PENDEKATAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DALAM KELUARGA PENGANUT PANGESTU DESA NOGOSAREN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : KASWADI
---------------------NIM: 111 07 039 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:
Nama
: KASWADI
NIM
: 11107039
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: PENDEKATAN ISLAM
PENDIDIKAN
DALAM
KELUARGA
KEAGAMAAN PENGANUT
PANGESTU DESA NOGOSAREN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012
Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.
Salatiga, 19 Januari 2013 Pembimbing
Drs. Juz’an, M.Hum NIP. 19611024 198903 1 002
iv
KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. TentaraPelajar 02Telp (0298) 323706. 323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website :www.stainsalatiga.co.id. E-mail :
[email protected]
SKRIPSI PENDEKATAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DALAM KELUARGA PENGANUT KEPERCAYAAN PANGESTU DESA NOGOSAREN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 DISUSUN OLEH KASWADI NIM : 111 07 039 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tangal 7 Maret 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam Susunan PanitiaUjian KetuaPenguji
: Suwardi, M.Pd ___________________ NIP. 19670121 199903 1 002NIP. 19720827 198303 1 002
Sekretaris
: Drs. Joko Sutopo ___________________ NIP. 19560603 198703 1 002NIP. 19720308 199803 2 006
Penguji I
: Dr. Muh Saerozi, M.Ag ___________________ NIP. 19660215 199103 1 001NIP. 19670112 199202 1 005
Penguji II
: Mufiq, S.Ag., M.Phil ___________________ NIP. 19690617 199603 1 004NIP. 19720521 200501 1 003
Penguji III
: Drs. Juz’an, M.Hum ___________________ NIP. 19611024 198903 1 002NIP. 19520430 197703 1 001 Salatiga, 07 Maret 2013 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19720827 198303 1 002 v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: KASWADI
NIM
: 11107039
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirajuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 21 Januari 2013 Yang menyatakan
KASWADI
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Kebahagiaan yang Haqiqi Adalah Orang yang Mampu Menjadikan Agama Sebagai Jalan untuk Mencapainya
PERSEMBAHAN Skripsiinisayapersembahkanuntuk : Ayah danIbuku, yang selalu menyayangiku dengan kesabarannya Saudara-saudaraku yang menjadi sumber motivasi Teman-temanku yang menjadi inspirasi
KATA PENGANTAR
vii
Dengan mengucap syukur alhamdulillah, atas limpahan rahmat serta hidayah yang telah diberikan Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2012” ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam. Penulis sadar bahwa kemampuan yang penulis miliki sangatlah terbatas sehingga dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah membantu terselesainya skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 3. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam. 4. Maslikhah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. Juz’an, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian telah meluangkan waktu, untuk memberikan pengarahan serta bimbingan sejak awal penulisan skripsi ini sampai dapat terselesaikan. 6. Segenap pemerintahan dan masyarakat Desa Nogosaren yang dengan antusias berkenan memberikan informasi sebagai data penelitian
viii
7. Bapak, Ibu, nenek, dan adikku tercinta yang telah memberikan spirit serta motivasi baik berupa moril maupun materiil serta do’a restunya. 8. Segenap dosen dan karyawan STAIN Salatiga Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dunia pendidikan.
Salatiga, 21 Januari 2013
Penulis
ix
ABSTRAK
Kaswadi, 2013. PendekatanPendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2012. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum. Kata Kunci :PendekatanPendidikan Keagamaan Islam dan Penganut Pangestu Penelitianini hendak mengungkap pendekatan pendidikan keagamaan Islam yang berlangsung dalam keluarga yang menjadi anggota Pangestu di Desa NogosarenKecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Pertanyaan utama yang akan dijawab pada penelitian ini adalah (1) Apa yang menjadi latar belakang masyarakat Desa Nogosaren menjadi pengikut pangestu, (2) Apa yang diajarkan dalam Pangestu, (3) Bagaimana pendekatan pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga yang dilakukan oleh warga Pangestu. Untuk menjawab pertanyaan diatas maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa (1) alasan menjadi pengikut Pangestu karena faktor keluarga dan masih awamnya dengan ajaran Islam. (2) ajaran yangada dalam Pangestu adalah memahami dan mengamalkan kitab sasangka jati. (3) dalam mendidik anak pengikut pangestu lebih menekankan pada pangamalan ajaran Pangestu dan pelaksanaan syariat Islam yang akan menjadi contoh (tauladan) bagi keluarganya serta pengenalan pada ajaran pangestu. Berdasarkan temuan data dan pembahasan ditemukan masyarakat Desa Nogosaren yang menjadi pengikut Pangestu dalam melaksanakan syariat Islam dan pendekatan pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga berbeda dengan masyarakat yang tidak ikut organisasi apapun. Warga Pangestu lebih taat menjalankan syariat agama dan lebih memperhatikan pendidikan keagamaan untuk keluarga dengan memberi nasehat dan teladan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………………
ii
PENGESAHAN KELULUSAN ………………………………………………….
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN…………………………………………
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………………
v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
vi
ABSTRAK …………………………………………………………………….... viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….……….. xiii BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………....
1
B. Rumusan Masalah Penelitian ...................................................................
6
C. Fokus Penelitian ……………………………………………………….
6
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….
6
E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………
7
F. Penegasan Istilah ……………………………………………………….
8
G. Metode Penelitian ….…………………………………………………..
10
1. Pendekatan Penelitian ………..............……………………………
10
2. Kehadiran Peneliti ………..………………………………………..
11
xi
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………...
12
4. Sumber Data …….…………………………………………………
12
5. Prosedur Pengumpulan Data ………………………………………
13
6. Analisis Data ………………………………………………………..
15
7. Pengecekan Keabsahan Data ……………………………………….
16
8. Tahap-tahap Penelitian …………………………………………….
16
H. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………………………. 17 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga .…………..
19
1. Pengertian …………………………………………………..............
19
2. Dasar pendidikan dalam keluarga …….……………………………
22
3. Tujuan Pendidikan Keagamaan dalam Keluarga
…………………
23
4. Materi Pendidikan Keagamaan dalam Keluarga …………..………
26
B. Penganut Pangestu …………………...............................……………..
29
1. Pengertian Pangestu ………………….........................……………
30
2. Penyebab Muncul dan Berkembangnya Aliran Kepercayaan ……...
33
3. Sejarah Pangestu ……………..…….....................………………..
35
4. Tujuan dan Visi Misi Pangestu …………..............................…….
38
5. Kegiatan Pangestu ............................................................................
39
6. Ajaran Pangestu .................................................................................
41
C. Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu .................................................................................................. xii
51
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Nogosaren …...........…………………………..
54
1. Letak Geografis …………………..........…………………………..
54
2. Kondisi Keagamaan ……………....………………………………..
55
3. Kondisi Sosial Desa Nogosaren …………...………………………..
56
B. Kegiatan Pangestu di Desa Nogosaren ……..………………………….
58
1. Sejarah Munculnya Pangestu di Desa Nogosaren ………………..
58
2. Latar Belakang Mengikuti Organisasi Pangestu …………………..
59
3. Ritual Tradisi/Kegiatan Pangestu …………………………………..
61
4. Ajaran pangestu ..............................................................................
64
C. Metode Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu ..................................................................................................
66
1. Pendidikan Aqidah ...........................................................................
68
2. Pendidikan Ibadah ............................................................................
69
3. Pendidikan Akhlak ...........................................................................
70
BAB IV PEMBAHASAN A. Pendidikan Aqidah ...................................................................................
74
B. Pendidikan Ibadah ....................................................................................
75
C. Pendidikan Akhlak ...................................................................................
77
D. Refleksi pendidikan keagamaan Islam ....................................................
79
1. Dimensi Rasa .......................................................................................
79
xiii
2. Dimensi Rasio .....................................................................................
79
3. Dimensi Syariat ...................................................................................
80
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………………..
82
B. Saran-saran………………………………………………………………
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ke
Berisi
Lampiran 1 ..................................................................
Transkip Wawancara
Lampiran 2 ...................................................................
Dokumentasi
Lampiran 3 ...................................................................
Nota Pembimbing
Lampiran 4 ....................................................................
Daftar Nilai SKK
Lampiran 5 ....................................................................
Lembar Konsultasi
Lampiran 6 ....................................................................
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 7 ...................................................................
Daftar Riwayat Hidup
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya
pengajaran
dan
pelatihan,
proses,
cara,
perbuatan
mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 263). Namun pendidikan tidak terbatas pada ruang lingkup formal, tetapi lingkungan keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan pendidikan kepada anak, di luar faktor pendidikan di sekolah serta lingkungan sosial. Lingkungan keluarga ini, bisa dimulai dari situasi dalam keluarga dan pola pendidikan yang dilakukan (Republika, 15 Februari 2012). Sedangkan tujuan pendidikan Islam secara garis besarnya adalah membina manusia agar menjadi hamba Allah yang sholeh dengan seluruh aspek kehidupan, perbuatan, pikiran dan perasaannya (Daradjat, 1993: 35). Pendidikan berarti proses penyampaian nilai-nilai baik sosial masyarakat maupun moral keagamaan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemahaman, penghayatan, dan pengalaman terhadap nilai-nilai tersebut, sebagaimana yang telah ia terima, sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya semaksimal mungkin. Keluarga merupakan tempat atau wadah yang pertama kalinya bagi seorang anak atau individu untuk mengenal lingkungan. Dalam keluarga 1
seorang anak mengenal dan mengetahui bahwa ada individu lain selain dirinya. Keluarga juga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi seorang anak. Seorang anak akan mengetahui banyak hal untuk pertama kalinya dari keluarga. Pendidikan dalam keluarga juga menjadi sangat penting karena hal ini akan sangat menentukan kehidupan dan perilaku anak tersebut dimasa mendatang. Keluarga yang mendidik anaknya dengan cara yang baik dan benar akan menghasilkan anak yang baik dan keluarga yang mendidik anaknya dengan cara yang salah dan tidak baik akan menghasilkan anak yang tidak baik pula. Jadi baik dan buruknya perilaku seorang anak tergantung pada bagaimana pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Pendidikan agama dalam keluarga tidak hanya pada masalah akidah dan ibadah, namun juga pada masalah mu’amalah yang berhubungan dengan orang lain. Dalam keluarga seorang anak di didik untuk selalu berbuat amar ma’ruf dan nahi mungkar agar bisa hidup bermasyarakat dengan baik sesuai aturan-aturan atau norma yang berlaku di dalam masyarakat itu sendiri ataupun menurut aturan agama. Selain pendidikan intelektualitas tidak kalah pentingnya pendidikan rohani manusia sangat perlu dididik dan dibina sebaik mungkin karena rohani merupakan subjek gerak seluruh kegiatan manusia. Dalam pembentukan rohani yang baik harus dimulai dari pendidikan dari orang tua atau keluarga.Karena orang tua adalah orang yang pertama kali di kenal oleh anak sebelum mengenal lingkungan luar. Orang tua harus mampu memberi 2
pendidikan serta dapat memberi contoh atau teladan yang baik terhadap anaknya karena secara tidak sadar perilaku orang tua atau apa yang telah dilakukan orang tua akan ditiru oleh anak. Pendidikan keagamaan di lingkungan keluarga adalah interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran
Islam,
yang
berlangsung
di
lingkungan
keluarga.
Dalam
pelaksanaannya, maka proses pendidikan keagamaan di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
pendidikan agama,
dan anak-anak
sebagai sasaran
pendidikannya. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama. Keragaman suku bangsa, bahasa, budaya dan agama pada hakikatnya justru memperkaya khasanah budaya bangsa. Salah satu wujud budaya Indonesia tersebut adalah budaya spiritual yang berakar pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang pada dasarnya adalah warisan leluhur budaya bangsa. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai salah satu aspek warisan budaya bangsa (budaya spiritual) secara realistis masih hidup dan berkembang serta dihayati oleh sebagian masyarakat Indonesia (DepKebPar, 2005: 1). Kepercayaan masyarakat yang hidup dan berkembang di setiap etnis, suku, marga, desa merupakan kebudayaan lokal yang dapat memberikan dan mencerminkan ciri bagi daerah setempat. Menurut Rasyid (2004: 27) kepercayaan-kepercayaan masyarakat dengan unsur-unsur yang melekat di 3
dalamnya terkandung nilai-nilai peradaban manusia, dapat menjadi pendukung upaya pembentukan kepribadian dan jatidiri bangsa. Sebagai salah satu unsur kebudayaan lokal, kepercayaan masyarakat dapat menjadi perekat bagi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pangestu adalah sebuah organisasi yang muncul dikarenakan keprihatinan akan peperangan yang tak kunjung berakhir paska kemerdekaan. Kemudian berkembang menjadi organisasi yang bergerak dalam bidang olah rasa (kerohanian) dengan tidak memandang back ground warganya (anggota) beragama apa tetapi lebih kepada penekanan akan pengamalan dan penghayatan. Sebagai sebuah organisasi, di Pangestu tidak mengikat dan tidak memaksa anggotanya untuk meninggalkan agama yang telah dianutnya. Sesungguhnya keharusan untuk pengamalan dari suatu ajaran juga menjadi titik tekan dari setiap aliran agama dan kepercayaan (Sopater, 1987: 28). Untuk menggapai tujuan organisasi dan memperkokoh keanggotaan maka dilakukan pertemuan rutin di rumah-rumah anggota dalam rangka mendakwahkan ajaran yang terkandung dalam wahyu sasangka jati. Hal ini dijadikan sebagai wahana pendidikan budi pekerti dan pengolahan jiwa yang mengutamakan konsep persatuan di dalam hubungan dengan sesama dan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi Pangestu berbicara tentang mengingat kembali asal-usul manusia, dari awal manusia tercipta dari Pangeran (Sang Khalik) sampai kembali kepada Pangeran. Memelihara keturunan dan menghormati orang tua sehingga bisa tertata hidupnya dan tercapai apa keinginannya, manusia harus 4
bertindak yang baik dan berlandaskan budi luhur. Memelihara naluri dalam kehidupan sampai datangnya kematian dan kembali kepada Sang Khalik. Akan tetapi organisasi Pangestu tidak mempunyai tata cara yang mengatur tentang pernikahan, kematian dan tidak mempunyai Nabi, hal-hal seperti itu di laksanakan sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing warga Pangestu atau sesuai dengan disesuaikan dengan adat dan tatacara daerah setempat. Pangestu merupakan kancah pendidikan dan pengolahan jiwa bagi para warganya yang pada umumnya adalah umat-umat beragama dari berbagai keimanan, dimana para warga tersebut tidak merasa terpisah dari agamanya. Pada umumnya mereka menganggap pangestu sebagai “gedung sekolah”, dimana mereka mendapat kesempatan untuk belajar ilmu jiwa dan ilmu keTuhanan yang efeknya dapat lebih meningkatkan pengertian mereka tentang agama/keimanan. Dalam kancah pendidikan tersebut parawarga digembleng agar memiliki bekal jiwa yang sehat dan kuat serta berbudi pekerti yang luhur untuk dapat secara maksimal melaksanakan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada masyarakat, bangsa, negara, tanah air dan kemanusiaan, menurut bidan tugas hidup masing-masing (Pangestu, 2007: 6162). Jadi Pangestu merupakan wahana pendidikan non formal yang mengantarkan anggotanya agar mampu menebarkan pepadang (menunjukkan jalan kebaikan) kepada orang-orang disekitarnya terlebih keluarganya dengan perilaku dan tuturkata yang sesuai dengan ajaran Pangestu. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang 5
berkaitan dengan pendidikan olah jiwa dalam organisasi Pangestu dengan judul “Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2012.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi latar belakang masyarakat desa Nogosaren mengikuti organisasi Pangestu? 2. Apa yang diajarkan dalamPangestu? 3. Bagaimana pendekatan pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga?
