi yang penting karena memerlukan pemikiran yang kompleks untuk setiap pertuturan yang diucapkan yang didalamnya terdapat kata fatis tersebut. Subkategori terima kasih, salam, selamat, dan berduka cita hanya dituturkan jika memang diperlukan pada saat-saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182
tertentu, dan tidak memerlukan pemikiran yang kompleks karena hanya sebagai pelengkap komunikasi, bukan inti penting dari komunikasi yang diucapkan oleh penutur kepada lawan tutur itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua hal pokok, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi keseluruhan rangkuman isi dari penelitian ini. Bagian kesimpulan memiliki dua bagian. Bagian pertama berisi kesimpulan tentang wujud fatis dan bagian kedua berisi kesimpulan tentang maksud fatis. Saran berisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan dalam lingkup Universitas dan bagi peneiti lanjutan. Berikut ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran dari penelitian i ni . 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menemukan tuturan fatis dengan maksud yang didasarkan pada subkategori acknowledgements yang diperoleh dari proses konsultasi skripsi antara mahasiswa dan dosen di Universitas Sanata Dharma Program Studi Pendidikan Ekonomi semester genap. Temuan hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Wujud kefatisan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah tuturan fatis murni, tuturan basa-basi murni, dan tuturan basa-basi polar. Tuturan fatis murni merupakan penelitian baru yang ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Tuturan fatis murni adalah tuturan yang memiliki unsur fatis dan cenderung berfungsi untuk menyampaikan pesan, namun masih memiliki fungsi sosial seperti dalam tuturan basa-basi, walaupun tuturan fatis murni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184
bukanlah basa-basi. Tuturan basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Tuturan basa-basi polar adalahtuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Makna pragmatik yang berarti juga maksud tuturan fatis pada tuturan dalam skripsi ini bersandar pada 8 subkategori acknowledgements. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan 6 subkategori yang masing-masing maksud sesuai dengan wujud subkategori yang ditemukan dalam penelitian. Keenam subkategori tersebut tidak hanya berlaku pada basa-basi, namun juga berlaku pada tuturan fatis bukan basa-basi, seperti tuturan fatis murni. Peneliti juga menemukan bahwa penanda fatis yang sama dapat berfungsi pada tuturan dalam subkategori yang berlainan.Subkategori acknowledgements dalam skripsi ini memiliki posisi yang netral sehingga dapat “dipasangkan” pada jenis tuturan fatis yang lain selain basa-basi. Maka, peneliti memaknai setiap subkategori dengan pengertian yang berbeda dan secara otomatis 6 subkategori itu juga merupakan makna pragmatiknya. Subkategori menerima berfungsi untuk menerima, menyetujui, atau menghargai tuturan dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menunjukkan suatu penerimaan terhadap tuturan orang lain atau hal-hal yang berkaitan dengan orang yang menjadi lawan bicaranya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185
Subkategori menolak berfungsi untuk menolak atau melanggar basabasi dari mitra tutur. Seseorang dapat menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan tetap mengutamakan nilainilai kesopanan. Subkategori mengundang berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi.
