BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Studi Pustaka Studi pustaka adalah suatu pembahasan yang berdasarkan pada bahan-bahan,
buku referensi yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam mendesain sesuatu. Didalam riset ini, penulis akan membahas stabilitas dan kekuatan tanah atau daya dukung tanah dalam menahan beban jalan yang direncanakan serta mendesain perkuatan tanah yang akan digunakan agar kondisi tanah stabil dan aman. Materi yang akan dibahas dalam studi pustaka ini adalah sebagai berikut : 1. Tanah. 2. Pemadatan Tanah. 3. Stabilitas Lereng. 4. Perkuatan Tanah/Lereng.
2.2
Tanah Menurut Hary Christady Hardiyatmo (2002) tanah adalah himpunan mineral,
bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikelpartikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara maupun keduanya. Menurut Suyono Sosrodarsono (1984) tanah didefinisikan sebagai partikelpartikel mineral yang tersemen maupun yang lepas sebagai hasil pelapukan dari II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
batuan, dimana rongga pori antar partikel terisi oleh udara dan atau air. Akibat pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya, tanah mengalami pelapukan sehingga terjadi perubahan ukuran dan bentuk butirannya. Pelapukan batuan dapat disebabkan oleh pelapukan mekanis, kimia dan organis. Pelapukan mekanis mengakibatkan pecahnya butiran batuan sehingga terbentuk ukuran yang lebih kecil seperti menjadi kerikil, pasir dan lanau. Sedangkan pelapukan kimia, menghasilkan kelompok partikel koloida berbutir halus dengan ukuran butirnya lebih kecil dari 0,002 mm. Ada berbagai macam jenis-jenis tanah untuk klasifikasi tanah dilapangan antara lain : 1.
Pasir dan kerikil Pasir dan kerikil yaitu agregat tak berkohesi yang tersusun dari regminregmin sub anguler atau angular. Partikel berukuran sampai 1/8 inchi dinamakan pasir sedangkan partikel yang berukuran 1/8 inchi sampai 6/8 inchi disebut kerikil. Fragmen bergaris tengah lebih besar dari 8 inchi disebut boulders (bongkah).
2.
Hardpan Hardpan merupakan tanah yang tahanan terhadap penetrasi alat pemboran besar sekali. Cirinya sebagian besar dijumpai dalam keadaan bergradasi baik, luar biasa padat, dan merupakan agregat partikel mineral yang kohesif.
3.
Lanau anorganik (inorganic silt) Lanau anorganik merupakan tanah berbutir halus dengan plastisitas kecil atau sama sekali tidak ada. Jenis yang plastisitasnya paling kecil biasanya mengandung butiran kuarsa sedimensi, yang kadang-kadang disebut tepung batuan (rockflour), sedangkan yang sangat plastis mengandung partikel II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berwujud serpihan dan dikenal sebagai lanau plastis. 4.
Lanau organik (organic silt) Lanau organik merupakan tanah agak plastis, berbutir halus dengan campuran partikel-partikel bahan organik terpisah secara halus. Warna tanah bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu sangat gelap, di samping itu mungkin mengandung H2S, CO2, serta berbagai gas lain hasil peluruhan tumbuhan yang akan memberikan bau khas kepada tanah. Permeabilitas lanau organik sangat rendah sedangkan kompresibilitasnya sangat tinggi.
5.
Lempung Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan . Permebilitas lempung sangat rendah.
6.
Lempung organik Tanah lempung organik merupakan lempung yang sebagian sifat-sifat fisis pentingnya dipengaruhi adanya bahan organik yang terpisah dalam keadaan jenuh lempung organik cenderung bersifat sangat kopresibel tapi pada keadaan kering kekuatannya sangat tinggi. Warnanya abu-abu tua atau hitam, dan berbau.
7.
Gambut (peat) Tanah gambut merupakan agregat agak berserat yang berasal dari serpihan makroskopik dan mikroskopik tumbuh-tumbuhan. Warnanya coklat terang dan hitam bersifat kompresibel, sehingga tidak mungkin menopang pondasi. II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Komposisi Tanah Tanah menurut Braja M. Das (1995) didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Maka diperlukan tanah dengan kondisi kuat menahan beban di atasnya dan menyebarkannya merata. Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu : butiran padat (solid), air dan udara. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah Hubungan volume-berat : V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va
(2.1)
Dimana : Vs
= volume butiran padat
Vv
= volume pori
Vw
= volume air di dalam pori
Va
= volume udara di dalam pori
II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan : W = Ws + Ww
(2.2)
Dimana : Ws
= berat butiran padat
Ww
= berat air Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of saturation). 1.
Angka Pori Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat, atau : =
2.
(2.3)
Porositas Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume tanah total, atau : =
3.
(2.4)
Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori, atau : =
(2.5)
Hubungan antara angka pori dan porositas dapat diturunkan dari persamaan, dengan hasil sebagai berikut : II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
= 4.
=
(2.6)
Kadar Air Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, yaitu : =
5.
(2.7)
Berat Volume Berat volume (γ) didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume. =
6.
(2.8)
Berat spesifik Berat spedifik atau Specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat satuan butir dengan berat satuan volume. =
(2.9)
2.2.2 Sistem klasifikasi tanah Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis dari jenis-jenis tanah yang mempunyai sifat–sifat yang sama ke dalam kelompokkelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Joseph E. Bowles, 1989). Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satusatunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Adapun sistem klasifikasi tanah yang telah umum digunakan adalah : 1.
Sistem klasifikasi kesatuan tanah (Unified soil classification system) Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan Teknik Pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk perencanaan lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah. Percobaan laboratorium yang dipakai adalah Analisis ukuran butir dan batasbatas konsistensi. Klasifikasi berdasarkan Unified Soil Classification System (Das. Braja. M, 1988), tanah dikelompokkan menjadi : a) Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir. b) Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS, adalah : W = tanah dengan gradasi baik (well graded) P
= tanah dengan gradasi buruk (poorly graded)
L
= tanah dengan plastisitas rendah (low plasticity), LL < 50
H
= tanah dengan plastisitas tinggi (high plasticity), LL > 50 Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW,
GP, GM, GC, SW, SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu diperhatikan faktor-faktor berikut : 1) Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (fraksi halus) 2) Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40 3) Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan No. 200 4) Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan No. 40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan No. 200)
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Gambar 2.3 Diagram Plastisitas (ASTM) II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah USCS Jenis Tanah
Prefiks
Sub kelompok
Sufiks
Gradasi baik
W
Kerikil
G
Gradasi buruk
P
Pasir
S
Berlanau
M
Berlempung
C
Lanau
M
Lempung
C
LL < 50%
L
Organik
O
LL > 50%
H
Gambut
Pt
(Sumber : Bowles, 1989) 2.