C. Fokus Penelitian Berdasarkan penelitian awal maka penulis memfokuskan penelitian pada pendekatan pendidikan keagamaan Islam oleh masyarakat desa Nogosaren yang mengikuti organisasi Pangestu. Dalam pangestu dilakukan bimbingan kerohanian secara rutin setiap bulan yang bertujuan untuk mengolah jiwa dan spiritualnya.
D. Tujuan Penelitian Agar dapat memberikan gambaran secara konkret serta arah yang jelas dalam pelakasanaan penelitian ini maka penulis perlu merumuskan tujuan yang ingin dicapai, adapun tujuan penelitian ini adalah : 6
1. Untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang masyarakat desa Nogosaren mengikuti organisasi Pangestu? 2. Untuk mengetahui apa saja yang diajarkan dalam organiosasi Pangestu? 3. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan yang digunakan anggota Pangestu dalam mengajarkan pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga?
E. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut: 1. Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan sosial yang semakin berkembang di Indonesia dan juga turut menjaga budaya spiritual yang berkembang di masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. 2. Praktis a. Bagi penulis Dapat mengetahui bagaimana warga (anggota) Pangestu mengajarkan pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga. b. Bagi masyarakat Dapat mengetahui lebih dalam tentang Pangestu, bagi dari segi keorganisasiannya, sejarahnya, ajarannya, serta berbagai kegiatan yang berlangsung dalam Pangestu. Selain itu Pangestu merupakan warisan 7
budaya atau ajaran asli jawa yang patut dijaga sebagai cermin karakter lokal yang patut dilestarikan.
F. Penegasan Istilah 1. Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Pendekatan berarti proses, perbuatan, dan cara mendekati (KBBI, 1999: 218) Dari pengertian ini pendekatan dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati dan mempermudah pelaksanaan pendidikan. Sedangkan Pendidikan adalah pengaruh, bimbingan, arahan dari orang dewasa kepada anak yang belum dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang (Yahya, 2003: 5).Sedangkan pendidikan agama merupakan Usaha usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam (Zuhairini, Dkk, 1983:27). Menurut penulis pendidikan keagamaan adalah pengajaran yang di lakukan oleh orang dewasa terhadap anak tentang agama dengan cara memberikan
pemahaman
ataupun
bimbingan
serta
pengarahan
berdasarkan ajaran atau perintah agama Islam. Adapun kata keluarga menurut F.J Brown dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga dalam arti luas dan keluarga dalam arti sempit. Dalam arti luas adalah semua pihak yang mempunyai hubungan darah/keturunan yang
8
bisa diperbandingkan dengan klan atau marga. Dalam arti sempit keluarga adalah orang tua dan anak (Syamsu, 2004:36). Jadi yang di maksud dengan pendekatan pendidikan keagamaan dalam keluarga disini adalah suatu proses dan cara yang digunakan untuk memberikan pemahaman dan bimbingan yang di lakukan oleh orang tua (ayah-ibu) tentang agama kepada anak dengan maksud agar anak-anak dapat memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama dengan baik. 2. Penganut Pangestu Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘penganut’ memiliki arti pengikut (aliran politik), pemeluk (agama, kepercayaan)(2007: 879). Pangestu merupakan singkatan dari “Paguyuban Ngesti Tunggal” yang bermakna
Paguyuban
yaitu
perkumpulan
yang
mempunyai
arti
kebersamaan. Ngesti adalah permintaan kepada Tuhan, dengan kekuatan batin. Tunggal bersatu dengan masyarakat selama hidup, dan bersatu kembali pulang kepada Tuhan Yang Maha Tunggal (Ajaran sang guru Sejati, 2009: 8). Jadi Paguyuban Ngesti Tunggal adalah perkumpulan yang mempunyai arti kebersamaan untuk meminta kepada Tuhan agar dapat bersatu dengan masyarakat dan bersatu ketika kembali pulang kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Jadi pendidikan keagamaan Islam dalam keluarga pada penganut Pangestu adalah usaha memberikan pemahaman dan bimbingan yang di lakukan
oleh orang tua (ayah-ibu) tentang agama kepada anak dengan
9
maksud agar anak anak dapat memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama dengan baik dalam keluarga yang mengikuti Pangestu.
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Moleong (2008: 6) “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah.” Dengan bahasa lain Sugiyono (2011: 9) mendefinisikan penelitian kualitatif yaitu “Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”. Sedangkan menurut Syaifudin Azwar (2007: 5) “pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah”.
10
Jadi pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada objek tertentu guna mengungkapkan secara holistik tentang fenomena yang diteliti tanpa mempengaruhi objek penelitian. Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan peranan organisasi pangestu di masyarakat Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu uraian mengenai berbagai kegiatan yang melibatkan keberadaan Organisasi Pangestu. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen utama, karena peneliti yang merencanakan, melaksanakan, mengumpulkan dan membuat laporan penelitian. Data hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya dipaparkan sesuai dengan kejadian yang ditemukan di lapangan dan dianalisis secara induktif. 2. Kehadiran Peneliti Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara observasi dan dokumentasi. Sebagai tahap penelitian awal, peneliti melakukan penelitian observasi langsung ke tempat kegiatan pangestu di Desa Nogosaren pada bulan Agustus. Sedangkan penelitian lanjutan, penulis melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi secara langsung. Peran penulis dalam penelitian ini sebagai pengamat penuh, dimana penulis melakukan pengamatan terhadap kegiatan pangestu serta mengikuti berbagai kegiatan yang berlangsung. Selain itu penulis juga
11
melakukan wawancara kepada informan. Dengan demikian kehadiran penulis di atas sepengetahuan subjek penelitian. 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di setiap ada kegiatan pangestu, yaitu setiap hari minggu ke dua dan minggu ke empat, dilaksanakan secara bergilir di tempat warga Pangestu. Waktu penelitian ini dimulai bulan Agustus sampaibulan Desember 2012. 4. Sumber Data Menurut Lofland yang dikutip oleh Moleong “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dll.” (Moleong, 2008: 157). Atau dalam penelitian dikenal istilah data primer dan data sekunder. “Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Sedangkan data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya” (Azwar, 2007: 5). Yang menjadi data utama atau sumber data primer adalah anggotaPangestu di Desa Nogosaren Kecamatan Getasan. Sedangkan untuk pengecekan keabsahan data peneliti juga mengkonfirmasikan kepada beberapa anggota pangestu dan warga masyarakat yang tidak ikut dalam organisasi pangestu.
Tidak semua anggota peneliti wawancarai
hanya di ambil beberapa sebagai sampel. Sedangkan penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode snowbool sampling, 12
yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Dalam pengumpulan data peneliti mewawancarai bapak Sudiyo yang menyarankan untuk menemui bapak Suntoro sebagai ketua Pangestu ranting Nogosaren, dari bapak Suntoro ini penulis melanjutkan wawancara dengan bapak Sunarwan, ibu Supriyatun dan yang lain. (Sugiono,2011:219) Data pembantu atau data sekunder peneliti untuk memperoleh data tentang profil kegiatan pangestu serta dokumen-dokumen lain yang terkait seperti foto-foto kegiatan dan lain-lain. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Metode Wawancara Metode wawancara atau intervew adalah “percakapan dengan maksud tertentu” (Moleong, 2008: 186) dijelaskan lebin lanjut “percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara interviewer
yang
mengajukan
pertanyaan
dan
terwawancara
interviewee yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data yang berupa infomasi tentang pendapat dan pengalaman informan dalam peranan kegiatan Pangestu dan implementasi nilai-nilai kegiatan tersebut. Wawancara ini peneliti ajukan kepada pihak-pihak yang peneliti anggap memiliki data dan menguasai berbagai masalah tentang objek penelitian. Adapaun informan yang peneliti pilih sebagai pihak yang dapat diwawancarai adalah bapak Suntoro. Beliau adalah ketua ranting pangestu Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten 13
Semarang. selain sebagai ketua ranting pangestu beliau juga sebagai aktivis yang perlu diteladani oleh para warga Pangestu di daerah tersebut. b. Metode Observasi Metode observasi merupakan salah satu metode utama dalam penelitian naturalistik (kualitatif) (Suprayogo, 2003: 167). Masih menurut Imam Suprayogo (2003:167) “Metode observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi
fenomena
yang
diobservasi,
dengan
mencatat,
merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis”. Metode ini peneliti gunakan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang objek penelitian serta berbagai kegiatan yang berlangsung. Hal yang dapat diamati adalah berbagai kegiatan dan sarana prasarana yang tersedia. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu “mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebaginya” (Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi dari keterangan dan hasil observasi tentang struktur organisasi, laporan kegiatan, foto-foto atau hal-hal lain yang terdokumentasikan oleh pengurus. 14
6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. a. Pengumpulan Data Mengumpulkan data adalah mengamati variabel yang akan diteliti dengan metode intervieu,
terobservasi, kuesioner dan
sebagainya (Arikunto, 2006: 232). Dalam pengumpulan data dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrument utama. Kredibilitas penelitian tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan. b. Reduksi Data Mereduksi data berarti menerangkan, memilih, hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2011: 247). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran dengan jelas dan mempermudah untuk mengumpulkan data selanjutnya. c. Penyajian Data Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowechart dan sejenisnya (Sugiyono, 15
2011: 249). Dalam penelitian kualitatif penyajian data lebih banyak menggunakan teks yang bersifat naratif. d. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2011: 253). 7. Pengecekan Keabsahan Data Untuk
memperoleh
data
yang
kredibel
maka
diperlukan
pengecekan data. Teknik yang dipakai dalam pengecekan keabsahan temuan tersebut adalah teknik triangulasi. Teknik
triangulasi adalah
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2011: 273). 8. Tahap-tahap Penelitian Adapun tahap-tahap penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kegiatan Administratif, meliputi: 1) Pengajuan permohonan izin kepada ketua pangestu untuk melakukan penelitian tentang organisasi Pangestu yang ada di Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
16
2) Mengkonfirmasi permohonan izin penelitian dengan kepala desa untuk mengetahui tindak lanjut dari permohonan izin tersebut. b. Kegiatan Lapangan, meliputi: 1) Survai awal untuk mengetahui gambaran gambaran kegiatan pangestu dan menemui pengurus pangestu yang akan dijadikan sumber data yang direkomendasikan oleh ketua Pangestu. 2) Melakukan observasi ke lapangan dengan mengamati secara langsung dan mengikuti kegiatan yang ada. Selain itu melakukan wawancara
kepada
informan
dan
para
responden
untuk
mengumpulkan data dan menganalisis data. 3) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan. 4) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian 5) Menyusun laporan akhir
H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam memahami penelitian ini maka laporan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan laporan.
17
Bab II
pada bab ini membahas tentang kajian pustaka yang berisi tentangpengertian, dasar, tujuan dan materipendidikan keagamaan Islam dalam keluarga, pengertian Pangestu, penyebab munculnya kepercayaan, sejarah pangestu, tujuan dan visi misi pangestu, kegiatan pangestu, ajaran pangestu, pendidikan keagamaan dalam keluarga penganut pangestu.
Bab III Paparan data dan temuan penelitian yang berisi tentang profil desa Nogosaren, paparan data kegiatan pangestu di desa Nogosaren.