Seseorang
dapat
menggunakan
ungkapan-ungkapan
untuk
menawarkan sesuatu, memberikan harapan baik kepada orang lain, atau mengajak mitra tutur untuk memberikan perhatian pada suatu hal. Subkategori salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu dengan orang lain atau sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Subkategori terima kasih berfungsi untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. Seseorang dapat mengungkapkan penghargaannya maupun rasa senangnya atas bantuan orang lain. Subkategori salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Seseorang dapat mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu dengan orang lain atau sekadar menunjukkan kesopanannya untuk menjaga hubungan sosial. Subkategori
meminta
maaf
berfungsi
apabila
seseorang
mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186
harapan sosial berupa tuturan meminta maaf. Keenam subkategori itu menjadi makna pragmatik dalam tuturan fatis murniuntuk menjaga agar percakapan tetap
berlangsung,
memulai
dan
mengakhiri
percakapan,
memecah
kesenyapan, menciptakan harmoni dan perasaaan nyaman, mengungkapkan kesopanan atau kesantunan, dan menyampaikan pesan. 5.2 Saran Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti memberikan saran yang sekiranya perlu diperhatikan. Saran dari peneliti akan dipaparkan sebagai berikut. Penelitian ini hanya meneliti tentang wujud dan maksud komunikasi fatis yang berupa tuturan fatis antara mahasiswa dan dosen pada program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma dalam proses pembimbingan skripsi. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan subjek dan ranah yang berbeda, seperti dalam lingkup masyarakat, agama, dan lain-lain. Penelitian ini didasarkan pada 8 subkategori acknowledgements dengan menemukan 6 subkategori acknowledgementssaja pada tuturan antara dosen dan mahasiswa di kalangan Universitas. Peneliti lain diharapkan dapat melengkapi menemukan 8 subkategori acknowledgements jika akan melakukan penelitian dengan ruang lingkup topik yang sama. Peneliti berharap pula bahwa penelitian selanjutnya dapat menemukan manifestasi lain dari komunikasi fatis, seperti kategori, subkategori, wujud, dan penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 187
fatis yang lain sehingga teori tentang komunikasi fatis menjadi semakin lengkap dan jelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Arimi, Sailal. 1998. Basa Basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia. (Tesis). Yogyakarta: UGM. Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pt. Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pt. Gramedia. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Mahsum. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mahsum. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Martutik, Roekhan. 1991. Kebahasaan 1 Linguistik Umum. Malang: YA3 Malang. Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Prosiding Seminar Nasional Prasasti II. 2015. Kajian Pragmatik dalam Berbagai Bidang. Surabaya: Universitas Sebelas Maret. Putrayasa, Ida Bagus. 2015. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma Malang. Rahardi, Kunjana. 2007. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma Malang.
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 189
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. Rahardi,dkk. 2014. Adabiyyat : Jurnal Bahasa dan Sastra (Kata Fatis dan Penanda Ketidaksantunan Pragmatik dalam Ranah Keluarga). Yogyakarta: Universitas Sunan Kalijaga. Sudaryanto. 1990. Menguak Fungsi Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press. Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nomor Hal
: _____/Pnlt/Kajur/ JPBS /____/______ : Permohonan Ijin Penelitian
Kepada Yth. Dra. Catharina Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Dengan hormat, Dengan ini kami memohonkan ijin bagi mahasiswa kami, Nama No. Mhs Program Studi Jurusan Semester
: : : : :
Citra Astutiningsih 121224102 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Pendidikan Bahasa dan Seni 7 ( Tujuh )
untuk melaksanakan penelitian dalam rangka persiapan penyusunan Skripsi / Makalah, dengan ketentuan sebagai berikut: Lokasi
:
Waktu Topik / Judul
: :
Program Studi Pendidikan Ekonomi Kampus II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Januari-Februari Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Dosen dan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam Proses Pembimbingan Skripsi Tahun 2015
Atas perhatian dan ijin yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 11 Desember 2015 u.b. Dekan, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
P. Kuswandono, Ph.D. NPP: P. 1665 Tembusan Yth: 1. Dekan FKIP 2. 3. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
Tuturan fatis menerima mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No. Tuturan
Wujud Fatis
Maksud (Subkategori Acknowlegemets)
Konteks
A1. D1 : “Satu yang tidak valid, yang mengukur yang mana?” M1 : “Nomor enam belas, itu berarti... D1 : “Mengukur tentang kegiatan mengajar?” M1 : “Iya”
Iya
Mahasiswa menerima pernyataan yang diberikan dosen.
x x x
x
A2. D1 : Ya sudah tidak valid to,, terus habis itu diuji reliabilitasya?” M1 : “Ya, dari empat
ya, dari empat puluh jadi tiga puluh sembilan.
Mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikaan oleh dosen.
x x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan komunikasi tuturan tersebut adalah dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan dosen mengamatinya. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun.