Sistem klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway and Transporting Official) Sistem ini membedakan tanah dalam 8 ( delapan ) kelompok yang diberi nama dari A-1 sampai A-8. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka pada revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan (Silvia Sukirman, 1992). a) Analisis ukuran butiran. b) Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. c) Batas susut. d) Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera diserap oleh permukaan tanah itu. e) Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
kapasitas tanah dalam menahan air. Tabel 2.2 Klasfikasi tanah untuk tanah dasar jalan raya, AASHTO Klasifikasi Umum
Bahan-bahan berbutir (35% atau kurang lolos No.200)
Klasifikasi Kelompok % Lolos Analisisa
A-1 A-1a
A-3 A-1b
No.10
≤ 50
No. 40
≤ 30
≤ 50
≤ 51
No. 200
≤ 15
≤ 25
≤ 10
A-2 A-2-4 A-2-5
A-2-6
A-2-7
≤ 35
≤ 35
≤ 35
≤ 35
≤ 40
≤ 41
≤ 40
≤ 41
≤ 10
≤ 10
≤ 11
≤ 10
Karateristik fraksi Lolos Batas Cair Indeks Plastisitas
≤ 50
N.P
Indeks Kelompok
0
0
Jenis-jenis bahan
Fragmen batu
Pasir
Tingkatan umum
≤4
0
Kerikil dan pasir berlanau atau
Sangat baik sampai baik
(Sumber: Mekanika Tanah I, Hardiyatmo) Tabel 2.3 Klasfikasi tanah sistem AASHTO Klasifikasi Umum Tanah Granuler
Tanah mengandung Lanau-Lempung
A-2
Kelompok
A-4
A-5
A-6
A-2-7
A-7 A-7-5b A-7-5c
Persen Lolos Saringan No. 10 No. 20 No. 200
35 max
36
36
36 min
36
36 min
Batas Cair2
41 min
40
41
40 min
40
41 min
Indeks Plastisitas3
11 min
10 min
10
10 min
10
11 min
Fraksi Tanah
Kerikil, pasir
Lanau
Lempung
Kondisi Kuat
Sangat Baik
Kurang baik hingga jelek
(Sumber : Bowles, 1989)
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3 Korelasi Untuk Parameter Tanah A.
Sudut Geser Dalam Tanah Korelasi empiris yang menyatakan hubungan antara tahanan ujung dengan
sudut geser tanah yang dikembangkan oleh Mayerhoff (1976) melalui Gambar 2.4
Gambar 2.4 Perkiraan Koreksi Antara Penetrasi Konus dengan Kuat Geser Ø Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser dalam. Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah berupa Traxial Test dan Direct Shear Test. Hubungan antara sudut geser dalam dan jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah Jenis Tanah
Sudut Geser Dalam (Ø)
Kerikil kepasiran
35° - 40°
Kerikil kerakal
35° - 40°
Pasir padat
35° - 40°
Pasir lepas
30°
Lempung kelanauan
25° - 30°
Lempung
20° - 25°
(Sumber : Buku Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 1)
II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B.
Berat Volume Tanah Korelasi untuk menentukan berat volume tanah (γ) dan berat volume tanah
jenuh (γsat) dapat dilihat pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Nilai Tipikal Berat Volume Tanah γsat (kN/m3)
γdry (kN/m3)
Kerikil
20 – 22
15 – 17
Pasir
18 – 20
13 – 16
Lanau
18 – 20
14 – 18
Lempung
16 – 22
14 – 21
Jenis Tanah
(sumber: soil mechanics and Foundation, Jhon Wiley & Sons., 1962) C.
Kohesi Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan
sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan. Nilai ini didapat dari pengujian Triaxial Test dan Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut: ℎ
( )=
(2.10)
(Sumber: Buku Teknik Sipil, Ir. V Sunggono kh)
D.
Parameter Material Timbunan Parameter material timbunan harus ditentukan sebagai berikut:
II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Jika kuari yang ditentukan telah diidentifikasi dan uji-uji telah dilakukan, maka parameter desain dapat ditentukan dari data tersebut. Kuari tersebut harus dinyatakan di dalam Laporan Desain. 2. Bila pengalaman lokal mengenai sifat dari material timbunan telah tersedia, maka nilai tersebut dapat digunakan dan sumbernya harus dinyatakan di dalam Laporan Desain. 3. Bila kuari belum diidentifikasi dan data dari pengalaman lokal tidak ada, maka nilai-nilai pada Tabel 2.6 dapat digunakan. Tabel 2.6 Parameter Untuk Material Timbunan Parameter
Simbol
Satuan
Areal Geografis
Berat Isi Kuat geser tak terdrainase
γ Cu
kN/m kN/m2
A 18 100
Parameter Tegangan Kohesi
C
kN/m2
10
5
Friksi
Ø
°
35
30
3
B 20 100
A Jawa (batuan vulkanik) B Sumatra, Kalimantan, Kepulauan Indonesia Timur (batuan sedimen dan malihan) (Sumber : Pedoman Kimpraswil No : Pt T-10-2002-B)
2.3
Pemadatan Tanah Proses menaikkan berat jenis tanah dengan cara mendesak tanah dengan
energi mekanis agar partikel solid pada tanah lebih merapat dan menjadi kompak serta mengurangi partikel udara yang mengisi rongga pada massa tanah. Manfaat dari pemadatan tanah ini adalah untuk memperbaiki beberapa sifatsifat teknik tanah, antara lain :
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C (memperkuat tanah). 2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban. 3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai K. 4. Mengurangi sifat kembang susut tanah (lempung). 5. Mengurangi potensi likuifaksi. Pemadatan tanah biasanya digunakan pada pembuatan bendung, jalan raya, lapangan terbang, dasar pondasi, dsb. Perubahan yang terjadi jika tanah dipadatkan adalah pengurangan volume pori tanah sehingga akibatnya : 1. Volume total tanah berubah. 2. Nilai C dan e berkurang. 3. Berat volume kering (γk) naik sesuai rumus γk =
.
