PENYEWAAN PULAU-PULAU KECIL SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA
Banyak kalangan bertanya-tanya mengapa negara kita baru dikunjungi oleh 6,4 juta wisatawan manca negara (wisman), jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang pada tahun yang sama (2008) masing-masing dikunjungi oleh 29,8 juta; 10,5 juta; dan 14,8 juta wisman.
I. LATAR BELAKANG Posisi negara kita juga masih tertingal dengan negara tetangga jika dilihat dari sisi indek daya saing pariwisata, pada tahun 2009 Indonesia tercatat menempati posisi ke 81 dari 133 negara.Walaupun demikian, kita juga patut berbangga dari beribu-ribu pulau, ada satu pulau di negara kita yaitu pulau Bali dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya menjadi pemain kelas dunia di bidang pariwisata dan hampir setiap diadakan perhelatan voting oleh media dunia, pilihannya jatuh pada pulau ini sebagai daerah tujuan wisata terfavorit dunia. Timbul pertanyaan berikutnya, mengapa hanya pulau Bali saja, bagaimana dengan pulau-pulau lainnya? Bagaimana strategi membangun pariwisata dipulau-pulau lainnya sehingga mampu meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakatnya? Kedepan, dunia industri pariwisata diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dan menjadi motor penggerak sosial dan ekonomi dunia. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia, World Tourism Organization (WTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama
I Dewa Gde Sugihamretha
53
www.ifpri.org
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
menyangkut kegiatan sosial ekonomi. Dengan demikian, industri pariwisata diperkirakan akan menjadi industri terbesar di dunia pada tahun 2020. Menurut World Travel and Tourism Council, para wisatawan bakal membelanjakan uangnya sekitar 5 miliar dollar AS setiap hari. Keadaan ini tentu menyulut industri pariwisata dan ikutannya antara lain hotel, usaha perjalanan, usaha katering, pemandu wisata, dan sebagainya.
kawasan ini antara lain Cina (135,4 juta), Malaysia (29,8 juta), Thailand (14,8 juta), Singapura (10,5 juta), Jepang (10,5 juta), Korea (6,9 juta), Indonesia (6,4 juta), Australia (5,6 juta), Taiwan (3,9 juta), Pilipina (3,2 juta), Kamboja (2,3 juta), dan Laos (1,7 juta). Base Year 1995
(Million)
Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam dan budaya yang layak dikembangkan menjadi destinasi unggulan dunia barangkali boleh berharap bisa mendapat bagian dari uang belanja para wisatawan. Di antara keunggulan daya tarik pariwisata Indonesia ini antara lain adalah wisata alam, wisata budaya, wisata bahari, wisata kuliner, wisata religi, dan wisata olahraga.
World
1561
100
100
4.1
47
77
3.6
5.0
5.5
110
190
282
19.3
18.1
3.8
81
195
397
14.4
25.4
6.5
336
527
717
59.8
45.9
3.1
Middle East
14
36
69
2.2
4.4
6.7
South Asia
4
11
19
0.7
1.2
6.2
Americas East Asia and the Pacific Europe
1995-2020
100
4.1
20
47
77
3.6
5.0
5.5
110
190
282
19.3
18.1
3.8
81
195
397
14.4
25.4
6.5
336
527
717
59.8
45.9
3.1
Middle East
14
36
69
2.2
4.4
6.7
South Asia
4
11
19
0.7
1.2
6.2
Kunjungan wisman ke Indonesia dan penerimaan devisa sejak tahun 2007 sampai dengan 2009 walaupun mengalami peningkatan yaitu dari 5,5 juta orang dan 5,3 juta USD tahun 2007; 6,4 juta orang dan 7,4 juta USD tahun menjadi 6,5 juta dan 6,3 juta USD tahun 2009. Namun peningkatan tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Singapura. Untuk mengukur daya saing pariwisata, sejak tahun 2007, World Economic Forum mengeluarkan The Travel & Tourism Competitive Index (TTCI). Ada beberapa komponen dalam mengukur daya saing pembangunan pariwisata yaitu: (1) kerangka regulasi, terdiri dari (a) kerangka kebijakan dan regulasi; (b) lingkungan yang berkelanjutan, (c) keamanan dan kenyamanan (safety and security), (d) kesehatan dan hygiene, (e) prioritas (prioritization); (2) infrastruktur dan