DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Edisi III - Juni 2010
Informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Liputan l Rakerkesnas 2010: Upaya Mencapai Target MDGs l Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010
l Melalui Komitmen dan Profesionalisme Menuju
Artikel l Obat Generik: Solusi Hemat untuk Kembali Sehat l Asetaminofen / Parasetamol l Mengenal Jenis & Manfaat Jeruk Lebih Dekat
Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas
l Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di RS Swasta
Renungan
l Mengenal Radiofarmaka dan Potensinya dalam Pelayanan Kesehatan
l Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi &
l Mengingat Tuhan sebagai Kebutuhan Manusia dan Bentuk Pengawasan Diri di dalam Aktivitas Kerja
Distribusi Alat Kesehatan
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN R I Kementerian Kesehatan RI - Jln. Rasuna Said Kav. 4-9 Subbag Humas Lt. 8 R. 803 Telp.: 0215214869 / 5201590 #8176
DARI REDAKSI
Hal. 02 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Pengantar
SUSUNAN REDAKTUR PENASIHAT Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
PENANGGUNG JAWAB Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
KETUA REDAKSI Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan Hubungan Masyarakat
SEKRETARIS REDAKSI Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat
ANGGOTA REDAKSI: Drs. Riza Sultoni, Apt., M.M. Drs. Rahbudi Helmi, Apt. Drs. Syafrizal, Apt. Drs. Haryono, M.M. Sri Bintang Lestari, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Ali Sudjoko Dra. Lili Sa’diah, Apt. Tita Mintarsih, S.Si., Apt. Mohammad Isyak Guridno, S.Si., Apt. Yulia Yuliarti Barkah, S.H. Febri Sri Lestari, S.Sos. Radiman Amd. Ak. Rudi Amd M.I.
Assalamu’alaikum & salam sejahtera, semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya. Pada edisi ke III Buletin Infarkes tahun 2010 kali ini, beberapa perubahan bertahap yang telah kami janjikan sudah mulai ditampilkan. Salah satu perubahan tersebut adalah dari sisi spiritual yang coba kami berikan sentuhan agar lebih mewarnai Buletin Infarkes kesayangan kita ini. Untuk edisi kali ini ada beberapa kegiatan penting yang berhasil kami rekam dan dituangkan dalam bentuk liputan khas Infarkes. Salah satu kegiatan penting yang kami liput di antaranya adalah Rapat Kerja Kesehatan Nasional Tahun 2010. Kemudian juga ada liputan mengenai acara Rapat Konsultasi Teknis yang dilaksanakan oleh dua direktorat di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yaitu Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Juga ada liputan mengenai acara Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Swasta, serta beberapa artikel bermanfaat yang akan memberi nilai lebih pada Buletin Infarkes edisi kali ini. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih untuk setiap kritik dan masukan yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak tentang Buletin Infarkes, yang akan kami coba aplikasikan untuk lebih meningkatkan kualitas penampilan buletin ini. Semoga dengan perubahan-perubahan ini, dapat lebih memberikan energi bagi Buletin Infarkes dalam meningkatkan perannya sebagai media komunikasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang lebih informatif.
ALAMAT REDAKSI: Kementerian Kesehatan RI Jln. Rasuna Said Kav. 4-9 Subbagian Humas Lt. 8 R. 803 Telp.: 0215214869 / 5201590 #8176
Terima kasih
DAFTAR ISI Liputan
Artikel
l Rakerkesnas 2010: Upaya Mencapai Target MDGs - 03 l Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan
l Obat Generik: Solusi Hemat untuk Kembali Sehat - 06 l Asetaminofen / Parasetamol - 13 l Mengenal Jenis & Manfaat Jeruk Lebih Dekat - 15
Tahun 2010 - 04
l Melalui Komitmen dan Profesionalisme Menuju Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas - 05
l Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di RS Swasta - 10
Renungan l Mengingat Tuhan sebagai Kebutuhan Manusia dan Bentuk Pengawasan Diri di dalam Aktivitas Kerja - 14
l Mengenal Radiofarmaka dan Potensinya dalam Pelayanan Kesehatan - 11
l Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi & Distribusi Alat Kesehatan - 12
Laporan Perizinan l Laporan Perizinan PBF, PBBBF, Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional dan Kosmetika yang Diterbitkan Ditjen Binfar & Alkes - 16
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 03 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Rakerkesnas 2010:
Upaya Mencapai Target MDGs
Rapat Kerja Kesehatan Nasional Tahun 2010 diadakan di Hotel Bidakara, Jakarta, 4 s.d. 7 Mei 2010, dihadiri oleh Pejabat Struktural dan Staf Khusus Menteri Kesehatan, Direktur RS Vertikal, Pimpinan UPT Kementerian Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Direktur Rumah Sakit Provinsi/ Kabupaten/Kota se-Indonesia, serta Pimpinan Organisasi Profesi. Tujuan Rakerkesnas tahun 2010 adalah meningkatkan kinerja penyelenggara pembangunan kesehatan tahun 2010, yang secara khusus bertujuan (1) teridentifikasinya permasalahan pembangunan kesehatan di pusat dan daerah; (2) tercapainya akselerasi sasaran pembangunan kesehatan melalui debottle-ecking; (3) terinformasikannya kegiatan prioritas dan target sasaran yang akan dicapai tahun 2010 maupun di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010 2012; (4) terumuskannya keterpaduan penyelenggaraan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah. R a k e r k e s n a s Ta h u n 2 0 1 0 mengangkat tema Melalui Good
Governance Kita Wujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Beberapa topik yang dibahas di antaranya Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, Kebijakan Pengawasan dan Langkah-langkah Mencapai Good Governance di Lingkungan Kemkes, dan Strategi Inovatif dalam Akselerasi Pencapaian Target MDGs dan Neglected Desease. Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH menyatakan dalam sambutannya bahwa Rakerkesnas ini penting sebagai upaya meningkatkan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mencapai target MDGs sesuai proporsi dan kemampuan masing-masing. Untuk mencapai sasaran strategis pembangunan kesehatan, diperlukan reformasi kesehatan masyarakat yang mendasar guna mencapai tujuan tersebut. Berkaitan dengan hal itu, Ke m e n t e r i a n Ke s e h a t a n t e l a h menetapkan tim penyusun roadmap yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, lintas sektor, para pakar, akademisi, dan pelaksana di lapangan. Tim telah berhasil menyusun roadmap reformasi kesehatan masyarakat yang meliputi 7 prioritas, yaitu (1) Jamkesmas; (2) pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK); (3) Ketersediaan obat dan alkes di setiap fasilitas kesehatan; (4) reformasi birokrasi
pembangunan kesehatan; (5) Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); (6) penanganan daerah bermasalah kesehatan; (7) rumah sakit Indonesia kelas dunia. Salah satu prioritas yang berkaitan dengan kerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan a d a l a h p o i n t e r ke t i ga , y a i t u ketersediaan obat dan alat kesehatan di setiap fasilitas kesehatan, dalam arti penggalakan pemanfaatan obat generik untuk meringankan biaya pelayanan kesehatan karena sebagian besar biaya pelayanan ditentukan untuk pembelian obat. Di lain pihak, perlu mempersiapkan diri agar mampu memproduksi bahan baku obat sendiri, mengingat pada saat ini 80% dari bahan baku obat berasal dari luar negeri. Selain itu juga, perlu memperkuat peng gunaan jamu agar dapat dijadikan sebagai obat juga ditingkatkan dengan saintifikasi jamu. D a l a m r a n g k a i a n ke g i a t a n Rakerkesnas ini juga diadakan pameran yang menampilkan program, kegiatan, atau informasi lainnya dari setiap unit di Kementerian Kesehatan. Ditjen Binfar & Alkes pun turut serta dalam pameran dengan menampilkan mini display dan poster session yang berkaitan dengan informasi kefarmasian dan alat kesehtan. Pada kesempatan ini, Menkes berkesempatan untuk mengunjungi stand Ditjen Binfar & Alkes.