Dalam praktek yang digunakan sebagai ukuran kepadatan adalah ukuran berat volume kering gk. Makin padat suatu tanah, nilai γk naik. Hasil pemadatan tanah juga akan dipengaruhi oleh : a. Tenaga pemadatan b. Kadar air tanah
2.3.1 Peralatan Pemadatan Pemilihan jenis peralatan pemadatan sangat tergantung pada tanah (jenis, gradasi dan kadar air) yang dipadatkan, disamping tergantung pula pada faktor bahan, ruang, peralatan dan kontraktual. Berdasarkan jenis tanah yang dipadatkan, kinerja umum beberapa jenis alat pemadat adalah sebagai berikut: II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Mesin pemadat roda besi paling cocok untuk pemadatan batu pecah, kerikil dan pasir. b. Mesin pemadat roda karet cocok untuk pemadatan pasir bergradasi seragam dan tanah kohesif (dipadatkan pada kadar air yang mendekati batas plastisnya). c. Mesin pemadat kaki kambing cocok untuk pemadatan tanah kohesif (dipadatkan pada kadar air yang berkisar antara 7 sampai 12 persen di bawah batas plastisnya). d. Mesin pemadat getar cocok untuk memadatkan tanah berbutir (kerikil dan pasir). Apabila tanah yang dipadatkan mempunyai kadar air yang rendah sehingga untuk pemadatannya perlu ditambah air, maka penambahan air sebaiknya dilakukan dengan menggunakan tangki air yang dilengkapi batang penyemprot. Disamping itu, untuk menghampar lapisan tanah yang akan dipadatkan perlu digunakan grader atau dozer. Apabila kadar air tanah dasar tidak terlalu tinggi, maka untuk pemadatan lapisan yang cukup tebal, dapat digunakan mesin pemadat roda karet berat (heavy pneumatic rollers). Sebelum digunakan, kelayakan peralatan terlebih dulu perlu diperiksa/inspeksi.
2.3.2 Tebal Lapisan dan Jumlah Lintasan Tebal lapisan yang dipadatkan serta jumlah lintasan pemadatan sebaiknya ditentukan berdasarkan percobaan pemadatan sebagaimana yang diuraikan pada buku manual Pekerjaan Tanah Dasar Untuk Pekerjaan Jalan. Tebal lapisan dan II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
jumlah lintasan pemadatan tergantung pada jenis alat pemadat dan jenis tanah. Untuk alat pemadat yang umum dan tanah kohesif, tebal lapisan berkisar antara 10 sampai 20 cm, sedangkan jumlah lintasan berkisar antara 4 sampai 8 lintasan. Karena tebal lapisan dan jumlah lintasan pemadatan akan mempengaruhi produk akhir, maka hal tersebut harus dikendalikan, setidak-tidaknya melalui inspeksi.
2.3.3 Kadar Air Pemadatan Kadar air tanah pada saat pemadatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pemadatan. Oleh karena itu, pemadatan harus dilakukan pada kadar di sekitar kadar air optimum (± 2% dari kadar air optimum), yang biasanya ditentukan di laboratorium berdasarkan pengujian pemadatan ringan. Pengendalian kadar air pemadatan yang paling baik adalah melalui pengujian kadar air, baik pengujian standar maupun pengujian tidak standar, misal dibakar dengan minyak spirtus atau "digoreng". Pengujian kadar air dengan cara yang tidak standar, harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan hasil kalibrasi terhadap hasil pengujian standar. Cara lain yang sederhana untuk memastikan kadar air pemadatan adalah melalui "teknik pengepalan". Pada pengujian tersebut, contoh tanah dikepal-kepal dan dirasakan, apakah terlalu lembek atau terlalu keras. Tanah dipandang mempunyai kadar air pemadatan yang tepat apabila pada saat dikepal-kepal, contoh tanah mudah dibentuk dengan tenaga yang tidak terlalu kuat atau terlalu lemah.
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Frekwensi pemeriksaan kadar air pemadatan tergantung pada kondisi lapangan, disamping tergantung pada frekwensi pengujian kepadatan.
2.3.4 Cara Pemadatan Apabila ditinjau dalam arah melintang, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pemadatan adalah posisi awal dan pergeseran atau perpindahan lintasan, kecepatan alat serta tumpang tindah (overlap) antara jejak-jejak roda. Pemadatan biasanya diawali dari bagian tepi tanah dasar dan kemudian bergeser ke arah sumbu jalan. Perpindahan lintasan harus dilakukan di bagian ujung seksi yang dipadatkan dimana pembelokan alat harus dilakukan secara "halus", tidak boleh secara mendadak. Pada saat memadatkan lajur pemadatan yang berikutnya, roda mesin pemadat harus menginjak lajur terdahulu sekurangkurangnya 25 cm. Kecepatan alat pada saat pemadatan biasanya kira-kira harus sama dengan kecepatan orang yang berjalan kaki, yaitu sekitar 4-6 km/jam.
2.4
Lereng Suatu tempat yang terdapat dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian
yang berbeda dihubungkan oleh suatu permukaan yang disebut sebagai lereng. Suatu lereng yang terjadi secara alamiah maupun hasil rekayasa manusia, akan terdapat di dalamnya gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi akan cenderung bergerak ke arah bawah. Di sisi lain terdapat pula gaya-gaya dalam tanah yang menahan atau melawan dorongan gaya-gaya yang bergerak ke bawah. Kedua gaya ini bila mencapai keseimbangan tertentu maka akan menimbulkan kestabilan pada kedudukan tanah tersebut. II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
keadaan
tidak
seimbang,
dimana
gaya
yang
berfungsi
menahan/melawan lebih kecil dibandingkan dengan gaya-gaya yang mendorong ke bawah, maka akan terjadi suatu kelongsoran (slide) yaitu keruntuhan dari massa tanah yang terletak di bawah sebuah lereng. Dalam peristiwa tersebut terjadi pergerakan massa tanah pada arah ke bawah dan pada arah keluar (outward). Kelongsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata. Penyebab dari suatu kelongsoran bisa beraneka ragam, pada umumnya karena penggalian terbuka atau penggalian bagian bawah dari suatu lereng. Namun demikian, terdapat beberapa kejadian kelongsoran yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan air pori dalam lapisan yang sangat permeabel dan oleh pengaruh dari guncangan, misalnya gempa yang dapat mengurangi kepadatan tanah di bawah lereng.
2.4.1 Jenis-jenis Longsoran Kelongsoran lereng bisa terdiri dari berbagai proses dan faktor-faktor yang memicunya. Misalnya, hal ini bisa dibedakan berdasarkan bentuk dari kelongsoran, jenis material longsoran dan umur atau tahap perkembangan tanah. Pemahaman terhadap jenis-jenis gerakan lereng adalah sangat penting karena menentukan metode Analisis kestabilan yang paling tepat dan faktor-faktor apa yang perlu diketahui untuk melakukan perhitungan. a.