lingkungan bisnis yang meliputi (a) infrastruktur tranportasi udara, (b) infrastruktur transportasi darat, (c) infrastruktur pariwisata, (d) infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, (e) daya saing harga dalam industri; dan (3) sumber daya alam, budaya, dan manusia yang terdiri dari (a) sumber daya manusia, (b) daya tarik (affinity), (c) sumber daya alam, (d) sumber daya budaya. Berdasarkan penilaian terhadap variabel-variabel tersebut, pada tahun 2009 Indonesia tercatat menempati posisi ke 81 dari 133 negara. Posisi tersebut masih di bawah Malaysia (32), Singapura (10), dan Thailand (39). Apabila dibandingkan peringkat tahun 2008, peringkat Indonesi mengalami penurunan yaitu dari posisi ke 80. Dari beberapa komponen alat ukur indek daya saing pariwisata di atas, ada beberapa komponen yang menyebabkan rendahnya daya saing pariwisata Indonesia antara lain: lemahnya kebijakan dan kerangka regulasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya dalam memelihara kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan termasuk kesehatan dan kebersihan, rendahnya dalam menempatkan prioritas perjalanan dan pariwisata termasuk perbaikan infrastruktur transportasi udara, infrastruktur transportasi darat, dan infrastruktur pariwisata serta lingkungan bisnis.
Dikawasan East Asia and the Pacificpada tahun 2020 diperkirakan akan kedatangan sebanyak 397 annual juta market Share Average Forecasta wisatawan Base Year (%) growth rate (%) 2020jumlah wisman orang. Pada1995 tahun 2010 2008, dari yang datang ke (Million) 1995 2020 1995-2020 1006
Average annual growth rate (%)
100
Europe
Badan Dunia yang membidangi kepariwisataan yaitu United Nation for World Tourism Organization (UNWTO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 negara-negara didunia akan kedatangan wisatawan mendekati 1,6 miliar orang. UNWTO juga memperkirakan bahwa negara-negara di Eropa akan menerima wisatawan terbanyak yaitu 717 juta, diikuti oleh negara-negara dikawasan East Asia and the Pacific (397 juta), Americas (282 juta), Africa (77 juta), Middle East (69 juta), dan South Asia (19 juta).
20
2020
1561
East Asia and the Pacific
II. DAYA SAING PEMBANGUNAN PARIWISATA
565
1995
1006
Americas
Tulisan ini mencoba memberikan gambaran situasi perkembangan daya saing pembangunan pariwisata, opini publik berkaitan dengan pembangunan kepulauan. Penyewaan/ leasing pulau sebagai alternatif kebijakan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, belajar dari negara Maldive/ Maladewa dan negara kepulauan lainnya, dan saran langkahlangkah yang diperlukan jika leasing menjadi pilihan kebijakan dalam perencanaan pembangunan pariwisata bagi pulau-pulau kecil.
World
market Share (%)
565
Africa
Pertanyaannya adalah sejauhmana kesiapan kita menyongsong persaingan yang semakin tajam pada industri pariwisata untuk mendapatkan bagian terbesar dari kue pembangunan industri pariwisata dunia?
Africa
Forecasta 2010 2020
54
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
III. ISU-ISU PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KEPULAUAN.
2.
Tanggapan juga datang dari Departemen Dalam Negeri yang menyatakan bahwa hasil penyelidikan sementara tim khusus Depdagri yang terdiri dari unsur Departemen Hukum, Departemen Kelautan, Pemprov Sumbar, dan Gubernur Sumbar menyatakan bahwa yang dikembangkan di tiga pulau, yaitu Macaroni, Siloinak, dan Kandui, adalah resort pariwisata dengan kerja sama pihak swasta asing. Namun, jika ditemukan unsur penjualan dalam kerja sama tersebut, tidak menutup kemungkinan para pelaku bisa dipidana penjara maksumal 10 tahun dan denda Rp. 10 miliar (Pasal 21 ayat 1 UU No. 43 tahun 2008). Berdasarkan Pasal 20 Ayat 1 dan 2 UU No 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, pengurangan maupun penghilangan luas wilayah teroterial negara dilarang berdasarkan hukum.
3.