Hal. 04 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010
Kegiatan Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010 diadakan pada 10 s.d. 12 Mei 2010 bertempat di Novotel Hotel & Residence Jln. R. Sukamto No 8A, Palembang, Sumatera Selatan. Kegiatan ini dihadiri lebih dari 80 orang yang terdiri dari peserta daerah, panitia pusat, dan panitia daerah. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes membuka acara ini secara resmi dan sekaligus memberikan sambutan pengarahan kegiatan Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nasional. Tu j u a n d i s e l e n g g a r a k a n n y a pertemuan ini adalah (1) Meningkatkan validitas data kefarmasian dan alat kesehatan, yang dilakukan melalui peningkatan accessibility dan sharing data/informasi; (2) Meningkatkan ke m a m p u a n p e j a b at d a n staf pengelola data Kefarmasian dan Alat Kesehatan baik di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes maupun di Daerah dalam mengompilasi dan mengakomodasi data secara akurat; (3) Memudahkan penelusuran ulang (Retrieving) untuk mengetahui perkembangan data/ informasi yang terbaru dengan cepat; (4) Mendapatkan data untuk Profil Kesehatan Indonesia yang akan
disampaikan pada kegiatan Pe m u ta k h i ra n D ata Ke s e h ata n Nasional yang dilaksanakan oleh Pusat Data dan Surveillance Epidemiologi Setjen Kementerian Kesehatan RI. Dalam rangka meningkatkan validitas data/informasi Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta memperkecil adanya kesalahan yang timbul, maka perlu dilakukan Pemutakhiran Data secara berkala sehingga didapatkan data yang akurat. Data-data tersebut diharapkan selain berupa data agregat juga diupayakan semaksimal mungkin dilengkapi dengan data individual, yang selanjutnya data-data tersebut dimasukkan ke dalam Bank Data Ditjen Binfar dan Alkes yang dapat diakses secara internal oleh jajaran di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes melalui jaringan Intranet sehingga dapat mempermudah dan mempercepat akses terhadap data yang dibutuhkan. Data-data yang terdapat dalam Bank Data selanjutnya dapat dijadikan sumber informasi yang akan di-publish melalui internet dengan media website Direktorat Jenderal Binfar dan Alkes (www.binfar.depkes.go.id). Dalam pertemuan ini dibahas Kebijakan Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia dan Strategi Pengumpulan Data dan Informasi Bersumber Puskesmas secara Terpadu; Hasil Riskesdas Terkait dengan Program Kefarmasian dan Alat K e s e h a t a n ; Pe n g e l o l a a n D a t a Kefarmasian dan Alat Kesehatan di Daerah; Ketersediaan dan Pengelolaan Data di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes; Desk Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan antara Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
S e l a i n i t u d a l a m ke g i a t a n Pemutakhiran Data ini juga dibuka konsultasi tentang Software SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dan Software Pelaporan Dinamika Obat PBF. Kesimpulan yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: Data pelaksanaan program Kefarmasian dan Alat Kesehatan terkait dengan pencapaian indikator RPJMN dan Rencana Strategis 20102014, utamanya yang telah dilaksanakan oleh daerah baik di Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kab/Kota maupun Dinas Kesehatan Provinsi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pencapaian indikator 1) Harus ada rumusan bagaimana mencapai indikator antara Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota. 2) H a r u s d i b u a t k a n s i s t e m pelaporan secara berjenjang sehingga data pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai indikator. 3) Adanya mekanisme Monitoring dan Evaluasi terhadap capaian indikator sasaran program. Penerapan Teknologi Informasi dapat membantu percepatan penyampaian hasil pelaksanaan kegiatan kefarmasian dan alat kesehatan secara efisien dan efektif. Data/informasi yang akurat, valid, r e l i a b l e s e r ta te p at wa k t u merupakan input utama dalam proses pengambilan suatu kebijakan.
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 05 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Melalui Komitmen dan Profesionalisme Menuju Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas
Kegiatan Rapat Konsultasi Teknis Bina Farmasi Komunitas dan Klinik diadakan pada tanggal 25 s.d. 27 Mei 2010 dengan tema “Melalui Komitmen dan Profesionalisme Menuju Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas”. Pelaksanaan acara tersebut bertempat di Hotel Harris Resort Waterfront Marina, Batam dihadir lebih dari 80 orang yang terdiri dari peserta daerah, panitia pusat, dan panitia daerah. Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. Sri Indrawaty, Apt. M.Kes yang sekaligus memberikan sambutan pengarahan kegiatan Rapat Konsultasi Teknis Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Materi pertama yang dibahas dalam kegiatan tersebut adalah Program dan Kegiatan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Tahun 2010, dengan narasumber Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Dra. Engko Sosialine, Apt.
Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik mengungkapkan bahwa program pelayanan kefarmasian t e r m a s u k ke d a l a m P r o g ra m Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang merupakan bagian dari Rencana Strategi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010-2014. Strategi yang digunakan adalah peningkatan penerapan penggunaan obat rasional dengan langkah-langkah yang dilakukan berupa (1) evaluasi, revisi, dan implementasi pedoman penggunaan obat rasional, utamanya untuk obat program; (2) Penggerakan penggunaan obat rasional dalam rangka efisiensi dan efektivitas biaya pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. S t rate g i b e r i ku t nya a d a l a h revitalisasi pelaksanaan pelayanan farmasi klinik dengan langkah-langkah yang dilakukan berupa (1) revitalisasi pelaksanaan farmasi klinik di RS dan komunitas; (2) menempatkan dan meningkatkan peran apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di RS dan Puskesmas. Peran yang diharapkan dari apoteker saat ini di fasilitas pelayanan kefarmasian adalah berfungsinya pharmaceutical care. Sesuai dengan PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, adanya pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker yang profesional adalah apoteker yang memiliki penguasaan ilmu farmakoepidemiologi (evaluasi ke b u t u h a n d a n p e r e n c a n a a n ketersediaan obat); penguasaan ilmu farmakoekonomi; penguasaan ilmu public health.
Materi-materi lain yang dibahas adalah Penerapan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Terkait Bidang Kefarmasian, dengan narasumber perwakilan Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Medik; Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik, dengan narasumber perwakilan d a r i D i re k t o ra t B i n a Fa r m a s i Komunitas dan Klinik; Peta Pelayanan Kefarmasian di Komunitas, dengan narasumber perwakilan dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dengan narasumber perwakilan dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik; Project Kerja Sama JICA dengan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, dengan n a ra s u m b e r p e r w a k i l a n J I C A , Masahiko Yokota; Strategi Pengembangan Diri, dengan narasumber Jen Zainal Asyikin Hans, Ph.D. Setelah pemaparan materi, diadakan diskusi kelompok dengan tema Komitmen Dinkes Provinsi dan Rumah Sakit Provinsi dalam Mendukung Rencana Strategis 20102014. Dari hasil pertemuan ini diharapkan tercipta pelayanan kefarmasian yang maksimal sesuai dengan tema yang diusung, “Melalui Komitmen dan Profesionalisme Menuju Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas”.