Bab IV Pembahasan Bab V
Penutup meliputi kesimpulan dan saran-saran
Daftar Pustaka Daftar riwayat hidup Lampiran-lampiran
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga 1. Pengertian Pendekatan dalam pendidikan merupakan suatu cara untuk mempermudah dalam kelangsungan penyampaian materi. Sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan dan lebih bisa menunjukkan keberhasilan pendidikan anak didik yang berdasarkan Skill yang dimilikinya. Namun sebelum melangkah membahas mengenai pengertian pendidikan agama dalam keluarga, ada baiknya jika terlebih dahulu penulis kemukakan mengenai pengertian pendidikan secara umum, yaitu: a. Pendidikan menurut Achmadi (1992:16)adalah tindakan yang dilakukan
secara
sadar
dengan
tujuan
memelihara
dan
mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil). b. Menurut Ahmad D Marimba (1989: 19)pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. c. Menurut Gogfrey Thomson Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan
tingkah
lakunya, 19
pikiranya
dan
perasaannya(http://www.maswins.com/2011/03/pengertianpendidikan-menurut- dan.html (23 Mei 2012). d. Sahabuddin menjelaskan bahwa, pendidikan adalah kegiatan yang mengandung tanggung jawab untuk memanusiakan manusia, untuk mengembangkan
kepribadian
dan
kemampuan
manusia
(http://www.maswins.com/2011/03/pengertian-pendidikan-menurutuu-dan. html (23 Mei 2012). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, pendidikan adalah suatu usaha atau tindakan yang diberikan oleh seseorang secara sadar terhadap perkembangan orang lain kearah yang lebih baik menuju terbentuknya tingkah laku, cara berfikir dan bersikap sehingga terpelihara potensinya menuju manusia yang seutuhnya. Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut beberapa ahli dibidang pendidikan Islam adalah: a. Pendidikan Islam adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam (Achmadi, 1992 : 20). b. Pendidikan agama berarti usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam(Zuhairini, dkk. 1983: 27). c. Ahmad D Marimba (2001:23) definisi pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam 20
menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ukuran ukuran Islam. d. Sedangkan Yusuf al-Qaradhawi (2000: 53) memberikan definisi Pendidikan Islam sebagai proses arahan dan bimbingan untuk mewujudkan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya sehingga mereka siap menjalani kehidupan dengan baik berdasarkan nilai-nilai Islam. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar melalui proses bimbingan jasmani dan rohani anak dengan tujuan menjadikan manusia seutuhnya, yang beriman dan bertaqwa, serta memiliki kepribadian yang Islami dan berakhlak mulia, sehingga diharapkan mampu berbuat yang lebih baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta berguna bagi bangsa dan negara. Adapun kata keluarga menurut F.J Brown dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga dalam arti luas dan keluarga dalam arti sempit. dalam arti luas adalah semua pihak yang mempunyai hubungan darah/keturunan yang bisa diperbandingkan dengan klan atau marga. Dalam arti sempit keluarga adalah orang tua dan anak (Syamsu, 2004 :36). Jadidapat disimpulkan maksud pendidikan agama dalam keluarga adalah usaha usaha orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab dalam keluarga untuk membimbing jasmani dan rohani anak secara bertahap sesuai irama perkembangan anak menuju terbentuknya manusia
21
seutuhnya,yang beriman dan bertaqwa, serta memiliki kepribadian yang Islami dan berakhlak mulia. 2. Dasar Pendidikan Keagamaan dalam Keluarga Islam sebagai agama paripurna memberikan tuntunan yang komperhensif, sehingga terhadap problematika keluargapun tak luput dari perhatian Islam. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an maupun Hadist di bawah ini yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga yaitu
$pköŽn=tæ äou‘$yf Ïtø:$#ur ⨠$¨Z9$# $yd ߊqè%ur #Y‘$tR ö/ä3 ‹Î=÷d r&ur ö/ä3 |¡ àÿRr& (#þqè% (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ ÇÏÈ tb râsD÷sム$tB tb qè=yèøÿtƒur öN èd ttBr&!$tB ©! $#tb qÝÁ ÷ètƒ žw ׊#y‰ Ï© Ôâ Ÿx Ïî îps3 Í´¯»n=tB Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Q.S. At-Tahrim: 6). Selain itu Rasulullah juga menggambarkan tentang pendidikan dalam keluarga sebagaimana Hadits yang diriwayatkan Iman bukhori dari abi Hurairah r.a berikut ini
ٍﺿِ َ اﷲُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎلَر َﺳ ُﻮلُاﷲِﺻَﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَ ﻠَﻴْﻪِو َﺳ َﻢﻠﱠ ْ ﻣ ﺎَ ﻣِﻦ ْ ﻣ َﻮ ْﻮﻟُْد ﻋَﻦ ْ اَﺑﻰِﺮﻫَُﻳـﺮ َْ ةَر َﻰ
(ﺠﱢ َﺎﻧِﻪِ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى ا ِ ﻳﻻﱠﻮـُ ْ ﻟَﺪُﻋَ ﻠَﻰ اﻟْﻔِﺮ َﻄْةِ ﺑﻓـَﻮﺄَ َاﻩُﻳـُﻬَﻮِدَاﻧِﻪِ واَ ْﻳـُﻨَ ﺮﺼَﱢاﻧِﻪِ واَ ْﻳ ُﻤ َ ﺴ
Artinya : Dari abu Hurairah r.a Rosulullah bersabda “tidaklah anak itu dilahirkan atas fitrah, maka (tergantung) kedua orang tuanyalah yang menjadikan yahudi, nasrani maupun majusi” (H.R Bukhori). 22
Dari dalil di atas maka dapat diketahui bahwasannya dalam keluarga terjadi proses pendidikan dan pemegang penting peranan pendidikan dalam keluarga adalah orang tua oleh karena itu orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak-anknya atau lebih khusus lagi seorang ayah bertanggung jawab atas keselamatan baik fisik atau psikis seorang anak. Sedangkan pelaksanaan pendidikan agama Islam secara formal disetiap negara, biasanya diatur berdasarkan hukum dasar yang berlaku dinegara tersebut. Begitupun Indonesia juga memiliki dasar yuridis formal yang berkaitan dengan pelaksanaan agama Islam yaitu: a. Dasar ideal: Pancasila terutama sila pertama yang berbunyi: Ketuhanan Yang Maha Esa b. Dasar konstitusional: UUD 45 bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut kepercayaannya itu(Depdikbud, 2003:82). 3. Tujuan Pendidikan Keagamaan dalam Keluarga Untuk mengetahui tujuan pendidikan agama Islam, dapat dilihat dari pendapat berbagai ahli, diantaranya: a. Tujuan pendidikan Islam menurut Ahmad D Marimba identik dengan tujuan hidup setiap orang muslim. Dalam Al-Qur’an dinyatakan :
23
ÇÎÏÈ Èb r߉ ç7÷èu‹Ï9 žw Î)}§ RM} $#ur £` Ågø:$#àM ø)n=yz $tBur Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Adz-Zariyat: 56). Dari ayat diatas jelaslah bahwa tujuan hidup manusia menurut Agama Islam adalah untuk menjadi hamba Allah, Hamba Allah mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepadanya. b. Menurut Achmadi tujuan pendidikan adalah : 1) Menjadikan hamba Allah yang paling bertaqwa 2) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ardi (wakil tuhan dibumi) yang mampu memakmurkannya dan lebih jauh mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya. 3) Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup didunia sampai
diakherat,
baik
individu
maupun
masyarakat
(Achmadi,1987:90). c. Al-Abrasyi (1969: 71) dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan Islam, yaitu: 1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia. 2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat 3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemelihaaraan segi manfaat, atau yang lebih terkenal sekarang ini dengan nama tujuan tujuan vokasional dan profesional
24
4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keinginan tahu curiocity dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri 5) Menyiapkan
pelajar
dari
segi
profesional,
teknikal
dan
pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan ketramilan pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. (Langgulung, 2004: 51) d. Sedangkan Mohammad al-Toumy al-Syaibany membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tiga jenis, yaitu: 1) Tujuan individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran yang diterimanya. 2) Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial peserta didik secara keseluruhan. 3) Tujuan profesional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, seni, profesi, dan sebagai suatu aktivitas diantara aktivitas-aktivitas lain yang ada didalam masyarakat http://staitjogja.Menggapai-tujuan-pendidikan-islam-paripurna)
(23
mei
2012). Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama adalah terbentuknya kepribadian muslim yang sempurna, yakni kepribadian yang senantiasa memancarkan nilainilai keutamaan dalam berbagai kehidupan, memiliki integritas yang baik 25
diantara jasmani, rohani dan akal dalam hubungan dengan Sang Khalik maupun sesama manusia, sehingga sejahtera hidupnya didunia maupun diakhirat. 4. Materi Pendidikan Keagamaan dalam Keluarga Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkahlaku serta emosional yangberdasarkan pada ajaran Islam dengan maksud mewujudkan ajaran Islam didalam kehidupan individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.Berdasarkan pengertian diatas pendidikan Islam merupakan proses pemindahan ajaran Islam kepada anak yang meliputi aqidah, ibadah dan akhlak. Dengan memberi ajaran tersebut diharapkan dapatmengembangkan pikirannya dan membentuk kepribadiannya yang lebih baik agar terwujud pada sikap dan pengalamannya. Dalam kehidupan keseharian (Mustofa, 1999: 11) Pendidikan Agama dalam keluarga, adalah pendidikan yang berjiwa Agama, oleh karena itu pendidikan Agama dalam keluarga disini minimal meliputi, pendidikan aqidah, pendidikan ibadah, dan juga pendidikan akhlak. 1) Pendidikan aqidah Pendidikan tentang aqidah(keimanan)merupakan langkah awal dalam mengenalkan tentang adanya dzat yang maha kuasa yang menciptakan dunia seisinya. Langkah ini dapat dimulai dengan mengenalkan tentang adanya Tuhan. Pendidikan Agama yang pertama kali di lakukan adalah dengan mengenalkan tentang adanya 26
Allah. Memberikan pengertian kepada anak bahwa terdapat suatu dzat yang berkuasa lebih dari segalanya di dunia ini. Memberikan pengertian kepada anak bahwa Allahlah yang telah menciptakan dunia seisinya. Dengan pendidikan akidah atau keimanan di harapkan seseorang akan mampu meyakini atau mempercayai keesaan Allah dan akan dengan sunguh-sungguh melaksanakan apa yang menjadi ketentuan beserta aturan dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab. Pendidikan tentang keimanan juga digunakan sebagai pengendali
segala
tingkah
laku
seseorang.
Seseorang
yang
mempunyai keimanan akan selalu menyesuaikan perilakunya dengan ketentuan yang telah diyakininya. 2) Pendidikan ibadah Pendidikan
masalah
ibadah
merupakan
kelanjutan
dari
pendidikan tentang aqidah. Keyakinan dan keimanan tidak akan sempurna tanpa pembuktian dalam kehidupan nyata. Seseorang yang telah mendapatkan pendidikan aqidah maka harus merealisasikan keimanan dan keyakinan dalam bentuk yang konkret. Pelaksanaan ibadah sebagai pengatur hidup orang orang yang melaksanakanya. Seseorang akan melaksanakan ibadah dapat berjalan dengan baik, maka harus ada proses pengajaran secara terus menerus. Pendidikan ibadah dapat di lakukan dengan:
27
a) Membimbing melaksanakan shalat Patuh melaksanakan rukun Islam merupakan kewajiban umat Islam. Dan itu tidak akan terwujud tanpa dukungan orang tua. Karena pendidikan orang tua lebih penting, selain itu orang tua juga harus memberi tauladan yang baik kepada anaknya, orang tua mengajarkan tata cara salat, hukum salat, hal hal yang membatalkan salat sehingga anak bisa faham tentang salat. Salat merupakan tiang agama sehingga salatlah yang menopang sendi keislaman seseorang, sebab segala amal perbuatan tidak sempurna bila salatnya tidak baik. Pada dasarnya salat sebagai pendidikan rohani dan akal manusia yang menghubungkan dengan Sang Khalik, salat mendidik manusia taat, terbiasa sabar dan salat dapat mencegah hawa nafsu dari perbuatan keji dan mungkar. b) Membimbing melaksanakan puasa Anak bisa berhasil itu tidak lepas dari didikan orang tua, dalam hal ini puasa Ramadhan wajib dilaksanakan umat muslim, baik orang tua, muda bahkan anak anak, puasa menurut bahasa adalah menahan diri dari sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu dan menahan bicara yang tidak bermanfaat, sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya matahari, dengan niat dan syarat tertentu. 28
c) Membimbing untuk berdoa dan membaca Al-Qur’an Kelancaran melaksanakan apapun itu harus didasari dengan usaha dan do’a, berdoa harus dibiasakan pada anak anak agar selalu berdoa sebelum melaksanakan sesuatu, selain itu dibiasakan anak anak membaca Al-Qur’an meskipun hanya satu ayat, karena itu akan menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 3) Pendidikan akhlak Hasil dari keimanan dan ibadah yang baik dapat terlihat dalam perilaku atau akhlak. Akhlak juga yang membedakan manusia dengan ciptaan Allah yang lain. Tanpa akhlak maka kedudukan manusia sama dengan kedudukan binatang ataupun tumbuhan. Pembentukan akhlak yang baik juga harus dilakukan melalui proses pembiasaan secara terus menerus. Maka pendidikan tentang akhlak dapat dilaksanakan dengan: a) Membimbing untuk berakhlak baik Akhlak atau tingkah laku merupakan salah satu ukuran atau kriteria yang akan menentukan diterimanya seorang individu dalam suatu kelompok. Dengan ini akhlak merupakan hal penting bagi kehidupan individu. b) Memberi contoh akhlak terpuji Akhlak tidak akan terbentuk hanya dengan pembimbingan. Seorang anak akan mudah bersikap baik ketika ia juga menemukan orang lain bersikap baik. 29
c) Membimbing untuk selalu mensyukuri nikmat Allah Seseorang yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya tidak akan mudahmelakukan hal hal buruk ketika ia tidak mendapatkan keinginannya. Hal ini akan menumbuhkan sikap qona’ah dan tidak berlebihan. Ketiga aspek pendidikan Agama diatas merupakan bentuk kesatuan antara yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Ketiganya harus dilaksanakan dengan baik agar tujuan pendidikan Islam dalam membentuk dan menyiapkan
individu yang
mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dapat terealisasi. Dengan melaksanakan ketiga aspek tersebut maka, usaha pembentukan insan kamil dapat benar benar terlaksana.
B. Penganut Pangestu 1. Pengertian Pangestu Pangestu adalah singkatan dari Paguyuban Ngesti Tunggal yang merupakan suatu organisasi sebagai wadah berkumpulnya para anggota Pangestu. Dalam buku Petunjuk Ceramah Penerangan Sang Guru Sejati (2009: 8) dijelaskan bahwa Paguyuban Ngesti Tunggal berarti persatuan yang dijiwai olehhidup rukun dan semangat kekeluargaan dengan upaya bitiniah yang didasari dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk bersatu dalam hidup bermasyarakat dan dapat bersatu kembali dengan Tuhan Yang Maha Esa. 30
Jika diartikan perkataan pangestu memiliki arti Paguyuban (persatuan yang dijiwai oleh hidup rukun dan semangat kekeluargaan) Ngesti (upaya bitiniah yang didasari dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa) Tunggal (bersatu dalam hidup bermasyarakat dan bersatu kembali dengan Tuhan Yang Maha Esa) (Pengurus Pusat Pangestu, 2009: 8). Sedangkan menurut Soehadha (2008: 5) Pangestu merupakan perkumpulan dari mereka yang mencari yang tunggal, maka yang ingin dicari atau dicita-citakan oleh perkumpulan Pangestu adalah mencari persatuan, baik secara vertikal (dengan Tuhan) maupun secara Horisontal (sesama manusia). Organisasi ini enggan dinamakan sebagai suatu aliran kebatian maupun digolongkan kepada kelompok aliran kepercayaan, terlebih sebagai agama baru. Pangestu adalah sebuah paguyuban sebagaimana selayaknya organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang olah rasa atau pendidikan kejiwaan yaitu kelompok kerohanian tempat menempa mental kejiwaan. Hal ini terungkap dari kitab Sasangka Jati (Badan pernerbitan dan perpustakaan pangestu, 1983: 63) “ketahuilah wahai engkau siswaku, bahwa kedatanganku ini bukan karena hendak merusak atau mengganti peraturan Tuhan yang telah ada, yakni yang lazimnya disebut agama, dan aku juga tidak hendak mendirikan agama baru. Aku hanya hendak menunjukkan jalan benar dan jalan simpangan serta mengiatkan barang siapa yang lupa akan kewajiban suci, juga memberi petunjuk tentang pengolahan hati dan cipta kepadamu sekalian yang percaya, demikian pula kepada mereka yang berniat mencari tuntunan dan sinar terangku agar bersua dengan daku dalam libuk sanubarinya”.
31
Selain itu dalam buku Orang Jawa Memaknai Agama (Soehadha: 2008: 5) ajaran Pangestu berbeda dengan perkumpulan kejawen atau aliran kebatinan
lainnya,
pangestu
menolak
ditempatkan
sama
seperti
perkumpulan kebatinan lainnya yang terhimpun ke dalam Himpunan Penganut Kepercayaan (HPK). Menurut sumber ajaranya pangestu bukanlah agama atau aliran kepercayaan dan tidak ingin berusaha untuk mendirikan agama baru. Hal ini dijelaskan dalam kitab Sasangka Jati bagian Tunggal Sabda, Jalan Rahayu, Panembah dan Sabda penutup.
Secara organisatoris juga
tercantum dalam AD/ART pasal 1 ayat 2.b (Pangestu, 2007: 21) Oleh karena ajaran pangestu bukan merupakan agama, aliran kebatinan maupun aliran kepercayaan maka untuk menjadi anggota ataupun yang menjadi anggota tidak lantas dianjurkan atau dipaksa untuk meninggalkan keyakinan lamanya. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar aliran pangestu adalah sebuah organisasi kerohanian yang terbuka untuk siapa saja. Sebagaimana tersebut dalam kitab Sasangka Jati (1983: 64) “Dengarkanlah wahai siswaku, ajarannku ini ibarat hanya sebagai obor untuk menerangi barang siapa yang masih diliputi kegelapan dan yang membutuhkan sinar terangku. Maka bagi yang telah merasa mempunyai obor dari petunjuk agama Islam atau agama Kristen juga tidak perlu memakai oborku (ajaranku) ini”. Dari ungkapan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Pangestu merupakan organisasi kerohanian yang bergerak dalam bidang pengolahan jiwa serta tidak membeda-bedakan agama anggotanya. Ajaran 32
pangestu bukanlah agama baru melainkan hanya sebagai pembantu menuntun anggotanya agar dapat lebih taat dalam menjalankan keyakinan yang dianut. Karena ajaran pangestu tidak membeda-bedakan agama maka dapat dimaknai bahwa ajaran pangestu juga membenarkan agama-agama yang lain, tetapi lebih khususnya agama Islam dan Kristen. 2. Penyebab Muncul dan Berkembang Kepercayaan Di samping agama-agama yang memiliki konsep dan prinsip tertentu, di tengah-tengah masyarakat Indonesia juga terdapat aliran kepercayaan dengan berbagai keyakinan dan prinsip yang dipegang teguh. Diantaranya merupakan aliran kepercayaan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip kebudayaan jawa (kejawen). Sebab-sebab munculnya aliran-aliran baru dalam kepercayaan menurut M. As’ad El Hafidy dalam Permadi (1994: 17-18). a. Karena salah terima, salah faham di waktu menerima pelajaran dari guru agama yang mengambil kiasan dan perlambang, ber dasar kebatinan mendalam dan falsafah yang berpengertian rangkap (berkalimat banyak arti). b. Mencampur aduk faktor-faktor penting yang diambil dari sumbersumber pelajaran agama, mengambil salah satu lafadz dan kalimat dari ayat atau bahasa Arab dengan diberi arti-makna sesuka hatinya, sehingga terjadilah kekliruan murod dan maksudnya dan hilanglah azas tujuan lafdz kalimatt yang asli, sehingga muncullah golongan Islam Mutihan dan Islam Abangan. 33
c. Sengaja mengadakan aliran-aliran baru dalam kepercayaan, mistik atau kebatinan dengan dalil “mengembalikan jiwa asli” karena agama Hindu dari India, agama Yahudi, agama Masehi dari Eropa dan Islam Dari Arabia. d. Ingin memasyhurkan namanya, membuka praktek perdukunan, meramalkan kebahagiaan, ilmu rajah, perbintangan, bahkan terdapat yang mengharap-harap kedatangan Ratu Adil, Imam Mahdi, Jayabaya, Heru Cokro dan lain-lain. e. Bermaksud menenangkan jiwa, gemar menyendiri, bersemedi, bertapa dan mengamalkan Ascetisme (zuhud, riyadhatan nafs) karena berpendapat “suasana keadaan dunia dewasa ini terasa telah penuh berbagai penderitaan batin”. f. Bukan tidak mungkin dalam suasana yang serba kacau, pencipta aliran-aliran baru memasang gejala-gejala untuk keuntungan kekayaan pribadi. Jaringan-jaringannya dikembangkan dengan propaganda aliran-aliran tersebut dengan nama-nama yang menarik.Ada pula yang sampai hati mempergunakan gelar-gelar kanjeng, kiai, Bendoro, Resi, Hajar, Begawan, bahkan menobatkan diri Nabi, penerima wahyu langsung dari Tuhan. Dan yang sangat terlalu menganggap dirinya sedrajat dengan Tuhan. g. Beranggapan bahwa bunyi UUD 1945 pasal 18 adalah kesempatan untuk menjelmakan aliran-aliran baru dalam kepercayaan. Setiap orang berhak atas kebebasan beragama, keinsyafan batin dan fikiran, 34
dijadikan alasan pokok umum menciptakan agama baru yang dianggap sesuai untuk kepentingannya sendiri. h. Menurut Abdurrahman Wahid, sesuai faktor dalam perkembangan pesat dari aliran-aliran kebatinan adalah kegagalan hicrarchi dan struktur agama-agama besar di Indonesia untuk memberikan pemecahan bagi persoalan-persoalan sosial yang pokok dari kehidupan masyarakat dewasa ini. i.