Departemen Luar Negeri menyatakan bahwa siap menjelaskan kepada pihak asing bahwa tidak bisa menguasai salah satu pulau di Indonesia. “Kita akan jelaskan bahwa hukum kita tidak membenarkan pihak asing membeli atau menguasai pulau di negara kita,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri (28/8/2009). Penjualan pulau sebenarnya merupakan kewenangan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan terkait pemerintah setempat.(http://nasional.kompas.com/read Jual.Pulau.Bisa.Dipenjara.10.Tahun)
4.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan penjualan pulau diduga dilakukan pejabat publik setempat. Riza menuding pejabat publik tersebut hanya menginginkan keuntungan ekonomis tanpa mempertimbangkan kepentingan umum sebagai ruang publik dan tempat budaya bahari Nusantara. “Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Tak sepantasnya penjualan pulau dilakukan dengan meminggirkan nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil” (ANTARA).Seharusnya, pemerintah turun langsung bersama pejabat di daerah dan menyusun pengembangan kawasan pesisir dan pulau untuk kesejahteraan masyarakat umum. Disamping itu, langkah yang dilakukan pemerintah sangat tidak tepat. “Investor yang datang untuk mengelola pulau-pulau itu nyatanya hanya mengeksploitasi nilai ekonomi untuk kepentingan segelintir orang saja.”
5.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan membantah adanya penjualan pulau di gugusan Takabonerate. “Sama sekali tidak benar karena ada aturan yang ketat untuk itu (penjualan pulau),” tegas dia. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan 10 pulau terluar yang akan menjadi fokus perhatian untuk dikembangkan pada 2010. (Liputan6.com, Jakarta)
6.
Gubernur Kepulauan Riau mengatakan apapun alasannya, penjualan pulau tidak dibenarkan, karena pulau adalah milik negara. Ia mengatakan, warga dapat menjual tanah dalam pulau, tapi tidak keseluruhan pulau.Gubernur
Dalam rangka menghadapi krisis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta daya saing pariwisata di kepulauan, berbagai gagasan muncul ditengahtengah masyarakat baik yang digagas oleh pemerintah pusat maupun daerah dan juga masyarakat. Berbagai gagasan tersebut mendapatkan reaksi pro dan kontra sebagai berikut: Pertama, penjualan pulau. Tiga pulau di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, akan dijual. Pulau-pulau itu dijual di situs internet privateislandonline. com yang berbasis di Kanada dengan harga mulai dari US$ 4 juta hingga US$ 8 Juta. Sebelumnya, pada 2005, terdapat dua pulau yang diisukan dijual, yaitu Pulau Kumbang dan Pulau Menyakan di Karimun Jawa. Lalu, ada pula Pulau Panjang dan Pulau Meriam Besar di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Kemudian ada Pulau Bidadari di NTB yang ditengarai dibeli warga Inggris yang bahkan membuat larangan orang Indonesia dan TNI untuk memasuki pulau tersebut. Pulau lainnya yang diisukan dijual adalah gugusan Takabonerate, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Walau belakangan penjualan pulau ini juga dibantah, tetapi berulangnya isu penjualan pulau ini membuat kita harus lebih waspada dan menjaga setiap jengkal kedaulatan Indonesia (Liputan6.com, Padang).Warga
Natuna, Muktar menjual lima pulau di Kepulauan Bawah, Natuna Selatan, karena kesulitan keuangan (ANTARA News). Gagasan penjualan pulau ini mendapat tanggapan dari berbagai kalangan sebagai berikut: 1.
Pemerintah Daerah Sumbar dengan langsung memanggil tiga orang yang mendapat hak pengelolaan pulau yaitu, Mark James Loughram, warga Australia yang mengelola Pulau Macaroni. Selain itu, mereka juga memanggil Yordan Heuer, warga Amerika Serikat sebagai pengelola Pulau Kandui dan Gilles Bordossoule, warga Prancis yang menjadi pengelola Pulau Soloinak. Isu penjualan pulau bukan kali ini saja terjadi(Liputan6.com, Padang).