Runtuhan (Falls) Sejumlah masa tanah yang jatuh terlepas dari lereng yang curam dan tidak ada gaya yang menahan pada saat geseran dengan material yang berbatasan. Pada II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
jenis runtuhan bebatuan umumnya terjadi dengan cepat dan hampir tidak didahului oleh gerakan awal. b.
Pengelupasan (Topples) Gerakan ini berupa rotasi keluar dari suatu unit massa yang berputar terhadap suatu titik akibat gaya gravitasi, atau gaya-gaya lain seperti adanya air dalam rekahan.
c.
Longsoran (Slide) Dalam longsoran, gerakan ini terdiri dari peregangan secara geser dan peralihan sepanjang suatu bidang atau beberapa bidang gelincir yang dapat nampak secara visual. Gerakan dapat bersifat progresif yang berarti bahwa keruntuhan geser tidak terjadi seketika pada seluruh bidang gelincir melainkan merambat dari suatu titik. Massa yang bergerak menggelincir di atas lapisan batuan/tanah asli dan terjadi pemisahan (separasi) dari kedudukan semula. Sifat gerakan biasanya lambat sampai amat lambat.
d.
Aliran Tanah (Flows) Jenis gerakan tanah ini tidak dapat dimasukkan ke dalam katagori di atas karena merupakan fonomena yang berbeda. Pada umumnya jenis gerakan tanah ini terjadi pada kondisi tanah yang amat sensitif atau sebagai akibat daripada gempa. Bidang gelincir terjadi karena gangguan mendadak dan gerakan tanah yang terjadi umumnya bersifat cepat tetapi dapat juga lambat misalnya pada rayapan (creep).
II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4.2 Faktor-faktor Penyebab Kelongsoran Lereng Faktor-faktor penyebab ketidakstabilan lereng menurut Terzaghi (1950) dapat dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu : a.
Faktor Pengaruh Luar Faktor pengaruh luar ini terjadi karena meningkatnya tegangan geser yang bekerja dalam tanah sehingga FK < 1 (turun). 1. Tegangan horisontal turun, kondisi ini terjadi apabila :
Kaki lereng tererosi oleh aliran air sungai atau aliran air hujan
Galian
Pembongkaran sheetpile atau tembok penahan.
2. Peningkatan tegangan vertikal
Air hujan tertahan diatas lereng
Timbunan deposit halus
Timbunan tanah
Berat bangunan, dll
3. Pergerakan tektonik Pergerakan tektonik yang timbul dapat merubah keadaan geometri lereng. Pelandaian lereng berarti memperstabil. Sebaliknya penegakkan lereng mengurangi kestabilan. 4. Gempa bumi Pada waktu terjadi gempa bumi dua buah gelombang merambat naik dari permukaan batuan ke permukaan tanah. Sebelum mencapai permukaan tanah, rambatan gelombang melewati berbagai lapisan, sehingga menimbulkan perubahan pada sistim tegangan semula. II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Faktor Pengaruh Dalam Penurunan kekuatan geser tanah yang sering sekali terjadi pada longsoran tanah merupakan bagian yang paling sulit diperkirakan secara teliti dan penyebab-penyebabnya adalah : 1. Kondisi awal Faktor-faktor yang dapat menurunkan kekuatan geser tanah dari keadaan semula adalah kondisi, struktur geologi dan geometri lereng. 2. Pelapukan dan reaksi physicochemical lainnya. 3. Perubahan berat volume dan tekanan air pori.
2.4.3 Pengaruh Karakteristik dan Kondisi Tanah Terhadap Kelongsoran a.
Faktor Pengaruh Dalam 1. Tanah Tak Berkohesi Kestabilan lereng dari tanah tak berkohesi ( Ø > 0 ; c = 0 ) seperti kerikil, pasir dan lanau banyak tergantung pada :
sudut geser dalam Ø yang dapat diperoleh dari uji laboratorium (triaxial atau direct shear) atau secara empiris menggunakan hasil uji sondir atau SPT.
Kelandaian lereng dinyatakan dengan sudut (ß).
Berat volume tanah.
2. Tanah Berkohesi Kestabilan lereng dari tanah berkohesi seperti tanah lempungan tergantung banyak kepada :
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kekuatan geser yang dinyatakan dalam Ø dan c atau Ø dan c. Parameter ini diperoleh dari uji laboratorium.
Kelandaian lereng yang dinyatakan dengan sudut (ß).
Tinggi lereng
Berat volume tanah
Tekanan air pori
3. Jenis Tanah yang Memberi Problema Khusus Terdapat sejumlah jenis tanah di alam bebas yang mempunyai sifat khusus dan dapat dipengaruhi kestabilan lereng. Jenis-jenis tanah ini adalah : a. Tanah Residual Tanah residual terjadi di lapangan karena proses pelapukan batu dasar. Pelapukan tersebut dapat berupa pelapukan fisis, kimia, dan biologis. Sifat-sifat teknis jenis tanah ini adalah :
Tidak homogen dalam jarak yang pendek
Kekuatan geser tergantung pada bidang diskontinuitas dan bidang perlapisan
Penyelidikan tanah untuk menentukan kekuatan gesernya sulit sekali
dilakukan di laboratorium, sehingga cara Analisis kembali (back analysis) adalah yang yang paling baik untuk menentukan kekuatan gesernya
Analisis Kestabilan lereng adalah cara yang baik
II-23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b. Tanah Lempung Expansif Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang mengandung mineral montmorillont dalam prosentase tinggi.
Mudah mengembang karena mengisap air di sekelilingnya
Kekuatan gesernya dipengaruhi oleh perubahan kadar airnya. Kadar air tinggi, kohesi turun sampai mendekati nol.