Selain pendapat di atas munculnya aliran keagamaan tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, penekanan pengalaman agama secara eksklusif yang hanya mengakui paham mereka saja yang benar sedangkan paham lain dianggap sesat. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh pemikiran dari luar, seperti pemikiran yang dianggap liberal atau literal dalam memahami teks-teks agama, serta faktor politik.
3. Sejarah Pangestu Sebelum membahas tentang sejarah berdirinya Pangestu alangkah baiknya peneliti ulas tentang pendirinya terlebih dahulu yaitu Bapak R. Soenarto Mertowardojo
yang merupakan paranpara (narasumber,
Penasihat) yang dalam Pangestu dikenal dengan sebutan pak de Narto. Dalam buku Riwayat Hidup Bapak Paranpara Pangestu R. Soenarto Mertowardojo (1974: 80) dijelaskan bahwa Soenarto merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara dari bapa R. Soemowardojo yang 35
lahir pada hari jum’at pahing tanggal 10 Besar 1882 (tahun jawa) atau bertepatan dengan tanggal 6 April 1899 di Desa Simo Kawedanan Simo Kabupaten Boyolali Karesidenan Surakarta. Bapaknya adalah seorang juru tulis kawedanan yang bergaji 8 Golden tiap bulannya. Sehingga meskipun bergelar raden namun kehidupan keluarga Soenarto dalam kekurangan. Hal tersebut yang menyebapkan Soenarto oleh orang tuanya dingengerke (dititipkan) ke keluarganya yang lain di kota hingga 12 kali pindah, supaya dapat bersekolah. Setelah Soenarto dewasa ia merasakan puncak dari masa kerinduannya pada Tuhan. Kerinduanya akan Tuhan tersebut, menuntunya untuk mencari dan berguru ke berbagai tempat agar mendapat jawaban dari kegundahan batinnya, namun tidak juga mendapat kepuasan. Pada hari Ahad Pon tanggal 16 syawal 1862 atau pada tanggal 14 Februari 1932, kira-kira jam setengah enam sore Soenarto duduk-duduk diserambi halaman pondok widuran Solo seorang diri sambil mengenang kembali perjalanan beliau dalam mencari ilmu batin kepada beberapa guru, yang semua dirasakan tidak menghasilkan apa-apa. Setelah itu ia melaksanakan salat dha’im sebaimana diajarkan ibunya. Tidak berapa lama setelah ia melaksanakan dha’im tersebut ia mengantuk dan diantara sadar atau tidak Soenarto merasa menerima sabda Tuhan (Pepadang) yang kemudian dihimpun dalam pustaka wajib Pangestu sabda pratama (sabda pertama) (Soehadha: 2008: 62).
36
Dalam sabda tersebut selain berisikan jawaban dari kegundahan Soenarto dan petunjuk Sang Guru Sejati juga berisikan agar Soenarto menyebarkan ajaran yang telah dan akan diterimanya. Dalam meyebarkan ajaran tersebut Soenarto akan dibantu dua orang yang akan menjadi sekretarisnya, hal tersebut sudah termaktup dalam sabda pratama (Soehadha: 2008: 64). Secara resmi Pangestu tercatat berdiri di Solo sejak tanggal 20 Mei 1949 (Pengurus Pusat Pangestu, 2009: 8). Dijelaskan lebih lanjut dalam kitab sabda khusus (1983: 20) bahwa berdirinya Pangestu diawali dengan suatu pertemuan yang diselenggarakan di kediaman Soenarto yang mana dalam pertemuan tersebut Soenarto memberikan wejangan yang berisi salah satunya agar membentuk sebuah perkumpulan sebagai pengikat para siswa dalam mendalami ajaran sang guru sejati. Sejak saat itu anggota Pangestu semakin bertambah dan memiliki banyak cabang di berbagai daerah. Tidak hanya jumlah anggota dan berdirinya cabang-cabang di kota-kota besar namun dalam segi kegiatannya juga makin bertambah sampai dapat menerbitkan majalah. Ajaran tersebut tidak hanya terbatas bagi orang dewasa namun juga ada klasifikasi olah rasa menurut umurnya seperti olah rasa bagi anak-anak (4 – 12 tahun) yang disebut dengan Pamiwahan putra, Teruna – teruni (13 – 16 tahun), dan Pemuda – pemudi (17 – 25 tahun). Hingga pada hari Senin Kliwon
tanggal
16
Agustus
1965
menghembuskan nafas terakhirnya di Solo. 37
R.
Soenarto
mertowardojo
Sepeninggal beliau ajaran pangestu makin bertambah pesat di era tahun tujuh puluhan di bawah kepemimpinan Suemantri Hardjoprakosa. Namun belakangan pangestu makin surut pengikutnya, terlebih di kalangan pemuda yang akan menjadi pemegang estafet organisasi ini semakin kehilangan peminat untuk secara aktif bergerak dalam organisasi ini. 4. Tujuan dan Visi Misi Pangestu Tujuan dari ajaran pangestu sesuai dengan AD/ARTnya yaitu sebagai berikut: a. Menghimpun para anggotanya dalam suatu kancah pendidikan dan pengolahan jiwa menurut ajaran sangguru sejati agar terjalin kehidupan yang lebih akrab. b. Membina para anggotanya agar hidup rukun dengan semua umat tanpa membeda-bedakan jenis, bangsa, derajat dan agama atau kepercayaan. c. Membekali para anggotanya dengan jiwa yang sehat , kuat, dan berbudi pekerti luhur melalui pendidikan dan psngolahanjiwa menurut ajaran Sang Guru Sejati, agar dapat melaksanakan tugas hidup jasmani-rohani dengan sempurna dan agar dapat mencapai tujuan hidup yang hakiki ialah hidup bahagia abadi dan pada akhirnya kembali bertuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. d. Mengatur umat manusia ke kepercayaan yang benar melalui jalan benar ialah jalan utama yang berakhir dalam kesejahteraan, ketentraman, dan kemuliaan abadi ialah dihadirat Tuhan sejati. 38
Adapun yang menjadi visi dan misi sebagaimana tersebut di bawah ini (
[email protected]): a. Visi Terwujudnya penaburan dan pemeliharaan pepadang ajaran Sang Guru Sejati untuk membangun kepercayaan yang benar bagi semua umat yang percaya dan membutuhkan b. Misi 1) Menghimpun anggota pangestu, siswa Sang Guru Sejati agar menjadi akrab 2) Berupaya hidup bersatu, damai dan rukun bersama semua golongan, tidak membedakan jenis, bangsa, derajat, agama dan keyakinannya 3) Meningkatkan fungsi pangestu sebagai kancah pendidikan dan pengolahan jiwa agar jiwa menjadi sehat, kuat dan mempunyai watak budi luhur 4) Menjaga
kelangsungan
dan
keberadaan
organisasi dengan
meningkatkan kualitas pengelolaan organisasi 5) Memelihara
pepadang
ajaran
Sang
Guru
Sejati
dan
menyebarluaskannya kepada umat yang percaya dan membutuhkan 5. Kegiatan Pangestu Dalam hal kegiatan disemua cabang maupun ranting ragamnya sama karena disesuaikan dengan AD/ART yang berlaku dalam organisasi Pangestu yaitu:
39
a. Penaburan Pepadang Kegiatan Ceramah Penerangan bagi anggota masyarakat yang berminat untuk mengenal dan mempelajari ajaran Sang Guru Sejati. Dalam Ceramah Penerangan tersebut disampaikan pokok-pokok isi ajaran Sang Guru Sejati secara sistematis serta tentang organisasi Pangestu.Pelaksanaan Ceramah Penerangan dilandasi oleh prinsip TPTP, yaitu tanpa pamrih dan tanpa paksaan serta diberikan secara gratis bagi mereka yang percaya dan membutuhkan.Setelah mengikuti rangkaian Ceramah Penerangan, para Peserta berhak menentukan sendiri
apakah
akan
terus
memperdalam,
menghayati
dan
melaksanakan Ajaran Sang Guru Sejati atau tidak. b. Pemeliharaan Pepadang Kegiatan Pemeliharaan Pepadang ditujukan kepada para anggota Pangestu, untuk meningkatkan penghayatan, kesadaran dan kemampuan dalam melaksanakan Ajaran Sang Guru Sejati dalam kehidupan
sehari-hari.Kegiatan
Pemeliharaan
Pepadang
diselenggarakan oleh Cabang Pangestu dalam bentuk pertemuan periodik, yaitu: 1) Olah Rasa, pertemuan organisasi di mana dipaparkan dan diuraikan substansi Ajaran Sang Guru Sejati oleh Pengisi Olah Rasa serta penyampaian kesaksian dan pengalaman dari anggota dalam menghayati dan melaksanakan ajaran Sang Guru Sejati.
40
2) Ajar Pustaka, pertemuan kelompok untuk mendalami bersama Ajaran Sang Guru Sejati sebagaimana termaktub dalam buku Sasangka Jati dan buku-buku wajib lainnya. 3) Anjangsana, pertemuan antara para anggota Pangestu dari lingkungan Cabang/Koordinator Daerah yang berbeda dalam rangka meningkatkan kerukunan dan keakraban antar anggota. c. Pemeliharaan Kancah Pepadang Pangestu sebagai organisasi diistilahkan sebagai kancah Pepadang. Kegiatan Pemeliharan Kancah Pepadang adalah kegiatan dalam rangka pengurusan organisasi Pangestu, baik di tingkat Pusat, cabang maupun tingkat Ranting.Kegiatan Pemeliharaan Kancah Pepadang, antara lain: 1) Kongres Pangestu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali 2) Musyawarah Anggota Cabang 3) Rapat-rapat Pengurus Pangestu, baik di tingkat Pusat, Cabang atau Ranting 4) Rapat-rapat Koordinasi antar Koordinator Daerah dan Cabang 5) Sarasehan
dan
berbagai
bentuk
pertemuan
lain
yang
membicarakan dan membahas masalah organisasi 6. Ajaran Pangestu Sebagai sebuah organisasi kejiwaan/kerohanian yang masih memiliki unsur kejawen, dalam organisasi Pangestu juga memiliki aspek ajaran atau dapat juga disebut sebagai doktrin yang menyangkut 41
hubungannya dengan denga Tuhan, sesama manusia dan dengan alam sekitar. Oleh karenanya seorang siswa diharuskan memiliki nilai-nilai sebagai pedoman dasar yaitu: a. Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Berbakti kepada Utusan Tuhan c. Setia kepada Kalifatullah (Pembesar Negara) dan Undang-undang Negara d. Berbakti kepada Tanah Air e. Berbakti kepada orang tua (ayah ibu) f. Berbakti kepada saudara tua g. Berbakti kepada guru h. Berbakti kepada pelajaran keutamaan i.
Kasih sayang kepada sesama hidup
j.
Menghormati semua agama (Taman Kamulyan Langgeng bab IV) Sedangkan dalam berkeluarga dan bermasyarakat dalam Pangestu
juga memiliki tuntun berupa berbagai kewajiban yang harus ditaati oleh setiap siswa (anggota) berupa: a. Kewajiban untuk berkeluarga karena manusia diciptakan (pria dan wanita) diciptakan untuk melaksanakan karsa Tuhan yang abadi yaitu pria sebagai perantara turunnya roh suci dan wanita sebagai perantara untuk menerima turunnya roh suci. Kewajiban yang suci itu harus dilaksanakan dengan kesucian, kesusilaan, serta keutamaan watak
42
(budi pekerti yang utama) berdasarkan rasa kasih sayang, hidup rukun dan selaras dalam ikatan kasih sayang suami istri yang sejati. b. Kewajiban untuk mencukupi kebutuhan keluarga. c. Kewajiban terhadap tetangga dan masyarakat, yaitu dengan menciptakan ketenteraman serta kesejahteraan hidup bersama dengan bergotong royong dan saling membantu d. Kewajiban mengabdi kepada negara, yaitu dengan menaati undangundang negara, menjaga ketenteraman dan keamanan negara (Ajaran Sang Guru Sejati, 2009: 11-12). Beberapa ajaran tersebut termuat dalam buku yang dalam bahasa Pangestu dikenal dengan istilah Kitab Suci. Pokok-pokok ajaran tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu sabda pratama, kitab sasangka jati dan sabda khusus. Namun sesungguhnya keseluruhan kitab panduan yang dijadikan pegangan atau wajib dipelajari bagi anggota/siswa Pangestu ada sepuluh buku, sedangkan tujuh lainnya yaitu Olah Rasa di Dalam Rasa, Taman Kamulyan Abadi, Arsib Sardjana Budi Santosa, Ulang Kang Kelana, Olah Rasa, Wahyu Sasangka Jati dan Riwayat Hidup Bapak Paranpara Pangestu R. Soenarto Martowardjojo. Dalam buku wajib tersebut dibahas berbagai macam yang menyangkut tentang bagaimana meraih cara hidup yang tentram. Selain itu terdapat pula ajaran yang menyangkut tentang perintah dan larang untuk menunjang ketentraman kehidupan yaitu sebagaimana tersebut di bawah
43
ini yang dikenal dengan istilah “pokok-pokok ajaran pangestu” yang terkandung dalam buku wajib Sasangka jati (1983: 7-33) sebagai berikut: a. Hasta sila dalam Pangestu Hasta sila merupakan pokok-pokok dari seluruh ajaran Pangestu yang memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Maksud dari hasta sila adalah delapan macam panembah batin (sikap batin kepada Tuhan) yang terdiri dari Trisila dan Pancasila. Tri sila adalah sikap manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dapat mencapai kebahagiaan di akhirat bersatu dengan Tuhan, juga sebagai kompas, letak sembahan yang sejati. Sedangkan pancasila adalah sikap manusia terhadap sesama hidup bermasyarakat, agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia sehingga dalam praktek sehari-hari hubungan antara sila yang ke satu dengan sila yang lainnya dalam hastasila tidak dapat dipisahkan (Pengurus Pusat Pangestu, 2009: 21). 1) Tri sila dalam Pangestu Tri sila yaitu tiga kesanggupan besar yang wajib dilakukan setiap hari oleh manusia sebagai tanda bakti kepada Tuhan dari hati dan ciptanya. Tri sila tersebut yaitu: a) Sadar Yang dimaksud sadar adalah bakti kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Kesadaran kepada Tuhan yang kekal akan menuntun manusia kepada watak bijaksana dan waspada, yaitu 44
dapat membeda-bedakan yang benar dan yang salah, yang nyata dan yang bukan. b) Percaya Sesungguhnya percaya atau iman merupakan alat yang penting atau tali yang kuat, yang dapat menghubungkan rasa antara hamba dengan Tuhannya, apabila tidak ada kepercayaan yang kuat seakan-akan memutuskan tali penghubung antara hamba dengan Tuhan. c) Taat . Taat berarti niat melaksanakan perintah Tuhan adalah semua perbuatan baik dan membawa kesejahteraan bagi segenap manusia, Oleh karena itu semua pekerjaan yang ada di hadapan kita, laksanakanlah dengan baik. 2) Pancasila dalam Pangestu Agar dapat melaksanakan tri sila dengan sempurna wajib memiliki watak pancasila, yakni: a) Rilo (Rela) Sesungguhnya yang disebut rela adalah ketulusan hati menyerahkan segala milik, hak dan semua hasil karyanya kepada Tuhan dengan ikhlas, karena menyadari bahwa semua itu adalah di dalam kekuasaan Tuhan.
