PROSIDING LOKAKARYA MENUJU SISTEM INFORMASI TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI DAERAH
DOKUM€NTASI
&
ARSIP
BAPPENAS
u class : ......i.../..).Y7.L- /
Acc No. , q.f.?.|f./. .:
Diterbitkan oleh: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat 10310
Telp:
021 -3926601 Fax: 021'3927
412
e-mail: TRP@bappenas,qo.id Gambar pada cover halaman belakang: Dari Kumpulan llustrasi oleh Donald Bason, Kampanye Peduli Konservasi
r(,${hBsN,qNinaR Dengan berlakunya penyesuaian dalam
UU No. 2U1999 maka diperlukan berbagai UU No. 2411992. Penyesuaian peraturan di
tingkat undang-undang membutuhkan penyesuaian di tingkar peraturan pemerintah yang menlabarkan dengan lebih detail isi undang-undang tersebut. Proses ini akan memakan waktu ya.ng cukup lama, sementara pemerintah otonom yang baru terbentuk memerlukan berbagai perangkat untuk merencanakan pembangunan daerahnya dengan cepat, termuFuk perangkat sistem informasi tata ruang dan pertanahan. Penyusunan perangkat kebiiakan operasional ini tidaklah mudah, mengingat prosesnya cukup rumit dan paniang. Agar rancangan kebiiakan dan strategi ini dapat diterima oleh berbagai pihak pengguna ruang, maka perlu upaya penyiap:rn rancangan kebiiakan operasional sistem informasi tata ruang dan pertanahan di daerah yang mendukung program pembangunan nasional dan program pembangunan daerah, serta proses penyusunannya perlu melibatkan berbagai pihak.
Belum tersedianya standar kebutuhan data dan teknologi informasi tata ruang yang memadai dan mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan, merupakan permasalahan yang mendasar dalam perencanaan tata ruang dan pertanahan di lndonesia saat ini. Sementara dalam era pelayanan pembangunan saat ini diperlukan
sistem informasi tata ruang yang transparan dan
mampu
mengantisipasi setiap kecenderungan perkembangan. Oleh karenanya perlu disusun kebijakan sistem Informasi tata ruang dan pertanahan berskala nasional yang partisipatif, transparan, responsif, dan mampu mengantisipulsi setiap kecenderungan perkembangan di daerah.
Dalam proses penyusunan kebijkan sistem informasi tata ruang dan
pertanahan ini, diperlukan banyak masukan dari berbagai stokeho/ders. Untuk memperoleh masukan-masukan tersebut, maka
"Menuiu Bappenas menyelenggarakan lokakarya Wg bertemakan di Daerah". Pertanahan dan Ruang Tata Dasar Sistem Informasi Data Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mengisi agenda BKTRN dan khJsusnya dalam konsep Pokia lll Sistem Pendukung Penataan Ruang yang diketuai Deputi Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, 'a"pp"n"r. Inti dari kegiatan Pokia lll BKTRN adalah dalam rangka mengisi peningkatan Peranan Penataan ruang di daerah' semoga upaya penyusunan kebiiakan sistem informasi tata ruanS dan pertanahan ini, akan dapat berkontribusi dalam mengatasi berbagai konflik penaaan ruang di daerah yang semakin meningkat dewasa ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada Para pembicara, moderator, dan seluruh peserta seminar atas PartisiPasi serta sumbangsaran serta pemikirannya. Semoga laporan prosiding ini bermanfaat untuk kemaiuan kita bersama.
Jakarta, Nopember 2003 Deputi Menteri Negara PPN/KePala Bapenas Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional
Az? Bambang Bintoro Soediito
tr*AFH&R $SS
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
I BAB 2 BAB
BAB
3
iii
Pendahuluan
I
Kerangka Acuan Kerja 2.1 Latar Belakang 2.2 Tujuan Kegiatan 2.3 Hasil Kegiatan 2.4 Waktu dan Tempat 2.5 Peserta 2.6 Susunan Acara
4 4 5 5
5
6 9
Ringkasan Hasil Pelaksanaan
3.1 Resume Pembicara 3. l.l Resume Keynote Speech 3. I .2 Resume Materi : "Menuju Sistem lnformosi Tato Ruong don Pertonohon di Doeroh"
l0 l0 t0
t3
l:
"Konsep don Strotegi Utoma Pengem-bongan Sistem I nformosi
3.1.3 Resume Topik
Penotoan Ruong don Pertonohan"
t4 3.1.4 Resume Topik
2:
'Aspek Kelembogoan don
n dol a m Pengembongo n Sistem lnformasi Penatoon Ruang don Pertanohon" Pe nd o no o
t5 3.1.5 Resume Topik 3'. "Pemonfooton Doto Eersorno dolom Sistem lnformosi Toto Ruong don Pertonahon di Doeroh" 3.2 Resume Hasil Diskusi 3.3 Kesimpulan 3.4 Penutup ill
t7 t8 20
2l
LAMPIRAN
A.
Keynote Speech Prof. Dr. Bombong Bintoro Soedjito, DePuti Bidong Otonomi Dseroh dan Pengembongon Regional, Bappenas
B. Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah Dr.
lr.
Sujona Royot, DEA Direktur Toto Ruong don Pertonohon,
Boppenos
C.
Konsep dan Strategi Utama dalam Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan
lr. Ruchyot
Deni Dj.. M.Eng, Direktur Penotoon Ruong Nosionol,
Deportemen Permukiman don Prosorono Wiloyoh
D. Aspek Kelembagaan dan
Pendanaan dalam Pengembangan
Sistem Informasi Penataan Ruang dan Pertanahan lr. Andi Oetomo, MPI, Dosen feknik Plonologi, ,nstitut Teknologi Bondung
E.
Pemanfaatan Data Bersama dalam Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah lr. Dicky Hondrionto. Direktur Konsulton PT. Gloki 45
Lokakarya Menuju Sistem Informasi Tata Ruang ini adalah merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka mengisi agenda BKTRN dan khususnya dalam konsep Pokia lll Sistem Pendukung Penataan Ruang yang diketuai Deputi Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Bappenas. Inti dari kegiatan Pokja lll BKTRN adalah dalam rangka mengisi peningkatan peranan penataan ruang di daerah.
Lokakarya ini dimaksudkan sebagai sarErna tukar menukar informasi, pendapat, dan pengalaman dari seluruh peserta yang terkait dengan langsung dengan kegiatan pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan. Hal yang ingin dicapai dalam lokakarya ini adalah kesepahaman persepsi semua stokeholders yang terlibat tentang
pentingnya dukungan sistem informasi penataan ruang dan pertanahan. Lokarya ini juga dimaksudkan untuk mencari masukan awd bagi perumusan rancangan kebijakan sistem informasi tata ruzrng dan pertanahan.
Acara ini dihadiri oleh peserta yang terdiri dari para anggota tim teknis BKTRN, perwakilan dari beberapa instansi pemerintah pusat terkait, perwakilan dari Bappeda kabupaten/kota se-iabodetabek, sefta perwakilan dari beberapa perguruan tinggi, LSM, dan asosiasi profesi. Pelaksanaan lokakarya diawali dengan pembukaan oleh Direktur Tata
Ruang dan Pertanahan Bappenas. Dalam sambutan tersebut disampaikan tentang posisi kegiatan ini dalam agenda BKTRN khususnya Pokja-3 dan juga tentang kebutuhan pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan guna mengatasi konflik penataan ruang di daerah. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan makalah kunci oleh Deputi Menteri Negara Perencanaan
Proslding Lokakarya Menuju Sisfem lnformasiTata Ruang dan Peftanahan di Daerah
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional. Dalam makalah kunci ini dipaparkan tentang pentingnya data spatial tidak sala dalam pengembangan sistem Perencanaan ruang tetaPi iuga dalam pengembangan sistem monitoring dan evaluasi.
Untuk lebih memfokuskan
permasalahan yang dibahas, maka
lokal<arya ini dibagi meniadi tiga topik besar yaitu : (l) Konsep dan Strategi Utama dalam Pengembangan Sistem lnformasi Tata Ruang
dan Pertanahan; (2) Aspek Kelembagaan dan Pendanaan dalam Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan; dan (3) Pemanfaatan Data Bersama dalam Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daeah.
Topik pertama dipandu oleh Dr. lr. Herry Darwanto, Msc, Direktur Pengembangan Kawasan Tertingal dan Khusus, Bappenas. Sebagai pembicaranya adalah lr. Ruchyat Deni Di., M.Eng., Direktur Penataan Ruang Nasional, Ditien Penataan Ruang, Dep. Permukiman dan Prasarana Wilayah yang menyampaikan makalah dengan iudul "Konsep dan Strategi Utama dalam Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan".
Topik kedua masih tetap dipandu oleh Dr. lr. Herry Darwanto, Msc. Sebagai pembicar dihadirkan lr. Andi Oetomo,MPl, Dosen Teknik Planologi, ITB dengan judul makalah "Aspek Kelembagaan dan Pendanaan dalam Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan".
Topik ketiga masih tetap dipandu oleh Dr. lr. Herry Darwanto, Msc. Sebagai pembicar dihadirkan lr. Dicky Handrianto, selaku Direktur Konsutan PT. Cilaki 45 Bandung dengan iudul makalah "Pemanfaatan Data Bersama dalam Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daeah".
Kemudian sesi berikutnya adalah diskusi oleh seluruh peserta lokakarya yang dipandu oleh Dr. lr. Herry Darwanto, Msc. Dari diskusi ini dihasilkan beberapa kesimpulan diskusi yang disampaikan oleh moderator.
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peftanahan di Daerah
Akhir acara ditutup oleh Direktur Tata Ruang dan
Pertanahan,
Bappenas dengan menyampaikan sedikit kesimpulan secara umum pelaksanan lokakarya ini beserta beberapa agenda kegiatan sebagai
tindak lanjut dari acara ini.
2.I LATAR BEIAKANG Kegiatan penataan ruang dan pertanahan sangat membutuhkan
dukungan sistem informasi yang terintegrasi dan
selalu
termutakhirkan. Salah satu sumber informasi yang sering digunakan untuk mendukung kegiatan Penataan ruang dan Pertanahan adalah peta. Peta dapat merupakan suatu data atau iuga dapat telah merupakan informasi yang memiliki format berbeda dengan format data lain yang sudah biasa dikenal seperti data-data dan informasi tabuler dan narasi. Keunikan format data ruang (spasial) yang tertuang dalam peta tersebut adalah salah satu tantangan yang harus diiawab. Keunikan format yang dimaksud adalah "bentuk fisik data" yang relatif besar dan memuat "cakupan wilayah" yang menuntut akurasi dan validasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan oleh karakter peta yang merupakan tampilan dua dimensi dari sumber data/informasi yang berdimensi ruang (tiga dimensi). Secara hukum setiap orang waiib mengetahui peraturan yang telah diundangkan, namun pada kenyataznnYa kebanyakan dari mereka
iustru tidak mengetahui bagaimana Peraturan tersebut berlaku terhadap mereka. Lebih laniut ketersediaan data dan teknologi informasi tata ruang dan pertanahan belum memadai dan masih sulit untuk diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Sementara dalam era pelayanan pembangunan saat ini kebutuhan akan terbentuknya sistem informasi tata ruang dan pertanahan yang transparan dan mampu mengantisipasi setiap kecenderungan perkembangannya sudah sangat mendesak untuk diwuludkan.
Oleh karena itu saat ini sudah dirasakan perlu untuk
disusun rancangan strategi dan kebijakan sistem informasi tata ruang dan
Prosiding Lokakarya Menuiu Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di Daerah
pertanahan nasional yang partisipatif, transParan dan mamPu mengantisipasi setiap kecenderungan Perkembangan dengan melibatkan semua pilar pembangunan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat). Dan sebagai salah satu langkah awd dari penyusunan studi tersebut perlu dilakukan kegiatan LokakaDra Menuiu Sistem Informasi Data Dasar Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah.
2.2 TUf UAN KEGIATAN Adapun tuiuan dari pelaksanaan lokakarya ini adalah:
.
.
Mendapatkan pemahaman yang sama dari setiap pemerintah pusat dan daerah mengenai pentingnya pentingnya dukungan sistem informasi Penataan ruang dan pertanahan. Mendapat masukan awal bagi Perumusan rancangan kebijakan sistem informasi tata ruang dan pertanahan
2.3 HASIL KEGIATAN Kegiatan ini akan menghasilkan masukan untuk penyusunan kebiiakan sistem informasi tata ruang dan pertanahan yang dituangkan dalam bentuk buku prosiding sebagai bahan masukan untuk studi menuiu sistem informasi yang lengkap dan terpadu yang sesuai dengan tuiuan pembangunan nasional dan mempertimbangkan dinamika otonomi daerah.
2.4 WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan ini dilaksanakan Pada : Hari/Tanggal : Kamis, l3 Nopember 2003 : Ruang SG 3-4, Bappenas, Tempat
Waktu
:
Jl. Taman Suropati
13.00
-
17.30
No.2Jakarta Pusat
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peilanahan di Daerah
2.5 PESERTA Bappenas Deputi Meneg PPN Bidang SDA dan Lingkungan Hidup ' Deputi Meneg PPN Bidang Sarana dan Prasarana . Direktur Pengembangan Otonomi Daerah . Direktur Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi . Direktur Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal . Direktur Perkotaan dan Perdesaan . Direktur Kehutanan dan Konserwasi Sumber Daya Air Direktur Kelautan dan Perikanan . Direktur Sumberdaya Mineral dan Pertambangan . Direktur Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan
.
. . . . ' '
Hidup
Direktur Pengairan dan lrigasi DirekturTransportasi Direktur Permukiman dan Perumahan Direktur Energi, Telekomunikasi dan lnformasi Direktur Pengembangan Kelembagaan Prasarana Publik
Kantor Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian . Deputi ll Bidang Koordinasi Desentralisasi Fiskal dan Pengembangan I nfrastruktur
Departemen Dalam Neqeri . DirekturJenderal Pembangunan Daerah . Direktur Perencanaan Pembangunan Daerah, Ditjen Bangda . Direktur Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang, Ditjen Bangda - Direktur Potensi Daerah, Departemen Dalam Negeri
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilavah . DirekturJenderal Penataan Ruang . Direktur Penataan Ruang Nasional ' Direktur Pengembangan Kawasan
prosiding Lokakarya Menuiu sislem tnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di Daerah
.
Direktur Perkotaan Metropolitan, Ditjen Tata Perkotaan Tata Perdesaan
Direktur Pusat Data dan Informasi
' .
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
Kantor Menteri Negara Komunikasi dan lnformasi . Deputi Bidang Telematika, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi
Badan Pertanahan Nasional ' Deputi lll Bidang Tata Laksana Pertanahan . Direktur Penatagunaan Tanah, Deputi ll Direktur Sistem Informasi Pertanahan
. .
.
Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktur Penataan Ruang, Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil,
Departemen Enerei dan Sumber Dava Alam . Direktur Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan
Departemen Pertahanan
' .
-
Direktur Topografi TNI
- AD
Kepala Dinas Hidrooseanografi, TNI-AL Kepala Dinas Pemotretan Udara' TNI -AU
Bakosurtanal . Deputi Bidang Infrastruktur Data Spasial ' Deputi Bidang Pemetaan Dasar . Deputi Bidang Survei Dasar dan Sumber Daya Alam
' . . . ' '
Kepala Pusat Geodesi dan Geodinamika Kepala Pusat Sistem Jaringan dan Standardisasi Data Spasial Kepala Pusat Pemetaan Dasar Rupa Bumi dan Tata Ruang Kepala Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Keoala Pusat Atlas,
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnfornasi Tata Ruang dan Pelanahan di Daerah
Departemen Pertanian
.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kantor Menteri Negara Linqkunsan Hidup
.
Deputi Menteri Negara Bidang Lingkungan Hidup
Departemen Perhubungan
. .
Kapus Litbang Perhubungan Darat
DirekturKeselamatanPenerbangan
Departemen Kehutanan
'
Kepala Perpetaan, Badan Planologi Kehutanan
BADAN
. .
.
Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional(LAPAN)
Untuk Pengembangan Teknologi (BPPT) Penerapan Wilayah, Badan Pengkaiian dan Direktur
Kebijaksanaan Teknologi
Pemerintah Daerah
' ' . . . .
Ketua Bappeda Ketua Bappeda Ketua Bappeda Ketua Bappeda Ketua Bappeda Ketua Bappeda
Propinsi DKI Jakarta Propinsi Banten Kab. Tangerang Kab. Bogor Kab. Bekasi
Kota Depok
Perguruan Tinqgi
. '
KetuaJurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB KetuaJurusan Geografi Universitas lndonesia
Asosiasi Profesi
. . . .
Ketua lkatanAhli Perencanaan Indonesia Ketua lkatan Ahli Kartografi Indonesia lr. Yudi Baehaqi (Forum Prakarsa | 7 Kabupaten Bandung) lr. Asep Sodikin, Dinas Permukiman dan Tata Wilayah (Kimtawil)
prosidins Lokakarya Menulu Sislem tnfornasi
T
ata Ruang dan Pelanahan di
Daenh
2.6 SUSUNAN ACARA
t
Pelaksana
Acara
Waktu t3.00- 13.45 3.45- 1 4.00
t4.00- 14.20
RegistBsi
Panitia
Pembukaan
Dr, lr. Sujano Royot Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenu
Keynote Speech
Prof. Dr. Bombong Bintoro Soedjito
Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Bappenas
t4.20- | 4.40
Penyaiian Materi
Dr. lr. Sujono Royot Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas
14.40- | 5.00
Topik
Pembicara:
I
Konsep dan Strategi Utama Pengembangan Sistem Informasi
Dr. lr. Ruchyat Deni. M.Eng. Direktur Tata Ruang Nasional,
Penataan Ruang dan Pertanahan
Dep. Kimpraswil Moderator: Dr. lr- Herry Damonto, MSc
ts 00-t5.20
Topik 2 Aspek Kelembagan dan Pendanan
Pembicara: lr. Andi Oetomo, MPI
Dalam Pengembangan Sistem Inform*i Tata Ruang dan
Dosen Planologi, ITB
Pertanahan
Moderator:
Topik
Pembicara:
Dr. lr. Herry Doruranto, MSc |
5.20- | 5.40
3
Pemanfaatan Data Eersama Dalam Sistem lnformri Tata Ruang &
lr. Dicky Hondrionto Direktur Konsultan PT Cilaki 45
Pertanahan Di Daerah
Moderator: Dr. lr. Herry Dan4onto, MSc t5.40-
17.
l0
Diskusi
Seluruh pesena
Moderator: Dr. lr. Herry Dorwonto, MSc
17.t0-1730
Penutup/KesimPulan
Dr- lr. Sujana Royat Direktur Tata Ruang dan
| 7.30 - selesai
Ramah Tamah/Buka Puasa Bersama
Seluruh Peserta
Pertanahan
3.I RESUME PEMBICAR^A
3-l.l
Resume KeYnote SPeech
Keynote Speech dibawakan oleh Deputi Meneg PPN/Kepala Bappenas
Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional, Prof' Dr' Bambang Bintoro soediito. Hal-hal penting yang disampaikan dalam keynote speech ini adalah :
l.
2.
Perlunya pengembangan sistem informasi yang efektif dan terjangkau namun hal ini tidak mudah dan murah sehingga seringkali proses perencanaan dihadapkan pada situasi bekeria dengan sistem informasi yang tidak lengkap. Kondisi demikian keputusan yang dihadapkan iuga teriadi pada proses pengambilan yang lengkap tetaPi harus pada kendala kurangnya informasi mengambil kePutusan tertentuperlu disadari bahwa setiap keputusan yanS diambil mempunyai resiko karena belum adanya informasi yang lengkap, sehingga sewaktu-waktu keputusan yang diambil harus dapat
mengantisipasi kemungkinan perlun;'a dilakukan penyesuaian
dalam kebiiakan yang diambil, terutama iika ditemukan informasi
lain yang lebih akurat meskipun berbeda dari informasi yang dimiliki sebelumnYa.
informasi tata ruang dan pertanahan, hal ini menjadi semakin penting, terutama saat ini sedang teriadi Proses transformasi sekaligus reformasi menuiu masyarakat yang lebih demokratis dan desentralistik, yang dicirikan dengan tata pemerintahan yang transParan, partisipatif, dan akuntabel, serta
3. Dalam konteks
menempatkan supremasi hukum sebagai bagian yang tidak terpisahlcan dalam uPaya menegakkan prinsip-prinsip good governonce.
Daerah Prosidng Lokakarya Menulu sistem lnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di
4.
5.
6-
Perubahan tersebut iuga dialami pada saat dunia mengalami perubahan global yang mendasar disebabkan revolusi teknologi dan informasi. Informasi dengan sendirinya akan memiliki dua sisi dari satu mata uang. Pada satu sisi, dapat meniadi bagian yang bermanfaat. Di sisi lain, informasi iuga dapat menyebabkan hal-hal yang merugikan iika tidak dapat didayagunakan dengan semestinya, misalnya meniadi disinformasi atau upaya untuk menyalahgunakan informasi. Dengan demikian, ketersediaan informasi yang terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat menjadi sangat Penting. Secara khusus, sistem informasi tertait dengan tata ruang dan pertanahan perlu dikaitkan dengan karakteristik )4ang spesifik dari suatu Geospotial Informotion Sptem yang berbeda dengan data-data statistik )rang iuga merupakan bagian informasi yang diperlukan baik dalam Perencanaan mauPun pengendalian' Sistem informasi yang demikian membutuhkan pemahaman yang
menyeluruh untuk dapat mengindikasikan secara sPesifik informasi-informasi yang dapat dihasilkan melalui suatu pendekatan spasial.
