IDENTIFIKASI RUANG BERMAIN ANAK (RUANG PUBLIK) BERDASARKAN TEORI GOOD CITY FORM KEVIN LYNCH DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN KAMPUNG DERET DAN NON DERET, TANAH TINGGI JAKARTA PUSAT
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Masa anak-anak tidak jauh dari kegiatan bermain bahkan dominasi kegiatan adalah bermain. Ketersediaan ruang bermain anak yang layak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Sebab, pada hakikatnya ruang bermain merupakan sarana bagi anak untuk belajar tentang negosiasi, berkomunikasi, sudut pandang, pikiran dan perasaan orang lain. Mengingat pentingnya ruang bermain bagi anak-anak, penelitian ini bersinggungan dengan hal tersebut, di mana menilik ruang bermain anak berdasarkan teori Good City Form, Kevin Lynch dengan area studi pada kawasan padat penduduk serta tipe permukiman yang berbeda yakni di Kampung Deret dan Kampung Non-Deret, Tanah Tinggi, Jakrta Pusat. Adapun pendekatan deskriptif analitik serta instrument penelitian yakni wawancara, foto dan survey lapangan menjadi metode peneltian ini. Berdasarkan analisis yang dilandasi oleh data yang tersedia, hasil penelitian ini menunjukan Perombakan kampong lamam menjadi kampong deret tidak menunjang ruang bermain anak. Lima matra serta meta-criteria Lynch (vitality, fit, access, sense, control, efficiency dan justice) pada umumnya menggambarkan keberadaan ruang bermain anak baik dari segi kualitas dan kuantitas tidak cukup mendorong atau menjamin perkembangan anak. Namun, yang menarik adalah masyarakat berhasil mengkonstruksi ruang social untuk bermain anak (jalanan) dengan berbagai regulasi untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan bermain. Kata kunci : Anak-anak, Ruang bermain, Sarana belajar, Good City Form, Tidak cukup mendorong perkembangan anak, Konstruksi ruang sosial.
I. PENDAHULUAN Anak-anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya1. Masa anak-anak merupakan masa terpenting dalam kehidupan manusia. Masa ini adalah masa dimana manusia mulai mengenal sesuatu. Bermain merupakan hal yang menjadi rutinitas pada masa anak-anak. Rutinitas ini sangat efektif karena sangat memicu perkembangan anak, baik perkembangan fisik, perkembangan intelektual maupun perkembangan kepribadian 1
UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eec5db1d36b7/perbedaanbatasan-usia-cakap-hukum-dalam-peraturan-perundang-undangan[Diakses 16 Desember 2014]
dan social. Kegiatan bermain mempengaruhi perkembangan keenam aspek perkembangan anak, yakni aspek kesadaran diri (personal awareness), emosional, sosialisasi, komunikasi, kognisi, dan keterampilan motorik (Catron & Allen, 1999:23-26 dalam Musfiroh, Tadkiroatun). Keberadaan ruang merupakan sesuatu yang sangat vital pada masa ini, karena dia menjadi wadah/tempat terjadinya kegiatan. Tanpa ruang, kegiatan bermain anak yang dikatakan memicu perkembangannya tidak akan tercapai. Ruang bermain merupakan bagian dari ruang terbuka. Berbicara mengenai Ruang Terbuka, Kota Jakarta terkesan mengesampingkannya. Bayangkan, Ruang Terbuka (hujau) dalam Rencana Induk Jakarta 1965-1985 ditargtkan 37,2%. Namun dalam Perda No. 5 Tahun 1984, Rencana Umum Tata Ruang Jakarta 1985-2005, alokasi RTH menyusut menjadi 25,85%. Akan tetapi, dengan adanya revisi Perda No. 5 Tahun 1984 menjadi Perda No. 6 Tahun 1999 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2000-2010, target RTH hanya disisakan seluas 13,4%. Sedangkan untuk saat ini RTH Jakarta tinggal 9,6% (6,240 Ha) dari luas Provinsi DKI Jakarta yang sebesar 66.152 Ha (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, 2008). Artinya, selama 25 tahun (1985-2010), RTH Jakarta terkikis seluas 28,2 persen. Hal tersebut jelas terlihat bahwa ruang terbuka publik dalam Tata Ruang Jakarta terus berkurang dikarenakan tingginya intensitas ruang tetutup dibandingkan dengan ruang terbuka. Kecenderungan ini memberikan dampak negatif terhadap lingkungan bermain anak sebagaimana terjadi dan dialami oleh negara-negara berkembang dalam proses perkembangan kotanya. Lingkungan bermain yang baik dan memadai adalah penting sebagai bagian dari lingkungan pendukung pertumbuhan yang anak sehat.Bermain merupakan