45
b) Narima (tawakal) Narima banyak cenderung ke ketenteraman hati, jadi bukan orang yang enggan bekerja, melainkan menerima apapun yang menjadi bagiannya, apa yang sudah ada dikerjakan dengan senang hati, tidak tamak dan tidak serakah serta tidak iri terhadap kebahagiaan orang lain. Orang yang narima adalah orang yang selalu bersyukur kepada Tuhan. c) Jujur Jujur adalah menetapi janji atau menetapi kesanggupan baik yang telah terucap maupun yang masih di dalam hati (niat). Orang yang tidak menetapi niatnya berarti menipu batinnya sendiri. Jujur itu mendatangkan adil menuntun ke kemuliaan
abadi,
jujur
itu
memberi
keberanian
dan
kententraman hati, juga menyucikan hati, lagi pula membuat tulusnya budi pekerti. d) Sabar Sabar itu artinya berhati lapang, kuat menerima berbagai cobaan tetapi bukan orang yang mudah putus asa, melainkan orang yang berhati teguh, berpengetahuan luas, tidak berpikir sempit, menghormati pendapat orang lain. Kesabaran itu ibarat jamu yang pahit sekali yang hanya dapat diminum oleh mereka yang teguh budi pekertinya, tetapi dapat menyembuhkan kesusahan dan penyakit. Semua perkara yang 46
sukar dan gawat akan menjadi mudah hanya dengan kesabaran, karena kesabaran itulah yang menjadi jalan untuk meraih apa yang menjadi cita-citanya. e) Budi luhur Budi luhur terdiri dari dua kata yaitu budi dan luhur. Budi artinya terang; terang adalah salah satu sifat dari Tuhan, sedangkan terang dapat diterima melalui cipta. Cipta manusia dapat terang atau gelap, terang apabila sesuai dengan sifatTuhan, dan gelap apabila dipenuhi oleh nafsu-nafsunya. Luhur adalah sifat/watak dariTuhan, seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Adil. Jadi, budi luhur maksudnya agar manusia setelah ciptanya mendapat terang dari Tuhan, lalu dapat memiripi watak-watak atau sifat Tuhan yang Maha Luhur, yaitu kasih sayang kepada semua makhluk, suci, adil, tidak membeda-bedakan tetapi juga tidak meninggalkan sopan santun dan kesusilaan, suka menolong dan melindungi tanpa pamrih apapun dan sebagainya menuju ke kesejahteraan. b. Paliwara (larangan/pantangan) Dalam kitab sasangka jati disebutkan Paliwara adalah ketentuan larangan Tuhan bagi segenap manusia yang tidak boleh dilanggar, apabila dilanggar akan menerima tempelak (hukuman) Tuhan sesuai dengan berat ringannya dosa yang diperbuat (Sasangka
47
Jati, 1983: 26). Adapun larangan-larangan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Jangan menyembah kepada selain Allah Jangan menyembah kepada yang bukan semestinya disembah.
Jangan
mempertuhan
yang
bukan
semestinya
dipertuhan, yaitu: para golongan Dewata (Dewa), jin, syaitan, dan para manusia yang masuk golongan itu, sebenarnya golongan dewa merasa kuasa pribadi, lalu mengaku sebagai Tuhan dan kemudian minta disembah, tetapi mereka itu sebenarnya makhluk yang memungkiri Tuhan Sejati. 2) Berhati-hati bab syahwat Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan kewajiban sejati yaitu menjadi lantaran karsa Tuhan. Lakilaki menjadi perantara Tuhan menurunkan roh suci, dan perempuan menerima dan menjadi wadah turunnya roh suci. Oleh karena itu, janganlah mempermainkan kewajiban itu, hanya karena menuruti kesenangan syahwat saja. Tetapi hendaknya dengan menetapi kewajiban sesuai dengan peraturan bersuami istri yang sah dengan tata susila dan permohonan suci agar laras dengan karsa Tuhan sehingga dapat menurunkan keturunan yang tidak mengecewakan
keluarga,
Jati,1983:44).
48
bangsa
dan
negara
(Sasangka
3) Jangan makan atau menggunakan makanan yang memudahkan rusaknya badan jasmani Manusia dilarang untuk makan makanan yang dapat merusak badan jasmani, seperti arak, candu, minuman keras, karena hal tersebut dapat membuat manusia lupa kepada kewajibannya yaitu melaksanakan hasta sila, kecuali bila terpaksa diperlukan sebagai obat. Adapun hal lain yang tergolong larangan ketiga ini adalah segala bentuk kegemaran atau kesenangan yang telah
menjadi
kebiasaan,
berjudi
dan
sebagainya
yang
menyebabkan lupa terhadap delapan hal tersebut. 4) Mematuhi Undang-Undang Negara dan Peraturannya Manusia
diciptakan
di
dunia
ini
adalah
sebagai
khalifatullah atau sebagai wakil Allah yang diutus mengatur para manusia agar tertib, sejahtera dan hidup bersama-sama di dunia dan tidak semua manusia dapat menjadi khalifatullah tanpa kehendak/ijin Tuhan. Sebagai warga negara wajib tunduk dan patuh terhadap pemerintah/khalifatullah, mengenai apapun yang telah tertera dalam undang-undang yang kemudian menjadi kewajiban warga negara agar negara dapat tegak berdiri dengan aman, tenteram, subur, makmur dan sejahtera. Tidak boleh merusak tata tertib negara bahkan sampai berani memberontak terhadap para khalifatullah dan negara, karena itu merupakan larangan Tuhan. 49
5) Larangan untuk bertengkar Sesungguhnya jiwa manusia yang sejati diciptakan dari sinar cahaya Tuhan, yaitu roh suci yang berasal dari satu sumber. Jadi hidup itu sebenarnya tunggal (satu) maka diperintahkan untuk hidup rukun di dunia, tidak bertengkar, benci membenci, bermusuhan dan perang. Maka diperintahkan untuk menghindari perbuatan yang menyebabkan pertengkaran atau membuat retaknya kerukunan (persaudaraan), seperti: dengki, iri, jail, tipu muslihat, suka mengadu dan menghasut, membicarakan keburukan orang lain, dan mengfitnah, mematikan nafkah orang lain. Karena hal di atas bukan merupakan watak manusia yang sejati melainkan watak setan yang akan membawa kesengsaraan. c. Ibadah/sembahyang Sebagai sebuah organisasi, Pangestu tidak memiliki ritual khusus dalam melakukan ibadah karena diserahkan sepenuhnya sesuai dengan tuntunan agama masing-masing. Ketentuan ini tercantum dalam AD/ART yang berbunyi “dalam melakukan ibadah (kebaktian) kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Utusan Tuhan, para anggota diberi kebebasan menurut cara agama Islam ataupunKristen masing-masing yang diperlukannya dan tidak diperkenankan mengikuti aliranalirankebatinan” (Pangetu, 2007: 30). Dalam pangestu juga tidak menyinggung masalah tata cara perkawinan, pengangkatan sumpah/janji, perawatan jenasah. Semua itu 50
dikembalikan kepada tata perundangan yang berlaku dan adat istiadat yang ada (Pangestu, 2007: 62). Hal ini menegaskan bahwa pangestu bukan merupakan suatu agama. Tetapi sebagai anggota Pangestu selain menjalankan ritual agama yang diyakininya, juga memiliki ritual yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan melakukan Ngesti yaitu berdoa sebagaimana yang ada dalam buku Pangesti (buku tuntunan doa) yang berisi bacaan-bacaan dalam berbagai kegiatan pangestu dan bacaan doa ketika hendak memohon kepada Tuhan dalam bahasa jawa.
C. Pendekatan Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu Pendidikan lebih dari pada sekedar pengajaran. Kalau pengajaran dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, namun pendidikan merupakan transpormasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan “Tukang-tukang” atau para spesialis yang lebih bersifat tekhnis. Perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadappembentukan kesadaran dankepribadian anak didik disamping transfer ilmu dan keahlian (Azra, 2000: 4). Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka diperlukan adanya sebuah pendekatan, yaitu suatu proses dan cara yang digunakan dalam melakukan pendidikan.
51
Pendidikan bagi anggota pangestu merupakan pendidikan non formal yang tidak memiliki kurikulum yang pasti. Pendidikannya juga belum terkonsep dengan sistematis, karena penekanan dalam pendidikan pangestu bukanlah penguasaan kepada ajaran yang ditandai dengan adanya nilai evaluasi tetapi lebih kepada pengamalan dalam kesehariannya. Oleh karena itu mereka menamakan Pangestu sebagai pendidikan pengolahan jiwa. Bagi siswa (anggota) Pangestu yang beragama Islam selain melaksanakan peribadahan sesuai syariat Islam mereka juga diajarkan tentang pemahaman keberagamaan menurut Pangestu yang mungkin tidak semua umat Islam dapat memahami dan menerima ajaran yang ada dalam Pangestu. Hal ini menjadi menarik karena organisasi Pangestu merupakan organusasi yang bergerak dalam bidang kerohanian dan kejiwaan yang juga membahas tentang kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tentang utusan Tuhan dan juga ritual yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Walaupun mengikuti ajaran Pangestu tidak diharuskan bagi yang telah sungguh-sungguh menjalankan perintah ajaran Islam ataupun Kristen (Subagyo, 1976: 72). Namun bagi mereka yang menjadi anggota Pangestu selayaknya mereka juga mempercayaai ajaran yang terkandung dalam Pangestu atau dengan kata
lain mereka mempercayai kebenarannya. Jika mereka
mempercayaai kebenarannya berarti secara otomatis mereka menganggap hal tersebut merupakan hal yang baik yang selayaknya juga diberikan kepada anak-anaknya. 52
Jika demikian maka dalam pendidikan keagamaannya selain mengajarkan tentang akidah, syariat dan akhlak Islami juga akan memasukkan unsur-unsur pemahaman Pangestu yang diyakini kebenarannya tersebut, dengan harapan anaknya juga akan merasakan dan melaksanakan kebaikkan tersebut. Atau mereka meyakini hanya untuk mereka sendiri, sedangkan anaknya diberi kebebasan untuk mengikuti atau tidak sebagaimana pluralitas agama yang terkandung dalam ajaran Pangestu. Padahal bagaimanapun anak tetap membutuhkan bimbingan dari orang-orang terdekat dan berada dalam kesehariannya yaitu orang tua dan orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan membimbing seorang anak untuk menjadi insal kamil. Dengan realitas yang demikian maka pada bab selanjutnya penulis akan memaparkan data dari hasil wawancara maupun observasi yang berkenaan tentang pendidikan keagamaan pada keluarga penganut pangestu.
53
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Nogosaren 1. Letak Geografis Desa Nogosaren terletak di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Desa tersebut berada di kaki gunung Merbabu lebih tepatnya di lereng gunung Telomoyo. Dengan lokadi desa yang berada di dataran tinggi sehingga desa ini berudara dingin. Selain itu infrastruktur jalan menuju desa Nogosaren sedikit berliku serta banyak dijumpai jalan yang terjal bahkan rusak, sehingga meyebabkan desa Nogosaren terkesan terisolir. Hal tersebutlah yang mengakibatkan kultur penduduk Desa Nogosaren masih menjujung tinggi tradisi nenek moyang serta memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Secara geografis desa Nogosaren merupakan desa di bagian barat laut dari kecamatan getasan yang merupakan desa perbatasan dengan kecamatan Banyubiru, sebelah barat berbatasan dengan Desa Tolokan,sebelah timur berbatasan dengan Desa Gedong Kecamatan Banyubiru, sebelah utara berbatasan dengan Desa Sepakung Kecamatan Banyubiru, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngrawan. Di desa Nogosaren terdapat tempat wisata air terjun Kali Pancur, yang mana selain digunakan sebagai tempat wisata karena alami dan kesejukannuya juga digunakan untuk kegiatan ritual sebuah aliran kepercayaan. Luas wilayah Desa Nogosaren 249,5H., yang terdiri dari 54
empat Dusun, dua RW dan 12 RT. Sedangkan jumlah penduduknya yaitu 1.548 jiwa yang terdiri dari 762 penduduk laki-laki dan 786 perempuan (Observasi dan dokumentasi di desa Nogosaren pada tanggal 13 Agustus 2012) 2. Kondisi Keagamaan Berdasarkan dokumentasi dari profil desa diketahui penganut agama masyarakat desa Nogosaren seperti tertera pada tabel dibawah ini. Tabel 1 Daftar Pemeluk Agama Masyarakat Desa Nogosaren Tahun 2012 No
Agama
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
773
749
1522
1
Islam
2
Kristen
6
5
11
3
Katolik
7
8
15
786
762
1548
Jumlah
(DokumentasiProfil Desa Nogosaren pada tanggal 13 Agustus 2012). Dari jumlah penduduk tersebut yang tercatat135 warga yang menjadi
anggota
Pangestu
terdiri
dari
76
laki-laki
dan
59
perempuan,sedangkan berdasarkan usia dapat diketahui anggota pangestu dewasa 123 dan pemuda 12. Dari keseluruhan anggota tersebut yang masih aktif mengikuti kegiatan pangestu tidak lebih dari 25 % yaitu ratarata 30 0rang dalam setiap kegiatan pertemuan rutin. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat setempat (Wawancara dengan bapak Kabul, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.15) penulis ketahui bahwa kegiatan keagamaan yang berlangsung di desa ini 55
diantaranya yaitu, pengajian rutin mingguan untuk bapak-bapak yaitu yasinan yang diadakan hampir setiap RT, kemudian pengajian lapanan oleh sumua warga dusun yang di isi dengan ceramah keagamaan oleh mubaligh dari luar daerah. Selain itu kegiatan yang yang bersifat tahunan yaitu peringatan hari besar keagamaan. Ritual yang lain berupa saparan, muludan, rejeban, dan ruwahan yang merupakan tradisi turun temurun juga masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Untuk yang nonmuslim dikarenakan jumlahnya yang sedikit mereka melakukan kegiatan keamaannya bergabung dengan desa sebelahnya, namun juga tetap mengikuti kegiatan sebagaimana tersebut di atas. Menurut bapak Mulidi yang merupakan kaur keagamaan desa Nogosaren, di desa Nogosaren terdapat tiga masjid dan dua mushala yang sebagai pusat kegiatan keagamaan warga muslim. Sementra itu tempat yang dikeramatkan dan sering digunakan untuk ritual peribadahan ada satu yaitu di sebuah mata air yang digunakan untuk kungkum(merendam badan). Meskipun masyarakat muslim menjadi mayoritas di desa ini tetapi toleransi keagamaannya berjalan cukup baik sehingga tidak pernah terjadi konflik keagamaan (Wawancara dengan Bapak Mulidi, Rabu 15 Agustus 2012 Pukul 20.30 WIB). 3. Kondisi Sosial Desa Nogosaren Mayoritas masyarakat Nogosaren berprofesi sebagai petani dan peternak yangmana keseharian mereka menghabiskan waktu diladang pada siang harinya, sehingga kegiatan sosial kemasyarakatan berlangsung 56
di malam hari terkeculai apabila ada warga yang terkena musibah (meninggal) atau punya hajat. Dalamkehidupan sosial masyarakat telah terjalin kehidupan yang harmonis baik dalam tata pemerintahan desa maupun tata kemasyarakatan, tata ke pemerintahan Desa Nogosaren berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal tersebut terbukti dengan adanya kerja sama yang baik antara perangkat desa dan badan perwakilandesa serta lembaga-lembaga desa yang lain. Selain berbagai kegiatan sosial sebagaimana tersebut di atas, di desa Nogosaren juga terdapat berbagai organisasi, seperti karang taruna, remaja masjid, GAPOKTAN (kelompok tani dan perternakan), PKK dan majelis ta’lim. Dikarenakan kondisi geografis di desa Nogosaren terletak di pegunungan yang jauh dari pusat-pusat keramaian sehingga kebanyakan remaja di desa ini hanya menempuh pendidikan sampai pada tingkat SLTP yang jaraknya sekitar lima kilomer yang harus ditempuh dengan berjalan kaki karena tidak ada angkutan yang sampai di desa ini. Namun ada juga yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setingkat SLTA baik ke kota salatiga atau ke kecamatan. Sementara yang melanjutkan ke bangku perkuliahan tidak ada sepuluh orang.