Hal. 06 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
OBAT GENERIK : SOLUSI HEMAT UNTUK KEMBALI SEHAT1 Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes. PENDAHULUAN Salah satu prioritas nasional pilihan Presiden dalam melaksanakan pembangunan pada periode 20092014 adalah Reformasi Kesehatan Masyarakat. Pilihan ini didasarkan pada kenyataan terjadinya disparitas derajat kesehatan yang semakin m e l e b a r d i a n t a r a ke l o m p o k penduduk, antara lain mencakup disparitas ketanggapan dan akses terhadap pelayanan kesehatan. M e l a l u i R e fo r m a s i Ke s e h a t a n M a sya ra kat , p e m e r i nta h i n g i n m e n ca p a i h a s i l p e m b a n g u n a n ke s e h a t a n y a n g i n k l u s i f d a n 3 berkeadilan. Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional di tahun 2010, sebagaimana yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 2010. Hal ini telah disadari oleh Kementerian Kesehatan, sehingga menjadi salah satu prioritas reformasi kesehatan, yaitu ketersediaan obat dan alat kesehatan di setiap fasilitas kesehatan. Perhatian dan pemikiran besar sangat diperlukan pada tahap implementasi garis-garis kebijakan tersebut di bidang kefarmasian. Sebagai panduan dalam melaksanakan arahan kebijakan tersebut, Indonesia telah memiliki Kebijakan Obat Nasional (KONAS)4, yang menjadi pernyataan komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan dan sasaran pembangunan nasional di bidang kefarmasian. Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin: (1) Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat terutama obat esensial; (2) Khasiat, keamanan, dan
2
mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; serta (3) Penggunaan obat yang rasional. Obat generik telah menjadi salah satu pilihan pemerintah dalam memberikan akses obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu serta terjamin dalam jenis dan jumlah sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. Efisiensi pembiayaan obat diprediksi dapat dicapai dengan penggunaan obat generik, di mana perhitungan cost minimization analysis sederhana menunjukkan potensi penghematan sebesar Rp4,2 triliun untuk terapi 5 hipertensi secara nasional . Namun, perhitungan ini dihadapkan pada fakta semakin menurunnya kontribusi obat generik terhadap pasar obat nasional. Makalah ini mencoba untuk menjelaskan kebijakan pemerintah merevitalisasi penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan, terutama di sarana milik pemerintah, sebagai salah satu bagian dari Reformasi Kesehatan Masyarakat. Dengan semakin banyak tenaga kesehatan yang memahami pentingnya keberadaan obat generik, termasuk para peserta pertemuan kali ini, diharapkan penggunaan obat generik akan semakin meningkat dan berkontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan kesehatan secara efektif dan efisien. DEFINISI OBAT GENERIK Di Indonesia, obat-obatan yang beredar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan masa berlaku perlindungan patennya, yaitu
(1) Obat yang masih berada dalam perlindungan masa paten (dikenal juga dengan sebutan obat originator); dan (2) Obat yang sudah habis masa perlindungan patennya (disebut sebagai obat generik). Obat generik sendiri kemudian terbagi menjadi dua, yaitu (1) Obat generik yang dipasarkan dengan nama dagang (sering disebut dengan obat generik bermerek, (branded generic); dan (2) Obat generik yang dipasarkan dengan nama INN bahan aktif berkhasiatnya (misal, Parasetamol 500 mg, dan lain-lain). Definisi obat generik bermacammacam, di mana tidak ada satu pun definisi yang disepakati oleh dunia internasional. Obat generik dapat didefinisikan sebagai obat yang sudah tidak dalam perlindungan paten atau hak eksklusif pemasarannya, memiliki bukti ketukarmampuan (interchangeability) atau sebanding dengan obat referensinya, dan dijual dengan nama international nonproprietary name (INN). Walaupun demikian, istilah 'generik' sering diartikan sebagai obat yang dijual dengan nama dagang, atau belum memiliki bukti ketukarmampuan dan ekuivalensi terapetik yang jelas. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membandingkan data dan kebijakan internasional mengenai obat generik. Spesifikasi ketukarmampuan (interchangeability) sendiri dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu obat untuk dapat digunakan sebagai pilihan alternatif atau sebagai p e n g ga nt i ta n p a m e m e r l u ka n penyesuaian dosis maupun aturan pakai. Ketukarmampuan diberikan bila dapat dibuktikan bahwa terhadap obat originatornya, suatu obat :
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 07 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
a. Mengandung bahan aktif berkhasiat yang sama; b. Memiliki bentuk sediaan dan cara penggunaan yang sama; c. Memiliki kekuatan atau konsentrasi yang identik; d. Diformulasikan untuk memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu yang sama; dan e. B i o e k u i v a l e n , d i m a n a menunjukkan bioavailabilitas yang sebanding bila diteliti pada kondisi penelitian yang serupa. Obat-obat yang terbukti dapat memenuhi persyaratan a-d tersebut disebut dengan 'ekuivalen farmasetik'. Obat generik tidak hanya cukup memenuhi standar ekuivalen farmasetik, namun juga harus terbukti memenuhi kriteria poin e. Secara mudah, obat generik merupakan suatu obat yang memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Masa patennya habis di tempat di mana obat tersebur dijual (ataupun dengan modifikasi hak paten yang memungkinkan produksi tanpa persetujuan pemegang paten, misal, lisensi wajib); b. Terbukti ekuivalen secara terapetik dengan obat innovator, yang dibuktikan melalui uji bioekuivalensi maupun uji-uji serupa; c. Dijual dengan nama INN ataupun nama dagang. Pendefinisian ini tidak sepenuhnya dimengerti oleh konsumen kesehatan di Indonesia, dalam hal ini adalah pasien. Masyarakat selaku pasien memahami terminologi 'paten' sebagai obat dengan efektivitas yang unggul, cepat memberikan efek yang diinginkan, bergengsi, dan memiliki mutu yang sangat baik. Terminologi 'generik' justru dipahami sebaliknya, di m a n a d i p a h a m i s e b a ga i o b at berkualitas rendah, obat masyarakat miskin, obat dengan mutu tidak terjamin, dan berbagai stigma negatif
6
lainnya . Obat generik juga menghadapi berbagai mitos tidak sedap, antara lain obat yang tidak aman, obat dengan efikasi yang meragukan, obat yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan khasiat, dan obat yang dibuat di fasilitas substandar 7 . Pemerintah bekerja keras untuk meluruskan hal ini, sehingga obat generik dapat diterima masyarakat dengan pemahaman yang benar. LINGKUNGAN STRATEGIS KEBIJAKAN OBAT GENERIK Pemerintah dihadapkan pada situasi pembiayaan kesehatan yang cenderung meningkat, di mana hal ini dapat mengancam kecukupan dan optimalisasi pemanfaatan 8 pembiayaan kesehatan . Pada tahun 2002, pembiayaan kesehatan nasional membutuhkan dana USD 17,2 per kapita. Angka ini terus meningkat pada tahun 2005 menjadi USD 29,2 per kapita dan pada tahun 2008 mencapai U S D 5 0 , 2 p e r ka p i ta 9 . U nt u k mengantisipasi hal ini, diperlukan berbagai strategi pelayanan kesehatan yang bersifat efektif dan efisien untuk mencapai sasaran pembangunan kesehatan. Obat generik menjadi salah satu pilihan strategis tersebut. Teori ekonomi menjelaskan bahwa kebijakan obat generik dapat menurunkan harga obat. Terdapat sejumlah bukti bahwa introduksi obat generik akan menurunkan harga obatobatan di pasar. Di Jerman, introduksi Ramipril (antihypertensive agent) generik ke pasar pada awal triwulan IV 2003 membuat harga Ramipril originator turun sebesar 21%. Harga Ramipril originator semakin turun seiring dengan semakin banyaknya produk generik, sehingga pada akhir tahun 2006 harga Ramipril originator hanya sebesar 25% dari harga pertama kali diluncurkan ke pasar10. Fenomena ini menjadikan obat generik
mendominasi pasar farmasi di berbagai negara, dan diprediksi akan menjadi sektor keunggulan dunia farmasi di masa mendatang. Pada tahun 2003, penguasaan pasar obat generik di Amerika Serikat dan Inggris mencapai 52%, di Jerman sebesar 50%, di Kanada sebesar 42%, dan di Jepang sebesar 10%, dengan tingkat pertumbuhan penguasaan pasar yang 11 positif dari tahun ke tahun . Indonesia belum menunjukkan fenomena serupa, di mana penguasaan pasar obat generik dari tahun ke tahun cenderung menurun. Pasar obat generik, menunjukkan tren penurunan dari Rp2,525 triliun (10,0% dari pasar nasional) pada tahun 2005, dan pada tahun 2009 menjadi Rp2,372 triliun (7,2% dari pasar nasional). Penurunan posisi obat generik terhadap pasar obat nasional ini menunjukkan telah terjadi penurunan efisiensi pembiayaan obat12. Penurunan harga obat dapat berkontribusi terhadap penurunan biaya kesehatan, terutama bila struktur pembiayaan kesehatan tersebut masih didominasi oleh sektor kuratif dan rehabilitatif. Hal ini telah dibuktikan di Amerika Serikat, di mana penggunaan obat generik menyebabkan peningkatan penghematan pembiayaan kesehatan negara tersebut. Pada tahun 1999, penggunaan obat generik dapat menghemat pembiayaan kesehatan negara tersebut sebesar USD 49 miliar. Angka ini terus bertambah dari tahun ke tahun, sehingga pada tahun 2008 penghematan pembiayaan kesehatan dengan penggunaan obat generik mencapai USD 121 miliar13. Dengan berbagai bukti lainnya, penggunaan obat generik dapat menurunkan biaya kesehatan suatu negara. Hal ini tentunya menjadi perhatian utama pemerintah. Penjelasan mengenai produk obat generik memiliki harga yang lebih murah sepenuhnya dapat dimengerti
Hal. 08 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
melalui analisis ekonomi. Dalam pasar obat generik, produsen obat tidak menghabiskan biaya yang besar untuk promosi produknya karena efek promosi tersebut juga akan menguntungkan produsen obat generik lainnya. Hal ini dimungkinkan karena produk obat generik relatif homogen antar produsen, sehingga hanya akan ada satu harga di pasar dan produsen yang menentukan satu harga tersebut. Dalam jangka panjang, harga produk obat generik akan ditentukan pada tingkat rerata biaya produksi minimal. Homogenitas dan sifat saling menggantikan (substituibility) harus dijamin dengan ketukarmampuan terapetik antar produk obat generik, yang dihasilkan melalui pemastian 14 kualitas obat dan uji bioekuivalensi . Harga obat generik yang murah bukan menunjukkan kualitasnya yang dapat dipandang sebelah mata. Sebagaimana diterapkan di negara lain, obat generik di Indonesia juga harus melalui serangkaian pengujian sebelum disetujui untuk diedarkan di Indonesia. Salah satu uji yang diperlukan dalam menjamin kualitas obat generik adalah uji bioavailabilitas dan uji bioekuivalensi. Uji bioavailabilitas menunjukkan kesetaraan baik jumlah maupun kecepatan antar dua produk dalam absorbsi zat aktif berkhasiat ke dalam peredaran darah, sehingga memungkinkan tercapainya ekuivalensi farmasetika. Sedangkan uji bioekuivalensi menunjukkan ekuivalensi terapi, dengan pengujian berbasis metode farmakokinetika. Pemerintah telah menyusun berbagai regulasi mengenai hal ini dan menerapkannya secara bertahap. Berdasarkan hasil pengujian terhadap beberapa produk obat generik untuk terapi diabetes mellitus dan hipertensi, didapatkan hasil bahwa obat generik m e m i l i k i b i o ava i l a b i l i ta s ya n g sebanding dengan produk
originatornya15. Dengan demikian, kualitas produk obat generik tidak p e r l u d i ra g u k a n o l e h t e n a g a kesehatan. REVITALISASI PENGGUNAAN OBAT GENERIK Berdasarkan pertimbangan atas berbagai lingkungan strategis yang ditemui, pemerintah mengambil kebijakan untuk merevitalisasi penggunaan obat generik. Melalui kebijakan ini, pemerintah memberikan intervensi terhadap obat generik agar penggunaannya dalam pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebijakan di bidang obat generik b u ka n l a h s e s u a t u ya n g b a r u . Pe m e r i nta h te l a h m ewa j i b ka n penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah sejak tahun 1989. Menteri Kesehatan juga telah mengingatkan hal ini secara t e r t u l i s ke p a d a p i m p i n a n R S Pemerintah dan Kepala Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota pada tahun 2007. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih belum memenuhi harapan. Revitalisasi penggunaan obat generik dilakukan dengan berbagai intervensi terhadap obat generik, baik di hulu maupun di hilir. Di hulu, atau dari sisi penyediaan, pemerintah mengkaji ulang ketentuan harga obat ge n e r i k ya n g b e r l a ku d e n ga n mengakomodasi berbagai faktor yang mempengaruhi harga obat generik di masyarakat. Kenaikan biaya produksi akibat kenaikan bahan baku, biaya distribusi untuk seluruh wilayah Indonesia, menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menetapkan harga obat generik tahun 16 2010 . Dengan penetapan harga berdasarkan kondisi teraktual ini, diharapkan produsen akan memproduksi obat generik sesuai d e n ga n ke b u t u h a n p e l aya n a n kesehatan, baik jumlah maupun jenisnya.