55
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
mengatakan berdasarkan penyelidikan awal, lima pulau dijual Muktar kepada Tasfinardi, warga Kepri juga. “Bukan orang asing, tapi orang kita juga,” katanya menegaskan. Pulau Bawah terdiri dari empat gugusan pulau kecil lainnya dengan luas keseluruhan 99,739 hektar kini disorot setelah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengindikasikan ada pemindahtanganan penguasaan kepada warga negara asing asal Australia dan Malaysia. Mengenai keterlibatan pihak asing dalam pengelolaan wisata pulau, ia mengakuinya. Menurut Ismeth tidak masalah warga negara asing turut mengembangkan dan menanamkan modal di gugusan pulau yang terkenal dengan keindahan bawah laut itu.”Tapi mungkin mereka tidak tahu cara menanamkan modal yang benar, bahwa harus mendaftar dan lain sebagainya dulu,” katanya. (ANTARA News). Ke dua, penjajakan kerjasama dan penyewaan pulau guna pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil. 1.
2.
Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) dengan Yunani melakukan kerja sama pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil. Sebagai tahap awal kerja sama itu akan dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU). Selain Yunani, pariwisata di pulau-pulau kecil juga berhasil dikembangkan oleh negara Maladewa (Maldive). Maldive dinilai berhasil dalam menyejahterakan rakyatnya melalui kegiatan pariwisata di pulau-pulau kecil mereka. Sebelum melakukan MoU dengan Yunani, Indonesia sudah melakukan studi banding di negara Fiji, di Kepulauan Pasifik yang juga dikenal sangat bagus dalam mengelola pulau-pulau kecil untuk pariwisata. Diharapkan dengan kerja sama ini, Indonesia bisa menjual pariwisata pulau-pulau kecil yang jumlahnya mencapai ribuan yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. (http://www.skyscrapercity.com/showthread. php?t=107334&page)
3.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menawarkan pihak asing untuk mengelola pulau-pulau kecil di Tanah Air dalam rangka pemberdayaan pariwisata dan ekonomi masyarakat. Indonesia akan menggandeng Maladewa untuk mengelola pulau kecil di Tanah Air, dengan cara penyewaan pulau. Pemerintah Maladewa berhasil mengundang investor untuk mengelola pulau. Pengelolaan pulau-pulau kecil dapat dilakukan dengan memberikan hak pakai selama beberapa tahun kepada para investor, salah satunya untuk tujuan wisata bahari(Diena Lestari, Bisnis Indonesia).
4.
Tiga dari 11 pulau di wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yakni Pulau Samalona, Laelae dan Kodingareng Keke siap disewakan kepada investor karena potensial dijadikan sebagai objek wisata bahari.”Sebenarnya sebelas pulau di Makasar yang juga masuk gugusan kepulauan spermonde, cocok dijadikan sebagai lokasi wisata bahari. Namun dari 11 pulau itu, tiga pulau dinilai cocok ditawarkan kepada investor,” kata Kabid Promosi dan Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbupar) Kota Makassar. Dia mengatakan sebenarnya sudah ada satu pulau yang dikelola pihak swasta yakni Pulau Kayangan, namun dinilai belum maksimal pengelolaannya sehingga belum menjadi ikon pariwisata Kota Makassar. 20 Agustus 2009 Makassar, (tvOne) http://nusantara.tvone.co.id/berita/ view/20657/2009/08/20/3_pulau_di_makassar_siap_ disewakan_ke_investor/
Tanggapan masyarakat terhadap gagasan pemerintah pusat dan daerah penjajakan kerjasama dan sewa pulau guna pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut: 1. Seorang pakar ekonomi regional di Manado mengatakan bahwa pengelolaan pihak asing atas sebuah wilayah teritorial memunculkan resistensi dari segi keamanan negara. Namun, pengelolaan dapat dilakukan sepanjang pihak asing tunduk kepada hukum Indonesia dan diawasi. Di Sulut, ada sejumlah pulau yang sebagian daratannya dikelola orang asing, seperti Pulau Gangga di Minahasa Utara yang dikelola investor asal Italia. Tidak ada persoalan dengan keamanan negara jika orang asing lebih intens memasarkan pesona pulau itu guna menjaring wisatawan. ”Ada plus minus dalam pengelolaan pulau oleh asing, tetapi kita juga membutuhkan pihak asing guna pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang miskin,” ujar pakar tersebut. http://travel.kompas.com/read/2010/11/11/.