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
puluh jadi tiga puluh sembilan.”
x
x
A3. M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab empat, lima atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!”
Wo iya
Dosen menerima pernyataan mahasiswa untuk melanjutkan bab selanjutnya
x x x
Tujuan tuturan dosen menanyakan kembali ketidakvalidan hasil uji releabilitas skripsi mahasiswa dan mahasiswa menyetujuinya dengan memperkuat dengan data hasil ujinya. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terima kasih. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan mahasiswa menanyakan apakah sudah bisa melanjutkan ke bab selanjutnya atau belum kemudian dosen mengatakan mahasiswa bisa lanjut ke bab empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
x
A4. D1 : “Emm anu Ini baik ya,, Iya me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.”
Mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen.
x x x
x
A5. D1 : “Ini harusnya yang kedua pengertian edukasi, ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi yang tinggi ini tiga, ini empat, ini 6 soalnya ini kan identik
Ya
Mahasiswa menerima saran yang disampaikan oleh dosen
x x x
dan lima. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen menyatakan bahwa mahasiswa baik dalam analisisnya memberikan ilustrasi dan definisi pengertian lalu mahasiswa menyetujui pernyataan yang disampaikan oleh dosen. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia sekitar 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen mengatakan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
dengan data ya to?terus kalau saya menyimpulkan supaya tidak seperti buku teks ini dibuat dalam paragraf seperti di atas tadi. Kalau pendek pendek koma saja, tapi kalau panjang panjang ya titik koma ya. Gitu ya?” M1 : “Ya.”
x A6. D1 : “Ini kalau mau saya dianalisis lo, tidak cukup seperti ini. Ini kan berarti belum.., kamu belum analisis hanya memberi apa? paduan apa? yang akan kamu analisis.Ha..kalau begini kan kamu hanya akan sama dengan yang ada di bab 3?” M1 : “Heem.”
heem
Mahasiswa menerima pernyataan yang disampaikan oleh dosen.
x x x
x
mahasiswa seharusnya teori yang digunakan mahasiswa itu dapat membangun kerangka berfikir. Dosen mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penulisan nama pengarang pada daftar pustaka. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar mencermati penggunaan tanda baca. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen mengatakan kepada mahasiswa agar memberikan analisis dari data yang diperoleh yang diletakkan pada bab 4 agar berbeda dengan bab 3. Situasi tutur dosen dan mahasiswa duduk berhadapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
A7. M1 : “Kemarin saya lihat punya Renti juga dibedakan.” D1 : “Ha’a, seperti ada apa? em...tumpukan to?”
Ha’a
Dosen menerima pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa.
x x x
x
berkonsultasi skripsi. Dosen membaca skripsi mahasiswa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin menunjukkan kepada dosen kalau ketika hasil penelitian dan pembahasan dijadikan satu maka akan terjadi tumpukan dan akan membingungkan ketika menjelaskan di bagian penejelasan nanti. Dosen membenarkan apa yang dikatakan mahasiswa tetapi dosen tetap mengatakan bahwa skripsi mahasiswa ini belum bisa disebut sebagai analissi karena mahasiswa belum menambahkan penjelasan. Situasi pertuturan mahasiswa dan dosen duduk berhadapan. Mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
A8. D1 : “Kalau waktunya kan sudah disebutkan di bab 3, nah berarti gak usah diulang-ulang .” M1 : “Iya.”
Iya
Mahasiswa menerima pendapat yang disampaikan oleh dosen.
x x x
berkonsultasi skripsi dalam situasi saling berdiskusi. Saat meyatakan kesulitan kepada dosen tiba-tiba menanyakan apakah nanti kesulitan ini akan dipermasalahkan lagi oleh dosen lain atau tidak suasana ini menegangkan. Dosen menjelaskan tidak akan ditanyakan, tetapi mungkin akan ditanyakan saat ujian tetapi dosen mengatakan agar menjelaskan alasan mengapa terjadi seperti itu jadi. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa waktu yang sudah disebutkan pada bab 3 sebelunya tidak perlu diulang-ulang disebutkan ke bab selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
x
A9. D1 : “Lebih murah malahan yang anorganik, atau lebih mahal yang anorganik ya?” M1 : “Lebih mahal yang anorganik.” D1 : “Oh gitu, karena bentuknya bulir itu, kalau yang organik bagaimana bentuknya? M1 : “Bentuknya dari kotoran sapi kemudian pupuk kandang tanpa menggunakan pupuk pilihan.” D1 : “Oke.”