7.
Informasi spasial dalam upaya menganalisis atau mendiagnosa permasalahan yang teriadi meniadi instrumen yang efektif guna dapat segera mengetahui permasalahan tata ruant beserta
seluruh dimensi dan determinan-determinannya- Dengan
8.
kemampuan analisis dan diagnosa yang baik, Permasalahan daPat dipahami dengan baik pula sehingga dapat segera dipecahkan. Begitu pula dengan pemahaman )tang baik terhadap permasalahan yang teriadi, Penyusunan strategi dapat lebih tepat sasaran. Disinilah letak pentingnya informasi/data ;'ang akurat, yaitu dalam uPaya menyusun strategi yang tepat. Di sisi lain, sistem informasi spasial yang akurat dan handal iuga dapat digunakan untuk mengembangkan sistem monitoring dan
evaluasi yang akan digunakan untuk menilai seberapa iauh pendekatan yang digunakan telah mencapai tuiuan' sasaran, atau indikator yang meruPakan outcorne dari uPaya Pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut juga merupakan salah satu basis untuk secara sistematik dan sistemik mengembangkan sistem basis data. Informasi di
.
daerah seringkali dirasakan masih sangat kurang. Dengan sistem
Prosiding Lokakarya Menuju Sisten lnformasi Tata Ruang dan Peilanahan di Daerah
monitoring
9.
ya.ng baik, sistem dotobose yang baik dapat dibangun
dengan lebih sistematis. Permasalahan tata ruanS yang dihadapi saat ini berkaitan dengan konfl ik-konfl ik yang disebabkan kelemahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Sistem informasi spasial yang akurat dapat mem bantu d alam upaya-upaya pengendal ian Pemanfaatan ruang yang lebih efektif.
lO. Perlu disadari bahwa sistem informasi yang akan dirumuskan tidak terlepas dari upaya-uPaya kerangka kebiiakan yang lebih menyeluruh. Oleh karena itu, penyusunan kebijakan sistem informasi sebaiknya dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam upaya I
l.
kerangka pembangunan nasional ;rang lebih luas. Dalam prioritas pembangunan sebagaimana digariskan dalam
Propenas, ditegaskan bahwa dalam kerangka.pembangunan ekonomi perlu memberikan perhatian yang serius terhadap upaya-upaya yang bersifat cross sectorol, yattu masalah penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, pengembangan sistem ekonomi kerakyatan, penciptaan stabilitas makro ekonomi dan keuangan, peningkatan daya saing dan investasi, penyediaan sarana dan prasarana penunjang ekonomi, pemanfaatan kekayaan sumberdaya dam nasional dan pelestarian lingkungan hidup. 12. Informasi spasial akan sangat bermanfaat dalam upaya pemulihan ekonomi sebagaimana digariskan dalam Propenas, yaitu melalui penyediaan informasi dan data yang lebih akurat. 13. Secara spasial, manfaat yang menonjol dapat dilihat dari permasalahan fang seringkali teriadi, yaitu ketidak-seimbangan
dalam pemanfaatan ruang yang menimbulkan
teriadinya
disparitas dan inekualitas antar wilayah.
14. Seringkali dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat aspasial tidak menyadari bahwa kebilakan yang dirumuskan iustru akan menimbulkan keseniangan yang lebih besar. Oleh karena itu dalam setiap pengambilan keputusan perlu dilengkapi oleh informasi yang bersifat spasial, tidak hanya aspasial saia untuk mencegah implikasi yang iustru memperlebar keseniangan.
Prosiding Lokakarya Menuiu Sistem lnformd Tata Ruang dan Pedanahan di Daenh
15. Kebiiakan sistem informasi telah dituangkan dalam kerangka kebijakan yang dirumuskan dalam Inpres No. 6/2001 mengenai pengembangan dan pendayagunaan telematika di Indonesia.
15. Perlu disadari bahwa selain uPaya PengumPulan informasi, informasi yang ada perlu diolah dan dianalisis terhadap data-data spasial tersebut. Bagi daerah, diperlukan suatu set menu yang user friendly. Untuk mendukung hal tersebut, kemampuan aparat pemda perlu ditingkatkan untuk memiliki kompetensi dalam pengolahan dan analisis data sehingga data dapat meniadi informasi y,ang dapat langsung dimanfaatkan. Secara bertahap
harus diupayakan agar dapat dihasilkan data-data yant berkualitas melalui seleksi sehingga dihasilkan analisis yang lebih taiam.
3.f .2 Resume Materi : "Menuiu Sistem lnformasi Toto Ruong don Pertonahan di Doerah" Penyajian materi dilakukan oleh Dr. lr. Suiana Royat, DEA selaku Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas. Inti dari materi yang disaiikan adalah sebagai berikut : Kajian kebijakan dilatarbelakangi oleh salah satu agenda BKTRN, yang salah satu Produknya adalah integrasi informasi-informasi yang bersifat spasial yang telah dikembangkan oleh berbagai
l.
institusi untuk meniadi sistem yang mudah dimanfaatkan oleh berbagai komponen yang berkaitan dengan kebiiakan publik-
2.
Kebijakan sistem informasi yang ingin dikembangkan tidak dilakukan dari nol, melainkan integrasi dari sistem informasi yang telah ada khususnya untuk menuniang pemanfaatan ruang nasional dan daerah yang lebih baik, serta untuk pengambilan keputusan. lsu yang mendesak adalah konflik pemanfaatan ruang
di tingkat nasional sampai pada tingkat kabupaten/kota, iuga di kawasan perbatasan. Karena uiung tombak dari Penataan ruang adalah di daerah, maka kebiiakan difokuskan pada upaya untuk penyiapan sistem informasi bagi penataan ruang di daerah. Kajian dilakukan juga berdasarkan kajian historis dan prinsip
yang teriadi, baik
3. 4.
bahwa otonomi daerah tidak akan berhasil tanpa dukungan konsep pengembangan wilayah. Dalam berbagai kaiian terhadap 13
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pettanahan di Daerah
50
negara yang menjalankan otonomi dan desentralisasi ditemukan bahwa konsep pembangunan yang baik adalah iika Untuk mencapai pengembangan wilayah iuga baik. pembangunan daerah yang baik tersebut dibutuhkan platform sistem informasi yang baik iuga.
5. Selain sebagai sarana yang mudah diakses bagi yang berkepentingan, kajian kebijakan dimaksudkan iuga sebagai model sistem tata ruang. 3. f .3 Resume
Topik l: "Konsep dan Strctegi Utoma Pengem'
bongon Sistem lnformasi Penatoon Ruong don Pertonahan"
Topik I ini disampaikan oleh Direktur Penataan Ruang Nasional, Depkimpraswil, lr. Ruchyat Deni Di., M.Eng. Ringkasan dari makalah yang disampaikan sebagai berikut
l.
2.
:
Konsepsi pengembangan Sistem Informasi Penataan Ruang (SIPR) adalah untuk mendukung implementasi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sehingga SIPR perlu dituniang oleh data dan informasi sektoral yang dikembangkan dan network antar sistem informasi sektoral; Pengembangan sistem informasi Penataan ruang menghadapi
berbagai hambatan, antara lain berupa rendahnya budaya information based/minded di kalangan para pelaku Penataan
3.
ruang, termasuk instansi pemerintah; SIPR perlu dikembangkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, partisi pasi, dan akuntabi itas; I
4.
5.
Efektivitas peneraPan sistem informasi Penataan ruang sangat tergantung pada kehandalan data dan informasi bidang pertanahan, baik dalam tahaP Perencirnaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; Mengingat sistem informasi penataan ru:rng meruPakan sistem yang kompleks, diperlukan strategi yang tepat serta komitmen yang kuat untuk mewuiudkan sistem informasi Penataan ruang sebagai center of information bagi pengambilan kePutusan yang terkait dengan keruangan dalam pelaksanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun di daerah. Strategi pengembangan sistem informasi penataan ruang ini mencakup (l) Peningkatan 14
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di Daenh
kesadaran akan pentingnya sistem informasi Penataan ruang yang
terintegrasi dalam penyelenggaraan Penataan ruang, (2) Pengembangan NSPM bidang data dan informasi spasial, (3) Perumusan kebutuhan sistem informasi penataan ruang oleh setiap pelaku penataan ruang, (4) Perumusan kerangka sistem informasi penataan ruang fang disepakati oleh seluruh pelaku penataan ruang, termasuk data dan informasi sektoral yang akan menladi bagian dari sistem informasi PenaftEn ruang, (5) Penetapan data dan informasi bidang pertanahan, (6) Penetapan protokol pengelolaan sistem informasi, (7) Penetapan skema pembiayaan untuk pengembangan, operasional, dan perawatan sistem informasi penataan ruang, dan (8) Pembentukan komitmen yang kuat dari seluruh pelaku Penataan ruang.
3.f .4 Resume Topik 2: "Aspek Kelembogaan dan Pendonoon dolom Pengembangon Sistem lnformasi Penataon Ruong dan
Pertanohan" Makalah ini dibawakan oleh lr. Andi Oetomo, MPl, dosen Teknik
Planologi, Institut Teknologi Bandung. Hal-hal pokok fang dibicarakan adalah sebagai berikut
t.
:
Wacana: "sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan" atau "sistem Informasi Penataan Ruang". Akan lebih tepat lagi iika apa yang akan dibentuk adalah sistem informasi penataan ruang,
sehingga substansinya menyangkut integrasi keseluruhan komponen sumberdaya ruang yang terdiri dari tanah/lahan, udara, air/peratranllaut, dan sumberdaya lainnya dalam konteks perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian 7.
pemanfaatan ruang; tntegroted Plonning lnformotion System (PlS). Jika ditelusuri ke dalam berbagai sub-sistemnya, lPlS tersebut mengandung beberapa bagian seperti:
o Londuse Plonning Informotion System (LP$) o
untuk
penatagunaan tanah, Oceon Plonning lnformotion System(OPIS)untuk penatagunaan
laut/perairan,
o
Air(spoce) Plonning lnformotion System (APIS) untuk penatagunaan udara, dll.
ID
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di Daerah
3.
Kesefuruhannya bukan lagi bersifat'Monogement lnformotion System (MlS)' yang lebih bersifat in-house, tetapi 'full-fledged' publi c i nfo r motion system ; lPlS harus dapat menghubungkan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dengan isu-isu yang menjadi kepentingan
publik dalam penataan ruang. lPlS iuga harus mengidentifikasi implikasi
4.
dari
dapat
kecenderungan setempat
terhadap perubahan pemanfaatan ruang. PIS harus dirancang untuk menyediakan fakta-fakta dan nilai-nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai lingkungan/ekologis dari seluruh komponen pembentuk ruang (tanatr/lahan, air/perairan, udara, dan sumberdaya lainnya) yang mencakup kondisinya di masa lalu,
di
5.
saat ini, kecenderungan perubahan, dan proyeksi alternatif kondisi ke depan berdasarkan berbagai skenario yang mungkin. Aspek kelembagaan yang perlu dibahas relatif rumit/ compticoted. Aspek kelembagaan akan mencakup berbagai hal yang meresPon tujuan dari pengembangan itu sendiri serta aspek lingkungan
sosial-ekonomi dan sumberdaya serta teknologi yang kita punyar. Di samping itu, kesemua interaksi aspek kelembagaan tersebut harus didasarkan pada prinsip utama kelembagaan pada saat ini yaitu terselenggaranya good governonce atau tata kepranataan yang baik.
6. SIPR
dikembangkan secara terintegrasi sehingga dapat menghasilkan sistem informasi secara one-stop shopping, yang akan sangat memudahkan stokeholders lanpung maupun tidak langsung lainnya. Terlebih iika dihubungkan ke terminal-terminal komputer yang dapat diakses publik secara langsung di tempattempat strategis sehingga terbentuk e-government yang sesungguhnya dalam artian bukan hanya 'publish' saia seperti tampilan web kantor pemerintah seperti yang banyak diiumpai sekarang tetapi sudah lengkap dengan publish-interoct-tronsacti
7
-
Secara kelembagaan bentuk dan strukturnya akan merespon pada 4 (empat) fungsi yaitu: Government to Citizens (G to C). Government to Eusiness (G to B), Government to Government (G to G), serta Government to Employees (G to E):
B.
Pemfungsian
dan reformulasi BKTRN & TKPRD
l<elembagaan SIPR;
16
untuk
Prosiding Lokakarya Menuiu Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pedanahan di Daerah
9.
Bentuk dan struktur kelembagaan tersebut perlu dilengkapi dengan penetaPan mekanisme, Proses, dan prosedur yang
mampu mengakomodasikan semua kepentingan dan peranserta stokeholders penataan ruanS; 10. Sistem pendanaan yang dapat dikembangkan pun harus ditinlau dari keterkaitannya dengan fungsi lembaga serta Para pelaksana tugas dan stokeholders;
I
l.
dari sumber konvensional (pajak) bisa iuga dari non-konvensional atau bahkan bisa darijoint
Sumber-sumber pendanaan bisa venturei
12. Jika dikembangkan dengan baik dan benar, lembaga sistem informasi penataan ruang seharusnya dapat membiayai sendiri
eksistensinya dari lalulintas penyedia dan pemanfaatnfa fang sangat luas. Tidak perlu menguntungkan OrofiQ tetapi cukuP cost-recovery untuk survivol dan continuity saia dengan cataun bahwa sistem yang dikembangkannya tidak hanya sekedar 'publish' dan'interoct' saia, tetapi sampai kepada 'tronsoct'; 13. Pengumpulan data yang lebih uP-to-dote dapat dititipkan meniadi
tugas rutin institusi-institusi sektoral pemerintahan (anggota BKTRN dan TKPRD), mauPun Biro Pusat Statistik/Kantor Statistik, iuga institusi-institusi asosiasi stokeholders swasta terkait dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mempun;rai bidang garapan sesuai.
Resume Topik 3z "Pemonfooton Data Bersomo dalam Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pertdnahan di Doerah" 3. f .5
lr. Dicky Handrianto, Direktur Konsultan besar, makalah ini membicarakan hal-hal garis Secara Cilaki 45. PT. Makalah disampaikan oleh sebagai
l.
berikut:
Penataan Ruang dan Pertanahan mempunyai permasalahan yang
cukup kompleks, sehingga dalam mengelolanya dibutuhkan informasi yang komprehensif dan tepat. Untuk itu dibutuhkan dukungan informasi yang terpadu dari berbagai sumber data. Kemampuan manajemen informasi terhadap data maupun instansi pembentuk data akan sangat memPengaruhi kualitas dari pengambil keputusan dalam hal Penataan Ruang.
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peilanahan di Daerah
7..
lnformasi Tata Ruang dan Pertanahan dibentuk oleh beragam lenis dan bentuk data yang dihasilkan oleh setiap instansi terkait.
Hal yang sering teriadi adalah bahwa setiaP
instansi
memproduksi data untuk memenuhi kebutuhan instansi tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan suatu man4emen yang efektif untuk mengelola dan mengendalikan keragaman sumber informasi. Pengelolaan dan pemeliharaan data yang tePat akan
3.
meminimalisasi duplikasi dan meningkatkan aksesibilitas terhadap data dan informasi tata ruang dan pertanahan. Permasalahan utama dalam melakukan pembangunan SITRP di
daerah adalah lemahnya manaiemen dalam pengelolaan data
4.
bersama serta rendahmya aksesibilitas oleh instansi pengguna terhadap data;'ang dihasilkan. Oleh karena itu keberadaan dan kemampuan untuk melakukan penggunaan data secara bersama (data sharing) merupakan Pras)'arat dalam merealisasikan SITRP di daerah. Dalam membangun SITRP diperlukan beberapa kondisi sePerti kesepakatan antar pembentuk data untuk menggunakan standar data yang meliputi basis data spasial, struktur, format, klasifikasi dan kodefikasi data serta sumber )4ang sama- Dalam mendukung kesamaan standar tersebut, pengelola data harus menfapkan satu standar yang disepakati oleh seluruh instansi terkait dan mengacu pada standar yang telah disepakati secara nasional.
5.
Penerapan SITRP membutuhkan dukungan ketesediaan dan i
mpleme ntas i berbagai aspek seperti : Orgaware/Kelem-bagaan,
Humanware/Sumberdaya Manusia, Pembangunan Basis Data/Database, Hardware & Software/Perangkat Keras dan Lunak.
3.2 Resume Hasil Diskusi Butir-butir diskusi yang dihasilkan adalah sebagai berikut
l.
:
Perlu kesepakatan/kesepahaman tentang istilah sistem informasi tata ruang dan pertanahan atau sistem informasi Penataan ruang karena pada dasarnya ruang yang dimaksud adalah ruang daratan (tanah), laut (oceon), dan iuga udara (oerospoce). Sistem yang dikembangkan lebih ke arah sistem Penataan ruang yang integroted (IPIS);
18
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daemh
2.
3.
upap penertiban ruang. Namun masalahnya. lemah dalam hal data dan informasi yang akurat serta kendala dana yang besar serta SDM yang kurang terlatih dalam pengembangannya terutama pengembangan i nfrastrukturnya; Pada dasarnya, sistem informasi yang dikembangkan nantinya tidak terpisah atau berbeda dengan sistem informasi yang lainnya yant sudah ada tapi terintegrasi dengan sistem informasi lainnya dafam suatu decision support system sehingga memudahkan SIPR ini memang perlu dikembangkan dalam
dalam pengambilan keputusan terutama dalam mengatasi masalah-masalah konflik keruangan (konflik di perbatasan
4.
5.
6.
misalnya); Sebaiknya SIPR
ini disertai dengan low enforcement agar dapat ditaati dan iuga ada satu uii kontrol yang tidak hanya diberikan kepada pemerintah tetapi iuga oleh masyarakat dimana nantinfa disitu masyarakat bisa berpartisipasi di dalam melakukan kontrol iuga;
SIPR yang dikembangkan iustru untuk meningkatkan otonomi dan desentralisai daerah (untuk merangsang paftisipasi daerah) sehingga peran swasta dan asosiasi profesi lainnya diharapkan
menjadibesar; Permasalahan data selarna ini adalah akses data yang sulit bagi publik terutama peta, ketidakcocokan data, dan iuga konsistensi
data. Juga ketersedian data/peta terutama yang data luar iawa sangat sulit. Kemudian masalah sosialisai ketersediaan data secara nasional yang kurang sehingga menimbulkan duplikasi data. Pengelolaan dan kewenangan pengelolaan data iuga tidak jelas;
7.
B. 9.
Perlu standar baku yang ielas tentang peta dasar (data spatial) yang mau dipakai. Khusus untuk peta, harus ada kelembagaan yang jelas yang mengurusi peta terutama peta dasar agar datadata dasar seperti luas wilayah tidak berbeda-beda. Sedangkan peta tematik, bisa dikembangkan oleh masing sektor-sektor; Informasi harus bersifat rekapitulatif dan langsung terintegrasi di tiap kecamatan; Secara umum, perlu kebijkan nasional tentang penggunaan data dan peta terlebih dahulu kemudian operasionalnya, daerah yang
19
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi TaIa Ruang dan Peilanahan di Daerah
menentukan(pengembangan datanyra
sendiri daerah
yang
menentukan); 10. Perlu pengintegrasian atau interaksi antara pusat-pusat data yang ada di masing-masing instansi sehingga data mudah diperoleh I
l.
maupun diakses; Perlu pengklasifikasian data yang lelas terutama data-data yang
akan di-publish. Juga perlu aturan main dalam hal lalulintas pengambilan data;
12. Perlu percepatan dalam pengalihan bentuk data dari analog ke digital sehingga memudahkan untuk diolah mauPun di informasikan ke tempat yang lain. 13. Perlu komitmen bersama untuk memulai ada PercePatanpercepatan pengembangan sistem informasi yang handal dan terbuka; 14. SIPR juga bisa berfungsi sebagai worning system. f 5. SIPR nantinya akan menuiu ke arah e-government dimana prinsip
publish-interoct-transect backbone i nternet selesai
bisa terlaksana sambil d
menunggu
ibangun;
3.3 Kesimpulan
Dari hasil pemaparan makalah oleh pembicara dan diskusi oleh seluruh peserta, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
l.
Sistem Informasi Tata Ruang (SITR) yang handal sangat Penting
untuk perencanaan dan Penertiban tata ruang dan untuk pembangunan daerah pada umumnya (sebagai decision support
system)i
2. "Model Sistem lnformasi Tata Ruang" 3. 4. 5.
perlu dibangun untuk pemeri ntah d aerah ; ususnya kh pemerintah, mem ud ahkan yang perlu banyak, cukup SITR Basis data untuk membangun BPN, Bappeda, Kota, (Dinas Tata dimanfaatkan dan dipadukan Bakosurtanal, LAPAN, dan lain-lain); Kendala yang dihadapi daerah adalah ketersediaan data dasar,
software dan operator sistem informasi, serta kepedulian terhadap pentingnfa sistem informasi; Swasta, organisasi profesi, dan perguruan tinggi perlu dilibatkan dalam membangun SITR di daerah;
Prosiding Lokakarya Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peftanahan diDaenh
6.
SITR perlu dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip legalitas trans paransi, partisi pas i,
d
an akuntab i itas I
;
7.