Direktur Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan, sejauh ini sejumlah pihak asing telah mengajukan izin ke KKP. ”Karena itu, penawaran pengelolaan kepada pihak asing sebagai terobosan pemberdayaan ekonomi masyarakat pulau kecil,” katanya. Pengelolaan itu diatur dalam UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil serta Peraturan Menteri No 20/2005 tentang Pemanfaatan Pulau Kecil. ”Pengelolaan tak berarti privatisasi, tetapi ada aturan hak dan kewajiban pengelola,” katanya. Dicontohkan, Pulau Karimata di Kalimantan Barat dikelola investor Perancis dan Pulau Raja Ampat oleh pengusaha Swiss. Pihak asing membangun dua kawasan itu menjadi obyek wisata bahari yang menarik dilengkapi dengan fasilitas hotel. ”Tidak hanya investor asing, pengusaha nasional juga ditawarkan untuk berinvestasi. (http://travel.kompas.com/ read/2010/11/11/16292014)
2. Seorang pengamat perkotaan dari Universitas Hasanuddin mengatakanbahwa rencana daerah untuk menyewakan sejumlah pulau di wilayahnya perlu pertimbangan matang dan konsep yang jelas. Alasannya karena hal itu akan terkait dengan berbagai aspek di dalamnya, bukan hanya persoalan lingkungan, melainkan juga sosial, budaya dan kemasyarakatan.Dengan demikian, Pemkot Makassar harus memberikan penekanan kepada pihak investor yang akan
56
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
mengelola pulau-pulau kecil itu untuk memperhatikan berbagai aspek tersebut. “Investor harus ditekankan untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, ekosistem dan harmonisasi masyarakat yang tinggal di pulau itu” (tvOne, 20 Agustus 2009 Makassar) http://nusantara.tvone.co.id/ berita/view/20657/2009/08/20/3_pulau_di_makassar_ siap_disewakan_ke_investor/
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil serta Peraturan Menteri No 20/2005 tentang Pemanfaatan Pulau Kecil. ” 6. Sebagian besar masyarakat/pengamat/pakar mendukung gagasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sewa/kerjasama mengembangkan pariwisata di kepulauan dengan catatan didukung dengan peraturan perundang-undangan yang jelas.
IV. ANALISIS ISU PUBLIK PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KEPULAUAN Dari berbagai inisiatif/gagasan yang diprakarsai oleh masyarakat, pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing pembangunan daerah termasuk di dalamnya pembangunan pariwisata di kepulauan, mendapatkan reaksi pro dan kontra baik dari pemerintah maupun masyarakat. Munculnya masalah pro dan kontra ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang jelas mengenai mekanisme atau tata cara penyewaan/leasing pulau untuk pembangunan kepariwisataan sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi kalangan pengambil kebijakan di daerah dan juga masyarakat serta dunia usaha; 2. Tidak adanya kebijakan yang jelas tentang solusi dari permasalahan jual/sewa yang selama ini telah muncul ditengah-tengah masyarakat. Misalnya, pulau dijual melalui situs internet, dan mendapatkan reaksi dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah hanya memanggil pengelola pulau, tetapi masyarakat tidak mendapatkan informasi yang terbuka/transparan terhadap status pulau tersebut di jual/disewa atau dikerja samakan. Demikian juga reaksi pemerintah pusat akan melakukan penyelidikan, nampaknya bingung mengatasi permasalahan jual/ penyewaan pulau. Kebingungan ini nampak dalam uraian berikut “apabila mengembangkan pariwisata, disarankan kepada pengusaha asing untuk berkoordinasi dan laporan kepada Departemen Luar Negeri, harus ada mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan. Misalnya, ada satu daerah ada yang ingin kerja sama untuk perkembangan pulau, tentu harus ada kerja sama dengan pihak terkait, misalnya Deplu,” 3.
Memperhatikan belum adanya peraturan perundangundangan tentang sewa/kerjasama untuk mengembangkan pulau, ada Kementerian yang terlalu jauh melangkah mempromosikan penawaran pengelolaan pulau kepada investor sehingga hal ini dapat membingungkan masyarakat.
4. Muncul tenggelamnya isu jual pulau karena lemahnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) untuk memberikan klarifikasi terhadap persoalan ini.