Revitalisasi di sektor hilir, atau di sisi penggunaan, diterapkan dengan penyempurnaan kebijakan yang mewajibkan peresepan obat generik di sarana pelayanan kesehatan pemerintah. Di dalam kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri K e s e h a t a n N o . HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tersebut, dijelaskan bahwa dokter (mencakup dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis), yang bertugas di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah wajib memberikan resep obat generik bagi semua pasien, sesuai dengan indikasi medisnya. Dokter dapat memberikan resep untuk diambil di apotek atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, namun terbatas hanya jika obat generik tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Telah diatur pula bahwa dokter di rumah sakit atau puskesmas dan UPT lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat generik bermerek/bermerek dagang, tetapi hanya jika obat generik tersebut belum tersedia. Apoteker juga diperbolehkan mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya, atau obat merek dagang lainnya, apabila telah mendapat persetujuan dari dokter dan/atau pasien. Selain itu, revitalisasi kebijakan obat generik di sektor hilir juga dilakukan dengan berbagai advokasi kepada masyarakat mengenai penggunaan obat generik. Pemerintah menggandeng berbagai pihak dalam melakukan advokasi ini, misalnya produsen obat generik. Advokasi dilakukan dengan berbagai pendekatan yang memiliki daya ungkit tinggi terhadap keberhasilan upaya a d v o ka s i . M i s a l nya , a d v o ka s i dilakukan kepada lingkungan sekolah, yaitu murid-murid sekolah dan tenaga
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 09 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
17
pendidik . Dengan pemberian informasi yang tepat mengenai obat generik kepada mereka, diharapkan pemahaman tersebut dapat disebarluaskan kepada lingkungan di sekitar mereka. Selain itu, advokasi juga dilakukan kepada berbagai instansi pemerintahan dan BUMN18 yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah berharap, penggunaan obat generik akan menjadi gerakan yang massal sehingga secara signifikan berkontribusi terhadap upaya pembangunan kesehatan yang efektif dan efisien. Berbagai upaya advokasi penggunaan obat generik tentunya tidak akan berhasil tanpa partisipasi aktif tenaga kesehatan, terutama dokter penulis resep, dalam peningkatan peng gunaan obat generik. Sebagaimana diketahui, obat merupakan komoditi yang bersifat multidimensi : sosial-ekonomi19 teknologi . Dengan demikian, penggunaan obat yang merupakan hasil dari prilaku peresepan juga memiliki sifat multidimensi tersebut, terutama bagi pasien yang menggunakan obat. Penggunaan obat generik merupakan salah satu metode yang memenuhi keseimbangan berbagai aspek tersebut. Dokter penulis resep diharapkan dapat memprioritaskan penggunaan obat generik dalam praktek kesehariannya. Dengan kontribusi nyata tenaga dokter, maka pasar obat generik yang fair akan semakin berkembang, sehingga memberikan keuntungan terbesar bagi kesehatan masyarakat, yaitu penurunan biaya obat. PENUTUP Indonesia dihadapkan pada situasi pembiayaan kesehatan yang semakin meningkat, di mana diperlukan berbagai langkah strategis yang dapat mengantisipasi dampak buruk hal ini terhadap kecukupan dan pemanfaatan
pembiayaan kesehatan. Penggunaan obat generik menjadi salah satu langkah tersebut, dengan berbagai bukti yang telah tersedia dari pengalaman di berbagai negara. Pemerintah menyadari hal ini, dan menjadikan revitalisasi penggunaan obat generik sebagai salah satu bagian Reformasi Kesehatan Masyarakat. Re v i ta l i s a s i d i l a ku ka n d e n ga n memberikan intervensi penggunaan obat generik, baik di sektor hulu/penyediaan hingga ke sektor hilir/penggunaan. Implementasi kebijakan yang tepat, evaluasi pelaksanaan yang cermat, dan diseminasi manfaat kebijakan yang masif diharapkan dapat meningkatkan penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan nasional. Kebijakan revitalisasi penggunaan obat generik tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya kebijakan lain atau sistem lain yang mendukung pelaksanaannya. Pemerintah sedang berupaya untuk mewujudkan jaminan kesehatan nasional dengan target pada tahun 2014 mencapai kepesertaan semesta bagi seluruh masyarakat 20 Indonesia . Pelaksanaan sistem jaminan kesehatan ini akan mendorong penggunaan obat generik, mengingat diperlukannya upaya cost containment yang efektif dalam menjaga keberlanjutan sistem tersebut. Pelayanan kesehatan akan didorong untuk menggunakan obat generik, sehingga akan tercipta kebutuhan obat generik dalam skala ekonomis yang memadai bagi produsen. Penyediaan obat generik akan semakin terkendali, di mana harga obat akan diatur pada tingkat yang paling efisien bagi produsen maupun bagi pemerintah selaku penyeleng gara sistem jaminan kesehatan nasional. Pada akhirnya, efisiensi pembiayaan kesehatan dari sektor belanja obat akan tercapai. Pemerintah mengajak partisipasi berbagai kalangan dalam pelaksanaan
kebijakan revitalisasi obat generik ini. Penggunaan obat generik harus menjadi gerakan yang masif oleh seluruh masyarakat, sehing ga manfaatnya akan leb ih cep at dirasakan terutama oleh pasien. Dokter penulis resep memiliki peran yang besar dalam hal ini, sehingga pemerintah mengajak dan menghimbau kepada para dokter untuk tidak meragukan kualitas obat generik. Melalui revitalisasi penggunaan obat generik pada pelayanan kesehatan nasional, maka seluruh komponen bangsa dapat b e r p e ra n d a l a m M ew u j u d ka n Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. *** Catatan Kaki: 1
Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan X Perhimpunan Ahli Farmakologi Indonesia, Aula FKUI, Jakarta, 3 Juli 2010 2 Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI 3 SK Menteri Kesehatan No. 267/MENKES/SK/II/2010 tentang Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat 4 SK Menteri Kesehatan No. 189/MENKES/SK/III/2006 5 Prof. Ascobat Gani, 2009, Cost Effectiveness Analysis 6 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2009 7 Prijo Sidipratomo, Diskusi Bulanan PB IDI, 2010 8 Rencana Strategis 2010 2014 Kementerian Kesehatan, 2010 9 Prof. Dr. Ascobat Gani, Cost Effective Analysis, 2009 10 European Generic Association, The Future of Pharmaceuticals, 2007 11 Prijo Sidipratomo, Diskusi Bulanan PB IDI, 2010 12 Kementerian Kesehatan, Reformasi Kesehatan Masyarakat, 2010
Hal. 10 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
13
Prof. Ascobat Gani, Cost Effective Analysis, 2009 14 Anonim, Generic Drugs Policies, 2003 15 Badan POM, Profil Bioavailabilitas Glimepirid 4 mg dan Ramipril 10 mg, 2010 16 Harga obat generik ditetapkan setiap tahunnya melalui SK Menteri Kesehatan, di mana pada tahun 2010 diatur melalui SK Menteri Kesehatan
No. No.HK.03.01/Menkes/146 /I/2010 tanggal 27 Januari 2010 dengan jumlah obat generik sebanyak 453 macam 17 Program School to School, Sehat tapi Hemat Bersama Obat Generik Indofarma di Gelanggang Olahraga Tangerang, 16 Maret 2010 18 Penyuluhan Penggunaan Obat Generik di PT Bukit Asam (Persero),
Palembang, 5 April 2010 GP Farmasi, Industri Farmasi Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas dan Pelaksanaan Jaminan Pembiayaan Kesehatan Semesta, Draft Policy Paper, 2010 20 Rencana Strategis 2010 2014 Kementerian Kesehatan, 2010 *** 19
Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di RS Swasta
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit, diperlukan komitmen dan dukungan m a n a j e m e n d a l a m mengimplementasikan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di RS Swasta pada 3 s.d. 5 Juni 2010 di Hotel Inna Grand Bali Beach. Dalam acara ini hadir Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes. Dalam sambutannya, Dirjen Binfar & Alkes mengimbau kepada seluruh RS Swasta diupayakan selalu melibatkan tenaga apoteker untuk pelayanan kefarmasian yang paripurna kepada masyarakat umum sehingga mencapai