SITR Daerah perlu terkait dengan SITR Nasional. BKTRN perlu menyusun prosedur koneksi pusat dan daerah; B. SITR mencakup informasi mengenai ruang darat, laut, dan udara (pertanahan merupakan bagian dari ruang darat); 9. Kelembagaan SITR Nasional berbeda dengan SITR Daerah; 10. Perlu sebuah format, struktur, klasifikasi dan kodefikasi datayang tunggal dengan menyatukan hasil-hasil dari pantek TC 2 | | -S dan I
l.
tim-tim lain; Pendanaan untuk membangun SITR perlu didukung pemerintah, namun pedu dikembangkan sistem pendanaan yang sefi ftnoncingi
12-
Perlu ada peraturan daerah yang mengatur mekanisme, prosedur dan pembagian kewenangan dalam pengadaan,
pemeliharaan dan pemanfaatan data; 13. Perlu ditetapkan data-data mana yang perlu dipublikasikan dan mana fang tidak, terutama untuk data-data pertahanan-
3.4 Penutup Sebagai penutup dikemukakan tindak laniut ke depan dari lokakarya
iniyaitu
l.
:
Mempersiapkan penyusunan 'naskah putih' rancangan kebiiakan
sistem informasi tata ruang yang terintegrasi dengan agenda Pokia-3 BKTRN;
2.
Perlu pertemuan lebih laniut untuk mengintegrasikan masalah penyed iaan data-data perencanaan keruangan
3.
;
Pengintegrasian dengan stotegic plon yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal.
SAMBUTANI DEPUTI MENEG PPN/KEPAIA BAPPENAS BIDANG OTONOMI DAERAH DAN PENGEMBANGAN REGIONAL
. . .
Yth. Anggota Pokfa 3 Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional Yth. Anggota Tim Koordinasi Telematika Indonesia Bapak dan lbu peserta lokakarya yang kami hormati.
Assolomu'ola ikum Wr. Wb.. Salam seiahtera bagi kita semua,
Pertama-tama marilah kita paniatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan perkenanNya kita dapat melaksanakan lokakarya yang bertema "Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah".
Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan penghargaan atas terselenggaranya lokakarya ini sebagai suatu bentuk usaha untuk merumuskan dan menyepakati bersama konsep kebilakan sistem informasi tata ruant dan pertanahan yang sesuai dengan tujuan nasional dengan melihat perkembangan wilayah dan dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah. Saudara-saudara peserta lokakarya yang terhormat,
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwasannya Indonesia saat ini tengah dalam masa transisi menuju ke arah perubahan yang fundamental menjadi negara yang demokratis, transparan, partisipatif, dan akuntabel serta meletakkan supremasi hukum. Perubahan yang tengah dialami tersebut memberikan I
Disampaikan dalam "Lokakarya Menuju Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah" di Bappenas tanggal 13 Nopember 2003. A-1
peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral. Perubahan yang sedang dijalani teriadi pada saat dunia mengalami transformasi menuiu era masyarakat informasi dimana larak dan waktu sudah bukan merupakan hambatan yang besar lagi dalam memperoleh informasi. Informasi dewasa ini sudah menjadi suatu kebutuhan sangat penting bagi masyarakat untuk bisa berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pengalaman menunjukkan bahwa, pembangunan nasional selama ini dilakukan tanpa melibatkan masyarakat secara aktif. lnformasi meniadi sesuatu yang langka dan sulit untuk diakses oleh masyarakat secara luas. Oleh karenanya,
pemerintah pusat maupun daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebiiakan dan layanan yang disediakannya
kepada masyarakat. Pemerintah iuga perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi dan menyiapkan kebilakan yang lelas tentang cara mendapatkan informasi. Dengan demikian secara langsung atau tidak, kebijakan publik yang diambil bersifat transparan,
partisipatif dan akuntabel. Hadirin yang saya hormati, Kemaluan teknologi informasi saat ini sudah sedemikian pesat di segala aspek pembangunan. Kenyataan telah menunjukkan bahwa penggunaan media elektronik merupakan faktor yang sangat
penting dalam berbagai transaksi internasional, terutama dalam transaksi perdagangan. Demikian iuga halnya dalam bidang tata ruang dan pertanahan, hadirnya teknologi sistem informasi telah membawa perubahan yang sangat mendasar. Pengalaman di negara-negara m{u menunjukkan bagaimana aplikasi teknologi sistem informasi dalam penataan ruang dan pertanahan telah memberi manfaat yang sedemikian besar. Aplikasi sistem informasi tata ruang dan pertanahan dalam manajemen perkotaan digunakan untuk mengatasi masalah perkotaan mulai dari pengangguran, kemiskinan di
perkotaan, partisipasi masyarakat, pelayanan kota seperti pembayaran pajak, dan lain sebagainya. Tantangannya adalah bagaimana memilih dan menggunakan data secara tepat dalam sistem
informasi yang kompleks.
Sebelum saya memaparkan lebih jauh mengenai pemikian
dasar dalam pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan, perlu kiranya saya informasikan terlebih dahulu mengenai kebijakan-kebijakan mendasar pengembangan sistem informasi nasional. Inpres No. 6 Tahun 200 1 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia menyebutkan bahwa pendayagunakan teknologi telematika di Indonesia digunakan untuk keperluan : l. Meniadakan hambatan pertukaran informasi antar
Z. 3. 4.
masyarakat dan antar wilayah negara,
Memberikan kesempatan yang sama serta menintkatkan ketersediaan informasi dan pelayanan publik, Memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang, Meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai
distribusi,
5.
Meningkatkan transparansi
dan memperbaiki
efisiensi
pelayanan publik, serta memperlancar interaksi antar
baik pada tingkat pusat maupun daerah sebagai landasan untuk membentuk lembaga-lembaga pemerintah,
kepemerintahan yang efektif, bersih, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Saudara-saudara peserta lokakarya yang terhormat,
Mengingat perlunya pendayagunaan teknologi informasi di atas, maka Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki wilayah yang cukup luas ditambah lagi dengan sumber daya dam yang melimpah sudah seharusnya mempunyai sistem informasi tata ruang dan pertanahan yang lengkap dan terintegrasi dengan baik ke dalam sistem informasi nasional yang dapat menampilkan informasi dengan lengl
nantinya disusun, mampu meniadakan hambatan pertukaran A-3
informasi antar masyarakat tentang produk-produk tata ruang dan pertanahan, bagaimana kebijakan sistem informasi tata ruang dan pertanahan ini juga mampu memberikan kesempatan yang sama serta meningkatkan ketersediaan informasi dan pelayanan publik. Kebilakan sistem informasi tata ruang dan pertanahan fang disusun harus mampu juga dalam memperbesar kesempatan bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang dengan memanfaatkan pasar yang lebih luas, juga mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kemampuan inovasi dalam sektor produksi, serta memperlancar rantai distribusi agar daya saing ekonomi nasional dalam persaingan global dapat diperkuat. Juga, bagaimana kebijakan ini nantin),a mampu mewuiudkan tata pemerintahan yang baik. Sementara itu, kebijakan nasional untuk mempercepat pemulihan ekonomi ya;ng bersumber pada sistem ekonomi kerakyatan serta memperkuat landasan pembangunan berkelaniutan dan berkea-dilan, prioritas pembangunan difokuskan pada emPat program lintas bidang dan lintas sektoral, yaitu :
l.
Penanggulangankemiskinan; Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan; Pembangunan stabilitas ekonomi nasional, dan 4. Pelestarian lingkungan hidup. Berangkat dari empat prioritas pembangunan di atas, maka kebijakan pengembangan sistem informasi tata ru.rnt dan pertanahan
2.
3.
yang disusun juga harus mempertimbangkan keempat prioritas pembangunan tersebut dalam substansinya. Sejauh apa kebiiakan sistem informasi tata ruang dan pertanahan dapat berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan, bagaimana sistem informasi tata ruang dan pertanahan dapat mendukung pengembangan sistem ekonomi kerakyatan dan meniaga stabilitas ekonomi nasional, dan bagaimana sistem informasi tata ruang dan pertanahan dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup. Disamping itu, kebiiakan pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan yang disusun harus dapat diakses dan dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh masyarakat luas, mendukung pengurangan kesenjangan pertumbuhan antar daerah, serta untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kebijakan yang disusun hendaknya juga mampu meningkatkan citra tata pemerintahan-yang
baik melalui pengembangan sistem yang transparan, A-4
mampu
memenuhi kebutuhan publik maupun sektor swasta, serta akuntabel. Dan pada akhirnya, secara keseluruhan kebilakan sistem informasi
tata ruang dan pertanahan tersebut harus didukung oleh suatu instrumen pelaksana kebijakan yang lengkap dan operasional seperti kerangka legal, kelembagaan yang memadai, pembiayaannya, serta mekan isme lal u-l i ntas pertukaran i nformasi nya. Hadirin yang saya hormati,
Kiranya perlu iuga saya ingatkan bahwasannya pengembangan sistem informasi tata ruant dan pertanahan ini tidak hanya untuk maksud perencana-an, tetapi juga untuk maksud pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi penataan ruang dan pertanahan. Dalam pengembangan sistem informasi tata ruang dan
pertanahan yang baik, salah satu bagian terpentingnya adalah perlunya data spatial yang berkualitas dalam pengertian data yang akurat, handal, serta up to date dan tersedia bagi publik secara terbuka. Data spatial tersebut digunakan tidak hanya untuk maksud perencanaan, tetapi juga untuk maksud pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi yang kredibel. Untuk itu, diperlukan juga ke-mampuan teknis untuk mengolah dan menganalisis data spatial tersebut untuk maksud-maksud perenca-naan dan monitoring serta evaluasi.
Hadirin peserta lokakarya yang saya hormati,
Demikian tadi sudah saya sampaikan beberapa beberapa pemikiran dasar dalam pengembangan kebijakan sistem informasi tata ruang dan pertana-han. Diharapkan kebijakan yang sedang
disusun selain dapat diselaraskan dengan prioritas-prioritas pembangunan tersebut, sekaligus juga dapat meng-eliminir konflik
tata ruang dan pertanahan yang me-nyangkut pemanfaatan
dan
pengendalian peman-faatan ruang.
Melalui lokakarya ini diharapkan rumusan-rumusan awal kebilakan pengembangan sistem infor-masi tata ruang dan pertanahan yang dikali selama ini dapat lebih disempurnakan lagi. Oleh karena itu masukan saran serta kritikan yang membangun sangat diharapkan dari lokakarya ini.
Mengakhiri sambutan ini, Saya ucapkan terima kasih atas kerja keras para hadirin sekalian yang berusaha sebaik mungkin A-5
memberikan masukan bagi penyusunan kebijakan ini. Sekali lagi saya meng-ucapkan terima kasih kepada seluruh peserta lokakarya yang bersedia hadir hingga akhir acara dan selamat berdiskusi. Wossolomu'o loikum W r.Wb.
Jakarta, l3 Nopember 2003 Deputi Meneg PPN/Kepala Bappenas Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional
Prof. Dr. lr. Bambang Bintoro Soedjito, MRP
A-6
@traxR
MENUIU STSTEM TNFORMAST TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI DAERAH'
Oleh: Suiana Royat2 Pendahuluan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ditetapkan sebelum seluruh proses reformasi berialan di negara ini. Proses reformasi melahirkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (UU No. 2211999) tentang Pemerintahan Daerah yang pada intinya memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan berlakunya UU No. 2UJ999 tersebut maka
diperlukan berbagai penyesuaian dalam UU No. 2411992. Penyesuaian peraturan di tingkat undang-undang membutuhkan penyesuaian di tingkat Peraturan pemerintah yang meniabarkan dengan lebih detail isi undang-undang tersebut. Proses ini akan memakan waktu yang cukup lama, sementara pemerintah otonom
yang baru terbentuk memerlukan berbagai perangkat untuk merencanakan pembangunan daerahnya dengan cePat, termasuk perangkat sistem informasi tata ruang dan pertanahan. Selama ini penyusunan suatu produk rencana tata ruang dilakukan berdasarkan data yang tersedia, bukan berdasarkan kebutuhan data. Data yang tersedia kadang kala tidak sesuai dengan kebutuhan data dalam perencanaan tata ruang sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak implementatif.
Belum tersedianya standar kebutuhan data dan teknologi informasi tata ruang yang memadai dan mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan merupakan permasalahan yang mendasar dalam perencanaan tata ruang dan pertanahan di Indonesia saat ini. Sementara dalam era pelayanan pembangunan saat ini diperlukan '
Makalah disampaikan dalam Lokakarya"Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peftanahan di Daerah", Badan Perencanaan Pembanunan Nasional, Jakarta, 13 November 2003 -^ Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas
sistem informasi tata ruang yang transparan dan
mampu
mengantisipasi setiap kecenderungan perkembangan. Oleh karenanya perlu disusun kebijakan sistem lnformasi tata ruang dan pertanahan berskala nasional yang partisipatif, transparan, responsif
dan mampu mengantisipasi setiap kecenderungan perkembangan sehingga dapat memberikan pandangan bagi pengembangan kebiiakan daerah dengan memberikan masukan dalam peraturan perundangan dan kebijakan sektoral yang akan diimplementasikan di daerah.
Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan dalam Konsepsi Good Governance Arah kebijakan dalam GBHN Tahun |'999-2004 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) menegaskan bahwa penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Dalam kerangka ini, penyusunan kebijakan sistem informasi tata ruang harus mengacu pada ketiga pilar utama good governonce, yaitu
:
l. Transparansi Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh masyarakat terhadap semua informasi yang terkait dengan program-program penataan ruang dan pertanahan yang mencakup keseluruhan prosesnya melalui suatu manajemen sistem informasi publik. Transparansi akan menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi yang akurat dan memadai serta kemudahan dalam mendapatkannya.
2. Partisipasi Partisipasi dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan pada setiap
tahapan pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian sehingga masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat
(beneficiories)
atau objek belaka, melainkan sebagai
pembangunan (subyek).
agen
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas dimaknai sebagai pertanggungiawaban pemerintah kepada publik atas keberhasilan maupun kegagalan melaksanakan misi dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki.
Secara konseptual prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabi I itas berhubungan secara mutual istik. Partisi pasi publ ik tidak
mungkin akan berialan dengan efektif tanpa ketersediaan informasi yang memadai (transparansi) dan hak publik untuk mengakses informasi tersebut. Transparansi tidak mungkin tercipta iika pemerintah tidak bertanggung jawab dan tidak ada jaminan hukum atas hak publik dalam mengakses informasi. Demikian pula halnya akuntabilitas sulit diharapkan tanpa adanya partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan negara. Jadi ketiganya saling mengait dan tidak berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari komponen lainnya.
Pentingnya Sistem Informasi Data Dasar Tata Ruang dan Pertanahan Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat
telah membuat para pembuat keputusan baik di neSara-negara berkembang maupun di negara-negara m{u mau tidak mau harus memanfaatkannya untuk kepentingannya kalau tidak mau dibilang ketinggalan jaman. Perkembangan ini telah mengubah ekonomi kotakota dan pengelolaannya. Hal ini iuga mengubah cara orang-orang berkomunikasi dengan pihak berwenang (pemerintah). Kemudahan pengaksesan data oleh masyarakat, akan membuat suatu pemerintahan semakin transparan dan proses pengambilan keputusannya pun akan bersifat partisipatif sesuia dengan isu good governonce.
Di
negara-negara maju, penggunaan teknologi sistem informasi di pemerintahan sudah sedemikian majunya dalam mengatur suatu wilayah/kota. Peningkatan keuangan daerah melalui investasi luar, registrasi dan pembayaran pajak, ataupun cuma sekedar updoting data dasar perkotaan, adalah merupakan contoh-contoh dari sekian banyak aplikasi yang biasa dilakukan dengan bantuan sistem informasi tata ruang dan pertanahan.
B-3
Ada beberapa argumen yang menyatakan kenapa secara substansial teknologi sistem informasi itu penting dalam perencan:urn serta manaiemen tata ruang suatu wilayah. Manaiemen dan pengeolahan data. Dengan teknologi ini, dengan satu komputer bisa dengan amat mudah mengintegrasikan beragam data dan informasi, yang kalau dilakukan secan manual tentu saia akan sangat susah.
o .
.
Mengurangi kemungkinan korupsi, mengingat orang-orang tidak perlu secara langsung bertemu, dan iuga dengan pertimbangan bahwa komputer sangatlah obyektif dan transparan iika dia diprogram dan diamankan secara baik. Dentan teknologi informasi dan komunikasi yang modern ini, beberapa kesulitan atau masalah yang timbul akibat perbedaan jarak, kesulitan komunikasi, dan lain sebagainya bisa diatasi.
Untuk merancang sistem informasi tata ruang dan pertanahan, ada tiga hal yang harus dipenuhi, yakni : . Tuiuannya harus ielas, digunakan untuk apa; . Data yang digunakan harus tePat; Haruslah tepat dalam menentukan aplikasi-aplikasi yang spesifik.
r
di atas tidak terpenuhi, maka kemungkinan akan yang membingungkan bahkan berpotensi keputusan menghasilkan membahayakan bagi masyarakat. Sebagai tambahan, outPut yant bermanfaaat haruslah dihasilkan dari input data yang berkualitas-
Jika ketiga hal
Permasalahan Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Indonesia Kurangnya data digital tentang Pertanahan yang up-to-dote di Indonesia (terutama di daerah) merupakan masalah yang besar bagi semua aktor yang terlibat Penataan ruang mulai dari pemerintah sampai sektor swasta. Dalam iangka pendek, karakteristik permasalahan ini adalah sebagai berikut: . Tidak adanya lembaga pusat data dan informasi tanah yang terkoordinasi dengan baik baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota;
.
Kebutuhan akan katalog data digital meta data .yang mengidentifikasi informasi apa yang tersedia dan dimana;
.
Kurangnya kordinasi dan kerjasama antar sektor di semua Kab/kota). Kerjasama ini penting untuk menghasilkan suatu database
level pemerintahan (nasional, propinsi, dan
informasi ekisting yang ektensif dan iuga untuk
menentukan standar yang jelas dalam pengumpulan data, penyimpanan, dan sistem pertukarannya.
Pengalaman menuniukkan bahwa kesadaran akan pentingnya data dasar belum memadai pada berbagai tingkatan pengguna maupun pembuat data. Data tidak dapat dilihat sebagai sebuah komoditi
strategis untuk kepentingan iangka panjang, tapi lebih dilihat sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak mempunyai manfaat langsung (Roos Akbar, 2003). Masalah lain dalam penataan ruang adalah bagaimana memastikan penggunaan data secara maksimum oleh Pengguna potensial, pengembangan standar dan protokol untuk penyimpanan data dan distribusinya, pengembangan sumberdaya manusia, kurangnya insentif kemajuan karir bagi staf teknik dalam pengembangan dan pengelolaan data digital, dan kurangnya pemahaman serta komitmen menyeluruh oleh pengelola senior. Tidak adanya fokus pada masalahmasalah ini telah menimbulkan ketidakefisienan dan duplikasi kasar.
Lebih jauh lagi, karena tidak adanya standar yang sama dalam pengumpulan informasi digital mengakibatkan masing-masing epartemen/d i nas-d inas punya peta dasar d igital berdasarkan standar masing-masing. Sehingga, harus ada proses tambahan dan pengeditan kalau pedu agar data tersebut bisa dipakai, ditampilkan, dan dianalisis dalam sistem penataan ruang yang komprehensif.
d
Kerangka Dasar Pengembangan Model Sistem Informasi Data Dasar Tata Ruang dan Pertanahan Dalam pengembangan model sistem informasi data dasar tata ruang
dan pertanahan perlu memperhatikan hal-hal prinsipil
sebagai
berikut: l. Model yang dikembangkan haruslah dalam kerangka sistem tata pemerintahan yang baik (good governonce) guna menuju ke arah e-government karena dengan begitu akan tercipta kondisi sistem pemerintahan yang efektif dan efisien.
2.
3.
Model ini harus terintegrasi dengan baik ke dalam proses penataan ruang secara keseluruhan sebagai suatu siklus (perencanaan, pemanfaatan rencana, dan pengendalian). Sistem informasi data dasar tata ruant dan pertanahan merupakan salah satu bagian dari proses Penataan ruang, tidak merupakan bagian yang terpisah. Data dan informasi yang dihasilkan harus bisa diakses dengan baik oleh para pengguna dan iuga harus selalu diperbaharui setiaP saat. Oleh karenanya perlu dikembangkan "bentuk data baku untuk perencanaan tata ruang dan pertanahan" yang teriamin kualitas serta akurasinya.
Untul< mendukung kerangka dasar sistem informasi data dasar tata
ruang dan pertanahan, perlu kebiiakan dalam
pengaturan Kelembagaan kelembagaan yang berwenang dalam pengelolaannya.
yang dimaksud mungkin memanfaatkan lembaga yang sudah ada (lewat kewenangan BKTRN) atauPun membentuk lembaga baru yang
khusus menangani sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahan.
KERANGKA DASAR PEMODELAN SISTEM INFORMASI DATA DASAR TATA RUANG DAN
PERTANAHAN KonseF, GmD GCr'fRilANCE | , Sale.cuadiE - iranspaGnsi AkuNlahlias
Konse6
E- Goveranretl
_l
penaGlr.r+. rn
-::*," j::.;-',
l :ffi*%l n 1,H*^-*. l - l'ffitr's'l lrmm* HW\u ' <set ' dan
'"
'nrdrs'
, l
I
1
Demikian juga halnnya dengan data dasar yang digunakan dalam perencanaan tata ruang dan pertanahan, perlu adanya kejelasan
dalam hal data standar, siapa lembaga yang
berwenang
mengeluarkannya agar tidak terjadi pengulangan-pengulangan yang beruiung pada pemborosan dana. Tabel di bawah ini mengusulkan lembaga yang berwenang dalam produksi data berdasarkan jenis informasi yang digunakan dalam perencanaan tata ruang.