V. MOMENTUM DAN PELUANG MENGEMBANGKAN PARIWISATA DI KEPULAUAN Dilihat dari sisi luas wilayah, Negara kita jauh lebih luas dibandingkan Negara tetangga, luasnya berlipat-lipat. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Keunggulan lainnya adalah beraneka ragam seni dan budaya, panorama yang indah. Potensi yang dimiliki bangsa ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sangat besar. Kepulauan yang luas “beribu-ribu pulau” jika dikelola dengan pendekatan sewa akan menghasilkan devisa yang besar. Ada perhitungan yang telah dilakukan oleh Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan bahwa sewa satu pulau berkisar antara US$ 2 juta dan US$ 10 juta. Bayangkan “mimpi” pada akhir 2025 mampu menyewakan sebagian pulau-pulau di Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia, berapa besar devisa yang diperoleh negara. Peluang pasar untuk sewa/leasing pulau masih terbuka luas. Banyak bintang-bintang dunia dan konglomerat baik dalam negeri maupun luar negeri memanfaatkan jasa sewa pulau untuk pariwisata seperti: Angelina Jolie dan suaminya, Brad Pitt, seperti dikutip Splash News dari Dialy Mail, bintang akting Hollywood ini menyewa Pulau San Servolo, Italia, untuk anakanaknya merayakan Paskah; David Barcam, bintang sepak bola dunia, bersama dengan keluarga menyewa pulau di Yunani. BUMN sebagai agent of development dan perusahaan multi nasional perlu berpartisipasi dalam program ini guna pemberdayaan potensi kelautan dan perikanan di kepulauan. Selain itu, Group Four Season dan Hilton sudah berminat melakukan investasi di Raja Ampat dan Gugusan Laut Togean Teluk Tomini. Keduanya rencananya akan disewakan ke investor, baik untuk nasional maupun pada asing. Ada beberapa pulau di Raja Ampat yang sudah dikelola oleh para backpacker. Secara hukum para backpacker itu menikah dengan warga setempat, mereka kembangkan ekoturisme.
5. Masih lemahnya koordinasi antar K/L, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan khususnya
57
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
VI.
Sejumlah pulau lain dari Sabang sampai Merauke, ternyata banyak yang dijadikan lahan usaha oleh orang-orang yang tinggal tak jauh dari pulau-pulau itu, Pulau Kanawa yang menghadap Samudra Indonesia itu sebagai tempat wisata, berhasil pasang promosi di biro-biro perjalanan luar negeri, misalnya di Belanda, Pulau Banyak Di kawasan Nanggroe Aceh Darussalam, dan status usaha itu tidak jelas: apakah pengusaha itu menyewa pulau itu, dari siapa, dengan harga berapa, dan untuk berapa lama. Juga, apakah usahanya tersebut, misalnya menyewakan penginapan di pulau nan sepi itu, berizin serta membayar pajak atau tidak.
BELAJAR DARI MALADEWA
Berdasarkan pengamatan di berbagai media dan studi literatur, beberapa negara telah berhasil mensejahterakan masyarakatnya dengan mengembangkan pulaunya menjadi daerah tujuan wisata dengan strategi sewa/leasing pulau. Negara tersebut antara lain Yunani, dan Maldive/Maladewa. Republik Maladewa adalah sebuah negara yang luasnya 298 km2, berupa kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol (suatu pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna sebagian atau seluruhnya) di Samudra Hindia. Maladewa terletak di sebelah selatan-barat daya India, sekitar 700 km sebelah barat daya Sri Lanka. Negara ini memiliki 26 atol yang terbagi menjadi 20 atol administratif dan 1 kota. Jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah 349.106 orang dengan PDB - Total US$2,38 miliar, income per capita US$7.327.
Masih dalam situs yang sama, pemerintah pernah gagal melaksanakan rencana penyewaan pulau. Hal ini terjadi pada tahun 2001 di Riau. Saat itu pemerintah berencana mengontrakkan satu pulau dari tiga ribuan pulau yang ada di provinsi tersebut. Tapi baru gagasan tersebut terlontar, langsung masyarakat dari semua kalangan memprotes, karena hal itu dianggap mengurangi kedaulatan Indonesia dan menjatuhkan harga diri rakyat Riau. Ini tidak nasionalistis, kata yang protes.