sarana bagai anak-anak untuk belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat sebelum dua atau tiga tahun terakhir (sekarang cenderung menurun), tidak didukung oleh ketersediaan lahan Kota mengakibatkan penetrasi lahan public untuk pembangunan perumahan/permukiman. Fenomena ini berimbas pada sempitnya ruang bermain anak. Kondisi serupa menyebar di berbagai lokasi di DKI Jakarta, salah satunya di Kampung Deret dan Non Deret/RT 13 dan RT 14, RW 01, Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Sebagaimana terjadi di wilayah lainnya di Jakarta, tingginya kebutuhan akan perumahan dan permukiman berefek pada penggunaan lahan yang tinggi, sehingga pengalokasian lahan untuk kegiatan public (ruang bermain anak) sangat sulit direalisasi. Demikian juga dengan Kampung Deret dan Non Deret, Tanah Tinggi, di mana merupakan salah satu wilayah permukiman padat. Bagaiman ketersediaan ruang bermain anak pada lingkungan permukiman padat seperti ini, yang dapat dikatakan cenderung tidak diperhatikan bahkan tidak terpikirkan. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengidentifikasi ruang bermain anak pada wilayah Kampung Deret dan Non deret dilandasi oleh teori Good City Form, Kevin lynch. Menurut Lynch, kota yang ideal adalah kota yang menyediakan berbagai fasilitas penghuninya agar tidak „sakit‟ termasuk yang dibutuhkan anak-anak. Untuk itu kehadiran anak dalam suatu kota, perlu dipertimbangkan keberadaannya. Dengan teori ini, dapat diketahui apakah ruang bermain anak di Kampung Deret dan Non Deret merupakan ruang yang ideal bagi anak-anak.
II. METODE PENELITIAN Dalam rangka teridentifikasinya ruang bermain anak di Kampung Deret dan Non-Dertet, metode yang paling cocok adalah metode deskriptif analitik. Metode ini menggali informasi secara mendalam serta dianalisis secara kritis berbagai kondisi eksisting yang ada di kedua kampung, kemudian ditelaah berdasarkan teori Good City Form, Kevin Lynch.Dalam pembahasan dan analisis data, teori Good City Form, Kevin Lynch akan diekstraksi menggunakan persepsi Peneliti dengan catatan tanpa mengurangi pengertian mendasar yang diutarakan oleh Kevin Lynch. Hal ini disebabkan oleh focus penelitian bukan area/wilayah tetapi aspek yang terdapat pada suatu area/wilayah atau lebih cocoknya aspek yang terdapat pada suatu kota yakni ruang bermain anak. Jadi, secara gamblang, Peneliti akan memaparkan persepsinya mengenai pengejawantahan lima matra Lynch serta meta kriterianya, namun sekali lagi tidak menyeleweng dari atau tetpa dilandasi oleh pengertian fundamental yang dimaksudkan Kevin Lynch. Sumber data penelitian sebagian besar adalah data primer yakni diperoleh dari area/lapangan penelitian. Berbagai cara perolehan data tersebut adalah melalui foto, wawancara dan obsevasi. Data-data tersebut dimanifestasikan sehingga memperoleh gambaran mengenai area studi yang pada akhirnya membantu menyelesaikan serta menemukan hasil penelitian. III. KETERBATASAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN Keterbatasan penelitian ini adalah waktu. Demikianpun informasi yang didapat kurang menyeluruh dan mendalam. Sementara yang menjadi kelemahannya adalah pengamatan terhadap anak-anak mengenai kebiasaan sehari-hari mereka, sehingga porsi ruang pun dapat disesuaikan untuk kegiatan mereka, serta tanggapan orang tua mengenai keterbatasan ruang bermain anak ini, sehingga dapat dijadikan referensi untuk konsep pengembangan ruang kota. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kampung Deret dan Kampung Non Deret, tepatnya RT 13 dan RT 14, RW 01 yang berlokasi berseberangan dengan rel kereta, Senen merupakan salah satu area permukiman padat di wilayah Kelurahan Tanah Tinggi (Gambar 1). Permukiman pada area ini dipenuhi oleh penghuni asli Jakarta dan pendatang yang sudah lama menetap sejak tahun 1970-an 2 .Letak wilayah yang berada di pusat Jakarta menarik bagi para pendatang untuk berdomisili.RT 14 merupakan penduduk terbanyak pada RW 01 yakni sebanyak 212 jiwa dari 2319 jiwa RW 01 atau sekitar 9.1 % dari jumlah penduduk RW 01. Sedangkan apabila dijumlahkan dengan RT 13 yakni 160 jiwa maka jumlah penduduk area studi adalah 372 jiwa atau 16,04 % dari penduduk RW3.