Konsepsi dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Data Dasar Tata Ruang dan Pertanahan KONSEPSI PENGEMBANGAN
'.
Ketersediaan dan fungsi basis data harus dapat dimanfaatkan semaksimd mungkin untuk membantu Proses pelaksanaan tugastugas institusi pemerintahan, baik untuk kepentingan internal
institusi
itu sendiri
mauPun untuk kepentingan pelayanan
masyarakat. Untuk itu, pemahaman akan perlunya data dan informasi merupakan hal mutlak, yaitu : o lnformasi bukan hanya untuk kepentingan internal, tetapi harus dapat dibagi (shore) dengan institusi lainnya.
o Informasi harus terintegrasi secara vertikal
mauPun
horisontal. Untuk dapat mendukung hal tersebut di atas, maka ada enam hal yang menjadi prasyarat, yaitu : o Harus adanya kemauan dan dukungan politik dalam hal
o
pembuatan dan pengorganisasian basis data nasional (dengan memperhatikan integrasi data secara vertikal dan horisontal), melalui dukungan pendanaan dan penerapan standarisasi data untuk dapat saling dipertukarkan. Harus adanya perubahan tradisi/budaya dengan menyadari akan pentingnya data sehingga data bukan hanya tersedia,
tetapi layak untuk digunakan dalam setiaP
o
Penentuan
kebijaksanaan. Harus ada perubahan dalam hal manajemen di setiap institusi dengan memperhatikan aliran data dan informasi, sehingga
data dan informasi dapat dengan mudah dikelompok-
kelompokkan
o
ke dalam berbagai macam
tingkatan
operasional hi ngga strategis. Harus tersedia sumber daya manusia yang memmadai baik
dari sisi kemampuan oranSnya mauPun dari
sisi
pengembangan sumber daya manusia tersebut (sistem atau
o
ieniang karier).
Harus tersedia sarana dan prasarana yang memadai agar
data dapat dengan mudah dipertukarkan tanpa
o
harus
disentralisasikan. Harus adanya dukungan keuangan yang memadai mnegingat data harus selalu diperbaharui. Termasuk di sini adalah dana untuik memperbaharui dan melengkapi perangkat lunak dan perangkat kerasnya.
Setelah terbentuknya pemahaman akan Pentingnya data dan
informasi serta adanya uPaya-uPaya untuk membuat dan mempersiapkan dara dalam bentuk digital, maka tahap selanjutnya adalah membangun basis data secara nasional. Dasar
yang sudah tahap dimiliki dan prasyarat yang disebutkan di atas kemud ian d ioperasionalisasilkan melalui pembangunan basis data naional.
Dalam membangun basis data dan pembuatan sistem prosedur pemanfaatan SlG, maka kemampuan yang ada di dalam SIG harus dapat dioptimalkan serta memberdayakannya melalui integrasi dengan teknologi yang mendukungnya sePerti teknologi remote sensing, teknologi penentuan posisi (GPS), pemodelanpemodelan dan sebagainya.
2. STRATEGI PENGEMBANGAN
Untuk pencapaian kebijaksanaan tesebut, maka berikut ini adalah strategi yang harus diterapkan.
o
Memberikan dukungan politik dalam membangun basis data Adanya dukungan politik akan mendorong semua pihak mulai melihat pentingnya pembangunan basis data sebagai bagian
terpenting ddam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks pemanfaatan dan pemberdayaan SlG, kepastian bahwa B-8
adanya dukungan ini akan menyebabkan tidak ada keraguan baik
dari sisi pemerintah maupun sw:Nta serta masyarakat dalam melakukan pengembangan SIG yang memang membutuhkan baiya yang sangat besar. Mensti mulasi perubahan trad isi/kebudayaan dalam hal data
Dengan adanya kesadaran akan pentinganya data dan informasi dalam setiap pengambilan keputusan serta adannya usaha-usaha nyata dalam menyediakan data akan dapat menyebabkan salah satu persyaratan utama dalam pemanfaatan dan pemberdayaan SIG sudah terpenuhi, yaitu ketersediaan data (aviability dan reliabelity data). Meningkatkan kemampuan manaiemen
Perubahan dalam hal pandangan terhadap data dan informasi (kepentingan data, sharing data) harus dituniang oleh peningkatkan kemampuan management agar interaksi teriadi tidak hanya secara vertikal(internal instititusi) tetapi iuga secara
horisontal (antar departemen) sehingga semua aspek pembangunan dapat terwadahi melalui pemanfaatan dan
pemberdayaan SIG ini. Peningkatan kemampuan manaiemen ini harus dilakuakan tidak secara parsial atau sektoral tetapi harus ddam konteks sistem manaiemen nsaional (sismennas) terutama dalam hal tata pengambilan keputusan yang berkewenangan
(TPKB) agar tercapai tertib politik, tertib sosial dan tertib masyarakat. Meningkatkan kemampuan tenaga ahli Tersedianya tenaga ahli yang menguasai SIG baik sebagai sebuah ilmu maupun aplikasinya dari dan untuk berbagai disiplin ilmu akan membuat pemanfaatan dan pemberdayaan SIG dapat
mempercePat Pemulihan ekonomim nasiona,. Penyed iaan infrastruktur yang memadai
Penyediaan infrastruktur yang memadai di sini adalah yang terkait secara langsung dengan pemanfaatan dan pemberdayaan SIG
secara langsung maupun tidak langsung, seperti misalnya penyediaan jaringan internet denga kapasitas yang besar di setiap ao
daerah, maupun pemanfaatan stasiun bumi penerima citra satelit yang memang sudah tersedia (di pare-pare) secara oPtimal.
o
Memberikan alokasi dan dukungan sumber daya keuangan yang memadai. Bagian terpenting dalam pembangunan SIG adalah dana karena pada tahap awd dana yang dibutuhkan akan sangant besar dan mengecil pada tahap-tahap selan.iutnya. Dalam konteks ini, prinsip "cost-recovery" tidak dapat diterapkan dan yang tePoat
adalah "cost-effectiveness" karena sifat keuntungan yang tidak
terukur. Kesimpulan Informasi dewasa ini sudah meniadi suatu kebutuhan sangat Penting
bagi masyarakat untuk bisa berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Oleh karenanya, Pemerintah pusat/daerah Perlu Proaktif
memberikan informasi lengkap tentang kebiiakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah pusat/daerah iuga perlu mendayagunakan berbagai ialur komunikasi dan menyiapkan kebijakan yang ielas tentang cara mendapatkan informasi- Dengan demikian secara langsung atau tidak, kebilakan Publik yang diambil bersifat partisipatif dan akuntabel.
Demikian halnya dalam sistem informasi tata ruang dan pertanahan data dan informasi meniadi sangat Penting. lnformasi disini meliputi penerapan teknologi informasi yang dilakukan instansi pemerintah untuk menjangkau penduduk, usahawan dan aktor pembangunan lainnya, untuk tujuan meningkatkan pelayanan iasa pemerintah kepada penduduk, meningkatkan hubungan antara dunia bisnis dan industri, dan menciptakan kineria pemerintah yang lebih efisien dan efektif. Hal diatas dapat terwuiud iika pemerintah kita didukung oleh:
. . . . o
przsarana sistem data yang memadai prasarana hukum yang mendukung kelembagaan sumber daya manusia
teknologi
.
kepemimPinan, perlu diperhatikan kebutuhan akan pemimpin yang berminat terhadaP hal ini, serta komitmen untuk semua Pihak, mau mendengar.
Pengembangan sistem informasi perkotaan yang baik memerlukan pandangan yang iernih terhadap persoalan yang dihadapi guna mengatur data sehingga menghasilkan pemecahan yang terbaik. Pada prinsipnya, sistem informasi ini harus dapat diakses secara luas oleh publik sehingga penyelenggaraan pemerintahan meniadi transParan.
Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah sistem yang mempunyai kemampuan untuk memProses data secara cepat berkontribusi terhadap efisiensi pemerintah kota. Sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahan merupakan bagian yang tidak terpisah dari sistem informasi tata ruang dan pertanahan secara keseluruhan. Untuk membangun sistem informasi tata ruang yang lengkap dan bagus, butuh waktu dan biayayang tidak
sedikit karena ini merupakan pekeriaan yang sangat besar dan mel ibatkan banyak stokeholders.
Sebagai sebuah proses yang menerus, maka perlu dituniang oleh kontinuitas dalam input data yang senantiasa diperbaharui dan iuga terjamin kualitas dan keakuratannya. Oleh karena itu perlu dibangun suatu kesepakatan bersama tentang bentuk baku dari data dasar yang digunakan dalam perencanaan tata ruang dan pertanahan.
Konsekuensi logis dari pengembangan sistem ini adalah perlu iuga dipikirkan tentang lembaga yang berwenang dalam mengatur sistem
informasi ini. Lembaga yang dimaksud bisa
memanfaatkan
mekanisme BKTRN, atau membentuk lembaga yang sama sekali baru.
Model Pengembangan Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan KELEMSAGMN
TAMPAI{/AGENDA PELAKSANAAN
Perumusn KebtFbn Si$em lnlomai lab Ruang dan Pe&nahan Nasional
fh-K;'o*
A I I
*l
pemuen Sbun Pn*cq K.l6'irbsfFil;ilt i Paii$ryun , 6ldm ffi@asj T.h R0an0 . .;
r
de Pcftrnfhln
Srstenr Inlormasr Tab Ruang dan
, ,r::'1;
oab Dasar Pe,bnaMn
Dari model
di atas dapat dilihat
bahwa, pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan haruslah terintegrasi dalam sistem informasi nasional yang dikelola oleh Tim Telematika tuna mewuiudkan sistem tata Pemerintahan yang baik
pengembangan
(good governonce).
Pengembangan sistem informasi tata ruang dan pertanahan harus dimulai dari pengembangan sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahan terlebih dahulu. Pengembangan sistem informasi data dasar tata ruang dan Pertanahan dimulai dari tahapan pemahaman
akan pentingnya data dan informasi sebagai kebutuhan dasar dalam penataan ruang. Kemudian baru dilakukan Perumusan kesepakatan tentang kelompok data dasar serta custodionship-nya.
Ada tiga pilihan dalam hal siapa yang berwenang dalam mengelola sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahan. Pertama, dibawah kontrol Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, dengan pertimbangan bawah sistem informasi tata ruang dan pertanahan B-
t2
sendiri diserahkan kepada Bappenas/BKTRN selaku koordinator dalam penataan ruang nasional. Kedua, membentuk badan baru, tapi tetap di bawah Bappenas/BKTRN. Alternatif kedua ini kecil sekali kemungkinannya mengingat efisiensi lembaga serta dana iuga. Dan ketiga, pengelolaannya diserahkan kepada swasta, namun tetap dibawah kontrol Bappenas/BKTRN sehingga lembaga yang sudah ada tidak terbeban. Namun perlu dirumuskan tentang aturan mainnya. Sedangakan model keterkaitan antar stakeholder dapat dilihat pada gambar 5.2 dibawah ini.
MODEL KETERKAITAN ANTAR STAKEHOLDER DALAM SISTEM INFORMASI TATA RUANG DAN PERTANAHAN PEMERINTAH TIM KOORDINASI TELEMATIKA
MASYARAKAT UMUM
Bentuk output dari sistem informasi tata ruang dan pertanahan bisa bermacam-macam. Bisa berbentuk website yang menghadirkan informasi-informasi yang berguna terutama untuk menarik investasi. Bantuk lainnya bisa berupa album peta-peta rencana rencana digital yang dikemas dalam bentuk hordcopy maupun softcopy (CD) yang
juga bermaterikan informasi-informasi penting berkaitan
dengan
profile suatu wilayah. Bentuk lainnya juga bisa berupa brosur-brosur ataupun semacam booUet city profile yang fungsinya sebagai sarana promosi negara atau daerah.
STRUKTUR ALIRAN INFORMASI DALAM SISTEM
INFORMASI TATA RUANG DAN PERTANAHAN
Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan Nasional SITRP Propinsi SITRP
Rencana-Rencana Pengembangan
. .
Rencana Strategis Program Pembangunan
. .
Visi dan Misi
.
Potensi dan Daya Dukung
Potensi dan Daya 0ukung
Potensi dan Daya Dukung Ekonomi
SDA:
SOM:
Wllayah:
. . . . .
Tanah
Air Udara Hutan laut
. .
Penduduk Tenaga kerja
. . .
.
Pertumbuhan ekonomi Kesempatan keria
Sektor-sektor strategis lnvestasi
B- t4
Rencana StruKur/Pola Pemanfaatan Ruang Rencana Sistem Prasarana Wilayah RencanaPenatagunaanTanah air, dan udara Rencana Pengelolaan Kawasan lindung dan Budidaya Rencana Pengembangan Kawasan Tertentu
Potensi dan Daya Dukung Infrastruktur: Transporlasi Air bersih Listrik Drainase
. . . . . .
Telekomunikasi lrigasi
Potensi dan Daya Dukung Sosbud:
r
Eudaya lokal
Rekomendasi Rekomendasi yang diusulan dalam kajian ini adalah
:
l. Perlu adanya
2.
kesepakatan bersama antara semua pihak yang terlibat untuk mengembangkan sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahan dalam proses perencanaan tata ruang secara komprehensif; Untuk mengembangkan sistem informasi data dasar tata ruant dan pertanahan perlu dirumuskan terlebih dahulu visi kedepan,
misi yang diemban, serta tuiuan yant ingin dicapai dalam pengembangan sistem ini, juga perlu disusun agenda pengembangan dengan kerangka waktu yang ielas;
3. Perlu
adanya kebijakan yang mengatur tentang sistem ini
tersendiri yang di dalamnya mengatur tentang
A
:
Format data standar . Perlu ditetapkan format standar database tata ruang dan pertanahan yang berlaku nasional sehingga data di suatu instansi yang disimpan dalam database standar, bila diperlukan dan sesuai dengan 'aturan mainnya' dapat ditransfer maupun diolah ke instansi lain baik itu instansi
pemerintah, universitas, LSM, lembaga penelitian,
. '
o
mauPun swasta.
Juga perlu ditetapkan standar peta dasar digital serta tema-tema standarnya sehingga memudahkan dalam pemanfaatan dan pertukaran informasi (peta). Untuk keperluan pertukaran data dan informasi antar instansi, maka perlu dipilah dan ditentukan seiak awd mana data yang akan 'go public' mana yang tidak perlu di ekspose ke luar. Hal ini mengingat sifat data ada yang bersifat rahasia dan ada yang terbuka untuk umum. Untuk itu, masing-masing instansi perlu membuat semacam manual yang berisi data dan informasi yang tersedia termasuk spesifikasinya, bentuk file-nya, serta cara mengaksesnya. Yang terPenting adalah harus ada aturan/mekanisme tentang tata cara pengaksesannya berikut harga iualnya (kalau data itu diiual).
Kelembagaan/StrukturOrganisasi.
B-t5
.
o
Perlu ditetapkan lembaga-lembaga png berwenang terhadap masalah format data diatas serta lembaga yang berwenang mengelola sistem informasi data dasar tata ruang dan pertanahannya sendiri.
Hak cipta, aturan penggunaan data, sistem keamanannya, lalu-lintas data; dan
o
Pendanaan, pengenaan harga, promosi, pengembangan produk, dan penyediaan format-format data untuk diiual ke pihal< swasta.
tmxuWrtra"qm"C
KONSEP DAN STRATEGI UTAMA PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENATAAN RUANG DAN
PERTANAHAN
I
Oleh
Ir. Ruchyat Deni Dj., M.Eng.2 PENDAHULUAN Penataan ruang merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertuiuan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Dalam mencapai tuiuan tersebut, dilakukan upaya pengelolaan kawasan melalui pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat pada kawasan-kawasan budidaya dan pelestarian kawasankawasan lindung, termasuk yang terdapat di ruang lautan dan kawasan pesisir.
Pendekatan penataan ruang dalam rangka pengembangan wilayah sebagaimana dijelaskan di atas terdiri atas tiga Proses yang saling berkaitan, yakni3:
a.
Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Disamping sebagai "guidonce of future octions" rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlaniutan pembangu nan (dev elopment sustoinobirity).
Makalah disampaikan dalam Lokakarya"Menuju Sistem lnformasi Tata Ruang dan Peftanahan Daerah", Badan Perencanaan Pembanunan Nasional, Jakarta, 13 November 2003
Direktur Penataan Ruang Nasional, Ditjen. Penataan Ruang, Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang u-l
Dep.
b.
Proses pemanfaatan ruant, )rant merupakan wujud operasionaliasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, dan
c.
Proses pengendalian pemanfaatan ruang yanS terdiri atas mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTR\^/ dan tuiuan penatEran ruang rarilayahnya.
lmplementasi proses-proses penat:ran ruang tersebut di atas
melibatkan banyak pelaku pembangunan, baik unsur pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat baik secara kelompok maupun individual. Agar keterlibatan banyak pihak tersebut dapat berjalan dengan efektif, diperlukan mekanisme
koordinasi yang handal disamping komitmen untuk menciptakan sinergi dalam mencapai tuiuan penataan ruang yang telah ditetapkan. Mekanisme koordinasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan penataan ruang meruPakan prosedur
tetap dalam pelaksanaan proses-proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang berwujud norma, standar, prosedur dan manual.
Efektivitas penerapan NSPM oleh berbagai pihak sangat tergantung dari persamaan persepsi atas tujuan yang hendak dicapai, potensi atau sumber daya yang dimiliki, permasalahan yang dihadapi, serta metoda yang diterapkan dalam mengatasi permasalahan yang ada. Agar persamaan persepsi dapat terbentuk, diperlukan basis informasi yang sama di antara berbagai pelaku penataan ruang. Dalam konteks ini, sistem informasi penataan ruang yang dapat diakses oleh seluruh pelaku merupakan prasyarat yang harus dipenuhi. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan sistem informasi penataan ruang adalah tersebarnya sumber-
sumber data dan informasi yang dibutuhkan, mengingat luasnya cakupan sektor dalam penyelenggaraan penataan ruang. Data dan informasi yang dibutuhkan meliputi data dan informasi terkait dengan aspek fisik, ekonomi, politik,
peftahanan dan keamanan, serta sosial dan budaya. Data dan informasi tersebut tersebar di berbagai instansi sektoral dan lembaga-lembaga lain seperti LSM, perguruan tingi, maupun dunia usaha.
Berbagai data dan informasi tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem informasi yang handal dan terbuka sehingga dapat terbentuk persamaan persepsi di antara para pelaku Penataan ruang. Persamaan persepsi ini merupakan modal awal yang sangat d iperlukan dalam koordinasi penyelenggaraan Penataan ruang yang efektif dan efisien.
il.
KONSEP SISTEM INFORMASI PENATAAN RUANG DAN PERMASALAHAN DATAM PERWUIUDANNYA Sebagaimana telah disampaikan, penataan ruang terdiri atas perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian sistem informasi yang dikembangkan harus mampu mendukung implementasi proses-proses tersebut. Secara garis besar kerangka sistem informasi penataan ruang yang perlu dikembangkan dapat d jelaskan sebagai berikuta: i
l.
Berbagai data sektoral (topografi, demografi, Prasaftrna
dan sarana, pertanahan, kehutanan, kependudukan, perekonomian, sosial budaya, dan sebagainya) yang tersedia dikelola dalam suatu sistem basis data Penataan ruang sebagai masukan dalam penyusunan rencana tata ruan8.
2.
Penyusunan rencana tata ruang menghasilkan output berupa rencana tata ruang yang meruPakan input bagi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4
Hutabarat, Junius. Sistem Informasi Geografis Sebagai Sa/ah Satu Pendukung Pengambilan Keputusan, materi presentasi dalam Rapat Kordinasi Teknis Sistem Informasi Geografis di Hotel Atlet Century, 27 Mei 2003. n?
3.
Proses pemanfaatan ruanS menghasilkan outPut berupa
wujud tata ruang wilayah, yang merupakan data dan informasi baru bagi proses perencanaan ffeedbock).
4.
Proses pengendalian pemanfaatan ruang bersama-sama dengan proses pemanfaatan ruang dapat dikembangkan menjadi peringatan dini dan PT3 (petuniuk tindak turun
tangan) dalam penanganan berbagai
permasalahan
Penataan ruang. Secara diagramatis, kerangka sistem informasi penataan ruang tersebut di atas dapat digambarkan dalam Diagram l, Diagram 2, dan Diagram 3.
Dalam pengembangan sistem informasi penataan ruang, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut:
L
Transparansi; di mana data dan informasi yang disafikan merupakan data dan informasi yang dapat diakses oleh sefuruh stokeholder penataan ruang. Dalam konteks ini tidak terdapat data dan informasi yang ditutup-tutupi sehingga tidak tercipta kesetaraan dalam memperoleh data dan informasi. Namun demikian, screening masih dapat dilakukan sejauh menyangkut data dan informasi yang bersifat rahasia yang apabila diiadikan public domoin iustru akan merugikan masyarakat.