Menekan tanah yang berada di sekitarnya.
c. Tanah Kollavial Tanah kollavial adalah material yang secara geologis terjadi karena pengendapan masa tanah atau batu yang bergerak turun dari lereng. Pergerakan ini terutama terjadi karena gravitasi misalnya longsoran atau ”creep debris”. Sudah jelas bahwa lereng yang terbentuk dari jenis tanah ini terdiri atas butiran yang bervariasi (tidak homogen), mulai dari lempungan, lanau sampai pasiran, kerikil dan bongkahan batu dengan diameter > 25 cm. d. Tanah Lempung Dispersif Kelongsoran yang diakibatkan oleh tanah lempung yang mudah tererosi (dispersif soils). Biasanya kelongsoran yang ditimbulkan oleh tanah lempung dispersif sulit sekali diAnalisis menggunakan teori konvensional (cara limit equilibrium), ada kalanya hasilnya sangat meragukan biasanya perlu dilakukan peninjauan langsung di lapangan dan penyelidikan laboratorium. Beberapa sifat tanah lempung dispersif (Sherard, dkk, 1976) sebagai berikut :
II-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mudah tergerus bila dibandingkan dengan tanah tak berkohesi walaupun mempunyai plastis indeks yang tinggi
Biasanya tergerus oleh aliran air
Penyebab utamanya ditentukan oleh jumlah relatif kandungan kation sodium dibandingkan dengan kation lainnya (kalsium dan magnesium)
Faktor penyebab lainnya yang mengurangi tanah lempung dispersif adalah kadar garam yang terkandung dalam air itu sendiri
Cara identifikasi di laboratorium
Kasus longsoran yang diakibatkan oleh tanah lempung dispersif dimulai dengan terlebih dahulu
dengan adanya
retakan
dipermukaan tanah, lalu retakan dalam tubuh timbunan diakibatkan oleh penurunan yang tidak merata atau pelaksanaan pemadatan yang kurang baik Untuk mencegah longsoran yang tersebut di atas, maka dapat dilakukan tiga pilihan :
Mengganti tanah lempung dispersif dengan tanah lempung lainnya
Menstabilisasi tanah lempung dispersif dengan menggunakan kapur (4% -6% dari beratnya)
Pemasangan filter (pasir halus + kerikil)
2.4.4 Klasifikasi Kemiringan Lereng Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman II-25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
lereng, panjang lereng dan bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sebagai berkut : Tabel 2.7 Kelas Kemiringan Lereng dan Nilai Skor Kemiringan Lereng Kelas
Kemiringan (%)
Klasifikasi
I
0–8
Datar
II
> 8 – 15
Landai
III
> 15 – 25
Agak curam
IV
> 25 – 45
Curam
V
> 45
Sangat curam
(Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986)
2.4.5 Analisis Kestabilan Lereng Analisis Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil. Bertambahnya tingkat kepastian untuk memprediksi ancaman longsor dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut :
Untuk memahami perkembangan dan bentuk dari lereng alam dan proses yang menyebabkan terjadinya bentuk – bentuk alam yang berbeda.
Untuk menilai kestabilan lereng dalam jangka pendek (biasanya selama kontruksi) dan jika kondisi jangka panjang.
Untuk menilai kemungkinan terjadinya kelongsoran yang melibatkan lereng alam atau lereng buatan. II-26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengAnalisis kelongsoran dan untuk memahami kesalahan mekanisme dan pengaruh dari faktor lingkungan.
Untuk dapat mendesain ulang lereng yang gagal serta perencanaan dan desain pencegahannya, serta pengukuran ulang.
Untuk mempelajari efek atau pengaruh dari beban gempa pada lereng dan tanggul.
Dalam Analisis stabilitas lereng, berlaku asumsi-asumsi sebagai berikut : a) Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi. b) Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang pasif. c) Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis. d) Faktor aman didefinisikan dengan meperhatikan tegangan geser rata – rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata – rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik – titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Faktor aman didefnisikan sebagai nilai bidang antara gaya yang menahan dan gaya menggerakan, atau =
(2.11)
Dimana : τ = tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah τd = tahanan geser akibat gaya berat tanah yang akan longsor
II-27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
F = Faktor yang aman Menurut teori Mohr – Columnb, tahanan terhadap tegangan geser (τ) yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh: = Dimana :
+
(2.12)
C = Kohesi σ = tegangan normal θ = sudut gesek dalam tanah
Tabel 2.8 Faktor Keamanan Minimum Stabilitas Lereng Parameter Kekuatan Geser Risiko
Tinggi Menengah Rendah
Kondisi Beban
Maksimum
Sisa
Teliti
Kurang teliti
Teliti
Kurang teliti
Dengan gempa
1,50
1,75
1,35
1,50
Tanpa gempa
1,80
2,00
1,60
1,80
Dengan gempa
1,30
1,60
1,20
1,40
Tanpa gempa
1,50
1,80
1,35
1,50
Dengan gempa
1,10
1,25
1,00
1,10
Tanpa gempa
1,25
1,40
1,10
1,20
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting. Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan (sangat murah) (SKBI-2.3.06, 1987).
II-28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya, 1.5 untuk angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk merencanakan suatu stabilitas lereng (SKBI-2.3.06, 1987). Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanahnya memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode irisan (method of slice). Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian, keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan. Gambar 2.5 memperlihatkan satu irisan dengan gayagaya yang bekerja padanya. Gaya-gaya ini terdiri dari gaya geser ( Xr dan X1 ) dan gaya normal efektif ( Er dan E1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif ( Ti ) dan resultan gaya normal efektif ( Ni ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air pori sudah diketahui sebelumnya. Metode irisan ini dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu : 1. Metode yang tidak memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu metode irisan biasa, metode Bishop yang disederhanakan, metode Janbu yang disederhanakan, dan metode Corps of Engineer. 2. Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu Metode Spencer, Metode Morgenstern-Price dan Metode Kesetimbangan Batas Umum. II-29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.5 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan
2.4.5.1 Metode Fellinius Metode irisan biasa (Fellenius, 1936) merupakan metode yang paling sederhana diantara beberapa metode irisan. Metode ini juga dinamakan sebagai metode lingkaran Swedia. Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah busur lingkaran. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertikal dari gaya – gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah : +
=
cos
(2.13) atau
=
cos
−
=
cos
−
.
(2.14)
Faktor aman didefinisikan sebagai, = =
(2.15) II-30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka : = Dimana :
∑
sin
(2.16)
R
= jari-jari lingkarang bidang longsor
n
= jumlah irisan
Wi
= berat massa tanah irisan ke-i
θi
= Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.5
dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longor adalah : ∑
= Dimana :
+
tan Ø
F
= Faktor aman
C
= Kohesi tanah
Ø
= sudut gesek dalam tanah
ai
= panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i
Wi
= berat irisan tanah ke-i
μi
= tekanan air pori pada irisan ke-i
(2.17)
Bila terdapat air pada lerengnya, tekana air pori pada bidang longsor tidak berpengaruh pada Md, karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Jika terdapat gaya – gaya selain berat lereng tanahnya sendiri, seperti beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode Fellinius memberikan faktor aman yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas-batas nilai kesalahan dapat mencapai kira – kira 5 sampai 40 % tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori. Walaupun Analisisnya ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari II-31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
lingkarannya (Whitman dan Baily, 1967). Cara ini telah banyak digunakan dalam prakteknya. Karena cara hitungannya yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman.