2 3
Bu Dewi.55 Tahun. Kampung deret. Wawancara Laporan tahunan RW 001.2014.
Dalam hal sarana dan prasarana lingkungan permukiman, RT 13 dan RT 14, Kelurahan Tanah Tinggi ini selayaknya permukiman padat perkotaan, di mana sarana dan prasarana yang tidak memadai. Hal ini disebabkan oleh, petumbuhan penduduk yang tidak diikuti oleh peningkatan sarana dan prasarana4.Berdasarkan pengamatan, terdapat drainase terbuka namun tergenangi oleh berbagai macam sampah seperti sampah plastic, pakayan tak terpakai, dan lain-lain.Selain itu, tersedia jalan lingkungan namun tidak diperbolehkan untuk kendaraan roda 4 (jalan tanah tinggi 1), karea dijadikan sebagai ruang berkumpul dan bermain bagi warga. Untuk ruang terbuka, terdapat ruang pribadi (privatespace), dimana ruang ini dimiliki secara privat oleh warga yang biasanya berbentuk ruang terbuka privat, halaman rumah dan ruang di dalam bangunan.Pada area studi, sangat sulit ditemukan, karena koefisien dasar bangunan rumah sangat kecil bahkan diabaikan (permukiman padat). Jadi warga lebih intens memperdaya ruang terbuka public/ external public space yakni ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti jalanan, lapangan sekolah (SMA), halaman masjid untuk kegiatan komunal seperti berkumpul, bermain, beristirahat malam. Demikian halnya untuk kegiatan bermain anak, anak-anak menghabiskan waktunya dijalan lingkungan yang berlokasi depan rumah mereka seperti bermain layangan, kejar mengejar antar sesamanya.Sementara, pada hari sabtu sore, berolahraga menggunakan lapangan SMA.Untuk lebih jelas, Saya akan memaparkan beberapa ruang bermain anak di Kampung Deret dan Non deret berdasarkan pengamatan.
4
Sarana dan prasarana permukiman.Thesis. Universitas Sumatera Utara. Publikasi: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37328/5/Chapter%20I.pdf [16 Desember 2014]
1) Kampung Deret Gbr I
Gbr II
2) Kampung Non Deret
Gbr I
Gbr II
Berdasarkan kondisi eksisiting diatas, selanjutnya diidentifikasi berlandaskan pada Matra lynch yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat area studi . Adapun Matra Lynch tersebut 5 adalah : 1) Vitality Keamanan dan keselamatan anak-anak. Efisiensi :kondisi ruang bermain menjamin keselamatan dan keamanan akan-anak. Justice :pengguna/anak-anak tidak dibatasi asal lingkungannya(bebas). 2) Fit Kesesuaian kondisi ruang bermain tersebut terhadap anak-anak. Efisiensi :menunjang sebagai ruang bermain anak. Justice :Sesui untuk semua yang berkategori anak-anak. 5
Lynch, Kevin (1981), Good City Form, MIT Press, Cambridge
3) Sense Kemudahan menemukenali ruang dan makna kegiatan. Efisiensi :Ruang tersebut memberikan makna untuk anak-anak. Justice :ruang bermakna untuk segala usia anak-anak. 4) Access Keterjangkauan ruang bermain tersebut dengan permukiman warga (jarak permukiman dengan ruang bermain). Efisiensi :Terjangkau oleh anak-anak dalam lingkup area studi tanpa menyita banyak waktu. Justice :Dapat diakses dengan mudah oleh anak-anak dalam lingkup lingkungan tersebut. 5) Controll Regulasi terkait penggunaan ruang bermain anak.Baik terkait maupun pengawasan. Efisiensi :regulasi tepat guna dan tepat sasaran (untuk anak). Justice:regulasi tidak merugikan pihak tertentu.