2. Partisipatif; yang memungkinkan
peranserta seluruh
stokeholder penataan ruang dalam pengembangan sistem informasi, sesuai dengan kapasitas dan kompetensi yang
dimiliki. Peran tersebut dapat berupa pemberian data mentah, koreksi/val
id
asi data/i nformas i,
d
an sebagai nya.
3. Akuntabilitas;
di mana data dan informasi yang disajikan dapat dipertanggung-jawabkan. Dengan demikian, data yang disajikan harus merupakan gambaran real di lapangan, sementara informasi yang disaiikan pun merupakan hasil analisis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Dalam konteks ini hal-hal yang
bersifat vested interest harus disingkirkan
dalam
pengem bangan sistem i nformasi penataan ruang. Sejauh inisistem informasi penataan ruang belum berkembang
dengan baik. Meskipun secara parsial telah tersedia sistem informasi di berbagai sektor terkait (kehutanan, pertanahan, transportasi, energi, telekomunikasi, dan sebagai nya), integrasi
dari berbagai sub-sistem tersebut belum terbentuk. Akibatnya, pemanfaatan oleh para pelaku penataan ruang pun masih terbatas pada data dan informasi sektoral dan kurang memperhatikan keterkaitannya dengan data dan informasi lainnya. Beberapa permasalahan pokok yang menghambat perkembangan sistem informasi penataan ruang adalah sebagai
berikuts:
l.
Kebijakan nasional (Propenas) belum mengharuskan ad
anya spasialisasi i nformasi.
2.
Rencana tata ruang belum meniadi ruiukan formal yang tercantum dalam Propenas dan Repeta, sehingga dampak spasial dari kebijakan kurang tergambarkan dengan baik.
3.
Ketersediaan data dan informasi spasial pada saat akan digunakan masih belum bersifat reoltime, karenadatadan informasi merupakan sesuatu yang ada tapi tiada, tiada taPi ada.
4.
Ketersediaan data dan informasi spasial secara nasional masih belum memadai.
5. Budaya information
bosedlminded
dari
stokehlders,
termasuk pemerintah, masih belum menggembirakan. Hutabarat, Junius. Sistem lnformasi Geografis Sebagai Sa/ah Safu Pendukung Pengambilan Keputusan, materi presentasi dalam Rapat Kordinasi Teknis Sistem lnformasi Geografis di Hotel Atlet Century, 27 Mei 2003
DIAGMM
I
z :F
i
3{ 2 EP==J ll.l
*EEI
&
o l
m
a o a
L-O
c{ G L
c')
.g
o
5 =
.o
aq q a t €0 o ts
l! =
E
e cji
G
s-6 6_!bo
u = F
t
(g
o
6
'6
<EA
<s
d6
s
S {.i Scc
s
9,9.
tll
o-
! o q.
9'6 i= d(
UI
e.t at EO
fr< F6
q --o:
tt,
(9
J
a :o !;
o
o.=
=
co
ER
q a q,
(!
# (L
.9
o
d) .9 o q.o Er
q
<s Ex urS
!
; E
6
EF oo
F'a {o EE :si ao o:
q .L =
& I
o z t z F
zU o-
a = x. o L
z
-'a
U =
=o s<
t> o< uJ
Y
6 t F o l f
6.
Peraturan perundang-undangan dan NSPM dalam bidang data dan informasi masih belum memadai'
7.
Jaminan/insentif bagi SDM bidang (termasuk spasial) belum mendorong timbulnya motivasi
data dan informas
yang memadai.
Uraian di atas menggambarkan permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan sistem informasi Penataan
ruang di tingkat pusat/nasional. Kondisi yang ada di daerah pun tidak lebih baik, dimana sistem informasi Penataan ruang befum meniadi center of informotion dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan Perencanaan tata ruang'
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di daerah.
il1.
DUKUNGAN SISTEM INFORMASI PERTANAHAN DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Pada bagian sebelumnya telah disampaikan bahwa sistem
informasi Penataan ruang didukung oleh sub-sistem informasi berupa sistem informasi sektoral, termasuk sistem informasi pertanahan. Pada bagian ini akan diielaskan garis besar peran sistem informasi pertanahan dalam penyelenggaraan Penataan ruang.
Pengaturan bidang Pertanahan merupakan salah satu alat utama dalam operasionalisasi Penataan ruang, baik pada tataran perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang' mauPun pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian' data dan
infoimasi bidang pertanahan iuga merupakan data dan informasi kunci dalam penyelenggaraan Penataan ruang' mengingat "tanah" merupakan unsur utama pembentuk ruang' Peran data dan informasi bidang pertanahan dalam ruang secara garis besar dapat penyelenggaraan
Penataan
diielaskan sebagai berikut:
l.
Perencanaan tata ruang mencakup seluruh ruang wilayah, baik ruang daratan, ruang udara, maupun ruang lautan sebagai tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan meniaga kelangsungan hidupnya. Di ruang daratan, "tanah" merupakan unsur utama pembentuk ruang dengan segala atribut yang melekat padanya. Dengan demikian perencan?Ern ruang daratan harus memperhatikan atribut-atribut pertanahan seperti hak penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah disamping karakteristik fisik tanah (morfologi, sifat fisik, aksesibilitas, potensi sumber daya alam, dan sebagainya). Rencana alokasi ruang untuk berbagai kegiatan masyarakat
besefta prisarana dan sarana penuniangnya perlu memperhatikan daya dukung lingkungan, penggunaan dan pemanfaatan tanah eksisting dan status hak atas tanah.
Perhatian terhadap atribut-atribut tersebut akan mengurangi potensi konflik pada saat implementasi rencana tata rung, disamping menjamin terselenggaranya
pembangunan yang berkelanjutan. Berbagai kasus
perebutan hak atas tanah dalam pelaksanaan pembangunan merupakan cermin dari kurang diperhatikannya status hak atas tanah di lokasi pembangunan.
2.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ditegaskan bahwa dalam pemanfaatan ruang dikembangkan pola pengelolaan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya lainnya. Pengembangan pola pengelolaan tata guna tanah atau penatagunaan tanah mencakup pengaturan aspek penguusaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Daam konteks ini, pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang perlu dituniang dengan Pengaturan:
-
Penguasaan
atas tanah menurut
alokasi
pemanfaatannya, misalnya tanah-tanah pada ruang yang direncanakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dikuasai oleh Pemerintah sehingga tidak diberikan hak penguasaan c-10
-
kepada perseorangan atau badan hukum. Demikian pula halnya dengan tanah-tanah pada ruang yang mutlak harus diladikan kawasan lindung. Dengan demikian perwujudan rencana tata ruang dapat lebih teriamin. Penggunaan dan pemanfaatan tanah agar tetap sesuai
dengan rencana tata ruang malalui mekanisme periiinan dan penerapan insentif-disinsentif. Sistem informasi pertanahan dapat menyajikan data dan informasi terkait dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, status hak atas tanah pada ruang yang direncanakan, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah. Data dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh instansi sektoral dan masyarakat (termasuk dunia usaha) dalam melakukan investasi.
3.
Data dan informasi terkait rencana tata ruang yang telah ditetapkan serta penggunaan dan pemanfaatan tanah eksisting secara langsung memberikan informasi tentang penyimpangan yang terjadi antara rencana dan kenyataan di lapangan. Informasi ini kemudian dapat dikembangkan
sebagai informasi dalam kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan melalui kegiatan mon itoring, pemantauan, pelaporan, dan penertiban: - Perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah dimonitor dan dimasukkan ke dalam sistem informasi pertanahan melalui Proses updoting.
-
Apabila terjadi indikasi penyimpangan Penggunaan dan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dilakukan Pemantauan untuk melihat seberapa cepat perubahan/penyimPangan yang teriadi dan seberapa besar dampak yang ditimbulkan. Pada tahap ini perlu dilakukan analisis yang komprehensif dengan menggunakan data dan informasi sektor lain, misalnya kecepatan perubahan
penggunaan
dan
pemanfaatan
tanah
kecepatan peningkatan kemacetan lalu lintas.
c-1
1
dengan
-
Hasil pemantauan tersebut kemudian dilaporkan kepada instansi atau pejabat yang berwenang untuk diambil tindakan.
lnstansi atau peiabat yang berwenang mengambil langkah-langkah penertiban untuk mengembalikan penggunaan dan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pada tahap ini sistem informasi pertanahan dapat menyajikan rencana penertiban penggunaan dan
pemanfaatan tanah serta
perkembangan
implementasinya.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa sistem informasi penataan ruang tidak dapat berfungsi secara efektif tanpa dukungan sistem informasi pertanahan. Untuk itu pengembangan sistem informasi pertanahan, disamping untuk memenuhi kebutuhan nistrasi pertanahan, perlu d id ud ukkan sebagai sub-sistem yang tidak terpisahkan dari sistem informasi penataan ruang. ad mi
IV.
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENATAAN RUANG Sistem informasi penataan ruang merupakan sistem yang kompleks, karena mencakup berbagai data dan informasi yang tidak terbatas pada sektor tertentu, namun mencakup banyak sektor yang saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu diperlukan strategi pengembangan yang tepat agar sistem tersebut dapat terwujud dengan cepat, efisien, dan efektif dalam menuniang pelakanaan proses-proses penataan ruang.
Berdasarkan kerangka dasar sistem informasi dan permasalahan yang dihadapidalam pengembangannya sebagaimana disampaikan di atas, pada bagian ini akan disampaikan strategi pengembangan sistem informasi penataan ruang secara umum sebagai berikut:
l.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya sistem informasi penataan ruang yang terintegrasi dalam penyelenggaraan c-12
penataan ruang, sebagai upaya meningkatkan nilai tambah
dari sistem informasi sektoral yang telah dikembangkan oleh para pelaku penataan ruang. 2.
Pengembangan NSPM bidang data dan informasi spasial sebagai landasan hukum pengembangan sistem informasi
penataan ruang yang merupakan integrasi dari sistem informasi sektoral. 3.
Perumusan kebutuhan sistem informasi penatzurn ruang
oleh setiap pelaku penataan ruang sebagai masukan perumusan kerangka sistem atau desain sistem informasi yang akan dikembangkan. 4.
Perumusan kerangka sistem informasi penataan ruang yang disepakati oleh seluruh pelaku penataan ruang, termasuk data dan informasi sektoral yang akan menjadi bagian dari sistem informasi penataan nrang.
5.
Penetapan data dan informasi bidang pertanahan (dan sektor lainnya) yang akan dijadikan bagian dari sistem informasi penataan ruang, termasuk klasifikasi data dan informasi yang termasuk kategori public domoin, limited occess domoin, dan privote domoin.
6.
Penetapan protokol pengelolaan sistem informasi yang penetapan sekurang-kurangnya mencakup (i) instansi/lembaga pengelola sistem informasi penaftEn ruang, (ii) penetapan format data dan informasi yang akan disaiikan dalam sistem informasi, (iii) penetapan prosedur pemuatan, validasi, dan pemanfaatan data dan informasi, serta (iv) metoda analisis yang akan dipergunakan dalam mempersiapkan informasi yang akan disajikan dalam sistem informasi.
7.
Penetapan skema pembiayaan untuk pengembangan, operasional, dan perawatan sistem informasi penataan ruang.
8.
Pembentukan komitmen yang kuat dari seluruh pelaku
penataan ruang untuk berpartisipasi
aktif
dalam
pengem bangan sistem informasi dan mendayagunakannya c-13
sebagai center of informotion bagi pengambilan keputusan
yang terkait dengan keruangan dalam
pelaksanaan
pembangunan.
v.
KESIMPULAN Dad berbagai uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
l.
Penyelenggar€En penataan ruanS melibatkan berbagai
pihak sehingga perlu koordinasi yang baik dengan ditunjang oleh sistem informasi penataan ruang yang handal.
2.
Pengembangan sistem informasi penataan ruang menghadapi berbagai hambatan, antara lain berupa rendahnya budaya information based/minded di kalangan para pelaku penataan ruang, termasuk instansi pemerintah.
3.
Agar penyelenggaraan penataan ruang dapat berjalan secara efektif dan efisien, perlu didorong pengembangan
sistem informasi penataan ruang yang didukung oleh berbagai sub-sistem informasi yang terdapat di berbagai instansi sektoral dan lembaga lainnya.
4.
Pengembangan sistem informasi perlu memperhatikan pri nsi p-prinsi p transparansi, partisi pasi, dan akuntabi litas.
5.
Efektivitas penerapan sistem informasi penataan ruang sangat tergantung pada kehandalan data dan informasi bidang pertanahan, baik dalam tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruan8.
6.
Mengingat sistem informasi penataan ruang merupakan sistem yang kompleks, diperlukan strategi yang tepat serta komitmen yang kuat untuk mewujudkan sistem informasi penataan ruang sebagai center of informotion
bagi pengambilan keputusan yang terkait
dengan
keruangan dalam pelaksanaan pembangunan baik di tingkat nasional maupun di daerah. c-14
@lre m*M
ASPEK KELEMBAGAAN DAN PENDANAAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI TATA RUANG DAN
PERTANAHANI AndiOetomo Departemen Teknik Planologi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung 2003
l.
Wacana: "Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan" atau "Sistem Informasi Penataan Ruang"?
Sistem informasi pada prinsipnya adalah seluruh pendekatan untuk
memperoleh, menyimpan, mengambil, menganalisis data, dan mempresentasikan informasi dalam merespon suatu'intelligence needs'dari program-program tertentu, dan seluruh stokeholders yang terlibat dalam program tertentu tersebut. Jika kata 'tertentu' tersebut diubah menjadi 'tata ruang dan pertanahan'tentunya meniadi suatu hal yang kurang sepadan, mengingat pertanahan adalah menladi salah satu sub-sistem dari tata ruang2. Akan lebih tepat lagi iika apa yang akan dibentuk adalah sistem informasi penataan ruang, sehingga
substansinya menyangkut integrasi keseluruhan komponen sumberdaya ruang yang terdiri dari tanah/lahan, udara, air I p erairanl aut, d an s u mbe rd aya lai n nya d alam konteks perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan itu, 'intelligence needs' adalah untuk program-program penataan ruang dan seluruh stakeholders penataan ruang yang berarti I
pemeri ntahan, swirta/sektor bisnis, dan masyarakat umum.
Dalam konteks kelembagaan hal tersebut adalah sangat sensitif mengingat 'tujuan' yang berbeda membuat lingkup substansinya berbeda, dan berarti stakeholders intinya pun berbeda, sehingga 1
Disampaikan dalam Lokakarya Menuju Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah, Bappenas, Kamis 13 Nopember 2003 2 Menurut UU N0.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang,'tata ruang'adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan atau tidak.
D-1
bentuk, struktur, proses, prosedur, dan mekanisme peransertanya pun akan berbeda. Mekanisme peranserta tersebut sedikit banyak luga akan pula berpengaruh terhadap alternatif pendanaan yang dapat dilakukan, baik yang bersifat konvensional maupun non-konvensional. Mengingat penamaan ini kelihatannya terkait dengan nama Direktorat di Bappenas, maka hal ini sebaiknya dipikirkan ulang sesuai dengan 'nature' sistem informasi yang memang lebih dibutuhkan dalam konteks penataan ruang.
Hal tersebut di atas kelihatannya terkait pula
dengan
ketidakkonsistenan UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang mendefinisikan tentang 'Ruang' itu sendiri di Pasal I yang merupakan suatu wadah yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tetapi ternyatayangdiatur dalam UU tersebut hanya yang terkait ke daratan saja yang dalam hal tertentu bisa dikatakan hanya lahan. Sementara itu 'ruang lautan' dan 'ruang udara' (akan) diatur tersendiri masing-masing dengan UU y"ng berbeda. Bisakah masing-masing ruang 'laut', 'udara' tersebut diatur dan ditata tersendiri tanpa terkait dengan apa yang dilakukan di 'darat'-nya?
2.
Sistem Informasi Penataan Ruang
"lnformasi adalah bahan-bahan yang mengandung unsur-unsur yang dapat dikomunikasikan, fakta-fakta, data-data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan, buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan" (RUU KMr)
itu Webster's New Encyclopedic Dictionary 1994, menyatakan bahwa In-for-mo-tion (n) adalah: The communicotion or rece|tion of knowledge or intelligence o. Knowledge obtained from investigation, study, or instruction b. Knowledge of o porticulor event or situotion (NEWS) c. FACT. DATA d. A signol or mork put into or put out by o computing mochine
Sementara
l. 2.
eh karena itu, sistem informasi Penat:En ruant (Plonning lnformotion System) biasanya bertuiuan untuk membangkitkan pengetahuan dan mendukung keputusan-kePutusan mengenai berbagai topik seperti penduduk, ekonomi, lingkungan, pertanahan,
Of
perairan, tata guna lahan, tata Suna air, tata Suna udara, infrastruktur, fasilitas dan utilitas, dan lain-lain dari suatu daerah Perencanaan. Untuk setiap topik tersebut Pengetahuan dan dukungan tersebut dibangun oleh: pendeskripsian seiarah dan statusnya sa:rt ini' peramalan statusnya di masa mendatang, Pemantauan dan Pencatatan serta penginterPretasian perubahan-perubahannya, pendiagnosaan
dan Pembangunannya, menilai hubungan-dampak-dan pemodelan keseimbangan suPPty-demond-nya, contingencynya, serta PemPresentasiannya kepada seluruh stakeholders yang memer-lukannya seperti para planners, masfarakat pada umumnya, serta Para Pengambil keputusan publik. Sering iuga hal tersebut diberi label "lntegrated Planning lnformation S;atem
persoalan-persoalan perencanaan
(lPlS)". Jika ditelusuri ke dalam berbagai sub-sistemnya, lPlS tersebut mengandung beberapa bagian sePerti:
o Londuse Planning lnformotion System (LP,S) o
untuk
Penatasunaan tanah, Oceon Plonning lnformotion System(OPIS)untuk Penatagunaan
laut/perairan,
o
Air(spoce) Planning Information System (AP,S) untuk
penatagunaan udara, dll. Keseluruhannya bukan lagi bersifat 'Management Information System (MlS)' yang lebih bersifat in-house, tetaPi 'full-fledged' public informotion system. lPlS harus dapat kembali menghubungkan perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat dengan isu-isu yang menladi kepentingan publik
dalam penataan ruang. Oleh karenanya, lPlS harus dapat mengidentifikasi implikasi dari kecenderungan setemPat terhadap perubahan pemanfaatan ruang. Misalnya karena Pertambahan/ pertumbuhan iumlah penduduk tentu membangkitkan kebutuhan
untuk adanya perubahan pemanfaatan ruang, maka lPlS harus dapat meresPon berbagai Pertanyaan sePerti:
D-3
o
Di daerah perencanaan mana pertumbuhan penduduk itu terjadi
o
Kelompok umur mana yang tumbuh lebih cepat, dan apa
o
implikasinya untuk perumahan dan pekerjaan Kapan tingkat pertumbuhan diperkirakan berubah
o o o
o
o
Sejak sensus terakhir, seberapa besarkah
tingkat
pertumbuhan pendud uknya
Apa dampak pertumbuhan penduduk tersebut pada lahan, perairan, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lingkungan pada umumnya Apa yang teriadi bila tingkat pertumbuhan itu berubah lebih cepat atau lebih lambat dari yang diperkirakan
Siapa saja
yant akan memperoleh keuntungan
dari
pertumbuhan yang terjadi di lokasi-lokasi tertentu, Dan seterusnya.
Untuk meniawab hal-hal itulah lPlS harus dirancang
untuk menyediakan fakta-fakta dan nilai-nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai lingkungan/ekologis dari seluruh komponen pembentuk ruang
(tanah/lahan, airfperairan, udara, dan sumberdaya lainnya) yang mencakup kondisinya di masa lalu, di saat ini, kecenderungan perubahan, dan proyeksi alternatif kondisi ke depan berdasarkan berbagai skenario yang mungkin.
Dilihat dari tujuan tersebut di atas terdapat beberapa aspek informasi kunci dari sistem informasi penataan ruang ini: o Ekonomi, kependudukan, penttunaan lahan/ perairan/udara,
ketersediaan lahanlairludara, status pembangunan yang di lokasi terrentu, kebijakan-kebiiakan dan aturan-perundangan yang ada, serta pengendalian sedang berialan
o o o
pemanfaatan ruang yang ada Fitur-fitur lingkungan dan sistemnya Prasarana
Fasilitas-fasilitas publik
Kesemuanya dilengkapi dengan basis data spatial/ keruangan yang memadai (skala bergantung pada tingkatan ruang yang diinformasikan - nasional, propinsi, kabupaten, kota, atau bagian dari kota hingga ke skala kapling/bangunan.
Beberapa peralatan pendukung tentunya diperlukan untuk lPlS yang responsive dan user friendly untuk masa kini, diantaranya adalah:
o o
Perangkat keras: komputer, audio digital, video digital, foto digital, scanners Perangkat lunak: Sistem Informasi Geografi (SlG), Plonning Support System
o o
[AN, WAN, lntranet, dan Internet Penginderaan jauh: perangkat keras dan perangkat lunaknya.