Oke
Dosen menerima jawaban yang disampaikan oleh mahasiswa.
x x x
Situasi pertuturan agak tegang. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkosultasi skripsi dengan dosen. Dosen laki-laki berusia sekitar 50 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 26 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin menyakan kepada mhasiswa lebih mahal yang anorganik atau yang organik lalu bagaimna bentuk pupuk organik dan anorganik itu. Mahasiswa menjawab pertanyaan dosen bahwa lebih mahal yang anorganik karena bentuknya yang bulir sedangkan organik berbentuk kotoran sapi tanpa pupuk pilihan. Situasi pertuturaan serius. Dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dengan dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
Tuturan fatis menolak mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No. Tuturan
Wujud Fatis
B1. M1 : “Berarti ditulis Gak semuanya baru saya menjelaskan?” D1 : “Gak, ya kamu punya transkripnya transkrip vepetinnya punya to, itu kamu simpan tapi yang dilaporkan tidak harus semuanya tapi yang mendukung, jadi misalnya temuanmu yang temuannya mengatakan apa dari yang kualitatif terus didukung dari yang wawancara mengatakan apa gitu!”
Maksud (fatispada pragmatik) Dosen menolak pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa dan menyampaikan pernyataan yang benaar menurut dosen.
Konteks x x x
x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan tersebut mahasiswa ingin mengatakan kebingungan yang ditemui ketika mengerjakan skripsi sampai bab 4 dan 5. Dosen memberikan pengarahan dan jalan keluar dari kebingungan atau masalah yang ditemui mahasiswa pada saat pengerjaan skripsi sampai bab 4 dan 5. Situasi yang terjadi saat itu dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan dan dosen membaca skripsi kesulitan yang ditemui sisswa pada pengerjaan
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
B2. M1 : “Tapi kan kalau di akhir bagiannya ini bu, biasanya saya kasih kesimpulan sendiri.” D1 : “Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu!”
Wee.., kalau hanya satu kalimat tidak perlu
Dosen menolak pendapat yang disampaikan oleh mahasiswa.
x x x
bab 4 dan 5. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan ini dosen menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya. Dosen juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak memberikan kesimpulan kalau hanya satu kalimat. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa dosen menyarankan mahasiswa agar memberikan penjelasan dalam menulis landasan teori dosen juga mengatakan mahasiswa tidak perlu memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
B3. D1 : “Ini berarti kamu sak definisi mengatakan disimpulkan ini? ini memang ada, tapi..” M1 : “Tapi saya bandingkan lagi di belakang buk!” D1 : “Mungkin gini, ketika itu hanya satu ya? maka nggak perlu disimpulkan kaya gini gitu kan?” M1 : “Oh ya.”
Mungkin gini, ketika itu hanya satu ya? maka nggak perlu disimpulkan
Dosen menolak pendapat yang disampaikan oleh mahasiswa.
x x x
x
B4. D1 : “Nah ini gak boleh sama, jangan-jangan hanya nyomot dari skripsinya orang, orangnya salah. Saya gak tau e ini!”