2.4.5.2 Metode Bishop Disederhanakan Metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop (1955). Metode ini menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan mamperhatikan faktor aman, adalah : = Dimana :
+( − )
Ø
(2.18)
σ
= tegangan normal total pada bidang longsor
u
= tekanan air pori
Untuk irisan ke – i, nilai Ti = τ ai , yaitu nilai gaya geser yang berkembang pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu : =
+(
−
.
)
Ø
(2.19)
Keseimbangan momen dengan pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya total yang dikerahkan tanah pada bidang longsor adalah: =
(2.20)
Dengan xi adalah jarak Wi ke pusat rotasi O, dapat diperoleh : =
∑
(
[
)
Ø ]
(2.21)
∑
Pada kondisi keseimbangan vertikal, jika X1 = Xi dan Xr = Xi+1 +
=
+
−
(2.22) II-32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
=
(2.23)
Dengan Ni’ = Ni – μiai disubtitusikan ke persamaan (2.19) dan (2.23) diperoleh : /
=
(2.24)
∅ /
Subtitusikan persamaan (2.24) ke (2.21) diperoleh : ∑
(
=
.
Ø
/ Ø /
)
(2.25)
∑
Penyederhanaan anggap Xi – Xi+1 = 0, dan xi = R sin θi, serta bi = ai.cosθi, diperoleh: ∑
=
[
(
.
)
Ø ](
(
/
)
∑
(2.26)
Dengan : F = faktor aman c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2) Wi = berat irisan tanah ke-i (kN) μi = tekanan air pori irisan ke-i (kN/m2) θi = Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.5 bi = lebar irisan ke-i (m) Ø = sudut geser dalam tanah Rasio tekanan air pori, =
=
(2.27)
Dengan, ru = rasio tekanan air pori μ = tekanan air pori (kN/m2)
II-33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b
= lebar irisan ke-i (m)
γ
= berat volume tanah (kN/m2)
h
= tinggi irisan rata-rata (m)
dengan mensubtitusikan persamaan (2.25) ke persamaan (2.24) diperoleh : =
∑
[
(
)
Ø ](
(
/
)
∑
(2.28)
Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fellinius. Lagi pula membutuhkan cara coba-coba (trial and error), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dilakukan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah hitungan, dapat digunakan nilai fungsi Mi, dengan : = cos
(1 +
)
(2.29)
Gambar 2.6 Diagram untuk menentukan M (Janbu dkk.,1965)
II-34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode Bishop (1955), biasanya mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fellinius lebih mudah, metode Bishop (1955) lebih disukai karena menghasilkan penyesaian yang lebih teliti. Dalam praktek, diperlukan untuk melakukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor dengan nilai faktor aman yang terkecil. Jika bidang longsor dianggap lingkaran, maka lebih baik kalau dibuat kotak – kotak di mana tiap titik potong garis-garisnya merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran longsornya. Pada titik-titik potong garis yang merupakan pusat lingkaran longsornya dituliskan nilai faktor aman terkecil pada titik tersebut. Perlu diketahui bahwa pada tiap titik pusat lingkaran harus dilakukan pula hitungan faktor aman untuk menentukan nilai faktor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran pada titik tersebut, yaitu dengan mengubah jari-jari lingkarannya. Kemudian, setelah faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh, Digambarkan garis kontur yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik pusat lingkaran yang mempunyai faktor aman yang sama. Gambar 2.7 menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang sama. Dari kontur faktor aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran yang menghasilkan faktor aman terkecil.
II-35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.7 Kontur faktor aman
2.4.5.3 Metode Elemen Hingga Dalam metode elemen hingga atau FEM, tidak dilakukan asumsi bidang longsor. Faktor keamanan dicari dengan mencari bidang lemah pada struktur lapisan tanah. Faktor keamanan didapatkan dengan cara mengurangi nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (θ), secara bertahap hingga tanah mengalami keruntuhan. Nilai faktor keamanan kemudian dihitung sebagai berikut : =
=
(2.30)
Dengan, = faktor keamanan creduced dan θreduced
= nilai c dan θ terendah yang didapat pada saat program Plaxis mengatakan tanah mengalami keruntuhan (soil body collapse).
II-36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5
Perkuatan Tanah (Reinforced Earth) Konstruksi perkuatan tanah sebenarnya merupakan bentuk lain dari dinding
penahan tanah yang sudah banyak dikenal. Perbedaan tipe ini dengan dinding penahan tanah konvensional adalah memanfaatkan penggunaan bahan sintetis yang akhir-akhir ini berkembang dengan pesat. Perkuatan tanah yang memanfaatkan bahan sintetis telah diperkenalkan sejak 1960 oleh H. Vidal seorang insinyur Perancis dan selanjutnya pemanfaatan teknologi geosintetis dalam bidang geoteknik mengalami kemajuan yang pesat. Menurut Bob Barret (1990), pemanfaatan
geosintetis didalam bidang geoteknik memberikan banyak
keuntungan antara lain bahan geosintetis relatif tidak mahal sebagai elemen perkuatan, pemanfaatan bahan tersebut dengan tanah setempat (dilokasi pekerjaan) dapat menghemat biaya berkisar 45 - 60% dibanding dengan pemanfaatan beton/pasangan batu, selain keuntungan tambahan berupa penghematan sumber material batuan dan bahan geosintetis, yang digunakan sebagai dinding penahan tanah dapat ditempatkan dekat permukaan tanah yang akan mengurangi biaya galian dan mengurangi tinggi total konstruksi. Secara umum pemanfaatan bahan geosintetis dalam konstruksi ini berarti memberikan perkuatan pada masa tanah, memperbesar stabilitas tanah timbunan. Pemanfaatan geosintetis jelas akan mengurangi kebutuhan akan beton, baja, serta biaya angkutan kebutuhan elemen-elemen konstruksi seperti baja tulangan, pasir, kerikil, semen dan lain-lain. Selain itu, penghematan terjadi pula pada waktu pelaksanaan, karena pelaksanaan konstruksi perkuatan relatif lebih singkat, tidak menimbulkan masalah korosi, sehingga biaya secara keseluruhan dapat ditekan.
II-37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tipe konstruksi perkuatan ini mengandalkan pada reaksi gesekan atau lekatan antara bahan geosintetis dan tanah disekitar bahan tersebut.
2.5.1 Tipe-tipe Sistem Penulangan Tanah Sistem penulangan tanah untuk struktur yang terbentuk oleh tanah timbunan baru dapat dibedakan menurut jenis tulangan yang dipakai untuk memperkuat tanah. Jenis-jenis tulangan yang digunakan antara lain: a.