Tabel I.Kajian Matra Lynch & Meta Kriterianya Untuk Ruang Bermain Anak di Kampung Deret dan Non Deret INDIKATOR Matra Lynch & Meta Kriterianya Vitality
Efisiensi
Justice Fit
KAMPUNG DERET Taman Jalanan Keamanan dan keselamatan anak-anak dipertanyakan, karena kondisi taman masih bebatuan (keras) Tidak menjamin keselamatan dan rentan kecelakaan Pengguna tidak dibataskan (adil) Kerindangan merupakan point penting untuk taman. Taman pada area studi tidak rindang, adapun pepohonan berupa bunga (pot bunga).
Halaman Masjid
Keamanan dan Keamanan dan keselamatan anak-anak keselamatan anakdipertanyakan, karena anak dipertanyakan, kondisi jalan karena kondisi (aspal/keras) halaman masjid (aspal/keras) Tidak menjamin Tidak menjamin keselamatan dan rentan keselamatan dan kecelakaan rentan kecelakaan Pengguna tidak Pengguna tidak dibataskan (adil dibataskan (adil) Jalanan bukan ruang Halaman masjid bermain yang sesuai merupakan bagian dari untuk anak-anak, karena jalan lingkungan, bercampuran dengan dimana lalulalang kegiatan lain. orang dan barang. Jadi, tidak cocok untuk bermain anak.
Efisiensi
Tidak efisisen karena Tidak efisisen karena tidak menunjang sebagai tidak menunjang sebagai ruang bermain anak ruang bermain anak, berbahaya (aspal/keras)
Tidak menunjang, karena beralaskan aspal, lalulang barang dan orang bahkan kendaraan tertentu. Dimanfaatkan untuk Tidak adil. Karena kegiatan lain yakni tidak semua anak bisa tempat berkumpul warga. menggunakan seperti anak berusia ≤ 7
Justice
Tidak adil, karena dimanfaatkan untuk kegiatan lain, seperti parkir motor (kadang
KAMPUNG NON DERET Lapangan SMA Keamanan dan keselamatan anakanak dipertanyakan, karena kondisi lapangan (semen/keras) Tidak menjamin keselamatan dan rentan kecelakaan Pengguna tidak dibataskan (adil Lapangan SMA digunakan anak-anak untuk bermain bola pada hari sabtu/minggu. Tidak cocok, karena kondisi lapangan keras (semen) Tidak menunjang, karena beralaskan semen, membahayakan keselamatan. Tidak adil. Karena tidak semua anak bisa menggunakan seperti anak berusia ≤ 7
Jalanan
Keamanan dan keselamatan anak-anak dipertanyakan, karena kondisi jalan (aspal/keras) Tidak menjamin keselamatan dan rentan kecelakaan Pengguna tidak dibataskan (adil] Jalanan bukan ruang bermain yang sesuai untuk anak-anak karena bercampuran dengan kegiatan lain.
Tidak menunjang, karena beralaskan aspal, lalulang barang dan orang bahkan kendaraan tertentu. Tidak adil. Karena tidak semua anak bisa menggunakan seperti anak berusia ≤ 7 tahun.
Sense
Efisiensi
Justice
Access
Efisiensi
kala), tempat berkumpul anak muda dan BapakBapak. Tidak ada signage, namun ada permainan anak yang memberikan „tanda‟ bahwa ruang diperuntukkan kegiatan anak Tidak Efisien, karena runag tidak bermakna untukdigunakan anakanak.
Tidak ada „tanda‟ jalan sebagai tempat bermain anak, kecuali terdapat garis-garis tertentu bekas mainan anak-anak.
tahun.
tahun.