Pulau di maldive dikembangkan oleh operator internasional (Hilton, Villa, dsb). Satu pulau dikelola oleh satu manajemen. Berbasis pada sektor perikanan (pengalengan ikan, pembuatan kapal), sektor pariwisata (Pemanfaatan pulau, perdagangan, kerajinan). Kira-kira 500.000 turis (utamanya dari Amerika, Eropa, Jepang) berkunjung setiap tahun. Sebagian besar karyawan resor-resor di Maldive adalah putera-puteri Indonesia. Penentuan pengelola dilakukan dengan sistem tender terbuka secara nasional dan internasional. Sistem pengelolaan (sewa) pulau berdasarkan kontrak selama 25-35 tahun sesuai jumlah investasi yang ditanam. Dalam kontrak diatur secara rinci apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengelola beserta sanksi dan pengawasan pulau. Semua syarat-syarat investasi di pulau diatur dalam peraturan perundang-undangan secara rinci dan lengkap.
Mencermati fenomena polemik yang telah terjadi ditengahtengah masyarakat dalam membangun kepulauan menjadi daerah tujuan wisata, disarankan agar pemerintah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Perencanaan mengembangkan pulau-pulau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah di dalamnya termasuk daya saing pariwisata memerlukan perencanaan yang terintegrasi (integrated planning). Untuk itu, perlu ada semacam forum bersama yaitu “Forum Koordinasi Perencanaan Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil (FKP4K)”. 2. Memperhatikan pengalaman Negara Maldive dalam pengelolaan pulaunya yang disewakan kepada investor untuk tujuan wisata, ada satu kementerian yang bertanggungjawab merumuskan peraturan perundangundangan sebagai aturan main pengembangan pariwisata di pulau yaitu Menteri Pariwisata, Seni dan budaya. Di dalam peraturan perundang-undangan ini diatur secara rinci mekanisme investasi di pulau untuk tujuan wisata yang
Pemerintah Maladewa telah mengoptimalkan pengelolaan pulau-pulau kecil sebagai sumber pendapatan negara maupun masyarakat dari mengembangkan wisata bahari. Pulaupulau tersebut, tambahnya, disewakan ke investor untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang mana nilai investasi mencapai US$150-200 juta per pulau. Sementara itu, setelah wilayah tersebut dikembangkan sebagai kawasan wisata dan mampu mendatangkan turis maka masyarakat yang dulunya menggantungkan dari menangkap ikan beralih usaha seperti menyewakan taxi ataupun penyewaan kamar. Sewa kamar per malam dapat mencapai US$ 600 hingga US$ 1.000, sedangkan pendapatan nelayan yang dulunya US$ 600-800 saat ini dapat mencapai US$ 10.000 dari sektor pariwisata.
VII.
PENUTUP DAN REKOMENDASI
Ditengah-tengah ketidak jelasan aturan main, sesungguhnya sebagaimana diungkap oleh situs http://www.majalahtrust.com, walaupun bisnis ini belum jelas dari sisi kepastian hukumnya, bisnis menyewakan pulau sudah lama berlangsung. Sebagai contoh: di antara pulau-pulau di Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta, misalnya, beberapa pulau sudah ada yang punya dipasang papan nama.