kesinambungan dengan mutu tinggi, juga menjalin kerja sama dengan pimpinan terkait dan manajemen rumah sakit untuk mendukung program Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai mana visi Kementerian Kesehatan RI, yaitu Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Materi yang dipaparkan dalam pertemuan ini adalah Penerapan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit terkait Pelayanan Kefarmasian oleh perwakilan dari Setditjen Bina Pelayanan Medik; Dukungan Pimpinan dalam Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik untuk Meningkatkan Performance Rumah Sakit dengan narasumber dari Rumah Sakit Bethesda; Penerapan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Bethesda dengan narasumber Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm; Penerapan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan narasumber Dra. Siti Farida, Sp.FRS; Pa n d a n g a n K l i n i s i t e r h a d a p Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dengan narasumber Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K). Setelah pemaparan materi, dilakukan diskusi kelompok dengan te m a ” Pe n e ra p a n Pe l aya n a n Kefarmasian Sesuai Standar”. Pertemuan Sosialisasi dan Advokasi Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di RS Swasta menghasilkan beberapa hal untuk d a p a t d i t i n d a k l a n j u t i , ya i t u peningkatan pelayanan kefarmasian dilaksanakan secara konsisten oleh berbagai profesi kesehatan; PP 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian merupakan tantangan dan peluang bagi tenaga kefarmasian untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian berkualitas menuju masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan; Penerapan UU Nomor 44 tentang Rumah Sakit terkait Pelayanan Kefarmasian hendaknya didukung oleh pihakpihak pimpinan terkait serta manajemen rumah sakit sehingga apoteker bisa berperan aktif berkesinambungan dengan mutu tinggi kepada masyarakat umum.
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 11 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Mengenal Radiofarmaka dan Potensinya dalam Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan mempunyai Visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, dan sesuai dengan reformasi di bidang kesehatan dan alat kesehatan, Kemenkes salah satunya berkepentingan dalam ketersediaan obat. Untuk itu pada kesempatan Konferensi Pers, 11 Juni 2010, diperkenalkan Radiofarmaka, yaitu sejenis obat yang salah satu atom pembentuk struktur obat tersebut berupa radioisotop atau isotop radioaktif dan digunakan secara in vivo untuk diagnosis atau terapi penyakit. Untuk radiofarmaka yang termasuk obat, maka aspek spesifikasi harus memenuhi standar baku berdasarkan Farmakope Indonesia atau farmakope lain yang menjadi acuan internasional. Berdasarkan regulasi, maka aspek keselamatan radiasi harus mengacu pada ketentuan dari BAPETEN. Untuk aspek khasiat/kemanfaatan dan keselamatan non-radiasi (safety) harus mengacu pada ketentuan dari BPOM. Penggunaan radiofarmaka di pelayanan kesehatan akan semakin berkembang, baik untuk keperluan penelitian, pemeriksaan, dan terapi. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes. Narasumber lain, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Hudi Hastowo menambahkan bahwa penggunaan nuklir untuk kesehatan sudah lama dilakukan BATAN, mulai tahun 1970. Namun, penggunaannya sampai saat ini belum optimal karena peralatan kedokteran nuklir harganya sangat mahal, demikian pula biaya pemeliharaannya. Untuk mengoperasikannya juga butuh tenaga ahli, paling tidak harus ada tenaga onkologi radiasi, fisika medik, dan kedokteran nuklir. Potensi radiofarmaka di bidang kesehatan ini membawa manfaat yang patut diperhitungkan. Oleh karena itu, keberlangsungan produksi untuk pemenuhan kebutuhan radiofarmaka perlu didukung oleh berbagai pihak. Di Indonesia, penyediaan kebutuhan radiofarmaka nasional hanya diproduksi oleh PT BATAN Teknologi.
Dirjen Binfar & Alkes memaparkan bahwa dalam penggunaannya, baru ada 17 rumah sakit (RS) yang memiliki instalasi kedokteran nuklir dan menggunakan radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi penyakit. Dari jumlah tersebut, hanya sepuluh di antaranya yang secara aktif menggunakan radiofarmaka dalam terapi dan diagnosis. Sementara itu, tujuh rumah sakit lainnya tidak secara aktif menggunakan peralatan teknologi kedokteran nuklir yang dimiliki. Rumah sakit yang tidak aktif menggunakan biasanya karena tidak mampu menutup biaya pemeliharaan alat yang mahal atau tidak cukup memiliki tenaga ahli untuk menggunakannya. Direktur Utama PT BATAN Teknologi, Syaiful Sujalwo, mengatakan, produksi dalam negeri sangat tergantung pada permintaan rumah sakit. Sebagai tambahan informasi, radiofarmaka yang banyak diminta untuk kebutuhan dianosis dan terapi saat ini antara lain Molibdenum 99 dan Iodium 131. Dalam kesempatan ini, hadir pula Abdul Muntalib, Kepala Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka, BATAN. Beliau pernah menjelaskan, sebagai obat, radiofarmaka selain digunakan untuk keperluan penyembuhan atau terapi penyakit kanker, digunakan juga untuk menghilangkan rasa sakit serta untuk keperluan diagnosa berbagai jenis penyakit, misalnya penyakit jantung. Radiofarmaka tersebut terakumulasi di jaringan atau sel yang menjadi sasaran untuk tujuan diagnosa atau terapi menjadi sangat akurat. Radiofarmaka untuk keperluan terapi maupun untuk menghilangkan rasa sakit tersebut, memiliki radioisotop yang memancarkan radiasi dalam bentuk partikel bermuatan. Misalnya beta negatif atau alfa, dan partikel bermuatan itu yang berperan menghancurkan sel-sel kanker atau menghilangkan rasa sakit. Sedangkan radiofarmaka diagnosa umumnya bisa memiliki radioisotop pemancar sinar-y atau pemancar positron, meskipun dalam aplikasinya positron itu
setelah bertemu elektron dalam waktu relatif sangat pendek berubah menjadi dua sinar-y dengan arah berlawanan. Sinar-y inilah yang dijadikan dasar untuk diagnosa karena memiliki daya tembus yang tinggi sehingga dapat dideteksi oleh detektor yang ditempatkan di luar tubuh. Detektor untuk keperluan itu, mungkin kalau di rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir yang sederhana disebut kamera gamma, yang lebih modern lagi disebut Single Photon Emission Computerized Tomography (SPECT), dan yang paling baru adalah Positron Emission Tomography (PET). Cara kerjanya adalah obat radioisotop/ radiofarmaka dimasukkan (oleh dokter) ke dalam tubuh pasien umumnya melalui injeksi, meskipun dapat melalui oral/ diisap. Setelah 5 menit hasil diagnosa akan terlihat di mana saja penyebaran sel kanker (sel kanker yang kecil maupun besar). Untuk pengobatan/terapi, radiofarmaka dapat membunuh semua sel kanker secara terarah tanpa mengganggu atau merusak sel/organ tubuh yang sehat. Di dalam tubuh setelah digunakan, radiofarmaka bekerja dengan cara terakumulasi pada jaringan tubuh yang sesuai dengan sifat kimiawi senyawa induknya (senyawa kimia obat tersebut). Kemudian radioisotop dari radiofarmaka akan memancarkan sinar gamma yang kemudian dideteksi untuk memperoleh diagnosa; atau sinar gamma tersebut akan membunuh sel kanker dalam proses terapi kanker. Efek samping pasti ada, tapi dengan penentuan dosis, pemberian perlakuan pada pasien, dan perencanaan yang tepat, teknologi ini aman digunakan. Dengan demikian, radiofarmaka dapat memberikan harapan hidup pada pasien, karena apabila telah dideteksi dini, pengobatan akan dilakukan lebih awal dan lebih sederhana, serta biaya lebih murah.