Jaringan computer:
Aspek teknikalitas lebih jauh dari sistem informasi ini tidak akan banyak dibahas dalam tulisan ini, mengingat fokus bahasan lebih dituiukan pada aspek kelembagaan dan pendanaannya. Hal-hal dasar tersebut di atas kiranya yang memberikan masukan pada aspek kelembagaan seperti apa yang dibutuhkan bagi pengembangan sistem informasi tersebut, dan konsepsi pendanaan seperti apa yang bisa digunakan dengan pola kelembagaan tersebut. 3. Aspek Kelembagaan Sistem Informasi Penataan Ruang
Para perencana tata ruang pada prinsipnya berkewaiiban untuk memastikan bahwa sistem informasi tersebut di atas dirancang dan d igunakan untuk kemanfaatan publik/masyarakat secara keseluruhan, sekaligus mendu-kung fungsi-fungsi perencanaan. Dalam proses, kelihatannya akan banyak konflik terhadap definisi, pengumpulan, dan
distribusi dari informasi perencanaan ini. Sebagaimana dalam kewajiban-kewajiban perencanaan lainnya, hal ini memerlukan perhatian yang seksama untuk menjaga dua hal, 'fairness' dan 'efisiensi'.
Seperti disinggung dalam pola dan struktur sistem informasi penataan ruang yang harus dikembangkan di atas, maka aspek kelembagaan yang perfu dibahas juga relatif rumitlcomplicoted. Seperti terlihat dalam bagan di bawah ini, aspek kelembagaan akan mencakup berbagai hal yang merespon tujuan dari pengembangan itu sendiri
serta aspek lingkungan sosial-ekonomi dan sumberdaya serta teknologi yang kita punyai. Di samping itu, kesemua interaksi aspek kelembagaan tersebut harus didasarkan pada prinsip utama
kelembagaan pada saat ini yaitu terselengaranya good governonce atau tata kepranataan yang baik.
Lingkup Kelembagaan
Dari bagan tersebut dapat dilihat, jika tujuan pembangunan fang dimakud adalah untuk membentuk sistem informasi penataan ruang nasional, maka aspek kelembagaan yang diperlukan akan berbeda dengan sistem informasi penataan ruang propinsi dan/atau sistem informasi penaraan ruang kabupaten/kota karena beragamnya kondisi
'lingkungan' yang mempengaruhinya. Demikian pula iika yang dimakud adalah sistem informasi tata ruang dan pertanahan, bukan sistem informasi penataan ruang, memerlukan sistem kelembagaan yang berbeda. Cakupan penataan ruang tentunya lebih luas dari tata ruang dan pertanahan.
Dalam konteks penataan ruang, stokeholders akan sangat beragam di sisi pemerintahan sendiri, sektor bisnis/swasta, maupun masyarakatnya. Akan tetapi harus diingat bahwa hanya perlu satu sistem informasi penataan ruang di setiap unit wilayah yurisdiksi. Bahkan kalau mengambil prinsip perencanaan komprehensifnya William l.Goodman (1968), bahwa sebenarnya harus cuma ada satu
baik
rencana komprehensif yang formal di suatu unit wilayah, maka sesungguhnya cuma perlu satu sistem informasi perencanaan saia, yang sekaligus merupakan gabungan antara Perencanaan sPatial dan
aspatial. Sehingga dalam konsepsi Goodman ini betul-betul terintegrasi dari semua dokumen rencana yang di lndonesia dikenal
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRVV), Pola Dasar (Poldas) Pembangunan Daerah, Program Pembangunan Daerah (Propeda),
Rencana Strategis Daerah (Renstrada)
dan bahkan sampai
ke
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang semuanya berdasar hukum sama Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, minimal, seluruh stokeholders perencanaan tersebut mengacu kepada satu sistem informasi yang sama dalam penyusun:rnnya sehingga koordinasi dan komunikasi yang bersifat interaktif dapat terlaksana dengan efektif dan efisien antar dokumen rencana yang dihasilkan.
Di sisi stokeholders pemerintahan, kita sudah mengenal adanya Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) yang anggotanya terdiri dari berbagai Departemen Sektoral mauPun Badan di tingkat Nasional (terakhir dengan Keppres No. 62 tahun 2000). Sementara itu di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota dikenal dengan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah OKPRD) yang mulai dibentuk berdasarkan pada Inmendagri No. l9 tahun 1996,yang sekarang ini keanggotaannya sangat bervariasi berdasarkan Dinas Sektoral dan Badan yang dibentuk di Daerah masing-masing, mengingat adanya PP No. 84 tahun 2000 (yang kemudian diperbaharui dengan PP No. 8
tahun 2003) yang memberikan keleluasaan bagi Daerah untuk membentuk struktur organisasi pemerintahannya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan core comPetency local. Tentunya lembaga koordinasi ini bisa diiadikan modal dasar bagi pengembangan sistem informasi penataan ruang yang diinginkan, khususnya dengan memfungsikan sekretariatnya dan menemPatkan staf-staf fungsional tetap yang bekerja full-time secara profesional. Pengembangan sistem informasinya pun dapat dilakukan secara terpusat/sentral istik (d i mana sektor-sektor berti ndak sebagai terminal input saja, sementara seryer utama ada di Sekretariat) atau secara desentralistik (masing-masing sektor mengembangkan. sub-sistem informasinya sendiri-sendiri yang terhubung ke Sekretariat). Tentu D-7
saia sistem sentralistik perlu memiliki kapasitas server yang sangat besar dan juga rentan terhadap gangguan teknis maupun kesalahan
manusia (humon error) meskipun dari sisi kepentingan proses penataan ruang relatif akan lebih mudah memadukan informasiinformasi yang bersifat sektoral ke dalam tataran ruang/spatial. Di pihak lain, sistem informasi ini kelihatannya akan lebih relioble iika menggunakan sistem desentralistik yang terhubung ke Sekretariat, karena server ada di Sekretariat maupun di masing-masing instansi
sektoral dan masing-masing dapat bebas
meng-input
data,/informasinya, mengelola data itu di dalam lingkungan komputernya, menganalisis data dengan berbagai caranya sendiri, serta mem publ i kasikan ourputlhasil analisisnya masing-masing. Dalam konteks penataan ruang, pemaduan output/hasil analisis masingmasing sektor (sumberdaya) tersebut untuk keperluan optimasi, sinergi, serta minimasi konflik pemanfaatannya sesuai dengan tuiuan pembangunan dilakukan di Sekretariat BKTRN dan TKpRD masing_ masing Daerah. Hal ini berlaku pula untuk "Kawasan Tertentu"
dan/atau "Kawasan Khusus" yang mempunyai institusi pengelola (otoritas) tersendiri yang memperoleh delegasi dari pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah.
Pola itu dapat pula dikembangkan lebih laniut bagi pengintegrasian antar berbagai ti ngkat pemerintahan : Pusat-Propinsi-Kabupaten/Kota atau bahkan sampai ke Kecamatan, atau juga bagi masing-masing lembaga di masing-masing tingkat, misalnya Depaftemen-
Setien/ltjen/Ditjen-Biro/Direktorat-Sub Bagian/Direktorat-Seksi; Gubernur-Setda,/Bawasda-Badan- Dinas- Biro/Bidang/Sub Dinas; BupatiMalikota-Setda/Setko/ Bawasda-Badan-Dinas/Kantor Bagian/Bidang/Sub Dinas, dan seterusnya. Pengintegrasian sub-sub sistem tersebut ke dalam sistem utama pada saat ini dapat dilakukan dengan mudah secara'on-line' dengan LAN, WAN, Intranet maupun fnternet dengan web-bosed system. Dengan mekanisme itu,up-doting informasi dapat dilakukan terdesentralisasi dengan sangat cepat dan
sesering mungkin. Dengan banyaknya Daerah propinsi dan Kabupaten/Kota yang sudah memiliki situs web resmi di internet, kelihatannya media untuk melakukan koordinasi dan komunikasi sistem informasi penataan ruang ini pun relatif siap sehingga dapat di_ contol-kan dengan mudah ke sistem yang sudah ada. D-8
Di beberapa Daerah sudah dikembangkan berbagai macam subsistem informasi ini sehingga dihasilkan misalnya Sistem Informasi Pertanahan (Lond lnformotion System), Sistem lnformasi Daerah (Simda), Sistem Informasi Kependudukan (Simduk), dan sebagainya sekaligus yang sebenarnya satu dengan lainnya tidak terkait. oleh karena itu usaha integrasinya akan dapat menghasilkan sistem informasi secara one-stop shopping, yang akan sangat memudahkan stokeho/ders langsung maupun tidak langsung lainnya. Terlebih jika dihubungkan ke terminal-terminal komputer yang dapat diakses publik secara langsung di tempat-tempat strategis sehingga terbentuk
e-government yang sesungguhnya; dalam artian bukan hanya ,publish, saja seperti tampilan web kantor pemerintah seperti yang banyak dijumpai sekarang tetapi sudah lengkap dengan publish-interocttransoct.
Contoh aplikasi
e-government
dalam kelas 'publish'
misalnya
masyarakat dapat melihat dan men-downlood berbagai produk peraturan perundang-undangan dalam penataan ruang atau pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, atau pengusaha dapat mengetahui syarat-syarat memperoleh izin lokasi atau izin pemanfaatan ruang lainnya, serta peneliti dapat mengakses berbagai data/informasi statistik maupun geografis untuk dijadikan sebagai data sekunder. Pada kelas 'interoct', telah terladi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan stakeholders lainnya, contohnya TKPRD, Bapeda, atau Dinas Tata Kota menyediakan fasilitas e-moil tertentu
yang berkaitan dengan layanan penataan ruang, masfarakat dapat berdiskusi langsung dengan wakil-wakil rakyat dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan publik tertentu melalui e-moil, moiling list, atau bahkan tele-conference, dan pihak swasta dapat melakukan tanya jawab langsung mengenai persyaratan izin pemanfaatan ruang atau lMB. Untuk kelas 'tronsoct' hal tersebut ditambah dengan proses transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang atau barang dari satu pihak ke pihak lainnya, misalnya masyarakat dapat mengurus -termxuk membayar pelayanannya- permohonan IMB atau berbagai perizinan lainnya melalui sistem on-linelinternet.
D-9
Jika tetap diputuskan bahwa pengelola sistem informasinya adalah Pemerintah (BKTRN atau TKPRD yang didukung dana pemerintah, maka dengan mengacu pada sistem e-government dalam konteks sistem informasi penataan ruang, maka secara kelembagaan bentuk
dan strukturnya akan merespon pada 4 (empat) fungsi yaitu: Government to Citizens (G to C), Government to Busrness (G to B), Government to Government (G to G), serta Government to Employees (G to E). Bagan umum fungsi lembaga sistem informasi penataan ruang tersebut dapat dilihat di bawah ini. Bagan fungsi e-Government dalam Sistem lnformasi Penataan Ruang: SIPR.
BKTRN
------F lc'oG I
-..\__/-IPRS
TKPRD Propinsi/ K abupat€n/ K ota
l-P*r/Pr.pt".t/ I Kabupaten/Kora
I
I
l-s*;il;-l
Seperti terlihat pada bagan sebelumnya maka bentuk dan struktur
kelembagaan tersebut perlu dilengkapi dengan penetapan mekanisme, proses, dan prosedur yang mampu mengakomodasikan semua kepentingan dan peranserta stokeholders penataan ruang. Termasuk dalam hal ini adalah dalam hal pengambilan keputusan terhadap suatu aspek penataan ruang. Penempatannya di BKTRN dan TKPRD dirasa tepat dalam konteks pengambilan keputusan ini, di D-10
samping sistemnya yang memungkinkan stokeholders lain terlibat dalam prosesnya. Hal itu iuga sekaligus mengaplikasikan berbagai peraturan perundangan sebelumnya yang terkait dengan hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang seperti tercantum dalam PP No. 69 tahun 1996. Dalam hal keefektifan yang lebih ditonjolkan, maka format lembaga BKTRN dan TKPRD pun perlu direformulasikan untuk mengakomodasi stakeholders lainnya lebih langsung. Hal ini juga sedikit banyak akan berkait ke sistem pendanaan dari pengembangan serta oper:Bi dan pemeliharaan dari sistem informasi penataan ruangnya sendiri.
4. Aspek Pendanaan Sistem Informasi Penataan Ruang Berangkat dari aspek kelembagaan yang mungkin dikembangkan, maka sistem pendanaan yang dapat dikembangkan pun harus ditiniau dari keterkaitannya dengan fungsi lembaga serta Para pelaksana tugas dan stakeholders. Secara diagramatis hal itu akan terlihat seperti pada bagan di bawah ini:
Keuangan & Sistem Pendanaan
Pelaksana Tugas & Para Stakeholders
Fungsi lembaga Sistem lnformasi Penataan Ruang hampir di seluruh dunia masih menjadi fungsi publik, yang berarti mengemban fungsi-
fungsi pemerintahan tradisional dalam pelayanan publik sekaligus regulasi/pengaturan dan meniaga ketertiban dalam penataan ruang. Oleh karena itu hampir dapat dipastikan bahwa sumber utama pendanaan seharusnya datang dari sumber-sumber konvensional pemerintah seperti paiak. Akan tetapi mengingat bahwa sistem lembaga yang dibentuk melibatkan semua stokeho/ders berkontribusi D-11
dalam pelaksanaan tugasnya, maka kemungkinan dukungan dari sistem pendanaan non-konvensional iuga sangat dimungkinkan. Dalam konteks politicol economy, prinsip pemerintahan yang seperti ini disebut dengan'proportionol government' yang tidak bersifat semata-
mata sebagai provider maupun enabler. Dalam 'proportional government' dikenal barang 'semi/quasi publik' dan barang 'semi/quasi privat' yang pada prinsipnya dapat disediakan dan dikelola bersama-sama antara sektor publik dan sektor swasta.
Sistem Informasi Penataan Ruang yang pada prinsipnya sangat strategis tentu memerlukan tingkat pengamanan yang cukup tinggi agar bermanfaat dan terjaga keakuratan, foirness dan efisiensinya. Ofeh karena itu, dengan mengingat prinsip good governonce, pilihan yang dimungkinkan adalah sistem patungan Qoint venture) yang lebih bersifat co-ownership, co-msncgement, dan co-production sehingga dapat teriadi alih teknologi, alih pengetahuan, dan alih ketrampilan manaierial antar sektor publik dan swasta. Jika dikembangkan dengan baik dan benar, lembaga sistem informasi penataan ruang seharusnya dapat membiayai sendiri eksistensinya dari lalu-lintas penyedia dan pemanfaatnya yang sangat luas. Tidak perlu
menguntungkan (profiQ seperti yang diutarakan Anderson (1986) tetapi cukup cost-recovery untuk suryiyol dan continuity saia. Hal ini dengan catatan bahwa sistem yang dikembangkannya tidak hanya sekedar 'publish' dan 'interoct' saia, tetapi sampai kepada 'transoct' setelah kita berhasil membuat para stokeholders penataan ruang ini menjadi pihak-pihak yang informotion-minded. Misalnya nanti dengan mengenalkan sistem biaya keanggotaan bagi pihak-pihak tertentu yang ingin secara intensif menggunakan sistem informasi ini, atau dengan menarik ongkos untuk proses downlosd materi tertentu, dan lain-lain hal yang biasa dilakukan dalam bisnis .com (dot-com) dan bisnis melalui internet lainnya.
Perlu diperhatikan pula bahwa membangun suatu sistem informasi penataan ruang secara terpadu memerlukan biaya yang tinggi tidak hanya dalam initial cost yang berupa biaya investasi, tetapi juga untuk biaya operasi dan pemeliharaan. Hal utama yang ditemui terutama karena tingkat penyusutan (keusangan) teknologi komputer yang D-12
sangat cepat, mahalnya biaya transmisi data/informasi baik dengan maupun tanpa kabel, mahalnya biaya up-dating daty'informasi itu sendiri, serta biaya lisensi perangkat lunak yang digunakan, terutama dalam hal Sistem Informasi Geografis (SlG). Oleh karena itu, dengan sistem kelembagaan di atas beberapa komponen khususnya yang
terkait dengan pengumpulan data yang lebih up-to-dote
dapat
dititipkan menjadi tugas rutin institusi-institusi sektoral pemerintahan (anggota BKTRN dan TKPRD), maupun Biro Pusat StatistildKantor Statistik, iuga institusi-institusi asosiasi stokeholders swasta terkait dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai bidang garapan sesuai.
5. Penutup Dengan sistem kelembagaan dan pendanaan yang dikemukakan tersebut, kiranya pengembangan suatu sistem informasi penataan ruang yang lebih handal dan dapat diiadikan acuan perencanaan pembangunan bersama seluruh stokeholders menladi hal yang sangat layak secara teknis, ekonomi, sosial, politis, dan bahkan finansial. Mudah-mudahan kendala utama proses perencanaan di Indonesia yang seringkali diladikan alasan yaitu 'ketidaktersediaan' dan
'ketidakakuratan' serta ketidakterjangkauan' data,/informasi dapat segera diatasi dengan dibangunnya sistem informasi penataan ruang yang lebih transparan, akuntabel, partisipatif, subsidiaries, responsif, profesional, efektif dan efisien. Sistem Informasi yang tidak hary/a mem-publish fakta-fakta, data-data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan, buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan, tetapi yang penting iuga mencakup kondisinya di masa lalu, di saat ini, kecenderungan perubahan, dan proyeksi alternatif kondisi ke depan berdasarkan berbagai skenario yang mungkin.
I'eryiran
E,
PEMANFAATAN DATA BERSAMA DALAM SISTEM INFORMASI TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI DAERAH (SEBAGAI TINIAUAN IMPLEMENTASI PRAKTIS) *'
Oleh: Dicky Handrianto *2
I.
OTONOMI DAERAH DAN KEBUTUHAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA BERSAMA
Kebijakan otonomi daerah dalam implementasinya merupakan tantangan bagi daerah untuk memiliki kesiapan dalam melakukan pengelolaan daerahnya, {raik pengelolaan potensi dan sumber daya maupun permasalahan. Konsekuensi logis dari kebiiakan ini adalah
dituntutnya kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengambil keputusan secara tepat dalam pengelolaan sumebr daya, potensi dan
permasalahan pembangunan di daerah. Dukungan informasi yang cepat, tepat, terpadu dan lintas sektoral akan sangat mempengaruhi kualitas pengambilan keputusan.
Dalam konteks permasalahan daerah, penataan ruang
dan
pertanahan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Dalam mengelolanya dibutuhkan dukungan informasi yang komprehensif dan tepat. Komprehensif, karena sebagai sebuah informasi, tata ruang dan peftanahan merupakan turunan dan bentukan dari sekian banyak data dan informasi dasar, baik spatial maupun non spatial (tabular), yang berasal dari banyak ienis data dan sumber. Dengan sendirinya, dibutuhkan dukungan data dan informasi yang terpadu dari instansi-instansi pembentuk data untuk dengan tepat
menyediakan data sesuai dengan kompetensinya (fuPokSi). Kemampuan manaiemen informasi terhadap data maupun instansi
*'
) Makalah bahasan disajikan pada Lokakarya " Menuju Sistem Informasi Tata Ruang dan Pertanahan di Daerah", Bappenas, Kamis 13 November2003. .') Direktur Utama PT. Studio Cilaki Empat Lima dan praktisi Sistem Informasi Geoorafis
E-l
pembentuk data akan sangat mempengaruhi kualitas dari pengambilan keputusan dalam hal penataan ru?rng.
Di sisi lain, secara tidak menguntungkan, permasalahan yang teriadi adalah kelemahan instansi/pihak pembentuk data (yang berkompeten
data) dalam melakukan penyediaan data
menghasilkan
dan pengelolaannya. Tidak adanya koordinasi antar instansi pembentuk data dan tuntutan kepentingan instansi masing-masing dalam
penggunaan
data spatial (sebgian besar berkaitan dengan
data/informasi tata ruang) mengkibatkan rendahnya kualitas basis data yang ada di daerah. Hal ini ditandai dengan banyaknya duplikasi serta tumpangtindihnya jenis data dengan tema yang sama tetapi dengan kondisi (format) yang berbeda. Disamping masalah efektifitas
dalam pengambilan keputusan, maka kelemahan kondisi ini nrengakibatkan ketidakefisienan dalam penyediaan data. Di dalam konsep pembentukan dan pemanfaatan data*3 seharusnya pembentukan data hanya dilakukan satu kali dan oleh satu sumber. Efisiensi teriadi bila data yang dibentuk tersebut (oleh satu instansi)
dapat digunakan secara bersama oleh instansi/pihak lain yang membutuhkan.
Kelemahan manajemen dalam pengelolaan data bersama dan rendahnya aksesibilitas terhadap data yang dihasilkan oleh instansi lain meniadi permasalahan utama dalam melakukan pembangunan Sistem lnformasi Tata Ruang dan Pertanahan yang efektif, efisien dan
akurat di daerah. Gambar berikut menuniukkan
pola hubungan/interaksi antar instansi dalam pengadaan data dan tingkat kemampuan akses instansi terhadap data. Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka keberadaan sistem dan kemampuan untuk melakukan penggunaan data secara bersama (dota
shoring) merupakan salah satu prasyarat dalam menjamin terealisasinya SITR&P di daerah.
.3)
Hugh W. Calkins and Richard Weatherbe, Taxonomy of Spatial Data Sharing
E-2
, """"=o:- | ..1 ----l
J> +
lnstansi dalam lingkup Pemerintah Kota lnstansi di luar lingkup Pemerintah Kota Pertukaran data informal Pertukaran data formal
2. TAHAPAN LINGKUP PENGEMBANGAN
SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS Tahapan pengembangan Sistem Informasi berdasarkan lingkup lebih ditekankan pada konteks lingkup interaksi dimana aplikasi sistem informasi dapat dimanfaatkan. Pengembangan sistem informasi
terdiri dari beberapa tingkat, yaitu tingkat Project (proyek), tingkat Deportmentol (internal instansi), tingkat Enterprise (antar instansi dalam satu kota), dan tingkat Societol (akses kepada publik dan Sistem Informasi Nasional).
berdasarkan lingkup
.