Ruang bertumpu pada jalan yang berfungsi utama sebagai lalu lintas kendaraan, tidak untuk ruang bermain anak.
Tidak ada tanda, namun „kategori‟ sebagai „lapangan SMA‟, membuat anakanak mampu mengenalinya sebagai tempat bermain. Efisien, karena ruang (lap. SMA) bermakna untukdigunakan anakanak, sebagai tempat bermain.
Tidak Efisien, karena Tidak Efisien, karena ruang (jalan) tidak ruang (jalan yg bermakna dijadikan halaman untukdigunakan anak- masjid) tidak anak, sebagai tempat bermakna bermain. untukdigunakan anakanak, sebagai tempat bermain. Tidak adil, karena tidak Cukup adil, berfungsi Adil, karena bermakna Tidak Adil, karena bermakna bagi segala sebagai tempat kegiatan bagi segala usia anak- hanya bermakna bagi usia anak-anak seluruh anak-anak. anak usia ≥ 7-18 Tahun dan sebagian besar adalah laki-laki (bola kaki) Jumlah taman yang Letak jalan pada Dapat diakases dengan Berada pada terdapat pada area studi umumnya berada mudah, karena berada lingkungan sekolah adalah 1 buah. dihadapan rumah-rumah pada jalan umum. sehingga kesulitan Aksesibilitas untuk penduduk tidak untuk mengkases dan kategori anak-anak cukup menyulitkan terkait kesulitan bagi anaksulit dari area tertentu aksesnya. anak yang bermukim (yang berjauhan dengan cukup jauh dari lokasi taman). Cukup menyita waktu Tidak menyita banyak Cukup menyita waktu Cukup menyita waktu bagi permukiman yang waktu, karena berada bagi permukiman yang bagi permukiman yang
Jalan berfungsi utama sebagai lalu lintas kendaraan, tidak untuk bermain anak
Tidak Efisien, karena ruang (jalan) tidak bermakna untukdigunakan anakanak, sebagai tempat bermain.
Cukup adil, karena jalan menjadi berfungsi sebagai tempat berkegiatan seluruh anak tanpa kecuali Letak jalan pada umumnya berada dihadapan rumah-rumah penduduk tidak menyulitkan terkait aksesnya.
Tidak menyita banyak waktu, karena berada
berjauhan dengan area dihadapan taman (Tidak efisien) (efisien)
permukiman berjauhan dengan area taman (Tidak efisien) Anak-anak memperoleh Anak-anak pada akses yang mudah dan lingkungan tertentu relative terjangkau (yang berjauhan (dalam lingkup dengan area taman), lingkungan tersebut) kesulitan mengakses lokasi. Menutup Portal dan Tidak ada regulasi membatasi kendaraan terkait penggunaan memasuki lingkungan dan pemeliharaan (kecuali kendaraan halaman masjid, selain penghuni) regulasi yang sudah melekat pada masyarakat terkait masjid menutup portal untuk Tidak terdapat membatasi kendaraan regulasi, sehingga umum memasuki tidak menggambarkan lingkungan permukiman apakah efisien atau adalah regulasi tepat tidak. guna karena demi keselamatan anak-anak.
Justice
Anak-anak pada lingkungan tertentu (yang berjauhan dengan area taman), kesulitan mengakses lokasi.
Controll
Tidak ada regulasi terkait penggunaan dan pemeliharaan taman
Efisiensi
Seharusnya, sebagai ruang public, taman/ruang bermain tersebut memiliki aturan main sendiri terkait penggunaan dan pemeliharan, sehingga tetap terjaga. Tidak terdapat regulasi, Tidak berkeadialan, sehingga tidak karena jalan tersebut menggambarkan apakah adalah jalan umum. ada yang dirugikan.