57
B. Kegiatan Pangestu di Desa Nogosaren 1. Sejarah Munculnya Pangestu di Desa Nogosaren Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan bapak Suntoro yang merupakan ketua pangestu ranting Nogosaren cabang Sidomukti memaparkan bahwa: “Munculnya pangestu di Desa Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dibawa oleh bapak Supardi seorang warga Pangestu yang berasal dari Magelang yang mempunyai besan orang Nogosaren. Pada mulanya yang membuat warga Nogosaren ikut dalam aliran pangestu adalah karena tertarik dengan kepribadian beliau yang sangat santun dan hidup sederhana, lamakelamaan warga menanyakan apa yang menyebabkan demikian? Ternyata dia mengamalkan ajaran Pangestu (Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 13.00)”. Dijelaskan lebih lanjut oleh bapak Sudiyo “Pangestu puniko milai wonten ing deso priki kinten-kinten geh tahun wolong dosonan mas, rikolo semanten ingkang derek Pangestu tasih sekedik namung tiang enem, engkang dados cikal bakalipun ranting ing Nogosaren, tiang enem kasebat ngih meniko bapak pawiro roto, bapak sunaryo, bapak gunari, bapak ngdimin lan kulo piyambak.” “Pangestu mulai muncul di Nogosaren pada tahun 1980, Pada waktu itu yang menjadi anggota baru sedikit yaitu enam orang bapak Pawiro Roto, bapak Sunaryo, bapak Gunari, bapak Sularno, bapak Ngadimin dan saya sendiri (Wawancara dengan bapak Sudiyo, Kamis 16 Agustus 2012 pukul 20.45)”. Ternyata paguyuban ini mampu menarik minat warga yang lain yang kian tahun kian bertambah baik dari dalam desa maupun luar desa, yang akhirnya mampu mendirikan Pangestu ranting Nogosaren cabang Salatiga yang dulunya bergabung dengan cabang Magelang. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh bapak Suntoro sebagai berikut: “Ternyata anggota pangestu terus meningkat jumlahnya, terdata ditahun 1987 kita sudah memiliki 108 angota, itu kan lumayan. 58
Karena anggotanya yang sudah banyak itulah akhirnya secara struktur organisasi di desa Nogosaren di jadikan ranting dari Salatiga(Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 21.00)”. Namun dikarenakan berbagai hal kaderisasi keanggotaan tidak berjalan baik, semakin lama tidak semakin berkembang tetapi bahkan semakin menyusut. Kepercayaan Pangestu juga mengalami pasang surut keanggotaan, bahkan saat ini menjadi titik kritis Pangestu di Nogosaren yang hanya tiga puluh anggota yang aktif dari seratus tiga puluh lima. Realita yang demikian di ungkapkan oleh bapak Sunarwan: “Saat ini anggota pengikut pangestu tercatat ada seratus tiga puluh lima, namun yang aktif hanya tiga puluhan, dan yang lebih mengenaskan sekarang remaja tidak ada yang mau aktif dalam Pangestu. Kalau hal ini berlanjut berarti dua puluh atau tiga puluh tahun kedepan anggota pangestu akan habis karena tidak ada pemegang tongkat estafet keorganisasian(Wawancara dengan bapak Sunarwan, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00)”. 2. Latar Belakang Mengikuti Organisasi Pangestu Berdasarkan hasil wawancara penulis ketahui motif informan menjadi anggota Pangestu yaitu sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Supriyatun (Senin, 4 November 2012, Pukul 14.45 WIB) yang sudah menjadi anggota Pangestu selama dua puluh lima tahun yaitu “Karena keluarga, sejak kecil sudah di kenalkan oleh orang tua”. Senada dengan keterangan tersebut bapak Suradi (Jum’at, 23 November 2012 pukul 20.10 WIB) mengatakan bahwa alasan mengikuti pangestu adalah “yang melatarbelakangi saya masukpangestu pada awalnya adalah faktor keluarga yang telah mengikuti Pangestu lebih dulu, merekalah yang memperkenalkan saya akan organisasi tersebut. Selain itu saya tertarik karena melihat mereka yang telah 59
mengikuti pangestu memiliki pandangan hidup dan ketenangan batin dalam menghadapi segala permasalahan hidup”. Dengan keterangan lain yang hampir sama alasan menjadi anggota Pangestu karena “saya menjadi anggota Pangestuya karena orang tua saya sudah ikut sehingga di rumah sini kan sering dapat giliran untuk kegiatan anjang sana. Saya tau sedikit-sediki kemudian tertarik mas (Wawancara dengan bapak Sunarwan, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00)”. Lain lagi dengan keterangan bapak Puryanto yang telah menjadi anggota pangestu sejak tahun 1990 alasan mengikuti Pangestu “Karena Pangestu sebagai sebuah paguyuban, suatu kegiatan ritual yang mendidik kejiwaan (Wawancara dengan bapak Puryanto, Minggu 30 September 2012 pukul 19.30 WIB)”. Sedangkan perbedaan yang mereka rasakan setelah menjadi anggota Pangestu sebagaimana diungkapkan berikut “Dalam menghadapi berbagai masalah hidup lebih tenang. Lebih diperjelas tentang pemahaman keberagamaan (Wawancara dengan ibu Supriyatun, Senin, 4 November 2012, Pukul 14.45 WIB)”. Sama dengan pernyataan di atas setelah mengikuti Pangestu “dengan mengikuti pangestu saya lebih memahami tentang agama yang saya anut (Wawancara dengan bapak Puryanto, Minggu 30 September 2012 pukul 19.30 WIB)”. Selain itu dengan menjadi anggota Pangestu dampak yang dirasakan adalah“setelah ikut pangestu hidup terasa lebih marem, ayem tentrem(Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 13.00).
60
3. Ritual Tradisi/Kegiatan Pangestu Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menanyakan tentang adakah ritual atau semacam ibadah yang ada dipangestu berikut jawaban mereka: “Tidak ada, menyesuaikan dengan agama dan adat masing masing. Yang diolah adalah jiwanya, bukan fisiknya. Pemahaman tentang diri manusia, pikiran, jiwa (Wawancara dengan bapak Sunarwan, minggu 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB)”. “Tidak ada, selain kegiatan rutin yang ada hanya peringatan harihari besar pangestu. Turunnya sabda, berdirinya pangestu, hari lahirnya paran pora maupun wafatnya. Sedangkan bagaimana pelaksanaaannya sudah ada instrusi dari ketua pusat (wawancara dengan bapak Suradi, Jum’at 23November 2012 Pukul 20.10 WIB)”. “Kalau ibadah khusus tidak ada, yang ada adalah ngesti yaitu memohon kepada Tuhan seperti dalam islam itu berdoa tetapi menggunakan bahasa jawa. Ngesti ini dilakukan ketika akan melakukan kegiatan (Wawancara dengan ibu Supriyatun, Senin 4 November 2012 Pukul 14.45 WIB)”. Sedangkan kegiatan yang berlangsung dalam Pangestu di desa Nogosaren selama ini adalah pamiwahan putra, pamiwahan remaja, panca marga, bowo raos, ajar pustaka, anjang sana. Hal ini diketahui dalam observasi dan wawancara yang penulis lakukan berikut ini. Berdasarkan keterangan bapak Suntoro (Minggu 19 Agustus 2012 pukul 13.00)dan juga dibenarkan oleh informan yang lain bahwa “kegiatan pamiwahan putra dan pamiwahan remaja untuk desa Nogosaren sudah tidak dilakukan lagi, karena memang pesertanya yang tidak ada. Pada waktu tahun sembilan enam sembilan tujuh kegiatan ini masih berlangsung sebagai wahana pengenalan pangestu bagi anak-anak dan remaja yang diisi dengan berbagai keterampilan dan bernyayi”. “Sedangkan kegiatan panca marga diadakan pada tingkat cabang yang biasanya dilaksanakan bersama cabang yang lain atau korda 61
bahkan tingkat nasional. Kegiatan tersebut semisal perkemahan nasioanal dan peringatan tahun baru (Wawancara dengan bapak Sunarwan Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00)” Adapaun kegiatan yang masih berlangsung hingga saat ini adalah olah rasa dan ajar pustaka yang diadakan secara periodik bertempat ajangsana di rumah-rumah anggota sesuai jadwal yang telah disepakati. Adapun yang dibahas dalan kegiatan ajar pustaka yang dihadiri 23 anggota adalah sebagai berikut: a. Pembawa acara : bapak Sunarwan b. Pimpinan : bapak Puryanto, yang bertugas memimpin jalannya kegiatan dari awal sampai selesai yang diawali dengan pangesti (do’a) mohon pepadang terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbunyi: duh Suksma Sejati panuntun soho guru kawula ingkang sejati kaula nyuwun lumunturing sih paduka mugi paduka paring pepadang dumateng kawula supados kawula saget nampi tumetesing sabda paduka, inggih sabda suci, atas asmane pangeran sejati, satuhu. c. Pengisi inti : bapak Wagiyo, yang mengisi olah rasa dengan judul Panandhange urip lahir batin,yang intinya adalah olah rasa merupakan jalan yang paling efektif untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena mereka telah melatih dirinya untuk melaksanakan kewajiban mereka yang disebut dengan hasta sila yang terbagi menjadi dua bagian yatu tri sila, eling, pracoyo, mituhu. Sedangkan pacasila yaitu: rela, sabar, narima, jujur dan berbudi luhur. Mengapa kita masih menerima panandang? Karena kita belum halus budi pekerti kita dansetiap pekerti (ilmu) yang didapatkan harus disertai dengan praktek(karena orang jawa mengatakan ilmu tanpo laku bebasan mospro tanpo guno). d. Tanya jawab : kosong 62
e. Berita organisasi : ibu Supriatun Penyampaian info terkini, pelaporan hasil budi darma (sumbangan kotak amal) dan mengingatkan jadwal pertemuan yang akan datang f. Penutup : bapak Puryanto, ditutup pangesti (do’a) kesejahteraan negara dan dandang gulo eling-ling, yang sair nya sbb: Eling,eling pra siswa den eling, kang pracaya mring adiling suksma, mituhu kabeh dawuhe, ojo nra jang pepacuh, marsudia ambeg utami, rilo,sabar, narimo, temen,budi luhur anetepi dasa sila, pepakeming paguyuban ngeti tunggil, mrih antuk sihing suksma, satuhu. (Observasi di rumah bapak Suramin, Minggu 12 Agustus 2012 pukul 09.00-12.00 WIB) Untuk kegiatan ajar pustaka dilaksanakan setiap minggu ke empat yang kegiatannya mengkaji buku wajib. Dalam observasi pada tanggal 26 Agustus yang dihadiri oleh 19 warga pangestu dirumah bapak Puryanto pukul 12.30-14.30 WIB, adapun pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut: a. Pembukaan
b. Inti
: bapak Sunarwan, yaitu dibuka denganPangesti(do’a)mohon pepadang kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bunyinya sebagai berikut: dhuh Suksma Sejati,panuntun saha guru kawula ingkang sejati kaula nyuwun lumunturing sih paduka mugi paduka paring pepadang dumateng kawula supados kawula saget nampi tumetesing sabda paduka, inggih sabda suci, atas asmane pangeran sejati, satuhu. : bapak Suntoro, dengan membacakan buku Sasangka Jati bab jalan rahayu. 63
c. Berita acara d. Penutup
: ibu Supriatun penyampaian info terkini dan penyampaian jadwal kegiatan yang akan datang : bapak Sunarwan dengan Pangesti (do’a) mohon daya kekuatan adapun binyinya sebagai berikut: Dhuh, suksma sejati, panuntun saha guru kaula ingkang sejati, kawula nyuwun lumunturing sih paduka, mugi keparengo paduka paring doya kekiyatan saking panguasa paduka tumrap jiwa raga kawula supados kaula saget nindakaken sesanggeman tuwin kuwajiban kaula lahir batin kanti sampurna, awit saking sih,tuntunan, pepadang, tuwin pangayoman paduka. Satuhu.