Tingkat Project
Pada tingkat ini, sistem informasi yang dikembangkan baru terdapat
dalam satu instansi, khususnya pada pemanfaatan spesifik yang didasari pada keberad;En suatu project di dalam bagian/bidang/unit di instansi. Pemanfaatan data dan keberadaan analisa internal proiect tidak/belum mensyaratkan pertukaran data dengan bagian atau instansi lain sebagai sumber data.
o Tingkat Departmental Sistem informasi yang dikembangkan akan memiliki lingkup aplikasi internal instansi, mis: PDAM, Bappeda dll. Pada tahap ini interaksi informasi akan terjadi diantara bidang/divisi/bagian/unit di dalam
E-3
instansi tersebut, sehingga data dasar yang terbangun secara baik dan memiliki struktur dan format yanS sanra telah dibutuhkan.
.
Tintkat Enterprise Pada tingkat enterprise, sistem informasi yang dikembangkan memiliki lingkup aplikasi antar instansi dalam satu kota. Pengadaan dan pemanfaatan data dengan prinsip mutual, simultan dan pemakaian bersama mengharuskan keberadaan kesepakatan bersama antar instansi tentant sistem database dengan regulasi pertukaran data. Pada tingkat ini keberadaan network system yang operasional meniadi persyaratan utama.
.
Tintkat Societol Pada tingkat ini, pemanfaatan sistem tidak hanya dibatasi
pada pemakaian atau pemanfaatan di lingkungan instansi pembentuk atau
pemanfaat datay'informasi, akan tetapi sudah terbuka untuk kebutuhan Publik, baik sebagai fungsi pelayanan umum maupun pemanfaatan bebas sebagai informasi. Akses terhadap sistem informasi lain dan sumber data dari instansi non SITR&P dan di luar lingkup kota sudah terbentuk pada tingkat ini. Gambar: Tahapan Pengembangan SITR&P Berdasarkan Lingkupnya
KECENDERUNGAN PENGEMBANGAN SITR&P
E-4
Berdasarkan kemampuan ekisting dan optimalisasi potensi pengembangan yang dapat diterapkan di daerah saat ini (kota), tahapan pengembangan didesain untuk memenuhi tingkat enterprise. Kebutuhan terhadap keterpaduan dan keriasama antar instansi dalam pembentukan dan pemanfaatan data untuk mendukung informasi tata
ruang dan pertanahan, merupakan pertimbangan utama untuk dicapainya tingkat enterprise dalam pengembangan SITR&P
3.
PENGGUNAAN DATA BERSAMA (DATA SHAR'N6)
Data merupakan sebuah produk yang dihasilkan oleh pihald instansi dengan representasi informasi yang disesuaikan dengan kewenangan, aktifitas dan lingkup kerla (fungsi) instansi yang memproduksi. Data
tersebut umumnya digunakan untuk kepentingan pembentuk, baik untuk mendukung aktifitas internal
instansi
melalui
pengolahan informasi lebih lanjut, maupun dalam kaitannya dengan penyed iaan i nfo rmasi (sesuai fungsi nya) kepada i nstansi/penggu na
(pemeri ntah, masyarakat
d
I
ai
n
ll).
Dalam konteks kebutuhan informasi, keberadaan data yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak adalah sangat signifikan. Pemanfaatan bersama dari data merupakan konsekuensi dari posisi data sebagai informasi publik. Pemanfaatan data dan informasi tata ruang dan pertanahan merupakan (sering dilihat) bagian dari hubungan yang kompleks antar pihak (pengguna dan pembentuk) di dalam hal menggunakan produk data dan informasi tersebut dan pelayanannya. Kompleksitas hubungan tersebut sering dirupakan dalam bentuk permasalahan secara ekonomi mauPun legalitas dari pemanfaatan
data dan informasi. Keterkaitan yang erat adalah dalam
hal
menentukan "pihak yang memiliki hak/kewenangan (dan bagaimana bentuknya) dan pihak yang akan mengontrol data dan informasi yang al
dan terpadu antar instansi/pembentuk data dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan data dengan menghindari duplikasi dalam pembentukan data. Penggunaan data spatial bersama (spatial data sharing) didefinisikan*a sebagai proses transfer secara elektronik dari data,/informasi spatial antara dua atau lebih unit organisasi/instansi/pengguna dimana terdapat kebebasan (dalam berinteraksi) antara pembentuk atau pemilik data dengan pengguna/ pemanfaat
d
ata.
Data spatial, yang sangat mendominasi dalam sistem informasi tata ruang dan pertanahan, memiliki konsekuensi terhadap biaya yang tinggi dalam pembentukan, pengumpulan dan pemeliharaannya. Oleh sebab itu dengan dilakukannya data sharing akan sangat membantu dalam melakukan efisiensi dan efektifitas pegadaannya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Kegiatan "pembentukan dan pemanfaatan data" serta "pengelolaan dan pemeliharaan data" adalah
dua hal utama yang harus diperhatikan dalam Penggunaan Data Bersama/berbagi data (doto shari ng) 3.
l.
b)
Pembentukan dan Pemanfaatan Data Prinsip pembentukan dan pemanfaatan data
r
Pembentukan data dilakukan secara "bersama", dalam artian
tidak terdapat pembebanan pada salah satu instansi untuk
o
c)
membentuk atau menyediakan seluruh data. Pembentukan data dilakukan secara "terpadu", dalam artian setiap instansi hanya akan membentuk data sesuai dengan kompetensi dan TuPokSi dari instansi tersebut. Sehingga tidak terjadi duplikasi dalam pembentukan satu basis data dengan tema informasi yang sama maupun terdapat data yang tidak tersedia.
Prasyarat Kondisidalam Penggunaan Data Bersama Agar memungkinkan terjadinya pertukaran dan penggunaan data bersama, maka disyaratkan kondisi yang harus terpenuhi:
-') Hugh W. Calkins and Richard Weatherbe, Taxonomy of Spatial Data Sharing E-6
Dibutuhkan suatu kesepakatan aritar instansi
atau
pembentuk data untuk menggunakan regulasi dan standar data serta sistem yang sama; struktur dan format data. Penyepakatan antar pembentuk data untuk menggunakan basis data spatial (bosemop) dengan format dan sumber yang sama.
Dibutuhkan sistem dan mekanisme kelembagaan yang disepakati dalam mendukunt operasionalisasi regulasi pembentukan dan pemanfaatan data. Dibutuhkan mekanisme pengelolaan dan pemeliharaan data serta pengelola data yang disepakati dan memiliki legalitas dalam mengelola data.
Dibutuhkan penetaPan instansi yang berwenang dalam menyed iakan suatu data.
EA
(!l $l
ol (!t
xl #l
ot
tll H
ol
aLl
-l (ul Ll
E-8
(!l sl\
ol -l
$l (!l (l'I
(!l trl
ol
o-l (!t Ll
-l
E-9
d) Kebutuhan terhadap Data dan Informasi Spatial Kebutuhan terhadap daty'informasi spasial dapat diklasifikasikan berdasarkan:
Bentuk dan funqsinva: Sebagai Informasi Dasar. Dalam kebutuhan ini data yang diakses umumnya hanya diladikan sebagai data pasif/mati, artinya tidak dapat
dan tidak diperlukan dalam pengolahan lebih lanjut,
sehingga
pengguna cukup melihat peta sebagai produk akhir (end product). Umumnya peta dalam bentuk ini dapat lebih mudah untuk diakses, tanpa persyaratan yang kompleks.
Sebagai Informasi Lanjut/Olahan. Dalam kebutuhan ini data yang diakses akan dimanfaatkan untuk pengolahan lanjut bagi instansi pengguna. Pemanfaatannya dapat sebagai data dasar bagi informasi lanjut (internal instansi), dan sebagai input untuk melakukan analisa dengan dipadukan dengan informasi data lain yang ada. Dengan demikian kebutuhan terhadap bentuk data yang aktif dan kompatibel sehingga mampu dilakukan pengolahan merupakan persfaratan yang harus dipenuhi.
Tuiuan Kebutuhan:
lnformasi Komersial. Kebutuhan data sebagai informasi yang akan digunakan untuk kepentingan kegiatan yang bernilai ekonomi, seperti kebutuhan peta
ijin lokasi, peta kemampuan lahan dll
yang
dibutuhkan oleh pengembang untuk diiadikan sebagai informasi dasar maupun peta olahan untuk melakukan investasi. Pada kebutuhan ini, data akan memiliki dan dapat diberikan nilai informasi yang tinggi. Sehingga umumnya beberapa persyaratan baik legal maupun finansial akan menyertai pengadaan data ini.
Informasi Pelayanan Umum (Non Komersial).
Kebutuhan
terhadap data yang dituiukan untuk mendapatkan informasi umum yang seharusnya disediakan oleh pemerintah sebagai bagian dari tanggung jawab dan pelayanan umum, seperti peta rencana tata E-10
ruant, peta ialan dan penyebaran Pftrarana dan sarana dll' Sesuai dengaan sifat dan tuiuan kebutuhannya, maka seharusnya tidak dibutuhkan persyaratan yang bersifat legal maupun finansial yang kompleks untuk mendapatkannya, bahkan pada beberapa ienis data seharusnya disediakan secara cuma-cuma sebagai bagian dari sosialisasi.
Cara Akses:
Akses Secara Tidak Langsung. Kebutuhan terhadap data yang memungkinkan untuk diakses secara langsung umurnnya (seharusnya) adalah peta-peta png informasinya cukup dalam bentuk pasif (printed efisien form) dan yang memiliki kapasitas besar sehingga tidak dapat masyarakat. oleh dan mahal bila diakses langsung
Akses Secara Langsung. Kebutuhan terhadap data yang dapat diakses secara langsung adalah data yang umumnya akan digunakan
untuk pengolahan laniut bagi kegiatan yang menggunakan data tersebut seLagai data dasar atau referensi. Kondisi ini mensyaratkan keteraturan dan standar format yang sama dalam informasi pelayanan publik dan memiliki kapasitas yang memungkinkan untuk diakses iung.rng (mis: melalui web) oleh masyarakat atau pengguna lain' ,"p".tl peta administrasi wilayah/kota dan ienis peta-peta dasar yang d ibutuhkan dalam perencanaan tata ruang/kota'
Kewenanqan dan Status lnformasi
rbatas (Restricted DataI I nfo r mation). nformasi te rbatas d al am hal ini lebih dimaksudkan pada beberapa informasi yang hanya dibutuhkan dalam lingkungan internal instansi pembentuk dan sangat bersifat rahasia (confidential). Oleh karenanya ienis informasi ini tidak
Te
d
i
I
butuhkan oleh masyarakat mau pun pengguna/i nstansi lain'
Terbuka (open Datollnformotion). lnformasi terbuka
lebih
diartikan pada ienis informasi dari peta yang dibentuk oleh suatu instansi tapi memiliki nilai manfaat informasi bagi masyarakat dan pengguna lain di luar instansi pembentuk
d) Struktur Data Struktur data disusun secara sektoral (instansi) dan hirarkis. Struktur data sektoral dikembangkan dalam lingkup wilayah administratif. Pada masing-masing data instansi terdapat data dasar dan data tata ruang dan pertanahan.
Data Dasar/Umum, merupakan data dasar yang berada di setiap instansi dengan tema umum atau tema diluar informasi tata ruang dan pertanahan yang pengadaannya sesuai dengan kewenangannya. Data ini dapat terpisah sama sekali penggunaannya maupun dapat sebagai data pembentuk secara tidak langsung dalam membentuk data dan informasi tata ruang dan pertanahan. Data Tata Ruang dan Petanahan merupakan datayang beradadi setiap instansi dengan tema tata ruang dan Pertanahan atau berkaitan erat dengan data tata ruant sesuai dengan lingkup kewenangan instansi yang membentuk.
E-'t2
Berdasarkan jenis dan bentuk datanya, struktur data di setiaP instansi untuk data Dasar/Umum dan Data Tata Ruang & Pertanahan terdiri dari struktur data spasial dan struktur data atribut. Pengertian dari data atribut dan data spasial adalah : Data atribut merupakan data yang berisi informasi-informasi fisik, sosial, ekonomi, dan sosial kependudukan yang meniadi
l.
inti 2.
informasi dasar yang tertuang dalam data
sPasial
tersebut. Data spasial meliputi data-data grafis atau data yang memiliki referensi lokasi (georeferensi), yang dapat berupa peta, foto udara, dan citra satelit.
Struktur Data Atribut Struktur data atribut yang dipakai adalah struktur database relasional. Dalam sistem ini mungkin data atribut yang ada direncanakan dapat dibagi menladi data umum dan data internal. Pengertian dari data umum dan data internal adalah:
.
Data umum adalah data yang bersifat penuniang bagi kebutuhan setiap instansi yang terlibat dalam sistem yang dibangun' Data umum adalah data yang dapat dipergunakan oleh setiap instansi dalam proses pembentukan dan Proses pemanfaatan data yang pembentukannya dilakukan oleh instansi yang telah disepakati' Misalnya : data-data kependudukan dari BPS, data kepemilikan lahan oleh BPN dan lain-lain.
o Data internal merupakan data yang bersifat khusus dan memiliki informasi Yang spesifik untuk kebutuhan
pengguna/instansi terkait di lingkungan yang bersangkutan' Pada
beberapa kebutuhan data internal ini dapat dimanfaatkan oleh pengguna lain. Data internal ini dapat dibagi dua dari ienisnya' yaitu :
o Data teknis :
merupakan data untuk kebutuhan
spesifik dari bidang yang meniadi wewenang instansi yang bersangkutan. Misalnya : data volume produksi
E-13
sampah, kapasitas pengolahan
air
limbah, tingkat
pelayanan air bersih, dan lain-lain.
o
Data program : merupakan data yang berisi mengenai perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan protram-program pada bidang-bidant ),ant meniadi
wewenang instansi yang bersangkutan.
Struktur Data Spasial Struktur data spasial berdasarkan jenisnya dibagi atas peta dasar dan peta teknis. Pengertian dari peta dasar dan peta teknis adalah : I. Peta dasar adalah peta induk yang digunakan sebagai acuan atau dasar bagi pembuatan peta turunan atau peta tematik.
Misalnya peta batas administratif, peta kontur
2.
dan
sebagainya.
Peta reknis adalah peta yang dibuat berdasarkan kebutuhan masing-masing instansi d i lingkungan pemerintah kota/kab-,
misalnya peta ialan, peta drainase, peta jaringan air bersih dan sebagainya. Peta-peta ini berkaitan dengan skala, sistem koordinat dan features minimum yang ada sesuai dengan tintkat kedalaman informasi yang diinginkan.
e) Format Data Format data yang sama adalah sarat mutlak untuk doto shoring (pemanfaatan data bersama). Dengan adanya kesamaan format diharapkan pertukaran data dapat dilakukan dengan mudah. Format data memungkinkan dibagi menjadi format data spasial / grafis dan
format data atribut.
Format Peta / Data Spasial Format data spasial yang potensial digunakan adalah format data vektor. Dalam format vektor, data spasial dibagi atas komponen titik, garis dan poligon. Kelebihan format data ini adalah dalam efisiensi penyimpanan data, analisis jaringan dan ketelitian hasil pengukuran. Namun dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan untuk E-14
memanfaatkan
data raster dengan
memanfaatkan fasilitas
transformasi data pada software-software GIS yang dipakai. Ada pun faktor-faktor yang meniadi pertimbangan untuk penyamaan standar peta adalah
.
:
o
Kebutuhan informasi yang dikaitkan dengan kebutuhan analisis maupun kedetailan dari informasi yang akan dicakup. Kondisi fisik kewilayahan.
r
Jeniang kewilayahan.
Beberapa komponen peta yang perlu dilakukan penyatrlaan format datanya adalah
o
fenjang
:
/ Hirarki Peta
Tingkatan peta yang dirancang pada dasarnya mengikuti ieniang tingkatan administratif yang ada.
o
Sistem Koordinat Peta Salah satu format data yang harus ditetapkan pemanfaatannya agar dapat dilakukan pemanfaatan data bersama adalah sistem Proyeksi/koordinat peta. Tuiuan pemakaian sistem koordinat yang seragam adalah untuk memudahkan dalam penggabungan lembar peta yang satu denga lembar Peta yang di sebelahnya dalam suatu keperluan, misalnya untuk perencanaan.
r
Skala Peta
ini terkait dengan ketelitian informasi yang akan ditampilkan ke peta. Pengaturan skala peta iuga akan terkait Skala peta
dengan leniang kewilayahan. Skala Peta menuniukkan tingkat kedetilan informasi yang tercakup dalam peta.
.
Aspek-aspek Pendukung Format Data Spasial Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pembentukan format data spasial ini, yaitu menyangkut kelengkapan data, waktu pembuatan, sejarah data tersebut (lineoge) dan sumber Deta.
3.2.Tahapan Pengembangan Doto Shoring dalam Sistem lnformasi Mempertimbangkan kemampuan
dan kesiapan daerah, baik
kelembagan, penggunaan teknologi, ketersedian perangkat (keras dan lunak), pembiayaan dan kesiapan SDM, maka perlu dilakukan pentahapan dalam pengembangan sistem informasi.
.
Tahap l, Pembentukan dan Pemanfaatan dengan Akses semiLangsung
Pada tahap ini hubungan antara instansi pembentuk data dan pemanfaat data belum dapat berinteraksi langsung tetapi masih difasilitasi oleh sistem pengelolaan data yang mengkooordinir antar instansi sebagai wadah/media pertukaran data. Kondisi tahap ini umumnya dilakukan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan kemampuan daerah dalam biaya, kesiapan perangkat di setiap instansi, kesiapan SDM dan kesiapan penggunaan teknologi
yang lebih lanjut (advance), serta kemapanan dalam penerapan regulasi di setiap pembentuk data.
_;i*
,.,:y,,.t,Yf .;{
n*l w
Inslansi dalam lingkup Pemerintah Kota lnstansi di luar lingkup Pemerintah Kota Pertukaran data melalui pusat data
.
Tahap
ll,
Pembentukan dan Pemanfaatan dengan akses
Langsung (antar instansi) Sebagai pengembangan lebih lanjut dari tahap l, pada tahap ini sudah
dapat dilakukan interaksi secara langsung antar instani dalam penggunaan data bersama. Tahap ini bisa dilakukan bila keterbatasanketerbatasan pada tahap I telah dapat diatasi.
Instansi dalam lingkup Pemerintah Kota t
lnstansi di luar lingkup Pemerintah Kota ....-.*J
€-
3.3.
Pertukaran data antar instansi se€ra langsung Pertukaran data melalui ousat data
Penselolaan dan Pemeliharaan Data (CustodionshiD)
a.) Pemahaman Pengelolaan dan Pemeliharaan Data Mengacu pada persyaratan kondisi untuk dapat dilakukannya proses data bersama data sharing), maka keberadaan mekanisme dan pelaku pengelolaan dan pemeliharaan data menjadi
penggunaan
sangat mutlak.
L-t
I
Pengelolaan dan Pemeliharaan Data (Custodionship) diartikan*s sebagai suatu kegiatan yang dituiukan untuk memastikan bahwa dataset yang dibutuhkan terkoleksi, terkelola dan terpelihara sesuai dengan spesifikasi dan prioritas yang ditetapkan melalui konsultasi atau kesepakatan dengan kelompok pengguna data tersebut, serta memastikan bahwa data yang tersedia sesuai dengan kondisi dan dalam format yang mengacu pada standard dan kebijakan nasional mengenai infrastruktur data spasial.
Pengelola atau pemelihara data (Custodion) adalah sebuah
instansi/pelaku yang memiliki atau disepakati untuk diberikan kewenangan dan tanggung jawab dalam memastikan berialannya kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan data tersebut.
b.) Lingkup Kewenangan Pengelola Data Dalam suatu manaiemen pengelolaan sistem informasi yang dimiliki oleh pemerintah (baik nasional maupun daerah) seperti; informasi tata ruang dan pertanahan, hal yang perlu diperhatikan dalam konsep custodionship adalah: meskipun suatu instansi diberikan kewenangan
dan tanggung lawab sebagai pengelola atau pemelihara data & informasi (custodion) dalam lingkup pemerintahan, akan tetapi "Pengeloloon" Doto tidok berarti "Kepemilikon" Dota. Pengelolaan dan
Pemeliharaan data lebih melihat seluruh data yang dikelola oleh setiap instansi adalah bagian dari keseluruhan sumber informasi pemerintah yang harusnya terpadu. Keberadaan custodion ditunjuk untuk mengelola seluruh data dan informasi atas nama pemerintah (pusat atau daerah). Dalam sebuah mekanisme dan sistem pengelolaan dan pemeliharaan data, pengelola (custodion) tidak berarti membentuk dan memelihara seluruh data di setiap instansi, akan tetapi custodion lebih kepada
menjamin terladinya pertukaran data dan bertanggung iawab terhadap pemeliharaan kualitas data (akurasi, validitas dan keterkinian data) serta ketersediaan data. Berdasarkan pemahaman -') definisi custodianship menurut Custodianship Guidelines, - New South Wales Natural Resources Information E-18
tersebut, dalam menentukan custodion perlu dipertimbangkan bahwa instansi yang akan dituniuk sebagai custodian adarah instansi yang memiliki kebutuhan terbesar terhadap akurasi, integritas serta keterpaduan informasi. Dalam konteks sistem informasi tata ruang
dan pertanahan di daerah, baik pada tingkat propinsi maupun kota/kabupaten, maka Bappeda dengan fungsinya sebagai koordinator perencanaan di daerah seharusnya merupakan pelaku
terbaik untuk melakukan pengelolaan data (custodion).
c.) Mengapa dibutuhkan pengelolaan dan pemeliharaan Data Informasi Tata Ruang dan Pertanahan dibentuk oleh beragam jenis dan bentuk data yang dihasilkan oleh setiap instansi terkait. Hal yang sangat sering terjadi adalah setiap instansi memprodulai data untuk memenuhi kebutuhannya. oleh karenanya dibutuhkan keberadaan suatu manaiemen yang effektif untuk mengelola dan mengendalikan keragaman sumber informasi tersebut. pengelolaan dan pemeliharaan data yang tepat akan meminimasi duplikasi dan meningkatkan aksesibilitas terhadap data dan informasi tata ruang dan pertanahan. Beberapa keuntungan dengan dilakukannya pengelolaan data dan informasi yang terpadu dalam mendukung akesibilitas terhadap informasi tata ruang dan pertanahan adalah: o Data dan Informasi yang dihasilkan oleh sistem pengelolaan yang memiliki legitimasi akan memiliki posisi yang baik karena dianggap memiliki informasi yang lebih akurat dan terpercaya. . Dengan dilakukannya minimasi duplikasi dan peniadaan sebagian
beban dalam pengadaan data yang bukan
o
menjeadi
kewenangannya, maka akan didapat efisiensi dan keuntungan secara tidak langsung (lndirect odvontoge) melalui penghematan biaya produksi data.