Nggak buk
Mahasiswa menolak pendapat yang disampaikan oleh dosen.
x x x
kesimpulan di akhir kalimat yang hanya terdiri dari satu kalimat teori saja. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
M1 : “Nggak buk.”
x
B5. D1 : “Nah maka kamu menggambarkan di sana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu
Saya kan dalam Mahasiswa menolak wawancara itu pendapat yang kan, maksud disampaikan dosen. saya untuk
x x
dosen mengira mahasiswa mengambil teori dari mahasiswa lain dengan menyomot karena mahasiswa tidak tahu teori yang digunakan itu bersumber dari mana. Dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menulis sumber teori yang digunakan di daftar pustaka. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi. Dosen marah karena mahasiswa tidak tahu sumber teori yang digunakan dalam skripsinya. Bahkan dosen mengatakan mahasiswa hanya menyomot dari skripsi orang lain dan teori yang digunakan juga salah. Dosen perempuan berusia sekitar 40 t a hun . Mahasiswa perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
kan?lingkungan sekolahnya.” M1 : “Oo...” D1 : “Ini kok oo gimana?” M1 : “Saya kan dalam wawancara itu kan, maksud saya untuk lingkungan yang benerbener keadaannya gimana nggak buk jadi saya langsung tertujunya kurikulum 2013 nya.”
lingkungan yang benerbener keadaannya gimana nggak buk jadi saya langsung tertujunya kurikulum 2013 nya.
x
x
B6. D1 : “Salah menguji kalau Bukan. Berarti ini, ngujimu salah mungkin. ada perbedaan Beda, mesti beda. Oh ini ya yang bawah ini yang dibaca.”
Dosen menolak pernyataan yang disampaikan mahasiswa.
x x x
berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa. dosen mencoba menafsirkan apa maksud skripsi yang dibuat mahasiswa, tetapi mahasiswa tidak menyetujuinya dan menjelaskan kepada mahasiswa apa maksud skripsi mahasiswa tersebut. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan. Dosen laki-laki berusia sekitar 50 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 26 tahun. Tujuan pertuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
M1 : “Yang di bawah pak?DS nya atau apa?” D1 : “Ini significansi tutel ini.” M1 : “0,00 itu pak?” D1 : “Iya, Berarti ada perbedaan.” M1 : “Berarti ada perbedaan pak, berarti yang di ini itu yang f nya itu ya pak?” D1 : “Bukan tutel ini lo!” M1 : “Oh ya pak.” D1 : “Ini yang ini.” M1 : “Significasi itu ya pak?” D1 : “A tutol itu lo ya?” M1 : “Ya. Kalau kemaren saya yang uji yang ini nya.” D1 : “Bukan. Berarti ada perbedaan ya?” B7. D1 : “Mana instrumenmu?” M1 : “Disitu buk!” D1 : “Ini to?” M1 : “Bukan, ada wawancara sendiri buk. Ini dibaliknya.”
x
Bukan, ada wawancara sendiri buk. Ini dibaliknya
Mahasiswa menolak apa yang ditunjukkan oleh dosen.
x x x
dosen mengatakan mahaiswa salah mengujinya karena hasil signifikansinya tidaka ada beda tetapi min nya beda jauh. Dosen mengatakan salah yang dibaca seharusnya signifikansi tutel yang 0,00 dan dosen menyatakan terdapat perbedaan. Situasi pertuturan serius. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin menanyakan letak instrumen penelitian mahasiswa, kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
x
mahasiswa menunjukkan letak instrumen penelitiannya. Situasi serius.
Tuturan fatis mengundang mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No.
Tuturan
Wujud Fatis
Maksud (fatispada pragmatik)
C1.
D1 : “Iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?oh ini bab..” M1 : “Iya kan buk, kan kemarin habis penelitian terus kemarin ibu minta yang reliabilitas sama yang kredibilitasnya.”
hoo iki kamu bab telu to?, oh hurung selesai bab tiga to?
Dosen mengundang mahasiswa untuk menaggapi pernyataanya bahawa mahasiswa sudah sampai bab tiga atau belum.
Konteks x x x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan mahasiswa bermaksud untuk berkonsultasi skripsi dengan dosen, kemudian mahasiswa memberikan proposal skripsinya kepada dosen. Dosen mengira mahasiswa sudah sampai pada bab 3 tetapi ternyata belum, mahasiswa bermaksud memberikan data releabilitas dan kredibilitas yang
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
x
C2.