Justice
Tidak terdapat regulasi, sehingga tidak menggambarkan apakah ada yang dirugikan.
berjauhan dengan area taman (Tidak efisien) Anak-anak pada lingkungan tertentu (yang berjauhan dengan area taman), kesulitan mengakses lokasi. Pemakaian ruang, membutuhkan perizinan pihak sekolah
dihadapan permukiman (efisien)
Sangat efisien, karena ruang bermain tersebut merupakan milik sekolah, sehingga pihak sekolah mengetaui apa dan siapa yang menggunakan ruang. Adil, karena pihak sekolah rela memberikan ruangnya untuk kegiatan masyarakat (anakanak) sekitar lingkungan.
menutup portal untuk membatasi kendaraan umum memasuki lingkungan permukiman adalah regulasi tepat guna karena demi keselamatan anak-anak.
Anak-anak memperoleh akses yang mudah dan relative terjangkau (dalam lingkup lingkungan tersebut) Menutup Portal dan membatasi kendaraan memasuki lingkungan (kecuali kendaraan penghuni)
Tidak berkeadialan, karena jalan tersebut adalah jalan umum.
Pemaparan-pemaparan diatas menggambarkan kepada kita bahwa, ruang bermain anak pada area studi, baik pada kampong deret maupun non deret membentuk beberapa tipe, antara lain : 1) Berdasarkan pelingkupannya (Carmona, et al : 2003, p.111), antara lain : Internal public space adalah ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang dikelola pemerintah (pengembang) dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada batasan tertentu. Contoh pada area studi : Taman pada kampong deret. External and internal “quasi” public space adalah ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga. Contoh : lapangan SMA pada kampong Non-deret. 2) Berdasarkan fungsinya (Carmona, et al : 2008, p.62), antara lain : Negative space adalah ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki fungsi yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan aktivitas sosial. Contoh : Jalanan kampong deret dan non deret (fungsi utama adalah jalanan--aspal/keras—sehingga tidak menjamin keamanan dan kenyamanan bermain anak) Ambiguous space adalahruang yang dipergunakan untuk aktivitas peralihan dari kegiatan utama warga yang biasanya berbentuk. Contoh : halaman masjid (digunakan untuk ruang peribadatan, pada hari tertentu digunakan untuk bermain oleh anak-anak. Adapun yang menarik dari ruang bermain anak pada area studi adalah masyarakat mengadopsi jalanan sebagai ruang bermain anak serta membentuk regulasi bahwa jalan lingkungan tidak boleh dilalui kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua, kecuali penghuni (kendaraan roda dua). Kasat mata, ruang yang terbentuk tersebut adalah ruang public (jalan), siapa dan apa pun dapat mengakses dan menggunakan sesuai fungsinya. Menurut Lefebvre, “space as a social and political product, space as a product that one buys and sells”6. Ruang terbentuk oleh faktor social atau produksi ruang secara social.Kesepakatan warga adalah bentuk hubungan/interaksi social antar warga.Adanya kondisi social atau kondisi fisik yang terbentuk dari kebijakan pemerintah (politik), memaksa warga memproduksi ruang social walaupun mengadopsi ruang tertentu yang belainan fungsi. Lanjutnya, ruang secara social menurut Lefebvre harus dilihat dala, tiga moment yakni tindakan atau praktek keruangan (spatial practice), ruang tergagas (conceptualized space atau representations of space) dan ruang terhuni (lived space atau representational space). Kategori ruang bermain yang terbentuk pada area studi yakni, pertama, ruang tergagas seperti taman (kampong deret) dan lapangan SMA (kampong non deret). Ruang tergagas adalah penggambaran konseptual dari ruang, dihubungkan dengan produksi.Termasuk didalamnya teori dan filosofi abstrak, seperti “sains perencanaan”, geografi dan kartografi, termasuk system informasi geografi (SIG).Ruang yang terbentuk oleh perencanaan.Kedua, ruang terhuni (lived 6
Dikutip dari Pratiwi, Ida Ayu. 2006. Nilai-Nilai Budaya Bali Dalam Produksi Tata Ruang di Kota Denpasar. Pascasarjana UI.
space atau representational space) seperti jalanan (kampong deret dan nin deret) serta halaman masjid. Yang dimaksdukan dengan ruang terhuni adalah ruang yang langsung dirasakan melalui symbol-simbol dan gambar-gambar yang berasosiasi dengannyam, dan dengan demikian merupakan ruang bagi penghuni dan pemakai, sebuah ruang dimengerti melalui tanda-tanda nonverbal. Momen ini menawarkan proses keruangan yang hidup, kritik terselubung atas aturan social dominan dan perlawanan simbolik. Juga termasuk didalamnya praktek-praktek keruangan bawah tanah yang membentuk alternative dari diskursus tentang ruang yang resmi7.