4. Ajaran Pangestu Inilah yang membedakan pangestu bukanlah agama maupun aliran kepercayaan atau kejawen karena tidak memiliki ritual khusus, hanya pertemuan-pertemuan untuk mengeratkan hubungan antar anggota, menambah wawasan tentang ke-Pangestu-an dan sebagai wahana untuk saling mengiangatkan dan menguatkan agar dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai dasar dan pokok-pokok ajaran Pangestu. Ajaran-ajaran pangestu sudah terkandung dalam sepuluh buku wajib, yang menjadi bahan materi dan pedoman dalam setiap kegiatan. Inti dari sepuluh buku wajib tersebut terdapat dalam kitab sasangka jati yang harus dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh setiap anggota Pangestu. “Kalau ajaranya ya yang tercantum dalam kitab sasangka jati, tapi kalo yang diajarkan ya banyak diantaranya tentang kesabaran, selama ini kita hanya mengenal istilah sabar tetapi apa dan bagaimana sabar itu sendiri banyak yang kurang paham, saya pahamnya juga setelah mengikuti Pangestu. Kemudian tentang keikhlasan, hakekat hidup, pentingnya menjaga kerukunan, kepatuhan terhadap pemerintah, banyaklah pokoknya (Wawancara
64
dengan bapak Suradi, Jum’at 23 November 2012 pukul 20.10 WIB)”. “Sebentar mas, saya bacakan cacatan saya, ini adalah rangkuman dari sasangka jati. a. Mengingatkan semua umat yang lupa akan kewajiban suci, yaitu mereka yang ingkar (murtad) terhadap perintah Allah. b. Menunjukkan jalan benar, yaitu jalan utama yang berakhir pada kesejahteraan, ketentraman, dan kemuliaan abadi. c. Menunjukkan adanya jalan simpangan yang berakhir pada kegelapan, kerusakan, dan kesengsaraan. d. Menunjukkan larangan Tuhan yang harus dijauhi dan dihindari, jangan sampai dilanggar. e. Menunjukkan adanya Hukum Abadi yang menguasai Alam Semesta dan kehidupan umat manusia, baik di dunia ini maupun di alam baka nantinya. f. Menerangkan tentang dunia besar, yaitu alam semesta di luar diri manusia, dan dunia kecil, yaitu badan jasmani dan rohani di dalam diri masing-masing manusia, dalam satu kesatuan alam semesta seisinya. (Wawancara dengan Bapak Sunarwan, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB)” “Yang diajarkan itu ya tentang kitab sasangka jati. Tetapi kan gini mas, dalam pangestu itu kan pengolahan jiwa, jadi yang diolah jiwanya melaui pikiran. Diolah jiwanya agar untuk menghadapi kehidupan ini. Bagaimana kita bersabar, ikhlas, memiliki perilaku yang baik, taat kepada Tuhan, kepada utusan Tuhan, saling menghargai, adat, tidak bertengkar, tidak menimbulkan kerusakan, dan lain-lain (Wawancara dengan ibu Supriyatun, Senin 4 November 2012 pukul 14.45 WIB)”. Penulis juga menanyakan bahwa apa yang diajarkan itu dalam Islam juga sudah ada, lalu apabedanya dengan yang diajarkan dalam pangestu? “Tergantung dari masing-masing pribadi. Dalam pangestu juga dijelaskan kalau sudah merasa dalam agama Islam sudah cukup maka ya dipersilahkan untuk tidak mengikuti. Dengan mengikuti pangestu selain bahasa dapat mudah dipahami juga penjabarannya lebih realistis (Wawancara dengan ibu Supriyatun, Senin 4 November 2012 Pukul 14.45 WIB)”. 65
“Islam sebetulnya sudah lengkap, tetapi kemampuan dalam mengkaji seseorang berbeda-beda sehingga kegiatan hanya ritual yang kebiasan sedangkan dengan pangestu lebih mengena. Terus terang mas, saya salat itu hanya hafalan bacaan dan gerakannya saja, tetapi tidak merasakan hubungan dengan Tuhan (Wawancara dengan bapak Suradi, , Jum’at 23November 2012 Pukul 20.10 WIB)”. “Belum, karena disini mayoritas mengikuti agama Islam tetapi hanya dari status keturunan yang orang tuanya pun tidak paham betul tentang agama dan cara mengkajinya pun lebih mudah dipahami karena pangestu lahir di tanah jawa (Wawancara dengan bapak Puryanto, Minggu 30 September 2012 pukul 19.30 WIB)”.
C. Metode Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga Penganut Pangestu Bagi anggota yang sudah menganut agama maka di anjurkan untuk mematuhi dan menaati ajaran-ajarannya. Hal ini diketahui dari hasil wawancara berikut ini yang penulis tanyakan kepada informan apakah anda juga menjalankan syariat Islam, apa saja? Berikut jawaban dari informan “Bukannya saya menyombongkan diri lo, tetapi anda bisa menanyakan kepada tetangga bagaimana aktifitas saya di masyarakat, saya salat berjamaah, di bulan Ramadhan juga puasa, ketika ada pengajian baik pengajian rutin maupun pengajian akbar seperti peringatan hari besar saya juga mengikuti” (Wawancara dengan bapak Sunarwan, minggu 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB)”. “Terus terang ya mas, saya ini tidak pandai agama kurang mudeng agama Islam. Ya yang saya lakukan sebatas salat dan puasa sebagaimana umumnya tetapi saya tidak merasakan hubungannya dengan kehidupan. Akan tetapi kalau orang yang sudah ikut pangestu seperti saya semua itu saya jalankan hanya sebagai bentuk ketaatan saya kepada Allah dan sama sekali sudah tidak mengharapkan imbalan apapun seperti orang-orang disini yang selalu menghitung jumlah pahala (Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 13.00)”. 66
Sedangkan dalam hal pendidikan keagamaan dalam keluarga, orang tua harus memiliki keagamaan yang sekiranya pantas dicontoh. Karena selain dilaknat oleh Allah seseorang yang perkataannya menjauhi perbuatannya, juga tidak mungkin jika orang tua yang tidak taat terhadap agama akan mengajari anaknya untuk taat. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh bapak Sunarwan (Selasa, 13 Agustus 2012 Pukul 13.00WIB) “dalam mengajari anak itu ya dengan menasehati, tetapi yang lebih penting adalah memberi contoh terlebih dahulu”. Dalam mendidik agama kepada anaknya ibu Supriyatun (Senin 4 November 2012 Pukul 14.45 WIB) menjelaskan bahwa “Ya pertama mengajarkan menurut kemampuan yang kita miliki, meminta orang lain yang lebih tau tentang agama, tetap memperingatkan anak agar melaksanakan salat atau puasa di bulan Ramadhan”. Lain lagi dengan bapak Suradi (Jum’at 23 November 2012 pukul 20.10 WIB) berpendapat “Kalo saya agama kurang paham, tetapi untuk mengenalkan kepada Tuhan melalui pangestu”. Selain itu cara mendidik anak ialah “sesuai dengan ajaran agama Islam, terutama kita sebagai orang tua
memberi contoh yang baik terhadap anak-anak.
(Wawancara dengan Puryanto, Minggu 30 September 2012 Pukul 19.30 WIB)”.
1. Pendidikan Aqidah Setiap orang tua memiliki pemahaman dan pandangan yang berbeda tentang agama, sehingga dalam mendidik anakpun juga berbeda. 67
Bagaimana mereka mendidik anak dalam hal ketuhanan? Berikut jawabannya “Dengan mengajak anak untuk berbincang tentang keagungan dan welas asih-Nya Tuhan, menyuruh anak untuk belajar mengaji, berperilaku yang baik, melatih kejujuran, kesabaran dan ketaatan terhadap Tuhan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Wawancara dengan bapak Sunarwan, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB).” “Mengajak anak untuk salat ke masjid, mengingatkan untuk belajar ngaji maupun pelajaran sekolah, hal tersebut secara tidak langsung sudah mengajari anak untuk taat terhadap Allah(Wawancara dengan bapak Suradi, Jum,at 23 November 2012 pukul 20.10 WIB)”. “Dalam Pangestu itu tidak mempercayaai adanya klenik, hari baik dan hari buruk, mengirim ke roh arwah, tahayul seperti jika tidak mengadakan bersih desa maka akan gagal panen. Tetapi tetap mengikutinya sebagai bentuk penghormatan akan perbedaan dan ketaatan kepada pemimpin, hanya dalam hati tidak mempercayaainya. Ini juga yang saya ajarkan kepada anak kami tentang jangan mempercayai tahayul karena itu musrik dan bagaimana menghormati perbedaan (Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 21.00 WIB)”. Dalam Pangestu berpandangan bahwa agama yang mempercayai adanya Tuhan adalah benar hanya caranya yang berbeda. Bagaimana jika anak atau saudara anda akan berpindah agama menjadi non muslim? Berikut keterangannya. “Kalau bagi anggota Pangestu yang lain kembali pada diri masing-masing. Tetapi kalau saya pribadi tetap akan saya pertahankan agar tetap memeluk agama Islam (Wawancara dengan bapak Sunarwan, Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB)”. Sejalan dengan bapak Sunarwan, bapak Puryanto mengatakan “karena kami orang Islam dan sudah tahu agama Islam maka akan saya pertahankan untuk tetap jadi 68
orang Islam”. Bertolak belakang dengan keduanya, Bapak Suradi (Jum’at, 23 November 2012 pukul 20.10 WIB) berpendapat “Kalau masih kecil sudah saya perkenalkan pada agama Islam ya saya suruh ngaji, salat dan puasa. Tetapi jika nanti besar dan memiliki pandangan hidup sendiri maka ya saya persilahkan karena dia sudah tau mana yang baik dan mana yang kurang baik bagi dirinya. Toh semua agama mengajarkan kebaikan dan mereka juga beribadah kepada Tuhan dengan sebutan masing-masing dan cara menurut agama masing-masing tetapi tujuannya semua kepada Tuhan”. 2. Pendidikan Ibadah Lalu bagaimana orang tua menyikapi jika anaknya tidak melaksanakan perintah agama seperti tidak salat, tidak puasa yaitu “sebagai orang tua saya akan menasehati, dan yang paling utama memberi contoh terlebih dahulu (Supriyatun)”. Serupa dengan pendapat tersebut, dapat pula dilakukan dengan “menegurnya dan selaku orang tua saya selalu memberi contoh yang baik seperti salat tepat waktu aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasinan, pangajian dan berjanjen (Wawancara dengan bapak Suradi, Jum,at 23 November 2012 pukul 20.10 WIB)”. Sedangkan menurut bapak Sunarwan (Senin 13 Agustus 2012 pukul 13.00 WIB) “kalau menurut saya pribadi menyesuaikan dengan umur anak kita, jika masih kecil belum diwajibkan jadi ya cukup saya kenalkan, semakin besar baru saya mulai nasehati, saya ajak bersama dan saya ajak diskusi mengapa seperti itu”. 3. Pendidikan Akhlak
69
Jika dalam hal agama tidak semua orang dapat mengajar karena kurangnya pemahaman berbeda halnya dengan perilaku/akhlak. Pada dasarnya dalam sanubari manusia dan pikiran yang sehat sudah mengetahui mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan, mana yang baik dan tidak baik dilakukan. Oleh karena itu setiap orang tua berkewajaban untuk mendidik akhlak kepada anaknya dan juga menghendaki anaknya berperilaku terpuji. Kemudian bagaimana anggota Pangestu dalam mendidik perilaku kepada anaknya? Yaitu dengan teladan, selain itu dengan
cara mengawasi
pergaulan, memupuk hobi untuk menyalurkan energi ke arah yang positif. Seperti dalam tahun baru diisi untuk hal-hal yang positif dalam acara panca marga. (Wawancara dengan Puryanto, Minggu 30 September 2012 Pukul 19.30 WIB). “Yang paling utama adalah mengajarinya untuk berbakti kepada agama dan orang tua, Menghormati saudara yang lebih tua. Dalam Pangestu juga diajarkan yang demikian dan dalam Islam juga sama. Jika tidak sopan saya tidak segan-segan menghukumnya (Wawancara dengan bapak Suradi, Jum,at 23 November 2012 pukul 20.10 WIB)”. “Yang paling penting itu apakah sebagai warga Pangestu sudah mampu menjalankan nilai-nilai dasar dan pokok-pokok ajaran Pangestu. Jika sudah maka anak itu akan meniru apa yang kita lakukan apa lagi anak adalah cermin dari orang tua. Selain itu ketika seseorang mampu melaksanakan ajaran budi luhur atau dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah akhlakul karimah, dalam kepercayaan kami akan mendapatkan kemudahan dikemudian hari termasuk kemudahan dalam menasehati anak(Wawancara dengan bapak Suntoro, Minggu 19 Agustus 2012 pukul 21.00 WIB)”.
70
Keterangan dari bapak Suntoro tersebut memberikan gambaran bahwa untuk mendidik anak yang terpenting adalah bagaimana orang tua mampu mendidik dan menjadi model bagi anak-anaknya. Anak adalah lukisan orang tua, dan jika seorang anggota patuh pada ajaran pangestu maka dia akan juga patuh pada ajaran agamanya.
71
BAB IV PEMBAHASAN Pendidikan keagamaan dalam keluarga adalah usaha-usaha orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab dalam keluarga untuk membimbing jasmani dan rohani anak secara bertahap sesuai irama perkembangan anak menuju terbentuknya manusia seutuhnya,yang beriman dan bertakwa, serta memiliki kepribadian yang islami dan berakhlak mulia. Pangestu mengajarkan kewajiban bagi seseorang anggota untuk berkeluarga dan menaati orang tua, menghormati saudara tua, mencukupi keluarga, menciptakan ketentraman dan kesejahteraan dalam bermasyarakat merupakan wujud dari pendidikan dalam organisasi tersebut. Secara sistematis atau spesifik ajaran Pangestu yang membahas tentang pendidikan dalam keluarga memang tidak ada, namun penekanan untuk dapat melaksanakan ajaran pangestu akan menjadi contoh bagi anak sebagaimana diungkapkan oleh bapak Suntoro. Selain itu ibu Supriyatun menambahkan dalam mendidik anak adalah dengan memberikan nasehat dan membimbing anaknya untuk melaksanakan syariat Islam. Dalam Islampun dijelaskan peran orang tualah yang akan mengantarkan anaknya untuk menjadi seperti apa, dalam hal ini juga termasuk perilaku orang tua merupakan pendidikan bagi anak. Orang tua yang mengikuti organisasi Pangestu secara aktif akan dibimbing dan diolah jiwanya dalam kegiatan bowo raos ataupun ajar pustaka yang diadakan rutin setiap bulan. Hal ini memungkinkan mereka untuk dapat bertukar pengalaman dan mendapatkan pemahaman dalam mendidik anak yang secara 72
otomatis akan membedakan dari masyarakat yang tidak mengikuti organisasi sama sekali. Pendidikan keagamaan yang berlangsung di dalam keluarga pengikut Pangestu ternyata juga bervariasi, menyesuaikan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tuanya. Ada juga yang mememahami ajaran Islam dan ada juga yang masih awam. Bagi keluarga yang berpendidikan seperti bapak Sunarwan yang berprofesi sebagai pengajar sekolah dasar dan bapak Suntoro yang pernah mengenyam bangku perkuliahan dalam mendidik anaknya dilakukan dengan berbincang-bincang (berdiskusi) dan memberikan tauladan. Sedangkan ibu Supriyatun yang merupakan tokoh masyarakat dan pernah menuntaskan pendidikannya hingga tingkan menengah atas menuturkan dalam mendidik agama anak yang bertanggung jawab adalah orang tua sesuai dengan kemampuannya, jika masih kurang maka dapat diserahkan kepada yang lebih mampu untuk mengajarkan seperti ke ustad setempat kemudian mengawasi implementasi dalam keseharian anak. Sedangkan bagi bapak Puryanto dan bapak Suradi yang berprofesi sebagai petani dan hanya mendapat pendidikan pada tingkat dasar dalam mendidik anak sebatas mengingatkan. Dari hasil pengumpulan data diketahui bahwa alasan mereka mengikuti Pangestu yang pertama adalah faktor keluarga. Selain itu diungkapkan oleh bapak Puryanto dan bapak Suntoro ketika melakukan peribadahan dalam Islam mereka kurang mampu menghayati makna yang terkandung sehingga peribadahan dilakukan untuk melaksanakan kewajiban tanpa adanya perasaan berhubungan dengan Tuhan. Sedangkan dengan mengikuti pangestu atau dengan Ngesti mereka 73
merasakan ada kontak batin karena mampu memahami apa yang diucapkan dengan bahasa Jawa. Jadi selain karena pengaruh keluarga adanya kendala dalam memahami Islam adalah faktor bahasa yang bagi mereka sulit dipahami. Alasan tersebut memang sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Hafidy bahwa salah satu faktor penyebab berkembangnya sebuah kepercayaan adalah untuk menenangkan jiwa, mengembalikan jiwa asli, dan kegagalan agamaagama besar dalam memberikan solusi atas permasalah masa kini yang dihadapi masyarakat (Permadi, 1994: 17-18). Penulis juga sependapat dengan hal tersebut, karena berdasarkan keterangan dari responden yang merasa kesulitan dalam memahami agama Islam. A. Pendidikan Aqidah Pendidikan yang terpenting dalam Islam adalah pendidikan keimanan yang merupakan dasar dalam melakukan segala sesuatu. Sudah menjadi hukum wajib yang tidak mungkin ditawar adalah keyakinan akan ketauhidan Allah (larangan syirik). Penanaman Aqidah harus dimulai sejak dini, yaitu dengan memperkenalkan anak tentang adanya Tuhan. Dalam pangestu walaupun tidak membeda-bedakan agama yang menjadi anggota tetapi dalam ajaranya juga dilarang menyembah selain kepada Allah, larangan tersebut terdapat dalam kitab sasangka jati bab paliwara (larangan). Dalam mendidik aqidah ini adalah mengajarkan kepada anak untuk taat pada perintah agama, sedangkan menurut pak Suradi untuk mengenalkan Tuhan kepada anaknya dapat dilakukan dengan mengikuti Pangestu. Lebih lengkap lagi apa yang diungkapkan oleh bapak Suntoro bahwa bagian dari 74
pendidikan aqidah kepada anak adalah tidak mempercayai hal-hal yang bersifat klenik (perdukunan), tahayul, hari baik-hari buruk. Beberapa keyakinan tersebut memang masih banyak dijalankan oleh masyarakat Nogosaren dan sebagian besar masyarakat di Jawa.Walaupun jika ditelusuri lebih lanjut selain tidak ada ajaran dalam Islam juga mengandung unsur kesyirikan. Dalam Pangestu tidak membedakan agama dan memiliki keyakinan bahwa semua agama adalah baik karena semuanya mengajarkan kebaikan dan bertujuan untuk beribadah kepada Tuhan dengan caranya masing-masing. Hal ini bersilang pendapat dengan ajaran Islam yang walaupun menghormati pemeluk agama lain tetapi tidak membenarkan ajarannya. Dari pendapat responden ada yang menghendaki anaknya tetap pada agama Islam tetapi ada juga orang tua yang berpendapat jika anaknya sudah dapat membanadingkan dan menimbang mana yang baik untuk dirinya diberi kebebasan
untuk
memilih agama yang diyakininya. Walaupun oleh pak Sunarwan selayaknya orang yang mengikuti pangestu akan lebih taat dan yakin akan agama yang dianut.