Tulangan lajur (strip reinforcement) Dinding penahan tanah bertulang, untuk sistem tulangan lajur (strip reinforcement), terdiri dari lajur-lajur tulangan metal yang diletakkan pada posisi horisontal dan diurug dengan tanah yang dipadatkan. Elemen-elemen penutup dinding depan terikat dengan tulangan, dan umumnya dibuat dari beton pracetak atau metal.
b.
Tulangan grid (grid reinforcement) Dinding penahan tanah bertulang dengan sistem tulangan grid (grid reinforcement) terdiri dari rakit batang-batang metal atau polimer yang terdiri atas lembaran yang berlubang-lubang dalam bentuk empat persegi panjang yang diletakkan dalam posisi horisontal.
c.
Tulangan lembaran (sheet reinforcement) Dinding tanah bertulang, dangan tulangan-tulangan yang berbentuk lembaran umumnya berupa bahan geotekstil. Dinding penahan dibuat dengan cara menempatkan geotekstil secara horisontal, kemudian ditutup dengan tanah urug yang dipadatkan. Bagian luar geotekstil yang ditekuk ke dalam berfungsi sebagai permukaan dinding penahan. Penutup permukaan dinding dapat II-38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dibuat dengan melipat geotekstil atau barupa blok-blok beton. Untuk menghindari kerusakan geotekstil pada bagian luarnya oleh akibat sinar ultra violet atau aksi-aksi lainnya, maka pada bagian ini sering ditutup dengan emulsi aspal atau bahan lain. d.
Tulangan batang (rod reinforcement) dengan angker Pada sistem tulangan angker, tulangan-tulangan dari baja dibengkok pada ujungnya membentuk angker. Elemen-elemen penutup biasanya dibuat dari beton yang diikatkan pada tulangan-tulangan.
2.5.2 Bahan-bahan Perkuatan Tanah Menggunakan Bahan Geosintetis a.
Geotekstil Geotekstil merupakan material lolos air atau material tekstil buatan pabrik yang dibuat dari bahan-bahan sintetis, seperti: polypropylene, polyester, polyethylene, nylon, polyvinyl chloride dan campuran dari bahan-bahan tersebut. Berbagai macam bentuk geotekstil adalah sebagai berikut: a. geotekstil anyam (woven), yang dibuat dari serat-serat (fibers) seperti kawat memanjang tunggal atau terbuat dari serat-serat pipih yang tipis memanjang, seperti pada Gambar 2.9.
II-39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.8 Geotextile woven b. Geotekstil nir-anyam (non-woven), yang terbuat dari serat-serat serabut memanjang tersusun dengan pola tidak teratur, dan kemudian secara mekanis disusun seperti benang kusut, sehingga terbentuk materialmaterial berbulu yang relatif tebal atau yang terbuat dari serat-serat yang dibuat dengan pola acak dan kemudian digabung-gabungkan pada titik seberangnya melalui proses pemanasan atau ikatan kimia dan ditekan dengan penggilas sampai tebalnya relatif tipis.
Gambar 2.9 Geotextile non woven
II-40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Geotekstil umumnya tidak tahan atau mengalami degradasi bila terkena sinar ultra violet dari matahari, maka telah banyak produk-produk geotekstil yang diolah dari polymer dengan ramuan khusus guna memberikan ketahanan yang optimum terhadap ultraviolet. Dengan berbagai macam jenis material dan cara pemrosesannya, maka diperlukan pemilihan tipe geotekstil yang tepat dalam aplikasi proyek di lapangan. Aplikasi geotekstil dalam rekayasa geoteknik antara lain : a. Perkuatan lereng, yaitu untuk menambah stabilitas lereng. b. Struktur dinding tanah bertulang, yaitu geotekstil berfungsi sebagai tulangan/angker yang menjaga kestabilan dinding yang terbentuk dari gabungan geotekstil dan tanah urug. c. Struktur perkerasan jalan raya, yaitu geotekstil digunakan sebagai pemisah antara tanah dasar dan lapis pondasi bawah dari struktur perkerasan. d. Struktur jalan rel, yaitu fungsinya sama seperti pada struktur perkerasan. Dalam hal ini, geotekstil diletakkan pada pertemuan antara tanah dasar dan ballast. e. Struktur pengendali erosi atau gerusan, yaitu geotekstil diletakkan pada bagian belakang bangunan beronjong atau rip-rap. f. Perlindungan terhadap rembesan air, yaitu untuk mencegah hilangnya butiran halus tanah oleh aliran rembesan.
II-41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Jika ditinjau menurut fungsinya, beberapa aplikasi geotekstil yang telah digunakan hingga saat ini adalah: a. Pemisah antara material yang berbeda. Pada struktur perkerasan jalan, geotekstil diletakkan di antara tanah dasar (subgrade) dan lapis pondasi agregat batuan. Pada timbunan, geotekstil diletakkan pada dasar timbunan di atas tanah lunak berfungsi sebagai pemisah yang sekaligus sebagai perkuatan timbunan. Untuk aplikasi pada saluran drainase, geotekstil dipasang sebagai pemisah antara tanah dan lapisan filter bergradasi buruk, dan lain-lain. b. Sebagai filter. Dalam aplikasinya sebagai filter, geotekstil sering dipasang melingkari agregat batuan atau pipa pengumpul pada saluran drainase bawah tanah. Selain itu, geotekstil jika dipasang dalam timbunan juga berfungsi sebagai penyaring agar butiran halus tidak terangkut aliran rembesan. Hal ini, juga sering digunakan dalam pembuatan inti bendungan urugan, dan lain-lain. c. Perkuatan bangunan
pada tanah lunak. Dalam fungsinya sebagai
perkuatan, terutama perkuatan lereng timbunan terjal maupun landai, geotekstil diletakkan di bagian lereng dengan jarak tertentu sehingga lereng terjaga kestabilannya. Geotekstil yang diletakkan di dasar timbunan pada tanah lunak berfungsi sebagai perkuatan, sekaligus pemisah. Geotekstil juga dapat digunakan sebagai penutup material urugan yang jelek kualitasnya. Geotekstil yang dipasang antara tanah dasar dan lapis pondasi bawah, berfungsi selain untuk pemisah juga menaikkan kapasitas dukung tanah dasar yang dapat mengurangi tebal II-42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
komponen perkerasan jalan. Dalam aplikasi jalan raya, geotekstil juga digunakan untuk mencegah retak reflektif.
b.
Geogrid Geogrid merupakan geosintetis yang berbentuk lembaran yang berlubanglubang dengan bukaan yang relatif besar. Lubang umumnya berbentuk segiempat,
elips
atau
bentuk-bentuk
lain.