D1 : “Gimana hasil uji valid,,emm satu validitas nya bagaimana?” yang tidak M1 : “Valid,,emm satu valid. yang tidak valid.” D1 : “Satu yang tidak valid, yang mengukur yang mana?”
Mahasiswa mengundang dosen untuk menanyakan pernyataan yang disampaikan mahasiswa.
x x x
x
kemarin diminta oleh dosen. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia sekitar 23 tahun. Tujuan komunikasi tuturan tersebut adalah dosen ingin menanyakan kepada mahasiswa bagaimana hasil validitas dari data sripsi yang diperoleh. Situasi pada tuturan tersebut adalah dosen dan mahasiswa dalam keadaan duduk berhadapan dan dosen sedang membaca skripsi mahsiswa. Mahasiswa menunjukkan kepada dosen data validitasnya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
C3.
D1 : “Emm anu Ini baik ya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan?” M1 : “Iya.” D1 : “Tetapi sebetulnya ini kan sama jadi ini awalnya kan teorinya banduraan to? hanya kamu dapat sanduran dari?” M1 : “Berbagai sumber .”
Emm anu Ini baik ya,, me.. apa memberikan apa ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi mutu beberapa orang gitu kan
Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan respon terhadap apa yang disampaikan dosen.
x x x
x
C4.
D1 : “Misalya apa ini sejalan dengan pendapat itu, atau misalnya..” M1 : “Sejalan dengan pendapat yang dikatakan wolforg tadi jadi.”
Misalya apa ini sejalan dengan pendapat itu, atau misalnya...
Dosen mengundang mahasiswa muntuk menanggapi pernyataan yang disampaikan dosen.
x x x
dosen mengamatinya. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan tuturan dosen menyatakan bahwa mahasiswa dalam skripsinya memberikan ilustrasi definisi atau pengertian verifikasi beberapa orang dan mahasiswa menyetujuinya. Situasi pertuturan dosen dan maahasiswa saling duduk berhadapan sedang berkonsultasi skripsi. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan ini dosen menjelaskan kepada mahasiswa cara menulis teori agar terlihat kekoherensiannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
x
C5.
D1 : “Misalnya kalau seperti ini saya begini, ini ya? Kan nggak mau disimpulkan? Nah ini kan yang disimpulkan kalau ada uraian satu..., uraian dua...,uraian tiga.. terus disimpulkan.” M1 : “Apa di dalam pengertian, misalkan di dalam pengertian ada beberapa pengertian kan buk? Nanti di akhir paragraf saya bandingkan buk, kalau nggak salah. Gimana ya?”
Misalnya kalau seperti ini saya begini, ini ya?kan nggak ma u disimpulkan?
Dosen mengundang mahasiswa untuk memebrikan tanggapan apa pernyataan yang disampaikan dosen.
x x x
x
Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan penjelasan cara menulis teori kepada dosen. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa s e da ng dudu k berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen ingin mengatakan kepada mahasiswa cara menulis teori apabila tidak mau disimpulkan. Dosen juga ingin mengatakan apabila hanya satu teori maka tidak perlu disimpulkan. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
C6.
D1 : “Ini mu kok dimensi iya po?” M1 : “Di bukunya dimensi e.. buk!” D1 : “Bukune sopo? Ini bukunya Banduran yang asli lo, apa kamu baca bukunya bandura yang asli nggak to?”
Ini mu kok dimensi iya po?”
Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan jawaban pernyataan yang disampaikan dosen.
x x x
x
berhadapan, dosen membaca landasan teori mahasiswa. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen menanyakan teori yang diambil mahasiswa bersumber darimana, karena berdasarkan buku langsung yang ditulis dalam daftar rujukan mahasiswa dosen sudah membacanya tetapi tidak sama. Dosen meragukan teori yang ditulis mahasiswa sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk melihat kembali teori yang digunakan dari sumber yang jelas. Situasi pertuturan dosen sedang duduk berhadapan dengan mahasiswa. Dosen membaca landasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
C7.
C8.