V. KESIMPULAN Kampung deret dan non deret adalah dua buah kampung yang memiliki karaketer permukiman yang berbeda. Kampung deret adalah permukiman teratur dan non deret adalah permukiman belum teratur (terkesan kumuh). Kepadatan banguanan pada kedua area studi sangat tinggi. Kepadatan bangunan tersebut tidak memberikan ruang yang banyak untuk digunakan ruang bermain anak. Sifat dasar anak-anak yang memiliki hasrat bermainnya sangat tinggi memunculkan ruang baru seperti jalanan dan halaman masjid sebagai tempat berkumpul dan bermain (produksi ruang social). Adapun ruang bermain anak yang telah disiapkan oleh pengembang adalah taman serta lapangan SMA (oleh pihak sekolah). Area permukiman yang ideal menurut Lynch, adalah menyediakan berbagai fasilitas penghuninya agar tidak „sakit‟ termasuk yang dibutuhkan anak-anak. Berdasarkan pembahasan serta kajian Saya dengan berpedoman teori Lynch, menyimpulkan bahwa ruang bermain anak yang terdapat di kampung deret dan non deret tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Perombakan kampung lama menjadi kampung deret tidak menunjang ruang bermain anak. Lima matra serta meta-criteria Lynch (vitality, fit, access, sense, control, efficiency dan justice) pada umumnya menggambarkan keberadaan ruang bermain anak baik dari segi kualitas dan kuantitas tidak mendorong atau menjamin perkembangan anak.Namun, yang menarik adalah masyarakat berhasil mengkonstruksi ruang social untuk bermain anak (jalanan) dengan berbagai regulasi untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan bermain. Catatan penting yang dapat dikutip dari ruang bermain anak bahwa sebenarnya bagi anak-anak sendiri, ada atau tidak adanya ruang bermain itu, tidaklah begitu menjadi masalah.Sebab secara alami, mereka telah memiliki kemampuan menemukan ruang bermainnya sendiri.Tetapi masalahnya, ruang bermain tersebut kondusif atau tidak adalah tanggung jawab orang dewasa.Rendahnya kualitas dan kuantitas lingkungan bermain anak, yang mana dalam jangka panjang dapat memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan anak. Oleh sebab itu aspek-aspek sosial dan fisik pertumbuhan kota adalah penting untuk diperhatikan dalam perkembangan dan pembangunan kota, agar upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan bermain anak dapat dicapai.
7
Lefebvre, love and struggle spatial dialectics.http://philpapers.org/rec/SHILLA. [17 Desember 2014]
VI. SARAN Dari temeuan lapangan dan analisis sebelumnya, adanya pemahaman bahwa, keterbatasan ruang menjadi faktor utama dikesampingkannya ruang bermain anak. Perbaikan kualitas lingkungan hunian bagi penghuni yang awalnya bertempat tinggal pada area non deret menjadi area kampung deret terbukti tidak memberikan harapan posiitif bagi tumbuh kembang anak. Seakanakan hanya terlihat peningkatan dari tampilan bangunan. Namun, bukankah kualitas penghuni menjadi tujuan utamanya. Oleh sebab itu sangat disarankan untuk mengoptimalisasi ruang-ruang yang masih memungkinkan untuk area bermain anak seperti taman, lapangan SMA ataupun jalanan dengan sesuatu yang relevan untuk ruang bermain. kerjasama pemerintah DKI Jakarta dalam mengoptimalisasi ruang bermain anak dengan realitas ruang padat hunian sangat dibutuhkan. Misalnya menyediakan prasarana permainan anak portable, sehingga sesekali dapat memanfaatkan area jalan. VII.
REKOMENDASI
Perlunya studi tentang konsep pengembangan ruang bermain anak pada kondisi hunian padat penduduk. Karena kasus-kasus menunjukan bahwa keterbatasan lahan menghilangkan wadah bermain anak yang seharusnya sangat urgent dalam menunjang tumbuh kembang anak.