Lubang-lubang
geogrid
memungkinkan rusuk-rusuk grid terkunci dengan tanah atau agregat di sekitarnya. Rusuk-rusuk geogrid lebih kuat dan kaku bila dibandingkan dengan geotekstil. Geogrid
yang
terbuat
dari
lembaran-lembaran
polymer,
biasanya
polyethylene, yang dilubangi dalam bentuk segiempat seragam (berjarak dekat, diameter lubang bervariasi dari 1,25 samapai 5 cm) dan dipanjangkan satu arah (uniaksial) seperti Gambar 2.10 atau dua arah sama (biaksial) seperti Gambar 2.11. Geogrid lebih merupakan material yang berfungsi sebagai tulangan atau perkuatan. Dalam aplikasinya, geogrid lebih banyak digunakan sebagai perkuatan. Berbagai macam aplikasi geogrid dalam rekayasa geoteknik, meliputi: a. Bangunan dinding penahan tanah bertulang. b. Perbaikan stabilitas lereng dan longsoran. c. Perkuatan atau penulangan di bawah ballast jalan rel. d. Perkuatan dalam agregat dari jalan tanpa perkerasan. e. Perkuatan dalam urugan tanah. f. Beronjong untuk pengendali erosi. II-43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
g. Perkuatan diatas tanah lunak. h. Perkuatan dalam perkerasan aspal. Secara umum Geogrid adalah bahan Geosintetis yang berfungsi sebagai Perkuatan (reinforcement) dan Stabilisasi (stabilization), dengan penjelasan detailnya sebagai berikut : 1. Geogrid Uniaxial Uni-axial Geogrids adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang dengan bahan dasar HDPE (High Density Polyethelene), banyak digunakan di Indonesia untuk perkuatan tanah pada DPT (dinding penahan tanah) dan untuk memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah setempat/bekas longsoran. Material ini memiliki kuat tarik 40 kN/m hingga 190 kN/m. Geogrid jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding penahan tanah dan perbaikan lereng yang longsor. Geogrid Uniaxial berfungsi sebagai material perkuatan pada sistem konstruksi dinding penahan tanah (Retaining Wall) dan perkuatan lereng (Slope reinforcement).
Gambar 2.10 Geogrid uniaksial
II-44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Geogrid Biaxial Biaxial Geogrids dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR < 1%). Biaxial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di mana dengan struktur lubang bujursangkar ini partikel tanah timbunan akan saling terkunci dan kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme penguncian ini. Kuat tarik bervariasi antara 20 kN/m40 kN/m. Keunggulan Geogrid Biaxial ini antara lain :
Kuat Tarik yang bervariasi
Kuat Tarik tinggi pada regangan yang kecil
Tahan terhadap sinar ultra violet
Tahan terhadap reaksi kimia tanah vulkanik dan tropis
Tahan hingga 120 tahun.
Geogrid BiAxial berfungsi sebagai stabilisasi tanah dasar. Seperti pada tanah dasar lunak (soft clay maupun tanah gambut). Metode kerjanya adalah interlocking, artinya mengunci agregat yang ada di atas Geogrid sehingga lapisan agregat tersebut lebih kaku, dan mudah dilakukan pemadatan.
II-45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.11 Geogrid biaksial 3. Geogrid Triax Fungsinya sama dengan Biaxial sebagai material stabilisasi tanah dasar lunak, hanya saja performa nya lebih baik. Hal ini disebabkan bentuk bukaan segitiga lebih kaku sehingga penyebaran beban menjadi lebih merata.
Gambar 2.12 Geogrid Triax
2.5.3 Penentuan Tipe dan Perhitungan Kuat Tarik Geosintetis Tipe geosintetis yang diperlukan (Preq) ditentukan berdasarkan besarnya perkuata yang dibutuhkan , yang dapat dihitung dengan persamaan : II-46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
= dimana,
. . .
(2.31)
z
= tinggi perkuatan dihitung dari puncak ke bawah
sv
= jarak/spasi vertikal antar lembar perkuatan
besarnya kuat tarik (ijin) geosintetis (Pall) harus memenuhi persyaratan : Pall ≥ Preq Jewell (1990) mempublikasikan grafik untuk menentukan Kreq tanah yang berlaku untuk berbagai macam kemiringan lereng dan sudut geser dalam tanah.
Gambar 2.13 Grafik Penentuan Nilai Kreq
II-47
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.9 Rentang Umum Sifat-sifat Geosintetis
2.5.4 Penentuan Panjang Geosintetis Panjang penjangkaran perkuatan dengan geogrid dapat dihitung dengan pemakaian grafik Jewell (1990) dengan perbandingan nilai (Lr/H)ovrl dengan nilai (Lr/H)ds : .
=
=
.
+
+
.
.
(2.32)
(2.33)
II-48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.14 Grafik (LR/H) ovrl (Jewell, 1990)
Gambar 2.15 Grafik (LR/H)ds (Jewell, 1990) Adapun syarat LR mana yang harus dipakai untuk desain panjang penjangkaran, syarat tersebut sebagai berikut : II-49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
LR ovrl > LR ds, maka LR = LR ovrl (panjang konstan).
LR ovrl < LR ds, maka LR = LR ovrl (puncak lereng) dan LR = LR ds (dasar lereng).
2.6
Pembebanan Pada Jalan Kriteria perencanaan untuk pekerjaan penanggulangan keruntuhan lereng
meliputi faktor keamanan dan pembebanan. Beban lalu lintas harus ditambahkan ketika melakukan Analisis stabilitas dengan menggunakan angka yang ditunjukkan pada Tabel 2.10 Tabel 2.10 Beban Lalu Lintas untuk Analisis Stabilitas Kelas Jalan
Beban Lalu Lintas (kNm2)
Beban Jalan (kNm2)
I
15
10
II
12
10
III
12
10
(Sumber : Pedoman Kimpraswil No : Pt T-10-2002-B)
Beban lalu lintas tersebut harus diperhitungkan pada seluruh lebar permukaan timbunan. Tabel 2.10 diambil dari Panduan Gambut Pusat Litbang Prasarana Transportasi, yang dimodifikasi sesuai klasifikasi kelas jalan. Beban lalu lintas tidak perlu dimasukkan dalam Analisis penurunan pada tanah lempung. Untuk gambut berserat pembebanan pada Tabel 2.10 harus ditambahkan, dan diperhitungkan pada seluruh lebar permukaan timbunan.
II-50
http://digilib.mercubuana.ac.id/