Dengan dipahaminya bahwa melalui pengelolaan data dan informasi dimana terdapat jaminan untuk menggunakan sumber data yang sama dan tunggal, maka akan terjadi peningkatan kepercayaan dari instansi atau pengguna informasi terhadap keakuratan, kelengkapan, kejelasan sumber dan kemudahan aksesibilitasnya. E-19
d.) Prinsip Dasar Konsep pengeroraan dan pemeriharaan Data Beberapa prinsip dasar yang seharusnp dipenuhi oreh konsep Pengelolaan dan Pemeliharaan Data:
.
Kerjasama dalam Berbagi Informasi
Dalam mengelola data dan informasi, lebih menekankan pada kerjasama dalam berbagi informasi antar instansi pembentuk dan
pengguna data- Kegagalan dalam menyepakati prinsip dasar bahwa
data yang dihasilkan oleh masing-masing instansi dapat digunakan oleh instansi rain atau terdapat kondisi dimana suatu instansi yang memiliki tanggung jawab dalam menghasilkan suatu data atau informasi tidak bersepakat dengan prinsip ini, akan mengkibatkan tidak berjalannya proses pertukaran dan berbagi data. Dalam memenuhi prinsip dasar dibutuhkan kemauan dan komitmen yang kuat dari setiap instansi terkait sebagi pembentuk data. Informasi Tata Ruang dan Pertanahan lebih sering dalam bentuk kumpulan informasi dari berbagai sumber dan instansi. Keterikatan antar dara dan informasi dalam membentuk suatu informasi tata ruang mensyaratkan agar setiap instansi yang terkait memiliki komitmen unruk berbagi data khususnp data dan informasi dasar yang menjadi kewenangannya.
Keterkaitan dan ketergantuntan informasi tata ruant daerah terhadap data dan informasi yag lebih makro demikian sebaliknya, menjadi dasar pertimbangan bahwa berbagi data/penggunaan data bersama harus berorientasi pada kemampuan untuk dirakukannya penggunaan data untuk skala ruang yang lebih tinggi/makro secara nitratif . Dengan demi kian memungki nkan terjad i nya penggu naan data hingga kota, propinsi bahkan nasional. ad m
.
i
Penggunaan Standar
Dalam mendukung terjadinya proses pertukaran dan berbagi data antar instansi maka persyaratan kesamaan penggunaan standar baik
dalam data
itu sendiri maupun dalam proses
pengumpulan
(pembentukan) dan pemanfaatan data merupakan suatu keharusan. E-20
Standar data meliputi struktur, format, klasifikasi, deskripsi dan kodifikasi data. Standar proses meliputi standar dalam regulasi melakukan akses kepada data baik dalam pembentukan maupun pemanfaatannya.
Dalam mendukung kesamaan standar tersebut, pengelola data harus menyiapkan satu standar yang disepakati oleh seluruh instansi terkait dan mengacu pada standar yang telah disepakati dalam kerangka nasional.
.
Mengumpulkan dan Memelihara Informasi
Kemutakhiran data dan informasi adalah salah satu manfaat yang seharusnya bisa dihasilkan dengan melakukan pengelolaan dan
pemeliharan data yang terkoordinir. Mempertimbangkan hal tersebut, maka proses pembaharuan (updoting) data yang konsisten akan menentukan tercapainya kondisi data yang akurat dan rerPercaya. Pengelola data diharuskan untuk membuat dan memelihara rencana
proses pengumpulan data (dalam hal ini termasuk jadwal/waktu updating secara regular maupun insidentil) berdasarkan kesepakatan melakukan pembaharuan data. Pengelola data iuga merupakan pelaku yang memiliki kewenangan untuk menentukan apakah dimungkinkan untuk dilakukan perubahan struktur dan format data yang disediakan oleh suatu instansi. Hal ini sangat penting untuk tetap meniamin suatu proses pertukaran dan pemanfaatan data bersama.
antar instansi dan komitmen setiap instansi untuk
.
Pengelola Data sebagai Sumber Data yang Benvenang
Dalam menghindari kemungkinan terjadinya perbedaan data dan dalam mengatasi permasalahan menentukan keakuratan data dari tema data (khususnya bosemop) yang dihasilkan dari beberapa instansi/sumber, maka pengelola data harus didudukkan sebagai pihak yang berwenang dalam menentukan sumber data yang akan digunakan bersama. Sebagai pemelihara standar sistem dan data yang digunakan, pengelola data harus memiliki kewenangan dalam "mengingatkan" setiap instansi tentang sumber dan kelengkapan data yang harus dibuat setiap instansi. E-21
o
Akuntabilitas
Memperrimbangkan bahwa data yang telah dikelola akan digunakan sebagaidasar bagi pemanfaatan dan pengolahan informasilebih laniut
oleh setiap instansi, maka akuntabilitas dari data dan sumber serta pihak yang menghasilkan data menjadi keharusan. pengelola data harus merupakan insransi yang akuntaber sehingga memberikan kepastian bagi instansi dan pengguna dalam mengakses informasi.
.
Pemeliharaan Akses dan Transparansi
Pengelola data harus dapat menjamin keberlangsungan akses data antar insransi dan pengguna lain, baik dalam hal pembentukan data (dari instansi pembentuk kepada pengelola data) maupun dalam pemanfaatan data (akses instansilpublik terhadap data yang tersedia).
Penggunaan sistem informasi berbasiskan
Web (web
bosed
informostion slstem) merupakan potensi dalam mendukung optimalisasi akses terhadap data. Pada beberapa bentuk pengelolaan data di daerah, dengan mempertimbangkan beban yang cukup besar, maka memungkinkan untuk dipisahkan antara pengelola data ;,ang bertanggung jawab terhadap substansi data, dengan pengelola akses informasi melalui media intranet maupun internet. Sebagai contoh, untuk pengelola data dapat dilakukan oleh Bappeda, sedangkan untuk pengelola akses data dan informasi dapat dilakukan oleh KpDE (Kantor Pusat Data Elektronik).
Dalam kaitan dengan tujuan untuk menjaga validitas, akurasi dan keterkinian data dan informasi, maka pengelolaan data harus menjamin transparansi terhadap data dan informasi yang dimiliki dan dikelola. Hal ini ditujukan agar instansi pengguna lain dan publik dapat
berpartisipasi aktif dalam melakukan koreki terhadap data dan informasi yangada.
e.) Tingkatan Pengelola Data Secara fisik, data dan informasi tata ruang dan pertanahan merupakan rekapitulasi dan kumulasi dari unit-unit data yang lebih kecil. Selain
itu, dalam mendukung tercapainya keterpaduan sistem informasi di daerah dan mengingat keterkaitan yang tinggi antar data pada berbagai tingkatan administrasi, serta beragamnya tingkatan E-22
instansi/pihak yang menghasilkan sumber data, maka dibutuhkan tantkatan pengelolaan maupun pentelola data. Beberapa tingkatan Pengelola Data:
o
Pengelola Data Tingkat Instansi
Lebih ditujukan untuk membentuk data, baik bagi kebutuhan internal maupun eksternal dalam tujuan mendukung proses
pertukaran/penggunaan data benama tingkat kota. Pengelola data tingkat instansi juga bertanggung jawab terhadap substansi data yang
dibentuk oleh instansinya dan bertanggung iawab terhadap proses produksi data sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pengelola kota/kab. Dalam pemanfatan data, pengelola data memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengakses data dan memanfaatkan untuk kebutuhan internal instansi.
.
Pengelola Data Tingkat Kotay'Kab.
Secara internal, lebih ditulukan untuk melakukan koordinasi dalam pengelolaan dan pemeliharaan data antar instansi terlibat di dalam lingkup kota/kab. Secara eksternal dituiukan untuk melakukan koordinasi dalam hal penyediaan dan pemanfaatan data antar kota maupun interaksi data kepada tingkat propinsi mauPun nasional.
.
Pengelola Data Tingkat Propinsi
Secara internal, lebih dituiukan untuk melakukan koordinasi dan pengelolaan data dan informasi yang berkaitan degan kebutuhan informasi tata ruang dan pertanahan yang melibatkan informasi spasial antar kota/kab. yang berada di wilayahnya. Mengacu pada prinsip data dan informasi dalam sistem informasi geografis yang rekapitulatif dan kumulatif (dari unit yang lebih bawah), maka pada tingkat kondisi lanjut (odvonce) (dimana setiap kota telah dapat mengembangkan sistem informasi), maka pengelola data propinsi
tidak bertindak sebagai pembentuk data, tetapi lebih
kepada
mengelola dan memanfaatkan data tersedia. Dalam iangka pendek pengelola data propinsi masih akan terlibat dalam pembentukan data
yang berkaitan dengan koordinasi wilayah/region yang terdiri dari beberapa kota/kab.
o
Pengelola Data Tingkat Nasional
Lebih berfungsi sebagai pihak yang membentuk dan menetapkan standar-standar data dan regulasinya untuk menjamin kesamaan dalam pembenrukan data di setiap daerah. pengelola data tingkat
nasional diharapkan tidak hanya membentuk Infrastruktur Data spatial Nasional (lDsN), tetapi juga dalam memberikan guidelines dalam pembentukan Infrastruktur Data Spatial Daerah (IDSD), dan menjamin terjadinya koordinasi antara IDSD dengan IDSN.
Pengetota data tintkat nasional terbentuk dari institusi/pihak (departemen dan atau badan) yang memiliki kompetensi jalam
penetapan kebijakan maupun operasionalisasi tata ruang dan Pertanahan. Terlaksananya proses pemanfaatan data bersama hanya dapat teqadi bila setiap tingkat pengelola data di daerah dipastikan menggunakan regulasi dan standar yant sama dan telah disepakati pada regulasi nasional.
4.
PERMASALAHAN
DAN HAMBATAN
(berdasarkan
Kasus Penerapan di daerah)
Dalam Berbagi Data:
o
Belum melihat data dan informasi Tata Ruang sebagai bagian
yang terpadu dengan informasi dari instansi lain dalam menghasilkan informasi yang lebih memiliki nilai guna,
o o
terutama dalam membantu proses analisa, perencanaan dan pengendalian di dalam bidang sesuai TuPokSi instansi.
Melihat pembentukan data dan informasi masih sebagai kegiatan yang memiliki orientasi ekonomi dan komersial. Melihat data sebagai "hak milik" instansi sehingga terdapat proteksi untuk berbagi.
E-24
Dalam Penggunaan Standar
o
Perkembangan pembentukan data spasial dan pemanfaatan
teknologi sistem informasi yang telah berkembang cukup iauh dan bervariasi di setiap instansi, dengan standar dan
format masing-masing, menyebabkan resistensi yang tinggi dari setiap instansi untuk menggunakan standar yang samy'tunggal. Hal ini dikarenakan harus dilakukannya suatu proses konversi, penyesuaian bahkan perubahan terhadap
o
data yang telah dimiliki.
Belum terdapatnya kepastian penggunaan dan keberadaan standar dalam tingkat Nasional yang mentatur penttunaan
sistem informasi spatial, baik teknologi yang digunakan, maupun standar struktur dan format baku dari data dasar
o
untuk kebutuhan tata ruang. Kebutuhan yang berbeda dari setiap instansi terhadap data dasar dalam bentuk bosemop yang akan digunakan dalam proses kegiatan di setiap instansi. Misal; untuk instansi yang
bersifat lebih teknis seperti Dinas PU akan lebih banyak menggunakan bosemop dalam skala l:1000 dibandingkan dengan Dinas lain yang mungkin hanya membutuhkan skala I : 10.000. Hambatan yang dihadapi lebih sulit ketika perbedaan skala tersebut dilakukan diatas bosemop yang memiliki perbedaan sumber. Upaya yang cukup besar baik secara teknis dan biaya dalam penyesuaian data adalah faktor utama yang mempengaruhi resistensi instansi untuk melakukan penyesuaian standar dalam tingkat yang lebih makro.
o Belum terdapatnya standar yang operasional
dalam
menentukan data dasar yang digunakan sebagai bosemop
untuk setiap kota/kab. maupun propinsi yang menjamin terjadinya korelasi data secara horisontal administratif, sehingga memungkinkan dilakukan rekapitulasi data dan informasi di luar suatu batas adminitrasi. Hal ini meniadi penting, mengingat informasi pendukung penataan ruang
o
tidak hanya terbatas pada administrasi wilayah. Kelemahan dalam sosialisasi standar data spasial yang telah ditetaokan.
E-25
Dalam Mengumpulkan dan Memelihara Informasi
o
Konsistensi yang rendah dari setiap instansi pembentuk data ntu k melaku kan pembaharuan d ata secara regu ler/period i k. Penyebab utama adalah ketidakamaan tingkat penggunaan u
dan ketersediaan data digital yang dihasilkan oleh setiap instansi, serta ketidaksamaan kesiapan perangkat, SOp dan SDM di dalam lingkungan internal instansi untuk melakukan
o
pembaharuan secara period ik.
Bervariasinya jadwal dan kebutuhan pembaharuan data untuk setiap jenis data di setiap instansi menuntut kesiapan SDM yang baik pada pengelola data tingkat kota untuk melakukan pemeliharaan dan supervisi guna meniamin keakurasian dan keterkinian data yang dibentuk.
Dalam memposisikan Pengelola Data sebagai sumber
infomasi yang ber"urenang.
o Kelemahan dalam dukungan aspek legal
o
terhadap keberadaan dan fungsi pengelola data maupun pada sistem dan mekanisme pengelolaan dan pemeliharaan data dalam tingkat kota/kab. dan propinsi. Belum siapnya kemampuan SDM pendukung pengelola data untuk mampu menjaga konsistensi terhadap penggunaan sumber data dan supervisi terhadap validitas dan akurasi
data.
o Berkaitan dengan lemahnya penetapan standar
dalam
menentukan sumber data dasar (khususnya bosemop) untuk digunakan di setiap kota/kab dan popinsi, mempengaruhi
kemampuan SDM dalam menetapkan sumber data- yang akan digunakan.
Dalam mendukung pemeliharaan akses
o
Biaya yang besar dalam mendukung operasionalisasi sistem iaringan dengan menggunakan teknologi web/internet dalam mendukung peftukaran data merupakan permasalahan yang
utama saat ini
di
daerah. Hal ini mengingat data dan
informasi spatial tata ruang dan pertanahan yang cukup besar ukurannya untuk dilakukan pertukaran melalui internet. Selain itu pengadaan perangkat keras dan lunak maupun c-zo
sistem jaringan pendukungnya WE tidak hanya harus disediakan dalam pengelola tingkat kota/kab. tetapi iuga dalam setiap instansi pembentuk data.
o
Sebagai konsekuensi dari keterbukaan akses terhadap data,
maka terdapat potensi pengubahan terhadap data oleh pihak yang tidak berkompeten.
5.
REKOMENDASI
Penerapan SITR&P membutuhkan dukungan ketersediaan dan implementasi aspek-aspek berikut: 5. | .
Orqaware/Kelembagaan
Dukungan pengembangan kelembagaan dibutuhkan untuk memberikan kepastian pelaksanaan dan pengelolaan SITR&P diantara pelaku (penyedia dan pemanfaat data/informasi) yang terlibat. Dasar pertimbangan utama dibutuhkannya pengembangan kelembagaan ini adalah untuk memperielas kewenangan dan kewaiiban dari setiap pelaku, dan untuk menghindari ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pengadaan data/informasi.
Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam aspek kelembagaan untuk mendukung realisasi SITR&P ini adalah:
o .
Terbentuknya dan tersepakatinya regulasi yang mengatur mekanisme, prosedur dan pembagian kewenangan dalam pengadaan dan pemanfaatan data/informasi antar pelaku. Pengembangan perangkat kelembagaan pendukung pelaksanaan
dan pengelolaan internal di setiap instansi terlibat, seperti kejelasan bidang atau seksi yang akan mengelola.
. Tersedianya dukungan legalitas terhadap regulasi dan kewenangan yang telah disepakati, untuk meniamin pelaksanaannya
o
Dibutuhkan dukungan aspek legal dan disepakati oleh seluruh instansi terhadap keberadaan dan fungsi pengelola data.
Realisasi dari persyaratan utama tersebut mutlak dilakukan untuk menghindari terhambatnya pelaksanaan dan pengelolaan data SITR&P. E-zt
5.2. Humanware/ Sumber Daya Manusia
SDM dalam mendukung pengelolaan SITR&P, ditekankan pada "ketersediaan dan "kapasitas" untuk mengelola Sistem Informasi di dalam lingkungan internal setiap instansi ma'upun Pengembangan
dalam tingkat pengelolaan data untu kota/kab. dan propinsi
"Ketersediaan" lebih diartikan pada jaminan dari setiap instansi dan
otoritas manajemen kota/kab. untuk pengadaan sDM
dalam
mengelola SITR&P "Kapasitas" lebih diartikan pada penguasaan dan peningkatan kemampuan SDM internal instansi dalam mengelola data dan informasi pendukung SITR&P. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam aspek SDM untuk mendukung realisasi pembangunan sistem ini adalah:
o
Terjaminnya kerersediaan SDM pengelola SITR&P secara
'
berkesinambungan di dalam setiap instansi Tersedianya program peningkatan kapasitas dalam pengelolaan slrR&P melalui program-program pelatihan teknis operasional maupun kemampuan aplikasi
5.3. Pembanqunan Basis Data (Database) Pembangunan dan Pengembangan Database SITR&P merupakan tahap dasar yang harus dilakukan dalam pembentukan UDMIS. Ketepatan dalam pemilihan sistem database yang dapat diterima oleh
seluruh pelaku pengada/pemanfaat data dan konsistensi dalam pelaksanaannya, akan sangat menentukan keberlangsungan pengelolaan SITR&P. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam aspek pembangunan Database untuk mendukung realisasi SITR&P adalah:
. .
Terbangunnya dan tersepakatinya penggunaan struktur, format data dan kodifikasi yang sama oleh seluruh pelaku (instansi pengada data/infsr6251; Dukungan terhadap penggunaan satu sistem database yang sama melalui penguatan aspek legal.
E-28
Keberadaan dukungan kebijakan nasional dalam penetapan struktur, format dan sumber data. Konsistensi dalam pengembangan database oleh setiap instansi dengan menggunakan struktur, format dan kodifikasi yang telah ditetapkan. Pembentukan Standar & Guidelines pembangunan/pembentukan data (dalam menentukan guideline dibutuhkan kesepakatan antara pengelola data dengan instansi pemanfaat agar dapat diketahui kebutuhan real terhadap spesifikasi, tingkat kedalaman informasi dan format data.) Konsistensi kegiatan inputing, editing dan updating data/informasi sesuai dengan regulasi, mekanisme dan prosedur yang ditetapkan Basis data yang dikembangkan haruslah bersifat koordinatif dan akomodatif terhadap struktur dan format data yang telah dikembangkan untuk sistem informasi seienis, baik sistem informasi penatan ruang dan aplikasinya mauPun sistem informasi pertanahan (mis: SITP dll)
5.4. Hardware & Software / Peranqakat Keras dan Lunak Ketepatan pemilihan konfigurasi hardware dan software yang akan digunakan sangat menentukan dalam mendukung realisasi SITR&P. Selain kesesuaian kapasitas, pemanfaatan software yang telah digunakan dan dikembangkan dalam operasionalisasi sistem informasi (berbasis geografis/spatial) oleh setiap instansi terlibat meniadi pertimbangan utama dalam kaitannya dengan minimasi biaya.
Kesamaan platform dari software yang digunakan menjadi persyaratan utama dalam mendukung Proses pertukaran dan pemanfaatan data bersamaantar instansi terlibat dalam SITR&P. 5.5. Pentahapan Pembangunan Sistem Kebutuhan untuk dilakukan pengembangan secara bertahap baik secara fisik Sistem maupun ke 4 (empat) aspek tersebut di atas.