B. Pendidikan Ibadah Selain aqidah yang tak kalah pentingnya adalah pendidikan ibadah, dimana ibadah merupakan tindak lanjut dari pendidikan aqidah. Ibadah yang umum ada di keluarga dan masyarakat adalah ajaran ibadah salat, puasa dan membaca
Al-Qur’an.
Ibadah
tersebut 75
merupakan
ibadah
yang
menghubungkan antar mahluk dengan Penciptanya atau lebih familier bagi umat Islam adalah hablumin Allah. Dalam rangka mendidik anaknya untuk taat menjalankan perintah agama, menurut pak Suradi adalah dengan mengajak anak untuk salat ke masjid, mengingatkan untuk belajar ngaji maupun pelajaran sekolah, hal tersebut secara tidak langsung sudah mengajari anak untuk taat terhadap Allah. Selain itu ibu Supriyatun menjelaskan dalam mendidik ibadah anak adalah dengan nasehat dan contoh. Suatu contoh konkrit sebagaimana diungkapkan pak Sunarwan saya salat berjamaah, di bulan Ramadhan juga puasa, ketika ada pengajian baik pengajian rutin maupun pengajian akbar seperti peringatan hari besar saya juga mengikuti. Selain itu dalam mendidik anaknya beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa mendidik anak juga harus melihat kemampuannya jika anak masih kecil belum diwajibkan jadi ya cukup saya kenalkan, semakin besar baru saya mulai nasehati, saya ajak bersama dan saya ajak diskusi mengapa seperti itu. Dari berbagai keterangan
tersebut dalam mendidik anak tentang
aqidah dan ibadah keluarga penganut pangestu tidak jauh berbeda dengan masyarakat umumnya, tidak ada pula hal-hal baru yang diajarkan kepada anaknya keculi memperkenalkan anak kepada pangestu. Jika dahulu mengenalkannya dengan mengajak mengikuti pamiwahan putra dan remaja namun sekarang cukup dengan bagaimana mengajarkan anak agar mampu menerapkan sikap tri sila dan panca sila dalam pangestu. Mereka juga 76
mengajari dan membimbing anaknya untuk beriman sebagaimana rukun iman pada agama Islam, membimbing anaknya untuk taat beribadah dan menghargai penganut agama lain.
C. Pendidikan Akhlak Selain aqidah dan ibadah satu hal yang tidak boleh ketinggalan adalah relefansinya dalam kehidupan keseharian yaitu yang terkait dengan hubungannya dengan sesama manusia. Dimana dalam Al-Qur’an hampir sebagian besar isinya menyangkut tentang hubungan antar manusia. Banyak sekarang orang tua yang mengeluhkan tentang anak-anak saat ini hanya terasah intelektualitasnya, sedangkan perilakunya tidak mencerminkan anak yang terdidik. Tidak dapat dipungkiri lagi keresahan orang tua tersebut pada akhirnya juga akan kembali kepada mereka bagaimana dalam mendidiknya di keluarga. Dalam Islam juga sangat komplek membahas tentang bagaimana tata kelola hubungan antar manusia, selain itu dalam pangestu juga dipaparkan managemen pengelolaan jiwa agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Adanya dua ajaran dalam Islam dan dalam Pangestu tidak bertolak belakang tetapi saling bersinergi, ajaran tersebut adalah menyadari dan berbakti kepada Tuhan, percaya akan adanya Tuhan dan menjalin hubungan yang baik dengannya, taat akan perintah Tuhan. Sedangkan dalam menjalani kehidupan diajarkan untuk memiliki rasa rela, tawakal, jujur, sabar, berbudi luhur. Ajaran-ajaran tersebut juga ada dalam Islam, tetapi menurut 77
responden mereka hanya
mengerti artinya tetapi terkendala dalam
mengimplementasikannya. Dijelaskan oleh bapak Puryanto dengan mendidik akhlak anak dilakukan dengan cara mengawasi pergaulan, memupuk hobi untuk menyalurkan energi ke arah yang positif. Seperti dalam tahun baru diisi untuk hal-hal yang positif dalam acara panca marga. Lebih lanjut menurutnya dalam Pangestu yang diolah adalah jiwanya, bukan fisiknya. Pemahan tentang diri manusia, pikiran, jiwa. Sedangkan menurut pak Suradi yang paling utama adalah mengajarinya untuk berbakti kepada agama dan orang tua, menghormati saudara yang lebih tua. apa yang disebutkan oleh pak Suradi memang terdapat dalam nilai-nilai dasar Pangestu. Dalam mendidik akhlak bagi warga pangestu menurut pak Suntoro yang paling penting itu apakah sebagai warga Pangestu sudah mampu menjalankan nilai-nilai dasar dan pokok-pokok ajaran Pangestu. Jika sudah maka anak itu akan meniru apa yang kita lakukan apa lagi anak adalah cermin dari orang tua. Selain itu ketika seseorang mampu melaksanakan ajaran budi luhur atau dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah akhlakul karimah, dalam kepercayaan kami akan mendapatkan kemudahan dikemudian hari termasuk kemudahan dalam menasehati anak. Nilai-nilai dasar tersebut adalah berbakti kepada Tuhan, berbakti kepada utusan Tuhan, setia kepada pemerintah, berbakti kepada tanah air, orang tua, saudara tua, guru, pelajaran keutamaan, memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama mahluk, menghormati semua agama. 78
D. Refleksi Pendidikan Keagamaan Islam dalam Keluarga 1. Dimensi Rasa Maraknya doktrin keagamaan dalam melakukan dan memutuskan sesuatu membuat hilangnya rasa, yang terpenting bagi mereka adalah sudah melaksanakan suatu aturan sehingga terhindar dari ancaman siksa. Hal inilah yang menyebabkan berbagai ibadah yang dilakukan hanya ceremonial, yang penting sudah menggugurkan kewajiban. Sehingga perlu kiranya untuk mengajar anak bagaimana menumbuhkan adanya kontak batin (perasan) dengan Sang Pencipta terhadap segala sesuatu yang dia lakukan. Untuk mencapainya adalah dengan menunjukkan kepada anak tentang besarnya nikmat Allah yang melimpah dalam kehidupan sehingga orang tua dapat menuntun anak untuk bersyukur sebagai wujud trima kasih kepada Allah. 2. Dimensi Rasio Mengajarkan agama kepada anak saat ini tidaklah cukup dengan memerintah untuk salat, mengajak berpuasa dan membaca kitab suci. Lebih dari itu adalah makna yang terkandung dalam setiap ibadah yang dilaksanakan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka harus melalui pemahaman dengan pola pikir sesuai dengan kemampuan seseorang. Untuk dapat mendidik pola pikir anak atau mengajarkan agama kepada anak dengan rasionya yaitu dapat dilakukan dengan cara mengintensifkan komunikasi dengan anak dan anak sering diajak berdiskusi tentang 79
keagungan Tuhan, makna dalam setiap ibadah yang dilakukan, hakikat dari adanya larang melakukan sesuatu dan lain-lain. Dapat pula anak dimintai pendapatnya tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan keseharian dan tentang keagaan, hal ini untuk mengetahui sejauh mana rasio yang digunakan dan bagaimana pola pikir anak dalam menganalisa sesuatu. 3. Dimensi Syariat Untuk mendidik anak agar taat menjalankan syariat agama Islam adalah dengan memberi tauladan terlebih dahulu, artinya orang tua haruslah dapat dicontoh. Selain itu dapat pula dengan mengikutkan anak untuk belajar atau diajarkan oleh seorang ulama’ setempat, jika dikehendaki untuk memperdalamnya dapat juga dengan menyekolahkan anak dipesantren. Tetapi pemegang kunci utama adalah orang tua, terlebih jika anak masih diusia balita sampai tamat sekolah dasar orang tua memegang peran terpenting dan penanggung jawab utama terbentuknya kepribadian anak. Jika diurai lebih lanjut memang apa yang diajarkan dalam pangestu sudah tercantum dalam ajaran Islam, hal ini membuktikan bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna. Dalam kitab sasangka jati juga tertulis bagi yang sudah merasa cukup dengan keyakinannya dan tidak membutuhkan pepadang lagi tidak usah mengikuti, ajaran pangestu diberikan kepada yang masih membutuhkan pepadang. Selain itu pakde Narto adalah orang yang pertama kali mengajarkan ajaran Pangestu yang nota bene juga beragama Islam dan sempat ngaji di berbagai 80
tempat untuk mendalami agama Islam, jadi dapat dipahami dalam ajarannya juga bernafaskan Islam. Sehingga perbedaan antara ajaran Islam dengan ajaran Pangestu tidaklah jauh. Jika demikian, maka saat ini dibutuhkan peran dari ulama setempat khususnya dan umat Islam pada umumnya agar dapat memikirkan bagaimana ajaran dan kegiatan peribadahan dalam Islam dapat mudah dipahami dan dirasakan adanya relefansi dengan Allah dan kehidupan keseharian oleh masyarakat yang masih awam dalam beragama.
81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 2. Alasan masyarakat Nogosaren menjadi anggota Pangestu adalah karena faktor keluarga. Selain itu kurangnya pemahaman akan agama sehingga mereka mencari alternatif lain untuk mencapai ketenangan dan ketentraman jiwa. 3. Ajaran yang ada dalam pangestu adalah bagaimana seseorang dapat mencapai ketenangan dan ketentraman jiwa. Untuk mencapainya adalah dengan mengamalkan hasta sila yaitu eleng, pracayo, mituhu terhadap perintah Tuhan. Dalam menjalani kehidupan harus rila, narima, sabar, jujur, budi luhur. Serta tidak melanggar paliwara yang berupa larangan menyembah selain Tuhan, berhati-hati bab syahwat, larangan untuk memakan dan menggunakan barang yang meyebabkan kerusakan badan jasmani, larangan melanggar undang-undang negara, larangan bertengkar. 4. Dalam melaksanakan pendidikan keagamaan dalam keluarga tidak jauh berbeda dengan kebanyakan umat Islam. Tidak ada konsep atau ajaran yang spesifik dalam Pangestu mengenai pendidikan dalam keluarga yang terpenting adalah bagaimana orang tua mampu melaksanakan ajaran Pangestu sehingga dapat menjadi contoh bagi keluarga khususnya dan masyarakat umumnya.
82
5. Pendekatan yang digunakan dalam pendidikan keagamaan oleh warga Pangestu terhadap keluarganya yaitu dengan model (pemberian contoh), diskusi dan nasehat.
B. Saran i. Bagi tokoh agama dan ulama setempat supaya dalam mendakwahkan agama tidak hanya sebatas pada pelaksanaan syariat namun juga makna, sehingga ajaran Islam tidak hanya teoritis yang habis di pengajian melainkan secara aplikatif dalam kehidupan. ii. Bagi anggota Pangestu alangkah baiknya selain mempelajari ajaran pangestu juga menelaah ajaran Islam sebagai tambahan referensi pemahaman
dan
selayaknya
seorang
muslim
memahami
mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (komperhensif).
83
dan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qura’nul Karim Kitab terjemahah Sahih Bukhori Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Aditya Media. Al-Abrasyi,Athiyah. 1967.At-Tarbiyahal-Ismiyahwa Falasifatuhs. Kairo: DaralFikr. Alam, Andi Syamsu. 2004. Reformasi Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Yapensi. Al-Qaradhowi,Yusuf. 2000. Islam Abad 21: Refleksi Abad 20 dan Agenda Masa Depan. Jakarta : Pustaka Kautsar. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Azra, Ayzumardi. 2000. Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru). Ciputat: Logos. Azwar, Syaifudin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Darajat, Zakiah. 1993. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama. Depdikbud. 2003. UUD 1945. Hardjoprakoso, R. Tumenggung dan R. Trihardono Soemodihardjo. 1983. Sasangka Jati. Jakarta: Proyek Penerbitan dan Perpustakaan Pangestu. Hardjoprakoso, R. Tumenggung dan R. Trihardono Soemodihardjo. 1983. Sabda Khusus. Jakarta: Proyek Penerbitan dan Perpustakaan Pangestu. Rosyid, Harun Nur,dkk. 2004. Pedoman Pelestarian Kepercayaan Masyarakat. Jakarta: KEMENBUDPAR. http://www.maswins.com/2011/03/pengertian-pendidikan-menurut-uu-dan.html http://stait-jogja. Menggapai-tujuan-pendidikan-islam-paripurna K. Permadi.1994. Pandangan Aliran Kepercayaan TerhadapIslam. Jakarta: DEPDIKBUD. Langgulung, Hasan. 2004. Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al HusnaBaru. Marimba, Ahmad D.1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al Ma'arif. Mertowardojo, R. Soenarto. 1984. Taman Kamulyan Langgeng. Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal. Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustafa, H.A. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. R. Rahardjo. 1964. Riwayat Hidup Bapak Paranpara Pangestu Soenarto Mertowardojo. Solo: Pengurus Pusat Pangestu. Soehadha, M. 2008. Orang Jawa Memaknai Agama. Yogyakarta. Kreasi Wacana. Sopater, Soelarso. 1987. Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 84
Subagya, Rahmat. 1976. Kepercayaan: Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan dan Agama. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet. Suprayogo, Imam. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
[email protected] Yahya, Yudrik. 2003. Wawasan Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Dikdasmen dan Dirtendik. Zuhairini,dkk.1983.Metode Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional. ____________. 2007. Pangestu Bukan Aliran Kepercayaan atau Agama.Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu). ____________. 2009. Petunjuk Ceramah Penerangan Ajaran Sang Guru Sejati. Jakarta: Pengurus Pusat Pangestu.
85