Hal. 12 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Produksi & Distribusi Alat Kesehatan
Pada tanggal 9 s.d. 11 Juni 2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mengadakan kegiatan Rapat Konsultasi Te knis, yang berlangsung di Hotel Holiday Inn Resort Baruna Beach, Bali. Acara tersebut diawali dengan sambutan selamat datang kepada para peserta kegiatan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang mewakili Kepala Dinas Kesehatan dan Gubernur Provinsi Bali. Secara resmi, kegiatan ini dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dra. Sri Indrawaty, Apt., M.Kes. yang sekaligus juga memberikan pengarahan kepada seluruh peserta acara. Narasumber pertama adalah Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drs. T. Bahdar J. Hamid, Apt., M.Pharm dengan judul paparan Kebijakan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Setelah Revisi Permenkes 1184. Selain para narasumber tersebut, juga disampaikan beberapa materi paparan substansial lainnya yaitu - Sertifikat Produksi oleh Kasubdit Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Dra. Resworini, Apt.; - Pengawasan (Surveillance dan Vigilance) Alat Kesehatan &
Perbekalan Kesehatan Rumah Ta n g ga o l e h Ka s u b d i t A l a t Kesehatan Elektromedik, Rakhmat Rosadi BE, ST; - Kebijakan Distribusi Alat Kesehatan oleh Kasubdit Alat Kesehatan Non Elektromedik, Drg. Arianti Anaya Indrajid, MKM; - Tata Cara Pelaksanaan Sampling Alat Kesehatan & Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2010 oleh Kasubdit Alat Kesehatan Elektromedik, Rakhmat Rosadi BE, ST. Dalam uraian pendahuluannya pada acara tersebut, Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drs. T. Bahdar J. Hamid, Apt., M.Pharm menyampaikan tentang tujuan pengamanan alat kesehatan, yaitu tersedia dan terjangkaunya alkes yang aman, bermutu, dan bermanfaat untuk membuat rakyat sehat. Selanjutnya diterangkan pula mengenai revisi Permenkes 1184 tahun 2010, reformasi kesehatan masyarakat, reformasi kefarmasian dan alat kesehatan, serta sertifikasi produksi dan izin edar alat kesehatan. Dalam sesi paparan dari Kasubdit Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Dra. Resworini, Apt., disampaikan materi tentang sertifikat produksi dengan pokok-pokok bahasan yang meliputi cara pembuatan alat kesehatan yang baik (CPAKB), persyaratan permohonan sertifikat produksi, mekanisme pengurusan dan alur proses sertifikasi produksi, kewenangan pusat dan daerah berdasarkan PP 38 sertifikasi produksi Alkes dan PKRT kelas B dan C, serta ya n g te r p e nt i n g ya i t u m ate r i perbedaan sertifikasi produksi antara Permenkes 1184 tahun 2004 dengan draft revisi Permenkes 1184 tahun 2010.
Kasubdit Alat Kesehatan Elektromedik, Rakhmat Rosadi BE, ST, dalam paparannya menguraikan tentang pengawasan (surveillance dan vigilance) alat kesehatan & perbekalan kesehatan rumah tangga serta materi tentang tata cara pelaksanaan sampling alat kesehatan & perbekalan kesehatan rumah tangga tahun 2010 yang membahas tentang kewenangan pusat dan daerah menurut PP 38/ 2009, prioritas produk sampling dan lokasi sampling, SOP pengambilan— pencatatan pelabelan sampel, dan berbagai hal mengenai teknis pengujian sampel lainnya. Selain itu juga, ada paparan dari Ka s u b d i t A l at Ke s e h ata n N o n Elektromedik, Drg. Arianti Anaya Indrajid, MKM tentang kebijakan distribusi alat kesehatan yang menerangkan tentang dasar hukum dan latar belakang proses distribusi alat kesehatan dan PKRT, serta cara distribusi alat kesehatan yang baik (CDAKB). Kegiatan ini untuk selanjutnya diharapkan dapat memberikan hasil yang positif dalam mendukung terlaksananya program kefarmasian dan alat kesehatan di bidang alat kesehatan khususnya, dan meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara keseluruhan pada umumnya.
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 13 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
ASETAMINOFEN / PARASETAMOL Penyusun: M. Isyak G.
Asetaminofen atau Parasetamol merupakan obat yang paling laku dan paling banyak dikonsumsi orang. Setiap kali menderita demam, Parasetamol sudah pasti akan menjadi obat yang paling dicari untuk menurunkan panas badan. Kalau di dunia blog kita sering mendengar istilah seleb blog maka di dunia obat, Parasetamol bisa kita masukan ke dalam seleb drug alias seleb obat. Obat yang mempunyai nama generik Asetaminofen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa di antaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain-lain. Cukup banyak pilihan bukan? Namun, tidak usah khawatir walaupun dengan nama dagang, harga obat ini termasuk terjangkau bagi semua kalangan. Parasetamol memiliki aktivitas farmakologik berupa analgetik dan antipiretik. Berdasarkan khasiat tersebut, Parasetamol terutama digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan karena infeksi atau sebab yang lainnya. Di samping itu, Parasetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. So, tidak perlu heran apabila suatu saat diberikan Parasetamol oleh dokter untuk mengatasi sakit kepala atau sakit gigi. Walaupun sebenarnya obat ini bisa dibeli dengan bebas di warung-warung, tetapi dalam penggunaanya tentu saja harus tetap memperhatikan pakem atau dosis yang dianjurkan. Jangan pernah coba-coba minum obat ini melebihi dari dosis yang dianjurkan jika ingin selamat. Jangan pula meminum obat ini selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan diberikan pada anak di bawah 3 tahun tanpa terlebih dahulu meminta saran dari dokter. Peringatan tersebut bukannya tanpa alasan sebab walaupun Parasetamol kelihatan seperti obat yang jinak, namun di balik semua itu terdapat banyak efek samping yang perlu diwaspadai. Namun, hal tersebut tidak usah terlalu dikhawatirkan, asal diminum sesuai dengan anjuran maka efek sampingnya akan sangat minimal.
Segeralah ke dokter jika salah satu dari tanda berikut muncul setelah Anda minum Parasetamol. Tanda-tanda itu antara lain: terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan demam dan nyeri tenggorokan tidak berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan lebih lanjut. Jika tidak ada masalah dengan organ hati/liver, dosis maksimum Parasetamol untuk orang dewasa adalah 4 gram (4.000 mg) per hari atau 8 tablet Parasetamol 500 mg. Jika karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini melebihi dosis maksimum tadi, jangan heran jika kelak terjadi kerusakan liver yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan harus segera ke dokter antara lain: mual sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, serta rasa lelah dan lemas. Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain: kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/ sesak. Seperti biasa, jika mengalami tandatanda tersebut setelah minum Parasetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjalani pengobatan dengan Parasetamol antara lain, sebelum minum Parasetamol, sampaikan ke dokter Anda kalau Anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengonsumsi Parasetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan pula ke dokter jika Anda mempunyai riwayat penyakit kronis seperti penyakit liver, ketergantungan alkohol, dan lain-lain. Parasetamol mempunyai kecenderungan untuk merusak liver, jika ditambah dengan mengonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan mempercepat terjadinya kerusakan liver tersebut. Parasetamol sering dikombinasikan dengan aspirin untuk mengatasi rasa nyeri pada rematik sebab Parasetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin sehingga jika kedua obat ini digabung maka akan didapatkan sinergi pengobatan yang bagus pada penyakit
rematik. Parasetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui, namun tetap dianjurkan untuk meminum obat ini bila benar-benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter. Untuk mengatasi rasa nyeri yang sangat di kepala akibat migrain atau yang lainnya, Parasetamol biasanya dikombinasikan dengan kafein. Alasan pemilihan kombinasi ini adalah karena kafein memiliki efek vasodilatator pembuluh darah yang menuju ke otak yang mengakibatkan jumlah pasokan darah ke otak meningkat. Meningkatnya aliran darah ke otak mengakibatkan jumlah Parasetamol yang mencapai reseptor rasa nyeri di kepala juga bertambah, sehingga efek analgetik dari Parasetamol akan meningkat. Dalam mengonsumsi Parasetamol juga tidak ada pantangan khusus bagi penderita tukak lambung/maag. Hal ini karena Parasetamol tidak bersifat mengiritasi lambung sehingga aman diminum saat lambung kosong. Namun, jika ditinjau dari aspek bioavailabilitas, Parasetamol adalah jenis obat yang diserap di lambung sehingga kecepatan pengosongan lambung sangat mempengaruhi absorbsi Parasetamol. Apabila lambung berisi makanan, kecepatan pengosongan lambung akan menjadi lambat sehingga Parasetamol akan lebih lama berada di lambung. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi absorbsi adalah lama kontak obat dengan tempat absorbsi, maka dengan lebih lamanya Parasetamol berada di lambung akan meningkatkan bioavailabilitasnya. Ini berarti bahwa Parasetamol akan memberikan efek yang lebih maksimal bila diminum dalam keadaan lambung terisi. Meskipun Parasetamol tergolong obat yang memiliki indeks terapi yang lebar serta efikasi dan keamanannya tinggi, namun bagaimanapun juga tetap lebih baik bagi kita untuk mencegah penyakit ketimbang harus mengkonsumsi obat. Maka biasakanlah pola dan perilaku hidup sehat dalam keseharian kita untuk meminimalisir penggunaan obat-obatan, yang secara notabene tetaplah merupakan racun juga bagi tubuh kita.