D1 : “Lha iki pie e ini matematikamu ki? ini hukum negatif kalau harganya turun ya otomatis kan yang beli banyak ya to?” M1 : “Oh iya buk!” (sambil tertawa) D1 : “Ya sudah, ini berarti tadi baru daftar pustakanya to nanti diperbaiki lagi.” M1 : “Iya buk.”
lha iki pie e ini matematikamu ki? ini hukum negatif kalau harganya turun ya otomatis kan yang beli banyak ya to?
D1 : “Dilihat dari lamanya penerapan k13, kesiapan sekolah, dan kelengkapan k13, heem maka karena harus menjawab ini heem jadi saya mengatakan apa ini? Kan bagaimana gambaran dan rincian lingungan sekolah to?” M1 : “Heem.” D1 : “Nah maka kamu
Kan bagaimana gambaran dan rincian lingungan sekolah to?
Dosen mengundang mahasiswa untuk merespon apa yang dikatakan dosen.
x x x
x
Dosen mengundang mahasiswa untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan dosen.
x x x
teori mahasiswa. Dosen terlihat jengkel dan marah karena teori yang digunakan mahasiswa tidak jelas darimana sumbernya. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen menyuruh mahasiswa mencermati data hasil analisisnya. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa sedang duduk berhadapan berkonsultasi skripsi. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen menanyakan kepada mahasiswa maksud pembahasan skripsi yang dibuat mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
menggambarkan di sana, gambaran sekolahnya seperti apa gitu kan? lingkungan sekolahnya.”
C9.
D1 : “Nah ini pun yang kamu tulis di sini evaluasi sekolah selanjutnya penerapan ini kan juga belum membahas.” M1 : “Iya.” D1 : “Ini belum.” M1 : “Iya sama soalnya mau wawancara juga buk.”
x
Nah ini pun yang kamu tulis di sini evaluasi sekolah selanjutnya penerapan ini kan juga belum membahas
Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan tanggapan atas pernyataan yang disampaaikan dosen.
x x x
x
C10. D1 : “Oh ya, ini kok tidak ada pembahasannya ya? harusnya kan itu ada bla bla bla gitu kan?”
Oh ya, ini kok tidak ada pembahasannya ya? harusnya
Dosen mengundang mahasiswa untuk memberikan jawaban atas pernyataan yang
x x
Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa ingin berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen membaca skripsi yang diserahkan mahasiswa pada bagian pembahasan. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahu. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen mengatakan kepada mahasiswa bahwa dalam skripsinya mahasiswa belum membahas hasil analisisnya. Situasi pertuturan serius. Dosen duduk berhadapan dengan mahasiswa, dan mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
M1 : “Nggak buk. Oh iya, beberapa lihat contoh, tapi gak tau sih kalau mereka salah atau gimana kalau kami lihat gak ada. Saya lihat sih (sambil tertawa)
kan itu ada bla bala bla gitu kan
disampaikan dosen.
x
x
berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen menyarankan kepada mahasiswa agar menambahkan pembahasan. Situasi pertuturan santai. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan. Mahasiswa sedang berkonsultasi skripsi dengan dosen.
Tuturan fatis memberi salam mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No. Tuturan
Wujud Fatis
Maksud (fatispada pragmatik)
D1. M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “Pagi.”
Selamat pagi buk
Mahasiswa memberi salam kepada dosen sebagai tanda bertemu seseorang.
Konteks x x x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan mahasiswa mengucapkan selamat pagi sebagai bentuk ucapan menghormati dosen sebelum memulai percakapan
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
x
dengan dosen. Situasi pertuturan santai, pada saat itu masih pagi sekitar pukul 08.00 WIB, dosen dan mahasiswa dalam posisi duduk berhadapan, dan dosen membaca skripsi yang dibawa mahasiwa.
Tuturan fatis berterima kasih mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No. Tuturan
Wujud Fatis
Maksud (fatispada pragmatik)
E1.
Ya sudah buk terima kasih bu.