58
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1
dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel. 3. Berdasarkan butir 1 dan 2 di atas, dan dalam rangka terwujudnya harmonisasi pengembangan pulau-pulau untuk tujuan wisata, disarankan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memiliki peraturan perundang-undangan (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil) dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang memiliki visi yang sama bersinergi menyelenggarakan kegiatan FKP4K dengan mengundang K/L terkait, para pakar, praktisi pariwisata dan stakeholders lainnya; 4. Dalam waktu dekat diharapkan Kementerian Budpar dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu menghasilkan rumusan/konsep rancangan peraturan perundang-undangan Pengembangan Pariwisata di PulauPulau Kecil serta menetapkan proyek percontohan di 10 (sepuluh) pulau-pulau kecil. 5. Mengambil pengalaman Maldive, satu pulau dikembangkan tidak hanya untuk pariwisata tetapi juga sektor lainnya seperti perikanan ((pengalengan ikan, pembuatan kapal), sektor pariwisata (Pemanfaatan pulau untuk resort, hotel, perdagangan, kerajinan). Penentuan pengelola dilakukan dengan sistem tender terbuka secara nasional dan internasional. Sistem pengelolaan (sewa) pulau berdasarkan kontrak selama 25-35 tahun sesuai jumlah investasi yang ditanam. Dalam kontrak diatur secara rinci apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengelola beserta sangsi dan pengawasan pulau. Semua syarat-syarat investasi di pulau diatur dalam peraturan perundang-undangan secara rinci dan lengkap. 6. Perencanaan pembangunan di bidang pariwisata perlu mencari terobosan-terobosan baru guna meningkatkan kesejahteraan dan daya saing pariwisata. Hal ini, pernah dilakukan oleh para perencana pembangunan yang diawali pada era tahun 70-an. Dalam pembangunan pariwisata, pemerintah pada tahun 1970-an memiliki pengalaman yang sangat berharga dan fenomenal yaitu mampu menyusun perencanaan membangun kawasan Nusa DuaBali, pada saat ini kawasan nusa dua menjadi destinasi pariwisata terkenal di dunia. Kawasan ini dulunya adalah daerah miskin, terisolir, tandus. Disinilah sesungguhnya awal lahirnya konsep kerjasama pemerintah dan swasta (KPS)/public private partnership (PPP) di Indonesia. Dari dokumen perencanaan pembangunan (Repelita I) nampak dengan jelas idealisme perencana pembanguna pariwisata dengan memberikan fokus perhatian pada pulau Bali dengan tidak mengenyampingkan pulau-pulau lainnya. Dalam dokumen tersebut diuraikan dengan terang benderang dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menggerakkan pembangunan pariwisata Bali, antara lain dari jaringan listrik, telekomunikasi, jalan, air, dan bandara udara. 7. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, sekitar
59
6.000 di antaranya tidak berpenghuni, sudah saatnya memberikan fokus perhatian pembangunan pariwisata dengan menyewakan pulau-pulau kecil sebagai alternatif kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Marzuki Usman dalam “Belajar dari Maldive (Maladewa), Sinar Harapan, 17 Januari 2011)menyatakan bahwa alangkah indahnya kalau pengalaman Maldive ini dapat diterapkan di Provinsi-provinsi: Papua, Maluku, NTT, dan Kepulauan Riau. “Alangkah bahagianya kita melihat nanti saudara-saudara kita di kepulauan itu menjadi kaya, terampil dan atau professional, dan lebih berbahagia lagi, ketika melihat turis-turis manca negara pada berhamburan kepulau-pulau itu. Semoga mimpi ini menjadi kenyataan! Amien.” Dari beberapa saran tersebut di atas, kedepan diharapkan Pemerintah bersama-sama dengan para pemangku kepentingan mampu mengoptimalkan pengelolaan pulau-pulau kecil sebagai sumber pendapatan negara maupun masyarakat dari pengembangan sektor pariwisata. Setelah wilayah tersebut dikembangkan sebagai kawasan wisata dan mampu mendatangkan turis dan devisa maka dalam jangka panjang diharapkan tercipta masyarakat kepulauan yang semakin sejahtera, aman dan damai sesuai dengan prinsip dalam pembangunan pariwisata yaitu pro poor, pro growth, and pro job dan berkesinambungan.n I Dewa Gde Sugihamretha adalah Perencana Madya, Direktorat Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, Bappenas
Rujukan: United Nation for World Tourism Organization (UNWTO) Report World Economic Forum, The Travel & Tourism Competitive Index (TTCI) Liputan6.com, Padang, http://nasional.kompas.com/ read/2009/08/28/22381059/Jual.Pulau.Bisa. Dipenjara.10.Tahun Liputan6.com, Jakarta, ttp://static.rnw.nl/migratie/www. ranesi.nl/tinjauan_pers/p http://www.skyscrapercity.com/showthread. php?t=107334&page=9 http://travel.kompas.com/read/2010/11/11/16292014/Pihak. Asing.Bisa.Sewa.Pulau.Kecil-14 Liputan6.com, Jakarta, [baca: Menteri Kelautan Bantah Tiga Pulau Dijual].(ZAQ) Diena Lestasri, Bisnis Indonesia Suara Pembaharuan Daily Sewa Pulau Harus Izin Pemerintah Pusat Batam (Antara News), http://nusantara.tvone.co.id/berita/ view/20657/2009/08/20/3_pulau_di_makassar_siap_ disewakan_ke_investor/ http://www.majalahtrust.com
E D I S I 0 2 / TA H U N X V I I / 2 0 1 1