Hal. 14 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
MENGINGAT TUHAN SEBAGAI KEBUTUHAN MANUSIA DAN BENTUK PENGAWASAN DIRI DI DALAM AKTIVITAS KERJA Oleh: M. Isyak G.
Apabila kita melihat teori kebutuhan dasar manusia yang dirumuskan oleh Abraham Maslow, manusia disebutkan memiliki lima hierarki kebutuhan dasar, mulai dari basic physiological needs yang merupakan kebutuhan-kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal; sampai dengan self actualization needs yang merupakan kebutuhan untuk mendapat pengakuan eksistensi diri di lingkungan tempat kita berinteraksi. Namun, ada satu hal yang tidak disentuh Maslow dalam hierarki kebutuhan tersebut. Maslow tidak menyebutkan kebutuhan manusia akan Tuhan. Padahal dalam kehidupan masyarakat beragama, Tuhan adalah causa prima, yang berarti tanpa adanya Tuhan maka alam semesta ini tidak mungkin eksis. Seluruh makhluk membutuhkan Tuhan sebagai Sang Pencipta, namun Tuhan tidak pernah membutuhkan ataupun tergantung kepada mahluk-Nya. Tuhan akan tetap ada dan eksistensi-Nya tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Kemudian, jika kita melakukan kontemplasi dan perenungan di sela-sela rutinitas pekerjaan sehari-hari, terkadang kita melupakan sebuah sisi penting dari jiwa kita yang bernama spiritualisme. Padahal kita hidup sebagai sebuah bangsa yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu dasar negara, yang berarti membawa konsekuensi pengakuan kita akan adanya Tuhan sebagai pengatur segala urusan di alam semesta. Kerap kali sisi spiritualisme ini terpinggirkan oleh segala kesibukan pekerjaan kita. Sering pula kita terjebak pada dikotomi antara aktivitas duniawi dan aktivitas ibadah. Padahal, keduanya seharusnya berjalan seiring. Kita tidak bisa menafikan begitu saja kebutuhan kita akan Tuhan dalam segala aktivitas keseharian kita.
Pola pikir yang menafikan kebutuhan akan Tuhan dalam aktivitas pekerjaan kita sebenarnya justru malah merugikan dan merusak diri kita sendiri secara perlahanlahan tanpa kita sadari. Maraknya berita mengenai korupsi di media massa yang telah merugikan negara hingga mencapai jumlah angka yang fantastis, belum lagi kasus-kasus mafia hukum, dan berbagai jenis kasus lainnya yang menunjukkan perilaku negatif yang merugikan dalam pelaksanaan pekerjaan, hanyalah contohcontoh kecil dari sikap manusia yang seringkali mengabaikan kebutuhan akan Tuhan maupun eksistensi-Nya. Meskipun dalam melaksanakan pekerjaan, kita sudah dibekali dengan tools untuk mencegah perilaku negatif, seperti peraturan-peraturan yang lengkap dengan sanksi, namun tetap saja selalu ada celah jika kita tidak memiliki sisi spiritualisme yang meyakini bahwa ada Tuhan yang tidak pernah tidur serta senantiasa mengawasi setiap perbuatan kita, tanpa ada satu hal pun di dunia ini yang luput dari pengawasan-Nya. Oleh karena itu, keyakinan kita akan adanya Tuhan yang senantiasa mengawasi kita merupakan salah satu faktor yang paling efektif dalam mencegah diri kita dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum di dalam bekerja. Bagi umat muslim khususnya, Rasulullah SAW bersabda bahwa perbedaan antara orang yang berdzikir (mengingat Allah) dengan orang yang tidak adalah laksana orang yang hidup dengan orang yang mati. Tentunya sebagai muslim yang beriman sangat memalukan jika kita disamakan dengan orang yang sudah mati. Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda bahwa sebagai muslim kita diperintahkan untuk beribadah secara ihsan. Dalam artian kita beribadah seolaholah kita melihat Allah. Apabila tidak
mampu, kita harus merasa bahwa kita selalu diawasi oleh Allah. Untuk dapat memperoleh ibadah yang ihsan, kita harus senantiasa mengingat Allah. Dengan melaksanakan segala tuntunan Rasulullah SAW tersebut dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan kita sehari-hari, kita akan menjadi manusia yang senantiasa ingat kepada Allah (berdzikr). Impact yang diharapkan dari aplikasi amaliah ini adalah kita terhindar dari segala perbuatan negatif karena kita sebagai hamba Allah selalu merasa diawasi dalam setiap perbuatan kita. Selain itu, dengan senantiasa istiqomah mengingat Allah di dalam hati kita, hal tersebut akan menjadikan seluruh aktivitas pekerjaan kita sehari-hari bukan sekadar “pekerjaan mengejar materi duniawi” belaka. Namun lebih dari itu, senantiasa mengingat Allah akan menjadikan seluruh aktivitas kita seharihari sebagai ibadah yang bernilai pahala. Apabila hal tersebut terimplementasikan dengan benar, dalam hal ini kita termasuk yang telah melaksanakan ketentuan Allah mengenai esensi penciptaan manusia, seperti yang disebut dalam Al Quran yang berbunyi, “Ma kholaqtu jinna wal insilla liya'buduun ...” yang artinya “Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku ...” Tentunya ibadah yang disebut dalam ayat itu adalah ibadah dalam cakupan yang luas, meliputi ibadah mahdoh ataupun ibadah ghairu mahdoh. Oleh karena itu, sudah waktunya kita menanyakan kepada diri kita sendiri, “Seberapa seringkah kita mengingat Tuhan dalam setiap aktivitas keseharian kita? Apakah kita termasuk hambahamba yang sering mengingat-Nya? Ataukah kita termasuk ke dalam golongan manusia yang ‘hidup jasadnya’ tetapi ‘mati hatinya’ karena kita lebih banyak lalai dalam mengingat-Nya?”
Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 l Hal. 15 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Mengenal Jenis & Manfaat Jeruk Lebih Dekat
Hampir setiap orang pernah merasakan buah jeruk. Yah, sering kali buah jeruk dikonsumsi sebagai buah segar ataupun dijadikan rasa dari cake/ kue, permen, es bahkan sebagai aroma minyak wangi. Sebenarnya, buah jeruk sangat b e ra ga m j e n i s nya . Yu k , k i ta mengenal lebih dekat dengan buah jeruk. Kandungan Buah Jeruk Secara umum, buah jeruk kaya vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan tubuh. Seperti yang terkandung dalam jeruk manis, setiap 100 g terdapat kalori 51 kal, protein 0,9 g , lemak 0,2 g , karbohidrat 11,4 g, mineral 0,5 g, kalsium 33 mg, fosfor 23 mg, besi 0,4 mg dan asam askorbat 49 mg. Selain kaya gizi, zat lain yang terkandung adalah bioflanid, minyak atsiri limonen, asam sitrat, linalin asetat dan fellandren yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit b a t u k , m e n u r u n ka n d e m a m , meningkatkan gairah seksual, dan membuat suara merdu. Macam-Macam Jeruk Buah jeruk memiliki varietas yang beragam, di antaranya jeruk nipis (Citrus aurantium atau Aurantifolia) , jeruk purut (Citrus hystrix DC), jeruk bali (Citrus maxima Merr), Jeruk sitrun ( Citrus medica L.), jeruk keprok (Citrus nobilis Lour).