Mahasiswa mengucapkan berterima kasih kepada dosen karena mendapat bantuan.
M1 : “Oh iya buk!” Berarti saya masuk ke bab 4, 5 atau bagaimana buk?” D1 : “Wo iya!” M1 : “Ya sudah buk terima kasih bu.” D1 : “Ya sama-sama.”
Konteks x x x
x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan tuturan mahasiswa mengucapkan terima kasih sebagai ucapan hormat kepada dosen yang telah meluangkan waktunya untuk bimbingan skripsi. Situasi tuturan tersebut adalah mahasiswa dan
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
E2.
D1 : “Aku kok wes ngantuk ya.” M1 : “Iya,,padahal itu masih ada mas Alek.” D1 : “La kasian juga ya?” M1 : “iya, apalagi dia semester terakhir.” D1 : “Hoo e..!” M1 : “Terima kasih buk.” D1 : “Sama-sama.”
Terima kasih
Mahasiswa mengucapkan terima kasih kepada dosen karena telah memberikan waktunya untuk bimbingan skripsi.
x x x
x
dosen duduk berhadapan, dosen sedang membaca skripsi mahasiswa. Setelah selesai mahasiswa berjabat tangan degan dosen dan mengucapkan terima kasih. Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa perempuan berusia 23 tahun. Tujuan pertuturan dosen mengatakan kepada mahasiswa waktu sudah sore dan dosen sudah lelah, mahasiswa menyadari akan hal itu. Situasi pertuturan dosen dan mahasiswa duduk berhadapan, mahasiswa berkonsultasi skripsi dengan dosen. Setelah konsultasi selesai dosen mengatakan ngantuk karena waktu sudah sore tetapi dosen masih harus menemui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
mahasiswa lain yang ingin berkonsultasi skripsi. Mahasiswa meninggalkan ruang bimbingan dosen.
Tuturan fatis meminta maaf mahasiswa angkatan 2011 dan dosen Pedidikan Ekonomi tanggal 17/1/2016 No. Tuturan
Wujud Fatis
Maksud (fatispada pragmatik)
F1.
Maaf ya Ka, nak anu duduk dulu terus dibaca
Dosen mengucapkan maaf kepada mahasiswa karena habis menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk memebaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen.
M1 : “Selamat pagi buk” D1 : “Pagi.” D1 : “Maaf ya Ka, nak anu duduk dulu terus dibaca!” M1 : “Iya. Kemaren kan saya mengumpulkan revisi yang bab satu.” D1 : “Bab satu iya, itu ingat saya heem!”
Konteks x x x
x
Dosen perempuan berusia sekitar 40 tahun. Mahasiswa laki-laki berusia 25 tahun. Tujuan pertuturan dosen meminta maaf kepada mahasiswa karena habis menerima tamu dan meminta mahasiswa untuk memebaca skripsinya dahulu sebelum diserahkan ke dosen. Situasi pertuturan mahasiswa datang ke ruangan dosen setelah
Triangulasi data setuju tidak
Keterangan triangulator (jika ada)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
dosen menerima tamu sehingga dosen menyuruh mahasiswa untuk duduk dulu dan membaca skripsiya, setelah dosen siap mahasiswa mengatakan kepada dose tentang revisi skripsinya.
Yogyakarta, 18 April 2016
Pranowo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 215
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Citra Astutiningsih lahir di Gunungkidul, Yogyakarta pada tanggal 18 Desember 1993. Ia mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanakkanak Aisyiyah Bustanul Athfal di Nogosari Cabang Playen Daerah Gunungkidul Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2000. Pendidikan tingkat sekolah dasar ia tempuh di SD Playen III , Playen, Gunungkidul dan lulus pada tahun 2006. Kemudian, ia melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Playen dan tamat pada tahun 2009. Lalu, pendidikan tingkat menengah atas dia tempuh di SMA Negeri 1 Patuk , Yogyakarta dan tamat pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutkan studinya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jurusan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Lalu, setelah menyelesaikan skripsinya yang berjudul Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap, dan ia memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2016.