Manfaat Terkandung Berikut ini diuraikan manfaat jeruk yang banyak digunakan. 1. Jeruk Nipis Jeruk nipis (citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis citrus Geruk. Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Batang pohonnya berkayu ulet dan keras. Sedang permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Tanaman jeruk nipis pada umur 2,5 tahun sudah mulai berbuah. Bunganya berukuran kecil-kecil berwarna putih dan buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong berwarna (kulit luar) hijau atau kekuningkuningan. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempattempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung. Jeruk nipis mengandung unsurunsur senyawa kimia yang bermanfaat. Misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat. 1 0 0 g ra m b u a h j e r u k n i p i s mengandung: vitamin C 27 mg, kalsium 40 mg, fosfor 22 mg, hidrat arang 12,4 g, vitamin B 1 0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,1 g, kalori 37 g, protein 0,8 g dan air 86 g. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia antara lain limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren, sitral dan asam sitrat. Penyakit yang dapat diobati : amandel, malaria, ambeien, sesak nafas, influenza, batuk; sakit panas, sembelit, terlambat haid, perut mules saat haid; disentri, perut mulas, perut mual, lelah, bau badan, keriput wajah.
2. Jeruk Purut Jeruk purut banyak ditanam orang di pekarangan atau di kebunkebun. Daunnya merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu. Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing, tepi beringgit, panjang 8 -15 cm, lebar 2 6 cm, kedua permukaan licin dengan bintik-bintik kecil berwarna jernih, permukaan atas warnanya hijau tua agak mengilap, permukaan bawah hijau muda atau hijau kekuningan, buram, jika diremas baunya harum. Bunganya berbentuk bintang, berwarna putih kemerah-merahan atau putih kekuning-kuningan. Bentuk buahnya bulat telur, kulitnya hijau berkerut, berbenjol-benjol, rasanya asam agak pahit. Jeruk purut sering digunakan dalam masakan, p e m b u a ta n ku e , a ta u d i b u a t manisan. Jeruk purut dapat diperbanyak dengan cangkok dan biji. Daunnya mengandung tanin 1,8%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri 1 - 1,5% v/b. Kulit buah mengandung saponin, tanin I%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri yang mengandung sitrat 2 2,5% v/b. Penyakit yang dapat diobati : Daun jeruk purut berkhasiat stimulan dan penyegar. Kulit buah berkhasiat stimultan, berbau khas aromatik, rasanya agak asin, kelat, dan lama-kelamaan agak pahit. (Sumber: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional; www.ipteknet.id)
Hal. 16 l Buletin INFARKES Edisi III - Juni 2010 Informasi kefarmasian dan alat kesehatan
Laporan Perizinan PBF, PBBBF, Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, dan Kosmetika yang Diterbitkan Ditjen Binfar & Alkes Bulan April s.d. Mei 2010
No
NAMA PERUSAHAAN
No. IZIN
Tanggal Terbit
PROVINSI
JENIS IZIN
1
PT. SALWA SEGARA MAKMUR
HK.07.01/I/127/10
07 April 2010
Banten
PBF
2
PT. MERCUSUAR ABADI JAYA
HK.07.01/I/128/10
07 April 2010
Jawa Tengah
PBF
3
PT. HOTAMA MEDIPHAR
HK.07.01/I/129/10
07 April 2010
Sumatera Selatan
PBF
4
CV. ASPIRASI GAYA SANTRI (AGAS)
HK.07.IKOS/I/130/10
07 April 2010
Jawa Timur
Kosmetika
5
PT. VITAPHARM
HK.07.IKOS/I/131/10
07 April 2010
Jawa Timur
Kosmetika
6
KEMPO INDUSTRI
HK.07.IKOS/I/132/10
07 April 2010
Sumatera Barat
Kosmetika
7
PT. ERA MILENIA BINA HARAPAN
HK.07.01/I/133/10
26 April 2010
Jawa Timur
PBF
8
PT. PERTIWI AGUNG
HK.07.IF/I/134/10
26 April 2010
Jawa Barat
IF
9
PT. BINA SAN PRIMA
HK.07.PBBBF/I/135/10
26 April 2010
Jawa Barat
PBBBF
10
CV. AGUNG LESTARI
HK.07.IKOS/I/136/10
26 April 2010
Sumatera Utara
Kosmetika
11
PK ELITE
HK.07.IKOS/I/137/10
27 April 2010
Sumatera Utara
Kosmetika
12
PT. TIGA SRIKANDI JAYA
HK.07.PBBBF/I/138/10
27 April 2010
DKI Jakarta
PBBBF
13
PT. INDEN BAKU PRIMA
HK.07.PBBBF/I/139/10
27 April 2010
DKI Jakarta
PBBBF
14
PT. RAYTY BROTHERS
HK.07.01/I/140/10
27 April 2010
Aceh
PBF
15
PT. ILHAM ABADI
HK.07.01/I/141/10
27 April 2010
Sulawesi Selatan
PBF
16
PT. PANJI NEIKINDO
HK.07.01/I/142/10
27 April 2010
Sulawesi Selatan
PBF
17
PT. IMMANUEL PAPUA
HK.07.01/I/143/10
27 April 2010
Papua
PBF
18
PT. MITRA GENESARET RAJAWALI PRATAMA
HK.07.01/I/144/10
27 April 2010
DKI Jakarta
PBF
19
PT. SURYA BASKARA SARANA
HK.07.01/I/145/10
27 April 2010
DKI Jakarta
PBF
20
PT. PROCTER & GAMBLE HOME PRODUCTS INDONESIA
HK.07.01/I/146/10
28 April 2010
DKI Jakarta
PBF
21
PT. MAKMUR PERSADA
HK.07.01/I/147/10
28 April 2010
DKI Jakarta
PBF
22
PT. HANDAYANI KHARISMA
HK.07.01/I/148/10
28 April 2010
Sumatera Selatan
PBF
23
PT. MENSA BINASUKSES
HK.07.01/I/149/10
28 April 2010
DKI Jakarta
PBF
24
PT. PANYIMBANG RATU AGUNG
HK.07.01/I/150/10
28 April 2010
Bengkulu
PBF
25
PT. DELAPAN DELAPAN UTAMA
HK.07.01/I/151/10
28 April 2010
NTB
PBF
26
PT. PINTU TIGA BUNGSU
HK.07.01/I/152/10
28 April 2010
Banten
PBF
27
PT. ANA FARMA
HK.07.01/I/153/10
28 April 2010
Lampung
PBF
28
PT. MITRA SUMBER ABADI
HK.07.01/I/154/10
28 April 2010
Jawa Timur
PBF
29
PT. MEGAH PRIMA SUPRA MAKMUR
HK.07.01/I/155/10
28 April 2010
Sulawesi Utara
PBF
30
PT. MULTI PUTRA MANDIRI
HK.07.01/I/156/10
28 April 2010
Jawa Barat
PBF
31
PT. MARIN LIZA FARMASI
HK.07.01/I/157/10
28 April 2010
Jawa Barat
PBF
32
PT. TRIDAYA MAJU BERSAMA
HK.07.PBBBF/I/158/10
28 April 2010
DKI Jakarta
PBBBF
33
PT. COSMAR
HK.07.IKOS/I/159/10
28 April 2010
Banten
Kosmetika
34
PT. GRIFF PRIMA ABADI
HK.07.IKOS/I/160/10
28 April 2010
Banten
Kosmetika
35
PT. SYAFA USAHA UTAMA
HK.07.01/I/161/10
3 Mei 2010
DKI Jakarta
PBF
36
PT. WARIS
HK.07.01/I/162/10
3 Mei 2010
DKI Jakarta
PBF
37
PT. CAMAR USAHA TATA
HK.07.01/I/163/10
3 Mei 2010
Sumatera Utara
PBF
38
PT. BHAKTI SEHAT HUSADA
HK.07.01/I/164/10
3 Mei 2010
Sumatera Utara
PBF
39
PT. L'ESSENTIAL
HK.07.IF/I/165/10
3 Mei 2010
Banten
IF
40
PT. PHARMA INDO SUKSES
HK.07.01/I/166/10
5 Mei 2010
Sulawesi Selatan
PBF
41
PT. UNZA VITALIS
HK.07.IKOS/I/167/10
5 Mei 2010
Jawa Tengah
Kosmetika
42
CV. WACANNA USAHATAMA
HK.07.IKOS/I/168/10
10 Mei 2010
Banten
Kosmetika
43
PT. SUKSES JAYA MEDIKA
HK.07.01/I/169/10
10 Mei 2010
Sulawesi Selatan
PBF
44
PT. MAKMUR AGUNG SEJAHTERA
HK.07.01/I/170/10
10 Mei 2010
Jawa Timur
PBF